KAJIAN PELILINAN TERHADAP KUALITAS DAN DAYA SIMPAN BUAH PEPAYA CALLINA
TETIH HIDAYAH
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Pelilinan Terhadap Kualitas dan Daya Simpan Buah Pepaya Callina adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Tetih Hidayah NIM F14090065
ABSTRAK TETIH HIDAYAH. Kajian Pelilinan Terhadap Kualitas dan Daya Simpan Buah Pepaya Callina. Dibimbing oleh USMAN AHMAD. Pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu buah-buahan tropika yang menjanjikan di pasar baik dalam maupun luar negeri, dan mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Buah pepaya termasuk dalam jenis buah klimakterik.. Salah satu cara untuk menahan laju penurunan mutu dalam penanganan pascapanen buahbuahan adalah dengan pelilinan dan penyimpanan dingin.penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pelilinan terhadap kualitas dan daya simpan buah pepaya Callina pada suhu ruang dan suhu dingin (130C). Konsentrasi lilin yang digunakan adalah 0% (kontrol), 6%, dan 10% dengan metode pencelupan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa buah pepaya dengan konsentrasi 10% pada suhu 130C mampu menekan laju respirasi, susut bobot, kekerasan, dan warna kulit buah pepaya. Namun, pelilinan tidak terlalu berpengaruh pada perubahan nilai TPT. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa buah pepaya yang diberi lapisan lilin dengan konsentrasi 10% mampu mempertahankan tingkat kesukaan panelis. Begitu pula dengan uji pembobtan, kombinasi konsentrasi dan suhu terbaik yaitu pada buah pepaya dengan konsentrasi pelilinan 10% pada suhu 13 °C. Kekerasan buah termasuk parameter mutu kritis buah pepaya. Kata kunci: pepaya, pelilinan, suhu
ABSTRACT TETIH HIDAYAH. Study of Waxing on Quality and Storability of Callina Papaya Fruit. Supervised by USMAN AHMAD. Papaya (Carica papaya L.) is one of tropical fruits which economically good both in domestic and overseas. Papaya fruit is kind of climacteric fruit. One way to hold the rate of quality degradation in post-harvest handling is by waxing and cold storing. This research aim to learn the effect of waxing about quality and storability of Calina papaya at room temperature and cold temperature (13oC). Wax concentrations which was used were 0% (control), 6%, and 10% by dyeing method. The result showed that papaya with wax concentration 10% at 13oC could hold the rate of respiration, weight loss, hardness, and colour of fruit. However, waxing did not affect greatly on the changes of Total Dissolved Solid (TDS). Organoleptic result showed that waxed papaya in 10% of concentration was good according to the panelists. It also showed good result for weighting, good combination can be reached at 10% of wax concentration and 13oC of temperature. Hardness fruit including critical parameter of papaya. Keywords: Papaya, Waxing, Temperature
KAJIAN PELILINAN TERHADAP KUALITAS DAN DAYA SIMPAN BUAH PEPAYA CALLINA
TETIH HIDAYAH
Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Kajian Pelilinan Terhadap Kualitas dan Daya Simpan Buah Pepaya Callina : Tetih Hidayah Nama : F14090065 NIM
Disetujui oleh
Dr. Ir. Usman Ahmad, M . Agr
Pembimbing
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi : Kajian Pelilinan Terhadap Kualitas dan Daya Simpan Buah Pepaya Callina Nama : Tetih Hidayah NIM : F14090065
Disetujui oleh
Dr. Ir. Usman Ahmad, M. Agr Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Desrial, M. Eng Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Dengan selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua penulis, kakak dan saudara-saudara penulis yang telah memberikan banyak dorongan, motivasi, semangat dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. 2. Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr selaku dosen pembimbing tugas akhir yang telah memberikan arahan dan nasihat kepada penulis dalam penelitian hingga penyelesaian tugas akhir skripsi ini. 3. Dr. Ir. Emmy Darmawaty, M.Si dan Prof. Dr. Ir. Tineke Mandang, M.S selaku dosen penguji atas saran dan kritik yang membangun untuk penulis. 4. Teman-teman diantaranya Nur Hayati, Rahma, Nita Dwi, Rani Dwi, Awanis, Gina Annisa, Ni Made Citta, dan temen-teman Orion TMB lainnya yang telah membantu selama penulis melakukan penelitian. 5. Bapak Sulyaden dan Mba Sugi atas bantuannya selama penelitian, serta seluruh staff UPT TMB IPB yang telah membantu dalam proses administrasi. Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pertanian.
Bogor, Oktober 2013
Tetih Hidayah
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Pepaya Penyimpanan Dingin Parameter Penurunan Mutu Buah Segar Pelilinan METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Pengamatan dan Perubahan Mutu Rancangan Percobaan HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Respirasi Susut Bobot Kekerasan Total Padatan Terlarut Warna Kulit Buah Organoleptik Parameter Mutu Kritis Umur Simpan Kombinasi Konsentrasi Pelilinan dan Suhu Terbaik SIMPULAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
ii iii iii v vi vii vii ix 1 1 3 3 3 8 8 11 12 12 12 13 15 17 17 18 21 22 23 24 30 32 33 33 40 40 41 43
DAFTAR TABEL 1 Perkembangan produksi pepaya Indonesia tahun 2002-2010 2 Kandungan nilai nutrisi buah pepaya per 100 gram bahan 3 Komposisi dasar emulsi lilin 12% 4 Data gabungan pembobotan uji organoleptik 5 Skor dari setiap perlakuan hasil pembobotan uji destruktif
2 5 11 36 39
DAFTAR GAMBAR 1 Buah Pepaya 2 Pepaya IPB 1 3 Pepaya IPB 3 4 Pepaya IPB 4 5 Pepaya IPB 6 6 Pepaya IPB 9 7 Pepaya IPB 10 8 Pendingin 9 Refraktometer 10 Rheometer 11 Cosmotector 12 Chromameter 13 Timbangtan digital 14 Diagram alir tahapan penelitian 15 Sistem notasi warna Hunter 16 Laju produksi CO2 buah pepaya selama penyimpanan 17 Laju konsumsi O2 buah pepaya selama penyimpanan 18 Perubahan susut bobot buah pepaya selama penyimpanan 19 Perubahan kekerasan buah pepaya selama penyimpanan 20 Perubahan total padatan terlarut (TPT) buah pepaya selama penyimpanan 21 Perubahan nilai kecerahan (L) buah pepaya selama penyimpanan 22 Perubahan nilai komponen warna merah-hijau (a*) buah pepaya selama penyimpanan 23 Perubahan nilai komponen warna kuning-biru (b*) buah pepaya selama penyimpanan 24 Perubahan warna kulit pepaya kontrol pada suhu 13 °C berdasarkan sistem notasi warna Hunter 25 Perubahan warna kulit pepaya yang diberi lapisan lilin dengan konsentrasi 6 % pada suhu 13 °C berdasarkan sistem notasi warna Hunter
4 5 6 6 7 7 7 13 13 13 13 13 13 14 16 19 20 22 23 24 25 26 27 28 28
26 Perubahan warna kulit pepaya yang diberi lapisan lilin konsentrasi 10 % pada suhu 13 °C berdasarkan sistem notasi warna Hunter 27 Perubahan warna kulit pepaya kontrol pada suhu ruang ber-AC berdasarkan sistem notasi warna Hunter 28 Perubahan warna kulit pepaya yang diberi lapisan lilin konsentrasi 6 % pada suhu ruang ber-AC berdasarkan sistem notasi warna Hunter 29 Gambar 29 Perubahan warna kulit pepaya yang diberi lapisan lilin konsentrasi 10 % pada suhu ruang ber-AC berdasarkan sistem notasi warna Hunter 30 Organoleptik warna kulit buah pepaya pada suhu 13 0C dan suhu ruang ber-AC 31 Organoleptik aroma buah pepaya pada suhu 13 0C dan suhu ruang ber-AC 32 Organoleptik kekerasan buah pepaya pada suhu 13 0C dan suhu ruang ber-AC 33 Organoleptik rasa buah pepaya pada suhu 13 0C dan suhu ruang ber-AC 34 Organoleptik keseluruhan buah pepaya pada suhu 13 0C dan suhu ruang ber-AC
28 29 29 29
31 32 33 34 35
DAFTAR LAMPIRAN 1 Uji lanjut Duncan untuk laju produksi CO2 2 Uji lanjut Duncan untuk laju konsumsi O2 3 Uji lanjut Duncan untuk susut bobot 4 Uji lanjut Duncan untuk kekerasan 5 Uji lanjut Duncan untuk TPT 6 Uji lanjut Duncan untuk nilai L* warna kulit buah 7 Uji lanjut Duncan untuk nilai a* warna kulit buah 8 Uji lanjut Duncan untuk nilai b* warna kulit buah 9 Uji lanjut Duncan untuk organoleptik warna kulit buah 10 Uji lanjut Duncan untuk organoleptik aroma 11 Uji lanjut Duncan untuk organoleptik kekerasan 12 Uji lanjut Duncan untuk organoleptik rasa 13 Uji lanjut Duncan untuk organoleptik keseluruhan 14 Perhitungan Umur Simpan 15 Uji pembobotan untuk penarikan kesimpulan pengukuran obyektif 16 Gambar pepaya dengan konsentrasi lilin 0 % (kontrol) pada suhu 130C 17 Gambar pepaya dengan konsentrasi lilin 6 % pada suhu 130C 18 Gambar pepaya dengan konsentrasi lilin 10 % pada suhu 130C 19 Gambar pepaya dengan konsentrasi lilin 0% pada suhu ruang ber-AC 20 Gambar pepaya dengan konsentrasi lilin 6% pada suhu ruang ber-AC 21 Gambar pepaya dengan konsentrasi lilin 10% pada suhu ruang ber-AC
44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 61 62 63 65 66 67
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai berbagai macam komoditas pertanian yang berpotensi untuk diekspor maupun untuk dikonsumsi dalam negeri. Hasil pertanian tersebut meliputi komoditas biji-bijian, palawija, dan komoditas holtikultura. Buah-buahan mempunyai potensi ekonomi yang cukup tinggi dan umumnya dikonsumsi sebagai buah segar, oleh karena itu mutu dan kesegaran buah perlu dipertahankan sehingga dapat menghaslkan nilai jual tinggi. Pada prinsipnya ada tiga cara untuk memperpanjang daya simpan yaitu menunda proses kematangan, memperlambat penguapan dan respirasi, serta membunuh atau mencegah perkembangan organisme pembusuk. Menurut Ana (2008), buah-buahan dan sayuran termasuk perishable commodities, yang artinya komoditi-komoditi yang mudah sekali rusak, di mana kerusakan tersebut dapat mengurangi daya simpan buah. Kerusakan ini terutama disebabkan oleh kelainan fisiologis, kerusakan mekanis, serta gangguan hama dan penyakit. Kerusakan fisik atau mekanik yang terjadi antara lain lecet, layu, memar, dan kemudian busuk. Akibatnya produk tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga umur simpan buah-buahan relatif pendek. Pada saat buah dipanen, akan terjadi perubahan baik perubahan kimiawi maupun perubahan biokimiawi yang akan menyebabkan mutu buah berangsur-angsur turun. Perkiraan kerusakan pada pascapanen akibat kerusakan mekanis, fisiologis, dan mikrobiologis bisa mencapai 20-25%. Pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu buah-buahan tropika yang menjanjikan di pasar baik dalam maupun luar negeri, dan mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Buah pepaya secara lokal dan regional terus meningkat. Indonesia merupakan negara penghasil buah papaya ke-8 terbesar di dunia. Permintaan pasar dunia terus meningkat dari negara Eropa, seperti Inggris, Jerman, Perancis, Belanda, dan Swedia (Purba, 2005). Jenis pepaya terdiri dari beberapa varietas, salah satunya yaitu pepaya Callina. Saat ini pepaya Callina banyak dikembangkan oleh para petani karena pepaya Callina banyak digemari dan mempunyai nilai jual yang cukup tinggi dipasaran. Pepaya menjadi salah satu komoditas buah-buahan yang penting dalam cakupan negara-negara ASEAN dan internasional karena memberikan peluang pasar yang bagus untuk memasarkan buah papaya dalam produk segar ataupun olahan. Peningkatan produksi pepaya di Indonesia dari tahun 2002-2010 dapat dilihat pada Tabel 1.
2
Tabel 1 Perkembangan produksi pepaya Indonesia tahun 2002-2010 Tahun
Produksi (ton)
2002
605.194
2003
626.745
2004
732.611
2005
548.657
2006
643.451
2007
621.524
2008
717.899
2009
772.844
2010
675.801
Sumber: Badan Pusat Statistik (2011) Pemasaran buah pepaya masih mengalami masalah, salah satunya adalah dalam penentuan tingkat kematangan fisiologis optimum saat panen untuk menjamin kematangan buah yang cukup untuk konsumsi dengan kualitas yang baik. Pada umumnya pepaya hanya dapat bertahan maksimal 10 hari setelah pemanenan dengan tingkat kematangan 10%. Menurut Pantastico (1989), bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi untuk mendapatkan buah yang berkualitas baik adalah waktu panen yang tepat, karena mutu buah tidak dapat diperbaiki namun dapat dipertahankan. Buah yang dipanen sebelum matang dapat menghasilkan mutu yang kurang baik serta proses pemasakan yang salah. Penundaan waktu panen buah akan meningkatkan kepekaan buah terhadap proses pembusukan, sehingga mutu dan nilai jualnya rendah. Salah satu cara untuk menahan laju penurunan mutu dalam penanganan pascapanen buah-buahan adalah dengan pelilinan dan penyimpanan dingin. Pelilinan dapat menahan proses proses resprasi dan transpirasi serta mengurangi terjadinya proses evaporasi yaitu penguapan air bersama gas-gas lain. Pemakaian lilin pada buah-buahan adalah untuk meningkatkan kilap sehingga penampakannya menjadi lebih baik. Disamping itu luka atau goresan pada permukaan kulit buah dapat ditutupi oleh lilin. Di tempat-tempat yang tidak terdapat fasilitas pendingin, perlindungan dengan pemberian lapisan lilin merupakan salah satu cara yang dikembangkan untuk memperpanjang umur simpan buah-buahan dan sayuran segar (Pantastico, 1986). Proses pelilinan biasanya dikombinasikan dengan bahan kimia sintetis pembunuh bakteri dan cendawan. Berdasarkan percobaan pelapisan lilin pada alpukat yang dilakukan Mujiono (1997) diketahui bahwa konsentrasi 4% optimum meningkatkan daya simpan dan menghambat kematangan sampai hari ke-20. Febriyan (2012) menyatakan pada suhu 8 °C dan pelilinan 10% mampu
3 memberikan perlindungan terhadap buah manggis dalam menghambat proses transpirasi. Tujuan 1. Mengkaji perubahan parameter mutu buah pepaya selama penyimpanan, diantaranya yaitu laju respirasi, susut bobot, total padatan terlarut (TPT), kekerasan daging buah, dan warna kulit buah setelah diberikan perlakuan pelilinan. 2. Menentukan umur simpan dan parameter mutu kritis buah pepaya Callina pada suhu ruang ber-AC (20-25 °C) dan suhu dingin (13 °C).
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Pepaya (Carica papaya L.) Pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu tanaman buah tropis asal Meksiko Selatan. Tanaman pepaya kini telah dibudidayakan serta dikembangkan secara luas di Amerika Tengah, Amerika Selatan, Afrika Utara, Hawai, India, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Srilanka. Tanaman pepaya adalah jenis pohon buah-buahan yang berumur pendek dan sifat tumbuhnya cepat sekali. Pepaya merupakan tanaman yang berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Tanaman ini diperbanyak dengan biji dan mulai tumbuh setelah 6-8 minggu. Berdasarkan bunganya, tanaman pepaya dapat digolongkan atas tiga tipe utama yaitu tanaman berbunga jantan, betina, dan hermaprodit (sempurna) (Sujiprihati dan Suketi, 2010). Tanaman pepaya tumbuh di daerah-daerah basah, kering, dan daerah dataran rendah dengan ketinggian 200-1000 meter dpl dengan suhu berkisar 25-30 °C. Pada ketinggian di atas 500 meter dpl, pertumbuhan pepaya menjadi lambat dan rasa buahnya menjadi kurang manis. Hal inilah yang menyebabkan budidaya di daerah dataran tinggi kurang disarankan. Selain mempengaruhi rasanya, pepaya yang ditanam di dataran tinggi juga mudah terserang penyakit karena kondisi kelembaban yang relatif tinggi (Sujiprihati, 2010). Tipe tanah yang baik untuk pertumbuhan pepaya adalah tanah yang subur, remah (gembur), drainase baik, serta pH tanah berkisar 6-7 yang bersifat netral (Ashari, 1995). Setiap pohon pepaya dalam waktu satu tahun rata-rata dapat menghasilkan lebih dari 50 buah pepaya, dan keadaan ini dapat berlangsung sampai lebih dari tiga tahun (Sunaryono, 1981). Untuk gambar dari buah pepaya dapat dilihat pada Gambar 1. `
4
Gambar 1 Buah Pepaya
Menurut Dirjen Hortikultura (2011), klasifikasi tanaman pepaya termasuk dalam famili Caricaceae. Famili ini memiliki empat genus, yaitu Carica, Jarilla, Jaracanta, dan Cylicomorpha. Namun yang banyak dibudidayakan adalah genus Carica. Adapun taksonomi tanaman pepaya diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta Subdivisi: Angiospermae Kelas : Dicotyledone Ordo : Caricales Family : Caricaceae Genus : Carica Spesies : Carica papaya Buah pepaya umumnya berbentuk bulat, panjang atau silindris dengan kisaran berat antara 300 gram sampai lebih dari 3 kg. Buah pepaya masak merupakan sumber vitamin A, vitamin C, dan mineral kalsium. Buah pepaya juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu bersifat cepat rusak dan busuk (Kalie, 1988). Berdasarkan bentuk dan sifat daging buah, pepaya termasuk ke dalam tipe buah buni, memiliki kulit luar yang tipis, kuat, dan lentur, sedangkan lapisan dalam berdaging dan berair, serta memiliki rongga besar di tengah (Ashari, 1995). Buah pepaya digolongkan sebagai buah klimakteri, yaitu buah yang mengalami kenaikan produksi CO2 secara mendadak dan kemudian mengalami penurunan dengan cepat (Pantastico, 1986). Sebagai buah klimakteri, buah pepaya tidak perlu dipanen pada saat matang penuh di pohon karena dapat masak sempurna setelah dipanen. Jika pemanenan dilakukan pada saat buah lewat masak, umur simpan buah tersebut akan lebih pendek sehingga mengakibatkan buah menjadi cepat busuk. Klimakteri ditandai dengan adanya proses yang cepat pada waktu pemasakan dan peningkatan respirasi yang mencolok disertai perubahan warna, cita rasa, dan teksturnya. Salah satu patokan untuk melakukan pematangan buah pepaya adalah umur buah. Tanda-tanda kematangan dan pedoman umur dan sifat-sifat penampakan secara visual berbeda-beda tergantung pada jenis dan varietasnya (Soedibyo, 1979). Secara lengkap kandungan buah pepaya untuk 100 gram bahan yang dapat dimakan ditunjukkan pada Tabel 2.
5 . Tabel 2 Kandungan nilai nutrisi buah pepaya per 100 gram bahan No
Jenis
Satuan
Jumlah
1 2 3 4 5
Kadar air Protein Lemak Karbohidrat Kalsium
% Gram Gram Gram Milligram
86.6 0.5 0.3 12.1 0.034
6
Fosfor
Milligram
0.011
7
Besi
Milligram
0.001
8 Vitamin A IU 9 Vitamin B Milligram 10 Vitamin C Milligram 11 Abu Gram 12 Natrium Milligram 13 Serat Gram 14 Kalium Miligram Sumber : Wirakusumah (2001)
0.45 0.0003 0.74 0.5 3 0.7 204
Program pemuliaan tanaman di Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika (PKBT) IPB saat ini telah menghasilkan berbagai calon varietas unggul. Hasilnya antara lain pepaya unggul IPB 1 (Arum Bogor), IPB 3 (Carisya), IPB 4 (Carlia), IPB 6 (Sukma), IPB 9 (Callina), dan IPB 10 (Wulung Bogor). Berikut deskripsi singkat dari 6 varietas pepaya unggul hasil pemuliaan PKBT IPB, Bogor (Luketsi, 2011): 1.
Pepaya IPB 1 (Arum Bogor) Pepaya IPB 1 lebih dikenal dipasaran dengan nama pepaya Arum Bogor. Pepaya ini tergolong jenis pepaya kecil dengan bobot sekitar 0.50-0.63 kg. Bentuk buahnya bulat lonjong dan seragam, panjang buah 13.2-15.5 cm, dan diameter buah 9.1-11.5 cm. Pepaya ini mempunyai warna kulit buah hijau bertekstur licin dan daging buah berwarna kemerahan atau jingga dengan rasa sangat manis seperti yang dicirikan oleh kandungan padatan terlarut total daging buah sekitar 11-13 °Briks dan beraroma harum. Kandungan vitamin C-nya sekitar 122 mg/100 g daging buah. Gambar dari IPB 1 terdapat pada Gambar 2.
6
Gambar 2 Pepaya IPB 1
Gambar 3 Pepaya IPB 3
Pepaya IPB 3 (Carisya) Masing-masing pepaya unggul memiliki keistimewaan tersendiri. Pepaya IPB 3 dengan nama lain Carisya, mempunyai keistimewaan pada kadar gulanya yang bisa mencapai 14.3 °Briks. Gambar dari pepaya jenis IPB 3 terdapat pada Gambar 3. Pepaya IPB 3 memiliki bentuk kecil, daging buah tebal agak kenyal berwarna jingga kemerahan dan sangat manis. Daya simpan pepaya ini pada suhu kamar mencapai 7 hari. Kulit buah pepaya IPB 3 berwarna hijau tua, bentuk buah lonjong, panjang buah 16.2-17.8 cm, diameter buah 7.6-8.4 cm dengan bobot perbuah antara 0.5 sampai 0.65 kg. 2.
3.
Pepaya IPB 4 (Carlia) Berbeda dengan varietas pepaya unggul lain, keistimewaan dari pepaya IPB 4 adalah warna kulit buahnya berwarna kuning. Gambar pepaya jenis IPB 4 terdapat pada Gambar 4. Bentuk buah lonjong dan seragam dengan panjang buah 14.5-16.0 cm, diameter tengah buah 8-9 cm dan bobot perbuah sekitar 0.4 sampai 0.6 kg. Pepaya IPB 4 mempunyai warna daging buah jingga dan rasanya manis dengan tingkat kemanisan 9.5-11 °Briks
Gambar 4 Pepaya IPB 4
Gambar 5 Pepaya IPB 6
4. Pepaya IPB 6 (Sukma) Pepaya IPB 6 lebih dikenal dengan nama pepaya Sukma. Pepaya ini merupakan unggulan lokal dari daerah Sukabumi dan Bogor. Pepaya jenis ini
7 mempunya bobot mencapai 3.1 kg, panjang buah 30-35 cm dengan diameter tengah buah 13.2-13.8 cm. Buah ini berbentuk bulat lonjong, warna kulit buah hijau dan mulus, warna daging buah merah jingga, dan rasanya manis dengan tingkat kemanisan 11-12.8 °Briks. Gambar pepaya jenis IPB 6 terdapat pada Gambar 5. 5.
Pepaya IPB 9 (Callina) Nama lain dari pepaya IPB 9 adalah Callina. Bobot buah pepaya jenis Callina sekitar 0.6-1.5 kg, panjang buah 23-24 cm dengan diameter buah 9.2-9.5 cm. Kulit buah berwarna hijau lumut bertekstur mulus dan daging buah yang tebal berwarna jingga dengan tingkat kemanisan 10.1-11.2 °Briks. Gambar pepaya jenis IPB 9 terdapat pada Gambar 6. Bentuk buahnya silindris seperti peluru dan mempunyai daya simpan lama yaitu lebih dari satu minggu.
Gambar 6 Pepaya IPB 9
Gambar 7 Pepaya IPB 10
Pepaya IPB 10 (Wulung Bogor) Pepaya IPB 10 mempunyai nama lain Wulung Bogor. Pepaya jenis ini berbeda dari pepaya unggul lainnya karena bisa memproduksi getah buah pepaya yang tinggi, yaitu 25.23 g per buah, dan bias dilakukan penyadapan hingga 9 kali. Pepaya ini berbentuk lonjong dengan ukuran buah besar (>2 kg). Gambar pepaya jenis IPB 10 terdapat pada Gambar 7. Warna kulit buah hijau dengan permukaan yang halus dan mempunyai daging buah berwarna jingga kemerahan.
6.
Penyimpanan Dingin Penyimpanan pada suhu dingin merupakan cara yang paling efektif dan bermanfaat untuk memperlambat perkembangan pembusukan pascapanen buahbuahan dan sayuran yang disebabkan oleh infeksi bagian dalam. Setiap produk hortikultura memiliki suhu optimum untuk menghambat pematangan dan penuaan proses-proses fisiologis yang membuat komoditi menjadi rentan terhadap kegiatan mikroba parasit dan bakteri (Pantastico, 1986). Penyimpanan dingin dapat juga dikombinasi dengan penambahan zat pengawet kimia. Kegunaan pendinginan secara umum adalah untuk pengawetan, penyimpanan, dan distribusi bahan pangan yang rentan rusak. Pendinginan maupun pembekuan tidak dapat
8 meningkatkan mutu bahan pangan, hasil terbaik yang dapat diharapkan hanyalah mempetahankan mutu tersebut pada kondisi terdekat saat akan memulai proses pendinginan (Purwanto, 2007). Menurut Roosmani (1990), masalah utama yang sering dihadapi pada penyimpanan buah setelah panen pada kondisi tanpa pendinginan adalah penurunan bobot serta nilai gizi, seperti vitamin C dan kadar air. Hal ini disebabkan oleh transpirasi dan respirasi yang berlangsung secara cepat dan terus menerus tanpa hambatan. Menurut Muchtadi et al. (2010) penanganan dengan cara penyimpanan dingin diperlukan untuk buah-buahan yang mudah rusak. Cara ini dapat mengurangi : a. Kehilangan air dan pelayuan. b. Proses pertumbuhan yang tidak dikehendaki. c. Kegiatan respirasi dan kegiatan metabolik lannya d. Kerusakan karena aktivitas mikroba (bakteri, kapang, dan khamir). e. Proses penuaan karena adanya proses pematangan, pelunakan, dan perubahan-perubahan warna serta tekstur. Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam proses penyimpanan dingin yaitu penggunaan suhu yang tepat. Suhu penyimpanan yang digunakan tidak boleh terlalu rendah karena dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada buah yang diakibatkan oleh suhu dingin. Penyimpanan di bawah suhu 15 °C (di atas titik beku) dikenal dengan penyimpanan dingin, yang akan mengurangi kelayuan serta kehilangan air, menurunkan laju reaksi kimia, dan laju pertumbuhan mikroba pada bahan yang akan disimpan. (Watkins, 1971). Kebutuhan suhu untuk penyimpanan dingin produk hortikultura bervariasi menurut jenis produk. Secara umum, produk hortikultura yang dibudidayakan di daerah dingin memerlukan suhu penyimpanan yang lebih rendah (0 - 2 °C). dan produk hortikultura yang dibudidayakan di daerah subtropis cocok pada suhu yang lebih tinggi (2 – 7 °C), sedangkan produk holtikultura yang dibudidayakan di daerah tropis memerlukan suhu yang lebih tinggi lagi (7 – 13 °C) (Ahmad, 2013).
Parameter Penurunan Mutu Buah Segar Penurunan mutu penyimpanan buah segar dapat ditentukan dengan menggunakan suatu parameter yang dapat diukur secara kuantitatif dan mencerminkan kondisi mutu produknya (Utama, 2005). Sifat produk buah segar umumnya dipergunakan sebagai parameter mutu adalah kekerasan dan warna (Azhar, 2007). Perubahan-perubahn yang terjadi pada buah-buahan selama proses pematangan pada umumnya adalah tekstur, warna, kandungan gula, keasaman, susut bobot, kadar air, dan kandungan vitamin C, berikut adalah beberapa perubahan fisik kimia selama pematangan dan penyimpanan buah pepaya. Laju Respirasi Laju respirasi O2 dan CO2 akan mengalami peningkatan diawal penyimpanan kemudian mengalami penurunan dan mengalami peningkatan sampai akhir penyimpanan. Menurunnya laju respirasi disebabkan karena
7 substrat yang digunakan untuk proses respirasi mulai berkurang. Disamping itu menurunnya laju respirasi disebabkan karena O2 yang ada dipergunakan oleh buah untuk proses respirasi dan oksidasi substrat (Rina, 2009). Dengan terbatasnya O2 mengakibatkan perombakan klorofil tertunda, produksi C2H4 rendah, laju pembentukan asam askorbat berkurang, perbandingan asam-asam lemak tak jenuh berubah, dan degradasi senyawa pectin tidak secepat seperti dalam kondisi lingkungan. Hal tersebut tercermin dari terhambatnya pematangan buah, sehingga daya simpan buah menjadi lama (Amiarsi et al., 1996). Menurut Pantastico (1986), faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi ada dua yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi tingkat perkembangan, susunan jaringan, ukuran produk, pelapis alami, dan jenis jaringan. Sedangkan faktor eksternal antara lain suhu, etilen, O2 yang tersedia, dan kerusakan buah. Adanya kerusakan fisik akan meningkatkan laju respirasi produk hortikultura karena kerusakan lapisan dermal akibat luka fisik dapat melancarkan masuknya oksigen yang berakibat meningkatnya respirasi sehingga meningkatkan laju pembentukan etilen yang selanjutnya memicu proses pematangan dan penuaan. Penurunan konsentrasi oksigen dalam udara akan menurunkan laju respirasi, demikian pula terjadi sebaliknya. Namun demikian konsentrasi oksigen yang terlalu rendah dapat membawa kerusakan produk akibat reaksi anaerobik, yaitu suatu reaksi metabolism tanpa kehadiran oksigen (Ahmad, 2013). Susut Bobot Susut bobot yaitu massa buah yang berkurang sejalan dengan waktu selama proses penyimpanan. Kehilangan berat selama penyimpanan sebagian besar disebabkan oleh kehilangan air yang terjadi karena sebagian air di dalam jaringan bahan akan menguap atau terjadinya transpirasi. Susut bobot terjadi karena selama proses penyimpanan menuju pematangan terjadi perubahan fisikokimia berupa penyerapan dan pelepasan air dari dan ke lingkungan penyimpanan. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan susut bobot tetapi juga menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan. (Muchtadi, 1990). Suhu produk hortikultura segar yang meningkat akan meningkatkan laju respirasi dan kehilangan air akibat respirasi yang berarti menurunkan bobot (Ahmad, 2013). Buah terlihat tidak segar lagi, berubah warna, berubah rasa, kandungan nutrisi berkurang, hingga terjadi pembusukan. Proses metabolisme ini dapat dihambat dengan menyimpan buah-buahan pada suhu rendah dengan kelembaban relatif uap air yang tinggi dan dapat pula membatasi kontak antara buah dengan udara ataupun etilen. Total Padatan Terlarut Proses pematangan akan menyebabkan kandungan karbohidrat dan gula berubah. Menurut Winarno dan Wirakatakusumah (1981), meskipun banyak macam gula yang ada dalam buah dan sayuran, tetapi perubahan kandungan gula yang sesungguhnya hanya meliputi tiga macam gula, yaitu glukosa, fruktosa dan sukrosa. Apabila buah-buahan menjadi matang, maka kandungan gulanya meningkat tetapi kandungan asamnya menurun. Akibatnya
8 kandungan gula dan asam akan mengalami perubahan drastis. Keadaan ini berlaku pada buah–buahan klimakterik, sedangkan pada buah nonklimakterik perubahan tersebut umumnya tidak jelas. Atribut kualitas flavor (kriteria yang dibentuk oleh kombinasi aroma dan rasa) secara kualitatif dapat diukur menggunakan indera penciuman, juga dapat diukur secara kuantitatif dengan beberapa cara lainnya menggunakan berbagai alat ukur (Ahmad, 2013). Kekerasan Buah Nilai kekerasan merupakan salah satu indikasi kematangan buah. Makin cepat proses pemasakan maka makin cepat pula proses respirasi, di mana ikatan selulosa pada dinding sel makin cepat mengalami kerusakan dan makin cepat pula komponen dinding sel mengalami perubahan, sehingga buah menjadi cepat lunak (Winarno dan Aman, 1981). Semakin lama buah disimpan akan semakin lunak karena protopektin yang tidak larut diubah menjadi pektin yang larut dalam asam pektat (Winarno dan Wirakartakusumah, 1981). Protopektin adalah bentuk zat pekat yang tidak larut dalam air. Pecahnya protopektin menjadi zat dengan bobot molekul rendah larut dalam air mengakibatkan lemahnya dinding sel dan turunnya kohesi yang mengikat sel satu dengan yang lainnya. Selain itu, melunaknya buah buah selama pematangan juga disebabkan oleh aktivitas enzim poligalakturonase yang menguraikan protopektin dengan komponen utama poligalakturonat menjadi asam galakuronat. (Pantastiko, 1986). Kekerasan buah pepaya dapat dinyatakan keras apabila buah terasa cukup keras saat ditekan sedikit dengan jari tangan (tidak lunak), meskipun kulit sedikit lemas tetapi tidak keriput. Perubahan kekerasan yang terjadi pada kulit tergantung perubahan fisik pada buah-buahan. Tekstur kulit buah tergantung pada ketegangan, ukuran, keterikatan sel-sel, jaringan penunjang, dan susunan tanamannya. Ketegangan disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotic aktif dalam vakuola, permeabilitas protoplasma, dan elastisitas dinding sel. Terjadinya difusi yang terus-menerus meningkatkan jenjang energi sel dan menyebabkan sel menjadi tegang (Pantasico et al, 1989). Warna Kulit Buah Ada beberapa perubahan yang terjadi selama proses pematangan buahbuahan. Perubahan warna kulit buah dari hijau menjadi kuning, jingga atau merah merupakan perubahan yang paling mudah terlihat (Ahmad, 2013). Warna kulit sebagai salah satu indeks mutu pangan sering dipergunakan sebagai parameter untuk menilai mutu fisik produk pertanian. Selain itu warna dapat mempengaruhi daya tarik konsumen terhadap mutu produk. Selama penyimpanan, pepaya akan berpindah menuju nilai warna indeks kematangan yang lebih tinggi serta terus berlangsung sampai ke fase kerusakan. Penyimpanan pada suhu rendah menyebabkan proses fisiologis pepaya mengalami penurunan sehingga perubahan warna dapat dihambat, peningkatan suhu akan menyebabkan pembentukan pigmen sehingga menyebabkan perubahan warna menuju indeks selanjutnya akan semakin cepat (Hasbi et al, 2005).
7 Pelilinan Seperti buah-buahan dan sayuran lainya, pepaya mempunyai selaput lilin alami di permukaan luar yang sebagian hilang oleh pencucian. Oleh karena itu dibutuhkan lapisan lilin yang diharapkan dapat mengantikan selaput lilin pelindung alami buah yang ada umumnya berkurang selama penangan pascapanen. Menurut Pantatico (1989), pelapisan lilin merupakan usaha penundaan kematangan yang bertujuan untuk memperpanjang umur simpan produk hortikultura. Pemberian lapisan lilin ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kehilangan air yang terlalu banyak dari komoditas akibat penguapan sehingga dapat memperlambat kelayuan karena lapisan lilin menutupi sebagian stomata (pori-pori) buah-buahan dan sayur-sayuran, mengatur kebutuhan oksigen untuk respirasi sehingga dapat mengurangi kerusakan buah yang telah dipanen akibat proses respirasi, dan menutupi lukaluka goresan kecil pada buah. Keuntungan lainnya yang diberikan lapisan lilin ini pada buah adalah dapat memberikan penampilan yang lebih menarik karena memberikan kesan mengkilap pada suatu buah. Lapisan lilin berfungsi sebagai lapisan pelindung terhadap kehilangan air yang terlalu banyak dari komoditas akibat penguapan dan mengatur kebutuhan oksigen untuk respirasi, sehingga dapat mengurangi kerusakan buah yang telah dipanen akibat proses respirasi (Roosmani, 1975). Dengan demikian lapisan lilin dapat menekan respirasi dan transpirasi yang terlalu cepat dari buah-buahan dan sayur-sayuran segar. Transpirasi adalah proses hilangnya air dalam berbagai bentuk dari produk melalui penguapan sebagai akibat dari pengaruh kondisi lingkungan luar. Laju transpirasi pada kebanyakan buah-buahan dan sayuran menjadi penting untuk diperhatikan karena seperti telah dikatakan bahwa kandungan utama atau bagian terbesar dari produk hortikultura segar adalah air, dan kehilangan air dalam jumlah cukup besar berarti pelayuan atau penurunan kesegaran produk, selain penurunan bobot yang seringkali menjadi basis pengukuran kuantitas produk hortikultura (Ahmad, 2013). Emulsi lilin yang digunakan sebagai bahan pelapisan lilin harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tidak mempengaruhi bau dan rasa yang akan dilapisi, mudah kering dan jika kering tidak lengket, tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, tidak menghasilkan permukaan yang tebal, mudah diperoleh, harganya murah, dan yang paling penting tidak bersifat racun (Roosmani, 1975). Pelapisan lilin untuk buah-buahan pada umumnya menggunakan lilin lebah yang dibuat dalam bentuk emulsi lilin dengan konsentrasi 4% sampai dengan 12%. Komposisi dasar emulsi lilin 12% dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi dasar emulsi lilin 12% Bahan Dasar Komposisi Lilin lebah 120 gram Trietanolamin 40 gram Asam oleat 20 gram Air panas 820 gram Sumber : Balai Hortikultura, 2002
8
Pemberian lapisan lilin dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah pembusaan, penyemprotan, pencelupan, dan pengolesan. Berdasarkan cara pelapisan lilin, cara pelapisan lilin dengan menggunakan metode pencelupan lebih efektif dibandingkan dengan metode pengolesan (Mujiono, 1997). Pelilinan termasuk ke dalam perlakuan prapengangkutan yang bertujuan untuk mengurangi susut mutu dan kerusakan komoditas pertanian sampai tingkat serendah-rendahnya. Keberhasilan pelapisan lilin untuk buah-buahan dan sayuran tergantung dari ketebalan lapisan lilin. Pelilinan yang terlalu tipis tidak berpengaruh nyata terhadap pengurangan penguapan air. Jika lapisan lilin terlalu tebal dapat menyebabkan kerusakan, bau, dan rasa yang menyimpang akibat udara di dalam sayuran dan buah-buahan terlalu banyak mengandung CO2 dan sedikit O2 (Mujiono, 1997).
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2013 sampai dengan bulan Juli 2013 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lemari pendingin untuk penyimpanan, refraktometer Atago PR-210 untuk mengukur total padatan terlarut daging buah pepaya, rheometer model CR-300 untuk mengukur kekerasan buah pepaya, cosmotector XPO-314, Chromameter Minolta CR-310 untuk mengukur warna kulit buah pepaya, timbangan digital, termometer, keranjang buah ,dan alat-alat penunjang penelitian lainnya. Pada Gambar 8, Gambar 9, Gambar 10, Gambar 11, Gambar 12, dan Gambar 13 merupakan tampilan alat-alat yang digunakan selama penelitian. Bahan utama yang digunakan adalah buah pepaya Callina yang diperoleh dari petani di desa Bojong Hilir, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pepaya Callina yang dipanen adalah pepaya Callina dengan indeks kematangan 10% sebanyak 306 buah. Bahan lilin yang digunakan untuk melapisi buah adalah lilin lebah. Bahan pembuatan emulsi lilin terdiri dari lilin lebah, asam oleat, trietanolamin, serta air tidak sadah.
8
Metode Penelitian Pepaya yang telah dipanen dibersihkan dari kotoran yang menempel dan dilakukan sortasi kematangan dan ukuran. Selanjutnya buah pepaya dilapisi lilin dengan konsentrasi 6% dan 10% dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Emulsi lilin standar dibuat dengan melarutkan 120 gram lilin lebah dalam wadah pada suhu 90-95 oC, lalu ditambahkan 20 ml asam oleat dan 40 ml trietanolamin sambil diaduk sampai seragam. Pembuatan emulsi dilanjutkan dengan mengencerkan campuran tersebut dengan air mendidih (95oC) sampai volume 1000 ml kemudian diaduk dengan mixer selama 15 menit dan hasilnya didinginkan untuk penggunaan selanjutnya (Setyowati dan Budiarti 1992). Untuk pengencerannya, dilakukan penambahan air tidak sadah sesuai dengan perbandingan yang ada kemudian diaduk dengan mixer.
14 Pelilinan dilakukan dengan metode pencelupan selama 60 detik kemudian ditiriskan dan dibantu dengan kipas angin. Selanjutnya buah pepaya tersebut disimpan pada suhu yang berbeda, yaitu suhu 13 °C dan suhu ruang berAC (20-25°C). Penyimpanan dilakukan selama 30 hari untuk kedua perlakuan suhu. Selama penyimpanan dilakukan pengukuran terhadap laju respirasi, susut bobot, kekerasan, warna kulit buah, dan total padatan terlarut. Pengamatan untuk laju respirasi dan susut bobot dilakukan setiap hari. Sedangkan pengamatan untuk kekerasan, warna kulit buah, dan total padatan terlarut dilakukan setiap dua hari sekali yaitu pada hari ke-0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22, 24, 26, 28, dan 30 (untuk buah pepaya yang disimpan pada suhu dingin). Uji destruktif buah pepaya pada suhu ruang ber-AC dilakukan pada hari ke-0, 2, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 12. Perbedaan hari pengamatan uji destruktif buah pepaya ini karena suhu yang digunakan berpengaruh terhadap tingkat kematangan buah pepaya. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 14. Pepaya Sortasi ukuran dan sortasi mutu Pembersihan Pencelupan dalam emulsi lilin lebah
Kontrol
Konsentrasi
Konsentrasi
lilin 6 %
lilin 10 %
Penirisan dan pengeringan Penyimpanan dingin (13 0C) dan suhu ruang ber-AC (20-25 0C)
Laju respirasi Susut bobot Kekerasan buah Total padatan terlarut Warna kulit buah Uji organoleptik
Gambar 14 Diagram alir tahapan penelitian
15 Pengamatan dan Perubahan Mutu 1. Laju Respirasi Pengukuran laju respirasi yang dilakukan adalah dengan mengukur konsentrasi O2 dan CO2 buah pepaya selama penyimpanan. Alat yang digunakan adalah Continous Gas Analyzer tipe IRA – 107 untuk mengukur konsentrasi CO2 dan Portable Oxygen Tester POT-101 untuk mengukur konsentrasi O2. Pengukuran laju respirasi diukur pada semua perlakuan yaitu buah pepaya kontrol pada suhu 13 0C, konsentrasi lilin 6% pada suhu 13 0C, konsentrasi lilin 10% pada suhu 13 0C, kontrol pada suhu ruang ber-AC, konsentrasi lilin pada suhu ruang ber-AC, dan konsentrasi lilin 10% pada suhu 13 0C. Buah pepaya yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam toples dengan kondisi tertutup rapat di mana pinggiran penutup toples dilapisi malam agar udara tidak bocor. Dalam mengukur laju respirasi harus disesuaikan antara ukuran toples dengan buah yang dimasukkan sehingga laju respirasi dari buah pepaya tersebut dapat diukur. Untuk pemasukkan dan pengeluaran udara saat pengukuran dibuatkan dua saluran selang yang ujung–ujungnya dijepit. Pada saat pengukuran respirasi kedua selang tersebut dihubungkan dengan gas analyzer. Laju produksi gas CO2 dan konsumsi O2 (ml. kg -1. jam-1) dihitung dengan persamaan : R= Di mana : R = laju respirasi (ml. kg -1. jam-1) x = konsentrasi gas CO2 atau O2 (%) t = waktu (jam) V = volume bebas respiration chamber (ml) W = berat produk (kg) 2.
Susut Bobot Pengukuran susut bobot dilakukan dengan menggunakan timbangan digital. Susut bobot diukur berdasarkan persentase penurunan bobot bahan sejak awal penyimpanan dingin sampai akhir penyimpanan. Susut bobot diperoleh dengan membandingkan pengurangan bobot awal (bo) dengan bobot penyimpanan hari ke-i (bi) yang dinyatakan dengan persen (%). Pengukuran susut bobot dilakukan setiap hari. Rumus yang digunakan untuk mengukur susut bobot adalah sebagai berikut : susut bobot (%) =
x 100%
Di mana : bo = bobot awal penyimpanan (gram) bi = bobot bahan pada penyimpanan hari ke-i (gram) 3. Kekerasan Buah Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap jarum penusuk rheometer. Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggunakan rheometer model CR-300 yang diset dengan mode 20, beban maksimum 10 kg, kedalaman penekanan 10 mm, kecepatan penurunan beban 60 mm/menit dan diameter jarum 5 mm. Jika mode pengaturan alat tersebut diubah maka besarnya
16 kedalaman penekanan dan kecepatan penurunan beban akan berubah. Hal ini menyebabkan besarnya nilai deformasi yang akan diterima oleh suatu produk akan berbeda. Hasil pengukuran yang dikeluarkan oleh alat rheometer model CR-300 adalah besarnya nilai beban gaya yang dapat ditahan oleh suatu produk (kgf). Pengujian dilakukan di tiga titik yaitu pada bagian pangkal, tengah, dan ujung buah. Selama pengujian buah dipegang dengan tangan agar buah tidak bergeser. 4. Total Padatan Terlarut Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan refraktometer digital. Pengukuran dilakukan setiap 2 hari sekali. Buah diletakkan pada prisma refraktometer digital yang sudah distabilkan pada suhu 25 °C kemudian dilanjutkan pembacaan. Sebelum dan sesudah pembacaan, prisma refraktometer dibersihkan dengan aquadest. Angka refraktometer menunjukkan kadar total padatan terlarut (°Brix). 5. Warna Kulit Buah Perubahan warna buah pepaya tidak bias dibedakan secara jelas dengan menggunakan mata. Oleh karena itu perlu menggunakan alat bantu yaitu chromameter untuk memperoleh tingkat intensitas cahaya dengan sistem notasi warna Hunter dalam bentuk 3 parameter yaitu L, a, dan b. Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan [L=0 (hitam) dan L=100 (putih)]. Nilai a terdiri dari a+ yang menunjukkan warna merah dengan nilai 0 hingga 60 dan –a yang menunjukkan warna hijau dengan nilai 0 hingga -60. Nilai b terdiri dari +b yang menunjukkan warna kuning dengan nilai 0 hingga 60 dan –b yang menunjukkan warna biru dengan nilai 0 hingga -60. Pengukuran dilakukan dengan menempelkan kulit buah pepaya pada alat yang telah dikalibrasi. Seperti pengukuran pada kekerasan, pengukuran warna pun dilakukan pada tiga titik (pangkal, tengah, dan ujung).
Gambar 15 Sistem notasi warna Hunter 6.
Uji Organoleptik Uji organoleptik dilakukan terhadap kesegaran, warna, aroma, kekerasan, dan rasa daging buah selama penyimpanan. Pengujian dilakukan dengan mengambil 10 orang panelis untuk mengetahui sejauh mana konsumen menerima
17 perubahan sifat fisik dan kimia buah pepaya selama penyimpanan. Untuk uji organoleptik pada penelitian ini dimulai pada hari ke-4 (untuk pepaya yang disimpan pada suhu 20-25 °C) dan pada hari ke-8 (untuk pepaya yang disimpan pada suhu 13 °C). Tingkat penerimaan ini dinyatakan dalam skala numerik yaitu: 1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka 3 = agak tidak suka 4 = netral 5 = agak suka 6 = suka 7 = sangat suka
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang dilakukan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor dan tiga ulangan. Untuk faktor konsentrasi bahan pelapis terdiri dari tiga taraf dan untuk faktor suhu penyimpanan terdiri dari dua taraf. . Faktor yang digunakan yaitu: L = faktor konsentrasi pelapis L0 = Pelapis lilin dengan konsentrasi 0 % L1 = Pelapis lilin dengan konsentrasi 6 % L2 = Pelapis lilin dengan konsentrasi 10 % P = faktor suhu penyimpanan P1 = Perlakuan penyimpanan pada suhu 13 °C P2 = Perlakuan penyimpanan pada suhu ruang ber-AC (20-25 °C) Dua faktor tersebut akan menghasilkan dua kombinasi perlakuan, yaitu: L0P1, L0P2, L1P1, L1P2, L2P1, dan L2P2. Sehingga dapat diperoleh model matematis dari rancangan percobaan tersebut, yaitu : Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Keterangan : Yijk = Respon setiap parameter yang diamati µ = Nilai rata-rata umum αi = Pengaruh utama faktor bahan pelapis βj = Pengaruh utama faktor suhu penyimpanan (αβ)ij = Pengaruh interaksi perlakuan bahan pelapis dan suhu penyimpanan εijk = Pengaruh acak yang menyebar normal Data diperoleh dari pengukuran laju respirasi, susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, warna kulit buah dan uji organoleptik. Untuk melihat taraf perlakuan yang berbeda, dilakukan uji lanjut Duncan pada taraf kepercayaan 95%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan penelitian ini adalah menentukan umur simpan buah pepaya Callina serta mengkaji perubahan parameter mutu buah pepaya selama
18 penyimpanan, diantaranya yaitu laju respirasi, susut bobot, total padatan terlarut (TPT), kekerasan buah, dan warna kulit buah setelah diberikan perlakuan pelilinan. Buah pepaya selama penyimpanan pada suhu 13 °C dapat dilihat pada Lampiran 16, Lampiran 17, dan Lampiran 18 sedangkan buah pepaya selama penyimpanan pada suhu ruang ber-AC dapat dilihat pada Lampiran 19, Lampiran 20, dan Lampiran 21. 1. Laju Respirasi Laju respirasi merupakan petunjuk terhadap kemampuan daya simpan suatu komoditi, yang ditunjukkan oleh besarnya laju konsumsi O2 dan produksi CO2. Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran laju jalannya metabolisme. Oleh karena itu, laju respirasi sering dianggap sebagai petunjuk potensi daya simpan buah. Untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang daya simpan adalah dengan menekan laju respirasi serendah mungkin. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai oleh umur simpan yang pendek (Pantastico, 1986). Laju respirasi sangat dipengaruhi oleh suhu penyimpanan. Di mana semakin rendah suhu penyimpanan maka laju respirasi akan semakin rendah. Buah pepaya termasuk klimakterik karena ditandai dengan peningkatan CO2 secara mendadak selama pematangan. Buah klimakterik menghasilkan lebih banyak etilen pada saat matang serta lebih seragam tingkat kematangannya pada saat pemberian etilen (Febrianto, 2009). Awal respirasi klimakterik diawali pada fase pematangan bersamaan dengan pertumbuhan buah sampai konstan. Biasanya laju kerusakan komoditi pascapanen berbanding lurus dengan laju respirasinya, walaupun tidak selalu terdapat hubungan yang konsisten antara kapasitas etilen yang dihasilkannya dengan kemampuan rusaknya suatu komoditi (Syarief dan Irawati, 1988). Laju Produksi CO2 Hasil pengukuran perubahan laju produksi CO2 selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 16. Penghambatan terhadap laju respirasi berbanding lurus dengan konsentrasi lapisan yang digunakan. Semakin tinggi konsentrasi bahan pelapis maka akan semakin menghambat laju repirasi. Semakin tinggi konsentrasi bahan pelapis maka semakin tebal lapisan yang berbentuk. Apabila konsentrasi bahan pelapis yang digunakan terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya respirasi anaerobik yang akan menyebabkan kerusakan pada buah (Waryat dan Maulida, 1990). Pada Gambar 16 dapat dilihat bahwa pada masing-masing perlakuan terjadi perubahan laju produksi CO2 dengan cepat, terutama buah pepaya yang disimpan pada suhu ruang ber-AC. Berdasarkan hasil pengukuran secara keseluruhan, nilai perubahan laju produksi CO2 tertinggi yaitu pada buah pepaya yang disimpan di suhu ruang ber-AC sebesar 34.11 ml.kg-1jam-1. Sedangkan pada suhu 13 °C menghasilkan nilai laju produksi CO2 sebesar 22.22 ml. kg1jam1. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno dan Fardiaz (1981), pada suhu dingin aktivitas respirasi menurun dan pertumbuhan mikroba penyebab kebusukan dapat dihambat. Pada Gambar 16 dapat dilihat meskipun menghasilkan laju produksi CO2 yang tinggi, buah pepaya dengan konsentrasi lilin 10% pada suhu 13 °C mempunyai umur simpan yang lebih lama bila dibandingkan dengan konsetrasi
19 lilin lebah 0% dan 6% pada suhu yang sama. Hal ini terjadi karena ketebalan lapisan lilin yaitu lapisan lilin dengan konsentrasi 10% mampu menghambat proses transpirasi buah pepaya yang merupakan faktor dominan dalam penurunan susut bobot.
Gambar 16 Laju produksi CO2 buah pepaya selama penyimpanan Persamaan garis yang dibentuk oleh titik-titik pengukuran laju respirasi CO2 menunjukkan pola perubahan laju produksi CO2 selama periode simpan. Berdasarkan nilai R2 model matematik dalam bentuk persamaan linier yang dianggap mendekati kondisi nyata adalah pada perlakuan lilin 10% pada suhu 13 °C dan lilin 6 % pada suhu 20-25 °C. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk laju produksi CO2 terdapat pada Lampiran 1. Untuk uji lanjut Duncan pada laju produksi CO2 menunjukkan bahwa konsentrasi lilin yang digunakan berpengaruh nyata (p≤0.05) pada hari ke-0, 1, 9, 10, 11, dan 12. Di mana konsentrasi pelilinan 0% (kontrol) berbeda nyata dengan konsentrasi pelilinan 6% dan 10%. Sedangkan suhu yang digunakan berpengaruh nyata terhadap laju produksi CO2 (p≤0.05) pada hari ke-0 sampai hari ke-12. Di mana suhu 13 °C berbeda nyata dengan suhu ruang ber-AC dengan rata-rata laju produksi CO2 tertinggi yaitu pada suhu ruang ber-AC. Laju Konsumsi O2 Semakin lama penyimpanan buah pepaya maka akan semakin banyak pula cendawan yang tumbuh. Tingkat kematangan buah pepaya dan semakin banyaknya cendawan akan menambah laju perubahan konsumsi O2. Hal ini sesuai dengan pernyataan Putra (2011) yang menyatakan bahwa buah klimakterik menunjukkan peningkatan yang besar dalam laju konsumsi O2 bersamaan dengan waktu pemasakan. Perubahan nilai laju konsumsi O2 dapat dilihat pada Gambar 17. Berdasarkan hasil pengukuran secara keseluruhan, nilai perubahan laju konsumsi O2 tertinggi yaitu pada buah pepaya yang disimpan di suhu ruang ber-
20 AC sebesar 33.3 ml. kg -1jam-1. Sedangkan pada suhu 13 °C menghasilkan nilai laju konsumsi O2 sebesar 17.48 ml. kg -1jam-1. Untuk buah pepaya kontrol baik pada suhu rung ber-AC dan suhu 13 °C menghasilkan nilai laju konsumsi O2 yang tinggi karena buah pepaya yang tidak diberi lapisan lilin akan cepat melakukan proses respirasi dan transpirasi. Berdasarkan dari hasil pengukuran, pelilinan dengan konsentrasi 10% pada suhu ruang ber-AC dapat menghambat laju konsumsi O2 hingga hari ke-12. Sedangkan pada suhu 13 °C, buah pepaya dengan pelilinan 10% dapat menghambat laju konsumsi O2 hingga hari ke-26. Penurunan laju konsumsi O2 diikuti dengan penurunan laju produksi CO2 semakin tinggi kadar O2 disekitar lingkungan maka laju produksi CO2 akan tinggi begitu juga sebaliknya. Laju respirasi produk segar biasanya meningkat sesuai dengan konsentrasi O2 dan menurun sesuai dengan konsentrasi CO2 (Pantastico, 1986). Dalam memenuhi kebutuhan O2 untuk proses respirasi, maka energi yang digunakan diperoleh di jaringan bahan simpan yaitu energi hasil perombakan gula menjadi pati yang kemudian dapat digunakan sebagai energi untuk melangsungkan proses respirasi. Hal ini mengakibatkan kerusakan dan penurunan mutu buah yang disimpan (Irmayanti, 2012).
Gambar 17 Laju konsumsi O2 buah pepaya selama penyimpanan Persamaan garis yang dibentuk oleh titik-titik pengukuran laju respirasi O2 menunjukkan pola perubahan laju konsumsi O2 selama periode simpan. Berdasarkan nilai R2 model matematik dalam bentuk persamaan linier yang dianggap mendekati kondisi nyata adalah pada perlakuan kontrol dan lilin 6 % pada suhu 20-25 °C. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk laju konsumsi O2 terdapat pada Lampiran 2. Untuk uji lanjut Duncan pada laju konsumsi O2 menunjukkan bahwa konsentrasi lilin yang digunakan berpengaruh nyata (p≤0.05) pada hari ke-0, 1, 2, 3, 10, 11, 12 dan 13. Di mana konsentrasi pelilinan 0% berbeda nyata dengan konsentrasi pelilinan 6% dan 10%. Sedangkan suhu yang digunakan berpengaruh nyata (p≤0.05) pada hari ke-0 sampai hari ke12. Di mana suhu 13 °C berbeda nyata dengan suhu ruang ber-AC dengan ratarata laju konsumsi O2 tertinggi yaitu pada suhu ruang ber-AC.
21 2. Susut Bobot Susut bobot terjadi karena selama proses penyimpanan menuju pemasakan terjadi perubahan fisikokimia berupa pelepasan air. Susut bobot buah dipengaruhi oleh respirasi dan transpirasi (Mahmudah, 2008). Semakin tinggi laju respirasi dan transpirasi maka susut bobot buah akan semakin cepat. Susut buah juga dapat disebabkan oleh penguraian glukosa buah menjadi karbondioksida dan air. Gas yang dihasilkan dapat menguap dan menyebabkan terjadinya susut bobot, sehingga buah terlihat tidak segar lagi, berubah warna, berubah rasa, kandungan nutrisi berkurang, hingga terjadi pembusukkan (Roosmani, 1975). Dari hasil pengamatan diperoleh persentase susut bobot mengalami peningkatan selama penyimpanan pada masing-masing perlakuan baik buah pepaya kontrol maupun buah pepaya yang dilapisi lilin. Grafik persentase susut bobot buah pepaya selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 18. Selama penyimpanan, susut bobot pada buah pepaya dengan konsentrasi lilin 10% (baik pada suhu ruang ber-AC maupun suhu 13 °C) menghasilkan persentase susut bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan pepaya dengan konsentrasi 0% dan 6%. Dari Gambar 18 dapat dilihat bahwa persentase susut bobot tertinggi yaitu buah pepaya kontrol yang disimpan pada suhu ruang ber-AC, sedangkan persentase susut bobot terendah yaitu buah pepaya dengan konsentrasi lilin 10% yang disimpan pada suhu 13 °C. Hal ini terjadi karena buah pepaya yang tidak diberi lapisan lilin, pori-pori kulit buah terbuka sehingga jumlah air yang hilang lebih banyak. Sedangkan untuk buah pepaya yang diberi lapisan lilin akan menutup pori-pori kulit buah sehingga jumlah air yang hilang dalam proses transpirasi lebih sedikit. Transpirasi merupakan faktor dominan penyebab susut bobot yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu suhu dan kelembaban. Menurut Kader (1992), kehilangan air ini tidak saja berpengaruh langsung terhadap kehilangan kuantitatif (susut bobot), tetapi juga menyebabkan kerusakan tekstur (kelunakan, kelembekan), kerusakan kandungan gizi, dan kerusakan lain (kelayuan, pengerutan).
Gambar 18 Perubahan susut bobot buah pepaya selama penyimpanan
22 Persamaan garis yang dibentuk oleh titik-titik pengukuran susut bobot menunjukkan pola perubahan susut bobot buah pepaya selama periode simpan. Berdasarkan nilai R2 model matematik dalam bentuk persamaan linier, semua perlakuan baik pada suhu 13 °C maupun pada suhu 20-25 °C mampu menggambarkan kondisi nyata karena nilai R2 lebih besar dari 0.9. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk susut bobot terdapat pada Lampiran 3. Untuk uji lanjut Duncan pada susut bobot menunjukkan bahwa konsentrasi lilin yang digunakan berpengaruh nyata (p≤0.05) pada hari ke-1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 13, 14, 15, dan 16. Di mana konsentrasi pelilinan 0% berbeda nyata dengan konsentrasi pelilinan 6% dan 10%. Sedangkan suhu yang digunakan berpengaruh nyata (p≤0.05) pada hari ke-0 sampai hari ke-12. Di mana suhu 13 °C berbeda nyata dengan suhu ruang ber-AC dengan rata-rata susut bobot tertinggi yaitu pada suhu ruang ber-AC. 3. Kekerasan Buah Nilai kekerasan merupakan salah satu faktor perubahan fisik yang menunjukkan tingkat kematangan buah. Menurut Sjaifullah dan Setyadjit (1993) kadar gula berkolerasi dengan pelunakan tekstur selama pemasakan, semakin tinggi kadar gula maka buah akan semakin lunak. Berdasarkan hasil penelitian (dapat dilihat pada Gambar 19) bahwa nilai kekerasan buah pepaya selama penyimpanan pada suhu dingin lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kekerasan buah pepaya pada suhu ruang ber-AC. Nilai kekerasan paling rendah pada suhu 13 °C adalah 1.82 kgf sedangkan nilai kekerasan paling rendah pada suhu ruang ber-AC adalah 0.71 kgf. Semakin lama penyimpanan, maka nilai kekerasan buah akan semakin menurun. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 19 bahwa kekerasan buah pepaya semakin menurun. Akan tetapi terdapat nilai kekerasan buah pepaya yang mengalami kenaikan selama penyimpanan. Seperti pada buah pepaya yang dilapisi lilin dengan konsentrasi 10% pada suhu 13 °C nilai kekerasannya mengalami kenaikan pada hari ke-18. Kekerasan buah pepaya pada ruang ber-AC yaitu buah pepaya kontrol, diikuti dengan buah pepaya yang diberi lapisan lilin 6% dan lilin 10%. Namun untuk buah pepaya kontrol pada suhu 13 °C nilai kekerasannya lebih tinggi bila dibandingkan dengan buah pepaya yang diberi lapisan lilin. Hal ini disebabkan oleh kulit buah pepaya mengalami pengeriputan kulit lebih cepat sehingga terjadi peningkatan nilai kekerasan. Menurut Pantastico (1989), peningkatan dan penurunan nilai kekerasan berhubungan dengan penguapan air. Tingkat kekerasan bergantung pada tebalnya kulit luar, kandungan total zat padatan terlarut dan kandungan pati yang terdapat pada bahan.
23
Gambar 19 Perubahan kekerasan buah pepaya selama penyimpanan Persamaan garis yang dibentuk oleh titik-titik pengukuran kekerasan menunjukkan pola perubahan kekerasan buah pepaya selama periode simpan. Berdasarkan nilai R2 model matematik dalam bentuk persamaan linier yang dianggap mendekati kondisi nyata adalah pada perlakuan lilin 6% pada suhu 13 °C dan lilin 6 % pada suhu 20-25 °C. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk susut bobot terdapat pada Lampiran 4. Untuk uji lanjut Duncan pada kekerasan menunjukkan bahwa konsentrasi lilin yang digunakan berpengaruh nyata (p≤0.05) pada hari ke-7, 8, 10, dan 12. Sedangkan suhu yang digunakan berpengaruh nyata (p≤0.05) pada hari ke-4, 6, 8, 10, dan 12. Di mana suhu 13 °C berbeda nyata dengan suhu ruang ber-AC dengan rata-rata kekerasan tertinggi yaitu pada suhu 13 °C. 4. Total Padatan Terlarut Total padatan terlarut (TPT) cenderung menurun seiring dengan penuaan buah. TPT pada dasarnya menggambarkan gula secara keseluruhan (gula total) (Santosa, 2007). TPT yang terkandung dalam buah akan lebih cepat meningkat ketika buah mengalami kematangan dan akan terus menurun seiring dengan lama penyimpanan buah. Proses pematangan dan pembusukan akan menyebabkan kandungan kandungan karbohidrat dan gula berubah. Berdasarkan data yang didapat pada pengamatan, kandungan TPT buah pepaya selama penyimpanan pada umumnya mengalami perubahan yang fluktuatif karena sampel yang digunakan untuk setiap pengamatan tidak berasal dari buah pepaya yang sama. Pada awal penyimpanan, nilai TPT buah pepaya berkisar antara 7.7-10,3 °Brix. Kandungan TPT tertinggi pada pengamatan buah pepaya ini adalah 11.5 °Brix. Dapat dilihat pada Gambar 20 bahwa nilai TPT yang didapat fluktuatif. Berdasarkan data yang diperoleh pada pengamatan buah pepaya ini, pemberian konsentrasi lilin dan suhu penyimpanan tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahan nilai TPT. Santosa (2007) mengatakan bahwa selama berlangsungnya
24 pematangan buah akan terjadi hidrolisis pati menjadi gula dengan demikian terjadi akumulasi gula. Kemudian seiring dengan dengan pematangan buah kadar TPT akan menurun, disebabkan oleh pemecahan gula selama respirasi berlangsung sehingga terjadi penurunan gula.
Gambar 20 Perubahan total padatan terlarut (TPT) buah pepaya selama penyimpanan Persamaan garis yang dibentuk oleh titik-titik pengukuran total padatan terlarut menunjukkan pola perubahan total padatan terlarut buah pepaya selama periode simpan. Berdasarkan nilai R2, pola perubahan nilai TPT buah pepaya selama penyimpanan tidak termasuk dalam kondisi nyata. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk TPT terdapat pada Lampiran 5. Untuk uji lanjut Duncan pada TPT menunjukkan bahwa konsentrasi lilin dan suhu yang digunakan tidak berpengaruh nyata. Hal ini berarti pemberian lapisan lilin dengan konsentrasi dan suhu yang berbeda tidak mempengaruhi TPT buah pepaya. 5. Warna Kulit Buah Nilai L, a*, dan b* yang semakin meningkat pada buah pepaya menunjukkan adanya proses pemasakan buah pepaya yang ditandai dengan perubahan warna kulit buah pepaya dari hijau menjadi kuning. Menurut Winarno dan Aman (1981) pada tahap pemasakan pigmen klorofil terdegradasi sehingga warna hijau akan pudar dan muncul warna kuning sebagai hasil dari pigmen karotenoid. Kecerahan Warna (L) Pada awal penyimpanan, rata-rata nilai L buah pepaya berkisar antara 54-57. Pada awal penyimpanan nilai L pada buah pepaya semakin meningkat. Meningkatnya nilai L pada buah pepaya menunjukkan adanya proses pematangan buah pepaya yang ditandai dengan perubahan warna kulit buah pepaya dari hijau menjadi kuning. Nilai L buah pepaya kontrol di suhu ruang ber-AC mulai mengalami penurunan pada hari ke-4. Kemudian nilai L buah pepaya yang diberi lapisan lilin 6% mulai mengalami penurunan pada hari ke-6 dan buah pepaya
25 yang diberi lapisan lilin 10% mulai mengalami penurunan pada hari ke-10. Perubahan nilai L yang semakin turun disebabkan oleh warna kulit buah menjadi kusam, menghitam, dan banyak tumbuh cendawan. Nilai L pada buah pepaya di suhu 13 °C menghasilkan nilai kecerahan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan buah pepaya yang disimpan disuhu ruang ber-AC. Hal ini terjadi karena suhu dingin mampu menghambat perubahan kecerahan warna kulit buah pepaya. Pada suhu dingin (13 °C) nilai L semakin meningkat hingga hari terakhir penyimpanan. Dapat dilihat pada Gambar 21 nilai L pada buah pepaya kontrol semakin meningkat hingga hari ke-16. Kemudian nilai L untuk buah pepaya yang diberi lapisan lilin 6% meningkat hingga hari ke22. Nilai L pada buah pepaya dengan konsentrasi lilin 6% tingkat kecerahannya terus meningkat sedangkan yang diberi lapisan lilin kecerahannya menurun pada hari ke-18. Hal ini disebabkan warna kulit berubah menghitam dan semakin kusam.
Gambar 21 Perubahan nilai kecerahan (L) buah pepaya selama penyimpanan Persamaan garis yang dibentuk oleh titik-titik pengukuran notasi L menunjukkan pola perubahan tingkat kecerahan buah pepaya selama periode simpan. Berdasarkan nilai R2 model matematik dalam bentuk persamaan linier yang dianggap mendekati kondisi nyata adalah pada perlakuan lilin 6% pada suhu 13 °C. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk kecerahan kulit buah terdapat pada Lampiran 6. Untuk uji lanjut Duncan pada nilai L menunjukkan bahwa konsentrasi lilin yang digunakan berpengaruh nyata (p≤0.05) pada hari ke2, 4, dan 10. Di mana konsentrasi pelilinan 0% berbeda nyata dengan konsentrasi pelilinan 6% dan 10%. Sedangkan suhu yang digunakan berpengaruh nyata (p≤0.05) pada hari ke-2, 4, 6, 8, 10, dan 12. Di mana suhu 13 °C berbeda nyata dengan suhu ruang ber-AC dengan rata-rata tingkat kecerahan tertinggi yaitu pada suhu ruang ber-AC. Komponen Warna Merah-Hijau (a*) Nilai a* selama penyimpanan untuk semua perlakuan cenderung meningkat. Peningkatan nilai a* pada buah pepaya menunjukkan bahwa warna
26 merah pada kulit buah pepaya semakin bertambah. Seperti hasil pengamatan pada Gambar 22 bahwa nilai a* semakin lama semakin meningkat. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa buah pepaya yang diberi konsentrasi lilin 10% di suhu ruang ber-AC mampu mempertahankan warna merah. Sedangkan pada suhu dingin, buah pepaya yang diberi lapisan lilin 6% menghasilkan nilai a* paling rendah dibandingkan dengan buah pepaya kontrol dan yang diberi lapisan lilin 10% pada suhu yang sama. Hal ini membuktikan bahwa suhu rendah dapat menekan perubahan warna kulit buah.
Gambar 22 Perubahan nilai komponen warna merah-hijau (a*) buah pepaya selama penyimpanan Persamaan garis yang dibentuk oleh titik-titik pengukuran notasi a* menunjukkan pola perubahan warna merah buah pepaya selama periode simpan. Berdasarkan nilai R2 model matematik dalam bentuk persamaan linier yang dianggap mendekati kondisi nyata adalah pada perlakuan kontrol pada suhu 13 °C serta kontrol dan lilin 6 % pada suhu 20-25 °C. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk nilai a* terdapat pada Lampiran 7. Untuk uji lanjut Duncan pada nilai a* menunjukkan bahwa konsentrasi lilin yang digunakan berpengaruh nyata (p≤0.05) pada hari ke-2, 8, 10, dan 12. Sedangkan suhu yang digunakan berpengaruh nyata (p≤0.05) pada hari ke-2, 4, 6, 8, 10, dan 12. Di mana suhu 13 °C berbeda nyata dengan suhu ruang ber-AC dengan rata-rata tingkat perubahan nilai a* tertinggi yaitu pada suhu ruang ber-AC. Komponen Warna Kuning-Biru (b*) Pada Gambar 23 memperlihatkan perubahan nilai komponen warna kuning-biru (b*) kulit buah pepaya. Berdasarkan hasil penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 23 bahwa nilai b* untuk semua perlakuan cenderung meningkat. Untuk buah pepaya yang disimpan di suhu ruang ber-AC menghasilkan nilai b* yang lebih tinggi bila dibandingkan buah pepaya yang disimpan di suhu 13 °C. Nilai b* tertinggi pada suhu ruang mencapai angka 51
27 sedangkan nilai b* tertinggi pada suhu 13 °C hanya mencapai 46. Buah pepaya kontrol pada suhu 13 °C menghasilkan nilai b* yang rendah. Nilai b* yang rendah menunjukkan bahwa warna kulit buah pepaya berwarna kuning pekat sampai menghitam.
Gambar 23 Perubahan nilai komponen warna kuning-biru (b*) buah pepaya selama penyimpanan Persamaan garis yang dibentuk oleh titik-titik pengukuran notasi b* menunjukkan pola perubahan warna kuning buah pepaya selama periode simpan. Berdasarkan nilai R2 model matematik dalam bentuk persamaan linier yang dianggap mendekati kondisi nyata adalah pada perlakuan lilin 10 % pada suhu 2025 °C. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk nilai b* terdapat pada Lampiran 8. Untuk uji lanjut Duncan pada nilai b* menunjukkan bahwa konsentrasi lilin yang digunakan berpengaruh nyata (p≤0.05) pada hari ke-8, 10, dan 16. Di mana konsentrasi pelilinan 0% berbeda nyata dengan konsentrasi pelilinan 6% dan 10%. Sedangkan suhu yang digunakan berpengaruh nyata (p≤0.05) pada hari ke-2, 4, 6, 8, 10, dan 12. Di mana suhu 13 °C berbeda nyata dengan suhu ruang ber-AC dengan rata-rata tingkat perubahan nilai b* tertinggi yaitu pada suhu ruang ber-AC. Pada Gambar 24 sampai Gambar 29 terdapat grafik perubahan nilai warna buah pepaya Callina selama penyimpanan berdasarkan sistem notasi warna Hunter.
28
Gambar 24 Perubahan warna pada kulit pepaya kontrol pada suhu 13 °C berdasarkan sistem notasi warna Hunter setelah 16 hari penyimpanan
Gambar 25 Perubahan warna pada kulit pepaya yang diberi lapisan lilin dengan konsentrasi 6 % pada suhu 13 °C berdasarkan sistem notasi warna Hunter setelah 22 hari penyimpanan
Gambar 26 Perubahan warna pada kulit pepaya yang diberi lapisan lilin konsentrasi 10 % pada suhu 13 °C berdasarkan sistem notasi warna Hunter setelah 26 hari penyimpanan
29
Gambar 27 Perubahan warna pada kulit pepaya kontrol pada suhu ruang ber-AC berdasarkan sistem notasi warna Hunter setelah 7 hari penyimpanan
Gambar 28 Perubahan warna pada kulit pepaya yang diberi lapisan lilin konsentrasi 6 % pada suhu ruang ber-AC berdasarkan sistem notasi warna Hunter setelah 9 hari penyimpanan
Gambar 29 Perubahan warna pada kulit pepaya yang diberi lapisan lilin konsentrasi 10 % pada suhu ruang ber-AC berdasarkan sistem notasi warna Hunter setelah 11 hari penyimpanan
30
6. Uji Organoleptik Uji organoleptik akan sangat berfariasi hasilnya karena setiap orang mempunyai kepekaan indra yang berbeda-beda terutama jika panelisnya tidak terlatih khusus untuk keperluan ini (Winarno dalam Erlangga, 1973). Uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji organoleptik warna, aroma, kekerasan, rasa, dan total organoleptik (organoleptik keseluruhan). Uji organoleptik untuk buah pepaya yang disimpan pada suhu 13 °C dilakukan mulai hari ke-8 dan uji organoleptik untuk buah pepaya yang disimpan pada suhu ruang ber-AC dilakukan mulai hari ke-4. Perbedaan pengambilan data uji organoleptik tersebut karena suhu yang digunakan berpengaruh terhadap tingkat kematangan buah pepaya. a. Warna Kulit Buah Warna kulit buah merupakan faktor yang mempengaruhi konsumen untuk membeli buah. Warna meningkatkan daya tarik dari produk itu sendiri. Bila warna suatu produk kurang cocok dengan selera atau menyimpang dari warna normal, maka produk tersebut tidak akan dipilih konsumen, meskipun faktor lainnya normal. Oleh karena itu warna kulit buah pepaya penting untuk diuji nilai organoleptiknya. Warna kulit buah disukai oleh panelis seiring dengan proses pematangan buah. Nilai organoleptik warna kulit buah pepaya berfluktuaktif untuk setiap perlakuan yang diberikan pada buah pepaya. Tingkat kesukaan panelis terhadap warna buah pepaya selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 30. Buah pepaya kontrol pada suhu ruang ber-AC masih dapat diterima oleh panelis sampai hari ke-6 dan pada penyimpanan hari ke-7 warna kulit buah pepaya sudah berada dibawah batas penerimaan panelis. Untuk buah pepaya dengan konsentrasi lilin 6% berada dibawah batas penerimaan pada hari ke-9 sedangkan buah pepaya dengan konsentrasi lilin 10% berada dibawah batas penerimaan pada hari ke-12. Penerimaan panelis untuk warna kulit buah pepaya kontrol pada suhu 13 °C berada dibawah batas penerimaan pada hari ke-16. Untuk buah pepaya dengan konsentrasi lilin 6% masih dapat diterima oleh panelis sampai hari ke-20 sedangkan buah pepaya dengan konsentrasi 10 % masih dapat diterima oleh panelis sampai hari ke-24. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk organoleptik warna kulit buah terdapat pada Lampiran 9. Untuk uji lanjut Duncan pada warna kulit buah menunjukkan bahwa konsentrasi lilin yang digunakan mulai memberikan pengaruh terhadap penerimaan panelis pada hari ke-7, 9, 18 dan 22. Di mana konsentrasi pelilinan 0% berbeda nyata dengan konsentrasi pelilinan 6% dan 10%. Sedangkan suhu yang digunakan memberikan pengaruh terhadap penerimaan panelis pada hari ke-8, 10, dan 12. Di mana suhu 13 °C berbeda nyata dengan suhu ruang ber-AC dengan rata-rata tingkat penerimaan warna kulit buah tertinggi yaitu pada suhu 13 °C.
31
Gambar 30 Organoleptik warna kulit buah pepaya pada suhu 13 °C dan suhu ruang ber-AC b. Aroma Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma buah pepaya berbeda-beda. Nilai organoleptik aroma buah pepaya berfluktuaktif untuk setiap perlakuan yang diberikan pada buah pepaya. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma buah pepaya selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 31. Buah pepaya kontrol pada suhu ruang ber-AC masih dapat diterima oleh panelis sampai hari ke-6. Untuk buah pepaya dengan konsentrasi lilin 6% masih dapat diterima oleh panelis sampai hari ke-9 dan untuk buah pepaya dengan konsentrasi lilin 10 % masih dapat diterima oleh panelis sampai hari ke-12. Penerimaan panelis untuk warna kulit buah pepaya kontrol pada suhu 13 °C masih dapat diterima oleh panelis hari ke-16. Untuk buah pepaya dengan konsentrasi lilin 6% masih dapat diterima oleh panelis sampai hari ke-22 sedangkan buah pepaya dengan konsentrasi 10 % masih dapat diterima oleh panelis sampai hari ke-26. Aroma untuk buah pepaya yang disimpan pada suhu 13 °C menghasilkan nilai organoleptik yang tinggi. Hal ini dikarenakan suhu dingin dapat menekan tingkat kematangan sehingga aroma buah masih disukai panelis sampai akhir penyimpanan.
32
Gambar 31 Organoleptik aroma buah pepaya pada suhu 13 0C dan suhu ruang berAC Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk organoleptik aroma buah terdapat pada Lampiran 10. Untuk uji lanjut Duncan pada organoleptik aroma buah menunjukkan bahwa konsentrasi lilin yang digunakan mulai memberikan pengaruh terhadap penerimaan panelis pada hari ke-7, 9, dan 16. Sedangkan suhu yang digunakan memberikan pengaruh terhadap penerimaan panelis pada hari ke8 dan 10. Di mana suhu 13 °C berbeda nyata dengan suhu ruang ber-AC dengan rata-rata tingkat penerimaan aroma buah tertinggi yaitu pada suhu 13 °C. c. Kekerasan Buah Kekerasan buah dapat menjadi salah satu daya tarik buah belimbing agar disukai konsumen. Nilai organoleptik kekerasan buah pepaya berfluktuaktif untuk setiap perlakuan yang diberikan pada buah pepaya. Tingkat kesukaan panelis terhadap kekerasan buah pepaya selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 32. Buah pepaya kontrol pada suhu ruang ber-AC masih dapat diterima oleh panelis sampai hari ke-6 dan pada penyimpanan hari ke-7 kekerasan buah pepaya sudah berada dibawah batas penerimaan panelis. Untuk buah pepaya dengan konsentrasi lilin 6% masih dapat diterima oleh panelis hingga hari ke-9 dan buah pepaya dengan konsentrasi lilin 10 % masih dapat diterima oleh panelis hingga hari ke-12. Penerimaan panelis untuk warna kulit buah pepaya kontrol pada suhu 13 °C masih dapat diterima hingga hari ke-16. Untuk buah pepaya dengan konsentrasi lilin 6% masih dapat diterima oleh panelis sampai hari ke-22 sedangkan buah pepaya dengan konsentrasi 10 % masih dapat diterima oleh panelis sampai hari ke26. Kekerasan untuk buah pepaya yang disimpan pada suhu 13 °C menghasilkan nilai organoleptik yang tinggi. Hal ini dikarenakan suhu dingin dapat menekan tingkat kematangan sehingga kekerasan buah masih disukai panelis sampai akhir penyimpanan.
33
Gambar 32 Organoleptik kekerasan buah pepaya pada suhu 13 0C dan suhu ruang ber-AC Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk organoleptik kekerasan buah terdapat pada Lampiran 11. Untuk uji lanjut Duncan pada organoleptik kekerasan buah menunjukkan bahwa konsentrasi lilin yang digunakan mulai memberikan pengaruh terhadap penerimaan panelis pada hari ke-7, 9, dan 16. Di mana konsentrasi pelilinan 0% berbeda nyata dengan konsentrasi pelilinan 6% dan 10%. Sedangkan suhu yang digunakan memberikan pengaruh terhadap penerimaan panelis pada hari ke-8 dan 10. Di mana suhu 13 °C berbeda nyata dengan suhu ruang ber-AC dengan rata-rata tingkat penerimaan kekerasan buah tertinggi yaitu pada suhu 13 °C. d. Rasa Rasa merupakan salah satu parameter yang sangat berpengaruh pada tingkat kesukaan panelis ketika mengkonsumsi buah. Buah pepaya yang matang dan memiliki rasa manis sangat disukai oleh kebanyakan konsumen. Pada umumnya tingkat uji organoleptik rasa buah menunjukkan nilai yang berbeda-beda untuk setiap perlakuan selama penyimpanan. Nilai organoleptik rasa buah pepaya berfluktuaktif untuk setiap perlakuan yang diberikan pada buah pepaya. Tingkat kesukaan panelis terhadap warna buah pepaya selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 33. Buah pepaya kontrol pada suhu ruang ber-AC masih dapat diterima oleh panelis sampai hari ke-6 dan pada penyimpanan hari ke-7 rasa buah pepaya sudah berada dibawah batas penerimaan panelis. Untuk buah pepaya dengan konsentrasi lilin 6% masih dapat diterima panelis hingga hari ke-9 sedangkan buah pepaya dengan konsentrasi lilin 10% masih dapat diterima oleh panelis hingga hari ke-12. Untuk buah pepaya pada suhu 13 °C memiliki nilai organoleptik rasa yang tinggi. Meskipun dalam uji warna sudah berada dibatas penerimaan panelis, namun untuk uji organoleptik rasa buah masih dapat diterima oleh panelis. Untuk kontrol pada suhu 13 °C masih dapat diterima hingga hari ke-16. Buah pepaya dengan konsentrasi lilin 6% masih dapat diterima oleh panelis sampai hari ke-22
34 sedangkan buah pepaya dengan konsentrasi 10 % masih dapat diterima oleh panelis sampai hari ke-26.
Gambar 33 Organoleptik rasa buah pepaya pada suhu 13 °C dan suhu ruang berAC Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk organoleptik rasa buah terdapat pada Lampiran 11. Untuk uji lanjut Duncan pada organoleptik rasa buah menunjukkan bahwa konsentrasi lilin yang digunakan mulai memberikan pengaruh terhadap penerimaan panelis pada hari ke-7, 16, dan 22. Di mana konsentrasi pelilinan 0% berbeda nyata dengan konsentrasi pelilinan 6% dan 10%. Sedangkan suhu yang digunakan memberikan pengaruh terhadap penerimaan panelis pada hari ke-8 dan 10. Di mana suhu 13 °C berbeda nyata dengan suhu ruang ber-AC dengan rata-rata tingkat penerimaan rasa buah tertinggi yaitu pada suhu 13 °C. e. Keseluruhan Tingkat kesukaan panelis terhadap nilai keseluruhan buah pepaya selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 34. Buah pepaya kontrol pada suhu ruang ber-AC berada dibawah penerimaan panelis pada hari ke-7. Untuk buah pepaya dengan konsentrasi lilin 6% berada dibawah batas penerimaan pada hari ke-9 sedangkan buah pepaya dengan konsentrasi lilin 10% berada dibawah batas penerimaan pada hari ke-12. Tingkat penerimaan keseluruh tertinggi pada suhu ruang ber-AC adalah buah pepaya dengan konsentrasi lilin 10%. Penerimaan panelis untuk nilai keseluruhan buah pepaya kontrol pada suhu 13 °C mulai meningkat pada hari ke-12 dan nilai keseluruhan tersebut berada dibawah batas penerimaan pada hari ke-16. Nilai organolepik keseluruhan tertinggi untuk buah pepaya dengan konsentrasi lilin 6% dan 10% yaitu pada hari ke-18. Hal ini terjadi karena buah pepaya mencapai tingkat kematangan pada hari ke-18 yang mengakibatkan panelis memberikan nilai yang tinggi. Setelah hari ke-18 nilai organoleptik keseluruhan yang diberikan oleh panelis cenderung menurun.
35
Gambar 34 Organoleptik keseluruhan buah pepaya pada suhu 13 0C dan suhu ruang ber-AC Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk organoleptik keseluruhan buah terdapat pada Lampiran 11. Untuk uji lanjut Duncan pada organoleptik keseluruhan buah menunjukkan bahwa konsentrasi lilin yang digunakan mulai memberikan pengaruh terhadap penerimaan panelis pada hari ke-4, 6, 7, 9, 12, 14, 16, 20, dan 22. Sedangkan suhu yang digunakan memberikan pengaruh terhadap penerimaan panelis pada hari ke-8, 10, dan 12. Di mana suhu 13 °C berbeda nyata dengan suhu ruang ber-AC dengan rata-rata tingkat penerimaan keseluruhan tertinggi yaitu pada suhu 13 °C. Pada Tabel 4 terdapat hasil dari data gabungan uji organoleptik, di mana data tersebut merupakan hasil rata-rata dari keseluruhan uji organoleptik (uji organoleptik warna, aroma,kekerasan, rasa, dan organoleptik keseluruhan). Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa data gabungan hasil organoleptik yang paling rendah adalah buah pepaya kontrol di suhu ruang ber-AC. Pada suhu ruang, buah pepaya dengan konsentrasi lilin 10% menghasilkan data gabungan tertinggi pada suhu ruang. Namun, data gabungan uji organoleptik tertinggi untuk di suhu dingin adalah buah pepaya yang diberi lapisan lilin 6%. Dari data gabungan hasil uji organoleptik dapat ditarik kesimpulan bahwa buah pepaya yang diberi lapisan lilin 6% merupakan perlakuan terbaik. Hal ini dapat dilihat pada hari ke-18 buah pepaya yang diberi lapisan lilin 6% menghasilkan nilai gabungan uji organoleptik tertinggi.
36 Tabel 4. Data gabungan pembobotan uji organoleptik Hari Pengamatan 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Suhu 13 0C Lilin Kontrol 6% − − − − − − − − 4.86 4.70 − − 5.06 4.74 − − 5.18 4.94 − − 5.16 5.34 − − 4.50 5.94 − − − 6.02 − − − 5.28 − − − 4.62 − − − − − − − −
Lilin 10% − − − − 4.66 − 4.68 − 4.80 − 5.16 − 5.84 − 5.88 − 5.70 − 5.70 − 5.46 − 4.74
Suhu ruang ber-AC Lilin Lilin Kontrol 6% 10% 5.86 5.70 5.26 − − − 5.40 5.62 5.34 2.68 5.08 5.22 − 5.34 5.64 − 4.46 5.68 − − 5.86 − − 5.16 − − 4.32 − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − −
Apabila dilihar dari Tabel 4, besar pembobotan untuk buah pepaya yang disimpan pada suhu 13 °C memiliki nilai bobot yang meningkat dan akan menurun kembali setelah terjadi puncak pematangan buah karena suhu dapat mempertahankan mutu buah sehingga besar pembobotan mengalami peningkatan. Sedangkan untuk pembobotan buah pepaya yang disimpan pada suhu ruang berAC menghasilkan besar bobot yang relatif menurun karena suhu ruang tidak dapat mempertahankan mutu buah sehingga besar pembobotan relative menurun. Parameter Mutu Kritis Parameter mutu kritis merupakan penurunan mutu yang paling cepat selama penyimpanan. Pada buah pepaya, warna kulit buah termasuk dalam parameter mutu kritis. Semakin cepat proses pemasakan maka ikatan selulosa pada dinding sel makin cepat mengalami kerusakan dan makin cepat pula dinding sel mengalami perubahan sehingga buah menjadi cepat lunak (Winarno dan Aman, 1991). Setelah mencapai puncak kematangan buah, maka nilai warna kulit buah akan menurun. Warna kulit buah merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi konsumen untuk membeli buah, karena warna kulit dapat
37 meningkatkan daya tarik dari produk itu sendiri. Setelah mencapai puncak kematangan buah, maka nilai warna kulit buah akan menurun. Hasil dari uji organoleptik pun buah pepaya dengan warna kulit yang tidak cerah dan kusam, tidak disukai oleh panelis. Berdasarkan dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa parameter mutu kritis buah pepaya Callina adalah warna kulit buah (baik pada uji destruktif maupun uji organoleptik).
Umur Simpan Umur simpan merupakan periode waktu di mana suatu produk diharapkan dapat mempertahankan tingkat mutu yang telah ditetapkan sebelumnya pada kondisi penyimpanan tertentu (Shefwelt (1987) dalam Khairani (2012)). Untuk mendapatkan umur simpan diperoleh dari hasil perhitungan parameter mutu kritis buah pepaya. Pada buah pepaya, yang termasuk dalam parameter mutu kritis berdasarkan uji destruktif dan uji organoleptik adalah warna kulit buah. Lamanya umur simpan buah pepaya diperoleh dari hasil perhitungan nilai warna kulit buah pada uji destruktif dan uji organoleptik. Contoh perhitungan untuk umur simpan dapat dilihat pada Lampiran 14. Pada penelitian ini, buah pepaya yang memiliki umur simpan terendah adalah buah pepaya kontrol yang disimpan pada suhu ruang ber-AC hanya bertahan selama 4 hari. Buah pepaya yang diberi lapisan lilin dengan konsentrasi 6% memiliki umur simpan 6 hari dan buah pepaya yang diberi lapisan lilin dengan konsentrasi 10% memiliki umur simpan 9 hari. Kemudian untuk buah pepaya kontrol yang disimpan pada suhu 13 °C memiliki umur simpan selama 14 hari, 18 hari untuk buah pepaya yang diberi lapisan lilin 6%, dan 20 hari untuk buah pepaya yang diberi lapisan lilin 10%. Berdasarkan dari hasil perhitungan umur simpan, buah pepaya yang diberi lapisan lilin 10% mampu menambah daya simpan buah.
Kombinasi Konsentrasi Pelilinan dan Suhu Terbaik Uji pembobotan dilakukan untuk menentukan kombinasi konsentrasi pelilinan dan suhu terbaik. Untuk semua parameter yang dilakukan uji destruktif diberikan bobot. Besarnya pembobotan untuk setiap parameter dilakukan dengan mempertimbangkan seberapa pentingnya parameter tersebut dalam menentukan kualitas dari buah pepaya. Maka, besar persentase bobot yang diberikan untuk setiap parameter adalah sebagai berikut: Laju produksi CO2 : 10% Susut bobot : 10% Kekerasan : 25% Total padatan terlarut : 25% : 30% Warna kulit buah Nilai terbaik yang didapat dari pengukuran diberikan skor 10 sedangkan yang termasuk dalam nilai terburuk diberikan skor 0. Nilai terbaik untuk parameter laju produksi CO2, susut bobot, dan kekerasan adalah data terkecil yang diperoleh pada pengukuran. Sedangkan nilai terbaik untuk parameter TPT dan warna kulit buah (menggunakan data kecerahan/L) adalah data terbesar yang
38 diperoleh pada pengukuran. Setelah menemukan data maksimal dan minimal pada suatu parameter, kemudian data terbaik diberi nilai 0 dan data terburuk diberi nilai 10. Setelah itu, data tersebut dihitung dengan cara interpolasi atau ekstrapolasi. Hasil dari interpolasi atau ekstrapolasi tersebut kemudian dikalikan dengan pembobot. Hasil perhitungan pembobotan dari semua parameter digabungkan untuk setiap hari pengamatan. Dapat dilihat pada Tabel 5 terdapat skor hasil pembobotan uji destruktif untuk menentukan konsentrasi lilin dan suhu terbaik yang digunakan pada pengamatan. Perhitungan dari hasil pembobotan uji destruktif terdapat pada Lampiran 14. Pada pengamatan ini, pengukuran laju respirasi dan susut bobot dilakukan setiap hari sedangkan pengukuran untuk kekerasan, TPT, dan warna kulit diukur setiap dua hari sekali. Maka dari itu, skor pembobotan untuk setiap hari pengamatan ganjil (1, 3, 5, dan seterusnya) menghasilkan skor yang kecil karena skor tersebut hanya gabungan dari skor hasil pembobotan laju respirasi dan susut bobot. Berdasarkan hasil perhitungan yang terdapat pada Tabel 5, buah pepaya yang diberi lapisan lilin 10% pada suhu 13 °C menghasilkan skor terbesar pada akhir penyimpanan. Hal ini berarti pelilinan dengan konsentrasi lilin 10% pada suhu 13 °C merupakan kombinasi terbaik dalam mempertahankan buah pepaya selama penyimpanan.
39 Table 5. Skor dari setiap perlakuan hasil pembobotan uji destriktif Hari Pengamatan 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Kontrol 6.32 1.81 5.75 1.65 6.54 1.54 6.05 1.50 5.34 1.34 5.30 1.17 4.55 1.08 4.69 1.14 4.13 − − − − − − − − − −
Suhu 13 0C Lilin Lilin 6% 10% 4.52 5.88 1.75 1.02 5.50 4.72 1.71 1.11 5.48 5.76 1.57 1.29 5.72 5.46 1.45 1.43 4.67 4.73 1.37 1.63 4.32 5.67 1.23 1.74 4.20 5.14 1.11 1.90 3.85 5.18 1.20 2.08 3.60 5.71 1.13 2.41 3.36 6.60 1.10 2.58 4.02 5.58 0.94 2.65 3.67 5.42 − 2.71 − 5.85 − 2.83 − 5.93
Suhu ruang ber-AC Lilin Lilin Kontrol 6% 10% 6.39 5.80 6.46 1.54 1.60 1.85 7.20 5.91 6.26 1.32 1.28 1.67 4.62 5.80 4.42 0.99 0.97 1.34 3.82 4.39 5.29 3.13 3.61 4.26 − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − −
40
SIMPULAN 1. Konsentrasi pelilinan 10% pada buah pepaya yang disimpan di suhu 13°C merupakan perlakuan buah pepaya terbaik dalam mempertahankan mutu buah pepaya berdasarkan susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, dan warna kulit buah. Berdasarkan uji organoleptik, penggunaan lilin lebah dengan konsentrasi 10% (baik pada suhu ruang ber-AC dan suhu 13 °C) mampu mempertahankan tingkat kesukaan panelis hingga hari ke-26. 2. Warna kulit buah (baik pada uji destruktif kekerasan maupun uji organoleptik) merupakan parameter mutu kritis pada buah pepaya karena dengan semakin menurunnya nilai kecerahan warna kulit buah maka tingkat kesukaan panelis pun akan berkurang. 3. Umur simpan buah pepaya Callina tanpa lapisan lilin pada suhu ruang ber-AC selama 4 hari, 6 hari untuk pepaya yang diberi lapisan lilin dengan konsentrasi 6%, dan 9 hari untuk pepaya yang diberi lapisan lilin dengan konsentrasi 10 %. Sedangkan umur simpan buah pepaya Callina tanpa lapisan lilin pada suhu 13 °C selama 14 hari, 18 hari untuk pepaya yang diberi lapisan lilin dengan konsentrasi 6%, dan 20 hari untuk pepaya yang diberi lapisan lilin dengan konsentrasi 10%.
SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, perlu dilakukan pengamatan pengukuran warna daging buah pepaya agar dapat diketahui apakah konsentrasi pelilinan berpengaruh terhadap perubahan warna daging buah.
41
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Usman. 2013. Teknologi Penanganan Pascapanen Buahan dan Sayuran. Graha Ilmu. Yogyakarta. ISBN 978-602-262-050-1. Ana, Q.C. 2008. Perlakuan Uap Panas (Vapor Heat Treatment) dan Pelilinan untuk Mempertahankan Mutu Buah Pepaya (Persea Americana, Mill). [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Amiarsi, D., E. Sitorus dan Sjaifullah. 1996. Pengaruh Teknik Penyimpanan Terhadap Mutu Buah Salak Lumut. J. Hort. 6(4): 592–401. Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI-Press. Jakarta. Azhar, K.S. 2007. Pengkajian Bahan Pelapis Kemasan dan Suhu Penyimpanan untuk Memperpanjang Masa Simpan Buah Manggis. [Tesis]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Daniel, S., Hasbi, dan Juniar. 2005. Masa Simpan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Pada Berbagai Tingkat Kematangan, Suhu, dan Jenis Kemasan. Jurnal Teknologi dan Indsutri Pangan). Vol. XVI. 199-205. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2011. Konsumsi Buah Pepaya Pepaya per Kapita di Indonesia Tahun 2002-2010. Jakarta : Departemen Pertanian. Erlangga, R. 2011. Lama Penyimpanan dan Mutu Buah Sawo (Achras zapota L.). [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Febriyan, A. 2012. Kajian Semi-Cutting dan Pelilinan Buah Manggis (Garciana mangostana L.) Terhadap Kemudahan Membuka Buah Selama Penyimpanan Dingin. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Irmayanti, Reny. 2012. Optimasi Pelilinan dan Suhu Penyimpanan Buah Alpukat (Persea Americana, Mill) Menggunakan Responce Surface Methodology (RSM). [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kader, A.A. 1992. Modified Atmosphere during Transport and Storage in : Kader (ed). Postharvest Tehnology of Horticultural Crops. Cooperative Extension. USA: Univ. of California- Davis, Davis, Ca. Kalie, B.M. 1988. Bertanam Pepaya. Penebar Swadaya: Jakarta. Khairani, R. 2012. Kajian Semi-Cutting dan Pelilinan terhadap Beberapa Parameter Buah Manggis (Garciana Mangostana L.). Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Luketsi, W.P. 2011. Pengaruh Perlakuan Bahan Pengisi Kemasan Terhadap Mutu Fisik Buah Pepaya Varietas IPB 9 (Callina) Selama Transportasi. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Muchtadi, TR, Sugiyono. 1990. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Mujiono. 1997. Kajian Pelapisan Lilin dan Kondisi Penyimpanan Buah Alpukat (Persea Americana, Mill) Varietas West Hindia [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
42 Pantastico. 1986. Fisiologi Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-Buahan dan Sayuran Tropika dan Subtropika. Panerjemah Karmayani, UGM Perss, Yogyakarta. Pantastico. 1989. Fisiologi Pascapanen Penanganan dan Pemanfaatan Buahbuahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Penerjemah Kamaryani, UGM Press. Yogyakarta. Purwanto, Aris. 2007. Materi Kuliah Teknik Pendinginan. Jurusan Teknik Pertanian. IPB. Bogor. Putra, B.S. 2011. Kajian Pelapisan dan Suhu Penyimpanan Untuk Mencegah Busuk Buah Pada Salak Pondoh (Salacca edulis R.). [Tesis]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rina, L.A. 2009. Laju Respirasi dan Susut Bobot Buah Salak Bali Segar pada Pengemasan Plastik Polyethylene selama Penyimpanan dalam Atmosfer Termodifikasi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Udayana. Bali. Roosmani, A.B. 1975. Percobaan Pendahuluan Pelapisan Lilin Terhadap BuahBuahan dan Sayuran. Buletin Penelitian Hortikultura Vol III No. 2. Lembaga Penelitian Hortikultura Pasar Minggu. Jakarta. Roosmani, A.B. 1990. Pengaruh Pelapisan Lilin Terhadap Karakteristik Fisiko Kimia Buah Jeruk Siem (Citrus nobilisvar. Mycocarpa). Majalah Hortikultura No. 29. Lembaga Penelitian Hortikultura Pasar Minggu. Jakarta. Santosa, B. 2007. Penentuan Umur Petik dan Pelapisan Lilin Buah Salak Pondoh Selama Penyimpanan Pada Suhu Ruang. J. Hort. 8(3): 152-157. Setyadjit dan Sjaifullah. 1993. Penelitian Beberapa Parameter Penting dalam Merancang Penyimpanan Buah Salak Bali dengan Sistem Atmosfer Termodifikasi. J. Hort. 5(3): 79-85. Setyowati, R. N. dan Budiarti. 1992. Pasca Panen Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta. Soedibyo. 1979. Penanganan Pasca Panen Buah-buahan dan Sayur-sayuran (Khusus Pengepakan, Pengangkutan, dan Penyimpanan). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Sub Balai Penelitian Tanaman Pangan. Jakarta. Waryat dan Maulida R. 2003. Pemanfaatan Chitosan untuk Mempertahankan Buah Salak Pondoh (Salacca zalacca cv Pondoh). [Tesis] Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Watkins, J.B. 1971. Postharvest Handling of Fruits and Vegetables. Sandy Trout Preservation ResearchLaboratorium. Queensland. Australia. Winarno, F.G. dan Aman. 1979. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya.Bogor. Winarno, F.G. dan Wiratakusumah. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya. Jakarta.
43
44 Lampiran 1 Uji lanjut Duncan untuk laju produksi CO2 Hari Pengukuran 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
L0
L1
8.230 a 11.667 a 11.360 a 13.305 a 14.442 a 17.132 a 21.300 a 19.802 a 9.253 a 11.023 a 12.407 ab 12.840 ab 11.887 b 14.133 a 15.818 a 8.643 a 8.127 a − − − − − − − − − −
7.152 a 10.825 a 12.573 a 13.950 a 15.997 a 17.832 a 17.902 a 22.462 a 14.978 a 15.442 ab 10.017 b 10.310 b 10.457 b 10.750 a 9.967 a 7.217 a 6.480 a 6.820 a 6.383 a 5.987 a 6.673 a 8.930 a 15.453 a − − − −
L2 3.360 b 6.143 b 7.895 a 8.168 a 10.915 a 12.833 a 15.598 a 20.482 a 15.267 a 18.163 a 19.875 a 18.995 a 23.100 a 11.477 a 16.322 a 9.637 a 9.970 a 12.307 a 12.863 a 13.530 a 14.147 a 16.650 a 15.540 a 18.433 19.990 21.104 22.217
P1 4.841 b 6.832 b 6.917 b 6.822 b 6.894 b 7.963 b 8.396 b 20.482 b 8.571 b 8.977 b 10.596 b 11.080 b 11.478 b 12.120 14.036 8.499 8.192 9.563 9.623 9.758 10.410 12.790 15.497 18.433 19.990 21.104 22.217
P2 7.653 a 12.258 a 14.302 a 16.793 a 20.674 a 23.901 a 28.138 b 33.233 a 22.015 a 25.652 a 30.387 a 27.900 a 11.478 a − − − − − − − − − − − − − −
Keterangan :. L0= lilin 0% (kontrol), L1 = lilin 6%, L2 = lilin 12%, P1= suhu 13°C, P2 = suhu 2025°C (ruang ber-AC)
45 Lampiran 2 Uji lanjut Duncan untuk laju konsumsi O2 Hari Pengukuran 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
L0 7.947 a 10.820 a 11.053 a 12.093 a 13.467 a 16.350 a 19.630 a 18.435 a 6.693 a 24.233 a 10.842 b 11.577 b 9.850 b 12.227 a 13.867 a 7.127 a 6.567 a − − − − − − − − − −
L1 5.527 b 8.197 a 11.023 a 12.622 b 14.987 a 16.772 a 16.817 a 21.427 a 13.430 a 14.482 a 6.180 b 7.553 b 7.750 b 7.210 b 8.090 a 4.807 a 6.230 a 6.327 a 5.543 a 5.493 a 6.767 a 6.670 a 8.780 a − − − −
L2 2.297 c 3.660 b 5.942 b 6.745 a 9.770 a 11.852 a 15.010 a 19.122 a 13.842 a 17.460 a 18.253 a 18.043 a 21.982 a 8.460 ab 17.590 a 10.240 a 10.020 a 11.690 a 11.637 a 15.307 a 12.580 a 13.307 a 12.917 a 14.923 16.477 16.810 17.480
P1 2.860 b 2.860 b 4.377 b 4.180 b 4.808 b 6.081 b 6.167 b 6.089 b 5.736 b 12.271 b 7.715 b 9.106 b 9.151 b 9.299 13.182 7.391 7.606 9.008 8.590 10.400 9.673 9.988 10.848 14.923 16.477 16.810 17.480
P2 7.653 a 12.258 a 14.302 a 16.793 a 20.674 a 23.901 a 15.010 a 33.233 a 22.015 a 25.652 a 30.383 a 27.900 a 34.110 a − − − − − − − − − − − − − −
Keterangan :. L0= lilin 0% (kontrol), L1 = lilin 6%, L2 = lilin 12%, P1= suhu 13°C, P2 = suhu 2025°C (ruang ber-AC)
46 Lampiran 3 Uji lanjut Duncan untuk susut bobot Hari Pengukuran 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
L0
L1
− 831.08 a 829.53 a 826.62 a 825.15 a 824.45 a 823.42 a 822.24 a 720.50 a 782.30 a 781.11 a 780.00 a 779.56 a 779.02 a 777.47 a 776.94 a 775.84 a − − − − − − − − − −
− 738.67 a 736.86 a 735.26 a 734.02 a 733.23 a 732.33 a 731.19 a 729.73 a 729.38 ab 709.30 a 708.42 a 707.54 a 706.58 ab 706.38 ab 706.15 ab 705.33 ab 704.80 a 704.05 a 703.74 a 703.36 a 702.53 a 701.65 a − − − −
L2 − 623.88 b 623.24 b 622.36 b 621.78 b 621.28 b 620.56 b 619.42 b 618.77 a 618.11 b 709.30 a 616.80 a 616.17 a 644.08 a 643.59 a 643.25 a 642.68 a 640.62 a 639.76 a 639.23 a 675.32 a 674.78 a 674.17 a 673.427 672.720 672.120 671.367
P1 − 720.16 a 718.75 a 717.18 a 716.59 a 715.75 a 715.08 a 714.50 a 684.49 a 712.85 a 712.15 a 711.28 a 710.65 a 709.896 709.147 708.781 707.952 672.710 671.902 671.487 689.342 688.655 687.912 673.427 672.720 672.120 671.367
P2 − 742.26 a 740.99 a 738.98 a 737.37 a 736.89 a 735.80 a 734.07 a 670.00 a 669.36 a 588.98 a 588.18 a 710.65 a − − − − − − − − − − − − − −
Keterangan :. L0= lilin 0% (kontrol), L1 = lilin 6%, L2 = lilin 12%, P1= suhu 13°C, P2 = suhu 2025°C (ruang ber-AC)
47 Lampiran 4 Uji lanjut Duncan untuk kekerasan Hari Pengukuran 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
L0
L1
L2
6.746 a 6.848 a 6.860 a − − − 6.686 a 6.475 a 6.090 a − − − 4.201 a 4.673 a 4.966 a − − − 3.912 a 3.822 a 3.683 a 0.708 b 1.054 b 2.002 b 5.690 a 3.353 b 2.640 c − 0.928 a 1.727 a 6.176 a 4.292 b 2.871 b − − 1.288 4.0778 a 3.4800 ab 2.257 b − − − 3.137 a 2.960 a 3.702 a − − − 2.486 a 2.754 a 3.743 a − − − − − 2.344 a 4.291 a − − − − 2.380 a 2.616 a − − − − 1.900 a 2.269 a − − − − − 2.084 − − − − − 1.817
P1 6.747 a − 6.122 a − 6.847 a − 5.976 a − 5.211 a − 4.880 a − 3.696 a − 3.266 − 2.994 3.318 − 2.498 − 2.084 − 2.084 − 1.817
P2 6.888 a − 6.712 a − 2.381 b − 1.636 b 1.255 1.022 b 1.327 1.571 b 1.288 0.986 b − − − − − − − − − − − − − −
Keterangan :. L0= lilin 0% (kontrol), L1 = lilin 6%, L2 = lilin 12%, P1= suhu 13°C, P2 = suhu 2025°C (ruang ber-AC)
48 Lampiran 5 Uji lanjut Duncan untuk TPT Hari Pengukuran 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
L0 9.572 a − 9.893 a − 10.515 a − 10.760 a 9.333 a 9.947 a − 9.756 a − 10.178 a − 11.044 a − 10.456 a − − − − − − − − − −
L1 8.593 a − 9.415 a − 9.957 a − 10.322 a 10.300 a 9.935 a 10.633 a 9.378 a − 9.844 a − 9.711 a − 9.300 a − 9.222 a − 10.133 a − 10.400 a − − − −
L2 9.345 a − 9.628 a − 10.088 a − 10.052 a 9.267 a 9.383 a 9.767 a 10.567 a 10.3 10.289 a − 9.967 a − 10.000 a − 10.333 a − 10.122 a − 10.100 a − 10.378 − 10.578
P1 8.981 a − 9.622 a − 9.999 a − 10.367 a − 9.801 a − 9.907 a − 10.015 a − 10.241 − 9.919 − 9.778 − 10.128 − 10.250 − 10.378 − 10.578
P2 9.359 a − 9.669 a − 10.374 a − 10.389 a 9.633 9.590 a 10.200 10.544 a 10.300 10.556 a − − − − − − − − − − − − − −
Keterangan :. L0= lilin 0% (kontrol), L1 = lilin 6%, L2 = lilin 12%, P1= suhu 13°C, P2 = suhu 2025°C (ruang ber-AC)
49 Lampiran 6 Uji lanjut Duncan untuk nilai L* warna kulit buah Hari Pengukuran 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
L0 55.010 a − 59.042 a − 58.848 a − 56.913 a 58.347 a 54.843 a − 55.398 b − 55.256 a − 56.522 a − 56.419 a − − − − − − − − − −
L1 55.172 a − 57.417 ab − 59.845 a − 61.083 a 64.000 a 59.960 a 67.443 a 55.854 b − 56.101 a − 56.287 a − 56.752 a − 57.186 a − 57.672 a − 57.967 a − − − −
L2 54.193 a − 54.843 b − 55.325 b − 59.858 a 66.043 a 59.503 a 69.616 a 63.242 a 68.532 60.925 a − 57.050 a − 58.051 a − 58.404 a − 56.799 a − 56.268 a − 56.322 − 57.640
P1 54.213 a − 54.566 b − 54.714 b − 54.732 b − 54.157 b − 56.138 b − 56.285 b − 56.619 − 57.074 − 57.795 − 57.236 − 57.117 − 56.322 − 57.640
P2 55.370 a − 59.636 a − 61.298 a − 63.838 a 62.797 65.650 a 68.529 69.322 a 68.532 66.065 a − − − − − − − − − − − − − −
Keterangan :. L0= lilin 0% (kontrol), L1 = lilin 6%, L2 = lilin 12%, P1= suhu 13°C, P2 = suhu 2025°C (ruang ber-AC)
50 Lampiran 7 Uji lanjut Duncan untuk nilai a* warna kulit buah Hari Pengukuran 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
L0
L1
L2
-12.308 a − -8.158 a − -4.088 a − -1.952 a 7.030 a -9.720 b − -8.460 b − -8.861 b − -8.177 a − -6.401 a − − − − − − − − − −
-12.182 a − -11.457 b − -6.925 a − -3.288 a 7.043 a 0.065 a 11.259 a -9.521 b − -10.831 c − -10.340 a − -9.963 a − -9.662 a − -8.457 a − -7.723 a − − − −
-11.677 a − -12.028 b − -12.587 a − -6.447 a -1.907 a -6.830 ab 10.418 a 0.742 a 12.929 -2.226 a − -9.603 a − -9.476 a − -6.661 a − -7.363 a − -8.050 a − -7.648 − -3.650
P1 -12.166 a − -12.132 b − -12.522 b − -10.704 b − -11.210 b − -9.494 b 12.929 -9.933 b − 9.373 − -8.613 − -8.162 − -7.910 − -7.887 − -7.648 − -3.650
P2 -11.946 a − -8.963 a − -3.211 a − 2.913 a 4.056 5.190 a 10.838 11.984 a − 9.593 a − − − − − − − − − − − − − −
Keterangan :. L0= lilin 0% (kontrol), L1 = lilin 6%, L2 = lilin 12%, P1= suhu 13°C, P2 = suhu 2025°C (ruang ber-AC)
51 Lampiran 8 Uji lanjut Duncan untuk nilai b* warna kulit buah Hari Pengukuran 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
L0
L1
L2
P1
P2
22.188 a − 27.568 a − 30.533 a − 24.433 b 23.763 a 25.047 b − 23.996 b − 24.323 a − 25.000 a − 26.149 b − − − − − − − − − −
21.468 a − 25.035 a − 31.670 a − 32.852 a 38.993 a 29.426 a 40.617 a 23.293 b − 23.086 a − 30.000 a − 26.892 b − 33.710 a − 38.569 a − 37.505 a − − − −
20.073 a − 21.927 a − 27.833 a − 29.845 ab 36.797 b 30.860 a 44.664 a 34.006 a 44.772 29.163 a − 30.698 a − 32.470 a − 38.837 a − 45.117 a − 36.608 a − 46.429 − 37.680
20.807 a − 22.089 b − 23.289 b − 23.996 b − 25.874 b − 23.728 b − 24.217 b − 28.682 − 28.504 − 36.273 − 41.843 − 36.967 − 46.429 − 37.680
21.680 a − 27.598 a − 27.833 a − 34.091 a 33.184 37.613 a 42.641 44.118 a 44.772 35.043 a − − − − − − − − − − − − − −
Keterangan :. L0= lilin 0% (kontrol), L1 = lilin 6%, L2 = lilin 12%, P1= suhu 13°C, P2 = suhu 2025°C (ruang ber-AC)
52 Lampiran 9 Uji lanjut Duncan untuk organoleptik warna kulit buah Hari Pengukuran 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
L0
L1
L2
P1
P2
6.200 a − 6.000 a 3.400 b 4.400 a − 4.800 a − 5.300 a − 5.200 a − 3.400 a − − − − − − − − − −
6.000 a − 5.700 a 5.400 a 4.600 a 2.900 b 4.600 a − 5.100 a − 5.600 a − 6.000 a − 5.600 a − 5.100 a − 3.300 b − − − −
5.600 a − 5.200 a 5.700 a 5.100 a 5.500 a 5.200 a 4.600 4.950 a − 5.300 a − 6.200 a − 6.000 b − 5.800 a − 5.600 a − 5.100 − 3.400
− − − − 4.367 b − 4.667 b − 4.000 b − 5.367 − 5.200 − 5.800 − 5.450 − 4.450 − 5.100 − 3.400
5.933 − 5.633 4.833 5.350 a 4.200 5.800 a 4.600 3.200 b − − − − − − − − − − − − − −
Keterangan :. L0= lilin 0% (kontrol), L1 = lilin 6%, L2 = lilin 12%, P1= suhu 13°C, P2 = suhu 2025°C (ruang ber-AC)
53 Lampiran 10 Uji lanjut Duncan untuk organoleptik aroma Hari Pengukuran 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
L0
L1
L2
P1
P2
5.800 a − 5.700 a 2.600 b 4.800 a − 5.100 a − 5.000 a − 5.000 a − 5.500 b −
5.500 a − 5.500 a 4.700 a 4.900 a 4.900 b 5.200 a − 4.900 a − 4.800 a − 5.900 ab − 6.000 a − 5.400 a − 5.600 a − − − −
5.500 a − 5.500 a 5.100 a 4.950 a 5.600 a 5.450 a 5.900 4.650 a − 4.900 a − 6.100 a − 5.800 a − 5.600 a − 5.600 a − 5.700 − 5.900
− − − − 4.567 b − 5.067 b − 4.900 a − 4.900 − 5.833 − 5.900 − 5.500 − 5.600 − 5.700 − 5.900
5.600 − − 5.567 5.400 a 5.250 6.000 a 5.900 4.500 a − − − − − − − − − − − − − −
− − − − − − − −
Keterangan :. L0= lilin 0% (kontrol), L1 = lilin 6%, L2 = lilin 12%, P1= suhu 13°C, P2 = suhu 2025°C (ruang ber-AC)
54 Lampiran 11 Uji lanjut Duncan untuk organoleptik kekerasan Hari Pengukuran 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
L0
L1
L2
P1
P2
5.900 a − 5.400 a 2.600 b 5.200 a − 5.000 a − 5.000 a − 5.600 a − 5.400 a −
5.800 a − 5.600 a 4.500 a 5.450 a 4.900 b 4.500 a − 4.700 a − 5.100 a − 6.100 a − 6.100 a − 5.500 a − 5.600 a − − − −
5.300 a − 5.111 a 5.100 a 5.300 a 5.8000 a 5.150 a 5.600 4.750 a − 5.000 a − 5.600 ab − 5.800 a − 5.600 a − 5.800 a − 5.700 − 5.800
− − − − 5.100 b − 4.667 b − 4.767 a − 5.233 − 5.700 − 5.950 − 5.550 − 5.700 − 5.700 − 5.800
5.667 − 5.379 4.067 5.700 a 5.350 5.800 a 5.600 4.900 a − − − − − − − − − − − − − −
− − − − − − − −
Keterangan :. L0= lilin 0% (kontrol), L1 = lilin 6%, L2 = lilin 12%, P1= suhu 13°C, P2 = suhu 2025°C (ruang ber-AC)
55 Lampiran 12 Uji lanjut Duncan untuk organoleptik rasa Hari Pengukuran 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
L0
L1
L2
P1
P2
5.800 a − 5.700 a 2.500 b 5.000 a − 5.000 a − 5.300 a − 5.500 a − 5.200 b − − − − − − − − − −
5.600 a − 5.800 a 5.400 a 5.400 a 5.200 a 4.800 a − 5.000 a − 5.700 a − 5.800 a − 6.300 a − 6.100 a − 5.100 b − − − −
4.900 a − 5.300 a 5.200 a 5.300 a 5.700 a 5.450 a 5.400 4.600 a − 5.300 a − 5.700 a − 5.900 a − 5.800 a − 5.800 a − 5.900 − 5.200
− − − − 4.900 b − 4.867 b − 5.033 a − 5.500 − 5.567 − 6.100 − 5.950 − 5.450 − 5.900 − 5.200
5.433 − 5.600 4.367 5.850 a 5.350 6.100 a 5.400 4.300 a − − − − − − − − − − − − − −
Keterangan :. L0= lilin 0% (kontrol), L1 = lilin 6%, L2 = lilin 12%, P1= suhu 13°C, P2 = suhu 2025°C (ruang ber-AC)
56 Lampiran 13 Uji lanjut Duncan untuk organoleptik keseluruhan Hari Pengukuran
L0
L1
L2
P1
P2
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
6.000 a − 5.000 b 2.300 b 4.900 a − 5.200 a − 5.300 a − 4.500 b − 3.000 b − − − − − − − − − −
5.800 ab − 5.800 a 5.100 a 4.750 a 3.200 b 5.000 a − 5.000 a − 5.500 a − 5.700 a − 6.100 a − 4.300 b − 3.700 b − − − −
5.100 b − 5.200 ab 5.000 a 5.100 a 5.800 a 4.800 a 4.300 4.000 b − 5.300 a − 5.700 a − 5.800 a − 5.6000 a − 5.600 a − 4.900 − 3.400
− − − − 4.767 a − 5.143 a − 5.100 a − 5.100 − 4.800 − 5.950 − 4.950 − 4.650 − 4.900 − 3.400
5.633 − 5.567 4.133 5.150 a 4.500 4.667 a 4.300 3.000 b − − − − − − − − − − − − − −
Keterangan :. L0= lilin 0% (kontrol), L1 = lilin 6%, L2 = lilin 12%, P1= suhu 13°C, P2 = suhu 2025°C (ruang ber-AC)
57
Lampiran 14 Perhitungan umur simpan
Grafik hubungan uji destruktif dan uji organoleptik warna kulit buah pepaya
Grafik hubungan uji destruktif warna kulit dengan lama penyimpanan
X = 3.5 batas penerimaan panelis Y= 0.709x + 55.994 Y= 58.476 (nilai Y dari persamaan hubungan uji destruktif dan uji organoleptik warna kulit buah pepaya) X= (58.476-57.489)/0.225 X= 4.384 Jadi, umur simpan buah pepaya kontrol pada suhu ruang ber-AC yaitu 4 hari.
58 Lampiran 15 Uji pembobotan untuk penarikan kesimpulan pengukuran obyektif Contoh perhitungan uji pembobotan: Bobot masing-masing parameter: Laju produksi CO2 : 10% Susut bobot : 10% Kekerasan : 30% Total padatan terlarut : 25% Warna kulit buah : 25% Skor yang akan diberikan yaitu: 10 untuk data terbaik 0 untuk data terburuk 1. Laju produksi CO2 Data terkecil : 3.35 Data terbesar : 36.53 Untuk laju produksi CO2 data terbaik yaitu laju produksi CO2 terendah, sedangkan data terburuk adalah data dengan laju produksi CO2 tertinggi. Jadi: Laju produksi CO2 3.35 mendapat skor 10 Laju produksi CO2 36.53 mendapat skor 0 Data yang terletak diantara data terbesar dan terkecil diberikan skor dengan ekstrapolasi, misalnya pada pengukuran hari ke-2 untuk perlakuan kontrol pada suhu 130C diperoleh laju produksi CO2 maka skornya dihitung dengan cara: X1= 3.35 Y1= 10 X2= 36.53 Y2= 0 X= 6.75 Y= ? Y= = =8.98 2. Susut bobot Data terkecil :0 Data terbesar : 2.49 Untuk susut bobot data terbaik yaitu susut bobot terendah, sedangkan data terburuk adalah data dengan susut bobot tertinggi. Jadi: Susut bobot 0% mendapat skor 10 Susut bobot 2.49% mendapat skor 0 Data yang terletak diantara data terbesar dan terkecil diberikan skor dengan ekstrapolasi, misalnya pada pengukuran hari ke-2 untuk perlakuan kontrol pada suhu 130C diperoleh susut bobot 11.70% maka skornya dihitung dengan cara: X1= 0 Y1= 10 X2= 2.49 Y2= 0 X= 0.436 Y= ?
59
Y= = =8.25
3. Kekerasan Data terkecil : 0.71 Data terbesar : 7.35 Untuk kekerasan data terbaik yaitu kekerasan tertinggi, sedangkan data terburuk adalah data dengan kekerasan terendah. Jadi: Kekerasan kulit 7.35 mendapat skor 10 Kekerasan kulit 0.71 mendapat skor 0 Data yang terletak diantara data terbesar dan terkecil diberikan skor dengan ekstrapolasi, misalnya pada pengukuran hari ke-2 untuk untuk perlakuan kontrol pada suhu 130C diperoleh kekerasan 6.27 kgf maka skornya dihitung dengan cara: X1= 7.35 Y1= 10 X2= 0.71 Y2= 0 X= 6.27 Y= ? Y= = = 8.38
4. Total padatan terlarut (TPT) Data terkecil : 7.8 Data terbesar : 11.5 Untuk TPT data terbaik yaitu TPT tertinggi, sedangkan data terburuk adalah data dengan TPT terendah. Jadi: TPT 11.5 mendapat skor 10 TPT 7.8 mendapat skor 0 Data yang terletak diantara data terbesar dan terkecil diberikan skor dengan ekstrapolasi, misalnya pada pengukuran hari ke-2 untuk perlakuan kontrol pada suhu 130C diperoleh susut bobot 9.6 0Brix maka skornya dihitung dengan cara: X1= 11.5 Y1= 10 X2= 7.8 Y2= 0 X= 9.6 Y= ? Y= = = 4.89
60
5. Warna kulit buah Data terkecil : 53.62 Data terbesar : 69.62 Untuk warna data terbaik yaitu warna tertinggi, sedangkan data terburuk adalah data dengan warna terendah. Jadi: Warna kulit 69.62 mendapat skor 10 Warna kulit 53.62 mendapat skor 0 Data yang terletak diantara data terbesar dan terkecil diberikan skor dengan interpolasi, misalnya pada pengukuran pada hari ke-2 untuk perlakuan kontrol pada suhu 130C diperoleh warna kulit 55.46 maka skornya dihitung dengan cara: X1= 69.62 Y1= 10 X2= 53.62 Y2= 0 X= 55.46 Y= ? Y= = = 1.15
61 Lampiran 16 Gambar pepaya Callina dengan konsentrasi lilin 0 % (kontrol) pada suhu 13 ○C
Hari ke- 0
Hari ke- 2
Hari ke- 4
Hari ke- 6
Hari ke- 8
Hari ke- 10
Hari ke- 12
Hari ke- 14
Hari ke- 16
62 Lampiran 17 Gambar pepaya Callina dengan konsentrasi lilin 6% pada suhu 13○C
Hari ke- 12
Hari ke- 14
Hari ke- 16
Hari ke- 18
Hari ke- 20
Hari ke- 22
63 Lampiran 18 Gambar pepaya Callina dengan konsentrasi lilin 10% pada suhu 13○C
Hari ke-0
Hari ke-2
Hari ke-4
Hari ke-6
Hari ke-8
Hari ke-10
Hari ke-12
Hari ke-14
Hari ke-16
Hari ke-18
Hari ke-20
Hari ke-22
64
Hari ke-24
Hari ke-26
65 Lampiran 19 Gambar pepaya Callina dengan konsentrasi lilin 0% (kontrol) pada suhu ruang ber-AC
Hari ke-0
Hari ke-4
Hari ke-2
Hari ke-6
Hari ke-7
66 Lampiran 20 Gambar pepaya Callina dengan konsentrasi lilin 6% pada suhu ruang ber-AC
Hari ke-0
Hari ke-6
Hari ke-2
Hari ke-7
Hari ke-9
Hari ke-4
Hari ke-8
67 Lampiran 21 Gambar pepaya Callina dengan konsentrasi lilin 10% pada suhu ruang ber-AC
Hari ke-0
Hari ke-2
Hari ke-4
Hari ke-6
Hari ke-7
Hari ke-8
Hari ke-9
Hari ke-10
Hari ke-12
Hari ke-11
68
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 6 Februari 1991 dari pasangan H. Undang Udayat dan Hj. Endah. Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Sumedang dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Teknik Pertanian (sekarang bernama Departemen Teknik Mesin dan Biosistem), Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif sebagai anggota Lises Gentra Kaheman 2010-2013. Selama menjadi mahasiswa penulis juga aktif mengikuti kegiatan kepanitiaan di acara-acara di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem seperti pada acara masa perkenalan departemen (SAPA 2011) dan acara-acara di Lises Gentra Kaheman IPB. Penulis melaksanakan praktik lapangan pada tanggal 25 Juni 2012 – 12 Agustus 2012 di CV. Bimandiri, Lembang dengan judul Penanganan Pascapanen Hortikultura dan Kajian Mengenai Analisis Nilai Tambah di CV. Bimandiri, Lembang.