KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN Latar Belakang Beras berperan besar dalam hidup dan kehidupan sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya golongan menengah kebawah. Bahkan rumah tangga di daerah yang sebelumnya dikenal mengkonsumsi bahan pokok non beras (jagung, ubi-ubian, sagu) dengan meningkatnya pendapatan, pola konsumsi pangan pokok mereka mulai bergeser ke beras. Oleh karena itu, pemerintah sangat berkepentingan dalam mengendalikan harga dan pasokan gabah-beras melalui kebijakan perberasan yang bersifat promotif maupun protektif yang mempunyai dampak langsung terhadap kesejahteraan para petani. Pada kondisi tertentu, intervensi pemerintah untuk menstabilkan harga padi bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi ekonomi agribisnis padi dan sekaligus meningkatkan produksi padi dalam negeri guna pemantapan ketahanan pangan dan pemacuan perekonomian desa. Dalam upaya mewujudkan stabilitas harga beras, salah satu instrumen kebijakan harga yang diterapkan pemerintah adalah kebijakan harga dasar dan harga maksimum, yang selanjutnya konsep harga dasar disesuaikan menjadi harga pembelian pemerintah (HPP). Pemerintah telah mengimplementasikan kebijakan tunggal HPP gabah-beras per 1 Januari 2003 melalui Inpres No.9/2002. Secara konsisten dan berkala pemerintah menaikkan HPP gabah-beras untuk mengimbangi kenaikan harga input dan inflasi. Saat ini melalui Inpres No.1/2010 HPP gabah-beras adalah sebagai berikut : GKP (Rp.2.640./kg), GKG (Rp.3.300/kg), dan beras (Rp.5.060/kg). Kebijakan HPP tersebut didukung oleh perangkat kebijakan, institusi dan pembiayaan. Esensi dari penerapan HPP tersebut adalah untuk memberikan insentif bagi para petani padi dengan cara memberikan jaminan harga di atas harga keseimbangan (price market clearing), terutama pada saat panen raya. Melalui kebijakan HPP ini pemerintah mengharapkan : (a) produksi padi dapat ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pasokan dalam negeri; (b) stabilitas harga padi; dan (c) pendapatan petani dan usahatani padi meningkat. Kebijakan penetapan HPP gabah yang dilakukan selama ini berdasarkan kadar air dan kadar hampa, sedangkan HPP beras adalah kadar air dan butir patah beras. Penerapan HPP gabah berdasarkan kadar air dan kadar hampa dipertahankan hingga saat ini dengan pertimbangan bahwa sebagian besar petani memproduksi gabah pada kualitas tersebut, sehingga diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan mayoritas petani padi. Dipandang dari segi kualitas, produksi gabah yang dihasilkan petani tampak bervariasi sesuai kadar air dan kadar hampa yang tertuang dalam tabel rafaksi. Pada musim panen raya bulan Maret-Mei 2010, khususnya di beberapa sentra wilayah produksi padi terjadi penurunan kualitas gabah sehingga bila diproses menjadi beras, maka kadar butir patahnya lebih dari 30 persen. Tingginya intensitas serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), kebanjiran, dan kekeringan tidak hanya dapat menurunkan produksi dan produktivitas padi, namun juga dapat menurunkan kualitas gabah-beras diluar kualitas. Kondisi ini dikhawatirkan akan berlanjut pada musim tanam berikutnya, dan menyulitkan petani dalam menjual gabah/beras karena tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diamanatkan dalam Inpres No.7 Tahun 2009 tentang Kebijakan Perberasan. Demikian pula dalam Peraturan Menteri Pertanian No.1/Permentan/PP.130/1/2010 tentang Pedoman Harga gabah diluar kualitas hanya mengatur tentang harga gabah, namun belum mengatur tentang harga beras diluar kualitas. 1
Kajian ini dimaksudkan sebagai langkah antisipatif dan responsif dalam memberikan masukan kepada pemangku kebijakan guna mengatasi penurunan kualitas gabah-beras diluar kualitas tersebut, diperlukan informasi komprehensif, akurat dan terkini melalui kajian yang mampu menjawab : (1) apakah kejadian penurunan kualitas gabah-beras hanya merupakan kasus yang bersifat lokalita atau kasus di sebagian besar daerah sentra produksi; (2) apakah penurunan kualitas gabah-beras hanya merupakan kasus yang terjadi tahun ini atau kasus yang telah terjadi dalam kurun waktu yang lama; (3) apakah penurunan kualitas gabah-beras disebabkan oleh fasilitas Rice Milling Unit (RMU) yang kurang baik atau oleh faktor lainnya; (4) luas tanaman yang terkena serangan OPT, kebanjiran dan kekeringan; (5) volume gabah-beras petani yang diluar kualitas atau volume gabah-beras yang ditolak oleh Bulog/Dolog; (6) perkembangan harga gabah-beras menurut kualitas di tingkat petani/pedagang; (7) persentase petani menjual produksinya dalam bentuk beras atau gabah; dan (8) stock gabah-beras di petani. Lokasi, Data dan Informasi Kajian dilakukan di 4 (empat) kabupaten sentra produksi padi yang diduga terjadi penurunan kualitas gabah-beras, yaitu kabupaten Subang dan Karawang (Jawa Barat); kabupaten Demak (Jawa Tengah); dan kabupaten Sidrap (Sulawesi Selatan). Data dan informasi yang dikumpulkan bersifat primer dan sekunder. Informasi primer diperoleh dari petani/kelompok tani, pedagang pengumpul, Dinas Pertanian, dan Dolog. Sebagai data pendukung, khususnya untuk melihat dinamika penyerapan gabah/beras berdasarkan kualitas selama beberapa tahun terakhir digunakan data dari Bulog, Dolog dan BPS. Informasi yang digali adalah kondisi harga dan kualitas gabah yang dijual pada saat panen musim hujan dan musim kemarau. II. PERKEMBANGAN KOMODITAS PADI 2.1.
INDONESIA : Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi
Produksi padi nasional secara konsisten mengalami peningkatan selama tahun 2007 hingga 2010 (Tabel 1). Tercatat untuk tahun 2007, produksi gabah kering giling (GKG) sebesar 57,16 juta ton, atau setara 36 juta ton beras. Untuk tahun 2008 tercatat 60,33 juta ton (setara 38 juta ton beras), atau meningkat 5,54 persen dibandingkan 2007. Produksi Gabah Kering Giling (GKG) tahun 2009 mencapai 62,56 juta ton (setara 40 juta ton beras), dan produksi tahun 2010 (ARM II) tercatat ..... juta ton. Dibandingkan produksi tahun 2008, terjadi peningkatan sebanyak 3,51 juta ton (5,43 persen). Kenaikan produksi pada tahun 2009 terjadi karena peningkatan luas panen seluas 515,31 ribu hektar (4,18 persen) dan produktivitas sebesar 0,77 kuintal/hektar (1,57 persen). Peningkatan produksi padi yang terus terjadi menimbulkan optimisme tinggi bahwa produksi beras nasional akan terus mengalami surplus, dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu pemasok beras dunia. Pada tahun 2009, setelah dikurangi dengan kebutuhan dalam negeri, surplus produksi beras sekitar 3 juta ton. Bahkan hingga akhir tahun 2009, Bulog memiliki stok beras 1,7 juta ton, dan ini merupakan kondisi ideal untuk persediaan beras.
2
Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi, di Indonesia 2007– 2010 Uraian Luas Panen Produksi Produktivitas
Satuan (ha)
2007 12 147 637
(ton)
57 157 435
(ton/ha)
4,71
2008 12 327 425 (1,48) 60 325 925 (5,54) 4,89 (4,02)
2009 12 883 576 (4,50) 64 398 890 (5,43) 4,99 (2,00)
Agust 2010 12 870 949 (-1,00) 65 150 764 (1,10) 5,62 (12,60)
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010 (diolah). Keterangan : angka dalam kurung menunjukkan pertumbuhan (%) Selanjutnya, dari segi pola panen padi, dalam satu tahun musim panen padi terdiri dari tiga kategori yaitu musim panen raya (rendeng), musim panen gadu dan musim paceklik. Musim panen raya berlangsung sejak Februari-Mei dengan luas total pada periode tersebut mencapai 6 juta ha (51% dari total luas panen). Pada musim panen gadu, luas panen mencapai 3,9 juta ha (33%), dan pada musim paceklik seluas 1,9 juta ha (16%). Luas panen ini terkait dengan pola panen padi yang mengikuti musim hujan dan proses pertumbuhan tanaman, dan pola ini akan terus berlangsung di masa mendatang. Terkait dengan pola panen tersebut, harga gabah di petani berbalikan dengan pola panen, yaitu merosot pada periode panen raya, meningkat setelahnya dan harga paling tinggi pada periode paceklik (Gambar 1).
Gambar 1. Luas Panen Padi di Indonesia, 2006 - 2010 (ha).
3
2.2. Propinsi dan Kabupaten : Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kabupaten Karawang merupakan salah satu kabupaten pemasok beras di Provinsi Jawa Barat dan bahkan pada tingkat nasional. Selama periode 2007-2010, Kabupaten Karawang rata-rata memasok 1,293 juta ton GKG (setara 905,15 ribu ton beras) atau sekitar 2,3 persen dari total produksi nasional. Pertumbuhan produksi GKG Kabupaten Karawang selama periode yang sama mencapai 7,7 persen per tahun. Sumber pertumbuhan produksi tersebut berasal dari pertumbuhan produktivitas sebesar 6,0 per tahun, sementara luas panen tumbuh hanya 0,91 persen per tahun (Tabel 3). Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi di Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat, 2005 - 2010. Luas Panen (ha)
Produksi GKG (ton)
Produktivitas (ton)
Tahun 2007
MH 93 465
MK 91 898
MH 575 132
MK 571095
MH 6,16
MK 6,21
2008
94138
94138
577 224
647 933
6,13
6,89
2009
93 976
97 663
655 056
717 757
6,71
7,47
2010
96 031
97 395
713371
713 371
7,32
-
Rataan
94 402
95 273
630 196
662 539
6,5
6,86
Pertumbuhan (%)
0,91
1,97
7,58
7,87
6,02
9,68
Sumber : Dinas Pertanian, Kabupaten Karawang, 2010 Selanjutnya, hingga periode 2005-2006 musim panen raya padi di kabupaten Karawang terjadi pada bulan Februari-Mei, rata-rata mencapai 89.771 ha dengan produksi mencapai 590.344 ton GKG. Seiring dengan perubahan iklim, mulai periode 2007-2009 terjadi pergeseran musim panen. Pada periode tersebut luas panen berkurang menjadi 75.225 ha (produksi 481.462 ton GKG). Musim panen pada periode tersebut cenderung lebih merata sepanjang tahun. Lebih meratanya panen sepanjang tahun ini erat kaitannya dengan faktor iklim dan pengaturan irigasi sehingga waktu tanam dapat lebih diatur. Relatif meratanya musim panen akan berimplikasi terhadap jumlah produksi padi yang cenderung merata sepanjang musim. Hal ini sangat mengutungkan petani mengingat harga gabah relatif stabil meskipun dalam panen musim hujan maupun musim kemarau (Gambar 3 dan Gambar 4).
4
Gambar 3. Perkembangan Luas Panen Padi Kabupaten Karawang, 2005 – 2009.
Gambar 4. Perkembangan Produksi Gabah Kering Panen (GKP) Kabupaten Karawang, 2005 – 2009 (ton).
5
2.2. Perkembangan Harga Aktual dan HPP GKP dan GKG Mencermati tingkat harga gabah dan beras berdasarkan periode berlakunya Instruksi Presiden (Inpres) tentang perberasan, yaitu periode April 2007 – April 2008, Mei - Desember 2008 dan Januari – Desember 2009, dan Januari-Agustus 2010, terlihat bahwa Harga Pembelian Pemerintah Gabah Kering Panen (HPP GKP) dan HPP Gabah Kering Giling (HPP GKG) mengalami peningkatan sekitar 7 – 10 persen setiap periodenya (Tabel 2). Kenaikan HPP GKP dan HPP GKG mampu meningkatkan harga aktual GKP di petani dan GKG di penggilingan. Secara rata-rata, sepanjang tahun 2009 harga jual gabah petani dalam bentuk GKP mencapai Rp 2.708,- per kg, atau lebih tinggi dari HPP GKP yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 2.400,- per kg. Demikian halnya dengan harga jual gabah dalam bentuk GKG di tingkat penggilingan sebesar Rp 3.067/kg, di atas HPP yang ditetapkan pemerintah Rp 3.000/kg. Untuk tahun 2010 (Januari-Agustus), secara konsisten harga aktual GKP dan GKG cenderung meningkat, masing-masing tercatat Rp.3.100/kg dan Rp.3.400/kg atau diatas HPP GKP dan GKG. Pada umumnya petani menjual gabah dalam bentuk GKP, jarang dalam bentuk GKG dan praktis tidak pernah dalam bentuk beras. HPP untuk GKG relatif terlalu tinggi dibanding untuk GKP. Selama periode 2007-2010, rasio harga GKG/GKP berdasarkan harga pasar (di tingkat penggilingan) berkisar 1,10-1,15 sedangkan berdasarkan HPP yang ditetapkan pemerintah 1,25-1,27 (Tabel 2). Penetapan HPP untuk GKG yang terlalu tinggi relatif terhadap GKP, sementara transaksi GKG berdasarkan HPP praktis hanya antara Bulog dan pengusaha penggilingan padi.
6
Tabel 2. Perkembangan Harga GKP, GKG dan Beras, 2007 – 2010. Uraian HPP GKP Persentase Kenaikan Harga Aktual GKP Petani Persentase Kenaikan Harga Aktual GKP Petani HPP GKP Persentase Terhadap HPP GKP HPP GKG Persentase Kenaikan Harga Aktual GKG Penggilingan Persentase Kenaikan Harga Aktual GKG Penggilingan - HPP GKG Persentase Terhadap HPP GKG Rasio HPP GKG : HPP GKP Rasio Harga Aktual GKG : Harga Aktual GKP
Satuan (Rp/kg) (%) (Rp/kg) (%)
Periode Berlakunya Inpres Perberasan April 07Mei-Des Jan-Des Jan-Agust April 08 08 09 ’10 2 640 2 000 2 200 2 400 10.00 10,00 9,09 3 100 2 350 2 557 2 708 14,00 8,81 5,91
(Rp/kg)
315
357
308
(%)
15,48
16,21
12,83
(Rp/kg) (%)
2 575
2 800 8,74
3 000 7,14
(Rp/kg)
2 691
2 918
3 067
8,44
5,11
(%) (Rp/kg)
116
118
67
(%)
4,50
4,21
2,24
1,27
1,27
1,25
1,15
1,14
1,13
660 25,00
3 300 10,00 3 400 11,00 100 3,00
1,25
1,10
5 060 HPP Beras (Rp/kg) 4 000 4 300 4 600 10,00 Persentase Kenaikan (%) 8,00 7,00 Harga Beras di Pasar Johar, Karawang : 6 125 - Kualitas Super (Rp/kg) 5 090 5 432 5 619 5 767 - Medium (Rp/kg) 4 752 5 090 5 291 5 357 - Kualitas Rendah (Rp/kg) 4 354 4 744 4 915 Sumber : Data Primer, 2010, diolah. Keterangan : Harga GKP dan GKG di tingkat Petani dan Pedagang, Kabupaten Karawang. Harga beras di tingkat Pasar Induk Cipinang
7
Gambar 1. Perkembangan HPP dan Harga Aktual Gabah Bulanan, 2007-2009 (Rp/kg).
Gambar 2. Perkembangan Harga Beras Medium, Harga Beras di Pasar Induk Cipinang 2.3. Pemasaran Gabah dan Beras Kabupaten Karawang Petani menghasilkan gabah dalam bentuk gabah basah di sawah. Gabah basah merupakan istilah yang digunakan petani untuk menyebutkan produk gabah yang baru dipanen tanpa dilakukan penjemuran. Jika sempat dijemur oleh petani sebelum dijual, petani menyebutnya gabah kering. Petani kemudian menjual gabah ke pedagang pengumpul atau langsung ke pedagang besar. Penjualan ke pedagang dilakukan melalui perantara “calo”, yaitu orang yang bertindak sebagai penguasa suatu wilayah yang kemudian meminta bagian uang dari hasil penjualan gabah petani, biasanya sebesar Rp. 50/kg gabah (Gambar 5). Pedagang 8
besar yang membeli gabah petani dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu pedagang bebas dan pedagang rekanan Dolog/Bulog. Penentuan harga beli gabah dari petani juga berdasarkan harga pasar yang berlaku saat itu.
Petani
G A
Calo
B Agen / Pengumpul
A H Pedagang
UPGB Bulog
B E R
Satgas Sub Divre
Rekanan
Dolog
Non Rekanan
Pedagang Lain
Pengecer
A S
Konsumen Gambar 5. Alur Pemasaran Gabah dan Beras di Kabupaten Karawang, 2009.
Para pedagang besar umumnya memiliki usaha penggilingan gabah-beras pribadi, terutama pedagang besar rekanan Dolog. Pedagang besar bebas melakukan proses penggilingan gabah menjadi beras, kemudian menjual beras ke pedagang besar dan pengecer di kota atau langsung menjual ke konsumen. Harga jual beras ditentukan harga pasar berlaku saat itu. Sedangkan pedagang besar rekanan Dolog, menjual dalam bentuk gabah sesuai kualitas GKG yang tertera dalam Inpres Perberasan yaitu kadar air maksimum 14 persen dan kadar hampa/kadar kotoran maksimum 3 persen. Harga yang diterima pedagang dari penyetoran GKG ke Dolog hanya satu harga, sesuai dengan Inpres Perberasan sebesar Rp. 3.345/kg. Pedagang berstatus kontrak putus dengan pihak Dolog tidak melakukan proses kerjasama lanjutan berupa penggilingan gabah menjadi beras. Sedangkan bagi pedagang rekanan yang mempunyai kontrak giling dengan pihak Dolog menerima kerjasama giling gabah yang telah disetorkan tersebut menjadi beras. Dengan pembelian gabah basah dari petani sebesar Rp. 2.500/kg, rendemen gabah-beras sebesar 65 persen dan HPP beras berdasarkan 9
Inpres No. 7/2009 adalah sebesar Rp. 5.060/kg, maka besar keuntungan penjualan per kg beras mencapai Rp. 217 (Tabel 6). Tabel 6. Marjin Keuntungan Pedagang Beras Rekanan Dolog di Kabupaten Karawang, 2010 (Rp/kg). No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Uraian Pembelian GKP dari Petani Biaya "calo" Biaya Buruh Bongkar Muat Ongkos Angkut Biaya "agen" Biaya Penjemuran Ongkos Giling Biaya Buruh Muat Ke Truk Ongkos Angkut Ke Gudang Dolog Rendemen Gabah Ke Beras (%) HPP Beras
Nilai 2.500 50 25 35 25 150 100 25 25 0,65
12 Marjin Keuntungan Sumber : Primer, 2010.
Jumlah 2.550 2.575 2.610 2.635 2.785 2.885 2.910 2.935 4.843 5.060
Jenis Produk GKP GKP GKP GKP GKP GKG GKG Beras Beras Beras Beras
217
Beras
Inpres Perberasan yang secara berkala dikeluarkan pemerintah memang menetapkan kualitas GKP di petani melalui kadar air dan kadar hampa yang masing-masing maksimum sebesar 25 persen dan 10 persen. Namun, kenyataan dilapangan tidaklah demikian, setidaknya petani padi di Provinsi Jawa Barat, bahwa selama musim panen raya Februari-Mei 2009 kualitas rata-rata GKP yang dijual petani adalah berkadar air 16-20 persen, kadar hampa 5-7 persen, kisaran harga yang berlaku adalah Rp. 2.500 – Rp. 3.000,- per kg (Tabel 8). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kualitas GKP yang ditransaksikan petani telah berada diatas HPP GKP. Kadar air dan kadar hampa gabah terendah masing-masing 9,63 persen dan 1,2 persen. Harga GKP tertinggi ini mencapai Rp. 3.500/kg. Sebaliknya, kadar air dan kadar hampa tertinggi yang tercatat dalam observasi yang dilakukan BPS adalah sebesar 24,90 persen dan 9,75 persen. Harga GKP terendah tercatat Rp. 2.400/kg, setara dengan HPP GKP saat itu. Tabel 8a. Perkembangan Harga dan Kualitas GKP di Petani di Provinsi Jawa Barat, Februari – Mei 2009. No.
Bulan
1
Februar i
2
3
Maret
April
Harga Rataan Tertinggi Terendah Rataan Tertinggi Terendah Rataan Tertinggi Terendah
Harga GKP di Petani (Rp/kg) 2 961 3 500 2 400 2 567 2 975 2 400 2 668 3 000 2 400
Kadar Air (%) 16,33 9,63 24,03 19,91 12,11 24,90 17,65 12,00 24,47
Kadar Hampa (%) 5,76 1,20 9,75 5,42 3,11 7,63 5,37 2,86 9,53
HPP GKP (Rp/kg) 2.400
2.400
2.400
Diatas HPP GKP (Rp/kg) 561 1 100 167 575 268 600 10
Rataan 2 639 Tertinggi 3 000 Terendah 2 400 Sumber : Dinas Pertanian, diolah, 2009. 4
Mei
18,66 13,50 24,20
6,35 3,18 9,60
2.400
239 600 -
Tabel 8b. Perkembangan Harga dan Kualitas GKP di Petani di Kabupaten Karawang, Februari – Mei 2010. No.
Bulan
Harga
Harga GKP di Petani (Rp/kg)
Rataan 2 967 1 Tertinggi 3 095 Terendah 2 838 Rataan 2 823 2 Maret Tertinggi 2 947 Terendah 2 698 Rataan 2 890 3 April Tertinggi 3 007 Terendah 2 772 Rataan 2 976 4 Mei Tertinggi 3 159 Terendah 2 792 Sumber : Dinas Pertanian, diolah, 2010. Febru ari
Kadar Air (%) 16,33 9,63 24,03 19,91 12,11 24,90 17,65 12,00 24,47 18,66 13,50 24,20
Kadar Hampa (%) 5,76 1,20 9,75 5,42 3,11 7,63 5,37 2,86 9,53 6,35 3,18 9,60
HPP GKP (Rp/kg) 2.640
2.640
2.640
2.640
Diatas HPP GKP (Rp/kg) 327 455 198 183 307 58 250 367 132 336 519 152
Dari ilustrasi diatas, terkesan bahwa karakteristik petani dan pola produksi komoditas padi merupakan unsur yang sangat berpengaruh terhadap sistem pasar komoditas tersebut. Secara umum, karakteristik pasar padi/gabah dicirikan sebagai berikut : Pertama, produksi padi bersifat musiman dan rentan terhadap cekaman alam. Usahatani secara intrinsik mengandung resiko produksi (production risk) yang tinggi. Resiko produksi padi yang tinggi dapat mempengaruhi ketahanan ekonomi keluarga petani, perekonomian desa maupun ketahanan pangan nasional. Kedua, dalam pemasaran hasil posisi tawar petani padi cenderung lemah, dikarenakan : (a) umumnya petani menjual padi segera setelah panen dalam bentuk gabah kering panen (GKP), dan bahkan secara tebasan; (b) petani dihadapkan pada kebutuhan uang tunai untuk penggarapan lahan pertanaman berikutnya, karena itu nilai tambah dari pasca panen lebih banyak dinikmati oleh para pedagang, dan (c) penawaran padi tidak elastik dan pasar padi tersegmentasi secara lokal. Ketiga, perpaduan antara produksi padi yang fluktuatif, dan penawaran padi yang tidak elastik menyebabkan fluktuasi harga padi di tingkat petani sangat tinggi dan tidak menentu. Ini berarti, disamping resiko produksi, petani padi juga menghadapi resiko harga (price risk) yang tinggi sehingga secara keseluruhan resiko usahatani padi sangat tinggi. Fluktuasi produksi dan harga padi juga merupakan resiko usaha bagi pedagang padi yang diinternalisasikan kedalam ongkos (marjin) pemasaran yang lebih tinggi. Keempat, Harga padi di tingkat konsumen dan di tingkat produsen (petani) bersifat asimetri. Ini berarti, peningkatan harga padi di tingkat konsumen tidak ditransmisikan secara sempurna ke harga padi di tingkat petani. Sedangkan penurunan harga padi di tingkat konsumen 11
ditransmisikan secara sempurna ke harga padi di tingkat petani. Dengan demikian, fluktuasi harga padi cenderung merugikan petani dan konsumen. 2.4. Kriteria Kualitas Dalam Transaksi Gabah di Tingkat Petani Dalam menentukan kriteria kualitas gabah basah dan gabah kering umumnya petani tidak menggunakan alat ukur untuk memastikan kualitas saat transaksi. Kualitas kedua jenis gabah tersebut ditentukan hanya menggunakan pengamatan dengan menggunakan penglihatan (secara visual). Hasil kajian menunjukkan kriteria visual yang digunakan petani untuk menentukan kualitas gabah basah dan kering adalah sebagai berikut : Tabel 4. Kriteria Penentuan Gabah Basah dan Gabah Kering Secara Visual Berdasarkan Persepsi Petani No. 1. 2. 3.
Kriteria Derajat Kualitas Warna Berwarna kuning bercahaya berarti baik Umur Panen 110 – 115 hari Kotoran Jerami Makin sedikit makin baik Gabah di remas atau ditimbang4. Makin berat makin baik timbang dengan tangan. 5. Kadar air Makin kering makin baik Sumber : Primer, 2010 Dari segi kualitas gabah yang dibeli dari petani, para pedagang memiliki kriteria sendiri dalam menilai kualitas gabah petani. Penentuan kualitas oleh pedagang tidak menggunakan alat pengukur kadar air atau alat lainnya, tetapi hanya menggunakan pengamatan secara visual, berdasarkan penglihatan dan pengalaman berdagang (Tabel 5). Dengan perbedaan kualitas berdasarkan persepsi petani dan pedagang, terkesan adanya komunikasi yang tidak simetris dalam bertransaksi dan cenderung merugikan petani dalam bertransaksi. Satu-satunya “bahasa” kualitas yang dipahami oleh petani, pedagang dan Dolog/Bulog dalam bertransaksi adalah pembedaan kualitas gabah/beras berdasarkan jenis butiran panjang dan butiran pendek-bulat. Butiran panjang dipahami oleh ketiga pihak yang bertransaksi sebagai kualitas gabah/beras yang lebih baik dan lebih mahal di pasaran dibandingkan butiran pendek-bulat. Kualitas butiran gabah/beras panjang atau bulat ini dapat berasal dari varietas padi yang berbeda. Tabel 5. Kriteria Penentuan Gabah Basah dan Gabah Kering Berdasarkan Persepsi Pedagang Kadar Air
Kadar Hampa
Rendemen Gabah
Harga
(%)
(%)
(%)
(Rp/kg)
Kualitas 1 (KW1)
19-24
1
65-70
2.500-2.550
Kualitas 2 (KW2)
24-25
8
64-65
2.350-2500
Kualitas 3 (KW3)
>25
17-30
64
2300-2.350
Kualitas
Sumber : Primer, 2010 Perbedaan persepsi terhadap kualitas gabah dalam proses transaksi jual beli antara petani dan pedagang menyebabkan sulitnya pendataan mengenai kualitas gabah yang ditransaksikan. Selain itu, saat bertransaksi, sangat jarang dan mungkin hampir tidak ada petani dan pedagang yang menggunakan alat ukur kadar air dan kadar hampa gabah. Barangkali inilah kelemahan mendasar dalam proses jual beli gabah antara petani dan pedagang, dan kelemahan ini sangat merugikan posisi petani dalam bertransaksi. 12
III. INDIKASI PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS 3.1. Luas serangan OPT, Kebanjiran dan Kekeringan Tabel 6. Luas Serangan OPT, Bencana Banjir dan Kekeringan di Kabupaten Karawang, Januari-Agustus, 2010 (ha) Bulan Januari Februari Maret April May Juni Juli Agustus
Luas Tanam (Ha) 54 998 76 307 70 130 61 088 46 515 40 481 68 089 69 225
OPT
Banjir
Kekeringan
830 2 424 0 1367 1 546 0 1246 5 0 1835 0 0 576 213 0 808 0 0 4 301 0 0 3 071 0 0 14 034 4 188 Total 486 833 (2,8) (0,8) 0 (0,0) Sumber : Dinas Pertanian, Kabupaten Karawang, 2010 Keterangan : Angka ( ) adalah persentase 3.2.
Puso
Jumlah (Ha)
879 363 130 508 480 0 0 49
4 133 (7,5) 3 276 (4,3) 1 381 (1,9) 2 343 (3,8) 1 269 (2,7) 808 (2,0) 4 301 (6,3) 3 120 (4,5)
2 409 (0,4)
20 631 (4,2)
Pengadaan dan Penolakan gabah-beras oleh Dolog/Bulog
Sesuai dengan Pedoman Umum Pengadaan Gabah/Beras Dalam Negeri Tahun 2009 di Lingkungan Perusahaan Umum (Perum) Bulog dinyatakan bahwa pengadaan gabah dan beras pada wilayah kerja, dalam hal ini, sub divisi regional (divre) Perum Bulog Karawang, dilakukan melalui tiga saluran yaitu : (1) mitra kerja pengadaan gabah dan beras yang dapat terdiri dari koperasi, non koperasi dan lembaga petani yang memiliki badan hukum; (2) unit pengelolaan gabah beras (UPGB); (3) Satuan Tugas pengadaan gabah dalam negeri (satgas ADA DN). A. Mitra Kerja Pengadaan Dalam Negeri Mitra kerja pengadaan gabah dalam negeri terdiri dari koperasi, non koperasi, lembaga petani yang memiliki badan hukum. Pada tahun 2009, mitra kerja pengadaan gabah dan beras bulog sub divre kabupaten karawang terdiri dari 84 mitra. Dari 84 mitra tersebut, hanya 57 mitra yang aktif melakukan transaksi jual beli gabah-beras. Pedagang gabah-beras rekanan Dolog seperti yang telah dijelaskan sebelumnya termasuk dalam golongan mitra kerja ini. Para mitra kerja ini dalam memenuhi kuota penyetoran gabah ke gudang Dolog yang telah disepakati dengan pihak Dolog diharuskan memenuhi kualitas gabah sesuai dengan Inpres Perberasan No. 7/2009 yaitu : kadar air maksimum 14 persen dan kadar hampa/kadar kotoran maksimum 3 persen. Harga yang berlaku juga hanya satu yaitu Rp. 3.345/kg GKG. Diluar kualitas tersebut, pihak Dolog tidak menerima setoran gabah dari mitra kerja. Demikian pula dengan penyetoran beras yang harus sesuai dengan ketentuan Inpres Perberasan.
13
B. Unit Pengelolaan Gabah Beras (UPGB) Unit Pengelolaan Gabah Beras (UPGB) adalah unit usaha yang mendukung kegiatan pelayanan publik dan pengembangan usaha Perum Bulog untuk memupuk keuntungan. UPGB Sub Divre Karawang ada 3 unit. UPGB melakukan pembelian gabah langsung ke petani atau ke pedagang dengan menggunakan patokan harga pasar yang berlaku saat transaksi. Jadi pembelian gabah oleh UPGB tidak terikat Inpres Perberasan. Dalam melaksanakan kegiatannya, UPGB dibekali dengan fasilitas pengeringan dan mesin penggilingan gabah-beras, sehingga dapat meningkatkan kualitas gabah yang dibeli dari petani. Setelah gabah memenuhi kualitas sesuai dengan ketentuan dalam Inpres Perberasan, UPGB melakukan penjualan gabah (GKG) ke Dolog dan menerima harga juga sesuai ketentuan Inpres. C. Satuan Tugas Operasional Pengadaan Beras Dalam Negeri (Satgas ADA DN) Satuan Tugas Pengadaan Beras Dalam Negeri (Satgas ADA DN) dapat dibentuk oleh Kepala Divisi Regional (Kadivre) atau Kepala Sub Divisi Regional (Kasubdivre) dalam rangka pengamanan harga di tingkat petani dan pencapaian prognosa pengadaan dalam negeri dengan mempertimbangkan kondisi obyektif di masing-masing wilayah kerja. Jadi Satgas ADA DN (Satgas Sub Divre) ini tidak selalu ada pada tiap musim panen, tergantung kebutuhan. Jika dibentuk, dalam pelaksanaan tugasnya, Satgas Sub Divre melakukan pembelian gabah langsung ke petani. Harga beli gabah petani oleh Satgas Sub Divre sesuai dengan kualitas gabah dan berpedoman pada Tabel Rafaksi yang diterbitkan oleh Departemen Pertanian. Satgas Sub Divre ini kemudian melakukan penyesuaian kualitas gabah agar sesuai kualitas penjualan ke gudang Dolog. Usaha yang dilakukan Satgas biasanya adalah melakukan penyewaan lantai jemur untuk melakukan penjemuran, atau dapat menyewa blower, atau mesin pengering lainnya. Satgas Sub Divre tidak dibekali fasilitas pengeringan gabah sehingga harus bekerjasama dengan pihak pengusaha penggilingan gabah-beras. Selain gabah, Satgas Sub Divre juga dapat membeli beras dari pedagang. Setelah memenuhi kualitas gabah Dolog, Satgas dapat melakukan penjualan ke gudang Dolog seperti pedagang rekanan. Dari tiga saluran pengadaan gabah dan beras Dulog tersebut, jumlah pengadaan terbesar berasal dari mitra kerja. Pangadaan gabah dari mitra kerja selama tahun 2009 mencapai 62.241 ton atau 99,42 persen dari total pengadaan. Sementara pengadaan beras mencapai 43.707 ton atau 87,13 persen. Pengadaan gabah dan beras oleh UPGB dan Satgas Sub Divre jumlahnya sangat kecil sekali. Pengadaan gabah oleh UPGB pada tahun 2009 mencapai 361 ton atau hanya 0,58 persen, sementara beras mencapai 2.970 ton atau 5,92 persen. Tidak ada pengadaan gabah dari Satgas Sub Divre Karawang pada tahun 2009, sedangkan pengadaan beras mencapai 3.485 ton atau 6,95 persen (Tabel 7). Dari Tabel 7 juga dapat dilihat bahwa pembelian gabah dan beras dominan dilakukan pada musim panen raya yaitu pada periode Maret-Mei dan pada musim panen gaduh periode September-Oktober.
14
Tabel 7a. Pengadaan Gabah Oleh Sub Divisi Regional Karawang Perum Bulog, 2009 (ton). Sumber Pengadaan Bulan
Mitra Kerja Gabah
Satgas Sub Divre
Beras
Gabah Beras Januari Februari 10 Maret 8 897 6 608 500 April 20 647 12 860 981 Mei 17 614 12 851 714 Juni 6 338 6 324 315 Juli 1 229 3 118 933 Agustus 300 620 42 September 2 695 255 Oktober 4 106 852 Nopember 405 219 Desember Total 62 241 43 707 3.485 Persentase 99,42 87,13 6,95 Sumber : Dolog Sub Divre Karawang, 2010 (diolah).
Jumlah Unit Pengelolaan Gabah Beras Gabah Beras Gabah Beras 10 8 897 7.108 237 870 20 884 14 711 120 1.770 1 7 734 15 335 5 330 6 343 6 969 1 229 4 051 300 662 2 695 255 4 106 852 405 219 361 2.970 62 602 50 162 0,58 5,92 100,00 100,00
Tabel 7b. Pengadaan Gabah Oleh Sub Divisi Regional Karawang Perum Bulog, Januari Agustus, 2010 (ton). Sumber Pengadaan Bulan
Mitra Kerja
Satgas Sub Divre
Gabah Beras Gabah Beras Januari Februari Maret 780 1 978 43 April 7 884 9 463 185.3 1 756 Mei 6 893 12 196 114.7 2 431 Juni 3 214 4 872 794 Juli 51 643 107 Agustus September Oktober Nopember Desember Total 18 823 29 152 300 5 130 Persentase 91.27 80.62 1.45 14.19 Sumber : Dolog Sub Divre Karawang, 2010 (diolah).
Jumlah Unit Pengelolaan Gabah Beras Gabah Beras Gabah Beras 50 71 830 2 092 800 619 8 870 11 838 560 822 7 568 15 449 90 356 3 304 6 022 11 51 761 1 500 1 880 20 623 36 162 7.27 5.20 100.00 100.00 15
Tabel .
2009
Penyetoran dan Penolakan Gabah dan Beras Dalam Negeri Bulanan oleh Bulog Sub Divisi Regional Karawang, 2009-2010 (ton). Jumlah Penyetoran
Jumlah Penolakan
Gabah 10 8 897 20 884 17 734 6 343 1 229 300 2 695 4 106 405 830 8 870 7 568 3 304 51
Gabah 256 533 485 137 25 15 108 116 -
Beras
Beras
Persentase penolakan (%) Gabah Beras 2,7 2,8 2,4 4,7 2,6 2,5 2,1 3,4 1,9 3,1 4,7 3,4 3,8 0,0 2,7 7,6 0,0 3,9
Januari Februari Maret 7 108 207 April 14 711 738 Mei 15 335 406 Juni 6 969 246 Juli 4 051 133 Agustus 662 24 September 255 Oktober 852 71 Nopember 219 9 Desember 2010 Januari Februari Maret 2 092 3,3 4,9 571 1 452 April 11 838 Mei 15 449 5,1 4,8 Juni 6 022 181 308 51 5,2 Juli 761 42 Agustus Total 2,6 3,5 2009 62 602 50 162 1 674 1 834 2,5 3,4 Jan-Agst 2009 55 396 48 836 1 450 1 754 3,5 4,7 2010 20 623 36 162 752 1 803 Sumber : Dolog Sub Divre Karawang, diolah. Keterangan : Persentase jumlah penolakan dihitung dari total pengadaan (Penyetoran + Penolakan).
16
3.3.
Harga gabah dan beras bulanan di tingkat pedagang/penggilingan .... (Grafik .....) IV. STOCK GABAH-BERAS PETANI
Tabel 1. Data Perolehan Gabah Kering Giling dan Alokasinya Pada Tiap-Tiap Rumahtangga Tani di Provinsi Jawa Barat, 2009/2010. No .
MH Uraian
Volume (kg)
% Thd Produksi
MK Volume (kg)
% Thd Produksi
Jumlah GKG : 1 2
Produksi Konsumsi Rumahtangga
4.243
3
Penggunaan Lain-Lain
100,0
3.804
100,0
411
9,7
472
12,4
615
14,5
505
13,3
4 Dijual 3.216 75,8 2.828 74,3 Keterangan : Jumlah responden 50 orang pada tiga kabupaten (Subang, Karawang dan Indramayu) Sumber : Tim PATANAS PSEKP 2010 VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 1. Tabel Rafaksi sangat baik digunakan sebagai pedoman dalam menghubungkan kualitas dan harga gabah, namun tidak digunakan oleh petani dan pedagang. Petani dan pedagang telah mempunyai persepsi masing-masing tentang kualitas GKP. Sementara HPP GKP, HPP GKG dan HPP Beras hanya benar-benar digunakan dalam transaksi antara pedagang rekanan dengan Dolog/Bulog. 2. Di Provinsi Jawa Barat, selama musim panen raya Februari-Mei 2009 kualitas rata-rata GKP yang dijual petani adalah berkadar air 16-20 persen, kadar hampa 5-7 persen, kisaran harga yang berlaku adalah Rp. 2.500 – Rp. 3.000,- per kg. 3. Saat ini kondisi ekonomi makro yang dihadapi Indonesia cukup sulit, dan sangat terbatasnya kemampuan keuangan pemerintah untuk mendukung setiap kebijakan. Segala bentuk kebijakan yang yang menghendaki topangan subsidi pemerintah agak berat untuk disediakan pembiayaannya. Karena itu, rumusan kebijakan harus menghindari perlunya dukungan dana pemerintah yang besar. Oleh karena itu, penerapan kebijakan HPP yang bervariasi menurut kualitas dipandang kurang relevan dan tidak akan efektif.
17