KAJIAN PENGELOLAAN ORANG UTAN (Poizgopygwzaeuspygiiznele, L) DI KEBUN BINATANG RAGUNAN JAKARTA
AGAT NOPRIANTO
DEPARTENEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2004
RINGKASAN AGAT NOPRIANTO. Kajian Pengelolaan Orang utan (Pongo pygmneus pygmaezrs, L) di Kebun Binatang Ragunan. Dibimbing oleh Burhanuddin M a ~ y ' ~dan d Dories Rinaldi. Perkembangan dunia kehutanan semakin meningkat diikuti dengan pertumbuhan penduduk yang semakain pesat. Pembukaan hutan sekarang semakin banyak terjadi, akibatnya banyak habitat orang utan berkurang menyebabkan populasi orang utan semakin berkurang, disamping disebabkan adanya perburuan liar, koleksi ilmiah dan koleksi pribadi. Maka tindakan yang perlu dilakukan yaitu melakukan tindakan konservasi agar populasi orang utan tidak punah seperti yang telah dilakukan Kebun Binatang Ragunan. Penelitian bertujuan mengetahui pengelolaan orang utan, meliputi populasi, perkandangan, makanan, perkembangbiakan dan perawatan kesehatan di Kebun Binatang Ragunan, sehingga dapat memberikan manfaat berupa data serta informasi mengenai manajemen pengelolaan di Kebun Binatang Ragunan. Pengambilan data meliputi kondisi fisik lingkungan, dan sejarah lokasi penelitian, populasi orang utan, pengandangan, makanan, perkembangbiakan dan perawatan kesehatan dan penyakit. Analisis data kuantitatif menggunakan metode rataan, yang meliputi rata-rata umur, rata-rata jumlah makanan per hari per individu, kemudian populasi orang utan, perkandangan, manajemen pemberian makanan, perkembangbiakan, dan perawatan kesehatan akan dianalisis secara deskriptif. Saat ini (April 2003) KBR memiliki koleksi orang utan sebanyak 48 ekor orang utan. Orang utan tersebut ditempatkan pada tiga tempat yang berbeda yaitu dikandang A (Mangden) sebanyak 36 ekor dengan rincian anak-anak 18 ekor, remaja 11 ekor dan dewasa 7 ekor, kandang B (Asmawi) sebanyak 4 ekor dan kandang C sebanyak 8 ekor. Pengamatan perilaku di kandang peragaan didapat bahwa perilaku yang sering dilakukan orang utan adalah perilaku istirahat sebanyak 166 menit (34,6%) dengan frekuensi 45 kali. Perilaku kawin orang utan di kandang peragaan sebesar 7,05 % dengan frekuensi 11 kali dalam sehari. Perilaku kawin kebanyakan berlangsung secara tidak sempuma. Menurut data dari tahun 1966-2003 angka kelahiran cukup rendah yaitu sebanyak 16 ekor. Penyebabnya antara lain kebanyakan orang utan berumur remaja dan anak-anak, sedangkan untuk orang utan dewasa pengelola Ragunan hanya menempatkan orang utan sebagian saja hanya berpasangan dan jarak antara kelahiran sangat lama yaitu lima tahun. Angka kematian orang utan pada tahun yang sama yaitu 23 ekor. Hal ini disebabkan oleh kurangnya penanganan kesehatan dan penyakit, selain itu bentuk dan model kandang yang tidak sesuai dengan habitat aslinya sehingga tidak mendukung selama tnasa adaptasi. Perkandangan yang ada di Kebun Binatang Ragunan terdiri dari tiga jenis knndang, yaitu : kandang pcragaan, kandang istirahat dan kandang karantina dengan p i n c i a n 3 buah kar~dangperagaan, 20 kandang istirahat, dan 16 buah kandang kamntinn.
KAJIAN PENGELOLAAN ORANG UTAN (Porigopygr~taeuspygrmaeus,L) DI KEBUN BINATANG RAGUNAN JAKARTA
AGAT NOPRIANTO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Program Studi Konsenrasi Sumberdaya Hutan
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMUERDAYA HUTAN FAKULTAS ImHUTANAN INSTITtJT PERTANIAN BOGOR 2004
Judul Skripsi : Kajian Pengelolaan Orang Utan (Pongopygrnaeus pygnzaeus, L) di Kebun Binatang Ragunan Jakarta Nama
: Agat Noprianto
NRP
: E03499009
Program Studi : Konservasi Sumberdaya Hutan
Menyetujui.
Ir.Burhanuddin Masv'ud,
M~S
Pembimbing Kedua
Pembimbing Utama
Mengetahui,
Tanggal Lulus:
21 $8-\ L 2.004
Penulis dilahirkan di Serigeni, Kecamatan Kayuagung, OK1 Sumatera Selatan pada tanggal 21 Nopember 198s iiari ayah Jamil dan ibu Mursani. Penulis mempakan putra kempat dari empat bersaudara. Tahun 1999 penulis lulus dari SMU Negeri 3 Kayuagung dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan. Dalam rangka penyelesaian studi, penulis melakukan penelitian dengan judul Kajian Pengelolaan Orang Utan (Pongo pygri~aeus pygmaeus, L) di Kebun Binatang Ragunan Jakarta, dibawah bimbingan Ir. Burhanuddin Masy'ud, MS dan Ir. Dones Rinaldi, MSc.F. Selarna mengikuti perkuliahan, penulis menjadi Anggota Himakova. Penulis mengikuti Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di KPH Banyumas Barat, KPH Banyumas Timur dan KPH Kuningw pada tahun 2002. Kemudian pada tahun 2003, mengikuti Praktek K e j a Lapang (PKL) di HPH Roda Mas Kalimantan Timber, Kalimantan Timur, Base Camp Sei Boh, Samarinda Kalimantan Timur.
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalarn penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2003 ini adalah Kajian Pengelolaan Orang Utan
(Pongopygnzaeuspygmaeus, L) di Kebun Binatang Ragunan Jakarta Penulis rnenyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Bapak dan Ibu, Kakak dan Ayuk (Monis, Gunadi dan Erna) atas segala doa, kasih sayang serta dukungan moral dan rnateri yang telah diberikan kepada penulis. 2. Ir. Burhanuddin Masy'ud, MS dan Ir. Dones Rinaldi, MSc.F selaku dosen pembimbing atas bimbingannya dan arahannya. 3. Dr. Ir. Istomo, MS selaku dosen penguji dari Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB 4. Dr.1~.Dede Hermawan, MSc.F selaku dosen penguji dari Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB 5. Karyawan Kebun Binatang Ragunan atas bantuan serta kerjasamanya. 6. Seseorang yang telah dan selalu tetap dalam hatiku. 7. Syaikl Khoiri. Yusko Pili, Rizki Yusup Maulana, Iyan Fitriyana, Darmawan, bapak Rauf dan bapak Asep. 8. Rekan-rekan seperjuangan KSH'36 9. Rekan-rekan KSH'34, KSH'35, KSH'37, KSH'38, MNH'36 dan THH'36. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Bogor, Januari 2004
Agat Noprianto
DAFTAR IS1 Halanian
...
DAFTAR TABEL ................ ................... . ................,............. ... ..,....... .
VIU
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
x
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............. .......... ..... ........... ... ....................,...... ....... ..... . .. B. Tujuan Penelrtlan ................................................................................. .. C. Manfaat Penel~tlan............................................................................... ,
1 2 2
11. TINJAUAN PUSTAKA
1. Perilaku Makan . ......................... 2.Perilaku Sosial Orang Utan 3. Perilaku Istirahat dan Membuat Sarang 4. Perilaku Kawin G. Aspek Penangkaran H. Aspek Manajemen 1. Makanan ... ....................... .............................................................. . 2. Sisteln Perkandangan 3. Perawatan ICesehatan 111. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelititan B. Obyek dan Peralatan C. Metode Penga D. Analisis Data . . 1. Analisis Data ICuantltatlf .................................................................. . . .. 2. Atiallsls Data Deskript~f..................... . . .......................................... IV. IEADAAN UMUM LOICASI PENELITIAN A. Sejarah Lokasi B. Letalc dan. Luas . . C. ICondis Flslk Llngltungan .................. ..... D. Organisasi Pengelolaan ................................................. ......................
12 12 12 13 13 14
15
15 16 IG
vii
V . HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perkenlbangan Populasi Orang Utan di Kebun Binatang Ragunan ....... 1. Jumlah Orang Utan .......................................................................... 2. Perilaku Harian .................................................................................. ....................3....Reproduksi ................. a. Perkawinan .................................................................................... . . . . .b ..Natalitas . . . ...................... . . . . .. .. . c . Mortalitas ...................................................................................... B . Aspek Teknis Pengelolaan Orang Utan .......;.......................................... 1. Kandang ........................................................................................... a. Kaildang Peragaan ....................................................................... b . Kandang Istirahat .......................................................................... c. Kandang Karantina ...................................................................... d. Pembersihan Kandang .................................................................. 2. Makanan ............................................................................................ a. Jenis Makana11 ............................................................................. b . Pemberian Makanan .................................................................... (1) Waktu dan Frekuensi .............................................................. (2) Cara PenIberian ..................................................................... .......................................... (3) Jumlah Konsumsi ..................... . 3. Pera~vatanKesellatan ....................................................................... a. Pencegahm d m Pengobatan terhadap Penyakit ......................... b . Peinandian ................................................................................. ............................................. 4. Siste111Pencatatan ......................... . . 5 . Pe~landaan................................................. ......................................... 6. Pelatihan Orang Utan ........................................................................ 7. Fasilitas dan Tenaga Kerja .............................................................. C. Penilaian Kriteria Pengelolaan Orang Utan di Kebun Binatang Ragunan D. Pengeinbangan dan Rekomendasi .........................................................
VI . KESIMPULAN DAN SARAN A . Kesi~npulan............................................................................................ B . Saran ....................................................................................................
41 42
DAFTAR PUSTAJSA ..................................................................................... 43 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL No .
1.
Teks
Jfuluinat~
Koleksi Satwa di Kebun Binatang Ragunan per April 2003 .......................
16
2. Data Karyawan Kebun Binatang Ragunan per Oktober 2002 ....................
16
3.
Perkembangan Jumlah Orang Utan dari Lima Tahun Terakhir ..................
18
4.
Orang Utan di Kebun Binatang Ragunan Jakarta menurut Kelas Umur dan Jenis Kelarnin ..............................................................................................
19
5.
Perilaku Orang Utan di KBR Jakarta ..........................................................
20
6.
Perilaku Kawin dan Frekuensi Kawin Orang Utan rnenurut Jenis Kandang
22
7.
Jenis Makanan Pokok Orang Utan di KBR .................................................
29
8.
Jenis dan Jadwal Pemberian Makanan Pelengkap ....................................
29
9.
Jenis dan Jadwal Pemberian Makanan menurut Jenis Kandang .................
30
....................................... 10. Jumlah Konsumsi Makanan Pokok .................. .
32
11. Bobot Relative untuk masing-masing Indikator Usaha Penangkaran .........
39
DAlFTAR GAMBAR No.
Teks
Halanzaiz
1. Struktur Organisasi Pengelolaan Kebun Binatang Ragunan .......................
17
DAITAR LAMPIRAN
No.
Telw.
Halurlta17
Sketsa Kebun Binatang Ragunan DKI Jakarta.....................................
46
Populasi Orang Utan di Kebun Binatang Ragunan .............................
47
Tabel Perilaku Orang Utan di Kandang Peragaan ...............................
49
Tabel Perilaku Orang Utan di Kadang Istirahat ...................................
51
Tabel Orang Utan yang Mati di Kebun Binatang Ragunan .................
53
Tabel Orang Utan yang Keluar dari Kebun Binatang Ragunan ...........
54
. .....................
55
Penataan Kandang A (Mangden).................................
Tabel Bobot Relatif untuk masing-masing Indikator Usaha Penangkaran
56
Kategori Penilaian Usaha Penangkaran .............................................
57
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia memiliki sekitar 300.000 jenis satwa atau sekitar 17 % dari jenis satwa di dunia, sedangkan untuk mamalia yaitu sekitar 515 jenis. Golongan primata atau bangsa kera terdapat 36 jenis dengan 18% diantaranya merupakaii endemik (Nursahid, 1999). Satwa yang terancam kelangsungan hidupnya salah satunya adalah orang utan
(Pongo pypiaez~s).Populasi orang utan saat ini diperkiraan di pulau
Icalimantan sebanyak 10.000-15.000 ekor dan di pulau Sumatera sebanyak 5.0009.000 ekor (http://w~vw.ol-mg utnn.ol-g/yqorin/pnges/fl7retillfo. htnil2003). Populasi orang utan liar menurun lebih dari 50% dalam 10 tahun terakhir. I-Ial ini disebabkan oleh adanya perburuan tradisional, koleksi ilmiah, koleksi komersial, perburuan liar dan kebakaran lutan. Faktor kebakaran hutan juga dapat menyebabkan perubahan habitat sehingga berpengaruh terhadap penurunan komponen daya dukung lingkungan yang berfungsi menyedialcan kebutuhan hidup satwa antara lain suinber pakan, shelter; cover dan air. Perlindungan orang utan telah berlangsung sejak tahun 1925. Pada tahun tersebut IUCN (The Internntionnl Union For Consel.witiorz of Nntzire a n d Nnturnl liesoz~rce)memasukkan orang utan (Porzgo pygninez~s) sebagai mamalia yang dilindungi di Asia Tenggara dan dikategorilcan ke dalam wtlriel-able (rawan) (Cowlishaw dan Dunbar, 2000). Tahun 1931 Pemerintah Bslanda membuat Ordonansi Peraturan Perlindungan Binatang Liar Tahun 1931 No. 266 salah satunya yaitu orang utan. Tanggal 1 Juni 1991 Menteri Kehutanan melalui Surat Iceputusan No. 3 0 l K p t s 1111991 menetapkan orang utan sebagai satwa diliiidungi untulc menggantikan Ordonansi Peraturan Perlindungan Binatang Liar Tahun 1931. Pada tahun 1999 pemerintah membuat Peraturan Peinerintah No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa pada tanggal 27 Januari 1999 untulc mendulcung Surat Iceputusan No 301Kpts II/1991.
Langkah penyelamatan orang utan antara lain dilakukan n~elaluitilldakall konservasi baik it~-.sihl(di habitat aslinya) maupun ex-situ (di luar habitatnya). Salah satu teinpat koilservasi orang utan
secara ex-silu yang ada di Indonesia
adalah Kebun Binatang Raguiian (ICBR) Jakarta, sesuai dengan hngsinya yang te~teradalain Surat Iceputusan Dirjen I<el~utananNo. 20 tahun 1978 tentang Pedoman Umum Icebun Binatang yaitu sebagai sarana perlindungan dan pelestarian alam, pendidikan,
penelitian, dan rekreasi dan apresiasi terhadap
alam. Penelitian dibatasi hanya pada manajemen perkandangan, makanan, pemeliharaan kesehatan, dan perkembangbiakan serta pemanfaatannya. Penulis membatasi masalah tersebut mengingat pentingnya faktor-faktor tersebut dalam keberhasilan penangkaran satwa dikandang serta belum dilakukan penelitian yang mendalam mengenai aspek-aspek tersebut di penangkaran.
B. Tujnan Penelitiarl Penelitian bertujuan untuk mengetahui yengelolaan orang utan yang ada di Icebun Binatang Ragunan Jakarta meliputi makanan, perkandangan, pemeliharaan kandang, perkembangbiakan, kesehatan orang utan serta menilai tingkat keberhasilan usaha penangkaran sesuai pedoman kriteria penangkaran.
C. Manfaat Penelitinn Hasil penelitian diharapkail memberikan manfaat tentang pengelolaan di ICBR berupa menyediakan data dan informasi mengenai orang utan meliputi manajemen
perkandangan,
makanan,
perkembangbiakan,
dan
perawatan
Itesehatan, serta pemanfaatannya di Icebun Binatang Ragunan Jakarta, sehingga dapat dijadikan suatu acuan tentang pemeliharaan dan pemanfaatan orang utan di luar habitat aslinya.
A. Taliso~iomi Orang utan merupakan salah satu anggota suku Potzgidae yang inetlcak~~p tiga kera besar lainnya: bonobo Afrika (Pnnynnisczis), simpanse ( P m froglo&es) dan gorila (Pan gorilla). Pongidne berkembang dari leluhur yang sama selama periode waktu kurang dari sepuluh juta tahun (Meijaard ; Rijkseli dan Icartikasari, 2001).
Nama orangutan berasal dari bahasa melayu yang dapat diartikan sebagai orang yang hidup di utan. Di Sumatera dan ICalimantan orang mengenalnya sebagai mawas (Meijaard et al, 2001). Menurut Groves, (1971) &la177 Maple, (1980) pengklasifikasian orang utan sebagai berikut: ICingdom
: Animalia
Subkingdom
: Metazoa
Phyllum
: Chordata
Subphyllum
: Vertebrata
Clas
: Mamalia
Ordo
: Primata
Subordo
: Primata
Famili
: Pongidae
Genus
: Pongo
Spesies
Porigo pygn7aezls
Subspesies
Pongo pyp7nez1snbelri Lesson, 1872 Porigo pyg77aezls pyg~ncrezisLinn, 1760
B. Morfologi Perbedaan orang utan surnatera d a ~ ikalimantan dapat dilce~lali dari perawakannya, khususnya struktur rambut. Orang utali kalimantan berambut pipih, dengan kolorn piginen hitam yang tehal di tengah; orang utan sumatera berambut
lebih tipis, halus, ~nen~punyai kolom pigmen gelap yang halus dan sering patah di bagian tengahnya, biasanya jelas di dekat.ujungnya dan kadang-kadang berujung hitalii di bagian luarnya (MacI
coklat kemerahan,, bulunya kasar dan jarang. Orang utan sumatera (Potigo pjignnez~snbelii) memiliki bulu yang biasanya benvarna
lebih pucat khasnya
"ginger" (jahe), kadang-kadang mempunyai bulu putih pada mukanya, biasanya
lebih lembut dan lebat. Orang utan mempunyai kulit tebal dan pori-pori kulit sangat rapat, bentuk lcaki pendek, dada lebih lebar dan gepeng, tangannya besar dan lebih panjang dari k~':;nya(Sinaga, 1992). Tulang pinggul orang utan mengalami rudimentasi seolaholah tidak ~nempunyai pinggang yang memungkinkan orang utan dapat bergantungall dan memutar badannya sampai 180°, perut buncit dan leher sangat pendek (MacKinnon, 1971 dnlnni Arief, 1998), hidung sangat pesek dan bibir atasnya tidak lnempunyai parit bibir, kuping sangat kecil dan tidak ditulnbuhi ole11 rambut (Maple, 1980). Perbedaan inorfologi dan perilaku orang utan, berdasarakan tingkatan umur (Galdikas, 1984) adalah : Bayi uinur 0-4 tahun, perkiraan berat 1,s-5 kg, warna bulu biasanya jauh lebih pucat dari pada yang tua. Sangat putih di sekeliling mata dan moncong: bercak putill meliputi seluruh tubuh. Selalu berpegang pada induknya lcecuali pada waktu makan di pohon atau saat menyusu. Anak umur 4-7 tahun, perkiraan berat 5-20 kg. Warna rambut masih lebih putih dari yang tua dan lebih gelap dari bayi. Bercak putih juga inakin icabur. Berpindah bersama, lcadang menggunalcail sarang bersama indulcnya dan masili Inenyusu.
Remaja umur 7-15 taliun Cjantan) dan 7-12 tahun (betina), perkiraan berat 20-30 kg. Ukuran tubuh lebili kecil dari hewan dewasa, sangat sosial, benar-benar lepas dari pegangan induknya, tetapi masili seritlg terlihat berpindah bersama induknya. Pada wajah jantan pradewasa (12-15 tahun) mulai terlihat gelap, bantalan pipi dan kantong lelier mulai berkembang. Ukuran tubulinya lebih besar dari betina tetapi masih lebih kecil dari jantatl dewasa.
* Dewasa umur 15-35 tahun Cjantan) dan 12-35 tahun (betina)
:
*: Jantan dewasa diperkirakan berat 50 kg ke atas. Ukuran tubuli sangat besar,
memiliki bantalan pipi, kantung leher, berjanggut, kadang-kadang punggung gundul. Hidup soliter, berpasangan dengan betina hanya pada saat tanggap seltsual, sering mengeluarkan suara panja~ig(long cnll). *:* Betina dewasa diperkirakan berat 30-50 kg. Telah beranak dan diikuti oleh
anaknya, kadang-kadang berpindah bersama betina lain. Pada masa esterus berpasangan dengan jantan. Tua umur 35 tahun ke atas diperkirakan berat badan untuk jantan 40 kg ke atas dan betina 30 kg ke atas +*: Jantan tua. Rambut tipis dan jarang, berkeriput datar, bantalan pipi
menyusut. Tidak mengeluarkan suara panjang atau berpasangan dengan betina, liidup soliter, geraka~isangat lambat. +*: Betina tua. Rambut tipis dan jarang-jarang, berkeriput, tidak lagi diilcuti oleh
bayi atau remaja, berpasangan tetapi tidak lagi mengandung, lebih seri~ig bergerak di permukaan tanah dibandinglcan dengall betina dewasa, gerakan lambat.
C. Pe~iyebaran Menurut Rijksen (1978) sisa prasejarah nienu~ijukkanbal~waorang tan dapat ditemukan di gua-gua bagian selatan Cilia, Vietnam Utara, Sumatera. Icenyataan ini rnengindikasikan bahwa penyebaran hewan ini lebih luas di masa lampau bahkan mungkin meliputi seluruh Jazirah Asia Tenggara (Dataran Sunda) dan sekal-ang orang
ita an
hanya terbatas di Icalimantan dan Surnatera.
Orang utan di Sumatera ditemukan di bagian ujung utara pulau tersebut (Aceh), sedangkan di Kalimantan tersebar lebih luas di bagian lndonesia pulau tersebut (Galdikas, 1984 dan Alikodra, 1978) khususnya di pedalaman. Tercatat orang utan ditemukan di dataran rendah antara sungai Barito di Kalimailtan Tengah daii sungai Mahakam di Kalimantan Timur, Kutai dan Leinpalce di Kalimantan Timur (Yasuma, 1994). Sedangkan di luar Indonesia di pulau Icaliinantan orang utan dapat ditemukan di Sabah Utara dan Serawak Barat (ICoenigswald, 1981).
D. Habitat Orang Utan Rijksen (1978) mengatakan bahwa berdasarkan luas distribusi disimpulkan orang utan dapat beradaptasi pada berbagai tipe hutan primer dari hutan rawa, hutan dataran rendah atau hutan Dipterocarpaceae sampai ke hutan pegunungan dengan batas ketinggian 1800 mdpl. Meijaard el nl, (2001) menambahkan bahwa orang utan diketal~uilebih unlum terdapat di delcat sungai-sungai kecil atau besar dan di dekat rawa-rawa. Icepadatan tertinggi terdapat di petak-petak hutail kecil di lembah-lembah sungai daii di hutan-hutan gambut di dekat rawa-rawa atau diantara sungai-sungai.
E. Perlcembangbialcm Orang Utarl Orang utan betina mulai dewasa ketika berumur 10-12 tahun (LIPI, 1982). Orang utan jantan dalam pemeliharaan mencapai usia dewasa pada umur 8 tahun telah dapat mempunyai keturunan (Graham ; Jones dan Hill, 1962 dnlnnz Galdikas, 1984). Masa bunting pada orang utan berlangsung kurang lebih sembilan bulan (Napier dan Napier, 1967 dnlnn7 Galdikas, 1984). Meskipun orang utan dalam pemeliharaan telah diketahui bunting pada umur 7-8 tahun. Namun orang utan liar kadang-kadang inelahirkan bayi pertama kali pada uinur jauh lebih tua. Orang utan liar mulai bunting dan akan melahirkan bayi yang pertama pada saat berumur 9-10 tah~111.
Menulut Wardiningsih (1992) orang utan dapat melahirltan 2 hingga 4 kali dengan jarak kelahiran 3-5 tahun. Galdikas (1984) ~nenyatakanjarak antara waktu kelahiran anak-anak yang berurutan pada masing-masing betina sangat mungkin ~nelebihilirna tahun.
P. Perilalcu Orang Utan 1. Perilaliu Malian Menumt Rodrnan (1977) dalain Maple (1980) aktivitas harian orang utan yang utama diisi dengan kegiatan makan. Sebagian besar walctu makan orang utan dilakukan di tajuk-tajuk pohon yang banyak terdapat buah-buahan yakni pada ketinggian 20-30 m. Untuk proporsi makan bagi orang utan tergantung pada jenis kelamin dan ukuran berat tubuh. Orang utan jantan dengan tubuh yang lebih besar membutuhkan makanan yang lebih banyak dibanding orang utan betina. Galdikas (1984) mengatakan kategori makanan orang utan dapat di klasifikasikan secara kasar yaitu buah, bunga, kulit pohon, daun muda, rayap dan jamur.
,
Orangutan jantan dewasa sering menjilati tetesan air yang ~nelekatpada daun-daun (Sinaga, 1992). Diketahui orang utan tidak minu~nsecara teratur tetapi mendapatkan air yang berasal dari buah-buahan dan daun-daunan yang lnengandung banyak air. Dalam mengambil daun atau buah, orang utan sering menggu~lakan satu tangan dibandingkan dengan kedua tangannnya. Teknik ~ne~lgambil~nakanan bervariasi menurut ukuran, struldur dari pohon dan (Sinaga, 1992). sebaran ~naltana~lnya
2. Perilaliu Sosial O r a n g Utari
Me~lurutGaldikas (1984) secara ulnum orang utan me~nilikisifat semi soliter. I-Ial ini dipengaruhi oleh berkurangnya predator dan distribusi makana11 yang cendrung menyebar. Seruan panjang (lot?g call) yang dilteluarkan oleh orang utan jantan ~nerupakan suatu bentuk interaksi yang bertujuan untuk
n~enolakorang utan jantan lainnya dan menarik perhatian orang utan betina yang sedans biralli. Pembentukan kelompok pada orang utan jelas terlihat pada remaja dan pradewasa yang mungkin biasa bergerak dalam jarak dekat satu saina lain. Orang utan dewasa biasanya menjaga jarak yang jauh dengan individu yang lain kecuali jika seekor jantan dan betina yang siap kawin terikat dalam hubungan seks bersama untuk sementara. Posisi pemiinpin sering dipegang oleh jantan dewasa dominan, kadang oleh seekor betina dewasa (Meijaard et
01, 2001). 3. Perilaku Istirahat dnli Mernbuat Sarang
Orang utan selalu membuat sarang di atas pohon dilakukan saat menjelang malam hari atau sehabis makan terakhir. Icadang lcala meinbuat w a n g pada siang hari baik untuk istirailat maupun uiltuk bermain ( Sinaga, 1992). Orang utan membuat sarang menghabiskan waktu rata-rata 6 menit dengan selang waktu 2-16 menit. Ketinggian sarang orang utan tergantung pada struktur hutan pada tempat tertentu dan umumnya berkisar antara 13-15 m Penempatan sarang barn maupun sarang lama pada pohon yang tidak berhubungan rapat dengan pohon lainnya dan selalu pada ujung-ujung cabang yang relatif kecil (Rijksen, 1978). Tahapan membuat sarang diterangkan ole11 MacICinnon (1974) dnlmi ICudus (2000) meliputi:
Rini~iiing.Dahan dilekukan secara horizontal untuk inembentuk lingkarail sarang dan ditahan dengan cara melekukkan dahan lain.
Hanging. Dahan dilekukan masuk ke dalam sarang untulc meinbentuk mangkuk sarang. 0
Pilarring. Dahan dilekukan ke bawah sarailg untuk menopang lingkaran sarang dan memberikan kekuatan ekstra.
Loose. Beberapa dahan di putuskan dari pohon dan diletalclcan ke dala~n dasar sarang sebagai alas atau di atas sarang sebagai atap.
Orang utan dalam pemeliharaan, sifat-sifat seksual sekunder telah terlihat dan jantan muda telah mampu melakukan kopulasi kira-kira pada umur 10 tahun (Galdikas, 1984). Orang utan betina mulai dewasa ketika berumur 10-12 tahun (LIPI, 1982). Menurut Maple (1980) siklus menstruasi pada orang utan betina selama 30 hari dan berlangsung selama 4-6 hari. Tingkah laku seks betina terdiri atas mendekati jantan dan duduk atau berdiri sangat dekat dengan jantan tersebut, merawatnya dan memegang atau memasukkan genital jantan ke dalam mulutnya, memegang-megang muka, perut, punggung atau tangan jantan tersebut. Jantan yang siap kawin selalu melakukan seruan panjang (long call) dalam merangsang seks betina dan bersikap agresif, menangkap orang utan betina (Galdikas, 1984).
G. kspck Pennnglinlan Penangkaran
merupakan
segala kegiatan yang berlcaitan dengan
pengembangbiakan satwaliar, yang mencakup mengumpulkan bibit (care
sfocki~ig),memelihara dan membesarkan, mengatur perkawinan, kelahiran dan membesarkan anak dengan tujuan menunjang pelestarian jenis dan pemanfaatan hasilnya bagi keejahteraan masyarakat. Prosedur pelaksanaan penangkaran didasarkan pada Peraturan Operasional Pemanfaatan Satwaliar dan Tumbuhan Alam yang diterbitkan melalui surat Iceputusan Menteri ICehutanan No. 86IICptsIV1983 yakni Tentang Izin penangkapan 1mengambil, memiliki, memelihara dan mengangkut baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. Menurut Soedliono (1985) untuk melalcukan usaha-usaha penangkaran satwa maka hal-ha1 yang perlu diperhatikan yaitu : Mencari tempat penangkaran yang cocok. e
Mengetahui ketersediaan populasi tersebut di alam dan status satwa.
e
Bagaimana kesiapan teknologi yang sudah dikuasai untuk penanglcaran.
e
Icesiapan peranglcat kebijaksanaan.
e
Falttor-faktor sosial ekonomi masyarakat setempat.
Menurut Masy'ud (2001) aspek teknis penangkaran riieliputi : Bentuk dan siste~npenangkaraii
* Peiigadaan bibit Adaptasi dan alclimatisasi Perkandaiigari Pakan
* Peiiyakit dan perawatan kesehatan Reprodulcsi Sistem breeding dan genetik
-
Pemanenan hasil dan teknologi pasca panen Restocking, redistribusi dan rehabilitasi Desain usaha penangkaraii dan arialisis kelayakan usaha Standar kualifikasi penangkaran.
H. Aspeli Manajemer~ Menurut Giles (1967) dnlnnz Alikodra (1988) Wildlife Mmicrgement (pengelolaan satwaliar) merupakan ilmu dan seni yang lnemanipulasi perubahan dan interaksi antara habitat / lingkungan hidup dengan populasi satwa untuk mencapai tujuan manajemen yang sudah ditetaplcan yaitu agar satwa dapat hidup dan berkembangbialc secara normal. Pengelolaan satwaliar bertujuan meliildungi satwa dan niengusahakan agar nilai-nilai manfaat satwa dapat dimanfaatlcan secara optimal deligall sistein peilgelolaan mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan sarnpai dengan evaluasi. 1. M ~ l t a n a n Makanan yang diberikan sudah dilcetahui lcotnposisiriya dail diberikan dua kali sehari sebanyak 4 % dari berat badan satwa. Setelah peinberiail malcanan rnalca selama satu setengall jam satwa tidak bole11 diganggu. Satwa primata yang diberiltan inakanan ini tidak memerlulcan tarnbahan nutrisi, tetapi bush-bualian atau sayuran untuk menambah nafsu tnakan (Sajuthi, 1984).
2. Sistem Perkandang
Sistem p erkandangan t erdiri d ari : p erkandatlgan t erbuka yaitu s atwa ditempatkan dalam suatu areal kandang di udara terbuka. Sistem kandang tertutup yaitu satwa ditempatkan dalam kandang tertutup (Sajuthi, 1984). Menurut Masy'ud (2001) perkandang harus memperl~atikansyarat teknis yang meliputi : Terisolir dan jauh dari jangkauan orang. Dibuat pada tempat yang tinggi. . Hindari ditempat terbuka dan diusahakan banyak pelindung seperti pohon. 0
Arah kandang diusahakan menghadap timur-barat agar pengoptimalan sinar matahari.
Perkandangan berfungsi sebagai : Menyediakan ruang hidup atau pergerakan bagi satwa. Melindungi satwa dari panas matahari, dingin, angin dan hujan.
* Melindungi satwa dari bahaya dan gangguan luar.
3. Perawatan Kesehatan Penyakit yang umum diderita oleh satwa primata disebabkan oleh bakteri, virus, protozoa, jamur, dan ektoparasit (Sajuthi, 1984). Pengobata~l satwa umumnya dilakukan secara rutin dan berkala. Pengobaan rutin atau sehari-hari dilakukan pada pagi dan sore hari, diutamakan pada satwa yang telah diketahui sakit atau memperlihatkan gejala klinis (Bulu, 2000). Hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan antara lain : nafsu makan, feses, gejala batuk, luka pada tubuh, ingus, silclus menstruasi, dan kondisi satwa secara keseluruhan. Jika satwa terkena penyakit secepatnya dikarantina agar tidak menyebar dan selanjutnya dilakukan perawatan (Sajuthi, 1984).
111. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kebun Binatang Ragunan Jakarta Pasar Minggu Jakarta Selatan, selama satu bulan yaitu tanggal 28 Maret 2003 - 28 April 2003.
B. Obyek dan Peralatan Obyek yang dijadikan penelitian yaitu orang utan Kalimantan (Pongo pyginaeus pyginaeus) di kandang Kebun Binatang Ragunan, sedangkan peralatan yang digunakan yaitu thally sheet, timbangan, binokuler, alat tulis.
C. Metode Pengambilan Data
Data diambil dengall menggunakan metode : studi literatur, pengukuran atau ~engamatanlangsung dan wawancara. Data-data yang diambil, yaitu : Kondisi fisik lingkungan, dan sejarah lokasi penelitian. Populasi orang utau. Data yang diambil meliputi : nama, umur, jenis kelamin, jumlah, sex ratio, asal, tanggal masuk, dan pegamatan perilaku orang utan jam 08.00-16.00. Perkandangan. Teknik pengambilan data dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap bahan kandang, jenis kandang, bentuk kandang, dan ukuran kandang. Selain itu dilakukan penganlatan shelter dan fasilitas pendukung lainnya seperi rumah istirahat, tempat makanan dan mi nu ma^^.
* Makanan. Data yang dialnbil meliputi jenis makanan, cara dan frekuensi penlberian makan, waktu pernberian, komposisi makanan yang diberikan, berat dan jumlah lnalcanan yang dikonsumsi. Kemudiau berat makanan sisa, sehingga didapat jumlah nyata inalcanan yang dikonsumsi.
Perkembangbiakan. Data yang diambil rneliputi sisteln sfoclti~ig,lnasa birahi, aktivitas kawin, lama bunting, angka kematian dall anglta kelahiran.
* Perawatall kesehatan dan penyakit. Data yang diarnbil derlgan wawancara mengenai je~iispenyakit yang biasarlya menyerang orang utan, gejala, tindakan penanggulangan, frekuensi dan tindakan pencegahan. Aspek-aspek usaha penangkaran. Data yang diambil meliputi manajemen penangkaran, metode reproduksi, sistem stocking, kandang, pembukuan, tellaga kerja dan lain-lain.
D. Analisis Data 1. Analisis Data ICoantitatif Data kuantitatif meliputi umur dan jumlah makanan perhari. Pembagian kelas urllur yaitu bayi 0-4 tahun, anak 4-7 tahun, rernaja 7-15 tahun, dewasa 1535 tahun.
2 Xi / Ni
Rata-rata umur
=
Iceterangan
C Xi
: Jumlah umur
Ni
: Juinlah orang utall
1
: 1, 2,3 , 4 ... n
Penghitungan jumlah rnakanan rata-rata per hari untulc tiap kelas urnur orang utan dengall perbandingan makan berdasarlcan bobot berat arlak : remaja : dewasa yaitu 2 : 3 : 5 dan diasumsikan betina darl jantan jumlah rnakallarl yang dikonsumsirlya adalah sama. Dengan menggunakan rumus : I< = C Xi - C Yi 1 Ni I<eterangan
C Xi
: Jurnlab malcanan yang diberikan
Yi
: Jurnlah lnakanan yang sisa
Ni
: J L I I T Iorang I ~ ~ ulan
I
: 1 , 2 , 3 , 4, . . . 11
2. Analisis Data Deskriptif
Data yang diambil meliputi :
-
Populasi orang utan Perkandangan
0
Manajemen pemberian makanan dan minuman
0
Perkembangbiakan Perawatan kesehatan Penilaian aspek-aspek indikator usaha penangkaran. (Pedoman Standar Kualifikasi Penangkaran Tumbuhan dan Satwaliar, oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam tahun 2002)
Data tersebut analisis dan diuraikan untuk menggambarkan aspek-aspek pemeliharaan orang utan di KBR, efektivitas pemeliharaan, keterbatasan dan kendala yang dihadapi.
C. Kondisi Fisik Lingkungan dan Koleksi Satwa
Kebun Binatang Ragunan mempakan daerah dataran rendah dengan ketinggian 50 mdpl dan kemiringan 2'-6'.
Sedangkan suhu harian di Kebun
Binatang Ragunan berkisar antara 25,5'-28,5' dan kelembaban udara sebesar 85 % serta curah hujan 2291 mm per tahun. Jenis tanah di KBR yaitu tanah latosol merah. Daerah ini sejak dulu dikenal sebagai daerah jalur hijau, resapan air dan paru-pam kota Jakarta. Pada saat ini KBR mempunyai koleksi satwa per April 2003 dapat dilihat pada Tabel.1
Tabel. 1Koleksi Sahva di Kebun Binatang Ragunan per April 2003 Bangsa 1 Ordo Kelas L1am;llia Aves Reptilia Pisces Jumlah
Peragasn
1
10 16 3 4 33
1
Suku / Family
Liar
Peragm
4 6 2 0 12
29 34 9 7 79
Jcnis 1 Spescies Peragaan
Liar 1
4 10 4 0 18
i
95 138 34 9 276
Jumlal~
Liar I
7
19 5 0 31
I'cragnal~ 1
844 1063 275 122 2304
Liar
I
90 965 62 0 1117 ~
~
D. Organisasi Pengelolaan Kebun Binatang Ragunan mempakan Badan Usaha Milik Daerah yang dikelolah oleh sepenuhnya oleh Manajemen Ragunan. Biaya pengelolaan dan operasional didapat dari penjualan tiket serta bantuan mtin ole11 Pe~ndaDKI Jakarta.
Tabel. 2 Data Karyawan Kebun Binatang Ragunan per Oktober 2002
Kepengurusan I<ebun Binatang Ragunan dikepalai oleh seorang pimpinan yang langsung m e ~ n b a w a h idivisi-divisi lain. Untuk data karyawan KBR menurut tingkat pendidikan per Oktober 2002 baik PNS, N o n PNS dan tenaga harian dapat serta struktur organisasi dilihat pada Tabel. 2 dan Gambar. 1 Icepala Drll. Edy Setiarto, MS
Tata Usaha Drll. Allen Marbu~~, MM
Jabatnn Pungsional Drh. Ba111ban.gTriana
I -
Bgn Kepegawaian Drs. Enull Nurjadin Bgn. I(eu;mgan Drs. Mardjuki
Ajat Sndmjat, BSc.F
Bid. Tata Lingk Ir. BIUIIOSuranto
hI Bid. Flora dan Fauna
1 Umum dan Evaluasi 11. Mimi Ulalili
Seltsi Peragam satlva Edy Muljadi
Bida~igreltreasi Drs. Abdullal~Baab Seltsi Pentlapatan Sunar
Drs. Abdul Malik H
Seltsi Rancg Tckuis Na~iii~i Syafei Drs. Saimudin
Gnmbar. 1 Bagan S t [ - ~ ~ k tOrganisasi ur I<ebun Binatang Ragunan
I
V. liASlL DAN PEMBAHASAN A. Perlcemba~iga~i Ora~igUtan di ICebuli Billatang Rngur~ali
Menurut catatan lima tahuil terakhir jurnlah orang utan dari tahun 19992003 menunjukan peninglcatan dari tahun ke tahun. Penamballan jumlah orang utan disebabkan adanya tamballan dari luar (imigarasi) berupa sitaan dan sumbangan sedikit sekali dari kelahiran di KBR. Perkembangan demoyafi orang utan di IG3R lima tahun terakhir dapat terlihat pada Tabel 3. Tabel. 3 Perkembangan Jumlah Orang Utan dari Lima Tahun Terakhir
Perkeinbangan orang utan juga dipengaruhi ole11 emigrasi. Data lima tahun terakhir ~nenunjukanangka emigrasi orang utan sebanyak 9 ekor. Orang utan yang beremigrasi kebanyakan ditukarkan atau disulnbangkail untuk kebun binatang lain atau wanariset. Kebun binatang yang pernah bekerjasama dengall IG3R dalam penukaran satwa antara lain I
1. Jumlnh Orang Utan
Saat ini (April 2003) ISBR memililci koleksi orang utan sebanyak 4s ekor, ditempatltan pada tiga tempat yang berbeda yaitu kandallg A (Mangden) sebanyak 36 ekor, kandang B (Asmawi) sebanyak 4 ekor dan kandang C (karantina) sebanyak 8 eltor (Tabel. 4). Orang utan tersebut terdiri dari berbagai strata umur dari analc sampai dewasa.
Tabel. 4. Orang Utan di Kebun Binatang Ragunan Jakarta menurut Kelas Umur dan Jenis Kelamin
(Mangden) Remaja (8-15 th) Dewasa ( > 16 th)
2.
1
B (Asmawi)
I 3.
C (Karantina)
I Anak (0-7 th)
1 1
Retnaja (8-15 th) Dewisa ( > 16 tll) Anak (0-7 th) Remaja (8-15 th) Dewasa ( > 16 th)
1
1
Betina Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Jantan Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina
I
8 6 5 2 5
I
I
4,675 8,33 9 24 22
A
2
25
1
7
4 1 2
13,75 12 16,s
Orang utan di kandang A berjumlah 36 ekor, dengan rincian anak-anak berjumlah 18 ekor, remaja berjumlah 11 ekor dan dewasa berjumlah 7 ekor. Orang utan di kandang A didominasi oleh orang utan anak-anak dengan jumlah
10 ekor jantan dan 8 ekor betina. Hal ini sengaja disesuaikan dengan fungsi kandang yaitu selain untuk peragaan juga kandang A berfungsi sebagai tempat regenerasi hewan peragaan serta pusat pelatihan bagi orang utan, yang kedepaiulya dapat menjadi hewan peragaan yang atraktif. Pelatihan orang utan yang baik dapat dilakukan mulai dari kecil.Selain itu kai~dangA dibandiilgkan kandang lain, memiliki areal yang cukup luas untuk menanpung orang utan yang cukup banyak. Kandang B dan kandang C dihuni orang utan sebanyak 4 ekor dan 8 ekor senluanya dalam kelas umur remaja dan dewasa. Kandang B serta kandailg C khusus difungsikan untuk peragaan dan pengkarantinaan dan tidak difungsikan sebagai pusat pelatihan untuk orang utan.
Icepadatan orang utan di kandang A cukup padat. IChusus kandang peragaan, kepadatannya sebesar 4 ekor per ha. Hal ini sangat jauh berbeda dengan pengamatan Sinaga (1992) bahwa kepadatan orang utan di alain sebesar 0.016 ekor per ha. Icepadatan yang terlalu tinggi akan menyebabkan kurang leluasanya orang utan dalam melakukan aktivitas dan daya jelajah orang utan serta terjadi persaingan baik dalam ha1 rnakanan dan daerah teritory (daerah kelcuasaan). Persaingan daerah teritory orang utan di IU3R terutama di kandang peragaan A tidak terlihat jelas, ha1 ini diduga karena orang utan di kandang peragaan sudah merupakan kelompok yang tetap, selain itu orang utan di kandang peragaan biasanya ditempatkan orang utan dengan pasangannya (kawin). IU3R selain untuk sarana konservasi juga bertujuan untuk komersil (tontonan), dengan pertimbangan jika areal kandang culcup luas maka akan sulit sekali bagi pengunjung untuk melihat orang utan. 2. Perilaliu Harian
Pengamatan perilaku orang utan dilalcukan pada jam 08.00-16.00 WIB I-lasil pengalnatan perilaku orang utan dapat dilihat pada Tabel. 5
Tabel. 5 Prilaku Orang Utatl di ICBR Jakarta
Pada pengamatan di kandang peragaan didapat babwa perilaku yang sering dilakukan orang utan adalab perilaku istirahat sebanyak 166 menit (34,6 %) dengan frekuensi 45 kali. Berdasarkan penelititan Halim (1982) bahwa
orang utan liar menghabiskan sebanyak 26,0 % waktunya untuk istirahat. Banyak faktor yang menyebabkan orang utan banyak beristirahat diantaranya sepinya para pengunjung yang dapat menarik perhatian orang utan untuk lebih aktif. Selain itu juga disebabkan oleb udara panas, sehingga orang utan banyak beristirahat antara jam 11.00 sampai jam 14.00 WIB, ha1 ini sesuai dengan penelitian Sinaga (1992) bahwa kebanyakan orang utan beristirahat pada siang hari ~ a i t udengan mencari tempat berlindung pada strata tajuk bagian tengall bahkan kebawah kemudian melanjutkan aktivitasnya pada walctu sore hari. Disamping itu orang utan "malas" melakukan pergerakan karena tempat kandangnya hanya seluas 0,5 ha yang dapat mengurangi pergerakan orang utan. Perilaku makan orang utan di ICBR menghabiskan waktu sebanyak 20,5 %. Berdasarkan pernyataan Sinaga (1992) bahwa dalam sehari orang utan
dewasa melakukan aktivitas makan sebesar 39,2 %. Pada pengamatan perilaku ini berbeda dari pernyataan Sinaga, ha1 ini disebabkan karena orang utan di ICBR melakukan aktivitas makan hanya terbatas pada makanan yang diberikan pibak ragunan dan pengunjung saja sehingga orang utan akan makan jika ada ~nakanansaja berbeda dengan di alam bebas jika orang utan lapar mereka akan ~nakandan mencari makanan yang tersedia di alam. Orang utan di I B R diberikan makanan yang terbatas. Hal ini disengaja agar orang utan dapat membuat atraksi seperti meminta makan pada para pengunjung sehingga membuat pengunjung menjadi senang. Pengamatan perilaku bermain di kandang peragaan hanya sebesar 17,2 % dengan frekuensi 39 kali. Berbeda dengan penelitian Rodman dala~nMaple
(1980) bahwa orang utan jantan menghabiskan waktunya sebanyak 2,7 % untuk bermain.
Perilaku bermain merupakan perilaku yang banyak ingin dilihat
pengunjung seperti bergantung, memanjat dan berayun, sehingga barus diperhatikan oleh pengelola Ragunan jika ingin lnenarik perhatian pengunj
seban~ak-banyaknyamaka perlu dilakukan program yang bisa merangsang orang utan untuk aktif dalam bem~ain.Misalnya bisa mendapat waktu dan frekuensi pelatihan untuk memacu orang utan untuk lebih aktif. Saat pengamatan banyak terjadi perubahan perilaku orang utan dari sifat aslinya. Diantaranya perilaku membuat sarang tidak ditemukan proses Rimming (membentuk lingkaran), Hanging (melengkungkan dahan), pilarring (penahan) dan Loose (memutuskan dahan). Penyebab utamanya adalah tidak admya shelter pohon yang terletak didalam kandang peragaan, hanya ada shelter buatan. Galdikas (1984) mengatakan orang utan merupakan satwa arboreal (di tajuk pohon) sangat jarang sekali ditemukan berada dibawah, tetapi di KBR perilaku orang utan kebanyakan ada di tanah dan jarang sekali diatas pohon. ~ e l a i nitu perilaku orang utan bergerak (daya jelajah) menjadi berkurang mengingat luasan yang ada hanya seluas 0,5 ha. Hal ini sangat berbeda dengan pe~nyataan Sinaga (1992) bahwa orang utan dewasa dapat melakukan ~enjelajahanmencapai 700-1.500 m per hari.
3. Reproduksi
a. Perkaminan Pada pengamatan perilaku kawin orang utan di kandang peragaan dan kandang istirahat di dapat data sebagai berikut :
Tabel. 6 Perilaku Kawin dan Frekuensi Kawin Orang Utan menurut Jenis --~ N 1. 2.
Kandang
IO Kandang I Peragaan 1 Istirahat
1 Waktu Aktivitas Kalvin I 7,05 % 2,O %
Frekuensi Kawin 11 7
Perilaku kawin orang utan di kandang peragaan sebesar 7,05 % dengan frekuensi 11 kali dalam sehari dengan individu yang sama. Perilaku kawin kebanyakan berlangsung secara tidak sempurna, yaitu dengal cara hanya menekan-nekan alat kela~nin sebentar dan selesai atau hanya bercumbu dan masturbasi, ha1 ini disebabkan oleh orang utan peragaan
I
n~asilldalatn tahap remaja. Perilaku kawin ini dimulai oleh orangutan jantan dengan memegang-megang betina serta memegang dan menjilati kelamin betina. Jika dibandingkan orang utan di alam, perilalcu kawin terjadi sebanyak 8 kali (Galdikas, 1984). Hal ini berbeda dengan orang utan di KBR, disebabkan karena orang utan di alam jarang terlihat bersama dengall betina. Pada masa kawin jantan baru mencari betina. Sedangkan di kandang merupakan orang utan yang sengaja dipasangkan, sehingga jika masa kawin datang maka orang utan akan langsung menemukan pasangannya. Perilaku kawin di kandang istirahat sebesar 2,O% dengan frekuensi 7 kali. Hal ini disebabkan oleh ukuran kandang yang dapat membatasi kenyamanan perilaku seks. Kadang-kadang terjadi perlcosaan, dimana kopulasi didahului oleh kekerasan. Sering sekali jantan menarik betina dan diajak kawin paksa, terlebih jika ada manusia yang mendelcati. Sebelum melakukan perkawinan biasanya jantan bersilcaf agresie menarik betina dan memperdengarkan teriakan panjang (long call). b. Natalitas
Menurut data KBR sejak tahun 1966 sampai dengan 2003 tercatat bahwa orang utan yang terlahir di KBR sebanyak 16 ekor dari berbagai pasangan dan sampai sekarang masih menghuni ICBR sebanyak 7 ekor. Angka kelahiran di KBR cukup rendah, jika dibandingkan dengall selang waktu yang begitu lama. Diperkirakan penyebabnya antara lain kebanyaltan orang utan di KBR masih berumur remaja dan anal-anak, sedangkan untuk orang utan dewasa pengelola Ragunan hanya menempatkan orang utan sebagian saja hanya berpasangan. Selain itu diperkirakan penyebabnya yaitu kurangnya individu yang dewasa dan siap kawin disamping jarak antara kelahiran sangat lama minimal lima tahun (Galdikas, 1984). Orang utan di kandang peragaan merupakan orang utan berpasangan atau yang sengaja dipasangkan oleh ICBR. Pemasangan orang utan di kandang peragaan A yaitu Zidan Cjantan, 8 tahun) dan Amida (betina, 9 tahun), set-ta Berry (tantan, 7 tahun) dan Billy (betina, 7 tahun) belum
berhasil menghasilkan anak, karena dari segi umur masill relatif renlaja, sedangkan untuk kandang peragaan B umurnya sudah cukup ideal untuk aktivitas reproduksi. Pemasangan orang utan di kandang C tidak dilakukan, karena selain jumlah betina hanya satu ekor, dikhawatirkan orang utan di kandang karantina masih belum beradaptasi dan belum saling mengenal satu sama lain. c. Mortalitas
Angka kematian orang utan pada tahun yang sama yaitu 23 ekor. Tingginya angka kematian
disebabkan ole11 kurangnya penanganan
kesehatan dan penyakit, selain itu orang utan yang barn datang (sitaan, sumbangan dan rampasan) sejak awal sudah terkena penyakit parah, sehingga susah untuk ditanggulangi. Biasanya orang utan yang mati merupakan orang utan yang barn datang dan tidak mampu beradaptasi dan stres dengan lingkungan barn. Kematian ini disebabkan ole11 bentuk dan model kandang yang tidak sesuai dengan habitat aslinya sehingga tidalc mendukung selama masa adaptasi. Faktor lain yaitu diduga disebabkan oleh faktor makanan. Makanan yang diberikan berbeda dengan malcanan yang ada dihabitatnya baik jenis maupun komposisinya. Tingkat kematian dapat ditekan dengan memperbaiki manajemen pemeliharaan (makanan, perkandangan, sistem sanitasi, dan pencatatan) dan kesebatan (pencegahanan pengobatan penyakit serta pengawasan lceamanan). Pengawasan keamanan mutlak diperlulcan dalam menjaga agar orang utan tidak terancam oleh bahaya baik dari para pengunjung atau faktor lain.
B. Aspelr Telinis Pengelolaan Orang Utari 1. ICandang Jenis kandang di I
I
I
istiraliat,dengan perincian 3 buah kandang peragaan, 20 kandang istirahat, dan 16 buah kandang karantina.
a. I
kurang untuk memenuhi kebutuhan orang utan, sehingga perlu ditanam pohon di dalam kandang agar benar-benar menyerupai habitat aslinya. b. Kandang Istiraliat.
Kandang istirahat berfungsi sebagai tempat istirahat bagi orang utan yang tidak diperagakan. Kandang ini terdiri dari 20 buah dengan berbagai ukuran tergantung pada jumlah dan ukuran tubuh orang utan yang mengisinya. Kandang terbuat dari kawat dan berbentuk empat persegi menyerupai iumah. Orang utan yang masih anak-anak biasanya ditempatkan berkelompok mulai dari 2-4 ekor perkandang. Sedangkan untuk orang utan dewasa hanya dipasangkan dengan pasangan kawinnya. Kadang-kadang hanya diisi satu individu. Di ICBR tidak disediakan kandang pembiaklcan secara khusus. Kandang istirahat juga digunalcan sebagai kandang untuk pembiakkan bagi orang utan yang berpasangan. Kandang dilengkapi fasilitas berupa tempat makan yang diletalckan di luar kandang dan persis terletak di depan kandang dan hanya diberi lubang untuk menjulurkan tangan untuk mengambil makanan. Hal ini ditujukan agar makanan tidak dibuat berantakan. Ulcuran tempat nialcanan yaitu 20 x 20 x 30 cm dan 60 x 30 x 60 cm, terbuat dari besi diletakkan di bagian depan kandang istirahat. Tempat minum terbuat dari semen dengan ukuran 50 x 50 x 30 cm. Icandang ini niasih belum ideal, karena menurut Soeparmo dan Tamjis (1977) harus dihindari kandang yang yang dikelilingi jeiuji besi, sehingga binatang tidak dapat bergerak bebas. Selain itu kandang deiigali model seperti ini tidak cukup mendapat sinar matahari dan pertulcaran udara.
c. I
dan dan 8 buah berukuran 3 x 4 x 5 m. Bentuk kandang tertutup terbuat dari jeiuji besi dan'berisi satu ekor untuk satu kandang. Delapan dari 16 kandang karantirla sudah terisi masing-masing per ekor orang utan yaitu : Piwi (jantan, 17 tahun), Joe Cjantan, 16 tahun), Jacky Cjantan, 15 tahun), Bimo Cjantan, 15 tahuil), Douglass Cjantan, 15 tahun), Gendut (jantan, 10 tahun), Bruni (betina, 12 tahun) dan Gomblo Cjantan, 7 tahun). Menurut Sajuthi (1984) masa karantina untuk orang utan minimal 6 bulan. Sedangkan orang utan dikandang karantina telah menghuni diatas 6 bulan dan sudah layak ur~tukdiperagakan. Dari hasil pengamatan terhadap kondisi kandang karantina saat iili masih belum ideal untuk orang utan, jika dilihat dari desain kandang (1) letaknya yang terlalu jauh sehingga kurang terawat secara rutin, (2) bentuk tertutup sehingga cahaya matahari tidak semuanya masuk menyebabkan kondisi kandang menjadi lembab, (3) ukuran kandang kurang memenuhi kebutuhan hidup orang utan. Menurut Masy'ud (2001) kandang harusnya berfbngsi sebagai pelindung satwa dari kondisi cuaca yang lembab, dan me~npermudah dalam ha1 manajemen perawatan. Selain itu menurut Manangsang (2002) kandang hams menjadi tempat yang cocok untuk hidup orang utan, sehingga desain kandang hams sesuai dengan kebutuhan hidup, tingleah laku, habitatnya. d. Pembersihan Icandang
Pembersihan kandang minimal dilakukan satu kali dalarn sehari (Sajuthi, 1984). Pembersihan kandang sangat perlu dilakulcan untulc inenjaga ltesehatan orang utan. ICandang yang bersih dapat memberilcan kenyarnanan bagi orang utan Menurut perawat di ImR, pembersihan kandang dilalculcan dua kali sehari yaitu setiap selesai ~emberianmakai~orang utan. Kotoran yang dapat lnenyebabkan kotornya kandang kebanyakan dari sisa makanan orang utan yang tidak terrnakan dan kotoran orang utan. Icadang-kadang orang utan juga sering rnemuntahkan makanan yang dimalcan sehingga menyebabltan orang utan terlihat tidak terurus.
l'ernbersihan kandang mempunyai dua sistem yaitu siste~nbasah dan sistem kering. Manajen~e~i Ragunan telah menerapkan pembersiha~lkandang dengan sistetn basah. Berdasarkan wawancara pribadi (Asinawi, 2003) pembersihan kandang dapat menggunakan air dan menggunalcan karbol sen~iilggu dua kali. Pernbersihan dilakukan dengan cara disemprotkan kebagian alas, atas, dinding kemudian dibilas dengan air bersih agar orang utan tidak keracunan oleh karbol kemudian dibiarkan sampai kering. Tempat rnakan dan ininum dibersihkan dengan cara disikat.
Orang utan di alam mendapatkan rnakanan dengan cara mencari langsung di linglcungan tempat hidupnya. Jenis-jenis inakanan yang biasa dimakan orang utan di alam berupa buah-buahan, bunga, kulit kayu, dilun muda, rayap dan jainur. Sedangkan di IU3R makanan orang utan beiupa 8
buahan, sayuran, daun muda, telur dan susu. Perincian setiap jenis makanan yang diberikan di IU3R ineliputi buah terdiri atas pisang, pepaya, jambu biji, melon, semangka, nenas, jeruk, apel, dan kelapa ; sayur terdiri atas jagung, ubi jalar, kangkung, wortel, kacang panjang, mentimun, buncis, tornat, sawi, dan kacaiig tanah dan daun muda (daun pepaya). Variasi makanan tujuan untuk ~nencegah kebosanan dan defisiensi nutrisi.
I
~nakaiianyang diberikan setiap hari di ICBR terdiri atas 41,67 % buah, 45,83 % sayur atau pucuk daun dan 12,s % makana11 tainbahan. I
berbeda dengan penelitian Sinaga (1992) bahwa lcomposisi makanan orang utan di alain yaitu buahan 55,6 %, daun 35,3 % dan sisanya ~nakanan lainnya. Selain bervariasi makanan ini juga disesuailcan juinlahnya terhadap kebutuliati dari orang utan. Adapun formula makanan yang sering diberilcan untuk orang utan di IU3R bisa dilihat pada Tabel 7
Tabel. 7 Jenis Makanan Pokok Orang Utan di KBR
Jalllbu Biji Kacang Pa~ijang
Kacang Tanah
1 I
5
2
:
15
1
1 I
4
:B
1,4
:::
I ::i 1 I :I I 5
1,3
.,.
4,7
:I
i,4
3
1
Selain makanan pokok tersebut untuk menunjang gizi yang diperlukan oleh orang utan, maka diberikan pula makanan pelengkap. Makanan ini diberikan secara bersamaan dengan makanan pokok. Jenis-jenis makanan tambahan yang diberikan dapat dilihat pada Tabel. 8 Tabel. 8 Jenis dan Jadwal Pemberian Makanan Pelengkap
1 I
b. Pemberian Makanan
(1) Waktu dan Frekuensi Garnbaran jadwal pemberian makanan pada setiap kandang di
KBR seperli pada Tabel 9. Tabel. 9 Jenis dan Jadwal Pemberian Makanan menurut Jenis Kandang Jam 09.00
Jenis Ka~idnng
(
Jenis Malianan
K a n d a ~Pi ~e r ~ ~ a a nI rori dan susu Kandang Karantina Jaguig, Ubi jalar, Jambu Biji, Kangkung, Woitel, Kacang Panjang, Mentimun. Buncis. Tomat. Sawi. Kacane Tanah, Daun Pepaya, Melon, Semangka, Nenas, Jeruk, Apel, Kelapa, Telur. Pisang Ambon, Pisang Kepok, Pepaya, Jagung, Ubi jalar, Jambu Biji, Kangkung, Wortel, Kacang Panjang, Mentimun, Buncis, Tomat, Sawi, Kacang Tanah, Daun Pepaya, Melon, Semangka, Nenas, Seruk, Apel, Kelapa, Telur.
-
Kandang Istirahat
Kandang Peragaan Kandang Karantina Kandang Istirahat Kandang Peragaan
I
I
Nasi
I Nasi Pisang Ambon, Pisang Kepok, Pepaya, Jagung, Ubi jalar, Jambu Biji, Kangkung, Wortel, Kacang Panjang, Mentimun, Buncis, Tomat, Sawi, Kacang Tanah, Daun Pepaya, Melon, Semangka, Nenas, Jeruk, Apel, Kelapa, Telur.
Kandang Karantina
-
Kandang Istirahat
-
Makanan dibbekan pada pukul 09.00 yaitu makanan pokok berupa buahan, sayur dan daun muda dan makanan pelengkap dapat berupa buahan, telur dan susu. Waktu dan frekuensi pemberian makanan oleh pengelola untuk orang utan dapat dilihat pada Tabel. 9 Peinberian makanan tambahan berupa susu bertujuan untuk tnemenuhi lcebutuhan protein, selain itu juga diberikan telur. Sedangkan pemberian buah-buahan untuk mernenuhi kebutuhan vitamin. Pada pukul 13.00 siailg diberi lnakanan tambahan berupa nasi dengan
sayuran. Pemberian makanan kadang-kadang diberikail sore hari tergantung ada tidaknya makanan yang tersisa. Pemberian makanan pada orang utan di kandang peragaan pemberian makanan dilakukan pada sore hari sekitar jam 15.30-16.00. Hal ini bertujuan untuk memudalikan orang utan masulc kandang pada waktu sore hari, sehingga tidalc perlu lnelakukaii penggiringan. Pada pagi hari orang utan yang diperagakan hanya diberi makanan seadanya dan diberi roti tawar, agar orang utan di kaildang peragaan bisa alctif mencari makan dan aktif meminta perhatian supaya diberi makan. Icadang-kadang diberikan makanan sisa yang tidak diberikan kemarin. (2) Cara Pemberian
Pemberian makanan dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu pemberian makanan pokok dan pelengkap serta pemberian makana11 tambahan. Pemberian makanan pokok dan pelengkap dilakukan dengan cara sebagai berikut sebelum makanan diberikan terlebih dahulu dipotong kecil-kecil oleh perawat. Hal ini dilakukan uiitulc memudahlcan dalam pemberian dan pengaturan makanan, serta meningkatkan efisieiisi makanan yang dikonsumsi. Setelah dipotong makanan dikombiiiasikan antar jenis berdasarlcan jumlah jeiiis yang ada. Icemudian makaiian diinasukkan ke tempat makan yang tersedia yaiig berada di luar kandang sehingga jika orang utan lapar maka akan langsung mengambil makanan dengaii menjulurkan tangan pada lobang yang tersedia pada tempat makan. Makanan tambahan disajikan dimulai dari nasi yang sudah dimasak dan dicainpur dengan sayuraii tanpa garain di bagi-bagi sesuai dengan proporsi orang utan. Biasanya pembagian ini dilakulcan dengan cara perkiraan, yaitu dengan menggunakan "Centong". Ulcuran nasi yang diberikan yaitu orang utan anak-anak sebanyalc 0,2 kg, untuk remaja sebesar 0,3 kg dan dewasa sebanyak 0,5 kg. Nasi tersebut diletaltltan kedalain piringan yang ben~kurankira-kira 25 cm, ltadang-
kadang makalian tersebut diletakkan di lantai yang cukup bersih untuk 'menghindari nasi tersebut berceceran. (3) Jnn~lahlco~~sumsi
Orang utan di kandang Mangden tiap hari menghabiskan makanan rata-rata 62,9 kg untuk dikonsumsi orang utan sebanyak 36 ekor, dengan perincian anak (0-7) sebanyak 18 ekor, remaja (8-15 th) sebanyak 11 ekor dan dewasa (16 keatas) sebanyak 7 ekor. Makanan yang diberikan disesuaikan dengan tingkatan umur yaitu dengan pembobotan anak, remaja dan dewasa (1 : 2 : 4) bagian. Tabel. 10 Jumlah Konsumsi Makanan Pokok
Hari 1
I Hari 2 / I Hari 3 1
71,5 kg 66,2 kg 67,s kg
1 1
4 kg 6 7 kg
1 /
65,5 kg 6 2 2 kg 61,l kg
I I
Pada pengukuran hari pertama jumlah makanan polcok yang diberikan yaitu 71,5 kg dan sisa makanan yang tidak dimakan yaitu sebanyak 6 kg. Makanan sisa merupakan makanan yang tidak habis dimakan dikandang. Untuk hari kedua makanan yang diberikan 66,2 kg dan sisa yang tidak dimakan yaitu 4 kg, dan hari ketiga makanan yang diberikan sebanyak 67,s kg dan sisa makanan yang tidalc dimalcan 6,7 kg. Jadi keseluruhan makanan yang benar-benar di konsumsi oleh orang utan yaitu hari 1 sebesar 65,5 kg hari 2 sebesai' 62,2 kg dan hari 3 sebesar 61,l kg. Untuk mengetahui rata-rata makanan yang dilconsuinsi yaitu dihitung rata-rata dari makanan yang benar-benar dilconsumsi yaitu sebesar 62,9 kg. Jumlah makanan yang dilconsumsi perhari per individu dapat diduga bahwa untuk anak sebesar 0,69 kg, remaja sebesar 1,72 kg d a ~ i dewasa sebesar 4,49 kg per llari. Jumlah konsumsi makanan tamballan
yaitu nasi dapat langsung dihitung dari jumlali yang diberikan ole11 perawat. Karena biasanya nasi yang diberilcan selalu habis dan tidak bersisa. Jumlah konsumsi nasi untuk kelas umur anak-anak sebanyak 0,2 kg per ekor, remaja sebanyak 0,3 kg per ekor dau dewasa sebesar 0,5 kg per ekor. Makanan yang dikonsumsi orang utan masih kurang untuk memenuhi kebutuhan orang utan, dapat dilihat dari bentuk tubuh orang utan. Ada beberapa orang utan yang kurus serta ada juga yang gemuk. Kondisi ini diduga akibat dari adanya persaingan dalam perebutan makanan saat pemberian makanan. Selain itu dapat disebabkan oleh komposisi makanan yang jauh mendekati kondisi di alarn. Hal ini hams dicermati oleh pengelola agar tidak terjadi persaingan dalaln konsulnsi makanan. Tindakan yang sebaiknya dilakukan yaitu dengan cara memisahkan orang utan yang tertekau dalam salu kandang khusus sehingga dapat memperoleh makanan yang cukup serta membuat komposisi makanan yang sesuai dengan kondisi di alarn.
3. Perawatan Kesehatan
a. Pencegahan dan Pengobatan terhadap Penyakit Tindakan pencegahan terhadap penyakit meliputi aspek yang berhubungan dengan makanan, perkandangan, sistem sanitasi dan kontrol penyakit. Orang utan yang baru datang langsung diperiksa (general check
up) darah, kotoran dan fisik. Selaujutnya dilakukan tindakan pencegahan dengan setiap minggu diperiksa endoparasit, setiap dua bulan sekali diberi obat cacing, setiap setahun sekali diberi valcsin rabies daii hepatitis dan setiap s eminggu s ekali pemberian m akanan t ambahan b erupa mineral, d an multivitanlin. Berdasarkan wawancara pribadi penulis penyakit yang seriug diderita oleh orang utan di KBR seperti
Hel~ninthinsis(diare) yang disebabkan oleh Endoparasit yaitu cacing Slro?igillzis. Gejala yang ditimbulkan dari penyakit ini yaitu diare, nafsu makanan berkurang, badan kurus. Pengobatan yang dapat dilakukan yaitu dengan pemberian obat cacing Pirnntel dan Mzlfindnsol.
Bnlnntidincene yang disebabkan oleh Protozoa (Bnlnnlidirm7) dengan gejala yang ditimbulkan yaitu diare, lesu, nafsu makan berkurang dan menyerang saluran pencernaan yang dipacu ole11 kondisi tubuh yang menurun. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan perbaikan makanan dengan memperhatikan variasi, gizi serta kesehatan makanan. Sedangkan untuk tindakan pengobatan dengan memberilcan
Mebendnsol. Helnzindincene yang disebabkan oleh cacing, dengan gejala diare, nafsu makan menurun menyerang saluran pencernaan. Untuk penanggulangan dapat dilakukan dengan memberikan Mebendnsol. Faktor lain yang bisa mendatangkan penyakit ini yaitu kandang terlalu kotor dan terlalu lembab. Flu disebabkan oleh virus I?lflzie?izcr. Gejala yang ditimbulkan dari penyaltit ini yaitu badan panas, nafsu makan berkurang, keluar ingus. Pengobatan dapat dilakukan dengan memberikan obat flu dan antibiotik yang sama di konsumsi manusia (Tinnizllin, Synm&il dan Nezirobion).
* Selain penyakit diatas ha1 yang paling banyak dialami oleh orang utan yaitu luka luar baik disebabkan oleh kandang maupun perlcelahian yang terjadi sesama orang utan. Gejalanya yaitu terbukanya jaringall tubuh. Untulc pengobatan dapat diberikan Pen-sfreep, Nelirobion, S~llfndilnn7it dan Biconinici?ie. Dalam mendukung program kesehatan hewan di KBR juga dilengkapi infrastruktur berupa Rumah Kesehatan Hewan yang dilengkapi oleh ruang rontgen, ruang pemeriksaan, ruang bedah, ruang laboratoriu~n dan ruang obat. Rumah kesehatan hewan ini di kepalai ole11 seorang dolcter liewan dan dibantu ole11 para staf lainnya.
Salali satu kegiataii rutin yang dilakukan kurator pada orang utan yaitu melakukan pemandian, dengan tujuan untuk menjaga kebersihan badan orang utan serta menjaga suhu tubuh orang utan agar tetap normal. Pemandian orang utan dewasa dilakukan dengan cara penyemprotan air dari kandang, sampai badan orang utan basah, sabun diletakkan ke tangan orang utan kemudian orang utan menggosok badannya sendiri dengan sabun. Pemandian ini biasanya dilakukan pada saat pembersihan kandang. Icadangkadang orang utan juga menolak untuk dimandikan dengan cara menghindar dari semprotan air. Hal ini mungkin karena orang utan sangat sedikit tergantung pada air sehingga dalam rneinerlukan air hanya seperlunya saja. Jadwal pemandian orang utan dewasa tidak menentu, antara 1-2 hari sekali. Pemandian orang utan anak-anak dilakukan pada saat pelepasan berrnain pada jam 10.00-11.00 dan jam 13.00-14.03. Anak orang utan dimandikan langsung oleh perawat di kolam yans dibuat untuk taman bermain. Pemandian dilakukan untuk inembersihkan seluruh bagian tubuh orang utan, dilakukan oleh perawat dengan cara menggosok dan membersihkan
setiap bagian tubuh dengan
mengggunakan
tangan.
Penjadwalan pemandian anak orang utan tidak tentu, tergantung keadaan orang utan jika sudah terlihat kotor biasanya segera dimandikan mengingat ju~nlahanak orang utan yang sangat banyak.
4. Sistenl P e r ~ c a t a t a r ~
Sistem pencatatan hewan memegang peranan penting dalam prograln penangkaran
karena
berhubungan
dengan
penggambaran
orang utan.
Keberhasilan dari suatu penangkaran harus didukung dengan pencatatan yang baik untuk kondisi dan perkembangan individu orang utan. Catatan diperlukan untuk ~nembuatrencana kerja dan sebagai evaluasi keberhasilan program. Sistem pencatatan ini juga penting dalarn memantau keadaan orang utan sehingga meinpermudah dalarn pembuatan program seperti dalam ha1
pertukaran satwa dengan Kebun Binatang lokal (seperti KB Banjar Negara) lliaupun internasional (seperti Japan Zoo dan srilanka
Zoo). Pencatatan
meliputi pencatatan aktivitas harian, aktivitas mingguan, aktivitas bulanan, perkembangan kesehatan dan inventarisasi orang utan. Sistem pencatatan data orang utali di IU3R dilakukan oleh kurator, perawat dan dokter hewan. Catatan inventarisasi orang utan dilaltukan setiap bulan dan dibuat pelaporan pada awal bulan. Pencatatan perkembangan kesehatan orang utan di ICBR dilakulcan setiap bulan. Catatan ini dibuat sekaligus dengan pernberian obat-obat pencegahan penyakit. Pelaporan di ICBR dilakukan setiap bulan sedangkan inelcanisme pelaporan yaitu dilaporkan langsung pada dokter hewan. Jika dilihat dari kedisiplinan pencatatan banyak sekali kekura~igan dalam sistein pencatatan serta banyak data tentang orang utan tidak tercatat, seperti perilaku harian, perilaku mingguan, perilaku bulanan, serta riwayat hidup orang utan.
5. Penandaao
Orang utan yaiig baru datang baik dari suinba~igan,sitaan maupun dari rampasan akan laiigsung diberi nama. Pe~nberiannama dilalculcan berdasarkan penampilan orang utan, atau dapat juga me~iggunalcan nama yang telah diberikan oleh pemilik asal. ICebun Binatang Ragunan telah rneneraplcan sistem peilandaan dengall cara pemberian nomor kandang dan nama orang utan. Di ka~idangkadang-kadang orang utan juga sangat diltenal dengan bailc oleh perawat dengan memperhatikan ukuran tubuh yang sangat menonjol. Menurut Sajutlii (1984) pernberian identitas merupakanan ha1 yaiig penting. 6. Pelatihan Orang Utan
Program pelatihan untuk orang utan di ICBR berupa pelepasan orang Lltali secara berkala di taman bermain. ICegitan ini lebih cendrung berupa pelepasan orang utan agar tidak stres karena terlalu lama dalam ltandang, bulcan merupakan pelatihan. Icegiatan ini bert~~juan unt~~lc lnelnacu sifat alami orang
utan seperti bergantung, tnelolnpat berjalan dan bermain. Orang utan yang dilatih diharaplcan agar alctif dalam setiap kegiatan, ha1 ini berguna jika orang utan tersebut inenjadi hewan peragaan atau tontonan dan dapat menarik tninat pengunjung. Selain itu kegiatan iili juga bertujuan untuk menjaga kesehatan orang utan agar tidak stres terus berada di dalam kandang.
Pelatihan
orang
utaii hanya dilalcukan untuk orang utan anak-anak dan remaja. Orang utan dewasa tidak inendapat pelatihan, ha1 ini berhubungan dengan pengontrolan ditaman bermain dikhawatirkan orang utan dewasa masih liar dan susah untulc diawasi. Pelatihan ini dikhususkan pada orang utan yang sifatnya sudah mulai jinak dan mudah dikendalikan. Pelatihan orang utan dilakukan di taman berinain. Taman ini berbentuk seperti miniatur hutan yang sengaja dibuat dan dilenglcapi dengan pohon buatan, terdapat batang-batang kayu terbuat dari semen dan dilengkapi dengan tali yang diilcat dari kayu ke kayu lain, ayunan, serta palang-palang dari besi sebagai teinpat bergantung orang utan. Selain itu taman ini juga dibuat suatu kolam seluas 8 m2 untuk orang utan berlnain diair dan juga kadang-kadang dijadikan teinpat pemandian bagi orang utan oleh perawat. Pelepasan orang utaii dilakukan oleh perawat jam 10.00-11.00 dan 14.00-15.00 selama satu jam tiap hari. Pelepasan orang utan dilakukan dengan cara orang utan digiring satu-satu ke taman bermain dan dibiarkan sendiri melakukan aktifitasnya. Perawatnya hanya melalculcan pengawasan dan mengontrol agar orang utan tidak keluar dari tainan bermain. Setelah satu jam orang utan dilcembalikan dengan cara digiringan dan dibiinbing ke kandang inasing-masing. Waktu yang dihabiskan orang utan untuk bermain liaiiya sebanyak 2 jam sehari. Jika di bandingkan dengan penelitian Rodman dc[Ic[1?2 Maple (1980) perilaku bermain orang utan sebesar 2,7 %, maka telcnilc pelatihan di ICBR stidah mencuk~lpidalam pernenuhan kebutuhan bermain orang utan.
7. Pasilitas dan Tenaga Kerja
Fasilitas pemeliharaan orang utan yang ada di KBR meliputi kandang, talnan bermain, peralatan kebersihan, papan informasi serta rumah sakit hewan. Sedangkan untuk mendanai keperluan dari satwa dan pengelolaan KBR pihak Ragunan menggunakan dana yang berasal dari Pemda DIU Jakarta dan hasil dari penjualan tiket masuk pengunjung. Perawat pada masing-masing
kandang jumlahnya
berbeda-beda
tergantung dari keadaan satwa yang ada. Perawat di kandang Asmawi berjumlah 2 orang, kandang Mangden sebanyak 5 orang dan untuk kandang karantina sebanyak 2 orang. Perawat bertanggung jawab terhadap satwa selama jam kerja. Perawat di KBR bekerja efektif selama 5 jam sehari dari pukul 08.00-10.00 dan dilanjutkan kembali pukul 14.00-16.00 dan waktu lainnya digunakan untuk istirahat dan aktifitas sosial sesama perawat. Mereka bertugas memberi makan, membersihkan lingkungan luar dan dalam kandang.
C. Penilaiari Icriteria Pengelolaan Orang Utan di Kebun Bintang Ragunan Usaha penangkaran diperlukan standar atau ukuran yang menjadi dasar penilaian tingkat keberhasilan suatu usaha penangkaran, baik dari segi lnaupun dari manajemen. Penilaian ini mengacu pada Pedoman Standar ICualifikasi Penangkaran Tumbuhan dan Satwaliar, Tahun 2002 serta Pedoman Umum ICebun Binatang yang diterbitkan oleh SIC Direktorat Jenderal ICehutanan no. 20AWTS/DJ/V1978 Berdasarkan Pedoman Standar tersebut penghitungan nilai masing-masing indikator usaha penangkaran yaitu: produksi, jenis, manfaat serta aspek teknis lainnya maka I B R memperoleh total nilai yaitu sebesar 2,8252. Hal ini mengindikasikan bahwa I B R masih tergolong usaha penangkaran yang belum berhasil. Berdasarkan Pedoman Standar ICualifikasi Penangkaran Tumbuhan dan Satwaliar ukuran dimensi individu hasil penanglcaran di ICBR kurang baik kebanyakan berukuran kurang dari 90 % ulcuran normal, ha1 ini terlihat dari
penampilan tubuh orang utan yang kurus. Ukuran dimensi individu menurut standar yang baik adalah ukuran individu lebih dari ukuran normal. Aspek pencatatan buku silsilah dan tagging (pelabelan) sudah ada tapi tidak lengkap, sehingga dapat menghambat informasi mengenai sejarah dan riwayat hidup orang utan.
Tabel 11. Bobot Relative untuk masing-masing Indikator Usaha Penangkaran
Berdasarkan Pedoman Umum Kebun Binatang bahwa kandang menjamin tempat berlindung dan berteduh, cukup sinar matahari, luas memadai sesuai dengan jenis satwa dan tingkah laku satwa, menarilc bagi pengunjung, aman dan mudah dibersihkan. Tenaga kerjalahli di IG3R masih kebanyakan memiliki pendidikan yang tidak berhubungan dengan keahlian yang diperlukan, sedangkan berdasarkan Pedoman Umum Icebun Binatang untuk pembinaan kebun binatang diperlukan ahli-ahli dalam bidang pengelolaan lcemargasatwaan, pendidikan dan pelestarian alam.
D. Pengembangan dan Relton~endasi Kualitas penangkaran dapat ditingkatkan dengan lnemenuhi tingkat kebutuhan satwa. Salah satu aspek yang liarus diperhatikan yaitu penempatan orang utan pada kandang hams sesuai dengan kondisi habitat aslinya. Menurut Soeparmo dan -Tamjis (1977) bahwa kandang yang ideal yaitu kandang terbuka, sesuai dengan habitat aslinya. Diusahakan dibuat semirip mungkin dengan habitat aslinya, dengan cara penanaman pohon dalaln kandalig yang dapat digunakan sebagai shelter maupun tempat bersarang. Disamping baik buat satwa lceuntungan juga baik buat pengunjung untuk melihat kehidupan satwa secara alamiah dan dari segi ilmu pengetahuan mudah dalaln melakukan petlgalnatail perilaku satwa secara alamiah. Berdasarkan prinsip konservasi mengingat jumlah orang utan yang begitu banyak dan tidak sebandillg dengan sumberdaya lnalca perlu dilakukan pelepasan orang utan ke habitat aslinya, agar dapat menjaga jumlah populasi orang utan yang ada di alam. Hal ini memerlukan kerja keras, lnengingat orang utan di IG3R ratarata jinak sehingga untuk bertahan hidup di habitat aslinya perlu perubahan perilaku dan penyesuaian.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpula~i 1. Berdasarkan hasil pengamatan orang utan di Icebun Binatang Ragunan yang diindikasikan oleh jumlah orang utan yang meningkat diilcuti oleh angka kematian yang culcup tinggi serta angka Icelahiratl yang rendah malca dapat disimpulkan bahwa pengelolaan di Icebun Binatang Ragunan masih rendah. 2. Tempat hidup orang utan berupa kandang bailc kandang peragaan, lcandang
istirahat maupun kandang karantina masih beluln ideal dalaln pemenuhan kebutuhan orang utan terutama dalam ha1 luasan maupun fasilitas yang ada. 3. Manajemen pemberian makanan masih kurang baik terutama dalam jumlah
makanan dan komposisi yang diberikan belum memenuhi akan kebutuhan orang utan yang diindikasikan oleh penampilan orang utan yaitu dibawah 90 % dari ukuran normal.
4. Sistem pencatatan orang utan masih banyalc belum dilalcukan se-perti
pencatatan perilaku harian, perilaku mingguan, . perilalcu bulanan dan . pencatatan sejarah silsilah orang utan, sehingga diduga dapat berpengaruh terhadap keberhasilan pengelolaan orang utan
B. Saran 1. Perlu diadakan penelitian mengenai julnlah makanan yang dikonsumsi oleh tiap individu jantan dan betina agar dapat dibedakan jumlah makanan dari jenis kelamin yang berbeda serta pengamatan perilaku dari jam 16.00-18.00 dan 06.00-08.00 2. Perlu pembuatan habitat yang lebih sesuai dengan kondisi dialam agar
perilaku asli orang utan tetap terjaga, seperti pengadaan pohon di kandang peragaan untuk orang utan bergantung lebih tinggi dan untuk membuat sarang. 3 . Manajemen perlu di tingkatkan terntanla dalam manajemen pemeliharaan
(makanan, perkandangan, pengawasan, sistem perawatan kesehatan) untuk orang utan agar bisa tercapai tujuan dari pengelolaan orang utan.
DAFTAR PUSTAKA. Alikodra, H. S. 1978. Pedoman Pengelolaan Sahva Langkah Jilid I Marnmalia, Reftilia dan Ampibi. Direktorat Jenderal Kehutanan. Direktorat Perlindungan dan Pengawetan..Alam. Bogor.
-------------- . 1988. Dasar-Dasar Pembinaan Margasahva. Laboratorium Sahvaliar. Jurusan Konservasi S umberdaya H utan Fakultas Kehutanan Institut P ertanian Bogor. Bogor. Arief, H. 1998. Primata. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Bulu, P. M. 2000. Kasus-Kasus Klinis yang Sering Terjadi dan Manajemen Kesehatan Satwa Primata Di Unit Karaqntina Dan Penangkaran PSSP LP IPB, Darmaga Bogor. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Brahmantya, C. 2002. Perawatan Anak Orang Utan di Taman Satwa (Orang Utan Nursery in The Zoo). Slnipsi. Fakultas Kedolrteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Cowlishaw, G & R. Dunbar. 2000. Primate Consenration Biology. The University of Chicago. Chicago & London. Galdikas, B.M.F. 1984. Adaptasi Orang Utan di Suaka Tanjung Puting Kalimantan Tengah.Universitas Kalifornia. Los Angeles. Halim, U. A. 1982. Beberapa Aspek Tingkah Laku Orang Utan Sumatera (Pongo pygmaeus abelii) di Ketambe, Aceh Tenggara. Universitas Nasional Jakarta. Jakarta. Iskandar. D. 2002. Penangkaran Owa Jawa (Hylobates moloch) di Tarnan Margasatwa Ragunan Jakarta. Jurusan Ilrnu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Koenigswald, G.H.R. 1981. Distribution and Evolotion of Orang Utans, (Pongo pygmaeus) dalam The Orang Utan Its Biology and Conservation. De Boer (Edt). Dr W Junk Publishers. Boston London. Kudus, R. S. 2000. Analisis Hubungan Antara Dimensi Sarang Karakteristik Individu Orang Utan (Pongo pygmaeus pygrttaeus Linnea, 1760) di Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
LIPI. 1982. Beberapa Jenis Mammalia. Lembaga Biologi Nasional LIPI. Bogor. Manangsang, J. 2002. Management of Primates in Taman Safari Indonesia. Dalam International symposium : Application of Non Human Primates in Biotechnology for Conservation and Biomedical ResearchBogor-Indonesia. Reseach Institut of Bogor Agricultural. Bogor. Maple, T.L. 1980. Orang Utan ~ e h a v i o r . ~ aNostrand n Reinhold Primate Behavior and Development Series. New York Masy'ud, B. 2001. Dasar-Dasar Penangkaran Satwaliar. Laboratorium penagkaran Satwaliar. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Meijaard, E; H. D. Rijksen & S.N. Kartikasari. 2001. Diambang Kepunahan; Kondisi Orang Utan di Awal Abad ke-21. The Gibbon Foundation. Jakarta. Nugroho, W. 2002. Studi Kasus Kecacingan Pada Orang Utan (Por~gopygr~~aeus pygmaeus Linnae, 1760) di Taman Margasatwa Ragunan Jakarta. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nursahid. R. 1999. Mengapa Satwaliar Punah ?. KSBR. Malang. Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2002. Pedoman Standar Kualifikasi Penankaran Tumbuhan dan satwaliar. Kegiatan Proyek Pemantapan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Jakarta. C
Rijksen, H. D. 1978. A Field Study on Sumatra Orang Utans (Pottgopygri~aeusabelii Lesson, 1827). Ecology, Behavior and Conservation. H Veenman & Zonen B.V. Wageningen. Sajuthi, D. 1984. Satwa Primata Sebagai Hewan Laboratorium. Institut Pertanian Bogor. Bogor Sinaga, T. 1992. Studi Habitat dan Prilaku Orang utan (Por~goPygrtraetrs abelii) di Bahorok Taman Nasional Gunung Leuser. Tesis. Program Pasca Sajana. lnstitut Pertanian Bogor.Bogor. Soedhono, R. V. J. 1985. Pengaturan dan Tata Cara Pelaksanaan Usaha Penangkaran Buaya di Indonesia. Dalam Proceeding Diskusi : Penangkaran Buaya Salah satu Bentuk Pemanfaatan Untuk Menunjang Perekonomian. Disanlpaikan 2 Oktober 1985 Biotrop-Bogor. Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungall Hutan dan Pelestarian Alam. Balai Konservasi Sumberdaya Alam. Bogor.
Soeparmo, R & M. Tanljis. 1977. Masalah Kesehatan Satwa di Kebun-Kebun Binatang. Dalam : Lokakarya Kebun Binatang dan Musyawarah ke-2 Perhimpunan Kebun Binatang seluruh Indonesia, Tanggal 30 Nopember - 2 Desember 1977 di Ragunan Jakarta. Direktorat Jenderal Kehutanan Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam. Bogor. Suwandi, A. 2000. Karakteristik Ternpat Bersarang Orang Utan (Pongo pygniaelts pygmaeus Limae,l760) di Camp Leakey Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah. Skripsi. Jurusan Kons,ewasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor Triwahyuningsih, R. C. 1984. Evaluasi Fungsi Stasiun Rehabilitasi Orang Utan di Bahorok Taman Nasional Gunung Lauser. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institutu Pertanian Bogor. Bogor. Wardiningsih, E. 1992. Orang Utan di Sumatera : Upaya Rehabilitasi. Dalam Khasanah Flora dan Fauna Nusantara. S. D. Sastrapradja; S, Adisoemarto; M. A. Rifai (Edt).Yayasan Obor Indonesia Jakarta. Pp : 38-54. Yasuma, S. 1994. An Invitation to The Animal of East Kalimantan. Cooperation Agency and Directorate General of Higher Education Republic of Indonesia. Jakarta.
SKETSA KEBUN BINATANG RAGUNAN DKl JAKARTA
Lampiran 2. Populasi Orang Utan di Kebuil Binatailg Ragunan
Lanjutan l'opul:~si O r a ~ ~Utan g dl Knndang as maw^ No
I
1
Yessy
F
2
F
3
Bongga Donna
4
Nakal
7 8
1
1
T.23.03.1999 T.25.05.1980
M M
Keterangan
M F
(
M
T. 05.09.2000
I
: Jantan
: Betina
T. 13.04.2002 T. 26.03.2002
1
Liar Liar Liar Liar
T. I1.09.2002
. Bruni Gomblo
1
TgI T e r i m f l ~ Lnhir I Tempnt Lahir
Nama
1
Liar Liar
Umur (Th)
Asal
17
Sitaan Sumbangan Sitaan Sitaan
(
Sumbangan Sumbangan
33
25 12
I
12
7
Lampiran 3. Tabel Perilaku Orang Utan di Kandang Peragaan
Lampiran 4. Tabel Perilaku Orang Utan di ICandang Istirahnt
Lailjtrtar~
Bergerak Mernberi perhatian Mernenta perhallan Berkelahi
3
36 45
20 38
44 46
6
40 45
52 54
53 Lampiran. 5 Tabel Orang Utan yang Mati di Kebun Billatang RarZunan
21. 22. 23..
Jefri Ayl
Nuning
Keterangan
M F
M F F
T.19.03.1999 T.19.03.1999 T.23.03.1999 T.16.10.2002
: Jantan : Betina
22.05.1999 27.05.1999 26.04.1999 22.10.2003
Lampiran 6. Tabel Orang Utan yang Keluar dari Kebun Binatane Ragunan
Keterangan
M F
: Jantan : Betina
Larnpiran 7. Penataan Kandang A (Mangden) I
Luas : 1.5 Ha Keterangan: 1-16 : Kandang Istirahat A : Kandang Peragaaan B : Arena Bermain C : Kandang Gorilla D : Rumah E : Kolam
Lampiran. 8 Tabel Bobot Relatif untuk masing-masing Indikator Usaha Penangkaran
Lampiran 9. Kategori Penilaian Usaha Penangkaran Berhasil, jika: 1. Unit manajemen telah memenuhi persyaratan minimum yaitu sudah berhasil
mengembangbiakan/memperbanyak/membesarkan yang keberadaan buku silsilah (Stoodbook) dan buku mutasi stock. 2. Total skor yang diperoleh unit manajemen > 3,500
Belum berhasil, jika : 1. Unit manajemen telah memenuhi persyaratan minimum. 2. Total skor yang diperoleh < 3,500
Atau jika 1. Unit manajemen belum memenuhi persyaratan minimum. 2. Total skor yang diperoleh <3,500
Gagal, jika 1. Unit manajemen belum memenuhi persyaratan minimum. 2. Total skor yang diperoleh .:3,500
dicirikan
oleh
Kandang Peragaan
Makanan Orang Utan
Pemandian Orang Utan
Kandang Istirahat
Orang Utan Terserang Penyakit
Taman Bermain