KAJIAN MANAJEMEN ORGANISASI, PRODUKSI, DAN PEMASARAN GRUP MUSIK TIUP DI KOTA MEDAN: STUDI KASUS MANGAMPU TUA DAN TAMBUNAN
TESIS Oleh ELISABETH PURBA NIM. 137037004
PROGRAM STUDI MAGISTER (S-2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2015 i
ii
KAJIAN MANAJEMEN ORGANISASI, PRODUKSI, DAN PEMASARAN GRUP MUSIK TIUP DI KOTA MEDAN: STUDI KASUS MANGAMPU TUA DAN TAMBUNAN
TESIS Untuk memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn.) dalam Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Oleh ELISABETH PURBA NIM. 137037004
PROGRAM STUDI MAGISTER (S-2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015
iii
Judul Tesis
Nama Nomor Pokok Program Studi
: Kajian Manajemen Organisasi, Produksi, dan Pemasaran Grup Musik Tiup di Kota Medan: Studi Kasus Mangampu Tua dan Tambunan : ELISABETH PURBA : 137037004 : Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni
Menyetujui
Komisi Pembimbing,
Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP. 196512211991031001
Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si. NIP. 195608281986012001
_____________________________ Ketua
_____________________________ Anggota
Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Ketua,
Fakultas Ilmu Budaya
Drs. Irwansyah, M.A. NIP 196212211997031001
Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP 195110131976031001
Tanggal lulus:
Dekan,
iv
Telah diuji pada Tanggal
:
PANITIA PENGUJI UJIAN TESIS
Ketua
: Drs. Irwansyah, M.A.
(______________________)
Sekretaris
: Drs. Torang Naiborhu, M.Hum.
(______________________)
Anggota I
: Drs. M. Takari, M.Hum., Ph.D.
(______________________)
Anggota II
: Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si.
(______________________)
v
ABSTRAK Tesis ini berjudul Kajian Manajemen Organisasi, Produksi, dan Pemasaran Grup Musik Tiup di Kota Medan: Studi Kasus Mangampu Tua dan Tambunan. Pokok masalah utama penelitian ini adalah mencakup tiga aspek, yaitu bagaimana manajemen (a) organisasi, (b) produksi, dan (c) pemasaran dua grup musik tiup di Kota Medan, yakni Mangampu Tua dan Tambuan. Metode yang penulis gunakan dalam mengkaji manajemen organisasi, produksi, dan pemasaran kedua grup musik tiup ini adalah metode penelitian kualitatif. Teknik penelitian adalah menggunakan studi pustaka, media sosial, internet, wawancara, perekaman data baik berupa audio, visual, maupun audio visual. Peneliti bertindak sebagai pengamat yang terlibat. Data-data lapangan kemudian diolah di laboratorium yang bersifat ilmu manajemen dan etnomusikologis, dalam konteks multidisiplin ilmu. Untuk mengkaji tiga pokok masalah tersebut, digunakan juga tiga teori utama, yaitu teori manajemen organisasi, manajemen produksi, dan manajemen pemasaran. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan fakta-fakta sebagai berikut. (A) Manajemen organisasi kedua grup musik tiup menggunakan manajemen secara tradisional yang ditandai dengan perekrutan anggota berdasar kepada asas kekerabatan (marga) dan pertemanan, berdasar musyawarah lisan, tidak menggunakan akte notaris, kedua grup ini dalam operasinya sangat terfokus kepada peranan pemimpinnya, para anggotanya sebagai pemain musik cenderung dalam posisi pemain cabutan (freelance). (B) Manajemen produksi kedua grup musik ini adalah berdasar kepada repertoar yang lazim digunakan di dalam musik tradisi Batak Toba untuk mengiringi berbagai upacara dan acara, namun ditambah juga dengan berbagai repertoar musik etnik Sumatera Utara lainnya, dan musik pop nasional dan dunia. Kemudian terdapat variasi-variasi pemain yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar, seperti yang sederhana adalah sulim dan keyboard, trio vokalis dan keyboard, sampai ensambel lengkap (alat-alat tiup, keyboard, drum set, kadangkala ditambah gondang sabangunan). (C) Manajemen pemasaran kedua kelompok musik tiup ini menggunakan media lisan, kartu nama, plangkat, menjaga kualitas pertunjukan, teknik diskon biaya pertunjukan, variasi pertunjukan sesuai kemampuan ekonomi penanggap, dan lain-lainnya. Kata kunci: manajemen, organisasi, produksi, pemasaran, musik tiup
vi
ABSTRACT This magister thesis entitled The Study of Organization, Production, and Marketing Management in Brass Band Ensamble Groups: Case Study in Mangampu Tua and Tambunan. The main question in this research are three aspects, how management application, in (a) organization, (b) production, and (c) marketing in two brass (wind) band group at Medan, mangampu Tua and Tambunan. The researcher use the method in this study of organization, production, and marketing two group wind bands by qualitative method. The technique of this research use: bibliography, social media, internet, interview, recording data as audio, visual, and audiovisual. The researcher works as participant observer. The fieldwork data then analyzed in laboratory, in the perspective management and ethnomusicological science, in the context of scientific multidisciplines. To analyze three main problems in this thesis, I use three main theory: organization management, production management, and marketing management. In this research I use some facts as that. (A) The organization management of two wind band group based on Batak Toba tradition management, with the specific process, they adopted the musicians based on patrilineal kinship (marga) and friendly system, meeting with verbal media, not write as notariat acte, the two group in their operations very focused the role of the leader, the musicians majority as freelance player (“pemain cabutan”). (B) The production management of two wind band groups based on repertoire which always use in Toba Batak musical tradition, to encompaniment some rituals, plus some repertoar of North Sumatran another ethnic musics, Indonesian’s national popular musics, and world popular musics. There are variations the group of musicians accordingly to market demand, as simple in sulim and keyboard, the trio vocalist pus keyboard, and the full ensamble (wood wind instrument section, keyboard, drum set, always plus the gondang sabangunan). (C) The marketing management two brass band groups use the oral media, the group card name, plank, to stability the quality of performance, applied discount the money of performance, variated the performances to equilibrium the economic power of demander, etc. Key words: management, organization, production, marketing, brass (wind) band
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, rahmat dan karunia-Nya yang membimbing dan menyertai penulis dalam penyelesaian studi di Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan. Tesis ini berjudul Kajian Manajemen Organisasi, Produksi, dan Pemasaran Grup Musik Tiup Kota Medan: Studi Kasus Mangampu Tua dan Tambunan. Tulisan dalam bentuk tesis ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn.) pada Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan. Tesis ini berisikan tentang hasil penelitian mengenai sistem manajemen seni: organisasi, produksi, dan pemasaran, di grup musik Mangampu Tua dan Tambunan. Aspek-aspek yang dikaji mencakup jenis-jenis produksi yang dihasilkan, pembagian tugas, sistem manajemen keuangan dan pembagian gaji para pemusik dan promosi yang dilakukan grup musik ini. Selanjutnya pada bahagian saran, dikaji masalah seperti apa yang ditemukan dan bagaimana solusinya di grup musik Mangampu Tua dan Tambunan? Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada para pembimbing yang telah banyak memberikan tuntunan, arahan serta bimbingan hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan tulisan ini, yakni Ketua Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Bapak Drs. Irwansyah,
viii
M.A., dan Sekretaris, Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum., atas bimbingan akademis dan arahan yang diberikan. Ucapan terima kasih kepada Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D., sebagai Dosen Pembimbing I dan Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si. sebagai Dosen Pembimbing II, yang telah begitu sabar membimbing penulis dan memberikan masukan-masukan saintifik dalam rangka menambah wawasan keilmuan penulis dalam mengerjakan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Dosen Penguji, Ibu Dra. Rithaony Hutajulu, M.A. yang memberikan koreksi dan kritikan demi perbaikan penulisan tesis ini. Secara akademik penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, dan segenap jajarannya. Demikian pula kepada Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, yang telah memberi fasilitas, sarana dan prasarana belajar bagi penulis, sehingga dapat menuntut ilmu di Kampus Universitas Sumatera Utara ini dengan baik. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada dosen Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, antara lain: Dra. Rithaony, M.A., Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Drs. Kumalo Tarigan, M.A., Dra. Frida Deliana, M.Si., Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D., Prof. Dr. Robert Sibarani, M.Si., atas ilmu yang telah diberikan selama ini. Begitu juga kepada Bapak Drs. Ponisan sebagai pegawai adminsitrasi, terima kasih atas segala bantuannya selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua tercinta, bapak tersayang Pdt. Dr. Pilipus Purba, dan mama tercinta Tiurma Pakpahan, nasehat bapak dan mama senantiasa mengiringi langkahku di manapun aku
ix
berada. Segala yang bapak dan ibu berikan (doa dan nasehat) membawaku mencapai jenjang pendidikan yang lebih tinggi, penulis tidak mampu membalasnya dengan apapun. Terimakasih juga kepada abang Drs. Joshua Purba, Pdt. David Purba, kakak Mawarni Purba, dan adikku Firman Budiono Nababan. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih untuk kekasih tersayang, Benyamin Maneey, S.E. yang selalu setia mendampingi serta memberikan dorongan semangat hingga akhirnya tesis ini dapat selesai. Penulis berharap kiranya tulisan ini bermanfaat bagi pembaca. Selain itu juga dapat menjadi sumbangan dalam ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang Penciptaan dan Pengkajian Seni, serta Etnomusikologi. Tentu tesis ini masih jauh dari kesempurnaannya, karena itu kepada semua pihak penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun pada tesis ini. Tujuannya adalah untuk menjadikan tesis ini sebagai salah satu karya ilmiah yang mengikuti kaidah-kaidah saintifik, baik itu ditinjau dari bentuk maupun isi yang terdapat di dalam tesis magister seni ini.
Medan,
Juli 2015
Penulis
Elisabeth Purba NIM. 137037004
x
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS DIRI 1. Nama
: Elisabeth Purba
2. Tempat/Tgl. Lahir
: Medan, 19 Januari 1987
3. Jenis Kelamin
: Perempuan
4. Agama
: Kristen Protestan
5. Kewarganegaraan
: Indonesia
6. Nomor Telepon
: 081376149323
7. Alamat
: Jl. Kemiri 2 GangPinang No.5A Medan
PENDIDIKAN 1. Sekolah Dasar Negeri 060818 Medan lulus tahun 1999. 2. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 15 Medan lulus tahun 2002. 3. Sekolah Menengah Atas Swasta Cahaya Medan lulus tahun 2005. 4. Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas HKBP Nommensen Medan lulus tahun 2009. 5. Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Riama Medan lulus tahun 2012. 6. Mahasiswa Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni di Fakultas Budaya Universitas Sumatera Utara.
xi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2015
Elisabeth Purba NIM. 137037004
xii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii ABSTRAK ..................................................................................................... v ABSTRACT................................................................................................... vi KATA PENGANTAR .................................................................................. vii DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................... x SURAT PERNYATAAN .............................................................................. xi DAFTAR ISI ................................................................................................ xii DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv DAFTAR BAGAN ...................................................................................... xvi DAFTAR PETA ......................................................................................... xvii DAFTAR NOTASI ................................................................................... xviii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Pokok Permasalahan ............................................................................... 26 1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ............................................... 26 1.3.1 Tujuan penelitian ............................................................................ 26 1.3.2 Manfaat penelitian .......................................................................... 27 1.4 Studi Kepustakaan .................................................................................. 27 1.5 Konsep dan Teori ................................................................................... 31 1.1 Konsep ............................................................................................. 31 1.1 Teori .................................................................................................. 35 1.6 Metode Penelitian ................................................................................... 41 1.7 Teknik Mengumpulkan Data .................................................................. 44 1.7.1 Observasi ....................................................................................... 45 1.7.2 Wawancara .................................................................................... 45 1.7.3 Tahap analisis ................................................................................ 46 1.7.4 Perekaman ..................................................................................... 46 1.7.4 Lokasi penelitian ............................................................................ 46 1.8 Sistematika Penulisan ............................................................................. 47 BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT BATAK TOBA DAN MUSIK TIUP (TERMASUK DI KOTA MEDAN) DALAM KEBUDAYAAN ......................................................................................... 49 2.1 Etnografi Suku Batak Toba ..................................................................... 49 2.1.1 Asal-usul masyarakat Batak Toba .................................................. 49 2.1.2 Konsep budaya masyarakat Batak Toba ......................................... 53 2.1.3 Sistem kemasyarakatan dan kekerabatan ......................................... 57 2.1.4 Kepercayaan tradisional Batak Toba ............................................... 62 2.1.5 Konsep kehidupan dalam masyarakat Batak Toba .......................... 64 2.1.6 Wilayah budaya ............................................................................. 66 2.1.7 Adat Batak Toba dalam siklus kehidupan ....................................... 70 2.1.7.1 Upacara adat kelahiran ........................................................ 73
xiii
2.1.7.2 Upacara perkawinan adat na gok ......................................... 74 2.1.7.3 Upacara adat kematian ........................................................ 76 2.1.7.3 Upacara adat pesta tugu ....................................................... 80 2.2 Integrasi Adat dan Agama Kristen .......................................................... 83 2.3 Musik Tiup dalam Kebudayaan Batak Toba ............................................ 87 2.3.1 Sejarah musik tiup ......................................................................... 90 2.3.2 Masuknya musik tiup di Tanah Batak ............................................ 94 2.3.3 Musik tiup dalam ibadah gereja .................................................... 105 2.3.4 Persebaran musik tiup .................................................................. 108 2.3.5 Peranan musik tiup dalam upacara adat ........................................ 112 2.4 Masyarakat Batak Toba di Kota Medan dan Perkembangan Musik Tiupnya ..................................................................................... 117 2.4.1 Gambaran umum Kota Medan ..................................................... 117 2.4.2 Perkembangan musik tiup di Kota Medan .................................... 126
BAB III MANAJEMEN ORGANISASI .................................................. 137 3.1 Grup Musik Tiup sebagai Organisasi Seni Tradisi ............................... 138 3.2 Latar Belakang berdirinya Organisasi ................................................... 151 3.3 Organisasi Berdasarkan Hubungan Pertemenan dan Kekerabatan ......... 155 3.4 Struktur Organisasi ................................................................................ 158 3.5 Jam Kerja .............................................................................................. 164 3.6 Biaya Pertunjukan dan Pembagian Honorarium .................................... 165 3.7 Sumber Daya Manusia .......................................................................... 173 3.7.1 Pembagian tugas .......................................................................... 174 3.7.2 Pemain saxophone dan alat musiknya ........................................... 175 3.7.3 Pemain trombone dan alat musiknya ............................................ 176 3.7.4 Pemain keyboard dan alat musiknya ............................................ 178 3.7.5 Pemain sulim dan alat musiknya .................................................. 181 3.7.6 Pemain drum set dan alat musiknya ............................................. 182 3.7.7 Pemain gitar strings dan alat musiknya ......................................... 184 3.7.8 Pemain gitar bas dan alat musiknya .............................................. 185 BAB IV MANAJEMEN PRODUKSI ...................................................... 187 4.1 Fungsi Produksi Pertunjukan Musik untuk Memenuhi Kebutuhan Budaya ................................................................................................. 187 4.2 Proses Upacara Adat Batak Toba dan Penggunaan Musik Tiup ............. 189 4.2.1 Tahap persiapan ........................................................................... 189 4.2.2 Tahap pelaksanaan upacara ........................................................... 190 4.3 Produksi Musik Tiup dalam Upacara Adat Batak Toba .......................... 193 4.3.1 Produksi musik tiup dalam upacara adat kematian saur matua ..... 195 4.3.2 Produksi musik tiup dalam upacara adat perkawinan .................... 196 4.3.3 Produksi musik tiup bukan dalam konteks adat ............................ 198 4.4 Teknik Bermain Musik Tiup sebagai Bagian Proses Produksi................ 199 4.5 Produksi Genre Sulim Keyboard dalam Upacara Adat batak Toba ........ 200 4.6 Produksi Lagu-lagu .............................................................................. 203 4.7 Produksi Tambahan .............................................................................. 208 BAB V MANAJEMEN PEMASARAN ................................................... 210 5.1 Diberitakan Secara Lisan ...................................................................... 210
xiv
5.2 Promosi Melalui Kartu Nama dan Plankat ............................................ 212 5.3 Strategi Pemasaran dengan Diskon Biaya Pertunjukan .......................... 217 5.4 Perluasan Genre Pertunjukan Musik ..................................................... 217 5.5 Promosi Melalui Cara Menjaga Kepercayaan Pelanggan ...................... 218 5.6 Menjaga Kualitas Pertunjukan .............................................................. 219 5.7 Menyediakan Berbagai Pilihan Biaya Pertunjukan ................................ 219 BAB VI PENUTUP .................................................................................. 221 6.1 Kesimpulan .......................................................................................... 221 6.2 Saran .................................................................................................... 224 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 231 DAFTAR INFORMAN ............................................................................ 235
xv
DAFTAR TABEL Tabel 1.1: Perbedaan manajemen sebagai Ilmu Pengetahuan dan Seni............. 6 Tabel 2.1: Gereja-gerja dalam Budaya Batak Toba yang Menggunakan Ensambel Musik Tiup ............................................................... 107 Tabel 2.2: Kelompok-kelompok Musik Tiup di Sumatera Utara .................. 111 Tabel 2.3: Perbandingan Etnik di Kota Medan pada Tahun 1930, 1980, dan 2000 ........................................................................... 125 Tabel 2.4: Pasang-surut Kelompok-kelompok Musik Tiup di Kota Medan......................................................................................... 132 Tabel 4.1: Produksi Berupa Substitusi Repertoar Lagu Musik Tiup Batak Toba di Kota Medan ........................................................ 204
xvi
DAFTAR BAGAN Bagan 1.1: Bagan Perusahaan Formal.............................................................. 9 Bagan 1.2: Bagan Manajemen Organisasi Grup Musik Mangampu Tua ........ 12 Bagan 1.3: Bagan Manajemen Organisasi Grup Musik Tambunan ................ 13 Bagan 2.1: Diagram Kelompok Dalihan Na Tolu .......................................... 61 Bagan 2.2: Budaya Masyarakat Batak Toba dan Eksistensi Musik Tiupnya ........................................................................... 136 Bagan 3.1: Struktur Organisasi Mangampu Tua........................................... 160 Bagan 3.2: Struktur Organisasi Tambunan Musik ........................................ 160 Bagan 3.3: Biaya Pertunjukan Mangampu Tua ............................................ 162 Bagan 3.4: Biaya Pertunjukan Tambunan Musik ......................................... 170 Bagan 4.1: Kedudukan Musik Tiup dalam Upacara Adat Batak Toba ......... 194
xvii
DAFTAR PETA Peta 2.1: Administrasi Kota Medan ............................................................. 119
xviii
DAFTAR NOTASI Notasi 4.1: Gondang Mula-Mula (Somba-Somba) ....................................... 206
xix
DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1: M. Silaban Pimpinan Grup Mangampu Tua ............................ 161 Gambar 3.2: S. Tambunan Pimpinan Grup Tambunan Musik ..................... 162 Gambar 3.3: Penulis Bersama S. Tambunan Pimpinan Grup Tambunan Musik Saat Penelitian .............................................................. 163 Gambar 3.4: Salah Seorang Vokalis dalam Bentuk Trio dan Keyboard yang Disediakan oleh Kelompok Musik Tiup di Medan .......... 168 Gambar 3.5: Pemain Saxophone dan Alat Musiknya ................................... 176 Gambar 3.6: Pemain Trombone dan Alat Musiknya ..................................... 177 Gambar 3.7: Pemain Keyboard dan Alat Musiknya pada Grup Musik Tiup Mangampu Tua .............................................................. 179 Gambar 3.8: Pemain Keyboard dan Alat Musiknya pada Grup Musik Tiup Tambunan Musik ............................................................ 180 Gambar 3.9: Pemain Sulim dan Alat Musiknya ............................................ 182 Gambar 3.10: Instrumen Drum Set yang Digunakan Musik Tiup Mangampu Tua .................................................................... 182 Gambar 3.11: Pemain dan Instrumen Gitar String ....................................... 184 Gambar 3.12: Pemain dan Instrumen Gitar Bas Elektrik pada Kelompok Musik Tiup Mangampu Tua ................................ 186 Gambar 4.1: Suasana Musik Tiup dalam Upacara Perkawinan Adat Batak Toba di Kota Medan ............................................ 197 Gambar 4.2: Salah Satu Pertunjukan Musik Tiup Mangampu Tua Di Kota Medan ....................................................................... 207 Gambar 4.3: Penulis bersama Kelompok Musik Tiup Mangampu Tua ........ 209 Gambar 5.1: Plankat Mangampu Tua Musik di Depan Halaman Rumah M. Silaban .............................................................................. 215 Gambar 5.2: Plankat Tambunan Musik di Depan Halaman Rumah S. Tambunan .......................................................................... 216
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Dalam mengisi kehidupannya manusia menciptakan dan berdasar kepada kebudayaan (budaya). Kebudayaan ini mencakup unsur-unsur: sistem religi, bahasa, teknologi, pendidikan, organisasi sosial, kesenian, dan ekonomi (mata pencaharian). Ketujuh unsur kebudayaan tersebut dapat terwujud dalam bentukbentuk: gagasan (ide), aktivitas, dan artefak (benda-benda). Tujuh unsur kebudayaan selalu disebut dengan dimensi isi budaya, sedangkan tiga wujud kebudayaan disebut dengan dimensi wujud budaya (Koentjaraningrat, 1990). Dalam menjalani hidupnya, manusia pastilah bekerja dalam bidang-bidang tertentu. Misalnya ia bekerja sebagai petani, nelayan, tukang (pembuat rumah), montir, buruh, pegawai, tentara, polisi, jaksa, hakim, ekonom, dan lain-lainnya. Setiap bidang pekerjaan ini bisa saja melibatkan satu atau lebih unsur-unsur kebudayaan seperti terurai di atas. Misalnya seorang petani selain menggunakan artefak-artefak dalam tekonologi pertanian seperti: cangkul, sabit, pupuk, bibit, tajak, kerbau, traktor, dan lain-lainnya, ia juga menggunakan sistem organisasi sosial seperti koperasi petani, perbankan, persatuan petani, hubungan petani dengan badan urusan logistik, dan lain-lainnya. Semua ini melibatkan manajemen atau pengelolaan. Demikian pula yang terjadi di dalam kelompok-kelompok kesenian. Para seniman ini pada umumnya membentuk organisasi kesenian, apakah seni pertunjukan, rupa, kerajinan, dan lainnya. Organisasi tersebut diciptakan
1
2
manusia untuk dapat mengatur atau mengelola kehidupannya dengan lebih terarah dan lebih baik lagi. Dengan demikian manajemen dapat dipastikan selalu digunakan oleh manusia baik secara pribadi atau kelompok untuk mengurusi kehidupan mereka. Oleh karena itu, lebih dahulu dijelaskan apa itu manajemen baik dari sisi etimologis, seni, saintifik, dan lainnya, sebelum membahas mengapa penulis tertarik dengan keberadaan manajemen oleh kelompokkelompok musik tiup di Kota Medan, dengan studi kasus pada kelompok Mangampu Tua dan Tambunan. Secara etimologis kata manajemen berasal dari bahasa Perancis Kuno ménagement, yang berarti seni melaksanakan dan mengatur. Sedangkan secara terminologis para pakar mendefinisikan manajemen secara beragam, di antaranya adalah sebagai berikut. (1) Follet yang dikutip oleh Wijayanti (2008:1) mengartikan manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Menurut Stoner yang dikutip oleh Wijayanti (2008:1) manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya manusia organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Gulick dalam Wijayanti (2008:1) mendefinisikan manajemen sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secara sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan dan membuat sistem ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan. Schein (2008:2) memberi definisi manajemen sebagai profesi. Menurutnya manajemen merupakan suatu profesi yang dituntut untuk bekerja secara
2
3
profesional, karakteristiknya adalah para profesional membuat keputusan berdsarkan prinsip-prinsip umum, para profesional mendapatkan status mereka karena mereka mencapai standar prestasi kerja tertentu, dan para profesional harus ditentukan suatu kode etik yang kuat. Terry (2005:1) memberi pengertian manajemen yaitu suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang ke arah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Hal tersebut meliputi pengetahuan tentang apa yang harus dilakukan, menetapkan cara bagaimana melakukannya, memahami bagaimana mereka harus melakukannya, dan mengukur efektivitas dari usaha-usaha yang telah dilakukan. Dari beberapa definisi yang tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan usaha yang dilakukan secara bersama-sama untuk menentukan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsifungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), staffing (penentuan sumber daya manusia), dan pengawasan (controlling). Manajemen
merupakan
sebuah
kegiatan;
pelaksanaannya
disebut
managing dan orang yang melakukannya disebut manajer. Manajemen dibutuhkan setidaknya untuk mencapai tujuan, menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang saling bertentangan, dan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas. Kata manajemen sudah sangat umum kita dengar. Hampir semua kegiatan baik di lingkungan pemerintahan maupun di lingkungan swasta, istilah manajemen selalu digunakan, misalnya, manajemen organisasi, manajemen
3
4
produksi, manajemen pemasaran, pelatihan manajemen, keputusan manajemen, manajemen konflik, dan lain-lain. Walaupun semua menggunakan istilah manajemen
akan
tetapi
artinya
berbeda-beda,
sesuai
dengan
konteks
digunakannya istilah manajemen ini. Pada kata manajemen produksi, manajemen artinya adalah penerapan salah satu fungsi manajemen yang ada di dalam perusahaan. Pelatihan manajemen artinya manajemen tersebut dapat dipelajari atau manajemen sebagai suatu ilmu. Sedangkan keputusan manajemen artinya manajemen sebagai suatu kolektivitas (manajemen artinya lebih dari satu manajer). Inti dari penggunaan kata manajemen selalu mempunyai tujuan agar suatu pekerjaan dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. Menurut Stoner dkk. (1995:9) efektif diartikan sebagai kemampuan untuk menentukan tujuan yang memadai. Sedangkan efisien artinya kemampuan untuk meminimalkan penggunaan sumber daya dalam mencapai tujuan organisasi. Keberhasilan dalam menjalankan aktivitas manajemen, tidak semata-mata karena mereka memiliki ilmu manajemen yang memadai, akan tetapi juga tergantung dari keterampilan untuk menjalankannya. Betapa banyak orang memiliki ilmu manajemen yang tinggi akan tetapi ternyata gagal di dalam menjalankan usahanya, sedangkan di lain pihak tidak sedikit pula orang yang berhasil dalam usahanya, padahal mereka tidak mempunyai latar belakang keilmuan yang mendukungnya. Oleh karena itu, manajemen bukan saja sebagai ilmu tetapi juga sebagai seni.
Ilmu adalah sekumpulan pengetahuan
yang telah disistematisasi,
dikumpulkan dan diterima menurut pengertian kebenaran umum. Manajemen
4
5
tergolong ilmu pengetahuan karena memenuhi persyaratan di atas, yaitu karena ia mempunyai prinsip-prinsip, peraturan-peraturan, dan ketentuan yang merupakan satu kesatuan dalam sistem yang berlaku umum, berhubungan dengan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, dapat dijadikan suatu teori dan obyektif. The art of management artinya manajemen sebagai suatu seni kemahiran untuk menerapkan ilmu yang dimiliki pada situasi-situasi dan obyek-obyek tertentu. Kemahiran tersebut ditentukan oleh watak dan kepribadian seseorang, yang banyak ditentukan oleh bakat, naluri, emosi, tingkat usia, pengalaman, dan lain sebagainya. Seni pada dasarnya merupakan kemampuan pribadi yang tidak dapat dipelajari karena tidak mempunyai prinsip-prinsip yang standar, tetapi dapat ditempa melalui latihan dan pengalaman. Dengan demikian manajer adalah seorang ilmuwan dan sekaligus seniman, karena kecuali mengandalkan diri pada ilmu, ia pun harus mempunyai firasat, keyakinan-keyakinan, kreativitas, dan menguasai cara-cara penerapannya. Karena itu seseorang yang mempunyai pengetahuan luas tentang manajemen, bisa saja gagal dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang manajer yang kompeten, jika ia kurang menguasai art of management (seni manajemen). Jabatan manajer cenderung seperti peran seorang artis, dan bukan seorang ilmuwan, namun dalam praktik kedua hal ini tidak dapat dipisah-pisahkan. Manajemen terdiri dari beberapa unsur, di antaranya: man, money, method, machine, market, material, dan information, yang dapat diuraikan sebagai berikut. (1) Man: sumber daya manusia (SDM); (2) Money: uang yang diperlukan untuk mencapai tujuan;
5
6
(3) Method: cara atau sistem untuk mencapai tujuan; (4) Machine: mesin atau alat untuk berproduksi; (5) Material: bahan-bahan yang diperlukan dalam kegiatan; (6) Market: Pasaran atau tempat untuk melemparkan hasil produksi; (7) Information: hal-hal yang dapat membantu untuk mencapai tujuan. Karenanya, manajemen dapat diartikan sebagai ilmu dan seni tentang upaya untuk memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan secara efektif dan efesien. Banyak jenis-jenis manajemen, seperti manajemen organisasi,
manajemen
perencanaan,
manajemen
produksi,
manajemen
pemasaran, dan lain-lainnya. Demikian pula setiap unsur kebudayaan memiliki manajemen yang berbeda-beda, misalnya manajemen sistem religi tentu berbeda dengan manajemen seni. Dalam tulisan ini yang dimaksud manajemen seni adalah sistem pengelolaan terhadap kesenian, khususnya yang dilakukan oleh para seniman dan pengelola seni kelompok musik tiup (brass band) di Kota Medan. Perbedaan antara ilmu dengan seni dapat dilihat pada Tabel 1.1 di bawah ini.
Tabel 1.1: Perbedaan Manajemen sebagai Ilmu Pengetahuan dan Seni Manajemen No.
Ilmu Pengetahuan
Seni
1
Berkembang secara teoritis
Berkembang secara praktis
2
Membuktikan
Merasa
3
Meramalkan
Menerka
4
Menguraikan/mengajarkan
Memberi definisi
5
Memberikan kepastian/ukuran
Memberikan pendapat
6
7
Bila dilihat dari tingkatan dalam organisasi, manajemen dibagi menjadi tiga golongan yang berbeda yaitu: 1. Manajemen puncak, yaitu jenjang yang paling tinggi pada tingkatan manajemen (puncak piramid), mereka sering juga disebut manajer senior atau eksekutif kunci. Jenjang ini meliputi dewan direktur, direktur utama (CEO), dan pimpinan puncak lainnya. Tugas utama mereka adalah menyusun rencana induk perusahaan/rencana umum yang dijadikan pedoman aksi dari perusahaan tersebut, mengambil keputusan–keputusan yang sangat penting (strategis). 2. Manajemen madya, yaitu tingkatan manajemen yang berada ditengah-tengah piramid, mereka sering juga disebut manajemen administratif yang terdiri dari pimpinan pabrik atau manajer divisi. Para manajer ini mempunyai tanggung jawab dalam penyusunan rencana operasi untuk melaksanakan rencana-rencana umum dari manajer puncak. 3. Manajemen operasional atau sering disebut manajemen bawah yaitu merupakan jenjang terendah dari tingkatan manajemen, mereka yang tergabung dalam tingkatan ini adalah supervisor garis pertama, seperti mandor, kepala seksi dan lain-lain, yang mempunyai tugas untuk berhubungan langsung dengan karyawan operasi. Fungsi manajemen terdiri atas perencanaan, pengarahan, sumber daya manusia, pengawasan, dan organisasi. Fungsi manajemen pertama kali diperkenalkan oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20. Beliau menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu merancang, mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat ini, kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi empat, yaitu:
7
8
(1) Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan. (2) Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugastugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, pada tingkatan mana keputusan harus diambil. (3) Pengarahan (directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha-usaha organisasi. Jadi actuating artinya adalah menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan sendirinya atau penuh kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang dikehendaki secara efektif. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah kepemimpinan.
8
9
(4) Pengevaluasian (evaluating) adalah proses pengawasan dan pengendalian performa perusahaan untuk memastikan bahwa jalannya perusahaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Seorang manajer dituntut untuk menemukan masalah yang ada dalam operasional perusahaan, kemudian memecahkannya sebelum masalah itu menjadi semakin besar. Adapun bagan perusahaan formal yang terdiri atas manajemen puncak (top management) dan manajemen menengah (middle management) adalah sebagai berikut.
Bagan 1.1: Bagan Perusahaan Formal
Manajemen seni dalam prosesnya mengacu pada suatu tujuan untuk mencapai sistem nilai. Hal ini merupakan orientasi yang hendak dicapai dengan konsep manajemen seni. Orientasi ini juga yang membedakan dengan manajemen bisnis, karena manajemen bisnis berorientasi pada pencapaian secara finansial atau laba, sedangkan manajemen seni lebih mengutamakan nilai artistik dan estetik (Harjana, 1995:1).
9
10
Secara umum, manajemen kesenian perkembangannya tidak sama seperti manajemen bisnis. Sejauh pengamlaman penulis para pakar manajemen belum banyak yang mengkaji masalah manajemen kesenian, yang keberadaannya berbeda dengan manajemen bisnis secara umum. Para pengelola seni, terutama seni tradisional biasanya mengikuti proses manajemen tradisi yang diwarisi secara turun-temurun. Walau demikian, manajemen kesenian juga memiliki fungsi manajerial yang terdiri atas: planning, organizing, actuating, staffing, dan controlling. Manajemen kesenian lebih mengutamakan sistem nilai (kebudayaan) dan menekankan sumber daya manusia. Keuntungan berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi, yaitu dengan biaya sekecil-kecilnya mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, bukanlah tujuan utama. Demikianlah halnya yang dilakukan grup musik Mangampu Tua dan Tambunan Musik di Kota Medan, mereka menggunakan seni dan ilmu manajemen secara “tradisional” dalam mengembangkan usaha grup musiknya. Mereka tidak mempunyai “banyak ilmu pengetahuan” tentang manajemen karena usaha yang mereka dirikan dikelola sendiri oleh pemilik. Grup musik Mangampu Tua dan Tambunan Musik adalah kelompok seni pertunjukan musik, yang biasanya dikategorikan sebagai seni musik tiup [Batak Toba]. Seni ini umumnya digunakan untuk memeriahkan berbagai pesta di dalam kebudayaan Batak Toba, seperti: perkawinan, kematian (baik saur matua atau tidak), dan berbagai upacara lainnya. Kelompok musik ini terdiri dari para pemain: saksofon, trombon, sausafon, trumpet, drum set, bas gitar listrik, keyboard, hasapi, dan lain-lainnya.
10
11
Dalam pertunjukan berbagai repertoar disajikan mereka sebagai bahagian dari produksi seni. Mereka menyatu dalam grup ini hanya berdasarkan kebersamaan akan keberadaan budaya dan juga kepentingan ekonomisnya. Mereka tidak memiliki akte notaris yang mengikat secara hukum. Adapun sistem manajemen musik Mangampu Tua dan Tambunan Musik memiliki sistem tersendiri, yang berbeda dengan sistem manajemen pada umumnya. Pola manajemen kedua grup ini adalah sebagai berikut. (1) Bagan sistem manajemen musik Mangampu Tua, adalah bergantung kepada pemilik dan pemimpin grup musik tersebut adalah M. Silaban. Saya waktu datang ketempat musik Mangampu Tua pertama kalinya untuk meneliti mereka sama sekali tidak memahami sistem manajemen (sebagaimana pengertian di Eropa) bahkan mereka berkata manajemen di sini tidak ada masih “asal-asalan” karena mereka tidak memiliki manajemen sebagai ilmu (sains) hanya sebagai seni manajemen. Sedangkan grup musik Tambunan dengan baik menyampaikan sederhananya sistem manajemen mereka dimana pemilik yang mengelola semua kegiatan dan menggaji para pemain musiknya. Namun demikian, bagi penulis, di dalam kedua kelompok musik tiup ini terdapat sistem manajemen yang berakar dari tradisi pengelolaan kelompok musik dalam ranah kebudayaan Batak Toba. Inilah yang menarik untuk dikaji.
11
12
Bagan 1.2: Bagan Manajemen Organisasi Grup Musik Mangampu Tua
Grup musik Tambunan juga memiliki manajemen organisasi yang sama dengan mangampua Tua. Kelompok ini dipimpin oleh sebuah pemilik dan pemilik itu sendiri, yaitu Bapak H. Tambunan yang memimpin dan mengatur semua urusan grup musik tersebut. Adapun bagan sistem manajemen Tambunan Musik adalah sebagai berikut.
12
13
Bagan 1.3: Bagan Manajemen Organisasi Grup Musik Tambunan
Anggota pemusik grup Tambunan terdiri dari pemain trumpet, pemain trombone, pemain saksofon (saxophone), pemain gitar bas, pemain drum, pemain keyboard, dan pemain sulim (seruling). Di lain sisi, pemusik grup Mangampu Tua terdiri dari pemain trumpet, pemain trombone, pemain saxophone, pemain gitar bas, pemain drum, pemain keyboard, pemain sulim, dan pemain hasapi. (2) Sistem pemberian tugas di musik Tambunan dan Mangampu Tua sama yaitu jika ada yang pesan untuk tampil maka para pemain musik akan dipanggil untuk bekerja sesuai dengan alat musik yang dimainkan. Para pemusik ini diatur dan diawasi oleh pemilik yang juga sebagai pengawas. (3) Pemain musik Tambunan dahulu diambil dari keluarga Tambunan dan mereka dilatih terlebih dahulu untuk cara bermain dengan baik. Pemain musik
13
14
Tambunan dahulu banyak diambil dari kampung Balige dan Samosir. Sekarang sudah banyak dari Medan sendiri. (4) Para pemain musik dahulu datang melamar bekerja di grup musik Tambunan dan menetap di Medan. Tetapi setelah berkembangnya zaman dan banyaknya muncul grup musik di kota Medan, membuat grup musik Tambunan mencari pemain musik seperti dari USU, Unimed, dan dari desa-desa di Tanah Batak. Pemain musik yang ada di grup musik Tambunan tidaklah menetap di grup musik Tambunan tetapi para pemusik juga bisa bermain musik di grup yang lainnya. Para pemusik dipanggil jika ada jadwal sesuai dengan ada pesanan. (5) Di kedua grup musik ini tidak mempunyai jadwal latihan yang rutin tetapi mereka langsung latihan dicoba dengan mulut dan langsung latihan didalam mobil. Hal ini juga berlaku pada grup musik Mangampu Tua para pemusiknya diambil dari luar dan jika ada pesanan baru para pemusik dipanggil untuk bermain musik. (6) a. Adapun sistem penggajian yang dilakukan selama ini oleh grup musik Mangampu Tua yaitu pembagian hasil dimana 30% dari Rp 2.500.000, untuk pemilik dan 70% dari Rp 2.500.000, untuk para pemain musik sedangkan di grup musik Tambuanan yaitu pembagian hasil dimana 20% untuk pemilik dan 80% untuk para pemain musik setelah dikurangi ongkos pengangkutan barangbarang musik dan pemain. Adapun harga yang sudah ditentukan oleh grup musik Tambunan untuk setiap konsumen yang
memesan grup musik
Tambunan di suatu pesta sekitar Medan itu sebesar Rp 2.500.000. Kemudian pembagian uang pendapatan tersebut dirinci lagi sebagai berikut.
14
15
(i)
Ongkos transport pengangkutan barang sebesar Rp 200.000,-
(ii) Maka yang dibagi hasil Rp 2.300.000 dimana 20% x Rp.2.300.000 = Rp 460.000 untuk pemilik dan pemain musik ada 7 orang sehingga 7 orang itu mendapat 80% x Rp 2.300.000 = Rp 1.840.000. Jadi tiap orang pemusik mendapat Rp 1.840.000 dibagi 7 orang = Rp 262.857. Para pemain musik digaji jika ada pekerjaan untuk tampil di pesta-pesta seperti acara pernikahan dan acara adat meninggal Batak Toba. Adapun lamanya jam yang sudah ditentukan untuk grup musik Tambunan ini disewa yaitu dari jam 9 pagi sampai jam 6 sore berarti selama 9 jam tapi tidak terus memainkan musik ada saat istirahatnya juga Di sini berarti minimya gaji/kesejahteraan para pemusik karena tidak ada uang masuk yang lainnya hanya gaji saja sesuai ada pekerjaan untuk tampil. Dahulu grup musik Tambunan banyak dipesan karena 35 kali tampil dalam sebulan karena ada dua kali tampil dalam sehari, namun sekarang hanya ada 10 kali tampil dalam sebulan karena banyaknya persaingan. Grup musik Tambunan juga menghadapi beberapa gangguan jika mereka tampil di acara pernikahan dan acara kematian di desa karena pemuda setempat meminta uang keamanan ataupun uang kutipan sehingga kadang menyebabkan pertengkaran. Adapun grup musik Tambunan dan Mangampu Tua bertahan sampai sekarang ini karena hanya ini saja usaha yang mereka miliki dan pemilik langsung aktif ke lapangan, pemilik ikut terlibat dalam mengawasi para pemusik saat tampil untuk memastikan semua alat-alat musik tetap dalam kondisi yang baik agar alatalat musik tidak rusak ataupun tidak hilang.
15
16
Sekarang ini, musik tiup bagi masyarakat Batak sepertinya sudah melekat bagi mayoritas komunitas ini. Karena pada setiap acara upacara adat perkawinan dan kematian selalu menyertakan aliran musik tiup sebagai bagian dari upacara ini. Apabila manajer/pemilik mampu menjalankan fungsinya dan perannya dengan baik, maka organisasi yang dipimpinnya akan berkembang dengan baik. George Terry dalam bukunya Principles of Management mengemukakan bahwa ada beberapa kesalahan yang menyebabkan gagalnya perusahaan di Amerika Serikat antara lain: 1. Memulai secara besar-besaran, tanpa mencoba dahulu apakah idenya itu berhasil di bidang yang kecil dan terbatas. 2. Saingan (terutama asing) tidak dinilai sebagaimana mestinya. 3. Salah dalam menetapkan nilai (harga) barang dan jasa. 4. Memulai usaha dengan modal yang terlalu kecil, dengan sebagian besarnya diharapkan dari hutang, sehingga terjadi praktek tutup lobang gali lobang. 5. Memasuki usaha tanpa mempunyai pengalaman terlebih dahulu. 6. Terjadi pemborosan pada penggunaan modal yang besar. 7. Terlalu gampang menggunakan skim kredit tanpa ada perencanaan sistem pengembaliannya. 8. Terlalu mudah memberikan kredit, hanya untuk menarik langganan baru. 9. Terlalu banyak keluarga yang ikut campur di dalam perusahaan tanpa memperhatikan keahliaannya.
16
17
Untuk itu Tom Peters dan Robert Waterman dalam bukunya Insearch of Excellencen
memberikan jalan keluar dalam rangka mensukseskan kegiatan
usaha, yaitu: 1. Sergap bertindak: bersedia melakukan apa saja untuk kesuksesan usahanya. 2. Dekat dengan para pelanggan: mempelajari kebutuhan-kebutuhan pelanggan danmencari cara untuk memenuhinya. 3. Otonom dan berwirausaha: memecah perusahaan menjadi bagian-bagian kecil dan mendorong masing-masing bagian tersebut untuk berfikir mandiri dan kompetitif. 4. Produktivitas melalui motivasi anggota organisasi: menumbuhkan kesadaran semua karyawan bahwa upaya mereka dalam memajukan perusahaan adalah sangat penting dan mereka akan turut menikmati apabila berhasil. 5. Mengutamakan hal-hal yang penting bagi kemajuan usaha. 6. Bertahan dengan hal-hal yang menguntungkan usaha. 7. Organisasi sederhana dan tidak banyak biaya. 8. Tegas tapi toleran terhadap karyawan. Menurut Peters dan Waterman, apa yang membuat manajer efektif dan perusahaan unggul, bukanlah strategi intelektual yang cemerlang, akan tetapi ketaatan pada dasar, yaitu kerja keras, mengerjakan sesuatu dengan sederhana, bertindak cepat, berinteraksi dengan pelanggan, menghargai karyawan dan mempertahankan arti suatu misi. Lagu-lagu yang dimainkan pemusik grup musik Tambunan dan Mangampu Tua sebagai hasil dari manajemen produksinya, disesuaikan dengan sesuai pesanan yang menggunakan mereka, dan lagu-lagu yang lagi trend di
17
18
masyarakat. Grup musik Tambunan juga menyewakan sound system dan alat-alat musik dan mempunyai prasarana alat musik tersendiri dan bus pengangkut barang serta pakaian seragam grup musik Tambunan. Dilihat dari sisi manajemen pemasarannya, maka kedua kelompok ini menggunakan
sistem
pemasaran
secara
kelisanan.
Keberadaan
mereka
disampaikan dari orang ke orang secara lisan. Selain itu, mereka juga menggunakan media-media seperti kartu nama grup yang siap untuk dibagibagikan kepada semua orang, dengan harapan suatu saat kelak mereka dipanggil untuk pertunjukan dalam berbagai peristiwa musikal. Seterusnya strategi pemasaran kedua kelompok ini adalah bekerjasama dengan berbagai kelompok usaha yang berkaitan dengan pesta adat perkawinan Batak Toba, seperti usaha pelaminan, catering makanan dan minuman, foto perkawinan, dan shooting video, dan lain-lainnya. Menurut peneliti, sistem manajemen Mangampu Tua dan Tambunan musik masih lebih menganut sistem manajemen tradisional, artinya pemiliklah yang mengelola semua dari mengatur jadwal, memberikan gaji, menyediakan alat-alat musik dan para pemain musik tidak terikat dan bisa berpindah-pindah ke grup musik lain serta tidak mempunyai waktu yang khusus untuk latihan sehingga grup musik ini hanya bisa bertahan saja dan tidak berkembang. Padahal untuk mengembangkan suatu usaha diperlukan sistem manajemen yang baik. Oleh karen hal inilah peneliti tertarik untuk meneliti grup musik Mangampu Tua dan Tambunan Musik. Berdasarkan paparan di atas, ada beberapa hal yang menjadi pertanyaan dalam benak penulis, yaitu bagaimana sistem manajemen Mangampu Tua dan
18
19
Tambunan Musik yang meliputi perencanaan, pengarahan, sumber daya manusia, pengawasan dan organisasi, apa strategi musik Mangampu Tua dan musik Tambunan untuk tetap bertahan dan diminati masyarakat, dan bagaimana sejarah berdirinya dan bertahannya grup musik Mangampu Tua dan grup musik Tambunan. Fenomena manusia pengelola dan seniman musik serta musik yang dihasilkannya seperti terurai di atas sangat menarik untuk didekati dari dua ilmu utama yaitu manajemen dan etnomusikologi. Untuk itu dalam latar belakang ini selain ilmu manajemen, dikaji juga etnomusikologi sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahuan. Menurut I Made Bandem (2001:1-2), etnomusikologi merupakan sebuah bidang
keilmuan
yang
topiknya
menantang
dan
menyenangkan
untuk
diwacanakan. Sebagai disiplin ilmu musik yang unik, etnomusikologi mempelajari musik dari sudut pandang sosial dan budaya. Sebagai disiplin yang sangat populer saat ini (baik di tingkat internasional atau Indonesia), etnomusikologi merupakan ilmu pengetahuan yang relatif muda umurnya. Walaupun umurnya baru sekitar satu abad, namun uraian-uraian tentang musik eksotik (yang merupakan dasardasar munculnya etnomusikologi) sudah dijumpai jauh sebelumnya. Uraian-raian tersebut ditulis oleh para penjelajah dunia, utusan-utusan agama, orang-orang yang suka berziarah dan para ahli filologi. Pengenalan musik Asia di Dunia Barat, pada awal-awalnya dilakukan oleh Marco Polo, pengenalan musik China oleh Jean-Babtise Halde tahun 1735, dan Josep Amiot tahun 1779. Kemudian musik Arab oleh Guillaume-Andre Villoeau hun 1809. Periode ini dipandang sebagai awal perkembangan etnomusikologi. Masa ini pula diterbitkan Ensiklopedi Musik
19
20
oleh Jean-Jaques Rousseau, tepatnya tahun 1768, yang memberi semangat tumbuhnya etnomusikologi. Penelitian tentang musik rakyat dari berbagai bangsa di Eropa dilakukan oleh Grin dan Herder dan kawan-kawannya, yang akhirnya menjadi tumbuhnya benih kesadaran akan perbedaan budaya dalam persamaan universal makhluk manusia. Sebagai sebuah disiplin ilmu, etnomusikologi dengan terang-terangan dinobatkan sebagai dua kelompok disiplin, yaitu ilmu humaniora dan ilmu sosial sekali gus. Selain itu pula, sangat dirasakan perlunya memanfaatkan ilmu eksakta di bidang disiplin ini, terutama yang berkaitan dengan organologi, akustik, dan artefak. Etnomusikologi, pada waktu ini, memberikan kontribusi keunikannya dalam hubungannya bersama aspek-aspek ilmu pengetahuan sosial dan aspekaspek ilmu humaniora, dalam caranya untuk melengkapi satu dengan lainnya, mengisi penuh kedua pengetahuan itu. Keduanya akan dianggap sebagai hasil akhir darinya sendiri; keduanya dipertemukan menjadi pengetahuan yang lebih luas (Merriam, 1964). Etnomusikologi biasanya secara tentatif paling tidak menjangkau lapangan-lapangan studi lain sebagai suatu sumber stimulasi baik terhadap etnomusikologi itu sendiri maupun disiplin saudaranya, dan ada beberapa cara yang dapat dijadikan nilai pemecahan terhadap masalah-masalah ini. Studi teknis dapat memberitahukan kita banyak tentang sejarah kebudayaan. Fungsi dan penggunaan musik adalah sebagai suatu yang penting dari berbagai aspek lainnya pada kebudayaan, untuk mengetahui kerja suatu masyarakat. Musik mempunyai interelasi dengan berbagai tumpuan budaya; ia dapat membentuk, menguatkan, saluran sosial, politik, ekonomi, linguistik, religi, dan beberapa jenis tata tingkah
20
21
laku lainnya. Teks nyanyian melahirkan beberapa pemikiran tentang suatu masyarakat, dan musik secara luas dipergunakan sebagaimana analisis makna terhadap prinsip struktur sosial. Etnomusikolog seharusnya tidak dapat menghindarkan diri terhadap dirinya sendiri dengan masalah-masalah simbolisme di dalam musik, pertanyaan tentang hubungan antara berbagai seni, dan semua kesulitan pengetahuan apa itu estetika dan bagaimana strukturnya. Ringkasnya, masalah-masalah etnomusikologi bukan hanya terbatas kepada teknik semata-tetapi juga tentang tata tingkah laku manusia. Etnomusikologi juga tidak sebagai sebuah disiplin yang terisolasi, yang memusatkan perhatiannya kepada masalahmasalah esoterisnya saja, yang tidak dapat diketahui oleh orang selain yang melakukan studi etnomusikologi itu sendiri. Tentu saja, etnomusikologi berusaha mengkombinasikan dua jenis studi, untuk mendukung hasil penelitian, untuk memecahkan masalah-masalah spektrum yang lebih luas, yang mencakup baik ilmu humaniora ataupun sosial. Ilmu pengetahuan humaniora lebih memfokuskan perhatian kepada nilainilai kemanusiaan dibandingkan dengan ilmu pengetahuan sosial, dan lebih menaruh perhatian kepada nilai kebebasan dalam mendeskripsikan perilaku manusia. Pernyataan ini, secara umum memang benar, yang kembali mendiskusikan dan menanyakan metode-metode dari menanyakan muatan lapangan studinya. Begitu juga, penting untuk menyatakan bahwa ilmu pengetahuan humaniora sangat melibatkan nilai-nilai, dan ini menjadi titik kuncinya. Dengan demikian, fokus ilmu-ilmu humaniora dibangun di atas kritik pengujian dan evaluasi dari produk manusia di dalam urusan kebudayaan (seni,
21
22
musik, sastra, filsafat, dan religi), sedangkan fokus ilmu pengetahuan sosial adalah cara manusia hidup bersama, termasuk aktivitas-aktivitas kreatif mereka. Dalam
sejarah
perkembangan
etnomusikologi, terjadi gabungan dua
disiplin yaitu muskologi dan etnologi. Musikologi selalu digunakan
dalam
mendeskrip-sikan struktur musik yang mempunyai hukum-hukum internalnya sendiri--sedangkan etnologi memandang musik sebagai bahagian dari fungsi kebudayaan manusia dan sebagai suatu bahagian yang menyatu dari suatu dunia yang lebih luas. Secara tegas dinyatakan oleh Merriam sebagai berikut. Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but tidakes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music sound (Merriam, 1964:3-4).
22
23
Dari kutipan di atas,
menurut Merriam,
para pakar etnomusikologi
membawa dirinya sendiri kepada pembahagian bidang kajian ilmu. Oleh karena itu, selalu dilakukan percampuran dua bagian keilmuan, yaitu musikologi dan etnologi. Kemudian menimbulkan kemungkinan-kemungkinan masalah besar dalam rangka mencampurkan kedua disiplin itu dengan cara yang unik, dengan penekanan pada salah satu bidangnya, tetapi tetap mengandung kedua disiplin tersebut. Sifat dualisme lapangan studi ini, dapat ditandai dari literatur-literatur yang dihasilkannya. Seorang sarjana menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu sistem tersendiri, sedangkan sarjana lain memilih untuk memperlakukan musik sebagai suatu bahagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan ini. Pada saat yang sama, beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh pakar antropologi Amerika, yang cenderung
untuk mengandaikan
kembali
suatu aura reaksi
terhadap aliran-aliran yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai dengan
melakukan studi musik
dalam
konteks etnologisnya. Di sini,
penekanan etnologi yang dilakukan oleh para sarjana ini tidak seluas struktur komponen suara
musik sebagai suatu bahagian dari permainan musik dalam
kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan
kebudayaan
manusia yang lebih luas. Dalam bukunya yang bertajuk The Anthropology of Music (1964) yang diterbitkan oleh Northwestern University Press di Chicago ini, salah satu kajian Merriam adalah mengenai pemusik itu sendiri, yang dipaparkannya pada Bab VII yang berjudul “Social Behaviour: Musician.” Tema mengenai pemusik ini sangat relevan dalam mengkaji manajemen organisasi, produksi, dan pemasaran dua grup
23
24
musik tiup Batak Toba di Medan, yaitu Tambunan dan Mangampu Tua. Menurut Merriam mengenai pemusik ini dijelaskannya sebagai berikut. A third type of behavior in the music process is that of the musician who, no less than any other individual, is also a member of society. As a musician, he plays a specific role and may hold a specific status within his society, and his role and status are determined by the consensus of society as to what should be proper behavior for the musician. Musicians may form a special class or caste, they may or may not be regarded as professionals, their role may be ascribed or achieved, their status may be high or low or a combination of both. In nearly every case, however, musicians behave socially in certain well-defined ways, because they are musicians, and their behavior is shaped both by their own self-image and by the expectations and stereotypes of the musicianly role as seen by society at large (Merriam 1964: 121).
Tipe ketiga dari perilaku dalam proses budaya musik adalah mengenai pemusik itu sendiri. Pemusik ini dalam kajian kebudayaan bukan hanya dipandang sebai individu saja, tetapi ia menjadi bahagian dari masyarakatnya. Sebagai seorang pemusik, ia memiliki peran-peran khusus, yang bahkan bisa pula memiliki status yang khusus dalam kehidupan masyarakatnya. Kedudukan pemusik
di
dalam
masyarakat
ini
ditentukan
oleh
konsensus
warga
masyarakatnya, yang mengarahkan bagaimana pemusik tersebut bertindak dan berperilaku. Para pemusik ini dapat dipandang sebagai kelas atau kasta yang khusus. Para pemusik ini bisa dipandang bukan atau sebagai pemain musik yang profesional, peran pemusik ini dapat saja ascribed atau achieved, status mereka bisa saja dipandang kelas atas atau kelas bawah, atau kombinasi keduanya. Pada berbagai kasus para pemusik secara sosial dapat dikategorikan dengan berbagai pandangan, sebab ia adalah pemusik yang perilakunya dibentuk dan diarahkan oleh imajinasi (cara pandang dari dalam) dan juga oleh ekspektasi dan stereotipe yang diberikan oleh masyarakat secara luas. 24
25
Lebih jauh lagi mengenai pemusik yang tidak dapat dikategorikan sebagai spesialis atau profesional dikemukakan oleh Nettl sebagai berikut.
The typical primitive group has no specialization or professionalization; its division of labor depends almost exclusively on sex and occasionally on age; and only rarely are certain individuals proficient in any technique to a distinctive degree. All women do the same things each day, possess approximately the same skills, have the same interests; and the men’s activities are equally common to all. Accordingly, the same songs are known by all the members of the group, and there is little specialization in composition, performance, or instrument-making. (1956:10)
Menurutnya, tipe pemusik di dalam kelompok masyarakat primitif tidak memiliki pemusik yang spesialis ataupun profesional. Para pemusik ini biasanya dikategorikan sebagai bagian dari pekerjaannya yang tergantung secara eksklusif kepada jenis kelamin dan juga umur, dan ada pula yang ditentukan oleh kemahiran teknis bermusik untuk memberikan peringkat bermusik di atara pemusik-pemusik ini. Semua pemusik wanita melakukan hal yang sama setiap hari, demikian pula di kalangan pemusik laki-laki. Sejalan dengan hal itu beberapa nyanyian dikuasai oleh semua anggota grup musik tersebut, namun ada pula kekhususan dalam konteks komposisi, pertunjukan, dan pembuatan alat-alat musik. Penulis melihat fenomena sosial dan budaya grup musik tiup di Medan seperti diurai di atas, menjadi suatu kerja keilmuan yang menarik, untuk dijadikan sebagai salah satu bahan penelitian ilmiah. Hal inilah yang melatar belakangi penulis memilih judul “Kajian Manajemen Organisasi, Produksi, dan Pemasaran Grup Musik Tiup di Kota Medan: Studi Kasus Mangampu Tua dan Tambunan Musik.”
25
26
1.2 Pokok Permasalahan Dalam penulisan ini perlu dilakukan pembatasan masalah. Masalah dalam penelitian ini dibuat dengan jelas untuk mempermudah penulisan dalam menyelesaikan masalah. Adapun yang menjadi pokok masalah yang diteliti ada tiga yaitu sebagai berikut. 1. Bagaimana manajemen organisasi grup musik Mangampu Tua dan grup musik Tambunan di Kota Medan? 2. Bagaimana manajemen produksi pertunjukan
musik grup
musik
Mangampu Tua dan grup musik Tambunan? 3. Bagaimana manajemen pemasaran pertunjukan musik grup musik Mangampu Tua dan grup musik Tambunan?
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Adapun tujuan dari penulisan ini adalah: 1. Untuk menganalisis manajemen organisasi di grup musik Mangampu Tua dan Tambunan Musik. 2. Untuk menganalisis manajemen organisasi di grup musik Mangampu Tua dan Tambunan Musik. 3. Untuk menganalisis manajemen pemasaran di grup musik Mangampu Tua dan Tambunan Musik.
26
27
1.3.2 Manfaat penelitian Dalam penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat menjadi kontribusi bagi para pembaca dan khususnya bagi grup musik Mangampu Tua dan Tambunan musik. Adapun manfaat penulisan ilmiah ini adalah: 1. Memberikan pemahaman dan masukan kepada grup musik Mangampu Tua dan Tambunan Musik untuk memperbaiki sistem manajemen yang lebih baik lagi. 2. Memberikan masukan strategi meningkatkan kualitas untuk diminati masyarakat banyak kepada grup musik Mangampu Tua dan Tambunan Musik. 3. Memberikan masukan bagi peneliti berikutnya yang ingin menganalisis kajian manajemen seni grup musik Mangampu Tua dan Tambunan Musik.
1.4 Studi Kepustakaan Sebelum melakukan penelitian ini, penulis terlebih dahulu melakukan tinjauan kepustakaan, yaitu mencari literatur-literatur yang berhubungan dengan objek penelitian ini. Tujuan dari kepustakaan ini dibagi dalam dua bagian, yaitu: (1) untuk mendapatkan dasar-dasar teori dan menelaah literatur-literatur tersebut dengan penelitian dalam lingkup pengkajian dan penelitian seni secara umum dan pembahasan manajemen organisasi, produksi, dan pemasaran grup musik Mangampu Tua dan Tambunan Musik” secara khusus dan (2) untuk menghindari penelitian yang tumpang tindih.
27
28
Sepanjang pengetahuan penulis, dari hasil penelitian pustaka yang dilakukan menunjukkan bahwa hingga saat ini belum ada kajian mengenai kajian manajemen seni Grup Musik Mangampu Tua dan Tambunan Musik. Untuk mendukung pengetahuan dan pemahaman penulis dalam membahas permasalahan yang ada, maka penulis mempergunakan beberapa buku acuan, antara lain sebagai berikut. 1. Buku Ajar Pengantar Manajemen disusun oleh Azhar dan Cut Nizma, Program Studi Perbankan dan Keuangan Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Medan, 2015. Buku ini membahas tentang The Art of Management artinya manajemen sebagai suatu seni kemahiran untuk menerapkan ilmu yang dimiliki pada situasi-situasi dan obyek-obyek tertentu. Kemahiran tersebut ditentukan oleh watak dan kepribadiaan seseorang, yang ditentukan oleh bakat, naluri, emosi, tingkat usia, pengalaman, dan lain sebagainya. Seni pada dasarnya merupakan kemampuan pribadi yang tidak dapat dipelajari karena tidak mempunyai prinsip-prinsip yang standar, tetapi dapat ditempa melalui latihan dan pengalaman. 2. Buku Penelitian Ilmu Manajemen, Tinjauan Filosofis dan Praktis (2013) berisikan tentang konsep manajemen adalah ilmu dan seni, artinya sebuah proses atau upaya sadar antar manusia dengan sesama secara beradab, dimana pihak kesatu secara terarah membimbing perkembangan kemampuan dan kepribadian pihak kedua secara manusiawi yaitu orang per orang. Atau bisa diperluas menjadi makro sebagai upaya sadar manusia dimana warga masyarakat yang lebih dewasa dan berbudaya membantu pihak-pihak yang
28
29
kurang mampu dan kurang dewasa agar bersama-sama mencapai taraf kemampuan dan kedewasaan yang lebih baik. 3. Buku Manajemen Kinerja, yang ditulis oleh Wibowo (2014). Buku ini membahas tentang manajemen kinerja adalah manajemen tentang menciptakan hubungan dan memastikan komunikasi yang efektif. Manajemen kinerja memfokuskan pada apa yang diperlukan oleh organisasi, manajer, dan pekerja untuk berhasil. Manajemen kinerja adalah tentang bagaimana kinerja dikelola untuk memperoleh sukses. 4. Penelitian yang dilakukan Tetty Aritonang, 1992, dalam Analisa Melodi Musik Brass Pada Upacara Adat Saur Matua di Kotamadya Medan, adalah mendeskripsikan tentang upacara adat kematian masyarakat Batak Toba melalui pendekatan analisa melodi musik yang dimainkan oleh kelompok musik tiup dengan mengetengahkan konsep masyarakatnya terhadap musik yang digunakan dalam sebuah upacara adat kematian, termasuk aspek margondang. 5. Monang Asi Sianturi, 2012, menulis sebuah tesis yang diajukan untuk menylesaikan studi magister seni di Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang bertajuk Ensambel
Musik Tiup Pada Upacara Adat
Batak Toba,
mendeskripsikan dan mengkaji struktur repertoar musik yang difungsikan pada upacara adat dalam masyarakat Batak Toba. 6. Dalam konteks yang sama, tulisan Horasman Sinurat, 2001, yang mengkaji Perkembangan Musik Brass di Kota Medan dengan Masuknya Unsur Musik Tradisi Batak Toba pada satu kelompok musik di kota Medan. Skripsi ini
29
30
menyoroti dan fokus kepada bagaimana alat-alat musik tradisi Batak Toba masuk ke dalam ensambel musik tiup, terjadilah akulturasi peralatan dan juga lagu-lagu yang dipergunakan. 7. Mariance Damanik, menulis sebuah skripsi sarjana di Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara pada tahun 2006 yang lalu. Tulisannya ini berjudul Dinamika Organisasi Musik Tiup pada Masyarakat Batak Toba di Kota Medan. Skripsi sarjana ini secara umum adalah menganalisis pasang dan surutnya organisasi-organisasi musik tiup yang ada di Medan dari grup yang pertama yaitu Duma Musik yang didirikan tahun 1987 kemudian diikuti oleh Tambunan Musik tahun 1989 sampai kemudian di era tahun 2006. Tampak dari hasil kajian beliau ini terjadi masamasa naik dan masa-masa surut grup musik tiup, semua ini tidak dapat dilepaskan dari hukum permintaan dan persediaan. Dari beberapa tinjauan pustaka yang diuraikan di atas, penelitian yang akan dilakukan penulis dari hasil studi di lapangan (field work) terhadap hubungan diantara keduanya, yaitu hasil temuan dengan teori dan asumsi para penulis sebelumnya. Dengan itu diharapkan, dapat ditemukan hubungan keterkaitan topik yang dikemukakan penulis dengan pendapat para penulis buku, sekaligus memberi pembenaran dan sanggahan akan pernyataan-pernyataan mereka. Karena jawaban akan dapat ditemukan setelah mengkaji dan menganalisis fenomena musik dalam disiplin ilmu etnomusikologi ini dengan studi lapangan dan studi laboratorium, dimana studi laboratorium harus berdasarkan atas studi lapangan, dan harus mencari keseimbangan di antara keduanya (dual nature), bukan memberi tekanan khusus pada salah satu (Merriam,1964;39).
30
31
Musik adalah seni penataan bunyi secara cermat yang membentuk pola teratur dan merdu yang tercipta dari alat musik atau suara manusia. Musik biasanya mengandung unsur ritme, melodi, harmoni, dan warna bunyi (Syukur, 2005).
1.5 Konsep dan Teori 1.5.1 Konsep Kajian artinya adalah hasil mengkaji. Manajemen dapat diartikan sebagai ilmu dan seni tentang upaya untuk memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan secara efektif dan efesien. Manajemen sebagai seni yaitu manajemen dipandang sebagai keahlian, kemahiran, kemampuan, serta keterampilan dalam menerapkan prinsip, metode, dan teknik dalam menggunakan sumber daya manusia dan sumber daya alam secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan. Sifat manajemen sebagai seni yaitu: ahli, mahir, mampu, dan terampil. The art of management artinya manajemen sebagai suatu seni kemahiran untuk menerapkan ilmu yang dimiliki pada situasi-situasi dan obyek-obyek tertentu. Kemahiran tersebut ditentukan oleh watak dan kepribadian seseorang, yang banyak ditentukan oleh bakat, naluri, emosi, tingkat usia, pengalaman, dan lain sebagainya. Seni pada dasarnya merupakan kemampuan pribadi yang tidak dapat dipelajari karena tidak mempunyai prinsip-prinsip yang standar, tetapi dapat ditempa melalui latihan dan pengalaman. Musik adalah sebuah organisasi bunyi yang sangat berperan aktif dalam kehidupan manusia. Peran penting musik juga sangat dibutuhkan dalam sebuah
31
32
kebudayaan baik melalui vokal, instrumen, maupun gabungan keduanya. Musik selalu berkembang bentuk, guna, dan fungsinya di tengah-tengah masyarakat pendukungnya. Di antara fungsi musik adalah sebagai media hiburan, ritual, peribadatan, maupun sebuah pendidikan. Musik adalah salah satu bagian dari kesenian yang dinikmati melalui pendengaran melalui warna suara (tone color/timbre), ritme (rhythm), melodi (melody), harmoni (harmony), dan dinamika (dynamic) yang terajut dalam suatu tekstur yang dapat menghasilkan suatu ekspresi. Grup musik atau band merupakan kumpulan yang terdiri atas dua atau lebih musisi (pemusik) yang memainkan alat musik ataupun bernyanyi. Grup musik Mangampu Tua dan musik Tambunan dikenal sebagai musik brass band Batak Toba. Sadie dalam The New Grove Dictionary of Music mengatakan bahwa brass band adalah sebuah bentuk musik tiup (wind band) yang keseluruhannya terdiri dari alat musik yang terbuat dari logam kuningan, yang berasal dari tahun 1820-an (1980:209). Brass band digunakan oleh resimen kavaleri (pasukan berkuda) dan menjadi sangat terkenal terutama di Inggris dan Amerika Serikat. Di Inggris, brass band menjadi tradisi militer bersama-sama dengan ensambel musik tiup kayu pada tahun 1800-an. Tradisi musik brass band yang pada awalnya muncul di Eropa dan Amerika, pada masa sekarang ini telah menjadi tradisi kebudayaan musik bangsa lain. Tradisi tersebut dapat dikatakan sebagai suatu hasil kontak kebudayaan. Masyarakat Batak Toba di Sumatera Utara juga memiliki musik ensambel brass band yang lazim juga disebut dengan ensambel musik tiup. Sampai sekarang ini, brass band pada masyarakat Batak Toba telah berkembang cukup pesat dan
32
33
menyebar diberbagai tempat seperti Balige, Pematang Siantar, Tarutung, dan Medan. Masyarakat Batak Toba sangat merespon secara positif kehadiran brass band, terbukti pada perkembangan penggunaannya, yang dalam waktu singkat menjadi tradisi bagi beberapa kalangan masyarakat Batak Toba. Menurut penjelasan informan H. Tambunan, tempat awal mulai berkembangnya brass band di dalam aktivitas budaya masyarakat Batak Toba adalah di daerah Tambunan Balige sekitar tahun 1930-an. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep-konsep kepemimpinan. Douglas McGregor (Luthans, 2008:444) berpendapat ada dua gaya kepemimpinan, yaitu teori X mempresentasikan gaya otoriter tradisional kepemimpinan dan teori Y mempresentasikan gaya humanistis yang bebas dari prasangka. Teori ini menyatakan bahwa pemimpin yang menyukai teori X cenderung menyukai gaya kepemimpinan otoriter, seorang pemimpin yang menyukai teori Y lebih menyukai gaya kepemimpinan demokratis. Untuk kriteria bawahan yang memiliki tipe teori X adalah bawahan dengan sifat yang tidak akan bekerja tanpa perintah, sebaliknya bawahan yang memiliki tipe teori Y akan bekerja dengan sendirinya tanpa perintah atau pengawasan dari atasannya. Tipe Y ini adalah tipe yang sudah menyadari tugas dan tanggung jawab pekerjaannya. Dalam konteks kehidupan tradisional masyarakat Batak Toba, aktivitas bermain musik merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari setiap kegiatan kebudayaan. Kegiatan musik ini dapat dijumpai dalam kegiatan pertunjukan musik yang bersifat seremonial dan bersifat hiburan. Salah satu kegiatan musik dalam konteks adat dan dapat juga dipakai dalam kegiatan ritual
33
34
keagamaan adalah gondang yang dimainkan dalam bentuk ensambel. Ada beberapa jenis gondang Batak yaitu gondang sabangunan dan gondang hasapi. 1. Gondang Sabangunan, Gondang Sabangunan terdiri dari Sarune Bolon (sejenis alat tiup oboe berlidah ganda), Taganing (perlengkapan terdiri dari lima gendang yang dikunci punya peran melodis dengan sarune tersebut), Gordang (sebuah gendang besar yang menonjolkan irama ritme). Empat gong yang disebut Ogung dan Hesek sebuah alat perkusi/biasanya sebuah botol yang dipukul dengan batang kayu atau logam) yang mengatur/menjaga stabilitas tempo. 2. Gondang Hasapi, Ensambel gondang hasapi terdiri dari hasapi ende (sejenis gitar kecil yang punya dua tali yang main melodi), hasapi doal (sejenis gitar kecil yang punya dua tali yang main pola irama), garantung (sejenis gambang kecil yang main melodi mengambil peran taganing dalam ansambel gondang hasapi), sulim (sejenis suling terbuat dari bambu yang punya selaput kertas yang bergetar. Adapun alat musik yang digunakan pada grup seni brass band yaitu trumpet (salah satu alat musik tiup logam yang pada awalnya digunakan sebagai sinyal panggilan, mulai digunakan pada abad ke-17), saxophone (alat musik tiup logam dengan reed tunggal, seperti pada alat musik klarinet), trombone yaitu trumpet besar yang terbuat dari bahan kuningan dan bahan lain dari besi putih atau besi stainless, keyboard, sulim, drum set, gitar string, dan gitar bas.
34
35
1.5.2 Teori Ada tiga teori utama yang digunakan dalam mengkaji sistem manajemen seni yang berfokus kepada tiga masalah utama, yaitu manajemen organisasi, manajemen produksi, dan manajemen pemasaran. Teori-teori yang penulis gunakan yaitu: teori manajemen organisasi, teori manajemen produksi, dan teori manajemen pemasaran. (A) Di dalam konteks mengkaji manajemen organisaasi, penelitian ini menggunakan pendekatan teori organisasi dan teori kepemimpinan, dimana pengorganisasian merupakan keseluruhan proses pengelompokkan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, tanggung jawab dan wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Definisi ini menunjukkan bahwa pengorganisasian merupakan langkah pertama ke arah pelaksanaan rencana yang telah tersusun sebelumnya. Dengan demikian, adalah suatu hal yang logis pula apabila pengorganisasian sebagai fungsi manajemen ditempatkan sebagai fungsi kedua. Sumber daya manusia merupakan komponen utama suatu organisasi yang menjadi perencana dan pelaksana dalam setiap aktivitas organisasi. Mereka mempunyai pikiran, perasaan, keinginan, status dan latar belakang pendidikan, usia, jenis kelamin yang heterogen dibawa ke dalama suatu organisasi sehingga tidak seperti mesin, uang dan materiel, yang sifatnya pasif dan dapat dikuasai dan diatur sepenuhnya dalam mendukung tercapainya tujuan organisasi. Selanjutnya daam konteks kepemimpinan ada 3 teori kepemimpinan menurut Lewin, White, dan Lippit (1930). Menurut mereka kepemimpinan itu:
35
36
(1) ada yang authoritarian, yang menerapkan kepemimpinan otoriter, pemimpin tidak memberi kesempatan pada bawahannya untuk bertanya ataupun minta penjelasan. Yang kedua disebut (2) democratic yang mengikutsertakan bawahannya serta memberi kesempatan bawahan untuk berdiskusi. Yang ketiga (3) laissez fair yang membiarkan kondisi yang ada dan menyerahkan kekuasaannya pada bawahannya. Dalam ilmu manajemen biasanya ada 6 macam teori aliran manajamen organisasi, yaitu sebagai berikut. (1) Aliran klasik, aliran ini mendefinisikan manajemen sesuai dengan fungsi-
fungsi manajemennya. Perhatian dan kemampuan manajemen dibutuhkan pada penerapan fungsi-fungsi tersebut. (2) Aliran perilaku, aliran ini sering disebut juga aliran manajemen hubungan
manusia. Aliran ini memusatkan kajiannya pada aspek manusia dan perlunya manajemen memahami manusia. (3) Aliran manajemen ilmiah, aliran ini menggunakan matematika dan ilmu
statistika untuk mengembangkan teorinya. Menurut aliran ini, pendekatan kuantitatif merupakan sarana utama dan sangat berguna untuk menjelaskan masalah manajemen. (4) Aliran analisis sistem, aliran ini memfokuskan pemikiran pada masalah
yang berhubungan dengan bidang lain untuk mengembangkan teorinya. (5) Aliran manajemen berdasarkan hasil, aliran manajemen ini diperkenalkan
pertama kali oleh Peter Drucker pada awal 1950-an. Aliran ini memfokuskan pada pemikiran hasil-hasil yang dicapai bukannya pada interaksi kegiatan karyawan.
36
37 (6) Aliran manajemen mutu, yaitui yang memfokuskan pemikiran pada usaha-
usaha untuk mencapai kepuasan pelanggan atau konsumen. (B) Selanjutnya untuk mengkaji manajemen produksi seni musik oleh Mangampu Tua dan Tambunan di Kota Medan, penulis menggunakan teori manajemen produksi. Menurut Sofyan Assauri (1980), produksi didefinisikan sebagai berikut: “Produksi adalah segala kegiatan dalam menciptakan dan menambah kegunaan (utility) sesuatu barang atau jasa, untuk kegiatan mana dibutuhkan faktor-faktor produksi dalam ilmu ekonomi berupa tanah, tenaga kerja, dan skill (organization, managerial, dan skills). Produksi adalah segala kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan atau menambah guna atas suatu benda, atau segala kegiatan yang ditujukan untuk memuaskan orang lain melalui pertukaran (Partadireja, 1985:21). Produksi adalah semua kegiatan dalam menciptakan atau menambah kegunaan barang atau jasa, dimana untuk kegiatan tersebut diperlukan faktor-faktor produksi (Sumiarti et al., 1987:60). Dari pengertian tentang definisi produksi di atas, maka dapat diartikan bahwa produksi merupakan suatu kegiatan untuk mentransformasikan faktorfaktor produksi, sehingga dapat meningkatkan atau menambah manfaat bentuk, waktu, dan tempat suatu barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia yang diperoleh melalui pertukaran. Pada umumnya tujuan perusahaan adalah untuk memperoleh laba yang maksimal. Di satu sisi sumber daya yang dimiliki oleh suatu perusahaan terbatas. Dengan demikian seorang manajer perlu merencanakan dan menghitung dengan
37
38
cermat mutu dan kuantitas produk yang diproduksi dan dipasarkan, sehingga diperoleh keuntungan yang maksimal. Luas produksi adalah jumlah atau volume produksi yang seharusnya diproduksi oleh suatu perusahaan dalam periode tertentu. Luas produksi yang terlalu besar dapat berakibat pengeluaran biaya yang terlalu besar, pemakaian bahan baku yang besar pula dan akhirnya memberikan akibat akan merosotnya harga jual. Sedangkan luas produksi yang terlalu kecil mengakibatkan perusahaan tersebut tidak mampu memenuhi permintaan pasar atau pelanggan, sehingga pelanggan tersebut pindah ke produk perusahaan lain yang menjadi pesaing perusahaan tersebut. Suatu perusahaan memerlukan sumber daya yang akan dipergunakan untuk produksi barang. Sumber daya tersebut berupa bahan mentah, bahan pembantu, mesin-mesin, peralatan lain, tenaga kerja, modal, dan tanah. Selain sumber daya tersebut jumlah permintaan merupakan penentu luas produksi yang paling menguntungkan. Menurut Ahyari (1997:67) luas produksi optimal suatu perusahaan akan terpenuhi oleh beberapa faktor
berikut: (a) tersedianya bahan dasar, (b)
ersedianya kapasitas mesin-mesin yang dimiliki, (c) tersedianya tenaga kerja, (d) besarnya permintaan akan hasil produksi, (e) tersedianya faktor-faktor produksi yang lain. Luas perusahaan tidak selalu sama ukurannya dengan luas produksi. Perbedaan lain diantara keduanya yaitu luas perusahaan ditentukan oleh batas waktu dalam jangka panjang, sedangkan luas produksi ditentukan oleh batas
38
39
waktu jangka pendek. Luas perusahaan relatif tetap, sedangkan luas produksi berubah-ubah setiap waktu. Sadar akan pentingnya produk yang bermutu, maka perusahaan harus berorentasi pada penciptaan produk yang bermutu (berkualitas). Akan tetapi, perlu ditegaskan bahwa bermutu atau tidaknya produk suatu perusahaan bukan ditetapkan atau di nilai oleh perusahaan, namun produk yang bermutu atau tidak bermutu dinilai oleh konsumen. Untuk itu, dalam usaha menghasilkan produk yang bermutu harus mengacu pada keinginan konsumen. Adapun beberapa strategi yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan mutu produk perusahaan, sebagai berikut: (a) menetapkan tujuan yang jelas, (b) memprakarsai atau menentukan kembali budaya organisasi, (c) mengembangkan komunikasi yang jelas, (d) melembagakan komunikasi efektif dan konsisten, (e) melembagakan pendidikan dan pelatihan, (f) mendorong perbaikan terus menerus. Untuk mencapai produk yang bermutu, maka langkah awal perusahaan yang harus ditempuh pertama kali harus menetapkan tujuan yang jelas dan spesifik serta didasarkan atas tuntutan pelanggan atau konsumen. Apabila tujuan telah ditetapkan, maka seluruh sumber daya yang ada pada perusahaan dapat diarahkan untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan oleh perusahaan guna mencapai hasil produk yang bermutu yaitu penetapan budaya organisasi. Artinya, individu yang ada di dalam perusahaan hendaknya dibangun sikap dan perilakunya menjadi perilaku yang mempunyai moral dan semangat kerja yang tinggi, loyalitas, tepat waktu, dan rasa antusias untuk menyelesaikan pekerjaan. Hal yang perlu ditekankan pada karyawan di dalam perusahaan oleh manejer adalah kesejahteraan
39
40
perusahaan yang mencakup tenaga kerja didalamnya untuk masa sekarang dan masa yang akan datang, untuk mencapainya hanya dengan cara menghasilkan produk yang bermutu. Pada tahap di atas, kondisi internal perusahaan telah cukup baik. Tahap selanjutnya adalah pembentukan komunikasi yang baik antara karyawan atau dengan pihak eksternal (luar) perusahaan salah satunya adalah dengan konsumen. Melalui komunikasi yang baik dengan konsumen, maka perusahaan akan mengetahu tanggapan konsumen atas produk yang dihasilkan serta apa keinginan konsumen pada periode-periode selanjutnya. Adapun keinginan konsumen pada setiap periode selalu akan mengalami perubahan. (C) Untuk mengkaji bagaimana kedua kelompok musik tiup tersebut memasarkan hasil produksinya berupa pertunjukan musik, maka penulis menggunakan teori manajemen pemasaran. Teori ini bertumpu pada bagaimana produk berupa barang dan jasa dipasarkan, sesuai dengan kebutuhan konsumennya. Menurut Sofyan Assauri (2004) pemasaran adalah kegiatan aktivitas menganalisis, merencanakan, mengkoordinasikan, serta mengendalikan semua kegiatan
yang
terkait
dengan
perancangan
serta
peluncuran
produk,
pengkomunikasian, promosi, serta pendistribusian produk tersebut, menenetapkan harga serta mentransaksikannya, dengan tujuan agar dapat memuaskan konsumen serta sekaligus dapat mencapai tujuan organisasi perusahaan dalam jangka panjang. Dalam sebuah konsep pemasaran, terdapat tiga unsur yang penting yang harus selalu diperhatikan. Ketiga hal tersebut yang nantinya akan menjadi bagian
40
41
penting dalam konsep pemasaran serta akan turut menentukan bagaimana nantinya manajemen pemasaran tersebut dikelola. (1) Orientasi pada konsumen. Pada konsep pemasaran sebagai bagian dari manajemen pemasaran adalah hal yang menjadi prioritas utama saat menghasilkan sebuah produk bisnis. Pada dasarnya usaha bisnis yang dilakukan merupakan upaya pemenuhan terhadap kebutuhan konsumen. Konsumen ialah orientasi utama yang harus dipertimbangkan dalam segala hal dan macam bentuk strategi bisnis. (2) Penyusunan kegiatan-kegiatan pemasaran secara integral atau menyeluruh. Manajemen pemasaran dapat melalui konsep pemasaran sebagai bagian dari filsafat bisnis yang dapat dijalankan menghendaki adanya pengaturan secara yang dinamis berbagai bentuk penyusunan kegiatan pemasaran secara yang lebih menyeluruh. (3) Kepuasan konsumen, juga adalah salah satu unsur penting yang sangat perlu diperhatikan dalam penyusunan konsep pemasaran. Manajemen pemasaran yang baik akan menghendaki adanya hasil kepuasan konsumen yang maksimal sebagai akibat dari proses marketing yang berjalan baik. Kepuasan konsumen tidak hanya diukur dari bagaimana kualitas produk yang dihasilkan, namun juga di ukur dari bagaimana cara dan strategi pemasaran itu dijalankan.
1.6
Metode Penelitian Dalam rangka penelitian tesisi ini, pada tahap awal dilakukan perumusan
pokok permasalahan, untuk menjadi acuan bekerja di lapangan, yang kemudian mencari data-data yang berkaitan dengan manajemen organisasi, produksi, dan pemasaran. Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode
41
42
kualitatif
dengan menggunakan informan kunci dan informan-informan
tambahan. Data-data primer didapatkan dengan cara pengamatan langsung, pengamatan partisipatif, serta wawancara mendalam kepada para narasumber sebagai manejer dan pemusik pada organisasi musik tiup di Kota Medan. Pada tahap observasi terfokus, peneliti selepas saja diterima untuk dapat masuk dalam kehidupan informan, maka peneliti menggunakan metode pengamatan langsung dan terlibat. Untuk diperlukan,
dilakukan serangkaian kegiatan
melengkapi wawancara
data-data
yang
bebas dan tidak
berstruktur. Misalnya, ketika bertemu dengan seorang informan, jika kondisinya memungkinkan langsung berbicara dan menanyakan berbagai pendapat dan informasi yang berkaitan dengan topik penelitian. Teknik ini lebih tepat untuk mendapatkan data yang lebih natural tanpa menimbulkan suasana memaksa. Penelitian ini berdasar pada fenomena sosial terhadap studi kasus, cenderung menggunakan paradigma terpadu antara fakta sosial dengan defenisi sosial, karena latar belakang masalah yang dilihat berada pada tingkat hubungan makrosubyektif dan mikrosubyektif. Pilihan terhadap paradigma ini karena tergantung pada jenis permasalahan yang sedang dipertanyakan. Manusia sebagai individu, bertindak, berinteraksi dan menciptakan realitas sosial dalam waktu yang bersamaan dan sampai pada tingkat tertentu berpengaruh terhadap masyarakatnya. Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa penelitian ini sepenuhnya menggunakan metode kualitatif, yaitu peranan peneliti sebagai instrumen utama dalam proses penelitian. Peneliti berusaha mendeskripsikan dan memahami fenomena sosial atau masyarakat sebagaimana masyarakat itu mempersepsikan diri mereka. Oleh karena itu realitas sosial atau masyarakat yang menjadi asaran
42
43
pengamatan akan lebih dipahami sebagai suatu proses, bukan kejadian sematamata, yaitu subyek penelitian yang memiliki struktur, kelompok, perilaku, tindakan, kreativitas, dinamika, sikap dan cita-cita sesuai dengan diri mereka sendiri beserta lingkungannya. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi yaitu lebih menggambarkan cara hidup atau kegiatan masyarakat terutama dalam menginterpretasikan kesenian dan fungsi-fungsi manajemen di dalam kehidupan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dalam rangka mencari ilmu pengetahuan tentang manajemen organisasi, produksi, dan pemasaran pada kelompok musik tiup di Kota Medan, dengan studi kasus pada kelompok musik Mangampu Tua dan Tambunan. Denzin dan Lincoln menyatakan secara eksplisit tentang penelitian kualitatif sebagai berikut. Qualitative [sic.] research has a long and distinguished history in human disiplines. In sociology the work of the "Chicago school" in the 1920s and 1930s established the importance of qualitative research for the study of human group life. In anthropology, during the same period, ... charted the outlines of the field work method, where in the observer went to a foreign setting to study customs and habits of another society and culture. ...Qualitative research is a field of inquiry in its own right. It crosscuts disiplines, fields, and subject matter. A complex, interconnected, family of terms, concepts, and assumtions surround the term qualitative research (Denzin dan Lincoln, 1995:1).
Lebih jauh
Nelson menjelaskan mengenai apa itu
penelitian
kualitatif itu
menurut keberadaannya dalam dunia ilmu pengetahuan adalah seperti yang dijabarkannya berikut ini.
43
44
Qualitative research is an interdisiplinary, transdisiplinary, and sometimes counterdisiplinary field. It crosscuts the humanities and the social and physical sciences. Qualitative research is many things at the same time. It is multiparadigmatic in focus. Its practitioners are sensitive to the value of the multimethod approach. They are commited to the naturalistic perspective, and to the interpretive understanding of human experience. At the same time, the field is inherently political and shaped by multiple ethical and political positions (Nelson dan Grossberg 1992:4).
Dari kedua kutipan di atas secara garis besar dapat dinyatakan bahwa penelitian kualitatif
umumnya
ditujukan untuk
mempelajari
kehidupan
kelompok manusia. Biasanya manusia di luar kelompok peneliti. Penelitian ini melibatkan berbagai jenis ataupun ilmu alam.
disiplin, baik dari ilmu kemanusiaan, sosial,
Para penelitinya percaya kepada perspektif naturalistik,
serta menginterpretasi untuk mengetahui pengalaman manusia, yang oleh karena itu biasanya inheren dan dibentuk oleh berbagai nilai etika posisi politik.
1.7 Teknik Mengumpulkan Data Untuk mengumpulkan data, dilakukan penelitian lapangan.Penelitian lapangan yang dimaksud disini adalah kegiatan yang penulis lakukan yang berkaitan dengan pengumpulan data di lapangan, yang terdiri dari observasi, wawancara, perekaman, dan analisis. Pada tahap pengumpulan data ini dikumpulkan data yang diperlukan yaitu buku-buku yang berisi tentang sietem manajemen seni yang sangat membantu dalam pemaparannya. Kemudian mengamati proses
permainan musik dan
manajemen grup musik Mangampu Tua dan Tambunan Musik, mengambil foto dari kegiatan-kegiatan yang terdapat di grup musik Mangampu Tua dan 44
45
Tambunan Musik, merekam proses wawancara terhadap berbagai pihak yang terlibat dalam penelitian penuli dalam kajian manajemen seni grup musik Mangampu Tua dan Tambunan musik, kemudian mengklasifikasikan dan memverifikasikan data yang didapat dari Mangampu Tua dan Tambunan Musik.
1.7.1 Observasi Observasi yang dilakukan penulis adalah observasi langsung: yaitu langsung kepada pihak manajemen Mangampu Tua dan Tambunan musik serta kepada para pemain musik yang terlibat dalam grup musik Mangampu Tua dan Tambunan musik. Selain itu, observasi yang penulis lakukan adalah dengan melihat langsung pertunjukan-pertunjukan yang dilakukan kelompok musik tiup Mangampu Tua dan Tambunan ini.
1.7.2 Wawancara Untuk memperoleh data-data yang tidak dapat dilakukan melalui observasi tersebut (seperti konsep etnosainsnya tentang estetika dan teknis musikalnya), penulis melakukan wawancara. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara yang sifatnya terfokus yaitu terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan sistem manajemen, sejarah berdirinya dan bertahannya grup musik Mangampu Tua dan Tambunan musik, sistem gaji pemusik, tingkat kesejahteraan pemusik dan strategi grup musik Mangampu Tua dan Tambunan musik dalam meningkatkan kualitas produksi dan diminati masyarakat banyak. Juga yang tidak kalah pentingnya adalah strategi pemasaran yang direncanakan dan dilakukan.
45
46
1.7.3 Tahap analisis Dari data yang diperoleh, data yang telah terkumpul kemudian diklasifikasikan sesuai dengan jenisnya dan selanjutnya dilakukan analisis. Hal ini dilakukan untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam penelitian dan penulisan tesis. Analisis data-data yang diperoleh dari lapangan ini tetap mengacu kepada tiga pokok permasalahan yang telah ditetapkan, yaitu mengenai manajemen organisasi, produksi, dan pemasaran di dalam kedua kelompok musik tiup Batak Toba di Kota Medan, yaitu Mangampu Tua dan Tambunan.
1.7.4 Perekaman Perekaman musik dan wawancara dilakukan dengan menggunakan HP Nokia Xperia dan Kamera Sonny. Untuk dokumentasi audiovisual dipergunakan Kamera Sony. Kedua jenis data yaitu data auditif dan audiovisual ini kemudian diedit kembali dalam format-format yang lazim di dalam dunia teknologi informasi dan komunikasi. Untuk data gambar penulis mengeditnya dalam format jpg. Sementara untuk hasil rekaman audiovisual penulis mengeditnya dalam format mp4.
1.7.5 Lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan di daerah kota Medan pada upacara pernikahan pesta Batak Toba di rumah adat dan di upacara kematian adat Batak Toba. Lokasi ini mencerminkan bagaimana orang-orang Batak Toba di perkotaan terutama Medan, melakukan kegiatan upacara-upacara yang menggunakan musik tiup di
46
47
dalamnya. Kemudian bagaimana pihak pengelola musik tiup ini menerapkan manajemen organisasi, produksi, dan pemasarannya.
1.8 Sistematika Penulisan Tesis ini terdiri dari enam bab dengan rincian sebagai berikut. Bab I ini merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pokok masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, konsep yang digunakan, teori yang digunakan, metode penelitian, dan sistematika penelitian. Dilanjutkan kepada Bab II yang merupakan pemaparan gambaran umum kebudayaan masyarakat Batak Toba dan bagaimana eksistensi ensambel musik tiup di dalam kebudayaan Batak Toba ini. Selanjutnya Bab III berisikan kajian tentang manajemen organisasi grup musik tiup Mangampu Tua dan Tambunan di Kota Medan. Di dalamnya tercakup struktur manajemen, yang terdiri dari ketua, dan para pemain musik (tiup, maupun ritme), sistem pembayaran (gaji), latihan, dan lainnya. Seterusnya IV berisi kajian terhadap manajemen produksi, yang mencakup ensambel, repertoar, latihan dalam konteks produksi, perubahan-perubahan repertoar yang digunakan, jenis-jenis repertoar untuk upacara-upacara yang menggunakan ensambel musik tiup, dan lainnya. Kemudian Bab V memuat kajian tentang manajemen pemasaran yang dilakukan oleh dua kelompok musik tiup di Kota medan ini yaitu Mangampu Tua dan Tambunan. Apek-aspek manajemen pemasaran yang dikaji meliputi: reklame, hubungan personal, promosi lisan, promosi melalui media, menjaga hubungan dengan konsumen, dan aspek-aspek sejenis.
47
48
Bab VI merupakan bab penutup yang isinya memuat kesimpulan dan saran dari penulisan ini. Kesimpulan yang diuraikan adalah menjawab tiga pokok masalah yang telah dikemukakan di dalam Bab I. Sedangkan saran-saran akan diarahkan bagaimana pendekatan saintifik dan bagaimana yang harus dilakukan oleh para peneliti dan pemerhati kebudayaan terkait dalam konteks meneruskan eksistensi kesenian sebagai bahagian dari jati diri atau identitas bangsa khususnya Mangampu Tua dan Tambunan Musik. Dengan mengorganisasikan tulisan seperti terurai di atas, kiranya teisis ini diharapkan akan dapat menjadi salah satu sumber keilmuan di bidang manajemen seni. Khususnya pada Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, pada Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.
48
BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT BATAK TOBA DAN MUSIK TIUP (TERMASUK DI KOTA MEDAN) DALAM KEBUDAYAAN
2.1 Etnografi Suku Batak Toba Pada Bab II ini, penulis akan memaparkan dua aspek yang berkait dengan topik penelitian. Yang pertama adalah gambaran umum masyarakat Batak Toba berdasarkan pendekatan etnografis.1 Yang kedua, adalah keberadaan ensambel musik tiup dalam kebudayaan Batak Toba pada umumnya, dan secara khusus perkembangannya di Kota Medan, yang mendukung studi kasus manajemen organisasi, produksi, dan pemasaran kelompok musik tiup Mangampu Tua dan Tambunan. Berikut ini adalah paparannya.
2.1.1 Asal-usul masyarakat Batak Toba
1
Etnografi berasal dari istilah ethnic yang arti harfiahnya suku bangsa dan graphein yang artinya mengambarkan atau mendeskripsikan. Etnografi adalah jenis karya antropologis khusus dan penting yang mengandung bahan-bahan kajian pokok dari pengolahan dan analisis terhadap kebudayaan satu suku bangsa atau kelompok etnik. Oleh karena di dunia ini ada suku-suku bangsa yang jumlahnya relatif kecil, dengan hanya beberapa ratus ribu warga, dan ada pula kelompok etnik yang berjumlahrelatif besar, berjuta-juta jiwa, maka seorang antropolog yang membuat karya etnografi tidak dapat mengkaji keseluruhan aspek budaya suku bangsa yang besar ini. Oleh karena itu, untuk mengkaji budaya Batak Toba misalnya, yang mencakup berbagai kawasan, maka seorang antropolog boleh saja memilih etnografi masyarakat Batak Toba di Desa Turpuk Limbong, atau lebih besar sedikit masyarakat Batak Toba Silindung, atau masyarakat Batak Toba Samosir, dan seterusnya. Ada pula istilah yang mirip dengan etnografi, yaitu etnologi. Arti etnologi berbeda dengan etnografi. Istilah etnologi adalah dipergunakan sebelum munculnya istilah antropologi. Etnologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dan kebudayaannya di seluruh dunia, sama maknanya dengan antropologi, yang lebih lazim dipakai belakang hari oleh para ilmuwannya atau dalam konteks sejarah ilmu pengetahuan manusia.
49
50
Di dalam konteks penelitian kebudayaan musikal di manapun di dunia ini, para peneliti perlu untuk menggali fenomena musik yang terdapat di dalam kebudayaan itu melalui pendekatan sejarah (historis). Dengan pendekatan kesejarahan ini, diperlukan sebuah rancangan untuk menemukan hubungan untuk membahas kategori-kategori yang berlaku dalam sebuah masyarakat, tujuannya adalah melihat apakah ada hubungan langsung terhadap sebuah fenomena musik dengan aturan-aturan yang ada pada sebuah budaya dengan mengetahui asal-usul, gambaran wilayah dan aspek kebudayaan masyarakat Batak Toba yang bermukim di daerah asal kebudayaannya (area culture) maupun peersebaran atau diasporanya di luar daerah kebudayaan mereka. Secara historis, beberapa catatan sejarah yang memuat asal-usul nenek moyang orang Batak Toba yang bermukim di Sumatera ini, telah dilakukan beberapa penulis, di antaranya adalah: Ypes (1932 dalam Simanjuntak, 2006:11), menyebut bahwa suku Batak Toba berasal dari dua tempat asal. Pendapat pertama asal-usul orang Batak Toba adalah dari Asia Utara menuju Kepulauan Formosa, kemudian Filipina, dan turun ke arah selatan di Sulawesi bagian selatan menjadi komunitas Toraja, Bugis, dan Makasar. Kemudian bergerak hingga sampai di Lampung, Sumatera Selatan, lalu menyusuri pantai Barat hingga Barus dan seterusnya naik ke pegunungan Bukit Barisan di Pusuk Buhit kawasan Danau Toba. Pendapat kedua, menyebutkan bahwa orang Batak berasal dari India yang melakukan migrasi ke kawasan Asia Tenggara, yaitu di negeri Muang Thai, Burma, kemudian turun ke Tanah Genting Kera di belahan utara Malaysia. lantas bergerak melayari Semenanjung Malaya menuju pantai timur Sumatera, hingga di pantai Batubara. Dengan menyusuri sungai
50
51
Asahan menuju hulu di kawasan Danau Toba. Atau rute lain yang dipilih adalah dari Semenanjung Malaya menuju pantai Barat Aceh, dan selanjutnya menuju Singkil, Barus atau Sibolga hingga menetap di Pusuk Buhit (Harahap dalam Simanjuntak, 2002:75). Ahli sejarah migrasi Batak Toba lainnya yaitu Pedersen, menyebutkan persebaran Batak berawal dari Indochina yang melakukan perpindahan secara besar-besaran pada zaman bangsa Melayu Tua (lihat juga Cunningham, 1956 dalam Simanjuntak 2002:75). Perpindahan dialami orang Batak pada zaman ini, tentu saja menyulitkan para peneliti sejarah untuk mengungkap kebenaran asal-usul Batak sacara pasti. Dalam realitasnya kini semua orang Batak hingga kini, mutlak mengakui kebenaran akan silsilah masing-masing (Rajamarpodang, 1995:12). Menurut mitologi2 yang berkembang dalam masyarakat Batak Toba, Si Raja Batak lahir dari perkawinan incest (perkawinan sedarah) kembar Si Raja Ihat Manisia dengan Si Boru Ihat Manisia keturunan Raja Odap-odap kawin dengan Si Boru Deak Parujar yang diutus oleh Mulajadi Na Bolon. Kampung kediamannya adalah Sianjur Mula-mula di kaki gunung Pusuk Buhit, di bagian 2
Mitos (myth) adala bahagian dari folklor (cerita rakyat). Dari bentuk atau genre folklor, yang paling banyak diteliti para ahli folklor adalah cerita prosa rakyat. Menurut William R. Bascom, cerita prosa rakyat dapt dibagi ke dalam tiga golongan besar, iaitu: (1) mite (myth), (2) legenda (legend), dan (3) dongeng (folktale). Mitos (mitologi) adalah cerita prosa rakyat yag dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite ditokohi para dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwanya terjadi di dunia lain, atau di dunia yang bukan seperti kita kenal sekarang, dan terjadi pada masa lampau. Selanjutnya dalam kajian folklor, yang dimaksud legenda adalah prosa (cerita bebas) rakyat yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mite, yaitu dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci—namun legenda ditokohi oleh manusia, meski kadangkala memiliki sifatsifat luar biasa, dan sering juga dibantu makhluk-makhluk ajaib. Tempat terjadinya legenda ini adalah di dunia seperti yang kita kenal sekarang, waktu terjadinya belu begitu lama. Seterusnya, yang dimaksud dogeng adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita, tidak terikat oleh waktu dan ruang (lihat Bascom 1965:3-20). Parafrase pengertian tiga bentuk ceritera rakyat ini lihat James Danandjaja (1984:50-51).
51
52
barat pulau Samosir. Setelah Si Raja Batak meninggal, arwahnya menetap di asta gunung Pusuk Buhit. Si Raja Batak mempunyai dua putera, yang sulung bernama Guru Tatea Bulan ahli ilmu tenung dan adiknya Raja Isumbaon, ahli dalam hukum adat. Guru Tatea Bulan mempunyai lima putra, yaitu: (1) Raja Biak-biak atau Raja Uti, (2) Saribu Raja, (3) Limbong Mulana, (4) Sagala Raja, (5) Silau Raja atau Malau Raja dan empat orang putri, yaitu (1) Sarimangaraja, (2) Raja Asiasi, dan (3) Sangkar Somalidang. Mereka inilah yang kemudian menurunkan marga-marga orang Batak. Kedua induk marga di atas yang memiliki keturunan dan masingmasing dari generasi anak mereka membuat marga yang terdapat pada masyarakat Batak, adalah sebagai garis generasi pertama lahirnya sebuah marga atau dikenal dengan sundut pertama, seperti marga Silau Raja yang dikenal dengan marga Malau. Namun, tidak semua marga berasal dari garis generasi ini. Misalnya, anak kedua dari Guru Tatea Bulan memiliki anak bernama Saribu Raja, satu garis dengan Silau Raja atau Malau Raja—kawin dengan adik perempuannya Si Boru Pareme (incest) dan mempunyai anak bernama Raja Lontung. Raja Lontung sendiri memiliki tujuh orang anak dari istrinya Si Boru Pareme (incest dengan ibunya): (1) Situmorang, (2) Sinaga, (3) Pandingan, (4) Nainggolan, (5) Simatupang, (6) Aritonng, dan (7) Siregar. Generasi ketiga dari garis Saribu Raja ini, memakai nama mereka menjadi marga sebagai sundut generasi pertama hingga generasi sekarang ini. Silsilah Batak yang bermuatan mitologi dengan status marga setiap orang Batak yang melekat dalam dirinya, dapat dipandang sangat terkait, dan diyakini bahwa setiap orang yang mengklaim dirinya sebagai Batak yang
52
53
memiliki marga adalah keturunan atau sundut Si Raja Batak. Asal-usul Si Raja Batak dapat dilihat dari tradisi lisan dalam bentuk mitologi yang bertajuk Si Boru Deak Parujar yang diutus oleh Mula Jadi Nabolon [“Tuhan Sang Causa Prima”]. Belum ditemukan, catatan lain yang mengungkap asal-usul Si Raja Batak secara tertulis. Namun, mite ini tetap hidup di tengah masyarakat Batak Toba sebagai tradisi lisan (oral tradition) yang diceritakan secara turuntemurun.
2.1.2 Konsep budaya masyarakat Batak Toba Sebagai sebuah kesatuan masyarakat,3 orang Batak Toba mengakui kehidupan sosial mereka tidak dapat terlepas dari kebudayaan yang dimiliki.
3
Seperti tersebut di atas, istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan-kesatuan hidup manusia, baik dalam tulisan ilmlah maupun dalam bahasa sehari-hari adalah masyarakat. Padanannya dalam bahasa Inggris adalah society yang berasal dari kata Latin socius, yang berarti "kawan.” Istilah masyarakat sendiri berasal dari akar kata Arab syaraka yang berarti "ikut serta, berpartisipasi.” Masyarakat adalah memang sekumpulan manusia yang saling "bergaul,” atau dengan istilah ilmiah, saling “berinteraksi.” Satu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana melalui apa warga-warganya dapat saling berinteraksi. Suatu negara modem misalnya, merupakan kesatuan manusia dengan berbagai macam prasarana, yang memungkinkan para warganya untuk berinteraksi secara intensif. lkatan apa yang membuat suatu kesatuan manusia itu menjadi suatu masyarakat? Yaitu pola tingkah laku yang khas mengenai semua faktor kehidupan. Pola itu harus bersifat mantap dan kontinu-harus sudah menjadi adat-istiadat yang khas. Dengan demikian suatu asrama pelajar, suatu akademi kedinasan, atau suatu sekolah, tidak dapat kita sebut masyarakat, karena meskipun kesatuan manusia yang terdiri dari murid, guru, pegawai administrasi, serta para karyawan lain itu terikat dan diatur tingkah-lakunya oleh berbagai norma dan aturan sekolah dan lain-lain. Namin sistem normanya hanya meliputi beberapa sektor kehidupan yang terbatas saja. Sedangkan sebagai kesatuan manusia, satu asrama, atau sekolah itu hanya bersifat sementara, artinya tidak kontinu. Selain ikatan adat-istiadat khas yang meliputi sektor kehidupan serta suatu kontinuitas dalam waktu, suatu masyarakat manusia harus juga mempunyai ciri lain, yaitu suatu rasa identitas di antara para warga atau anggotanya. Mereka memang merupakan suatu kesatuan khusus yang berbeda dari kesatuan-kesatuan manusia lainnya. Ciri-ciri memang dimiliki oleh penghuni suatu asrama atau anggota suatu sekolah, tetapi tidak adanya sistem norma yang menyeluruh serta tidak adanya kontinuitas, menyebabkan penghuni suatu asrama atau murid suatu sekolah biasanya tidak disebut masyarakat. Sebaliknya suatu negara, atau suatu kota, maupun desa, misalnya merupakan kesatuan manusia yang memiliki ciri-ciri: (a) interaksi antara warga-warganya, (b) adat-istiadat, (c) norma-norma, (d) hukum dan aturan-aturan khas yang mengatur seluruh pola tingkah laku warga negara kota atau desa; (e) kontinuitas dalam waktu; dan (f) memiliki rasa identitas kuat yang mengikat semua warga. Itulah sebabnya suatu negara atau desa dapat kita sebut masyarakat dan kita memang sering
53
54
Konsep kebudayaan masyarakat ini secara keilmuan telah dibahas secara luas dari sudut disiplin ilmu sosiologi maupun antropologi. Dari sejumlah uraian buku yang menjelaskan dan mendeskripsikan kebudayaan Batak Toba, didapati defenisi-defenisi yang sama tentang kebudayaan Batak Toba yang memiliki dua dimensi yaitu wujud dan isi. Sejalan dengan hal tersebut, diungkapkan Koentjaraningrat tentang kebudayaan itu sebagai ungkapan dari ide, gagasan dan tindakan manusia dalam memenuhi keperluan hidup sehari-hari, yang diperoleh melalui proses belajar dan mengajar (Koentjaraningrat, 1990). Masyarakat yang berbudaya ini,
hidup dari berbagai faktor yang
menentukan cara kehidupan masyarakat. Disamping lingkungan dan teknologi, faktor lain adalah organisasi sosial dan politik berpengaruh dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Unsur-unsur itu disebut dengan inti kebudayaan, meliputi kemampuan pengetahuan masyarakat terhadap sumber daya yang ada. Inti kebudayaan itu, menjelaskan lebih luas dalam mempengaruhi pola kehidupan dalam lingkungan lokal masyarakat Batak Toba. Para pakar etnosains percaya bahwa ideologi sebuah masyarakat terhadap prinsip-prinsip itu biasanya untuk mempertahankan kelangsungan hidup komunitasnya (Haviland, 1988:13). Orang-orang Batak Toba merupakan kelompok etnik Batak terbesar yang secara tradisional hidup di wilayah Provinsi Sumatera Utara sekarang ini. Kelompok suku Batak ini terbagi dalam lima kelompok besar yaitu: Batak berbicara tentang masyarakat Indonesia, masyarakat Filipina, masyarakat Belanda, masyarakat Amerika, masyarakat Jakarta, masyarakat Medan, masyarakat Solo masyarakat Balige, masyarakat Desa Ciamis, tau masyarakat desa Trunyan. Dari uraian di atas dapat didefinisikan istilah masyarakat dalam konteks antropologi: masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifiat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Koentjaraningrat 1990:146-147).
54
55
Toba, Pakpak, Mandailing, Simalungun, dan Karo. Kelompok-kelompok suku ini sekarang masih berada di bagian Provinsi Sumatera Utara dengan memiliki ciri-ciri kebudayaan tertentu, yang dilihat dari pembagian beberapa marga yang bermukim menurut daerahnya, bahasa dana pakaian adat dari kelompokkelompok ini juga menunjukkan perbedaan. Adat pada budaya Batak Toba dalam kehidupan kesehariannya merupakan wujud dari sistem nilai kebudayaan yang dijunjung tinggi. Adat sendiri adalah istilah yang sering digunakan di Indonesia, adat merujuk pada segala sesuatu di alam yang mengikuti caranya sendiri yang khas. Adat memiliki asal-usul keilahian dan merupakan seperangkat norma yang diturunkan dari nenek moyang, yang berulang-ulang atau yang teratur datang kembali, lalu kembali menjadi suatu kebiasaan atau hal yang biasa (Schreiner, 1994:18). Pola-pola kehidupan yang tampak dalam bentuk pergaulan sehari-hari, pembangunan rumah, upacara perkawinan, upacara kematian, semuanya dipelihara, dilaksanakan dan diatur menurut adat (Schreiner, 1994:20). Kebudayaan Batak Toba merupakan sebuah bentuk gagasan yang diwaarisi masyarakat pemiliknya dengan membuat perilaku terhadap nilai-nilai budaya. Konsep masyarakat Batak Toba tentang kehidupan manusia, adalah bahwa kehidupannya selalu terkait dan diatur oleh nilai-nilai adat. Adat merupakan bagian dari kewajiban yang harus ditaati dan dijalankan. Dalam praktek pelaksanaan adat Batak Toba, realita di lapangan menunjukkan terdapat empat katagorial adat yang telah dilakukan. Pertama, komunitas masyarakat Batak Toba mempunyai sistem hubungan adat tersendiri. Menunjukkan, setiap komunitas mempunyai tipologi adat masing-masing.
55
56
Perlakuan masyarakat pedesaan terhadap adat lebih intensif dan merekat, dengan masyarakat Batak yang tinggal di perkotaan relatif lebih individualistis menyikapi adat Batak. Perilaku ini muncul akibat pengaruh lingkungan yang membentuk pola pikir disamping unsur teknologi yang mempengaruhi. Kedua, Adat yang diyakini sebagai norma yang mengatur hubungan antar manusia Batak Toba, dipengaruhi oleh aturan dan norma yang sudah berlaku dalam masyarakatnya. Peraturan perundang-undangan dan hukum agama yang banyak mengatur kehidupan normatif masyarakat sacara rinci dan detail, memperkecil peranan adat dalam mengatur norma sosial dan kehidupan bermasyarakatnya. Seiring pula dengan aturan perundang-undangan dan hukum agama yang sudah meembudaya, sering juga dipandang dan dianggap sebagai bagian dari adat istiadat Batak Toba sendiri. Ketiga, pola hubungan antar manusia dalam kelompok masyarakat Batak Toba berubah secara terusmenerus, sehingga pelaksanaan adatnya juga mengalami perubahan sesuai kebutuhan tanpa melihat sisi ruang dan waktu. Keempat, perundangan dan nilai yang diberikan terhadap adat itu juga mengalami perubahan, akibat dari pengaruh teknologi dalam penyebaranluasan informasi. Hal itu tampak dalam praktek adat yang dilakukan oleh masyarakat pendukungnya. Lebih jauh, adat adalah sebuah sistem yang mengatur kehidupan manusia. Sehingga, orang Batak yang bertindak dan bertingkah laku tidak sesuai dengan adat disebut dengan na so maradat (orang yang tidak memiliki adat) dan akan ada sanksi sosial terhadap orang-orang yang melanggar adat. Pelanggaran adat yang dilakukan dapat berbentuk perkawinan terlarang. Misalnya, perkawinan semarga, perkawinan incest. Pencurian, pencemaran
56
57
nama baik, dan hal lain yang diyakini sebagai tatanan sosial masyarakat yang tidak dapat dilanggar (Bruner, 1961:510). Sanksi bagi pelanggar hukum adat, diyakini datang dari kutukan ilahi yang mereka percayai. Misalnya, tidak mendapat keturunan, penyakit menahun yang tidak kunjung sembuh, kerugian ekonomis dalam setiap pekerjaan bahkan sanksi kematian. Hukuman ini berlaku bagi pelanggar adat hingga keturunan selanjutnya dalam beberapa generasi. Karena prinsip adat Batak bersumber dari keilahian yang diturunkan nenek moyang orang Batak, maka setiap orang Batak yang menjalakan adat adalah orang-orang yang bersekutu dengan nenek moyangnya.
2.1.3 Sistem kemasyarakatan dan kekerabatan Koentjaraningrat (1995:110) mengatakan bahwa stratifikasi sosial orang Batak dalam kehidupan sehari-hari dapat dibedakan menjadi empat prinsip. Keempat prinsip tersebut adalah sebagai berikut. (1) Perbedaan tingkat umurm yakni, sistem pelapisan sosial masyarakat Batak Toba berdasarkan perbedaan tingkat umur dapat dilihat dalam sistem adat istiadat. Dalam pesta adat, orang-orang tua yang tingkat umurnya lebih tinggi, akan lebih banyak berbicara atau disebut raja adat. (2) Perbedaan pangkat dan jabatan adalah sistem pelapisan sosial berdasarkan perbedaan pangkat dan jabatan dapat juga dilihat pada perbedaan harta dan keahlian yaitu pada keturunan raja-raja, dukun, pemusik (pargonsi) dan juga pandai-pandai seperti besi, tenun, ukir, dan lain-lain. (3) Perbedaan sifat keaslian merupakan sistem pelapisan sosial berdasarkan perbedaan sifat dan keaslian dapat kita lihat dalam jabatan dan
57
58
kepemimpinan. Dalam sistem ini berlaku sifat keturunan contohnya, di daerah Muara adalah daerah asal marga Simatupang. Maka secara otomatis turunan marga Simatupang ini lebih berhak atas jabatan kepemimpinan di daerah tersebut seperti Kepala Desa atau yang di luar jabatan pemerintahan. Demikian juga halnya dalam hak ulayat dalam pemilikan tanah. (4) Status kawin adalah sistem pelapisan sosial berdasarkan status kawin dapat dilihat di dalam kehidupan sehari-hari yaitu pada orang Batak yang sudah berkeluarga. Mereka sudah mempunyai wewenang untuk mengikuti acara adat atau berbicara dalam lingkungan keluarganya. Biasanya orang Batak yang sudah berkeluarga akan menjaga wibawanya dalam adat ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu sangat besar arti perkawinan pada masyarakat Batak Toba. Sistem kekerabatan keluarga Batak Toba, tidak dapat dipisahkan dari filsafat hidupnya dan merupakan suatu pranata yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki dan seorang wanita, akan tetapi mengikat suatu hubungan yang tertentu yaitu kaum kerabat dari pihak laki-laki atau kaum kerabat dari pihak perempuan. Seluruh pihak yang masuk dalam lingkaran kerabat Batak Toba, masing-masing memiliki nama sebutan panggilan yang menunjukkan status kekerabatan. Filsafat hidup kekerabatan tersebut adalah Dalihan Na Tolu4 (tungku nan tiga) yang terdiri dari unsur kekerabatan berikut.
4
Di dalam kebudayaan masyarakat Batak di Sumatera Utara ini, konsep mengenai struktur sosial kemasyarakatan ini sebenarnya berdasar dari hubungan darah yang ditaris secar patrilineal (dari pihak ayah) dan hubungan perkawinan. Ada persamaan universal di antara sub suku-suku Karo, Pak, Simalungun, Batak Toba, Mandailing-Angkola. Dalam kebudayaan Batak Toba disebut dalihan na tolu, dalam kebudayaan Mandailing-Angkola disebut dalian na tolu, di dalam kebudayaan Karo disebut rakut sitelu, di dalam budaya Pakpak disebut daliken sitelu.
58
59
a. Hula-hula atau parrajaon (pihak yang dirajakan) yaitu marga ayah mertua seorang laki-laki yang memberinya istri. Yang termasuk hula-hula bukan hanya pihak mertua dan golongan semarganya tetapi juga bona ni ari yaitu marga asal nenek (istri kakek) ego lima tingkat ke atas atau lebih, tulang yaitu saudara laki-laki ibu, yang terdiri dari tiga bagian yaitu bona tulang (tulang kandung dari bapa ego), tulang tangkas (tulang ego saudara), tulang rorobot (ipar dari tulang), lae atau tunggane (ipar) yang termasuk di dalamnya anak dari tulang anak mertua, mertua laki-laki dari anak, ipar dari ipar, cucu ipar, bao (istri ipar) yaitu istri ipar dari pihak hula-hula mertua perempuan dan anak laki-laki, anak perempuan dari tulang rorobot, paraman dari anak laki-laki, termasuk didalamnya anak ipar dari hula-hula, cucu pertama, cucu dari tulang, saudara dari menantu perempuan, paraman dari bao, hula-hula hatopan yaitu semua abang dan adik dari pihak hulahula. 2. Boru yaitu marga yang menerima anak perempuan sebagai istri, yang termasuk di dalamnya namboru (bibi) yang terdiri dari iboto ni ama niba (saudara perempuan bapak), mertua perempuan dari saudara perempuan, nenek dari menantu laki-laki, amangboru (suami bibi) yang termasuk di dalamnya mertua laki-laki dari saudara perempuan, kakak dari menantu laki-laki, iboto (saudara perempuan) yang termasuk didalamnya putri dari namboru, saudara perempuan nenek, saudara perempuan dari abang atau adik kita, lae (ipar) yang termasuk di dalamnya saudara perempuan, anak namboru, mertua laki-laki dari putri amangboru dari ayah, bao dari saudara perempuan. Boru (putri) yang termasuk didalamnya boru tubu (putri
59
60
kandung), boru ni pariban (putri kakak atau adik perempuan), hela (menantu), yang termasuk didalamnya suami dari putri, suami dari putri abang atau adik kita, suami dari putri, bere atau ibebere (kemenakan) atau anak dari saudara perempuan, boru natua-tua yaitu semua keturunan dari putri kakak kita dari tingkat kelima. 3. Dongan Sabutuha atau dongan tubu yaitu terdiri dari namarsaompu artinya segenap keturunan dari kakek yang sama, dengan pengertian keturunan laki-laki dari satu marga. Setiap orang Batak Toba dapat terlihat dalam posisi sebagai dongan tubu, hula-hula, dan boru terhadap orang lain. Terhadap hula-hulanya, dia adalah boru. Sebaliknya, terhadap boru dia merupakan hula-hula dan terhadap garis keturunannya sendiri dia merupakan dongan tubu. Penyebutan kata somba marhula-hula, elek marboru, manat mardongan tubu adalah salah satu semboyan yang hidup hingga saat ini pada masyarakat Batak Toba yang mencerminkan keterkaitan hubungan ketiga sistem kekerabatan ini. Artinya hula-hula menempati kedudukan yang terhormat di antara ketiga golongan fungsional tersebut. Boru harus bersikap sujud dan patuh terhadap hula-hula dan harus dijunjung tinggi. Hal itu tampak dari filosofi yang dianut tentang ketiga golongan ini. Hula-hula, mata ni mual sipatio-tioon, mata ni ari so husoran artinya hula-hula adalah sumber mata air yang selalu dipelihara supaya tetap jernih dan matahari yang tidak boleh ditentang. Hula-hula diberi sebutan sebagai debata na tarida atau wakil Tuhan yang dapat dilihat, karena merupakan sumber berkat, perlindungan dan pendamai dalam sengketa. Elek Marboru artinya hula-hula harus selalu menyayangi borunya
60
61
dan sangat pantang untuk menyakiti hati dan perasaan boru. Manat mardongan tubu artinya orang yang semarga harus berperasaan seia sekata dan sepenanggungan sebagai saudara kandung dan saling hormatmenghormati. Adapun fungsi dalihan natolu dalam hubungan sosial antar marga ialah mengatur ketertiban dan jalannya pelaksanaan tutur, menentukan kedudukan, hak dan kewajiban seseorang dan juga sebagai dasar musyawarah dan mufakat bagi masyarakat Batak Toba. Di mana saja ada masyarakat Batak Toba, secara otomatis berlaku fungsi dalihan natolu. Dan selama orang Batak Toba tetap mempertahankan kesadaran bermarga, selama itu pulalah fungsi dalihan natolu tetap dianggap baik untuk mengatur tata cara dan tata hidup masyarakatnya. Sistem kekerabatan memegang peranan penting dalam jalinan hubungan baik antara individu dengan individu atau individu dengan masyarakat lingkungannya.
Bagan 2.1: Diagram Kelompok Dalihan Na Tolu
Sumber: Monang Asi Sianturi (2012)
61
62
2.1.4 Kepercayaan tradisional Batak Toba Berdasarkan kepercayaan orang Batak dalam mitologinya, persoalan kehidupan selalu ada sangkut pautnya dengan keilahian yang dipercaya sebagai karya Allah kodrati oleh Mula Jadi Naboloni. Mite yang mirip dengan mitologi dalam kepercayaan Hindu dalam cerita turun-temurun masyarakat Batak Toba ini, yaitu adanya tiga oknum dewa masing-masing Batara Guru, Soripada, dan Mangala Bulan sebagai aspek dari Mulajadi Nabolon (Situmorang, 2009:21) yang memiliki otoritas di bumi untuk mengatur kehidupan manusia. Dalam beberapa tulisan, konsep mitologi ini berbeda dengan konsep yang diungkapkan oleh Sitor Situmorang tentang “Tri Tunggal” Dewa orang Batak. Dalam tulisan lain, Tampubolon menyebutkan ketiga Dewa itu bukanlah implisit dari jelmaan Mulajadi Nabolon, melainkan tiga dewa yang berdiri sendiri yaitu: (1) Mulajadi Nabolon, (2) Debata Asi-asi, dan (3) Batara Guru yang sesuai dengan pekerjaannya di bumi. Mulajadi Nabolon diyakini sebagai pencipta dari alam semesta untuk alam yang besar (Nabolon). Dan menciptakan dewa-dewa yang lebih rendah. Debata Asi-asi sebagai dewa yang menurunkan berkat dan kasih melalui oknum perantara (roh leluhur, roh penghuni suatu tempat). Batara Guru berarti maha guru yang memberi ilmu pengetahuan, ilmu-ilmu gaib, pengobatan dan penangkalan roh-roh jahat. (Lihat M.B. Tampubolon, 1978:9-10). Mitologi Batak pada umumnya disampaikan melalui cerita dari mulut ke mulut (tradisi aural), biasanya pemberitaan seperti ini sukar untuk 62
63
dipercaya. Hal ini terbukti dari banyaknya beredar cerita-cerita dongeng di kalangan bangsa Batak. Lebih lanjut Warneck membenarkan bahwa hampir semua suku bangsa memiliki dongeng, yang tidak memiliki hubungan satu sama lain masing-masing berdiri sendiri. (Hutauruk, 2006:8). Ajaran agama Batak yang terdapat dalam mitologi Batak ini, diperjelas oleh Batara Sangti menyebut ketiga dewa (sama dengan versi Situmorang) pemilik otoritas kedewaan dengan konsep pekerjaan ketiga dewa tersebut mengatur tata kehidupan manusia. Dalam legenda Siboru Deak (Deang) Parujar dalam tonggo-tonggo (doa) yang disampaikan pada Mulajadi Nabolon menyebut: Debata Natolu, Natolu Suhu, Naopat Harajaon. Lebih jauh lagi, Sangti menguraikan pekerjaan dan tugas keempat oleh Debata Asi-asi yaitu menolong manusia dengan bersusah payah dan berkorban. Dewa ini berfungsi sebagai: naso pinele jala naso sinomba (yang tidak disaji dan tidak disembah) sebgaai tugas keempat dimaksud dari naopat harajaon (Sangti, 1977:279). Di dalam kepercayaan tradisional “agama Batak” itu, terdapat konsep bahwa kehidupan manusia tetap berlangsung, walaupun sudah meninggal. Kehidupan itu berada pada dunia maya, kehidupan para roh-roh yang sudah meninggal. Mereka meyakini bahwa roh-roh itu memiliki komunitas dan aktivitas sendiri. Oleh karena hal tersebut, hingga kini masih terdapat kepercayaan bagi masyarakat Batak untuk ikut menyertakan berbagai perlengkapan
orang
yang
sudah
mati,
dikubur
bersama
jasadnya.
Perlengkapan-perlengkapan tersebut di antaranya adalah: pahean (pakaian) yang dikenakan dipergunakan nantinya setelah roh sebagai pakaian yang membungkus dari rasa dingin, kemudian ringgit sitio suara (uang) untuk
63
64
kebutuhan perjalanan menempuh perjalanan “jauh” dari dunia maya ke dunia atau benda-benda lainnya yang dibutuhkan dalam dunia roh (Sangti, 1977:10). Dengan demikian maka orang Batak Toba pada zaman keberhalaan sudah mempercayai adanya Allah yang satu yang disebut Mulajadi Nabolon yang menjadi sumber dari segala yang ada. Orang Batak Toba di kala itu percaya ada kekuatan besar Debata yang menjadikan langit dan bumi dan segala isinya. Juga memelihara kehidupan secara terus-menerus. Debata Mulajadi Nabolon adalah sebagai ilah yang tidak bermula dan tidak berakhir. Dia adalah awal dari semua yang ada. Dalam konsep orang Batak Toba, seluruh kehidupan tertuju pada daya dan upaya untuk mencapai kepemilikan sahala. Sahala dalam filsafat Batak sangat besar pengaruhnya dalam segala gerak hidup orang Batak, dan semua orang Batak harus mempunyai sahala. Penafsiran sahala menurut Warneck adalah kewibawaan hidup, kekayaan akan harta benda dan keturunan, kemudian yang mencakup kebijaksanaan, kecerdikan, kecerdasan, kekuasaan, keluhuran budi pekerti. Hal ini terus dilakukan oleh orang Batak secara turuntemurun. Impelementasinya, nampak pada setiap pekerjaan adat dan hubungan kehidupan antara orang Batak. Sehingga Sahala adalah wujud dari hagabeon, hamoraon dan hasangapon.
2.1.5 Konsep kehidupan dalam masyarakat Batak Toba Dalam agama tradisional Batak Toba ada kepercayaan kepada ketuhanan yang lebih tinggi yang disebut Mula Jadi Nabolon atau permulaan yang agung, yang menciptakan langit dan bumi dan dibawah bumi. Di
64
65
bawahnya terdapat tiga dewa yaitu Batara Guru, Soripada dan Mangala Bulan. Di pihak lain, cara hidup sehari-hari berpusat pada roh-roh nenek moyang, terutama laki-laki yang selalu mempengaruhi kehidupan mahluk hidup. Karena prinsip kehidupan manusia (tondi) berlanjut setelah kematian, pemakaman menjadi sangat penting. Setelah itu, tulang-tulang digali, dibersihkan dan diletakkan di sebuah rumah tempat penyimpanan jasad, yang sering ditempatkan di pekarangan rumah. Sahala adalah perwujudan roh (tondi) dalam kehidupan manusia di dunia. Dia merujuk pada sebuah kekuatan nyata yang menjadi milik orangorang penting dan kuat. Tanda utama kepemilikan Sahala yang besar adalah dimana seseorang memiliki keberhasilan duniawi. Sahala merupakan sebuah kualitas yang bisa diperoleh atau hilang. Masyarakat Batak Toba memberi tingkatan hidup pada nilai-nilai kebudayaan dalam tiga kata, yaitu harajaon (kuasa), hamoraon (kekayaan), dan hasangapon (kehormatan). Harajaon menunjukkan bahwa tujuan setiap manusia adalah berdiri sendiri secara merdeka dan mengelola hidup dengan wibawa dan kuasanya. Setiap orang Batak (laki-laki), selalu mempunyai keinginan menjadi seorang raja. Pengertian menjadi raja adalah seorang yang dapat mengatur hidupnya sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu dianggap penting untuk membentuk rumah tangga sendiri, karena rumah tangganya adalah awal dari usaha-usaha untuk mendirikan ke”rajaan”nya
sendiri.
Manusia harus
menghormati sanak saudaranya dan marga yang dia miliki. Hamoraon menunjukkan bahwa tujuan dalam hidup seorang Batak adalah
mensejahterakan
kehidupan.
65
Anggapan
tradisional,
pengertian
66
kesejahteraan lebih dianggap sama dengan banyak memiliki istri dan anak, ladang yang luas dan ternak yang banyak. Kepemilikan ini dianggap sebagai hasil karena memiliki seorang Batak memiliki sahala sebagai raja. Hasangapon merupakan tujuan dari usaha-usaha untuk mewujudkan gagasan-gagasan harajaon dan hamoraon. Perjuangan untuk mencapai hasangapon digambarkan sebagai motivasi fundamental suku Batak. Dalam mencapai harajaon, hamoraon, dan hasangapon, ketegangan seringkali muncul antara kakak beradik dalam satu marga. Dalam hal ini, seseorang yang memiliki status yang tinggi akan mencoba menengahi, tetapi bila usaha-usaha ini tidak berhasil, sebuah kelompok bisa pergi untuk mendirikan pemukiman baru. Sistem dalihan natolu mencegah pembentukan kelas-kelas sosial yang kaku. Selalu ada hula-hula yang harus dipelihara dan dihormati. Oleh karena itu, masyarakat Toba memiliki ciri egaliter yang kuat, dibandingkan misalnya dengan masyarakat Jawa. Sifat ini tidak berarti bahwa masyarakat Toba bebas dari hirarki gender, pada umumnya perempuan menempati posisi rendah dibanding laki-laki.
2.1.6 Wilayah budaya Batak Toba Tanah Batak merupakan tempat pemukiman orang Batak (halak Batak). Sebutan Tanah Batak menunjukkan wilayah yang didiami kelompok masyarakat dikenal dalam bahasa Batak Toba dengan “Tano Batak”. Tano artinya tanah. Tanah Batak ini adalah tempat bermukimnya orang yang menyebut dirinya Batak, seperti Batak Angkola, Batak Karo, Batak
66
67
Simalungun, Batak Pakpak, dan Batak Toba sendiri. Terletak di bagian utara pulau Sumatera yang berbatasan langsung dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada bagian utara, sedang di sebelah selatan berbatasan dengan provinsi Sumatera Barat dan Riau. Pada bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Asahan dan Labuhan Batu dan bagian barat langsung berbatasan dengan lautan bebas Samudera Indonesia. Secara astronomis berada antara 2003’ dan 2040’ Lintang utara dan antara 98056’ dan 99040’ Bujur Timur.5 Masyarakat Batak Toba yang tinggal di Tanah Batak, terbagi pada empat sub wilayah dalam satu distrik disebut dengan Distrik Toba, mengacu kepada pembagian seluruh kawasan Toba dengan empat jenis topografi dengan empat variasi adatnya. Distrik Toba yang meliputi wilayah Silindung, Toba Holbung, Humbang dan Pulau Samosir yang terdapat di Tapanuli, adalah pemukiman masyarakat Batak Toba. Keadaan alam dan topografi distrik Toba ini, sebagian besar terdiri dari dataran tinggi dan bukit-bukit tandus dari rangkaian pegunungan Bukit Barisan yang sebagian kecil masih berupa hutan primer. Pada awalnya, distrik Toba ini berinduk pada satu kabupaten yaitu Tapanuli Utara.6 Kabupaten Tapanuli Utara berada di dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan, dengan ketinggian antara 900 meter sampai dengan 1500 meter dpl.
5
Sumatera Utara in Figures. 2010. Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. Kabupaten Tapanuli Utara yang beribukota Tarutung adalah kabupaten induk (pertama) di Bona Pasogit. Kabupaten ini, pada masa sekarang (2015) memiliki 15 kecamatan antara lain: Kecamatan Tarutung, Kecamatan Sipoholon, Kecamatan Siborongborong, Kecamatan Pagaran, Kecamatan Parmonangan, Kecamatan Muara, kecamatan Sipahutar, Kecamatan Pangaribuan, Kecamatan Garoga, Kecamatan Adian Koting, Kecamatan Pahae Jae, Kecamatan Pahae Julu, Kecamatan Simangumban, Kecamatan Purba Tua dan Kecamatan Siatas Barita. 6
67
68
Wilayah Tapanuli Utara memiliki garis pantai Danau Toba kira-kira sepanjang 6 kilometer di kecamatan Muara. Pada tahun 1999, wilayah Toba Holbung dimekarkan menjadi satu kabupaten yang dikenal dengan Kabupaten Toba Samosir7 disingkat Tobasa. Pada awalnya, kabupaten ini meliputi seluruh pulau Samosir dan wilayah Toba Holbung. Saat ini, wilayah Toba Holbung ini membentang mengikuti garis pantai Danau Toba sebelah utara dan sebagian wilayah dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan. Sungai yang berhulukan Danau Toba membelah Toba Samosir dinamai Tao Porsea sampai tepian air terjun Sigura-gura, dan ke hilir menuju pantai timur laut Malaka sungai ini disebut dengan sungai Asahan. Selanjutnya pada tahun 2004, kabupaten ini dimekarkan dengan memisahkan pulau Samosir menjadi sebuah kabupaten baru. Kawasan Humbang yang dikenal lebih banyak dengan dataran tingginya, memisahkan diri dari kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2005 dengan nama Kabupaten Humbang Hasundutan8 disingkat Humbahas atau Humbang Bagian Barat. Hasundutan berarti belahan barat. Sedang kawasan Humbang bagian timur atau Humbang Habinsaran, saat ini masuk dalam kawasan Kabupaten Tapanuli Utara meliputi Siborongborong, Pagaran, Muara, Sipahutar,
Pangaribuan dan
Garoga.
7
Wilayah Humbang
keseluruhan
Kabupaten Toba Samosir dengan ibukotanya Balige memiliki 16 kecamatan antara lain : Kecamatan Tampahan, Kecamatan Balige, Kecamatan Laguboti, Kecamatan Sigumpar, Kecamatan Siantar Narumonda, Kecamatan Porsea, Kecamatan Uluan, Kecamatan Bonatua Lunasi, Kecamatan Permaksian, Kecamatan Pintu Pohan Maranti, Kecamatan Lumban Julu, Kecamatan Silaen, Kecamatan Habinsaran, Kecamatan Borbor, Kecamatan Nassau dan Kecamatan Ajibata (Toba Samosir Dalam Angka 2011, BPS Toba Samosir). 8 Kabupaten Humbang Hasundutan yang beribukota Dolok Sanggul memiliki 11 kecamatan, antara lain: Kecamatan Dolok Sanggul, Kecamatan Pollung, Kecamatan Sijama Polang, Kecamatan Onan Ganjang, Kecamatan Pakkat, Kecamatan Parlilitan, Kecamatan Tarabintang, Kecamtan Simamora Nabolak, Kecamatan Lintong Nihuta, Kecamatan Paranginan, Kecamatan Baktiraja (Sumber: Humbang Hasundutan Dalam Angka In Figures 2011, BPS Humbahas).
68
69
membentang mengikuti pegunungan Bukit Barisan dengan memiliki garis pantai Danau Toba sepanjang lebih kurang 16 km meliputi wilayah Bakkara, Tipang,dan Janji Raja. Kabupaten Samosir9 sebagai pemekaran dari kabupaten Toba Samosir berpisah pada tahun 2006. Wilayah Samosir meliputi seluruh pulau Samosir yang dikelilingi Danau Toba ditambah dengan dataran tinggi steppa di pulau Sumatera meliputi Kecamatan Sianjur Mulamula dan Kecamatan Harian yang berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kabupaten Pakpak Bharat dan Kabupaten Dairi. Wilayah Samosir ini sering disebut dalam bahasa Batak dengan Pulo Samosir”. Pulo berarti pulau. Dulunya, Samosir bersatu dengan pulau Suamtera. Namun, pada masa penjajahan Belanda, kawasan tano ponggol (tanah putus) digali dengan membuat terusan yang menghubungkan danau Toba, sekaligus memisahkan antara pulau Sumatera dengan pulau Samosir. Di tempat ini, tepatnya di Kecamatan Sianjur Mulamula terdapat kawasan bersejarah tempat situs-situs Batak yang mengungkapkan legenda dan mitos asal mula orang Batak, yakni di kaki gunung Pusuk Buhit. Pulo Samosir dapat ditempuh denga jalur darat melalui Tele ke Pangururan dan jalur angkutan air dengan ferry melalui beberapa titik dermaga antara lain: Dermaga Ajibata, Tigaras, Haranggaol, Silalahi, Tongging, Bakara, Muara, Balige dan Porsea yang semuanya menuju daerah pulau Samosir.
9
Kabupaten Samosir yang ibukotanya Pangururan memiliki 9 kecamatan, yaitu: Kecamatan pangururan, Kecamatan Simanindo, Kecamatan Ronggur ni Huta, Kecamatan Sianjur Mulamula, Kecamatan Harian, Kecamatan Palipi, Kecamatan Nainggolan, Kecamatan Onan Runggu, dan Kecamatan Sitiotio (Sumber wawancara: Kabag Humas dan Infokom Pemkab Samosir).
69
70
Orientasi geografis penduduk yang bermukim di empat wilayah distrik Toba, masing-masing memiliki variasi adat-istiadat budaya. Dari wujud pelaksanaan bentuk upacara-upacara adat yang diadakan, sekilas tampak ada persamaan antara empat sub kelompok kultur Batak Toba ini. Namun, bila diikuti seluruh rangkaian kegiatan dalam bentuk parjambaran juhut (hak pembagian daging), bentuk ulos (selendang Batak) yang diselempangkan ke berbagai pihak dalihan natolu, umpasa (petuah-petuah), akan tampak adanya perbedaan-perbedaan. Dalam memetakan empat kultur Batak Toba yang ada di wilayah bona pasogit, dapat dilihat bahwa satu sama lain tidak memiliki akar historis dari sumber yang sama. Masing-masing memiliki bentuk budaya dengan variasi adat dengan ciri-ciri tertentu, dengan mengesampingkan wilayah yang didiami masyarakat Batak itu dari pembagian wilayah menurut demografi struktur pemerintahan. Misalnya, seorang Batak bermarga Sihombing yang bertempat tinggal di Siborongborong melakukan upacara adat Batak dengan afiliasi kultur Humbang. Sekalipun daerah Siborongborong masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Utara yang dikenal dengan par-Silindung (orang dari Silindung). Si empunya pesta tidak memakai adat Silindung dalam kegiatannya, oleh karena nilai kulturnya masih dalam ranah budaya Humbang. Keadaan hal seperti itu juga diperlakukan sama pada masyarakat Batak Toba yang ada di area kultur Humbang lainnya seperti di Sipahutar, Pangaribuan, Muara, Pagaran, Butar dan Parmonangan.
2.1.7 Adat Batak Toba dalam siklus kehidupan
70
71
Dalam konteks kebudayaan masyarakat Batak Toba, adat sebagai suatu kelaziman memiliki sinonim kepada kata membiasakan atau mengadakan, ketika adat dilakukan secara berulang-ulang maka adat serta kebiasaan itu adalah merupakan sebuah sikap perilaku. Adat hidup dari perorangan atau golongan yang dipakai dalam lingkungan suatu kebudayaan. Pada masyarakat Batak Toba adat dikenal dengan ugari yang berarti suatu kebiasaan atau cara (Warneck, 1978:14). Dengan demikian adatlah yang mengatur keseluruhan kehidupan ketika manusia mulai lahir hingga mati. Adat sebagai inti utama sistem kebudayaan yang dibangun oleh komunitas Batak Toba. Batasan yang dipakai untuk menyebut adat bagi masyarakat Batak Toba adalah sebuah hukum yang menjadi ugari yang sudah dipergunakan oleh nenek moyang orang Batak (adat sijolo-jolo tubu) orang Batak mempercayai bahwa kehidupan adat bagi mereka adalah mutlak dan alamiah. Orang Batak tidak mengenal istilah bebas dari adat atau lingkungan kehidupan orang Batak yang bebas dari adat untuk itu dapat disebut bahwa adatlah yang menentukan dan mengatur semua batas dan penggenapan kehidupan. Adat lebih kurang sama pengertiannya dengan hukum ugari yang hidup di tengah-tengah masyarakat Batak. Orang Batak yang tidak memiliki adat dicap sebagai jolma naso maradat, satu hal yang dihindarkan dalam kehidupan mereka, namun belakangan, ada pemahaman adat itu dapat dibuat sesuka hati menurut keinginan sepihak. Contoh, pesta jubilate (ulang tahun), tardidi (inisiasi pembaptisan nama), malua (masa akil baligh), peresmian bangunan pemerintah, syukuran naik jabatan adalah adat yang dibuat-buat oleh orang Batak.
71
72
Masyarakat Batak Toba memiliki adat dalam mencerminkan sikap perilaku yang digunakan oleh masyarakatnya yang berisikan sistem kekeluargaan dengan nilai-nilai dan norma yang saling berhubungan. Perwujudan dari adat Batak, secara normatif dapat dilihat dari pelaksanaan upacara-upacara yang dilakukan masyarakat Batak Toba. Hal ini diasumsikan bahwa adat bagi orang Batak adalah aturan hidup yang harus dimiliki dalam bertingkah laku pada setiap individu dan kelompok masyarakat ini (Parbato Medan, 1988). Konsep yang dilakukan dalam setiap upacara adat Batak untuk menunjukkan nilai normatifnya, tertuang dalam konsep suhi ampang na opat (empat sudut bakul) yang memberi arti kehadiran pihak-pihak kekerabatan dalam sebuah upacara adat, diantaranya pihak dongan tubu, hula-hula, boru dan aleale. Keempat kelompok ini bertemu melakukan kegiatan adat menurut kepentingannya
seperti
bermufakat
mengambil
kesimpulan
dengan
musyawarah marhata adat, menerima hak tetap dengan membagi potongan daging parjambaran kepada kelompok suhi ampang na opat, hingga implementasi komunikasi yang dilakukan dengan kegiatan tari manortor bersama (Situmorang, 1983:5). Kegiatan manortor adalah bagian dari konsep marmusik bagi masyarakat Batak Toba. Seperti, kegiatan ritual upacara bius, upacara religi ugamo malim dan upacara perkawinan, selalu memakai alat musik pengiring (Sihombing, 1989 : 289). Adat Batak Toba dalam perjalanannya berhadapan dengan perubahan sosial masyarakat pengguna kebudayaan ini.
72
73
2.1.7.1 Upacara adat kelahiran Wujud budaya Batak Toba sebagai sumber sikap perilaku dalam kehidupan sehari-hari, tampak dalam sistem yang digunakan di masyarakat Batak Toba itu sendiri. Kekerabatan yang ada pada masyarakat ini berhubungan dengan fase kelahiran yang menimbulkan kekerabatan, baik vertikal maupun horizontal. Inisiasi kelahiran memulai tahapan kedudukan kekerabatan seorang Batak Toba pada sistem kemasyarakatan yang berlaku. Sebab nilai yang terdapat pada kekerabatan itu, memunculkan identitas baru pada marga dan atau garis keturunan dengan dimulainya tarombo atau silsilah. Penghargaan masyarakat Batak Toba terhadap marga dan silsilahnya, ditunjukkan dengan kedudukan yang dimiliki seseorang bagi kelompok keluarga dan masyarakat sekaitan dengan dalihan na tolu. Arti kelahiran yang menentukan kedudukan seseorang Batak Toba. Anak sulung dalam satu keluarga merupakan mataniari binsar atau matahari terbit, dipandang sebagai orang yang memiliki wibawa kebijaksanaan, adik-adiknya yang lahir kelak akan merasakan satu wibawa anak sulung dalam keluarga sebagai wakil dari ayah. Hal itu tampak, saat dimana seorang anak sulung mengambil keputusan yang mengikat dan mutlak diikuti oleh semua saudaranya yang menerima keputusan itu. Dalam beberapa kasus terhadap keputusan yang diambil anak sulung tidak diterima oleh sesama saudaranya dan menimbulkan konflik, penyelesaiannya adalah menyerahkan persoalan itu kepada Tulang itu Sipupus
73
74
Sombubu (pembelai kepala) sebagai pengambil keputusan terakhir yang dianggap merupakan wujud Tuhan dalam masyarakat Batak Toba.
2.1.7.2
Upacara perkawinan adat na gok Dalam adat Batak Toba, tahapan yang dilakukan dalam upacara
perkawinan terdiri dari beberapa tahapan yang dibagi menjadi 3 (tiga) tingkatan: a. Unjuk: adalah ritus perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan semua prosedur adat Batak dalihan na tolu sebagai tata upacara ritus perkawinan biasa. b. Mangadati: ritus perkawinan yang dilaksanakan tidak berdasarkan adat Batak dalihan na tolu, pasangan yang bersangkutan mangalua atau kawin lari, tetapi ritusnya sendiri dilakukan sebelum pasangan tersebut memiliki anak. c. Pasahat sulang-sulang ni pahoppu: ritus perkawinan yang dilakukan di luar adat Batak dalihan na tolu, sehingga pasangan bersangkutan mangalua dan ritusnya diadakan setelah memiliki anak. Dalam upacara perkawinan adat na gok, dilaksanakan sesuai dengan prosedur adat yang dilaksanakan. Maksudnya, apabila upacara perkawinan itu melibatkan unsur: dalihan na tolu paopat sihal-sihal, turut berperan di dalamnya dan prosedur pelaksanaan adat itu dengan upacara adat peresmian perkawinan: alap jual atau dengan taruhon jual. Urutan upacara perkawinan ini, dilaksanakan dengan mengikuti tata cara adat Batak Toba dengan menyertakan perangkat musik sebagai bagian dari rangkaian kegiatan
74
75
perkawinan ini. Selanjutnya, akan lebih lengkap dibahas dalam sub bab berikut. a. Upacara perkawinan alap jual, yang dilaksanakan apabila tempat upacara perkawinan itu atau horja adat marunjuk diadakan di halaman rumah pihak perempuan dan pihak laki-laki datang menjemput pengantin perempuan dengan cara adat dari keluarga pihak parboru (perempuan), setelah ada kata kesepakatan dalam marhata sinamot. Pengertian jual adalah jenis bakul Batak tempat sumpit tandok berisi makanan adat yang dibawa dengan cara menjunjung. Lauk makanan adat dari suhut lengkap dengan tudutudu sipanganon, dipersiapkan oleh pihak boru yang diperuntukkan untuk hulahula, sedang lauknya dari dengke atau ihan, maka makanan adat tersebut dibuat oleh hulahula diperuntukkan untuk boru. Makanan ini disajikan dan disantap bersama dalam acara marsibuhabuhai. Pihak paranak mengiringi anaknya sebagai calon pengantin dengan membawa makanan adat dalam jual yang dijunjung Boru pihak paranak disebut sihunti ampang. b. Upacara perkawinan taruhon jual, upacara perkawinan ini dapat dilihat dari tempat dilaksanakannya perkawinan itu tempat pengantin laki-laki atau suhut paranak. Suhut sebagai tuan rumah adalah pihak paranak, dan pihak parboru menghantarkan putrinya ke tempat pihak paranak. Acara menjemput pengantin putri dari rumah parboru, sama halnya dengan alap jual dengan membawa makanan adat sibuhabuhai. Pengertian makanan sibuhabuhai adalah makanan adat. Namun, pengertian ini berkembang menjadi nama acara itu sendiri (Rajamarpodang, 1995:280).
75
76
2.1.7.3 Upacara adat kematian Kematian yang sudah saur matua bagi masyarakat Batak Toba, adalah sebuah gejala paradoks. Kaitannya, kematian adalah pemisahan diri antara orang hidup dan mati, mewujudkan adanya sebuah kehilangan esensial yang menghimpit. Konsep masyarakat Batak Toba dalam peristiwa ini, bukanlah keadaan yang harus ditangisi dan sedih. Ada perhatian khusus untuk menunjukkan keluarga yang ditinggalkan, harus bersikap sukacita, gembira tanpa tekanan dan beban apapun. Seluruh keluarga menghibur diri dari pertukaran fase kehidupan. Tradisi masyarakat Batak Toba dalam memperlakukan upacara kematian dapat diklasifikasi berdasarkan usia dan status si mati. Perlakuan untuk orang yang meninggal ketika masih dalam kandungan (mate di bortian) belum mendapatkan perlakuan adat (langsung dikubur tanpa peti mati). Namun, bila meninggal ketika masih bayi (mate poso-poso), meninggal saat anak-anak (mate dakdanak), meninggal saat remaja (mate ponggol), keseluruhan jenis kematian tersebut telah mendapat perlakuan adat. Mayatnya ditutupi selembar ulos (kain tenunan khas masyarakat Batak) sebelum dikuburkan. Ulos penutup mayat untuk mate poso-poso berasal dari orangtuanya sedangkan untuk mate dakdanak dan mate bulung, ulos berasal dari tulang (saudara laki-laki ibu) si orang mati. Upacara adat kematian mendapat perlakuan adat dengan syarat-syarat apabila seseorang meninggal dunia pada saat sebagai berikut.
76
77
1. Telah berumah tangga namun belum mempunyai keturunan anak disebut dengan mate diparalang-alangan atau mate punu. 2. Telah berumah tangga dengan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil disebut dengan mate mangkar. 3. Telah memiliki anak-anak yang sudah dewasa, bahkan sudah ada yang kawin, namun belum bercucu disebut dengan mate hatungganeon. 4. Telah bercucu dari semua anak-anaknya disebut dengan mate saur matua. Bagi masyarakat Batak Toba, mate saur matua
menjadi tingkat
tertinggi dari klasifikasi upacara, karena ketika seseorang menutup usia saat semua anaknya telah berumah tangga. Memang masih ada tingkat kematian tertinggi di atasnya, yaitu mate saur matua bulung (mati ketika semua anakanaknya telah berumah tangga, dan telah memberikan tidak hanya cucu, bahkan cicit dari anaknya laki-laki dan anaknya perempuan). Namun keduanya dianggap sama sebagai konsep kematian ideal (meninggal dengan tidak memiliki tanggungan anak lagi). Pelaksanaan upacara bergantung pada lamanya mayat disemayamkan. Upacara adat diadakan ketika seluruh putra-putri orang yang mate saur matua dan pihak hula-hula telah hadir. Segala persiapan dan mekanisme adat yang dilakukan pada hari penguburan si mati, akan dibicarakan dalam martonggo raja untuk memberi pertimbangan untuk memutuskan kapan puncak upacara saur matua dilaksanakan. Sambil menunggu kedatangan semua anggota keluarga, biasa dilakukan dengan menahan na mate selama berhari-hari dengan melakukan acara di luar adat, seperti menerima kedatangan para pelayat dengan membuat acara sesuai dengan agama pelaku adat. Dalam konteks sari
77
78
matua dan saur matua, cara mangondasi dilakukan oleh pihak keluarga dan kerabat dekat dengan acara makan malam yang dikenal dengan mangan pandungoi diselang-selingi dengan hiburan musik yang sesuai dengan kemampuan pihak dalam menyediakan perangkat hiburan ini. Pada hari yang sudah ditentukan, upacara saur matua dilaksanakan pada siang hari di ruangan terbuka di halaman rumah duka. Kategori upacara kematian pada masyarakat Batak Toba adalah sebagai berikut. a. Tilahaon, Matipul Ulu, Matompas Tataring. Sebuah keluarga yang mengalami kematian seorang anak disebut tilahaon. Bila seorang anak bayi meninggal dunia dari keluarga penganut agama Kristen sebelum dibabtis, dianggap tidak akan masuk dalam kerajaan surga. Agar anak itu berhak memasuki surga, diberi hak kepada seorang pengetua gereja atau kedua orang untuk membaptis bayi itu. Inisiasi ini disebut tardidi na hinipu. Demikian pula halnya dalam kepercayaan lama masyarakat Batak Toba, apabila seorang bayi meninggal dunia sebelum inisiasi martutuaek, maka roh bayi itu tidak akan dapat berhubungan dengan penghuni Banua Atas. Untuk mengatasi itu, maka setiap orangtua si anak diberi hak untuk melakukan martutuaek di jabu. Seorang remaja dalam tingkat usia naposo atau bajarbajar meninggal dunia, disebut dengan mate diparalangalangan atau mati tanggung. Sebelum upacara keagamaan diadakan, maka lebih dulu dilaksanakan acara adat atau upacara budaya dengan jalan membuat ulos Batak di atas mayat yang disebut ulos saput. Saput dilakukan oleh tulang yang meninggal sebagai ulos kepada kemenakannya.
78
79
Seorang kepala keluarga atau suami dalam masyarakat Batak, apabila ia meninggal dunia dengan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil disebut dengan matipul ulu, dengan anggapan tubuh manusia yang telah putus kepala. Pengertian matompas tataring, diberikan kepada seorang ibu yang masih muda meninggal dunia dengan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil. Pengertian harafiahnya dapur masak yang rubuh. b. Sarimatua dan saur matua. Sarimatua adalah orang yang meninggal dunia telah beranak cucu, tetapi masih ada diantara anak-anaknya yang belum kawin. Sari, artinya masih ada anak yang digelisahkan, masih mengganggu jiwanya karena belum kawin. Apabila orangtua seperti ini meninggal dunia, jiwanya belu pasrah menghadapi kematian itu, masih diganggu tanggung jawabnya mengawinkan anaknya. Untuk kematian orang seperti
ini,
belum
pantas
diadakan
acara
adat
na
gok
untuk
memberangkatkannya dengan jambar mangihut, serentak diberikan ke tujuannya tanpa dengan panggilan dari hewan acara adat yang disembelih untuk itu. Pengertian saur lebih dekat kepada sempurna atau lengkap. Saur Matua dilaksanakan dengan adat na gok berdasar pada dalihan na tolu. Orangtua yang meninggal dalam kelompok ini, tidak akan ditangisi. Ia dianggap pantas mendapatkan perlakuan terhormat
pada upacara kematiannya. Untuk
menghormati yang saur matua ini, orang banyak perlu diundang dengan mengadakan pesta besar dan memanggil ogung sabangunan. Mengundang kelompok musik ogung sabangunan, diisyaratkan sebagai undangan bagi tamu-ramu dari pihak hasuhuton.
79
80
2.1.7.4 Upacara adat pesta tugu Fase kelahiran dan kematian jelas lebih penting dari pada peristiwa pokok dalam persekutuan antar manusia yakni perkawinan. Perkawinan memang dilakukan dan diatur adat. Pelaksanaan adat itu sebagai wujud keberagaman adat Batak lebih jelas tampak dalam penyelenggaraan pemujaan nenek moyang. Pemujaan itu, sekarang ini dapat digambarkan dalam bentuk membuat tanda artifisial bagi satu kelompok garis keturunan. Misalnya, bangunan sebuah tugu. Tugu yang menjadi pertanda, bukan kuburan para leluhur mereka, adalah cara untuk menghormati leluhur mereka. Penghormatan atas orang yang sudah meninggal harus dibedakan dari pemujaan nenek moyang di lain pihak. Yang termasuk dalam upacara untuk orang mati adalah semua peristiwa yang menyangkut kematian dan acara penguburan. Demikianlah setiap orang mati harus dihormati tanpa kecuali. Sebaliknya pemujaan nenek moyang diselenggarakan bagi para leluhur yang dianggap mempunyai suatu kuasa pengaruh yang istimewa, berdasarkan pekerjaan mereka saat di dunia, yang dilihat dari kekayaan dan kedudukan mereka dalam silsilah marga. Jadi tidak semua yang meninggal orang Batak diangkat menjadi nenek moyang yang dipuja. Pembedaan antara upacara untuk orang mati dan pemujaan nenek moyang tidak hanya dibuat dalam agama-agama, suku, melainkan juga dalam gereja-gereja suku yang didirikan lingkungan agama,
80
81
suku. Upacara untuk orang mati dan pemujaan mengenai suku-suku telah banyak diteliti. Orang-orang Kristen dari gereja-gereja suku memuja nenek moyang mereka dengan berbagai cara. Di Sumatera Utara mereka membuka kuburankuburan tanah yang sementara, sesudah lewat waktu pembusukan yang dianggap
perlu,
lalu
mengangkat
tulang-tulang
dari
dalamnya
dan
menempatkan tulang-tulang mereka di dasar monumen itu. Setahun setelah didirikan kuburan dan ini dijadikan alasan untuk menghormati orang mati. Baik pemakaman kembali maupun penguburan tengkorak atau semua tulangtulang dengan upacara, di sarkofagus-sarkofagus tersendiri ataupun di sarkofagus-sarkofagus bersama demikian juga pembangunan patung-patung batu buat nenek moyang hingga sekarang masih dapat ditemukan di sub kultur Batak di daerah bona pasogit. Di daerah Tobasa, orang-orang Kristen terus menjalankan upacaraupacara penggalian tulang-tulang dalam bentuk yang telah diubah. Gereja telah menyucikan (membersihkan) adat itu dari unsur-unsur yang dianggap animis, dan telah memasukkan suatu peraturan penggalian tulang-tulang diantara orang-orang Kristen HKBP
distrik Toba.10
Peraturan-peraturan
yang
dikeluarkan dalam pihak gereja terdahulu masih berlaku hingga kini. Pemakaman kembali atau pemakaman secara meriah oleh kelompokkelompok yang sudah dikristenkan itu berlangsung hingga kini dengan beberapa pendapat yang berbeda antara penganut agama Kristen lainnya di 10
Masyarakat Batak Toba, mayoritas menganut agama Kristen Protestan. Lebih banyak terdaftar sebagai anggota gereja di HKBP. Sikap HKBP dalam mengakomodir bentukbentuk pesta dituangkan dalam pelayanan yang dilakukan dengan memberi izin dalam ritual penggalian tulang belulang leluhur Batak dengan liturgist dari HKBP.
81
82
tanah Batak selain HKBP. Perbedan itu masih dipertahankan sampai sekarang. Adanya kuburan-kuburan tanah yang tua, yang biasanya tak terpelihara, disamping tanda-tanda makam yang dibangun, sampai yang bersifat mausoleum megah berdiri di sepanjang jalan dan di perkampungan di Tapanuli. Hal ini memperlihatkan adanya perbedaan dari tingkat sosial orangorang Batak itu. Sekarang ini telah banyak didapati bentuk kuburan yang telah diganti oleh bangunan-bangunan dari semen dan ubin yang hanya mempunyai nilai religietnologis. Orang Batak sekarang ini, tidak lagi memahat batu membentuk sarkofagus, melainkan membuat bangunan dari bahan adukan semen dan batu. Tulang-tulang para leluhur yang dipilih untuk dipindahkan itu dimakamkan kembali dalam sebuah ruangan di dasar sebuah kuburan semen. Pemindahan
itu
dilakukan
dengan
perayaan,
sehingga
orang
dapat
menyebutnya suatu pesta. Apabila orang-orang yang mengurus pemindahan itu adalah orang-orang kristen, sebagaimana sekarang ini sudah berlaku umum, mereka meminta kepada majelis jemaat gerejanya persetujuan untuk pemindahan tersebut, dengan memberitahukan hari dan jumlah para tulangtulang leluhurnya yang akan dikumpulkan dan dimakamkan. Dari permohonan ini pun sudah nyata di tingkat mana dari ketiga tingkat yang ada akan berlangsung perayaan tersebut. Upacara ini dinamai dengan panaikkon saringsaring merupakan perayaan yang paling terhormat dan paling banyak makan biaya. Dalam adat kematian di kalangan orang Kristen, dapat dipahami tentang peristiwa kematian sebagai suatu peristiwa yang bukan bersifat
82
83
perorangan, melainkan yang bersifat genealogis sosial. Dengan demikian maka tugu atau rumah penyimpanan tulang-tulang itu menjadi kegiatannya yang potensial selalu dilakukan orang Batak secara berkala. Secara religi-etnologis dalam arti upacara, ada beberapa faktor yang membuat kegiatan ini tetap dilakukan, yakni peran para anak rantau yang menganggap kegiatan itu adalah bagian dari kepercayaan Kristiani yang mengharuskan seorang anak harus menghormati orangtuanya, baik saat dia masih hidup ataupun sudah meninggal. Adat itu sendiri dapat berjalan bersama dalam ajaran agama Kristen. Dengan demikian adat itu membuktikan tidak bertentangan dengan ajaran kristiani. Peristiwa budaya ini, menggunakan perangkat musik sebagai bagian dari unsur kelengkapan pesta.
2.2
Integrasi Adat dan Agama Kristen Dalam sejarah gereje, masuknya Reinische Mission Gesselschaft
(RMG) di Indonesia dimulai pada tahun 1834, ketika misi ini mengirimkan missionaris ke Kalimantan (Borneo). Selepas itu, maka RMG dipusatkan di Banjarmasin. Lembaga ini memulai memusatkan misi penginjilan kepada suku-suku Dayak11 yang ada di pedalaman. Ketika para missionaris keluar dari Kalimantan, badan zending ini mulai mencari lahan misi yang lain dalam koloni Belanda. Serikat Injil Belanda menerima bahwa karya misi diantara suku Batak di Sumatera tampaknya akan menjadi usaha yang menjanjikan. 11
Di Kalimantan, orang-orang Dayak ini sebenarnya terdiri dari kelompok-kelompok etnik lagi, yang berbeda budaya dan bahasanya. Di antara kelompok-kelompok etnik tersebut adalah: Iban, Kadazan, Dusun, Murut, Melanau, orang Ulu, Kenyah, Modang, dan masih banyak lagi yang lainnya. Di sampaing suku-suku tersebut di wilayah ini bermukim pula etnik Melayu. Kemudian ada pula etnik Banjar. Begitu pula etnik-etnik pendatang seperti Jawa, Madura, Bugis, Makasar, Tionghoa, dan lain-lainnya.
83
84
Sehingga Belanda mengirimkan ahli bahasa bernama Van der Tuuk ke Indonesia, dimana ia telah menulis tata bahasa Batak Toba dan menerjemahkan bagian-bagian dari Injil. Pada bulan Oktober 1860, resmi dibuat oleh Badan Zending RMG di Jerman untuk memulai penginjilan di Sumatera Utara, RMG juga memulai misi penginjilan di Pulau Nias arah barat pantai Sumatera. Sebelum tahun 1860-an, beberapa usaha tersendiri dibuat untuk melanjutkan karya missioner Kristen di Tapanuli Utara. Pada tahun 1834 para missionaris Baptis Amerika memasuki lembah Silindung, namun usaha mereka terhenti dan gagal total. Istilah Rhenish Mission atau dalam bahasa Jerman Rheinische Mission Gesselschaft (RMG), akan merujuk pada misi dari Rhenish Mission Society di Sumatera. Sehubungan dengan hal itu, keresidenan Sumatera Timur pada zaman kolonial Belanda dibagi menjadi beberapa distrik. Sebuah terobosan penting dalam hal ini komunikasi regional terjadi pada tahun 1915, ketika jalan raya trans Sumatera selesai dibangun dari Medan menuju Sibolga, sebuah kota kecil di pesisir samudra India di sebelah barat Tapanuli. Jalan raya ini menghubungkan kota dan desa Tapanuli Utara dengan Simalungun dan daerah pesisir timur, dan menjadikan transportasi jauh lebih mudah ketimbang sebelumnya. Kedatangan bangsa Eropa di Sumatera Timur memiliki konsekuensi didirikannya organisasi gereja dengan maksud memelihara kebutuhankebutuhan religius dari pada kolonial. Bangsa Eropa pada umumnya tidak tertarik dan para pendeta jemaat yang mengeluh bahwa pengumpulan keuntungan adalah minat utama mereka dan bukan kehidupan spiritual. Ada
84
85
banyak jemaat Kristen dari non-Eropa yang tinggal di Medan. Beberapa dari mereka tergabung dalam jemaat yang didominasi oleh orang-orang Eropa dan ada juga anggota badan missioner yang didirikan oleh missioner Barat. Gereja Katolik merupakan umat pertama yang memulai karya kongregasional bagi bangsa Eropa di Medan. Di Medan, sebuah jemaat Katolik didirikan pada tahun 1878 dan sebuah gereja dibangun di Paleisweg (sekarang jalan Pemuda) pada tahun 1879. Gereja tersebut terletak di sebelah timur sungai Deli dekat perbatasan perkampungan orang Eropa. Gereja Protestan utama di Medan adalah Protestantsche Kerk (saat ini GPIB jalan Diponegoro). Gereja ini adalah gereja Protestan satuan di koloni yang sangat terikat dengan pemerintahan kolonial, dinamai juga dengan Gereja Belanda (Gereformeerdekerk), gereja ini dibangun pada tahun 1888 di dekat Lapangan Merdeka, dan pada tahun 1912 orang-orang yang tergabung dalam Batak Mission mengadakan kebaktian Minggu di gereja tersebut. Pada tahun 1921, sebuah gereja baru diresmikan di Mangalaan Protestantsche Kerk memiliki banyak jemaat Kristen pribumi sebagai anggota di bagian barat koloni. Gereja juga terbuka terhadap jemaat pribumi pada umumnya. Dan pada tahun 1927, dibangun gereja Batak pertama di sekitar jalan Sudirman dengan sungai Deli, bernama Huria Christian’s Batacs (HChB) yang berubah namanya menjadi HKI Dahlia sekarang. Pada tahun 1928, gereja HKBP Sudirman resmi berdiri. Selama dua dekade abad ke-20, sekitar 80-100 anggota Protestant Kerk bermigrasi dari Ambon dan Manado ke Medan. Para lelaki bekerja sebagai pegawai negeri. Dua kelompok etnis ini pada umumnya banyak yang menjadi serdadu dan polisi pribumi di koloni, migrasi kelompok-kelompok ini mungkin
85
86
menjadi alasan mengapa jemaat Kristen pribumi pada umumnya (wawancara dengan J.A. Ferdinandus, 9 Oktober 2011). Pada tahun 1918 dan 1919, Protestantsche Kerk mengalami krisis, gereja tidak memiliki pendeta jemaat. Bersamaan dengan peristiwa tersebut sekelompok jemaat Kristen Belanda mendirikan sebuah gereja baru yang bernama Gereformeerde Kerken, gereja ini didirikan pada tahun 1886 (Gereja GKI di Jalan H. Zainul Arifin sekarang). Jemaat ini menekankan doktrindoktrin tradisional yang sudah direformasi. Jemaat ini terdiri dari golongan kaum Belanda yang terkemuka di Medan yang dikenali karena kesetiaan mereka terhadap agama Kristen. Selain itu ada juga gerakan yang terjadi di Medan, yaitu Methodis yang merupakan organisasi missioner yang paling penting di Medan selama beberapa dekade pertama pada abad itu. Di Medan, gereja Methodis didirikan atas inisiatif pedagang-pedagang Cina. Pada tahun 1915, misi Methodis menambah keluar Medan, terutama bangunan-bangunan sekolahnya sebagai hasil kekuasaan Belanda yang mengizinkan mereka melakukan karya misi di pantai timur. Organisasi missioner yang lain adalah Gereja Advent. Gereja ini dibawa oleh para missioner dari Amerika. Pada tahun 1920-an, jemaat Advent mencoba membangun gereja namun tidak diketahui pasti apakah mereka berhasil atau tidak. Jadi dalam penjelasan di atas dapat dilihat bahwa dominasi agama Kristen di Medan sangat berpengaruh, termasuk orang Batak yang beragama Kristen.
86
87
2.3 Musik Tiup dalam Kebudayaan Batak Toba Dalam pembahasan ini, akan dilihat bagaimana musik berfungsi dalam aktivitas kemasyarakatan Batak Toba di berbagai tempat dan melihat proses perubahan kehidupan sosial dengan aktivitas-aktivitas individu masyarakat Batak Toba demi kelangsungan hidup struktur sosial masyarakatnya. Termasuk dalam aktivitas pelaku musik. Bagaimana seorang pemusik melakukan pekerjaannya dan bagaimana musik tiup ini disetujui masyarakat dalam sebuah upacara. Batak Toba mempunyai musik tradisional sendiri yang telah menjadi heritage sebagai unsur kebudayaan material. Musik tradisional masyarakat Batak Toba, seperti musik tradisional lainnya memiliki posisi yang sangat penting dalam mengiringi acara-acara tradisional berupa upacara adat, upacaraupacara keagamaan dan sebagai sarana hiburan. Dari dua pendapat di atas, penelitian ini akan berkaitan dengan perilaku musik, pertunjukan musik dan pengalaman terhadap musik serta mempelajari sekaligus menganalisis keberadaan musik tersebut dalam masyarakat. Musik sebagai ekspresi kultural yang sebagiannya bersifat universal dan sebagian lain bersifat partikular. Musik juga merupakan ekspresi emosi yang berkait dengan kehidupan. Ritem dan melodi dalam musik dapat mengungkapkan emosi yang disampaikan oleh senimannya. Selain itu musik juga merupakan alat
komunikasi sosial yang berhubungan dengan aspek
kebudayaan. Di dalamnya terkandung sistem kepercayaan, konsep struktur
87
88
sosial, dan juga sistem perekonomian suatu masyarakat. Musik juga dapat disajikan sebagai hiburan yang mempunyai peranan penting dalam suatu kehidupan masyarakat. Setiap suku bangsa memiliki kebudayaan musik yang berbeda-beda. Dalam kehidupan sosial masyarakat ini, kegiatan bermain musik dipergunakan pada konteks adat dan ritual keagamaan atau pertunjukan musik yang bersifat hiburan. Kegiatan musikal masyarakat Batak Toba ini dikenal dengan margondang12, sebuah aktivitas melakukan pertunjukan musik sebagai wujud dari bentuk gagasan konsep dalihan natolu13 pada masyarakat Batak Toba. Sebelum kekristenan muncul di tanah Batak, musik yang digunakan dalam acara adat tradisi, ataupun acara ritual lainnya adalah ensembel Gondang Sabangunan dan ensembel Uning-uningan yang digunakan memanggil arwah nenek moyang dan dalam konteks ucara adat lainnya, gondang sebagai kearifan lokal orang Batak memiliki peran strategis dalam lingkungan kegiatan kebudayaan masyarakat ini. Pemahaman musik, dalam hal ini musik tiup oleh masyarakat Batak Toba untuk setiap upacara adatnya telah keluar dari kegiatan keagamaan dengan mengadaptasi musik yang dipakai pada upacara di gereja, menuju kegiatan upacara lain di luar gereja dengan alasan: dapat dipergunakan sebagai
12
Kegiatan bermain musik dalam bentuk ensembel gondang sabangunan sebagai heritage (warisan budaya) pada masyarakat Batak Toba, dapat diartikan sebagai “bermusik” yang dipergunakan dalam mengiringi berbagai dalam konteks bentuk upacara adat. 13 Gagasan kebudayaan yang mengatur tata kehidupan masyarakat Batak Toba secara tradisional dalam sebuah sistem sosial kemasyarakatan. Pengertian harfiah dalihan na tolu adalah tungku nan tiga, sebuah sistem hubungan sosial atas tiga elemen dasar yakni: dongan tubu (kekerabatan primordial dari pihak saudara laki-laki seibu), hula-hula (pihak keluarga pemberi istri), dan boru (pihak keluarga penerima istri).
88
89
pengiring upacara adat atau upacara lainnya yang di dalamnya ada unsur kegiatan keagamaan dan dapat diiringi oleh musik dari barat ini. Konsep awalnya bahwa musik barat ini digunakan pada acara adat tradisi upacara adat pesta perkawinan, upacara ritual orang yang meninggal dunia saur matua, menggali tulang belulang mangongkal holi, pesta tugu dan upacara adat lainnya pada masyarakat Batak Toba. Sekarang ini, musik tiup bagi masyarakat Batak sepertinya sudah melekat bagi mayoritas komunitas ini. Karena pada setiap upacara adat perkawinan dan kematian saur matua atau acara lainnya, selalu menyertakan genre musik tiup sebagai bagian dari upacara ini. Dalam perkembangannya, kelompok musik tiup terdapat di berbagai kota besar yang dikelola secara professional untuk mengakomodasi permintaan masyarakat Batak Toba dalam melakukan hajatan seperti disebutkan di atas. Di lain pihak, kehadiran ensembel musik tiup ke dalam kehidupan budaya masyarakat Batak Toba, terutama penggunaannya dalam upacara kematian saur matua, memunculkan banyak reaksi berbeda diantara kelompok masyarakat Batak sendiri. Beberapa pandangan dan pendapat itu hadir dari orang Batak sendiri yang memiliki rasa kuatir atas kehadiran musik tiup ini. Dikuatirkan, peran musik tiup ini akan menggerus peranan musik tradisional gondang dalam kehidupan tradisional Batak yang dapat mengakibatkan hilangnya kebudayaan itu. Pandangan teologi Kristen seperti disebutkan di atas, memberi asumsi kehadiran musik tiup sebagai “juru selamat” kepada dua sudut pandang
89
90
budaya, antara yang membuat penolakan dengan yang memakainya sebagai budaya postmodernitas oleh masyarakat Batak.
2.3.1 Sejarah14 musik tiup Musik tiup adalah kesatuan musik yang terbuat dari bahan logam. Menurut teori Curt Sachs dalam Wellsprings of Music, pengelompokan musik tentang konsep sexes dalam klasifikasi alat atau penjenisan musik, musik tiup brass termasuk dalam kelompok aerofon yakni sumber bunyi berasal dari udara (1962:97-98), yang dimaksud dengan klasifikasi ini adalah sumber getar berasal dari bunyi yang dihasilkan oleh udara. Awalnya, bahan untuk instrumen logam ini terbuat dari kuningan dan sering dinamai brass, 15 dapat menghasilkan bunyi musikal wind blow (cara ditiup). Kelompok instrumen ini disebut dengan brasses (kuningan) yang berasal dari tahun 1820-an di tempat asalnya di Inggris.
14
Pengertian sejarah dalam tesis magister ini adalah mengacu kepada pendapat Garraghan yang menyatakan bahwa yang dimaksud sejarah itu memiliki tiga makna, yaitu: (a) peristiwaperistiwa mengenai manusia pada masa lampau; juga aktualitas masa lalu; (b) rekaman mengenai manusia di masa lampau atau rekaman tentang aktualitas masa lampau; dan (c) proses atau teknik membuat rekaman sejarah. Ketiga aspek sejarah tersebut, berkaitan erat dengan disiplin ilmu pengetahuan. Secara lengkap penulis kutip sebagai berikut: “The term history stands for three related but sharply differentiated concepts: (a) past human events; past actuality; (b) the record of the same; (c) the process or technique of making the record. The Greek , which gives us the Latin historia, the French histoire, and English history, originally meant inquiry, investigation, research, and not a record of data accumulated thereby—the usual present-day meaning of the term. It was only at a later period that the Greeks attached to it the meaning of “a record or narration of the results of inquiry.” In current usage the term history may accordingly signify or imply any one of three things: (1) inquiry; (2) the objects of inquiry; (3) the record of the results of inquiry, corresponding respectively to (c), (a), and (b) above” (Garraghan, 1957:3). 15 Bahan brass dari kuningan untuk instrumen musik tiup adalah campuran antara logam tembaha Cuprum (Cu) nomor atom 29 dengan seng Zinkum (Zn) golongan IB dari asal unsur alam yang bermanfaat untuk bahan kawat, penghantar listrik, pegas dan alat musik tiup.
90
91
Sadie dalam The New Grove Dictionary of Music mengatakan bahwa musik tiup adalah suatu bentuk musik tiup (wind band) yang keseluruhannya terdiri dari instrumen logam kuningan yang berasal dari tahun 1820-an (1980 : 209). Musik tiup digunakan oleh resimen cavalery (pasukan berkuda) yang dipakai untuk pemberi semangat dalam berperang dan menjadi sangat terkenal teristimewa di Inggris dan Amerika Serikat. Di Inggris musik tiup menjadi tradisi militer bersama-sama dengan musik tiup kayu, di Amerika Serikat kebanyakan ensembel (musik) memakai bahan kuningan dan kayu pada tahun 1800-an. Tradisi musik tiup yang pada awalnya muncul di benua Eropa dan Amerika, dewasa ini menjadi tradisi kebudayaan musik bagi bangsa lain. Tradisi tersebut dapat dikatakan sebagai suatu hasil kontak kebudayaan Eropa dengan kebudayaan lain melalui daerahdaerah koloni jajahan mereka dan mempunyai hubungan dengan ekspansi bangsa Eropa ke berbagai penjuru di dunia melalui bentuk infiltrasi kebudayaan, penyebaran agama dan perdagangan antar benua. Soeharto (1992:17) lebih detail menyebutkan tentang musik brass yaitu alat musik tiup logam. Bukan hanya dibuat dari logam, melainkan karena bunyinya yang kuat seperti bunyi logam, misalnya: trumpet, trombone, horn, dan tuba. Sedangkan saxofon dan flute tidak termasuk di sini, walaupun seluruh bagiannya terbuat dari logam tetapi dibedakan dari reed sebagai sumber getar yang membedakannya. Pengaruh musik luar, dalam sebutan musik Barat yang datang dalam komunitas masyarakat Batak, diawali dari aktivitas keagamaan oleh gereja pertama di tanah Batak. Missionaris membawa instrumen musik aerophone
91
92
trumpet selain harmonium (organ pipa yang disandang) yang digunakan di gereja dalam mengiringi nyanyian-nyanyian kebaktian. Dalam
ilmu
kesejarahannya,
musik
tiup
(brass)
memulai
keberadaannya di Wales Inggris. Bermula dari kepentingan para pekerja pabrik yang memerlukan hiburan sebagai upaya pemilik pabrik untuk memberikan hiburan kepada para pekerjanya, dengan tujuan untuk memberi arti kehidupan sosial para pekerja dari sisi kemanusiaan. Mereka melihat, dengan membentuk kelompok musik tiup bagi para pekerja pabrik akan menambah nilai yang berarti untuk hasil pekerjaan mereka. Selain untuk menambah kesenangan untuk peningkatan kerja, kelompok musik tiup ini menjadi sarana hiburan komersil yang pada saat itu menjadi populer dan disenangi kalangan masyarakat. Dalam hal notasi alat-alat brass umumnya membaca not secara transposisi, kecuali trombone bass. Sehingga dapat disebutkan dalam pengertian musikologi, musik brass menjadi sebuah disiplin ilmu yang mempelajari segala aspek musik yang terjadi pada instrumen musik tiup dengan mengidentifikasi semua unsur-unsur yang melekat di dalam ilmu musik dengan pendekatan keilmuan musik Barat. Banyaknya pemakaian instrumen brass, pembuatan alat musik inipun semakin bertambah. Mulai dari alat musik tiup trumpet yang belum memiliki klep (berbentuk bugel), hingga pembuatan trumpet yang memakai klep juga dilakukan pada masa sekarang. Perkembangan pemakaian alat ini yang dipakai sebagai sarana hiburan, juga dipergunakan dalam beberapa festival yang bersifat kompetisi untuk menunjukkan teknik bermain musik tiup dari berbagai
92
93
daerah di Inggris. Kontes semacam ini secara teratur dilakukan yang menjadi agenda tetap dalam setiap perayaan-perayaan besar. Dapat dicatat menurut buku sejarah musik oleh Marsha Tambunan (2004:91), bahwa kontes dalam kompetisi pertama musik tiup dilakukan di Burton Constable-Hulm pada tahun 1845 yang diikuti oleh lima kelompok musik tiup. Pada awal pertama kegiatan ini, kelompok brass yang memainkan alat musik terbatas pada jumlah maksimal hanya 12 orang, dan repertoar yang dimainkan adalah karya dari Webber, Rossini, dan Mozart. Kelompok yang paling populer pada masa awal terbentuknya musik tiup brass adalah kelompok Besses o’th barn dari Whitefield, Lancashire Inggris. Kelompok musik terkemuka ini dibentuk pada tahun 1818, dan hingga tahun 1905 merupakan kelompok musik tiup yang mengadakan perjalanan keliling hampir ke seluruh daratan Eropa. Instrumen yang dipergunakan pada masa ini adalah: flute (side blown), oboe, clarinet, horn, trumpet, trombone, dan tuba. Sampai sekarang ini, tradisi untuk melakukan kompetisi sejak tahun 1878 tersebut masih dilakukan dalam acara kontes kelompok musik tiup nasional Inggris yang dikenal dengan British National Brass Band Contest yang diselenggarakan di Royal Albert Hall, London. Festival ini diikuti oleh kelompok musik tiup yang dimainkan oleh para pria yang ada di Eropa. Di samping itu, masih ada kontes serupa yang diadakan untuk tingkat seluruh dataran Eropa yang dinamakan European Brass Band Championship. Pada tahun-tahun berikutnya, tradisi pemakaian musik tiup ini berlanjut hingga ke benua Amerika dengan didirikannya kelompok musik tiup pertama
93
94
di Amerika Serikat bernama Brass Band of New York yang dibentuk oleh Alan Dodworth pada tahun 1834. Beberapa konser yang dilakukan di negara ini, membuat permainan musik tiup menjadi gaya hidup dan banyak disenangi masyarakat Amerika, hal ini terbukti dari banyaknya tempat gazebo (ruang dalam taman) yang dibentuk menjadi tempat permainan musik tiup sebagai sarana hiburan yang menyenangkan. Misalnya, seperti terdapat di Central Park, pusat taman di kota New York yang dibiayai oleh perusahaan kereta api untuk meningkatkan pelayanan mereka kepada masyarakat dengan menyuguhkan permainan musik tiup setiap harinya. Begitu pula yang terdapat di Common Boston, salah satu tempat dimana setiap diadakan pertunjukan musik tiup yang selalu dipadati oleh penonton.
2.3.2 Masuknya musik tiup di Tanah Batak Lahirnya musik tiup Batak Toba yang dikomersilkan berasal dari desa Tambunan Balige, Toba Samosir. Awalnya, alat musik tiup itu dipakai untuk mengiringi pesta bersifat hiburan maupun dalam konteks upacara adat, telah membuat kelompok musik tiup sebagai sumber mata pencaharian baru, dan itu menjadikan para pemusik tiup di gereja memperoleh pekerjaan sebagai sumber pencaharian yang memadai. Anggapan itu terbukti ketika beberapa pesanan untuk undangan-undangan banyak yang datang dari luar kota dan dari luar propinsi datang memesak kelompok musik ini, bahkan mereka pernah diundang ke sebuah pesta adat di pulau Jawa.
94
95
Kelompok musik tiup Batak Toba pertama dapat dicatat pada komunitas Batak Toba, adalah Tambunan Group Musik sesuai dengan nama tempat kelahiran grup musik ini di desa Tambunan Balige yang kemudian hijrah ke kota Medan. Dengan hadirnya kelompok musik ini, membuat para pemusik yang belum punya pekerjaan namun memiliki pengetahuan dan bakat musik bergabung dengan mencari induk semang untuk membentuk kelompok musik tiup baru. Di Medan, pada tahun 1987 terbentuk pertama sekali kelompok musik tiup bernama Duma Musik yang dikelola seorang pengusaha penerbit buku Masco pimpinan S.Situmorang. Kelompok ini didirikan dengan latar belakang untuk mengisi konsumsi pemakaian dalam acara-acara adat. Para pemainnya berasal dari personil Tambunan Musik Balige yang sengaja didatangkan ke Kota Medan (wawancara S. Tambunan, pimpinan Tambunan Musik Medan, 11 Januari 2015). Bagi masyarakat Batak Toba Kristen yang mendukung kebudayaan ini, musik brass yang dipakai hingga kini sering disebut dengan musik tiup. Perkembangan tersebut terus berlanjut hingga akhirnya memasukkan unsur perkusi (drum set) dan unsur elektrik (keyboard dan brass guitar). Penggunaan instrumen musik tiup dalam satu ensembel musik yang dibentuk tidak hanya terdiri dari satu jenis alat musik tiup. Bagi masyarakat Batak Toba, terdapat ensembel musik yang disebut dengan musik tiup. Menurut beberapa sumber mengatakan istilah musik tiup muncul pada masyarakat Batak Toba karena keseluruhan instrumen yang digunakan dalam ensembel tersebut awalnya adalah instrumen musik yang ditiup. Sampai sekarang ini musik tiup pada masyarakat Batak Toba telah
95
96
berkembang cukup pesat dan menyebar serta terdapat di berbagai tempat seperti Balige, Pematangsiantar, Tarutung, dan Medan. Masyarakat Batak Toba sangat menerima kehadiran musik tiup ini, terbukti pada perkembangan penggunaannya karena dalam waktu relatif singkat sudah menjadi “tradisi” bagi beberapa kalangan masyarakat Batak Toba yang menggunakannya sebagain bagian dari acara adat. Menurut para informan bahwa tempat awal berkembangnya musik tiup di tengah masyarakat Batak Toba adalah di desa Tambunan Balige, Tapanuli Utara. Hal itu tidak sulit dibuktikan karena kehadiran musik tiup di daerah ini sebagai musik yang dikenal masyarakat masih relatif baru, yakni sekitar tahun 1930-an. Seiring dengan penyebaran agama Kristen Protestan, maka zending Jerman, turut membangun sarana-sarana seperti pendidikan dengan membuka sekolah, sarana kesehatan dengan membuka rumah sakit dan balai pengobatan maupun membangun sarana transportasi dan lainnya. Hal ini mendorong berjalan pesat karena prinsip hidup Batak Toba, yakni hamoraon (kekayaan), hagabeon (memiliki keturunan yang berhasil), dan hasangapon (kemuliaan atau kehormatan), dirasakan dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dalam waktu relatif singkat maka kehidupan kerohanian dalam konteks kekristenan dapat berkembang pesat, sehingga kebaktian di gereja menjadi kebiasaan masyarakat bahkan gereja menajdi fokus perhatian masyarakat tempat bersatu dan berintegrasi. Situasi ini juga berlaku pada masyarakat Batak Toba di kawasan Tapanuli. Perhatian masyarakat Batak Toba terhadap
96
97
eksistensi gereja juga didorong oleh pengetahuan tambahan terhadap pengenalan musik-musik rohani gereja yang berasal dari Eropa. Setiap acara kebaktian di gereja mereka diajarkan pengenalan terhadap lagu-lagu melalui notasi Barat, bersamaan dengan itu para zending memperkenalkan instrumen musik tiup yang terdiri dari: trumpet, trombone dan sousaphone. Instrumen tersebut dipakai untuk mengiringi nyanyiannyanyian rohani saat upacara gereja. Proses belajar dimulai oleh badan zending dengan mengumpulkan pengetua gereja di bawah asuhan RMG di sebuah tempat pelatihan di Jetun Silangit Siborongborong Tapanuli Utara pada tahun 1929 hingga 1931. pendidikan musik ini berlangsung dibawah asuhan Berausgeben Von D. Johansen R. Nommensen dikenal dengan tuan Pdt. Berzchauer (wawancara dengan Pensilwally, Tarutung, 17 Desember 2014). Pendidikan ini mendapat perhatian besar dari masyarakat gereja. Mereka memiliki alasan, bahwa memainkan musik tiup lebih gampang dari permainan orgel atau poti marende yang dianggap cukup rumit. Zending juga mengajarkan bagaimana cara memainkan alat musik tersebut kepada sekelompok warga jemaat yang dianggap sungguh-sungguh mengikuti ajaran agama Kristen dan mempunyai minat dan perhatian yang tinggi untuk bermain musik. Mereka diajar untuk mengenal notasi-notasi musik barat yang ada. Melalui proses belajar yang cukup lama dari hari ke hari, akhirnya beberapa warga jemaat mahir memainkan musik tiup tersebut dengan baik. Missi Nommensen untuk terus memperluas penyebaran agama Kristen ini ternyata diwariskan oleh anaknya sendiri bernama Berausgeben Von D. Johansen R. Nommensen. Sama seperti ayahnya, Johansen terpanggil untuk
97
98
menjadi seorang missionaris di Tanah Batak. Jadi selama beberapa tahun lamanya
kedua
missionaris
ini
telah
banyak
bekerjasama
untuk
mengembangkan agama Kristen di Tanah Batak. Johansen pada saat itu dikenal dengan kemahirannya dalam memainkan orgel harmonium. Kemampuannya dalam memainkan orgel diabadikannya dengan menjadi pengajar alat musik organ di Sekolah Guru Huria (Guru Jemaat). Selain itu Johansen juga memiliki kemampuan memainkan alat musik trumpet yang digunakan dalam acara kebaktian di gereja Silindung (Theol, 2004:95). Inilah untuk pertama sekali musik tiup terompet masuk ke Tanah Batak, yaitu sekitar abad ke-19. Ternyata alat musik trumpet ini memiliki kelebihan dibanding dengan orgel. Penggunaan trumpet dalam mengiringi lagu-lagu gereja lebih bersifat menggugah dan memberikan semangat dalam bernyanyi dengan volume yang lebih kuat. Akhirnya alat musik trumpet ini menjadi salah satu mata pelajaran di Sekolah Guru Jemaat. Dengan demikian kemampuan untuk memainkan organ dan meniup trumpet wajib diketahui oleh para guru jemaat. Pada tahun 1832 badan zending American Board of Commission of Foreign Missions (ABCFM) mengirim Henry Lyman dan Samuel Munson untuk menjelajahi pedalaman Sumatera. Mereka dibunuh oleh sekelompok masyarakat Batak di Lobu Pining Adian Koting. Setelah pembunuhan atas Munson dan Lyman, ABCFM kembali mengirim seorang missionaris ke Tanah Batak yang bernama Jacob Ennis dan ia diterima dengan baik. Ini adalah usaha ABCFM yang terakhir untuk bekerja di Sumatera. Semua missionarismissionaris di atas belum berhasil dalam upaya mendirikan sekolah-sekolah
98
99
baru sesuai dengan semboyan mereka to restor the Old Christian Communities to Their Former Glory. Jadi menurut mereka sekolah merupakan sarana yang efektif untuk mengabarkan Injil. Jenis-jenis sekolah yang didirikan RMG pada umumnya hampir sama dengan sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah kolonial Belanda. Pada waktu itu sekolah-sekolah yang diadakan oleh RMG dibiayai oleh lembaga zending sendiri dan terlepas dari campur tangan pemerintah Belanda. Pada awalnya buku-buku yang digunakan di sekolah yang didirikan RMG ini adalah berbahasa asing, tetapi kemudian atas seizin pemerintah Belanda maka akhirnya pada tahun 1863 buku-buku tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa dan aksara Batak. Sebenarnya pemerintah Hindia Belanda memberikan subsidi kepada sekolah-sekolah swasta yang ada pada saat itu, tetapi karena asas netralitas (azas yang meniadakan pendidikan agama di sekolah yang dianutnya) maka subsidi itu ditolak oleh RMG, walaupun krisis keuangan melanda lembaga zending ini dan memaksa mereka untuk membatasi kegiatannya. Sejak masuknya zending Belanda di Tanah Batak, tidak ada sumber buku yang menyebutkan bahwa para zending turut serta membawa alat musik tiup trumpet (brass) dalam kegiatan zending mereka (lihat J.R. Hutauruk, 1986). Pada 7 Oktober 1861, van Asselt mengumpulkan seluruh badan zending yang bekerja di tanah Batak bertemu di Parau Sorat Sipirok, untuk menyambut kedatangan zending Jerman yang akan menggantikan mereka meneruskan penginjilan di Tanah Batak. Sejak saat itulah usaha pengkristenan di Tanah Batak beralih dari zending Belanda ke zending Jerman. Salah seorang zending
99
100
Jerman yang paling terkenal di Tanah Batak adalah Ludwig Ingwer Nommensen. Pada 14 Mei 1862, Nommensen tiba di Padang [ibukota Provinsi Sumatera Barat sekarang]. Perjalanan pertamanya ke pedalaman dimulai 25 Oktober
1862.
Dalam
menjalankan
misinya
Nommensen
mencoba
menempatkan adat Batak ke dalam cara hidup Kristen yang baru. Cara-cara baru dalam pola hidup orang Kristen baru adalah termasuk menggantikan musik tradisional Batak dengan nyanyian gereja yang diiringi oleh orgel (organ pipa) dan musik trumpet untuk mengiringi lagu gereja dengan buku panduan lagu pasaunen buch. Tetapi ia mempertahankan banyak kebiasaan-kebiasaan pernikahan adat yang diatur oleh struktur dalihan natolu. Setelah masuknya Kristen oleh para zending Belanda dan Jerman, Ludwig Ingwer Nommensen melarang masyarakat Batak memainkan gondang karena permainan gondang dianggap mengandung unsur-unsur magis yang ditujukan kepada arwah para leluhur. Pada saat ini penggunaan alat musik tiup telah digunakan bersama-sama dengan alat musik yang lain seperti halnya dengan sulim, didalam mengiringi upacara adat dan acara kebaktian di gereja. Setelah masa pemerintahan jajahan Belanda berakhir (sekitar tahun 1943) maka zending Jerman juga meninggalkan tanah Batak, tetapi aktivitas kerohanian masih tetap dijalankan sebagaimana mestinya. Anggota-anggota jemaat yang berada di seluruh wilayah Tapanuli, tetap melaksanakan ajaran Kristen yang telah diterima dan berakar dalam kehidupan masyarakat Batak Toba. Para pendeta dan evangelis pribumi yang telah diajar akan pengealan musik oleh zending mengambil alih para pemimpin rohani di gereja dan
100
101
menjalankan tugas-tugas sebagaimana layaknya seorang pendeta termasuk mengajarkan musik dengan sistem four part harmony pada tangga nada Barat. Dalam hal keperluan tata ibadah di gereja, musik tiup dipergunakan mengiringi pasukan Jepang yang hendak perang. Hal ini terjadi pada masa pendudukan Jepang dan dilakukan atas perintah dari kerajaan Jepang dalam rangka pemberangkatan tentara Jepang, dengan diiringi oleh musik tiup maka semangat juang para tentara semakin meningkat. Peralatan musik yang dipakai bukan berasal dari gereja, melainkan peralatan yang dibawa oleh Jepang sendiri. Pada saat yang sama, penggunaan musik tiup di beberapa gereja sudah tidak dipakai lagi disebabkan kerusakan pada instrumen musik tiup yang sudah cukup lama. Perangkat alat musik brass itu disimpan oleh pengurus gereja di dalam gudang, karena tidak ada dana membeli instrumen yang baru, disamping sulit mencarinya, juga sangat mahal harganya. Pemakaian musik tiup di luar gereja, awalnya muncul pada tahun 1930an oleh seorang ahli musik bernama Adian Silalahi dari desa Tambunan Balige bersama seorang rekannya, yakni Ismail Hutajulu (penggubah lagu-lagu nasional, rakyat). Mereka memainkan perangkat instrumen musik tiup di pada kegiatan acara perkawinan. Adian Silalahi telah belajar bermain musik tiup dari Pdt. Berzchauer seorang missionaris Jerman. Ketertarikan orang terhadap musik tiup ini, menjadikan beberapa pemuda belajar secara non formal / otodidak kepada Adian Silalahi. Keberhasilan yang dicapai oleh kelompok kecil ini, menjadikan seorang pengusaha di Balige membelikan perangkat musik tiup ini dari Amerika, dan
101
102
terbentuklah ensembel musik tiup pertama sekali di tanah Batak. Konteks pemakaiannya kala itu adalah mengiringi kebaktian gereja dan hiburan. Pemakaian pertitur dalam membaca notasi balok pada lagu-lagi gereja sangat ditekankan kepada semua pemain musik ini. Tetapi Adian Silalahi juga mengajarkan beberapa lagu-lagu rakyat yang dihafal oleh setiap pemain untuk kebutuhan acara-acara hiburan seperti pertandingan olahraga di wilayah Balige. Anggota dari kelompok pemain musik tiup ini bukan hanya terdiri dari para pemuda, tetapi juga para orangtua yang dulunya aktif dalam permainan musik tiup di gereja (wawancara S. Tambunan, Medan 10 Maret 2015). Pada masa kemerdekaan usai tahun 1945, keberadaan musik tiup di Balige telah dikenal sebagai sarana hiburan, yaitu untuk menghibur para pemain olahraga yang hendak bertanding juga dalam seni pertunjukan opera. Para pemain opera dengan pemain musik tiup bekerjasama menyelaraskan iringan lagu rakyat dengan musik tiup ini. Dalam hal ini musik tiup hanya dianggap sebagai pengiring permainan musik tradisi untuk mengiringi jalannya cerita-cerita rakyat yang dibawakan. Inilah awal, beberapa repertoar lagu-lagu rakyat dimainkan oleh musik tiup. Kesamaan tangga nada diatonis, tidak menyulitkan bagi para pemain musik tiup untuk menyelaraskan lagu-lagu rakyat yang dibawakan. Instrumen yang dimainkan dalam kelompok musik tiup ini, terdiri dari trumpet sopran dan alto (trumpet klep, bukan trumpet peston), trombone bariton dan trombone tenor, tuba, contra bass atau bassoon ditambah dengan bass drum double headed. Instrumen ini kemudian dipakai dalam kegiatan di luar kebaktian gereja.
102
103
Selain penggunaan tersebut di atas, musik tiup juga dipergunakan untuk menyambut kedatangan tamu negara yang datang ke Balige. Misalnya, ketika diadakan penyambutan atas kedatangan Presiden RI pertama Soekarno ke Balige di tahun 1950. Ketika itu masyarakat menyambut dengan iringan musik tiup. Sejak hadirnya guru Adian Silalahi dan Ismail Hutajulu, sejak itu pula lahirlah kelompok musik tiup profesional. Kelompok itu disebut Verenighing Music Silalahi yang berlokasi di desa Tambunan. Kelompok musik ini beranggotakan warga masyarakat yang mempunyai bakat musik, dan mereka diberi pelajaran notasi musik dan teknik memainkan brass band. Ada juga kelompok musik tiup yang didirikan secara komersil tahun 1952 di Balige oleh pengusaha toko emas dengan nama Surabaya Musik dan menyusul Bethesda Musik dengan mengambil nama kelompok Mannen Koor (paduan suara Bapak) Bethesda di HKBP Balige. Kelompok-kelompok musik tiup pertama ini adalah cikal bakal berdirinya kelompok serupa di berbagai tempat hingga sekarang ini. Kelompok musik tiup yang didirikan oleh masyarakat di Balige telah mengarah menjadi komersial, sebab setiap kali diundang memainkan musik tiup, maka imbalan materi berupa beras (sejumlah 100 kaleng beras untuk satu kali pertunjukan) atau uang yang setara dengan itu. Oleh karena itu para pemain musik tiup dalam kelompok ini mempunyai anggota kelompok yang tetap dan jarang terjadi penambahan anggota secara tiba-tiba tanpa melalui proses belajar. Selain mendapat perhatian dari masyarakat agar dalam upacara adat yang mereka lakukan dapat mengundang kelompok musik tiup, para pemain musik ini dibayar dengan cukup mahal.
103
104
Bagi mereka yang tidak dapat membaca dan mempelajari notasi musik, dilatih dengan feeling sound. Sehingga ketika mendengar suara musik tiup yang dibunyikan, timbul kepekaan untuk dapat menyesuaikan pendengaran setiap hari, menimbulkan ingatan yang dalam, dan menghasilkan permainan sempurna. Dalam beberpaa dekade, kelompok musik tiup Tambunan yang ada di Balige mengiringi acara adat di Kota Medan. Sama halnya dengan penggunaan yang dipakai pertama sekali di kawasan Toba Samosir. Namun dapat dicatat, sebelumnya di Kota Medan sudah ada kelompok musik tiup mengiringi upacara adat kematian, khusus untuk lagu-lagu rohani. Kelompok ini dalam jangka waktu lama melayani kegiatan serupa dengan waktu yang ditentukan oleh pemusik itu sendiri, karena pemusiknya terdiri dari pegawai kepolisian. Kelompok ini disebut dengan Korps Musik Brimob asuhan Detasemen Brigade Mobil Kepolisian Sumatera Utara sekitar tahun 1978 hingga 1986. Sejak berdirinya musik tiup di Kota Medan, instrumen yang digunakan seluruhnya adalah musik tiup dalam arti sebenarnya. Komposisi musiknya terdiri dari: trumpet sopran, trumpet tenor, trombone, tuba, bassoon (contra bass) dan saxophone yang menyusul kemudian. Pada tahun 1990, Immanuel Musik membuat perubahan dengan menyertakan gitar bas sebagai pengganti contra bas atau tuba dengan membuat penguat suara melalui monitor TR Bas, dan pada tahun 1991 Duma Musik menyertakan Synthesizer Keyboard sebagai pendamping akkord terdiri dari gitar string. Hiingga pada tahun 1992, Tambunan Musik membuat perubahan besar yang diikuti oleh kelompok musik
104
105
tiup lainnya yaitu dengan membuat perangkat sound sebagai penguat amplitude semua peralatan musik sekaligus pemakaian mikrophone. Dalam uraian sebelumnya, kelompok musik tiup Duma adalah sebagai pionir berdirinya ensembel musik tiup di Medan, yang disusul dengan berdirinya kelompok musik serupa yang tumbuh secara sporadis. Hingga tahun 1998, di Kota Medan terdapat 21 kelompok musik dimaksud. Namun sekarang ini, keberadaan musik ini sudah tinggal enam kelompok lagi yang masih melakukan aktivitasnya. Penamaan musik tiup dalam menjelaskan kelompok ini mengalami pergeseran dari waktu ke waktu. Awalnya, ketika musik tiup dipergunakan dengan memakai instrumen yang terdiri dari semua perangkat alat tiup, kelompok-kelompok ini memakainya dengan nama musik tiup menyertai nama kelompok mereka. Contoh Bethesda Musik Tiup. Dalam
perjalanannya,
ketika
perangkat
musiknya
mengalami
perubahan, nama musik tiup menjadi ditinggalkan, dan berubah menjadi nama identitas kelompok musik itu sendiri dan tidak menyertakan kata musik tiup. Beberapa kelompok musik cenderung memberi nama dalam penyebutan kelompok mereka dengan alasan bahwa identitas musik tiup tidak lagi disertakan karena sudah bercampur dengan alat musik lain di luar musik tiup, dengan contoh: Sopo Nauli Musik, Tambunan Musik, dan lainnya (wawancara S. Tambunan, 20 Februari 2012).
2.3.3 Musik tiup dalam ibadah gereja
105
106
Instrumen musik memiliki peranan penting dalam tata ibadah gereja. Karena posisi yang dimiliki musik dalam ibadah bukan sebagai pelengkap atau tambahan dari seluruh rangkaian ibadah itu. Bagaimana jemaat dapat memahami peribadatan apabila tidak disertai dengan musik. Dalam ibadah gereja-gereja suku di tanah Batak yang beraliran Protestan, peranan Musik hampir mencapai 72 persen dari limit waktu yang dipakai dalam sebuah rundown (urutan) acara kebaktian (wawancara dengan Pensilwally, Tarutung, 12 September 2014). Jemaat akan merasa khusuk dan merasakan kehadirat Allah hadir dalam dirinya terhadap penyembahan yang dilakukan jemaat kepada Allah dalam kebaktian apabila kidung-kidung pujian diiringi oleh musik yang bagus. Dengan kata lain musik dalam gereja berkuasa dan mempunyai peranan penting di dalam pembinaan rohani anggota jemaat. Oleh karena itu kedudukan atau penggunaan instrumen musik dalam kebaktian gereja, bukanlah sebagai alat pelengkap, lebih jauh sebagai bagian penting memainkan perannya dalam sebuah ibadah. Sehingga musik dapat dikatakan sebagai alat untuk memberitakan Firman Allah. Dan penggunaan instrumen musik dalam sebuah ibadah adalah bagian yang dipergunakan secara bagus dalam pelaksanaan kebaktian. Kebaktian itu dibentuk dalam sebuah liturgi dan diwarnai dengan suara dan perbuatan yang indah-indah yang membentuk suatu peristiwa yang berisikan Tuhan hadir berfirman kepada manusia, manusia mendengarnya dan memberikan puji-pujian melalui nyanyian (musik), doa permohonan dan memberikan persembahan atas pemberian Tuhan. Perbuatan itu sama halnya
106
107
dengan kebaktian surgawi, yang mana kebaktian itu disemarakkan dengan warna-warni musik, simbol dan perbuatan-perbuatan lainnya (Garret, 1974 : 19). Ibadah di gereja merupakan saat dimana para jemaat melakukan kebaktian untuk mendengarkan firman Tuhan untuk melengkapi kehidupan mereka. Kebaktian yang dilakukan dalam ibadah ini adalah bernyanyi untuk memuji kebesaran Tuhan sebagai tanda ucapan syukur atas anugerah Allah. Kebaktian ini disamakan dengan ibadah. Perihal pertumbuhan iman Kristen, hal itu tidak dapat diabaikan dan sesuai dengan pengalaman misi dalam pertumbuhan gereja di tanah Batak maka para pengurus gereja dari tingkat bawah hingga tingkat pimpinan pusat untuk melihat peranan musik dalam mempercepat perkembangan gereja Batak selanjutnya. Beberapa gereja yang masih mempergunakan instrumen tiup hingga sekarang dalam kelompok brass untuk mengiringi nyanyian liturgis kebaktian dapat dilihat dalam bagan berikut. Tabel 2.1: Gereja-gereja dalam Budaya Batak Toba yang Menggunakan Ensambel Musik Tiup No 1
Nama Gereja HKBP
2
HKBP
3
HKBP
4 5
HKBP HKBP
6 7
HKBP HKBP
Alamat / Tempat Jalan Gereja; Kota Pematangsiantar Jalan Rumah Sakit Balige, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) Gedung Laguboti; KabupatenTobasa Sitorang; KabupatenTobasa Jalan S.M. Simanjuntak Tampahan; Kabupaten Tobasa Tambunan; Kabupaten Tobasa Jalan Dr. T.D. Pardede Sipahutar; Kabupaten Tapanuli Utara (Taput)
107
Alat Musik yang Dipakai trumpet, saxophone, trombone, keyboard trumpet, saxophone, trombone trumpet, saxophone, trombone, tuba, gitar bass trumpet, saxaphone, trombone, organ trumpet, keyboard trumpet, saxophone, trombone trumpet, saxophone, trombone, organ
108 8
HKBP
9 10 11
HKBP HKI HKBP
12
HKBP
Desa Simatupang Muara; kabupaten Taput Tiga Balata; Kabupaten Simalungun Tiga Bolon; Kabupaten Simalungun Dolok Sanggul; Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas) Parulohan Lintong; Kabupaten Humbahas
trumpet, saxophone, trombone, organ trumpet, saxophone, keyboard trumpet, saxophone, keyboard trumpet, saxophone, trombone trumpet, saxophone, trombone
Sumber: Monang Asi Sianturi (2012) Dari pengamatan penulis, beberapa gereja yang amsih memiliki instrumen musik tiup tetapi tidak dipergunakan lagi yang ditandai dengan masih terdapatnya sisa instrumen brass di gereja itu, antara lain : HKBP Sidorame-Medan, HKBP Teladan-Medan, HKBP Tiga Dolok-Simalungun, GKPS Sudirman-Pematang Siantar, GKPS Teladan, HKI Marihat-Pematang Siantar, HKI Bah Sampuran Tiga Dolok-Simalungun, HKBP Porsea KotaTobasa,
HKBP
Pearaja-Taput,
HKBP
Siwaluoppo-Taput,
HKI
Siborongborong-Taput, HKI Hutabarat-Taput, HKI Tarutung Kota-Taput, HKBP Godung Lintong ni Huta-Humbahas.
2.3.4 Persebaran musik tiup Para missionaris yang mengajarkan bagaimana cara memainkan alat musik tiup kepada sekelompok warga jemaat yang dianggap mau dan sungguhsungguh mengikuti ajaran agama Kristen dan mempunyai minat terhadap musik, memberi pengenalan akan alat musik ini seperti : trumpet, Trombone, baritone dan bassoon. Mereka diajarkan dengan metode musik barat dengan proses waktu yang cukup lama, hingga mereka dianggap mahir untuk memainkan instrumen ini.
108
109
Perkembangan agama Kristen yang semakin pesat, merambah hingga daerah Simalungun meliputi gereja yang dibuka di sana. Gereja protestan yang dianggap pertama berdiri di Simalungun adalah HKBPS atau Huria Kristen Batak Protestan Simalungun. Mereka juga aktif melakukan kegiatan musik ini setelah beberapa penginjil dari Simalungun yang ditugaskan pihak RMG, diutus untuk mengurus gereja-gereja Simalungun termasuk dalam hal musiknya. Ada beberapa repertoar lagu yang dimainkan musik tiup yang tidak dapat diiringi oleh musik tiup, yakni lagu-lagu berpola ornamentasi Simalungun akibat pengaruh lagu-lagu tradisional Simalungun. Tetapi Martasujdita menyebutkan bahwa lagu-lagu yang dibawakan itu bukanlah bentuk kesalahan yang perlu untuk disalahkan (Martasudjita, 2009 : 36). Dalam risalah khotbah P.P. Luther Purba pada kebaktian Minggu di GKPS Marbun Lokkung pada tahun 1988 menyebutkan nyanyian yang benar adalah dengan mengikuti tempo dan jiwa lagunya haruslah muncul. Dia memberi ilustrasi bahwa lagu yang berhubungan dengan puji-pujian harus dinyanyikan dengan tempo yang cepat dan gembira. Dan ditekankan bahwa nyanyian gereja seperti yang dimainkan oleh musik tiup haruslah benar sesuai dengan tuntutan lagu itu sendiri. Seorang pendeta RMG berkebangsaan Jerman yang memberi perhatian terhadap perkembangan musik tiup di Simalungun sekitar tahun 1961-1963, dengan mensosialisasikan instrumen ini ke beberapa gereja HKBPS (sekarang disebut GKPS). Gagasan ini diwujudkan dengan membuat fasilitas dengan memberi bantuan ensembel musik tiup. Awalnya, musik tiup yang diberikan
109
110
adalah trumpet, Trombone dan basson saja dengan jumlah 60 buah yang dibagi kepada enam kelompok. Sehingga setiap kelompok mendapatkan sepuluh buah alat musik tiup. Dalam hal ini, alat musik tiup saxophone tidak dikenal seperti sekarang ini, misalnya, saxophone. Jemaat-jemaat gereja Simalungun yang mendapatkan ensembel musik tiup ketika itu dapat disebutkan antara lain : HKBPS Jalan Sudirman Pematang Siantar, HKBPS Pematang Raya, HKBPS Saribu Dolok, HKBPS Tebing Tinggi, HKBPS Teladan Medan dan HKBPS Bangun Purba. Dalam perjalanannya, gereja-gereja ini tidak lagi memainkan ensembel tiup seperti pada awalnya. Kelompok musik tiup yang ada di beberapa kota di Sumatera Utara masih menamakan dirinya sebagai kelompok musik tiup di dalamnya seperti dijelaskan sebelumnya. Tetapi kelompok-kelompok musik tiup ini tetap menganggap bahwa musik yang mereka gunakan tidak terlepas dari musik tiup. Dengan alasan bahwa untuk menyebut kelompok musik ini, harus disertakan dengan instrumen tiup seperti trumpet, saxophone dan lainnya. Beberapa kelompok musik yang ditemukan di Medan, Pematang Siantar, Toba Samosir dan Tapanuli Utara, tetap menyertakan instrumen musik tiup sebagai perangkatnya walaupun tidak se”lengkap” masa-masa awalnya. Musik ini sekarang disebut dengan musik komplit atau musik lengkap dan sebagian masyarakat menyebut dengan musik na balga (musik besar). Penyebutan musik na balga berkonotasi pada tingkat kemampuan ekonomi pengguna ensembel ini, dengan memberi kompensasi harga lebih besar dari harga musik na gelleng / musik na metmet (untuk menyebut kelompok musik
110
111
keyboard tunggal beberapa pemusik menyebutnya dengan singkatan sulkib atau sulim kibod) yang harganya lebih murah dari kelompok pertama tadi.
Tabel 2.2: Kelompok-kelompok Musik Tiup di Sumatera Utara Lokasi Tempat Medan
Nama Kelompok Tambunan Musik
Perangkat Trumpet, Saxophone, Trombone, Keyboard, Sulim, Gitar Strings, Gitar Bas, Drum Set dan Gondang Sabangunan √ √ √ √ Trumpet, Saxophone, Trombone, Keyboard, Sulim, Gitar Strings, Gitar Bas, Drum Set
Keterangan Komplit atau lengkap
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Dalihan Natolu Musik
Trumpet, Saxophone, Trombone, Keyboard, Sulim, Gitar Strings, Gitar Bas, Drum Set dan Gondang Sabangunan
Komplit atau lengkap
Tambunan Grup Musik Lembaga Sisingamangaraja XII
Trumpet, Saxophone, Trombone, Keyboard, Sulim, Gitar Strings, Gitar Bas, Drum Set
Minus gondang sabangunan
Tonggo Musik Anugerah Musik Patra Musik Sopo Nauli Musik Marcelino Musik
Pematangsiantar
Toba Samosir
Tambunan Musik Siantar Musik Relasi Musik Horasi Musik Nauli Musik Sira Tambor Musik Eben Ezer Musik Kartika Musik Naga Baling Musik Kana Musik Maduma Musik
Sam Jaya Musik Binter Jaya Musik Sahabat Gabe Musik Morina Musik Maju Jaya Musik Family Musik Oriza Musik Melody Musik Genesis Musik Pardomuan Nauli Musik Amborado Musik Jonathan Musik Parulian Musik Nathanael Musik Bethesda Musik Relasi Musik Lembaga Musik
111
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ Minus gondang sabangunan
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
112
Tapanuli Utara
Josua Musik Anugrah Musik Bintang Mas Musik Toba Nauli Musik Parisma Musik
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
Top Jaya Musik Bahana Musik Gesima Musik Orion Musik Tiger Musik Buha Nauli Musik Martabe Musik Agnes Musik Daun Mas Musik Sapri Musik Haleluya Musik Malela Musik Morina Musik
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Keterangan: Tanda (√) menunjukkan keterangan yang persis sama dengan sebelumnya (sumber: diolah dari data yang dikumpulkan dari lapangan penelitian) 2.3.5 Peranan musik tiup dalam upacara adat Selain untuk mengiringi lagu-lagu gereja, grup musik tiup milik gerejapun mulau melayani masyarakat secara cuma-cuma, apabila diminta untuk mengiringi acara kebaktian dalam upacara perkawinan masyarakat Batak. Dalam hal ini lagu-lagu yang akan dibawakan ditentukan oleh pihak yang berpesta termasuk lagu-lagu popular. Seni populer dalam keadaan tertentu mengambil alih seni tradisional dengan berbagai cara: ada yang muncul sebagai tiruan dan kontinuitas dari seni tradisional, ada pula yang muncul dalam bentuk baru. Seni rakyat juga menjadi seni populer dalam konteksnya tersendiri (Kaplan, 1967:317). Kadang-kadang bentuk seni populer disesuaikan dengan kesadaran dan kehendak masyarakat umum. Seperti halnya dalam musik pengiring upacara adat pada masyarakat Batak Toba yang mengalami perubahan itu dikehendaki oleh masyarakat dan menjadi kajian dalam tulisan ini. Tradisi upacara adat
112
113
Batak Toba yang diiringi oleh musik tiup ini masih terus dipertahankan sampai sekarang. Kedudukan musik tiup yang dimiliki secara pribadi dan sifatnya pun berubah menjadi grup musik komersil dan populer. Grup-grup musik komersil seperti ini pada saat sekarang diundang untuk mengiringi upacara perkawinan. Di lain pihak, gereja dianggap sudah tidak mampu lagi untuk mendanai pembentukan suatu grup musik tiup milik gereja secara mandiri. Di dalam kehidupan sehari-hari, bahwa peranan musik sangat penting dalam memberikan arti bagi kehidupan bertata ibadah di gereja, dan bukan saja musik berkembang dalam kehidupan manusia, tetapi kehidupan musik juga berkembang di gereja. Karena pada dasarnya musik dapat dipakai sebagai daya tarik dalam kegiatan atau aktivitas gereja. Sejalan dengan itu, Pandopo (1983:28) berpendapat bahwa musik mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pendidikan dan etika, sehingga semua anggota para jemaat di gereja merasakan secara langsung apa itu fungsi musik dalam ibadah. Sehubungan dengan hal itu fungsi musik dalam arti yang lebih luas adalah membantu, memandu tata ibadah menjadi lebih hidup dalam menyanyikan nyanyian yang ada di gereja. Penggunaan ensembel musik tiup pada masyarakat Batak Toba dapat dilakukan dalam dua konteks yaitu keagamaan dan adat. Dalam konteks keagamaan ensembel musik tiup mulai digunakan untuk turut mengiringi lagulagu rohani dalam kebaktian gereja dimana ensembel musik tiup bergabung dengan organ gereja. Sedangkan dalam konteks adat, baik pada upacara perkawinan maupun upacara kematian, ensembel musik tiup digabungkan dengan alat musik tradisional Batak Toba yaitu gondang dan alat musik
113
114
perkusi disebut brass band. Brass band ini dikenal masyarakat Batak Toba dengan musik tiup. Sebuah pemahaman budaya (reinterpretasi culture) yang dipergunakan hingga sekarang ini. Saat ini perangkat musik tiup yang digunakan dalam upacara adat tersebut telah merupakan alat musik yang memasyarakat bagi seluruh kalangan orang Batak Toba karena hampir seluruh golongan usia dari anak-anak sampai orangtua, mengenal dan mengetahuinya. Mereka sangat menikmati dan menyukainya. Musik tiup yang digunakan dalam upacara adat Batak Toba, kadang-kadang menunjukkan gejala paradoks. Pemakaian musik tiup tersebut dipergunakan untuk memainkan lagu Batak dan sekaligus mengiringi tarian adat Batak Toba. Muncul juga anggapan, khususnya dari kalangan orangtua, yang mengatakan bahwa musik tradisional Batak Toba (Gondang Sabangunan) sudah tidak pernah lagi digunakan, dan musik tiup sangat berpeluang memberi arti lain pada adat-istiadat Batak. Anehnya, ketika sedang menari (manortor) dalam iringan alat musik tiup tersebut, justru mereka sangat menikmati irama musik yang muncul. Banyak tanggapan yang muncul di kalangan masyarakat Batak Toba, masing-masing dari sudut pandang pribadi mereka. Pandangan dan asumsi yang telah disebutkan di atas merupakan bagian dari pendekatan emik yang merupakan salah satu unsur penting dalam penelitian kualitatif. Sejak masuknya pengaruh agama Kristen di Tanah Batak yang dibawa oleh Nommensen dari Badan Zending RMG Jerman, Nommensen tidak memperkenankan masyarakat Batak menggunakan gondang dalam setiap upacara yang mereka laksanakan, baik upacara adat maupun upacara gereja.
114
115
Secara teknis, sebenarnya disebabkan karena gondang mempunyai tangga nada pentatonis sehingga tidak bisa memainkan lagu-lagu gereja yang menggunakan tangga nada diatonis, dan pada saat itu penggunaan gondang dianggap mengandung unsur magis dalam kepercayaan masyarakat Batak. Pada saat itu (sebelum masuknya Kristen) gondang Batak sering digunakan untuk memanggil roh-roh nenek moyang diikuti dengan suatu pertarungan antara datu yang sering memakan korban jiwa. Gondang Batak ini dikenal dengan nama tortor begu atau tortor guru (tarian hantu atau tarian para datu). Inilah yang menjadi alasan bagi Nommensen untuk melarang digunakannya gondang. Seperti yang kita ketahui dan rasakan tekanan proses modernisasi yang tanpa arah jelas itu mengakibatkan pelunturan dan degradasi nilai-nilai yang dikandung di dalam kehidupan ritual dan spiritual. Namun hal itu sebenarnya bukan hanya diakibatkan oleh proses kebudayaan yang nasionalisasi. Jauh sebelumnya, daerah kultur Batak mengalami guncangan akibat politik kebudayaan yang diterapkan oleh kekuatan agama, Badan Zending RMG (Rheinische Mission Gesellschaft), yang menganggap bahwa kehidupan seni tradisi yang ada di tanah Batak bersifat hasipelebeguon, pemujaan terhadap roh leluhur bersifat animisme, dan hal itu mesti disingkirkan agar kehidupan beragama menjadi murni yang dapat dilihat secara periodik. Periode pertama, seperti yang diungkapkan oleh peneliti kebudayaan dan pengamat kehidupan agama di tanah Batak, Lothar Schreiner dalam bukunya, Oehoem Parhoeriaon Siingoton ni Angka Huria Kristen Batak, 1924 menyebutkan: “melarang semua masyarakat Batak mengadakan pertunjukan gondang sabangunan dan tortor dalam upacara pesta bius” dan kebijakan ini
115
116
dibua oleh pihak missionaris RMG dan pemerintahan kolonial Belanda pada tahun 1897, untuk semua pengikut Kristen dan non Kristen di tanah Batak (2002:11). Peride kedua, disusun penegasannya terhadap larangan itu oleh kebijakan yang dibuat missionaris RMG Jerman pada tahun 1907 untuk membuat batasan pelaksanaan adat dan lebih tegas pada tahun 1924 RMG bersama kelompok gereja-gereja lokal dalam Mission Batak yang sudah berdiri menyebutkan pada butir (g): Penyajian gondang sabangunan dan tortor dapat dilakukan harus dengan seizin pejabat gereja di samping larangan-larangan lain yang berimplikasi pada praktek animis (Schreiner, 1994:52). Periode ketiga, di HKBP sendiri, dibuat aturan tentang pemakaian alat musik gondang sabangunan hasil dari Sinode Godang HKBP Tahun 1952. Disana disebutkan bahwa gondang sabangunan hanya dipakai pada upacara adat Batak yang bersifat hiburan, kalau dipergunakan pada upacara ritual seperti, mangongkal holi, atau saur matua, harus seijin dan persetujuan pengurus gereja. Termasuk pelarangan penyampaian doa-doa pada leluhur atau tonggotonggo, karena berkonotasi ke arah hasipelebeguon (menyembah berhala, dan arwah-arwah yang telah meninggal). (Ruhut Parminsangon di Huria Kristen Batak Protestan, Kolportase HKBP, 1952). Periode keempat, dalam Ruhut Parminsangon di Huria Kristen Batak Protestan, Kolportase HKBP tahun 1962, terdapat keputusan yang melanjutkan aturan yang diberlakukan pada tahun 1952 ditambah dengan penjelasan teknis pemakaian dan waktu pelaksanaan serta repertoar yang diizinkan untuk dimainkan gondang dalam upacara adat kematian.
116
117
Dari
pendapat
tersebut,
bahwa
penggunaan
musik
perlu
dipertimbangkan dalam kebutuhan di gereja, karena musik merupakan salah satu bentuk ekspresi iman di dalam jemaat atau gereja, sehingga penggunaannya harus disesuaikan dengan maksud dan sifat dan tujuan dari peribadatan itu sendiri.
2.4 Masyarakat Batak Toba di Kota Medan dan Perkembangan Musik Tiupnya Pada bahagian ini dideskripsikan bagaimana orang-orang Batak Toba di Kota Medan, terutama gambarannya pada masa sekarang (2015). Setelah memaparkan keberadaan masyarakat Batak Toba di Kota medan yang multikultural
ini,
kerja
saintifik
selanjutnya
adalah
menggambarkan
perkembangan musik tiup di dalam kebudayaan masyarakat batak Toba di Kota Medan ini. Hal ini menarik karena Medan adalah tempat perantauan, Medan pada awalnya adalah wilayah budaya Melayu Deli di bawah pemerrintahan Kesultanan Melayu Deli yang kemudian menjadi ibukota Sumatera dan kemudian Provinsi Sumatera Utara.
2.4.1 Gambaran umum Kota Medan Dalam perkembangan etnis di Medan, kebudayaan Melayu yang lebih dominan. Melayu merupakan dinamika yang penting bagi kelompok-kelompok Batak yang berhubungan langsung dengan kebudayaan Melayu di Medan. Sekitar tahun 1920-an perubahan dominasi etnik di Medan mulai berubah.
117
118
Orang-orang Batak yang ada di Medan mulai memunculkan diri dengan hasil pekerjaan mereka sekaligus memperlihatkan identitas mereka. Dicatat, beberapa gerakan organisasi membentuk gerakan komunitas Batak. Selain di Medan, di kota besar lainnya, seperti Jakarta, orang Batak juga menunjukkan identitas mereka. Sehingga kelompok etnis lain harus mendapati bahwa orang-orang yang tertib dan pandai yang mereka kenal adalah ternyata adalah orang Batak. Orang Batak merupakan kaum minoritas kecil di kotakota, tetapi sangat berpengaruh pada saat itu, hal ini juga menyebar ke Tapanuli Utara dan Selatan (Hasselgren, 2008:48). Dalam kasus masyarakat Batak yang bermukim di kota Medan mengalami perubahan dalam pembentukan organisasi-organisasi yang semakin didominasi oleh orang Kristen Batak Toba. Perkembangan-perkembangan yang terjadi berimplikasi bahwa komunitas Melayu dari awal tahun 1920-an mulai kehilangan kebudayaannya dan identitasnya dalam suku etnis semula. Medan menjadi lingkungan yang multi etnis dimana lebih mudah bagi kelompokkelompok lain untuk menonjol jati dirinya. Meskipun perbedaan etnis menjadi realitas penting di Medan, ada juga diantara penduduk urban pribumi memiliki rasa kebersamaan. Di dalam berbagai perkembangan ini, tidak tampak perbedaan etnis baik suku maupun agama. Di samping pembahasan tentang migrasi masyarakat Batak Toba yang bermukim di perantauan khususnya di Kota Medan, kelompok imigran penting lainnya adalah Batak Mandailing. Saat pergantian abad, banyak orang Mandailing bertempat di pantai timur Sumatera dan di tempat lain (Ibid, 2008 : 51). Orang dari selatan ini tampaknya lebih mudah diterima masyarakat
118
119
Melayu di Kota Medan, daripada orang Batak Toba. Hal ini terjadi dikarenakan mereka memiliki kesamaan agama, sehingga dianggap sebagai saudara seiman mereka. Dan ini menyebabkan mereka lebih berpeluang untuk mendapatkan akses pekerjaan di bidang perdagangan dan pemerintahan.
Peta 2.1: Administrasi Kota Medan
119
120
Tingkat kompetisi yang tinggi orang-orang yang bermukim di kota Medan, membuat orang Batak Toba berusaha keras untuk dapat hidup bertahan
120
121
(survive). Berbagai cara dilakukan misalnya sebagian orang menukar identitas mereka agar dapat diterima dengan mudah, atau meleburkan diri terhadap pola dan tatanan hidup pada masyarakat pribumi pertama yang tinggal di Kota Medan. Tetapi, hal yang dapat dilihat adalah mereka tetap hidup berkelompok dengan membentuk komunitas yang kaut. Mereka membentuk kesatuankesatuan hegemonis marga menurut garis keturunan, kelompok satu daerah asal (sahuta) dari tingkat pemuda hingga jenjang keluarga yang sudah menikah. Mereka juga aktif membentuk kelompok dalam satu pola pikir dan tujuan yang disebut dengan partungkoan. Kota Medan (Melayu Jawi: )ﻣﯿﺪانadalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota metropolitan terbesar di luar Pulau Jawa
dan
kota
terbesar
ketiga
di
Indonesia
setelah
Jakarta
dan
Surabaya[4][5][6] Kota Medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat dan juga sebagai pintu gerbang bagi para wisatawan untuk menuju objek wisata Brastagi di daerah dataran tinggi Karo, objek wisata penangkaran orangutan di Bukit Lawang, serta kawasan Danau Toba. Medan didirikan oleh Guru Patimpus Sembiring Pelawi pada tahun 1590. John Anderson, orang Eropa pertama yang mengunjungi Deli pada tahun 1833 menemukan sebuah kampung yang bernama Medan. Kampung ini berpenduduk 200 orang dan seorang pemimpin bernama Tuanku Pulau Berayan sudah sejak beberapa tahun bermukim disana untuk menarik pajak dari sampan-sampan pengangkut lada yang menuruni sungai. Pada tahun 1886, Medan secara resmi memperoleh status sebagai kota, dan tahun berikutnya menjadi ibukota Karesidenan Sumatera Timur sekaligus ibukota Kesultanan
121
122
Deli. Tahun 1909, Medan menjadi kota yang penting di luar Jawa, terutama setelah pemerintah kolonial membuka perusahaan perkebunan secara besarbesaran. Dewan kota yang pertama terdiri dari 12 anggota orang Eropa, dua orang bumiputra, dan seorang Tionghoa. Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat dua gelombang migrasi besar ke Medan. Gelombang pertama berupa kedatangan orang Tionghoa dan Jawa sebagai kuli kontrak perkebunan. Tetapi setelah tahun 1880 perusahaan perkebunan berhenti mendatangkan orang Tionghoa, karena sebagian besar dari mereka lari meninggalkan kebun dan sering melakukan kerusuhan. Perusahaan kemudian sepenuhnya mendatangkan orang Jawa sebagai kuli perkebunan. Orang-orang Tionghoa bekas buruh perkebunan kemudian didorong untuk mengembangkan sektor perdagangan. Gelombang kedua ialah kedatangan orang Minangkabau, Mandailing dan Aceh. Mereka datang ke Medan bukan untuk bekerja sebagai buruh perkebunan, tetapi untuk berdagang, menjadi guru dan ulama. Sejak tahun 1950, Medan telah beberapa kali melakukan perluasan areal, dari 1.853 ha menjadi 26.510 ha pada tahun 1974. Dengan demikian dalam tempo 25 tahun setelah penyerahan kedaulatan, kota Medan telah bertambah luas hampir delapan belas kali lipat. Kota Medan saat ini dipimpin oleh seorang pelaksana harian, yakni Syaiful Bahri Lubis pasca habisnya masa jabatan wali kota terakhir, Dzulmi Eldin. Wilayah Kota Medan dibagi menjadi 21-kecamatan & 151-kelurahan: Medan Tuntungan, Medan Johor, Medan Amplas, Medan Denai, Medan Area, Medan Kota, Medan Maimun, Medan Polonia, Medan Baru, Medan Selayang,
122
123
Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Barat, Medan Timur, Medan Perjuangan, Medan Tembung, Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Marelan, dan Medan Belawan. Kota Medan memiliki luas 26.510 hektare (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut. Secara administratif, batas wilayah Medan adalah sebagai berikut: (a) Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka; (b) Seebelah selatanberbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang; (c) sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang; dan (d) sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang. Dengan demikian Kota Medan dikelilingi oleh Kabupaten Deli Serdang. Demikian pula di siang hari banyak penduduk Kabupaten Deli Serdang yang bekerja di Kota Medan. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan sumber daya alam (SDA), khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karena secara geografis Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber daya alam, seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan
123
124
berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya. Di samping itu sebagai daerah pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah Belawan dan pusat Kota Medan saat ini. Berdasarkan data kependudukan tahun 2005, penduduk Medan diperkirakan telah mencapai 2.036.018 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria, (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk komuter. Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2010, penduduk Medan berjumlah 2.109.339 jiwa. Penduduk Medan terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan 1.068.659 perempuan. Bersama kawasan metropolitannya (Kota Binjai dan Kabupaten Deli Serdang) penduduk Medan mencapai 4.144.583 jiwa. Dengan demikian Medan merupakan kota dengan jumlah penduduk terbesar di Sumatera dan keempat di Indonesia. Sebagian besar penduduk Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan 20-39 tahun (masing-masing 41% dan 37,8% dari total penduduk). Dilihat dari struktur umur penduduk, Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian, secara
124
125
relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur. Laju pertumbuhan penduduk Medan periode tahun 2000-2004 cenderung mengalami peningkatan, dimana tingkat pertumbuhan penduduk pada tahun 2000 adalah sebesar 0,09% dan menjadi 0,63% pada tahun 2004. Jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, disusul Medan Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk yang paling sedikit, terdapat di Kecamatan Medan Baru, Medan Maimun, dan Medan Polonia. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi ada di Kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area, dan Medan Timur. Pada tahun 2004, angka harapan hidup bagi laki-laki adalah 69 tahun sedangkan bagi wanita adalah 71 tahun. Kota Medan memiliki beragam etnis dengan mayoritas penduduk beretnis Jawa, Batak Toba, Mandailing-Angkola, dan Tionghoa. Adapun etnis aslinya adalah Minangkabau, India, dan Melayu serta etnis lain-lain. Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah masjid, gereja dan vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jl. Zainul Arifin dikenal sebagai Kampung Keling, yang merupakan daerah pemukiman orang keturunan India. Secara historis, pada tahun 1918 tercatat bahwa Medan dihuni oleh 43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang keturunan Eropa, 35.009 orang Indonesia, 8.269 keturunan Tionghoa, dan 139 berasal dari ras-ras yang ada di Asia lainnya.
125
126
Secara historis, pada tahun 1918 tercatat bahwa Medan dihuni oleh 43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang keturunan Eropa, 35.009 orang Indonesia, 8.269 keturunan Tionghoa, dan 139 berasal dari ras Timur lainnya.
Tabel 2.3: Perbandingan Etnik di Kota Medan pada Tahun 1930, 1980, dan 2000 Etnis
Tahun 1930
Tahun 1980
Tahun 2000
Jawa
24,89%
29,41%
27,03%
Batak
2,93%
14,11%
19,69%
Tionghoa
35,63%
14,80%
17,65%
Mandailing
6,12%
7,90%
8,36%
Minangkabau
7,29%
7,02%
7,57%
Melayu
7,06%
6,22%
6,18%
Lain-lain
14,31%
9,43%
8,42%
Sumber: 1930 dan 1980: Usman Pelly, 1983; 2000: BPS Sumut *Catatan: Data BPS Sumut tidak menyenaraikan "Batak" sebagai suku bangsa, total Simalungun (0,69%), Tapanuli/Toba (19,21%), Pakpak (0,34%), dan Nias (0,69%) adalah 20,93%
Angka Harapan Hidup penduduk kota Medan pada tahun 2007 adalah 71,4 tahun, sedangkan jumlah penduduk miskin pada tahun 2007 adalah 148.100 jiwa. Dari data tersebut di atas, pada tahun 2000, orang-orang Batak di Kota Medan, menduduki peringkat kedua setelah etnik Jawa. Jumlah orang Batak adalah 19,69 % dari keseluruhan penduduk Kota Medan. Dalam sensus ini, orang Batak didukung oleh sub-subnya yaitu Simalungun, Batak Toba, Pakpak, dan Nias. Yang tentu saja menarik, mengapa BPS Sumut memasukkan orang Nias sebagai orang Batak.
126
127
Dengan keberadaan orang Batak yang seperti itu di Medan, maka salah satu dampaknya adalah mereka menganggap bahwa Medan adalah tempat pemukiman mereka yang baru, tetapi keadaannya agak berbeda dengan kampung halaman mereka. Perbedaan itu terutama tampak dari komposisi penduduk dan kebudayaan di Medan ini yang multikultural.16
2.4.2 Perkembangan musik tiup di Kota Medan Dalam realitas sosial di dalam masyarakat, grup-grup musik tiup atau brass band Batak Toba di Kota Melan mengalami pasang dan surut mengikuti waktu dan ruang yang dilaluinya. Pasang dan surfutnya eksistensi ini menurut penulis disebabkan faktor dari dalam (internal) dan juga faktor dari luar (eksternal). Selanjutnya, faktor dari dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba di Medan adalah terjadinya perubahan-perubahan sosial, yang mengakibatkan perubahan-perubahan terhadap eksistensi ensambel-ensambel musik tiup ini. Di antara perubahan sosial itu adalah bertambah atau berkurangnya permintaan untuk pertunjukan musik tiup, yang juga didasari oleh kemampuan ekonomi masyarakat. Demikian pula, pasang surut kelompok-kelompok musik tiup ini
16
Multikulturalisme adalah sebuah terminologi dalam ilmu-ilmu sosiobudaya yang acapkali digunakan sejak dasawarsa 1970-an. Istilah ini lazim digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang keanekaragaman hidup manusia di dunia ini, atau kebijakan kebudayaan yang menekankan perhatian kepada penerimaan terhadap realitas keanekaragaman budaya (multikultural) yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Keanekaragaman ini menyangkut: nilainilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut. Multikulturalisme pada dasarnya adalah gagasan yang diaplikasikan ke dalam berbagai kebijakan budaya, berdasar kepada penerimaan terhadap realitas aneka agama, pluralitas, dan multikultural dalam kehidupan masyarakat di dunia ini. Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik (Azyumardi Azra, 2007).
127
128
yang disebabkan faktor dari dalam adalah kenyataan hukum ekonomi yang terjadi yaitu semakin banyak permintaan akan pertunjukan musik tiup maka akan semakin memacu pula tumbuh dan berkembangnya kelompok-kelompok musik tiup. Sebaliknya semakin sedikit permintaan akan pertunjukan musik tiup dalam berbagai upacara adat batak Toba, maka akan semakin berkuranglah eksistensi kelompok musik tiup ini. Selanjutnya faktor eksternal yang mempengaruhi pasang dan surutnya eksistensi kelompok-kelompok musik tiup di Kota Medan ini, menurut penulis terutama disebabkan oleh faktor ekonomi nasional dan global. Sebagai contoh konkrit yaitu ketika tahun 1998, di Indonesia terjadi krisis keuangan (moneter) yang salah satunya dipicu oleh peristiwa reformasi politik, dan ikut campur tangan lembaga-lembaga internasional, terutama IMF (International Monetery Fund), maka berdampak juga terhadap surutnya eksistensi kelompok-kelompok musik tiup di Kota Medan. Selanjutnya dilihat dari produksi yaitu lagu-lagu yang digunakan terjadi kontinuitas dan perubahan. Kontinuitas adalah meneruskan lagu-lagu yang memang secara historis menjadi bahagian dari sejarah muncul dan berkembangnya ensambel musik tiup Batak Toba ini. Di sisi lain, orang-orang Batak Toba juga ingin sesuatu yang baru berdasarkan masa-masa yang dilaluinya. Apa saja yang terjadi berdasarkan perkebangan di wilayah budaya Batak Toba sendiri,
Sumatera Utara,
Indonesia,
atau
internasional,
mempengaruhi lagu-lagu (repertoar) yang dipergunakan. Berikut adalah uraian singkat tentang pasang dan surutnya kelompok-kelompok musik tiup di Kota Medan. Pasang surut dan perubahan yang penulis maksud adalah mencakup
128
129
perkembangan jumlah grup musik tiup yang ditandai dengan dibentuknya gupgrup musik tiup di kota Medan sejak masuknya ke kota Medan sampai pada tahun 2015 ini. Berdasarkan fakta historis, kelompok musik tiup yang pertama kali muncul di Kota Medan adalah adalah Duma Musik. Kelompok ini didirikan pada bulan Maret tahun 1987. Duma Musik ini di Kota Medan, pada saat dibentuk terdiri dari 10 orang anggota yang berasal dari Kota Balige yang dikontrak selama dua tahun. Ketika Duma Musik dibentuk di Kota Medan, sebenarnya sudah ada juga grup musik tiup di beberapa Gereja dan Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara, namun karena pemainnya cabutan dari daerahdaerah di wilayah Batak Toba dan tidak memiliki nama tertentu serta organisasi yang mengikat, maka penulis menganggap yang awal kali membentuk kelompok musik tiup berdasarkan organisasi adalah Duma Musik. Kelompok musik tiup Duma Musik sebagai satu-satunya grup musik tiup yang terorganisir, yang ada di kota Medan saat itu sangat diminati oleh masyarakat luas. Menurut penjelasan dari para informan, Duma Musik ini kewalahan untuk memenuhi permintaan masyarakat. Di kala itu honorarium yang diterima oleh Duma Musik dapat disebut juga cukup besar atau mahal, dibandingkan dengan honor untuk sebuah grup musik tiup saat ini. Selepas saja masa kontrak habis, maka tepatnya pada bulan Maret tahun 1989, 6 orang pemain dari kelompok musik tiup Duma Musik ini, tidak melanjutkan kontraknya. Keenamnya memilih keluar dari Duma Musik. Keenam mantan angota Duma Musik ini memanggil 6 orang pemain musik tiup dari Balige dan membentuk grup musik tiup baru yang diberi nama
129
130
Tambunan Musik. Sedangkan 4 (empat) orang pemain lainnya tetap bertahan dan menambah pemain musik tiup dari tanah Batak dan berusaha untuk bertahan. Akan tetapi Duma Musik, yang telatr ditinggalkan oleh 6 orang pemainnya ini, kalah bersaing dengan Tambunan Musik yang baru saja terbentuk. Akhirnya Duma Musik kurang diminati dan belakangan kira-kira tahun lagi akhirnya berganti nama menjadi Esperanza Musik dengan anggota yang sudah berganti-ganti pula. Tambunan Musik sendiri mengalami kejayaan mulai dari awal terbentuknya Dengan 12 orung anggota pemain, Tambunan Musik tampil dengan ensambel musik tiup yang lebih lebih lengkap sehingga terkesan lebih megah dan mewah. Tambunan Musik masih bertahan sampai saat ini walaupun dengan berbagai dinamika di dalamnya dan pemain-pemain di dalamnya juga telah berganti-ganti. Pemain Tambunan Musik yang masih tetap hingga saat ini hanyalah bapak S. Tambunan yang adalah pimpinan Tambunan Musik tiup saat ini. sepanjang tahtur 1989 sampai tahun 1992, grup musik tiup yang ada di kota Medan berjumlah hanya 2 saja. Hingga pada tahun 1993 dalam bulan yang berbeda terbentuk kembali 2 grup musik tiup yang baru yaitu; Immanuel Musik dan Boris Musik. Immanuel Musik adalah grup musik tiup yang berasal dari kota Pematangsiantar yang kemudian pindah ke Kota Medan. Sedangkan Boris Musik, dua orang pemainnya adalah dari Tambunan Musik yang keluar dan kembati ke Tarutung untuk mengajak pemain dari sana dan membentuk Boris Musik. Akan tetapi kedua grup musik tiup ini tidak bertahan lama pada tahun 1996 Boris Musik tutup, sedangkan Imanuel Musik sendiri hanya bertahan selama dua tahun.
130
131
Pada tahun 1995, jumlah grup musik tiup di kota Medan kembali mengalami penambahan. Tahun ini pada bulan yang berbeda, terbentuk Horas Musik kemudian menyusul Tonggo Musik dan Parulian Musik. Dari ketiga grup musik tiup ini hanya Tonggo Musik yang masih bertahan sampai saat ini. Jadi pada tahun 1995 ada 6 grup musik tiup di kota Medan yaitu; Duma Musik atau Esperanza Musik Tambunan Musik, Horas Musik, Tonggo Musik, dan parulian Musik. Tahun 1996 kembali terbentuk 2 grup musik tiup yaitu Patra Musik dan Ambito Musik. Patra Musik masih ada sampai saat ini sedangkan Ambito Musih yang adalah perpecahan dari Boris Musik, tidak ada lagi. Tahun 1997 sampai tahun 1998, kembali terbentuk beberapa grup musik tiup yaitu; Bonansa Musik, Mangampu Tua Musik, Sopo Nauli Musik, Medan Musik, dan Sinar Anugerah Musik, yang kemudian dipecah menjadi dua grup yaitu Sinar Musik dan Anugerah Musik tetapi dengan tauke dan pimpinan yang sama. Sampai saat ini kelima grup yang baru terbentuk ini masih tetap eksis. Pada tahun 1997 krisis moneter yang terjadi di Indonesia yang cukup mempengaruhi perkembangan grup-grup musik tiup di kota Medan. Hingga sampai sekitar tahun 2000 tidak ada grup musik tiup yang terbentuk. Akan tetapi pada era tahun 2000-an perkembangan grup musik tiup mulai menunjukkan perubahan yang ditandai dengan banyaknya dibentuk grup-grup musik tiup yang baru. Menurut Tambunan, sejak tatrun 2000 setiap tahunnya pasti ada grup musik tiup yang terbentuk- Tahun 200A-2003 terbentuk cukup banyak grup musik tiup arfiara lain Parna Musik, Lamhot Musik, Berlian Musik, Bethesda
131
132
Musik, Amora Musik, Lamora Musik, situm Jaya Musik, Rosari Musik, dan wella Musik. Semua grup musik tiup ini masih bertahan sampai saaat ini kecuali Amora Musik. Akan tetapi beberapa diantaranya sebenarnya dapatdikatakan sudah tidak eksis lagi seperti misalnya Lamhot Musik, Rosari Musik dan Lamora Musik karena tidak begitu banyak masyarakat yang memakai grup ini. Tahun 2004-2005 kembali terbentuk grup-grup musik tiup antara lain; Memori Musik, Batavia Musik, Simto Musik, Marcelino Musik (pemiliknya adalah orang yang sama dengan pemilik Esperanza Musik), KUPJ Musik Tiup dan Karunia Musik. Selain grup-grup muik tiup yang sudah disebutkan diatas masih banyak lagi grup-grup musik lain yang seolatr-olatr adalah grup musik tiup tetapi sesunguhnya tidak Grup musik ini adalah grup musik yang hanya beranggotakan dua atau tiga orang pemain yang terdiri dari satu orang pemain kibor dan satu orang pemain sulim yang kerap disebut dengan grup kiborsulim. Dari data diatas maka pada tahun 2005 tefiapat sekitar 23 wpmusik tiup di Kota Medan yaitu; Tambunan Musik, Esperanza Musik, Horas Musik, parulian Musik, Tonggo Musik, Medan Musik, Sopo Nauri Musik, Mangarnpu Tua Musik, Bonansa Musik, Sinar Anugerah Musik (Sinar Musik dan Anugerah Musik), Patra Musik, Berlian Musik, Memory Musik, Batavia Musik, Simto Musik, Parna Musik, Lamhot Musik, Lamora Musik, Rosari Musik, Bethesda Musik, Situm Jaya Musik, Karunia Musik, KUPJ Musik, dan wella Musik. Demikianlah perkembangan grup-grup musik tiup yang ada di Kota Medan sejajk grup kelompok pertama dibentuk sampai saat ini.
132
133
Berikut adalah tabel yang menggambarkan grup-grup musik tiup yang mengisi pasang surut eksistensinya di Kota Medan.
Tabel 2.4: Pasang-surut Kelompok-kelompok Musik Tiup di Kota Medan
Orde Baru
Masa Politik Nasional
Tahun/ Bulan
No.
Kelompok Musik Tiup yang Eksis
Penjelasan
Maret 1987
1.
Duma Musik
Lima tahun kemudian Duma Musik berganti nama menjadi Esperanza Musik. Masa Orde Baru dimuai tahun 1966, ketika Suharto menggantikan Sukarno melalui sidang MPRS. Masa Orde Baru ditandai dengan pelarangan Komunisme dan Pembangunan di bidang ekonomi. Namun di era ini, demokrasi tersumbat. Pemerintahan Orde Baru berkuasa selama 32 tahun (19661998)
Maret 1989 1993
2.
Duma Musik Tambunan Musik Duma Musik Tambunan Musik Imanuel Musik Boris Musik
1995
4.
Esperaza Musik Tambunan Musik Boris Musik Horas Musik Tonggo Musik Parulisan Musik
Tambunan Musik mampu terus bertahan sampai 2015 ini. Immanuel Musik bertahan selam 2 tahun saja Tahun 1996 Boris Musik membubarkan diri. Tahun 1993 Duma Musik berganti nama menjadi Esperanza Musik. Tiga kelompok musik yang baru terbentuk (Horas Musik, Tonggo Musik, dan Parulian Musik, hanya Tonggo Musik yang mampu bertahan hingga kini).
1996
5.
Esperanza Musik Tambunan Musik Horas Musik Tonggo Musik Parulisan Musik Patra Musik Ambito Musik
3.
133
Kini Ambito Musik sudah tidak eksis lagi.
Era Refortmasi
134 19971998
6.
Esperanza Musik Tambunan Musik Horas Musik Tonggo Musik Patra Musik Ambito Musik Bonansa Musik Mangampu Tua Musik Sopo Nauli Musik Medan Musik Sinar Anugerah Musik
Kelima grup musik tiup (Bonanza Musik, Mangampu Tua Musik, Sopo Nauli Musik, Medan Musik, dan Anugerah Musik) masih mampu bertahan hingga kini. Tahun 1997 terjadi krisis moneter (krismon) di Indonesia. Salah satu faktor pemicunya adalah destabilisasi politik di dalam negeri, serta keuangan dunia yang tidak menentu. Rupiah saat 1998 ini menyentuh level pertukaran di Rp. 16.000 per dolar Amerika Serikat. Namun B.J. Habibie cepat mengantisipasinya, di tahun 2000-an rupiah kembali menguat ke level Rp 6000 per dolar AS. Namun politik demokrasi masih belum stabil. Era ini ditandai dengan pergantian-pergantian presiden dan kabinet, yaitu presiden ketiga B.J. Habibie, disusul keempat sampai ketujuh: Abdurrahman Wahid, Megawati Sukarnoputri, Soesilo bambang Yoedhoyono, dan Joko Widodo.
20002003
7.
Esperanza Musik Tambunan Musik Tonggo Musik Patra Musik Bonansa Musik Mangampu Tua Musik Sopo Nauli Musik Medan Musik Sinar Anugerah Musik Parna Musik Lamhot Musik Berlian Musik Bethesda Musik Amora Musik Lamora Musik Situm Jaya Musik Rosari Musik Wella Musik
Amora Musik membubarkan diri saat ini
20042007
8.
Esperanza Musik Tambunan Musik Tonggo Musik Patra Musik Bonansa Musik Mangampu Tua Musik Sopo Nauli Musik Medan Musik
Semakin bertambah jumlah grup musik tiup di Kota Medan
134
135 Sinar Anugerah Musik Parna Musik Lamhot Musik Berlian Musik Bethesda Musik Amora Musik Lamora Musik Situm Jaya Musik Rosari Musik Wella Musik Memori Musik Batavia Musik Simto Musik Marcelino Musik KUPJ Musik Karunia Musik 20082015
9.
Esperanza Musik Tambunan Musik Tonggo Musik Patra Musik Bonansa Musik Mangampu Tua Musik Sopo Nauli Musik Medan Musik Sinar Anugerah Musik Parna Musik Lamhot Musik Berlian Musik Bethesda Musik Amora Musik Lamora Musik Situm Jaya Musik Rosari Musik Wella Musik Memori Musik Batavia Musik Simto Musik Marcelino Musik KUPJ Musik Karunia Musik Sari Musik Patra Parulian Musik
Semakin bertambah jumlah grup musik tiup di Kota Medan
Sumber: diolah dari data lapangan dan tulisan terdahulu (Tetty Aritonang 1992; P.M. Pardede, 1995; Musa Siagian, 2000; F.E. Tarihoran, 1994; M. Damanik, 2006).
Pasang dan surutnya keberadaan kelompok-kelompok musik tiup di Kota Medan seperti terpapar di atas, sebenarnya memiliki kecenderungan semakin banyak secara kuantitatif dan dalam pengamatan lapangan juga
135
136
kualitatif. Semua pasang surut tersebut tampaknya memang menjadi hukum alam terhadap perubahan-perubahan kebudayaan yang dipengaruhi oleh aspek internal dan eksternalnya. Kini keberadaan kelompok-kelompok musik tiup ini di Kota Medan adalah terutama tanggung jawab semua warga Batak Toba yang merasa memilikinya dan menjadi bahagian dari kekuatan identitas mereka, baik yang berada di wilayah budaya asal, yaitu daerah kebudayaan batak Toba, maupun tempat-tempat perantauan mereka seperti halnya di Kota Medan. Semua ini tidak lepas dari keinginan semua warga masyarakat Batak Toba atau lebih luas masyarakat perduli budaya Batak Toba. Begitu juga eksistensi musik tiup ini tidak bisa dilepaskan dari cara mengelolanya baik itu organisasi, produksi, maupun pemasaran.
136
137
Bagan 2.2: Budaya Masyarakat Batak Toba dan Eksistensi Musik Tiupnya
137
BAB III MANAJEMEN ORGANISASI
Pada Bab III ini, penulis mengkaji manajemen organisasi Mangampu Tua dan Tambunan Musik di Kota Medan, berdasarkan teori organisasi yang telah diuraikan pada bab pertama. Aspek-aspek yang dikaji dalam manajemen organisasi ini mencakup: struktur organisasi yang terdiri dari ketua, anggotaanggota, dan seterusnya. Apa yang menjadi dasar terbentuknya organisasi ini, akan dikaji secara rinci. Seperti sudah dibicarakan di dalam bab pendahuluan, di dalam konteks mengkaji manajemen organisaasi, penelitian ini menggunakan pendekatan teori organisasi dan teori kepemimpinan, dimana pengorganisasian merupakan keseluruhan proses pengelompokkan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, tanggung jawab dan wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Seterusnya, sumber daya manusia (SDM) adalah komponen utama suatu organisasi yang menjadi perencana dan pelaksana dalam setiap aktivitas organisasi. Apa yang disebut sumber daya manusia ini mempunyai pikiran, perasaan, keinginan, status dan latar belakang pendidikan, usia, jenis kelamin yang heterogen dibawa ke dalama suatu organisasi, sehingga tidak seperti mesin, uang dan material, yang sifatnya pasif dan dapat dikuasai dan diatur sepenuhnya dalam mendukung tercapainya tujuan organisasi.
138
139
Selanjutnya dalam konteks kepemimpinan ada 3 teori kepemimpinan menurut Lewin, White, dan Lippit (1930). Menurut mereka kepemimpinan itu: (1) ada yang
authoritarian, yang menerapkan kepemimpinan otoriter,
pemimpin tidak memberi kesempatan pada bawahannya untuk bertanya ataupun minta penjelasan. Yang kedua disebut (2) democratic yang mengikutsertakan bawahannya serta memberi kesempatan bawahan untuk berdiskusi. Yang ketiga (3) laissez fair yang membiarkan kondisi yang ada dan menyerahkan kekuasaannya pada bawahannya.
3.1 Grup Musik Tiup sebagai Organisasi Seni Tradisi Kedua kelompok music tiup tersebut yakni Mangampu Tua dan Tambunan Musik menurut penulis dapat digolongkan sebagai organisasi musik yang berdasarkan tradisi. Yang dimaksud dengan tradisional dalam tesis ini adalah sebuah gagasan, kegiatan, atau benda-benda yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya secara teratur mengikuti norma-norma yang terjadi di dalam masyarakat itu. Tradisi ini erat kaitannya dengan budaya sebuah masyarakat atau sebuah kelompok etnik tertentu. Misalnya tradisi mangupa-upa pada masyarakat Mandailing, yaitu upacara menyambut seseorang yang baru ditimpa kemalangan atau mendapatkan rezeki yang baik, atau untuk mendoakan keselamatan, dan lainnya. Seni tradisional yang dimakud dalam tulisan ini adalah seni yang didukung masyarakat tradisi, dan berfungsi secara sosial selama bertahun-tahun. Menurut Takari (2008), manajemen seni yang dilakukan masyarakat di Nusantara ini [termasuk Batak Toba] secara tradisional adalah sebagai berikut.
139
140
(a) Berkesenian bukan profesi utama tetapi kerja sampingan atau sambilan. Sebagaimana telah diuraikan di atas, setiap organisasi harus memilili tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kemudian tujuan ini bisa
dicapai dengan menggunakan sistem manajemen, seperti perencanaan, pengorganisasian, staffing, actuating, pengawasan. Hal yang paling mendasar, biasanya organisasi kesenian tradisi di Nusantara, menetukan tujuan utamanya bukan sebagai organisasi bisnis, hanya sekedar meneruskan tradisi yang telah ada dengan istilah melestarikan atau mengem-bangkannya. Jarang ditemukan sebuah organisasi seni sebagai organisasi bisnis dan keutamaan pada profesionalisme, layaknya sebuah perusahaan waralaba.
Dengan tujuan
sebagai kelompok yang mengusung kesenian sebagai kerja sambilan, maka manajemennya pun ditangani secara “sambilan” pula. Tujuan tidak akan diraih atau diusahakan untuk berhasil dengan sebaik-baiknya.
Waktu yang
diluangkan untuk kegiatan berkesenian juga adalah waktu sambilan, di luar kerja utama profesi seseorang seniman. Walau demikian, ada sebahagian kecil seniman profesional dalam masyarakat tradisional, yang keseluruhan waktu dan hidupnya digunakan untuk berkarir di bidang-bidang seni. Dalam konteks Sumatera Utara misalnya, ada Marsius Sitohang yang bekerja sebagai seniman musik Batak Toba yang bekerja di bidang seni musik tradisi Batak Toba. Ia bergabung dengan beberapa kelompok ensambel musik tiup, sebagai seniman dan juga dipercayakan manajer kesenian untuk mengurusi kelompoknya. Selain itu ia juga dosen di Deparemen Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Berdasarkan penjelasannya kepada penulis, ia dapat hidup dan menghidupi
140
141
keluarganya memang benar-benar penuh dari bidang seni musik tradisi Toba. Kerja utamanya adalah seniman, dan kerja sambilannya adalah dosen. Demikian pula yang terjadi di dalam grup Mangampu Tua dan tambunan. Di antara pemusiknya ada yang memang sangat bergantung ekonominya sebagai seniman music tiup, tetapi sebahagian ada yang menjadikan kinerja di dalam music tiup ini sebagai kerja sambilan saja. (b) Menonjolkan pimpinan yang biasanya juga sebagai seniman utama dan pendukung dana utama organisasinya. Sebagaimana masyarakat yang hidup dalam kebudayaan agraris, pola hubungan antara anggota masyarakat adalah hubungan yang sangat menonjolkan pimpinan. Bahkan adakalanya pimpinan
memiliki sifat-sifat
indivdualis
yang
hanya
mementingkan
kepentingannya. Dalam sistem sosial masyarakat yang demikian, maka kontinuitas
kelompoknya
sangat
tergantung
pada
pimpinan.
Sangat
bersyukurlah apabila pimpinan masyarakat itu memiliki sikap yang baik dan mampu mengayomi masyarakat yang dipimpinnya. Namun sebaliknya, akan sengsaralah masyarakat yang dipimpin oleh pimpinan yang egosentris. Berkat menumpuknya kekuasaan pada seorang pemimpin ini, sistem dan norma sosial pun bisa ia rubah dan akibatnya akan diteruskan oleh genrasi berikutnya. Demikian juga dalam manajemen seni secara tradisional di Nusantara ini, umumnya kekuasaan dan pengarahan tertumpu pada seorang pimpinan. Pengawasan (controlling) biasanya tak berjalan efektif dalam pola sosial masyarakat tradisional. Pengawasan bisa dianggap sebagai menjatuhkan kekuasaan pimpinan kesenian. Organisasi biasanya dilakukan atas dasar
141
142
kehendak pimpinan. Ia akan merekrut seniman dan kru seni sesuai dengan keinginannya. Namun demikian, dalam beberapa kelompok masyarakat atau etnik, ada juga sistem musyawarah untuk mufakat, termasuk dalam organisasi kesenian. Dalam kedudukan demikian, maka sistem sosial kesenian menjadi hidup dan berperan, bukan menonjolkan peran pemimpin. Namun secara dasar, manajemen seni di Nusantara ini memang menonjolkan peran sosiobudaya pimpinannya. Hal ini bisa dibuktikan, jika seorang pimpinan organisasi kesenian yang punya kekuatan manajerial kuat, dan ia tidak mewariskan pada generasi selanjutnya, maka akan mati pula kelompok kesenian yang dipimpinnya ini. Atau pun kalau ada yang meneruskan dengan mengikuti pola yang sama, tetapi dengan kapasistas yang kurang, maka terjadi degradasi sosial dalam kelompok kesenian ini. Demikian juga yang terjadi di dalam kelompok musik tiup Mangampu Tua dan Tambunan Musik Di Medan. Kedua organisasi seni musik ini, menonjolkan pimpinan yang biasanya juga sebagai seniman utama dan pendukung dana utama organisasinya. Lebih jauh lagi dominasi peimpin grup ini terekspresi dari digunakan istilah grup tersebut sebagai “milik” dari pemipimpin. (c) Pembagian honorarium yang agak bersifat rahasia, dan biasanya dicarikan kata-kata yang “manis” seperti “uang pupur,” “uang lelah,” dan sejenisnya. Ciri manajemen seni secara tradisional di Nusantara ini, adalah pembagian hasil jerih payah bersama, kurang menghargai peran integral keseluruhan pelaku seni (seniman, kru, dan pihak pimpinan). Biasanya
142
143
honorarium sangat ditentukan oleh seorang pimpinan saja. Ada juga pimpinan yang mengambil homor 50 persen lebih untuk dirinya pribadi, dan selebihnya untuk pekerja seni.
Akibatnya biasanya adalah munculnya perasaan tidak
senang di antara para pekerja seni yang dipimpinnya. Atau ada juga yang dengan ikhlas menerimanya, terutama seniman-seniman yang baru direkrut. Agar uang hasil kerja bersama ini dapat diambil sebesar-besamya oleh pimpinan kesenian, maka istilah yang digunakan pun bukan dengan istilah profesionalisme, seperti gaji atau honor kerja, dan sejenisnya—tetapi cenderung menggunakan kata-kata yang bemosi kerja yang dilakukan sebagai kerja sampingan, seperti uang pupur (uang bedak), uang lelah, uang rokok, uang terima kasih, uang jalan, dan sejenisnya. Keadaan seperti ini, sering terjadi dalam kelompok-kelompok kesenian tradisional di Nusantara ini. Namun demikian, ada juga sebahagian kecil kelompok seni tradisional yang membagikan honorarium hasil kerja bersama yang memperhatikan aspek peran, kemanusiaan, keseimbangan, terhadap masing-masing individu di dalam kelompok organisasi keseniannya. Sebagian lagi bahkan telah mengadopsi sistem manajemen Eropa yang melakukan sistem kontrak dan pembayaran dengan melibatkan notariat dalam mengurusnya. Tujuan utama kelompok ini adalah menjaga seacra yuridis pendapatan-pendapat yang diperoleh agar kelompok ini berkelanjutan dan tak ada masalah dengan pendapat yng diperoleh oleh masing-masing individu dalam organisasi tersebut. Untuk uraian poin (c) ini, di dalam kelompok musik Mangampu Tua dan Tambunan tidak menggunakan istilah-istilah yang dicarikan padanan seperti terurai di atas. Kedua kelompok ini menggunakan kata-kata yang tegas
143
144
sebagai hak para pemain dalam berprofesi sebagai pemusik. Mereka menggunakan kata gaji (sebagaimana layaknya buruh di perusahaan) atau kadangkala menggunakan istilah honorarium. (d) Pembagian tugas tidak begitu spesifik. Ciri lainnya manajemen kelompok seni tradisional adalah tugas tumpang tindih setiap orang dalam organisasi tersebut.
Jarang seorang pemain hanya memainkan satu jenis tari
atau musik atau peran teater. Sebagian besar seniman biasanya harus melakukan berbagai kerja di dalam organisasi kesenian.
Kadang sebagai
seniman, ia juga harus mengangkat alat musik, sound system, tata lampu, properti tari, sebelum dan setelah pertunjukan. Bahkan ironisnya, senimanseniman yang berusia relatif tua ikut mengangkat alat musik gordang yang besar dan berat.
Ini biasa terjadi dalam kelompok kesenian tradisional.
Pembagian kerja yang tidak spesifik ini biasanya akan pula mengurangi tanggung jawab dan tugas khususnya. Katakanlah jika terjadi hilangnya alat musik atau properti tari, maka para seniman saling melepaskan tanggung jawab, mereka tidak tahu ke mana alat musik dan properti tari yang hilang. Mereka hanya menduga-duga atau bahkan saling tuduh menuduh. Pembagian tugas yang tidak spesifik atau tugas ganda ini, biasanya akan mengakibatkan pula waktu dan tenaga tidak terkonsentrasi ke arah profesionalisme permainan dan pembayaran honorarium. Biasanya pendekatan semacam ini, berdasar kepada asumsi mereka adalah keluarga besar, tanggung jawab dipikul bersamasama. Kerja pun harus dikerjakan bersama-sama dalam sistem gotong royong, dan seterusnya. Dengan cara kerja seperti ini, biasanya para seniman muda dan yang berjenis kelamin laki-laki yang diutamakan untuk bekerja ekstra keras,
144
145
dengan alasan tenaganya masih kuat, masih muda, dan masih jauh masanya berkarir di bidang seni. Demikian pula yang terjadi di dalam kelompok musik tiup Mangampu Tua dan Tambunan Musik. (d) Organisasi kesenian tradisional jarang yang dibentuk mendasarkan pada aspek
yuridis. Artinya
dengan
sebuah organisasi kesenian
biasanya dibentuk hanya berdasarkan musyawarah mufakat untuk kelestarian budaya semata.
Mereka memang memiliki motivasi yang kuat untuk
melestarikan kesenian tradisionalnya. Namun seiring dengan perkembangan zaman, jika terjadi masalah-masalah di antara mereka, sebahagian memang bisa dipecahkan secara adat dan musyawarah. Namun jika telah masuk ke wilayah masalah hukum, seperti plagiarisme, bajakan produksi, pengakuan hal cipta dan sejenisnya, maka permasalahan ini selalu tidak bisa diselesaikan secara adat. Maka perlu diselesaikan secara hukum. Untuk itu, supaya kuat, maka sebaiknya setiap organisasi kesenian didirikan atas dasar yuridis. Karena dengan demikian, maka segala macam permasalahan yang mencakup aspek hukum dapat diselesaikan mengikut norma-norma hukum, dan akhimya akan memberikan keadilan bagi sebagian seniman atau pekerja seni. tidak memakai hukum rimba, yaitu siapa yang kuat mengalahkan yang lemah. Pengertian kuat di sini juga bermacam-macam. Bisa kekuatan politis, ekonomis, dan lainnya. Seiring dengan perkembangan zaman, maka sudah banyak pula sekarang ini organisasi-organisasi kesenian tradisional yang didirikan berdasarkan aspek yuridis, dan biasanya tertulis dalam bentuk akte notaris. Contoh organisasi kesenian seperti ini adalah Sri Indra Ratu di Kesultanan Deli, Sinar Budaya Grup yang awalnya diketuai olehTengku Luckman Sinar,
145
146
Lembaga Studi Tari Patria yang berpusat di Tanjungmorawa, Deli Serdang, pimpinan H. Jose Rizal Firdaus, S.H., dan masih banyak lagi yang lainnya. Dalam kasus dua grup musik tiup Batak Toba ini, yaitu Mangampu Tua dan Tambunan Musik, kedua-duanya sama sekali tidak menggunakan dasar yuridis formal atau hukum positif dalam membentuk organisasinya. Mereka membentuk berdasarkan musyawarah bersama, dan sifatnya adalah lisan, namun diingat di dalam memori mereka masing-masing sebagai penyanggah grup musik ini. (e) Perekrutan seniman sifatnya “cabutan.” Dalam rangka penentuan sumber daya manusia atau staffing, banyak kelompok seniman tradisional Nusantara, yang membentuknya berdasarkan, seniman-seniman
“cabutan.”
Maksud seniman cabutan dalam tanda kutip ini, adalah seniman dari kelompok lain atau seniman yang tak terikat oleh kelompok disatu-satukan untuk memenuhi permintaan kesenian dalam satu atau beberapa kali pertunjukan. Pemakaian seniman cabutan ini, adalah fenomena yang umum terjadi di Sumatera Utara misalnya. Alasan melakukan ini adalah, banyak seniman ingin menambah penghasilan keuangannya melalui banyaknya pertunjukan.
Ia tak
mau terikat hanya dalam satu organisasi kesenian saja. Karena jarang sekali ada sebuah organisasi kesenian yang membayar gaji seniman setiap bulan dengan jumlah tertentu sebagaimana layaknya tenaga kerja.
Apalagijika
dikaitkan dengan upah minimum regional. Oleh karena itu, sebagian besar seniman di Sumatera Utara misalnya adalah seniman cabutan, yang bisa main dengan organisasi seni di luar organisasi utamanya.
146
147
Ke masa depan tentu saja sistem seperti ini perlu dikurangi dan perlu diimbangi dengan sistem kerja hanya untuk satu organisasi seni semata dan dibayar gaji pokoknya oleh sebuah oraganisasi seni dengan sistem kontrak. Tujuannya agar seniman lebih profesional, dapat main dan menciptakan seni dengan tenang, terarah, terpadu, dan tidak lagi pusing memikirkan income per kapitanya setiap bulan. Paling tidak organisasi kesenian harus bisa melakukan kegiatan seperti layaknya organisasi sebuah pabrik sepatu atau pabrik ban mobil misalnya. Dalam kasus organisasi musik tiup Mangampu Tua dan Tambunan Musik, awalnya para pemain adalah bersifat tetap, memiliki gaji yang tetap yang besarannya dimusyawarahkan bersama, dan menjadi keputusan bersama. Bahkan Tambunan Musik memberikan fasilitas perumahan tempat tinggal bagi para pemusiknya. Namun seiring berjalannya waktu, ketika grup-grup musik sejenis tumbuh dan berkembang sangat pesat, maka mau tidak mau pesanan pertunjukan semakin berkurang dan mengakibatkan berkurangnya pendapatan. Maka kini sebahagian besar pemusik tiup di kota Medan adalah dalam posisi sebagai “pemain cabutan” atau kadangkala diistilahkan oleh mereka sebagai pemaian musik freelance. (f) Asas keluarga dan kekeluargaan. Sistem manajemen ini banyak diterapkan
oleh
organisasi-organisasi
kesenian
di
Nusantara.
Sistem
manajemen ini memang ada kelebihannya di satu pihak, yaitu para anggotanya merasa sebagai satu keluarga besar, yang terikat hubungan kekerabatan dan darah, sehingga masalah yang timbul dengan mudah dapat dipecahkan dengan landasan mereka satu keluarga yang sesungguhnya baik di bidang kesenian
147
148
maupun kekerabatan. Di sisi lain, sistem ini agak kurang demokratis. Artinya bakat-bakat seniman yang handal di luar keluarga, agak sulit untuk masuk ke dalam organisasi seni tersebut. Kualitas sumber daya manusia dan produksi seni dalam organisasi seperti ini hanya menjadi nomor sekian saja. Selain itu, karena berdasar kepada keluarga dan kekeluargaan, maka pengembangan yang ekstensif kurang diperhatikan. Misalkan saja sejak zaman dahulu, mereka mewarisi kesenian istana Melayu, maka sampai sekarang pun mereka akan memproduksi kesenian yang sama. Untuk membuka diri memproduksi seni rakyat atau etnik lain agak kurang, karena pembatasan sumber daya manusia seni tadi. Tentu mereka akan enggan memakai seniman etnik Nias misalnya. Ataupun kalau dipakai sifatnya bukan sebagai anggota tetap hanya sebagai pemain cabutan. Atau seniman Nias ini hanya melatih dan kemudian mereka yang mengambilalih persembahan kesenian Nias tadi. Itu banyak terjadi di kawasan Nusantara. Demikian pula yang terjadi di dalam dua organisasi musik tiup atau brass band ini, yaitu Mangampu Tua dan Tambunan Musik. Untuk kasus mangampu Tua, kelompok ini walau tetap menggunakan asa keluarga dan kekeluargaan, namun mereka lebih terbuka. Artinya kelompok ini menerima marga-marga lainnya di luar marga pimpinan yaitu Silaban. Namun untuk kasus Tambunan Musik, mereka mengutamakan asa keluarga terutama rekan satu marga, tetaptnya marga Tambunan. Walau mereka juga memasukkan anggota pemusik di luar marga Tambunan, tetapi pada prinsipnya oragnisasi ini mengutamakan dan mayoritas anggotanya bermarga Tambunan.
148
149
(g) Sangat erat dengan ritual masyarakat. Produksi seni tradisional, umumnya sangat erat dengan ritual-ritual yang dilakukan oleh masyarakat. Dalam keadaan sedemikian, uang bukanlah aspek terpenting, bahkan kadang seniman berbuat bukan dimotivasi oleh uang tetapi dimotivasi oleh sistem religinya.
Kegiatan yang dilakukannya benar-benar sebagai bagian dari
ibadahnya kepada Tuhan. Ia melakukan dan mempraktikkan seni untuk Tuhan bukan untuk ekonominya. Banyak peristiwa seni di Nusantara yang mengabsahkan gabaran ini. Misalnya dalam masyarakat Islam di Sumatera Utara, para seniman penyanyi (pembaca) barzanji dan marhaban, yaitu satu genre seni vokal yang memuji-muji abi Muhammad dalam bentuk syair berbahasa Arab, yang biasanya digunakn untuk mengiringi uoacara perkawinan, sunatan, atau menyambut bayi lahir. Setiap seniman tidak mengharapkan uang lelah atau uang honorarium. Mereka biasanya tidak akan keberatan jika hanya diberi pulut kuning atau bunga telur, sebagai balasan dari yang empunya acara.
Tetapi mereka pun tidak akan menolak bila diberi
amplop yang berisi uang, katakanlah mereka menerima Rp 10.000 setiap orangnya. Para seniman ini merasa mereka membantu sesama muslim dan perbuatan mereka adalah ibadah langsung kepada Allah dan ibadah sosial kepada sesama manusia. Begitu juga dalam masyarakat Batak Toba Parmalim, para pemusik ketika mengiringi upacara ritual Sipaha Sada atau Sipaha Lima (sesuai dengan ritus dan kalender Batak Toba Tua), tidak akan meminta bayarannya sebagai pemusik profesional, tetapi sebaliknya adalah sebagai bakti dan ibadahnya kepada Tuhan (Debata Mula Jadi na Bolon).
149
150
Bagi para penganut agama Kristen Protestan atau Katolik, setiap hari Minggu mereka menyanyi di gereja sebagai bagian dari ibadahnya. Walau ia seorang pemain piano profesional, atau ia seorang penyanyi sopran, alto, teno, atau bass. Kalau biasanya mereka diberi honorarium tinggi untuk pertunjukan yang sifatnya di luar ibadah gereja, maka ketika ia mempertunjukkan kesenian di gereja ini tidak mungkin ia meminta honorarium. Bahkan kalau diberi honor pun oleh pihak gereja misalnya pasti ia akan menolaknya. Keadaan seperti ini merupakan ciri utama dalam masyarakat Timur yang religius. Jadi manajemen di bidang seperti ini yang perlu diatur adalah bagaimana menggerakkan sumber daya manusia yang ada untuk menjadi bagian dari pertunjukan upacara atau pertunjukan budaya. Sekali lagi uang atau honor berkesenian bukan yang utama di sini.
Yang berperan adalah
konsep-konsep dan aktivitas religius, yang memotivasi setiap orang dan seniman untuk melakukan menurut fungsi individunya dalam konteks masyarakat luas, yang memiliki cita-cita dan tujuan bersama. Sesuai dengan uraian Takari di atas, maka dalam kasus grup musik tiup Mangampu Tua dan Tambunan Musik, aspek ritual dalam adat Batak Toba dengan pertunjukan musik ini sangat erat kaitannya. Namun sisi lain yang menarik, walau apa yang mereka lakukan dipandang dan dihayati sebagai ibadah, tetapi para pemain musik ini pun tetap mengharapkan honorarium atau gaji dalam setiap pertunjukannya. Jadi aspek ibadah dan ekonomi dalam grupgrup ini berjalan dengan seiring dan saling menguatkan, tidak hanya didominasi oleh aspek ibadah saja, sehingga mereka ikhlas jika tidak diberi honor.
150
151
(h) Ikut berperannya pemerintah daerah. Dalam rangka melestarikan seni budaya tradisional, maka pemerintah Republik Indonesia, mencanangkan perlunya pembinaan, pelestarian, pemungsian kesenian tradisional terutama untuk pariwisata dalam kehidupan masyarakat pendukungnya, maka pihak pemerintah ikut serta mengarahkan atau memanajemeni seni-seni tradisional seluruh Indonesia.
Tak jarang pemerintahan di tingkat kecamatan atau
kabupaten memiliki sanggar kesenian daerahnya. Biasanya didukung pula oleh isteri camat atau gubemur, dan tentu saja tak segan-segan mengucurkan dana untuk bidang kesenian daerah ini. Itu semua dilakukan untuk berbagai tujuan. Bisa tujuan politis, popularitas, atau memang juga dengan ikhlas ingin mengembangkan kebudayan daerahnya, karena ia menjadi orang nomor satu di daerah yang dipimpinnya tersebut. Di Sumatera Utara misalnya, di masa kepemimpinan Gubemur Tengku Rizal Nurdin, ia membentuk kesenian gubernuran yang langsung diketuai oleh isterinya. Grup kesenian ini bemama Cindai. Beberapa seniman, kemudian dimasukkannya menjadi pegawai negeri sipil. Beberapa persembahan dilakukan di Sumatera Utara dan manca negara. Satu sisi berkembang dan bertambahlah organisasi kesenian di Sumatera Utara. Di sisi lainnya, timbullah “kecemburuan” organisasi seni lainnya, yang merasa kurang diperhatikan. Dalam kasus grup musik tiup Mangampu Tua dan Tambunan Musik, maka campur tangan pemerintah tidak begitu tampak di sini, kecuali oleh pihak keamanan.
Setiap
akan
tampil
pastilah
pihak
penyelenggara
pesta
melaporkannya kepada pihak keamanan setempat agar upacara tersebut berjalan dengan tertib, tenang, dan tak ada keributan. Untuk berjalannya
151
152
organisasi-organisasi musik tiup ini, mereka mengaku tidak ada dana yang mereka peroleh dari pemerintah. Demikian keadaan kedua organisasi musik tiup ini di Kota Medan.
3.2 Latar Belakang Berdirinya Organisasi Latar belakng berdirinya organisasi musik tiup, menurut pengamatan penulis adalah faktor permintaan masyarakat. Bahwa ensambel musik tiup memiliki nilai-nilai keagamaan dan juga identitas budaya. Oleh karenanya maka setiap orang Batak Toba selalu mengundang atau memesan kelompok musik tiup ini untuk berbagai upacara yang berkaitan dengan kehidupannya seperti: uapacara perkawinan, upacara kematian (sari matua, saur matua), upacara pendirian tugu, pesta rakyat, upacara hiburan keluarga, dan lainlainnya. Dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan yang demikian ini dibutuhkan musik tiup. Berikut ini adalah contoh latar belakang berdirinya organisasi ensambel musik tiup Mangampu Tua dan Tambunan Musik. (A) Grup musik Mangampu tua berdiri pada tanggal 6 Desember 1998 di Medan. Grup musik Mangampu Tua tidak memiliki akte notaris. Pemilik dan sekaligus pemimpin kelompok musik Mangampu Tua adalah M. Silaban. Grup musik Mangampu Tua ini sangat diminati masyarakat Batak di Kota medan, khususnya dalam acara pesta pernikahan dan upacara kematian saur matua. Menurut penjelasan M. Silaban, biasanya di dalam sehari paling tidak terdapat dua kali pesanan kepada mereka untuk bermain musik di tempat yang berbeda. Dampak ekonomisnya menguntungkan para pemusik, yang mendapat gaji yang relatif lebih besar.
152
153
Lebih jauh lagu menurut M. Silaban dalam setiap bulannya, ketika mereka berada di dalam dasawarsa tahun 1980-an, jumlah pesanan atau panggilan untuk bermain musik rata-rata bisa mencapai sampai 30 sampai 40 kali. Tetapi selaras dengan perkembangan zaman, yaitu dengan semakin banyak lahirnya grup-grup musik tiup di Kota Medan ataupun di kota-kota lain di Sumatera Utara, yang mengakibatkan semakin ketatnya persaingan grupgrum musik tiup di Kota Medan ini. Tentu saja membuat kurangnya pesanan untuk bermain musik kepada setiap grup, tidak terkecuali kepada Mangampu Tua. Akibat akhirnya membuat berkurangnya pendapatan bagi pihak manejer, ketua, maupun bagi para pemusik. Pada masa sekarang ini, para pemusik di dalam kelompok Mangampu Tua sebahagian besar sudah menjadi pemusik yang freelance, artinya oleh pihak pengelola mereka diberi kebebasan untuk pergi bermain dengan grup musik manapun, selain Mangampu Tua, jika tidak ada panggilan bermain musik di grup ini. Mereka lazim juga disebut sebagai pemusik “cabutan.” (B) Grup musik Tambunan berasal dari daerah Pematangsiantar pada tahun 1930 dan yang mendirikan grup musik Tambunan adalah S. Tambunan. S. Tambunan mengambil anggota-anggota grup musiknya dari pemuda daerahnya di Pematangsiantar. S. Tambunan melatih pemuda setempatnya dengan belajar seruling, belajar keyboard, gondang (taganing), dan trumpet. Setelah mahir S.Tambunan membentuk grup musik Tambunan di daerah Pematangsiantar. Kelompok musik tiup merekla ini dikenal sebagai grup musik yang pertama kali ada di tanah Batak. S.Tambunan membuka diri ke daerah-daerah Batak lainnya seperti di Balige, Samosir, dan Medan.
153
154
Seiring semakin berkembangnya dan banyak orang menggunakan grup musik Tambunan, maka S.Tambunan menambah anggota musiknya dan membuat fasilitas kepada anggota musiknya. Adapun fasilitas yang diberikan yaitu perumahan bagi anggota musik, kendaraan, dan gaji yang lumayan besar serta mereka terikat kontrak di grup musik Tambunan. Grup musik Tambunan sangat diminati masyarakat Batak secara khusus dalam acara pesta pernikahan dan upacara kematian saur matua. Dalam 1 hari ada dua sampai tiga kali panggilan atau pesanan untuk bermain musik di tempat yang berbeda, sehingga menguntungkan para pemusik mendapat gaji yang relatif lebih besar. Berdasarkan hukum ekonomi, jika pesanan sedikit justru mengurangi pemasukan bagi para pemusik di grup musik S.Tambunan. Dalam sebulan pada tahun 1980-an, jumlah pesanan atau panggilan untuk bermain musik mau mencapai sampai 30-40 kali. Namun semakin berkembangnya zaman, semakin banyak bermunculan grup musik di Kota Medan ataupun di luar kota Medan. Sehingga hal ini membuat ketatnya persaingan di grup-grum musik tiup di Kota Medan dan membuat kurangnya pesanan panggilan untuk bermain musik pada kelompok Tambunan ini. Dampaknya adalah membuat berkurangnya pemasukan bagi para pemusik. Pada masa-masa jayanya dahulu, para pemusik terikat kontrak dan diberikan fasilitas perumahan. Sesuai keadaan sosial, maka pada zaman sekarang dimulai tahun 2005 sampai 2015, para pemusik tidak lagi diberikan fasilitas perumahan dan tidak terikat kerja. Mereka para pemusik di Tambunan sudah freelance atau sudah bebas pergi ke grup musik manapun jika tidak ada panggilan bermain musik di grup musik Tambunan.
154
155
Melihat tumbuh dan berkembangnya kedua kelompok musik tiup ini di Kota Medan seperti terurai di atas, maka dengan jelas mereka lahir karena memenuhi kebutuhan masyarakat akan pertunjukan musik, yang dilegitimasi secara agama dan budaya. Musik tiup memiliki fungsi-fungsi sosiobudaya, yang mengacu kepada konsep budaya masyarakat pendukungnya. Dalam hal ini, selain keperluan untuk upacara tersebut, organisasi-organisasi musik tiup ini, mendapatkan keutungan ekonomis berupa jasa pertunjukan yang dilakukan mereka sesuai dengan pesanan, yang melakukan upacara dalam adat Batak Toba di Kota Medan. Selain latar belakang kebutuhan masyarakat, ada juga alasan yang menjadikan seorang pimpinan organisasi musik tiup ini yang kuat memotivasi mereka. Baik itu pimpinan Mangampu Tua, yaitu M. Silaban, maupun pimpinan Tambunan Musik yaitu S. Tambunan, mereka menyatakan alasan membentuk dan mengembangkan grup musik tiup ini adalah didasari oleh motivasi melestarikan kebudayaan. Hal itu dengan eksplisit dijelaskan oleh M. Silaban (dalam wawancara penulis dengan beliau di medan, 12 Mei 2015). Sebagai orang Batak, apalagi yang dianugerahi Tuhan bakat di bidang musik, adalah panggilan jiwa untuk melestarikan musik dan kebudayaan Batak pada umumnya. Musik tiup ini pun secara tegas didukung pengembangannya oleh lembaga gereja khususnya HKBP. Selain itu melalui musik tiup ini, saya pun dapat membagikan rezeki yang dianugerahkan Tuhan, kepada para pemusik dan keluarganya, untuk menambah pendapatan keluarga masing-masing.
Hal senada juga dikemukakan oleh S. Tambunan dalam wawancara penulis dengan beliau di Medan 15 Maret 2015. Bagi tulang, berkecimpung di bidang musik tiup ini adalah panggilan jiwa dan panggilan budaya. Tulang yang diberi 155
156
kepercayaan oleh Tuhan dalam bidang kesenian musik (baik itu gondang maupun yang modern seperti musik tiup ini), maka harus mewartakannya kepada semua orang Batak. Tulang berharap agar mereka semua menyadari betapa pentingnya musik Batak ini dalam memperkaya hal-hal yang bersifat rohani, sakral, dan menyuarakan firman-firman Tuhan, baik itu saat ibadah di gereja, maupun saat mengiringi berbagai upacara adat, yang penuh dengan nilai-nilai kebudayaan.
3.3 Organisasi Berdasarkan Hubungan Pertemanan dan Kekerabatan Kedua organisasi kelompok musik tiup ini, berdasarkan penelitian penulis, dibentuk berdasarkan kepada hubungan pertemanan, terutama dalam kelompok Mangampu Tua. Pada kelompok Tambunan Musik, organisasi ini dibentuk terutama berdasarkan kepada hubungan kekerabatan, dalam hal ini klen (marga) Tambunan. Dalam kenyataannya kedua grup musik tiup ini memiliki pemimpin dan anggota sebagai berikut. (A) Pemimpin grup musik tiup Mangampu Tua adalah M. Silaban, yang kemudian organisasinya diisi oleh para pemusik dan ketua pemusik. Adapun para pemusik dan ketua pemusik grup Mangampu Tua yaitu sebagai berikut. (1) M. Sirait umur 65 tahun pemain saxophone, alamatnya adalah di Jalan Pelajar, Medan. (2) F. Sitorus umur 27 tahun, sebagai pemain drum trap set, ia bekerja di Bank Rakyat Inodonesia (BRI) Jalan Amaliun Medan. (3) Sinaga umur 38 tahun, pemain keyboard, alamatnya adalah di Jalan Namoramb, Medan. (4) Pandingan umur 43 tahun pemain sulim dan sarune. Alamat beliau adalah di Jalan Binjai, Medan.
156
157
(5) Tobing umur 43 tahun, sebagai pemain trumpet, dengan alamat beliau di Jalan Menteng Nomor 7, Medan. (6) Silalahi umur 50 tahun pemain hasapi. Alamat beliau adalah di Jalan Pancing, Kota Medan. (7) S. Simarmata umur 50 tahun, sebagai pemain taganing. (8) A. Silaban umur 43 tahun, sebagai pemain bass elektrik dan trombone. Ia juga diangkat sebagai ketua pemusik mangampu Tua. Alamat beliau adalah di Jalan Bahagia Bypass, nomor 23, Medan. Para pemusik Mangampu Tua menetap tetapi jika ada halangan akan dicari penggantinya. Para pemusik di gaji bagi rata tidak ada istilah senior dan junior. Dahulu Marsius Sitohang main musik di grup musik Mangampu Tua selama 5 tahun (2001-2005) tetapi sekarang tidak lagi. (B) Grup musik Tambunan tidak memiliki akte notaris dan tidak memiliki bendahara karena pemilik yang mengatur semua dan memberikan gaji kepada para pemusik. Struktur grup musik Tambunan yaitu: pemilik dan para pemain musik. Para pemain musik ini di era awal grup ini berdiri bersifat menetap yaitu dipilih dari keluarga Tambunan sendiri. Para pemain musik tersebut adalah: (a) 8 orang pemain musik bermarga Tambunan, (b) 2 orang bermarga Pardede, dan (c) 1 orang marga Sirait. Sebelas pemain musik tersebut, meluangkan waktunya lebih banyak sebagai pemusik Tambunan Musik. Kelompok ini juga mempersiapkan nama-nama
157
158
pemusik panggilan. Nama-nama pemusik panggilan grup Tambunan Musik adalah sebagai berikut. (1) Sidabutar (pemain seruling), (2) Simbolon (trumpet), (3) Tambunan (trumpet), (4) Sihombing (keyboard), (5) Panggabean (saxophone), (6) Tambunan ( trumpet), (7) Tambunan (drum), dan (8) Tambunan (bass elektrik). Jika ada di antara pemusik-pemusik tersebut yang berhalangan pemain musiknya maka pemain musik yang lain dicari sampai dapat. Awalnya semua para pemusik adalah bersifat tetap, artinya anggota tetap yang terikat dengan eksistensi grup ini. Seiring perjalanan waktu, sekarang para pemain musik tiup grup Tambunan Musik sudah tidak menetap lagi tetapi sudah freelance, yaitu tidak terikat lagi atau pemusik panggilan. Melihat kepemimpinan dan keanggotaan seperti terurai di atas, maka kelompok musik tiup Mangampu Tua hanya membagi organisasinya kepada dua unsur saja yaitu pimpinan dan pemusik-pemusiknya (yang tidak terikat ke dalam kontrak). Sementara kelompok Tambunan Musik, yang mengutamakan kekerabatan marga Tambunan, membagi organisasinya kepada tiga peran, yaitu: (a) pemimpin atau manejer yaitu Bapak S. Tambunan; (b) pemusik terutama yang bermarga Tambunan; dan (c) pemusik “cabutan.” Dalam hal ini, Tambunan Musik, lebih menyiasati tetap adanya pemain, walau sebagian besar
158
159
pemusik ensambel musik tiup di Medan sifatnya freelance. Dengan membentuk sistem tiga struktur ini, kemungkinan besar Tambunan Musik akan terus mendapatkan pemain, jika ada pesanan dari pihak penyelenggara upacara, dibandingkan Mangampu Tua. Itulah siasat bisnis yang mereka konsepkan dan lakukan.
3.4 Struktur Organisasi Selanjutnya
sebagai
sebuah
organisasi,
kelompok
musik
tiup
Mangampu Tua dan Tambunan Musik memiliki struktur yang khas. Kekhasan itu adalah sangat tergantung dari keberadaan pimpinan yang menjadi dasar dan sumber hidup dari organisasi. Para pemimpin grup ini baik Mangampu Tua yaitu Bapak M. Silaban dan Tambunan Musik yaitu Bapak S. Tambunan meneaskan bahwa grup tersebut adalah milik mereka. Pemimpin grup inilah yang mendirikannya, membeli alat-alat musik dan sound system. Mereka juga sebagai pemimpin yang mencari job atau pesanan untuk melakukan pertunjukan musik, dan seterusnya. Para pemimpin ii juga yang bertanggung jawab terhadap segala permasalahan yang timbul dari masing-masing grupnya. Struktur organisasi ini adalah mengikuti kelompok-kelompok musik tradisional yang ada di dalam kebudayaan Batak, seperti halnya Opera Batak yang dipimpin oleh Tilhang Gultom. Begitu juga berbagai kelompok pemusik gondang sabangunan dan hasapi yang terdapat di dalam kebudayaan Batak Toba. Jadi tipe orgasnisasi grup musik tiup Bataka Toba dalam studi kasus Mangampu Tua dan Tambunan Musik adalah manajemen organisasi yang berpusat kepada pemimpin. Jatuh atau bangunnya organisasi ini sangat
159
160
tergantung kepada pemimpin ini. Walau bagaimanapun berbagai fungsi organisasi modern seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, penempatan sumber daya manusia, dan pengawasan tetap berjalan di dalam organisasi ini. Fungsi-gungsi manajemen ini biasanya dilakukan berdasarkan tradisi kelisanan, dan mengikat anggita secara kultural bukan dengan aturanaturan hukum positif, tetapi lebih ke norma-norma budaya tradisi mereka. Walaupun demikian, wewenang kekuasaan pemimpin dalam kasus Mangampu Tua, dibagikan juga wewenangnya kepada pemimpin musik. Bapak M. Silaban tampaknya tidak mau memmonopoli urusan pertunjukannya dan pembahagian honorarium para pemain musik. Dalam hal ini ia mengangkat ketua musik. Peran ketua musik ini semacam orang tengah antara pemimpin grup dengan para anggotanya yaitu pemain musik. Dengan peran yang sedemikian rupa, maka ketua musik ini mendapatkan honorarium yang sedikit melebihi para anggota pemusik lainnnya. Kedua organisasi musik tiup ini, dapat digambarkan seperti pada bagan berikut ini.
160
161
Bagan 3.1: Struktur Organisasi Mangampu Tua
Bagan 3.2: Struktur Organisasi Tambunan Musik
161
162
Gambar 3.1: M. Silaban Pimpinan Grup Mangampu Tua
Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015
162
163
Gambar 3.2: S. Tambunan Pimpinan Grup Tambunan Musik
Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015
163
164
Gambar 3.3: Penulis Bersama S. Tambunan Pimpinan Grup Tambunan Musik Saat Penelitian
Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015
164
165
3.5 Jam Kerja Berdasarkan wawancara penulis dengan pimpinan kedua grup musik tiup ini, yaitu Bapak M. Silaban dan S. Tambunan, maka dapat diketahui bahwa mereka itu bekerja ketika melaksanakan tugas meemnuhi undangan yang punya hajat dalam pesta tertentu. Menurut penjelesalan Bapak M. Silaban, jam kerja Mangampu Tua adalah ketika melaksanakan pengisian acara pertunjukan musik. Dimulai dari pukul 7.30 WIB, yaitu mereka semua (manejer dan pemusik) berkumpul di kantor. Kemudian mereka mengangkat barang-barang berupa alat-alat musik, sound sytem, dan lainnya. Dengan mobil pick-up yang mengangkat barangbarang untuk keperluan pertunjukan tersebut disertai dengan mobil lainnya, mereka berangkat ke rumah yang mengadakan upacara. Misalnya dalam upacara perkawinan bisa saja mereka lakukan di ke gereja, bisa juga di rumah yang punya hajatan. Biasanya pukul 13.00 sampai 15.00 mereka istirahat sejenak. Sesudah itu disambung lagi mulai jam 15.00 sampai 18.00. Selesailah tugas mereka mengisi acara tersebut. Menurut Bapak M. Silaban, Mangampu Tua memiliki aturan yang disampaikan secara lisan kepeda penyelenggara upacara, yaitu mereka harus sudah selesai jam 18.00. Jika tuan rumah meminta lewat jam 18.00 ini, maka sessuai kesepakatan pihak tuan rumah harus menambah biaya Rp. 200.000 setiap jamnya. Selama ini, menurut pengalaman Mangampu Tua, pihak tuan rumah lebih banyak yang menyambung waktu pertunjukan, ketimbang selsai tepat pada jam 18.00 WIB.
165
166
Selanjutnya jam kerja grup musik tiup Tambunan Musik, adalah hampir sama dengan Mangampu Tua. Menurut penjelasan Bapak S. Tambunan, mereka pada hari penyelenggaraan pertunjukan musik, hadir di markas Tambunan Musik, yaitu di rumah Bapak S. Tambunan jam 8.00 pagi. Kemudian mengangkat peralatan-peralatan pertunjukan yang dibutuhkan seperti alat-alat musi dan sound system ke tempat acara. Biasanya mereka melakukan pertunjukan sesuai permintaan tuan rumah berdasarkan kesepakatan sebelumnya. Biasanya dari pagi kira-kira pukul 11.00 sampai dengan jam 18.00 WIB. Di sela-sela pertunjukan ini mereka memiliki jam istirahat yaitu pukul 13.00-15.00 WIB. Mereka tidak mengenakan biaya tambahan jika tuan rumah meminta pertunjukan lebih sekitar satu sampai dua jam. Ini adalah teknik bisnis jam kerja yang dilakukan oleh kelompok musik tiup Tambunan Musik.
3.6 Biaya Pertunjukan dan Pembagian Honorarium Sebagai sebuah grup musik tiup yang mengarah kepada dukungan bisnis, maka kedua kelompok ini menentukan harga sekali pertunjukan dalam setiap upacara. Kemudian berdasarkan pendapatan setiap kali pertunjukan inilah, pimpinan membagikan honorarium kepada setiap pemain musik. Kelompok Mangampu Tua menetapkan harga sekali pertunjukan menurut tempat pertunjukan, yang dihitung jaraknya dari Kota Medan. Di sisi lain, Tambunan Musik juga menentukan biaya pesanan dalam sekali pertunjukan di Medan. Jika keluar kota bisa maka biaya pertunjukan juga akan bertambah, sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan oleh pimpinan Tambunan Musik.
166
167
Untuk memperluas pengetahuan tentang biaya ppertunjukan ini, penulis mengumpulkan data dari kelompok-kelompok musik tiup lain, yaitu: Bernabe dan Lina. Selengkapnya biaya pertunjukan kelompok-kelompok musik tiup itu adalah sebagai berikut. (A) Mangampu Tua, ketua atau pimpinan pemusik yaitu A. Silaban yang mengatur para pemusik dan membagi gajinya. Adapun biaya pertunjukan berdasarkan jauh dan dekatnya tempat pertunjukan adalah sebagai berikut. 1. Biaya pertunjukan di Kota Medan dan sekitarnya, dengan ensambel lengkap, adalah pada kisaran Rp 2.500.000 sampai Rp 3.000.000. 2. Biaya pertunjukan di Kota Medan dan sekitarnya, dengan ensambel lengkap, ditambah ensambel gondang sabangunan adalah pada kisaran Rp 3.500.000, karena mereka menambah 3 pemain gondang lagi. 2. Biaya pertunjukan di Brastagi lengkap seluruh peralatan musik adalah sekitar Rp 4.000.000 sampai Rp 5.000.000. 3. Biaya pertunjukan di Balige dan Dolok Sanggul lengkap seluruh peralatan musik dalam kisaran Rp 10.000.000 dsmpsi Rp 12.000.000. 4. Biaya pertunjukan di Medan, yang hanya menggunakan sulim dan keyboard (sulkib) adalah Rp 1.500.000 4. Biaya pertunjukan di Medan, yang hanya menggunakan trio penyanyi dan keyboard adalah Rp 1.500.000 Selain itu, kelompok musik tiup Mangampu Tua ini juga menyediakan jasa shooting video, yang biayanya adalah Rp 1.500.000 dalam durasi 3 jam, dengan menggunakan 3 rol video hasil rekaman, juga diolah ke dalam bentuk compact disk dalam format dvd.
167
168
Bagan 3.3: Biaya Pertunjukan Mangampu Tua
Jika ada kerusakan alat musik, pemilik (pimpinan grup) yang menggantinya, tetapi jika ada alat musik yang hilang maka anggota pemusik yang menggantinya dengan cara dipotong gajinya. Dahulu di era 1980-an grup musik Mangampu Tua tampil rata-rata 30 sampai 40kali sebulan, kemudian menurun
dan 25 sampai30 kali saja pada tahun 1990-an sampai 2005.
Kemudian pada tahun 2005 tetapi sekarang hanya 10 sampai15 kali tampil dan kebanyakan pada hari Kamis,Jumat, dan Sabtu.
168
169
Gambar 3.4: Salah Seorang Vokalis dalam Bentuk Trio Vokal dan Keyboard yang Disediakan oleh Kelompok Musik Tiup di Medan
Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015
169
170
(B) Tambunan Musik, biaya pertunjukan dapat dirinci sebagai berikut. 1. Pertunjukan di Kota Medan dalam ensambel musik tiup lengkap sebesar Rp 2.500.000 (ditentukan oleh pimpinan dari biaya ini dipotong 10% (Rp 250.000) untuk transport. 2.
Jika pertunjukan hanya keyboard dan seruling saja di Kota Medan, biayanya Rp 1.200.000 (dengan pembagian Rp 250.000 untuk dua pemain; dan Rp 700.000 untuk pemilik dan biaya transportasi.
3. Jika keluar dari Kota Medan dan pertunjukan di Kota Brastagi, Karo, maka biaya pertunjukan adalah sebesar Rp 5.000.000. 4.
Semua pertunjukan di atas, jika ditambah lagi musik gondang yang melibatkan 2 orang, maka masing-masing pemain gondang mendapat honor Rp 300.000 (dua pemain Rp 600.000) untuk tempat pertunjukan di Medan. Jika keluar Kota Medan 2 orang x Rp 1.000.000 = Rp 2.000.000. Pada masa sekarang ini di Medan sudah jarang pakai gondang sekarang
masyarakat lebih suka menggunakan keyboard dan sulim saja alasan menghemat karna sulitnya mencari uang sekarang. Tambunan Musik juga menawarkan jasa shooting video dengan harga 1.000.000 dengan durasi waktu 3 jam dengan menggunakan 3 rol pita video, yang juga disertai dengan hasil editing dalam format dvd. Mereka menggunakan jasa para pakar shooting dan editing video yang biasa menjadi mitranya.
170
171
Contoh lain, Grup Musik Barnabe berdiri pada tahun 2004 dimana grup musik ini semi grup musik tiup dimana hanya terdiri keyboard, saxophone, gondang, dan trio vokalis. Kelompok dua mematok harga sekali pertunjukan untuk mengiringi upacara dalam budaya Batak Toba di Medan adalah seharga Rp 1.750.000. Ada pula grup musik Lina berdiri pada tahun 2003 dengan beranggotakan trio vokalis, keyboard, dan sulim. Mereka menentukan biaya sekali pertunjukan di Kota Medan sebesar Rp 1.500.000.
Bagan 3.4: Biaya Pertunjukan Tambunan Musik
171
172
Adapun sistem pembagian honorarium atau penggajian yang dilakukan selama ini, oleh grup musik Mangampu Tua yaitu pembagian hasil, yang ditetapkan sebagai berikut.
(A) Mangampu Tua 1. Untuk keseluruhan pemain adalah sebesar 30% dari Rp 2.500.000 = Rp 750.000. Jadi, untuk tiap pemain musik yaitu sebesar Rp.750.000/8 orang = Rp. 93.750. 2. Untuk pemilik (pimpinan grup) sebesar 70% dari Rp.2.500.000 = Rp.1.750.000
(B) Tambuanan Musik 1. Sebesar 20% dari pendapatan sekali pertunjukan untuk pemilik. 2. Sebesar 80% dari pendapatan sekali pertunjukan untuk para pemain musik setelah dikurangi ongkos pengangkutan barang-barang berupa alat musik dan sound system. Adapun harga yang sudah ditentukan oleh grup musik Tambunan untuk setiap konsumen yang memesan grup musik Tambunan di suatu pesta sekitar Medan itu sebesar Rp.2.500.000,- Misalnya ongkos transport pengangkutan barang sebesar Rp.200.000,- maka yang dibagi hasil Rp.2.300.000 dimana 20% x Rp.2.300.000 = Rp.460.000 untuk pemilik dan pemain musik ada 7 orang sehingga 7 orang itu mendapat 80% x Rp.2.300.000 = Rp.1.840.000 jadi tiap orang pemusik mendapat Rp.1.840.000/7 orang = Rp 262.857.
172
173
Para pemain musik digaji jika ada pekerjaan untuk tampil di pesta-pesta seperti acara pernikahan dan acara adat meninggal Batak Toba. Adapun lamanya jam yang sudah ditentukan untuk grup musik Tambunan ini disewa yaitu dari jam 9 pagi sampai jam 6 sore berarti selama 9 jam tapi tidak terus memainkan musik ada saat istirahatnya juga. Di sini berarti minimnya gaji/kesejahteraan para pemusik karena tidak ada uang masuk yang lainnya hanya gaji saja sesuai ada pekerjaan untuk tampil. Karena minimnya gaji para pemusik menyebabkan para pemusik mencari grup musik lain untuk bisa bermain ditempat lain sehingga mendapat pemasukan yang lebih banyak. Sehingga grup musik Tambunan dan Mangampu Tua kadang kala kesulitan mencari para pemain musik yang berkualitas karena para pemusik yang berkualitas tidak mau dibayar dengan upah yang rendah, sehingga grup musik Tambunan dan Mangampua Tua mengambil para pemain musiknya dari Unimed dan USU yang masih kuliah ataupun yang baru tamat kuliah. Namun demikian, menurut pemahaman pemain, bekerja sebagai pemain musik lebih baik dari pada pekerjaan lain. Alasan itu dapat dilihat dari pendapatan per kapita pemain musik ini sudah dianggap cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga pemain musik. Secara merata satu orang pemain musik dapat mengumpulkan hasil dari bermain musik dalam satu bulan Rp. 1.800.000,- hingga ke Rp. 2.000.000,-. Pendapatan ini untuk hari-hari yang sepi orderan. Namun, bisa melonjak pada saat musim pesta masyarakat Batak sekitar bulan Juni ke bulan September dan bulan Desember ke bulan Januari.
173
174
Para pemain musik dapat mengantongi penghasilan hingga Rp. 5.000.000,- ke Rp. 6.000.000,- per bulannya.
3.7 Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang dikembangkan di grup musik Tambunan dan Mangampu Tua adalah orang-orang yang mempunyai bakat dan keahlian khusus dalam bermain alat musik. Dan bukan hanya itu saja tetapi manusia yang terampil dan bisa menjadi anggota tim yang kuat dan saling mendukung serta mau diajari untuk menjadi lebih baik dan seirama dalam bermain musik. Tim pemusik di grup musik Tambunan terdiri atas 7 orang pemain yaitu pemain trompet, pemain sulim, pemain trombone, pemain gitar bass, pemain drum, pemain keyboard dan pemain saxophone. Sedangkan tim pemusik di grup musik Mangampu Tua terdiri atas 8 orang pemain yaitu pemain trompet, pemain seruling, pemain trombone, pemain drum, pemain gitar bass, pemain keyboard, pemain saxophone dan pemain hasapi. Dimana grup musik Tambunan tidak memiliki pemain kecapi. Kedua grup musik ini dipimpin dan diatur langsung oleh pemilik usaha grup musik itu sendiri. Sebelum tampil mereka terlebih dahulu latihan dan membicarakan lagu – lagu apa saja yang sudah mahir dimainkan atau yang sudah ditetapkan oleh pesanan masyarakat. Tetapi sekarang, para pemusik sudah tidak terikat kontrak lagi karena mereka sudah bebas atau freelance sehingga para pemusik tidak sempat lagi untuk latihan secara resmi tetapi hanya diberitahukan dan diterangkan lewat pembicaraan bagaimana bentuk lagu dan bentuk musik yang akan dimainkan.
174
175
3.7.1 Pembagian tugas Sistem pemberian tugas di musik Mangampu Tua dan Tambunan musik sama yaitu jika ada yang pesan untuk tampil maka para pemain musik akan dipanggil untuk bekerja sesuai dengan alat musik yang dimainkan. Para pemusik ini diatur dan diawasi oleh pemilik yang juga sebagai pengawas. Namun, kadangkala bisa terjadi adanya masalah misalnya si X yang seharusnya sudah diberikan tugas untuk bermain keyboard namun karena orang tuanya mendadak meninggal sehingga pemilik grup musik kesulitan untuk dapat mencari penggantinya, oleh karena itu
pemilik harus menyiapkan
pemain cadangan yang siap sedia untuk dapat bermain musik kapanpun jika diperlukan di grup musik ini. Adapun grup musik Tambunan dan Mangampu Tua bertahan sampai sekarang ini karena hanya ini saja usaha yang mereka miliki dan pemilik langsung aktif ke lapangan, pemilik ikut terlibat dalam mengawasi para pemusik saat tampil untuk memastikan semua alat-alat musik tetap dalam kondisi yang baik agar alat-alat musik tidak rusak ataupun tidak hilang. Manajemen strategik yang dilakukan grup musik Tambunan dan Mangampu Tua yaitu harga yang mereka tawarkan dapat dijangkau semua kalangan masyarakat dan grup musik ini menjalin hubungan kekeluargaan yang sangat kuat dengan daerah setempatnya dan dengan para pemusik. Grup musik Tambunan dan Mangampu Tua memfokuskan musiknya pada musik traditional Batak Toba sehingga kualitasnya ditujukan khusus pada alat musik gondang Batak. Ini merupakan kelebihan grup musik Tambunan dan Mangampu Tua namun juga menjadi kelemahan serta peluang yang besar
175
176
bagi grup musik yang lain karena zaman terus berkembang semakin modern dan alat musik pun sebagai modern serta banyak minat masyarakat yang mengalami pergeseran dari musik tradisional menjadi musik modern seperti pop, rock, jazz dan blues. Hal ini menjadi ancaman bagi grup musik Tambunan dan Mangampu Tua, oleh karena itu grup musik ini juga harus mengembangkan kualitas mereka dalam bermain musik modern agar tidak jauh ketinggalan dan dapat bersaing dengan grup musik lainnya.
3.7.2 Pemain Saxophone dan alat musiknya Saxophone sebagai alat musik tiup logam (brass wind) dengan reed tunggal, seperti pada alat musik klarinet. Diciptakan oleh Antoine Joseph Sax (Adolphe Sax) dari Belgia pada tahun 1840. Walaupun badan Saxophone terbuat dari logam, namun alat tersebut dimasukkan ke dalam keluarga alat musik tiup kayu (wood wind) sebab sumber getar atau
bunyinya adalah
lempeng reed yang terbuat dari batang tumbuh-tumbuhan yang melekat pada lubang tiup. Saat ini reed banyak diproduksi dari bahan plastik. Jenis Saxophone yang dipakai dalam ensembel musik tiup adalah sopran sax in bes dan alto sax in es. Dalam kelompok musik tiup ini, pemain musik saxophone bermain berdua dengan posisi sopran sax in bes dan alto sax in es. Banyak dijumpai seorang pemain saxophone dapat bermain juga sebagai peniup sulim. Sehingga dia dapat bermain musik dengan membaca partitur atau dengan feeling sound.
176
177
Gambar 3.5: Pemain Saxophone dan Alat Musiknya
Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015
3.7.3 Pemain trombone dan alat musiknya Trombone berasal dari bahasa Italia yang artinya trumpet besar, adalah instrumen yang terbuat bahan kuningan (brass) dan bahan lain dari besi putih atau besi stainless. Jenis Trombone ada dua yaitu: a. Slide Trombone, yaitu alat tiup logam dengan warna suara tersendiri yang memungkinkan suara diproduksi dengan halus. Permainan untuk jenis Trombone ini adalah teknik glissando. Nada-nada yang dihasilkan dapat
177
178
meluncur dari satu nada ke nada-nada berikutnya dengan modulasi tanpa perhentian di satu nada. b. Valve Trombone, yaitu Trombone dengan prinsip kerja ventil (klep) tekan, diciptakan untuk mencapai kemudahan dalam formasi dan penggunaannya. Prinsip kerjanya seperti permainan trumpet valve. Yang dipakai dalam kelompok musik tiup ini adalah jenis slide trombone dari berbagai merk seperti Conn, King, buatan berbagai negara. Misalnya Jerman, Jepang, Cina, dan Taiwan.
Gambar 3.6: Alat Musik Trombone
Sumber: www.wulandarioctavia.blogspot.com
178
179
3.7.4 Pemain keyboard dan alat musiknya Keyboard seperti instrumen klaviatur lainnya adalah adaptasi piano akustik, dengan bentuknya yang portable membuat praktis untuk diangkat dan dipindahkan dengan mudah. Keyboard diproduksi oleh banyak pabrik dengan berbagai merek dan varian. Selain dapat dipakai sebagai pengiring dengan fasilitas ritmis beragam, dapat juga menghasilkan suara sintesis menirukan berbagai jenis suara alat musik aslinya. Jenis keyboard yang banyak digunakan dalam kelompok musik tiup Batak dari produk Technis seri KN dan Yamaha seri PSR dari jenis keyboard intellegent yang memiliki fitur-fitur style bentuk irama, jenis tabuhan perkusi dan akompanimen berbagai tipe siap guna. Keyboard ini berfungsi all in one, sehingga dapat menyajikan permainan yang mewakili permainan sebuah combo band. Tipikal keyboard semacam ini terdapat pada merk YAMAHA dengan seri EZ, DGX dan PSR (variannya berbagai tingkatan menurut pemakaian tahun terakhir, sekarang tipe terbaru yang diluncurkan adalah seri PSR 910-S), produksi ROLAND memproduksi berbagai varian dengan seri EM, VA, G. EXR, TECHNIS mengeluarkan produk andalan mereka SX dan KN yang banyak menguasai pasaran di Indonesia, KORG dengan jenis I dan Pa serta CASIO produk ILK, CTK dan WK. Dalam pemakaian Keyboard dalam musik tiup Batak ini, ditentukan jenis yang memiliki pilihan yang dapat mengeluarkan fitur style irama dan suara sintesis yang beragam. Untuk kelompok musik tiup ini tidak perlu Keyboard jenis synthesizer yang lebih fokus kepada pengeditan data suara atau
179
180
rekayasa karakter suara. Yang diperlukan adanya adaptasi suara dari beberapa alat musik yang menyerupai dalam kelompok ini seperti trumpet, sulim atau hasapi. Namun, fungsi Keyboard juga diperlukan untuk mengiringi lagu yang memerlukan irama ketika permainan full band tidak dipergunakan.
Gambar 3.7: Pemain Keyboard dan Alat Musiknya pada Grup Musik Tiup Mangampua Tua
Sumber : Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015
180
181
Gambar 3.8: Pemain Keyboard dan Alat Musiknya pada Grup Musik Tiup Tambunan Musik
Sumber : Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015
181
182
3.7.5 Pemain sulim dan alat musiknya Instrumen sulim Batak Toba yang dipakai dalam kelompok musik tiup awalnya berada pada ensembel gondang hasapi atau uning-uningan sebagai pembawa melodi. Sejak dimulainya penciptaan lagu-lagu rakyat tradisional dan lagu-lagu opera Batak yang mengikut pada tangga nada diatonis, instrumen Sulim ini mampu membawakan laku dari beberapa jenis irama. Lagu-lagu gondang yang dikenal dalam repertoar gocci-gocci, banyak dipergunakan untuk iringan tortor dalam kelompok musik tiup. Alat musik sulim ni hanya dapat dipakai untuk tangga nada dalam skala satu kunci kromatis. Bila tangga nada sebuah lagu berubah dari lagu pertama dalam iringan musik tiup, pemain sulim akan mengganti instrumen sulim dari tangga nada yang sesuai dengan lagu dimaksud. Teknik bermain bagi musisi instrumen sulim adalah sebagai pembawa melodi bersama dengan instrumen lain secara bergantian atau bersamaan. Sulim sebagai alat tiup yang terbuat dari bambu ini, adalah jenis side blown flute dengan cara meniup dari samping. Untuk menghasilkan efek suara vibrasi, pada satu sisi lobang penghasil getarnya diterakan sebuah membran kertas tipis.
182
183
Gambar 3.9: Pemain Sulim dan Alat Musiknya
Sumber: www.sitohang.net
183
184
3.7.6 Pemain drum set dan alat musiknya Jenis drum yang dipakai dalam permaian kelompok musik tiup adalah jenis drum set seperti bentuk drum konvensional yang beredar saat ini. Drum set akustik ini dipergunakan sebagai bagian kelengkapan dari kelompok musik tiup yang mirip dengan permainannya seperti combo band. Drum yang dipakai terdiri dari bagian-bagian yang secara fisik adalah terpisah tetapi merupakan satu kesatuan drum set. Bagian itu terdiri dari cymbal (ride) yang terbuat dari logam kuningan. Cymbal yang dipakai terdiri dari tiga jenis yaitu : ride cymbal, flash cymbal dan hi-hat cymbal. Bagian lain dari drum adalah tom-tom yang terdiri dari berbagai ukuran disebut small tom-tom dan large tom-tom/ floor tom-tom. Tom-tom ini adalah jenis drum double head yang memiliki dua sisi membran. Bagian drum lain yang merupakan salah satu bagian utama dan paling sering dimainkan adalah Snare Drum. Posisinya paling dekat dengan pemain. Yang membedakan antara snare drum dengan tom-tom, selain bentuknya lebih pipih, pada bagian bawahnya menggunakan kawat-kawat spiral (snare ware) yang jika dipukul akan mengeluarkan suara yang tajam. Ditambah sebuah bas drum pada bagian bawah dari seluruh komponen drum.
184
185
Gambar 3.10: Instrumen Drum Set yang Digunakan Musik Tiup Mangampu Tua
Sumber: Dokumentasi: Elisabeth Purba, 2015
3.7.7 Pemain gitar strings dan alat musiknya Instrumen gitra strings yang dipakai dalam kelompok musik tiup, digunakan sebagai rhythm (ritem) mendampingi keyboard dalam mengisi progresi akord dari lagu-lagu yang dimainkan. Namun adakalanya instrumen ini berfungsi untuk mengisi melodi secara bergantian dengan instrumen lain. Gitra Strings ini dapat berbunyi karena amplitude dari sebuah TR (monitor) khusus untuk alat musik ini sendiri.
185
186
Gambar 3.11: Instrumen Gitar String
Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015
3.7.8 Pemain gitar bas dan alat musiknya Peranan gitar bas dalam permainan musik tiup ini adalah hal terutama memberi penegasan kepada bunyi dari bas drum. Sebelum dipergunakannya gitar bas, peranannya diambil alih oleh sausaphone. Permainan gitar bas adalah sebagai root dari perjalanan akord lagu-lagu yang dimainkan. Seorang pemain bas dapat juga bermain sebagai drummer karena memiliki hubungan koneksitas sebuah ensembel combo band yang persis dimainkan oleh musik tiup. Amplitude untuk gitar bas adalah sebuah keharusan untuk mengeluarkan bunyi. TR yang dipergunakan untuk gitar bas biasanya sudah dirakit khusus untuk instrumen ini.
186
187
Gambar 3.12: Pemain dan Instrumen Gitar Bas Elektrik pada Kelompok Musik Tiup Mangampu Tua
Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015
187
BAB IV MANAJEMEN PRODUKSI
Dalam Bab IV ini dikaji bagaimana manajemen atau pengelolaan produksi yang dilakukan oleh kelompok musik tiup Mangampu Tua dan Tambunan Musik. Dalam hal ini yang dimaksud dengan produksi adalah berupa pertunjukan musikal, yang terintegrasi secara erat dengan berbagai upacara tradisi dalam adat Batak Toba di Kota Medan. Produksi pertunjukan musikal ini mencakup penggunaan repertoar (lagu-lagu), bangunan musikal yang dijalin antara pemain musik. Dalam kenyataan musikal tekstur sajian musik yang dihasilkan oleh grup-grup musik tiup adalah mengacu kepada musik homofonik khordal, yaitu berbagai alat musik atau vokal yang disajikan secara bersama-sama mengikuti kaidah-kaidah harmoni dalam budaya musik Barat, yang disesuaikan dengan estetika di dalam musik Batak Toba sendiri. Dalam bab ini sebelum mengkaji manajemen produksi pertunjukan musikal, sebagai sebuah industri jasa estetika, terlebih dahulu dideskripsikan proses upacara adat Batak Toba, yang di dalamnya digunakan pertunjukan musik tiup ini.
4.1 Fungsi Produksi Pertunjukan Musik untuk Memenuhi Kebutuhan Budaya Ahli teori fungsionalisme dalam disiplin antropologi lainnya, RadcliffeBrown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkait erat dengan struktur sosial masyarakatnya. Bahwa struktur sosial itu hidup terus, sedangkan individu-
188
189
individu dapat berganti setiap waktu. Dengan demikian, Radcliffe-Brown yang melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu masyarakat, mengemukakan bahwa fungsi adalah sumbangan satu bagian aktivitas kepada keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal, seperti yang diuraikan Radcliffe-Brown berikut ini. By the definition here offered ‘function’ is the contribution which a partial activity makes of the total activity of which it is a part. The function of a perticular social usage is the contribution of it makes to the total social life as the functioning of the total social system. Such a view implies that a social system ... has a certain kind of unity, which we may speak of as a functional unity. We may define it as a condition in which all parts of the social system work together with a sufficient degree of harmony or internal consistency, i.e., without producing persistent conflicts can neither be resolved not regulated (1952:181).
Sejalan pula dengan pandangan Radcliffe-Brown, pertunjukan musik oleh grup-grup musik tiup di Kota Medan, bisa dianggap sebagai bahagian dari struktur sosial masyarakatnya. Pertunjukan musik tiup dalam budaya masyarakat Batak Toba ini ini adalah salah satu aktivitas yang bisa menyumbang kepada keseluruhan aktivitas masyarakat, yang pada masanya akan berfungsi bagi kelangsungan kehidupan budaya masyarakat pengamalnya dalam hal ini masyarakat batak Toba di Kota Medan. Fungsinya lebih jauh adalah untuk mencapai tingkat harmoni dan konsistensi internal. Pencapaian kondisi itu, dilatarbelakangi oleh berbagai kondisi sosial dan budaya dalam masyarakat Batak Toba di Kota Medan, misalnya lingkungan yang heterogen secara etnik di kawasan ini, penguatan identitas 189
190
kumpulan etnik Batak Toba, masalah perubahan kebudayaan, transmisi nilainilai religi baru (Kristen Protestan dan Katolik) yang merubah nilai-nilai religi lama (kepercayaan kepada Debata Mulajadi Na Bolon dan berbagai Dewa), dan masalah-masalah sosial dan kebudayaan lainnya.
4.2 Proses UpacaraAdat Batak Toba dan Penggunaan Musik Tiup 4.2.1 Tahap persiapan Pada setiap upacara adat, selalu dibicarakan hal-hal penting yang berkenan dengan upacara tersebut. Kesepakatan untuk menggunakan musik dinyatakan pada waktu diadakannya rapat bersama keluarga besar yang akan mengadakan upacara, dan kadang kala melibatkan pengurus grup musik tiup, walau bukan satu keharusan. Setelah diadakan kesepakatan, maka diundanglah kelompok musik tiup untuk dapat mengiringi upacara adat yang akan dilangsungkan.
Pada
waktu
mengundang
dan
membicarakan
biaya
pembayaran, dijalankan tidak seperti cara mengundang pargonsi (pemain gondang), yakni dengan memberi demban (daun sirih) yang berisikan berbagai jenis rempah-rempah dan sejumlah besar uang tunai. Dalam hal ini, pihak yang mengundang musik tiup hanya memberikan sejumlah uang muka yang lazim disebut down payment (DP) sebagai perjanjian di antara kedua belah pihak. Kadang-kadang perjanjian hanya disepakati melalui telefon dan mengenai pembayaran dapat disampaikan melalui perantaraan atau akan dilunasi saat pesta usai. Bahkan tidak jarang pihak pengundang hanya mengirimkan dana DP tersebut melalui nomor rekening ketua grup musik tiup.
190
191
Kelompok pemain musik tiup kemudian mempersiapkan anggotanya untuk memenuhi undangan yang telah disepakati bersama dengan orang yang akan mengadakan upacara adat. Misalnya, untuk mengiringi pesta perkawinan, kelompok musik tiup harus latihan agar tidak kehabisan persediaan lagu. Namun adakalanya mereka tidak perlu latihan, karena dianggap telah memiliki kemampuan memainkan lagu-lagu yang diminta. Umumnya ini dilakukan oleh para pemain musik yang berpengalaman, termasuk di dalam grup musik tiup Mangampu Tua dan Tambunan Musik. Pemain musik tiup akan mencari lagu-lagu dengan suasana upacara adat tersebut. Persiapan bagi pemain musik tiup biasanya dilakukan satu hari penuh untuk menjaga kemungkinan terjadinya kesalahan yang akan terjadi saat mengiringi acara-acara pada saat upacara berlangsung. Namun bagi kelompok musik tiup lain, proses latihan tidak begitu penting karena anggapan mereka hal itu tidak lagi sebagai hal yang harus dilakukan, karena mereka telah menguasai kegiatan pesta adat dimaksud.
4.2.2 Tahap pelaksanaan upacara Pada tahap ini dibuat berbagai aturan penting sesuai dengan permintaan orang yang mengundang. Ditekankan bahwa peranan musik tiup di dalam upacara tidak merupakan bagian dari adat, walaupun musik tiup itu mengiringi tortor. Walaupun demikian, ada kalanya protokol yang meminta musik tiup dalam memulai suatu repertoar lagu untuk mengiringi tortor yang sama kedudukannya dengan protokol raja paminta pada ensembel gondang
191
192
sabangunan. Namun, sebagian peminta gondang dalam musik tiup tidak mengucapkan prolog seperti gondang sabangunan. Asumsi yang dikemukakan masyarakat dalam hal ini adalah karena musik tiup dalam memulai suatu repertoar lagu untuk mengiringi tortor yang sama kedudukannya dengan protokol raja paminta pada ensembel gondang sabangunan. Namun, sebagian peminta gondang dalam musik tiup tidak mengucapkan prolog seperti gondang sabangunan. Asumsi yang dikemukakan masyarakat dalam hal ini adalah karena musik tiup tadinya hanya digunakan di gereja beralih kepada nuansa adat, sehingga tidak ada kata-kata yang tepat yang dibuat terhadap acara adat. Istilah-istilah yang digunakan pada gondang juga digunakan oleh masyarakat Batak Toba terhadap musik tiup pada berbagai upacara adat. Pada setiap upacara adat seringkali penggunaan istilah tidak sama di dalam berbagai upacara adat yang memakai musik tiup. Hal ini disebabkan istilah yang digunakan sering harus disesuaikan dengan permintaan orang yang mengundang. Kondisi ini menimbulkan ketidakseragaman pemakaian istilah dalam upacara adat. Dalam tahapan ini ada beberapa bentuk perlakuan untuk memberi nama pada ensembel ini (dalam upacara perkawinan di Kota Medan), antara lain sebagai berikut. a. Mengadakan upacara adat dengan urutan dan tata cara seperti pada penggunaan gondang untuk mengiringi tortor, yaitu dengan menggunakan prolog tertentu dalam bentuk perumpamaan atau peribahasa dan kalimat tersebut untuk meminta repertoar gondang. Kemudian setelah selesai
192
193
upacara adat dilanjutkan dengan upacara gereja atau kebaktian. Saat ini musik tiup dipergunakan sebagai pengiring lagu-lagu gereja. b. Mengadakan upacara gerejawi, setelah itu diserahkan kepada orang yang mengadakan upacara adat. Dalam hal ini musik tiup hanya mengiringi upacara gerejawi. c. Menggunakan musik tiup hanya sebagai pengiring dalam arti hiburan pada upacara adat tersebut, dan tidak ada kaitannya secara langsung dengan cara kebaktian gereja maupun upacara adat. d. Menggunakan musik tiup dengan gondang sabangunan sekaligus pada upacara adat. Hal ini jarang sekali dilakukan. Jenis-jenis pelaksanaan upacara adat tersebut tergantung pada keinginan hati masyarakat yang melaksanakan upacara. Tidak ada peranan dari kelompok musik tiup untuk mencampuri jalannya upacara adat, karena kelompok musik tiup ini hanya berhak memainkan musik tiup sejauh mana diminta oleh orang yang mengundang. Menurut keterangan yang diperoleh, kelompok musik tiup sering memperoleh perlakuan seperti pemain gondang sabangunan, yaitu menerima jambar. Perlakuan dalam memberikan jambar pada para pemusik sudah dimulai sejak tahun 1970-an. Hal ini dilakukan untuk memberi penghormatan sesuai adat Batak kepada dalihan natolu paopat sihalsihal. Perlu diketahui, itu hanya kebijaksanaan hasuhuton (pelaksana upacara), bukan menjadi suatu syarat dan sering hal itu tidak dilaksanakan.
193
194
4.3 Produksi Musik Tiup dalam Upacara Adat Batak Toba Salah satu faktor dipergunakannya musik tiup ini di luar gereja, ketika pertama sekali dipakai dalam upacara adat karena keterbatasan ensambel gondang sabangunan untuk digunakan sebagai perangkat pengiring dalam acara adat itu. Alasan kedua, yang dianggap sebagai salah satu faktor ketika dalam sebuah peristiwa ketika meninggalnya seorang pengusaha kaya dan terhormat di Balige pada tahun 1950-an. Kematiannya yang belum memiliki keturunan bagi orang Batak disebut mate ponggol, kematian yang tidak diinginkan dalam kehidupan adat orang Batak. Hal seperti ini tidak akan diperlakukan dengan adat Batak penuh. Sanksi yang diberlakukan menurut konsep adat Batak, kematian seperti ini adalah tidak diadatkan, termasuk tidak diperkenankan memakai musik dalam upacara penguburannya dengan iringan gondang sabangunan (lihat hubungannya dengan konsep dalihan natolu). Prestise
hasangapon
yang
melekat
membuat
mereka
menunjukkan
kewibawaan dengan mengundang musik tiup dalam upacara kematiannya. Kedudukan musik tiup dalam kasus ini diperlakukan seperti pargonsi (sebutan untuk pemain gondang sabangunan). Musik tiup dimintakan untuk memainkan lagu-lagu ratapan andung dan lagu penghiburan kepada keluarga yang ditinggalkan dengan repertoar bercirikan lagu-lagu rohani. Masyarakat Batak yang menyaksikan upacara itu merasa terharu dan kagum melihat pelaksanaan upacara tersebut. Dalam waktu yang relatif singkat timbul ide masyarakat untuk menggunakan musik untuk alternatif pengganti gondang sabangunan.
194
195
Bagan 4.1:Kedudukan Musik Tiup dalam Upacara Adat Batak Toba
Hal lain yang membuat musik tiup mendapat tempat dalam kegiatan upacara adat Batak, adalah sulitnya menemukan kelompok ensembel gondang sabangunan. Keberadaan mereka yang terbatas tidak dapat memenuhi berbagai upacara adat Batak, karena hingga kini tidak ada dijumpai (sepengetahuan penulis), sebuah sanggar atau lembaga pendidikan yang khusus mengajarkan permainan perangkat ensembel gondang sabangunan secara intensif. Dalam institusi pendidikan yang mengelola musik tradisional, didapati hanya sebatas memberi pengertian dan mengajarkan teknik bermain dengan satu atau dua buah lagu saja. Karena untuk menjadi seorang pemain musik dalam ensembel gondang sabangunan, seorang musisi harus mengetahui banyak tentang adat Batak Toba. Menjadi seorang pemusik gondang sabangunan harus melalui proses yang sulit dan memakan waktu yang relatif lama.
195
196
4.3.1 Produksi musik tiup dalam upacara adat kematian saur matua Pertama kali musik tiup dipakai dalam upacara adat kematian saur matua merupakan hasil musyawarah anggota jemaat gereja, karena mereka merasa telah bersatu dengan musik tiup yang telah pernah di dengar dan disajikan pada saat acara kebaktian dan pada saat hari Natal dan Tahun Baru. Mereka menganggap bahwa musik tiup dapat mempunyai dwifungsi (fungsi ganda) di dalam penyajiannya, yaitu dalam upacara kebaktian dan upacara adat. Musik tiup pada mulanya dipakai dalam upacara adat saur matua kirakira tahun 1950-an dan dipadukan dengan musik gondang sabangunan. Pemakaian alat musik tiup ini digunakan untuk mengiringi lagu-lagu dalam acara kebaktian dan juga dalam pelaksanaan adat secara keseluruhan. Dalam pelaksanaan adat, musik tiup dibawakan untuk mengiringi tortor (tarian Batak) selama upacara berlangsung. Dengan demikian musik tiup ini merupakan alat bagi para panortor (penari) untuk melukiskan pemujaan dan penghormatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, unsur-unsur dalihan natolu dan juga terhadap seluruh masyarakat yang hadir pada upacara tersebut. Sebelum unsur-unsur dalihan natolu paopat sihal-sihal (unsur kekerabatan dalihan natolu dan unsur teman-teman yang meninggal dalam bentuk kumpulan ataupun individu) memberikan kata-kata penghiburan kepada keluarga berduka, mereka disambut dengan musik tiup dan tortor pihak keluarga yang meninggal terlebih dahulu. Kerabat dalihan natolu memberikan penghormatan kepada yang meninggal dan pihak keluarga dengan meminta gondang pada kelompok musik tiup, sesuai dengan aturan permintaan gondang dalam tradisi adat Batak Toba. Pada saat acara pemakaman, musik tiup juga
196
197
dipergunakan untuk mengiringi lagu-lagu yang diadopsi dari nyanyian rohani Buku Ende orang Batak Kristen pada saat berlangsungnya pemakaman tersebut.
4.3.2 Produksi musik tiup dalam upacara adat perkawinan Seperti halnya dalam upacara adat saur matua, musik tiup juga dipergunakan dalam mengiringi upacara adat perkawinan Batak Toba. Pada upacara adat perkawinan Batak sekarang ini, musik tiup dimainkan pada saatsaat tertentu, yaitu: (1) Pada saat penjemputan pengantin perempuan dari rumah orangtuanya, yang dikenal dengan marsibuha-buhai. (2) Mengiringi pengantin dari rumah menuju gereja. Prosesi ini biasanya menggunakan kenderaan bak terbuka untuk pemain musik. (3) Pada saat pengantin memasuki gedung pertemuan atau balai adat tempat pelaksanaan acara perkawinan adat dilaksanakan, (4) Pada saat manjalo tumpak (menerima sumbangan partisipasi adat dari para undangan), dan (5) pada saat mangulosi (menerima ulos dari dua unsur dalihan natolu ditambah orang-orang yang mengasihinya).
197
198
Gambar 4.1: Suasana Musik Tiup dalam Upacara Perkawinan Adat Batak Toba di Kota Medan
Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015
Setelah selesai upacara pemberkatan pernikahan di gereja, maka kedua pengantin beserta keluarga dan undangan lainnya akan meninggalkan gereja dan bersiap sedia memasuki gedung dimana upacara adat akan dilaksanakan. Masuknya pihak pengantin dan seluruh keluarga ke rumah adat ini disambut dengan lagu-lagu yang dimainkan oleh musik tiup. Musik tiup ini akan terus dimainkan sampai seluruh undangan memasuki gedung, sesuai dengan kedudukannya masing-masing dalam adat. Selain mengiringi pengantin beserta keluarga dan undangan memasuki gedung, musik tiup juga dimainkan pada saat manjalo tumpak yaitu upacara menerima uang oleh kedua pengantin dari para keluarga dan undangan lainnya. Musik tiup ini terus dimainkan selama upacara manjalo tumpak tersebut. Terakhir sekali musik tiup dimainkan untuk mengiringi upacara mangulosi yaitu memberikan ulos kepada pengantin dan 198
199
pihaknya oleh pihak parboru (pihak perempuan). Semua lagu-lagu yang dibawakan oleh musik tiup ini tidak bersifat terikat dan umumnya lagu-lagu yang dibawakan adalah lagu-lagu yang sering dibawakan dalam upacara perkawinan antara lain lagu Anakonhi Do Hamoraon di Ahu berasal dari Tapanuli Utara, Selayang Pandang berasal dari daerah Melayu, Poco-poco dari Indonesia Timur, Lapaloma berasal dari Spanyol atau lagu-lagu rakyat Tapanuli yang sedang populer.
4.3.3 Produksi musik tiup bukan dalam konteks adat Dengan hadirnya musik tiup dalam kegiatan adat Batak Toba, membuat segelintir orang memperlakukan kelompok musik ini sebagai media pelengkap untuk kegiatan-kegiatan masyarakat Batak lainnya. Misalnya, musik tiup dipakai untuk kegiatan keagamaan seperti Ibadah Raya kekristenan dalam perayaan Natal atau Paskah, kegiatan kenegaraan untuk mengiringi lagu-lagu Nasional dalam peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Republik Indonesia, atau lainnya, kegiatan ulang tahun perseorangan orang Batak yang sudah tua seperti jubileum pesta pernikahan, ulang tahun orangtua, kegiatan memasuki rumah baru bahkan pesta horja pemugaran tugu, musik tiup dipakai untuk berbagai kegiatan ini. Demikian musik tiup dipergunakan dalam upacara adat pada masyarakat Batak Toba, yaitu untuk mengiringi berlangsungnya upacara adat yang akan dilaksanakan, baik upacara adat saur matua maupun upacara adat perkawinan ataupun kegiatan di luar konteks adat Batak seperti yang telah dikemukakan di atas.
199
200
4.4 Teknik Bermain Musik Tiup sebagai Bagian Proses Produksi Repertoar lagu yang akan dimainkan musik tiup dalam sebuah pesta adat, tidak memiliki nada dasar yang sama untuk setiap permainannya. Bila lagu yang akan dimainkan untuk mengiringi lagu-lagu rohani akan disesuaikan dengan nada dasar yang tertera dalam buku. Bagi kelompok musik tiup yang memiliki pengalaman bermain selama bertahun-tahun, akan memainkan lagu sesuai dengan kelompok suaranya tanpa melihat buku pedoman. Dalam sebuah lagu yang ditentukan oleh peminta lagu, hanya dengan menyebut judul saja para pemain masing-masing instrumen akan mengerti nada dasar apa yang dipakai. Dalam beberapa kasus kelompok musik yang memiliki anggota junior yang belum memahami nada dasar repertoar lagu atau terdapat komposisi melodi dan progresi akor lagu yang kurang dimengerti beberapa pemain musik, salah seorang pemain yang mengerti lagu itu akan membuat tanda-tanda (sign) kepada kelompoknya dengan kode jari tangan. Biasanya yang menjadi leader untuk memberi petunjuk kode penjarian ini adalah pemain musik keyboard. Kode komunikasi ini akan membantu pemain lain untuk lebih cepat mengerti tanda-tanda yang dimaksudkan dalam permainan musik tiup. Sistem kode penjarian (fingering code) yaitu pemberian kode jari dilakukan oleh pemain yang paham akan lagu dan dapat dimengerti oleh pemain lain. Biasanya kode sign itu dilakukan oleh pemain keyboard. Di awal lagu, pemain keyboard akan memberi aba-aba untuk menunjukkan nada dasar yang dimaksudkan. Untuk nada dasar dari F diberi lambang dengan satu jari
200
201
jempol tegak berdiri, nada dasar Bes diberi lambang dengan dua jari tegak berdiri, hingga empat jari tegak berdiri menurut tangga nada bertanda mula mol. Untuk nada dasar G dilambangkan dengan satu jari jempol tegak ke bawah, nada dasar D dilambangkan dengan dua jari tegak ke bawah hingga empat jari ke bawah untuk tangga nada bertanda mula kres. Dalam praktik pertunjukan musikal grup musik tiup, sistem kode penjarian ini sangat diperlukan dalam sebuah permainan musik tiup yang berfungsi untuk mecegah kekeliruan pemain dalam menentukan nada dasar. Kode-kode ini dipakai untuk memberitahu kepada pemain lainnya tentang tanda nada dasar, tanda mengakhiri atau selesainya lagu, tanda lagu yang diulang, tanda musik tengah (interlude), tanda instrumen musik saja yang main. Beberapa tanda yang diberi melalui kode jari. Posisi pemain keyboard yang menjadi leader dalam sebuah kelompok musik tiup sangat menentukan, posisinya dalam memberikan tanda atau abaaba harus selalu dapat telihar jelas oleh seluruh pemain musik tiup. Biasanya dia ditempatkan di sisi depan kiri atau kanan kelompok itu. Dalam setiap grup musik tiup, kode penjarian itu tidak selalu sama, namun banyak yang menyerupai.
4.5 Produksi Genre Sulim Keyboard dalam Upacara Adat Batak Toba Keboard yang dimaksud dalam tulisan ini adalah salah satu jenis alat musik elektronik yang berasal dari kebudayaan musik barat yang hingga kini dipergunakan dalam mengiringi pesta adat masyarakat Batak Toba. Disebutkan sebagai alat musik elektronik karena suara atau bunyi alat musik tersebut
201
202
dihasilkan melalui gelombang listrik yang digetarkan (proses elektronik). Cara memainkannya adalah dengan menekan bilah-bilah nada (tuts) yang terdapat pada alat musik tersebut. Susunan bilah-bilah nada mengikuti format tuts piano, yaitu mulai dari tuts sebelah kiri dengan nada-nada rendah dan semakin ke kanan nadanya semakin tinggi. Pengembangan yang berasal dari instrumen organ dalam kelompok musik synthesizer dikenal dengan nama populer yakni keyboard. Setiap jenis keyboard setidaknya memiliki dua unsur yang paling mendasar, yaitu: pertama, memiliki berbagai jenis program irama (style) musik populer, seperti: pop, rock, disco, reggae, country, rumba, waltz, dan lain-lain; dan kedua, memiliki berbagai jenis bunyi (voice) menyerupai bunyi musik konvensional, baik bersifat akustik, maupun bersifat elektrik, seperti: gitar, biola, drums, flute, dan lain-lain. Kedua unsur tersebut dapat dimainkan (dibunyikan) secara bersama-sama atau secara tersendiri oleh seorang pemain keyboard. Dengan demikian, seorang pemain keyboard dapat memainkan musik secara lengkap, seperti musik yang dihasilkan sebuah band. Sebuah band biasanya terdiri dari beberapa pemain musik, tetapi alat musik keyboard hanya dimainkan oleh seorang pemain. Hal tersebut dapat terjadi karena alat musik keyboard memiliki berbagai sistem otomatisasi seperti cara kerja komputer yang bersifat all in one. Beberapa jenis keyboard juga memiliki fasilitas yang memungkinkan seseorang pemain dapat membuat program irama musik sesuai dengan keinginannya. Hasil program tersebut dapat disimpan di dalam hard disk keyboard sehingga sewaktu-waktu dapat dimainkan kembali. Alat musik
202
203
keyboard memiliki beberapa merek dan kemampuan tertentu, dan semuanya merupakan produk kebudayaan Barat.1 Jenis musik yang dimainkan adalah musik-musik populer, baik untuk musik yang bersifat instrumentalia, maupun sekaligus untuk mengiringi seseorang bernyanyi (penyanyi). Dalam kebaktian, pada dasarnya alat musik keyboard sudah merata dipergunakan dalam gereja-gereja Lutheran di Sumatera Utara. Dalam mengiringi nyanyian di gereja, keyboard dapat dimainkan untuk sistem four part harmony mengikut teknik bermain pipe organ atau organ elektrik. Kemampuan alat ini, dapat menyerupai produksi suara ensemble orchestra yang dihasilkan seperti yang diinginkan oleh pemain musik. Seperti kelompok suara strings, brass bahkan perkusi. Walaupun dalam praktiknya, banyak pemain musik keyboard di gereja banyak menggunakan sistem progresi akor. Lebih jauh, penggunaannya sekarang ini selalu dihadirkan pada setiap kelompok musik tiup, fungsi dari instrumen keyboard ini menciptakan akord dalam bermain bersama instrumen tiup sulim sebagai pembawa melodi sesuai dengan perjalanan akord dan gaya musik yang diinginkan dalam sebuah pertunjukan upacara adat bagi masyarakat pemakainya. Irama lagu yang dimainkan menyerupai permainan style dari combo band yang diprogram dalam midi atau quantize sesuai dengan kemampuan keyboard tersebut. Pemusik keyboard menyebutkan program ini dengan : gocci-gocci untuk irama cha-cha yang dipergunakan untuk mengiringi tortor. 1
Keyboard yang diadopsi dari sistem kerja organ. Alat musik ini tidak saja diproduksi oleh teknologi Eropa dan Amerika, tetapi juga telah diproduksi oleh Jepang, Taiwan, dan negara-negara Asia lainnya. Negara penghasil alat musik keyboard inidapat ditandai dai berbagai merek penciptanya yang beredar di Indonesia, khususnya Sumatera Utara, seperti: Casio, Yamaha, Technics, Korg, Roland, Medeli yang diproduksi dengan berbagai varian dan pengembangannya.
203
204
Gaya yang sudah tersedia dalam menu keyboard juga dipakai dalam mengiringi lagu-lagu rohani atau lagu permintaan dari si pemilik pesta. Keberadaan keyboard sulim dalam berbagai upacara adat Batak Toba, sudah dipakai secara merata karena pelaku pesta dapat mengundangnya dengan harga yang terjangkau tanpa mengurangi nilai pesta itu dapat disebut sudah marmusik. Bentuknya yang portable lebih memudahkan untuk memindahkan perangkat ini memenuhi panggilan pada tempat dan keadaan yang berbeda.
4.6
Produksi Lagu-lagu Bagi musisi musik tiup jika mereka dimintakan gondang seperti pada
pargonsi dalam mengiringi upacara adat, mereka hanya mengikuti keinginan dari peminta gondang. Bila gondangnya bersifat sedih, seperti saur matua, kematian atau perpisahan, mereka menyajikan repertoar lagu yang bertempo lambat. Jika yang diinginkan adalah repertoar lagu yang gembira seperti siriang-riang, simonang-monang dan sebagainya, mereka akan menyajikan repertoir lagu dengan tempo yang cepat. Namun menurut pengalaman mereka (musisi musik tiup) beberapa kali, kadang-kadang orang yang memintakan repertoar gondang bisa saja meminta gondang yang tidak pernah ada, mereka akhirnya memainkan lagu apa saja yang sesuai dengan perkiraan musisi terhadap tujuan dari peminta gondang dan sebagaimana pada semua lagu-lagu / repertoar yang mereka sajikan, trumpet akan selalu lebih dulu membawakan melodi, baru semua instrumen yang lain mengikuti. Komposisi repertoir musik tiup, sejauh ini belum ada yang diciptakan secara khusus untuk musik tiup. Semua komposisi lagu dalam repertoar musik
204
205
tiup adalah diambil dari lagu-lagu daerah lagu-lagu rohani Kristen, lagu-lagu pop, bahkan lagu-lagu dari mancanegara. Tabel 4.1: Produksi Berupa Substitusi Repertoar Lagu Musik Tiup Batak Toba di Kota Medan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Judul Lagu Tangan do Botohon Pantun do Mula ni Ngolu Sihutur Sanggul Tumba Sirege Tumba Sibukka Main A Tene Botou Sapu Tangan Siantar Simalungun Ketabo Sinanggar Tullo Si Boru Enggan La pa Loma Balendang Paca-paca Siantar Man Goyang Anak Deli Biring Manggis Tirismo Namarbaju na so malo Anak Medan Tolu Sahundulan Si Tolu Sada Ina Si Raja Nai Ambaton Si Raja Lontung Eme ni Simbolon Marragam-ragam Anakonhi do Hamoraon Ida Gambir Boru Hasianku Ulos Pansamot Di Aekk si Bulbulan i Parombus-ombus do Selayang Pandang Malala Rohangki Dang Gulut di Arta Ema da Tutu Sahat-sahat ni Solu
Bentuk Non Teks Teks Non Teks Non Teks Non Teks Teks Teks Teks Teks Teks Teks Teks Teks Teks Teks Teks Teks Teks Teks Teks Teks Teks Teks Teks Teks Teks Teks Teks Teks Teks Teks Teks Teks Teks Non Teks Teks
Repertoar Mula-mula/somba Mula-mula/somba Mangaliat Mangaliat Mangaliat Mangaliat Mangaliat Monang-monang Monang-monang Monang-monang Siriang-riang Siriang-riang Siriang-riang Siriang-riang Siriang-riang Siriang-riang Siriang-riang Siriang-riang Siriang-riang Sampurnameme Sampurnameme Sampurnameme Sampurnameme Sampurnameme Sampurnameme Saur Matua Parorot Parorot Parorot Parorot Sibane-bane Sibane Band Parsirangan Sitorop Pinoppar Hasahatan/Sitio-tio Hasahatan/Sitio-tio
Daerah Batak Toba Batak Toba Batak Toba Batak Toba Batak Toba Simalungun Batak Toba Batak Toba Mand. Angkola Batak Toba Mand. Angkola Spanyol Ambon Pop Indonesia Melayu Karo Pakpak Batak Toba Batak Toba Simalungun Batak Toba Batak Toba Batak Toba Batak Toba Batak Toba Batak Toba Simalungun Batak Toba Batak Toba Batak Toba Batak Toba Melayu Batak Toba Batak Toba Batak Toba Pop Indonesia
Tidak ada konsistensi bahwa lagu-lagu tersebut dipakai dalam judul baru, dia bisa berpindah “sesuka hati” menurut pemainnya. Lagu-lagu itu akan dapat berubah pada saat yang berlainan. Misalnya, pada saat lagu yang dipakai
205
206
sebagai repertoir gondang mula-mula adalah tangan do botohon, tetapi di saat berikutnya repertoar gondang mula-mula sudah menjadi lagu pantun do mula ni ngolu, demikian juga sebaliknya. Pola kadensa yang umum digunakan dalam repertoar musik tiup, dengan lagu sahat-sahat ni solu memiliki karakteristik berbeda pada setiap daerahnya. Mangampu tua yaitu dahulu ada latihan musik dikantor 1xseminggu dari jam 2 sampai jam 5 tetapi sekarang tidak ada lagi kecuali ada lagu yang baru harus latihan. Lagu-lagu yang sering dinyanyikan Kasihnya Seperti Sungai, Hupuji Ma Haleluya, Anak Medan, Marolop-olop, Hamamere, dan lain-lainnya. Berikut adalah contoh produksi lagu Gondang Mula-mula yang disajikan di dalam ensambel musik tiup.
206
207 Notasi 4.1: GONDANG MULA-MULA (SOMBA-SOMBA)
MM ♪ = 130
Disajikan Oleh: Tambunan Musik
207
208 Dilihat dari sajian di atas, secara umum tekstur musik disajikan secara polifoni. Digunakan dua saksofon, yaitu saksofon alto dan saksofon tenor, keduaduanya membawakan melodi yang berbeda dan ritme yang berbeda pula. Namun bersama trumpet, sausafon, dan trombon—membentuk jalinan harmoni polifoni. Sementara itu trombon membawakan teknik up beat yang dalam ensambel gondang sabangunan dilakukan oleh ogung doal. Sausafon selain memberikan unsur harmoni sekali gus juga melakukan teknik apergiasi, yaitu memainkan nada-nada akor tetapi dalam jalinan melodi dan ritmik yang diulang-ulang
Gambar 4.2: Salah Satu Pertunjukan Musik Tiup Mangampu Tua di Kota Medan
Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015
208
209
Lagu-lagu yang dibawakan sesuai dengan permintaan pemesan yang paling sering dibawakan pada pesta yaitu lagu yang lazim dipertunjukkan dalam ensambel uning-uningan, yaitu: Sakkae Horbo, Pinasa Sidung, Dungon,dan lain-lainnya. Begitu juga dengan lagu-lagu opera Batak, seperti: Raja Doli, Tinittip Sanggar, Hotel, Sawan, dan lain-lainnya.
4.7 Produksi Tambahan Adapun manajemen produksi yang dihasilkan oleh grup musik Tambunan yaitu shooting video, fotografi, musik tiup, sulim keyboard (sulkib), dan musik tiup ditambah
gondang. Sedangkan manajemen produksi yang
dihasilkan grup musik Mangampu Tua yaitu shooting video, fotografi, musik tiup ditambah gondang, les (kursus) saxophone, catering pesta, menyewakan ulos, serta menyewakan sound system. Adapun masalah-masalah yang dihadapi dalam manajemen produksi ini yaitu kerusakan alat sound system yang disewakan karena tidak dijaga dengan baik oleh si penyewa. Produksi yang dihasilkan ini paling sering dipakai oleh masyarakat Batak pada umumnya untuk acara pernikahan, ulang tahun pernikahan dan upacara kematian saur matua.
209
210
Gambar 4.3: Penulis Bersama Kelompok Musik Tiup Mangampu Tua
Sumber: Dokumentasi Elisabeth Purba, 2015
210
BAB V MANAJEMEN PEMASARAN
Dalam hukum ekonomi, baik ekonomi mikro maupun ekonomi mikro, pemasaran
menjadi
ujung
tombak
sebuah
usaha,
termasuk
perusahaaperusahaan besar, seperti halnya Badan Usaha Milik Negara, maupun usaha-usaha menengah dan kecil, seperti halnya grup-grup musik tiup di dalam kebudayaan Batak Toba. Pemasaran berkait erat bagaiman memperkenalkan produk baik barang maupun jasa kepada para konsumen. Dalam kaitannya dengan pemasaran di dalam grup-grup musik tiup Batak Toba di Medan ini, maka setiap grup memiliki sendiri kebijakan mereka dalam pemasaran. Namun demikian, secara umum, pemasaran yang mereka lakukan umumnya mencakup: (a) promosi, (b) media dan sarana pengenalan kelompok musik tiup, (c) negosiasi biaya pertunjukan, (d) pengenalan pimpinan dan pemusik, dan hal-hal sejenisnya.
5.1 Diberitakan secara Lisan Manajemen pemasaran yang dilakukan kedua kelompok musik tiup ini, yaitu Mangampu Tua dan Tambunan Musik adalah melalui aspek-aspek kelisanan. Dalam hal ini, keberadaan kedua kelompok musik tersebut disampaikan oleh para pengurus (pimpinan dan seniman musik) kepada semua orang yang dikenal atau baru dikenalnya. Isi pesan komunikasi lisan dalam hal ini adalah tentang adanya grup musik yang mereka adalah sebagai anggota grup tersebut. Kemudian kepada
211
212
orang yang menerima pesan (komunikan) yang nantinya diharapkan akan mengundang atau menggunakan jasa seni pertunjukan musik grup ini, diceritakan tentang keberadaan grup musik tiup tersebut, terutama keunggulankeunggulannya baik dari sisi keunggulan produk maupun harga. Namun dalam hal ini menurut kedua pimpinan kelompok musik tiup tersebut, mereka tidak menjelek-jelekkan kelompok lain, atau berpromosi negatif terhadap grup musik lain, dan berpromosi positif terhadap kelompok musik mereka sendiri. Mereka hanya mengkomunikasikan apa-apa yang menjadi keunggulan di dalam kelompok ini. Termasuk juga pengalaman-pengalaman grup tersebut melakukan pertunjukan. Satu hal yang penting dicatat di sini, umumnya dalam menceritakan pengalaman grupnya ini, para penyampai pesan selalu menceritakan pengalaman-pengalaman mereka diundang mengisi pertujukan musik pada upacara-upacara pejabat (eksekutif, legislatif, maupun yudikatif) baik di peringkat kabupaten dan kota, provinsi, maupun nasional. Tujuan utama promosi kelisanan seperti ini adalah untuk meyakinkan secara psikologis terhadap para calon pengundang mereka selanjutnya. Menurut penjelasan dua kelompok musik tiup ini, yaitu Bapak M. Silaban untuk Mangampu Tua dan S. Tambunan untuk Tambunan Musik, jika orang yang diberikan informasi tersebut faham dan bisa berbahasa Batak, maka mereka cenderung menggunakan bahasa Batak. Jika sebaliknya, tidak begitu faham bahasa Batak, maka mereka cenderung menggunakan bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia.
212
213
Selanjutnya menurut penjelasan keduanya, sasaran komunikasi atau komunikan dalam strategi pemasaran ini adalah khalayak batak Toba pada umumnya. Pemasaran secara lisan ini juga dilakukan kepada jemaat gerejagereja Batak Toba, terutama HKBP. Mereka juga selalu mendiskusikannya dengan para pendeta mengenai kedudukan musik tiup yang selaras dengan ajaran-ajaran Kristen. Dalam rangka promosi adakalanya kedua kelompok musik tiup ini menawarkan diri untuk bermain musik secara gratis untuk kepentingan gereja. Mereka berharap bahwa masyarakat Batak Toba secara umum memiliki persepsi bahwa mereka juga perduli terhadap pelayanan dan pewartaan Injil di manapun. Mereka tidak semata-mata menjadikan musik tiup ini sebagai murni sarana bisnis. Kemudian mereka juga berpesan kepada para warga Batak Toba yang telah menerima cerita tentang grup musik ini untuk menceritakan lebih jauh kepada para komunikan selanjutnya. Jadi pola komunikasi interpersonal, dan komunikasi berbagai arah sangat diharapkan terwujud dalam konteks mengenalkan grup musik tiup ini.
5.2 Promosi Melalui Kartu Nama dan Plankat Selain itu manajemen pemasaran yang dilakukan grup musik tiup Mangampu Tua dan Tambunan Musik adalah memberikan kartu-kartu nama yang telah mereka cetak, kepada keluarga atau saudara-saudara dekatnya. Juga membagi-bagikan kartu nama pada saat acara pesta kumpulan keluarga. Selain itu, kedua kelompok musik tiup ini membuat plankat grup musik yang dipancangkan di depan jalan besar markas kegiatan mereka, yang dapat
213
214
terlihat oleh orang banyak. Seterusnya teknik promosi dalam rangka pemasaran ini adalah dengan cara mengunjungi kenalan atau saudara yang sudah sakit, terutama dalam kondisi sakit parah (biasanya dirawat di rumah sakit), agar menggunakan grup musiknya dalam berbagai upacara adat Batak. Menurut penjelasan kedua grup musik tiup ini, biasanya yang terjadi seringkali pihak keluarga dekat grup musik ini meminta diskon ataupun meminta harga yang miring dari harga sebenarnya sehingga membuat grup musik ini kadang mengalami berkurangnya uang masuk bagi grup musik ini. Berikut ini adalah isi yang terdapat di dalam kartu nama kedua grup musik tiup yang menjadi kajian di dalam tesis ini. (A) Mangampu Tua, isi kartu nama mereka adalah yang pertama nama grum itu sendiri. Kemudian diikuti dengan alamat lengkapnya di Kota Medan ini. Baru kemudian adalah nomor telefon maupun handphone yang biasa dihubungi dalam rangka memesan produksi pertunjukan musik mereka. Sesudah itu jasa-jasa atau produksi apa saja yang bisa dilayani oleh kedua grup musik tiup ini. Lengkapnya isi kartu nama Mangampu Tua adalah sebagai berikut.
MANGAMPU TUA MUSIK Jln. Bahagia No. 23/ Jln. A.R. Rahman Hakim, Jal No. 324 Medan Telepon: (061)7364125 HP: 08120649931 Menyediakan jasa musik keyboard untuk semua upacara dalam adat Batak, shooting video, foto, catering, dan lainlain.
214
215
Seterusnya ini kartu nama grup musik tiup Tambunan Musik ini adlaah sebagai berikut. TAMBUNAN MUSIK Jln. Menteng Raya Gang Samaria No, 2 Medan HP: 08126411404 Menyediakan pertunjukan musik keyboard untuk acaraacara dalam adat Batak, shooting video, foto, catering, dan lain-lain. Dijamin Jal memuaskan.
Selain kartu nama, kedua kelompok musik ini juga menggunakan media plankat grup. Pesan komunikasi atau isi informasi dari plankat nama ini, juga tidak jauh berbeda dengan kartu nama grup musik tiup tersebut. Di dalam plankat nama ini tertera nama grup. Kemudian disusul dengan alamat lengkap markas (kantor) mereka di Kota Medan ini. Setelah itu nomor telefon yang bisa dihubungi untuk memesan mereka jika diperlukan jasa pertunjukan musiknya. Selengkapnya kedua plankat dari kedua grup musik tiup ini dapat dilihat pada dua gambar berikut.
215
216
Gambar 5.1: Plankat Mangampu Tua Musik di Depan Halaman Rumah M. Silaban
Sumber: Dokumentasi, Elisabeth Purba, 2015
216
217
Gambar 5.2: Plankat Tambunan Musik di Depan Halaman Rumah S. Tambunan
Sumber: Dokumentasi, Elisabeth Purba, 2015
217
218
5.3 Strategi Pemasaran dengan Diskon Biaya Pertunjukan Seterusnya selain dari media komunikasi kartu nama dan plankat, maka kedua kelompok msuik tiup di Kota Medan ini juga menawarkan diskon biaya pertunjukan, yang besarannya adalah tidak melebihi 10 % dari harga biasa atau harga standar. Tujuan utama diskon ini adalah untuk menarik peminat yang akan memakai jasa mereka dalam sebuah upacara adat atau acara lainnya di dalam kebudayaan Batak Toba. Menurut tuturan kedua pemimpin grum ini, dengan strategi promosi dengan diskon, maka itu akan dapat menaikkan jumlah konsumen atau calon penanggap mereka untuk berbagai keperluan budaya Batak Toba ini. Strategi diskon ini mereka akui sebagai salah satu bentuk kegiatan ekonomi di bidang apapun. Tujuannya untuk lebih menarik minat konsumen dan juga menyesuaikan dengan kemampuan keuangan konsumen.
5.4 Perluasan Genre Produksi Pertunjukan Musik Grup musik tiup Mangampu Tua dan Tambunan Musik walaupun mengkhususkan aliran musiknya kepada tradisional Batak Toba. Namun, mereka juga meningkatkan kualitas dan kuantitas musik dalam grup musik Tambunan dan Mangampu Tua, ke arah yang lebih baik dan lebih luas lagi agar semua masyarakat bisa menikmati tidak hanya suku Batak Toba saja. Menurut penjelasan kedua pemipin grup ini, semakin majunya perkembangan musik di Indonesia ke arah musik yang lebih modern seperti jazz, R&B (Rhythm and Blues), rock’nroll, pop, maka tentu saaj untuk mengikuti perkembangan tersebut, kelompok musik tiup Batak Toba ini juga
218
219
mengadopsi pertunjukan dari genre-genre tersebut yang disesuaikan dengan kebutuan upacara dan acara di dalam kebudayaan. Dengan strategi seperti ini, mereka pun mempromosikanya dalam manajemen pemasaran, sehingga banyak orang menghendaki dan memesan pertunjukan musikal mereka dalam fungsi yang terus meluas dari waktu ke waktu.
5.5 Promosi Melalui Cara Menjaga Kepercayaan Pelanggan Selain itu, dalam meningkatkan daya saing, kedua grup ini melakukan strategi pemasaran dengan cara menjaga kepercayaan pelanggan. Strategi ini mencakup aspek psikologis, artistik, teknis, dan religius. Menurut penjelasan dari kedua pimpinan grup musik tiup ini, dalam rangka menjaga kontinuitas kebaradaan mereka, salah satu strategi pemasaran yang mereka lakukan adalah dengan cara menjaga kepercayaan pelanggan. Ini bermakna bahwa pelanggan adalah orang yang telah percaya kepada mereka, baik dari segi kedekatan psikologis maupun pertunjukan musikal yang mereka tampilkan. Kedekatan psikologis dengan para pelanggan tersebut dilakukan dengan cara berkomunikasi saat-saat tertentu atau ketika mereka dalam waktu luang berdiskusi atau berbincang-bincang segala hal di dalam konteks kebudayaan, baik itu isu-isu: politik, ekonomi, seni, sosial, budaya, dan lainlain. Semua ini dilakukan agar silaturrahmi (hubungan sosial) tetap terjaga dan mereka menjadi semakin dekat lagi. Dampak positifnya, jika si pelanggan atau kerabatnya memerlukan pertunjukan musik untuk upacara adat atau acara lainnya di dalam kehidupan mereka, maka pasti saja akan menggunakan grup musik tersebut.
219
220
5.6 Menjaga Kualitas Pertunjukan Seterusnya dalam strategi pemasaran ini, yang tidak dilakukan secara langsung adalah dengan cara setiap grup musik tiup ini menjaga kualits pertunjukan. Yang mereka maksud dengan kualitas pertunjukan adalah pertujukan musikal grup musik tiup yang mencakup: rapi dan teraturnya pertunjukan, komposisi musik yang estetik menurut selera orang-orang Batak, penggunaan lagu-lagu yang sesuai dengan tuntutan zaman, juga memelihara lagu-lagu tradisi sebagai identitas yang memperkuat kebudayaan Batak. Begitu juga kualitas penampilan di panggung yang mencakup sound system yang baik, penampilan pemusik dan penyanyi dengan baik, jika perlu dalam pertunjukan di waktu malam dikelola tata cahaya dan tata panggung yang eksotik dan menarik. Selain itu juga tata busana, make-up, gaya panggung, dan sejenisnya dijaga kualitasnya oleh grup-grup musik tiup di Kota Medan ini. Seterusnya dalam rangka menjaga kualitas tersebut, walau mereka tidak melakukan latihan, karena hampir setiap hari ada pesanan pertunjukan musik kepada mereka, mereka pun terus mengasah ketrampilan (virtuoso) bermusiknya, termasuk juga penggarapan komposisi-kompoisi musik dengan pengalaman-pengalaman dan ilmu musik yang baru. Demikian salah satu strategi pemasaran yang mereka lakukan.
5.7 Menyediakan Berbagai Pilihan Biaya Pertunjukan Seterusnya, dalam rangkla strategi pemasaran ini, maka kedua grup musik tiup tersebut yaitu Mangampu Tua dan Tambunan Musik, menyiasati
220
221
kemampuan ekonomis dan selera konsumen dengan cara menyediakan berbagai bentuk pertunjukan dengan biaya yang berbeda-beda. Hal ini mereka lakukan berdasarkan pengalaman di lapangan. Bahwa di antara para konsumen tersebut ada yang menginginkan bentuk pertunjukan yang sederhana saja seperti genre sulkib (sulim dan keyboard), atau keyboard dan trio vokal. Yang penting bagi mereka dalam upacara yang mereka selenggarakan disertai dan diwarnai pertunjukan musikal yang berciri Batak, namun dengan bentuk dan tampilan yang relatif sederhana. Selain itu, grup-grup musik ini juga menyediakan pertunjukan musik yang lengkap, yang terdiri dari pemain dan pemusik: trumpet, saksofon, trombon (bisa ditambah sausafon) untuk kategori brass atau tiupnya, ditambah drum trap set, gitar bas, keyboard, bila perlu ada penyanyi. Tak jarang ensambel yang dianggap lengkap ini, perlu dilengkapi lagi dengan ensambel gondang sabangunan. Itu semua menyesuaikan dengan permintaan konsumen, yang tentu saja berdasar kepada kemampuan ekonomi, selera musikal, filsafat interksionisme simbolik, dan sejumlah faktor budaya dan sosial lainnya. Demikian kira-kira kajian manajemen pemasaran grup musik tiup Mangampu Tua dan Tambunan Musik.
221
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Setelah diuraikan dan dikaji secara meluas dan mendalam dari Bab I sampai V, maka pada Bab VI, disimpulkan hasil penelitian yang penulis lakukan terhadap dua grup (kelompok) musik tiup di Kota Medan, yaitu Mangampu Tua dan Tambunan Musik. Adapun kesimpulan ini dibuat untuk menjawab secara umum tiga pokok masalah yang telah ditetapkan di bab satu. Ketiga pokok masalah tersebut adalah: manajemen organisasi, manajemen produksi, dan manajemen pemasaran. Hasilnya disimpulkan sebagai berikut. (A) Manajemen
organisasi
Mangampu
Tua
berdasarkan
kepada
manajemen tradisi kelompok-kelompok musik yang lazim terdapat di dalam kebudayaan Batak Toba. Manajemennya sangat tergantung kepada ketua atau pemimpin organisasi musik tiup ini, bahkan ketua ini selalu juga dijuuki sebagai pemilik organisasi musik tiup. Dalam hal ini Mangampu Tua diketuai dan dimiliki oleh M. Silaban. Namun demikian, wewenang keorganisasian tidak menumpu secara penuh kepada pimpinan grup. Di dalam grup Mangampu Tua ini diangkat pula seorang pemimpin musik, yang menanggungjawabi pertunjukan dan pembagian honor pemain. Ketua kelompok ini tampaknya ingin membagi kekuasaan dan wewenang organisasi kepada anggotanya. Di bawah ketua musik, ada beberapa pemusik, baik itu pemusik alat-alat tiup: saksofon, trombon, trumpet, sulim, maupun pemusik petik dan ritmik: gitar bas, gitar string, dan gondang, jua pemusik elektrofon yaitu pemain keyboard. Secara organisatoris, ketika awal perkembangan musik
222
223
tiup dan mengalami kejayaan, sebahagian besar pemain musik adalah anggota tetap grup ini, namun kini sesuai perkembangan zaman ketika begitu banyak muncul
grup-grup
sejenis
yang
mengakibatkan
kurangnya
pesanan
pertunjukan, maka sebahagian besar pemain musik Mangampu Tua bersifat freelance. Sementara tidak begitu jauh berbeda dengan Mangampu Tua, kelompok musik tiup Tambunan Musik juga mendasarkan organisasi sebagaimana yang lazim organisasi kesenian yang terdapat dalam budaya Batak Toba, yang menumpukan peran utama kepada pemimpin grup. Dalam hal ini pemimpin tersebut adalah Bapak S. Tambunan. Sedikit agak berbeda dengan Mangampu Tua yang merekrut anggota (pemusik) berdasarkan pertemanan dan keahlian bermusik, maka kelompok musik tiup Tambunan Musik, menurut penulis lebih mengedepankan anggota-anggota satu marga yaitu marga Tanmbunan, walau tidak semuanya. Alasan keluarga dan kekerabatan adalah menjadi dasar perekrutan dan penetapan anggota. Kemudian juga agak berbeda dengan Mangampu Tua yang membagi unsur organisasi ke dalam tiga golongan, yaitu ketua grup, ketua pemusik, dan para pemusik—maka grup Tambunan musik hanya menggunakan dua unsur organisasi saja yaitu ketua grup, dan pemusik. Namun demikian, untuk mengawal jangan sampai terjadinya kekosongan pemain, grup ini membagi dua kelompok pemain musik, yaitu mereka yang semi tetap dan mereka yang freelance. Masih dalam kaitan manajemen organisasi ini, terutama manajemen keuangannya, Mangampu Tua membagi pendapatan dengan besaran yang sedikit lebih besar dibanding dengan Tambunan Musik, yaitu kepada pemilik
223
224
(pemimpin) yaitu 30%, sisanya 70% dibagi-bagi untuk semua pemain musik. Sebaliknya, pada grup Tambunan Musik, 20 % untuk pemilik, dan 10% untuk transportasi juga disetor ke pemilik, jadi kumulatif 30%. Sisanya yang 70% dibagi sama rata kepada seluruh pemusik. Ini yang sedikit membedakan manajemen keuangan kedua grup musik tiup ini. (B) Manajemen produksi Mangampu Tua dan Tambunan Musik adalah relatif sama. Produksi yang dihasilkan kedua kelompok musik tiup ini adalah berbentuk pertunjukan musikal. Lagu-lagu yang disajikan adalah lagu-lagu Batak Toba tradisi, lagu populer Batak Toba, lagu-lagu populer daerah Sumatera Utara, lagu-lagu daerah lain dari Nusantara, lagu-lagu populer nasional, bahkan lagu-lagu populer dunia. Dalam rangka memproduksi pertunjukan musikal ini, baik kelompok musik tiup Mangampu Tua maupun Tambunan Musik selalu melihat dalam konteks upacara apa produksi tersebut disajikan. Jika untuk upacara yang bersifat ritual, maka produksi pertunjukan musikal ini akan menggunakaan repertoar-repertoar yang lazim digunakan di dalam tradisi ritual tersebut, namun ditambah dengan lagu-lagu lainnya ketika masuk ke acara yang bersifat hiburan. Pada era-era awal pertumbuhan kedua kelompok musk tiup ini, ada jadwal-jadwal latihan khusus dalam rangka memproduksi pertunjukan musikal yang digunakan untuk berbagai upacara di dalam adat Batak Toba di Medan atau di luar Medan. Namun seiring berjalannya waktu dan seringnya mereka melakukan pertunjukan sesuai dengan pesanan dari para pihak penyelenggara upacara, maka mereka merasa tidak perlu melakukan latihan, karena rata-rata
224
225
setiap harinya mereka melakukan pertunjukan dan bertemu di dalam pertunjukan tersebut. Maka bagi mereka, pertunjukan musikal tersebut adalah juga sekaligus sebagai sarana latihan dalam rangka mendukung produksi seni pertunjukannya. (C) Manajemen pemasaran yang dilakukan kedua kelompok musik tiup ini dapat dikatakan sama. Keduanya menggunakan cara pemasaran melalui: (i) diberitakan secara lisan, (ii) promosi melalui kartu nama dan plankat; (iii) strategi pemasaran dengan diskon biaya pertunjukan; (iv) perluasan genre produksi pertunjukan musik; (v) promosi melalui cara menjaga kepercayaan pelanggan; (vi) menjaga kualitas pertunjukan, dan (vii) menyediakan berbagai pilihan biaya pertunjukan
6.2 Saran Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis bersedia untuk diberikan saran atau kritik yang membangun agar tulisan ini lebih baik lagi. Penulis juga memberikan saran kepada masyarakat Batak Toba agar kiranya tetap memelihara dan memberikan perhatian terhadap kebudayaan yang ada baik seni musik, seni vokal, tortor, sastra, dan lain-lainnya. Khusus dalam menyikapi keberadaan musik-musik tipu di dalam kebudayaan Batak Toba, termasuk yang berada di Medan, yang sebenarnya mereka memiliki berbagai masalah, maka diperlukan solusi-solusinya seperti saran berikut ini.
225
226
(i) Solusi dalam menangani masalah banyaknya muncul grup musik tiup. Semakin berkembangnya zaman, semakin berkembang pula grup musik tiup di kota Medan. Oleh karena itu, grup musik Tambunan dan Mangampu Tua harus memiliki kualitas dan keunikan yang berbeda dari grup musik yang lainnya agar mereka dapat tetap dikenal sebagai salah satu musik tiup yang berciri khas yang unik dengan grup musik lainnya. Adapun usaha yang dilakukan oleh grup musik tiup Tambunan yaitu mereka membuat grup musik tiup yang berciri khas tradisional adat upacara Batak Toba dengan harga yang dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Hal ini juga dilakukan oleh grup musik Mangampu Tua, mereka juga mempunyai ciri khas traadisional adat upacara Batak Toba dengan harga yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Tetapi alat musik tradisional Mangampu Tua lebih lengkap dari pada alat musik tradisional Tambunan karena Mangampu Tua memiliki alat tradisional kecapi. Grup musik tiup Tambunan dan Mangampu Tua memiliki kesamaan dan letak lokasinya berdekatan sehingga mereka saling bersaing. Dan disini dibutuhkan pelayanan yang baik dan dapat menarik perhatian semua masyarakat. Keahliaan dan keramahtamahan para pemain musik juga diperlukan untuk mengambil rasa simpatik masyarakat untuk menggunakan jasa grup musik ini dengan nyaman dan dapat bertahan lebih lama dikalangan semua masyarakat. Grup musik tiup Tambunan dan Mangampu Tua juga harus mempromosikan grup musiknya dengan membuat kartu nama dan brosur agar
226
227
semua masyarakat dapat mengetahui dan dapat menggunakan jasa grup musik tiup Tambunan dan Mangampu Tua. (ii) Solusi dalam menangani masalah sistem manajemen sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang ahli dan terampil sangat dibutuhkan di dalam semua organisasi manapun. Sumber daya manusia yang ahli dan terampil akan pasti membawa keberuntungan dan keberhasilan bagi organisasi tersebut karena mereka bekerja dan berkarya dengan penuh tanggung jawab dan dengan profesional. Demikian juga halnya dengan organisasi budaya seni, organisasi budaya seni membutuhkan para pemusik yang ahli, terampil, profesional dan penuh tanggung jawab. Untuk membentuk karakter
sumber
daya manusia diperlukan
pengembangan karakter yang baik, pengarahan, motivasi dan masukan yang baik agar seseorang tersebut dapat menjadi sumber daya manusia yang lebih baik lagi dalam mengembangkan kepribadiannya. Pribadi yang baik akan membuat nama organisasi tersebut terkenal citranya dengan baik oleh masyarakat sehingga masyarakat nyaman untuk menggunakan jasa grup musik tradisional Tambunan dan Mangampu Tua. Grup musik Tambunan sudah sangat terkenal bagi masyrakat karena grup musik Tambunan merupakan salah satu grup musik tiup yang paling lama di kota Medan dan grup musik Mangampu Tua juga merupakan grup musik yang sudah dikenal masyarakat. (iii) Solusi
dalam
menyelesaikan
masalah
manajemen
produksi
pertunjukan pentas seni grup Mangampu Tua dan Tambunan Musik. Pentas seni yang baik dan bagus sangat mendukung pertunjukkan seni yang dilakukan para pemusik. Peralatan dan perlengkapan musik yang baik dan bagus juga 227
228
mempengaruhi bagus atau tidaknya pertunjukkan seni tersebut. Dengan demikian pentas yang layak pakai itu harus mendukung berjalannya pertunjukkan seni seperti ruangan yang layak pakai tidak terlalu kecil, listrik yang baik, keamanan yang baik, peralatan musik yang baik dan tata letak yang baik. (iv) Solusi dalam menangani masalah manajemen keuangan dan sistem penggajian. Manajemen keuangan yang baik juga mempengaruhi maju atau tidaknya suatu organisasi. Demikian halnya dengan grup musik Tambunan dan Mangampu Tua jika manajemen keuangannya baik maka keuangan dan kesejahteraannya meningkat juga. Gaji dan honor para pemusik dibagi rata bagi pemilik musik yaitu 70 % untuk Mangampu Tua dan Tambunan Musik 80 %. Pemilik membagi sama gaji para pemusik karena agar tidak ada yang merasa dikhususkan jadi semua pemusik sama bagi pemilik. Jadi disini tidak ada istilah pemusik yang senior dan junior karena para pemusik tidak terikat kontrak tetapi sistem bebas memilih kerja kepada grup mana saja (freelance). Tetapi kadang kala pemilik kesulitan untuk mencari para pemusik sehingga solusi dalam masalah ini harus ada dibuat para pemusik yang menetap dan terikat kerja sama jadi apabila mereka dipanggil bermain musik mereka tidak berhalangan jika mereka berhalangan harus mencari pengganti mereka. (v) Solusi dalam menangani masalah manajemen produksi. Adapun solusi dalam masalah manajemen produksi khususnya dalam hal menyewakan alat-alat musik dan sound system yaitu dengan memberikan sanksi atau hukuman bagi penyewa jika terjadi hal-hal yang tidak memungkinkan seperti kerusakan ataupun hilangnya alat-alat musik dan sound system. Sanksi atau
228
229
hukuman ini harus secara tertulis dan harus memakai matrai kedua belah pihak yang memberikan sewa dan yang si pemakai barang sewaan. Dengan demikian kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan. (vi) Solusi dalam menyelesaikan masalah manajemen pemasaran. Manajemen pemasaran yang baik akan mempengaruhi meningkatnya produk penjualan suatu organisasi. Demikian halnya dengan organisasi seni, pemasaran yang baik dan semakin banyaknya promosi akan dikenal masyarakat banyak dan banyak masyarakat akan menggunakan jasa grup musik tersebut. Grup musik Tambunan dan Mangampu Tua
melakukan
pemasaran grup musiknya dengan membuat kartu nama, brosur, dan plankat di jalan besar yang dapat dengan mudah dilihat masyarakat banyak. Grup musik Tambunan dan Mangampu Tua juga melakukan promosi kepada pihak keluarganya seperti di Serikat Tolong Menolong (STM) acara keluarga dan juga di gedung-gedung pesta serta di gereja.
Grup musik Tambunan dan
Mangampu Tua juga melakukan promosi di rumah sakit jika ada pihak keluarga yang tidak ada lagi harapan untuk hidup dan sudah tua mereka menawarkan grup musik mereka dan katering mereka. Namun yang menjadi masalah dalam pemasaran ini tidak semua orang mengenal grup musik ini karena itu diperlukan juga pemasaran melalui radio dan koran sehingga banyak masyarakat lebih lagi mengenal grup musik ini. (vii) Solusi Dalam menangani masalah manajemen pembagian tugas. Pembagian tugas diatur oleh pemilik grup musik Tambunan dan Mangampu Tua. Adapun tugas yang diberikan kepada pemain musik yaitu setiap ada pesanan panggilan untuk bermain musik maka para pemusik sudah ditentukan
229
230
untuk bermain musik contonya X bermain keyboard, Y bermain kecapi, Z bermain trombone, W bermain saksopon, R bermain drum, dan S bermain gitar bass dan seterusnya. Jika salah satu pemain musik berhalangan maka pemain musik harus mencarikan penggantinya agar hal ini tidak menjadi masalah bagi grup musik Tambunan dan Mangampu Tua atau pemilik harus menyediakan para pemusik cadangan sehingga pemilik tidak sulit lagi untuk mencari pemusik pada saat ada pesanan. (viii) Solusi dalam manajemen strategik. Manajemen strategik yang baik akan mendukung perkembangan suatu organisasi. Suatu organisasi harus mempunyai
trik-trik
dan
kiat-kiat
untuk
mengembangkan
usahanya.
Demikianlah dalam organisasi seni, pemilik harus memiliki trik-trik dan kiatkiat apa yang harus dilakukan untuk mengembangkan grup musik yang dimilikinya. Adapun trik-trik dan kiat-kiat yang dilakukan grup musik Tambunan dan Mangampu Tua sehingga tetap bertahan sampai saat ini karena pemilik langsung ikut ke lapangan untuk mengatur dan mengawas para pemusik dan alat-alat musik agar kinerja para pemusik bagus dan alat-alat musik tidak ada yang rusak ataupun hilang. (ix) Solusi dalam menangani masalah manajemen kualitas produksi pertunjukan musikal. Kualitas musik diperlukan dalam setiap grup musik karena hal ini mempengaruhi bagi masyarakat untuk tetap menggunakan jasa grup musik. Grup-rup musik tiup ini, dalam rangka menjamin kualitas produksi seni pertunjukannnya haruslah melakukan latihan-latihan, dan penggarapanpenggarapan komposisi musik baik secara struktural maupun estetik. Selain itu, kualitas pertunjukan lainnya sangat didukung pula oleh aspek-aspek
230
231
pendukung pementasan, seperti tata suara (sound system) yang baik, tata cahaya, busana, aksesori, komposisi panggung, dan aspek-aspek lainnya yang mendukung kualitas pertunjukan.
231
232
DAFTAR PUSTAKA Ali, Muhammad. 1985. Paper, Skripsi, Tesis, Disertasi, Makalah. Bandung: Tarsito. Aritonang, Tetty.1992 Musik Tiup dalam Upacara Saur Matua di Kotamadya Medan. Analisis Gaya Melodi dan Fungsi Sosial. Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi Fakultas Sastra USU. Assauri, Sofyan, 1980. Manajemen Produksi. Jakarta: Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Azhar, Cut Nizma. 2015. Buku Ajar Pengantar Manajemen. Medan: Program Studi Perbankan dan Keuangan Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Medan. Azra, Azyumardi, 2006. Islam in the Indonesian World: An Account of Institutional Formation. Bandung: Mizan. Azra, Azyumardi, 2007. Merawat Kemajemukan Merawat Indonesia. Jakarta: Kanisius. Damanik, Mariance, 2006. Dinamika Organisasi Musik Tiup pada Masyarakat Batak Toba di Kota Medan. Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi USU. Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi.Jakarta: PT.Rineka Cipta. Hasibuan, Malayu S.P., 2001. Manajemen Dasar: Pengertain dan Masalah. Bandung Bumi Aksara. HKBP, 2004. Barita ni D. Theol. L. Nommensen dalam Parsorion dohot na ni ulana (Edisi Bahasa Batak). Jakarta: Tulus Jaya. Hutagalung Ikin. R. 2009. Deskripsi Penyajian Musik Brass Band Sebagai Pengiring Pesta Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba. Tarutung: (t.p). Hutajulu, Rithaony dan Irwansyah Harahap. 2005. Gondang Batak Toba. Bandung:P4ST-UPI. Hutauruk, J.R., 1986, Garis Besar Sejarah 125 Tahun HKBP. Tarutung: Kantor Pusat HKBP Pearaja.
232
233
Ismiralda, Astri, 2003. Analisis terhadap manajemen Organisasi, Produksi, dan Pemasaran Sinar Budaya Group dalam Konteks Kebudayaan. Medan: Skripsi Sarja Jurusan Etnomusikologi USU. Koentjaraningrat, 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Manullang, M., 1992. Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia. Merriam, Alan P., 1964. The Anthropology of Music. Chicago: North Western University Press. Muhadjir, Noeng. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin. Parbato Medan, 1988. Rumusan Seminar Adat Batak Toba dalam Pedoman Umum Pelaksanaan Adat Batak Toba. Medan: Bintang. Pasaribu, Ben M., 1986. Taganing Batak Toba: Suatu Kajian dalam Konteks Gondang Sabangunan. Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi Fakultas Sastra USU Medan. Pardede, Patar Marudut, 1995. Pengaruh Musik Tiup terhadap Kelestarian Gondang Sabangunan dalam Pesta Adat batak Toba di Pematang Siantar. Medan: Skripsi Sarjana Jurusan Sendratasik Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP). Partadireja, Ace, 1985. Pengantar Ekonomi. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada. Permas, Achsan dkk., 2003. Manajemen Organisasi Seni Pertunjukan. Jakarta: PPM. Purba, Mauly.1989. “Mangido Gondang Dalam Penyajian Musik Gondang Sabangunan Pada Masyarakat Batak Toba.” Makalah pada Temu Ilmiah Masyarakat Musikologi Indonesia , Jakarta. Purba, Mauly, 1995. “Gereja dan Adat: Kasus Gondang Sabangunan dan Tortor.” Jurnal Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya. Rajamarpodang, Jacobus. 2006. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia. R.M.G. 1926. Almanak ni Halak Kristen angka na di Tano Batak. LagoebotiToba:Mission. Ratna, Nyonya Kutha. 2006. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra-dari Struturalisme hingga Postrukturalisme. Yogyakarta. Pustaka Belajar.
233
234
Sangti, Batara. 1975. Sejarah Batak. Balige: Karl Sianipar Company. Santosa dan Rizaldi Siagian. 1992. Etnomusikologi Defenisi dan Perkembangannya. Surakarta: Yayasan Masyarakat Musikologi Indonesia. Sachs, Curt & M. Von Hornbostel. 1962. The Wellsprings of Music. New York: Da Capo Press Inc. Siahaan, Edward T., 1999. Tapanuli Utara New Life in Hills & Valleys. The Journal of Indonesia. Jakarta: Regency Series-BAPPEDA Tapanuli Utara. Sianturi, Monang Asi, 2011, Ensambel Musik Tiup pada Upacara Adat Batak Toba. Medan: Tesis magister Seni Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.. Siburian, Jonsonm 2009. Studi Deskriptis dan Musikologi Musik Brass di HKBP Simatupang Kecamatan Muara. Tarutung: (t.p). Sihombing, TM. 1989. Jambar Hata-Dongan Tu Ualon Adat. Jakarta: Tulus Jaya. Sinurat, Horasman.2001.“Perkembangan Musik Brass di Kota Medan dengan Masuknya Unsur Musik Tradisi Batak Toba. Studi Kasus Kelompok Musik Sopo Nauli.” Skripsi S-1 Etnomusikologi Fakultas Sastra USU Medan. Simanjuntak, Bungaran A. 1985. Pemikiran Tentang Batak. Medan. Universitas HKBP Nommensen. Soedarsono, R.M. 1999. Metodologi Penelitian Seni Pertunjukkan dan Seni Rupa. Bandung. Masyarakat Seni Pertunjukkan Indonesia. Universitas HKBP Nommensen. 1979. Ruhut Parsaoran Di Habatahon. Medan: Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak. Sumiarti, Murti dkk., 1987. Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan (Edisi II). Yogyakarta: Penerbit Liberty. Siagian, Musa, 2000. Suatu Tinjauan tentang Perkembangan Ensambel Musik Tiup pada Masyarakat Batak Toba di Kotamadya Medan. Medan: Skripsi sarjana Jurusan Etnomusikologi USU. Sukarna, 1992. Dasar-dasar Manajemen. Bandung: Mandar Maju.
234
235
Suti, Bayo, 1979. Medan Menuju Kota Metropolitan. Medan: Yayasan Potensi Pengembangan Daerah. Sopiah, 2008. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Penerbit Andi. Suyono, Aryanto, 1985. Kamus Antropologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Tarihoran, P. Emerson, 1994. Analisis Perkembangan Repertoar Musik Brass band dengan Gondang Sabangunan dalam Sipitu Gondang di Kotamadya Medan. Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi USU. Terry, George R. dan Leslie W. Rue, 2000. Dasar-dasar Manajemen (terjemahan G.A. Ticoalu). Jakarta: Bumi Aksara. Internet: Hakim, Lukmanul (2011-10-22). "Selamat Datang di Situs Resmi Koni Medan". Koni-medan.org. Diakses tanggal 2011-10-30.
235
236
DAFTAR INFORMAN Drs. H. Bakkara, yang dikenal sebagai salah seorang pemain musik tiup (saksofon) yang terkenal di dalam ensambel musik tiup di Kota Medan. Beliau memiliki pendidikan akademik di peringkat S-1, yang kemudian terjun sebagai seniman juga sebagai panggilan hidupnya. Alamat rumahnya adalah di Jalan Menteng VII, Gang Cinta Alam, Nomor 34 Medan. Drs. J.M. Girsang adalah salah seorang pemain musik tiup di Kota Medan yang juga cukup dikenal di kalangan seniman musik tiup. Beliau beralamat di Perumahan Umum Nasional (Perumnas) Mandala Kota Medan. Drs. P.M. Pardede, merupakan seorang pemain musik tiup Batak Toba di Kota Medan ini. Walaupun sebenarnya pekerjaan utama beliau adalah sebagai pegawai negeri sipil di salah satu pemerintahan Kota Medan, namun ia emndedikasikan sebahagaian hidupnya untuk bermuisk, dan mengembangkan budaya musik Batak, terutama ensambel musik tiup. Alamat beliau adalah di Kompleks Perumahan Universitas Negeri Medan (Unimed), Kota Medan. Marsius Sitohang, yang dijuluki sebagai “Raja Sulim Batak” adalah juga dosen luar biasa Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan. Ia juga pernah menjadi pimpinan salah satu musik tiup di Kota Medan. Alamat beliau adalah di Desa Martoba Kota Medan. Pensilwally, adalah seorang gembala Tuhan yang mengabdikan hidupnya di Gereja HKBP di Tarutung. Ia menjadi informan kunci penulis dalam rangka penelitian ini, terutama untuk pengumpulan data mengenai hubungan agama Kristen Protestan dengan musik, terutama musik tiup dalam konteks kebudayaan Batak Toba. Alamat beliau adalah di Kota Tarutung. Sarikawan Sitohang adalah termasuk kepada salah seorang seniman musik Batak Toba yang multitalenta dan serius bekerja sebagai seniman musik. Ia dapat memainkan alat-alat musik seperti hasapi, taganing, ogung, dan lainlainnya. Ia adalah adik dari Marsius Sitohang. Beliau juga aktif sebagai pemusik di dalam beberapa ensambel musik tiup di Kota Medan ini. S. Silaban, juga seorang pimpinan salah satu grup musik tiup di Kota Medan. Selain dipandang juga sebagai tokoh musik tiup yang senior beliau juga selalu melakukan pembaharuan-pembaharuan pertunjukan dalam musik tiup ini. Alamat rumah beliau adalah di Jalan Menteng Raya Nomor 107 Kota Medan. S. Sitohang, adalah salah seorang pemimpin grup musik tiup di Kota Medan, yang dipandang cukup memiliki pengalaman dalam mengelola grupnya ini. Beliau beralamat di Jalan Bakti (di samping Wisma Umum) Kota Medan. 236
237
S. Tambunan adalah sebagai pimpinan dan pemain musik tiup pada kelompok musik tiup Tambunan. Ia dipandang sebagai pempimpin musik tiup yang berpengalaman dan senior di antara mitra sejawatnya di Kota Medan ini. Alamat beliau adalah di Jalan Menteng Raya, Gang Samaria, Nomor 2 Kota Medan. Beliau menjadi informan kunci penulis dalam rangka penelitian ini.
237