DESKRIPSI PERTUNJUKAN MUSIK OLEH GRUP AL-AULIA RENTAK MELAYU DI MEDAN
SKRIPSI SARJANA O L E H
NAMA: FAJRI MUHARDI NIM
: 100707005
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2016
i
DESKRIPSI PERTUNJUKAN MUSIK OLEH GRUP AL-AULIA RENTAK MELAYU DI MEDAN
SKRIPSI SARJANA O L E H
NAMA: FAJRI MUHARDI NIM
: 100707005
Disetujui Pembimbing I,
Pembimbing II,
Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP 196512211991031001
Dra. Heristina Dewi, M.Pd. NIP 196102201998031003
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2016
ii
ABSTRAK Skripsi ini bertajuk Deskripsi Pertunjukan Musik oleh Grup Al-Aulia Rentak Melayu di Medan, dengan satu pokok masalahnya yaitu bagaimana terjadinya proses pertunjukan. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, dengan penelitian lapangan dan peneliti bertindak sebagai partisipant observer. Teori yang digunakan untuk mendeskripsikan pertunjukan musik ini adalah teori semiotik pertunjukan oleh Pavis, berdasar 14 paramater pertunjukan. Hasilnya adalah: (1) Diskusi umum tentang pertunjukan musik oleh Al-Aulia Rentak Melayu, secarta umum mempertunjukkan musik-musik Melayu dengan disertai genre musik lain. (2). Skenografi pertunjukan adalah mengikuti pola-pola umum pertunjukan dalam musik tradisi Melayu, (3) Tata cahaya biasanya dilakukan di ruangan pertunjukan tertentu yang memerlukan tata cahaya, (4) Properti panggung ditentukan menurut tema atau keindahan yang diinginkan, dalam hal ini bekerjasama dengan penata dekorasi. (5) Kostum secara umum menggunakan kostum tradisi Melayu dan Arab; (6) Pertunjukan mengikuti pola-pola pertunjukan musik tradisi Melayu. (7) Fungsi musik dan efek suara sebagai pertunjukan musik tentu saja menguatkan suasana, tema, dan komunikasi dengan para penonton, (8) Tahapan pertunjukan, dimulai dari tahap pembuka (basamalah lagu), isi berupa lagu-lagu pasangan dan juga permintaan dari pengunjung, serta bahagian penutup pertunjukan, (9) Pertunjukan musik oleh Al-Aulia Rentak Melayu memiliki cerita lagu demi lagu dengan temanya masing-masing, (10) Teks dalam pertunjukan adalah sesuai dengan lagu yang dibawakan, ada yang mengacu kepada pantun, ada pula yang mengacu kepada tema agama, tema alam, nasihat, dan lainnya, yang dapat ditafsir dari lagu-lagu yang dibawakan. (11) Penonton di kota Medan umumnya adalah masyarakat yang multikultural, selain etnik Melayu juga etnik-etnik lain. (12) Produksi pertunjukan oleh Al-Aulia Rentak Melayu adalah disesuaikan dengan permintaan dari tuan rumah, dengan juga mempertimbangkan situasi pertunjukan, (13) Umumnya pertunjukan Al-Aulia Rentak Melayu dapat diuraikan baik oleh para penonton apalagi oleh para pengamat. (14) Sejauh pengalaman penulis, tidak ditemukan masalah-masalah khusus dalam pertunjukan musik oleh Al-Aulia Rentak Melayu. Kata kunci: deskripsi, pertunjukan, musik, rentak, Melayu, multikultural
iii
DAFTAR ISI ABSTRAK ............................................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................. DAFTAR ISI ............................................................................................... BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ................................................... 1.2 Pokok Permasalahan ........................................................ 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................ 1.3.1 Tujuan Penelitian ................................................. 1.3.2 Manfaat Penelitian ................................................ 1.4 Konsep dan Teori ............................................................ 1.4.1 Konsep .................................................................. 1.4.2 Teori ...................................................................... 1.5 Metode Penelitian ............................................................ 1.5 Lokasi Penelitian ............................................................
1 3 3 3 4 5 5 7 8 12
BAB II: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN MUSIK MELAYU DI MEDAN 2.1 Sejarah Musik Melayu .................................................... 2.2 Perkembangan Grup Musik Melayu di Medan ................. 2.3 Genre Musik Melayu di Medan........................................ 2.4 Musik Melayu dan Masyarakat Pendukungnya di Medan . 2.4.1 Seniman Musik Melayu .......................................... 2.4.2 Penyanyi ................................................................. 2.4.3 Penonton Pendukung ............................................... 2.4.3 Pengelola Musik Melayu .........................................
13 14 16 26 30 33 33 33
BAB III: GAMBARAN UMUM GRUP MUSIK AL-AULIA RENTAK MELAYU 2.1 Sejarah Terbentuknya Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu ............................................................................ 2.2 Alat-alat Musik Grup Al-Aulia Rentak Melayu ................ 2.3 Susunan Personil Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu ... 2.4 Sistem Pengelolaan Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu
35 40 42 43
BAB IV: DESKRIPSI PERTUNJUKAN MUSIK GRUP AL-AULIA RENTAK MELAYU DALAM KONTEKS HIBURAN 4.1 Deskripsi Umum Pertunjukan Musik ............................... 4.2 Skenografi Musik............................................................. 4.3 Tata Cahaya ..................................................................... 4.4 Properti Panggung ........................................................... 4.5 Kostum ............................................................................ 4.6 Proses Pertunjukan........................................................... 4.7 Fungsi Musik dan Efek Suara .......................................... 4.8 Tahapan Pertunjukan ....................................................... 4.9 Interpretasi Pertunjukan ................................................... 4.10 Teks Nyanyian ............................................................... 4.11 Penonton ........................................................................
43 47 47 47 48 50 51 51 51 51 52
iv
4.12 4.13 4.14 4.15 4.16
Mencatat Produksi Pertunjukan ...................................... Tanda-tanda Pertunjukan yang Tak Teruraikan .............. Masalah-masalah Khusus Pertunjukan ........................... Genre Musik yang Disajikan .......................................... Minat Masyarakat Medan Terhadap Musik Melayu........
53 54 55 55 55
BAB V: PENUTUP 5.1 Kesimpulan ..................................................................... 5.2 Saran ...............................................................................
57 57
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
59
DAFTAR INFORMAN
v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Musik adalah satu cabang kesenian yang disajikan melalui dimensi nada dan ritme, baik itu untuk hiburan pribadi maupun hiburan yang dapat dinikmati secara bersama-sama. Hiburan itu dapat dibuat berdasarkan kebutuhan diri sendiri atau juga yang dibuat untuk orang lain. Pada awalnya hiburan yang bersifat tradisional, dibuat untuk kebutuhan sendiri dan tertutup bagi orang lain. Namun belakangan sudah mulai dapat dinikmati oleh orang lain dalam bentuk pertunjukan musik. Musik mencerminkan kebudayaan masyarakat1 pendukungnya. Di dalam musik terkandung nilai-nilai dan norma-norma yang diwariskan secara turun temurun maupun menjadi menjadi bahagian dari proses akulturasi2 budaya sejalan dengan perkembangan jaman. Demikian juga yang terjadi pada musik dalam kebudayaan Melayu.
1
Pengertian masyarakat dalam konteks penelitian ini adalah mengacu kepada pendapat yang merumuskan bahwa masyarakat atau society adalah: ... the largest gruping in which common customs, traditions, attitudes and feelings of unity are operative." Unsur gruping dalam definisi itu menyerupai unsur "kesatuan hidup" dalam definisi kita, unsur common customs, traditions, adalah unsur "adat-istiadat", dan unsur "kontinuitas" dalam definisi kita, serta unsur common attitudes and feelings of unity adalah sama dengan unsur "identitas bersama.” Suatu tambahan dalam definisi Gillin adalah unsur the largest, yang "terbesar," yang memang tidak kita muat dalam definisi ini. Walaupun demikian konsep itu dapat diterapkan pada konsep masyarakat sesuatu bangsa atau negara, seperti misalnya konsep masyarakat Indonesia, masyarakat Filipina, masyarakat Belanda, masyarakat Amerika (Lihat lebih lanjut J.L. dan J.P. Gilin, 1942). 2
Akulturasi adalah proses bercampurnya dua kebudayaan atau lebih, setiap kebudayaan yang telah bercampur tersebut tetap menyumbangkan karakter atau identitasnya masing-masing. Akulturasi ini dalam konteks budaya music misalnya adalah genre dangdut yang merupakan akulturasi antara budaya music Melayu, India, Arab, yang kemudian berkembang juga dengan masuknya unsure musik Eropa, Jawa, Sunda, Batak, dan sebagainya, yang kemudian menjadi salah satu musik khas Indonesia.
6
Musik Melayu adalah musik yang tumbuh berkembang di negara-negara yang termasuk rumpun Melayu, antara lain Indonesia, Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam. Di dalam budaya musik Melayu terdapat juga musik tradisional yaitu musik yang diwarisi secara turun-temurun yang dipergunakan dalam berbagai kegiatan seperti pesta adat, penyambutan tetamu kehormatan, dan kegiatan keagamaan. Hal yang menarik dari musik Melayu ini terletak pada alat dan aransemen musiknya yang khas bergaya Melayu, serta lirik lagu yang mengandung syair tentang kehidupan sehari-hari dan penuh pesan moral, diisi dengan suara atau vokal khas cengkok Melayu. Pada awal perkembangan Musik Melayu, alat musik yang digunakan lebih didominasi oleh tingkahan rebana, petikan gambus, gesekan biola, picitan akordion, tingkahan gong, dan tiupan serunai. Ini dipengaruhi oleh kebudayaan dari tanah Arab dan Eropa tradisional. Pada masa ini berbagai genre atau jenis Musik Melayu yang ditemui antara lain: senandung, mak inang, lagu rakyat, lagu dua, nasyid, hadrah, ghazal, irama padang pasir, zapin, dan lain-lain (Takari dan Dewi, 2008). Seiring dengan perkembangan teknologi, alat-alat musik tradisional Melayu kemudian diganti dengan alat musik elektronik berupa keyboard.3 Walaupun demikian, dalam kegiatan atau acara-acara tertentu alat musik tradisional tersebut masih tetap digunakan demi melestarikan warisan budaya musik Melayu. Demikian
3
Pada masa sekarang ini, musik yang disebut keyboard, selain pengertiannya sebagai alat music yang masuk ke dalam teknologi canggih, juga dapat diartikan sebagai genre musik, terutama di Sumatera Utara. Genre musik keyboard ini, lazim digunakan dalam berbagai fungsinya di dalam masyarakat di Sumatera Utara. Jika keyboard itu mendominasi pertunjukan lagu-lagu etnik Karo disebut dengan keyboard (kibod) Karo, demikian pula untuk Melayu disebut keyboard Melayu. Sementara di dalam kebudayaan Batak Toba dikenal genre suling dan keyboard (diakronimkan dengan sulkib), atau juga sulkibta (kepanjangan dari keyboard, suling, dan taganing). Itulah fenomena yang menarik dari alat musik keyboard di Sumatera Utara.
7
pula fenomena kebudayaan music yang disajikan oleh salah satu kelompok musik Melayu di Medan yaitu Grup Al-Aulia Rentak Melayu. Grup Al-Aulia Rentak Melayu adalah salah satu grup musik Melayu yang dalam setiap penampilannya selain mengunakan keyboard juga diiringi dengan alatalat musik tradisional lainnya seperti gendang, akordion, gitar gambus, dan biola. Ciri khas tampilan musik ini merupakan cerminan kecintaan mereka terhadap budaya Melayu dan selalu mereka pegang teguh dengan moto, “Memadu Resam Terbilang Agar Adat Budaya Takkan Hilang.” Grup Al-Aulia Rentak Melayu pertama kali dibentuk tahun 2001 di Medan yang diprakarsai dan didirikan oleh Nurdin Wahyudi. Kata “Rentak Melayu” pada nama grup ini merupakan penggabungan dari seluruh rentak, 4 baik rentak musik, rentak lagu maupun rentak tari. Artinya pertunjukan musik yang ditampilkan oleh grup Al-Aulia Rentak Melayu tidak hanya sebatas dalam bentuk instrumen dan vokal saja tetapi juga terkadang diiringi dengan pantun dan tari-tarian sebagai satu kesatuan yang terpisahkan dalam kebudayaan Melayu. Dengan
semakin
bertambahnya
keinginan
dari
konsumen
yang
membutuhkan jasa Grup Al-Aulia Rentak Melayu, sehingga grup ini tidak hanya sekedar menampilkan musik-musik irama Melayu maupun irama Arabian, tetapi
4
Dalam kebudayaan Melayu, istilah rentak memiliki pengertian sebagai berikut. Yang pertama adalah hentakan kaki bersama-sama. Yang kedua menghentak-hentakkan kaki karena marah. Yang ketiga, bersama-sama melakukan sesuatu, secara serempak. Yang keempat adalah melakukan secara serentak (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia). Dalam music Melayu rentak memiliki arti yang bersinonim dengan irama, yaitu pola-pola ritme dan anomatope yang terutama diwakili oleh bunyi gendang, dalam membawakan sajian music, yang selalu juga diiringi dengan lagu atau nyanyian. Di antara rentak dalam musik Melayu adalah: senandung, mak inang, lagu dua atau joget, zapin, gubang, sinandong, dan lain-lainnya.
8
juga menampilkan genre musik lainnya seperti pop, dangdut, dan musik etnik lainnya, bahkan lagu mancanegara, tergantung permintaan dari si empunya hajatan. Grup Al-Aulia Rentak Melayu adalah salah satu grup musik Melayu yang cukup terkenal dan amat diminati di Medan. Grup musik ini kerap diundang atau tampil untuk memberikan hiburan kepada masyarakat di Medan dalam berbagai acara hajatan seperti pesta perkawinan, khitanan dan pesta penabalan anak. Tidak saja tampil di Medan, grup ini juga sering diundang atau tampil dalam berbagai hajatan yang serupa di berbagai daerah atau kota lainnya seperti Deli Serdang, Binjai, Stabat, Kisaran, Rantau Prapat, Banda Aceh, dan kota lainnya di pulau Sumatera. Bukan itu saja, grup Al-Aulia Rentak Melayu ini bahkan diundang pada perhelatan pernikahan di negara jiran Malaysia. Selain piawai menghibur masyarakat dalam setiap pertunjukan musiknya, grup Al-Aulia Rentak Melayu juga terkenal dengan prestasi yang telah diraih dalam berbagai ajang perlombaan seni dan budaya Melayu se-Sumatera Utara. Di antara prestasi kelompok musik ini adalah sebagai berikut. (a) Sebagai Juara I Festival Orkes Irama Padang Pasir pada Ramadhan Fair di Kota Medan, (b)
Juara I Festival Nasyid Putri dan di Mandailing Natal,
(c)
Juara II Festival Nasyid Putra di Mandailing Natal,
(d)
Juara I Festival Langgam Melayu di Hamparan Perak, dan
(e)
Juara I dalam Festival Melayu Dua Dimensi di Batang Kuis. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis menganggap bahwa grup
musik ini penting dikaji secara etnomusikologi, karena prestasinya, baik secara
9
fungsional dalam masyarakat atau dalam perlombaan. Selain itu grup Al-Aulia Rentak Melayu yang dapat bertahan dan berkembang selama belasan tahun hingga saat ini. Untuk itu perlu dijelaskan terlebih dahulu apa itu etnomusikologi yang digunakan sebagai ilmu utama untuk mendeskripsikan keberadaan grup musik Melayu di Medan ini. Apa yang dimaksud etnomusikologi itu adalah seperti berikut ini: Ethnomusicology is the study of music in its cultural context. Ethnomusicologists approach music as a social process in order to understand not only what music is but why it is: what music means to its practitioners and audiences, and how those meanings are conveyed. Ethnomusicology is highly interdisciplinary. Individuals working field may have training in music, cultural, anthropology, folkore, performance studies, dance, cultural studies, gender studies, race or ethnic studies, area studies, or other fields in the humanities, and social sciences. Yet all ethnomusicologists share a coherent foundation in the following approaches and methods: (1) Taking a global approach to music (regardless of area of origin, style, or genre). (2) Understanding music as social practice (viewing music as a human activity that is shaped by its cultural context). (3) Engaging in ethnographic fieldwork (participating in and observing the music being studied, frequently gaining facility in another music tradition as a performer or theorist), and historical research. Ethnomusicologists are active in a variety of spheres. As researchers, they study music from any part of the world and investigate its connections to all elements of social life. As educators, they teach courses in musics of the world, popular music, the cultural study of music, and a range of more specialized classes (e.g., sacred music traditions, music and politics, disciplinary approaches, and methods). Ethnomusicologists also play a role in public culture. Partnering with the music communities that they study, ethnomusicologists may promote and document music traditions or participate in projects that involve cultural policy, conflict resolution, medicine, arts programming, or community music. Ethnomusicolo-gists may work with museums, cultural festivals, recording labels, and other institutions that promote the appreciation of the world’s musics. http://www. Ethnomusicology.org/ ?page= whatisethnomusicology
10
Dari kutipan dalam situs web etnomusikologi.org tersebut, maka dapat dipahami bahwa etnomusikologi adalah studi musik dalam konteks budayanya. Etnomusikolog biasanya melakukan pendekatan musik sebagai proses sosial untuk memahami tidak hanya apa musik tapi mengapa: apa artinya praktik musik dan khalayak, dan bagaimana makna yang disampaikan musik tersebut. Etnomusikologi sangat interdisipliner. Para ilmuwan yang bekerja di lapangan etnomusikologi ini mungkin saja berasal dari pelatihan musik, ilmuwan antropologi budaya, cerita rakyat, kajian pertunjukan, tari, studi budaya, studi gender, studi ras atau etnik, studi kawasan, atau bidang lainnya di bidang ilmu-ilmu humaniora dan sosial. Namun, semua etnomusikolog berbagi landasan yang koheren dalam
pendekatan dan metodenya, seperti berikut: (1) Mengambil
pendekatan global untuk musik (terlepas dari daerah asal, gaya, atau genre). (2) Memahami musik sebagai praktik sosial (melihat musik sebagai aktivitas manusia yang dibentuk oleh konteks budaya). (3) Melakukan penelitian lapangan etnografi (berpartisipasi aktif dalam mengamati musik yang sedang dipelajari, mengkaji tradisi musik baik sebagai pemain atau ahli teori sekeligus), dan penelitian sejarah musik. Etnomusikolog aktif dalam berbagai bidang. Sebagai peneliti, mereka belajar musik dari setiap bagian di dunia ini dan menyelidiki koneksi ke semua elemen kehidupan sosial. Sebagai pendidik, mereka mengajar kursus musik dunia, musik populer, studi budaya musik, dan berbagai kelas yang lebih khusus (misalnya, tradisi musik sakral, musik dan politik, mengajarkan pendekatan disiplin ilmu dan metode). Etnomusikolog juga berperan dalam budaya masyarakat. Bermitra dengan
11
komunitas musik yang mereka pelajari, etnomusikolog dapat mempromosikan dan mendokumentasikan musik tradisi atau berpartisipasi dalam proyek-proyek yang melibatkan kebijakan budaya, penyelesaian konflik, pengobatan, pemrograman seni, atau komunitas musik. Etnomusikolog dapat bekerja pada museum, festival budaya, rekaman label, dan lembaga lain yang mempromosikan apresiasi musik dunia.
Dengan
demikian,
kerja
keilmuan
yang
penulis
lakukan untuk
mendeskripsikan keberadaan dan pertunjukan kelompok musik Al-Aulia Rentak Melayu, adalah sesuai dengan uraian mengenai apa itu etnomusikologi seperti tersebut di atas. Untuk mengetahui lebih dalam, penulis berniat untuk melakukan suatu penelitian ilmiah melalui deskripsi pertunjukan musik. Dalam hal ini penulis memfokuskannya melalui penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul: “Deskripsi Pertunjukan Musik Oleh Grup Al-Aulia Rentak Melayu di Medan.”
1.2 Pokok Permasalahan Untuk
menghindari
permasalahan
yang
terlalu
luas
yang
dapat
mengaburkan penelitian, maka penulis membatasi penulisannya pada pokok permasalahan yaitu
Bagaimana pertunjukan musik oleh grup Al-Aulia Rentak
Melayu di Medan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Sesuai dengan pokok pemasasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan pertunjukan musik oleh grup Al-
12
Aulia Rentak Melayu di Medan.
1.3.2 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut: 1. Sebagai bahan pengetahuan tentang keberadaan dan eksistensi gugup Al-Aulia Rentak Melayu yang menyajikan musik Melayu dalam setiap pertunjukannya. 2. Sebagai wujud pengaplikasian ilmu penulis peroleh selama studi di Departemen Etnomusikologi. 3. Salah satu bahan referensi dan acuan bagi peneliti berikutnya yang memiliki keterkaitan dengan topik penelitian ini.
1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:456) konsep diartikan sebagai rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari pengertian kongkrit, gambaran mental dari objek atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Sedangkan menurut Mely G. Tan (dalam Koentjaraningrat, 1991:21) konsep merupakan suatu definisi secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala. Dari dua pengertian konsep ini memberi makna bahwa dalam membahas suatu topik haruslah ada konsep yang digunakan sebagai pembatas pemahaman dengan tujuan agar pembahasan tidak keluar dari topik yang
13
sudah ditentukan. Adapun konsep yang perlu dijelaskan dalam tulisan ini, sesuai dengan yang terkandung di dalam judul penelitian ini, adalah konsep-konsep: (1) deskripsi, (2) pertunjukan, (3) music, (4) Al-Aulia Rentak Melayu,
dan (5) Medan. Kelima
konsep ini diuraikan sebagai berikut. (1) Kata deskripsi merupakan unsur sarapan bahasa Inggris description. Menurut Echols dan Shadily (2000:176) pengertiannya adalah gambaran atau lukisan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia versi elektronik, deskripsi adalah bersifat menggambarkan apa adanya (www.kbbi.web.id). Dalam penelitian ini, dekripsi yang penulis lakukan adalah menggambarkan atau melukiskan pertunjukan grup musik Al-Aulia Rentak Melayu, yang di dalamnya mencakup: proses produksi, pentas, alat-alat music, sistem suara (sound system), seniman (penyanyi, laki-laki dan perempuan), pemain musik (keyboard, gendang, dan lainnya), teks yang disajikan, melodi, rentak, dan hal-hal sejenis. (2) Pertunjukan adalah sebuah komunikasi yang dilakukan oleh satu orang atau lebih pengirim pesan, yang merasa berperan kepada seseorang atau lebih sebagai penerima pesan. Dalam sebuah pertunjukan harus ada penyaji, penonton, pesan yang dikirim, dan cara penyampaian pesan yang khas. Mediumnya boleh auditif visual atau hubungan keduanya, gerak laku, secara multimedia dan sebagainya. Di depan kata pertunjukan biasanya dibubuhkan kata seni yang berarti bahwa tontonan yang memiliki nilai seni bila disampaikan kepada sejumlah penonton (http://en.wikipedia.org).
14
Menurut Murgianto (1996:156), pertunjukan adalah sebuah komunikasi yang dilakukan satu orang atau lebih, pengirim pesan merasa bertanggung jawab pada seseorang atau lebih penerima pesan, dan kepada sebuah tradisi yang mereka pahami bersama melalui seperangkat tingkah laku yang khas. Dalam sebuah pertunjukan harus ada pemain, penonton, pesan yang dikirim, dan cara penyampaian yang khas. Seni pertunjukan terbagi menjadi seni musik, tari dan teater. Bidang disiplin ilmu tersebut meluas sampai kepada sirkus, kabaret, olahraga, ritual, upacara prosesi pemakaman, dan lain-lain (3) Musik adalah gubahan bunyi yang menghasilkan bentuk dan irama yang diterima oleh individu dan berbeda-beda berdasarkan sejarah, lokasi, budaya, dan selera seseorang. Definisi sejati tentang musik juga bermacam-macam, misalnya bunyi yang dianggap enak oleh pendengarnya, segala bunyi yang dihasilkan secara sengaja oleh seseorang atau kumpulan orang dan disajikan sebagai musik (Takari, 2008:19). (4) Al-Aulia Rentak Melayu adalah nama grup musik Melayu yang dipimpin oleh Bapak Nurdin Wahyudi. Al Aulia artinya utama, yang diutamakan, nama diberikan oleh Rabiatul Adawiyah yang sekarang menjadi salah satu personil Al Aulia. Rentak Melayu adalah penggabungan dari seluruh rentak, baik rentak tarik, musik dan irma. Nama Rentak Melayu ini diberikan oleh Nurdin Wahyudi. (5) Medan adalah salah satu nama lokasi tempat penelitian yang dilakukan peneliti. Kini Medan merupakan kota sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara. Medan adalah kota terbesar keempat di Indonesia, setelah Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Medan adalah tempat dan markas kelompok musik Al-Aulia Rentak
15
Melayu, tepatnya di Sunggal.
1.4.2 Teori Teori merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan (Suriasumantri, 1993:143). Kemudian Koentjaraningrat (1991:30) mengatakan bahwa pengetahuan yang diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen serta pengalaman kita sendiri merupakan landasan dari pemikiran untuk memperoleh pengertian tentang teoriteori yang bersangkutan. Dari kedua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa teori adalah pendapat yang dapat dijadikan sebagai kerangka berpikir untuk melihat, membahas dan membahas suatu fenomena atau permasalahan. Untuk mengetahui fungsi pertunjukan musik yang disajikan oleh grup AlAulia Rentak Melayu, penulis mengacu kepada teori Soedarsono (1999:170) yang mengatakan bahwa secara garis besar fungsi seni pertunjukan dalam kehidupan manusia dikelompokkan menjadi 3 yaitu: (1) untuk kepentingan sosial atau sarana upacara; (2) sebagai ungkapan perasaan pribadi yang dapat menghibur diri, dan (3) sebagai penyajian estetika. Selanjutnya dalam rangka usaha untuk memahami secara diteil bagaimana makna yang diciptakan dan dikomunikasikan melalui pertunjukan musik yang disajikan oleh grup Al-Aulia Rentak Melayu, penulis berpedoman kepada teori Semiotika yang dipelopori dua pakar pertunjukan budaya Tadeuz Kowzan dan Patrice Pavis dari Perancis. Kowzan menawarkan 13 sistem lambang dari sebuah
16
pertunjukan yaitu kata-kata, nada bicara, mimik, gestur, gerak, makeup, gaya rambut, kostum, properti, setting, lighting, musik, dan efek suara. Sedangkan Pavis menyusun daftar pertanyaan yang lugas dan diteil untuk mengkaji sebuah pertunjukan. Ada empat belas aspek yang harus diperhatikan dalam mengkaji atau mendeskripsikan pertunjukan. Keempat belas aspek itu adalah: (1) Diskusi umum tentang pertunjukan, (2) Skenografi, (3) Sistem tata cahaya, (4) Properti panggung, (5) Kostum, (6) Pertunjukan, (7) Fungsi musik dan efek suara, (8) Tahapan pertunjukan, (9) Interpretasi cerita dalam pertunjukan, (10) Teks dalam pertunjukan, (11) Penonton, (12) Mencatat produksi pertunjukan secara teknis dan imaji apa yang menjadi fokus, (13) Apa yang tidak dapat diuraikan dari tanda-tanda pertunjukan, dan (14) Masalah-masalah khusus yang perlu dijelaskan. Kemudian untuk mengkaji pengelolaan dalam grup Al-Aulia Rentak Melayu, penulis juga menggunakan teori yang dikemukakan oleh Terry dan Rue (2000:1) yang mendefinisikan manajemen sebagai suatu proses atau kerangka kerja,
17
yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang ke arah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Sedangkan menurut Siswanto (2005:4) menyebutkan bahwa manajemen (pengelolaan) adalah ilmu dan seni untuk melakukan tindakan guna mencapai tujuan yang spesifikasinya meliputi perencanaan, pengarahan, pemotivasian, dan pengendalian terhadap orang agar mencapai tujuan.
1.5 Metode Penelitian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:7), metode penelitian diartikan sebagai cara mencari kebenaran dan azas-azas alam, masyarakat atau kemanusiaan yang bersangkutan. Dalam kaitan ini Hasan (1985:7) mengatakan metode merupakan cara atau sistematika kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode penelitian yang bersifat deskriptif, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, kelompok tertentu, untuk menentukan frekuensi penyebaran suatu gejala atau frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dan gejala lain dalam masyarakat. Dalam hal ini tergantung dari sedikit banyaknya pengetahuan tentang masalah yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1991:29), sedangkan menurut Soedarsono (1999:46) penelitian kualitatif data-data hasil penelitian harus dicermati dengan cermat dan dianalisa. Bahan ataupun data penelitian dapat diperoleh dari tulisan-tulisan atau ceramah yang terekam dalam konteks yang berbeda-beda, bisa dari observasi, berita
18
surat kabar dan sebagainya. Salah satu sifat dari data kualitatif adalah data ini merupakan data yang memiliki kandungan yang kaya, yang multi dimensional dan kompleks. Untuk mendapatkan data yang akurat, penulis menggunakan 3 (tiga) teknik pengumpulkan data yaitu teknik penelitian lapangan, kerja laboratorium, dan studi kepustakaan. Ketiganya saling terkait dan menjadi satu kesatuan dalam kerangka kerja secara etnomusikologis.
1.5.1 Penelitian Lapangan Penelitian lapangan yaitu dengan cara mengikuti berbagai pertunjukan yang dilakukan Orkes Al-Aulia Rentak Melayu, melakukan wawancara kepada para pelaku pertunjukan atau kepada anggota Orkes Al-Aulia Rentak Melayu dan juga kepada pengunjung disaat Orkes Al-Aulia Rentak Melayu melakukan sebuah pertunjukan. Dalam penelitian lapangan, penulis melakukan beberapa hal yang begitu sering dilakukan. Kegiatan ini termasuk: observasi atau pengamatan dan wawancara. 1. Observasi Observasi, yaitu
terlibat dalam pertunjukan, tanpa memposisikan diri
sebagai pelaku pertunjukan, sering menyaksikan berlangsungnya pertunjukan dari awal sampai akhir. Hal ini berguna untuk mengenal dengan baik dan lebih jauh lagi jalannya pertunjukan dan aspek-aspek yang terkandung di dalamnya. Dalam observasi ini penulis berhubungan langsung dengan informan kunci yaitu anggota
19
grup musik Orkes Al-Aulia Rentak Melayu khususnya Hendri Perangin angin yang juga sebagai ketua dari Orkes Al-Aulia Rentak Melayu. Penulis mengadakan perkenalan, ngobrol, dan semampu mungkin untuk menjalin hubungan emosional kepada para informan ini agar penelitian ini berjalan lancar. Penulis berusaha meyakinkan kalau penulis adalah teman baik mereka yang mampu membawakan diri kedalam lingkungan mereka. 2. Wawancara Wawancara, yaitu melalui wawancara terfokus dan wawancara bebas. Wawancara terfokus dilakukan untuk memperoleh informasi yang lebih kaya dan tidak membosankan atau membuat kaku suasana antara penulis dan informan. Sedangkan wawancara bebas dilakukan secara tidak terfokus, tetapi mendapatkan banyak informasi yang dibutuhkan. Dalam wawancara menggunakan alat tulis. Setiap pembicaraan yang memberikan informasi penting sesegera mungkin dicatat, namun tidak pada saat ngobrol atau wawancara berlangsung, tetapi pada saat mengobrol lagi atau ada pembicaraan singkat dari informan kepada orang lain dan dalam dokumentasi penulis melakukan rekaman baik itu audio visual atau video atau pun mengambil gambar dengan kamera, kemudian menganalisis semua data yang diperoleh.
1.5.2 Kerja Laboratorium Kerja laboratorium yaitu dengan cara mengolah data yang didapat sewaktu penelitian lapangan dan disaring sebaik mungkin untuk dijadikan sebagai tulisan. Kerja laboratorium disebut juga analisis yang merupakan pengolahan data yang
20
diperoleh dari kerja lapangan, setelah pengolahan data dianalisis, kemudian disusun secara sistematis sehingga hasilnya dapat dikembangkan sebagai bahan yang akurat dalam pembahasan masalah yang dihadapi. Dalam tahapan ini penulis mengumpulkan data-data yang didapat dari lapangan, kemudian memilih data yang relevan dengan tulisan ini.
1.5.3 Penelitian Kepustakaan Studi kepustakaan dilakukan dengan cara membaca berbagai buku dan skripsi yang berhubungan dengan tulisan sehingga dapat menambah wawasan peneliti untuk mengembangkan tulisan tersebut. Selain itu penulis juga mengambil sebagian data dari internet yang berhubungan dengan tulisan dengan tujuan untuk membuat tulisan semakin sempurna. Studi kepustakaan dilakukan penulis untuk memperoleh data tambahan di luar data lapangan, baik berupa konsep-konsep dan teori-teori yang dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian dan juga dalam pembahasan serta penulisan. Di dalam penelitian ini beberapa maeri kepustakaan yang menjadi rujukan dalam skripsi ini antara lain adalah sebagai berikut. 1. Muhammad Takari dan Heristina Dewi dalam bukunya yang berjudul Budaya Musik dan Tari Melayu Sumatera Utara, Medan 2008. Tulisan ini dapat membantu penulis untuk mendapatkan informasi tentang musik, lagu-lagu dan tarian Melayu. 2. Muhammad Takari dan Fadlin Muhammad Dja’far dalam bukunya Ronggeng dan Serampang Dua Belas dalam kajian Ilmu-ilmu Seni. Medan 2014. Tulisan
21
ini dapat membantu penulis untuk mendapatkan informasi tentang rentak Melayu. 3. Sansri Nuari Silitonga “Nur’ainun sebagai Penyanyi Melayu Sumatera Utara: Biografi dan Analisis Struktur Lagu-lagu Rentak Senandung, Mak Inang dan Lagu Dua yang Dinyanyikan-Nya”. Skripsi tersebut dapat membantu penulis untuk mendapatkan informasi tentang lagu Melayu dan penulis akan mengambil teori biografi dari skripsi tersebut. 1.6 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di rumah Bapak Nurdin Wahyudi, S.Sos., yang berada di Kecamatan Medan Sunggal, dengan alamat lengkapnya Jalan PertahahanPatumbak, Kompleks Vila Permata Indah, Blok D 18/19, dekat dengan Jembatan laying Amplas Patumbak, dengan nomor telefon grup: 081370997022. yang sekaligus dijadikan sebagai Kantor Sekretariat Al-Aulia Rentak Melayu. Selain kantor sekretariat ini, peneliti juga memilih lokasi penelitian tempat-tempat di mana grup musik Al-Aulia Rentak Melayu melakukan pertunjukan khususnya di Medan.
22
Bagan1.1: Latar Belakang Kajian Etnomusikologis terhadap Pertunjukan Musik Grup Al-Aulia Rentak Melayu di Medan dengan Teori Semiotik Pertunjukan
23
BAB II MUSIK MELAYU DI DUNIA MELAYU DAN DI KOTA MEDAN
2.1 Gambaran Umum Kota Medan Kota Medan (Melayu Jawi: )ﻣﯿﺪانadalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota metropolitan terbesar di luar Pulau Jawa dan kota terbesar keempat di Indonesia setelah Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Kota Medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat dan juga sebagai pintu gerbang bagi para wisatawan untuk menuju objek wisata Brastagi di daerah dataran tinggi Karo, objek wisata penangkaran orangutan di Bukit Lawang, serta kawasan Danau Toba. Medan didirikan oleh Guru Patimpus Sembiring Pelawi pada tahun 1590. John Anderson, orang Eropa pertama yang mengunjungi Deli pada tahun 1833 menemukan sebuah kampung yang bernama Medan. Kampung ini berpenduduk 200 orang dan seorang pemimpin bernama Tuanku Pulau Berayan sudah sejak beberapa tahun bermukim disana untuk menarik pajak dari sampan-sampan pengangkut lada yang menuruni sungai. Pada tahun 1886, Medan secara resmi memperoleh status sebagai kota, dan tahun berikutnya menjadi ibukota Karesidenan Sumatera Timur sekaligus ibukota Kesultanan Deli. Tahun 1909, Medan menjadi kota yang penting di luar Jawa, terutama setelah pemerintah kolonial membuka perusahaan perkebunan secara besar-besaran. Dewan kota yang pertama terdiri dari 12 anggota orang Eropa, dua orang bumiputra, dan seorang Tionghoa. Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat dua gelombang migrasi besar ke Medan. Gelombang pertama berupa kedatangan orang Tionghoa dan Jawa sebagai kuli kontrak perkebunan. Tetapi setelah tahun 1880 perusahaan perkebunan 24
berhenti mendatangkan orang Tionghoa, karena sebagian besar dari mereka lari meninggalkan kebun dan sering melakukan kerusuhan. Perusahaan kemudian sepenuhnya mendatangkan orang Jawa sebagai kuli perkebunan. Orang-orang Tionghoa bekas buruh perkebunan kemudian didorong untuk mengembangkan sektor perdagangan. Gelombang kedua ialah kedatangan orang Minangkabau, Mandailing dan Aceh. Mereka datang ke Medan bukan untuk bekerja sebagai buruh perkebunan, tetapi untuk berdagang, menjadi guru dan ulama. Sejak tahun 1950, Medan telah beberapa kali melakukan perluasan areal, dari 1.853 ha menjadi 26.510 ha pada tahun 1974. Dengan demikian dalam tempo 25 tahun setelah penyerahan kedaulatan, kota Medan telah bertambah luas hampir delapan belas kali lipat. Kota Medan saat ini dipimpin oleh seorang pelaksana harian, yakni Syaiful Bahri Lubis pasca habisnya masa jabatan wali kota terakhir, Dzulmi Eldin. Wilayah Kota Medan dibagi menjadi 21-kecamatan & 151-kelurahan: Medan Tuntungan, Medan Johor, Medan Amplas, Medan Denai, Medan Area, Medan Kota, Medan Maimun, Medan Polonia, Medan Baru, Medan Selayang, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Barat, Medan Timur, Medan Perjuangan, Medan Tembung, Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Marelan, dan Medan Belawan. Kota Medan memiliki luas 26.510 hektare (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi
25
kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut. Secara administratif, batas wilayah Medan adalah sebagai berikut: (a) Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka; (b) Seebelah selatanberbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang; (c) sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang; dan (d) sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang. Dengan demikian Kota Medan dikelilingi oleh Kabupaten Deli Serdang. Demikian pula di siang hari banyak penduduk Kabupaten Deli Serdang yang bekerja di Kota Medan. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan sumber daya alam (SDA), khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karena secara geografis Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber daya alam, seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya. Di samping itu sebagai daerah pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.
26
Berdasarkan data kependudukan tahun 2005, penduduk Medan diperkirakan telah mencapai 2.036.018 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria, (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk komuter. Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2010, penduduk Medan berjumlah 2.109.339 jiwa. Penduduk Medan terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan 1.068.659 perempuan. Bersama kawasan metropolitannya (Kota Binjai dan Kabupaten Deli Serdang) penduduk Medan mencapai 4.144.583 jiwa. Dengan demikian Medan merupakan kota dengan jumlah penduduk terbesar di Sumatera dan keempat di Indonesia. Sebagian besar penduduk Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan 2039 tahun (masing-masing 41% dan 37,8% dari total penduduk). Dilihat dari struktur umur penduduk, Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif, (1559 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian, secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur. Laju pertumbuhan penduduk Medan periode tahun 2000-2004 cenderung mengalami peningkatan, dimana tingkat pertumbuhan penduduk pada tahun 2000 adalah sebesar 0,09% dan menjadi 0,63% pada tahun 2004. Jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, disusul Medan Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk yang paling sedikit, terdapat di Kecamatan Medan Baru, Medan Maimun, dan Medan Polonia. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi 27
ada di Kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area, dan Medan Timur. Pada tahun 2004, angka harapan hidup bagi laki-laki adalah 69 tahun sedangkan bagi wanita adalah 71 tahun. Kota Medan memiliki beragam etnis dengan mayoritas penduduk beretnis Jawa, Batak Toba, Mandailing-Angkola, dan Tionghoa. Adapun etnis aslinya adalah Minangkabau, India, dan Melayu serta etnis lain-lain. Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah masjid, gereja dan vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jl. Zainul Arifin dikenal sebagai Kampung Keling, yang merupakan daerah pemukiman orang keturunan India. Secara historis, pada tahun 1918 tercatat bahwa Medan dihuni oleh 43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang keturunan Eropa, 35.009 orang Indonesia, 8.269 keturunan Tionghoa, dan 139 berasal dari ras-ras yang ada di Asia lainnya. Secara historis, pada tahun 1918 tercatat bahwa Medan dihuni oleh 43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang keturunan Eropa, 35.009 orang Indonesia, 8.269 keturunan Tionghoa, dan 139 berasal dari ras Timur lainnya.
28
Tabel 2.1: Perbandingan Etnik di Kota Medan pada Tahun 1930, 1980, dan 2000 Etnis
Tahun 1930
Tahun 1980
Tahun 2000
Jawa
24,89%
29,41%
27,03%
Batak
2,93%
14,11%
19,69%
Tionghoa
35,63%
14,80%
17,65%
Mandailing
6,12%
7,90%
8,36%
Minangkabau
7,29%
7,02%
7,57%
Melayu
7,06%
6,22%
6,18%
Lain-lain
14,31%
9,43%
8,42%
Sumber: 1930 dan 1980: Usman Pelly, 1983; 2000: BPS Sumut *Catatan: Data BPS Sumut tidak menyenaraikan "Batak" sebagai suku bangsa, total Simalungun (0,69%), Tapanuli/Toba (19,21%), Pakpak (0,34%), dan Nias (0,69%) adalah 20,93%
Angka Harapan Hidup penduduk kota Medan pada tahun 2007 adalah 71,4 tahun, sedangkan jumlah penduduk miskin pada tahun 2007 adalah 148.100 jiwa. Dari data tersebut di atas, pada tahun 2000, orang-orang Batak di Kota Medan, menduduki peringkat kedua setelah etnik Jawa. Jumlah orang Batak adalah 19,69 % dari keseluruhan penduduk Kota Medan. Dalam sensus ini, orang Batak didukung oleh sub-subnya yaitu Simalungun, Batak Toba, Pakpak, dan Nias.
29
Peta 2.1 Administrasi Kota Medan
30
Medan dipandang sebagai tempat wilayah budaya etnik Melayu, walaupun kini telah menjadi ibukota Provinsi Sumatera Utara, dan kota Medan dihuni oleh berbagai kelompok etnik setempat maupun pendatang. Dengan keadaan yang sedemikian rupa maka Medan adalah kota multikulturalisme, artinya dihuni oleh berbagai kebudayaan yang saling berinteraksi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Demikian pula terapannya di dalam Grup Al-Aulia Rentak Melayu, meskipun menggunakan istilah Melayu dan dengan focus utama pertunjukan music melayu, dalam kenyataannya mereka juga menerima tawaran pertunjukan untuk music-musik etnik Sumatera Utara, Tionghoa, Jepang, Barat, dan lain-lainnya yang disesuaikan dengan konteks pertunjukan.
2.2 Periodesasi Musik Melayu Musik Melayu adalah aliran musik, baik dalam bentuk tradisional atau akulturasi, yang bermula dan berkembang di wilayah pantai timur Sumatra, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya. Musik ini biasanya dinyanyikan oleh orang-orang dari suku bangsa Melayu yang tidak jarang diiringi pula dengan tarian khas Melayu setempat misalnya tari Persembahan dalam perhelatan atau pesta adat, penyambutan tetamu kehormatan, dan dalam kegiatan keagamaan. Yang menarik dari aliran musik ini terletak pada susunannya yang terdiri dari lirik lagu yang mengandung syair yang disesuaikan dengan kehidupan sehari-hari dan penuh dengan tunjuk ajar (pesan moral), diisi dengan suara atau vokal khas cengkok Melayu, dan aransemen musik yang tersusun rapi. Dengan melihat ke belakang, awal Musik Melayu berakar dari Qasidah yang berasal sebagai kedatangan dan penyebaran agama Islam di Nusantara pada tahun 31
635-1600 dari Arab, Gujarat dan Persia, sifatnya pembacaan syair dan kemudian dinyanyikan. Oleh sebab itu, awalnya syair yang dipakai adalah semula dari gurindam yang dinyanyikan, dan secara berangsur kemudian dipakai juga untuk mengiringi tarian. Sejak dibuka Terusan Suez terjadi arus migrasi orang Arab dan Mesir masuk Hindia Belanda tahun 1870 hingga setelah 1888, mereka membawa alat musik gambus dan bermain musik Arab. Pengaruh ini juga bercampur dengan musik tradisional dengan syair Gurindam dan alat musik tradisional lokal seperti gong, serunai, dan lain sebagainya. Kemudian sekitar tahun 1940 lahir Musik Melayu Deli, tentu saja gaya permainan musik ini sudah jauh berbeda dengan asalnya sebagai Qasidah, karena perkembangan masa ini tidak hanya menyanyikan syair Gurindam, tetapi sudah jauh berkembang sebagai musik hiburan nyanyian dan pengiring tarian khas Orang Melayu pesisir timur Sumatera dan Semenanjung Malaysia. Dengan perkembangan teknologi elektronik sekitar setelah tahun 1950, maka mulai diperkenalkan pengeras suara, gitar elektri, bahkan perkembangan keyboard. Dan tak kalah penting adalah perkembangan industri rekaman sejak tahun 1950. Berdasarkan perkembangan zaman menurut waktu lahirnya dan alat musik yang dipakai termasuk di Sumatera Utara khususnya di Medan, maka ada 3 jenis Musik Melayu, yaitu: 1. Musik Melayu Asli, hanya dengan pukulan kendang atau rebana seperti Qasidah, diperkirakan tahun 635-1600, 2. Musik Melayu Tradisional, sudah memakai alat musik gong, rebana, rebab, serunai, diperkirakan tahun 1800-1940
32
3. Musik Melayu Modern, memakai alat musik modern, di samping tradisional, seperti biola, guitar, akordeon, dan terakhir dengan keyboard, diperkirakan setelah tahun 1950 (Tengku Luckman Sinar, 1995).
2.3 Perkembangan Grup Musik Melayu di Medan Perkembangan grup musik Melayu di Medan pada dasarnya sejalan dengan perkembangan musik Melayu itu sendiri yang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berkaitan dengan sikap pendukung atau masyarakat Melayu itu sendiri,
sementara faktor eksternal berhubungan dengan penetrasi
kebudayaan asing dan kebudayaan etnik di sekitarnya. Muncul dan berkembangnya grup-grup musik Melayu di Medan saat ini seperti Al-Aulia Rentak Melayu, El Annida, Al Syifa Medan, dan lain-lain adalah sejalan dengan perkembangan alat musik sebagai hasil dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dimana sebuah pagelaran musik tidak perlu mempergunakan banyak pemain musik serta banyak alat musik, namun diiringi dengan satu alat musik dapat menghasilkan suara dari alat musik yang lain. Alat musik itu disebut dengan keyboard atau yang disebutkan dengan istilah organ tunggal amatlah sederhana dan murah harganya, pemain dari keyboard tersebut cukup satu orang sudah bisa mengoperasikan atau memainkan sebuah musik sesuai dengan kehendak dan selera masing-masing. Alat musik keyboard ini mampu tampil dalam pagelaran musik tidak dengan alat musik lain. Suara yang dikeluarkan oleh keyboard pun semakin mendekati hasil yang sempurna dari berbagai suara atau pun irama dari alat musik lain
33
Keyboard hadir ditengah-tengah masyarakat dan mempunyai pengaruh tersendiri sehingga masyarakat menaikkan gengsi bagi masyarakat. Apabila sebuah perayaan tanpa hadirnya musik keyboard baik dalam acara pernikahan, sunatan, ataupun perayaan-perayaan lain yang dianggap belum lengkap. Bila ditinjau kembali, kehadiran keyboard yang menjadi alat musik utama yang digunakan oleh grup-grup musik Melayu di Medan memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat Melayu sendiri. Keyboard telah membius dan menimbulkan rasa kekaguman yang ditunjukkan oleh masyarakat Melayu di Medan dengan memilih keyboard sebagai pilihan yang paling utama dalam hal hiburan dan mengyampingkan hiburan-hiburan lainnya seperti orkes Melayu maupun nasyid.
2.4 Genre Musik Melayu di Medan 2.4.1 Genre Musik Tradisi dari Masa Pra Islam, Islam, dan Globalisasi Menurut Takari dan Heristina Dewi (2008) jika dikaji dari aspek sejarah, maka musik Melayu dapat diklasifikasikan kepada masa-masa: Pra Islam; Islam, dan Globalisasi. Untuk masa Pra-Islam terdiri dari masa animisme, Hindu, dan Budha. Masa Pra-Islam yang terdiri dari lagu anak-anak: lagu membuai anak atau dodo sidodoi; si la lau le; dan lagu timang. Lagu permainan anak yang terkenal tamtambuku. Musik yang berhubungan dengan mengerjakan ladang terdiri dari: dedeng mulaka ngerbah, dedeng mulaka nukal, dan dedeng padang rebah. Musik yang berhubungan dengan memanen padi; lagu mengirik padi atau ahoi, lagu menumbuk padi, dan lagu menumbuk emping. Musik yang bersifat animisme terdiri dari: dedeng ambil madu lebah (nyanyian pawang mengambil madu lebah secara ritual), lagu memanggil angin atau sinandong nelayan (nyanyian nelayan 34
ketika mengalami mati angin di tengah lautan), lagu lukah menari (mengiringi nelayan menjala ikan), dan lagu puaka (lagu memuja penguasa gaib yang telah telah diislamisasi). Selain itu dijumpai juga lagu-lagu hikayat, yang umum disebut syair. 1 Terdapat juga musik hiburan: dedeng, gambang, musik pengiring silat, musik tari piring (disebut juga lilin atau inai). Kemudian “musik” pada masa Islam, di antaranya adalah azan (seruan untuk shalat), takbir (nyanyian keagamaan yang dipertunjukkan pada saat Idul Fitri dan Idul Adha), qasidah (musik pujian kepada Nabi), marhaban dan barzanji (musik yang teksnya berdasar kepada Kitab Al-Barzanji2 karangan Syekh Ahmad Al-Barzanji abad 15). Di samping itu dijumpai pula barodah (seni nyanyian diiringi gendang rebana dalam bentuk pujian kepada Nabi Muhammad), hadrah (seni musik dan tari sebagai salah satu seni dakwah Islam, awalnya adalah seni kaum sufi), gambus/ zapin (musik dan tari dalam irama zapin yang selalu dipergunakan dalam acara perkawinan), dabus (musik dan tari yang memperlihatkan kekebalan penari atau pemain dabus terhadap benda-benda tajam atas ridha Allah), dan syair (nyanyian yang berdasar kepada konsep syair yaitu teks puisi keagamaan), dan lainlain. Pada masa pengaruh Barat, terdapat musik dondang sayang (musik dalam tempo asli (senandung), satu siklus ritme dalam 8 ketukan dasar, iramanya lambat 1
Syair adalah satu jenis sastra dalam kebudayaan Melayu, yang tumbuh dan berkembang dari proses inovasi dari dalam kebudayaan Melayu, walaupun istilahnya sendiri diadopsi dari budaya Arab dan Persia, namun bentuk, norma, isi, dan fungsinya khas Melayu. Syair ini biasanya disajikan menggunakan melodi, meggunakan rima, berbentuk naratif dan non-naratif. Perbedaan utama syair dengan pantun adalah di dalam syair tidak digunakan sampiran dan isi, yang ini menjadi dasar utama dalam pantun. 2 Kitab Al-Barzanji digubah oleh seorang ulama yang bernama Sheikh Ahmad Al-Barzanji. Diperkirakan kitab ini ditulisnya pada abad kelima belas. Secara umum Kitab Al-Barzaji ini berupa riwayat tentang Nabi Muhammad SAW. Isinya berupa syair-syair yang sangat memperhatikan keterkaitan baris, dikumpulkan dalam bait demi bait. Demikian pula diksi-diksinya yang syarat dengan aspek estetis, puitis, dan makna-maknanya yang religius.
35
yang awalnya adalah untuk menidurkan anak, dan kemudian menjadi satu genre yang terkenal, terutama di Melaka). Selanjutnya ronggeng dan joget (tari dan musik sosial yang mengadopsi berbagai unsur tari dan musik dunia, dengan rentak inang, joget, dan asli), pop Melayu (yaitu lagu-lagu Melayu yang digarap berdasarkan gaya musik kontemporer Barat). Pengaruh Barat ini dapat dilihat dengan didirikannya kumpulan-kumpulan kombo atau band yang terkenal di antaranya band Serdang dan Langkat di Sumatera Timur. Genre musik Melayu tersebut sebenarnya adalah mencerminkan aspekaspek inovasi seniman dan masyarakat Melayu ditambah dengan akulturasi secara kreatif dengan budaya-budaya yang datang dari luar. Masyarakat Melayu sangat menghargai aspek-aspek universal (seperti yang dianjurkan dalam Islam), dalam mengisi kehidupannya. Para seniman musik dan tari Melayu tradisi lazim mengklasifikasikan musik dan tari berdasarkan rentak yang digunakan. Dalam hal ini secara umum music dan tari Melayu terdiri dari rentak-rentak: (A) senandung atau asli yang bertempo lambat (yaitu sekitar 60 ketukan per menit) dengan siklus rentak delapan ketukan dasar, contoh musik dan tari ini adalah Makan Sirih, Sri Mersing, Patah Hati, dan lain-lain. (B) Mak inang atau inang, yaitu musik dan tari yang rentaknya sedang (dengan ketukan dasar sekitar 110 per menit), meternya empat dalam satu siklus, contohnya musik dan tari: Mak Inang Selendang, Mak Inang Pak Malau, Mak Inang Pulau Kampai, Mak Inang Srii Langkat, dan lain-lainnya. (C) Lagu dua atau joget, yaitu rentak yang cepat dengan tanda birama 6/8, diperkirakan secara etnomusikologis diasopsi dari rentak tari dan musik branle Portugis. Rentak ini selalu digunakan untuk mengiringi tari0tarian rentak joget. Musik dan tari rentak ini 36
contohnya: Joget Serampang Laut, Joget Pahang, Joget Pancang Jermal, Serampang Dua Belas (Pulau Sari), dan lain-lainnya. Selanjutnya, (D) Zapin, yaitu rentak bertempo sedang, dengan meter 4 pada satu siklus, diolah secara estetis dari tari dan musik zapin, yang berasal dari Negeri Yaman (Hadralmaut), awalnya digunakan dalam upcara-upacara perkawinan. Contoh musik dan tari zapin adalah: Lancang Kuning, Selabat Laila, Bulan Mengambang, Zapin Deli,. Zapin Serdang, Zapin Kasih dan Budi, Zapin Persebatian, Zapin Puan, Zapin Menjelang Maghrib (karya Yos Rizal Firdaus dan Rizaldi Siagian), Zapin Tampi (karya Tengku Sitta), Zapin Ya Salam, dan lainlainnya. (E) Rentak patam-patam, yang bertempo cepat dengan meter dua, merupakan kelipatan dari rentak inang, dan selalu digunakan untuk mengiringi tari silat. (F) Rentak-rentak yang berciri khas daerah-daerah Melayu tertentu saja, misalnya gubang dari Asahan dan Batubara, Demikian pula rentak-rentak musik dan tari pada teater makyong, rentak-rentak musik dan tari pada teater bangsawan, Dendang Siti Fatimah, dan lain-lainnya. Demikian klasifikasi berdasarkan rentak musik dan tari. Seterusnya, berdasarkan aspek fungsional, maka nyanyian (lagu) hiburan sambil kerja (working song) atau dalam konteks bekerja juga terdapat dalam kebudayaan Melayu. Musik seperti ini biasanya dilakukan dalam rangka bercocok tanam, bekerja menyiangi gulma, menuai benih, mengirik padi, menumbuk padi, sampai menumbuk emping. Begitu juga dengan nyanyian sambil bekerja di laut, yang dikenal dengan Sinandung Nelayan atau Sinandung Si Air dan Gubang yang dijumpai di kawasan Batubara, Asahan, dan Labuhanbatu.
37
Sebagai masyarakat yang egaliter, terbuka menerima pengaruh luar, maka akulturasi dengan kebudayaan luar menjadi sebuah fenomena yang menarik dalam budaya Melayu. Dalam musik tradisional Melayu, berbagai unsur musik asing mempengaruhi perkembangannya baik dari alat-alat musik maupun nyanyian. Pengaruh itu misalnya dari India, Tiongkok, Timur Tengah, dan Barat. Unsur-unsur musik yang datang dari Indonesia juga memiliki peran strategis dalam perkembangan musik Melayu di Malaysia, Singapura, dan wilayah budaya melayu lainnya, seperti musik gamelan, angklung, talempong, dan lainnya. Berbagai musik yang terdapat di Sumatera dan Jawa juga terdapat di Semenanjung Malaysia dan Singapura, seperti gambus, keroncong, kecapi, ronggeng, dan sebagainya. Seterusnya hubungan kultural antara rakyat yang diperintah dan golongan yang memerintah juga terekspresi dalam seni musik. Nobat merupakan ensambel musik yang menjadi lambang kebesaran negara, dan berhubungan dengan struktur sosial masyarakat. Secara etnomusikologis, nobat diperkirakan berasal dari Persia (Iran sekarang). Perkataan nobat berasal dari akar kata naba (pertabalan), naubat berarti sembilan alat musik. Kata ini kemudian diserap menjadi salah satu upacara penobatan raja-raja Melayu. Nobat yang dipercayai berdaulat telah diinstitusikan sejak zaman Kesultanan Melayu Melaka pada abad kelima belas. Ensambel musik ini biasanya memainkan berbagai jenis lagu yang khas dan orang yang memainkannya dihidupi oleh kerajaan dan disebut dengan orang kalur (kalau). Alat-alat musik nobat dipercayai mempunyai daya magis tertentu, dan tak semua orang dapat menyentuhnya. Nobat menjadi musik istiadat (upacara) di istana-istana Melayu Patani, Melaka, Kedah, Perak, Johor, Selangor, Terengganu, Deli, Serdang, Siak, dan lainnya. Alat-alat musik nobat yang menjadi dasar dalam kesatuan 38
ensambelnya adalah: gendang, nafiri, dan gong. Selain itu, serunai, nobat besar dan kecil, dan gendang nekara juga dipergunakan. Kemudian, ensambel gamelan yang berasal dari Tanah Jawa, juga menjadi bagian dari musik istana di pada kesultanan-kesultanan Melayu. Pada akhir abad kesembilan belas, sudah terdapat kelompok musik gamelan diraja di istana Sultan Riau-Lingga dan Pahang. Joget gamelan Lingga tidak mempunyai pelindung ketika Sultan Lingga terakhir turun takhta dan pindah ke Singapura tahun 1912. Namun ketika Sultan Ahmad dari Pahang wafat tahun 1914, putrinya Tengku Mariam yang kawin dengan Sultan Sulaiman dari Terengganu, membawa musik gamelan ke Terengganu dan dinamakan gamelan diraja Terengganu (Takari dan Heristina Dewi, 2008). Selain itu, di dalam budaya Melayu dikenal pula ensambel makyong yang mengiringi teater makyong. Alat-alat musik yang dipergunakan adalah rebab, gendang anak, gendang ibu, gong ibu, gong anak, dan serunai. Dalam pertunjukannya, makyong mempergunakan unsur-unsur ritual. Teater ini memiliki lebih dari 100 cerita dan 64 jenis alat musik, dan 20 lagu. Di antara lagu-lagu makyong yang terkenal adalah Pak Yong Muda, Kijang Mas, Sedayung, Buluh Seruan, Cagok Manis, Pandan Wangi, dan lainnya (Nasuruddin, 2000). Wayang kulit juga memiliki unsur-unsur musik tersendiri, menjadi suatu bentuk seni pertunjukan untuk masyarakat umum. Di antara lagu-lagu dalam wayang kulit Melayu yang terkenal adalah lagu Bertabuh yang menjadi lagu pembuka pertunjukan. Selain itu lagu Seri Rama, Rahwana Berjalan, Maha Risi, Pak Dogol, dan lainnya.
39
Selanjutnya, pada genre pertunjukan main puteri (boneka yang diisi roh) tampak adanya unsur magis yang dipandu oleh dukun (bomoh). Genre ini mengekspresikan kepercayaan masyarakat Melayu kepada alam-alam ghaib, namun disesuaikan dengan asas ajaran-ajaran agama Islam. Pada genre hadrah, marhaban, zikir, tampak pengaruh yang diserap dari Timur Tengah. Pada genre-genre ini aspek ajaran-ajaran agama Islam muncul. Biasanya alat musik yang menjadi dasarnya adalah jenis rebana. Genre musik seperti ini memainkan peran penting dalam berbagai aktivitas sosial seperti upacara perkawinan, khitanan, dan khatam Al-Qur’an. Di dalam kebudayaan Melayu, di Semenanjung Tanah Melayu terdapat pula boria adalah sebuah genre musik dan tari yang diperkirakan berkembang dan berasal dari Pulaupinang. Pertunjukan boria umumnya dilakukan pada awal (tanggal 1 sampai 10) bulan Muharram setiap tahun. Pada saat itu setiap kumpulan boria pergi ke suatu tempat yang dianggap dan diasosiaasikan sebagai Padang Karbala, dan sebagai tempat penolak bala. Genre musik dan tarian ini berhubungan dengan kelompok muslim dari Persia untuk memperingati kemenangan mereka dalam perang bersama dengan Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, selepas era khulafaur rasyiddin. Secara historis, boria ini masuk ke dalam kebudayaan Melayu bersama kedatangan orang-orang Hindustani pada saat Pulaupinang dibuka oleh Inggris. Pengaruh musikal Hindustani lainnya dalam kebudayaan Melayu terdapat pada genre ghazal. Pertunjukan ghazal adalah satu genre musik Melayu yang kuat dipengaruhi budaya musik Hindustani. Di dalamnya terdapat alat musik sarenggi, sitar, harmonium, dan tabla. Orang-orang Melayu menerima musik ini karena 40
berkaitan erat dengan fungsi keagamaan. Lagu-lagunya sebagian besar memuji Allah dan Nabi Muhammad. Alat-alat musik Hindustan seperti harmonium dan tabla tetap dipergunakan. Di sisi lain, alat musik sarenggi digantikan biola; dan sitar digantikan gambus, dan ditambah gitar. Genre keroncong tumbuh dan berkembang di dalam kebudayaan Melayu di Semenanjung Tanah Melayu, yang sangat kuat dipengaruhi oleh tradisi keroncong di Indonesia. Awalnya keroncong muncul di daerah Tugu Jakarta, yang merupakan musik paduan antara budaya setempat dengan Portugis. Genre musik ini menggunakan alat-alat musik Barat, seperti: biola, ukulele, cuk, bas akustik, drum trap set, dan lainnya dengan gaya melismatik dan up beat yang menghentak-hentak. Lagu-lagu seperti Bengawan Solo, Keroncong Moresko, Sepasang Mata Bola, Jembatan Merah, merupakan contoh-contoh lagu keroncong yang populer di Alam Melayu.3 Komedi stambul adalah genre seni hasil pertemuan (akulturasi) antara budaya Melayu Semenanjung Malaysia dengan Melayu di Indonesia yang berasaskan cerita Arabian Nights atau ceritas seribu satu malam. Genre musik ini menggabungkan unsur-unsur musik Barat dan Asia yang menyebabkan dapat
3 Di Johor Malaysia seni keroncong ini menjadi salah satu materi siaran setiap malam di radio-radio di kawasan tersebut. Realitas sosial ini dilatarbelakangi oleh kecintaan Sultan Johor kepada musik keroncong. Di Nusantara juga ditemui perkembangan keroncong di setiap kawasan. Penelitian-penelitian dilakukan terhadap genre kesenian ini. Di antaranya adalah: (1) Sudiro Agus Riyanto, 1996. Eksistensi Keroncong Tugu dalam Aktivitas Kehidupan Masyarakat Kampung Tugu, skripsi sarjana di ISI Yogyakarta; (2) Yapi Tambayong, 2000. “Keroncong, Dangdut, Prejudis, kekuasaan” dalam koran Kompas 1 Januari; (3) Harmunah, 1994.Musik Keroncong, Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi; (4) Abdulrachman, 1992. Keroncong Tugu, Jakarta: Dinas Kebudayaan DKI; (5) Victorius Ganap, 1999. “Tugu Village: A Historical Monument of Kroncong Music in the Indonesian Cultural Map,” Laporan Penelitian, ISI Yogyakarta; (6) Bronia Kornhauser, 1978. “In Defence of Kroncong,” Monash Papers on Southeast Asia No. 7, Center of Southesat Asian Studies, Monash University; (7) Ernst Heins, 1975, dalam tajuk “Kroncong and Tanjodor: Two Cases of Urban Folk Music in Jakarta,” dalam Asian Music, vol. VII No. 1; dan lain-lainnya.
41
menarik minat segenap lapisan masyarakat. Pengaruh musik dari Timur Tengah dalam kebudayaan Melayu adalah gambus atau zapin. Musik Barat populer sejak etnik Melayu berinterkasi dengan budaya Barat yaitu sejak awal abad keenam belas. Masyarakat Melayu menyerap genre-genre musik dan tari seperti: fokstrot, rumba, tanggo, mambo, samba, beguin, hawaian, wals, suing, blues, bolero, dan sebagainya. Rentak jazz dan swing juga sangat populer dalam lagu-lagu Melayu. Genre-genre seperti ini lazim dipertunjukkan dalam seni ronggeng atau joget Melayu. Genre musik lainnya adalah ronggeng atau joget. Musik ini adalah hasil akulturasi antara musik Portugis dengan musik Melayu. Di Sumatera Utara genre ini juga mengambil unsur-unsur musik etnik, seperti Karo, Batak Toba, Simalungun, Minangkabau, Jawa, Banjar, dan lain-lain. Musik ronggeng terdapat di kawasan yang luas di Dunia Melayu. Genre musik dan tari ronggeng adalah seni pertunjukan hiburan yang melibatkan penonton yang menari bersama ronggeng yang dibayar melalui kupon atau tiket dengan harga tertentu. Tari dan musik ronggeng termasuk ke dalam tari sosial, yang lebih banyak melibatkan perkenalan antara berbagai etnik, bangsa, dan ras. Di dalam seni ronggeng juga terdapat unsur berbagai budaya menjadi satu. Hingga sekarang seni ini tumbuh dan berkembang dengan dukungan yang kuat oleh masyarakat Melayu, walau awalnya dipandang rendah. Demikian sekilas keberadaan musik Melayu di Asia Tenggara.
2.4.2 Genre Musik Islam di Medan Seiring dengan berkembangnya group musik di kota Medan, maka pada tahun 1960-an peta permusikan di kota Medan mulai terdesak dengan kehadiran 42
musik rock dan musik lainnya yang lebih menggairahkan. Maka group musik tersebut memasukkan elemen-elemen musik Melayu ke dalam lagu-lagu yang mereka bawa. Namun demikian
bukan berarti musik ini berawal dari Barat.
Karakter yang ada adalah sesuai dengan karakter asli Indonesia baik dari idiom, gaya, dan liriknya semua dapat dikatakan mencerminkan budaya Indonesia. Pada era 1960-an inilah masa hangat-hangatnya
disebut dengan istilah
kembali kepada kepribadian Indonesia melawan pengauh musik Barat ataupun kebudayaan asing di nusantara. Pada awal tahun 1970-an qasidah gambus mulai berkembang seiring dengan qasidah rebana. Qasidah gambus diiringi dengan alat musik yang biasanya terdiri dari gambus, biola, seruling, gendang, tabla, dan sebagainya. Biasanya mereka membawakan lagu-lagu dakwah atau lagu-lagu yang bertemakan keagamaan, dengan melodi dan irama bergaya Timur Tengah. Pada masa yang sama wujud orkes musik gambus biasanya juga membawakan lagu-lagu asli Timur Tengah. Di antara orkes-orkes musik di Kota medan yang amat terkenal adalah orkes musik El Suraya yang berdiri pada tahun 1964. Awal pembentukan ataupun latar belakang berdirinya orkes musik El Suraya
dikarenakan sangat
sedikitnya lagu-lagu bernafaskan Islam serta anjuran dari teman-teman Ahmad Baqi yang menggeluti bidang agama di Pesantren Darul Ulum Tapanuli Tengah. Berdirinya orkes musik El Suraya di kota Medan, dengan tujuan agar menjadi suatu bukti bahwa di antara pemusik (Ahmad Baqi) dan ulama (sahabat-sahabatnya
43
Ahmad Baqi yaitu Al. Ustad Azra’i Abdul Rauf dan H. Abdul Razak kedua-duanya sebagai guru qori4 International di kota Medan, foto terlampir pada lampiran).
2.4.2 Genre Musik Rock Melayu Pada tahun 1988 s/d 1993 adalah masa era keemasan rock Melayu Malaysia. Betapa begitu banyaknya band-band rock baru bermunculan dengan albumnya seperti Arena, Lestari, Aryan, Melissa, Handy Black, Kejora, Zodiak, Putra, Fotograf, GAMMA, Teras, Blackrose, CRK, Hidayu, Qiara, Garuda, Olan, Sweat, Ekamatra, Mercury, Lipan Bara, Iklim, Scarecrow (MASA), Sera, Menara, Evolusi, Erat, Garuda, Skala, Dinamik, Okid, Analisis, Dayana, Vagrant, Rajawali, G.E.T, Stra T.G, Illusi, Les Mayor, Loving Born, Strangers, Desire, Cinema, Sherox, Crossfire, Metafora, Terra Rossa, XPDC, Wild Age, UG14, Teja, MAY, Viking, Hevea, Belantara, dan banyak lagi. Lalu di Singapura juga ada band rock seperti Lovethunters, FF (Flaying Funeral), Justice, Aces, Oblivion, Rockerz/s, Rusty Blade, Helter Skelter dan banyak lagi. Hingga dari Brunai Darussalam pun sempat juga meramaikan dengan adanya band Printis. Lalu banyak juga musisi laki-laki tampil secara solo seperti Rahim Maarof, Kamal, Ramli Sarif, Azmeer, dan lain-lain. Penyanyi solo wanita yang distilahkan dengan Awek Rocker juga ikut ambil bagian seperti Ella, Wohnen, Tila, Shima, dan lain-lain. Sementara itu juga ada bermunculan band-band yang 4
Qori adalah pembaca Kitab Al-Qur’an, jenis kelamin lakilaki, dan ilmu dasarnya disebut dengan tajwid, dalam konteks keilmuan Al-Qur’an di dalam agama Islam. Untuk pembaca kitab AlQur’an berjenis kelamin wanita disebut dengan qoriah. Setiap qori dan qoriah biasanya membaca Al-Qur’an dengan menggunakan sistem tangga nada dan ritme yang terdapat dalam peradaban Arab, yang disebut dengan sistem maqam (dimensi nada) dan iqa’at (dimensi waktu). Sistem maqam yang digunakan para qori dan qoriah di Indonesia, umumnya mengacu kepada maqam yang terdapat di Mesir. Di antara maqam yang digunakan dalam membaca Al-Qur’an ini adalah: bayati, sama’ani, nahawand, jiharkah, hijaz, yaman hijaz, husaini, dukkah, sikkah, yaman sikkah, kurd, dan lainlainnya.
44
lebih memilih dengan membawa aliran underground dari subgenre Trash Metal, Black Metal seperti Cromok, FTG, Samurai, dan lain-lain . Pada masa era keemasan rock Melayu Malaysia pada tahun 1988 masa itu ternyata bukan tanpa masalah. Band-band rock tidak diperkenankan dan ”diharamkan” berada di ruang stasiun elektronik milik Kerajaan Malaysia, seperti Radio dan Televisyen Malaysia (RTM). Hal ini disebabkan oleh penampilan dari kebiasaan
mereka
berambut
gondrong
dan
berpakaian
glamour
seperti
menggunakan celana ketat, baju tanpa lengan, adapun yang lengkap dengan jaket kulit berwarna hitam yang dipandang negatif oleh masyarakat dan pihak kerajaan. Bila ingin tampil mereka harus memotong rambut mereka dan berpakaian lebih sederhana dan sewajarnya, itu pun lagunya dibatasi dengan irama slow rock dan rock balada. Sedangkan irama heavy metal, rock n’roll, hard rock dibawakan pada saat
konsert saja.
Hal ini merugikan industri musik Malaysia
dalam
perkembangannya. Namun saluran media swasta yaitu TV3 pada saat itu ternyata tidak menghalangi menampilkan band-band rock. Sehingga banyak dari mereka berpindah ke stasiun tersebut dan menjadikan TV3 sebagai tempat saluran utama band-band rock untuk mengasah bakatnya. Kepopuleran rock Melayu Malaysia pada masa keemasannya juga sampai ke Indonesia, ditandai dengan kemunculan Search dengan lagu hits andalannya yaitu Isabela di tahun 1989 dan sempat dibuat filmnya dari judul lagu tersebut pada tahun 1990 yang dibintangi oleh pemeran utama Amy Search dan Nia Zulkarnain. Kemudian banyak band-band rock Malaysia bermunculan membanjiri pasar Indonesia dari media elektronik seperti radio dan televisi serta kaset albumnya. Di antaranya Iklim, MAY, Ruhil & Metal Child, Dinamik, Arena, Wings, Ukays 45
(Ukay), Senario, Samudera, Damasutra, S.O.S, Sweat, Mercury, Mega, Dinamik, Sofea, Ekamatra, XPDC, Kalahari, Classmate, Gersang, GAMMA, Melissa, Lipan Bara, Cinema, Exists (Exist), Lela, Menara, Febians, Spring, Okid, Lagenda, Alfa, Roses, dan banyak lagi. Salah satu perusahan label kaset album rock Malaysia di Indonesia adalah Akurama Records (Indonesia). Pada masa itu Akurama Records tidak pernah mengedarkannya dalam bentuk keping CD. Selanjutnya bermunculan perusahaan label record lain dari Indonesia yang mengedarkan kaset album rock Malaysia seperti Blackboard, Musica Studios, EMI, dan lain-lain. Antara edaran album rock Malaysia di Indonesia dengan di Malaysia berbeda. Album Rock Malaysia di Indonesia biasanya menggunakan lagu andalan atau hits sebagai nama albumnya atau diganti dari asal nama albumnya. Uniknya mereka (musisi/penyanyi band rock dari Malaysia) tidak terlalu mengetahui ternyata albumnya juga sampai dipasarkan ke Indonesia. Hasil keuntungan dari penjualan album yang berada di Indonesia hanya diraup oleh pihak pengedar. Rupanya di awal tahun 1990-an muncul juga band-band rock dari Indonesia sempat terpengaruh dari rock Malaysia seperti band Caesar, Keyboard Rock Band, Lochness,dan lain-lain. Lalu ada juga penyanyi wanita seperti Cut Irna, Poppy Mercury, Inka Christie, kemudian ada Nike Ardilla yang merupakan didikan dari Deddy Dores. Deddy Dores yang sebelumnya pernah bermain band bersama Lipstik dan Caezar cukup andil besar terhadap perkembangan musik rock Melayu di Indonesia dengan karya-karya nya yang berimakan slow rock, sebagian besar bertemakan tentang cinta. Begitu Banyak sudah Deddy Dores mempopulerkan penyanyi Lady Rocker seperti Anie Carera, Tiara, Tresita, Nin Samantha, Mayang Sari, Lady Avisha, Ikko, dan lain-lain. 46
Begitu luar biasanya kepopuleran musik Malaysia sempat menguasai pasar di Indonesia membuat keberadaan mereka dibatasi. Bila ingin tampil di televisi (Stasiun Televisi Republik Indonesia/ TVRI pada saat itu) dan stasiun radio mereka harus mengubah atau menyesuaikan judul dan lirik lagu ke dalam bahasa Indonesia. Selain itu ada juga penyanyi solo dari Malaysia mesti berduet dengan penyanyi Indonesia juga pada albumnya seperti apa yang dilakukan
oleh Amy Search
dengan Inka Christie, Rahim Maarof dengan Conny Dio, dan lain-lain. Kembali kepada perkembangan musik rock Malaysia dan Singapura pada pertengan tahun 1990-an muncul istilah populer untuk sebutan rock Melayu yaitu rock kapak. Entah kapan, dari mana dan siapa secara jelas yang memulai istilah rock kapak ini. Ada yang bilang ceritanya dulu ketika ada sekumpulan anak-anak muda di pinggir jalan sedang menyanyi dengan gitarnya membawakan lagu dari band Search tanpa diduga ada masyarakat yang sedang membawa kapak mengejar mereka karena menggangu ketentraman kampung. Lalu ada juga yang bilang bandband rock tersebut memainkan drumnya seolah-olah sedang menabuh (benda) kapak. Namun rock kapak dapat dipahami sebagai istilah untuk penyebutan rock dulu-dulu. Seumpama kapak adalah benda zaman batu (purbakala) dibandingkan sekarang berada di zaman lebih modern. Istilah selain Rock Kapak atau Era Rock Kapak juga ada yang cukup populer seperti Rock Zaman Batu, Rock Dulu-Dulu, Rock Klasik, Rock Otai, Era (Kegemilangan) Rock, Rock Kangkang. Untuk musisi yang berambut gondrong dengan segala atribut pakaiannya sudah ada sejak era 80an diistilahkan ”sempoi” oleh anak-anak muda ataupun mereka yang berpenampilan sama. Di awal 90-an ada juga muncul istilah untuk sebutan lagu slow rock yaitu tangkap lentuk/lentok. Kebanyakan lagu-lagunya adalah 47
bertemakan tentang cinta namun ada juga tentang ketuhanan dan sosial walau tidak terlalu didominasi. Istilah selain tangkap lentok adalah seperti Rock Leleh, Rock Cintan. Keunikan dari ciri khas musik slow rock mereka adalah kadang biasanya menambahkan berupa instrumen Melayu dengan balutan distorsi gitar elektrik ataupun akustik. Ada juga dipadukan dengan istrumen keyboard. Lalu ciri khas lain permainan dari peran lead guitar biasanya akan menampilkan gitar solo pada pertengahan dimasa lagu sedangkan peran ritme gitar lebih sebagai pelengkap lead guitar. Selain itu lirik yang puitis dari estetika bahasa yang indah juga menjadi kelebihannya Semenjak itu dari perkembangannya juga di Indonesia, masyarakat lebih mengenal musik rock Malaysia pada awamnya telanjur disebut sebagai istilah slow rock Melayu selain itu ada juga yang mengistilahkannya dengan sebutan rock Melayu, Malaysian blues, dan rock balada Malaysia, Musik Melayu. Musisi band/penyanyinya pun juga ikut telanjur disebut slow rock Melayu oleh masyarakat Indonesia sendiri. Istilah rock kapak tidak begitu populer di Indonesia. Kalaupun ada yang pernah dengar istilah ini mungkin akan terdengar unik, aneh dan lucu. Sebenarnya bila mendengar
musik mereka yang berirama cadas dari segi
permainan musikalitasnya tidak perlu diragukan, skill mereka juga tinggi, ganas, liar dan berani. Pada perkembanganya pada tahun 1994 sampai 1997 masih banyak kembali band-band rock pendatang baru bermunculan seperti Stings, EYE, Umbrella, Leon, To’ki, Screen, Versi, AXL’s, Fair, Arrow, Espiranza, Data, Sejati, Samudera, dll serta band-band 80-awal 90-an ada yang kembali aktif. Dalam masa ini penampilan cara berpakaian mereka cenderung mulai lebih polos dari sebelumnya. Mereka 48
tidak lagi berpenampilan glamour. Rambut gondrong masih ada namun tidak terlalu mendominasi lagi. Musik berirama slow rock masih menjadi andalan mereka namun masih ada tetap terselip lagunya yang berirama cadas. Kemudian pada tahun 1997 sampai 2001 band-band pendatang baru dengan suasana lebih segar dan mulai kearah modern memberikan suasana baru dalam perkembangannya seperti adanya Scoin, Spin, Scorr, Jelmol, Sup, Spoon, Data, dll. Ciri khas musik mereka begitu lebih kental nuansa kemelayuannya secara totalitas. Warna suara sang vokalis terdengar mengalun mendayu-dayu serasa merintih. Biasanya lirik lagu bertemakan tentang cinta kesedihan yang mengharu biru. Kemudian muncul lagi istilah populer yaitu rock jiwang untuk sebutan mereka. Tidak bisa dimungkiri istilah rock jiwang menjadi sebuah subgenre baru untuk rock Melayu selain rock kapak. Pada masa itu juga hadir band-band baru dari sekumpulan anak-anak muda remaja seperti New Boyz, Boboy, Q-face, dll yang mengusung aliran Slow/Pop Rock. Istilah rock jiwang boleh juga disebut lagu-lagu slow rock yang berada di era 80-an dan awal 90a-n. Rupanya keberadaan seperti Search, MAY, Wings, Handy Black, Bloodshed, dan puluhan band lain dari angkatan era lama masih tetap terdengar gaungnya dan tetap berjaya hingga awal tahun 2000an. Kembali ke Indonesia pada tahun 1997 sampai 2001 rock Melayu masih tetap ada pengaruhnya. Deddy Dores masih tetap menghadirkan penyanyi-penyanyi Lady Rockers dengan karya-karyanya yang sering menjadi hits. Adapun penyanyi wanita yang dihadirkan dari hasil pencarian (audisi) seperti Sonia yang berasal dari Bandung, Jawa Barat di mana lagu-lagunya sebagian besar adalah karya Iwan. Kemudian juga penyanyi solo laki-laki seperti Rudiath, Iwan, Ferhad Najib, 49
Darmansyah, Sultan, Adi Sahrul, dan lain-lain. Lalu ada band Gen Rose kemudian ada Fenomena dari Jakarta tahun 1998 dan band Asahan dari Kabupaten Asahan, Sumatera Utara tahun 1999 meramaikan musik rock Melayu. Tidak sedikit masyarakat Indonesia sendiri mengira mereka adalah artis penyanyi dari Malaysia lantaran aliran musik yang mereka bawa. Pada tahun 1999 musik dan edaran album Rock Malaysia berangsur mulai dibatasi di Indonesia. Hingga tahun 2005 sudah jarang atau tidak terlihat lagi. Kalaupun ada album baru dari mereka itupun cuma beberapa saja yang beredar ataupun album kompilasi dari ambilan lagu-lagu lama. Perkara ini ternyata sedikit terobati dengan hadirnya penyanyi-penyanyi beraliran slow rock nuansa Melayu dari Padang, Sumatera Barat seperti Thomas Arya, Nelson’s, Yelse kemudian tahun-tahun berikutnya muncul pendatang baru dari daerah tersebut seperti Febian, Rhiena, Jhon Kinawa, Anton, Delta, Yulis Udo, Vina, JQ, Guslian, Sania, Boy Sandy, Rhenyma, dan lain-lain. Sejak tahun 2001 hingga memasuki lewat 2010 industri musik Malaysia didominasi oleh musik dari Indonesia. Ada beberapa band lama seperti Exists yang sejak 2001 sudah mengubah alirannya menjadi rock progresif dan unsur kemelayuannya sudah diminimalisir. Kemudian banyak band-band baru hadir dengan memilih kejalur indie. Kalau di engar sekilas mirip dengan lagu band-band Indonesia. Lirik lagu nya juga cenderung lebih sederhana dari kosa kata yang awam sering didengar. Namun dalam keadaan itu ternyata band-band dengan aliran underground dari subgenre Black Metal, Trash Metal, Nu Metal, dan lain-lain. muncul memeriahkan dalam industri musik Malaysia dan juga Singapura seperti hadirnya kembali band Cromok, lalu ada juga hadir seperti Metalasia, Sil Khannaz, 50
Herriot, As-Sahar, dan lain-lain. Kemudian ada band baru seperti Khalifah yang membawa aliran dari pengaruh Rock Kapak 80-90an dengan kombinasi yang lebih modern dari aliran Hard Rock berbalut nuansa ala Timur Tengah, unsur kemelayuan juga masih ada. Musik rock Melayu tidak bisa dimungkiri menjadi bagian dari genre atau aliran musik yang berkembang di negara serumpun (Malaysia, Singapura, Indonesia, dan Brunai Darussalam) dan memiki penikmatnya sendiri yang juga banyak. Walaupun kadang dari kalangan masyarakat aliran ini menyebutnya dengan istilah musik cengeng, kampungan, ketinggalan zaman, kuno, dan sebagainya. Semoga dengan mengetahui sejarah dan filosofi dari musik Rock Melayu membuat kita tidak langsung serta merta hanya memproklamirkan sebuah lagu slow rocknya saja dengan ciri khasnya vokalnya yang mendayu-dayu melengking dengan balutan khas distorsi musik instrumen melayu nya. Jangan pula dibilang musik yang berirama cadas bukan tidak berarti juga masuk bagian dari rock Melayu. Harapannya musik rock Melayu dapat berkembang dan dapat sejajar dengan genre musik lain seiring dengan perkembangan zaman yang ada dan hadir dengan menciptakan karya-karya yang baru. Musik adalah satu cabang kesenian yang disajikan melalui dimensi nada dan ritme, baik itu untuk hiburan pribadi maupun hiburan yang dapat dinikmati secara bersama-sama. Hiburan itu dapat dibuat berdasarkan kebutuhan diri sendiri atau juga yang dibuat untuk orang lain. Pada awalnya hiburan yang bersifat tradisional dibuat untuk kebutuhan sendiri dan tertutup bagi orang lain. Namun belakangan sudah mulai dapat dinikmati oleh orang lain dalam bentuk pertunjukan musik.
51
1.1 Musik Melayu dan Masyarakat Pendukungnya di Medan Musik tradisional Melayu kembali muncul, seperti musik angkatan Makyong Serdang pimpinan T. Luckman Sinar, yang mengiringi tari-tarian dari Himpunan Seni Budaya Melayu Sri Indra Ratu Medan yang penulis pimpin. Penampilan pertama pada tahun 1976 mendapat respon dari masyarakat, baik masyarakat Melayu maupun masyarakat daerah lain. Hal itu menunjukkan bahwa masyarakat masih merindukan jenis musik tersebut. Berbagai perkumpulan dan organisasi kesenian yang menggunakan alat musik campuran juga muncul di luar kota. Selain itu juga tumbuh minat kaum muda untuk membawakan lagu-lagu Melayu dengan orkes, band, dan musik kecil yang membuahkan aransemen baru yang terpengaruh musik Barat, seperti tempo cha-cha, mambo, rumba, dan sebagainya. Kelompok yang terpengaruh tersebut seperti SIRlS Combo pimpinan Tengku Haji Muhammad Daniel. Dia dan rekanrekannya meneruskan warna dan corak orkes Tropicana. Minat masyarakat daerah lain pun semakin besar. Ini ditandai dengan dibawakannya lagu-lagu Melayu oleh orkes Minangkabau. Bahkan penyanyipenyanyi pop pun sering membawakan lagu-lagu Melayu, seperti lagu Bunga Tanjung, Seringgit Dua Kupang, Mak Inang Pulau Kampai, dan sebagainya. Tumbuhnya tari-tari kreasi baru juga menghasilkan aransemen musik Melayu baru, walaupun sebagian besar lagu yang mengiringi tarian tersebut masih seperti lagulagu yang biasa didengar. Musik Melayu dipengaruhi oleh musik asing, termasuk musik India yang membuahkan rentak atau tempo yang disebut chalti. Chalti ini kemudian melejit 52
dan lebih dikenal sebagai musik dangdut. Sebagian orang mengakui bahwa lagu dangdut adalah lagu Melayu, sedang masyarakat Melayu sendiri ada yang enggan mengakuinya sebagai lagu Melayu. Jika melihat sejarah, mungkin pengaruh itu ada pada musik Melayu awal. Sekarang pengaruh tersebut sudah tidak jelas, karena ada pengaruh lain sehingga berbeda dengan rentak dan tempo chalti. Hal ini belum penulis ketahui dengan pasti, tetapi merupakan perkembangan baru yang menambah ragam rentak lagu Melayu yang telah ada dan akan menambah khazanah musik Indonesia. Dibukanya jurusan Musikologi Etnik (Etnomusikologi)
pada Fakultas
Sastra Universitas Sumatera Utara yang mencantumkan teori dan praktik musik Melayu telah menumbuhkan harapan cerahnya kehidupan musik Melayu pada masa mendatang. Dampaknya pada generasi muda sangat positif. Generasi muda di Sumatera Utara,khususnya Medan tidak lagi merasa “kampungan” bila memainkan musik tradisi Melayu. Demikian beberapa catatan yang menandai kemajuan dan perkembangan musik Melayu di Sumatera Utara saat ini. Dari beberapa kemajuan dan perkembangan musik Melayu tersebut masih ada yang perlu dibicarakan dan penulis ingin mengaitkannya dengan tari Melayu, karena keduanya berkaitan erat. Hampir setiap pergelaran musik diiringi tari dan begitu pula sebaliknya. Frekuensi penyajian dan wilayah pengenalan dari keduanya telah meluas. Usaha untuk memperluas lagi dilakukan dengan menambah sarana dan fasilitas, serta dengan melakukan penggodokan terhadap para pendukungnya secara terus-menerus. Musik dan tari mendapat tempat dalam masyarakat luas, sehingga mendapat pengaruh dari beragam kultur yang kemudian membuahkan bermacam-macam gaya. 53
Kita menyadari bahwa setiap perkembangan selalu menuju kemajuan. Namun perlu diingat bahwa kemajuan itu hendaknya disesuaikan dengan kepribadian bangsa kita. Perkembangan kesenian daerah harus diselaraskan dengan ciri khas daerah tersebut agar tidak tercerabut dari akar budayanya. Dalam makalah ini juga akan dikemukakan arah yang bisa dipegang agar pembicaraan mengenai tari dan musik tidak membingungkan, karena keduanya mempunyai persamaan dan perbedaan. Musik atau lagu dan tari Melayu mempunyai kekhasan yang bisa ditandai dari beberapa hal, misalnya dalam lagu Melayu dikenal istilah gerenek, tekuk, berenjut, dan sebagainya. Sementara dalam tari dikenal istilah gentan, terkam, angguk legar, cicing, jinjit, menumit, sauk, dan sebagainya. Gerak dan gaya khas dan unik dalam tari dan lagu Melayu yang diberi nama tertentu tersebut akan dapat segera dirasakan oleh orang yang memahami tari dan lagu Melayu. Memang tidak seluruh penyanyi atau penari dapat melakukan gerak dan gaya khas Melayu, dan jika ada yang bisa melakukannya, belum tentu sesuai degan “rasa” orang Melayu. Orang Melayu sendiri tidak dapat menjelaskan yang dimaksud dengan “rasa.” Hal itu karena “rasa” sangat abstrak dan tidak ada takaran yang sahih mengenai hal itu. Barangkali “rasa” condong kepada ekspresi jiwa atau pengungkapan seperti yang ada pada setiap manusia, sehingga “rasa” sulit diverbalkan. Pengaruh dari berbagai bentuk dan jenis kesenian yang ada tentu tidak dapat dihindari. Seorang penata tari tertarik pada suatu gerak tertentu, lalu mengembangkannya, dan pada proses seperti itu terjadi perubahan nilai estetika kesenian Melayu, sehingga dalam rentang waktu tertentu kita kehilangan ciri khas kemelayuannya. Contoh yang ingin penulis kemukakan di sini adalah yang terjadi 54
pada lagu-lagu Melayu. Seorang biduan Minang membawakan lagu Bunga Tanjung yang dikenal sebagai lagu Melayu. Cara membawakan lagu tersebut akan segera ditandai oleh pendengaran orang Melayu. Trend (kecenderungan) Melayu di belantika musik Indonesia mengundang polemik. Hal ini terjadi seiring adanya komentar dari beberapa musisi tanah air yang mencap music jenis ini sebagai sebuah degradasi (penurunan mutu). Hal ini sampai menimbulkan kesan ‘perang dingin’ antara musisi yang –terus terang – membuat saya suka senyum-senyum sendiri. Sebegitu immaturenya kah musisi kita? Dalam wikipedia dijelaskan bahwa perkembangan musik Melayu di Indonesia telah mulai sejak lama. Dahulu, kita mengenal adanya music Orkes Melayu yang masih menggunakan gitar akustik, akordeon, rebana, gambus dan suling sebagai instrument utamanya. Pada periode 50 dan 60-an, orkes-orkes Melayu di Jakarta ini memainkan lagu-lagu Melayu Deli asal Sumatera (sekitar Medan). Perlahan, seiring perkembangannya, unsur India mulai juga masuk ke dalam music Melayu. Ellya Khadam dengan hits “Boneka India”nya merupakan representasi dari gejala ini. Selain itu masih ada penyanyi lain seperti P. Ramlee (Malaysia), Said Effendi (dengan lagu Seroja) dan lainnya yang mempopulerkan genre musik ini. Tonggak perkembangan musik Melayu (yang berkelindan dengan musik dangdut) adalah dengan adanya Soneta Group, pimpinan Rhoma Irama di tahun 1970-an. Setelah itu, music Indonesia diwarnai oleh beragam genre yang merupakan unsur-unsur asing seperti Rock, Reggae, Heavy Metal hingga SKA dan Grundge (Alternative). Pada masa ini, musik Melayu memasuki periode hiatus alias 55
mati suri. Hal ini terbukti dengan tidak banyaknya musisi baik solo maupun group yang mengusung genre Melayu. Di periode ini, lagu Melayu yang paling diingat umum adalah Isabela yang disuarakan grup Searh dari Malaysia. Namun sebagaimana jenis seni apapun, musik juga mengalami proses recycle. Unsur-unsur Melayu yang pernah dinyatakan “mati,” usang dan tidak berseni itu mulai naik daun lagi dengan adanya grup-grup seperti ST 12, Wali, Hijau Daun, dan lainnya. Bahkan Soneta “reinkarnasi” kembali melalui sosok Ridho Roma. Inilah fenomena music Melayu secara umum di dunia Melayu termasuk di Medan dan Sumatera Utara.
1.1.1 Seniman Musik Melayu Seniman atau tokoh musik Melayu yang cukup terkenal secara nasional atau internasional antara lain adalah Husein Bawafie. Husein Beliau adalah pemimpin dari orkes Melayu Chandralela merupaka salah satu tokoh seniman dan tokoh pembeharu lagu Melayu atau dangdut Indonesia. Ia telah banyak menciptakan lagu melayu. Lagu Melayu ciptaannya ini memiliki musik yang dinamis dan struktur lirik lagu yang lebih bebas yang biasannya lagu Melayu memiliki lirik yang berpantun, dari sinilai Husein Bawafie disebut sebagai pembeharu lagu Melayu. Lagu yang telah ia ciptakan sekitar 200 lagu. M. Thahar, merupakan pengarang lagu yang berjudul Cinta Hampa. Lagu Melayu ini menjadi terkenal selain karena lagunya bagus juga karena suara penyanyinya yang enak dan bagus untuk didengar. Muhammad Mashabi, merupakan salah satu penulis lagu dan penyanyi musik Melayu pada masa 1950-an dan 1960-an di Indonesia. Bersama-sama dengan 56
H. Bawafie dan Munif Bahaswan, ia merombak gaya musik Orkes Melayu Deli dengan mengganti beberapa instrumen dan struktur lirik dan lagu. Bila sebelumnya lagu-lagu Melayu Deli berisikan pantun, pada masa mereka musik Melayu mulai memasukkan tema-tema percintaan. Penggunaan gong pun mulai ditinggalkan. Tempo lagu lebih cepat. Perubahan yang dilakukan merintis bentuk dangdut modern seperti yang dikenal sekarang. M. Mashabi pernah berkolaborasi dengan Ellya, Si Boneka dari India, dan Johana Satar. Beberapa lagu ciptaannya yang menjadi abadi dapat disebutkan Renungkanlah, Harapan Hampa, Hilng Tak Berkesan, Kecewa (kini dipopulerkan kembali oleh Iis Dahlia), dan Keluhan Anak Tiri (lebih dikenal dengan judul Ratapan Anak Tiri, judul film yang menggunakan lagu ini sebagai soundtracknya). M. Mashabi wafat pada usia muda dan belum pernah berkeluarga. Said Effendi, adalah pencipta lagu Melayu di Indonesia yang patut diperhitungkan prestasinya. Beliau merupakan pelopor lagu Melayu dengan format songform. Lagu ciptaannya itu dibawakan dengan suara alto bercengkok. Ia adalah seniman lagu Melayu di era 1950-1970, lagu yang sangat terkenal sampai mancanegara adalah Seroja. Selain itu, lagu Bahtera Laju menempatkan dirinya menjadi seniman Lagu Melayu yang sangat diperhitungkan karena kualitasnya dalam bermusik, baik dari lagu yang ia ciptakan maupun lagu dari karya orang lain yang ia nyanyikan. Lagu yang ia ciptakan antara lain Bahtera laju, Timang–timang, dan Fatwa Pujangga. Tengku Perdana atau Dahlan Siregar, yang menciptakan lagu Pulau Putri, dan Tengku Zubir yang lebih dikenal dengan nama Tengku Cubit yang menciptakan Kuala Deli. Lagu ini sangat terkenal di tanah Deli. 57
Usman, menciptakan lagu Dodoi Di Dodoi. Nama-nama pengarang dan lagunya sudah didaftar oleh Dewan Kesenian Medan dan Bidang Kesenian Kanwil Depdikbud Sumatera Utara. Ahmad Setia, pastilah tidak lepas dari gejolak musik irama Melayu yang mendayu-dayu dan sempat berjaya pada dekade 1950 an hingga 1970-an. Selain lihai mengalunkan senandung-senandung irama-irama Melayu, Ahmad juga dikenal mahir memainkan akordion, menabuh kendang, menari Serampang Dua Belas dan Zapin. Burhanuddin Usman, adalah pemusik Saksofon dalam kebudayaan Musik Melayu Peranan Burhanuddin Usman yang bergabung dengan grup orkes “Hitam Manis” yang kerap dikenal sebagai pengisi acara RRI Nusantara III Medan. Di grup ini, Ahmad juga piawai menggunakan alat musik akordion, yang sebelumnya sudah diakrabinya dengan belajar pada Datuk Muhammad Nur.
1.1.2 Penyanyi Perkembangan musik Melayu sejalan dengan munculnya beberapa penyanyi Melayu. Beberapa penyanyi legendaris Melayu yang sangat terkenal di era tahun 50-an dan 70-an antara lain: Rubiah, Nur'Ainun, Saloma, Said Effendi, Alfin. Sementara penyanyi Melayu terkenal di era 80-an ke atas yaitu Asmidar Darwis, Yan Juned, Susi, Nurul Azmi, Fauziah Idrus, Haida, dan lain-lain.
1.1.3 Penonton Pendukung Penonton merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam suatu pertunjukan, khususnya acara musik. Penonton merupakan bagian dari pertunjukan, 58
bisa dibilang mereka adalah pemanis dalam suatu program acara. Sebuah acara musik tidak akan meriah jika tak ada penonton. Demikian pula halnya keberadaan penonton pendukung yang sangat berperan penting sekali untuk menghidupkan suasana sebuah pertunjukan musik untuk memancing penonton lainnya agar ikut menyanyi, menari, tepuk tangan dan lain sebagainya.
1.1.4 Pengelola Bisnis Musik Melayu Pertunjukan Musik Melayu selain bertujuan untuk mempertahankan atau melestarikan nilai-nilai budaya Melayu juga dijadikan sebagai sumber penghasilan atau pendapatan dengan cara memberikan hiburan musik, baik dalam upacara adat, acara pernikahan, khitanan, ulang tahun, dan berbagai bentuk acara lainnya sesuai permintaan yang punya hajatan.
59
BAB III GAMBARAN UMUM GRUP MUSIK AL-AULIA RENTAK MELAYU
3.1 Sejarah Terbentuknya Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu pertama kali dibentuk tahun 2001 di Medan yang diprakarsai dan didirikan oleh Nurdin Wahyudi (39 tahun) dengan niat yang suci dalam mengembangkan budaya Melayu dan Islam khususnya dalam bidang seni. Beliau pro aktif dalam gerak laju seni budaya khususnya di Medan dan Sumatera Utara, dan hingga saat ini beliau memegang tampuk manajemen Al-Aulia Rentak Melayu. Dari hobi mempelajari musik etnik membuat Nurdin Wahyudi, S.Sos (37 tahun) akhirnya mendirikan Grup Musik Al-Aulia Rentak yang cukup dikenal di Medan. Nurdin mengisahkan, awalnya Nurdin hanyalah seorang pemain keyboard biasa yang sudah manggung di beberapa pesta. Kepiawaiannya bermain alat musik keyboard juga belajar dari abang ke-7 Nurdin. Dengan alasan ingin menekuni musik etnik Melayu, Nurdin Wahyudi yang biasa disapa dengan Bang Yudi ini memutuskan untuk gabung pada salah satu grup musik Melayu Asyabab yang dipimpin oleh Zulfan Efendi Lubis selama 4 tahun. Ternyata, setelah mempelajari secara dalam tentang musik Melayu, ia merasa bahwa musik Melayu yang dimainkannya selama ini berbeda dengan musik Melayu aslinya. Nurdin pun semakin tertantang. Ia pun rela mendapat honor sedikit asal memperoleh ilmu yang banyak. Setelah merasa cukup memahami musik
Melayu,
Nurdin mulai berpikir
dan berniat
untuk
mengembangkan grup Melayu dengan mendirikan orkes Melayu. Serta untuk
60
mengetahui sejauh mana kemampuannya dalam memahai musik Melayu yang ia pelajari selama ini. Kendati menjadi seorang seniman, ia juga tidak ingin hanya sampai di bangku Sekolah Menengah Atas saja karena Nurdin juga berniat ingin menjadi seorang seniman yang intelektual. Oleh sebab itu, dari tahun 1999-2003, Nurdin pun mengambil kuliah Jurusan Ilmu Politik, di Universitas Islam Sumatera Utara selama 5 tahun. Jadi posisi masih kuliah Nurdin Wahyudi mendirikan grup musik Al-Aulia Rentak Melayu di tahun 2001. Nurdin menjelaskan, dipilihnya nama Al-Aulia Rentak Melayu juga memiliki maksud tersendiri. Ia menjabarkan, aulia merupakan sebuah doa dan harapan yang mengandung arti luas, mulia, dan diutamakan. Sedangkan rentak Melayu dipilih karena mereka menampilkan seluruh khasanah musik Melayu seperti zapin, langgam, ghazal, dan lainnya. Dalam wawancara (15 Januari 2016), ia menyatakan, "Misalnya jika musik zapin yang dimainkan, kami bagi lagi berdasarkan derahnya misalnya Zapin Riau atau Zapin Palembang tergantung permintaan.” Nurdin mengaku, setiap kali tampil memang selalu mengombinasikan unsur Melayu dengan daerah yang ia datangi. Jadi tidak murni Melayu saja. Bagi audiensnya yang ingin melepaskan rindu dengan daerah yang mereka tinggali, maka Nurdin berusaha memadukan unsur Melayu dengan daerah itu. Ibaratnya sesuai dengan falsafah dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Apalagi, menurutnya, Melayu tidak hanya di Sumatera Utara saja melainkan juga ada di Langkat, Labuhan Batu, Riau, Jambi, dan Palembang, serta masih banyak lagi yang lainnya. 61
Awal terbentuknya grup musik Al-Aulia Rentak Melayu hanya ada Nurdin dan istrinya saja. Nurdin bermain di keyboard dan sang istri (Rabiatul Adawiyah) sebagai penyanyi. Kemudian di tahun 2001, ia mencari lagi 1 orang penyanyi pemula yang ia didik sampai mahir hingga lengkap menjadi 9 personil seperti sekarang. Dalam melakukan perekrutan personil, ucap Nurdin, ia tidak sembarangan sehingga Nurdin betul-betul mempelajari jiwa para anggotanya. Kata beliau, "Saya lebih suka orang yang kemampuannya biasa-biasa saja atau tidak bisa ketimbang yang sudah mahir.” Awal berdiri, orkes Melayu yang didirikannya masih fokus pertunjukan di Medan saja. Namun setelah 2 tahun, barulah grup musik ini menunjukkan “taringnya” dengan banyak melakukan pertunjukan di beberapa provinsi di Indonesia. Untuk daerah Sumatera, sebut Nurdin, mereka sudah menjelajahi Langkat, Stabat, dan lainnya. Dari Provinsi Aceh, orkes Melayu ini sudah singgah ke Kuala Simpang, Nagan Raya, Aceh Singkil, Subulussalam, Tapak Tuan, serta daerah lainnya. Selain Medan, Aceh merupakan daerah yang paling sering kami kunjungi. Dalam sebulan bisa 2 sampai 3 kali manggung di hari-hari biasa.
62
Gambar 3.1: Nurdin Wahyudi dan Istri (Rabiatul Adawiyah) (Pendiri dan Pimpinan Al-Aulia Rentak Melayu)
Nurdin mengatakan dalam membangun orkes Melayu yang telah 15 tahun berdiri ini bukanlah hal yang mudah, karena memerlukan perjuangan yang cukup panjang . Ia mengisahkan, ketika orkes Melayu ini pertama kali manggung mereka harus dihadapkan pada keadaan serba kekurangan. Kendala yang dirasakan ketika itu dalam hal kostum. "Kami serba tidak ada, baju seragam saja tidak punya," kenang Nurdin. Kendati begitu, semangat untuk membangun terus membara dalam hatinya. Ia terus optimistis bahwa usahannya akan berhasil dan setiap keberhasilan selalu berawal dari tantangan serta kepahitan. Sehingga ia rela menyewa baju dengan uangnya sendiri tanpa memotong honor anggotanya. Jadi, dalam hal ini, Nurdin tidak mengorbankan personil melainkan dirinya sendiri untuk melengkapi kostum para anggotanya agar performance mereka terlihat baik di panggung. Diceritakannya, ketika itu, bayaran yang mereka terima terbilang 63
minim sebesar 1 juta rupiah saja. Dari uang 1 juta rupiah itu harus dibagi untuk honor 6 personilnya dan membayar sewa baju sebanyak 2 stel untuk tiap personil. Otomatis, Nurdin harus rela tidak mendapat honor karena uang yang diterimannya terpaksa harus membayar baju seragam yang telah digunakan oleh anggotanya tersebut. Bahkan, ia pernah menggadaikan emas milik istrinya untuk menyewa baju seragam. Kejadian ini berlangsung secara bervariasi selama 2 tahun. Untuk bayaran yang mereka terima, sebut Nurdin, mulai dari 1 juta rupiah sampai 4 juta rupiah sekarang ini. Memang Nurdin tidak pernah mematok bayaran yang cukup mahal. Namun, usaha Nurdin akhirnya berbuah manis, di tahun 2004, orkes Melayu bentukannya ini mulai dikenal orang. Nurdin menjelaskan, agar cepat dikenal, ia melakukan berbagai usaha dan upaya mulai dari mencetak kartu nama dalam jumlah banyak, membuat nomor handphone (HP) di buku lagu, membuat blog pribadi dengan nama alauliarentakmelayu.blogspot.com yang sekarang sudah dilihat sebanyak 7000 orang, membuat facebook dengan sahabat yang berbeda, dan mencantumkan nomor HP dan nama grupnya di mobil pick up yang biasa membawa mereka kemana-mana. Bahkan, aku
Nurdin,
ia juga
mengumpulkan nama dan nomor HP dari setiap orang yang menghubunginya untuk dikirim pesan berisi nama grup dan nomor kontak grup mereka sebagai ajang perkenalan grup melalui internet. Eksistensi grup musik Al-Aulia Rentak Melayu hingga saat ini menjadikannya sebagai salah satu grup musik yang terkenal di Sumatera Utara khususnya di Kota Medan beralamat di Jalan Pertahanan-Patumbak, Kompleks Villa Permata Indah.
Grup ini menampilkan dalam khazanah spesial irama 64
Melayu dan padang pasir, Arabian. Dalam perkembangannya saat ini, untuk menjawab tantangan pasar grup ini menampilkan: 1. Sajian musik, pantun, dan tari Melayu, 2. Lagu dan musik berirama padang pasir, 3. Lagu dan musik multi etnik (Tapanuli Selatan, Ranah Minang, Jawa, Batak dan lainnya), 4. Lagu dangdut dan pop, baik pop nostalgia maupun pop masa kini. 5. Lagu mancanegara misalnya lagu Jepang, China, Barat, walau tidak spesial.
Gambar 3.2: Suasana Latihan pada Sekretariat Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu, beralamat di jalan Pertahanan-Patumbak Kompleks Vila Permata Indah , Blok D 18/19 (Dekat Jembatan Layang Amplas-Patumbak), Telefon: 0813 7099 7022
65
3.2 Alat-alat Musik Grup Al-Aulia Rentak Melayu Fenomena perkembangan alat musik yang terjadi pada saat sekarang adalah hasil dari kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, dimana sebuah pagelaran musik tidak perlu mempergunakan banyak pemain musik serta banyak alat musik, namun diiringi dengan satu alat musik dapat menghasilkan suara dari alat musik yang lain. Alat musik itu disebut dengan keyboard yang amatlah sederhana dan murah harganya, pemain dari keyboard tersebut cukup satu orang sudah bisa mengoperasikan atau memainkan sebuah musik sesuai dengan kehendak dan selera masing-masing Musik adalah satu cabang kesenian yang disajikan melalui dimensi nada dan ritme, baik itu untuk hiburan pribadi maupun hiburan yang dapat dinikmati secara bersama-sama. Hiburan itu dapat dibuat berdasarkan kebutuhan diri sendiri atau juga yang dibuat untuk orang lain. Pada awalnya hiburan yang bersifat tradisional dibuat untuk kebutuhan sendiri dan tertutup bagi orang lain. Namun belakangan sudah mulai dapat dinikmati oleh orang lain dalam bentuk pertunjukan musik.
66
Gambar 3.3: Alat-alat Musik Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu (Gendang Ronggeng, Akordion, Keyboard, dan Biola)
3.3 Susunan Personil Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu saat ini digaungi oleh 9 Personil, yaitu sebagai berikut. 1. Nurdin Wahyudi, S.Sos., sebagai pimpinan dan sekaligus keyboardist. Beliau adalah alumni FISIP UISU Medan, fakultas Ilmu Sosial dan Politik, sekarang sedang menggeluti Production House dan Event Organizer, sekarang ia membangun jaringan dengan mendirikan Komunitas Melayu Sumatera Utara, dan Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Budaya Melayu dan Budaya Islam Indonesia. 2. Rabiatul Adawiyah S.PdI biasa disapa Cek Awi sebagai vokalis lagu-lagu Melayu padang pasir dan lagu lainnya “All Round,” baik lagu Tapsel, Batak, 67
Dangdut dan sebagainya. Beliau juga pernah menjuarai Festival Nasyid tingkat Propinsi Sumatera Utara di Madina sebagai Juara I , Cek Awi ini juga fasih berbahasa Arab dan Membaca Al Qur’an. 3. Budi adalah sebagai pemain acordion atau juga pemusik all round. 4. Safrizal AR, S.S. sebagai vokalis lagu-lagu Melayu. 5. Subuh Safi’i sebagai vokalis semua genre lagu. Beliau juga selain sebagai penyanyi, pernah sebagai juara satu dalam festival dongeng di Tanjung Balai Asahan, Sumatera Utara. 6. Putri Rizkya Nina, pernah sebagai juara pertama Festival Lagu Melayu dan Dangdut di Kota Medan. 7. Muhammad Jamil adalah pemain biola, yang sudah sering keliling dunia karena menggesek biola terutama Malaysia dan Brunei Darussalam. 8. Bahriunsyam sebagai pemain gendang pak pung (istilah lain dari gendang ronggeng), tipung, atau marawis. Beliau ahli juga di dalam bidang tarian khususnya sebagai penari dan koreografer. 9. Ridho Fahrezy adalah sebagai keyboardist dan pemain akordion (yang dalam grup ini berada dalam posisi asisten Nurdin Wahyudi, S.Sos.).
3.4 Sistem Pengelolaan Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu Sistem pengelolaan Grup Musik Al-Aulia rentak Melayu ini menurut penulis dapat digolongkan sebagai organisasi musik yang berdasarkan tradisi. Yang dimaksud dengan tradisional dalam skripsi ini adalah sebuah gagasan, kegiatan, atau benda-benda yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya secara teratur mengikuti norma-norma yang terjadi di dalam
68
masyarakat itu. Tradisi ini erat kaitannya dengan budaya sebuah masyarakat atau sebuah kelompok etnik tertentu. Misalnya tradisi mangupa-upa pada masyarakat Mandailing, yaitu upacara menyambut seseorang yang baru ditimpa kemalangan atau mendapatkan rezeki yang baik, atau untuk mendoakan keselamatan, dan lainnya. Seni tradisional yang dimakud dalam tulisan ini adalah seni yang didukung masyarakat tradisi, dan berfungsi secara sosial selama bertahun-tahun. Menurut Takari (2008), manajemen seni yang dilakukan masyarakat di Nusantara ini [termasuk Melayu] secara tradisional adalah sebagai berikut. (a) Berkesenian bukan profesi utama tetapi kerja sampingan atau sambilan. Sebagaimana telah diuraikan di atas, setiap organisasi harus memilili tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Kemudian tujuan ini bisa dicapai dengan menggunakan sistem manajemen, seperti perencanaan, pengorganisasian, staffing, actuating, pengawasan. Hal yang paling mendasar, biasanya organisasi kesenian tradisi di Nusantara, menetukan tujuan utamanya bukan sebagai organisasi bisnis, hanya sekedar meneruskan tradisi yang telah ada dengan istilah melestarikan atau mengembangkannya. Jarang ditemukan sebuah organisasi seni sebagai organisasi bisnis dan keutamaan pada profesionalisme, layaknya sebuah perusahaan waralaba. Dengan tujuan sebagai kelompok yang mengusung kesenian sebagai kerja sambilan, maka manajemennya pun ditangani secara “sambilan” pula. Tujuan tidak akan diraih atau diusahakan untuk berhasil dengan sebaikbaiknya. Waktu yang diluangkan untuk kegiatan berkesenian juga adalah waktu sambilan, di luar kerja utama profesi seseorang seniman. Walau demikian, ada sebahagian kecil seniman profesional dalam masyarakat tradisional, yang keseluruhan waktu dan hidupnya digunakan untuk 69
berkarir di bidang-bidang seni. Dalam konteks Sumatera Utara misalnya, ada Datuk Ahmad Fauzi yang bekerja sebagai seniman musik Melayu yang bekerja di bidang seni musik Melayu. Berdasarkan penjelasannya kepada penulis, ia dapat hidup dan menghidupi keluarganya memang benar-benar penuh dari bidang seni musik tradisi Melayu. Kerja utamanya adalah seniman, dan kerja sambilannya adalah dosen.
Demikian pula yang terjadi di dalam grup Al-Aulia Rentak
Melayu. Di antara pemusiknya ada yang memang sangat bergantung ekonominya sebagai seniman musik Melayu, tetapi sebahagian ada yang menjadikan kinerja di dalam music tiup ini sebagai kerja sambilan saja. (b) Menonjolkan pimpinan yang biasanya juga sebagai seniman utama dan pendukung dana utama organisasinya. Sebagaimana masyarakat yang hidup dalam kebudayaan agraris, pola hubungan antara anggota masyarakat adalah hubungan yang sangat menonjolkan pimpinan. Bahkan adakalanya pimpinan memiliki sifat-sifat indivdualis yang hanya mementingkan kepentingannya. Dalam sistem sosial masyarakat yang demikian, maka kontinuitas kelompoknya sangat tergantung pada pimpinan. Sangat bersyukurlah apabila pimpinan masyarakat itu memiliki sikap yang baik dan mampu mengayomi masyarakat yang dipimpinnya. Di lain sisi, akan sengsaralah masyarakat yang dipimpin oleh pimpinan yang egosentris. Karena menumpuknya kekuasaan pada seorang pemimpin ini, sistem dan norma sosial pun bisa ia rubah dan akibatnya akan diteruskan oleh genrasi berikutnya. Demikian juga dalam manajemen seni secara tradisional di Nusantara ini, umumnya kekuasaan dan pengarahan tertumpu pada seorang pimpinan. Pengawasan (controlling) biasanya tak berjalan efektif dalam pola sosial 70
masyarakat tradisional.
Pengawasan bisa dianggap sebagai menjatuhkan
kekuasaan pimpinan kesenian. Organisasi biasanya dilakukan atas dasar kehendak pimpinan. Ia akan merekrut seniman dan kru seni sesuai dengan keinginannya. Namun demikian, dalam beberapa kelompok masyarakat atau etnik, ada juga sistem musyawarah untuk mufakat, termasuk dalam organisasi kesenian. Dalam kedudukan demikian, maka sistem sosial kesenian menjadi hidup dan berperan, bukan menonjolkan peran pemimpin. Secara mendasar, manajemen seni di Nusantara ini memang menonjolkan peran sosial dan budaya pimpinannya. Hal ini bisa dibuktikan, jika seorang pimpinan organisasi kesenian yang punya kekuatan manajerial kuat, dan ia tidak mewariskan pada generasi selanjutnya, maka akan mati pula kelompok kesenian yang dipimpinnya ini. Atau pun kalau ada yang meneruskan dengan mengikuti pola yang sama, tetapi dengan kapasistas yang kurang, maka terjadi degradasi sosial dalam kelompok kesenian ini. Agak berbeda dengan kepemimpinan tradisional, pada Kelompok Aulia Rentak Melayu, meski wewenang utama ada pada pemimpinnya yaitu Nurdin Wahyudi, S.Sos., namun beliau membagi kewenangannya dengan para anggota lain. (c) Pembagian honorarium yang agak bersifat rahasia, dan biasanya dicarikan kata-kata yang “manis” seperti “uang pupur,” “uang lelah,” dan sejenisnya.
Ciri manajemen seni secara tradisional di Nusantara ini, adalah
pembagian hasil jerih payah bersama, kurang menghargai peran integral keseluruhan pelaku seni (seniman, kru, dan pihak pimpinan). Biasanya honorarium sangat ditentukan oleh seorang pimpinan saja. Ada juga pimpinan 71
yang mengambil homor 50 persen lebih untuk dirinya pribadi, dan selebihnya untuk pekerja seni. Akibatnya biasanya adalah munculnya perasaan tidak senang di antara para pekerja seni yang dipimpinnya. Atau ada juga yang dengan ikhlas menerimanya, terutama seniman-seniman yang baru direkrut. Agar uang hasil kerja bersama ini dapat diambil sebesar-besamya oleh pimpinan kesenian, maka istilah yang digunakan pun bukan dengan istilah profesionalisme, seperti gaji atau honor kerja, dan sejenisnya—tetapi cenderung menggunakan kata-kata yang bemosi kerja yang dilakukan sebagai kerja sampingan, seperti uang pupur (uang bedak), uang lelah, uang rokok, uang terima kasih, uang jalan, dan sejenisnya. Keadaan seperti ini, sering terjadi dalam kelompok-kelompok kesenian tradisional di Nusantara ini. Namun demikian, ada juga sebahagian kecil kelompok seni tradisional yang membagikan honorarium hasil kerja bersama yang memperhatikan aspek peran, kemanusiaan, keseimbangan, terhadap masing-masing individu di dalam kelompok organisasi keseniannya. Sebagian lagi bahkan telah mengadopsi sistem manajemen Eropa yang melakukan sistem kontrak dan pembayaran dengan melibatkan notariat dalam mengurusnya. Tujuan utama kelompok ini adalah menjaga seacra yuridis pendapatan-pendapat yang diperoleh agar kelompok ini berkelanjutan dan tak ada masalah dengan pendapat yng diperoleh oleh masingmasing individu dalam organisasi tersebut. Untuk uraian poin ini, kelompok music Melayu yang disebut Al-Aulia Rentak Melayu ini menggunakan kata-kata yang tegas sebagai hak para pemain dalam berprofesi sebagai pemusik. Mereka menggunakan kata gaji (sebagaimana layaknya buruh di perusahaan) atau kadangkala menggunakan istilah honorarium. 72
(d) Pembagian tugas tidak begitu spesifik. Ciri lainnya manajemen kelompok seni tradisional adalah tugas tumpang tindih setiap orang dalam organisasi tersebut. Jarang seorang pemain hanya memainkan satu jenis tari atau musik atau peran teater. Sebagian besar seniman biasanya harus melakukan berbagai kerja di dalam organisasi kesenian. Kadang sebagai seniman, ia juga harus mengangkat alat musik, sound system, tata lampu, properti tari, sebelum dan setelah pertunjukan. Bahkan ironisnya, seniman-seniman yang berusia relatif tua ikut mengangkat alat musik gordang yang besar dan berat. Ini biasa terjadi dalam kelompok kesenian tradisional. Pembagian kerja yang tidak spesifik ini biasanya akan pula mengurangi tanggung jawab dan tugas khususnya. Katakanlah jika terjadi hilangnya alat musik atau properti tari, maka para seniman saling melepaskan tanggung jawab, mereka tidak tahu ke mana alat musik dan properti tari yang hilang.
Mereka hanya menduga-duga atau bahkan saling tuduh
menuduh. Pembagian tugas yang tidak spesifik atau tugas ganda ini, biasanya akan mengakibatkan pula waktu dan tenaga tidak terkonsentrasi ke arah profesionalisme permainan dan pembayaran honorarium. Biasanya pendekatan semacam ini, berdasar kepada asumsi mereka adalah keluarga besar, tanggung jawab dipikul bersama-sama. Kerja pun harus dikerjakan bersama-sama dalam sistem gotong royong, dan seterusnya. Dengan cara kerja seperti ini, biasanya para seniman muda dan yang berjenis kelamin laki-laki yang diutamakan untuk bekerja ekstra keras, dengan alasan tenaganya masih kuat, masih muda, dan masih jauh masanya berkarir di bidang seni. Demikian pula yang terjadi di dalam kelompok musik Al-Aulia Rentak melayu, mereka memainkan peran yang tidak spesifik, ada yang sifatnya all round namun ada pula karena keterbatasannya 73
sebagai seniman hanya memilih salah satu peran saja, misalnya alat musik tertentu atau penyanyi saja. (d) Organisasi kesenian tradisional jarang yang dibentuk
dengan
mendasarkan pada aspek yuridis. Artinya sebuah organisasi kesenian biasanya dibentuk hanya berdasarkan musyawarah mufakat untuk kelestarian budaya semata.
Mereka memang memiliki motivasi yang kuat untuk melestarikan
kesenian tradisionalnya. Namun seiring dengan perkembangan zaman, jika terjadi masalah-masalah di antara mereka, sebahagian memang bisa dipecahkan secara adat dan musyawarah. Namun jika telah masuk ke wilayah masalah hukum, seperti plagiarisme, bajakan produksi, pengakuan hal cipta dan sejenisnya, maka permasalahan ini selalu tidak bisa diselesaikan secara adat. Maka perlu diselesaikan secara hukum. Untuk itu, supaya kuat, maka sebaiknya setiap organisasi kesenian didirikan atas dasar yuridis. Karena dengan demikian, maka segala macam permasalahan yang mencakup aspek hukum dapat diselesaikan mengikut norma-norma hukum, dan akhimya akan memberikan keadilan bagi sebagian seniman atau pekerja seni. tidak memakai hukum rimba, yaitu siapa yang kuat mengalahkan yang lemah. Pengertian kuat di sini juga bermacam-macam. Bisa kekuatan politis, ekonomis, dan lainnya. Seiring dengan perkembangan zaman, maka sudah banyak pula sekarang ini organisasi-organisasi kesenian tradisional yang didirikan berdasarkan aspek yuridis, dan biasanya tertulis dalam bentuk akte notaris. Contoh organisasi kesenian seperti ini adalah Sri Indra Ratu di Kesultanan Deli, Sinar Budaya Grup yang awalnya diketuai olehTengku Luckman Sinar, Lembaga Studi Tari Patria
74
yang berpusat di Tanjungmorawa, Deli Serdang, pimpinan H. Jose Rizal Firdaus, S.H., dan masih banyak lagi yang lainnya. Dalam kasus kelompok musik Al-Aulia Rentak Melayu, mereka mendaftarkannya kepada notariat, dengan tumpuan pada dasar yuridis formal atau hukum positif dalam membentuk organisasinya. Mereka juga selain dalam bentuk formal selalu memutuskan perkara berdasarkan musyawarah bersama, dan sifatnya adalah lisan, namun diingat di dalam memori mereka masing-masing sebagai penyanggah grup musik ini. (e) Perekrutan seniman sifatnya “cabutan.” Dalam rangka penentuan sumber daya manusia atau staffing, banyak kelompok seniman tradisional Nusantara, yang membentuknya berdasarkan, seniman-seniman “cabutan.” Maksud seniman cabutan dalam tanda kutip ini, adalah seniman dari kelompok lain atau seniman yang tak terikat oleh kelompok disatu-satukan untuk memenuhi permintaan kesenian dalam satu atau beberapa kali pertunjukan. Pemakaian seniman cabutan ini, adalah fenomena yang umum terjadi di Sumatera Utara misalnya. Alasan melakukan ini adalah, banyak seniman ingin menambah penghasilan keuangannya melalui banyaknya pertunjukan. Ia tak mau terikat hanya dalam satu organisasi kesenian saja. Karena jarang sekali ada sebuah organisasi kesenian yang membayar gaji seniman setiap bulan dengan jumlah tertentu sebagaimana layaknya tenaga kerja. Apalagi jika dikaitkan dengan upah minimum regional. Oleh karena itu, sebagian besar seniman di Sumatera Utara misalnya adalah seniman cabutan, yang bisa main dengan organisasi seni di luar organisasi utamanya.
75
Ke masa depan tentu saja sistem seperti ini perlu dikurangi dan perlu diimbangi dengan sistem kerja hanya untuk satu organisasi seni semata dan dibayar gaji pokoknya oleh sebuah oraganisasi seni dengan sistem kontrak. Tujuannya agar seniman lebih profesional, dapat main dan menciptakan seni dengan tenang, terarah, terpadu, dan tidak lagi pusing memikirkan income per capitanya setiap bulan. Paling tidak organisasi kesenian harus bisa melakukan kegiatan seperti layaknya organisasi sebuah pabrik sepatu atau pabrik ban mobil misalnya. Dalam kasus organisasi kelompok musik Al-Aulia Rentak Melayu ini para pemainnya adalah bersifat tetap, memiliki gaji yang tetap yang besarannya dimusyawarahkan bersama, dan menjadi keputusan bersama. Dengan demikian, mereka dapat fokus melakukan fungsinya sebagai anggota kelompok musik ini, tidak bercabang-cabang. (f)
Asas keluarga dan kekeluargaan. Sistem manajemen ini banyak
diterapkan oleh organisasi-organisasi kesenian di Nusantara. Sistem manajemen ini memang ada kelebihannya di satu pihak, yaitu para anggotanya merasa sebagai satu keluarga besar, yang terikat hubungan kekerabatan dan darah, sehingga masalah yang timbul dengan mudah dapat dipecahkan dengan landasan mereka satu keluarga yang sesungguhnya baik di bidang kesenian maupun kekerabatan. Di sisi lain, sistem ini agak kurang demokratis. Artinya bakat-bakat seniman yang handal di luar keluarga, agak sulit untuk masuk ke dalam organisasi seni tersebut. Kualitas sumber daya manusia dan produksi seni dalam organisasi seperti ini hanya menjadi nomor sekian saja. Selain itu, karena berdasar kepada keluarga dan kekeluargaan, maka pengembangan yang ekstensif kurang 76
diperhatikan. Misalkan saja sejak zaman dahulu, mereka mewarisi kesenian istana Melayu, maka sampai sekarang pun mereka akan memproduksi kesenian yang sama. Untuk membuka diri memproduksi seni rakyat atau etnik lain agak kurang, karena pembatasan sumber daya manusia seni tadi. Tentu mereka akan enggan memakai seniman etnik Nias misalnya. Ataupun kalau dipakai sifatnya bukan sebagai anggota tetap hanya sebagai pemain cabutan. Atau seniman Nias ini hanya melatih dan kemudian mereka yang mengambilalih persembahan kesenian Nias tadi. Itu banyak terjadi di kawasan Nusantara. Berbeda dengan cirri kelompok kesenian tradisional seperti diurai di atas, maka kelompok musik Al-Aulia Rentak Melayu dalam perekrutan anggotaanggotanya adalah berdasarkan atas asas proses. Artinya pemipin kelompok ini lebih suka mendidik seniman yang belum jadi dan moralnya baik, ketimbang memilih seniman yang sudah jadi dan terkenal namun moralnya diragukan. Proses menjadi dan berkembang secara bersama inilah yang dijadikan dasar perekrutan anggota, bukan berdasarkan atas asas keluarga dan kekeluargaan. (g) Sangat erat dengan ritual masyarakat. Produksi seni tradisional, umumnya sangat erat dengan ritual-ritual yang dilakukan oleh masyarakat. Dalam keadaan sedemikian, uang bukanlah aspek terpenting, bahkan kadang seniman berbuat bukan dimotivasi oleh uang tetapi dimotivasi oleh sistem religinya. Kegiatan yang dilakukannya benar-benar sebagai bagian dari ibadahnya kepada Tuhan. Ia melakukan dan mempraktikkan seni untuk Tuhan bukan untuk ekonominya. Banyak peristiwa seni di Nusantara yang mengabsahkan gabaran ini. Misalnya dalam masyarakat Islam di Sumatera Utara, para seniman penyanyi (pembaca) barzanji dan marhaban, yaitu satu genre seni vokal yang memuji-muji 77
abi Muhammad dalam bentuk syair berbahasa Arab, yang biasanya digunakn untuk mengiringi uoacara perkawinan, sunatan, atau menyambut bayi lahir. Setiap seniman tidak mengharapkan uang lelah atau uang honorarium. Mereka biasanya tidak akan keberatan jika hanya diberi pulut kuning atau bunga telur, sebagai balasan dari yang empunya acara. Tetapi mereka pun tidak akan menolak bila diberi amplop yang berisi uang, katakanlah mereka menerima Rp 10.000 setiap orangnya. Para seniman ini merasa mereka membantu sesama muslim dan perbuatan mereka adalah ibadah langsung kepada Allah dan ibadah sosial kepada sesama manusia. Keadaan seperti ini merupakan ciri utama dalam masyarakat Timur yang religius. Jadi manajemen di bidang seperti ini yang perlu diatur adalah bagaimana menggerakkan sumber daya manusia yang ada untuk menjadi bagian dari pertunjukan upacara atau pertunjukan budaya.
Sekali lagi uang atau honor
berkesenian bukan yang utama di sini. Yang berperan adalah konsep-konsep dan aktivitas religius, yang memotivasi setiap orang dan seniman untuk melakukan menurut fungsi individunya dalam konteks masyarakat luas, yang memiliki citacita dan tujuan bersama. Sesuai dengan uraian Takari di atas, maka dalam kasus kelompok music atau grup Al-Aulia Rentak Melayu, aspek ibadah adalah yang utama dalam kelompok ini, artinya yang mereka pertunjukan adalah bagian dari ibadah kepada sesama manusia, hablum minannas. Honorarium adalah bagian dari tujuan silaturrahmi ini. Jadi aspek ibadah dan ekonomi dalam grup-grup ini berjalan dengan seiring dan saling menguatkan, tidak hanya didominasi oleh aspek ibadah saja, sehingga mereka ikhlas jika tidak diberi honor. 78
(h) Ikut berperannya pemerintah daerah. Dalam rangka melestarikan seni budaya tradisional, maka pemerintah Republik Indonesia, mencanangkan perlunya pembinaan, pelestarian, pemungsian kesenian tradisional terutama untuk pariwisata dalam kehidupan masyarakat pendukungnya, maka pihak pemerintah ikut serta mengarahkan atau memanajemeni seni-seni tradisional seluruh Indonesia.
Tak jarang pemerintahan di tingkat kecamatan atau kabupaten
memiliki sanggar kesenian daerahnya. Biasanya didukung pula oleh isteri camat atau gubernur, dan tentu saja tak segan-segan mengucurkan dana untuk bidang kesenian daerah ini. Itu semua dilakukan untuk berbagai tujuan. Bisa tujuan politis, popularitas, atau memang juga dengan ikhlas ingin mengembangkan kebudayan daerahnya, karena ia menjadi orang nomor satu di daerah yang dipimpinnya tersebut. Di Sumatera Utara misalnya, di masa kepemimpinan Gubemur Tengku Rizal Nurdin, ia membentuk kesenian gubernuran yang langsung diketuai oleh isterinya. Grup kesenian ini bemama Cindai. Beberapa seniman, kemudian dimasukkannya menjadi pegawai negeri sipil. Beberapa persembahan dilakukan di Sumatera Utara dan manca negara. Satu sisi berkembang dan bertambahlah organisasi kesenian di Sumatera Utara. Di sisi lainnya, timbullah “kecemburuan” organisasi seni lainnya, yang merasa kurang diperhatikan. Dalam kasus grup Al-Aulia Rentak Melayu ini, maka campur tangan pemerintah tidak begitu tampak di sini, kecuali oleh pihak keamanan. Setiap akan tampil pastilah pihak penyelenggara pesta melaporkannya kepada pihak keamanan setempat agar upacara tersebut berjalan dengan tertib, tenang, dan tak ada keributan.Untuk berjalannya organisasi music Melayu 79
ini, mereka mengaku
tidak ada dana yang mereka peroleh dari pemerintah. Demikian uraian mengenai pola-pola organisasi grup musik Al-Aulia Rentak Melayu.
80
BAB IV DESKRIPSI PERTUNJUKAN MUSIK GRUP AL-AULIA RENTAK MELAYU DALAM KONTEKS HIBURAN
4.1 Deskripsi Umum Pertunjukan Musik Musik adalah satu cabang kesenian yang disajikan melalui dimensi nada dan ritme, baik itu untuk hiburan pribadi maupun hiburan yang dapat dinikmati secara bersama-sama. Hiburan itu dapat dibuat berdasarkan kebutuhan diri sendiri atau juga yang dibuat untuk orang lain. Pada awalnya hiburan yang bersifat tradisional dibuat untuk kebutuhan sendiri dan tertutup bagi orang lain. Namun belakangan sudah mulai dapat dinikmati oleh orang lain dalam bentuk pertunjukan musik. Dalam kaitannya dengan pertunjukan grup musik Al-Aulia Rentak Melayu, secara umum dibagi dua. Yang pertama adalah mereka tampil di acara-acara memeriahkan upacara pernikahan, yang bisa saja dilakukan di pentas di depan rumah mempelai wanita atau pria, atau juga di gedung-gedung tempat upacara persemian pernikahan, hotel-hotel, dan lain-lainnya. Yang kedua, mereka tampil dalam acara di luar peresmian pernikahan, seperti festival, hiburan, menyambut tetamu, meresmikan gedung baru, dan lain-lainnya. Berikut ini adalah visual dari pertunjukan Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu di acara-acara pernikahan di Kota Medan, yang penulis rekam dalam rentang waktu 2015 sampai 2016 ini.
81
Gambar 4.1: Pertunjukan dalam Salah Satu Acara Peresmian Perkawinan di Medan Sunggal (sumber: dokumentasi Fajri Muhardi, 2016)
Gambar 4.2: Pertunjukan dalam Salah Satu Acara Peresmian Perkawinan di Medan Maimun (sumber: dokumentasi Fajri Muhardi, 2016)
82
Gambar 4.3: Pertunjukan dalam Salah Satu Acara Peresmian Perkawinan di Medan Bersama Ketua Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia, Dato’ Seri Syamsul Arifin, S.E. (sumber: dokumentasi Fajri Muhardi, 2016)
Berikut ini adalah contoh tampilan visual pertunjukan Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu di berbagai lembaga dan instansi pemerintahan.
Gambar 4.4: Pertunjukan dalam Salah Satu Acara Penghormatan Pejabat di Medan (sumber: dokumentasi Fajri Muhardi, 2016)
83
Gambar 4.5: Pertunjukan dalam Salah Satu Acara Adat Melayu Deli di Istana Maimun Kesultanan Deli di Kota Medan (sumber: dokumentasi Fajri Muhardi, 2016)
Gambar 4.6: Pertunjukan dalam Salah Satu Acara Adat Melayu Deli di Istana Maimun Kesultanan Deli di Kota Medan (sumber: dokumentasi Fajri Muhardi, 2016) 84
Berikut ini adalah salah satu tampilan gambar ketika Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu tayang di berbagai media televisi.
Gambar 4.7: Pertunjukan dalam Salah Satu Acara Hiburan di i-News Televisi (sumber: dokumentasi Fajri Muhardi, 2016)
Gambar 4.8: Pertunjukan dalam Salah Satu Acara Hiburan di Net.TV (sumber: dokumentasi Fajri Muhardi, 2016) 85
Gambar 4.9: Pertunjukan dalam Salah Satu Acara Hiburan di Net.TV (sumber: dokumentasi Fajri Muhardi, 2016)
Gambar 4.10: Pertunjukan dalam Salah Satu Acara Hiburan di TVRI Stasiun Medan (sumber: dokumentasi Fajri Muhardi, 2016)
86
4.2 Skenografi Musik Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu dalam mengelola atau menata musiknya dilakukan secara mandiri tanpa menggunakan skenografi musik, yang disusun sebelumnya secara tertib dan tertulis.
Biasanya skenografinya adalah
pertunjukan selayaknya pertunjukan music Melayu, yang setiap bagian terdiri dari pasangan lagu, yaitu lagu bertempo lambat ke cepat. Dengan kata lain penataan musik grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu ditata sendiri yang disesuaikan dengan perkembangan musik dan selera konsumen yang menggunakan jasa grup ini terutama dalam konteks hiburan musik-musik melayu maupun musik-musik non Melayu seperti musik dangdut, pop dan musik etnik lainnya.
4.3 Tata Cahaya Penataan cahaya dalam kegiatan pertunjukan musik oleh grup Musik AlAulia Rentak Melayu disesuaikan dengan permintaan konsumen disesuaikan dengan tema pertunjukan baik itu dalam acara-acara pernikahan, khitanan, dan lain sebagainya. Tata cahaya dibutuhkan ketika penampilan dilakukan di malam hari atau di dalam gedung tertutup. Dalam hal yang sedemikian rupa, maka pihak grup ini biasanya bekerjasama dengan pihak lighting dan juga sound system pertunjukan di mana itu dilakukan. Dalam hal ini Grup Al-Aulia Rentak Melayu masih belum memiliki peralatan tata cahaya dan tata bunyi dalam konteks pementasan music yang mereka lakukan.
87
4.4 Properti Panggung Properti panggung yang digunakan oleh grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu juga biasanya dikemas sesuai dengan pesanan atau keinginan yang punya hajatan sesuai dengan tema yang ingin ditampilkan. Properti panggung bisa berupa perhiasan di panggung seperti bunga hias, back ground visual panggung, spanduk, tirai, dan hal-hal sejenis. Biasanya properti panggung ini dibicarakan dengan para pendekor pentas di suatu acara yang diisi oleh Al-Aulia Rentak Melayu. Menurut penulis, yang paling jelas adalah alat-alat musik ini juga berfungsi sebagai property panggung, berupa: satu gendang ronggeng, satu keyboard (sebagai alat music utama), satu biola, dan satu akordion, bila perlu ditambah lagi. Yang tidak pernah dilupakan adalah meletakkan nama grup, alamat, dan nomor handphone grup di depan keyboard dan juga stand untuk teks lagu di depan panggung.
4.5 Kostum Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu dalam menyajikan pertunjukan musiknya menggunakan beraneka kostum yang disesuaikan tema yang ditampilkan. Menurut penilitian penulis, hampir semua pakaian atau busana kelompok musik Melayu ini adalah berkarakter pakaian tradisi Melayu. Untuk pakaian pemusik dan penyanyi laki-laki menggunakan tutup kepala peci atau destar, kemudian bajunya baju Melayu kecak musang, ditambah celana yang sewarna dengan pakaian atas, ditambah kain sesamping yang terbuat dari songket, dan juga sandal khas Melayu atau terkadang menggunakan sepatu warna hitam. Jadi sangat menyimbolkan budaya Melayu, pakaian yang mereka kenakan.
88
Selanjutnya pakaian penyanyi perempuan juga adalah pakaian tradisi Melayu berupa baju kurung, dan menggunakan penutup kepala, disertai kain, dan kasut atau sepatu, yang warnanya seirama. Kadangkala mereka juga memakai kain songket dan selendanagnya. Yang jelas busana mereka mengacu kepada busana adat Melayu yang sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam, melaui syariatnya. Menurut penjelasan pimpinan grup ini, yaitu Nurdin Wahyudi, S.Sos., pakaian yang mengikuti syariat Islam adalah: tidak tipis dan transparan, tidak ketat, dan menutup aurat seperti yang diajarkan agama Islam. Berbagai aneka kostum yang menjadi ciri khas Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu didominasi oleh warna-warna cerah antara lain seperti yang dapat dilihat melalui gambar-gambar berikut ini.
Gambar 4.11: Kostum Tradisi Melayu Berwarna Maron dan Kain Samping Abu-abu (sumber: dokumentasi Fajri Muhardi, 2016)
89
Gambar 4.12: Kostum Tradisi Melayu untuk Pertunjukan Berwarna Kuning Muda (untuk Perempuan) dan Hijau Pucuk Pisang (untuk Laki-laki) (sumber: rekproduksi dari dokumentasi Nurdin Wahyudi oleh Fajri Muhardi, 2016)
Gambar 4.13: Kostum Tradisi Melayu untuk Pertunjukan Berwarna Biru Muda (Langit) (sumber: rekproduksi dari dokumentasi Nurdin Wahyudi oleh Fajri Muhardi, 2016)
90
Gambar 4.14: Kostum Tradisi Melayu untuk Pertunjukan Berwarna Kombinasi Kuning dan Maron (sumber: reproduksi dari dokumentasi Nurdin Wahyudi oleh Fajri Muhardi, 2016)
Gambar 4.15: Kostum Busana Arab untuk Pertunjukan Berwarna Putih dan Hitam untuk Mendukung Tampilan Kesenian Padang Pasir (sumber: reproduksi dari dokumentasi Nurdin Wahyudi oleh Fajri Muhardi, 2016)
91
Gambar 4.16: Kostum Tradisi Melayu untuk Pertunjukan Berwarna Biru Dongker (sumber: dokumentasi Fajri Muhardi, 2016)
Gambar 4.17: Kostum Perpaduan Arab dan Melayu untuk Pertunjukan Kombinasi Krem dan Hijau Tua (sumber: rekproduksi dari dokumentasi Nurdin Wahyudi oleh Fajri Muhardi, 2016)
92
Gambar 4.16: Kostum Tradisi Melayu untuk Pertunjukan Berwarna Kombinasi Abu-abu dan Oranye (sumber: rekproduksi dari dokumentasi Nurdin Wahyudi oleh Fajri Muhardi, 2016)
4.6 Proses Pertunjukan Dalam setiap pertunjukan yang dilakukan oleh grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu diperlukan proses mulai dari tahap pembukaan, isi, dan penutup pertunjukan. Dalam pertunjukannya, menurut penelitian penulis, maka Grup AlAulia Rentak Melayu ini menggunakan struktur pertunjukan yang terdapat dalam tradisi pertunjukan musik Melayu. Pada tahap awal selalu dimulai apa yang disebut basmallah lagu, yang terdiri dari lagu Gunung Sayang, Serampang Laut, dan Pulau Sari. Setelah itu adalah pasangan-pasangan lagu Melayu dari yang bertempo lambat ke tempo cepat. Lagu kedua ini disebut dengan pecahan. Kemudian lagu-lagu bukan Melayu bisa juga disajikan sesuai dengan permintaan tuan rumah atau yang punya hajat. Atau adakalanya penonton juga maju untuk menyajikan lagu kesayangannya yang tidak dibatasi genre maupun jenisnya. Biasanya ada pula penonton yang selalu menyanyikan lagu pop yang lagi hits di masa itu. Misalnya di tahun 2016 ini yang lagi populer adalah lagu Maumere. 93
Pada penghujung pertunjukan biasanay dinyanyikan lagu Si paku gelang, sebagaimana yang lazim dilakukan dalam pertunjukan musik tradisi Melayu di kawasan ini. Demikian proses pertunjukan secara umum. Namun demikian, pihak Al-Aulia Rentak Melayu biasanya juga melakukan negosiasi dengan pihak pengundang atau pemakai jasa mereka, apa yang harus ditampilkan. Bisa saja mereka mengiringi tarian, baik yang disediakan yang punya hajat (tuan rumah) atau yang diadakan oleh pihak Al-Aulia Rentak Melayu.
4.7 Fungsi Musik dan Efek Suara Fungsi musik dalam kegiatan pertunjukan yang dilakukan oleh grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu pada dasarnya sebagai sarana hiburan dan penyampaian pesan-pesan moral sebagaimana yang terkandung atau termuat dalam lirik-lirik lagu Melayu. Dari segi efek suara, grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu menggunakan peralatan music yang umum di dalam ensambel keyboard, yaitu terdiri dari:keyboard, akordion, gendang melayu, dan biola. Semua peralatan ini ditanggungjawabi oleh rodes, yang mengurus alat dan sound system. Dalam pertunjukan ini, maka musik baik instrumentalia maupun disertai vokal tujuannya adalah untuk menghibur hadirin. Efek suara yang dapat dimunculkan melalui keyboard adalah untuk mendukung suasana komunikasi seni antara seniman dan penontonnya. Misalnya suara tepukan tangan di akhir lagu, suara alam dalam lagulagu tertentu, dan seterusnya.
94
4.8 Tahapan Pertunjukan Musik adalah satu cabang kesenian yang disajikan melalui dimensi nada dan ritme, baik itu untuk hiburan pribadi maupun hiburan yang dapat dinikmati secara bersama-sama. Hiburan itu dapat dibuat berdasarkan kebutuhan diri sendiri atau juga yang dibuat untuk orang lain. Pada awalnya hiburan yang bersifat tradisional dibuat untuk kebutuhan sendiri dan tertutup bagi orang lain. Namun belakangan sudah mulai dapat dinikmati oleh orang lain dalam bentuk pertunjukan musik.
4.9 Interpretasi Pertunjukan Pertunjukan musik yang disajikan oleh grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu diinterpretasikan tidak saja dalam bentuk nyanyian tetapi juga dibarengi dengan pantun dan kadang-kadang juga diiringi dengan tari-tarian Melayu sesuai dengan permintaan yang punya hajatan.
4.10 Teks Nyanyian Teks nyanyian atau lagu merupakan salah satu hasil karya yang dapat menghibur penikmatnya. Penciptaan sebuah teks nyanyian membutuhkan proses yang cukup panjang serta membutuhkan prosese pemahaman yang sangat mendalam. Melalui proses tersebut, pecipta lagu berusaha mencurahkan semua inspirasi yang ada di dalam benaknya. Inspirasi tersebut bisa berupa pengalaman pribadi pengarang di masa lampau maupun pengalamn orang lain. Dari inspirasiinspirasi yang sudah muncul, maka terciptalah sebuah teks lagu yang berisikan ungkapan perasaan, seperti marah, benci, cinta, sedih, dendam, dan sebagainya. Penyair mempunyai maksud tertentu ketika menyusun baris dan bait-baitnya 95
sedemikian rupa, demikian pula dengan pemakaian kata, lambang, kiasan, dan sebagainya. Semua yang ditampilkan penyair mempunyai makna, karena kata-kata yang dipakai oleh penyair merupakan kata-kata pilihan yang maknanya sudah dipadatkan. Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu dalam menyajikan pertunjukan musik menggunakan teks nyanyian yang sudah ada yang dikemas dalam bentuk buku lagu-lagu Melayu maupun non Melayu. Para penyanyi/biduan Grup Musik AlAulia Rentak Melayu pada umumnya sudah hafal dengan lagu-lagu khususnya lagu-lagu Melayu yang sudah terkenal/top sehingga penggunaan teks nyanyian ini hanya
kadang-kadang
digunakan.
Adapun
penggunaannya
lebih
sering
diperuntukkan bagi penonton atau orang-orang yang ingin mengumandangkan lagu saat yang diiringi oleh personil grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu.
4.11 Penonton Penonton merupakan bagian dari pertunjukan musik karena sebuah acara pertun jukan musik tidak akan meriah jika tak ada penonton. Pertunjukan musik yang ditampilkan oleh grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu dalam konteks hiburan biasanya diselenggarakan untuk mengisi berbagai acara-acara atau hajatan seperti pernikahan, khitanan, mengayunkan anak dan sebagainya. Dengan demikian adapun yang menjadi penontonya adalah para undangan yang datang ke acara/hajatan yang dihibur oleh grup ini maupun masyarakat sekitarnya yang turut menonton pertunjukan musik yang disajikan oleh Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu dalam suatu acara/hajatan.
96
4.12 Mencatat Produksi Pertunjukan Produksi pertunjukan dapat diartikan suatu proses pengubahan sumber daya atau faktor-faktor produksi agar dapat berjalan secara efektif dan efisien. Proses produksi pertunjukan musik digerakan oleh manajemen. Mencatat produksi pertunjukan adalah merupakan bagian penting dalam melakukan terhadap adalah kegiatan pertunjuknan musik yang dilakukan oleh manajer grup musik Al-Aulia Rentak Melayu dalam mengupayakan agar kegiatankegiatan yang dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah ditentukan. Adanya pengawasan ini dimaksudkan untuk mengetahui hambatan-hambatan, kesalahankesalahan dan kegagalan sehingga dapat segera dicari pemecahannya. Pengawasan produksi yang dilakukan oleh manajer grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu yaitu dengan melihat secara langsung dari proses latihan para personel sampai dengan pementasan dan bagaimana persiapan para personel dari segi fisik maupun mental, kematangan materi lagu yang akan dibawakan grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu.
Pengawasan sound dan alat-alat yang digunakan saat pementasan
dilakukan oleh kru, pada saat menjalankan check sound dan pada saat pementasan berlangsung, sampai dengan pementasan tersebut selesai, dan seorang manajer juga mengontrol kinerja kru. Kondisi properti atau alat musik yang digunakan saat pementasan juga diawasi oleh manajer. Kemudian dijadikan sebagai bahan untuk dibahas pada briefing selanjutnya, apakah ada masalah atau tidak, sehingga berjalan lancar dan menjadi lebih baik. Dengan adanya penerapan manajemen melalui kegiatan 97
pencatatan produksi dengan tahapan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan yang baik tersebut menjadikan salah satu faktor yang membuat grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu.
4.13 Tanda-tanda Pertunjukan yang Tak Teruraikan Keberhasilan pentas atau pergelaran musik akan tercapai apabila dapat memuaskan penonton. Jenis lagu-lagu yang disajikan, baik yang berupa nyanyian atau instrumentalia harus enak didengar, komunikatif, dapat menggetarkan rasa, sehingga penonton dapat ikut terhanyut di dalamnya. Selain itu, nada-nada yang digunakan harus sesuai dan serasi atau selaras dengan komponen musik yang ada. Perlu memerhatikan unsur melodi yang meliputi tangga nada, interval,abreviatura, ornamentasi atau hiasan nada, unsur irama (sukat atau birama), dan unsur harmoni. Dari hasil pengamatan penulis langsung selama mengikuti kegiatan pertunjukan musik Melayu yang diselenggarakan oleh grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu, ternyata tanda-tanda pertunjukan yang tidak teruraikan ternyata tidak ditemui. Pertunjukan musik oleh grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu terbukti sangat memuaskan para penonton karena lagu karena lagu dan nada-nada yang digunakan serasi atau selaras dengan komponen musik yang ada dan komunikasi antar penyanyi dan pemusik terjalin dengan baik dan akrab selama berlangsung bertunjukan.
4.14 Masalah-masalah Khusus Pertunjukan Dalam setiap pertunjukan musik tidak terlepas dari timbulnya masalahmasalah khusus yang menjadi kendala selama berlangsung kegiatan pertunjukan 98
mulai dari tahap persiapan hingga proses pementasan. Dalam pertunjukan musik yang dilakukan oleh grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu masalah-masalah khusus hampir tidak ditemui.
4.15 Genre Musik yang Disajikan Pertunjukan musik oleh grup Al-Aulia Rentak Melayu dalam konteks hiburan selain menampilkan menampilkan genre (jenis) musik Melayu dan irama Arabian, juga menampilkan berbagai genre musik lainnya seperti dangdut, pop nostalgia dan populer, genre musik etnik lainnya seperti Tapsel, Ranah Minang, Jawa dan Batak, serta lagu manca negara misalnya lagu Barat, China dan Jepang tergantung permintaan dari si empunya hajatan.
4.16 Minat Masyarakat Medan Terhadap Musik Melayu Musik melayu Indonesia adalah musik tradisional yang khas di daerah Pantai Timur Sumatra dan Semenanjung Malaya. Biasanya musik melayu Indonesia di dominasi oleh permainan rebana, petikan gambus, pukulan gong, accordion, serta alunan serunai dengan membawakan lagu-lagu kasidah ataupun melayu seperti zapin, cindai, berbudi dan lainnya yang pada umumnya berisi nasehat. Musik Melayu di Indonesia termasuk di Kota Medan lahir pada tahun 1950an, dan menjadi primadona masyarakat pada saat itu hingga tahun 1980-an, sebelum maraknya musik barat yang berkembang seperti sekarang ini yang mulai berkembang pesat dari awal 1990-an hingga sekarang ini. Tetapi seiring perkembangan zaman, kini musik-musik Melayu telah banyak ditampilkan dengan perpaduan instrumen modern seperti keyboard, yang 99
terbentuk dalam grup musik Melayu yang biasanya dimainkan dengan 1 pemain keyboard, 1 pemain biola/akordion, dan dua orang vokal. Kolaborasi ini dilakukan untuk tetap mempertahankan unsur kekhasanya dari musik melayu tersebut, dan ternyata ini membawa sedikit dampak positif terhadap semakin tingginya minat masyarakat di Kota Medan terhadap musik Melayu. Hal ini sejalan dengan munculnya grup-grup musik Melayu, salah satunya grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu. Dalam setiap menyajikan pertunjukan musiknya, Al-Aulia Rentak Melayu mengkolaborasikan permainan musik Melayu dengan sentuhan modern dengan menambahan keyboard sebagai salah satu instrumennya agar terkesan menarik, modern, dan tidak di anggap kampungan. Upaya ini ternyata cukup berhasil dalam menarik minat masyarakat Medan dan sekitarnya terhadap pertunjukan musik Melayu. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya minat dan keinginan masyarakat Medan untuk menggunakan jasa grup ini antara lain dalam acara-acara pernikahan, khitanan, mengayunkan anak, dan lain sebagainya.
4.17 Contoh Struktur Lagu Lancang Kuning yang Dipertunjukan Berikut adalah salah satu contoh lagu zapin yang berjudul Lancang Kuning yang didendangkan oleh Rabiatul Adawiyah S.PdI, di salah satu pesta pernikahan di Sunggal Kota Medan. Lagu zapin Lancang Kuning ini, menggunakan rentak zapin yang dihasilkan terutama dari bunyi alat musik gendang ronggeng dan keyboard, ditambah gesekan biola dan melodi akordion. Pada bagian ini dideskripsikan struktur teks dan melodi, sebagai bahan kajian khas disiplin etnomusikologi. 100
Menurut Mohd Anis Md Nor (1995) zapin atau gambus adalah salah satu genre seni yang dikenal sebagai seni berunsurkan ajaran Islam. Zapin ini berasal dari daerah Yaman di Semenanjung Arab, yang fungsi utamanya adalah untuk hiburan di majlis perkahwinan (walimatul arsy). Zapin itu sendiri mengandung makna sebagai musik dan tari. Masyarakat Melayu mengembangkan zapin ini dalam kaedah estetika budaya Melayu. Antaranya yang sangat termasyhur sampai 101
ke Sumatera Utara adalah zapin Lancang Kuning yang
berasal dari kawasan
Melayu Riau. Struktur dalam lagu Lancang Kuning ini adalah menggunakan meter empat dalam tanda birama 4/4, rentaknya zapin, yang pukulan dasarnya terdiri dari not tiga perdelapan ditambah up beat
not seperempat dua kali, seperdelapan dan
seperempat. Dalam konteks pertunjukan, zapin ini menggunakan taqsim (yaitu melodi pembuka), bahagian isi, dan bahagian penutup. Pada bahagian isi, biasa pula digunakan pukulan kuat (senting)1, kemudian kembali lagi ke pukulan dengan dinamik biasa. Tangga nada yang digunakan oleh lagu Lancang Kuning ini sangat unik di mana di dalamnya terkandung tangga nada mayor. Dalam notasi ini, tangga nada tersebut adalah D Mayor, dengan susnan sebagai berikut.
D - E - Fis - G 200 200
- A - B -
100 200
Cis - D’
200 200
1
100
cent
Di beberapa tempat di kawasan budaya Melayu, digunakan istilah yang maknanya sama dengan senting, yaitu kopak. Istilah kopak digunakan di Semenanjung Malaysia. Makna musikalnya adalah setelah memainkan rentak zapin dalam dinamik lirih, maka di bahagian tertentu komposisi musik, pukulan dikuatkan, untuk menambah suasana riang, gembira, dan bahagia. Dalam sistem musik Barat, pukulan atau nyanyian yang dikuatkan ini biasa disebut dengan forte (kuat) dengan variannya fortissimo (sangat kuat) dan fortisissimo (amat sangat kuat). Secara akustik, kuat dan lemahnya pertunjukan musik ini disebut dengan dinamik, yang biasanya diukur dengan dalam satuan desibel (dB) dalam ilmu fisika.
102
Aspek tangga nada lagu ini memang sangat unik, dan ini membuktikan bahwa orang Melayu, khususnya pencipta lagu ini dahulu kala telah memperhatikan aspek akulturasi dan kreativitas, mengolah berbagai tangga nada dunia dalam jatidiri Melayu yang jelas. Wilayah nada lagu Lancang Kuning ini adalah nada terbawah adalah Cis Tengah, dan nada teratasnya adalah E. Dengan demikian dalam hitungan lasa, maka wilayah nada lagu Lancang Kuning adalah sebesar 8 laras atau 1600 cent. Wilayah nada tersebut dapat digambarkan dalam notasi berikut.
Cis
-
E’
8 laras 1600 cent Kemudian nada dasar lagu Lancang Kuning ini, berdasarkan kebiasaan mendengarkan lagu-lagu Melayu adalah nada C.
103
Nada-nada yang digunakan dalam lagu ini adalah nada-nada anggota dalam tangga nada D Mayor, yaitu nada D-E-Fis-G-A-B-Cis-D’. Nada-nada itu adalah sebagai berikut.
D
- E
- Fis - G - A - B - Cis - D’
Interval yang digunakan adalah: (a) sekunde minor, (b) sekunde mayor, (c) ters minor, (d) ters mayor, dan (e) prima murni. Dengan demikian lagu Lancang Kuning ini mengutamakan progresi melangkah ketimbang melompat, apalagi lompatan yang relatif jauh. Bentuk atau formula lagu lancang Kuning ini adalah ternari, yang dimulai dari bentuk A diulang kembali A, kemudian B dan diulang ke B’ dan kemudian diselesaikan dengan C dan C’. Bentuk lagu lancang Kuning ini adalah sebagai berikut.
104
Selanjutnya struktur teks lagu Lancang Kuning ini adalah sebagai berikut.
Lancang Kuning Lancang kuning lancang kuning belayar malam belayar malam Lancang kuning lancang kuning belayar malam belayar malam Haluan menuju haluan menuju ke laut dalam
105
Haluan menuju haluan menuju ke laut dalam Lancang kuning belayar malam Lancang kuning belayar malam Lancang kuning lancang kuning menentang badai hai menentang badai Lancang kuning lancang kuning menentang badai hai menentang badai Tali kemudi tali kemudi berpilin tiga Tali kemudi tali kemudi berpilin tiga Lancang kuning belayar malam Lancang kuning belayar malam Kalau nakhoda kalau nakhoda kuranglah faham hai kuranglah faham Kalau nakhoda kalau nakhoda kuranglah faham hai kuranglah faham Alamatlah kapal alamatlah kapal akan tenggelam Alamatlah kapal alamatlah kapal akan tenggelam Lancang kuning belayar malam Lancang kuning belayar malam
Dalam strukturnya, teks lagu Lancang Kuning ini juga mengandung lambang dalam konteks budaya Melayu. Lancang kuning itu adalah lambang orang Melayu dan kebudayaannya dalam mengharungi dunia ini, termasuk zaman globalisasi budaya sekarang, yang dilambangkan dengan lautan luas.
106
Pada bait pertama dengan teks sebagai berikut: Lancang kuning lancang kuning brlayar malam belayar malam; Haluan menuju haluan menuju ke laut dalam; Lancang kuning belayar malam.
Teks ini mencoba menyampaikan
pesan bahwa lancang kuning (perahu tradisional yang berwarna kuning, sebagai simbol kebudayaan Melayu) sedang berlayar malam, yang itu lebih berbahaya ketimbang berlayar siang hari, malam gelap, perlu suluh, lampu atau penerangan yang cukup agar bisa belayar malam. Sementara haluannya pun menuju laut dalam bukan laut tepi, sehingga perlu berhati-hati seluruh anak kapalnya, terutama nakhoda. Teks ini melambangkan kebudayaan Melayu yang dihimpit oleh berbagai tekanan budaya asing. Bait kedua menggambarkan lebih jauh tekanan kebudayaan asing kepada budaya Melayu melalui teks sebagai berikut ini. Lancang kuning lancang kuning menentang badai hai menentang badai; Tali kemudi tali kemudi berpilin tiga; Lancang kuning belayar malam. Dalam pelayaran, lancang kuning menghadapi badai lautan, yang perlu diatasi dengan perjuangan seluruh anak buah kapal. Keadaan ini menggambarkan sekian besarnya tantangan yang dihadapi masyarakat dan kebudayaan Melayu dalam merentas dan menjalani hidup di dunia ini. Namun pada ayat berikutnya disebutkan bahwa tali kemudi berpilin tiga, artinya untuk menghadapi tantangan budaya ini masyarakat Melayu sudah bersiap-siap dengan pilinan tali kemudi berjumlah tiga. Maknanya dalam menghadapi tantangan peradaban, masyarakat Melayu sudah menyiapkan unsur ulama, pemerintah, dan rakyat yang bekerja bersama-sama. Bait ketiga lagu ini mengingatkan pentingnya kewaspadaan dan keberpihakan pihak penguasa (pemerintah) kepada rakyat yang dipimpinnya, 107
dengan berdasarkan kepada ilmu yang diturunkan oleh generasi pendahulu orang-orang Melayu. Dalam hal ini nakhoda harus faham akan ilmu kelautan, ke arah mana yang hendak dituju, bagaimana menghadapi gelombang. Dalam arti lain, pemimpin Melayu harus faham dengan sistem pendidikan Melayu yang tercakup dalam adat Melayu, seperti yang dikonsepkan dalam adat bersendikan syarak dan syarak bersendikan kitabullah. Dengan mengikuti ajaran ini, insya Allah pimpinan dan rakyat Melayu akan selamat menghadapi gelombang zaman, seperti yang tercermin dalam teks berikut: Kalau nakhoda kalau nakhoda kuranglah faham hai kuranglah faham; Alamatlah kapal alamatlah kapal akan tenggelam; Lancang kuning belayar malam. Dalam kebudayaan Melayu di Sumatera Utara, untuk memohon kepada Allah agar ssebuah kampung terhindar dari musibah dan malapetaka, maka masyarakat Melayu hingga kini mengadakan upacara yang disebut melepas lancang. Upacara ini dilakukan pada masa-masa ketika sebuah desa mengalami musibah, seperti beberapa warganya hilang di laut, banjir besar, wabah penyakit dan sebagainya. Jadi lancang (perahu) mempunyai makna dan lambang tersendiri dalam kebudayaan Melayu di Sumatera Utara. Demikian makna teks lagu Lancang Kuning yang selalu disajikan Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu ini, baik di Kota Medan ataupun di berbagai tempat di kawasan kebudayaan Melayu pada umumnya.
108
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Setelah diuraikan secara rinci dari Bab I sampai Bab IV, maka pada Bab V ini, penulis menarik kesimpulan, yangtujuan utamanya adalah menjawab secara umum pokok permasalahan yang telah ditetapkan pada bab pendahuluan. Adapun pokok masalah itu adalah bagaimana pertunjukan musik grup Al-Aulia Rentak Melayu, dengan pendekatan teori semiotika pertunjukan. 1. Diskusi umum tentang pertunjukan musik yang diperankan oleh Al=-Aulia Rentak Melayu, secarta umum mer45eka mempertunjukkan musik-musik Melayu dengan disertai genre musik lain baik musik etnik Sumatera Utara, musik Asia (Jepang, India), dan juga musik yang mengekspresikan kebudayaan Islam yang disebut irama Padang Pasir. 2. Skenografi pertunjukan adalah mengikuti pola-pola umum pertunjukan dalam musik tradisi Melayu namun disesuaikan dengan perkembangan masa dan situasi acara atau upacara. 3. Tata cahaya biasanya dilakukan di ruangan pertunjukan tertentu misalnya hotel, atau juga panggung pada malam hari, dalam hal ini kelompok Al-Aulia Rentak Melayu bekerjasama dengan bahagian tata cahaya. 4. Properti panggung ditentukan menurut tema atau keindahan yang diinginkan, dalam hal ini bekerjasama dengan penata dekorasi. 5. Kostum Al-Aulia Rentak Melayu secara umum menggunakan kostum tradisi Melayu yang disesuaiakan untuk keperluan pertunjukan, dan ditambah dengan
109
kostum bergaya pakaian Arab, untuk menguatkan suasana pertunjukan musik Arab (Islam). 6. Pertunjukan mengikuti pola-pola pertunjukan musik tradisi Melayu. 7. Fungsi musik dan efek suara sebagai pertunjukan musik tentu saja menguatkan suasana, tema, dan komunikasi dengan para penonton. 8. Tahapan pertunjukan, dimulai dari tahap pembuka (basamalah lagu), isi berupa lagu-lagu pasangan dan juga permintaan dari pengunjung, serta bahagian penutup pertunjukan. 9. Pertunjukan musik oleh Al-Aulia Rentak Melayu memiliki cerita lagu demi lagu dengan temanya masing-masing. 10. Teks dalam pertunjukan adalah sesuai dengan lagu yang dibawakan, ada yang mengacu kepada pantun, ada pula yang mengacu kepada tema agama, tema alam, nasihat, dan lainnya, yang dapat ditafsir dari lagu-lagu yang dibawakan. 11. Penonton di kota Medan umumnya adalah masyarakat yang multikultural, selain etnik Melayu juga etnik-etnik lain. 12. Produksi pertunjukan oleh Al-Aulia Rentak Melayu adalah disesuaikan dengan permintaan dari tuan rumah, dengan juga mempertimbangkan situasi pertunjukan, artinya berkembang di pentas dan lapangan pertunjukan. 13. Umumnya pertunjukan Al-Aulia Rentak Melayu dapat diuraikan baik oleh para penonton apalagi oleh para pengamat. 14. Sejauh pengalaman penulis, tidak ditemukan masalah-masalah khusus dalam pertunjukan musik oleh Al-Aulia Rentak Melayu.
110
Dalam realitasnya, grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu adalah satu grup musik Melayu di kota Medan yang cukup terkenal dan banyak masyarakat Kota Medan menggunakan jasa grup ini khususnya dalam acara atau hajatan pernikahan, khitanan, mengayunkan anak. Disamping itu grup ini juga kerap diundang oleh lembaga/instansi pemerintah untuk memberikan jasa hiburan bahkan diundangkan untuk mengisi acara di beberapa stasiun televisi seperti TVRI, TV-One, Net TV, dan DAAI TV. Eksistensi grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu khususnya di Medan karena masyarakat sangat terhibur dan puas dengan hiburan karena mengkolaborasikan permainan musik Melayu dengan sentuhan modern dengan menambahan keyboard sebagai salah satu instrumennya agar terkesan menarik, modern sesuai selera masyarakat saat ini. Hal ini juga didukung oleh kepiwaian pimpinan dan personil dalam menyajikan pertunjukan musik yang dengan jenis lagu serta nada dan iringan musik yang ditata dengan serasi dan harmonis.
5.2 Saran Sebagai grup musik Melayu yang cukup terkenal dan diminati oleh masyarakat khususnya di Medan, diharapkan grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu agar selalu dapat mengembangkan dan mempertahankan identitas pertunjukannya, yang berakar dari budaya Melayu, dengan mempertimbangkan pula kebudayaan multi etnik Sumatera Utara. Dengan ciri khas ini, kelompok Al-Aulia Rentak melayu terus akan diminati oleh masyarakat luas. Peran serta grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu hendaknya lebih ditingkatkan terutama untuk lebih meningkatkan minat generasi muda di Medan 111
dan sekiat untuk berpartisipasi dalam melestarikan musik Melayu sebagai warisan budaya yang harus dipertahankan dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan musik saat ini maupun di masa mendatang.
112
DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud. Echols, M dan Hasan Shadily, Kamus Indonesia-Inggris. Jakarta ; Gramedia. Koentjaraningrat, 1991. Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia Murgianto, Sal. 1996. Cakrawala Pertunjukan Budaya Mengkaji Batas dan Arti Pertunjukan, Jakarta : Jurnal MSPI Siswanto, H B. 2005. Pengantar Manajemen. Bandung: Bumi Aksara. Suriasumantri, Yuyun S. 1993. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor dan Leknas Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Soedarsono, R.M. 1999. Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa. Jakarta. Takari, Muhammad. 2005. Komunikasi Dalam Seni Pertunjukan Melayu. Jurnal Etnomusikologi, Vol.1 No.2. Departemen Etnomusikologi FIB Universitas Sumatera Utara. Takari, Muhammad. 2008. Manajemen Seni. Medan : Studia Kultura Fakultas Sastra USU. Takari, Muhammad. 2013. Kesenian Di Sumatera Utara : Beberapa Pemikiran Mengenai Arah Dan Pengembangan Fungsinya. Makalah dalam Kegiatan Gelar Seni Budaya Sumatera Utara 6 sampai 8 November 2013 di Taman Budaya yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara. Departemen Etnomusikologi FIB USU dan Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia. Takari, Muhammad dan Heristina Dewi. 2008. Budaya Musik dan Tari Melayu Sumatera Utara. Medan: USU Pres. Terry, George R. dan Leslie W. Rue, 2000. Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara. alauliarentakmelayu.blogspot.com www.kbbi.web.id http://en.wikipedia.org/wiki/The_arts
113
DAFTAR INFORMAN
114