KAJIAN PENGAWASAN MUTU DAN PEMASARAN APEL Dl KEGAMATAN BUMIAII, MALANG
OLEH
1995
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANlAN INSTITUT PERTANlAN BOGOR B060R
b'
Mukti Wibowo. F 27 0248. Kajian Pengalvasan Mutu dan Pemasaran Ape1 di Kecamatan Burniaji, Malang. Di bawah bimbingan Soesarsono Wijandi, MSc.
#'- ..,
RLNGKASAN
Apel merupakan salah satu komoditas buah-buahan di Indonesia yang mempunyai potensi produksi dan pasaran yang cukup baik, narnun dihadapkan pada kendala karena sifat buah apel yang mudah rusak (perishable) dan tidak tahan lama serta belutii maksimalnya pengawasan mutu petani dan para pelaku pemasaran pada saat pasca panen yang mengakibatkan masih banyak terjadi kerusakan-kerusakan dan penurunan mutu buah serta menurunnya pangsa pasar buah apel. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari aspek pengawasan mutu dan pemasaran ape1 di tingkat petani dan para pelaku pemasaran (tengkulak, 'pedagang pengumpul' dan pedagang pengecer); liiempelajari cara-cara pengawasan mutu dan pemasaran apel; serta mempelajari model atau pola kemitraan yang terlibat dalam pemasaran apel. Berdasarkan jangka waktunya kemitraan usaha yang terjadi antara pelaku pemasaran ape1 dapat diklasifikasikan ke dalam 'pola kemitraan insidentil' (hubungan petani dengan tengkulak dan 'pedagang pengumpul', liubungan tengkulak dengan 'pedagang pengumpul', liubungan tengkulak dengan pedagang pengecer serta hubungan 'pedagang pengumpul' dengan grosir di luar kota). Sedangkan berdasarkan pola kerjasama yang dijalin, pola kemitraan usaha yang terjadi antara pelaku pemasaran ape1 di Kecamatan Bumiaji, Malang termasuk pola 'kontrak kerja' (contoh : Paguyuban Petani Apel BAGUS).
Tingkat pengawasan mutu yang dilakukan oleh pelaku pemasaran apel berbedabeda, di mana tingkat pengawasan iiiutu 'pedagang pengumpul' lebih baik dibandingkan pedagang pengecer dan tengkulak. Hal ini dapat dililiat dari nilai tambah yang diteriiiia dan RIC rasio baik untuk jenis apel Rome Beauty, Manalagi maupun Anna.
Nilai ta~iibahyang diteri~napada tingkat 'pedagang pengumpul' lebih baik daripada pedagang pengecer. maupun tengkulak untuk ape1 Rome Beauty, Manalagi dan Anna, masing-masing 21.05%. 8.13% dan 5.51 % untuk ape1 Rome Beauty, 31.22%. 6.39% dan 4.84% untuk apel Manalagi, serta 21.60%, 6.06% dan 6.97% untuk apel Anna, dari harga yang harus dibayar konsumen. R/C rasio pada tingkat 'pedagang pengu~npul',pedagang pengecer dan tengkulak, masing-iiiasing sebesar 1.27, 1.09 dan 1.06 untukapel Rome Beauty, 1.42, 1.07 dan 1.05 untuk ape1 Manalagi, serta 1.28, 1.06 dan 1.04 untuk ape1 Anna. Terdapat keterkaitan yang sangat erat antara mutu ape1 dan harganya yaitu bahwa semakin bagus mutu apel, selnakin tinggi harga jualnya, yaitu untuk grade A , B, C dan krill harga jualnya iiiasing-masing Rp 1 900; Rp 1 750; Rp 1 500; dan Rp 1 300 per kilograrn untuk ape1 R o ~ n eBeauty. Sedangkan untuk ape1 Manalagi masing-masing R p 3 000; Rp 2 500; Rp 2 050; dan Rp 1 750 per kilogram dan untuk ape1 Anna Rp 2 500; Rp 2 400; Rp I 950; dan Rp 1 650 per kilogram. Hal ini dibuktikan dengan nilai koefisien korelasi antara mutu apel dan harganya (r) yang mendekati nilai satu dan .si,qn(ficrinf (nyata) berdasarkarl uji statistik a = I persen ( r = 0.9748 untuk ape1
Rome Beauty, r
=
0.9732 untuk ape1 Manalagi dan r
=
0.9535 untuk ape1 Anna).
KAJIAN I'ENGALVASAN MUTU DAN PEMASAIlAN AI'EL DI ICECAMATAN BUMIAJI, MALANG
oleh MUKTI
WIDOW0
F 27. 0248
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
1995
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT FAKULTAS
PERTANIAN
TEKNOLOGI
BOGOR PERTANIAN
KAJIAN PENGAWASAN hlUTU DAN PEhlASARAN AI'EL DI KECAMATAN BUMIAJI, MALANG
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh KUKTI
WIBOWO
F 27. 0248 Dilahirkan pada tanggal 6 Agustus 1971 di Banyuwangi Tanggal lulus :
Mei 1995
Dosen Pembimbing
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. Selama penelitian, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak.
Untuk
itu penulis menyampaikan
terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Bapak Ir. H.
Soesarsono Wijandi, MSc., selaku dosen
pembimbing, 2.
Bapak-Ibu Suntakim, Bapak-Ibu Kastanu yang telah banyak memberikan bantuannya selama penulis di Malang, juga Bapak Arfa'i, Bapak Sunfiatmodjo, Bapak
Toha dan Yeni
di Paguyuban Petani Ape1 (PPA) BAGUS, Batu Malang yang telah banyak memberikan bantuannya, 3.
Kakak-kakakku
tercinta, yang telah banyak memberikan
bantuan moril maupun materiil selama penulis menyelesaikan studi di IPB, 4.
Teman-temanku, khususnya : Hari (di UI), Dilar, Giri, dan Ono (di IPB), yang telah banyak memberikan bantuan moril kepada penulis Penulis sadar bahwa isi skripsi ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun penulis harapkan. Bogor,
April 1995
Penulis
DAFTAR
IS1 Halaman
................................ I S 1 .................................... T A B E L .................................. GAMBAR ................................ LAMPIRAN ...............................
KATA PENGANTAR DAFTAR DAFTAR DAFTAR DAFTAR
I
.
. B.
A
I1
I11
.
.
............................ P E N E L I T I A N .........................
............................. P E M I K I R A N ........................
KERANGKA
WAKTU DAN L O K A S I P E N E L I T I A N PENGUMPULAN DATA
D.
P E N A R I K A N CONTOH
. .
...............
.......................... ..........................
PENGOLAHAN DAN A N A L I S I S DATA
H A S I L DAN PEMBAHASAN A
ix 1
3
.
E
viii
TUJUAN
METODA P E N E L I T I A N
C
vi
1
.............................. A . A P E L ...................................... B . PENGAWASAN MUTU ........................... C . PEMASARAN ................................. D . KEMITRAAN ................................. . B.
iv
LATAR BELAKANG
T I N J A U A N PUSTAKA
A
I V.
....................................
PENDAHULUAN
iii
..............
..........................
KEADAAN UMUM WILAYAH
iv
......................
4 4
9
12
17
22 22 23 23 23 26
34 34
................... 1 . Jenis dan Sifat Komoditas .............. 2 . Saluran Pemasaran Ape1 ................ 3 . Proses Pemasaran Ape1 .................
B.
KERAGAAN PEMASARAN APEL
C.
KEMITRAAN USAHA
. 2. 1
V
.
VI .
Berdasarkan
........................... Jangka Waktu ..............
Berdasarkan Pola Kerjasama yang Dijalin
......................
D.
PENGAWASAN MUTU APEL
E.
ANALISIS BIAYA. NILAI TAMBAH DAN R/C RASIO PEMASARAN APEL ...........................
F.
ANALISIS HARGANYA
KORELASI
ANTARA
MUTU
APEL
DAN
..................................
CARA-CARA PENGAWASAN MUTU DAN PEMASARAN APEL .........................................
.......................... A . KESIMPULAN ................................ B . SARAN ..................................... KESIMPULAN DAN SARAN
................................ ......................................
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR
TABEL
Halaman
........... .............
Tabel
1.
Komposisi buah ape1 segar
Tabel
2.
Standar kematangan ape1
Tabel
3.
Unit contoh petani apel di Kecamatan Bumiaji, Malang ....................
24
Sebaran masing-masing contoh para pelaku yang terlibat dalam pemasaran ape1 di Kecamatan Bumiaji, Malang ...
26
Grade apel berdasarkan jumlah buah per kilogram ........................
32
Volume rata-rata penjualan apel yang dilakukan oleh pelaku pemasaran pada setiap transaksi di Kec. Bumiaji ....
52
Kondisi penanganan apel di Kecamatan Bumiaji, Malang
.....................
58
Rataan mutu apel Rome Beauty pada berbagai tingkat rantai pemasaran di Kecamatan Bumiaji, Malang ...........
67
Rataan mutu apel Manalagi pada berbagai tingkat rantai pemasaran di Kecamatan Bumiaji, Malang ...........
70
Tabel 10. Rataan mutu apel Anna pada berbagai tingkat rantai pemasaran di Kecamatan Bumiaji, Malang .....................
72
Tabel 4.
Tabel 5. Tabel
6.
Tabel 7. Tabel
8.
Tabel 9.
Tabel
11.
Nilai tambah pemasaran apel RomeBeauty ..............................
7 11
74
Tabel
12.
Nilai tambah pemasaran apel Manalagi ................................ 75
Tabel
13.
Nilai tambah pemasaran ape1 Anna
Tabel 14. R/C rasio ape1 Rome Beauty
.... ..........
76
80
. R/C
.............
80
.................
80
Tabel 17 . Nilai koefisien korelasi antara mutu ape1 dan harganya ...................
82
Tabel 18 . Standar mutu apel Rome Beauty. Manalagi. dan Anna yang banyak disukai konsumen
88
Tabel 15
rasio ape1 Manalagi
Tabel 16 . R/C rasio ape1 Anna
............................
DAFTAR
GAMBAR
Halaman
...... penelitian .
Gambar 1.
Delapan macam bentuk buah ape1
Gambar 2.
Diagram alir tatalaksana
Gambar 3.
Saluran pemasaran apel di daerah sentra produksi Kecamatan Bumiaji
Gambar 4. Gambar 5.
6
33
...
46
Proses sortasi dan grading apel di Kecamatan Bumiaji, Malang ...........
61
Proses pengepakan apel di Kecamatan Bumiaji, Malang ...........
64
DAFTAR
LAMPIRAN Halaman
Lampiran 1. Lampiran 2.
Data curah hujan d a n RH rata-rata Kecamatan Bumiaji, Malang .........
97
Peta pembagian desa atau kelurahan untuk Kecamatan Bumiaji, Malang
98
............................
I. PENDAHULUAN
Salah satu buah-buahan yang bukan tanaman asli Indonesia dan dapat dibudidayakan dengan baik adalah ape1
(Malus sylvestris Mill.).
Berdasarkan laporan
Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur, pada tahun 1979 daerah Malang telah menghasilkan 15 881 ton buah apel. Sedang pada tahun 1992 mencapai 127 654 ton buah. Diperkirakan pada tahun-tahun mendatang terjadi
per-
tambahan produksi apel secara pesat. Selama ini produksi apel nasional belum mampu memenuhi kebutuhan apel dalam negeri yang ditunjukkan secara tidak langsung dengan dilakukannya impor apel dengan volume yang cenderung semakin meningkat.
Dalam
hubungan ini perlu disebutkan bahwa selama kurun waktu 1984-1990 terjadi kenaikan volume impor buah apel dari 45.4 ton menjadi 2 177.5 ton (Pusat Penelitian Sosial Ekonomi
Pertanian,
1992).
Pencabutan pembatasan
impor buah-buahan termasuk apel yang dilakukan pemerintah sejak bulan Juni 1991 (Paket Juni 1991), mengakibatkan membanjirnya apel impor di dalam negeri dengan harga yang cukup murah yang selanjutnya membawa dampak berupa
penurunan harga jual dan volume penjualan
apel
di dalam negeri kurang lebih 12.5 persen (Arsip Paguyuban Petani Apel BAGUS). Buah-buahan
termasuk
hortikultura yang
apel merupakan
komoditas
mudah rusak (perishable)
bersifat
apabila setelah dipanen dibiarkan begitu saja tanpa adanya penanganan yang
berakibat
atau pengawasan mutu lebih lanjut terhadap
penurunan mutu buah. buah
apel
dapat
terjadinya
disebabkan
faktor
fisik, kimiawi,
Di daerah tropis seperti
diperkirakan tingkat
kerusakan
selama pasca panen berkisar antara 22 1981).
dan
Kerusakan dan penurunan mutu
parasitik dan mikrobiologis. Indonesia
kerusakan
-
buah
apel
78 persen (FAO,
Sedangkan menurut Arsip Paguyuban Petani Apel
BAGUS (1994), kerusakan atau penurunan mutu apel saat pasca panen 25
-
40
di
tingkat
persen.
pedagang
pengecer
sebesar
Sedangkan pada tingkat
'pedagang
pengumpul' tercatat sebesar 18
-
25 persen.
Mutu atau kualitas buah apel merupakan kombinasi dari
karakteristik, ciri-ciri
diberikan
komoditas
tersebut
dan
sifat-sifat
yang
untuk
dikonsumsi
oleh
manusia sehingga dapat dikenal derajat keistimewaan dan keunggulannya (Kader, 1985).
Mutu atau kualitas buah
apel yang disukai konsumen adalah buah yang baik kualitas cita rasa, menarik penampakannya dan mempunyai daya tahan yang dapat diandalkan selama penyimpanan.
Namun
demikian menurut Kusumo (1986), standar mutu buah apel
di Indonesia belum ada.
Pada umumnya harqa apel di
pasaran
jumlah
ditentukan
oleh
buah
per
kilogram.
Klasifikasi yang digunakan petani atau pedagang dalam menentukan harga adalah jumlah
-
buah/kg, 7
3
8 buah/kg, 9 -
10
- 4 buah/kg, 5 buah/kg,
11
buah/kg, dan 16 buah ke atas per kilogram.
-
-
6 15
Makin
sedikit jumlah buah per kilogram, makin tinggi pula harqanya.
Ukuran buah yang digemari konsumen adalah
yang berisi 5
-
6 buah/kg (Yuniarti dan Suhardi, 1989).
Permintaan yang semakin berkembang terhadap buah apel tidak hanya terbatas pada kuantitasnya dan kualitasnya,
akan
tetapi
juga
kemudahan
mendapatkan komoditas tersebut. ketepatan
dan
keefektifan
konsumen untuk
Untuk itu diperlukan
distribusi
pemasarannya.
Sedangkan untuk memperoleh mutu dan sistem distribusi pemasaran yang baik diperlukan juga faktor pendukung yaitu adanya kerjasama atau kemitraan diantara berbagai pihak yang terkait.
Dalam kenyataannya kerjasama antar
pelaku sistem dalam sistem agribisnis sampai saat ini masih
belum
berjalan
Model-model
kemitraan
dikatakan
belum
secara yang
mampu
efektif selama
dan
ini
mewujudkan
efisien.
ada
dapat
keterpaduan
aktifitas antar pelaku sistem agribisnis.
Salah satu
pihak seringkali memiliki dan memerankan peran lebih dominan
dan
merugikan
agroindustri
misalnya,
pihak pada
lainnya.
umunya
lebih
Pengusaha menguasai
manajemen, tambah
teknologi
komoditas
dan
diserap
pemasaran langsung
sehingga oleh
nilai
pengusaha.
Sementara petani yang sejauh ini hanya mampu menguasai teknik budidaya, memiliki lahan usaha dan tenaga kerja, menjadi tidak berdaya dalam kemitraan yang semestinya memberikan keuntungan yang seadil-adilnya
bagi para
pelaku kemitraan tersebut (Dirjen Tanaman Pangan dan Hortikultura, 1994) .
Oleh karena itu kajian aspek
pengawasan mutu dan pemasaran ini menjadi sangat pent ing . B.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah : (1) mempelajari aspek pengawasan mutu dan pemasaran apel di tingkat petani dan para pelaku pemasaran (tengkulak; 'pedagai~g pengumpul'; dan pedagang pengecer),
(2) mempelajari
cara-cara pengawasan mutu dan pemasaran apel, dan (3) mempelajari model atau pola kemitraan yang terlibat dalam pemasaran apel.
11.
A.
TINJAUAN PUSTAKA
APEL
Tanaman apel (Malus sylvestris Mill.)
termasuk
filum Spermatophyta, kelas Anqiosperrnae, s u b k e l a s Monocotyledonae dan famili Rosaceae.
(Direktorat Bina
Produksi Hortikultura, 1985). Buah apel merupakan salah satu jenis buah yang digemari rakyat Indonesia, terutama di kota-kota besar. Hal ini tampak dari peningkatan produksi buah apel di Jawa Timur, sebagai daerah sentra produksi buah apel di Indonesia, yaitu sebanyak
275 065 ton
pada
tahun
1988 meningkat menjadi 300 148 ton pada tahun 1989 (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Timur, 1989). Sejak awal tahun 1983, Pemerintah Indonesia telah melarang impor beberapa jenis buah segar termasuk diantaranya buah apel.
Akibatnya volume impor buah
apel segar ke Indonesia mengalami penurunan sejak tahun 1983, yaitu 2 025 ton pada tahun 1983 menurun menjadi' 0.9 ton pada tahun 1987.
Dengan tidak adanya saingan
dari apel impor, maka potensi pasar apel Indonesia cukup baik di masa mendatang.
Bahkan pada tahun 1989
Indonesia telah berhasil mengekspor buah a p e l k e Singapura
sebanyak
21.4 ton (Direktorat Bina Produksi
Hortikultura, tanaman dalam
1990).
Beberapa varietas ape1 hasil
negeri yang sudah banyak
dikenal di
pasaran adalah Rome Beauty, Manalagi dan Princess Noble (apel hijau).
Dalam program mencari varietas-varietas
unggul, di kebun percobaan di Banaran, Kecamatan Batu Malang, telah ditanam sembilan varietas apel, yaitu Princess Noble, Manalagi, Rome Beauty, Red Rome Beauty, Cahort I no. 23, Cahort I no.25, Cahort I no.27, Mc. Intosch dan Winter Banana.
Salah satu sifat unggul
yang diinginkan adalah buah yang mempunyai penampakan menarik dan rasa yang banyak disenangi, yaitu manis denqan rasa sedikit masam (Yuniarti dan Suhardi, 1989). Melihat banyaknya jumlah kultivar apel tidaklah aneh jika ciri-ciri morfologinya pun beragam. contoh bentuk
buah
dengan Manalagi.
apel Rome Beauty
Menurut Untung
Sebagai
jelas berbeda
(1994) ada delapan
macam bentuk buah apel seperti nampak pada Gambar 1, yakni : flat, flat-round, round, round-conical, lonqconical, oblong dan oblong-conical.
Bentuk buah terse-
but dipengaruhi oleh iklim dan tanah tempat tumbuh.
Secara umum buah yang berasal dari sebelah Utara qaris meridian sebagian besar berbentuk conical.
FLAT-ROUND
FLAT
Gambar 1.
OBLONG
CONICAL
OBLONG-CONICAL
ROUND-CONICAL
LONG-CONICAL
ROUND
Delapan m a c a m b e n t u k buah a p e l (Untung, 1 9 9 4 )
S e p e r t i umumnya p a d a b u a h - b u a h a n , pada d a g i n g buah a p e l a d a l a h a i r . karbohidrat yang t e r d i r i
baqian t e r b e s a r Ape1 mengandung
a t a s g u l a dan p a t i ,
yang
banyaknya t e r g a n t u n q d a r i t i n g k a t kematanqan buah. S e l a i n i t u a p e l j u g a mengandung asam-asam pektin, vitamin, sisi kimia
apel
zat-zat
organik,
m i n e r a l dan l a i n - l a i n .
selengkapnya
zat
Kompo-
t e r d a p a t pada T a b e l 1.
Tabel 1.
Komposisi buah apel segar (100 gram ~ a m ~ e l ) ~ )
Komposisi
Kandungan
Air Karbohidrat fruktosa sukrosa glukosa xylosa Lemak Protein asparagin asam aspartat asam glutamat serine - alanin Asam organik malat quinin sitrat sitramatat shikimat klorogenat p-coumarylquinat Vitamin biotin asam pamtotenat riboflavin thiamin myoinositol Mineral kalsium magnesium fosfor kal ium a ) Stephanie
0.1 - 1.36 0.04 - 0.46 trace-0.02 trace - 0.05 trace - 0.015 trace - 0.30 trace - 0.05
g g g g g g g
(1983)
Sedangkan menurut hasil penelitian Yuniarti dan Suhardi (1989)
terhadap kesembilan varietas apel yang
ditanam di kebun percobaan di Banaran, kandungan air dari semua varietas 84.06
-
86.55 persen, diameter buah
5.93 - 7.50 cm, keliling buah 19.02
-
23.93 cm, tebal
buah 4.57 - 6.25 cm, dan bobot buah 113.44
-
228.12
gram.
Varietas Cahort I no.25 mempunyai ukuran buah
terbesar bila ditinjau dari diameter kelilingnya (23.9 Cm).
(7.5 cm) dan
Varietas ini juga mempunyai
bobot buah tertinggi, yaitu 228.1 gram. Menurut Kusumo (1986), standar mutu buah apel di Indonesia belum ada.
Pada umumnya harga apel d i
pasaran ditentukan oleh jumlah buah per kilogram. Klasifikasi yang digunakan petani atau pedagang dalam menentukan harga adalah jumlah 3 buahlkg, 7 - 8 buahlkg, 9
-
-
4 buahlkg, 5 - 6
-
10 b u a h l k g , 11
buah/kg, d a n 16 buah k e atas per kilogram.
15
Makin
sedikit jumlah buah per kilogram harganya makin tinggi pula.
Ukuran buah yanq digemari konsumen adalah yang
berisi 5 - 6 buah/kg (Yuniarti dan Suhardi, 1989). Departemen Pertanian Amerika Serikat menetapkan tingkat mutu (grading) buah apel segar yang
hendak
dipasarkan sebagai komoditas segar berdasarkan pertimbangan sebagai berikut : buah harus mulus, bersih dan bebas dari kebusukan serta kerusakan fisiologis, buah memiliki tingkat kematangan yang cukup dengan aroma (flavour), karekteristik warna dan bentuk yang khusus serta bebas dari segala bentuk cacat, bentuk buah harus tetap pada kondisi yang berbeda (Ryall dan Pentzer,
9
B.
PENGAWASAN MUTU
Kualitas atau mutu didefinisikan sebaqai suatu ciri-ciri yanq membuat bahan dapat dikenal derajat keistimewaan dan keungqulannya.
Kualitas dari komodi-
tas hortikultura seqar merupakan kombinasi dari karakteristik, ciri-ciri dan sifat-sifat yanq diberikan komoditas pada manusia untuk dimakan (Kader, 1985). Faktor-faktor yanq mempengaruhi kualitas dari komoditas hortikultura seqar antara lain (Kader, 1985) antara lain : 1.
Faktor g e n e t i k , misalnya seleksi kultivar dan tanaman buahnya (rootstocks)
2.
Faktor-faktor linqkunqan sebelum panen, seperti iklim-temperatur, cahaya, anqin, curah h u j a n , polutan, kondisi pertanaman-tipe tanah, cadanqan hara dan air, mulsa, pemanqkasan, penjaranqan, perlakuan-perlakuan bahan kimia, waktu dan metoda pemetikan
3.
Pemanenan; fase-kedewasaan, pematangan, umur fisioloqis
4.
Perlakuan-perlakuan pasca panen, seperti faktorfaktor linqkungan (temperatur, kelembaban nisbi, komposisi atmosfir penyimpanan), metoda penanqanan, lama waktu antara panen dan konsumsi
10
Varietas-varietas apel yang disukai orang adalah b a i k dalam kualitas cita r a s a , penampakan sangat menarik,
r e l a t i f t a h a n t e r h a d a p hama
produktif dan kuat tanamannya. bagus
dalam
penyimpanan
penyakit,
Jika buah apel tersebut dan
penanganan
serta
pengolahannya, maka nilai varietas tersebut meningkat (Childers, 1973) . Warna buah apel merupakan salah satu penentu k u a l i t a s a p e l , k a r e n a berkaitan langsung dengan penampilan disukai atau tidaknya oleh konsumen.
Warna
buah apel disebabkan oleh kelompok piqmen anthocyanin yang didominasi oleh cyanidin (Markasis, 1975).
Per-
kembangan dan perubahan warna buah apel ditentukan oleh perubahan anthocyanin, yang dipengaruhi oleh temperat u r , unsur hara tanah, kandungan air tanah, cahaya matahari, kerusakan oleh hama dan sebagainya (Childers, 1973). Di USA terdapat dua jenis kriteria standar yaitu U.S.
Standard
(1976)
dan
California
Food
and
Agricultural Code (C.A. Standard, 1983) (Kader, 1985). Standar mutu apel segar menurut U.S. Standard ditentukan oleh : derajat kematangan, warna, firmness, bentuk dan ukuran, bebas dari kerusakan-kerusakan internal browning, internal breakdown, scald, scab, bitter pit, jonathan spot, freezing injury, water core, bruises russeting,
scars, insect damage, dan
kerusakan
lain.
Sedangkan C.A.
Standard menggunakan standar derajat
kematangan dengan mengukur total padatan terlarut (SSC) d a n u j i f i r m n e s s , seperti terlihat pada Tabel 2. Selain derajat kematanqan, C.A. Standard juga menetapkan standar ukuran, warna, kondisi daqing buah, bebas dari kerusakan (seperti : scald, spot, internal breakdown, water core, bruisess, sun burn, russetinq) , dan bebas busuk. Di Indonesia belum ada standarisasi mutu buah ape1 segar.
Kriteria-kriteria yang digunakan adalah sebagai
berikut : derajat kematangan, besar buah, warna buah, kebersihan kulit, rasa, aroma dan kekerasan daging buah (Kusumo, 1986). Tabel 2. - --
Standar kematangan (C.A. Standard, 1983)b, -
Kultivar Red delicious Golden delicious Jonathan Rome McIntosch Gravenstein
SSC ( % )
Firmness (lb/in2)
11 12 12 12.5 11.5 10.5
b)Sumber : Kader (1985) Pengawasan mutu terutama bertujuan untuk memelihar a keseragaman mutu produk, meninqkatkan efisiensi serta meningkatkan dan menjamin mutu yang baik dalam jangka
panjang guna memenuhi dan
memuaskan
kebutuhan
konsumen.
Keinginan dan harapan konsumen yang dicer-
minkan dalam standar penampakan produk, umumnya didasarkan pada tujuan penggunaan serta harga jual produk (Besterfield, 1979). Assauri
(1978), mengatakan bahwa pengawasan mutu
merupakan langkah untuk menentukan kebijaksanaan dalam ha1
mutu
dengan
mempengaruhi
mutu,
penjualan, perubahan pemeriksaan. standar
Dalam
yang
teknologi yang standar
memperhatikan yaitu
proses
permintaan
pembuatan,
konsumen
melaksanakan
digunakan
sehingga
negara
aspek
dan peranan
pengawasan
hendaklah
dicapai oleh
tersebut,
faktor-faktor yang
mutu,
sesuai
dengan
yang menggunakan
pengawasan
mutu
dapat
ditempatkan pada tempat yang sebenarnya. C.
PEMASARAN
Kotler
(1990) mendefinisikan
pemasaran
sebagai
suatu proses sosial di mana manusia baik sebagai individu maupun
kelompok, mendapatkan
apa yang mereka
butuhkan dan inginkan dengan menciptakan dan mempertukarkan produk dan nilai dengan individu dan kelompok lainnya.
Kegunaan
kegiatan
pemasaran
antara
lain
selalu mengusahakan tersedianya komoditas dalam bentuk yang' diinginkan (form utility), menyuguhkan tepat pada lokasi dan saat dibutuhkan (place and time utility).
13
Sedangkan David Downey (1987) mengemukakan bahwa pemasaran adalah telaah terhadap aliran produk secara fisis dan ekonomik, dari produsen melalui pedagang perantara k e konsumen.
Pemasaran melibatkan banyak
kegiatan' yang berbeda, yang menambah nilai produk pada saat produk bergerak melalui sistem tersebut. Pendapat lain mengatakan bahwa pada dasarnya masalah pemasaran komoditas ialah bagaimana merefleksikan permintaan konsumen kepada produsen dan masalah bagaimana menyalurkan komoditas dan jasa dari produsen ke konsumen dengan biaya serendah-rendahnya pada tingkat teknologi yang ada serta masalah bagaimana menyelaraskan pemasaran dengan perubahan permintaan konsumen (Saefuddin,
1989).
Konsep produk menurut Kotler (1987) adalah konsumen akan menyenangi produk yang menawarkan kualitas dan prestasi yang paling baik serta keistimewaan yang menonjol dan karena itu perusahaan harus mencurahkan usaha terus-menerus dalam perbaikan produk.
Sedangkan
konsep pemasaran adalah kunci untuk mencapai tujuan organisasional yang terdiri dari penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran (target markets) serta pemberian kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan lebih efisien dari yang dilakukan para pesaing.
14 Swastha dan Irawan (1990) menyatakan bahwa produk atau barang menurut tujuan pemakaiannya digolongkan menjadi dua golongan, yaitu barang konsumsi dan barang industri.
Adapun yang dimaksud dengan barang konsumsi
adalah barang-barang yang dibeli untuk dikonsumsikan di mana pembeliannya didasarkan atas kebiasaan membeli dari konsumen.
Dapat dikatakan bahwa pembeli barang
konsumsi adalah pembeli atau konsumen akhir, karena barang yang dibeli itu tidak diproses lagi tapi digunakan untuk keperluan sendiri.
Sedangkan barang industri
ialah barang-barang yang dibeli untuk diproses lagi atau untuk kepentingan dalam industri.
Dengan kata
lain bahwa pembeli barang industri adalah perusahaan, lembaga atau organisasi. Menurut Kotler (1990) konsep pemasaran secara sederhana adalah bahwa keinginan dan kebutuhan konsumen yang merupakan sumber yang paling masuk aka1 dalam tahap pengembangan gagasan produk baru.
Identifikasi
atas kebutuhan dan keinginan konsumen dapat dijalankan dengan penelitian langsung, tes proyeksi, diskusi dengan kelompok tertentu maupun yang berasal dari saran atau tuntutan pembeli. Penggunaan konsep pemasaran bagi sebuah perusahaan dapat menunjang berhasilnya bisnis yang dilakukan. Dikatakan
oleh
Swastha
dan
Irawan
(1990)
bahwa
sebagai falsafah bisnis, konsep pemasaran tersebut disusun dengan memasukkan tiga elemen pokok, yakni : 1)
Orientasi konsumen, pasar, pembeli
2)
Volume penjualan yang menguntungkan
3)
Koordinasi dan integrasi seluruh kegiatan pemasaran dalam perusahaan Menurut Kinnear dan Taylor ( 1 9 8 7 ) , riset pemasaran
adalah suatu pendekatan yang sistematis dan obyektif untuk pengembangan d a n pengambilan informasi, guna pengambilan keputusan di dalam manajemen pemasaran. Riset pemasaran dapat digolongkan menjadi empat kategori, yaitu : a) Riset penjajagan Merupakan penelitian pendahuluan untuk mendapatkan informasi awal tentang suatu permasalahan b) Riset deskriptif Merupakan penelitian untuk mendapatkan gambaran tentang suatu keadaan yang terjadi c) Riset penjelasan
M e r u p a k a n p e n e l i t i a n untuk m e n j e l a s k a n s e b a b terjadinya suatu keadaan d) Riset prediktif Merupakan penelitian untuk memprediksi segala sesuatu yang terjadi.
'
16
Pada umumnya, para praktisi pemasaran membagi riset pemasaran berdasarkan sasarannya menjadi dua, yaitu riset konsumen d a n riset perdagangan.
Riset
konsumen merupakan istilah yang sering dipakai oleh para praktisi pemasaran untuk mendefinisikan salah satu jenis riset pemasaran yang sasaran risetnya adalah konsumen.
Konsumen biasanya membeli barang atau jasa
untuk keperluan sendiri, dikonsumsi langsung dan tidak diperjualbelikan lagi dengan pihak lain
(Littler,
1984).
Sedangkan sasaran riset perdagangan adalah produs e n , agen-agen tunggal, wholesealer, distributor, grosir dan para pengecer.
Riset perdagangan dilakukan
jika perusahaan ingin mengembangkan bauran pemasaran. Pengkajian yang dilakukan dalam penelitian ini termasuk jenis riset perdagangan.
Untuk melaksanakan riset
perdagangan, perlu dipersiapkan beberapa hal, diantaranya : biaya yang diperlukan, lama waktu yang tersedia, dan tenaga yang dibutuhkan.
Selain itu perlu pula
ditentukan tipe riset yang akan dilakukan, apakah riset penjajagan, riset deskriptif, riset penjelasan atau riset prediktif. Apabila persiapan
untuk riset telah dianggap
cukup, selanjutnya adalah mendefinisikan
dan menspesi-
fikasikan informasi yang diperlukan dan berapa tingkat kedalamannya. Pada d a s a r n y a , prosedur d a r i r i s e t
\7
pemasaran adalah perurnusan persoalan, menentukan sumber-sumber informasi, mempersiapkan
formulir atau
daftar pertanyaan yang akan digunakan untuk pengumpulan data, menentukan desain penarikan contoh (sampling), mengumpulkan data di lapangan, mengolah data, menganalisa data dan terakhir adalah membuat laporan riset (Supranto, 1986) . D.
KEMITRAAN
Kemitraan agribisnis merupakan hubungan interaksi didasari atas kebutuhan dan kepentingan bersama yang dijalin dalam bentuk kerjasama dan keterkaitan yang seimbang, wajar, serasi, dan harmonis antara pelakupelaku dalam pembentukan dan pengembangan usaha atau bisnis di bidang pertanian (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, 1994).
Sistem kemitraan dalan
agribisnis dapat diartikan sebagai jalinan kerjasama dari dua atau lebih pelaku agribisnis yang saling menguntungkan. yang sama
Terjadinya kemitraan bila ada keinginan
untuk saling mendukung dan melengkapi dalam
upaya mencapai tujuan bersama.
Pelaku-pelaku dalan
kemitraan agribisnis adalah petani, lembaga petani, pengusaha, perusahaan dan pemerintah. Ada beberapa model kemitraan agribisnis yang berkembang
di
Indonesia.
Model
tersebut
dapat
19
dibedakan berdasarkan jangka waktu dan pola kemitraan yang dijalin. 1.
Berdasarkan Jangka Waktu a.
Kemitraan Insidentil Kemitraan insidentil adalah bentuk kemitraan yang didasari atas kepentingan ekonomi bersama dalam jangka pendek dan dihentikan kalau k e g i a t a n y a n g bersangkutan t e l a h s e l e s a i . Kemitraan seperti ini dijalin
dengan atau tanpa
kesepakatan atau kontrak kerja.
Hubungan yang
dijalin biasanya dalam pengadaan sarana produksi dan pemasaran hasil usahatani. Contoh : kemitraan antara petani sayuran dengan pasar swalayan. b.
Kemitraan Jangka Menenqah Kemitraan jangka menengah adalah bentuk kemitraan berdasarkan motif ekonomi bersana dalam jangka tertentu. dengan
menengah atau musim produksi
Kemitraan seperti ini dapat dilakukan atau
tanpa
(kontraklkesepakatan).
perjanjian
tertulis
Contoh : hubungan bapak
angkat - anak angkat; Perusahaan Inti Rakyat (PIRINES).
19
c.
Kemitraan Jangka Panjang K e m i t r a a n s e p e r t i ini d i l a k u k a n d a l a m janqka panjanq dan terus-menerus dalam skala besar dan denqan perjanjian tertulis (kontrakl kesepakatan).
Kemitraan didasari atas salinq
keterqantunqan dalam ha1 penqadaan bahan, permodalan, manajemen dan lain-lain.
Contoh : Pemi-
likan perusahaan oleh petani atau koperasi; Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI). 2.
Berdasarkan Pola Kerjasama Yang Dijalin a.
Pola Kontrak Kerja Dalam pola ini petani atau koperasi dan perusahaan
aqribisnis
menjalin
hubunqan
kerjasama denqan melakukan kontrak kerja, baik dalam penyediaan sarana produksi dari perusahaan maupun jaminan pemasaran hasil produksi petani ke perusahaan. Dengan demikian keqiatan aqribisnis perusahaan hanya terbatas pada proses penqolahan (aqroindustri) dan pemasaran komoditas yanq dihasilkan. b.
Pola Kontrak Manajemen Bentuk kemitraan dehqan pola ini berupa bantuan manajemen usahatani dari lembaqa yanq
20
berpengalaman dalam manajemen usahatani seperti Koperasi Jasa Manajemen maupun perusahaan agroindustri yang telah memiliki kemampuan dalam mengelola agribisnis kepada petani atau lembaga tani dalam ikatan kontrak. Dalam pola ini, Koperasi
Jasa
Manajemen
atau
perusahaan
agroindustri melayani kegiatan manajerial usaha agribisnis y a n g dikembangkan petani atau k o p e r a s i sekaligus melakukan bimbingan d a n pembinaan kepada petani dan pengurus koperasi. c.
Pola Unit Pelaksana Proyek Pola ini menyertakan peran aktif pemerintah dalam pembentukan usaha agribisnis sejak awal sampai saatnya dikonversi kepada petani. daan
Penga-
sarana produksi, proses produksi, pengola-
han hasil dan pemasaran hasil mendapatkan bantuan serta dukungan pembinaan dan pengendalian dari pemerintah, hanya saja bantuan yang merupakan pinjaman harus dikembalikan. d.
Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIRINES) Pada pola ini, perusahaan agroindustri yang memiliki skala usaha besar peranannya dalam penyediaan sarana produksi, pengolahan lahan, pengolahan hasil, pemasaran dan pelayanan teknis
21
dan manajerial.
Dengan kemampuan teknis dan
manajerial yang cukup baik, diharapkan pembinaan kepada plasma dapat berjalan dengan baik pula. e.
Pola Perusahaan Tani Pada pola ini, petani atau koperasi yang pada umumnya kesulitan permodalan, membentuk usaha patungan
berupa
suatu
perusahaan
baru
(misal : perusahaan penyalur saprotan) dengan perusahaan agroindustri dengan menyertakan saham masing-masing.
Secara bertahap, dengan telah
mampunya petani atau koperasi menjalankan perusahaan,
pemilikan keseluruhan saham dialih-
kan kepada petani atau koperasi. f.
Pola Perusahaan ~ e t a n iTerpadu Pembentukan perusahaan baru dengan pola ini sama seperti pola perusahaan petani, hanya saja dalam pola ini saham milik perusahaan agroindustri tetap ada pada perusahaan baru tersebut. Seluruh
kegiatan agribisnis perusahaan dilaku-
kan bersama-sama.
Perusahaan semacam ini memer-
lukan perwakilan petani atau koperasi dalam jajaran manajemen perusahaan baik pada tingkat operasional maupun tingkat pengawasan.
111.
A.
METODA PENELITIAN
KERANGKA PEMIKIRAN
Dalam menghadapi persaingan pasar yang
semakin
berat, perusahaan harus mampu menumbuhkan kepercayaan konsumen yang kuat terhadap produknya. dipenuhi baik,
dengan
yang
terjaga diterima
adanya
sistem pengawasan
dapat menjamin
saat oleh
produk
mutu
beredar
konsumen,
Hal ini dapat
di
apalagi
yang dikaji dalam penelitian
produk
mutu
harus
pasaran mengingat
yang tetap
dan
siap
komoditas
ini adalah buah-buahan
yaitu apel, yang mempunyai sifat mudah rusak apabila setelah panen dibiarkan begitu saja tanpa dilakukan penanganan pasca panen yang baik. Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan penilaian cara-cara penanganan atau pengawasan mutu pada saat pasca panen dan melakukan riset pemasaran pada berbagai
tingkat rantai pemasaran apel di Kecamatan
Bumiaji,
Malang;
baik
petani,
tengkulak,
'pedagang
pengumpul', dan pedagang pengecer, agar dapat diperoleh kriteria-kriteria mutu apel yang dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen yang secara tidak langsung juga akan mendukung suksesnya produk di pasar.
B.
WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan,
-
Oktober C.
November 1994 di Kecamatan Bumiaji, Malang.
PENGUMPULAN DATA
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.
Data primer yang dikumpulkan berupa
data-data cara pengawasan atau penanganan
mutu apel
mulai dari tingkat petani, tengkulak, 'pedagang pengumpull dan
pedagang
pengecer;
rataan mutu
apel
Rome
Beauty, Manalagi dan Anna; dan data pengklasan (grading) apel. Data sekunder yang menunjang berupa jumlah petani, tengkulak, ngecer
'pedagang
yang
berasal
pengumpul' dari
Kantor
dan
pedagang
Kecamatan
pe-
Bumiaji,
Malang; data harga apel Rome Beauty, Manalagi dan Anna yang berasal dari Dinas Pasar Kota Administratif Batu; serta data-data lain yang menunjang. D.
PENARIKAN CONTOH
Unit
contoh
dalam
penelitian
ini
adalah
para
pelaku yang terlibat dalam rantai pemasaran apel di Kecamatan Bumiaji,
Malang (petani, tengkulak, 'peda-
gang pengumpul' dan pedagang pengecer). Petani Contoh
(Sampel) .
Untuk tingkat petani
contoh diambil berdasarkan acak bertingkat (stratified
random sampling) yaitu dari delapan desa di Kecamatan Bumiaji, Malang diambil tiga desa yaitu desa Bulukerto, Bumiaji dan
Punten.
Pemilihan tiga desa
tersebut
berdasarkan pertimbangan bahwa ketiga desa di atas menurut
informasi dari
Dinas Hortikultura
setempat
merupakan sentra produksi apel (penghasil apel terbanyak) di Kecamatan Bumiaji, Malang. Selanjutnya dari ketiga desa tersebut masingmasing diambil dua Rukun Warga (RW) secara acak dan masing-masing Rukun Warga diambil petani contoh masingmasing sebanyak
petani.
4
Dengan demikian total petani
contoh yang diambil sebanyak
24
petani.
Sebaran petani
contoh dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3.
Unit co toh petani apel di Kecamatan Bumiaji, Malangc
f
Desa
Jumlah Rukun Warga
Jumlah
Petani
-
Bulukerto Bumiaji
Total
umber
24
6 : Hasil olahan data primer
Tengkulak. Untuk tingkat tengkulak masing-masing desa contoh yakni desa Bulukerto, Bumiaji dan Punten diambil
7
tengkulak
secara
acak.
Dengan
demikian
jumlah tengkulak yang diambil sebagai contoh sebanyak 21
tengkulak. 'Pedagang Pengumpul'.
Untuk tingkat
'pedagang
pengumpul' masing-masing desa contoh yakni desa Bulukerto, Bumiaji dan Punten diambil 7 pul'
secara acak.
pengumpul'
'pedagang pengum-
Dengan demikian total
'pedagang
contoh ada 21 'pedagang pengumpul'.
Pedagang Pengecer.
Untuk mengambil pedagang pe-
ngecer contoh dalam penelitian ini, diambil dua lokasi pasar yakni pasar Kotif Batu dan pasar buah Selecta. Pengambilan
dua
lokasi
pasar
tersebut
berdasarkan
pertimbangan bahwa kedua pasar tersebut paling besar dibandingkan pasar-pasar yang lain di wilayah Batu, Malang.
Dari kedua lokasi pasar tersebut kemudian
diambil pedagang pengecer contoh masing-masing sebanyak 10 pedagang pengecer secara acak.
total
pedagang
pengecer
ada
20
Dengan demikian pedagang
pengecer.
Secara keseluruhan sebaran masing-masing contoh dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4.
Sebaran masing-masing contoh para pelakl) pemasaran ape1 di Kecamatan Bumiaji, Malang
Contoh
Jumlah
Petani
Contoh 24
Tengkulak 'Pedagang Pengumpul'
21
Pedagang Pengecer
20
Total
86
d)Sumber : Hasil olahan data primer E.
PENGOLAHlW DAN ANALISIS DATA
Setelah semua data yang diperlukan yaitu data primer dan data
sekunder terkumpul, maka
pengeditan dan penstabilan data mentah. kemudian
dikelompokkan
indikator
yang
akan
dilakukan
Data tersebut
sesuai
dengan
indikator-
dijadikan
ukuran
penelitian.
Selanjutnya data tersebut dimasukkan dan diolah dengan bantuan perangkat komputer. Sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder dianalisis dengan perangkat analisis berupa 1.
:
Analisis Deskriptif
Analisis ini digunakan untuk data-data yang bersifat kualitatif dan
informasi-informasi lain
yang relevan dengan studi ini.
27
2.
Analisis Tataniaga dan Sistem Pasar A n a l i s i s ini d i g u n a k a n u n t u k m e n g e t a h u i rantai
tataniaga
apel baik yang telah ada maupun
sistem pasar apel yang berlaku di Kecamatan Bumiaji, Batu Malang. 3.
Analisis Kemitraan Analisis ini ditujukan untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk kerjasama diantara para pelaku yang terlibat dalam rantai pemasaran apel di Kecamatan Bumiaji - Batu, Malang; baik di tingkat petani, tengkulak, 'pedagang pengumpul' maupun pedagang pengecer.
4.
Analisis Pengawasan Mutu Analisis ini ditujukan untuk mengetahui persentase tingkat pengawasan mutu yang dilakukan para pelaku yang terlibat dalam
rantai pemasaran apel
(baik petani, tengkulak, 'pedagang p e n g u m p u l ' maupun pedagang pengecer) dari total masing-masing unit contoh.
Indikator-indikator yang dipakai
dalam studi ini meliputi : a.
Kebersihan Buah Analisis ini ditujukan untuk mengetahui t a r a f atau tingkat perlakuan dalam r a n g k a
menjaga kebersihan buah yang dilakukan masingm a s i n g pelaku y a n g t e r l i b a t dalam r a n t a i pemasaran apel dengan menggunakan penilaian secara kualitatif. b.
Sortasi dan Grading
Analisa ini ditujukan untuk mengetahui sejauh mana para pelaku yang terlibat dalam rantai pemasaran apel mengadakan proses sortasi dan grading terhadap buah apel, meliputi
:
ukuran, bobot, warna, bentuk, kemasakan, kebebasan bahan asing dan penyakit, kerusakan oleh serangga dan luka-luka mekanik.
Dalam ha1
ini juga dilakukan penilaian secara kualitatif. c.
Pengepakan Analisa ini ditujukan untuk mengetahui sejauh mana para pelaku yang terlibat dalam rantai pemasaran apel melakukan pengepakan terhadap buah apel mereka, apakah menggunakan plastik (polietilen), kertas karton, keranjany bambu atau dengan menggunakan metoda lain.
d.
Penyimpanan Analisa ini ditujukan untuk mengetahui sejauh mana para pelaku yang terlibat dalam
rantai pemasaran apel melakukan proses penyirnpanan
terhadap
buah a p e l mereka, apakah
menggunakan metoda penyimpanan secara umum (tidak menggunakan unit pendingin), penyimpanan dingin, atau menggunakan penyimpanan udara terkendali .
Analisis ini digunakan untuk mengetahui aspek ekonomi yaitu aspek manfaat dan pengorbanan yang dilakukan oleh masing-masing pelaku yang terlibat dalam
rantai
pemasaran apel di Kecamatan Bumiaji-
Batu, Malang. Indikator-indikator yang digunakan dalam studi ini antara lain :
-
Revenue (pendapatan) = Harga penjualan x Omzet penjualan
-
cost (biaya) = Biaya-biaya y a n g diperlukan produksi
*
R/C r a s i o
dalam proses
= perbandingan antara pendapatan dengan biaya
30 6.
A n a l h i e Korelasi Antara
Mutu
Ape1 dan Harganya
Untuk mengetahui keterkaitan hubungan antara mutu apel dan harganya dalam. studi ini diketahui dari koefisien korelasi (r) pada berbagai jenis apel (apel Rome Beauty, Manalagi dan Anna) di Batu, Malang.
Koefisien korelasi yang tinggi, menunjuk-
kan bahwa hubungan antara mutu apel dan harganya sangat erat yakni semakin baik mutu apel, maka semakin tinggi harganya. Model yang dipakai untuk mengukur koefisien korelasi berbagai jenis apel dalam studi ini adalah sebagai berikut (Supranto, 1986)
:
di mana : r
=
koefisien korelasi contoh
xi
=
mutu apel pada berbagai jenis apel untuk pengamatan i = 1,2, ..., n
yi
=
harga apel pada berbagai jenis apel untuk pengamatan i = 1,2, ...,n
n
=
banyaknya contoh yang diteliti
31
Selanjutnya untuk mengetahui significant atau tidak dari koefisien korelasi di atas dilakukan pengujian statistik dengan persamaan s e b a g a i berikut :
Daerah kritis :
Jika
-t0.5a,df
Jika
5a,df
' thit ' t0.5a,df' $
thit
#
t0,5a,df
maka terima X,
maka tolak Ho
di mana :
r
=
koefisien korelasi populasi
H, =
hipotesis no1
HI =
hipotesis alternatif
df
=
degree of freedom (derajat bebas) = n
k
=
banyaknya variabel yang diteliti
-
k
Keteranqan : Karena d i ~ndones'ia belum ada standarisasi mutu buah apel yang baku, dalam tataniaga apel yang berlaku
s a a t ini kriteria mutu apel d i u k u r
berdasarkan jumlah buah per kilogram.
Dari temuan
di lapanqan ditemukan grading (penqklasan) apel
berdasarkan jumlah buah per kilogram seperti tampak pada Tabel 5. Tabel 5.
Grade age1 berdasarkan jumlah kilogram
Grade Ape1
buah
per
Jumlah buahjkg
e)~umber : Hasil pengamatan di lapangan *)untuk apel grade krill tidak dimasukkan dalam perhitungan korelasi, karena apel grade krill tidak pernah laku dijual ke luar kota (hanya laku untuk kebutuhan lokal)
.
Untuk lebih jelasnya mengenai tatalaksana penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
-
-
S , stem hvkvm Pcmbaqirn kcunlunqan
Kr,rlarln IOR K
h n a l , r r dclkrtpt*f
- ~ n ~ l n rt a l a n t r q a
-
-
d r n r s strm p 2 s . r A".,,,.
penq"..."
r s a r a s ~ o( R I C I Analosa kcmilrzan A-nIiaa k o r c l 4 s i Anal
0 Selrlrl
Gambar
2 .
Diagram a l i r t a t a l a k s a n a p e n e l i t i a n
IV.
A.
HASIL DAN PEMBAHASAN
XEADAAN UMUM WILAYAH
Kabupaten Malang terletak diantara 112°17'10.9u sampai dengan 112O57' Bujur Timur d a n 7°44'55.11" sampai dengan 8°26'35.45"
Lintang Selatan. Kabupaten
Malang merupakan daerah dataran tinggi, dipagari oleh Arjuno
wilayah ini
Gunung Anjasmoro (2 277 m) dan
(3 399 m)
di
bagian
Utara,
Gunung
Gunung Bromo
(2 392 m) dan Gunung Semeru (3 676 m) di bagian Timur,
pegunungan kapur (650 m) dan Gunung Kawi (2 625 m) di bagian Selatan, serta bagian Barat (1 731 m).
oleh Gunung Kelud
Keadaan yang demikian menyebabkan daerah
Malang merupakan daerah yang berudara sejuk dan sesuai sebagai daerah sentra produksi buah-buahan dan sayuran di Jawa Timur. Kabupaten Malang mempunyai luas wilayah kurang lebih 331 660 Ha atau kurang lebih 7.15 persen dari luas Jawa Timur, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : (1)
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto dan Pasuruan
(2)
Timur berbatasan dengan Kabupaten Lumajang
35
(3)
Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia
(4)
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Blitar dan Kediri ~ i l a y a hadministrasi Kabupaten Malang terbagi
atas tujuh wilayah Pembantu Bupati dan satu Kota Administratif yaitu Batu, yang terdiri dari 35 kecamatan dan 408 desa atau kelurahan.
Saat ini jumlah
penduduk Kabupaten Malang sebesar 2 224 428 yang
terdiri
jiwa
dari laki-laki 1 099 301 jiwa
perempuan 1 126 127 jiwa (Kantor Statistik
dan
Kabupaten
Dati I1 Malang, 1994). Suhu udara di Kabupaten Malang 19Oc
-
berkisar
antara
33Oc dengan kelembaban udara 45 - 90 persen.
Ditinjau dari potensi sumber daya alam, Kabupaten Malang cukup potensial sebagai wilayah pengembangan pertanian. a n , daerah
Berdasarkan wilayah pengembangan pertaniKabupaten Malang terbagi dalam tiga
strata, yaitu : strata A1, strata B2 dan strata C4. Strata A1 adalah daerah dataran tinggi y a n g bercirikan sebagai berikut : mempunyai ketinggian tempat sekitar 600 meter di atas permukaan laut, dalam setahun terdapat enam bulan basah dan tiga bulan kering yang umumnya dimulai bulan Juli sampai September.
Rata-rata curah hujan dalam setahun 124 hari.
36
Strata B 2 adalah daerah dataran r e n d a h yang dicirikan sebagai berikut : ketinggian tempat sekitar 335 meter d i atas permukaan laut, beriklim basah
dengan pola penggunaan tanah berupa tegalan, dalam setahun terdapat delapan bulan basah dan tiga bulan kering yang umumnya dimulai bulan Juni sampai Agustus. Rata-rata curah hujan setahun 170 hari. Strata C4 adalah daerah dataran r e n d a h y a n g bercirikan sebagai berikut : ketinggian tempat antara 132
-
468 meter di atas permukaan laut, beriklim basah
dengan pola penggunaan tanah berupa sawah, dalam setahun terdapat tujuh bulan basah dan dua bulan kering yang umumnya dimulai bulan Agustus sampai September, rata-rata curah hujan setahun 2 1 3 0 mm. Rata-rata curah hujan setahun 116 hari. Ibukota Kabupaten Malang terletak di kota Malang. Jarak dari ibukota propinsi Jawa Timur kurang lebih 89 kilometer.
Untuk menuju daerah ini ada empat jalan
alternatif yang dapat ditempuh, yaitu lewat Utara melalui kota Surabaya, lewat jalur Barat melalui kota Kediri atau kota Blitar, dan dari Timur melalui kota Lumajang.
Keempat jalur tersebut dihubungkan oleh
jalan propinsi yang keadaannya cukup baik.
Di samping
itu dari kota Surabaya dan kota Blitar terdapat jalur kereta api barang maupun penumpang.
Alat transportasi
y a n g menghubungkan k o t a - k o t a
t e r s e b u t adalah bus,
truk,
lain-lain.
mini
bus,
pick
j a r i n g a n j a l a n yang dengan kecamatan yang b e r a s p a l . ibukota
-
up dan
menghubungkan
Sedangkan
ibukota
kabupaten
kecamatan a d a l a h j a l a n
kabupaten
A l a t t r a n s p o r t a s i y a n g menghubungkan
kabupaten dengan kecamatan-kecamatan
k e n d a r a a n y a n g b e r b o b o t 4 t o n k e bawah.
adalah
Dengan kon-
d i s i j a l a n d a n t r a n s p o r t a s i yang b a i k d a n l a n c a r i n i , s a n g a t menunjang d i s t r i b u s i p e m a s a r a n a p e 1 d a n buahbuahan l a i n n y a d a r i Kabupaten Malang k e k o t a - k o t a besar lainnya
.
Kecamatan B u m i a j i ,
tempat s t u d i p e n e l i t i a n
ini
t e r l e t a k k u r a n g l e b i h 1 2 km d a r i i b u k o t a K a b u p a t e n Malang,
termasuk dalam wilayah Kota A d m i n i s t r a t i f L u a s w i l a y a h k e c a m a t a n i n i 5 567 Ha, t e r l e t a k
Batu.
pada k e t i n g g i a n
kurang
permukaan l a u t .
Suhu r a t a - r a t a
22.4Oc.
lebih
1 000 meter
harian 2
0
d i
atas
. s~a m ~ p a i~
C u r a h h u j a n m e n c a p a i 1 2 8 7 mm s a m p a i 2 1 2 6 mm
s e t i a p t a h u n n y a d e n g a n lama p e n y i n a r a n 1 2 0 j a m s e t i a p bulannya
(Lampiran 1 ) .
Jenis tanah
Bumiaji i n i sebagian b e s a r
d i Kecamatan
l a t o s o l c o k l a t d e n g a n pH
5 . 5 sampai 6.5. K e c a m a t a n ~ u m i a j it e r b a g i m e n j a d i d e l a p a n d e s a atau kelurahan, Tulungrejo,
y a i t u desa atau kelurahan Punten,
Sumbergondo,
Bulukerto,
m i a j i , P a n d a n r e j o, dan G i r i p u r n o .
Gunungsari,
Bu-
P e t a pembagian d e s a
atau kelurahan untuk Kecamatan Bumiaji dapat dilihat pada Lampiran 2.
S a a t ini jumlah penduduk d i
Kecamatan Bumiaji kurang lebih 46 196 jiwa, dengan komposisi 22 perempuan.
943
jiwa laki-laki dan 2 3
253
jiwa
Penduduk Kecamatan Bumiaji ini sebagian
besar bekerja sebagai petani
(89
persen) dan sisanya
(11 persen) bekerja pada bidang lain (Arsip Kantor
Kecamatan Bumiaji, 1994) .
Dengan kondisi iklim dan
alam serta ditunjang komposisi penduduknya yang sebagian bekerja sebagai petani, pantaslah kalau daerah ini merupakan daerah sentra produksi ape1 dengan kualitas buah yang cukup diandalkan.
B.
KERAGAAN PEMASARAN APEL 1.
Jenis dan Sifat Komoditas Ape1 meskipun bukan tanaman asli Indonesia, hingga saat ini sudah dapat mengadaptasikan diri sedemikian rupa, sehingga sudah dapat dibudidayakan denqan baik di daerah Malang.
Dari hasil
penelitian, saat ini kurang lebih ada tujuh varietas apel yang banyak dikembangkan dan dibudidayakan oleh petani apel di Kecamatan Bumiaji, yaitu Rome
Beauty,
Cahort
I, Mc.
Intosch,
Princess
Noble, Jonathan atau Anna, Manalagi dan Winter Banana.
Tetapi dari ketujuh varietas tersebut
yang paling banyak diperdaqangkan dan
dipasarkan
cuma ada tiga yaitu varietas Rome Beauty, varietas Manalagi dan varietas Anna. Adapun
ciri-ciri ketiga varietas di atas
adalah sebagai berikut : a.
Varietas Rome Beauty Varietas ini dikenal sebagai "apel kampung1I atau "apel merah".
Nama "apel kampungu
diberikan karena telah menyebar luas ke seluruh pertanaman
apel rakyat, sedanqkan nama
"apel merah" diberikan karena warnanya yang berwarna merah.
40
Buah berbentuk bulat sampai jorong dengan bekas kelopak buah terbuka. kasar d a n tebal.
Kulit buah agak
Aroma buah lemah tetapi
mempunyai rasa yang segar dengan daging buah yang keras.
Adanya ciri berupa bekas kelopak
bunga yang terbuka memudahkan penentuan saat petik atau panen, karena salah satu kriteria buah matang adalah bila bekas kelopak bunga terbuka.
Kulit buah yang tebal memungkinkan
jenis apel ini disortasi dengan mesin.
Namun
demikian kulit buah yang agak kasar ditambah aroma yang lemah dan daging buah yang keras mengurangi selera untuk mengkonsumsikannya. Nampaknya perlu dipikirkan untuk menciptakan jenis apel Rome Beauty dengan kulit buah yang h a l u s d a n warna merah yang lebih m e r a t a , daging buah yang lunak dan aroma yang kuat tanpa mengurangi rasanya yang segar. b.
Varietas Manalagi Keistimewaan varietas ini adalah buahnya yang manis tanpa rasa masam meskipun belum matang. tindakan
Kulit buah tipis sehingga diperlukan sortasi
yang sangat hati-hati untuk
mengurangi lecetnya buah.
Daging buah agak
liat, kurang berair, berwarna putih dan aroma
41
buah berbau sedang.
Untuk memperoleh warna
kulit buah hijau kekuningan diperlukan tindakan pembelongsongan dengan kertas) c.
(pembungkusan buah
.
Varietas Anna Rasa buah segar dan agak masam.
Kulit
buah berwarna merah sedikit kekuningan, sangat tipis, sehingga tindakan pemanenan dan sortasi harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari lecetnya buah.
Keistimewaan varietas
ini adalah mempunyai daging buah dengan kualitas yang hampir menyerupai apel impor yaitu renyah dengan sedikit berair, berwarna putih kekuningan dengan aroma buah berbau sedang. 2.
Saluran Pemasaran Ape1 saluran pemasaran apel menggambarkan arus proses mengalirnya apel mulai dari produsen sampai konsumen, melalui beberapa pelaku pemasaran apel. Pelaku pemasaran apel adalah semua pihak yang melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran, yaitu suatu bentuk kegiatan yang mengusahakan agar konsumen atau pembeli memperoleh apel yang diinginkan pada tempat,
waktu
dan
bentuk
yang
diinginkannya.
Menurut hasil temuan di lapangan, saluran pemasaran apel d i Kecamatan Bumiaji, Malang melalui beberapa pelaku pemasaran, yaitu tengkulak, pengumpul'
'pedagang Mengenai lebih
para
pelaku
jelasnya
dan
pedagang
pemasaran apel
dapat
dijelaskan
pengecer. ini
satu
untuk
persatu
sebagai berikut : a.
Tengkulak Tengkulak apel adalah pedagang apel yang melakukan jumlah
pembelian
yang
kembali pada
apel dari petani
relatif
kecil
dan
dalam
menjualnya
'pedagang pengumpul' atau peda-
gang pengecer.
Pembelian dalam jumlah yang
relatif kecil di sini maksudnya bahwa pembelian dilakukan sebanyak yang bisa dibawa oleh tengkulak
tersebut
dengan
menggunakan
alat
angkutan yang banyak beroperasi di desa-desa penghasil apel, yaitu colt pick up atau angkudes (angkutan pedesaan).
Aktifitas pembeli-
an dan penjualan biasanya dilakukan dalam satu hari itu juga, sehingga tengkulak tidak melakukan aktifitas penyimpanan dalam waktu yang lama.
Kegiatan yang dilakukan oleh tengkulak meliputi
:
pemetikan, pembersihan, penim-
bangan, pengepakan dan pengangkutan.
Sedang-
kan daerah kerjanya meliputi satu daerah sentra produksi, misalnya
untuk
Malang
bagian
Barat, daerah kerjanya adalah Kecamatan Bumiaji. b.
'Pedagang Pengumpul' 'Pedagang pengumpul' adalah pedagang apel yang
melakukan
pembelian
apel
dari
petani
dalam jumlah yang relatif besar, yaitu seluruh atau separuh dari hasil panen apel petani, kemudian menjualnya pada
pedagang penqecer.
Selain itu 'pedagang pengumpul' juga menqadakan pengiriman
pada
pedagang-pedaqanq reka-
nannya di kota-kota besar lain baik yang ada di Jawa seperti
Surabaya, Semarang, Surakar-
ta, Yogyakarta, Bandung dan Jakarta, yang ada di luar Jawa meliputi
:
maupun
Denpasar,
Banjarmasin, Medan dan Ujung Pandang.
Apel-
apel yang sudah dipak itu biasanya dikirim keluar
kota
dengan
menggunakan
kendaraan
angkutan barang klas I11 dan klas 11, dengan kapasitas kurang lebih 4 ton.
Kegiatan-kegiatan 'pedagang pengumpul' penimbangan,
yang
dilakukan
meliputi
:
oleh
pemetikan,
pembersihan, sortasi dan y r a d -
inq, pengepakan, penyimpanan dan pengangkutan. Dalam melaksanakan tugas atau kegiatannya di atas pada saat pemanenan baik di kebunnya sendiri maupun mengadakan tebasan apel di kebun milik petani, 'pedagang pengumpul' mengambil beberapa
orang
pekerja
(biasanya
seorang
'pedagang pengumpul mengambil 6 sampai dengan 10
orang
pekerja,
ada
yang
diupah
secara
bulanan ada juga yang diupah secara harian (buruh
harian) .
Sedangkan
daerah
kerjanya
seorang 'pedagang pengumpul' cukup luas meliputi beberapa daerah sentra produksi di daerah Malang. c.
Pedaganq Pengecer Pedagang pengecer merupakan pelaku pemasaran terakhir sebelum komoditas sampai pada konsumen.
Pedagang pengecer biasanya melaku-
kan pembelian apel dari pedagang
apel yang
lebih besar volume penjualannya dan menjualnya kembali kepada konsumen. Pedagang pengecer pada umumnya membeli apel
dari
tengkulak-tengkulak
yang
ada
di
desa-desa
dan
'pedagang
sebagian
pengumpul'.
kecil
membeli
Sedangkan
dari
penjualan
apelnya dilakukan pada lokasi tertentu, misalnya pada suatu pasar tertentu
seperti pasar
Kotif Batu dan pasar buah Selecta.
Pedagang
pengecer di pasar Kotif Batu dan pasar buah Selecta,
menempati
permanen
kios-kios
yang
berukuran kurang lebih 1.5 x 2 meter. Kegiatan-kegiatan pedagang
pengecer
yang
dilakukan
meliputi
:
oleh
penimbangan,
pembersihan, sortasi dan grading dan pengepakan. Saluran pemasaran apel pertama kali dimulai Kemudian apel hasil panen petani ini
dari petani. dijual
atau
sebelumnya
disalurkan
memang
sudah
pada ada
tengkulak
atau
kesepakatan
untuk
dijual atau disetorkan pada 'pedagang pengumpul'. Dari para tengkulak dan 'pedagang pengumpul' apelapel
tersebut
pedagang
dijual
pengecer
yang
pada
pedaganq
banyak
pengecer-
tersebar di
tempat, yaitu pasar Kotif Batu dan pasar Selecta. cer
Dari pedagang pengecer
itulah konsumen membeli
inginkannya. Kecamatan Gambar 3 .
Pola
Bumiaji,
saluran Malang
-
dua buah
pedagang penge-
apel-ape1 yang dipemasaran dapat
ape1
dilihat
di
pada
.4
m
-2 .+a a,
ar: m m .c c m mrl !4 0 m V ) d m .-I E m a, m
-
ax
c m tn I-r c 3 m rld m m m E:
Dari
Gambar 3
tersebut, dapat dilihat bahwa
dalam proses mengalirnya apel mulai dari petani sampai konsumen terdapat tiga saluran pemasaran, yaitu : (1)
Petani - tengkulak - 'pedagang pengumpul' pedagang pengecer konsumen
(2)
Petani konsumen
-
tengkulak
-
pedagang pengecer
(3) Petani - 'pedagang pengumpul' luar kota
-
-
grosir di
Saluran pemasaran (1) dan saluran pemasaran (2) merupakan saluran pemasaran apel lokal, yaitu
saluran pemasaran apel untuk mencukupi kebutuhan di dalam daerah Kecamatan Bumiaji ,
sedangkan
saluran pemasaran (3) merupakan saluran pemasaran antar daerah yaitu saluran pemasaran apel untuk dipasarkan
keluar
Kecamatan
Bumiaji,
Malang.
Perbedaan pola
penyaluran apel tersebut banyak
tergantung pada
jumlah apel yang disalurkan oleh
petani atau produsen.
Pada jumlah yang relatif
kecil (20 persen), sebagian melalui tengkulak. besar
(80 persen),
Untuk jumlah apel yang relatif apel akan disalurkan melalui Sebenarnya tidak ada ba-
'pedagang pengumpul'. tasan
yang
apel akan disalurkan
jelas untuk membedakan antara jumlah
yang kecil atau besar.
Tetapi untuk membeda-
kan
digunakan
kedua
kriteria
itu
patokan
berdasarkan
pembelian
masing-masing
pelaku
pemasaran. Pada umumnya produksi apel dengan jumlah yang relatif kecil akan dipasarkan terbatas di daerah Kecamatan ~umiajidan sekitarnya termasuk di kotakota yang letaknya tidak begitu jauh dari Malang. Sedangkan produksi apel dengan jumlah yang relatif besar
dipasarkan
keluar
daerah
Malang,
dengan
tujuan utama kota-kota besar di pulau Jawa seperti Surabaya, Surakarta, Semarang, Yogyakarta, Bandung dan Jakarta; juga kota-kota besar di luar Jawa seperti Denpasar, Banjarmasin, Medan dan Ujung Pandang
.
Dari hasil temuan di lapangan, para pelaku pemasaran apel hampir semuanya berbentuk usaha perorangan. pemasaran
apel
yang
penelitian, ternyata
badan
Dari kurang lebih 86 pelaku dijadikan hanya
dua
sampel yang
(contoh) berbentuk
badan usaha Perusahaan Dagang (PD), sedangkan yang lainnya adalah perorangan. Jumlah pelaku pemasaran apel yang beroperasi di Kecamatan Bumiaji, Malang tidak selalu tetap. Pada saat produksi apel melimpah, jumlah pelaku pemasaran apel sangat banyak.
Sebaliknya pada
saat produksi apel sedikit, maka jumlah pelaku pemasaran apel di sana juga menurun.
Pada umumnya
pedagang yang mampu bertahan adalah pedagang yang mempunyai modal cukup kuat.
Pedagang pengecer
yang dijadikan sampel atau contoh dalam penelitian ini
semuanya
perdagangan
mempunyai sebagai
aktivitas
mata
di
bidang
pencaharian
pokok,
sehingga apabila mereka tidak mampu membeli apel, mereka akan beralih memasarkan komoditas lainnya. Begitu
pula
berlaku
untuk
para
tengkulak.
Sedangkan 'pedagang pengumpul' kedudukannya cukup
*
kuat karena selain berdagang, pada umumnya mereka juga memiliki kebun apel sendiri sehingga tidak pernah ditemukan mereka pindah memasarkan komoditas lainnya selain apel. Tengkulak dan 'pedagang pengumpul', sebagian besar adalah orang-orang yang berasal
dari
daerah
sentra produksi
apel
itu
sendiri atau orang-orang yang sudah lama tinggal di daerah tersebut, yang memiliki pengetahuan akan seluk-beluk daerah
setempat.
Dengan
demikian
mereka dapat mengetahui pula petani-petani mana yang menghasilkan apel kualitas terbaik dan tahu pula besarnya panen yang terjadi di daerah tersebut yang sangat penting artinya untuk menentukan harga pembelian dan penjualan apel.
Karena itu
para pedagang yang berasal dari daerah lain akan mengalami
kesulitan
pembelian
pada
jika
petani
langsung
apel
daerah
mengadakan tersebut.
50
Petani-petani apel lebih memprioritaskan pedagang setempat dari pada pedagang dari daerah lain, karena umumnya pedagang tersebut sudah menjadi kepercayaannya atau langganannya. 3.
Proses Pemasaran Apel Apel merupakan buah yang dikonsumsi pada umumnya masih dalam keadaan segar.
Oleh karena
itu apel yang dijual oleh petani maupun pedagang diusahakan harus selalu tetap segar. Ada dua cara penjualan dalam perdagangan a p e l , yaitu : penjualan per satuan berat d a n penjualan tebasan. Dari k e duapuluh empat petani contoh dalam penelitian ini, semua menjual apelnya dalan keadaan apel masih ada di pohon yang lebih dikenal dengan sebutan "penjualan tebasan".
Pada penju-
alan cara tebasan, tenqkulak dan 'pedagang pengumpul' yang
membeli apel dari petani datang sendiri
k e kebun milik petani pada saat buah apel menjelang masak, yaitu kurang lebih dua minggu sebelum buah paling baik untuk dipanen.
Kedatangan teng-
kulak dan 'pedagang pengumpull tersebut untuk melihat kondisi apel, menaksir volume panenan dan mengadakan tawar-menawar harga dengan petani.
Apabila pembelian,
sudah maka
terjadi
petani
kesepakatan
umumnya
harga
menerima
uang
panjar atau kadang-kadang tidak, tergantung dari perjanjian kedua belah pihak.
Selama menunggu
saat panen, petani berkewajiban menjaga keutuhan buah apel di pohon.
Sedangkan pada saat waktunya
panen, penebas atau pedaganglah yang berkewa jiban melakukan pemetikan
(pemanenan).
penebas atau pedagang seluruh uang
Pada saat itu
memberikan sebagian atau
tebasan
sesuai dengan
perjanjian.
Bila pada saat panen tersebut penebas atau pedagang hanya mampu membayar sebagian, maka sisanya harus dilunasi apabila apel sudah terjual semuanya. Dari hasil pengamatan di lapangan, selama ini di
Kecamatan
Bumiaji,
Malang
pembelian
ape1
yang dilakukan oleh pedagang dari petani, pada umumnya
menggunakan
cara
tebasan.
Sedangkan
pembelian apel yang dilakukan konsumen dari pedagang,
umumnya
tidak
tetapi dengan cara
menggunakan
cara
tebasan,
per satuan berat (kilogram).
Dengan pembelian apel cara persatuan berat (kilogram)
ini konsumen
dapat memilih
kriteria kualitasnya, misalnya A
per kilogramnya berisi 3
tas
B
per kilogramnya
-
:
apel menurut apel
kualitas
4 buah,
apel kuali-
-
8 buah, apel
berisi 5
kualitas C per kilogramnya berisi 9
-
15 buah dan
apel kualitas krill per kilogramnya berisi 16 buah atau lebih. Berikut ini disajikan pada Tabel 6, volume rata-rata penjualan yang dilakukan para pelaku setiap transaksi di Keca-
pemasaran apel pada matan Bumiaji, Malang.
Tabel 6. Volume rata-rata penjualan yang dilakukan oleh pelaku pemasaran pacla setia transaksi di Kecamatan Bumiaji, Malangf ) Pelaku Pemasaran
Volume rata-rata penjualan (kg) Hari biasa
Tengkulak
Hari besar
230.3
' Pedagang
pengumpul '
2 270.5
Pedagang pengecer f f ~ u m b e r: Hasil olahan data primer Berdasarkan Tabel 6
di atas, bahwa volume
rata-rata penjualan apel (Rome Beauty, Manalagi dan Anna)
meningkat
dengan
adanya
Hari-hari besar di sini seperti
hari-hari :
besar.
Hari Raya Idul
Fitri, Hari Raya Idul Adha, Hari Raya Natal dan tahun baru, Hari Raya Galungan serta Hari Raya Waisak. hari
Berdasarkan hasil data olahan, pada saat
besar
volume
penjualan
apel
di
tingkat
meningkat menjatengkulak dan 'pedagang~pengumpul' di
2
-
3 kali dari hari-hari biasa (598.8/transaksi
dan 5
kg/transaksi).
676.3
di
berlaku volume
tingkat
Hal yang sama juga
pedagang
pengecer,
di
mana
apel rata-rata 76.6 kg/transaksi
penjualan
pada hari biasa, sedangkan ningkat menjadi
4
-
pada
5 kali
hari besar me-
biasa
yaitu 352.4
kg/transaksi. Berdasarkan pengalaman para pedagang, fluktuasi volume penjualan apel varietas tertentu tergantung dari kekhasan masing-masing daerah. Misalnya : di
Denpasar, konsumen
(karena
banyak
lebih menyukai
digunakan
untuk
disusul Manalagi dan Rome Beauty. ape1
Anna
tidak
begitu
laku.
apel
upacara
Anna
adat),
Namun di Jakarta Penduduk
kota
metropolitan lebih menyukai apel Manalagi atau Rome Beauty. Sedangkan konsumen apel di Bandung lebih menyukai
varietas
Rome
Beauty, Manalagi,
baru
disusul apel Anna. C.
KEMITRAAN USAHA
Dari hasil temuan di lapangan, bentuk kerjasama atau pola kemitraan usaha antara para pelaku yang terlibat dalam rantai pemasaran apel di Kecamatan Bumiaji,
Malang
dapat
diklasifikasikan
berdasarkan
54 1
Berdasarkan Jangka Waktu
a.
Hubungan Petani dengan Tengkulak gang Pengumpul'
dan 'Peda-
Berdasarkan pengamatan dari keduapuluh empat petani contoh dalam penelitian ini, semua menjual apelnya dalam keadaan masih ada di pohon yang lebih dikenal dengan sebutan "penjualan tebasan". Pada umumnya pedagang (tengkulak atau 'pedagang pengumpul') yang akan membeli apel dari petani datang sendiri k e kebun milik petani pada saat buah apel menjelang masak, yaitu kurang lebih dua minggu sebelum buah apel paling baik untuk dipanen.
Kedatangan
tengkulak atau 'pedagang pengumpul' tersebut untuk melihat kondisi apel, menaksir volume panenan dan mengadakan tawar-menawar harga dengan petani.
Petani bebas menjual apel
hasil panennya pada tengkulak atau 'pedagang pengumpul'
mana pun
yang menurutnya paling
sesuai dari segi harga jualnya. ha1 ini, bentuk kerjasama usaha yang
berlaku
Berdasarkan
atau pola kemitraan
adalah "pola kemitraan
insidentil", karena hubungan kerjasama yang dijalin antara petani dengan tengkulak atau 'pedagang pengumpul' berlangsung dalam jangka
pendek (satu kali transaksi penjualan) dan tidak ada kontrak kerja atau kesepakatan antara satu petani dengan seorang tengkulak atau 'pedagang pengumpul' secara tertulis. b.
Hubungan Tengkulak dengan 'Pedagang Pengumpull Tengkulak ape1 yang banyak ditemukan di desa-desa di Kecamatan Bumiaji, Malang pada umumnya menjual apelnya pada pedagang pengecer-pedagang pengecer yang datang padanya. Selain itu tengkulak juga menjual apelnya pada 'pedagang pengumpul'.
Para tengkulak ini
biasanya sudah menjalin hubungan baik dengan 'pedagang pengumpul' yang menjadi langganannya atau kepercayaannnya.
Meskipun demikian dalam
hubungan ini tidak berlaku kesepakatan atau kontrak kerjasama secara tertulis untuk jangka waktu tertentu. kerjasama
Berdasarkan ha1 ini, bentuk
atau pola kemitraan usaha yang
berlaku dapat diklasifikasikan ke dalam "pola kemitraan insidentil".
c.
Hubungan Tengkulak dengan Pedagang Pengecer Pedagang pengecer adalah pelaku pemasaran terakhir sebelum komoditas sampai pada konsumen.
Pedagang pengecer-pedagang pengecer
di Kecamatan Bumiaji, Malang biasanya 4 atau 5 hari sekali pada saat persediaan apelnya habis, datang pada tengkulak untuk membeli apel.
Biasanya pedagang pengecer mendatangi
tengkulak yang lokasinya tidak begitu jauh dari kios dagangannya untuk lebih menghemat biaya pengangkutan.
Di samping itu pedagang
pengecer bebas mencari tengkulak mana saja yang mempunyai persediaan apel sesuai kriteria yang dibutuhkannya. Dalam ha1 ini juga berlaku bentuk kerjasama atau "pola kemitraan insidentil". d.
Hubungan 'Pedagang di Luar KOta
Pengumpul'
dengan Grosir
'Pedagang pengumpul' secara kontinyu 2 atau 3 hari sekali mengadakan pengiriman apel dalam jumlah yang relatif besar.pada pedagangpedagang rekanannya di kota-kota besar baik yang ada di Jawa seperti : Solo, Semarang, Yogyakarta, Bandung dan Jakarta, maupun yang ada di luar Jawa, seperti : Denpasar, Medan,
Banjarmasin dan Ujung Pandang.
Hubunqan
'pedagang pengumpull dengan grosir yang ada di luar kota biasanya hanya didasarkan kepercayaan dan tidak ada kontrak kerja secara tertulis untuk jangka waktu yang lama, baik mengenai masalah pengiriman apel maupun pengiriman uanq pembelian, sehingga berdasarkan jangka waktunya hubungan kerjasama atau pola kemitraan antara 'pedagang pengumpul' dengan grosir di luar kota dapat diklasifikasikan ke dalam "pola kemitraan insidentil". 2.
Berdasarkan Pola Kemitraan Atau Kerjasama yang Dijalin Hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa bentuk kerjasama atau pola kemitraan usaha yang berlaku dalam pemasaran apel di Kecamatan Bumiaji, Malang adalah 'pola kontrak kerja' .
Petani kecil
apel yang umumnya mempunyai modal kecil, membentuk usaha patungan berupa perusahaan penyalur saprotan (sarana produksi tanaman), dengan menyertakan saham masing-masing. Bentuk usaha bersama ini dinamakan Paguyuban Petani Apel (PPA) BAGUS yang berdiri sejak bulan Mei
1994.
Paguyuban Petani Apel
(PPA) BAGUS
(Bebarengan Agawe Giyate Usaha Sosial) juga merupakan
wadah
anggotanya
konsultasi bagi untuk
para
menanyakan
petani
bagaimana
apel
teknik
penanaman, perawatan, pemanenan serta penanganan pasca panen apel yang baik. menjalin
hubungan
Untuk itu PPA BAGUS
kerjasama
dengan
perusahaan
agroindustri obat-obatan dan pestisida, lembaga penelitian seperti Balai Penelitian Tanaman Pangan Kabupaten Malang, maupun Perguruan Tinggi seperti Universitas Brawijaya. D.
PENGAWASAN MUTU APEL
Berdasarkan hasil temuan di lapangan, kondisi pengawasan atau penanganan mutu apel masing-masing tingkat rantai pemasaran di Kecamatan Bumiaji,
Malang
dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 7 . Kondisi penanga an Bumiaji, Malang9f
apel
di
Kecamatan
Penanganan Membersih- Sortasi Pengepakan PenyimpanPasca Panen kan ( % ) Grading(%) (%) an ( % ) Petani
0
0
0
0
Tengkulak
36
0
73
0
Pedagang Pengumpul
90
100
Pedagang Pengecer
64
43
28
0
-
4)sumber : Hasil olahan data primer
Pembersihan. dapat
Pembersihan buah setelah dipetik
meningkatkan
Pembersihan
buah
mutu
atau
apel
kualitas
dapat
buah
apel.
dilakukan
dengan
pengelapan atau pencucian. Untuk pengelapan dapat digunakan kain, sedangkan untuk
pencucian
dapat digunakan
asam
hydrochloric.
Ape1 yang sudah dibersihkan akan lebih tahan lama dan menarik karena kulitnya lebih mengkilap. Berdasarkan hasil
temuan di
lapangan seperti
terlihat pada Tabel 7, ternyata petani di Kecamatan Bumiaji, Malang belum melaksanakan tindakan membersihkan apel setelah panen baru
melaksanakan
( 0 % )
tindakan
.
Sementara
pembersihan
tengkulak buah
apel
sebesar 36 persen, Jpedagang pengumpul' dan pedagang pengecer masing-masing sebesar 90 persen dan 64 persen. Dengan demikian diantara pelaku pemasaran apel di Kecamatan Bumiaji, Malang yang sudah baik
baru
'pedagang pengumpul'
dalam melaksanakan
tindakan pember-
sihan apelnya setelah panen. Sortasi dan
pemisahan
buah
Grading.
Sortasi adalah proses
apel berdasarkan klas
ditentukan maupun kriteria-kriteria
(grade) yang
lain seperti
rusak atau cacat tidaknya buah secara fisik. adalah
pengklasan
kriteria tertentu.
buah
apel
berdasarkan
:
Grading kriteria-
Berdasarkan hasil temuan di la-
pangan, grading yang dilakukan oleh para pelaku
pema-
saran
apel di Kecamatan Bumiaji, Malang umumnya ber-
dasarkan bentuk dan ukuran buah, derajat kematangan atau banyaknya buah per kilogram. Berdasarkan hasil temuan di lapangan, belum semua pelaku pemasaran apel di Kecamatan Bumiaji, Malang melaksanakan tindakan sortasi dan grading.
Data-data
yang ada menunjukkan bahwa petani belum melaksanakan tindakan sortasi dan grading terhadap apel-ape1 hasil panennya
(
0
%
,
karena apel-ape1 tersebut setelah
dilakukan
penimbangan
tengkulak
atau
tengkulak
belum
langsung diangkut
'pedagang pengumpul'. melaksanakan
tindakan
ke tempat
Demikian sortasi
juga dan
grading terhadap buah apelnya ( 0 % ) , karena tengkulak menjual apel-apelnya baik
itu kepada
'pedagang
pengumpul' atau pedagang pengecer juga dengan cara tebasan.
Sedangkan
pengecer
telah
'pedagang pengumpul' dan pedagang
melaksanakan
tindakan
sortasi
dan
grading masing-masing sebesar 100 persen dan 43 persen. Dengan demikian hanya 'pedagang pengumpul' yang sudah sangat baik dalam melaksanakan grading terhadap buah
apelnya.
sortasi dan
Untuk sortasi dan
grading 'pedagang pengumpul' biasanya menggunakan mesin yang digerakkan oleh tenaga listrik seperti tampak pada Gambar 4, sedangkan pedagang pengecer melaksanakan sortasi dan grading secara manual.
Gambar 4.
Sortasi dan grading apel di Kecamatan Bumiaji, Malang
Pengepakan.
Pengepakan
(packing)
bertujuan
memberikan kondisi yang cocok bagi komoditas yang dipak
di
dalamnya terhadap kemungkinan perubahan-
perubahan keadaan yang dapat menyebabkan kerusakan selama proses distribusi atau pengiriman.
Keadaan-
keadaan yang dapat menyebabkan kerusakan buah apel yang ada hubungannya dengan proses pengepakan adalah goncangan, getaran, kelembaban, suhu ekstrim, kontaminasi dan
tekanan ekstrim.
Di samping itu pengepakan
juga sangat penting untuk meningkatkan daya tarik buah apel tersebut bagi konsumen.
Berdasarkan hasil temuan di lapangan, ternyata petani tidak melakukan pengepakan terhadap apel-ape1 hasil panennya
(
0
%
Hal ini disebabkan petani
)
tidak menjual apelnya langsung pada konsumen, tetapi menjualnya pada tengkulak atau 'pedagang pengumpul'. Sementara tengkulak dan pedagang pengecer dalam melaksanakan proses pengepakan terhadap apel-apelnya masing-masing baru sebesar 73 persen dan 28 persen. Sedangkan yang sudah sangat baik dalam melaksanakan pengepakan
terhadap buah
apelnya
adalah
'pedagang
pengumpul' yaitu sebesar 100 persen. Dari hasil temuan
di lapangan,
alat pengepakan
yang banyak digunakan oleh lembaga pemasaran apel di Kecamatan Bumiaji, Malang antara lain
:
karung plas-
tik, kardus bekas, kardus khusus yang sudah diberi label, keranjang bambu (bronjong) dan kantong atau tas plastik.
Karung
plastik
yang
digunakan
biasanya
adalah karung plastik bekas pupuk atau bekas makanan ternak.
Alat pengepakan ini mempunyai kapasitas rata-
rata 30 kilogram dan biasanya digunakan lebih dari sekali.
Pelaku pemasaran apel yang banyak menggunakan
alat pengepakan ini adalah tengkulak, selain itu para tengkulak juga menggunakan kardus bekas rokok. Kapasitas alat pengepakan dengan
ini
kurang lebih 35
ukuran 40 x 50 x 40 cm.
-
40 kg,
sedangkan 'pedagang pengumpul' banyak menggunakan alat pengepakan berupa
kardus
khusus
berukuran
rata-rata 3 0 x 40 x 30 cm untuk mengirim apel-apelnya ke kota-kota
besar yang
jaraknya cukup
jauh
dari
Malang seperti : Bandung, Jakarta atau kota-kota lain yang ada di luar Jawa seperti : Denpasar, Medan, Banjarmasin dan Ujung Pandang.
Kapasitas alat pengepakan
ini kurang lebih antara 30
-
40 kg. Kardus
khusus
untuk pengepakan buah apel ini biasanya dipesan khusus pada sebuah percetakan, diberi label atau etiket di luarnya.
Alat pengepakan ini juga diberi
dengan diameter kurang lebih
2.5
cm, dengan jumlah
lubang enam sampai delapan lubang. penutup alat pengepakan atau kawul, agar buah
lubang
Pada alas dan
ini diberi potongan kertas apel tidak banyak mengalami
tekanan dari atas akibat penumpukan waktu pengangkutan atau supaya buah apel tidak mengalami goncangan waktu pengangkutan. 'Pedagang pengumpul' biasanya membedakan warna kardus khusus untuk kualitas atau mutu buah apel yang berbeda.
Perbedaan warna ini berdasarkan kualitas
atau mutu
buah apel yang dipak, bukan berdasarkan
klasifikasi varietas apelnya.
Karena alat pengepakan
ini digunakan untuk semua varietas apel.
Buah apel
dengan kualitas atau mutu yang lebih baik dipak dengan menggunakan kardus khusus berwarna putih, sedangkan
buah apel dengan kualitas atau mutu yang lebih rendah dipak dengan menggunakan kardus khusus berwarna coklat.
Di bagian luar kardus, untuk lebih memperkuat
diikat dengan menggunakan tali rafia.
Untuk lebih
jelasnya mengenai proses pengepakan ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar
5.
Pengepakan apel di Kecamatan Bumiaji, Malang
Penyimpanan.
Penyimpanan berguna untuk memper-
tahankan daya tahan buah dari perubahan-perubahan yang diakibatkan
oleh
faktor
biokimiawi.
Selama proses penyimpanan, tetap terjadi
perubahan-perubahan kimia.
fisik,
Respirasi
kimiawi
dan
maupun
penguapan
berlangsung
terus, yang
dapat
berkurangnya daya tahan apel. bisa
menyebabkan
semakin
Di samping itu buah pun
rusak karena perubahan biokimia dan
serangan
fisik.
Perubahan biokimia terjadi karena oksidasi
mikroba
dan
fermentasi, sedangkan kerusakan
fisik
dapat terjadi akibat pembekuan. Proses penyimpanan apel dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya : penyimpanan dingin dengan menggunakan
lemari
kelembaban tertentu.
pendingin
dengan
suhu
dan
Di sini apel tetap segar karena
kecepatan respirasi diperlambat sehingga daya tahan apel bertambah. Teknik penyimpanan lain ialah melalui pengontrolan konsentrasi 0 2 , C 0 2 dan N2.
Sistem penyimpanan ini
disebut control athmosphere. Dalam control athmosphere ini konsentrasi C 0 2 dinaikkan, sedangkan konsentrasi O 2 diturunkan sambil menjaga agar konsentrasi N 2 tetap
tinggi
.
Pilihan lain adalah memanfaatkan teknologi nuklir untuk mengawetkan apel dengan mengiradiasinya. iradiasi terjadi saat apel disinar.
Proses
Sinar yang me-
ngandung energi akan mematikan mikrororganisme. Berdasarkan hasil temuan di lapangan, ternyata semua pelaku pemasaran apel di Kecamatan Bumiaji, Malang baik itu petani, tengkulak, 'pedagang pengumpul' maupun
pedagang
pengecer belum
melaksanakan proses
penyimpanan terhadap buah apelnya cara-cara di atas. but hanya kannya 40
(
0
%
)
Para pelaku pemasaran apel terse-
mengamankan apel-apelnya dengan
pada
seperti
peti kayu-peti kayu
meletak-
yang berukuran 50 x
x 40 cm, dengan kapasitas 30 sampai 35 kg.
nya
Hal ini akibat-
akan menurunkan kualitas dan daya
tahan
apel
tersebut, karena proses respirasi dan penguapan berlangsung lebih cepat. Berdasarkan uraian-uraian di depan, dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan tingkat penanganan atau pengawasan mutu diantara para pelaku pemasaran apel di Kecamatan Bumiaji, Malang.
Dengan kata lain bahwa
belum semua pelaku pemasaran apel yang ada di Kecamatan
Bumiaji,
secara optimal.
Malang
menerapkan
pengawasan
mutu
Berdasarkan penanganan atau pengawaan
mutu apel yang telah diuraikan di depan, diperoleh rataan mutu apel seperti terlihat pada Tabel 8, 9 dan 10.
m
I I
d
a nm
e
r
l
w
$
a a
U
z
l t
1
C m
I5 1 . m 1 x m i m m I d € l Q Q I!&!& I
.d
c
m 0
w
11.
Berdasarkan Tabel 8, untuk tingkat rantai pemasaran petani, tengkulak dan 'pedagang pengumpul' yang dijadikan contoh, beberapa kriteria mutu atau kualitas apel varietas Rome Beauty yang dipasarkan telah memenuhi syarat mutu C . A . (Kader, 1985).
Standard seperti pada Tabel 2
Kriteria-kriteria mutu apel itu antara
lain : firmness atau kekerasan apel Rome Beauty pada tingkat petani, tengkulak dan
'pedagang pengumpul'
yang dijadikan contoh sebesar 20 lb/in2, 21 lb/in2 dan 22
lb/in2, sedangkan firmness
apel
Rome Beauty
menurut C . A . Standard adalah 21 lb/in2.
Demikian juga
untuk kriteria-kriteria yang lain juga memenuhi syarat seperti : warna kulit buah yang hijau semu merah, aroma buah yang segar, bentuk buah yang round atau round c o n i c a l .
Sedangkan kriteria mutu apel Rome Beauty yang perlu ditingkatkan lagi dalam ha1 ini adalah derajat kematangan, diameter buah dan berat buah yang belum seragam. untuk
Mengenai kriteria kebersihan kulit buah
tingkat
tengkulak,
'pedagang
pengumpul'
dan
pedagang pengecer sudah cukup bersih, sedangkan untuk petani perlu lebih ditingkatkan dan diperhatikan lagi terutama dari residu pestisida yang digunakan untuk merawat pohon atau buah waktu masih di pohon.
Hal ini
penting karena masyarakat semakin kritis dan meningkat kesadarannya terhadap produk makanan atau minuman yang
bebas bahan kimia. rakat yang
Mereka
pada umumnya adalah masya-
mempunyai pendapatan lebih dari cukup dan
memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi.
Tabel 9. Rataan mutu di Kecamatan Mutu ape1
------------
apel Manalagi ada berbagai tingkat rantai pemasaran apel Bumiaji, Malang i?
Derajat Warna kulit kematangan buah
Firmness (lbfin2 )
Rasa buah
Aroma buah
Bentuk buah
Diameter Berat Kebersihan buah (cm) buah (gr) kulit buah
Pelaku Pemasaran Petani
beragam
hijau muda kekuningan
21
manis
harum
round
6.00
183.30
kotor (berdebu)
Tengkulak
sedikit seragam
hijau muda kekuningan
22
manis
harum
round
6.25
123.80
sedikitbersih
'Pedagang Pengumpul '
seragam
hijau muda kekuningan
22
manis
harum
round
6.25
131.25
bersih
Pedagang Pengecer
sedikit seragam
lebih kekuningan
23
manis
kurang harum
round
5.50
116.65
sedikitbersih
i)sumber : Hasil olahan data primer
Berdasarkan
Tabel 9, kriteria-kriteria
mutu
atau kualitas apel Manalagi pada semua tingkat rantai pemasaran apel di Kecamatan Bumiaji, Malang yang meliputi
:
derajat kematangan, warna
kulit
buah,
firmness atau kekerasan buah, rasa buah, aroma buah, bentuk buah, diameter buah, berat buah dan kebersihan buah sudah cukup baik dan seragam. Untuk varietas apel Manalagi ini tidak dapat dibandingkan dengan standar apel negara lain karena meskipun pada kenyataannya seluruh varietas apel yang ditanam di Indonesia berasal dari luar negeri, tetapi apel Manalagi sudah dianggap sebagai apel asli Indonesia.
Soalnya di negara-negara empat musim tak ada
satu pun varietas apel yang memiliki ciri-ciri menyerupai Manalagi.
Tabel 10. Rataan mutu di Kecamatan Mutu a p e 1
------------
Derajat kematangan
apel Anna pada. berbaqai Bumia j i, ~ a l a n ~ 3 )
Warna k u l i t buah
Firmness (lb/in2)
Rasa buah
Aroma buah
tinqkat
rantai
Bentuk buah
Diameter buah (cm)
pemasaran
apel
Berat Kebersihan buah ( g r ) k u l i t buah
Pelaku Pemasaran Petani
beragam
merah t u a , semburat hijau
19
k e s a t , tajam sedikit berair
oblong & conical
6.50
183.30
kotor (berdebu)
Tengkulak
sedikit seragam
merah t u a , semburat h i j au
20
kesat, tajam sedikit berair
oblong & conical
6.50
190.45
sedikitbersih
' Pedagang Pengumpul'
seragam
merah t u a , semburat hijau
20
k e s a t , tajam sedikit berair
oblong & conical
6.50
197.9
bersih
Pedagang Pengecer
sedikit seragam
l e b i h kemerahan
21
lebih kesat
oblong& conical
5.75
116.65
sedikitbersih
j)surnber : H a s i l o l a h a n d a t a primer
kurang tajam
Berdasarkan
Tabel 10, kriteria-kriteria mutu
atau kualitas apel Anna pada semua tingkat rantai pemasaran ape1 di Kecamatan Bumiaji, Malang yang meliputi
:
derajat kematangan, warna kulit buah, aroma
buah, bentuk
buah, diameter buah, berat
buah
kebersihan buah sudah cukup baik dan seragam. varietas
dan Ape1
Anna ini meskipun di Indonesia populasinya
belum begitu banyak, akan tetapi apel varietas ini mempunyai ciri-ciri yang menyerupai apel Red ~elicious Amerika, baik kulit buahnya yang halus, tipis dan berwarna merah tua dengan sedikit semburat hijau yang saat ini banyak disukai oleh konsumen Indonesia. Namun yang perlu
ditingkatkan mutunya untuk apel
Anna ini adalah mengenai daging
buahnya
yang
firmness
masih
atau
kurang
kekerasan
begitu renyah
(21 lb/in2 untuk pedagang pengecer) , jika dibandingkan
kualitas apel Anna menurut C.A. Standard yakni sebesar 19 lb/in2 (Kader, 1985).
Begitu pula dari segi rasa
buahnya yang agak masam, agak kesat dan sedikit mengandung
air,
sehingga
konsumen
Indonesia
kurang
begitu menyukai apel varietas ini. E.
ANALISIS BIAYA, NILAI TAMBAH APEL
DAN
R/C RASIO PEMASARAN
Biaya pemasaran apel merupakan semua biaya yang dikeluarkan 'oleh pelaku pemasaran dalam kegiatannya
untuk mendistribusikan apel-apelnya.
Sedangkan nilai
tambah dalam studi ini adalah perbedaan harga jual apel dengan harga beli apel ditambah biaya-biaya yang dikeluarkan akibat satu atau beberapa perlakuan penanganan mutu yang dilakukan oleh masing-masing pelaku pemasaran apel.
Hasil perhitungan nilai tambah ma-
sing-masing pelaku pemasaran apel dapat dilihat pada Tabel 11, 12 dan 13. Tabel 11.
Nilai tambah pemasaran apel Rome Beauty di Kecamatan Bumiaji, ~ a l a n g ~ ) Pengecer ( % ) Tengkulak ( % ) 'Pengumpul' ( % )
Harga Beli (RpIkg)
1300
81.25
1100
84.61
1100
57.89
Biava (Rp/kg): Pemetikan Pengangkutan Retribusi Bongkar muat Penyusutan Sortasi dan Grading Pengepakan Biaya Pemasaran Nilai Tambah
-
-
23.70 7.11
1.48 0.44
14.07 25.45 12.72 15.57
80.09
5.00
-
-
59.05
-
3.69
169.95 10.62 130.05
8.13
1.08 1.96 0.98 1.19
-
14.07 65.68 11.91 22.64 187.44
0.74 3.47 0.63 1.19 9.86 0.94 4.65
-
-
60.60
4.66
17.90 88.32
128.41
9.88
400.89
21.09
71.59
5.51
A: 400
21.05 13.16 0.00
B: 250 c: 0 Haraa Jual
Tabel 12.
Nilai tambah pemasaran di Kecamatan Bumiaji, Malang Pengecer ( % )
Harga Beli (RP/kg)
1750
83.33
1
Manalagi
Tengkulak ( % ) 'Pengumpult(%) 1500
85.71
1500
50.0C
Biaya (Rp/kg):
Pemetikan Pengangkutan 27.03 Retribusi 8.11 Bongkar muat Penyusutan 113.50 Sortasi dan Grading Pengepakan 67.02 Biaya Pemasaran Nilai Tambah
Harga Jual (RP/kg)
.
-
15.00 28.57 14.29 47.14
0.86 1.63 0.82 2.69
3.19
60.24
215.66 10.27
165.24
1.29 0.39
-
5.40
-
-
134.34
6.39
84.76
2100
100.00
1750
15.00 120.00 11.91 67.50 100.43
0.50 4.00 0.39 2.25 3.35
3.44
58.00 100.43
1.93 3.35
9.44
613.34
20.44
-
4.84 A:936.66 B:736.66 c: 0
100.0
A: 3000 100.0 B: 25002850 C: 20502850
')sumber
: Hasil olahan data primer
31.22 24.55
Tabel
13.
Nilai tambah pemasaran a Kecamatan Bumiaji, Malan
1 Anna di
$le
Pengecer Harga Beli (RP/kg)
1700
-
Pemetikan Pengangkutan Retribusi Bongkar muat Penyusutan Sortasi dan Grading Pengepakan Biaya Pemasaran Nilai Tambah
(%)
85.00
-
27.05 8.11
1.35 0.40
94.50
4.72
-
-
Tengkulak ( % ) 'Pengumpull(%) 1400
15.00 40.23 12.72 55.03
0.91 2.44 0.77 3.34
3.76
-
49.05
2.45
62.05
178.71
8.94
185.03
121.29
6.06
2000
100.00
Harga Jual (Rp/kg)
84.85
-
56.00
15.00 119.18 11.91 51.37 223.69
0.60 4.77 0.48 2.05 8.95
38.36 98.36
1.53 3.93
11.21
557.87
22.31
6.97
A:540.13 B:442.13 c: 0
21.60 17.68
114.97
1650
1400
1 0 0 . 0 A:
2500 100.0
B: 2 4 0 0 C: -
-
-
-
-
1950
-
m)Sumber : Hasil olahan data primer Pada bahasan di depan telah disebutkan bahwa belum
semua pelaku pemasaran apel melakukan tindakan
penanganan atau pengawasan mutu secara maksimal.
Pada
analisis biaya pemasaran dan nilai tambah ini, terli hat bahwa di antara para pelaku pemasaran apel yang ada, ternyata tambah
'pedagang pengumpul' mempunyai nilai
yang lebih baik dari pada tengkulak dan peda-
gang pengecer.
Hasil analisis nilai tambah di antara
para
pelaku
pemasaran
apel di
Kecamatan
Bumiaji,
Malang menunjukkan bahwa semakin baik penanganan mutu apel membawa
dampak terhadap peningkatan nilai tambah
bagi komoditas apel tersebut.
Pada Tabel 11 terlihat
bahwa untuk varietas apel Rome Beauty, nilai tambah untuk 'pedagang dengan
pengumpul'
sebesar Rp 250,-
sampai
Rp 400,- per kilogram, lebih besar diban-
dingkan nilai tambah untuk pedagang pengecer dan tengkulak
yaitu
masing-masing
sebesar
Rp
130.05,-
dan Rp 71.59,- per kilogram apel. Sementara untuk apel varietas Manalagi seperti tampak pada Tabel 12, nilai tambah untuk 'pedagang pengumpul', tengkulak dan pedagang masing
sebesar
Rp
936.66,-;
Rp 134.34,- per kilogram apel.
pengecer Rp
masing-
84.76,-
dan
Sedangkan untuk apel
varietas Anna
seperti tampak pada Tabel 13, nilai
tambah
'pedagang
untuk
pedagang
pengumpulc,
pengecer masing-masing
tengkulak
dan
sebesar Rp 540.13,-;
Rp 114.97,- dan Rp 121.29,- per kilogram apel. Kalau dilihat masing-masing unsur biaya, ternyata biaya
penyusutan
varietas
relatif
tinggi
baik
untuk
apel
Rome Beauty, Manalagi maupun Anna, masing-
masing besarnya mencapai 9.86 persen untuk apel Rome Beauty, 3.35 persen untuk
apel Manalagi dan 8.95
persen untuk apel Anna, dari harga yang harus dibayar oleh konsumen.
Sebenarnya persentase tersebut masih
dapat ditekan dengan cara perbaikan penanganan pasca panen apel dan menerapkan sistem standarisasi mutu pada buah apel.
Susut buah apel di tingkat pedagang
pengecer pada umumnya disebabkan karena konsumen apel sering
mencoba
dulu
rasa
buah
apel
yang
akan
Buah apel yang sudah diiris pada umumnya
dibelinya.
tidak akan tahan lama, karena dalam waktu kurang dari sepuluh menit warna dan rasa buahnya akan berubah. Sedangkan susut buah apel di tingkat pedagang pengumpul banyak disebabkan kurang hati-hatinya para pemetik pada saat memasukkan apel hasil petikannya kedalam keranjang atau peti kayu.
Akibatnya apel-ape1
tersebut saling berbenturan sehingga banyak yang cacat atau rusak. kebun
ke
Di samping itu pengangkutan apel dari
tempat
'pedagang pengumpul'
juga
banyak
menyebabkan terjadi cacat atau rusaknya buah apel. Apabila dilihat dari biaya retribusi yang harus dibayar oleh pelaku pemasaran apel kepada pemerintah, yaitu : di tingkat pedagang pengecer sebesar 0.44 persen untuk apel Rome Beauty, 0.39
persen untuk apel
Manalagi dan 0.40 persen untuk apel Anna, dari harga yang harus dibayar konsumen.
Sedangkan di tingkat
tengkulak besarnya biaya retribusi adalah 0.98 persen untuk apel Rome Beauty, 0.82 persen untuk apel Manalagi dan 0.77 persen untuk apel Anna dari harga yang dibayar konsumen.
Untuk tingkat 'pedagang pengumpul'
besarnya biaya retribusi yaitu : 0.63
persen untuk
apel Rome Beauty, 0.39 untuk apel Manalagi dan 0.48 persen untuk apel Anna, dari harqa yanq harus dibayar konsumen. Dengan
demikian
menunjukkkan
bahwa
sumbangan
komoditas apel terhadap penerimaan langsung pemerintah daerah cukup kecil.
Padahal rata-rata semua konsumen
apel di Indonesia saat ini merupakan penduduk yang pendapatannya relatif cukup tinqgi. Revenue (R) adalah penerimaan atau penghasilan yanq diterima oleh pelaku pemasaran yanq besarnya sama dengan harga jual apel dikalikan kuantitas (jumlah) apel yanq dijual.
Sedangkan cost (C) adalah biaya-
biaya yang dikeluarkan oleh pelaku pemasaran akibat aktivitas pemasaran apel. Seperti pada analisis nilai tambah, pada analisis R/C rasio juga menunjukkan bahwa semakin baik penanganan mutu yang dilakukan oleh pelaku pemasaran maka
semakin besar
varietas
R/C rasionya, baik
untuk
Rome Beauty, Manalagi maupun Anna.
apel Hasil
analisis R/C rasio selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14, 15 dan 16.
80
R/C rasio apel Rome ~eaut~")
Tabel 14. Pelaku Pemasaran
Revenue (Rp)
Tengkulak
Cost (Rp)
R/C rasio
1 300
1 228.41
1.06
A: 1 900 B: 1 750 C: 1 500
1 500.89 1 500.89 1 500.89
1.27 1.17 0.99
' Pedagang Pengumpul1
Pedagang Pengecer "Isumber : Hasil olahan data primer Tabel 15. Pelaku Pemasaran
R/C rasio apel ~ a n a l a ~ i ~ ) Revenue (Rp)
Tengkulak
1 750
Cost (Rp)
R/C rasio
1 665.24
1.05
' Pedagang Pengumpul1
Pedagang Pengecer
A: 3 000 B: 2 500 C: 2 050
-
2 850 2 150
2 113.34 2 113.34 2 113.34
1.18 0.97
1.42 - 1.35 - 1.02
2 100
O)sumber : Hasil olahan data primer Tabel 16. Pelaku Pemasaran Tengkulak
R/C rasio apel ~nnap)
Revenue (Rp)
Cost (Rp)
R/C rasio
1 650
1 586.54
1.04
A: 2 500 B: 2 400 C: 1 950
1 957.87 1 957.87 1 957.87
1.28 1.23 0.99
' Pedagang Pengumpul'
Pedagang Pengecer P)surnber : Hasil olahan data primer
Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa untuk apel varietas Rome Beauty R/C rasio untuk 'pedagang pengumpull sebesar 1.27, sementara untuk pedagang pengecer dan tengkulak masing-masing sebesar 1.09
dan 1.06.
Artinya bahwa untuk setiap 1 persen modal yang digunakan oleh pelaku pemasaran untuk memasarkan apelnya akan mendapatkan penerimaan sebesar 1.27 persen untuk 'pedagang pengumpuP(i, 1.09
persen dan
1.06
persen
masing-masing untuk pedagang pengecer dan tengkulak. Berdasarkan Tabel 15, Manalagi
R/C
rasio apel varietas
untuk 'pedagang pengumpul', pedagang penge-
cer dan tengkulak sebesar 1.42, 1.07 dan 1.05.
Se-
dangkan pada Tabel 16, R/C rasio apel varietas Anna untuk ypedagang
pengumpulv, pedagang
tengkulak masing-masing sebesar 1.28,
pengecer 1.06
dan
dan 1.04.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perbaikan dalam penanganan mutu apel di samping dapat meningkatkan nilai tambah, juga dapat meningkatkan R / C rasio dalam pemasaran apel. F.
ANALISIS
KORELASI
Telaah
ANTARA MUTU APEL
koefisien
korelasi
antara mutu apel dan harganya.
DAN
HARGANYA
meliputi
hubungan
Hasil perhitungan
koefisien korelasi disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17.
Nilai koefisien korelasi antara mutu ape1 dan har anya di wilayah Kecamatan Bumiaji, Malang
48
No.
Jenis Ape1
1.
Rome
2. 3.
Koefisien Korelasi (r) Tstatistik
Beauty
0.9748
18.545*
Manalagi
0.9732
17.948*
Anna
0.9535
13.429*
qlsumber : Hasil olahan data primer *)significant pada taraf a = 0.01 Dari Tabel 1 7 terlihat
bahwa koefisien korelasi
antara mutu apel dan harganya untuk ketiga jenis atau varietas apel mendekati nilai satu (r apel Rome Beauty; r
= 0.9535
r
= 0.9732
= 0.9748
untuk
untuk apel Manalagi dan
untuk apel Anna) dan significant berdasar-
kan uji statistik a
= 1
persen.
Dengan demikian dapat
dikatakan secara statistik keterkaitan antara mutu apel dan harganya sangat erat dan significant (nyata) yaitu semakin bagus mutu apel, semakin mahal harganya. Hal ini berarti bahwa perbaikan dalam penanqanan atau pengawasan mutu apel memberikan dampak pada peningkatan harga jual apel di pasaran Beauty, Manalagi maupun Anna.
baik untuk apel Rome
V.
CARA-CARA PENGAWASAN MUTU DAN PEMASARAN APEL
Sampai saat ini Kecamatan Bumiaji, Malang dikenal
sebagai
sentra
produksi
apel
yang
masih paling
terkenal di ~ndonesia. Potensi produksi dan pemasaran ape1
di
daerah
dibuktikan meskipun
ini masih
dari
hasil
banyak
petani
cukup
temuan apel
besar.
di
di
Hal
lapangan,
Kecamatan
ini
bahwa
Bumiaji,
Malang masih menggunakan sistem pengelolaan apel secara sederhana dan tradisional, dua kali panen 40
000
dengan
dalam setahun mereka mampu
produksi
puncak kurang lebih
kg/Ha, sedangkan kondisi normal atau sedikit
drop hanya
30 000
kg/Ha setiap tahunnya.
Diperkirakan produksi apel yang ada di daerah ini masih belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan permintaan lokal maupun permintaan dari daerah lain. samping itu belum menyainginya.
Di
ada apel daerah lain yang mampu
Oleh karena itu
dapat dikatakan bahwa
prospek pemasararapel untuk memenuhi kebutuhan lokal maupun untuk memenuhi permintaan dari daerah lain masih cukup baik. Walaupun demikian masih perlu adanya usaha ke arah peningkatan mutu atau kualitas buah apel, agar nilai tambah terhadap buah ini lebih baik lagi bagi konsumen, pelaku pemasaran maupun bagi petani. beredar
di
Buah apel yang
daerah Malang maupun daerah lain pada saat
ini mempunyai kualitas yang beragam.
Standarisasi mutu
buah apel sampai saat ini masih belum dilakukan oleh para pelaku pemasaran maupun oleh pemerintah.
Grading
yang dilakukan oleh pelaku pemasaran hanya dilakukan secara subyektif. menggunakan
Sedangkan proses pengepakan hanya
bahan
yang
kurang
begitu
menarik
bagi
konsumen dan masih beraneka ragam bentuk dan ukurannya, adakalanya didapati buah-buah yang paling bagus diatur sedemikian rupa, sehingga seorang pembeli yang hanya melihat sepintas saja saat memeriksanya akan terkecoh. Buah apel yang dipasarkan juga tanpa dibersihkan lagi terutama setelah dipetik, padahal buah apel yang baru dipetik masih cukup kotor, terutama dari residu pestisida yang digunakan untuk merawat pohon atau buah waktu masih di pohon. Permintaan yang semakin berkembang terhadap buah apel tidak hanya terbatas pada kuantitasnya saja, juga terhadap kualitasnya.
Pada umumnya konsumen buah apel
menghendaki kualitas buah apel yang baik, karena mereka pada umumnya adalah masyarakat yang mempunyai pendapatan lebih dari cukup dan memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi. Buah-buah apel yang dijual di ternyata
tidak
semuanya
langsung
daerah Malang, dikonsumsi
oleh
pembelinya di daerah itu juga, tetapi kadang-kadang juga dibawa ke daerah lain yang cukup jauh, yang juga
membutuhkan banyak waktu.
~ e g i t ujuga dengan pedagang
pengumpul di daerah Malang, ternyata apel mereka tidak saja dikonsumsi di daerah pasar tujuannya di sekitar pulau Jawa, tetapi juga dibawa lagi ke daerah lain yang jaraknya masih lebih jauh lagi.
Oleh karena itu perlu
adanya pengaturan khusus terhadap buah apel. Adapun pengaturan khusus yang cukup penting bagi usaha perbaikan pemasaran apel adalah standarisasi buah apel. ma
standarisasi buah apel sangat bermanfaat teruta-
dalam memberikan
jaminan mutu, perlindungan dan
keselamatan bagi konsumen.
Di samping itu juga akan
lebih memudahkan bagi pelaku pemasaran dalam kegiatannya mendistribusikan apel-apelnya. Sementara belum ada standarisasi buah apel,
sebe-
narnya petani dan pelaku pemasaran dapat meningkatkan nilai tambah (value added) buah apel tersebut.
Kuali-
tas buah apel akan lebih tinggi apabila buah dipanen dalam
keadaan cukup masak.
Pada
apel
umumnya,
pemanenan buah apel di daerah Kecamatan Bumiaji, Malang lebih banyak ditentukan oleh pelaku membelinya.
pemasaran yang
Meskipun buah apel belum masak (matang)
kalau sudah terjadi kesesuaian harga pada umumnya para pembeli langsung memanennya.
Buah apel yang terlalu
muda biasanya kulit buahnya akan cepat menjadi keriput, rasanya masih masam dan daya tahannya akan menurun.
Karena
i t u penentuan waktu
panen
perlu
lebih diper-
h a t i k a n l a g i o l e h p e t a n i maupun o l e h p e l a k u pemasaran. Waktu
pemetikan,
pengepakan
buah
apel
pembersihan, perlu
lebih
penyortiran diperhatikan
dan lagi
k a r e n a sampai s a a t i n i keempat k e g i a t a n t e r s e b u t s e r i n g menyebabkan kerusakan pada kulit
buah.
Kulit
buah a p e l y a i t u
buah
yang
terluka
luka pada
akan
lebih
memudahkan hama dan p e n y a k i t menyerang buah t e r s e b u t a t a u buah l a i n yang l e t a k n y a b e r d e k a t a n .
Keadaan yang
demikian akan menyebabkan buah akan l e b i h c e p a t busuk. Karena i t u p e l a k s a a n keempat k e g i a t a n yang d i s e b u t k a n d i depan, h a r u s l e b i h d i p e r h a t i k a n . Pengepakan buah a p e l yang d i l a k u k a n o l e h pelaku pemasaran s e r i n g juga menyebabkan kerusakan buah yang Karung p l a s t i k dan k e r a n j a n g bambu yang
cukup b e s a r .
d i g u n a k a n untuk
pengepakan dalam volume b e s a r s e r i n g
menyebabkan buah memar k a r e n a t e k a n a n yang cukup k u a t . Karung
plastik
dan
keranjang
bambu
bahan penguat pada s i s i - s i s i n y a , kan
dari
atas atau dari
kurang
mempunyai
s e h i n g g a mudah t e r t e -
samping.
Pengepakan dengan
menggunakan k a r d u s sebenarnya sudah cukup b a i k , a s a l k a n pada
dasar
dan
bagian
atas
kardus
sebelum
ditutup
d i b e r i potongan k e r t a s a t a u kawul, a g a r buah a p e l t i d a k mengalami t e k a n a n yang cukup k u a t d a r i a t a s a t a u m e n g a l a m i goncangan. udara
agar
suhu,
A l a t pengepakan h a r u s d i b e r i lubang kelembaban
dan
konsentrasi
gas-gas
yang dihasilkan oleh jaringan buah tidak menjadi ekstrim.
Konsentrasi gas ethylen yanq terlalu banyak akan
menyebabkan buah menjadi cepat masak dan mudah busuk. Untuk meningkatkan penerimaan petani serta memberikan keuntunqan yang
layak
bagi
pelaku
pemasaran
sebaiknya dibentuk lembaga yang menangani
apel,
informasi
pasar dan promosi apel. Berdasarkan telaah pada bab-bab sebelumnya, pada Tabel 18 banyak
disajikan beberapa kriteria mutu apel yang
disukai konsumen, dengan harapan
agar dapat
memberikan masukan baik bagi petani maupun instansi terkait untuk lebih meningkatan mutu apelnya.
Hal ini
pada akhirnya juqa menunjang dalam usaha pemasaran apel di Indonesia.
Tabel 18. Mutu ape1
------------
Beberapa k iteria mutu apel Rome Beauty, Manalagi dan Anna yang banyak disukai konsumen r f Derajat Warna kulit kematangan buah
Firmness (lb/in2) (Rataan)
Rasa buah
Aroma buah
Bentuk buah
Diameter buah (cm) (Rataan)
Berat Kebersihan buah (gr) kulit buah (Rataan)
Jenis Ape1 Rome Beauty
seragam
hijau semu merah
21
manis
segar
round & 8.75 r.conical
197.90
bersih
Manalagi
seragam
hijau muda kekuningan
21
manis
harum
round
6.25
131.25
bersih
Anna
seragam
merah tua, semburat hijau
20
kesat, sedikit berair
tajam
oblong & conical
6.50
197.90
bersih
-
-
')sumher
:
Hasil olahan data primer
VI.
A.
XESIMPULAN DAN SARAN
XESIMPULAN
Berdasarkan
uraian di bab-bab terdahulu dapat
disimpulkan sebagai berikut : 1.
Berbagai macam varietas apel saat ini telah dibudidayakan oleh petani apel di daerah Kecamatan Bumiaji, Malang, namun yang banyak dipasarkan hanya ada tiga, yaitu
varietas Rome Beauty, Manalagi
dan Anna. Di antara ketiga varietas apel tersebut, apel Manalagi menduduki harga tertinggi di antara apel yang diproduksi di daerah Kecamatan Bumiaji, Malang disusul apel Anna dan apel Rome Beauty. 2.
Saluran
pemasaran
apel
di
Kecamatan
Malang pada dasarnya ada tiga, yaitu
Bumiaji, dua untuk
saluran pemasaran apel lokal dan satu untuk saluran apel luar kota.
Pada umumnya saluran pemasa-
ran apel tersebut dimulai dari petani gang
pengumpul'.
Dari
ke
'peda-
'pedagang pengumpul'
ke
pedagang antar provinsi, yang selanjutnya pedagang antar
provinsi
mengirim
apel-ape1
itu
kepada
pedagang grosir yang ada di kota-kota besar. 3.
Kemitraan usaha yang terjadi antara pelaku pemasaran yang terlibat dalam aktivitas pemasaran apel
90
di Kecamatan Bumiaji, Malang dapat diklasifikasikan menjadi dua : berdasarkan jangka waktunya, dapat dikategorikan sebagai pola
kemitraan
insidentil. Sedangkan berdasarkan pola kerjasama yang dijalin, dapat dimasukkan k e dalam pola kemitraan 'kontrak kerja'. 4.
Tingkat pengawasan mutu yang dilakukan oleh pelaku pemasaran apel berbeda-beda.
Pengawasan mutu pada
tingkat 'pedagang pengumpul' lebih baik dibandingkan pedagang pengecer maupun tengkulak. 5.
Semakin baik tingkat penanganan atau pengawasan mutunya semakin besar
pula nilai tambahnya.
Nilai tambah yang diterima pada tingkat 'pedagang pengumpul' lebih baik daripada
pedagang
pengecer
maupun tengkulak untuk apel Rome Beauty, Manalagi maupun Anna, masing-masing 21.05%, 8.13% dan 5.51% untuk apel Rome Beauty, 31.22%, 6.39% dan 4.84% untuk apel Manalagi, serta 21.60%, 6.06% dan 6.97% untuk apel Anna, dari harga yang harus dibayar konsumen. 6.
Semakin baik tingkat penanganan atau pengawasan mutu maka semakin besar pula R/C rasionya. rasio
R/C
tingkat 'pedagang pengumpul', pedagang
pengecer dan tengkulak, masing-masing sebesar 1.27, 1.09 dan 1.06 untuk apel Rome Beauty,
1.42,
91
7.
1.07
dan
1.06
dan
1.05
untuk apel Manalagi, serta 1.28, untuk apel Anna.
1.04
Terdapat keterkaitan yang sangat erat antara mutu apel dan harganya yaitu semakin bagus mutu apel, semakin tinggi harga jualnya, yaitu untuk grade A, B , C dan krill harga jualnya masing-masing Rp 1
900;
Rp
1 750;
Rp
1 500;
dan Rp 1
logram untuk apel Rome Beauty. apel Manalagi masing-masing Rp Rp 2
050;
Anna Rp 2
dan Rp 500;
1 750
Rp 2
300
perki-
Sedangkan untuk 3 000;
Rp 2
500;
perkilogram dan untuk apel
400;
Rp 1
950;
dan Rp
1 650
perkilogram. 8.
Pelaksanaan penanganan mutu (pembersihan, sortasi dan grading, pengepakan dan penyimpanan) apel di Kecamatan Bumiaji, Malang masih banyak dilakukan secara tradisional.
9.
Standarisasi mutu buah apel yang baku di Indonesia belum ada.
B.
SARAN
1.
Perlu adanya usaha ke arah peningkatan mutu baik oleh petani dan para pelaku pemasaran khususnya pedagang pengecer dan tengkulak yang selama ini masih sederhanaltradisional dengan cara perbaikan teknik budidaya, penanganan pasca panen (waktu pemetikan, pembersihan, penyortiran dan grading,
pengepakan serta dilaksanakannya penyimpanan buah apel) 2.
.
Perlu
dilakukan
standarisasi
mutu
buah
apel
di
Indonesia, untuk memberikan jaminan mutu, perlindungan dan keselamatan bagi konsumen, serta memudahkan
pelaku
pemasaran
dalam
mendistribusikan
apel-apelnya. 3.
Perlu dibentuk
lembaga atau instansi yang mena-
ngani informasi pasar dan promosi apel.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonimous. 1989. Pasca Panen dan Pemasaran Sayuran dan Buah-Buahan. Departemen Pertanian, No. 17/BPLUH, Jakarta. Arsip Kantor Kecamatan Bumiaji. 1994. Laporan Data Kependudukan. Kantor Kecamatan Bumiaji, Kotif Batu, Malang. Assauri, S. 1978. Manajemen Produksi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta. Besterfield, D.H. 1979. Quality control. Inc., Englewood Cliffs, New York.
Prentice Hall
Childers, N.F. 1973. Modern Fruits Science. Publications. New Jersey-USA. 960p.
Horticultural
David Downey, W and Steven P. Erickson. 1987. Agribusi-. ness Management. McGraw-Hill, Inc. New York. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Timur. 1989. Pengembangan Komoditas Hortikultura. Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Jakarta. Direktorat Bina Produksi Hortikultura. 1985. Vademekum Buah-Buahan. Direktorat Bina Produksi Hortikultura, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Jakarta. Direktorat Bina Produksi Hortikultura. 1990. Peningkatan Penanganan Pemasaran Hortikultura. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Jakarta. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. 1994. Pengembangan Kemitraan Agribisnis. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, Jakarta. Eskin, N.A.M., H.M. Henderson, dan R.J. Townsend. 1971. Biochemistry of Food. Academic Press, New York. FAO.
1981. Food Loss Prevention in Perishable Crops. Food and Agriculture organization of United Nations, Rome.
Feigenbaum, A.V. 1986. Total Quality Control. Hill Book Company, New York.
Mc. Graw-
Juran, J.M. dan F.M. Gryna Jr. 1970. Quality Planning and Analysis. Mc. Graw-Hill, New York. Kader, A.A. 1985. Quality Factors : Definition and Evaluation for Fresh Horticultural Crops. pp 118-121. In A.A. Kader et al., eds. Postharvest Technology and Horticultural Crops. Univ. california-USA.
.
1985. Standardization and Inspections of Fruits and Vegetables. pp 122-130. In A.A. Kader et al., eds. Postharvest Technology and Horticultural Crops. Univ. California-USA. Kantor ~tatistikKabupaten Dati I1 Malang. 1994. Tahunan Kabupaten Dati I1 Malang. Malang.
Laporan
Kinnear, T.C. dan J.R. Taylor. 1987. Riset Pemasaran Pendekatan Terpadu. Terjemahan. Erlangga, Jakarta. Kotler, P. 1987. Manajemen Pemasaran I. Erlangga, Jakarta.
.
1990. Mana jemen Pemasaran 11. Erlangga, Jakarta.
Terjemahan. Terjemahan.
Kusumo, S. 1986. Budidaya Ape1 (Mallus sylvestris M i . ) LPH Pasar Minggu, Jakarta. Lin,
R.C. 1981. ~ualityControl of Beverage. In Woodroof, J.G. dan G.F. Phillips. Beverages : Carbonated and Non Carbonated. AVI Publishing Inc., Westport, Connecticut.
Littler, D. 1984. ~arketing and Product Development. Phillip Allan Publishers Limited, Oxford. Markasis, P. 1975. Anthocyaninee Pigmens ini Foods. pp 6267. The AVI Pub. Co. Inc., Wesport, Connecticut-USA. Ruswidiono, R.W. 1992. Mempelajari Pengaruh Sistem Udara Dimodifikasi dalam Pengemasan dan Penyimpanan Buah Apel Rome Beauty. skripsi, Jurusan Agrometeorologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor. Ryall, A.L. and W.T. Pentzer. 1982. Handling, Transportations, and Storage of Fruits and Vegetables. The AVI Publishing Company, Inc., Wesport. Saefuddin, A.M.! 1989. Pengkajian Pemasaran Komoditas. Diktat Kuliah Pasca sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soemar, R. 1971. Surabaya.
Bertanam Apel di Indonesia.
U.D.
Mia,
Stephanie, D. 1983. The Microbiology of Apples and Apple Products. Critical Reviews in Food Science and Nutrition; 2(19): 136. Suhardjo. 1982. Pengaruh Umur Petik dan Penyimpanan Suhu Ruang terhadap Sifat-Sifat Buah Apel Malang (Mallus sylvestris Mill.). Skripsi, Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Supranto, J. 1986. Metode Riset dan Aplikasinya dalam Pemasaran. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Swastha, B. dan Irawan. 1990. Manajemen Pemasaran Modern. Penerbit Liberty, Yogyakarta. Untung, 0. 1994. Jenis dan Budidaya Apel. daya Jakarta.
.'
Penebar Swa-
Yuniarti dan Suhardi . 1989. Analisa Kualitas Beberapa Varietas Apel. Penelitian Hortikultura, 3(2):61-69.
Lampiran
1.
Tahun
Data curah hujan dan RH rata-rata Kecamatan Bumiaj i, ~ a l a n ~ p ) 1990
CH (mm)
Bulan
1991
RH
(%I
CH (mm)
1992
RH
(%I
RH (mm)
1993
CH (%)
CH (mm)
RH (2)
Januari Pebruari Maret April Me i Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah P'sumber
1755 :
2126
1287
Arsip Kebun Percobaan Bumia ji , Malang
1576
Punten, Kecamatan
Lampiran
2.
Peta pembagian desa atau kelurahan untuk Kecamatan Bumiaji, Batu-Malang
1.
8
Juryxi
I..
I
4lunn