KAJIAN STRATEGI PENINGKATAN LABA DENGAN PENERAPAN COST-VOLUME-PROFIT ANALYSIS PADA UMKM IBU SRIUTAMI
DONI ISMED H24087110
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
RINGKASAN
DONI ISMED. Kajian Strategi Peningkatan Laba dengan Penerapan CostVolume-Profit Analysis pada UMKM Ibu Sriutami. Dibimbing oleh ABDUL KOHAR IRWANTO. UMKM diakui mempunyai suatu peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Fakta menunjukkan bahwa kesempatan kerja yang diciptakan oleh kelompok usaha tersebut lebih banyak dibandingkan tenaga kerja yang bisa diserap oleh usaha besar. Oleh karena itu, UMKM sangat diharapkan untuk bisa terus berperan secara optimal dalam upaya menanggulangi pengangguran yang jumlahnya cenderung meningkat terus setiap tahunnya. Desa Ciampea merupakan salah satu wilayah Bogor yang menjadi pusat pertumbuhan UMKM dengan jenis usaha yang beragam. UMKM milik ibu Sriutami ini berlokasi di Kampung Tegalwaru, Ciampea Kabupaten Bogor. UMKM ini bergerak di bidang produk olahan kelapa yaitu selai kelapa da n nata de coco. Usaha pengolahan kelapa milik ibu Sritutami ini belum menerapkan sistem manajemen keuangan yang akurat dan terperinci, sehingga tidak mengetahui seberapa besar volume penjualan yang harus dicapai agar dapat berada dalam posisi impas ataupun hasil penjualan telah mencapai target laba yang direncanakan. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi dan menganalisis biaya-biaya operasional yang terjadi pada UMKM ini selama periode bulan April hingga Desember 2012, (2) Mengidentifikasi dan menganalisis pertumbuhan penjualan produk, laba perusahaan dan titik impas selama periode bulan April hingga Desember 2012, (3) Menganalisis penerapan analisis CVP pada usaha milik ibu Sriutami ini berdasarkan pertumbuhan biaya-biaya operasional dan penjualan produk yang terjadi selama periode bulan Agustus hingga bulan Desember 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya tetap dan biaya variabel selama periode bulan April hingga bulan Desember 2012 mengalami perubahan namun perbedaannya tidak terlalu jauh. Penjualan tertinggi diperoleh dalam periode triwulan 1 (April−Juni) yaitu Rp 316.160.000 dan terendah pada triwulan 2 (Juli – Sept) sebesar Rp 202.020.000. Sedangkan untuk mencapai titik impas penjualan yang harus dicapai selai kelapa pada saat keadaan produksi normal adalah berkisar Rp 127.000.000 dan Rp 19.500.000 untuk nata de coco. Sementara itu dalam bentuk jumlah unit (Kg) yang harus dicapai agar berada dalam posisi titik impas untuk selai kelapa yaitu pada 12.700 Kg dan 13.000 Kg untuk nata de coco. Analisis CVP dapat membantu usaha milik ibu Sriutami ini dalam perencanaan strategis agar dapat terhindar dari risiko kerugian. Alternatif yang dapat diterapkan yaitu (1) menaikkan volume penjualan 10%, (2) menurunkan biaya variabel per unit sebanyak 5%. Hasil analisis CVP menunjukkan alternatif kedua memberikan BEP terendah dan dapat diterapkan. Kata kunci: Cost-Volume-Profit Analysis, UMKM, selai kelapa, nata de coco
SUMMARY DONI ISMED. Strategies to Increase Business Profits by Using Cost-VolumeProfit Analysis on UMKM Owned by Sriutami. Supervised by ABDUL KOHAR IRWANTO. UMKM is acknowledge to have a very vital role in the development and economic growth in Indonesia. The facts showed that the jobs created by this business group are contain more labor than larger businesses. Therefore, it is expected that this UMKM can continue to contribute optimally on an effort to overcome the unemployment numbers that tend to increase steadily each year. Ciampea village is one of the center of growing UMKM at Bogor region with the diverse types of businesses. This UMKM are owned by Sriutami who are in Kampung Tegalwaru, Ciampea Bogor. This UMKM is specialized in processed products of coconut that is coconut jam and nata de coco. This businesses have not implemented an accurate and detailed financial management system, so they don’t know about how much the volume of sales that must be achieved in order to be in break-even point or sales has been reach planned profit targets. The purpose of this study are (1) Identify and analyze the operational costs that occurs in this UMKM during April to December 2012, (2) Identify and analyze product sales, profit and break even point during April to December 2012, (3) Analyze the use of CVP analysis on UMKM by the growth of its operational costs and product sales that occurred during August to December 2012. The results showed that the fixed costs and variable costs during August to December 2012 were fluctuated. The highest sales obtained in the Q1 period (April- June) at Rp 316.160.000 and the lowest in the Q2 (July-Sept.) at Rp 202.020.000. Meanwhile, to achieve break even point on sales for coconut jam during normal production conditions is around Rp 127.000.000 and Rp 19.500.000 for nata de coco, or in terms of quantity units (Kg) that is 12.700 Kg for coconut jam and 13.000 Kg for nata de coco. The results from CVP analysis can help the UMKM in making the strategic plan in order to avoid the risk of loss. Alternatives that can be applied to are (1) increase sales volume by 10%, (2) reduce the variable costs per unit by 5%. The CVP analysis results indicate that the second alternative can provide the lowest BEP can be applied. Keywords: Cost-Volume-Profit Analysis, UMKM, coconut jam, nata de coco
KAJIAN STRATEGI PENINGKATAN LABA DENGAN PENERAPAN COST-VOLUME-PROFIT ANALYSIS PADA UMKM IBU SRIUTAMI
DONI ISMED H24087110
Skripsi
sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana Alih Jenis Manaje men Departemen Manaje men Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pe rtanian Bogor
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Kajian Strategi Peningkatan Laba dengan Penerapan CostVolume-Profit Analysis pada UMKM Ibu Sriutami Nama : Doni Is med NRP : H24087110
Menyetujui,
Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, MSc Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Jono M. Munandar, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Muaradua, Kabupaten OKU, Sumatera Selatan pada tanggal 5 Desember 1986. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara pasangan Bapak Busroni MS (Alm) dan Ibu Nur’aini T. Tahun 2004 penulis lulus dari SMA 1 Muaradua dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Diploma III Program Studi Elektronika dan Teknologi Komputer, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan di Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Kajian Strategi Peningkatan Laba dengan Penerapan Cost-Volume-Profit Analysis pada UMKM Ibu Sriutami dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan, sehingga dalam penelitian ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
Bogor, September 2013 Doni Ismed
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, MSc selaku pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hinga penyelesaian skripsi ini. 2. Ibu Farida Ratna Dewi, SE, MM yang telah banyak memberi saran dan dukungan. 3. Ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayang yang diberikan selama ini. 4. Teman-teman wisma Baristar. Penulis menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan dalam penelitian ini sehingga mungkin masih terdapat banyak kekurangan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2013 Doni Ismed
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xi
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian 1.5 Ruang Lingkup Penelitian
1 1 4 4 5 5
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah 2.1.1 Bidang atau Jenis Usaha Kecil 2.1.2 Kekuatan dan Kelemahan Usaha Kecil 2.3 Biaya 2.3.1 Penggolongan Umum Biaya 2.3.2 Pengendalian Biaya 2.4 Analisis Cost-Volume-Profit (CVP) 2.4.1 Analisis Break Even Point 2.4.2 Bauran Penjualan (Sales Mix) 2.5 Nata de coco 2.6 Analisis Tren 2.7 Penelitian Terdahulu
7 7 8 10 12 13 15 16 19 20 21 23 25
3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.3 Jenis dan Sumber Data 3.4 Pengolahan dan Analisis Data
28 28 30 30 30
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sejarah UMKM Ibu Sriutami 4.2 Proses Produksi 4.3 Volume Penjualan 4.4 Biaya Operasional Bulan April−Desember 2012 4.5 Perhitungan Laba 4.6 Analisis Tren Laba 4.7 Analisis Biaya 4.8 Analisis BEP 4.8.1 Analisis BEP pada Triwulan 1 (April−Juni 2012) 4.8.2 Analisis BEP pada Triwulan 2 (Juli−September 2012) 4.8.3 Analisis BEP pada Triwulan 3 (Oktober−Desember 2012) 4.9 Perencanaan Laba 4.10 Analisis CVP untuk Mencapai Laba Maksimal 4.11 Implikasi Manajerial
32 32 33 35 37 41 43 45 52 52 55 58 60 64 66
5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 5.2 Saran
68 68 68
DAFTAR PUSTAKA
70
LAMPIRAN
72
x
DAFTAR TABEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah tahun 2007−2011 2 Kapasitas penjualan bulan April−Desember 2012 35 Volume penjualan bulan April−Desember 2012 36 Persentase unit penjualan periode April−Desember 2012 37 Biaya-biaya triwulan 1 (April−Juni 2012) 37 Biaya penyusutan peralatan 39 Biaya-biaya triwulan 2 (Juli-Sep 2012) 40 Biaya-biaya triwulan 3 (Okt-Des 2012) 41 Daftar nilai MAPE, MAD dan MSD 44 Biaya tetap dan biaya variabel pada triwulan 1 (April−Juni 2012) 46 Biaya tetap dan biaya variabel pada triwulan 2 (Juli−Sept 2012) 47 Biaya tetap dan biaya variabel pada triwulan 3 (Okt−Des 2012) 48 Biaya selai kelapa dan nata de coco pada triwulan 1 (April- Juni 2012) 49 Biaya selai kelapa dan nata de coco pada triwulan 2 (Juli-Sep 2012) 50 Biaya selai kelapa dan nata de coco pada triwulan 3 (Okt-Des 2012) 51 Analisis biaya selai kelapa dan nata de coco pada periode triwulan 1 (April−Juni 2012) 52 Laporan keuangan pada titik impas selai kelapa dan nata de coco ltriwulan 1 (April−Juni 2012) 54 Analisis biaya selai kelapa dan nata de coco pada periode triwulan 2 (Juli−September 2012) 55 Laporan keuangan pada titik impas selai kelapa dan nata de coco triwulan 2 (Juli−September 2012) 57 Analisis biaya selai kelapa dan nata de coco pada periode triwulan 3 (Oktober−Desember 2012) 58 Laporan keuangan pada titik impas selai kelapa dan nata de coco triwulan 3 (Oktober−Desember 2012) 60 Analisis CVP untuk mencapai laba maksimal 65
xi
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran penelitian 2 Analisis tren laba periode bulan Agustus−Desember 2012
29 44
DAFTAR LAMPIRAN 1 Alur Pikir Penelitian 2 Daftar Istilah
73 74
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat pertumbuhan penduduk yang tergolong tinggi di dunia. Namun hal ini kurang diimbangi dengan pertumbuhan lapangan kerja yang tersedia, untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah saat
ini
tengah
giat
melaksanakan program-program guna
menumbuhkembangkan minat masyarakat terutama generasi muda untuk membuka lapangan kerja baru atau berwirausaha. Melalui Kementrian Koperasi dan UKM (Kemenkop & UKM) di tahun 2013 pemerintah berencana untuk ciptakan satu juta lapangan kerja baru. Program yang direncanakan antara lain melalui gerakan kewirausahaan nasional (GKN) dan peningkatkan nilai dan penerima kredit usaha rakyat (KUR) bagi pemberdayaan kewirausahaan unit UMKM yang bertujuan agar mereka dapat mengembangkan usaha yang dijalankannya (www.rakyatmerdekaonline.com). Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) diakui mempunyai peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Fakta menunjukkan bahwa kesempatan kerja yang diciptakan oleh kelompok usaha tersebut lebih banyak dibandingkan tenaga kerja yang bisa diserap oleh usaha besar (Tambunan 2009). Oleh karena itu, UMKM sangat diharapkan untuk bisa terus berperan secara optimal dalam upaya menanggulangi pengangguran yang jumlahnya cenderung meningkat terus setiap tahunnya. Dengan banyak menyerap tenaga kerja berarti UMKM juga memiliki peran stra tegis dalam upaya pemerintah selama ini memerangi kemiskinan di dalam negeri. Menurut data Kemenkop dan UKM, jumlah UMKM di Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat tiap tahunnya. Pada tahun 2008 tercatat ada 51.4 juta unit UMKM dan pada tahun 2011 jumlahnya meningkat menjadi 55.2 juta unit atau naik sebesar 7.39% dengan rata-rata pertumbuhan pertahun sebesar 2.4%. Sementara untuk usaha besar, pada tahun 2008 tercatat ada sebanyak 4.650 unit, naik menjadi 4.952 unit pada 2011 atau mengalami kenaikan sebanyak 6.49% dengan rata-rata pertumbuhan pertahunnya sebesar 2.13%. Seiring dengan
2 peningkatan jumlah UMKM, turut pula meningkatkan jumlah tenaga kerja yang diserap. Pada tahun 2011, jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh UMKM yaitu sebanyak 101.7 juta orang, jumlah ini meningkat dari 94 juta orang pada 2008. Sedangkan usaha besar hanya mampu menyerap 2.8 juta orang pada tahun 2011. Bila dilihat dari peran UMKM dalam pembentukan total nilai tambah di sektor industri atau produk domestik bruto (PDB) selalu lebih kecil bila dibandingkan perannya sebagai pencipta kesempatan kerja. Pada tahun 2008 sumbangan UMKM terhadap PDB adalah sebesar 55.67, sedangkan usaha besar 44.33%. Di tahun 2011 sumbangan UMKM terhadap PDB naik menjadi 57.94% sedangkan usaha besar menyumbang 42.06%. Perkembangan UMKM tahun 2008 hingga 2011 dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah tahun 2008−2011 Tahun No. Indikator 2008
2009
2010
2011
Jumlah 1
Unit Usaha a.UMKM - Usaha mikro - Usaha kecil - Usaha menengah b.Usaha besar
2
51.409.612
52.764.603
53.823.732
55.206.444
50.847.771
52.176.795
53.207.500
54.559.969
522.124
546.675
573.601
602.195
39.717
41.133
42.631
44.280
4.650
4.677
4.838
4.952
Tenaga kerja a.UMKM
(orang) 94.024.278
96.211.332
99.401.775
101.722.458
- Usaha mikro
87.810.366
90.012.694
93.014.759
94.957.797
- Usaha kecil
3.519.843
3.521.073
3.627.164
3.919.992
- Usaha menengah
2.694.069
2.677.565
2.759.852
2.844.669
2.756.205
2.674.671
2.839.711
2.891.224
b.Usaha besar 3
(unit)
PDB atas harga berlaku a.UMKM
(Persentase %) 55,67
56,53
57,12
57,94
- Usaha mikro
32,17
33,08
33,81
34,73
- Usaha kecil
10,07
9,98
9,85
9,72
- Usaha menengah
13,43
13,47
13,46
13,49
44,33
43,47
42,88
42,06
b.Usaha besar
Sumber: Kemen kop dan UKM 2011, 2012.
3 Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa UMKM menjadi bagian penting dalam perekonomian nasional karena mampu berperan besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan baru, mengurangi angka pengangguran dan sebagai penggerak dinamika perekonomian. Keberadaan UMKM juga mampu menjadi penyelamat perekonomian nasional saat krisis ekonomi tahun 1998, ketika usaha besar mengalami penurunan kinerja, UMKM dapat bertahan dan menjadi tumpuan bagi pemulihan perekonomian nasional. Namun ditengah pesatnya peningkatan jumlah UMKM tersebut, hingga kini unit usaha ini masih menghadapi banyak permasalahan yang kompleks untuk dapat mengembangkan usahanya (www.jabar.tribunnews.com). Hambatan yang dihadapi UMKM bisa berbeda di satu daerah dengan di daerah lain. Namun demikian, ada sejumlah persoalan yang umum untuk semua UMKM, yaitu keterbatasan modal kerja maupun investasi, kesulitan dalam pemasara n, distribusi dan pengadaan bahan baku, kualitas SDM rendah dan kemampuan teknologi (Tambunan 2009). Sistem
pengelolaan
usaha
yang
baik
sangat
diperlukan
demi
keberlangsungan UMKM agar dapat bertahan ditengah persaingan yang makin kompetitif. Ketidakmampuan UMKM dalam melakukan manajemen usaha terutama keuangan dapat membuatnya hanya mampu menghasilkan laba minimum bahkan bisa merugi. Hal ini disebabkan menejemen keuangan yang tidak terperinci dan akurat pada akhirnya dapat menjadi beban biaya sehingga mengurangi laba yang diperoleh. Usaha milik ibu Sriutami berada di Kampung Tegalwaru, Ciampea merupakan salah satu UMKM yang berada dalam wilayah Bogor. Usaha ini bergerak di bidang produk olahan kelapa yaitu selai kelapa dan nata de coco. Usaha pengolahan kelapa milik ibu Sritutami ini belum menerapkan sistem manajemen keuangan yang akurat dan terperinci, sehingga tidak mengetahui seberapa besar volume penjualan yang harus dicapai agar dapat berada dalam posisi impas ataupun hasil penjualan telah mencapai target laba yang direncanakan. Oleh karena itu, diperlukan sistem pengelolaan pembiayaan yang baik sehingga biaya yang dikeluarkan dapat lebih efektif dan efisien. Selain itu harga jual dan volume penjualan yang mampu dicapai UMKM juga berpengaruh
4 pada laba. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam proses produksi berpengaruh pada harga jual produk tersebut, lalu harga jual akan berpengaruh pada besarnya pendapatan dan menentukan seberapa besar laba yang diperoleh. Keterkaitan antara biaya, volume penjualan dan laba tersebut dapat diketahui dengan metode analisis biaya-volume- laba atau cost-volume-profit (CVP) analysis. Analisis CVP merupakan alat analisis untuk menghitung dampak perubahan harga jual, volume penjualan dan biaya terhadap laba untuk membantu merencanakan laba jangka pendek serta dapat mengetahui produk mana yang memberikan keuntungan terbesar dan terkecil. Hasil dari analisis CVP ini dapat memberikan alternatif penjualan terbaik yang akan memberikan kontribusi terbesar dalam upaya pencapaian laba yang telah direncanakan.
1.2 Perumusan Masalah Pemilik usaha selaku manejer belum menerapkan sistem keuangan yang terperinci terutama dalam hal biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi, volume penjualan dan laba yang ingin dicapai. Maka rumusan ma salah yang diambil oleh penulis adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah biaya-biaya operasional yang terjadi pada usaha ini selama periode bulan Agustus hingga bulan Desember 2012 ? 2. Bagaimanakah pertumbuhan penjualan produk, laba perusahaan, dan titik impas selama periode bulan April hingga Desember 2012 ? 3. Sejauh mana analisis CVP dapat diterapkan pada usaha ini untuk periode bulan Januari hingga Maret 2013, berdasarkan pertumbuhan biaya-biaya operasional dan penjualan masing- masing produk ?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian dan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk : 1. Mengidentifikasi dan menganalisis biaya-biaya operasional yang terjadi pada UMKM milik ibu Sriutami selama periode bulan April hingga Desember 2012.
5 2. Mengidentifikasi dan menganalisis pertumbuhan penjualan produk, laba perusahaan dan titik impas selama periode bulan April hingga Desember 2012. 3. Menganalisis penerapan cost-volume-profit pada UMKM milik ibu Sriutami ini berdasarkan pertumbuhan biaya-biaya operasional dan penjualan produk yang terjadi selama periode bulan April hingga Desember 2012.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi usaha milik ibu Sriutami dalam upaya meningkatkan kualitas dalam perencanaan dan menerapkan kebijakan dalam penerapan anggaran biaya serta pengawasan terhadap biaya yang dikeluarkan, volume dan harga jual oleh produk tersebut. 2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain dan bahan rujukan bagi pihak lain yang akan melakukan penelitian yang lebih mendalam terkait cost-volumeprofit (CVP) analysis.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya mencakup data keuangan usaha milik ibu Sriutami selama periode bulan April hingga bulan Desember 2012, yaitu berupa biaya variabel dan biaya tetap serta data penjualan. Metode analisis yang digunakan adalah cost-volume-profit (CVP) analysis dengan alat analisis break even point multiple product (titik impas multiproduk) karena UMKM ini memproduksi lebih dari satu jenis produk yaitu selai kelapa dan nata de coco.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pengertian dan kriteria usaha mikro, kecil dan menengah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008: a.
Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Kriteria usaha mikro yaitu memiliki kekayaan bersih paling banyak 50 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak 300 juta rupiah.
b.
Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Kriteria usaha kecil yaitu memiliki kekayaan bersih lebih dari 50 juta rupiah sampai dengan paling banyak 500 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha ; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari 300 juta rupiah sampai dengan paling banyak 2.5 milyar rupiah.
c.
Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Kriteria usaha menengah yaitu memiliki memiliki kekayaan bersih lebih dari 500 juta rupiah sampai dengan paling banyak 10 milyar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari 2.5 milyar rupiah sampai dengan paling banyak 50 milyar rupiah.
8 2.1.1 Bidang atau Jenis Usaha Kecil Berdasarkan Keppres No. 127 Tahun 2001 tentang bidang atau jenis usaha, yang tergolong usaha kecil adalah sebagai berikut: a.
Sektor Pertanian Peternakan ayam buras
b.
Sektor kelautan dan perikanan 1. Perikanan tangkap dengan menggunakan kapal kurang dan GT/SOPK dilakukan diperairan sampai dengan 12 mil laut. 2. Perikanan budidaya meliputi pembenihan dan pembesaran ikan di air tawar, air payau dan laut 3. Penangkapan ikan hias air tawar.
c.
Sektor kehutanan 1. Pengusahaan peternakan lebah madu 2. Pengusahaan hutan tanaman aren, sagu, rotan, kemiri, bambu dan kayu manis. 3. Pengusahaan sarang burung walet di alam. 4. Pengusahaan hutan rakyat asam (pemungutan dan pengolahan biji asam). 5. Pengusahaan hutan tanaman penghasil arang. 6. Pengusahaan hutan tanaman penghasil bahan-bahan minyak atsiri (mintak pinus/terpentin minyak lawang, mintak tengkawang, minyak kayu putih, minyak kenanga, minyak akar wangi dll).
d.
Sektor energi dan sumber daya mineral Pertambangan rakyat
e.
Sektor industri dan perdagangan 1. Industri makanan dan minuman olahan yang melakukan pengawetan dengan proses pengasinan,
penggaraman,
pemanisan,
pengasapan,
pengeningan, perebusan, penggorengan dan fermentasi dengan cara-cara tradisional. 2. Industri penyempurnaan benang dan serat alam maupun serat buatan menjadi benang bermotip/celup, ikat dengan menggunakan alat yang digerakkan tangan.
9 3. Industri tekstil dan produk tekstil meliputi pertenunan, perajutan, pembatikan dan pembordiran yang memiliki ciri dikerjakan dengan ATBM, atau alat yang digerakkan tangan termasuk batik, peci, kopiah dan sejenisnya. 4. Pengolahan hasil hutan dan kebun golongan non pangan. a)
Bahan bangunan/rumah tangga: bambu, nipah, sirap, anang, sabut.
b) Bahan industri: getah-getahan, kulit kayu, sutera alam, gambir. Industri perkakas tangan yang diproses secara manual atau semi mekanik untuk pertukangan dan pemotongan. 5. Industri perkakas tangan untuk pertanian yang diperlukan untuk persiapan lahan, proses produksi, pemanenan, pasca panen dan pengolahan, kecuali cangkul dan sekop. 6. Industri barang dan tanah liat baik yang diglasir maupun yang tidak diglasir untuk keperluan rumah tangga. 7. Industri jasa pemeliharaan dan perbaikan yang meliputi otomotif, kapal di bawah 3OGT, elektronik dan peralatan rumah tangga yang dikerjakan secara manual atau semi otomatis. 8. Industri kerajinan yang memiliki kekayaan khasanah budaya daerah, nilai seni yang menggunakan bahan baku alamiah maupun imitasi. 9. Perdagangan dengan skala kecil dan usaha informal. f.
Sektor perhubungan Angkutan pedesaan daratdan angkutan sungai, danau dan penyeberangan dengan menggunakan kapal 3OGT.
g.
Sektor telekomunikasi Jasa telekomunikasi meliputi warung telekomunikasi, warung internet dan instalasi kabel ke rumah dan gedung.
h.
Sektor kesehatan Jasa Profesi Kesehatan/Pelayanan Medik/Pelayanan Kefarmasian. 1. Praktek perorangan tenaga kesehatan. 2. Praktek tenaga berkelompok tenaga kesehatan. 3. Sarana pelayanan kesehatan dasar. 4. Pusat/Balai/Stasiun penelitian kesehatan.
10 5. Apotik, praktek profesi Apoteker. 6. Rumah bersalin. 7. Praktek Pelayanan Medik Tradisional (akupuntur, pijat refleksi, panti pijat tradisiorial). 8. Jasa perdagangan obat dan makanan: a) Toko Obat; b) Retailer Obat Tradisional,Jamu gendong, Kios/toko jamu; c) Kolektor/pengumpul simplisia.
2.1.2 Kekuatan dan Kelemahan Usaha Kecil Usaha kecil, dengan karakteristik skalanya yang serba terbatas ternyata memiliki sejumlah kekuatan yang terletak pada kemampuan fleksibilitas dalam menghadapi berbagai tantangan lingkungan (Nitisusastro 2010). Kekuatan yang dimaksud terletak pada kemampuan melakukan fleksibilitas dalam menghadapi berbagai tantangan lingkungan. a.
Kekuatan usaha kecil Kekuatan yang dimaksud meliputi, antara lain sebagai berikut: 1. Mengembangakan kreativitas usaha baru Kreatifitas tidak selalu dilakukan dengan menampilkan sesuatu produk yang secara murni baru, namun dapat dilakukan dengan cara meniru produk yang telah beredar dipasar dengan ciri khas tersendiri. 2. Melakukan inovasi Lazimnya dimasa sulit seseorang selalu berusaha menemukan solusi untuk mengatasi masalah yang dihadapi dengan cara yang berbeda. Contohnya pedagang asongan yang langsung menjajakan dagangannya ke supir bus atau angkutan umum, dahulu hal seperti ini tidak dilakukan para pedagang, namun tekanan kebutuhan hidup telah mendorong mereka untuk melakukan inovasi cara berjualan seperti itu meskipun mengandung risiko tinggi. Inovasi seperti ini hanya dilakukan oleh para pelaku usaha kecil dan tidak mungkin dilakukan oleh perusahaan besar.
11 3. Ketergantungan usaha besar terhadap usaha kecil Pada umumnya produk yang dihasilkan perusahaan besar sedikit sulit untuk menjangkau para pembeli kecil di tempat terpencil. Guna menyiasati hal tersebut perusahaan besar mengemas produknya dalam kemasan kecil senilai kemampuan daya beli konsumen kecil. Sebagai jalur distribusinya mereka menggunakan warung atau kios kecil yang banyak tersebar diseluruh daerah terpencil. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perusahaan besar memiliki ketergantungan kepada pelaku usaha kecil. 4. Daya tahan usaha kecil pasca krisis moneter Fakta membuktikan bahwa krisis ekonomi yang berlanjut kepada krisis kepercayaan yang terjadi pada tahun 1998, tidak berpengaruh banyak terhadap eksistensi usaha kecil. Beberapa peneliti bidang ekonomi bahkan menyatakan tidak lumpuhnya sama sekali perekonomian Indonesia berkat jasa pelaku usaha kecil. b.
Kelemahan usaha kecil Usaha kecil tidak luput dari beberapa faktor yang menjadi kelemahan.
Faktor kelemahan juga disebabkan oleh karakteristik ukurannya yang kecil. Kelemahan-kelemahan yang melekat kepada usaha kecil antara lain sebagai berikut: 1. Lemahnya keterampilan manajemen Pelaku usaha kecil seringkali berangkat berwirausaha dengan bekal sumber daya seadanya. Ketidaksiapan tersebut bukan hanya dalam hal modal dana dan atau peralatan lainnya, tetapi juta ketidaksiapan dalam penguasaan kompetensi bidang usaha maupunk kecilnya keterampilan manajemen. 2. Tingkat kegagalan dan penyebabnya Tingkat kegagalan usaha kecil umumnya disebabkan oleh kurangnya kompetensi dalam dunia usaha. Kurangnya kompetensi yang dimaksud meliputi kurangnya penguasaan dalam mengelola kegiatan usaha dengn baik dan lemahnya kemampuan manajemen dalam penguasaan pengetahuan dan pengalaman dalam hal mengelola sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.
12 3. Keterbatasan sumber daya Keterbatasan sumber daya bagi pelaku usaha kecil telah merupakan hal yang sanagt umum. Keterbatasan tersebut bukan semata- mata dalam hal dana, peralatan fisik namun juga dalam hal informasi.
2.3 Biaya Biaya (cost) merupakan sumber daya yang yang dikorbankan (sacreficed) atau dilepaskan (forgone) untuk mencapai tujuan tertentu (Horngren et al. 2006). Hansen dan Mowen (1999) mendifinisikan biaya sebagai kas atau nilai ekuivalen yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberikan manfaat saat ini atau di masa yang akan datang bagi organisasi. Pada pengertian lain tetang biaya atau cost dinyatakan sebagai pengeluaran untuk memperoleh barang/jasa yang mempunyai manfaat bagi perusahaan lebih dari satu periode operasi (Rony 1990). Menurut Garrison (1997) istilah biaya diartikan sebagai pengorbanan yang dilakukan untuk mendapatkan barang atau jasa. Pengorbanan itu dapat diukur sebagai uang tunai yang dikeluarkan, sebagai uang tunai yang dikeluarkan, harta yang dialihkan, jasa yang diberikan dan sebagainya. Sedangkan Kuswadi (2005) menyebutkan bahwa biaya adalah semua pengeluaran untuk mendapatkan barang atau jasa dari pihak ketiga. Pada dasarnya perhitungan biaya mempunyai empat tujuan pokok, yaitu menilai persediaan, menghitung laba dan untuk membuat perencanaa dan pengendalian. Financial accounting standards board (FASB) dalam Harahap (2008) mendefinisikan biaya (expense) sebagai arus keluar aktiva, penggunaan aktiva atau munculnya kewajiban atau kombinasi keduanya selama suatu periode yang disebabkan oleh pengiriman barang, pembuatan barang, pembebanan jasa atau pelaksanaan kegiatan lainnya yang merupakan kegiatan utama perusahaan. Sementara itu, Accounting Principles Board (APB) atau dewan prinsip akuntansi mendefinisikan biaya sebagai penurunan gross dalam asset atau kenaikan gross dalam kewajiban yang diakui dan dinilai menurut prinsip akuntansi yang diterima yang berasal dari kegiatan mencari laba yang dilakukan perusahaan.
13 2.3.1 Penggolongan Umum Biaya Biaya berkaitan dengan segala jenis organisasi, umumnya berbagai jenis biaya yang dikeluarkan dan cara penggolongan biaya itu akan bergantung pada jenis perusahaannya. Garrison (1997) mengelompokkan biaya pada laporan keuangan menjadi biaya produksi dan biaya non-produksi. a.
Biaya Produksi Biaya produksi mencakup biaya-biaya yang dikeluarkan dalam upaya
pengubahan bahan mentah menjadi barang jadi melalui usaha para pekerja pabrik dan penggunaan peralatan produksi. Biaya produksi (harga pokok pabrik) terdiri atas tiga unsur dasar yaitu biaya bahan baku, biaya upah langsung dan biaya tak langsung pabrik. 1.
Biaya Bahan Baku Merupakan biaya dari bahan yang digunakan dan secara nyata dapat
dengan mudah ditelusuri keberadaanya pada suatu produk (Garrison 1997). Suatu biaya produksi disebut biaya bahan baku langsung bila bahan tersebut merupakan bagian yang integral, dapat dilihat atau diukur secara jelas dan mudah serta ditelusuri baik fisik maupun nilainya dalam ujud produksi yang dihasilkan (Rony 1990). Misalnya kayu pada meja, pemakaian kertas dalam penerbitan majalah, pemakaian kulit/karet dalam industri sepatu dan lain- lain. 2.
Biaya Upah Langsung Upah tenaga kerja yang secara nyata dapat ditelusuri keberadaanya pada
pembuatan suatu produk yang langsung ditangani. Menurut Rony (1990) suatu biaya produksi disebut biaya buruh langsung bila biaya itu dikeluarkan/ dibebankan karena adanya pembayaran upah pada buruh yang langsung ikut serta bekerja dalam membentuk produksi akhir. Misalnya para pekerja perakitan pada ban berjalan sebuah pabrik, upah buruh yang dibayar terhadap tukang yang langsung membentuk lemari/kursi atau meja dengan mempergunakan papan. 3.
Biaya Tak Langsung Pabrik (Biaya Overhead Pabrik) Biaya tak langsung produksi secara sederhana dapat diberi batasan
sebagai seluruh biaya produksi, kecuali biaya bahan baku dan upah langsung.
14 Misalnya biaya bahan pembantu, upah tak langsung, biaya sarana pabrik dan penyusutan gedung serta peralatan pabrik. Biaya overhead pabrik adalah semua biaya yang tidak berkaitan langsung dengan proses pembuatan produk (Kuswadi 2005). Menurut Rony (1990) biaya overhead adalah semua biaya pabrik yang bukan bahan baku langsung dan buruh langsung yang timbul dan dibebankan terhadap pabrik karena sifatnya baik sebagai bagian yang memiliki eksistensi dalam produksi akhir maupun hanya memberikan pelayanan guna menunjang, memperlancar, mempermudah atau sebagai penggerak kegiata n itu sendiri. Biaya overhead pabrik meliputi: a) Biaya sewa aset tetap pabrik (bangunan pabrik, peralatan, mobil, komputer dan sebagainya). b) Biaya penyusutan, perbaikan, dan pemeliharaan aset tetap pabrik. c) Gaji manajer produksi, manajer teknik, supervisor, pe gawai, sekertaris yang berkaitan dengan aktivitas produksi barang, honor akuntan dan lainlain. d) Biaya umum dan administrasi pabrik (alat-alat tulis/kantor, biaya telpon, biaya kebersihan dan lain- lain. e) Biaya asuransi tetap pabrik dsb. b.
Biaya Non-Produksi Saat ini mulai digunakan teknik penetapan biaya di banyak bidang
nonproduksi, karena perusahaan berusaha untuk dapat mengendalikan biaya mereka dengan lebih baik dan untuk menyediakan data biaya yang lebih bermanfaat bagi pimpinan. Umumnya biaya nonproduksi dikelompokkan lebih lanjut menjadi dua golongan: 1. Biaya Pemasaran dan Penjualan Biaya Pemasaran dan Penjualan mencakup semua biaya yang perlu untuk menjamin keamanan pesanan pelanggan dan menyampaikan barang jadi atau jasa ke tangan pelanggan. Contoh biaya pemasaran meliputi biaya periklanan, pengiriman, komisi penjualan dan berbagai biaya yang berkaitan dengan pergudangan barang jadi.
15 2. Biaya Administrasi Biaya Administrasi meliputi semua biaya pimpinan, organisasi, dan biaya tulis menulis yang menurut nalar tidak dapat dimasukkan ke dalam biaya produksi atau pun pemasaran. Contoh biaya semacam ini adalah biaya penggajian tenaga pimpinan, akuntansi umum, hubungan masyarakat dan berbagai biaya serupa yang berkaitan dengan administrasi umum perusahaan secara keseluruhan.
2.3.2 Pengendalian Biaya Untuk tujuan pengendalian, biaya sering dikelompokkan menjadi biaya variabel dan biaya tetap, biaya langsung atau tidak langsung, dan dapat dikendalikan atau tidak dikendalikan (Garrison 1997). Dari segi perencanaan dan pengendalian, cara yang paling bermanfaat untuk mengelompokkan biaya adalah menurut perilaku. Perilaku biaya berarti bagaimana sesuatu biaya akan beraksi terhadap perubahan tingkat kegiatan usaha. Berdasarkan perilakunya dalam hubungan dengan perubahan volume aktivitas, biaya dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu: a. Biaya tetap (fixed cost) Biaya tetap adalah biaya yang tetap tidak berubah dalam jumlah totalnya, tanpa mempedulikan perubahan tingkat kegiatan usaha. Kuswadi (2005) mendefinisikan biaya tetap sebagai biaya yang jumlahnya tidak berubah dalam rentang waktu tertentu, berapa pun besarnya penjualan atau produksi perusahaan. Tidak seperti biaya variabel, biaya tetap tidak terpengaruh o leh perubahan kegiatan dari masa ke masa. Dengan demikian, sewaktu tingkat kegiatan naik dan turun, jumlah total biaya tetap akan tetap konstan kecuali jika terpengaruh oleh suatu kekuatan luar, misalnya perubahan harga. b. Biaya variabel (variable cost) Biaya variabel adalah biaya yang secara total berubah- ubah, berbanding lurus dengan perubahan tingkat kegiatan usaha. Contoh biaya variabel adalah biaya bahan baku. Menurut Kuswadi (2005) biaya variabel adalah biaya yang dalam rentang waktu dan sampai batas-batas tertentu jumlahnya berubah-ubah secara proporsional.
16 c. Biaya Semivariabel Biaya semivariabel adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Dalam prakteknya banyak biaya-biaya yang tidak dapat digolongkan ke dalam biaya varaibel maupun biaya tetap, karenya biaya tersebut mengandung unsur biaya langsung dan biaya tetap. Biaya semivariabel jumlahnya akan semakin tinggi apabila volume kegiatan semakin tinggi dan semakin rendah jumlahnya bila volume kegiatan semakin rendah. Namun perubahan jumlah biayanya tidak proporsional dengan perubahan volume kegiatan. Contoh dari biaya semivariabel adalah biaya perbaikan dan perawaran mesin, biaya pemakaian dan perawatan kendaraan dan biaya telepon.
2.4 Analisis Cost-Volume-Profit (CVP) Analisis cost-volume-profit (biaya-volume- laba) merupakan suatu alat yang sangat berguna untuk perencanaan dan pengambilan keputusan, karena analisis CVP menekankan pada keterkaitan biaya, kuantitas yang terjual dan harga, maka semua informasi informasi keuangan perusahaan terkandung di dalamnya (Hansen dan Mowen 2000). Metode Analisis CVP digunakan untuk menguji perilaku pendapatan total, biaya total, dan laba operasi ketika terjadi perubahan dalam tingkat output, harga jual, biaya variabel per unit, atau biaya tetap produk (Horngren et al. 2006). Analisis CVP merupakan faktor kunci pada banyak keputusan, termasuk pemilihan jenis produk, penetapan harga jual produk, strategi pemasaran dan penggunaan fasilitas produksi. Mengingat kegunaannya yang demikian luas, maka analisis CVP jelas merupakan alat yang paling baik yang dimiliki manajer untuk menemukan kemampuan besarnya laba yang masih tersembunyi yang mungkin terdapat dalam sebuah organisasi atau perusahaan. Dalam menetapkan besarnya volume, harga penjualan dan laba, perlu diingat adanya keterbatasan, seperti kapasitas mesin, jumlah tenaga kerja, penyediaan bahan baku dan sebagainya. Laba akan dipengaruhi oleh faktor- faktor yang tidak dapat dikendalikan (ketidakpastian) dan faktor- faktor yang dapat
17 dikendalikan oleh perusahaan. Merencanakan dan mengendalikan laba melalui (Kuswadi 2005). Menurut
Hansen
dan
Mowen
(2000)
analisis
biaya- volume-laba
mengandalkan beberapa asumsi penting. Beberapa dari asumsi tersebut adalah sebagai berikut: a.
Analisis mengasumsikan fungsi pendapatan linear dan fungsi biaya linear.
b.
Analisis mengasumsikan bahwa harga, total biaya tetap, dan biaya variabel per unit dapat diidentifikasi secara akurat, serta tetap konstan sepanjang rentang yang relevan.
c.
Analisis mengasumsikan bahwa apa yang diproduksi dapat dijual.
d.
Pada analisis multiproduk, bauran penjualan diasumsikan diketahui.
e.
Harga jual dan biaya diasumsikan telah diketahui dengan pasti.
Analisis CVP membantu manajer untuk memahami perilaku biaya total produk, pendapatan total, serta laba operasi ketika terjadi perubahan tingkat output, harga jual, biaya variabel atau biaya tetap. Horngren et al. (2006) menyebutkan bahwa ada tiga metode untuk memahami lebih mendalam tentang hubungan dan model CVP yaitu metode persamaan (equation method), metode marjin kontribusi dan metode grafik. a.
Metode Persamaan atau Equation Method Analisis CVP dengan metode ini yaitu dengan cara memisahkan biaya total menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Persamaan yang digunakan adalah: aba operasi
b.
Pendapatan Biaya variabel Biaya tetap
(1)
Metode Marjin Kontribusi Marjin kontribusi adalah jumlah yang tersisa dari penghasilan penjualan setelah biaya variabel dikurangkan, yang dapat digunakan untuk membantu menutup membantu biaya tetap dan kemudian mendapatkan laba untuk periode yang bersangkutan (Garrison 1997). Menurut Hansen dan Mowen (2000) marjin kontribusi (contribution margin) adalah pendapatan penjualan dikurangi total biaya variabel. Pada titik impas, marjin kontribusi sama dengan beban tetap. Persamaan yang digunakan adalah: arjin kontribusi
Pendapatan Penjualan Biaya variabel
(2)
18 Marjin kontribusi per unit digunakan untuk menghitung marjin kontribusi dan laba operasi. Persamaannya adalah: arjin kontribusi per unit
arga jual Biaya variabel per unit
...(3)
Marjin kontribusi menunjukkan jumlah pendapatan dikurangi biaya variabel yang berkontribusi untuk menutup biaya tetap. Setelah semua biaya tetap dipulihkan, marjin kontribusi akan meningkatkan laba bersih. Selain menggambarkan marjin kontribusi dalam nilai uang per unit, majin kontribusi dapat pula digambarkan dalam bentuk persentase. Persentase marjin kontribusi (disebut juga rasio marjin kontribusi) adalah marjin kontribusi dibagi penjualan. Rasio marjin kontribusi menunjukkan proporsi dari setiap penjualan atau rupiah yang mampu menutup biaya tetap serta mengahasilkan laba. Rasio marjin kontribusi Rasio marjin kontribusi
arjin kontribusi per unit arga jual per unit
.
arjin kontribusi Pendapatan penjualan
(4) .
.
.( )
Marjin kontribusi digunakan untuk mengetahui BEP dengan persamaan: BEP unit
Biaya tetap arjin kontribusi per unit
.
(6)
Sedangkan BEP dalam rupiah ditentukan dengan persamaan: BEP Rp
Biaya tetap Rasio marjin kontribusi
.
.
(7)
Marjin kontribusi juga dapat digunakan untuk mengetahui berapa unit produk yang harus dijual untuk memperoleh laba yang diinginkan, persamaannya adalah sebagai berikut: Target volume unit Target volume Rp c.
Biaya tetap Target laba arjin kontribusi per unit Biaya tetap Target laba Rasio marjin kontribusi
..
(8) ( )
Metode Grafik Metode grafik membantu manajer memvisualisasikan hubungan antar unit yang terjual dan laba operasi pada berbagai rentang jumlah unit yang terjual. Metode ini menunjukkan biaya total dan pendapatan total secara grafis.
19 Masing- masing jenis biaya itu digambarkan sebagai sebuah garis pada grafik. Titik perpotongan dari kedua garis tersebut disebut titik impas.
2.4.1 Analisis Break Even Point Break even point (BEP) atau titik impas adalah titik dimana total pendapatan sama dengan total biaya, yaitu titik di mana laba sama dengan nol ( Hansen dan Mowen 2000). Menurut Kuswadi (2005) break even point adalah titik yang menunjukkan kombinasi tingkat volume penjualan dan harga jual perusahaan, yang tidak mendapatkan laba ataupun merugi. Formulasi titik impas bermanfaaat dalam memproyeksi penjualan yang diingini dalam rangka merealisir proyeksi laba atau mengkalkulasi kerugian seminimal mungkin (Rony 1990). Merencanakan dan mengendalikan laba melalui analisis BEP dapat dilakukan dengan analisis biaya total dan analisis biaya marjinal. Laba yang direncanakan, harus diikuti dengan pengendalian, apabila tidak, perencanaan laba akan menjadi tidak berarti. Pengendalian laba dapat dilakukan melalui analis is rasio-rasio keuangan yang dilakukan secara periodik (Kuswadi 2005). Analisis CVP kadang-kadang secara sederhana disebut break even point analysis, namun hal ini patut disayangkan, karena analisis titik impas hanya merupakan salah satu bagian dari keseluruhan konsepsi analisis CVP. Tetapi, analisis ini merupakan bagian yang menentukan, dan dapat memberikan banyak pengetahuan kepada manajer mengenai data yang sedang dihadapinya (Garrison 1997). Persamaan BEP adalah sebagai berikut: BEP
B.Tetap V 1 (P. )
..(10)
Analisis BEP sering digunakan dalam perencanaan keuangan, namun bukan berarti tidak dapat digunakan dalam hal lain misalnya dalam analisis laporan keuangan (Harahap 2008). Dalam analisis laporan keuangan metode ini dapat diggunakan untuk mengetahui: a.
Hubungan antara penjualan, biaya, dan laba
b.
Struktur biaya tetap dan variabel
c.
Kemampuan perusahaan memberikan margin untuk menutupi biaya tetap
20 d.
Kemampuan perusahaan dalam menekan biaya dan batas dimana perusahaan tidak mengalami laba dan rugi. Dalam pemakaian breakeven analysis perlu disadari adanya keterbatasan
yang dikandung metode ini. Kelemahan tersebut adalah sebagai berikut: a.
Asumsi yang menyebutkan harga jual konstan padahal kenyataannya harga ini terkadang harus berubah sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran di pasar. Oleh karena itu harus dibuat analisis sensitivitas untuk harga jual yang berbeda.
b.
Asumsi terhadap cost. Penggolongan biaya tetap dan biaya variabel juga mengandung kelemahan. Dalam keadaan tertentu untuk memenuhi volume penjualan biaya tetap harus berubah karena pembelian mesin- mesin atau peralatan lainnya. Demikian juga perhitungan biaya variabel per unit juga akan dapat dipengaruhi perubahan ini.
c.
Jenis barang yang dijual tidak selalu satu jenis.
d.
Biaya tetap juga tidak selalu tetap pada berbagai kapasitas.
e.
Biaya variabel juga tidak selalu berubah sejajar denga perubahan volume. Ada beberapa hal yang harus difahami dalam menggunakan alat analisis
titik impas yaitu: a.
Perubahan dalam biaya variabel per-unit mengakibatkan perubahan dalam kontribusi marjin dan titik impas.
b.
Perubahan dalam harga jual per-unit mengakibatkan perubahan dalam kontribusi marjin dan titik impas.
c.
Perubahan dalam jumlah biaya tetap mengakibatkan perubahan dalam titik impas tapi tidak merubah kontribusi marjin.
d.
Kombinasi perubahan biaya tetap dan variabel pada arah yang sama mengakibatkan perubahan tajam dan ekstrim pada titik impas.
2.4.2 Bauran Penjualan (Sales Mix) Horngren et al. (2006) mengklasifikasikan bauran penjualan sebagai kuantitas berbagai produk (atau jasa) yang mewakili unit penjualan total perusahaan. Berdeda dengan perusahaan yang hanya memiliki satu produk (atau
21 jasa), pada perusahaan multiproduk jumlah unit yang harus terjual untuk mencapai titik impas tergantung pada bauran penjualan. Persamaan yang digunakan untuk mengetahui sales mix adalah sebagai berikut: Penjualan ( g) 100 Total Penjualan ( g)
al s
..(11)
Sementara itu untuk mengetahui titik impas, terlebih dahulu dihitung marjin kontribusi rata-rata tertimbang per unit (weighted avarage contribution margin / WACM) dengan persamaan sebagai berikut:
A
per unit
Total arjin kontribusi Total penjualan
..
..(12)
Persamaan break even point analysis yang digunakan untuk multiproduk adalah:
BEP unit
Total biaya tetap arjin kontribusi rata rata tertimbang per unit
..(13)
Persamaan titik impas pendapatan untuk perusahaan multiproduk dengan menggunakan persentase marjin kontribusi rata-rata tertimbang (WACM) adalah sebagai berikut:
Persentase
A
arjin kontribusi total Pendapatan total
Pendapatan total untuk impas
Biaya tetap Persentase A
...
.(14)
...(1 )
2.5 Nata de coco Nata de coco merupakan salah satu produk olahan kelapa yang populer di masyarakat saat ini. Produk ini banyak digemari karena kandungan seratnya yang tinggi dan rendah kalori. Istilah nata de coco berasal dari bahasa Spanyol yang
22 dalam bahasa Inggris berarti cream sehingga kemudian diartikan sebagai krim dari air kelapa. Di Indonesia nata de coco sering disebut juga sari air kelapa atau sari kelapa. Produk ini berasal dari Filipina kemudian pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1978, namun baru dikenal di pasaran pada tahun 1981 (Sutarminingsih 2004). Proses pembuatan biakan murni bakteri Acetobacter xylinum dapat dilakukan secara laboratoris maupun secara sederhana. Secara sederhana media biakan ini dapat dibuat dari ampas nanas atau nira kelapa. a.
Media biakan murni dari ampas nanas Bibit nata de coco dapat dibuat secara sederhana dengan jalan menumbuhkan bakteri Acetobacter xylinum pada media ampas nanas. Nanas yang digunakan adalah jenis nanas yang asam dan belum matang. Adapun cara pembuatannya adalah sebagai berikut. Sebuah nanas yang cukup besar dikupas dan diparut. Bubur nanas yang diperoleh dicampur dengan bakteri Acetobacter xylinum, kemudian diperas. Ampas diencerkan dengan 300 ml air matang dingin dan ditambah dengan 0.5 gelas gula pasir. Selanjutnya bubur ampas nanas tersebut dimasukkan ke dalam stoples, ditutup kain atau koran bersih, dan disimpan selama kurang lebih 28 hari pada suhu kamar sampai terbentuk lapisan atau gumpalan berwarna putih. Lapisan atau gumpalan putih inilah yang nantinya ditanamkan/dipindahkan ke dalam media sebagai calon bibit.
b.
Media biakan murni dari nira kelapa Bakteri Acetobacter xylinum dapat pula ditumbuhkan pada nira kelapa, dengan cara berikut.nira kelapa dimasukkan dalam stoples dan ditutup dengan kertas atau koran bersih, serta biarkan selama kurang lebih tiga minggu. Setelah waktu tersebut tercapai, akan terbentuk gumpalan atau lapisan putih pada permukaan nira yang dapat digunakan sebagai bibit/starter dalam pembuatan nata de coco. Bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada pH 3. −7.5, namun akan tumbuh optimal bila pH nya 4.3, sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum pada suhu 28°−31°C. Bakteri ini sangat memerlukan oksigen.
23 2.6 Analisis Tren Analisis tren adalah teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui tendensi atau kecenderungan keadaaan keuangan suatu perusahaan di masa yang akan datang baik kecenderungan naik, turun maupun tetap (Harahap 2008). Sedangkan menurut Juanda (2012) tren merupakan kecenderungan jangka panjang suatu peubah deret waktu yang secara grafis digambarkan sebagai garis atau kurva yang halus yang menunjukkan kecenderungan umum (naik atau turun) peubah deret waktu. Teknik analisis ini biasanya digunakan untuk menganalisis laporan keuangan yang meliputi minimal tiga periode atau lebih.dan dari sini digambarkan trennya. Tren analisis ini biasanya dibuat melalui grafik, untuk itu perlu dibantu oleh pengetahuan statistik misalnya menggunakan linear programming, rumus chi square, rumus y = a + bx. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui dan menilai situasi tren perkembangan yang terjadi pada perusahaan pada rentang perjalanan waktu yang sudah berlalu dan memprediksi situasi masa itu ke masa yang berikutnya. Berdasarkan data hisoris tersebut dapat dilihat kecenderungan tren yang mungkin akan muncul di masa yang akan datang. Untuk melakukan analisis time series berindeks ini, dapat dilakukan melalui dua cara yaitu: a.
Menggunakan metode statistik dengan cara mengitung garis tren dari laporan keuangan beberapa periode.
b.
Menggunakan angka indeks. Langkah- langkah yang dilakukan untuk analisis tren berindeks adalah sebagai berikut: 1. Menentukan tahun dasar. Tahun dasar ini ditentukan dengan melihat arti suatu tahun bisa tahun pendirian, tahun perubahan atau reorganisasi dan tahun bersejarah lainnya. Pos-pos laporan keuangan tahun dasar dicatat sebagai indeks 100. 2. Menghitung angka indeks tahun-tahun lainnya dengan menggunakan angka pos laporan keuangan tahun dasar sebagai penyeb ut.
24 3. Memprediksi kecenderungan yang mungkin akan terjadi berdasarkan arah dari kecenderungan historis pos laporan keuangan yang dianalisis. 4. Mengambil keputusan mengenai hal–hal yang harus dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan itu. Dalam melakukan analisis tren dapat pula digunakan alat bantu analisis yang tersedia pada software (perangkat lunak) Minitab versi 16. Pada perangkat lunak Minitab ini ada beberapa model yang umum digunakan untuk analisis tren, yaitu sebagai berikut:
a.
Model Tren Linier Tren linier adalah kecenderungan data yang perubahannya berdasarkan
waktu adalah tetap (konstan). Untuk melihat tren linier jangka panjang sebaiknya digunakan suatu periode sekurang-kurangnya meliputi satu siklus agar tren yang diperoleh tidak dikacaukan oleh variasi siklus seperti konstraksi atau ekspansi. Secara grafis, model tren linier berbentuk pola garis lurus (linear). Misalnya, peubah Yt ingin dilihat pola tren jangka panjangnya, t merupakan peubah waktu, maka model untuk estimasi persamaannya: t
b.
a
bt
(16)
Model Tren Kuadratik (quadratic) Tren kuadratik adalah kecenderungan data yang kurvanya berupa
lengkungan (curvature). Penggunaan tren kuadratik terjadi karena sering kali perkembang-an nilai suatu peubah yang dalam jangka pendek atau menengahnya berpola linier, menjadi tidak linier dalam jangka panjang. Secara matematis, tren kuadratik merupakan hubungan tak bebas dengan t dan t2 . Model persamaannya adalah: t
c.
0
1
t
2
t2
.(17)
Model Tren Eksponensial (exponential growth) Tren eksponensial adalah kecenderungan perubahan data yang semakin
lama semakin bertambah secara eksponensial. Terdapat dua model untuk tren eksponensial, yaitu:
25 Untuk peubah diskrit: t
0
t
0
(1
1
)t
.
(18)
Untuk peubah kontinu: e p(
1 t)
.(1 )
Untuk memilih model yang tepat diantara tiga model tren tersebut dapat dilakukan dengan cara melihat pada grafik time series, jika terlihat linier, maka digunakan model tren linier. Jika berbentuk kurva atau eksponensial, maka dipilih model tren quadratic dan exponential. Setelah hasil forecast (peramalan) diperoleh dengan menggunakan model yang telah dipilih, ketepatan hasil peramalan perlu diuji terlebih dahulu. Ada beberapa alat ukur akurasi untuk menilai ketepatan model, yaitu sebagai berikut: a.
Mean absolute percentage erorr (MAPE) merupakan rata-rata dari keseluruhan persentase kesalahan (selisih) antara data aktual dengan data hasil peramalan. Ukuran akurasi dicocokkan dengan data time series, dan ditunjukkan dalam persentase.
b.
Mean absolute deviation (MAD) merupakan rata-rata dari nilai absolut simpangan.
c.
Mean squared deviation (MSD) merupakan rata-rata dari nilai kuadrat simpangan data.
Semakin kecil nilai yang diperoleh ketiga alat ukur tersebut diatas, maka semakin baik forecasting (peramalan) yang digunakan.
2.7 Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya yang terkait dengan mendukung penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh
ulansari (2011) dengan judul “Penerapan
cost-volume-profit analysis dalam Menunjang Rencana Pencapaian Laba Ka’ Nung Bakery Tahun 2011”. Tujuan dari penelitian ini adalah menghitung berapa besar volume penjualan untuk masing- masing produk agar dapat mencapai titik impas, menganalisis produk manakah yang dapat memberikan keuntungan terbesar dan terkecil bagi perusahaan, serta menghitung volume penjualan untuk
26 mecapai target laba yang ditetapkan oleh perusahaan. Berdasarkan hasil dari penelitian tersebut diketahui bahwa roti konde memberikan marjin kontribusi terbesar, sedangkan produk dodol arab asyidah memberikan marjin kontribusi terkecil. Selain itu kondisi keuangan
a’ Nung Bakery selama periode bulan
Desember 2010 berada di atas titik impas, sehingga mengalami keuntungan. Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Yuniawaty (2012) dengan judul Kajian terhadap Perencanaan Pencapaian Laba dengan Metode Cost-Volume-Profit Analysis pada PD. Alam Lestari (Maureen). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui dan mengidentifikasi biaya-biaya operasional yang terjadi pada PD. Alam Lestari selama periode bulan Mei sampai September 2011, mengetahui dan menganalisis pertumbuhan penjualan produk, laba perusahaan, margin kontribusi, dan titik impas selama periode bulan MeiSeptember 2011 dan menganalisa penerapan analisis CVP pada perusahaan berdasarkan pertumbuhan biaya-biaya operasional dan pertumbuhan penjualan produk yang terjadi selama periode bulan Mei sampai September 2011. Hasil dari penelitian ini yaitu agar perusahaan mencapai laba maksimal setelah mengalami penurunan, maka dapat dilakukan analisis CVP untuk bulan Oktober 2011. Alternatifnya adalah menaikkan harga jual 5% dan volume penjualan tetap, menaikkan volume penjualan 10% dan harga jual tetap, dan menurunkan biaya tetap 15% dan menaikkan harga jual 5%. Dari ketiga alternatif tersebut yang dapat memberikan laba maksimal dengan titik impas kecil adalah alternatif menaikkan volume penjualan 10 persen dan harga jual tetap yaitu memberikan laba sebesar Rp 26.523.339 dengan titik impas lebih rendah dari penjualan sebelumnya sebesar Rp 5.084.588. Fitri (2012) menerapkan analisis CVP pada penelitiannya yang berjudul Penerapan Cost-Volume-Profit Analysis dalam Meningkatkan Laba Pada UKM Batik Bogor Tradisiku. Penelitian ini menjelaskan bahwa BEP pada tahun 2010 (periode Mei−Desember 2010) untuk kain batik tulis adalah Rp 19.327.060 dengan unit titik impas 49 unit. BEP kain batik cap adalah Rp 128.783.478 dengan unit titik impas 805 unit. BEP kain printing sebesar Rp 213.374.634 dengan unit titik impas 3.283 unit. Sedangkan pada tahun 2011 BEP untuk kain batik tulis adalah Rp 95.657.227 dengan unit titik impas 171 unit. BEP kain batik
27 cap adalah Rp 203.863.544 dengan unit titik impas 957 unit. BEP kain printing sebesar Rp 172.116.722 dengan unit titik impas 2.207 unit. Penelitian lainnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Zahira (2012) dengan
judul
Analisis
Cost-Volume-Profit
sebagai Penunjang
Pencapaian aba Usaha Penggemukan Domba dan
Rencana
ambing “ itra Tani“ Farm
di Kabupaten Bogor. Berdasarkan hasil analisis CVP dapat diketahui jumlah unit titik impas dan penjualan pada titik impas. Mitra Tani Farm dapat mencapai target laba dengan meningkatkan volume penjualan sesuai dengan perhitungan dalam analisis CVP dan perencanaan peningkatan laba. Diperlukan strategi untuk menanggulangi kelangkaan bahan baku terutama bakalan dan meningkatkan pemasaran agar target volume penjualan dapat tercapai.
3 METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Pe mikiran Perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah yang pesat memberikan dampak yang kurang baik bagi usaha pengolahan kelapa milik ibu Sriutami. Hal tersebut dapat terlihat dari laba hasil penjualan selai kelapa yang semakin menurun. Salah satu faktor yang mendorong hal ini terjadi adalah dikarenakan adanya pesaing baru yang terjun dalam dunia usaha ini. Melihat kecenderungan penurunan penjualan tersebut ibu Sriutami mulai berusaha untuk membuat produk baru dengan memanfaatkan limbah hasil produksi selai kelapa agar dapat bernilai ekonomis tinggi. Setelah mendapat binaan dari yayasan Kultum Organizer tentang pemanfaatan air kelapa menjadi nata de coco, usaha milik ibu Sriutami ini pun mulai memproduksi nata de coco sebagai produk baru dari usahanya. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai laba yang menurun pada usaha mikro milik ibu Sriutami, diantaranya adalah biaya, harga jual produk dan besarnya volume penjualan yang dicapai. Faktor-faktor tersebut saling terkait satu sama lain. Jika biaya yang dikeluarkan untuk produksi suatu produk tidak efisien maka akan membuat harga pokok produksinya relatif tinggi yang akan berdampak tingginya harga jual produk tersebut. Harga jual produk akan berpengaruh pada seberapa banyak volume penjualan yang dapat dicapai, karena harga jual yang tinggi tidak dapat menjamin bahwa produk tersebut akan memberikan laba tinggi juga. Hal ini disebabkan oleh konsumen akan memilih produk yang memiliki kualitas sama atau lebih baik namun dengan harga yang lebih murah. Ketika usaha kecil milik ibu Sriutami ini memutuskan untuk menambah jenis produk yang akan dijual, maka diperlukan perencanaan yang baik dalam merancang rumusan hubungan antara biaya, harga jual produk dan volume penjualan agar lebih efektif dan efisien demi tercapainya laba maksimal. Metode break-even point multiple product merupakan salah satu cara untuk membantu UMKM milik ibu Sriutami dalam mengendalikan dan perencanaan terkait biaya,
29 harga jual dan volume penjualan sehingga dapat diketahui titik impasnya, yang membuat UMKM tidak merugi ataupun mendapat keuntungan. Setelah titik impas diketahui, selanjutnya dapat dilakukan cost-volumeprofit analysis sehingga dapat dapat menjadi masukan dalam mengambil keputusan terbaik dalam upaya pencapaian laba yang optimal, yakni mengenai kebijakan harga jual dan volume penjualan yang harus dicapai. Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan pola alur pikir penelitian untuk membantu dalam mendefinisikan permasalahan yang terjadi pada usaha milik ibu Sriutami ini dan memetakan langkah- langkah yang dapat dilakukan sebagai solusinya. Diagram alur pikir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Selain menggunakan alur pikir penelitian, penulis juga membuat kerangka pemikiran penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
UMKM
Target Laba
Tetap
Harga Jual
Vo lu me Penjualan
Biaya
Variabel
Total Biaya
Total Pendapatan
Analisis CVP
Reko mendasi
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
30 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada salah satu UMKM binaan Kultum Organizer yaitu usaha pengolahan kelapa menjadi selai kelapa dan nata de coco milik ibu Sriutami. UMKM ini bertempat di Kampung Cikarawang No. 31 RT 01/01 Desa Tegalwaru Ciampea, Kabupaten Bogor. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama tiga bulan dimulai dari bulan Oktober hingga bulan Desember 2012.
3.3 Jenis dan Sumbe r Data Data dan informasi yang diperlukan untuk melakukan penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pemilik usaha. Sedangkan untuk data sekunder terbagi dua yaitu data sekunder yang bersifat kuantitatif yang berupa laporan keuangan, data-data biaya operasional dan pendapatan, serta data sekunder yang bersifat kualitatif yang berisi penjelasan dan keterangan.
3.4 Pengolahan dan Analisis Data Untuk pengolahan data yang diperoleh, maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: a.
Menganalisis laporan biaya-biaya operasional yang terjadi serta besarnya jumlah penjualan yang telah dicapai oleh UMKM.
b.
Memisahkan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh usaha milik ibu Sriutami menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Untuk biaya campuran harus dilakukan pemisahan menjadi biaya tetap dan biaya variabel.
c.
Membuat analisis BEP berdasarkan data penjualan dan biaya tetap maupun variabel, sehingga dapat menghasilkan gambaran titik dimana usaha milik ibu Sriutami tidak mengalami kerugian ataupun mendapat laba.
d.
Membuat analisis CVP sehingga dapat diketahui langkah yang harus diambil usaha milik ibu Sriutami. Analisis CVP yang akan dilakukan bertujuan untuk meningkatkan laba
perusahaan atau setidaknya mampu mencapai titik impas (break even point). Analisis CVP yang dilakukan adalah sebagai berikut:
31 a.
Menurunkan biaya variabel per unit produk (variable cost per unit ) Jika biaya variabel diturunkan, maka marjin kontribusi akan bertambah yang membuat laba akan menjadi lebih besar.
b.
Menurunkan biaya tetap (fixed cost) Salah satu cara untuk mendapat laba yang lebih besar adalah dengan menurunkan biaya tetap.
c.
Menaikkan harga jual (price) Menaikkan harga jual dapat digunakan dalam proses perencanaan laba yang lebih besar.
d.
Menaikkan volume penjualan (quantity) Untuk memperoleh peningkatan laba, maka volume penjualan harus ditingkatkan, setelah penjualan mencapai BEP makan peningkatan penjualan akan menambah laba yang akan dihasilkan. Berdasarkan hasil analisis CVP yang telah dilakukan, akan dipilih alternatif
yang paling tepat dan rasional untuk UMKM milik ibu Sriutami ini, disesuaikan dengan kondisi perusahaan dan pasar yang dihadapi. Sedangkan analisis tren yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk melihat perkembangan laba selama periode bulan April hingga Desember 2012, agar dapat menjadi bahan pertimbangan pada analisis CVP di periode selanjutnya.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sejarah UMKM Ibu Sriutami Usaha pengolahan kelapa miliki ibu Sriutami merupakan salah satu anggota dari Kultum Organizer yang merupakan sebuah yayasan yang bertujuan untuk membangun jiwa kewirausahaan sosial (social entrepreneur) di wilayah desa Tegalwaru dan mulai bergabung pada pertengahan tahun 2007. Usaha milik ibu Sriutami ini didirikan pada tanggal 17 Januari 2007. Berawal dari tawaran menjadi mitra kerja dari salah satu perusahaan roti yang ada di Bogor yaitu perusahaan roti GS yang saat itu sedang mencari pemasok selai kelapa untuk salah satu varian roti yang diproduksinya yaitu roti isi selai kelapa. Bentuk kemitraan yang ditawarkan adalah pihak perusahaan roti GS akan membantu dalam penyediaan alat-alat yang dibutuhkan UMKM milik ibu Sriutami untuk memproduksi selai yang nantinya dapat dibayar dengan cara diangsur, sementara itu untuk pihak UMKM memiliki kewajiban untuk menjual hasil produksi selai kelapanya hanya untuk perusahaan roti GS. Pada awal produksi, permintaan selai kelapa dari perusahaan roti GS adalah sebanyak satu setengah ton per hari. Namun keadaan ini tidak berlaku pada bulanbulan tertentu seperti pada bulan juli yang merupakan bulan liburan sekolah dan pada bulan ramadhan. Pada bulan-bulan tersebut perusahaan roti GS menurunkan permintaannya ataupun sampai tidak memerlukan sama sekali karena produksi roti isi selai kelapa dihentikan. Menjelang akhir tahun 2007 permintaan dari perusahaan roti GS untuk memasok selai kelapa turun sedikit demi sedikit karena banyaknya UMKM sejenis yang mulai bermunculan dan turut menjual produk selai kelapa kepada perusahaan tersebut sehingga membuat laba yang diperoleh makin menurun. Melihat banyaknya limbah air kelapa hasil produksi selai kelapa yang tidak terpakai yayasan Kultum Organizer membantu UMKM binaannya sehingga dapat memanfaatkan limbah tersebut agar dapat bernilai ekonomis. Air kelapa yang tidak terpakai dapat dibuat menjadi nata de coco yang bernilai ekonomis tinggi. Pada bulan April 2008, UMKM ini mulai memproduksi produk nata de coco
33 dalam skala besar. Hasil produksi yang diperoleh dari produk baru ini cenderung baik kecuali pada musim penghujan. Di musim penghujan b iakan nata de coco banyak yang tidak tumbuh karena suhu ruangan tempat pembiakan cenderung lembab dan sehingga hasil yang diperoleh dari nampan tempat nata de coco dibuat tidak maksimal dan terkadang ada yang tidak tumbuh sama sekali. Berbeda dengan sistem penjualan pada selai kelapa yang memiliki mitra kerja perusahaan roti GS, untuk produk nata de coco penjualannya dilakukan pada UMKM pengumpul nata de coco dan berdasarkan pesanan perusahaan lain. Harga jual pada pengumpul dan pesanan dari perusahaan nata de coco cenderung stabil. Bila dilihat berdasarkan kriterianya, UMKM ini termasuk dalam kategori usaha kecil karena sebagaimana kriteria usaha kecil yaitu memiliki kekayaan bersih lebih dari 50 juta rupiah sampai dengan paling banyak 500 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari 300 juta rupiah sampai dengan paling banyak 2.5 milyar rupiah.
4.2 Proses Produksi Dalam melakukan proses produksi selai kelapa dan nata de coco memerlukan bantuan tenaga mesin untuk merubah bahan baku menjadi produk jadi. Berikut ini merupakan proses produksi dari masing- masing produk : a.
Selai kelapa Dalam proses produksi selai kelapa untuk satu tungku diperlukan bahan-
bahan sebagai berikut: 110 kg kelapa kelapa yang sudah diparut, 35 kg gula pasir, 10 kg gula cair, 3 kg tepung ketan, 3 kg tepung tapioka, garam dan 3 sendok pewarna makanan hijau serta obat-obatan. Semua bahan dicampur jadi satu dan diaduk, kemudian dimasak di tungku sambil terus diaduk. Setelah tiga setengah jam adonan diangkat dan didinginkan kemudian dikemas dalam dus plastik ukuran 10 kg. b.
Nata de coco Dalam proses produksi nata de coco dilakukan langkah- langkah sebagai
berikut: 1.
Penyiapan biakan murni
34 a) Agar (15-18 g) dimasukkan ke dalam 500 ml air kelapa, kemudian dipanaskan sampai larut. Setelah itu ditambahkan ekstrak ragi (5 g) dan diaduk sampai larut (larutan a). b) Gula (75 g) dan asam asetat (5 ml) dimasukkan ke dalam 500 ml air kelapa segar yang lain dan diaduk sampai gula larut (larutan b). c) Larutan (a) sebanyak 3-4 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian tutup dengan kapas. Larutan (b) 3-4 ml juga dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang lain, kemudian ditutup dengan kapas. Masing- masing disterilkan pada suhu 1210 C selama 20 menit. d) Setelah selesai sterilisasi dan larutan tidak terlalu panas lagi, larutan (a) dituangkan ke larutan (b) secara aseptis. Setelah itu 1 tabung berisi larutan (b) diletakkan secara miring untuk membuat agar miring dan ditunggu sampai agar mengeras. e) Inokulum Acetobacter xylinum diinokulasikan pada agar miring di atas. Kemudian diinkubasikan pada suhu kamar atau pada suhu 30 0 C sampai tampak pertumbuhan bakteri serupa keloid mengkilat dan bening pada permukaan miring. 2.
Adapun cara pembuatan nata de coco untuk satu dandang adalah sebagai berikut: a) Siapkan 90 liter air kelapa segar yang sudah disaring terlebih dahulu. b) Tambahkan 600 gram gula pasir lalu didihkan. c) Dinginkan hingga mencapai suhu kamar. Lalu tambahkan 300 ml asam cuka sampai diperoleh derajat keasaman (pH) 3-4. Asam ini diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang baik untuk kerja mikroba Acetobacter xylinum. Acetobacter xylinum adalah starter yang sangat menentukan keberhasilan produk nata de coco. Bakteri ini dibuat dari ampas nanas yang diperam selama 2- 3 minggu. d) Campurkan starter kedalam rebusan air kelapa lalu tuang dalam wadah dengan ketinggian kurang lebih 5-6 cm. Selanjutnya diperam selama 12 minggu. Setelah 1-2 minggu biasanya lapisan terbentuk dengan ketebalan kurang lebih 1-1.5 cm.
35 4.3 Volume Penjualan Pada awal didirikannya usaha milik ibu Sriutami ini hanya memproduksi satu produk saja yaitu selai kelapa. Namun sejak tahun 2008 usaha kecil ini mulai memproduksi produk baru yaitu nata de coco. Sistem penjualan untuk produk selai kelapa dilakukan dengan cara kemitraan. Perusahaan roti GS merupakan perusahaan yang menjadi mitra UMKM ini semenjak awal didirikannya. Sistem kemitraan yang diterapkan yaitu bagi perusahaan roti GS berkewajiban untuk membantu memberikan bantuan peralatan operasional untuk produksi selai kelapa, sedangkan kewajiban dari UMKM adalah menjadi pemasok dan hanya akan menjual produk selai kelapanya kepada perusahaan tersebut. Total penjualan dari produk selai kelapa sangat tergantung dengan besar kecilnya permintaan perusahaan roti GS. Pada bulan-bulan tertentu produk ini tidak diproduksi karena pihak roti GS meminta agar tidak memasok selai kelapa. Hal ini terjadi karena pada bulan-bulan tersebut permintaan terhadap roti dipasaran turun, misalnya pada bulan ramadhan. Berbeda halnya dengan produk nata de coco, penjualan untuk produk ini dilakukan langsung pada UMKM pengumpul nata de coco dan juga berdasarkan pesanan perusahaan lain. Produk selai kelapa dan nata de coco dijual dengan harga yang berbeda. Produk selai kelapa dijual dengan harga Rp 10.000 per kilogram sedangkan untuk nata de coco dijual Rp 1.500 per kilogram. Adapun rincian kapasitas penjualan usaha milik ibu Sriutami pada bulan April sampai dengan Desember 2012 yang ditampilkan per triwulan adalah sebagai berikut : Tabel 2 Kapasitas penjualan bulan April−Desember 2012 Kapasitas penjualan (unit Kg) No.
Jenis Produk
1.
Selai kelapa
Triwulan 1 (April−Juni) 19.760
Triwulan 2 (Juli−Sept) 10.140
Triwulan 3 (Okt−Des) 18.980
2.
Nata de coco
79.040
67.080
75.920
Total
98.800
77.220
94.900
Su mber : UMKM ibu Sriutami (2012)
Berdasarkan Tabel 2
di atas dapat dilihat bahwa pada triwulan kedua yaitu
periode bulan Juli hingga September 2012 merupakan penjualan terendah. Hal ini
36 disebabkan pada periode ini produk selai kelapa tidak diproduksi tepatnya pada bulan Juli dan Agustus. Volume penjualan usaha pengolahan kelapa milik ibu Sriutami pada bulan April sampai dengan Desember 2012 per triwulan ditampilkan pada Tabel 3 berikut : Tabel 3 Volume penjualan bulan April−Desember 2012 No.
Jenis Produk
Penjualan (Rp) Triwulan 2 (Juli−Sept) 101.400.000
Triwulan 3 (Okt−Des) 189.800.000
1.
Selai kelapa
Triwulan 1 (April−Juni) 197.600.000
2.
Nata de coco
118.560.000
100.620.000
113.880.000
Total
316.160.000
202.020.000
303.680.000
Su mber : UM KM ibu Sriutami (2012)
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa penjualan pada triwulan satu hingga ketiga cenderung fluktuatif. Penjualan tertinggi terjadi pada triwulan pertama yaitu pada periode April sampai dengan Juni 2012. Pada periode ini kedua produk diproduksi cukup tinggi. Pesanan selai kelapa maupun nata de coco cukup tinggi pada periode ini bila dibanding dengan periode yang lainnya. Hal tersebut menyebabkan perolehan penjualan meningkat cukup tinggi. Namun berbeda halnya pada periode triwulan kedua yaitu bulan Juli sampai dengan September 2012, pada periode ini perolehan penjualan mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan oleh tidak diproduksinya produk selai kelapa pada bulan Ramadhan yang jatuh pada bulan Juli hingga Agustus. Sama seperti pada tahun-tahun sebelumnya perusahaan roti GS meminta UMKM milik ibu Sriutami untuk tidak memasok selai kelapa selama bulan ramadhan. Penyebab lain dari kemerosotan penjualan pada periode ini adalah jumlah hari libur kerja yang cukup banyak dalam menyambut libur hari raya Idul Fitri. Berdasarkan total penjualan yang berhasil dicapai oleh usaha pengolahan kelapa milik ibu Sriutami, maka dapat diketahui persentase dari masing- masing periode penjualan. Perhitungan persentase penjualan dari selai dan nata pada periode penjualan triwulan pertama yaitu bulan April hingga Juni 2012 ditampilkan oleh Tabel 4 berikut ini.
37 Tabel 4 Persentase unit penjualan periode April−Desember 2012 No. 1.
2.
Penjualan Jumlah (Rp) Selai kelapa Nata de coco Persentase (%) Selai kelapa Nata de coco
Triwulan 1 (Apr-Juni 2012)
Periode Triwulan 2 (Juli-Sep 2012)
Triwulan 3 (Okt-Des 2012)
197.600.000 118.560.000
101.400.000 100.620.000
189.800.000 113.880.000
62,50 37,50
50,19 49,81
62,50 37,50
Sumber : UMKM ibu Sriutami (2012)
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa presentase volume penjualan terbesar pada periode triwulan satu dan tiga adalah selai kelapa yaitu sebanyak 62.50% sedangkan nata de coco hanya sebesar 37.50%. Pada triwulan dua persentase unit penjualan dari masing- masing produk tidak terlalu jauh berbeda yaitu 50.19% untuk selai kelapa dan 49.81% untuk nata de coco.
4.4 Biaya Operasional Bulan April−Desember 2012 Biaya operasional merupakan semua biaya yang dikeluarkan oleh usaha pengolahan kelapa milik ibu Sriutami dalam melakukan kegiatan produksinya. Dalam penyajiannya biaya operasional ditampilkan per triwulan. Biaya operasional yang terjadi selama periode triwulan pertama (April−Juni 2012) meliputi biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, biaya listrik, biaya gas, dan biaya kemasan. Adapun rincian biaya operasional yang terjadi selama periode triwulan pertama ditampilkan pada Tabel 5. Tabel 5 Biaya-biaya triwulan 1 (April−Juni 2012) No. Biaya 1. Biaya Bahan Baku Langsung - Kelapa - Air Kelapa - Gula Pasir - Gula Cair - Tepung Ketan
Jumlah (Rp) 33.440.000 27.360.000 84.056.000 13.072.000 5.016.000
38 Lanjutan Tabel 5 - Tepung Terigu - Cuka - ZA - Bahan Pelengkap 2. Biaya Tenaga Kerja Langsung 3. Biaya Listrik 4. Biaya Gas 5. Biaya Kemasan 6. Biaya Penyusutan - Kompor Gas - Mesin Parut - Mesin Kerik - Mesin Masak Total Biaya
2.508.000 752.400 342.000 5.016.000 37.772.000 2.460.000 2.702.000 19.760.000 32.000 120.000 210.000 525.000 235.143.400
Su mber : UMKM ibu Sriutami (2012)
Berdasarkan Tabel 5 tersebut dapat diketahui bahwa biaya operasional tertinggi yang terjadi pada periode triwulan pertama adalah biaya yang berasal dari bahan baku langsung yaitu gula pasir, sebanyak Rp 84.056.000. Hal tersebut dikarenakan jumlah gula pasir yang diperlukan dalam produksi selai kelapa memang cukup banyak. Dalam satu kali proses pembuatan selai kelapa satu tungku memerlukan gula pasir sebanyak 35 Kg, setiap hari UMKM ini memproduksi dua tungku selai kelapa. Sehingga dalam satu hari, unit produksi selai kelapa ini rata-rata menghabiskan gula pasir sebanyak 70 Kg. Biaya operasional terbesar kedua pada periode ini adalah biaya tenaga kerja langsung yaitu sebesar Rp 37.772.000. Biaya tersebut digunakan untuk membayar upah pegawai harian yang terlibat langsung dalam proses produksi. Total pegawai yang dipekerjakan oleh UMKM milik ibu Sriutami ini adalah sebanyak 19 orang tenaga kerja. Tenaga kerja pada UMKM ini dibagi menjadi dua bagian yaitu tenaga kerja untuk proses produksi selai kelapa yang berjumlah 12 orang dan nata de coco berjumlah 7 orang. Biaya penyusutan peralatan merupakan biaya penyusutan atas pembelian peralatan yang digunakan dalam proses produksi kedua produk. Peralatan yang mengalami biaya penyusutan meliputi mesin parut, mesin kerik, mesin masak (tungku), kompor gas, kompor listrik. Metode yang digunakan untuk menghitung
39 biaya penyusutan peralatan produksi yaitu metode garis lurus dengan persamaan sebagai berikut : Biaya penyusutan
arga beli mesin Nilai sisa Umur ekonomis
(18)
Dimana: Harga beli mesin Nilai sisa
Umur ekonomis
: biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh suatu aset : merupakan estimasi nilai dari aset ketika aset tersebut tidak lagi mampu memberikan aliran manfaat ekonomisnya lagi bagi perusahaan : lama waktu suatu mesin dapat dipakai dan masih menguntungkan secara ekonomis.
Perhitungan biaya penyusutan peralatan yang terjadi pada masing- masing mesin operasional yang dimiliki oleh UMKM milik ibu Sriutami ini dengan metode garis lurus ditampilkan pada Tabel 6 berikut ini. Tabel 6 Biaya penyusutan peralatan No.
Peralatan
Harga beli (Rp)
Nilai sisa (Rp)
Umur ekonomis (Thn)
Biaya penyusutan per bulan (Rp)
Jumlah peralatan
Total biaya penyusutan per bulan (Rp)
1
Kompor gas
400.000
80.000
5
5.333
2
10.667
2
M esin parut
1.500.000
300.000
5
20.000
2
40.000
3
M esin kerik
750.000
150.000
5
10.000
7
70.000
4
M esin masak
15.000.000
4.500.000
10
87.500
2
175.000
Total
295.667
Sumber : UMKM ibu Sriutami (2012)
Berdasarkan perhitungan pada Tabel 6 di atas diketahui bahwa peralatan yang digunakan untuk produksi mengalami biaya penyusutan per bulan dengan total sebesar Rp 295.667. Sehingga untuk total biaya penyusutan peralatan per triwulannya adalah sebesar Rp 887.000. Biaya operasional yang terjadi pada periode triwulan kedua banyak mengalami penurunan hal ini disebabkan pada periode ini banyak hari libur menyambut bulan Ramadhan beserta hari raya Idul Fitri. Adanya permintaan dari pihak roti GS untuk tidak memasok selai kelapa selama bulan ramadhan juga membuat biaya operasional pada periode ini cukup rendah bila dibanding periode
40 yang lain. Rincian biaya operasional untuk periode triwulan kedua dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini. Tabel 7 Biaya-biaya triwulan 2 (Juli-Sep 2012) No. Biaya 1. Biaya Bahan Baku Langsung - Kelapa - Air Kelapa - Gula Pasir - Gula Cair - Tepung Ketan - Tepung Terigu - Cuka - ZA - Bahan Pelengkap 2. Biaya Tenaga Kerja Langsung 3. Biaya Listrik 4. Biaya Gas 5. Biaya Kemasan 6. Biaya Penyusutan - Kompor Gas - Mesin Parut - Mesin Kerik - Mesin Masak Total Biaya
Jumlah (Rp) 17.160.000 18.360.000 44.646.000 6.708.000 2.574.000 1.287.000 504.900 229.500 2.574.000 21.447.000 1.302.000 1.526.000 10.140.000 32.000 120.000 210.000 525.000 129.345.400
Sumber : UMKM ibu Sriutami (2012)
Berdasarkan Tabel 7 di atas dapat diketahui bahwa biaya bahan baku terbesar yaitu gula pasir pada periode ini mengalami penurunan. Biaya pembelian gula pasir pada periode ini turun menjadi Rp 44.646.000 atau mengalami penurunan sebanyak 52% bila dibandingkan dengan periode triwulan pertama. Hal serupa terjadi pada biaya tenaga kerja langsung yang turut mengalami penurunan. Pada periode ini biaya tenaga kerja langsung adalah sebesar Rp 21.447.000 atau turun 57% dari periode sebelumnya. Biaya operasional yang terjadi yang terjadi pada periode ketiga yaitu bulan Oktober hingga Desember 2012 tidak jauh berbeda dengan periode pertama. Hal tersebut dikarenakan pada periode ini kegiatan produksi sudah berjalan normal
41 kembali. Adapun rincian biaya operasional yang terjadi pada triwulan ketiga ditampilkan pada Tabel 8. Tabel 8 Biaya-biaya triwulan 3 (Okt-Des 2012) No.
Biaya
1.
Biaya Bahan Baku Langsung - Kelapa - Air Kelapa - Gula Pasir - Gula Cair - Tepung Ketan - Tepung Terigu - Cuka - ZA - Bahan Pelengkap Biaya Tenaga Kerja Langsung Biaya Listrik Biaya Gas Biaya Kemasan Biaya Penyusutan - Kompor Gas - Mesin Parut - Mesin Kerik - Mesin Masak Total Biaya
2. 3. 4. 5. 6.
Jumlah (Rp)
32.120.000 26.280.000 80.738.000 12.556.000 4.818.000 2.409.000 722.700 328.500 4.818.000 36.281.000 2.460.000 2.660.000 18.980.000 32.000 120.000 210.000 525.000 226.058.200
Sumber : UMKM ibu Sriutami (2012)
Tabel 8 menunjukkan bahwa biaya pembelian bahan baku langsung merupakan biaya terbesar yang harus dikeluarkan dalam proses produksi. Biaya bahan baku langsung untuk pembelian gula pasir untuk produksi selai kelapa dan nata de coco menjadi biaya terbesar yaitu sebanyak Rp 80.738.000. Sedangkan biaya terendah adalah biaya pembelian ZA yang digunakan dalam produksi nata de coco sebesar Rp 328.500.
4.5 Perhitungan Laba Perhitungan laba berdasarkan tiga periode triwulan antara bulan April sampai dengan Desember 2012 adalah dengan cara mengurangkan total penjualan
42 yang diperoleh dengan total biaya yang dikeluarkan. Perhitungan perolehan laba pada periode triwulan pertama yaitu bulan April hingga Juni 2012 dari hasil penjualan produk selai kelapa dan nata de coco adalah sebagai berikut: Laba Triwulan 1 Laba
= Total Penjualan – Total Biaya = Rp 316.160.000 – Rp 235.143.400 = Rp 81.016.600
Berdasarkan hasil perhitungan di atas dapat diketahui bahwa laba yang diperoleh UMKM milik ibu Sriutami ini pada periode triwulan pertama (April–Juni) adalah sebesar Rp 81.016.600. Pada periode triwulan kedua yaitu bulan Juli hingga September 2012 UMKM milik ibu Sriutami tidak melakukan kegiatan produksi secara maksimal dikarenakan pihak mitra usaha (perusahaan roti GS) meminta untuk menghentikan pasokan selai kelapa untuk bulan Agustus yang berimbas pada penurunan perolehan penjualan. Total penjualan yang diperoleh pada per iode ini turun menjadi sebesar Rp 202.020.000. Perhitungan perolehan laba untuk periode triwulan kedua adalah sebagai berikut : Laba Triwulan 2 Laba
= Total Penjualan – Total Biaya = Rp 202.020.000 – Rp 129.345.400 = Rp 72.674.600
Hasil dari perhitungan di atas menunjukkan bahwa perolehan laba pada periode ini turun bila dibandingkan dengan periode sebelumnya yaitu sebesar Rp 72.674.600. atau turun sebanyak 10% . Proses produksi pada periode ketiga (Oktober–Desember 2012) sudah berjalan normal kembali. Total perolehan penjualan dari produk selai kelapa dan nata de coco pada periode ini adalah sebesar 303.680.000. Beban biaya yang harus dikeluarkan pada periode
ini juga cukup
besar
yaitu
sebesar
Rp 226.058.200. Perhitungan perolehan laba untuk periode triwulan ketiga adalah sebagai berikut : Laba Triwulan 3 Laba
= Total Penjualan – Total Biaya
43 = Rp 303.680.000 – Rp 226.058.200 = Rp 77.621.800 Hasil perhitungan laba di atas diketahui bahwa perolehan laba pada periode ini mengalami kenaikan menjadi Rp 77.621.800. Laba yang diperoleh pada periode ini naik 7% apabila dibandingkan dengan periode sebelumnya.
4.6 Analisis Tren Laba Berdasarkan hasil perhitungan perolehan laba yang didapat pada ketiga periode (April hingga Desember 2012) yang telah dilakukan sebelumnya dapat dilakukan analisis tren terhadap laba. Analisis tren dilakukan untuk mengetahui kecenderungan laba yang diperoleh dan melakukan prediksi perolehan laba pada periode berikutnya. Untuk melakukan analisis plot atau alur tren laba dan forcasting (peramalan) periode berikutnya digunakan alat bantu analisis berupa perangkat lunak Minitab versi 16. Dengan bantuan perangkat lunak ini dapat diketahui alur tren yang terjadi pada laba dengan tiga model analisis tren yaitu model tren Linier, Kuadratik, Eksponensial. Pemilihan metode yang paling tepat dari ketiga model tren dapat dilakukan dengan evaluasi model tren. Model yang paling tepat akan memberikan nilai dugaan yang lebih dekat dengan nilai aktualnya. Metode yang dipilih adalah metode yang memberikan kesalahan peramalan terkecil. Terdapat beberapa cara untuk mengukur kesalahan peramalan yaitu MAPE (Mean Absolute Percentage Erorr), MAD (Mean Absolute Deviation) dan MSD (Mean Squared Deviation). MAPE mengukur kesalahan nilai dugaan model yang dinyatakan dalam bentuk rata-rata persentase absolut kesalahan. MAD mengukur kesalahan nilai dugaan model yang dinyatakan dalam bentuk rata-rata dari nilai absolut simpangan, sedangkan MSD mengkur kesalahan nilai dugaan model yang dinyatakan dalam bentuk rata-rata dari nilai kuadrat simpangan data. Selisih nilai dari ketiga alat ukur kesalahan peramalan terhadap laba untuk masing- masing model tren ditampilkan pada Tabel 9.
44 Tabel 9 Daftar nilai MAPE, MAD dan MSD No. 1 2 3
Ukuran MAPE MAD MSD
Linier 3.894 2.953 9.811
Model tren Eksponensial 3.907 2.966 9.675
Model Kuadratik tidak dapat dilakukan karena jumlah data yang kurang memenuhi syarat. Berdasarkan Tabel 9 dapat dikemukakan bahwa dari ketiga metode pengukuran kesalahan model tren Linier memiliki nilai kesalahan lebih rendah bila dibandingkan dengan model tren Eksponensial. Model tren Linier memiliki nilai MAPE sebesar 3.894, MAD 2.953 dan MSD 9.811 sedangkan model tren Eksponensial memiliki nilai MAPE lebih besar yaitu 3.907, MAD 2.966 dan MSD 9.675. Oleh karena itu, model tren Linier ini lebih tepat digunakan untuk peramalan dibandingkan model tren Eksponensial. Grafik hasil analisis plot tren terhadap laba periode April hingga Desember 2012 dengan model Linier ditampilkan pada Gambar 2.
Trend Analysis Plot for Laba Linear Trend Model Yt = 80.50 - 1.69740*t
Variable A ctual Fits Forecasts
81 80 Laba (Rp Juta)
79
A ccuracy MA PE MA D MSD
78 77
Measures 3.89418 2.95316 9.81127
76 75 74 73 72 1
2 3 Periode (Triwulan)
4
Gambar 2 Analisis tren laba periode bulan Agustus−Desember 2012
45 Gambar 2 merupakan visualisasi tren (fits) dengan data aktualnya (actual) beserta peramalan (forecast). Secara grafis, tren digambarkan sebagai garis atau kurva yang halus yang menunjukkan kecenderungan umum dari tiap periode. Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa arah alur tren yang terjadi pada perolehan laba terlihat menurun. Hasil peramalan yang diperoleh dari analisis tren model Linier adalah bahwa untuk periode berikutnya di tahun 2013 perolehan laba akan berada pada Rp 73.709.500 atau akan turun sebanyak Rp 3.912.300 dari periode sebelumnya.
4.7 Analisis Biaya Analisis cost-volume-profit merupakan alat analisis yang digunakan untuk menghitung dampak perubahan harga jual, volume penjualan dan biaya terhadap laba untuk membantu menentukan volume penjualan dan komposisi dari produk yang dihasilkan untuk mencapai laba yang optimal. Dalam penggunaan alat analisis ini perlu adanya pemisahan biaya operasional berdasarkan perilakunya. Dengan menggunakan metode total cost, biaya-biaya tersebut kemudian dapat dikelompokkan menjadi biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel yaitu b iaya yang dalam rentang waktu dan sampai batas-batas tertentu jumlahnya berubahubah secara proporsional (Kuswadi 2005), sedangkan biaya tetap merupakan kebalikan dari biaya variabel yaitu biaya yang tidak berubah dalam jumlah totalnya, tanpa mempedulikan perubahan tingkat kegiatan usaha (Garrison 1997). Dalam penelitian ini cukup banyak menggunakan istilah- istilah yang umum digunakan dalam manajemen keuangan yang dilampirkan pada Lampiran 2. Usaha pengolahan kelapa milik ibu Sriutami ini masih belum menggunakan analisis biaya yang terperinci. Dalam mencatat biaya-biaya yang dikeluarkan selama kegiatan produksi belum dipisahkan terlebih dahulu biaya-biaya yang termasuk dalam golongan biaya tetap atau biaya variabel. Adapun biaya-biaya yang termasuk dalam golongan biaya tetap adalah biaya listrik dan biaya penyusutan. Biaya yang termasuk dalam biaya variabel adalah biaya bahan baku langsung dari masing- masing produk, biaya tenaga kerja langsung, biaya gas dan biaya kemasan. Adapun rincian biaya tetap dan biaya variabel untuk periode triwulan pertama (April−Juni) dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.
46 Tabel 10 Biaya tetap dan biaya variabel pada triwulan 1 (April−Juni 2012) No. 1.
2. 3. 4. 5. 6.
Biaya
Biaya Bahan Baku Langsung - Kelapa - Air Kelapa - Gula Pasir - Gula Cair - Tepung Ketan - Tepung Terigu - Cuka - ZA - Bahan Pelengkap Biaya Tenaga Kerja Langsung Biaya Listrik Biaya Gas Biaya Kemasan Biaya Penyusutan - Kompor Gas - Mesin Parut - Mesin Kerik - Mesin Masak Total Biaya
Biaya Tetap (Rp)
Biaya Variabel (Rp) 33.440.000 27.360.000 84.056.000 13.072.000 5.016.000 2.508.000 752.400 342.000 5.016.000
37.772.000 2.460.000 2.702.000 19.760.000 32.000 120.000 210.000 525.000 41.119.000
194.024.400
Su mber : UMKM ibu Sriutami (2012)
Hasil pemisahan biaya operasional yang terjadi selama periode triwulan pertama (April−Juni 2012) menunjukkan bahwa pada biaya variabel lebih besar bila dibandingkan dengan biaya tetap. Total biaya varibel pada triwulan pertama adalah sebesar Rp 194.024.400 sedangkan total biaya tetap adalah Rp 41.119.000. Biaya terbesar yang terjadi dalam biaya variabel adalah biaya pembelian gula pasir sedangkan biaya terendah adalah biaya pembelian ZA. Pada biaya tetap biaya terbesar dikeluarkan untuk pembayaran gaji tenaga kerja yaitu sebesar Rp 37.772.000. Pemisahan biaya operasional juga dilakukan untuk periode triwulan kedua yaitu dari bulan Juli sampai dengan September 2012. Pada periode ini biaya-biaya banyak mengalami penurunan karena salah satu produk tidak diproduksi. Adapun rincian biaya operasional yang sudah dipisahkan dalam kelompok biaya tetap dan
47 biaya variabel untuk periode triwulan kedua yaitu antara bulan Juli hingga September 2012 ditampilkan pada Tabel 11 berikut. Tabel 11 Biaya tetap dan biaya variabel pada triwulan 2 (Juli−Sept 2012) No. 1.
2. 3. 4. 5. 6.
Biaya
Biaya Bahan Baku Langsung - Kelapa - Air Kelapa - Gula Pasir - Gula Cair - Tepung Ketan - Tepung Terigu - Cuka - ZA - Bahan Pelengkap Biaya Tenaga Kerja Langsung Biaya Listrik Biaya Gas Biaya Kemasan Biaya Penyusutan - Kompor Gas - Mesin Parut - Mesin Kerik - Mesin Masak Total Biaya
Biaya Tetap (Rp)
Biaya Variabel (Rp) 17.160.000 18.360.000 44.646.000 6.708.000 2.574.000 1.287.000 504.900 229.500 2.574.000
21.447.000 1.302.000 1.526.000 10.140.000 32.000 120.000 210.000 525.000 23.636.000
105.709.400
Sumber : UMKM ibu Sriutami (2012)
Tabel 11 menunjukkan hasil pemisahan biaya operasional untuk periode triwulan kedua. Setelah dikelompokkan kedalam biaya tetap dan biaya variabel diketahui bahwa biaya terbesar adalah biaya variabel. Jumlah biaya variabel pada periode ini adalah Rp 105.709.400 dengan pengeluaran terbesar untuk pembelian gula pasir sebesar Rp 44.646.000 dan terendah adalah biaya untuk pembelian ZA sebesar Rp 229.500. Sedangkan untuk total biaya tetap adalah Rp 23.636.000 dengan pengeluaran terbesar untuk gaji tenaga kerja sebesar Rp 21.447.000. Biaya-biaya yang terjadi selama periode triwulan ketiga yaitu bulan Oktober sampai dengan Desember 2012 turut dipisahkan kedalam kelompok biaya tetap dan biaya variabel. Pada periode ini kedua unit produk sudah diproduksi secara
48 normal kembali. Biaya operasional triwulan ketiga setelah dipisahkan kedalam biaya tetap dan biaya variabel dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Biaya tetap dan biaya variabel pada triwulan 3 (Okt−Des 2012) No. 1.
2. 3. 4. 5. 6.
Biaya
Biaya Bahan Baku Langsung - Kelapa - Air Kelapa - Gula Pasir - Gula Cair - Tepung Ketan - Tepung Terigu - Cuka - ZA - Bahan Pelengkap Biaya Tenaga Kerja Langsung Biaya Listrik Biaya Gas Biaya Kemasan Biaya Penyusutan - Kompor Gas - Mesin Parut - Mesin Kerik - Mesin Masak Total Biaya
Biaya Tetap (Rp)
Biaya Variabel (Rp) 32.120.000 26.280.000 80.738.000 12.556.000 4.818.000 2.409.000 722.700 328.500 4.818.000
36.281.000 2.460.000 2.660.000 18.980.000 32.000 120.000 210.000 525.000 39.628.000
186.430.200
Su mber : UMKM ibu Sriutami (2012)
Berdasarkan pada Tabel 12 dapat diketahui bahwa pada periode triwulan ketiga (Okt−Des 2012) biaya variabel yang terjadi adalah Rp 186.430.200. Pengeluaran terbesar dalam biaya variabel adalah biaya untuk pembelian gula pasir sebesar Rp 80.738.000 dan biaya pembelian kelapa sebesar Rp 32.120.000. Sedangkan untuk total biaya tetap untuk triwulan kedua adalah Rp 39.628.000 dengan biaya tertinggi untuk gaji biaya tenaga kerja sebesar Rp 36.281.000. Produksi selai kelapa dan nata de coco menggunakan biaya yang berbeda. Hal ini disebabkan karena dalam proses produksi dan jumlah penjualan masingmasing produk berbeda. Oleh karena itu biaya yang digunakan untuk proses produksi dari tiap produk dipisahkan. Adapun rincian biaya yang digunakan
49 dalam produksi selai kelapa dan nata de coco dapat dilihat pada Tabel 13 berikut ini. Tabel 13 Biaya selai kelapa dan nata de coco pada triwulan 1 (April-Juni 2012) No. 1.
2. 3. 4. 5. 6.
Biaya
Biaya Bahan Baku Langsung - Kelapa - Air Kelapa - Gula Pasir - Gula Cair - Tepung Ketan - Tepung Terigu - Cuka - ZA - Bahan Pelengkap Biaya Tenaga Kerja Langsung Biaya Listrik Biaya Gas Biaya Kemasan Biaya Penyusutan - Kompor Gas - Mesin Parut - Mesin Kerik - Mesin Masak Total Biaya
Selai kelapa
Nata de coco
33.440.000 27.360.000 74.480.000
9.576.000
13.072.000 5.016.000 2.508.000 752.400 342.000 5.016.000 24.700.000 2.100.000
13.072.000 360.000
2.058.000
644.000
19.760.000 32.000 120.000 210.000 525.000 183.005.000
52.138.400
Su mber : UMKM ibu Sriutami (2012)
Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa total biaya untuk produk selai kelapa lebih besar bila dibandingkan dengan nata de coco. Total biaya yang digunakan untuk unit produksi selai kelapa pada triwulan pertama adalah sebesar Rp 183.005.000. Sedangkan untuk unit produksi nata de coco untuk periode ini adalah Rp 52.138.400. Pemisahan biaya-biaya juga dilakukan pada periode triwulan kedua yaitu bulan Juli hingga September 2012. Biaya yang perlu dipisahkan adalah biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja lansung, biaya pe mbelian gas, biaya listrik dan biaya penyusutan. Biaya operasional yang digunakan untuk unit
50 produksi selai kelapa dan nata de coco secara terpisah ditampilkan pada Tabel 14 berikut. Tabel 14 Biaya selai kelapa dan nata de coco pada triwulan 2 (Juli-Sep 2012) No. 1.
2. 3. 4. 5. 6.
Biaya
Biaya Bahan Baku Langsung - Kelapa - Air Kelapa - Gula Pasir - Gula Cair - Tepung Ketan - Tepung Terigu - Cuka - ZA - Bahan Pelengkap Biaya Tenaga Kerja Langsung Biaya Listrik Biaya Gas Biaya Kemasan Biaya Penyusutan - Kompor Gas - Mesin Parut - Mesin Kerik - Mesin Masak Total Biaya
Selai kelapa
Nata de coco
17.160.000 18.360.000 38.220.000
6.426.000
6.708.000 2.574.000 1.287.000 504.900 229.500 2.574.000 12.675.000
8.772.000
1.050.000
252.000
1.092.000
434.000
10.140.000 32.000 120.000 210.000 525.000 94.335.000
35.010.400
Su mber : UMKM ibu Sriutami (2012)
Hasil pemisahan biaya seperti yang ditampilkan pada Tabel 14 menunjukkan bahwa pada periode triwulan kedua total biaya dari masing- masing unit produksi mengalami penurunan. Total biaya untuk unit produksi selai kelapa adalah sebesar Rp 94.335.000. Jumlah tersebut turun 52% bila dibandingkan dengan periode triwulan pertama. Sedangkan total biaya untuk unit produksi nata de coco adalah sebesar Rp 35.010.400 atau turun 67% dari periode triwulan pertama. Pemisahan biaya operasional yang terjadi pada periode triwulan ketiga yaitu bulan Oktober sampai dengan Desember 2012 juga perlu dilakukan. Pemisahan biaya-biaya ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar biaya yang diperlukan
51 untuk memproduksi masing- masing produk. Rincian biaya yang yang dikeluarkan untuk selai kelapa dan nata de coco pada periode triwulan ketiga dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Biaya selai kelapa dan nata de coco pada triwulan 3 (Okt-Des 2012) No. 1.
2. 3. 4. 5. 6.
Biaya
Biaya Bahan Baku Langsung - Kelapa - Air Kelapa - Gula Pasir - Gula Cair - Tepung Ketan - Tepung Terigu - Cuka - ZA - Bahan Pelengkap Biaya Tenaga Kerja Langsung Biaya Listrik Biaya Gas Biaya Kemasan Biaya Penyusutan - Kompor Gas - Mesin Parut - Mesin Kerik - Mesin Masak Total Biaya
Selai kelapa
Nata de coco
32.120.000 71.540.000
26.280.000 9.198.000
12.556.000 4.818.000 2.409.000 722.700 328.500 4.818.000 23.725.000
12.556.000
2.460.000 2.058.000
602.000
18.980.000 32.000 120.000 210.000 525.000 175.979.000
50.079.200
Sumber : UMKM ibu Sriutami (2012)
Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa biaya operasional yang terjadi selama periode triwulan ketiga untuk kedua unit produksi mengalami kenaikan dari periode sebelumnya. Total biaya untuk unit produksi selai kelapa pada triwulan ketiga adalah sebesar Rp 179.979.000. Jumlah tersebut naik dari periode sebelumnya yang hanya sebesar Rp 94.335.000. Total biaya untuk unit produksi nata de coco untuk periode ini juga turut mengalami kenaikan yaitu menjadi Rp 50.079.200, naik dari Rp 35.010.400 pada periode sebelumnya.
52 4.8 Analisis BEP Menurut Kuswadi (2005) break even point adalah titik yang menunjukkan kombinasi tingkat volume penjualan dan harga jual perusahaan, yang tidak mendapatkan laba ataupun merugi. Formulasi titik impas bermanfaaat dalam memproyeksi penjualan yang harus dicapai untuk masing- masing produk dalam upaya menghindari kerugian. Analisis BEP pada produk selai kelapa digunakan untuk mengetahui minimal pesanan yang harus diterima dari perusahaan Roti GS agar berada dalam titik impas. Sedangkan analisis BEP pada nata de coco digunakan untuk mengetahui seberapa besar produksi yang harus dicapai agar usaha pengolahan kelapa milik ibu Sriutami berada dalam posisi impas.
4.8.1 Analisis BEP pada Triwulan 1 (April−Juni 2012) Tahap pertama dalam analisis BEP dimulai dengan menggunakan data biaya tetap dan biaya variabel dari masing- masing produk untuk terlebih dahulu mengetahui besarnya biaya variabel per unit tiap produk. Besarnya jumlah biaya tetap dan biaya variabel untuk selai kelapa dan nata de coco pada periode triwulan pertama (April hingga Juni 2012) ditampilkan pada Tabel 16. Tabel 16 Analisis biaya selai kelapa dan nata de coco pada periode triwulan 1 .(April−Juni 2012) No.
Jenis Produk
Biaya tetap (Rp)
Biaya Variabel (Rp)
1.
Selai kelapa
27.655.000
155.350.000
2.
Nata de coco
13.464.000
38.674.400
Total
41.119.000
194.024.400
Sumber : UMKM ibu Sriutami (2012)
Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa biaya variabel untuk selai kelapa adalah Rp 155.350.000 dan Rp 38.674.400 untuk nata de coco. Sedangkan biaya tetap untuk selai kelapa adalah Rp 27.655.000 dan untuk nata de coco adalah Rp 13.464.000. Setelah diketahui biaya variabel dari tiap produk maka dapat dihitung biaya variabel per unit yang dikeluarkan untuk selai kelapa dan nata de coco. Perhitungan biaya variabel per unit dari selai kelapa dan nata de coco adalah sebagai berikut:
53 Biaya Variabel Jumlah unit Selai kelapa
Biaya Variabel Selai kelapa per unit
Rp 1 4.024.400 1 .760 Rp 7.862 unit
Biaya Variabel ata
Biaya Variabel Jumlah unit ata
per unit
Rp 38.674.400 7 .040 Rp 48
unit
Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa biaya variabel per unit untuk selai kelapa adalah Rp 7.862 /unit dan untuk nata de coco adalah Rp 489 /unit. Setelah biaya variabel per unit dari masing- masing produk diketahui maka dapat dilanjutkan dengan menghitung BEP berdasarkan unit impas dengan perhitungan sebagai berikut : Unit titik impas Selai kelapa
Biaya Tetap arga – Biaya Variabel per unit Rp 27.6 .000 Rp 10.000 – Rp 7.862 12. 34
Unit titik impas ata
g
Biaya Tetap arga – Biaya Variabel per unit Rp 13.464.000 Rp 1. 00 – Rp 48 13.321
g
Hasil perhitungan unit titik impas tersebut menunjukkan bahwa agar berada dalam posisi impas maka jumlah yang harus terjual untuk selai kelapa pada periode triwulan pertama adalah sebanyak 12.934 Kg dan untuk nata de coco adalah sebanyak 13.321 Kg. Setelah diketahui besarnya unit yang harus terjual dari masing- masing produk agar impas, dapat diketahui besarnya BEP berdasarkan penjualan dengan perhitungan sebagai berikut :
54 a. Titik impas penjualan selai
arga arga – B. Variabel per unit
Biaya Tetap Rp 27.6
.000
Rp 10.000 Rp 10.000 – Rp 7.862
Rp 12 .340.308
b. Titik impas penjualan nata
arga arga – B. Variabel per unit
Biaya Tetap Rp 13.464.000
Rp 1. 00 Rp 1. 00 – Rp 48
Rp 1 . 82.223 Perhitungan BEP penjualan di atas menunjukkan bahwa penjualan yang harus dicapai pada produk selai kelapa agar berada dalam titik impas adalah sebesar Rp 129.340.308 dan untuk nata de coco sebesar Rp 19.982.223. Jumlah BEP unit dan penjualan yang telah ditetapkan pada usaha milik ibu Sriutami periode triwulan pertama dapat dibuktikan melalui laporan keuangan yang ditampilkan pada Tabel 17 berikut : Tabel 17 Laporan keuangan pada titik impas selai kelapa dan nata de coco triwulan 1 (April−Juni 2012) Penjualan Penjualan Selai kelapa Penjualan Nata de coco
Rp 129.340.308 Rp
19.982.223
Total Penjualan Biaya Variabel Biaya Variabel Selai kelapa Biaya Variabel Nata de coco
Rp 149.322.530 Rp 101.685.308 Rp
6.518.223
Total Biaya Variabel
(Rp 108.203.530)
Laba Kotor
Rp 41.119.000) 13,464,000
Biaya Tetap Biaya Tetap Selai kelapa
Rp
27.655.000
Biaya Tetap Nata de coco
Rp
13.464.000
Total Biaya Tetap
(Rp 41.119.000)
Laba/Rugi
Rp
Sumber : UMKM ibu Sriutami (2012)
0
55 Laporan keuangan pada Tabel 17 menujukkan bahwa total penjualan agar impas adalah sebesar Rp 149.322.530 dengan total biaya variabel sebesar Rp 108.203.530 dan total biaya tetap sebesar Rp 41.119.000. Berdasarkan perhitungan titik impas untuk unit dan penjualan yang telah ditetapkan, usaha milik ibu Sriutami dapat menghasilkan laba sama dengan nol.
4.8.2 Analisis BEP pada Triwulan 2 (Juli−September 2012) Analisis BEP untuk periode triwulan kedua dilakukan sama seperti periode sebelumnya yaitu dimulai dengan menggunakan data biaya operasional yang telah dikelompokkan dalam biaya tetap dan biaya variabel. Besarnya jumlah biaya tetap dan biaya variabel untuk selai kelapa dan nata de coco pada periode triwulan kedua (Juli hingga September 2012) ditampilkan pada Tabel 18 Tabel 18 Analisis biaya selai kelapa dan nata de coco pada periode triwulan 2 .(Juli−September 2012) No. 1. 2.
Jenis Produk Selai kelapa Nata de coco Total
Biaya tetap (Rp) 14.580.000 9.056.000
Biaya Variabel (Rp) 79.755.000 25.954.400
23.636.000
105.709.400
Sumber : UMKM ibu Sriutami (2012)
Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa biaya variabel untuk selai kelapa adalah sebesar Rp 79.755.000 dan untuk nata de coco sebesar Rp 25.954.400. Sedangkan biaya tetap untuk selai kelapa adalah sebesar Rp 14.580.000 dan Rp 9.056.000 untuk nata de coco. Setelah diketahui biaya tetap dan biaya variabel dari masing- masing produk maka dapat dihitung biaya variabel per unitnya. Biaya variabel per unit adalah pembagian dari biaya variabel dengan jumlah unit produk yang diproduksi. Perhitungan biaya variabel per unit dari selai kelapa dan nata de coco adalah sebagai berikut : a. Biaya Variabel Selai kelapa per unit
Biaya Variabel Jumlah unit Selai kelapa Rp 7 .7 .000 10.140 Rp 7.86
unit
56 Biaya Variabel Jumlah unit ata
b. Biaya Variabel Nata de coco per unit
Rp 2 . 4.400 67.080 Rp 387 unit Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa biaya variabel per unit selai kelapa adalah Rp 7.865 /unit dan untuk nata de coco adalah Rp 387 /unit. Setelah diketahui biaya variabel per unit maka dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu menghitung BEP unit. Berikut ini merupakan perhitungan BEP unit selai kelapa dan nata de coco untuk periode triwulan kedua :
a. Unit titik impas Selai kelapa
Biaya Tetap arga – Biaya Variabel per unit Rp 14. 80.000 Rp 10.000 – Rp 7.86 6.830
b. Unit titik impas Nata de coco
g
Biaya Tetap arga – Biaya Variabel per unit Rp .0 6.000 Rp 1. 00 – Rp 387 8.136
g
Hasil perhitungan unit titik impas menunjukkan bahwa agar berada dalam posisi impas maka jumlah yang harus terjual untuk selai kelapa pada periode triwulan kedua adalah sebanyak 6.830 Kg dan untuk nata de coco adalah sebanyak 8.136 Kg. Setelah diketahui besarnya unit yang harus terjual dari masing- masing produk agar impas, dapat diketahui besarnya BEP berdasarkan penjualan dengan perhitungan sebagai berikut : a. Penjualan titik impas Selai
Biaya Tetap Rp 14. 80.000 Rp 68.302.703
arga arga – B. Variabel per unit Rp 10.000 Rp 10.000 – Rp 7.86
57 b. Penjualan titik impas nata
arga arga – B. Variabel per unit
Biaya Tetap Rp .0 6.000
Rp 1. 00 Rp 1. 00 – Rp 387
Rp 12.203. 43 Perhitungan BEP penjualan di atas menunjukkan bahwa penjualan yang harus dicapai pada produk selai kelapa agar berada dalam posisi impas adalah sebesar Rp 68.302.703 dan untuk nata de coco sebesar Rp 12.203.943. Besarnya break even point unit dan penjualan yang telah ditetapkan pada usaha milik ibu Sriutami untuk triwulan pertama dapat dibuktikan melalui laporan keuangan yang ditampilkan pada Tabel 19 berikut : Tabel 19
Laporan keuangan pada titik impas selai kelapa dan nata de coco triwulan 2 .(Juli−September 2012)
Penjualan Penjualan Selai kelapa Penjualan Nata de coco
Rp 68.302.703 Rp 12.203.943
Total Penjualan Biaya Variabel Biaya Variabel Selai kelapa Biaya Variabel Nata de coco
Rp 80.506.646 Rp 53.722.703 Rp
3.147.943
Total Biaya Variabel
(Rp 56.870.646)
Laba kotor Biaya Tetap Biaya Tetap Selai kelapa Biaya Tetap Nata de coco
Rp 23.636.000 Rp 14.580.000 Rp 9.056.000
Total Biaya Tetap
(Rp 23.636.00)
Laba/Rugi
Rp
0
Sumber : UMKM ibu Sriutami (2012)
Laporan keuangan pada Tabel 18 menujukkan bahwa total penjualan agar impas adalah sebesar Rp 80.506.646 dengan total biaya variabel sebesar Rp 56.870.646 dan total biaya tetap sebesar Rp 23.636.000. Berdasarkan perhitungan titik impas untuk unit dan penjualan yang telah ditetapkan, usaha milik ibu Sriutami dapat menghasilkan laba sama dengan nol.
58 4.8.3 Analisis BEP pada Triwulan 3 (Oktober−Desember 2012) Analisis BEP untuk periode triwulan ketiga yaitu bulan Oktober hingga Desember 2012 dilakukan sama seperti periode sebelumnya yaitu dimulai dengan menggunakan data biaya operasional yang telah dipisahkan dalam biaya tetap dan biaya variabel. Besarnya jumlah biaya tetap dan biaya variabel untuk selai kelapa dan nata de coco pada periode triwulan ketiga ditampilkan pada Tabel 20 berikut ini. Tabel 20 Analisis biaya selai kelapa dan nata de coco pada periode triwulan 3 .(Oktober−Desember 2012) No.
Jenis Produk
Biaya Tetap (Rp)
Biaya Variabel (Rp)
1.
Selai kelapa
26.680.000
149.299.000
2.
Nata de coco
12.948.000
37.131.200
Total
39.628.000
186.430.200
Su mber : UMKM ibu Sriutami (2012)
Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa biaya variabel untuk selai kelapa adalah sebesar Rp 149.299.000 dan untuk nata de coco sebesar Rp 37.131.200. Sedangkan biaya tetap untuk selai kelapa adalah sebesar Rp 26.680.000 dan Rp 12.948.000 untuk nata de coco. Setelah diketahui biaya tetap dan biaya variabel dari masing- masing produk maka dapat dihitung biaya variabel per unitnya. Perhitungan biaya variabel per unit dari selai kelapa dan nata de coco adalah sebagai berikut : a. Biaya Variabel Selai kelapa per unit
Biaya Variabel Jumlah unit Selai kelapa Rp 14 .2 .000 18. 80 Rp 7.866 unit
b. Biaya Variabel Nata de coco per unit
Biaya Variabel Jumlah unit ata Rp 37.131.200 7 . 20 Rp 48
unit
59 Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa biaya variabel per unit selai kelapa adalah Rp 7.866 /unit dan untuk nata de coco adalah Rp 489 /unit. Setelah diketahui biaya variabel per unit maka dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu menghitung BEP unit. Berikut ini merupakan perhitungan BEP unit selai kelapa dan nata de coco untuk periode triwulan kedua : Biaya Tetap arga – Biaya Variabel per unit
a. Unit titik impas Selai kelapa
Rp 26.680.000 Rp 10.000 – Rp 7.866 12. 03
g
Biaya Tetap arga – Biaya Variabel per unit
b. Unit titik impas Nata de coco
Rp 12. 48.000 Rp 1. 00 – Rp 48 12.808
g
Hasil perhitungan unit titik impas menunjukkan bahwa agar berada dalam posisi impas maka jumlah unit yang harus terjual untuk selai kelapa pada periode triwulan ketiga adalah sebanyak 12.503 Kg dan untuk nata de coco adalah sebanyak 12.808 Kg. Setelah diketahui besarnya unit yang harus terjual dari masing- masing produk agar impas, dapat diketahui besarnya BEP berdasarkan penjualan dengan perhitungan sebagai berikut : a. Penjualan titik impas Selai
Biaya Tetap
arga arga – B. Variabel per unit
Rp
Rp 10.000 Rp 10.000 – Rp 7.886
Rp 12 .030.
b. Penjualan titik impas Nata
Biaya Tetap
2
Rp 12. 48.000 Rp 1 .212.264
arga arga – B. Variabel per unit Rp 1. 00 Rp 1. 00 – Rp 48
60 Perhitungan BEP penjualan di atas menunjukkan bahwa penjualan yang harus dicapai pada produk selai kelapa agar berada dalam posisi impas adalah sebesar Rp 125.680.000 dan untuk nata de coco sebesar Rp 19.212.264. Besarnya BEP unit dan penjualan yang telah ditetapkan pada usaha milik ibu Sriutami untuk triwulan pertama dapat dibuktikan melalui laporan keuanga n yang ditampilkan pada Tabel 21 berikut : Tabel 21
Laporan keuangan pada titik impas selai kelapa dan nata de coco ltriwulan 3 .(Oktober−Desember 2012)
Penjualan Penjualan Selai kelapa Penjualan Nata de coco
Rp 125.030.592 Rp
19.212.264
Total Penjualan Biaya Variabel Biaya Variabel Selai kelapa Biaya Variabel Nata de coco
Rp 144.242.856 Rp 98.350.592 Rp
6.264.264 (Rp 102.614.856)
Total Biaya Variabel
Rp
Laba Kotor Biaya Tetap Biaya Tetap Selai kelapa Biaya Tetap Nata de coco
39.628.000
Rp 26.620.000 Rp 12.948.000
Total Biaya Tetap
(Rp 39.628.000)
Laba/Rugi
Rp
0
Su mber : UMKM ibu Sriutami (2012)
Laporan keuangan pada Tabel 21 menujukkan bahwa total penjualan agar impas adalah sebesar Rp 144.242.856 dengan total biaya variabel sebesar Rp 102.614.856 dan total biaya tetap sebesar Rp 39.628.000. Berdasarkan perhitungan titik impas untuk unit dan penjualan yang telah ditetapkan, usaha milik ibu Sriutami dapat menghasilkan laba sama dengan nol.
4.9 Perencanaan Laba Analisis CVP (cost-volume-profit) adalah representasi matematis dari nilai ekonomis tiap produk yang diproduksi. Hubungan antara pendapatan dari tiap produk dan fungsi biaya dinyatakan dalam model CVP yang digunakan untuk mengevaluasi implikasi keuangan dari berbagai keputusan strategis dan
61 operasional (Kee 2007). Analisis CVP juga dapat membantu manajer dalam membuat keputusan atas suatu produk dengan mengestimasi profitabilitas yang diharapkan atas pilihan strategi yang akan diterapkan. Setiap keputusan atas strategi yang akan diambil selalu mengandung risiko. Analisis CVP mengevaluasi bagaimana laba operasi akan dipengaruhi jika data yang semula diprediksi ternyata tidak tercapai (Horngren et al. 2006). Analisis CVP merupakan salah satu alat bantu dalam perencanaan strategis. Usaha milik ibu Sriutami ini menginginkan agar dalam periode berikutnya dapat terjadi peningkatan perolehan laba, namun tidak menentukan seberapa besar target peningkatan laba tersebut. Pada analisis ini diasumsikan target laba yang ingin dicapai pada periode berikutnya di tahun 2013 adalah sebesar 10% dan 15%. Data yang digunakan dalam perhitungan target laba ini adalah data yang diperoleh pada Triwulan ketiga yaitu bulan Oktober−Desember 2012 dengan asumsi keadaan pada periode berikutnya akan sama, baik penjualan ataupun proses produksi sehingga relevan untuk diterapkan. Jumlah laba yang diperoleh UMKM milik ibu Sriutami ini pada periode triwulan ketiga untuk penjualan produk selai kelapa dan nata de coco adalah sebesar Rp 77.621.800. Jika pada periode berikutnya diinginkan peningkatan laba sebesar 10% dan 15% maka target laba yang harus dicapai dapat dihitung sebagai berikut : Laba meningkat 10%
= Laba awal + (10% × Laba awal) = Rp 77.621.800 + (10% × Rp 77.621.800) = Rp 77.621.800 + Rp 7.762.180 = Rp 85.383.980
Laba meningkat 15%
= Laba awal + (15% × Laba awal) = Rp 77.621.800 + (15% × Rp 77.621.800) = Rp 77.621.800 + Rp 11.643.270 = Rp 89.265.070
Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa target laba yang harus dicapai agar terjadi peningkatan sebesar 10% adalah Rp 85.383.980 dan untuk 15% adalah Rp 89.265.070. Setelah diketahui besarnya laba yang harus diperoleh
62 agar dapat memenuhi target peningkatan laba, maka tahap selanjutnya adalah menghitung besarnya marjin kontribusi dan marjin kontribusi per unit. Marjin kontribusi adalah total penjualan dikurang total biaya variabel. Penjualan yang diperoleh usaha milik ibu Sriutami untuk produk selai kelapa dan nata de coco pada triwulan ketiga adalah : Penjualan = (18.980 × Rp 10.000) + (75.920 × Rp 1.500) = Rp 303.680.000 Sehingga marjin kontribusi yang diperoleh usaha ini pada periode triwulan ketiga adalah sebagai berikut : Marjin kontribusi
= Total penjualan – Total biaya variabel = Rp 303.680.000 – Rp 186.430.200 = Rp 117.249.800
Setelah diketahui marjin kontribusi yaitu sebesar Rp 117.249.800, maka dapat dihitung marjin kontribusi per unitnya. Marjin kontribusi per unit adalah marjin kontribusi dibagi jumlah unit yang dijual. Besarnya marjin kontribusi per unit untuk produk selai kelapa dan nata de coco adalah sebagai berikut : arjin kontribusi per unit
arjin kontribusi Jumlah unit penjualan Rp 117.24 .800 4. 00 = Rp 1.236 /unit
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa marjin kontribusi per unit pada periode triwulan ketiga adalah Rp 1.236. Sehingga kuantitas penjualan yang harus dicapai untuk memenuhi target laba sebesar 10% adalah : Jumlah target penjualan (Kg)
Biaya tetap Target laba arjin kontribusi per unit Rp 3 .628.000 Rp 8 .383. 80 Rp 1.236 unit = 101.183 Kg
Berdasarkan perhitungan di atas diketahui bahwa kuantitas penjualan (Kg) yang harus dicapai agar memenuhi target laba meningkat 10% adalah sebesar 103.998 Kg. Besarnya kombinasi kuantitas dari selai kelapa dan nata de coco dapat ditentukan dengan terlebih dahulu menghitung perbandingan jumlah unit
63 (sales mix) dari tiap produk. Berikut ini merupakan perhitungan perbandingan antara masing- masing kuantitas produk : uantitas Selai kelapa uantitas Selai kelapa kuantitas ata
Persentase Selai kelapa
18. 80 18. 80 7 . 20 = 20%
Persentase
uantitas ata uantitas Selai kelapa uantitas ata
ata
7 . 20 18. 80 7 . 20 = 80% Hasil perhitungan sales mix menunjukkan bahwa persentase dari selai kelapa adalah 20% dan nata de coco 80%. Maka besarnya kuantitas dari selai kelapa dan nata de coco agar dapat mencapai peningkatan laba sebesar 10% berdasarkan perbandingan yang telah dihitung sebelumnya adalah : Kuantitas Selai Kelapa
= Persentase Selai Kelapa × Target Unit terjual = 20 % × 101.183 Kg = 20.237 Kg
Kuantitas Nata de coco
= Persentase Nata de coco × Target Unit terjual = 80 % × 101.183 Kg = 80.946 Kg
Berdasarkan hasil perhitungan kombinasi kuantitas penjualan yang dari masing- masing produk diketahui bahwa total penjualan yang harus dicapai untuk selai kelapa adalah sebanyak 20.237 Kg dan 80.946 Kg untuk nata de coco. Sedangkan total kuantitas unit yang harus dicapai untuk memenuhi target laba sebesar 15% pada triwulan ketiga ini adalah : Jumlah target penjualan (Kg)
Biaya tetap Target laba arjin kontribusi per unit Rp 3 .628.000 Rp 8 .26 .070 Rp 1.236 unit = 104.234 Kg
64 Berdasarkan perhitungan di atas diketahui bahwa kuantitas penjualan (Kg) yang harus dicapai agar memenuhi target laba meningkat 15% adalah sebesar 104.324 Kg. Sehingga besarnya kuantitas dari selai kelapa dan nata de coco agar tercapai peningkatan laba sebesar 15% berdasarkan perbandingan yang telah dihitung sebelumnya adalah : Kuantitas Selai Kelapa
= Persentase Selai Kelapa × Target Unit terjual = 20% × 104.234 Kg = 20.865 Kg
Kuantitas Nata de coco
= Persentase Nata de coco × Target Unit terjual = 80% × 108.574 Kg = 83.459 Kg
Hasil perhitungan kombinasi kuantitas penjualan yang dari masing- masing produk diketahui bahwa total penjualan yang harus dicapai untuk selai kelapa adalah sebanyak 20.865 Kg dan 83.459 Kg untuk nata de coco.
4.10 Analisis CVP untuk Mencapai Laba Maksimal Berdasarkan analisis CVP yang telah dilakukan sebelumnya dapat diketahui seberapa besar volume penjualan yang harus dicapai untuk masing- masing produk yang diproduksi, agar dapat mencapai target laba yang diasumsikan sebesar 10% dan 15%. Hasil analisis CVP menunjukkan bahwa untuk mencapai target peningkatan laba sebesar 10% maka untuk periode berikutnya di tahun 2013 usaha milik ibu Sriutami ini harus memperoleh laba sebesar Rp 85.383.980. Sedangkan untuk asumsi target peningkatan laba 15% adalah sebesar Rp 89.265.070. Kedua target laba tersebut dinilai realistis dan dapat dicapai usaha kecil ini. Oleh karena itu, agar target laba dapat dicapai usaha ini harus membuat perencanaan strategis yang baik. Analisis CVP dapat membantu UMKM ini dalam membuat beberapa alternatif perencanaan strategis yang dapat diterapkan untuk memperoleh laba maksimal dan mencapai target laba. Alternatif strategis yang dapat diterapkan antara lain sebagai berikut:
65 a. Menaikkan volume penjualan sebesar 10% b. Menurunkan biaya variabel per unit sebanyak 5% Berdasarkan kedua alternatif strategi tersebut akan dilakukan analisis CVP dan akan dipilih strategi yang dapat menghasilkan BEP minimal dan laba maksimal serta dianggap paling tepat dan rasional berdasarkan kondisi internal dan eksternal (kondisi pasar). Dalam melakukan analisis CVP untuk kedua alternatif strategi tersebut, anggaran biaya dan penjualan untuk periode tahun 2013 diasumsikan sama dengan periode triwulan ketiga yaitu bulan Oktober hingga Desember 2012. Hasil analisis CVP dari kedua alternatif strategi tersebut ditampilkan pada Tabel 22 dengan menggunakan persamaan (10) dalam mencari nilai BEP. Tabel 22 Analisis CVP untuk mencapai laba maksimal Alternatif strategi Jenis produk
Penjualan
Vo lu me penjualan naik 10% (Rp)
Biaya variabel per unit turun 5% (Rp)
(P × Q)
Penjualan Selai kelapa
Rp 10.000 × 18.980 Kg = 189 800 000
208.780.000
189.800.000
Nata de coco
Rp 1.500 × 75.920 Kg = 113 880 000
125.268.000 334.048.000
113.880.000
164.228.900
141.843.050
489 × 75.920 Kg = 37.121.200
40.844.320
35.270.640
T. B. Var.
Rp 186.430.200
205.073.220
177.108.690
CM
Rp
117.249.800
128.974.780
126.571.310
B. Tetap
Rp
39.628.000
39.628.000
39.628.000
Laba
Rp
77.621.800
89.346.780
86.943.310
B EP
Rp 102.637.500
102.637.540
95.078.664
T.Penjual an
Rp 303.680.000
B. Variabel
303.680.000
(B. Var/unit × Q)
Selai kelapa
Rp 7.866 × 18.980 Kg = 149.299.000
Nata de coco
Rp
Sumber : UMKM ibu Sriutami (2012)
Berdasarkan Tabel 22 dapat dikemukakan bahwa, bila dilihat dari target peningkatan laba yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu sebesar Rp 85.383.980 dan Rp 89.265.070, alternatif strategi kedua tidak dapat mencapai target peningkatan laba 15%. Namun apabila dibandingkan berdasarkan tingkat BEP dari kedua alternatif strategi, maka alternatif strategi kedua memberikan nilai BEP
66 lebih rendah yaitu Rp 95.078.664 sedangkan BEP alternatif strategi yang pertama adalah Rp 102.637.540. Alternatif pertama yaitu menaikkan volume penjualan sebesar 10% dianggap sulit dicapai karena faktor eksternal untuk penjualan selai kelapa kurang baik. Hal tersebut dapat dilihat dari permintaan perusahaan roti GS yang cenderung turun. Hal yang berbeda terjadi pada produk nata de coco, permintaan terhadap produk ini cenderung naik namun adanya keterbatasan bahan baku dan tenaga kerja membuat permintaan tidak bisa terpenuhi sepenuhnya. Alternatif strategi kedua yaitu menurunkan biaya variabel per unit sebanyak 5%. Dengan menurunkan beban biaya yang termasuk dalam kelompok biaya variabel diharapkan dapat menaikkan laba dan menurunkan titik impas. Ada dua komponen biaya variabel yang dapat diturunkan yaitu biaya bahan baku dan biaya kemasan. Kedua biaya tersebut merupakan biaya yang masih dapat ditekan oleh usaha kecil ini. Sehingga dipilih alternatif strategi kedua yang paling baik untuk diterapkan, kendati tidak mampu untuk mencapai target laba 15% namun strategi ini memiliki tingkat nilai BEP paling rendah sehingga tingkat kerugian dapat diminimalisir.
4.11 Implikasi Manaje rial Berdasarkan hasil pembahasan dapat diketahui bahwa penjualan yang terjadi selama periode bulan April hingga bulan Desember 2012 berubah-ubah, dengan posisi tertinggi berada dalam periode triwulan pertama (April−Juni) dan terendah pada triwulan kedua (Juli−September). Hasil analisis tren terhadap laba meramalkan pada periode berikutnya di tahun 2013 usaha milik ibu Sriutami ini akan mengalami penurunan laba, sehingga pemilik usaha perlu melakukan perencanaan strategis yang baik agar hal tersebut dapat dihindari. Analisis CVP digunakan untuk membantu memberikan alternatif strategi yang dapat diterapkan oleh pemilik usaha sehingga usahanya dapat bertahan dan lebih berkembang. Analisis cost-volume-profit memberikan dua alternatif strategi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pemilik usaha selaku manajer dalam penetapan strategi pencapaian target kenaikan laba untuk periode berikutnya di tahun 2013. Alternatif pertama yaitu menaikkan volume penjualan sebesar 10%,
67 alternatif kedua menurunkan biaya variabel per unit sebanyak 5%. Hasil dari analisis CVP untuk kedua strategi tersebut merekomendasikan ibu Sriutami untuk melakukan strategi penurunan biaya variabel per unit sebanyak 5% dengan asumsi bahwa hasil analisis CVP tersebut relevan untuk diterapkan. Melalui alternatif strategi tersebut diharapkan UMKM ini mampu memperoleh laba maksimal dengan nilai BEP yang rendah dan dapat terhindar dari risiko kerugian.
5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan kaitannya dengan tujuan penelitian maka dapat disimpulan beberapa hal sebagai berikut: a.
Biaya operasional yang terjadi pada usaha pengolahan kelapa milik ibu Sriutami selama periode bulan April hingga Desember 2012 adalah biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku langsung, biaya gas dan biaya kemasan, sedangkan untuk biaya tetap terdiri dari biaya tenaga kerja langsung, biaya listrik dan penyusutan mesin.
b.
Penjualan dari selai kelapa dan nata de coco yang terjadi pada periode bulan April hingga Desember 2012 berubah- ubah yang berpengaruh terhadap perolehan laba. Perolehan laba tertinggi berada dalam periode triwulan pertama (April−Juni) yaitu sebesar Rp 81.016.600 dan terendah pada triwulan kedua (Juli−September) yaitu Rp 72.674.600. Sedangkan untuk mencapai titik impas penjualan yang harus dicapai selai kelapa pada saat keadaan produksi normal adalah berkisar Rp 127.000.000 dan Rp 19.500.000 untuk nata de coco. Sementara itu dalam bentuk jumlah unit (Kg) yang harus dicapai agar berada dalam posisi titik impas untuk selai kelapa yaitu pada 12.700 Kg dan 13.000 Kg untuk nata de coco.
c.
Analisis CVP dilakukan agar pada periode berikutnya usaha milik ibu Sriutami ini terhindar dari kerugian dan dapat mencapai target peningkatan laba yang telah ditetapkan dengan menerapkan alternatif strategi menurunkan biaya variabel per unit sebanyak 5%.
5.2 Saran Saran dari hasil penelitian ini adalah: a.
UMKM ini hendaknya lebih memperhatikan tentang perencanaan dalam menjalankan usahanya, baik yang menyangkut perencanaan harga maupun biaya-biaya yang dikeluarkan karena kedua hal tersebut berpengaruh langsung terhadap pencapaian laba usaha.
69 b.
UMKM ini disarankan menggunakan analisis cost-volume-profit agar mengetahui seberapa banyak volume penjualan yang harus dicapai dari masing- masing produk yang diproduksi dan titik impas penjualannya untuk mencapai target peningkatan laba yang direncanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Fitri IN. 2012. Penerapan Cost-Volume-Profit Analysis Dalam Meningkatkan Laba Pada UKM Batik Bogor Tradisiku [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Garrison RH. 1997. Akuntansi Manajemen: Konsep untuk Pengendalian, dan Pengambilan Keputusan (Jilid 1). Kusnedi, penerjemah. Purbo S, editor. Bandung (ID): ITB Pr. Terjemahan dari: Managerial accounting: Concepts for planning, control, decision making. Hansen DR, Mowen MM. 1999. Akuntansi Manajemen (Jilid 1). Hermawan AA, penerjemah. Sihombing T, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Management Accounting. Ed ke-4. Hansen DR, Mowen MM. 2000. Akuntansi Manajemen (Jilid 2). Hermawan AA, penerjemah. Sihombing T, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Management Accounting. Ed ke-4. Harahap SS. 2008. Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Jakarta (ID): PT. Rajagrafindo Persada. Harahap SS. 2008. Teori Akuntansi. Jakarta (ID): PT. Rajagrafindo Persada. Ed. ke-10. Horngren CT, Datar SM, Foster G. 2006. Akuntansi Biaya, Penekanan Manajerial (Jilid 1). Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Cost Accountung, A Managerial Emphasis. Ed ke-12. Juanda B, Junaidi. 2012. Ekonometrika Deret Waktu Teori dan Aplikasi. Bogor (ID): IPB Pr. Kemenkop Akan Ciptakan Satu Juta Lapangan Kerja Baru di Tahun 2013. 2013. Rakyat Merdeka Online [Internet]. [diunduh 2013 Jan 9]. Tersedia pada: http://www.rmol.co/read/2013/01/02/92439/Kemenkop-Akan-CiptakanSatu-Juta-Lapangan-Kerja-Baru-di-Tahun-2013. Kee Robert. 2007. Cost-Volume-Profit Analysis Incorporating the Cost of Capital. Alabama (US). Journal of Managerial Issues Vol XIX Number 4:478-493. [Kemenkop dan UKM] Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. 2011. Perkembangan data usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) dan usaha besar (UB). [Internet]. [diunduh 2013 Jan 10]. Tersedia pada: http://www. depkop.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=file&id=199: perkembangan-data- usaha- mikro-kecil- menengah-umkm-dan-usaha-besarub-tahun-2005-s.d.-2009&Itemid=93.
71 [Kemenkop dan UKM] Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. 2012. Perkembangan data usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) dan usaha besar (UB). [Internet]. [diunduh 2013 Jan 10]. Tersedia pada: http://www. depkop.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=file&id=318: data-usaha- mikro-kecil- menengah-umkm-dan- usaha-besar-ub-tahun-20102011&Itemid=93. Kuswadi. 2005. Meningkatkan Laba Melalui Pendekatan Akuntansi Keuangan dan Akuntasi Biaya. Jakarta (ID): PT. Elex Media Komputindo. Nitisusastro M. 2010. Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil. Bandung (ID). Alfabeta. Permasalahan UMKM Makin Banyak dan Kompleks. 2012. Tribun Jabar [Internet]. [diunduh 2013 Jan 9]. Tersedia pada: http://jabar.tribunnews.co m /2012/06/18/permasalahan-umkm- makin-banyak-dan-kompleks. Program Kewirausahaan: Bagi 1.000 Pemuda Dimatangkan. 2013. Bisnis.com [Internet]. [diunduh 2013 Jan 16]. Tersedia pada: http://www.bisnis.com/ articles/program-kewirausahaan-bagi-1-dot-000-pemuda-dimatangkan. Rony H. 1990. Akuntansi Biaya: Pengantar untuk Perencanaan dan Pengendalian Biaya Produksi. Jakarta (ID): Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sutarminingsih CL. 2004. Peluang Usaha Nata de Coco. Yogyakarta (ID): Kanisius. Tambunan TTH. 2009. UMKM di Indonesia. Bogor (ID): Ghalia Indonesia. Wulansari W. 2011. Penerapan Cost-Volume-Profit Analysis Dalam Menunjang Rencana Pencapaian Laba Ka Nung Bakery Tahun 2011 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yuniawaty AR. 2012. Kajian terhadap Perencanaan Pencapaian Laba dengan Metode Cost-Volume-Profit Analysis pada PD. Alam Lestari (Maureen) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Zahira L. 2012. Analisis Cost-Volume-Profit Sebagai Penunjang Rencana Pencapaian aba Usaha Penggemukan Domba dan ambing “ itra Tani Farm” di abupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Studi literatur
Survei dan wawancara Data primer : Data keuangan UMKM Data biaya operasional dan penjualan Profil UM KM
Input
Output : Biaya variabel & biaya tetap dari tiap produk Hasil analisis BEP Hasil analisis target laba
Feedback
Parameter kontrol : Output Penjualan = Pendapatan total dan Biaya
Proses : Analisis biaya operasional Analisis BEP Analisis Target Laba
Output
Faktor2 yang tidak dapat dikendalikan : Gejolak ekonomi Kompetitor
Permasalahan yang ada: Penjualan selai kelapa mengalami penurunan Belum menerapkan CVP
Faktor2 yang dapat dikendalikan : Harga jual produk Kebijakan perusahaan Jumlah produksi Biaya
Lampiran 1 Alur Pikir Penelitian
Impact : Tingkat kerugian rendah Produktivitas Laba
Outocome : Langkah strategis pencapaian laba maksimal
73
74 Lampiran 2 Daftar Istilah
Analisis CVP
Metode yang digunakan untuk menguji perilaku pendapatan total, biaya total, dan laba operasi ketika terjadi perubahan dalam tingkat output, harga jual, biaya variabel per unit, atau biaya tetap produk.
Breakeven point
atau titik impas adalah titik dimana total pendapatan sama dengan total biaya, yaitu titik di mana laba sama dengan nol.
Sales mix
atau bauran penjualan adalah kuantitas berbagai produk (atau jasa) yang mewakili unit penjualan total perusahaan.
Contribution margin Marjin Kontribusi adalah selisih antara pendapatan total dengan
biaya
variable
total.
Margin
Kontribusi
menunjukkan mengapa laba operasi berubah ketika jumlah unit yang terjual berubah. Variable cost
Variable cost atau biaya variabel adalah biaya yang dalam rentang waktu dan sampai batas-batas tertentu jumlahnya berubah-ubah secara proporsional.
Fixed cost
Fixed cost atau biaya tetap adalah biaya yang tetap tidak berubah dalam jumlah totalnya, tanpa mempedulikan perubahan tingkat kegiatan usaha.
Analisis tren
adalah teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui tendensi atau kecenderungan keadaaan keuangan suatu perusahaan di masa yang akan datang baik kecenderungan naik, turun maupun tetap.