BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi akibat adanya permintaan untuk memenuhi kebutuhan lahan bagi sektor lain. Jika hutan dialihfungsikan menjadi bukan hutan (seperti lahan kebun, sawah, permukiman), akan menyebabkan penurunan kerapatan dan hilangnya karbon pada vegetasi hutan. Peran hutan sebagai ekosistem dan tempat penyimpanan karbon (carbon sink) menjadi menurun. Tumbuhan mampu menyerap gas karbondioksida (CO2 ) dari udara melalui proses fotosintesis, dan menyimpannya dalam bentuk karbon organik. Menurut Hairiah dan Rahayu (2007) hutan alami dengan keragaman jenis tumbuhan berumur panjang dengan seresah yang banyak merupakan gudang penyimpan karbon tertinggi bila dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan pertanian. Namun karbon tersimpan pada hutan beresiko teremisi akibat dari kebakaran hutan, pembalakan, atau alih fungsi hutan menjadi bukan hutan. Lepasnya karbon dari berbagai kantung karbon (carbon pools) ke udara berkaitan dengan peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer. Gas CO2 sering disebut sebagai gas rumah kaca (GRK) karena cenderung menyerap radiasi pada wilayah sinar inframerah jauh. Wilayah ini berkaitan dengan pemanasan termal yang berfungsi untuk menahan sementara dan mengumpulkan panas didalam atmosfer (Indarto, 2014). Interaksi antara gas
1
CO2 dengan radiasi sinar matahari di atmosfer menimbulkan efek rumah kaca dan meningkatnya suhu udara di permukaan bumi. Tingginya serapan radiasi sinar matahari oleh GRK di atmosfer dipengaruhi oleh besarnya pantulan atau serapan radiasi oleh permukaan bumi, karena radiasi matahari yang sampai ke permukaan bumi akan mengalami pemantulan dan penyerapan (Kimmins, 2004; Akbari, 2008). Semua jenis penutupan lahan di permukaan bumi memiliki pantulan radiasi (albedo) bervariasi sesuai karakteristik objeknya (Akbari, 2008). Perubahan penutupan lahan di berbagai wilayah Indonesia sangat dinamis serta bervariasi tingkatanya. Selama 5 tahun terakhir, wilayah Indonesia masih mengalami penurunan luas tutupan hutan yang cukup tinggi. Berdasarkan analisis Forest Watch Indonesia (2014) kehilangan tutupan hutan alam di Indonesia pada periode 2009-2014 adalah sekitar 4,50 juta hektar dan laju kehilangan hutan alam sekitar 1,13 juta hektar per tahun. Menurut Hairiah dan Rahayu (2007) konversi hutan alam menjadi hutan sekunder di Jambi menyebabkan hilangnya karbon sekitar 200 Mg/ha, dimana kehilangan terbesar terjadi di atas permukaan tanah karena banyak pohon yang dibakar. Apabila hutan sekunder dikonversi kembali menjadi lahan pertanian intensif (tanaman semusim monokultur), kehilangan karbon sekitar 400 Mg/ha (di atas permukaan tanah) dan sekitar 25 Mg/ha (di dalam tanah). Pemantauan terhadap perubahan penutupan lahan sangat penting dilakukan untuk memonitor kondisi sumberdaya hutan dan lahan dalam rentang waktu tertentu. Dinamika karbon, sebagai hilangnya karbon (emission) akibat deforestasi
2
dan degradasi lahan, serta penambahan karbon (sequestration) akibat adanya pertumbuhan dan regenerasi tumbuhan perlu dihitung karena berkaitan dengan perubahan stok karbon pada suatu wilayah, walaupun menurut Hendricks dan Turkenburg (1997); IPCC (2001) kebanyakan penaksiran dan asumsi diyakini belum pasti untuk banyak ekosistem. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk merupakan salah satu DAS yang berada di Pulau Jawa, terbentang dari Kabupaten Garut sampai Kabupaten Indramayu. Sub DAS Cimanuk Hulu yang terletak di bagian hulu DAS Cimanuk, memiliki peran penting sebagai daerah resapan air serta perlindungan sumber mata air. Vegetasi tumbuhan di wilayah Sub DAS Cimanuk Hulu juga sekaligus berperan sebagai penyerap dan penyimpan karbon. Berbagai penutupan lahan di wilayah DAS berkaitan dengan fungsi dan penggunaan lahan oleh pemilik atau pemangku lahan tersebut. Kondisi DAS Cimanuk saat ini cenderung menurun, ditandai dengan meningkatnya sedimentasi dan tingginya fluktuasi debit air. Hal tersebut tentu saja terkait dengan keadaan vegetasi penutup lahan di wilayah tersebut. Pemerintah berupaya memulihkan kembali kondisi DAS, salah satunya melalui kegiatan penanaman rehabilitasi hutan dan lahan (RHL). Belum tersedianya informasi mengenai simpanan karbon serta dinamika perubahannya di wilayah Sub DAS Cimanuk Hulu selama sepuluh tahun terakhir, perlu dilakukan penelitian dengan metode yang efektif dan efisien mengingat cakupan wilayahnya yang luas. Simpanan karbon pada berbagai penutupan lahan di Sub DAS Cimanuk Hulu dapat diduga melalui metode penginderaan jauh, yaitu melalui pengukuran biomassa berdasarkan karakteristik penutupan lahan.
3
Penginderaan jauh mampu memberikan informasi mengenai penutupan lahan, kondisi hutan, penggunaan dan potensi lahan, serta dikaitkan dengan volume tegakan dan biomassa (Howard, 1996). Penginderaan jauh tidak dapat mengukur biomassa secara langsung, tetapi menduganya dari hubungan karakteristik hutan di lapangan dengan reflektansi tutupan lahan pada citra satelit (Brown et al., 1989). Keunggulan metode penginderaan jauh bila dibandingkan dengan cara terestrial, diantaranya dapat meyediakan data dan informasi spasial permukaan bumi secara dinamis dengan cakupan wilayah yang luas.
1.2 Rumusan Masalah Adanya penurunan luas penutupan lahan di Sub DAS Cimanuk Hulu akibat alih fungsi dan penggunaan lahan akan menyebabkan emisi karbon, sekaligus menurunkan kemampuan lahan dalam menyerap gas karbondioksida (CO2 ) dari udara oleh tumbuhan. Kegiatan penanaman melalui rehabilitasi hutan dan lahan di wilayah Sub DAS Cimanuk Hulu yang dimulai sejak tahun 2003, diperkirakan dapat menambah simpanan karbon dan serapan (CO2 ) melalui vegetasi tanaman. Dalam rangka mengetahui dinamika penutupan lahan dan simpanan karbon di wilayah Sub DAS Cimanuk Hulu selama sepuluh tahun terakhir, diperlukan informasi mengenai penutupan lahan dan taksiran simpanan karbon pada rentang waktu tahun 2003 sampai 2014 dengan metode efektif dan efisien mengingat cakupan wilayahannya yang cukup luas. Penginderaan jauh dan SIG dapat digunakan untuk menganalisa perubahan penutupan lahan dan menduga
4
simpanan karbon melalui model hubungan karakteristik hutan di lapangan dengan reflektansi penutupan lahan pada citra satelit. Teknologi penginderaan jauh bersama Sistem Informasi Geografis mampu menganalisa suatu wilayah dengan data dinamis serta cakupannya yang luas. Berdasarkan kondisi tersebut, permasalahan dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana dinamika penutupan lahan di wilayah Sub DAS Cimanuk Hulu pada rentang waktu tahun 2003 sampai 2014? 2. Bagaimana model penduga simpanan karbon dari hubungan antara nilai indeks vegetasi dengan nilai simpanan karbon di wilayah Sub DAS Cimanuk Hulu? 3. Adakah kontribusi tanaman rehabilitasi terhadap peningkatan simpanan karbon di wilayah Sub DAS Cimanuk Hulu selama tahun 2010 sampai 2014? 4. Bagaimana potensi dan dinamika simpanan karbon pada berbagai tipe penutupan lahan tahun 2003, 2009, dan 2014 di wilayah Sub DAS Cimanuk Hulu?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisa penutupan lahan tahun 2003, 2009, dan 2014 di wilayah Sub DAS Cimanuk Hulu menggunakan penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis; 2. Memodelkan hubungan antara nilai indeks vegetasi dengan nilai simpanan karbon menggunakan data penginderaan jauh;
5
3. Mengestimasi
kontribusi
nilai
karbon
tanaman
rehabilitasi
terhadap
peningkatan simpanan karbon di wilayah Sub DAS Cimanuk Hulu selama tahun 2010 sampai 2014. 4. Memetakan dugaan potensi dan dinamika simpanan karbon pada berbagai tipe penutupan lahan tahun 2003, 2009, dan 2014 di wilayah Sub DAS Cimanuk Hulu;
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi penginderaan jauh untuk inventarisasi GRK; 2. Menyediakan informasi sebaran potensi simpanan karbon tahun 2003, 2009, dan 2014 di wilayah Sub DAS Cimanuk Hulu; 3. Menyediakan informasi mengenai potensi dan peranan tanaman rehabilitasi terhadap peningkatan simpanan karbon di wilayah Sub DAS Cimanuk Hulu bagi pelaksana kegiatan rehabilitasi; 4. Sebagai bahan referensi bagi penelitian berikutnya pada bidang kajian yang sama.
1.5 Batasan Operasional 1. Biomassa adalah total berat kering tanur vegetasi (Badan Standarisasi Nasional, 2011);
6
2. Karbon adalah unsur kimia yang memiliki nomor atom 6 (C6) (Badan Standarisasi Nasional, 2011); 3. Carbon pools adalah bagian atau tempat karbon tersimpan (Badan Standarisasi Nasional, 2011); 4. Simpanan karbon (carbon stock) adalah besaran karbon yang terakumulasi dalam kantung karbon (carbon pools) di darat dan laut dalam jangka waktu tertentu; 5. Rosot karbon (Carbon sink) adalah media atau tempat penyerapan dan penyimpanan karbon dalam bentuk bahan organik, vegetasi hutan, laut, dan tanah. 6. Gas rumah kaca (GRK) adalah gas-gas dalam atmosfer baik alami maupun antropogenik, yang dapat menyerap dan memancarkan kembali radiasi; 7. Emisi Gas Rumah Kaca adalah lepasnya gas CO2 ke atmosfer pada suatu areal tertentu dalam jangka waktu tertentu (Perpres no 71 tahun 2011); 8. Efek rumah kaca (greenhouse effect) adalah efek yang ditimbulkan gas rumah kaca (GRK) ketika gas-gas seperti gas CO2 menahan radiasi balik matahari yang dipancarkan bumi dalam bentuk panas sehingga memanaskan atmosfer bumi; 9. Penyerapan karbon (carbon sequestration) adalah proses pengikatan gas CO2 di atmosfer oleh tanaman berkhlorofil melalui fotosintesis, kemudian disimpan dalam bentuk biomassa pada setiap bagian tanaman;
7
10. Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem informasi yang didukung komputer,
dapat
membuat
masukan,
manipulasi,
menganalisa,
dan
menayangkan luas dan distribusi klasifikasi penutupan lahan; 11. DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan tata air yang terbentuk secara alami, batas di darat merupakan pemisah topografis; 12. Rehabilitasi hutan adalah kegiatan yang disengaja dengan tujuan regenerasi pohon, baik secara alami maupun buatan di atas lahan berupa padang rumput, semak belukar, atau wilayah tandus yang dulunya berhutan (Nawir et al., 2008); 13. Penutupan lahan adalah kondisi permukaan bumi yang menggambarkan kenampakkan penutupan lahan.
8