Sukartini dan T. Budiyanti : Uji Daya Gabung dan Tipe Aksi Gen pada Buah Pepaya J. Hort. 19(2):131-136, 2009
Uji Daya Gabung dan Tipe Aksi Gen pada Buah Pepaya Sukartini dan T. Budiyanti
Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika Jl. Raya Solok-Aripan Km. 8 Solok 27301 Naskah diterima tanggal 15 Agustus 2007 dan disetujui untuk diterbitkan tanggal 17 Februari 2009 ABSTRAK. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui daya gabung umum dan daya gabung khusus, efek daya gabung umum, dan tipe aksi gen pada karakter berat buah, rasio panjang/diameter buah, tebal daging buah, dan nilai padatan total terlarut (PTT) buah pepaya. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Sumani Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika Solok pada bulan Januari sampai Desember 2002. Rancangan percobaan yang digunakan adalah acak kelompok, dengan 2 hibrida F1 sebagai perlakuan dan ulangan sebanyak 7 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada karakter berat buah, tebal daging buah, dan nilai PTT, penampilan hibrida pepaya dapat diramalkan berdasarkan daya gabung umum. Tipe aksi gen yang mempengaruhi karakter berat buah adalah aditif dan dominan lebih. Sedangkan pada karakter tebal daging buah dan nilai PTT dipengaruhi oleh aksi gen dominan. Varietas Wonosobo dapat digunakan untuk perakitan hibrida pepaya dengan buah yang lebih berat dan daging buah tebal. Selain itu, untuk memperoleh hibrida pepaya yang mempunyai rasa manis dapat digunakan varietas Meksiko. Katakunci: Buah pepaya; Uji daya gabung; Tipe aksi gen. ABSTRACT. Sukartini and T. Budiyanti. 2009. Combining Capacity Test and Gene Action Type of Papaya Fruit. The aims of this research was to know the general and specific combining capacity, the effect of general combining capacity, and gene action type of fruit weight, length/diameter fruits ratio, flesh thickness, and total solube solid (TSS) value. The research was done at Sumani Research Station of Indonesian Tropical Fruit Research Institute from January until December 2002. Randomized block design was used which 2 F1 hybrids as treatment and 7 replications. The results showed that characters of fruit weight, flesh thickness, TSS value, and appearance of papaya hybrid could be forecasted base on general combining capacity. Gene action type which influence fruit weight were additive and over dominant. However, flesh thickness and TSS value characters were influenced by dominant gene action. Wonosobo variety could be used to develop new variety with more fruit weight and flesh thickness on papaya hybrid. Whereas Mexico variety could be used to obtain sweet taste papaya hybrid. Keywords: Papaya fruit; Combining ability test; Gene action.
Pepaya adalah tanaman yang menyerbuk silang, penyerbukan umumnya terjadi karena pengaruh angin dan serangga kecil seperti Trips. Persilangan yang terkontrol harus dilakukan untuk mendapatkan turunan persilangan antarvarietas pepaya dengan sifat-sifat unggul tertentu yang diinginkan. Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika telah melakukan kegiatan pemuliaan tanaman pepaya dengan melakukan beberapa persilangan, di antaranya persilangan antara varietas Meksiko x varietas Tangkai Hitam dan varietas Wonosobo x varietas Tangkai Hitam yang diarahkan untuk mendapatkan keturunan yang menghasilkan buah dengan kriteria, berat ≥2 kg, rasio panjang/diameter buah ±0,5, tebal daging buah ≥ 3 cm, dan nilai PTT ≥ 10°Brix. Untuk mendapatkan keturunan pepaya dengan kriteria seperti tersebut di atas, diperlukan tetuatetua yang mempunyai daya gabung tinggi. Penilaian suatu genotip yang akan digunakan sebagai tetua dalam program pemuliaan tanaman
pepaya, didasarkan atas penampilan keturunan yang dihasilkan dari persilangan tertentu (Indriyani 2002). Daya gabung berguna untuk mempelajari dan membandingkan penampilan galur-galur di dalam kombinasi hibridanya. Daya gabung umum digunakan untuk merancang penampilan rerata suatu galur dalam kombinasi hibrida, sedangkan daya gabung khusus digunakan untuk merancang penampilan suatu galur dalam kombinasi tertentu. Kombinasi penampilan bisa lebih baik atau lebih buruk dari yang diharapkan berdasarkan penampilan rerata galur yang terlibat (Sprague dan Tatum 1942, Griffing 1956, Neni et al. 2003). Uji daya gabung masing-masing varietas tetua pepaya perlu dilakukan untuk memilih tetua yang menghasilkan keturunan yang berpotensi hasil tinggi (Darlina et al. 1992). Dengan diketahuinya nilai daya gabung, maka akan diketahui pula efek daya gabung tersebut. Pada pendugaan daya gabung diperlukan suatu sistem persilangan diallel yang mempertimbangkan adanya kemungkinan 131
J. Hort. Vol. 19 No. 2, 2009 variasi dalam sistem persilangan diallel itu sendiri (Jensen 1970, Hayman 1954). Konsep partial-diallel mula-mula dipresentasikan oleh Kempthorne 1957 dan diperbaharui oleh Kempthorne dan Curnow 1961. Suatu set data F1 dapat dianalisis menggunakan metode partial-diallel apabila hanya terdapat hasil persilangan yang acak dengan ukuran sampel ‘s’, yang besarnya kurang dari n-1 (n=jumlah tetua), dan total persilangan yang dapat dianalisis setidaknya sebesar ns/2. Hasil pendugaan akan bias apabila ‘s’ kurang dari n/2 (Murty et al. 1966, Chaudhary et al. 1977). Nilai duga aktivitas gen aditif dapat diketahui dari daya gabung umum, sedangkan aktivitas gen nonaditif dapat diketahui dari daya gabung khusus (Sprague dan Tatum 1942 dalam Kronstad dan Foote 1964). Sprague dan Eberhart 1977, menyatakan bahwa apabila galur-galur inbred diperoleh dari populasi pemuliaan tanpa seleksi kemudian dievaluasi dalam persilangan diallel, ternyata komponen ragam daya gabung umum sama dengan setengah dari ragam aditif dan komponen ragam daya gabung khusus sama dengan ragam dominan, maka daya gabung umum setara dengan ragam aditif dan daya gabung khusus setara dengan ragam dominan. Menurut Falconer (1981) dan Comstock dan Robinson (1948), bahwa ragam genetik (σ2G) terdiri dari komponen-komponen ragam aditif (σ2A), ragam dominan (σ2D), dan ragam interaksi (σ2I). Pada interaksi yang melibatkan jumlah lokus yang besar, maka pengaruh σ2I sangat kecil dan dapat diabaikan. Pepaya varietas Meksiko, Tangkai Hitam, dan Wonosobo, perlu diuji kemampuan daya gabung umumnya (DGU) dan daya gabung khususnya (DGK), efek DGU dan DGK, serta tipe aksi gen yang berperan pada perakitan hibrida pepaya baru. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui daya gabung umum dan daya gabung khusus, efek daya gabung umum, dan tipe aksi gen pada karakter berat buah, rasio panjang/diameter buah, tebal daging buah, dan nilai PTT buah pepaya. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Sumani, Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika pada bulan Januari sampai Desember 2002. Bahan 132
yang digunakan adalah 2 jenis F1 yang merupakan hasil persilangan Meksiko x Tangkai Hitam dan Wonosobo x Tangkai Hitam. Rancangan percobaan yang digunakan adalah acak kelompok yang menggunakan jenis F1 sebagai perlakuan dengan ulangan sebanyak 7 kali. Setiap ulangan ditanam 10 tanaman dan setiap tanaman diambil 5 buah untuk diamati. Mutu buah pepaya yang diamati terdiri dari karakter berat buah (kg), rasio panjang/diameter buah, tebal daging buah (cm), dan nilai PTT (°Brix). Data yang diperoleh dianalisis dengan metode partial-diallel (Singh dan Chaudhary 1979), yang menggunakan matriks A = (3x3) dan inversnya. Diagonal matriks A = k = 1,5 yang diperoleh dari rumus: k = n+1-s/2 dengan n = jumlah varietas tetua = 3 (Meksiko, Tangkai Hitam, dan Wonosobo), dan s = ukuran sampel = 1 (1 persilangan masingmasing untuk Meksiko x Tangkai Hitam dan Wonosobo x Tangkai Hitam). 1,5 0 A= 0 0
1
1,5 1 0
0,67 0 A = 0 -1
1,5
0
-0,44
0,67 -0,44 0
0,67
Faktor koreksi masing-masing karakter dihitung menggunakan rumus: FK = 2. rerata total/n.s. Faktor koreksi selanjutnya digunakan untuk mendapatkan nilai Q atau jumlah persilangan tersampel menggunakan rumus: Qi = Si – FK, dengan Si = jumlah rerata nilai tengah yang belum terkoreksi dari persilangan-persilangan. Analisis ragam untuk analisis daya gabung menggunakan metode partial-diallel disajikan pada Tabel 1. Pada metode partial-diallel hanya akan diperoleh efek daya gabung umum (G) saja. G diketahui dari perhitungan perkalian matriks G = A-1 . Q. Pada analisis untuk mengetahui daya gabung, jumlah kuadrat = JK untuk daya gabung umum diperoleh dari rumus: JK dgu = r Σ Gi . Qi, dengan r = jumlah ulangan, sedangkan untuk mengetahui nilai JK untuk daya gabung khusus diperoleh dari rumus:
Sukartini dan T. Budiyanti : Uji Daya Gabung dan Tipe Aksi Gen pada Buah Pepaya Tabel 1. Analisis ragam untuk analisis daya gabung dengan metode partial-diallel (Anova for combining ability analysis base on partial-diallel methods) Sumber keragaman (S) Ulangan Perlakuan dgu dgk Galat Total
Derajat bebas (d.f.)
Jumlah kuadrat (S.S.)
r-1 (ns/2)-1 n-1 n[(s/2)-1] (r-1)[(ns/2)-1] (rns/2)-1
Kuadrat tengah (M.S.)
F.
Mg Ms Me
Kuadrat tengah terduga E (M.S.)
σ2e+r σ2s+[rs(n-2)/(n-1)] σ2f σ2e+r σ2s σ2e
HASIL DAN PEMBAHASAN
JK dgk = JK perlakuan – JK dgu. Penghitungan pendugaan komponen-komponen variansi terdiri dari penghitungan nilai ragam dgu (σ2g) dengan rumus: σ2g = (Mg-Ms)/[rs(n-2)/(n-1)], nilai ragam dgk (σ2k) = (Ms-Me)/r dan nilai ragam galat (σ2e) = Me. Nilai ragam aditif (σ2A) dan nilai ragam dominan (σ2D) dihitung dengan rumus : σ2A = 2 σ2g dan σ2D = σ2s. Perhitungan selanjutnya adalah nilai rerata variansi: (gi-gj) = 2[na°/n-1 – 1/2s(n-1)] [σ2s + (σ2e/r)], dengan a°=diagonal matriks A -1. Nilai yang diperoleh kemudian digunakan untuk menghitung nilai standar galat: S.E. (gi-gj) = (nilai rerata variansi)½. Uji beda antara daya gabung umum tetua-tetua dari hasil silang tunggal dilakukan menggunakan uji beda kritis critical difference (C.D.) dengan menggunakan rumus: C.D. = S.E. x t 0,05. Perbedaan nilai tengah antarpersilangan diuji menggunakan uji wilayah berganda Duncan.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada berat buah, tebal daging buah, dan nilai PTT (Tabel 2). Tetua betina Wonosobo yang disilangkan dengan tetua jantan Meksiko dan Tangkai Hitam menghasilkan rerata berat buah yang lebih tinggi daripada penggunaan tetua betina Meksiko yang disilangkan dengan tetua jantan Tangkai Hitam dan Wonosobo. Tetua betina Wonosobo yang disilangkan dengan tetua jantan Meksiko menghasilkan rerata tebal daging yang lebih tinggi daripada persilangan yang lainnya. Tetua betina Wonosobo yang disilangkan dengan Tangkai Hitam menghasilkan rerata nilai PTT yang lebih tinggi daripada persilangan yang lain, sedangkan tetua betina Meksiko yang disilangkan dengan tetua jantan Tangkai Hitam menghasilkan rerata rasio panjang/diameter buah terbesar dibanding persilangan lainnya. Pada karakter yang analisis ragamnya nyata selanjutnya dilakukan analisis ragam untuk daya gabung menggunakan metode partial-diallel. Analisis ragam untuk dgu berbeda nyata pada berat buah, tebal daging buah, dan nilai PTT (Tabel 3).
Tabel 2. Analisis ragam karakter berat buah, rasio panjang/diameter buah, tebal daging buah, dan nilai PTT (Analysis of variance of fruit weight, length/diameter fruit ratio, flesh thickness and TSS) Persilangan (Crossing) WxM M x TH MxW W x TH
Berat buah (Fruit weight) g 1846,29 ± 447,14 b 1195,14 ± 102,50 a 1257,57 ± 176,76 b 1826 ± 523,40 b
Rasio panjang/ diameter buah (Fruit length/diameter fruits ratio) cm 0,56 ± 0,08 a 0,65 ± 0,16 a 0,65 ± 0,07 a 0,58 ± 0,05 a
Tebal daging buah (Flesh thickness) cm 3,35 ± 0,89 a 3,30 ± 0,37 a 2,63 ± 0,24 b 2,60 ± 0,26 b
PTT (TSS) °Brix 9,57 ± 2,39 b 8,93 ± 1,02 b 9,71 ±1,80 b 11,57 ± 1,27 a
133
J. Hort. Vol. 19 No. 2, 2009 Tabel 3. Kuadrat tengah hasil analisis ragam daya gabung pada berat buah, tebal daging buah, dan PTT (Combining ability M.S of fruit weight, flesh thickness, and TSS) Sumber keragaman (S)
Derajat bebas (d.f.)
Berat buah (Fruit weight)
Kuadrat tengah (M.S.) Tebal daging buah (Flesh thickness)
PTT (TSS)
dgu 2 2,4500** 7,9339** 100,9572* dgk -1,5 2,3353 9,3878 117,9223 galat 3 0,2310 0,3533 2,6493 * berbeda nyata pada taraf 5% uji F (significantly different at 5% F test), ** berbeda nyata pada taraf 1% uji F (significantly different at 1% F test), dgu = daya gabung umum (general combining ability), dgk = daya gabung khusus (spesific combining ability).
Pada karakter berat buah, nilai ragam DGU lebih besar dibandingkan dengan nilai ragam daya gabung khusus. Hal ini berarti bahwa kontribusi ragam aditif lebih penting daripada ragam nonaditif, sehingga nilai persilangan dapat diduga berdasarkan fenotip induk tanpa perlu menguji keturunannya.
disilangkan dengan beberapa tetua lainnya menghasilkan keturunan yang menampilkan rerata karakter target yang lebih tinggi dibanding rerata karakter target dari seluruh persilangan, maka tetua tersebut dikatakan mempunyai daya gabung umum (GCA = General Combining Ability) yang tinggi.
Nilai kuadrat tengah daya gabung khusus tidak nyata pada karakter berat buah, tebal daging buah, dan nilai PTT, sehingga tidak ada kombinasi tetua yang secara khusus memberikan perbedaan fenotip karakter target secara nyata. Dengan demikian, penampilan keturunannya cukup diramalkan berdasarkan daya gabung umum saja. Penampilan keturunan terbaik, kemungkinan dihasilkan dari persilangan 2 tetua dengan kemampuan daya gabung umum tinggi (Baker 1978, Brandly dan Mc Vetty 1989).
Efek daya gabung umum varietas Wonosobo terlihat lebih tinggi daripada Meksiko dan Tangkai Hitam pada karakter berat buah dan tebal daging buah, sehingga varietas Wonosobo dapat digunakan sebagai tetua untuk memperoleh keturunan pepaya yang buahnya lebih berat dengan daging buah yang lebih tebal. Efek daya gabung umum untuk karakter nilai PTT pada varietas Meksiko lebih tinggi daripada varietas Wonosobo dan Tangkai Hitam, sehingga varietas Meksiko dapat digunakan untuk memperoleh keturunan pepaya yang mempunyai rasa manis.
Kemampuan masing-masing individu tetua untuk menggabungkan karakternya dengan individu lain berbeda (Tabel 4). Menurut pendapat Griffing (1956), jika suatu tetua
Tabel 5 menyajikan pendugaan ragam aditif, ragam dominan, dan tingkat dominansi pada berat dan tebal daging buah, serta nilai PTT.
Tabel 4. Efek daya gabung umum tetua terhadap berat buah, tebal daging buah, dan PTT (Effect of parent general combining ability of fruit weight, flesh thickness, and TSS) Efek daya gabung umum (General combining ability effect) Tetua Berat buah Tebal daging buah (Parent) (Fruit weight) (Flesh thickness) g cm Meksiko Tangkai Hitam -0,0194 0,0328 Wonosobo Tangkai Hitam 0,3140 0,4463 Tangkai Hitam Mexico, Wonosobo -0,6700 -1,3172 Rerata variansi 0,5037 2,0251 S.E. 0,7097 1,4230 C.D. 2,2583 4,5280 S.E.= standar galat (standard error), C.D. = beda kritis (critical difference) Persilangan dengan tetua (Crossing with parent)
134
PTT (TSS) o Brix 1,6142 -0,1775 -4,5841 25,4376 5,0436 16,0486
Sukartini dan T. Budiyanti : Uji Daya Gabung dan Tipe Aksi Gen pada Buah Pepaya Tabel 5. Nilai duga komponen-komponen variansi terhadap berat buah, tebal daging buah, dan PTT (Expected value of varians components of fruit weight, flesh thickness, and TSS) Komponen Variansi (Varians components) σ2g σ2s atau σ2D σ2A (σ2D/ σ2A)½
Berat buah (Fruit weight) g 0,0082 0,3006 0,0164 4,28
Tebal daging buah (Flesh thickness) cm -0,0104 1,2906 -0,2078 0
PTT (TSS) o Brix -1,2118 16,4676 -2,4236 0
Komponen ragam aditif untuk karakter berat buah adalah 0,0164 dan tingkat dominansinya adalah 4,28 (> 1). Penampilan karakter tersebut dikendalikan oleh efek dominansi berlebih (over dominant) akibat interaksi antargen dalam 1 lokus. Masing-masing gen mempunyai fungsi yang berlainan sehingga menambah nilai interaksi. Hal ini menunjukkan bahwa individu heterozigot memberi kontribusi pada fenotip lebih besar daripada homozigot. Tipe aksi gen yang mempengaruhi karakter berat buah adalah aksi gen aditif dan dominan berlebih dengan pengaruh gen dominan berlebih adalah lebih besar daripada aksi gen aditif. Pada tebal daging buah dan nilai PTT nilai ragam aditifnya bernilai negatif, sehingga tingkat dominansinya sama dengan nol. Dengan demikian maka keragaan kedua karakter tersebut lebih dipengaruhi oleh komponen efek dominan yang berasal dari deviasi dominan, yaitu selisih antara nilai genotip dengan nilai pemuliaan tanaman pada suatu lokus (Falconer 1981). Ragam yang disebabkan oleh deviasi dominan adalah ragam deviasi pengaruh genetik, dari regresi sejumlah gen dalam genotip. Deviasi dominan timbul akibat variasi sifat dominansi di antara alel pada suatu lokus, sehingga bila tidak ada dominansi maka nilai genotip sama dengan nilai pemuliaan. Dengan kata lain bahwa deviasi dominan adalah hasil interaksi antaralel dalam suatu lokus atau interaksi dalam lokus, jadi merupakan pengaruh bersama alel yang berpasangan dalam suatu lokus.
efek dominan tidak selalu dapat diteruskan kepada generasi selanjutnya. Hal ini sesuai dengan keterangan yang disampaikan oleh Falconer (1981) dalam Sutopo et al. (2000) yang menyatakan bahwa karakter yang diwariskan gen aditif diturunkan dari tetua ke generasi berikutnya dengan cukup besar karena tidak ada pengaruh pautan pada proses meiosis, sedang sifat yang diwariskan secara dominan dipengaruhi oleh pautan gen.
Berdasar keterangan tersebut di atas dapat diuraikan bahwa karakter berat buah yang dipengaruhi oleh efek aditif dapat diturunkan cukup besar dari tetua varietas Wonosobo ke generasi berikutnya, sedangkan karakter tebal daging buah dan PTT yang dipengaruhi
PUSTAKA
KESIMPULAN 1. Penampilan karakter berat buah, tebal daging buah, dan nilai PTT, hibrida pepaya dapat diramalkan berdasarkan daya gabung umum. Tipe aksi gen yang mempengaruhi karakter berat buah adalah aksi gen aditif dan dominan lebih, sedangkan pada karakter tebal daging buah dan nilai PTT dipengaruhi oleh aksi gen dominan. 2. Varietas Wonosobo dapat digunakan untuk perakitan hibrida pepaya dengan buah yang lebih berat dan daging buah tebal, sedangkan varietas Meksiko untuk memperoleh hibrida pepaya yang mempunyai rasa manis. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Sudarmadi Purnomo, APU dan Ir. Karsinah, MSi. yang telah memberi kepercayaan kepada penulis untuk melakukan penelitian ini.
1. Baker, R.J. 1978. Issues in Diallel Analysis. Crop Sci. 18:533-536. 2. Brandly, J.E. and P.B.E. Mc Vetty. 1989. Heterosis and combining Ability in Hybrids Derived from Oil Seed Rape Cultivars and Inbred Lines. Crop Sci. 29:1191-1195.
135
J. Hort. Vol. 19 No. 2, 2009 3. Chaudhary, B.D., Kakar, S.N, and Singh, R.K. 1977. Comparison of Diallel and Its Modifications. Silvae Gen. 26:61-120.
13. Kronstad, W.E. and W.H. Foote. 1964. General and Specific Combining Ability Estimates in Winter Wheat (Triticum aestivum Vill., Host.). Crop Sci. 4:616-619.
4. Comstock, R.E. and H.F. Robinson. 1948. The Components of Genetic Variance in Populations. Biometrics 4:254-266.
14. Murty, B.R., Arunachalam, V. and Anand, I.J. 1966. Diallel and Partial Diallel Analysis of some Yield Factors in Linum usitatissimum. Heredity. 22:35-41.
5. Darlina, E., A. Baihaki, A. Drajat dan T. Herawati. 1992. Daya Gabung dan Heterosis Karakter Hasil dan Komponen Hasil Enam Genotipe Kedelai dengan Silang Diallel. Zuriat. 3(2):32-38.
15. Neni R.I.M, Andi T.M., Muzdalifah, Marsum, M. Dahlan, dan Subandi. 2003. Evaluasi Daya Gabung Karakter Ketahanan Tanaman Jagung terhadap Penyakit Bulai Melalui Persilangan Diallel. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 22(3):134-138.
6. Falconer, D.S. 1981. Introduction to Quantitative Genetics. Longman Group Limited. London and New York. 339p. 7. Griffing, B. 1956. Concepts of General and Specific Combining Ability in Relation to Diallel Crossing Systems. Aust J Biol Sci. 9:463-493. 8. Hayman, B.I. 1954. The Theory and Analysis of Diallel Crosses. Genetics. 39:789-809. 9. Indriyani, NLP. 2002. Daya Gabung untuk Sifat Perkecambahan, Umur Panen dan Hasil pada Persilangan Beberapa Genotipe Pepaya (Carica papaya L.). Habitat. 9(1):46-55. 10. Jensen, N.F. 1970. Diallel Selective Mating System for Cereal Breeding. Crop Sci. 10:629-635. 11. Kempthorne, O. 1957. An Introduction to Genetic Statistics. John Wiley & Sons, Inc., New York. 545 pp. 12. _____________ and Curnow, R.N. 1961. The Partial Diallel Cross. Biometrics. 17:229-250.
136
16. Singh, R.K. and Chaudhary, B.D. 1979. Biometrica Methods in Quantitative Genetic Analyses. Kalyani Publishers. New Delhi. 304 pp. 17. Sprague, G.F. and L.A. Tatum. 1942. General vs Specific Combining Ability in Single Crosses of Corn. J. Amer. Soc. Agron. 34:923-932. 18. __________. and S.A. Eberthart. 1977. Corn Breeding. In E.F. Sprague (Ed.) Corn Improvement 2nd Edition. Agron. Monogr. 18. ASA. Madison, WI. p. 305-362. 19. Sutopo, L., Suwarso, dan Anik Rustiana. 2000. Parameter Genetik Ketahanan terhadap Penyakit Layu Bakteri (Pseudomonas solanacearum (E.F. Smith) E.F. Smith pada Beberapa Galur Tembakau Temanggung. Agrivita. 22(1):48-53. 20. Zhang, Y. and M.S. Kang. 1997. Diallel-SAS: A SAS Program for Griffing’s Diallel Analyses. J. Agron. 89:176182.