BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Perubahan iklim telah menyebabkan terjadinya perubahan cuaca ekstrim. IPCC
(2007) dalam Dewan Nasional Perubahan Iklim (2011) menyebutkan bahwa dampak perubahan iklim telah menyebabkan terjadinya kenaikan temperatur air laut, meningkatnya kejadian cuaca ekstrim, terjadinya perubahan pola curah hujan, perubahan aliran sungai dan perubahan pola sirkulasi angina dan arus laut serta terjadiya kenaikan muka air laut. Dampak dari cuaca dan iklim ekstrim ini tergantung dari besarnya fenomena alam yang terjadi, kerentanan dan exposure (IPCC, 2012). Indonesia adalah negara yang memiliki dua musim yaitu musim panas dan musim penghujan. Indonesia juga merupakan salah satu Negara yang tidak terlepas dari dampak terjadinya perubahan iklim. Kondisi ini telah mengakibatkan ancaman bencana seperti banjir dan kekeringan. Wilayah yang memiliki ancaman banjir hampir tersebar diseluruh wilayah di Indonesia. Kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Semarang dan juga wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo dan DAS Benannain di Nusa Teggara Timur secara historis sering mengalami banjir (Rencana Nasional Penangguangan Bencana 2010-2014). Setiap wilayah memiliki kondisi geografis yang berbeda-beda. Banjir yang terjadi disuatu wilayah berbeda tipe dan jenisnya tergantung karakteristik wilayahnya. Kota Surakarta merupakan salah satu kota di Pulau Jawa yang rentan terhadap terjadinya banjir. Banjir yang terjadi dapat disebabkan karena meluapnya Sungai Bengawan Solo maupun karena terjadinya genangan sebagai dampak dari curah hujan yang tinggi. Menurut sejarahnya pada tahun 1966, Kota Surakarta pernah mengalami banjir besar dan menggenang hingga alun-alun Kota Surakarta. Sejarah terjadinya banjir di Kota Surakarta antara lain Bulan Maret 1966, Maret 1968, Maret 1973, Februari 1974, Maret 1975, Januari 1985, Februari 1993, Desember 2007, Maret 2008, Februari 2009, tahun 2012 dan januari 2013 (Zein, 2010). Berikut disajikan 1
Gambar 1.1 Peta Banjir tahun 1966 dan 2007 dan Gambar 1.2 Kejadian Banjir di Kota Surakarta tahun 1966.
Peta Banjir Kota Surakarta
:Banjir pada Bulan Maret, 1966 :Banjir pada Bulan Desember 2007, dan Maret 1966
Gambar 1. 1 Peta Banjir di Kota Surakarta Tahun 1966 dan 2007 (Sumber : Setiyarso 2009 dalam Zein, 2010)
2
Gambar 1. 2 Banjir Kota Surakarta tahun 1966 (Sumber : http://.wisatasolo.com/)
Curah hujan yang tinggi pada tahun 2007 telah menyebabkan banjir karena meluapnya Sungai Bengawan Solo di kawasan perkotaan Kota Surakarta. Banjir yang terjadi telah menggenangi dua belas (12) kelurahan di Kota Surakarta yang berada di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo dan menyebabkan ribuan rumah mengalami kerusakan (Pemerintah Kota Surakarta, 2012). Banyaknya masyarakat yang bertempat tinggal di kawasan sempadan Sungai Bengawan Solo Kota Surakarta tidak terlepas dari perkembangan kota yang semakin pesat. Permukiman di bantaran Sungai Bengawan Solo ini, merupakan permukiman kumuh dan umumnya masyarakat yang bertempat tinggal disana berkerja pada sector informal. Banjir pada akhir tahun 2007 menimbulkan kerusakan rumah dan infrastruktur yang sangat tinggi (Tabel 1.1). Pasca terjadinya banjir akhir tahun 2007, Pemerintah Kota Surakarta memiliki program penanganan banjir yaitu program perbaikan rumah bagi masyarakat yang berada diluar kawasan sempadan sungai dan relokasi bagi warga yang berada di kawasan sempadan Sungai Bengawan Solo. Program ini merupakan bentuk rehabilitasi dan rekonstruksi dalam penyelenggaraan penanggulangan pasca bencana, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana.
Pemerintah
Kota
Surakarta
sebenarnya
sudah
menyediakan lahan bagi warga yang direlokasi, namun hal tersebut ditolak oleh masyarakat. Lokasi relokasi diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat. Relokasi ini dapat disebut sebagai relokasi mandiri karena masyarakat sendiri yang mencari lokasi 3
relokasi. Mereka dapat melakukan relokasi secara individu maupun berkelompok. Mayoritas masyarakat melakukan relokasi secara berkelompok. Daerah tujuan relokasi rata-rata terdapat di Kelurahan Mojolaban dan Kelurahan Grogol Kabupaten Sukoharjo (Gambar 1.3). Tabel 1. 1 Data Kerusakan Bangunan Pasca Banjir Tahun 2007 No.
Kelurahan
Bantaran
Luar Bantaran Berat
Ringan
Total Jumlah
kerusakan
1
Pucang Sawit
300
282
342
624
924
2
Sewu
363
101
121
222
585
3
Sangkrah
294
114
134
248
542
4
Semanggi
339
93
101
194
533
5
Joyosuran
57
406
491
897
954
6
Jebres
218
118
139
257
475
7
Gandekan
0
10
10
20
20
8
Jagalan
0
464
527
991
991
9
Sudiroprajan
0
35
40
75
75
10
Pasar Kliwon
0
0
7
7
7
11
Kedung Lumbu
0
62
71
133
133
12
Joyontakan
0
505
624
1129
1129
1572
2190
2607
4797
6368
Jumlah
Sumber : Pemerintah Kota Surakarta, 2012
4
Gambar 1. 3 Lokasi Relokasi (Sumber : Pemerintah Kota Surakarta, 2012) Relokasi masyarakat yang bertempat tinggal di bantaran Sungai Bengawan Solo Kota Surakarta memang harus dilakukan untuk menghindari munculnya korban jika terjadi banjir. Kawasan ini memiliki kerentanan dan ancaman banjir yang sewaktuwaktu dapat terjadi jika musim penghujan. Pemerintah Kota Surakarta berencana mengembalikan fungsi utama dari kawasan sempadan sungai
yang merupakan
kawasan lindung harus dikembalikan. Program relokasi mulai dilakukan sejak tahun 2008. Umumnya masyarakat memilih sendiri lokasi relokasi baik itu secara individu maupun kolektif yang tersebar di Kota Surakarta, Kabupaten Sukoharjo dan sekitarnya. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kerentanan yang ada di lokasi sebelum relokasi dan yang sudah direlokasi. Penelitian yang dilakukan berjudul ‘Kerentanan sosial terhadap banjir dan aset penghidupan masyarakat bantaran Sungai Bengawan Solo Kota Surakarta paska relokasi mandiri’. 1.2
Perumusan Masalah Banjir yang terjadi di Kota Surakarta disebabkan karena meluapnya Sungai
Bengawan Solo. Banjir ini terjadi setiap tahun dan telah menyebabkan masyarakat setempat memiliki cara tersendiri untuk beradaptasi terhadap banjir. Banjir besar yang terjadi pada akhir tahun 2007 telah menyebabkan banyak kerusakan rumah dan infrastruktur sehingga masyarakat yang terkena dampak banjir harus mengungsi. 5
Banjir yang terjadi di bantaran Sungai Bengawan Solo telah menggenangi 12 (dua belas) kelurahan di Kota Surakarta. Bencana banjir ini mendorong Pemerintah Kota Surakarta mencanangkan program untuk pengembalian fungsi utama kawasan sempadan sungai dengan melaksanakan program relokasi masyarakat yang bermukim di sempadan sungai. Program relokasi mulai dijalankan oleh Pemerintah Kota Surakarta sejak tahun 2008. Program ini dibagi menjadi 2 (dua) kriteria yaitu relokasi warga yang memiliki tanah hak milik dan relokasi warga yang menempati tanah milik negara. Masyarakat yang menempati tanah hak milik adalah masyarakat yang menempati tanah dan memiliki bukti kepemilikan sertifikat tanah, sedangkan warga yang mnempati tanah negara adalah warga yang menempati tanah milik negara. Akhir tahun 2012, sebanyak 993 rumah yang berada pada tanah milik negara sudah direlokasi dan selanjutnya awal tahun 2013 melanjutnya proses relokasi bagi warga yang memiliki hak milik (Pemerintah Kota Surakarta, 2012). Terdapat perbedaan ganti rugi kepada masyarakat yang menempati tanah negara dan tanah hak milik. Bagi masyarakat yang menempati tanah negara mereka diberikan bantuan hibah masing-masing untuk membeli tanah Rp.12.000.000,-, untuk pembangunan rumah Rp. 8.500.000,- dan yang membeli tanah secara bersama-sama diberikan bantuan untuk membangun fasilitas umum sebesar Rp.1.800.000,-. Penetapan ganti rugi untuk hak milik tanah dilakukan dengan cara musyawarah, negosiasi dan permufakatan antara Tim Negosiasi dengan pemegang hak milik, dimana sebelumnya telah dilakukan verifikasi dan penilaian harga tanah yang dilakukan lembaga independen yang ditunjuk. Proses ganti rugi hak milik tanah membutuhkan waktu yang lama, lebih rumit dan proses ini baru dimulai tahun 2012 (Pemerintah Kota Surakarta, 2012). Masyarakat yang memiliki hak milik tanah hingga kini masih bertahan disana dan mereka memiliki ancaman bencana banjir karena sewaktu-waktu banjir dapat terjadi.
6
Bagi masyarakat yang sudah direlokasi, mereka bertempat tinggal di lokasi yang baru. Berpindah lokasi dan bertempat tinggal di lokasi yang baru menyebabkan masyarakat mengalami perubahan kondisi penghidupan (livelihood) mereka. Kondisi perubahan penghidupan mereka dapat dilihat dari perubahan aset yang mereka miliki antara lain modal sosial (social capital), modal fisik (physical capital), modal alam (natural capital), modal keuangan (financial capital) dan modal manuisa (human capital). Perubahan penghidupan dari modal sosial dapat dilihat dari perpindahan ke lokasi baru menyebabkan sebagian dari mereka kehilangan tetangga dan sebagai bentuk dari perubahan pada financial capital adalah kehilangan pekerjaan karena lokasi yang baru berada jauh dari tepat kerja. Pada lokasi yang baru mereka harus memulai penghidupan yang baru. Lokasi relokasi baru tersebar dibeberapa wilayah di Kota Surakarta dan Kabupaten Sukoharjo. Berdasarkan pada rumusan masalah yang sudah dijelaskan, maka pertanyaan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat kerentanan sosial (social vulnerability assessment) masyarakat yang bertempat tinggal di sempadan Sungai Bengawan Solo paska relokasi? 2. Bagaimana aset penghidupan (livelihood asset) masyarakat paska terjadinya relokasi? 3. Bagaimana strategi yang sesuai dalam menurunkan kerentanan terhadap bencana banjir? 1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang berjudul Kerentanan sosial terhadap banjir dan aset
penghidupan masyarakat bantaran Sungai Bengawan Solo Kota Surakarta paska relokasi mandiri antara lain : 1. Menilai tingkat kerentanan sosial masyarakat yang bertempat tinggal di sempadan Sungai Bengawan Solo Kota Surakarta ; 2. Mengetahui aset penghidupan (livelihood asset) masyarakat paska relokasi; 7
3. Menyusun strategi dalam menurunkan kerentanan terhadap bencana banjir. 1.4
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian terkait pengembangan keilmuan antara lain : 1. Menyajikan informasi terkait dengan tingkat kerentanan sosial dan aset penghidupan di kawasan rawan bencana banjir di sempadan Sungai Bengawan Solo Kota Surakarta; 2. Memberikan referensi pada bidang ilmu geografi terutama dalam aspek kebencanaan; 3. Memberikan rekomendasi kepada instansi yang terkait baik pemerintah maupun swasta dalam menyusun kebijakan terkait dengan kawasan rawan bencana dan terkait dengan relokasi.
8