KAJIAN SCORM SEBAGAI STANDAR PEMBUATAN CONTENT E-LEARNING Anis Yusrotun Nadhiroh Jurusan Teknik Informatika- STT Nurul Jadid
[email protected] ABSTRAK Perkembangan teknologi internet membuka jalan bagi banyak aplikasi baru yang dapat diakses secara online. Salah satunya adalah aplikasi e-learning menggunakan Learning Management System (LMS). Sistem E-Learning ini merupakan sistem yang memberikan informasi kepada mahasiswa mengenai proses belajar mengajar yang fleksibel, dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja. Dalam perkembangannya muncul sebuah standar baru pengemasan konten e-learning yang disebut Shareable Content Object Refrence Model (SCROM). Konten yang dibuat dengan standar SCORM memiliki nilai lebih, salah satunya adalah kompatibel dengan semua LMS yang mendukung standar SCORM. Kata Kunci : Internet, e-learning, SCORM
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin canggih menutut suatu teknik pembelajaran yang lebih modern yang dapat menyajikan materi pembelajaran secara cepat, relevan dan selalu menyajikan materi-materi yang terbaru. E-learning merupakan jawaban dari tuntutan-tuntutan tersebut. Pada traditional learning instruktur berperan sebagai penjembatan antara mahasiswa dan materi pembelajaran sedangkan pada e-learning instruktur tidak lagi mengontrol materi yang disajikan tetapi mahasiswa harus dapat mengkombinasikan matei belajar sendiri. Munculnya teknologi internet memberi solusi bagi permasalahan tadi. Internet memungkinkan pengiriman data secara cepat. Dengan internet, jarak dan waktu bukan lagi sebuah masalah. Dengan internet, jarak dan waktu bukan lagi sebuah masalah. Pengiriman modul belajar, soal ujian ataupun tugas dapat dilakukan melalui media e-mail. Pertanyaan dapat di post di media forum untuk bahan diskusi. Interaksi secara realtime dapat dilakukan melalui media chatting. Bahkan kita dapat melihat penyampaian materi dari pengajar secara live lewat media video streaming. Banyaknya LMS yang dikembangkan membuat munculnya banyak standar yang berbeda. Terutama dalam masalah pembuatan konten materi pembelajaran. Perbedaan standar ini menyulitkan pemindahan konten dari satu LMS ke LMS yang lain. Perbedaan standar juga mengurangi nilai pakai
64
kembali(reusability) sebuah konten e-learning. Hal inilah yang memicu penetapan standar baru yang kemudian disetujui sebagi standar internasioanal yang disebut SCORM (shareable content object refrence model). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian E-Learning Sedangkan Dong (dalam Kamarga, 2002) mendefinisikan e-learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya. Atau e-learning didefinisikan sebagai berikut : e-Learning is a generic term for all technologically supported learning using an array of teaching and learning tools as phone bridging, audio and videotapes, teleconferencing, satellite transmissions, and the more recognized web-based training or computer aided instruction also commonly referred to as online courses (Soekartawi, Haryono dan Librero, 2002). Perbedaan Pembelajaran Tradisional dengan e-learning yaitu kelas ‘tradisional’, guru dianggap sebagai orang yang serba tahu dan ditugaskan untuk menyalurkan ilmu pengetahuan kepada pelajarnya. Sedangkan di dalam pembelajaran ‘e-learning’ fokus utamanya adalah pelajar. Pelajar mandiri pada waktu tertentu dan bertanggung-jawab untuk pembelajarannya. Suasana pembelajaran ‘e-learning’ akan ‘memaksa’ pelajar memainkan peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya. Pelajar membuat perancangan dan mencari materi dengan usaha, dan inisiatif sendiri. E-learning tersusun atas tiga komponen dasar, yaitu : 1. Infrastruktur (Hardware) yaitu perangkat keras yang digunakan untuk menunjang terlaksananya proses E-learning. Beberapa diantaranya adalah Personal Computer (PC), jaringan dan akses ke Internet, perangkat multimedia (audio-video), perangkat teleconference, dan lain-lain. 2. Aplikasi (Software) yaitu perangkat lunak yang digunakan sebagai antarmuka antara mahasiswa dan materi yang akan disampaikan. Alikasi ini, khususnya untuk E-learning yang berbasis web, disebut dengan disebut dengan Learning Management System (LMS). 3. Konten e-learning yaitu modul atau materi pembelajaran yang dibuat oleh pengajar. Sebelum ada standar yang baku, tiap LMS menggunakan standar konten yang berbeda. Sejak adanya SCORM, standar pembuatan modul untuk keperluan e-learning berbasis web telah distandardisasi. Sekarang, hampir semua LMS yang ada mendukung standar konten berbasis SCORM.
65
65
Gambar 2.1 Komponen E-learning Sekilas perlu kita pahami ulang apa e-Learning itu sebenarnya. ELearning adalah pembelajaran jarak jauh (distance Learning) yang memanfaatkan teknologi komputer, jaringan komputer dan/atau Internet. ELearning memungkinkan pembelajar untuk belajar melalui komputer di tempat mereka masing-masing tanpa harus secara fisik pergi mengikuti pelajaran/perkuliahan di kelas. E-Learning sering pula dipahami sebagai suatu bentuk pembelajaran berbasis web yang bisa diakses dari intranet di jaringan lokal atau internet. Sebenarnya materi e-Learning tidak harus didistribusikan secara on-line baik melalui jaringan lokal maupun internet, distribusi secara off-line menggunakan media CD/DVD pun termasuk pola e-Learning. Dalam hal ini aplikasi dan materi belajar dikembangkan sesuai kebutuhan dan didistribusikan melalui media CD/DVD, selanjutnya pembelajar dapat memanfatkan CD/DVD tersebut dan belajar di tempat di mana dia berada. Ada beberapa pengertian berkaitan dengan e-Learning sebagai berikut :
2.2 Pembelajaran jarak jauh. E-Learning memungkinkan pembelajar untuk menimba ilmu tanpa harus secara fisik menghadiri kelas. Pembelajar bisa berada di Semarang, sementara “instruktur” dan pelajaran yang diikuti berada di tempat lain, di kota lain bahkan di negara lain. Interaksi bisa dijalankan secara on-line dan real-time ataupun secara off-line atau archieved. Pembelajar belajar dari komputer di kantor ataupun di rumah dengan memanfaatkan koneksi jaringan lokal ataupun jaringan Internet ataupun menggunakan media CD/DVD yang telah disiapkan. Materi belajar dikelola oleh sebuah pusat penyedia materi di kampus/universitas, atau perusahaan penyedia content tertentu. Pembelajar bisa mengatur sendiri waktu belajar, dan tempat dari mana ia mengakses pelajaran.
66
2.3 Pembelajaran dengan perangkat komputer E-Learning disampaikan dengan memanfaatkan perangkat komputer. Pada umumnya perangkat dilengkapi perangkat multimedia, dengan cd drive dan koneksi Internet ataupun Intranet lokal. Dengan memiliki komputer yang terkoneksi dengan intranet ataupun Internet, pembelajar dapat berpartisipasi dalam e-Learning. Jumlah pembelajar yang bisa ikut berpartisipasi tidak dibatasi dengan kapasitas kelas. Materi pelajaran dapat diketengahkan dengan kualitas yang lebih standar dibandingkan kelas konvensional yang tergantung pada kondisi dari pengajar.
2.3.1 Pembelajaran formal vs. informal E-Learning bisa mencakup pembelajaran secara formal maupun informal. E-Learning secara formal, misalnya adalah pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran dan tes yang telah diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang telah disepakati pihak-pihak terkait (pengelola eLearning dan pembelajar sendiri). Pembelajaran seperti ini biasanya tingkat interaksinya tinggi dan diwajibkan oleh perusahaan pada karyawannya, atau pembelajaran jarak jauh yang dikelola oleh universitas dan perusahaanperusahaan (biasanya perusahan konsultan) yang memang bergerak di bidang penyediaan jasa e-Learning untuk umum. E-Learning bisa juga dilakukan secara informal dengan interaksi yang lebih sederhana, misalnya melalui sarana mailing list, e-newsletter atau website pribadi, organisasi dan perusahaan yang ingin mensosialisasikan jasa, program, pengetahuan atau keterampilan tertentu pada masyarakat luas (biasanya tanpa memungut biaya).
2.3.2 Pembelajaran yang ditunjang oleh para ahli di bidang masingmasing. Walaupun sepertinya e-Learning diberikan hanya melalui perangkat komputer, e-Learning ternyata disiapkan, ditunjang, dikelola oleh tim yang terdiri dari para ahli di bidang masing-masing, yaitu: 1. Subject Matter Expert (SME) atau nara sumber dari pelatihan yang disampaikan 2. Instructional Designer (ID), bertugas untuk secara sistematis mendesain materi dari SME menjadi materi e-Learning dengan memasukkan unsur metode pengajaran agar materi menjadi lebih interaktif, lebih mudah dan lebih menarik untuk dipelajari 3. Graphic Designer (GD), mengubah materi text menjadi bentuk grafis dengan gambar, warna, dan layout yang enak dipandang, efektif dan menarik untuk dipelajari 4. Ahli bidang Learning Management System (LMS). Mengelola sistem
67
67
di website yang mengatur lalu lintas interaksi antara instruktur dengan siswa, antarsiswa dengan siswa lainnya. Di sini, pembelajar bisa melihat modul-modul yang ditawarkan, bisa mengambil tugas-tugas dan test-test yang harus dikerjakan, serta melihat jadwal diskusi secara maya dengan instruktur, nara sumber lain, dan pembelajar lain. Melalui LMS ini, siswa juga bisa melihat nilai tugas dan test serta peringkatnya berdasarkan nilai (tugas ataupun test) yang diperoleh. E-Learning tidak diberikan semata-mata oleh mesin, tetapi seperti juga pembelajaran secara konvensional di kelas, e-Learning ditunjang oleh para ahli di berbagai bidang terkait.
2.4 Learning Management System (LMS) Learning Management System (LMS) adalah aplikasi yang digunakan untuk menyampaikan, mengevaluasi dan me-manage sebuah pembelajaran berbasis e-Learning. Kebanyakan LMS yang ada sekarang bentuknya adalah sebuah aplikasi internet. Hal ini dikarenakan aplikasi internet memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah dapat diakses kapan saja dan dimana saja. Beberapa contoh LMS yang free untuk digunakan dan sudah mendukung standar SCORM adalah :
A Tutor Claroline ILIAS Moodle OLAT
LMS secara umum mengakomodasi kebutuhan standar terlaksananya proses belajar mengajar e- Learning, antara lain : a. Manajemen pengguna, pengklasifikasian peran seperti : siapa yang menjadi administrator, dosen/pengajar, dan mahasiswa. Sekaligus memberi hak akses yang berbeda terhadap mereka. b. Manajemen konten, pengelompokkan bahan pelajaran, penjadwalan kelas, hak akses terhadap materi pelajaran dan fitur pencarian terhadap konten yang ada. c. Manajemen pelaporan, yaitu prngotomstisasian penghitungan nilai, pembuatan grafik nilai dan pengambilan keputusan lulus atau tidaknya seorang mahasiswa.
68
Gambar 2.2 Content LSM Moodle 2.5 SCORM Sharable Content Object Refrence Model (SCORM) adalah standar yang dikembangkan oleh Advanced Distributed learning (ADL) yang kemudian di support oleh United States Secretary of Defences (USSD) sebagai sebuah standar e-learning. Sejak dikembangkan mulai tahun 2000, saat ini hampir semua LMS yang beredar sudah menerima standar SCORM sebagai standar paket konten untuk modul pembelajaran. Dalam perkembangannya, SCORM sudah mengalami beberapa perbaikan. Tahapan perbaikannya ditujukkan dengan perubahan nomor versi standar yang dipakai. Berikut adalah seajarah singkat perkembangan standar SCORM : 1. SCORM 1.0 (Januari 2000) 2. SCORM 1.1 (Januari 2001) 3. SCORM 1.2 (Oktober 2001) 4. SCORM 2004 1st edition (Januari 2004) 5. SCORM 2004 2nd edition (Juli 2004) 6. SCORM 2004 3rd edition (Oktober 2004)
69
69
Setiap peluncuran standar yang baru akan memperbaiki kekurangan yang ada pada standar sebelumnya. Generasi SCORM 2004, sebagai contoh, menambahkan fitur baru berupa system sekuens dan navigasi pada konten. 2.6 SCORM Content Creator Pada dasarnya, kita bisa saja membangun paket konten berstandar SCORM hanya dengan menggunakan text editor sederhana. Dokumentasi tentang arsitektur SCORM telah menjelaskan secara rinci bagaimana cara membangun sebuah paket SCORM. Kita hanya perlu mengumpulkan bahanbahan pelajaran (text, gmbar, suara, video) yang dibutuhkan dan mendefinisikan hubungan antar mereka. Namun hal ini tentulah sangat memakan waktu. Untungnya sudah ada solusinya. Untuk membangun konten e-learning berstandar SCORM kita bisa menggunakan tools content Creator yang mampu menghasilkan konten berstandar SCORM. Beberapa diantarnya yang free untuk digunakan adalah: eXe MyUdutu (online Creator) Reload Xerte Salah satu tool yang menarik untuk digunakan adalah XERTE (www.nottingham.ac.uk/xerte/). Banyaknya fitur yang ditawarkan oleh tool ini, seperti support terhadap text, image, sound, video, dan scripting( berbasisflash) untuk setiap halaman, ditambah kemudahan penggunaan dan sifatnya yang open source menjadikan XERTE sebagai pilihan yang sangat menarik.
Gambar 2.3. Diagram yang menggambarkan proses pembuatan Content SCORM Tahap pembuatan sebuah konten berbasis SCORM pada dasarnya terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah pengumpulan materi bahan pembuatan konten yang diperlukan. Pada tahap kedua,
70
bahan-bahan ini disatukan dengan bantuan Content Creator. Tahap terakhir adalah memasang konten tadi ke LMS.
Gambar 2.4 Content SCORM yang dibuat dengan XERTE, menampilkan video berformat flv dalam LMS Moodle. III. Kelebihan dan Kekurangan SCORM 3.1 Kelebihan 1. Dengan standar yang sama, kita dapat membuat katalog kumpulan conten berbasis SCORM dengan mudah. 2. SCORM mampu mengakomodasi kebutuhan standar konten elearning , seperti fitur text, gambar, suara, dan video. Juga beberapa metode scripting dan sequencing seperti pilihan berganda, perhitungan skor. 3.2 Kekurangan 1. Pemindahan konten yang terlanjur dibuat tanpa standar SCORM ke standar SCORM akan memakan waktu. 2. SCORM belum mampu melakukan pekerjaan spesifik diluar standar SCORM yang sudah ditetapkan. Hal ini membatasi kemampuan penyampaian materi yang bisa dilakukan oleh modul pembelajaran berstandarkan SCORM. IV. KESIMPULAN Berdasarkan pemaparan yang sudah ditulis, bahwa kemampuan SCORM sebagai standar pembuatan konten e-learning. Keunggulan yang ditawarkan dan kemudahan pengaplikasian membuat SCORM sebagai pilihan yang tepat untuk menjadi standar pembuatan materi e-learning. Salah satu contoh pilihan aplikasi open source yang dilakukan adalah: a. Moodle (PHP dan Mysql) sebagai LMS b. XERTE sebagai conten creator.
71
71
V. DAFTAR PUSTAKA 1. 2008, SCORM, http://en.wikipedia.org/wiki/Scorm 2. 2008, Learning Management System, http://en.wikipedia.org/wiki/Learning_management_System 3. Romi Satria Wahono,2008,E-Learning, http://romisatriawahono.net/2008/01/23/meluruskan-salah-kaprah-tentange-Learning/ 4. Dick, G., Case, T., Ruhlman, P., Van Slyke, C., & Winston, M. (2006). Online Learning in the Business Environment. CAIS , 17, 895-904. 5. Huynh, M. Q., Umesh, U. N., & Valacich, J. S. (2003). E-learning as an Emerging Enterpreneurial Enterprise in Universities and Firms. CAIS , 12, 48-68. 6. Meissonier, R., Houzé, E., Benbya, H., & Belbaly, N. (2006). Performance Factors of a "Full Distance Learning": The Case of Undergraduate Students in Academic Exchange. CAIS , 18, 239-258. 7. O'Reagan, K. (2003). Emotion and E-Learning. JALN , 7 (3), 78-92. 8. Shroff, R. H., Vogel, D., Coombes, J., & Lee, F. (2007). Student E-learning Instrinsic Motivation: A Qualitative Analysis. CAIS , 19, 241-260.
72