KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN
OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F14050981
2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KAJIAN PERUBAHAN MUTU MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN (Study on Quality Changes of Mango var.Gedong Gincu During Storage and Artificial Ripening Process) Nur Ratih P.*), Sutrisno **) dan Sugiyono ***) ABSTRACT The objective of this research is to evaluate quality changes of mango var. Gedong Gincu during storage and artificial ripening process based on some parameter that is respiration rates, weight loss, total soluble solid, firmness, colour and organoleptic. The result show that the temperature of storage and artificial ripening have significant effect to respiration rates, weight loss, total soluble solid, firmness, colour and organoleptic. High temperature of storage and artificial ripening hence cimateric rise progressively. From the result of research, organoleptic score to temperature of storage and artificial ripening increasing until fourth day after artificial ripening. This matter is possibility indication not yet been perfect maturation process, it means mango can kept longer time. PENDAHULUAN Mangga merupakan tanaman buah tahunan berupa pohon yang berasal dari Negara India. Tanaman ini kemudian menyebar ke wilayah Asia Tenggara termasuk Malaysia dan Indonesia (Menegristek, 2009). Mangga merupakan komoditas buah yang potensial untuk pasar domestik dan ekspor, baik dalam bentuk segar maupun olahan. Produksi mangga dari tahun 2002 - 2006 menunjukkan peningkatan walaupun berfluktuasi. Pada tahun 2006, luas areal panen mangga sebesar 195.503 ha dengan produksi mencapai 1.621.997 ton atau sebesar 8,3 ton/ha. Situasi pasar dan perdagangan mangga sangat tergantung pada preferensi konsumen. Pasar internasional membutuhkan produk dengan mutu tinggi yang dibakukan, tidak hanya untuk buah segar, tetapi juga untuk produk olahannya (BPS, 2008). Akibatnya Indonesia menghadapi kompetisi yang semakin ketat dalam ekspor mangga dengan negara-negara pengekspor lainnya. Berdasarkan data volume total ekspor untuk mangga, manggis termasuk jambu biji di pasar dunia mencapai 1.178.810 ton pada tahun 2005 dan Indonesia berkontribusi hanya sebesar 1.760 ton atau 0,15%. Impor total dunia untuk ketiga komoditas tersebut mencapai 857.530 ton dan Indonesia mengimpor hanya sebesar 540 ton atau sekitar 0,06% (Pusdatin dan BPS, 2008). *) Alumni S1-Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor **) Staf Pengajar – Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor ***) Alumni Pascasarjana – Institut Pertanian Bogor
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji perubahan fisiologik dan mutu buah mangga selama penyimpanan dingin dan pematangan buatan serta mengetahui pengaruh suhu penyimpanan dan pematangan terhadap pencapaian puncak klimakterik.
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah mangga gedong gincu segar yang diperoleh dari perkebunan petani mangga di Indramayu. Mangga dipanen dengan tingkat ketuaan penuh (umur 80-90 hari setelah bunga mekar, berat 200-250 g, bentuk buah padat berisi dan sebagian besar terlapisi lilin yang berwarna putih seperti bedak). Bahan lain adalah gas etilen, thiabendazol dan bahan-bahan lain yang menunjang terlaksananya penelitian ini. Alat yang digunakan adalah gas Analyzer Shimadzu untuk mengukur konsentrasi gas O2 dan CO2, rheometer model CR-300 untuk mengukur kekerasan, camera digital untuk melihat perubahan warna kulit mangga, refraktometer untuk mengukur total padatan terlarut, stoples kaca dengan volume 3300 ml, timbangan Mettler 2 desimal untuk mengukur susut bobot, alat-alat penunjang untuk pengukuran suhu ruang pendingin dan perlengkapan untuk uji organoleptik. Prosedur Penelitian Buah mangga yang dipetik dari kebun petani segera dibungkus dengan kertas koran dan dimasukkan dalam kardus/keranjang. Selanjutnya diangkut ke laboratorium TPPHP, IPB. Buah kemudian dicuci dengan air yang mengalir dan dikering anginkan kemudian disortasi. Buah diukur berat, volume, kekerasan, total kandungan asam, warna dan total padatan terlarut (°Brix). Untuk mencegah kerusakan buah akibat serangan mikroorganisme, buah mangga dicelupkan pada larutan Thiabendazol selama 1 menit. Kemudian ditiriskan dan dimasukkan dalam stoples yang bervolume 3300 ml, kemudian dilakukan adaptasi penyimpanan pada suhu 15ºC selama sehari untuk mencegah terjadinya chilling injury (Broto, 2003). Berdasarkan referensi dari Rizkia (2004) dan Sakai et al., (1988) dalam Anugrah (2004) mangga disimpan dalam ruang pendingin dengan suhu 8°C, 13°C. Kemudian, pemeraman dilakukan dengan menginjeksikan gas etilen dengan konsentrasi 200 ppm ke dalam stoples pada suhu 20 °C, 25 °C dan suhu ruang (27 °C – 30 °C) selama 24 jam.
HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Respirasi Selama penyimpanan buah mangga untuk setiap perlakuan suhu penyimpanan laju respirasi CO2 dan O2 menunjukkan pola yang sama, dimana pada awal penyimpanan laju respirasi naik terlebih dahulu kemudian menurun secara tajam. Setelah penurunan itu laju respirasi berjalan relatif konstan. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2. Laju respirasi diawal penyimpanan dianggap nol karena buah mangga baru dimasukkan ke dalam stoples. Selama
penyimpanan buah mangga pada suhu 8 ºC dan 13 ºC tidak terjadi lonjakan produksi CO2 dan O2. Hal ini menunjukkan bahwa belum terjadi klimakterik respirasi pada penyimpanan suhu 8 ºC dan 13 ºC. Menurut Pantastico (1993), adanya kenaikan mendadak dari produksi CO2 dan setelah itu menurun menunjukkan bahwa terjadi klimakterik respirasi. Berdasarkan data percobaan pada saat penyimpanan, diketahui bahwa rata – rata laju respirasi CO2 dan O2 pada penyimpanan suhu 8 °C adalah 1.06 ml/kg.jam dan 1.33 ml/kg.jam, rata – rata laju respirasi CO2 dan O2 pada penyimpanan suhu 13 °C adalah 2.22 ml/kg.jam dan 1.77 ml/kg.jam. Rata – rata laju respirasi pada penyimpanan suhu 13 °C lebih besar dari pada penyimpanan suhu 8 °C. Hal ini terjadi karena laju produksi CO2 dan konsumsi O2 pada suhu yang lebih tinggi akan lebih cepat dari pada suhu yang lebih rendah. Pada suhu penyimpanan lebih tinggi laju produksi CO2 lebih besar karena terjadi percepatan reaksi respirasi pada saat proses oksidasi glukosa sehingga menghasilkan CO2, H2O dan energi yang besar. Selain itu terjadi pengurangan substrat buah yang cukup besar pada suhu lebih tinggi daripada suhu rendah. Dalam hubungannya dengan total padatan terlarut adalah jika total padatan terlarut semakin meningkat berarti terjadi akumulasi gula sebagai hasil degradasi pati, sedangkan penurunan total padatan terlarut karena sebagian gula digunakan untuk proses respirasi. Dari data respirasi selama pemeraman terlihat rata-rata laju respirasi CO2 untuk perlakuan penyimpanan suhu 8°C pemeraman suhu 20 °C, 25 °C dan ruang adalah 10.16 ml/kg.jam, 10.65 ml/kg.jam dan 14.41 ml/kg.jam. Untuk perlakuan penyimpanan suhu 13 °C pemeraman suhu 20 °C, 25 °C dan ruang rata-rata laju respirasi CO2 adalah 11.36 ml/kg.jam, 13.33 ml/kg.jam dan 18.06 ml/kg.jam. Dari gambar dapat dilihat bahwa laju respirasi mengalami lonjakan lebih cepat pada suhu ruang. Hal ini terjadi karena laju produksi CO2 pada suhu yang lebih tinggi akan lebih cepat dari pada suhu yang lebih rendah sehingga puncak klimakterik dapat mencapai lebih dulu dibanding dengan perlakuan suhu lainnya. Berdasarkan data percobaan, puncak klimakterik pada penyimpanan suhu 8 °C dan pematangan suhu 20 °C yaitu pada hari ke-4 setelah pematangan buatan, pematangan suhu 25 °C yaitu pada hari ke-3 setelah pematangan buatan dan pematangan suhu ruang yaitu pada hari ke-2 setelah pematangan buatan, sedangkan pada penyimpanan suhu 13 °C dan pematangan suhu 20 °C yaitu pada hari ke-3 setelah pematangan buatan, pematangan suhu 25 °C yaitu pada hari ke3 setelah pematangan buatan dan pematangan suhu ruang yaitu pada hari ke-1 setelah pematangan buatan. Pada penyimpanan suhu 13 °C dan pemeraman suhu ruang, puncak klimakterik pada hari ke-1 setelah pematangan buatan paling cepat dibandingkan perlakuan lainnya. Berdasarkan data percobaan dapat dilihat bahwa puncak klimakterik yang paling cepat terjadi adalah saat penyimpanan suhu 13 °C dan pemeraman suhu ruang. Sedangkan puncak klimakterik lebih lama terjadi pada saat penyimpanan suhu 8 °C dan pemeraman suhu 20 °C. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan dan pematangan buatan maka puncak klimakterik akan semakin cepat terjadi karena perubahan fisik dan kimia pada suhu tinggi lebih cepat daripada suhu rendah.
Laju Respirasi (ml/kg.jam)
Pemeraman
Penyimpanan
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0
100
200
300
400
500
600
Waktu (Jam) 20 C
25 C
Ruang
Gambar 1. Laju Respirasi CO2 mangga Gedong Gincu selama penyimpanan suhu 8 °C dan pematangan buatan pada berbagai suhu. Penyimpanan
Laju Respirasi (ml/kg.jam)
50
Pemeraman
40 30 20 10 0 0
100
200
300
400
500
600
Wak tu (Jam ) 20 C
25 C
Ruang
Gambar 2. Laju Respirasi CO2 mangga Gedong Gincu selama penyimpanan suhu 13 °C dan pematangan buatan pada berbagai suhu.
Susut Bobot Susut bobot selama penyimpanan merupakan salah satu parameter mutu yang mencerminkan tingkat kesegaran buah. Semakin tinggi susut bobot, maka buah tersebut makin berkurang tingkat kesegarannya. Gambar 3, menunjukkan bahwa perubahan susut bobot mangga gedong gincu yang disimpan pada dua suhu berbeda yang semakin meningkat dengan semakin lama penyimpanan dan peningkatan terjadi lebih cepat pada suhu tinggi.
Susut Bobot (%)
0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
5
10
15
20
25
Hari 8C
13 C
Gambar 3. Perubahan susut bobot mangga Gedong Gincu selama penyimpanan pada dua kondisi suhu. Pada penyimpanan 14 hari, susut bobot buah mangga gedong gincu meningkat 0.17 % jika disimpan pada suhu 8 ºC dan meningkat sebesar 0.53 % jika disimpan pada suhu 13 ºC. Peningkatan susut bobot lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi karena respirasi lebih cepat terjadi. Kader (1992) menjelaskan bahwa terjadinya susut bobot disebabkan hilangnya air dalam buah dan oleh respirasi yang mengubah gula menjadi CO2 dan H2O. Hal ini juga dijelaskan oleh Broto (2003) bahwa kehilangan susut bobot pada buah dan sayuran selama penyimpanan disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat proses penguapan dan kehilangan karbon selama respirasi sehingga menimbulkan kerusakan dan menurunkan mutu produk tersebut. Kehilangan bobot semakin meningkat dengan lamanya waktu penyimpanan. Buah – buahan dan sayuran mengalami penyusutan bobot selama penyimpanan. Hal ini disebabkan karena buah tetap mengalami proses transpirasi dan respirasi setelah buah dipanen dari pohonnya sehingga buah akan terus kehilangan air yang menyebabkan berkurangnya susut bobot. Selain itu mungkin disebabkan lambatnya proses metabolisme di dalam buah mangga yang disimpan pada suhu yang lebih rendah sehingga pembentukan H2O dan CO2 serta komponen yang sudah menguap menjadi lambat dan akibatnya bobot menjadi berkurang. Perubahan susut bobot mangga Gedong Gincu selama pematangan buatan ditunjukkan oleh Gambar 4 dan 5. Perlakuan lama penyimpanan pada suhu 8 ºC setelah pematangan buatan menyebabkan susut bobot meningkat 0.379 % pada pemeraman suhu 20 ºC, 0.705 % pada pemeraman suhu 25 ºC dan 0.899 % pada pemeraman suhu kontrol. Perlakuan lama penyimpanan pada suhu 13 ºC setelah pematangan buatan menyebabkan susut bobot meningkat 0.508 % pada pemeraman suhu 20 ºC, 0.868 % pada pemeraman suhu 25 ºC dan 1.042 % pada pemeraman suhu kontrol.
Susut bobot (%)
1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
1
2
3
4
5
Waktu (Hari) 20
25
Kontrol
Susut Bobot (%)
Gambar 4. Susut bobot mangga Gedong Gincu selama penyimpanan pada suhu 8 ºC dan pematangan buatan pada berbagai suhu. 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
1
2
3
4
5
Waktu (Hari) 20
25
Kontrol
Gambar 5. Susut bobot mangga Gedong Gincu selama penyimpanan pada suhu 13 ºC dan pematangan buatan pada berbagai suhu.
Kekerasan Perubahan kekerasan mangga Gedong Gincu yang disimpan pada dua kondisi suhu yang berbeda semakin menurun dengan semakin lama penyimpanan dan penurunan terjadi lebih cepat pada suhu tinggi ditunjukkan oleh Gambar 6. Nilai kekerasan tertinggi diperoleh pada awal penyimpanan yaitu 4.94 kgf dan terendah pada penyimpanan 20 hari pada suhu 13 ºC yaitu 2.245 kgf. Setelah disimpan 14 hari, nilai kekerasan menurun dari 4.94 kgf menjadi 3.4 kgf pada 8 ºC dan 2.415 pada 13 ºC.
Kekerasan (kgf)
6 4 2 0 0
5
10
15
20
25
Hari 8C
13 C
Gambar 6. Perubahan kekerasan mangga Gedong Gincu selama penyimpanan pada dua kondisi suhu.
Kekerasan (kgf)
Penurunan kekerasan buah mangga selama penyimpanan terjadi karena perombakan komponen penyusun dinding sel sehingga buah semakin melunak. Winarno (2002) menerangkan bahwa saat buah mulai masak dan menjadi masak, kesegaran buah berkurang karena pektin yang tidak larut (protopektin) telah dirombak menjadi pektin yang larut. Dalam hal penyimpanan suhu rendah dan kaitannya dengan kekerasan buah mangga, penyimpanan suhu rendah merupakan salah satu cara paling efektif untuk memperlambat laju penurunan kekerasan, sebab di dalam pendinginan tersebut proses-proses fisiologis berjalan dengan lambat. Dari nilai rata-rata kekerasan buah selama penyimpanan di atas maka penyimpanan di suhu 8 °C dapat mempertahankan kekerasan buah lebih lama dibandingkan penyimpanan di suhu 13 °C. Gambar 7 dan 8 menunjukkkan perubahan kekerasan mangga Gedong Gincu selama pematangan buatan. Perlakuan lama penyimpanan pada suhu 8 ºC selama 20 hari sebelum pematangan buatan menyebabkan kekerasan menurun menjadi 2.49 kgf pada pemeraman suhu 20 ºC, 2.39 kgf pada pemeraman suhu 25 ºC dan 2.23 kgf pada pemeraman suhu kontrol. Perlakuan lama penyimpanan pada suhu 13 ºC selama 20 hari sebelum pematangan buatan menyebabkan kekerasan menurun menjadi 1.93 kgf pada pemeraman suhu 20 ºC, 1.59 kgf pada pemeraman suhu 25 ºC dan 0.9 kgf pada pemeraman suhu kontrol. 3.5 3 2.5 2 0
1
2
3
4
5
Waktu (Hari) 20
25
Kontrol
Gambar 7. Kekerasan mangga Gedong Gincu selama pematangan buatan dan penyimpanan pada suhu 8 ºC.
Kekerasan (kgf)
2.5 2 1.5 1 0.5 0 0
1
2
3
4
5
Waktu (Hari) 20
25
Kontrol
Gambar 8. Kekerasan mangga Gedong Gincu selama pematangan buatan dan penyimpanan pada suhu 13 ºC.
Total Padatan Terlarut Kandungan total padatan terlarut pada mangga adalah gula dan vitamin larut air seperti vitamin B dan C. Pengukuran total padatan terlarut dinyatakan dalam derajat brix sukrosa. Sukrosa memberikan rasa manis pada mangga sehingga semakin tinggi nilai total padatan terlarut, buah semakin manis. 18
ºBrix
16 14 12 10 0
5
10
15
20
25
Hari 8C
13 C
Gambar 9. Perubahan total padatan terlarut mangga Gedong Gincu selama penyimpanan pada dua kondisi suhu. Pada Gambar 9 di atas, terlihat bahwa perubahan total padatan terlarut selama penyimpanan pada suhu 13 °C lebih cepat dari perubahan total padatan terlarut pada suhu 8 °C. Setelah disimpan 14 hari pada 8 ºC, total padatan terlarut meningkat dari 11.77 ºBrix menjadi 13.66 ºBrix, sedangkan pada 13 ºC meningkat dari 11.77 ºBrix menjadi 15.77 ºBrix. Peningkatan nilai total padatan terlarut ini dapat disebabkan oleh adanya perubahan pati di dalam buah mangga menjadi gula. Gula-gula yang terbentuk akan digunakan sebagai energi untuk respirasi. Pantastico et al., (1986) dalam Anugrah (2004) menjelaskan bahwa peningkatan total gula tidak berlangsung lama karena setelah mencapai maksimum, total gula secara bertahap akan menurun. Penurunan total padatan terlarut buah mangga disebabkan adanya penguraian sukrosa oleh enzim invertase menjadi gula-gula sederhana seperti glukosa, fruktosa, sakarosa dan monosakarida lainnya. Gambar 10 dan 11 menunjukkan perubahan total padatan terlarut mangga gedong gincu selama pematangan buatan. Perlakuan lama penyimpanan suhu 8 ºC sebelum pematangan buatan menyebabkan total padatan terlarut mengalami
Total Padatan Terlarut (º Brix)
kenaikan menjadi 15.8 ºBrix pada pematangan suhu 20 ºC, 16.9 ºBrix pada pematangan suhu 25 ºC dan 17.6 ºBrix pada pematangan suhu kontrol. Perlakuan lama penyimpanan suhu 13 ºC sebelum pematangan buatan menyebabkan total padatan terlarut mengalami kenaikan menjadi 17.1 ºBrix pada pematangan suhu 20 ºC, 17.8 ºBrix pada pematangan suhu 25 ºC dan 18.8 ºBrix pada pematangan suhu kontrol. 18 17 16 15 14 0
1
2
3
4
5
Wak tu (Hari) 20
25
Kontrol
Total Padatan Terlarut (º Brix)
Gambar 10. Total padatan terlarut mangga Gedong Gincu selama pematangan buatan dan penyimpanan pada suhu 8 ºC. 19 18 17 16 0
1
2
3
4
5
Waktu (hari) 20
25
Ruang
Gambar 11. Total padatan terlarut mangga Gedong Gincu selama pematangan buatan dan penyimpanan pada suhu 13 ºC.
Warna Perubahan nilai L untuk penyimpanan suhu 8 ºC dan 13 ºC cenderung mengalami penurunan yang disebabkan karena warna permukaan buah semakin tidak cerah. Penurunan nilai L dimulai dari hari ke-4. Pada hari ke-20 penyimpanan suhu 8 ºC, nilai L jauh lebih rendah dari penyimpanan suhu 13 ºC yaitu 35.99726. Nilai a pada akhir penyimpanan masing – masing suhu adalah 9.9493 untuk suhu 8 ºC dan -10.6936 untuk suhu 13 ºC. Nilai b pada akhir penyimpanan masing – masing suhu adalah 16.6327 untuk suhu 8 ºC dan 17.59885 untuk suhu 13 ºC. Warna buah – buahan dan sayuran disebabkan oleh kandungan pigmen yang umumnya dibagi menjadi tiga kelompok yaitu klorofil, antosianin (flavonoid) dan karotenoid, atau dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu yang bersifat polar (larut dalam air) dan non-polar atau tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik (Winarno, 2002). Selama penyimpanan suhu 8 ºC sebelum pematangan buatan mengakibatkan nilai L berubah menjadi 35.002 pada suhu pematangan 20 ºC,