KAJIAN KELEMBAGAAN HAK ULAYAT LAUT 01 OESA·OESA PESISIR TELUK BINTUNI
Gatot YUlianto12 ABSTRACT Marine communal property right or marine traditional right are marine property right is owned by communal and It is an important aspect for managing marine resources.. This study is aimed to describe and analyzes the components of institution of marine communal property right Result of this study is able to arrange management of marine reusources based on traditional property right by considering performances of economics, social and environmental. The institution of marine traditional right at coastal villages In Bintuni Bay is an organization system and is as a system of control to marine resources that are reffered.by (1) Jurisdiction of boundary that referring a region and a scope of owned authority by local communal and In this cases are established by (a) sense of community based on a familiar relationships and social relationships (b) h9fn0gellity; to exploiting ~arine resources for fullfill their needs together; (2) Property Right that is sourced from traditional laws based on legacy and from concensus among of members of community or other convnunlty. This communal prperty right In this. case is contain of social and economic aspect; (3) Role of representative that referring members of community to take a decision process to manage marine resources. Key word : Marine representative
communal property right, Jurisdiction of boundary, Property Right, Role of
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya kelautan tidak terlepas dari masalah tragedi open access yang menyebabkan deplesi sumberdaya, inefisiensi ekonomi dan permasalahan sosia!. Menumbuhkembangkan prakarsa pengelolaan sumberdaya dan masyarakat (bottom up) tentu bukan hal mudah serta akan membutuhkan biaya yang besar dalam proses perencanaan dan persiapannya. Oi sisi lain, pengabaian terhadap prakarsa dari masyarakat akan menyia-nyiakan kesempatan yang ada, karena pengelolaan sumberdaya untuk mencapai tujuan ekonomi, sosial dan lingkungan tidak mulai bekerja dari 'gugus kosong'. Oalam hal Inl kelembagaan hak ulayat laut yang merupakan prakarsa masyarakat dan sudah berkembang sejak lama dapat menjadi pertimbangan penting bagi kebijakan pengelolaan wilayah pesislr dan laut. Keberadaan hak ulayat laut sampai saat ini masih jarang dipahami dan dibahas dibandingkan dengan hak ulayat atas tanah. Istilah 'ulayat' sendiri berasal dan daerah Minangkabau (Hanaf, Y. 1994), sedangkan di Kalimantan-dinamai 'Panjampeto', yaitu sebagai daerah pengasil makanan atau sebagai lapangan yang berpagar rpawatasan"), di Ambon dinamai patuanan'; di Jawa dinamai 'wewengkon' di Bali dinamai ·prabumian', di Bolang Mongondow dinamai 'tata-buani', di Angkola disebut 'tori uk' di Sulawesi Selatan disebut Limpo; di Buru disebut 'nuru', di Lombok disebut 'paer' di Jambi disebut 'hak batin'. Sementara itu kelembagaan pengelolaan hak ulayat laut yang cukup banyak dibahas antara lain seperti 'sasi' di Maluku, 'maneeh' di Kepulauan Nanusa, 'awig-awig' di Lombok dan Panglima Laot di Aceh.
12
Staf Pengajar Departemen MSP, Fakultas Perikanan dan "mu Kelautan-IPB
82
1.2 Perumusan Masalah Meskipun kelembagan pengelolaan hak ulayat laut sudah cukup banyak dibahas namun uraian komponen penciri kelembagaan menuruttinjauan ekonomi kelembagaan belum banyak dilakukan. Dengan demikian dalam penelitian ini akan mencoba menguraikan komponen penciri kelembagaan hak ulayat laut berdasarkan tinjauan ekonomi kelembagaan, sehingga dampak altematif kelembagaan pada 'situasi' tertentu (sebagai sumber interdependensi). yang sarna atau berbeda akan menghasilkan performa yang sarna atau berbeda. Pertanyaan yang perlu dijawab dalam penelitian ini adalah apa saja komponen kelembagaan hak ulayat laut menurut tinjauan ekonomi kelembagaan?
II. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan dan menganalisis kelembagaan hak. ulayat laut berdasarkan unsur-unsur atau komponen pencili kelembagaan. Kegunaan penelitian adalah sebagai bahan kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya laut berbasis hak kepemilikan komunal dengan memperhatikan 'situasi' sebagai sumber interdependensi serta performa ekonomi, sosial dan lingkungan yang dihasilkan.
III. TINJAUAN PUSTAKA Terdapat dua jenis pengertiail kelembagaan, yaitu kelembagaan sebagai aturan main (roles of the games) dan kelembagaan sebagai organisasi {Schmid, 1972; Hayami dan Kikuchi, 1981; Bromley, 1982; Pakpahan, 1989; Winardi, 1989; Bardhan; 1991}. Suatu kelembagaan menurut Shaffer dan Schmid yang diacu dalam Pakapahan {1990} dapat dilihat dali tiga hal utama, yaitu (a). Batas kewenangan {b}. Hak dan Kewajiban (property right) dan (c) Aturan representasi. Menurut Hanaf, Y. {1994}, hak ulayat adalah hak menguasai (beschikkingsrecht) dari masyarakat hukum adat atas tanah, air, sungai-sungai, pantai-pantai, tumbuhantumbuhan liar (pohon-pohon kayu) , satwa~satwa liar di dalam lingkungan wilayah (beshikkingkring) guna kepentingan masyarakat hukum sendiri dan anggota·anggotanya serta juga bagi orang luar yang membayar uang pemasukan (ret/ibusi). Dengan demikian, maka hak ulayat dan hak-hak masyarakat hukum adat merupakan bagian dari hukum adat radatrechr}, yang elemen atau unsur-unsumya terdiri dari : a. Ada sekelompoklpersekutuan {masyarakat} hukum adat yang mendiami daerah tertentu. b. Masyarakat hukum tersebut membuat dan menciptakan serangkaian peraturanperaturan yang menjadi pedoman bagi setiap anggota persekutuan atau masyarakat. c. Masyarakat hukum adat tersebut berhak menguasai atas tanah, air dengan segala macam isinya. Hak tersebut merupakan hak tertinggi di dalam masyarakat hukum adat dan tidak dapat dipecah-pecahkan atau dipindahtangankan. d. Wilayah penguasaan {beshikkingkring} pada umumnya hanya satu lingkungan, tetapi dapat juga meliputi dua Iillgkungan (dubbele beshikkingkring). e. Obyek yang dikuasai adalah tanah, air, sungai-sungai, pantai, tumbuh-tumbuhan liar (pohon-pohon kayu) dan satwa-satwa liar. , f. Obyek tersebut untuk keperluan masyarakat hukum dan anggota-anggotanya serta untuk keperluan orang luar yang pemanfaatannya terbatas dengan membayar uang pemasukan (retribusi atau recognitie).
83
IV. METODE PENELITIAN
,
Penelitian ini merupakan studi kasus yang. ingin memberikan gambaran tentang hak ulayat laut di Kampung-Kampung (sebutan untuk Desa-Desa) di Teluk Bintuni. Penelitian dilakukan 20 - 30 Juni 2007 dengan pnentuan lokasi studi dilakukan secara purposive meliputi (1). Wilayah Utara Teluk Bintuni dengan kampung yang dipilih adalah: Weriagar, Mogotira, dan Taroy, Distrik/Kecamatan Aranday, Kabupaten Teluk Bintuni dan (2). Wilayah Selatan Teluk Bintuni dengan kampung yang dipilih adalah otoweri, Distrik/Kecamatan Kokas, Kabupaten Fak-Fak Sumber data terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan lapangan, wawancara dengan responden yang dipilih secara purposive dan diskusi mendalam dengan tokoh-tokoh masyarakat, seperti Kepala Kampung, Staf Pemerintahan Kampung, Tokoh Agama, Tokoh Adat (Kepala Marga dan Kepala Sukul. Wawancara dilakukan berdasarkan panduan kuesioner. Pengumpulan data sekunder dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi berupa hasil-hasil penelitian, bahan pustaka, dan bahan lain yang relevan dari dinasJInstansi terkait. Analisis data dilakukan secara deskriptif dandari. hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum Wllayah Studi 5.1.1 Kampung Taroy Kampung Taroy, Distrik Aranday, Kabupaten Teluk Bintuni berada di tepi pesisir pantai dan terletak di sebelah utara Teluk Bintuni. Struktur tanah. didominasi gam but dengan kondisi tanahnya berawa dan aimya berwama kecoklatan. Sebagian wilayah kampung dipengaruhi pasang surut air laut. Pada tahun 2005, di KampungTaroy terdapat jumlah keluarga sebanyak 93 KK, jumlah rumah sebanyak 38 unit dan penduduk sebanyak 423 jiwa yang terdiri atas 233 jiwa penduduk laki-Iaki dan 190 jiwa penduduk perempuan. Dalam satu unit rumah dihuni oleh 2~ KK dan dalam mengurus rumah tangga, biasanya menggunakan satu tungku, sehingga dapat dikatakan sebagai 'keluarga besarJluas'. Penduduk Taroy termasuk Suku Kembaran yang merupakan bagian dari Suku Sebyar dan terdapat em pat marga (tam, klen) , yaitu Bauw (berarti bumi; merupakan marga tertua), Nabi (berarti langit), Solowat (berarti pengikat), dan Urbun (berarti tongkat pengikat antara bumi dan langit), sedangkan marga pendatang diantaranya Kutanggas, Boduri, dan Kosepa. agama yang dianut adalah Islam. Mata pencaharian penduduk sebagian besar merupakan nelayan jaring udang yang hasilnya unfuk dijual(komersial), sedangkan hasil tangkapan dengan jaring ikan, tombak, psncing, mencari kerang-kerangan umumnya untuk memenuhi kebutuhan sendiri (subsisten).
5.1.2 Kampung Weriagar dan Kampung Mogotlra Kampung Weriagar dan Kampung Mogotira, Distrik Aranday, Kabupaten Teluk Bintuni pada dasamya berada dalam satu lokasi yang berada di tepi pesisir pantai dan terletak di sebelah utara Teluk Bintun. Penduduk Kampung Weriagar dan Kampung Mogotira termasuk Suku Kembaran yang merupakan bagian dari Suku Sebyar dan terdapat delapan marga,yaitu Patiran, Bauw, Frabun, Kutanggas, Sorowat, Braweri, Hindom dan Gegetu dan disamping itu terdapat beberapa suku yang sudah tingal selama beberapa tahun, antara lain Bugis, Bone, Ambon, Seram, Inanwatan, Buton, Temate dan Irarutu.
84
Pada tahun 2004, Kampung Weriagar mempunyai jumlah keluarga sebanyak·122 KK dan jumlah penduduk sebanyak 631 jiwa, sedangkan di Kampung Mogotira terdapat 112 KK dengan jumlah penduduk 517 jiwa yang terdiri atas 251 jiwa penduduk laki-Iaki dan 256 jiwa penduduk perempuan. Agama yang dianut sebagian besar penduduk adalah Islam dan Katolik dan sebagian keeil Protestan. Meskipun terdapat beragam agama, kerukunan antar umat beragama sangat te~aga dan mempunyai toleransi tinggi, misalnya terlihat adanya anggota masyarakat beragama Islam menjadi anggota perayaan natal dan sebaliknya terdapat pemeluk agama Kristen menjadi membantu persiapan Halal Bi Halal Idhul Fitri. Kerukunan yang te~aga ini disebabkan pemeluk masing-masing agama banyak yang berasal dari satu marga (Fam) dan Satu Suku. Mata pencaharian penduduk sebagian besar merupakan nelayan jaring udang yang hasil nya untuk dijual (komersial), sedangkan hasil tangkapan dengan jaring ikan, tombak, pancing, menangkap kepiting, mencari kerang-kerangan umumnya untuk memenuhi kebutuhan sendiri (subsisten). 5.1.3. Kampung Otoweri . Kampung Otoweri, Oistrik Kokas, Kabupaten Fak-Fak berada di tepi pesisir pantai dan terletak di sebelah selatan Teluk Bintuni. Pada tahun 2005, di Kampung otoweri terdapat jumlah keluarga sebanyak 43 KK, jumlah penduduk sebanyak 423 jiwa yang terdiri atas 95 jiwa penduduk laki-/aki dan 80 jiwa penduduk perempuan. Penduduk Kampung Otoweri merupakan bagian dari Suku Sebyar dengan 4 marga asli, yaitu Kabes, Bauw, Manibui, dan Kutanggas, sedangkan marga pendatang diantaranya Nawarisa, Patiran, Urbun, Solawat, Nunaki, dan Furai yang umumnya masuk disebabkan karena proses perkawinan. Agama yang dianut adalah Islam. Mata pencaharian penduduk sebagian besar merupakan nelayan jaring udang yang hasil nya untuk dijual (komersial), sedangkan hasil tangkapan dengan jaring ikan, tombak, pancing, menangkap kepitingumumnya untuk memenuhi kebutuhan sendiri (subsisten). 5.2 Kelembagaan Hak Ulayat Laut 5.2.1 Unsur-Unsur Hak Ulayat Laut Mengikuti pendekatan Hanaf, Y. (1994), pada Tabel1 dapat diuraikan unsur-unsur hak ulayat dan dari tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa di Oesa-Oesa Pesisir Teluk Bintuni terdapat hak ulayat laut. Tabel1. Unsur-unsur Hak Ulayat Laut di Oesa-Oesa Teluk Bintuni, Kabupaten Teluk Bintuni No 1.
Unsur-Unsur Hak Ulayat *) Ada sekelompok/ persekutuan (masyarakat) hukum adat yang mendiami daerah tertentu.
Fakta Ada sekelompok masyarakat berdasarkan sistem marga (fam) dan suku dan mempunyai wilayah sebagai pemukiman dan tempat nafkah.
Keterangan Memenuhi
2.
Masyarakat hukum tersebut membuat dan menciptakan serangkaian peraturanperaturan yang menjadi pedoman bagi setiap anggota persekutuan atau masyarakat.
Meskipun tidak tertulis, terdapat peraturan mengenai ijin memanfaatkan sumberdaya laut bagi orang lain serta adanya larangan menjual hak ulayat marga tanpa ijin dari Kepala Marga.
Memenuhi
,
85
No
3.
4
5.
Unsur-Unsur Hak Ulayat *) Masyarakat hukum adat te..sebut berhak menguasai atas tanah, air dengan segala macam isinya. Obyek yang dikuasai adalah tanah, air, sungai-sungai, pantai, tumbuh-tumbuhan liar (pohon-pohon kayu) dan satwa-satwa liar. Obyek tersebut untuk keper1uan masyarakat hukum dan anggotaanggotanya serta untuk kepreluan orang luar yang pemanfaatannya terbatas dengan membayar uang pernasukan (retribusi atau recognitie).
Fakta Masyarakat menguasi wilayah perairan berdasarkan batas-batas alamiah (tumbuhan, arus, tanjung)
Keterangan Memenuhi
Disamping wilayah yang dikuasai, juga adanya penguasaan atas sumberdaya alam.
Memenuhi
Masyarakat mempunyai tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap sumberdaya baik untuk kebutuhan sendiri (subsisten maupun komersial. Orang luar yang memanfaatkan sumberdaya ikan! udang harus membayar sejulah uang pemasukan. Misalnya pendagang pengumpul udang harus membayar 'uang ketok pintu' satu kali selama masa usaha dan setiap bulan membayar Rp 1000 per kg udang untuk pemerintahan desa dan Rp 1000 per kg untuk marga. Keterangan : Unsur-unsur hak ulayat menurvt Hanaf, Y. (1994),
.
Memenuhi
5.2.2 Analisis Kelembagaan Hak Ulayat Laut a. Batas Jurisdiksl Batas jurisdiksi menunjukan 'siapa' dan 'apa' yang tercakup dalam suatu masyarakat, dan juga dapat berarti wilayah kekuasaan atau batas otoritas yang dimiliki. Masyarakat di desa-desa pesisir di Teluk Bintuni mempunyai batas jurisdiksi hak ulayat laut yang llatas-batasnya dicirikan secara horizontal dengan adanya tanda-tanda alam, seperti tanjung, sungai dan pohon besar, sedangkan secara vertikal ke arah laut ditandai dengan adanya 'batas' pertemuan antara air yang masih terpengaruh sitat fisika-kimiabiologi air daratan/sungai (biasanya kondisi air keruh, payau dan masyarakat biasa menyebutnya dengan 'air sagu') dengan air laut (kondisi air jemih). Masyatakat biasa menyebut batas pertemuan air tersebut dengan 'mata arus'. Batas jurisdiksi atas hak ulayat laut ditentukan oleh 2 hal : 1. Sense of community Masyarakat sesungguhnya merupakan satu kelompok yang memiliki hubungan satu sarna lain. Perasaan sebagai satu masyarakat menentukan 'anggota yang masuk dalam kelompok dan orang lain di luar kelompok' yang selanjutnya akan menentukan kadar keeratan sosial dan jarak sosial (social distance). Hal ini penting, karena jarak sosial akan menentukan kadar komitmen anggota masyarakat. Perasaan sebagai satu masyarakat di desa-desa pesisir terkait dengan sistem kekerabatan yang terinduk dalam satu suku, yaitu Suku Sebyar. Meskipun secara fisik dipisahkan oleh laut (feluk Bintuni), hutan-hutan dan sungai-sungai, namun secara sosial terikat dalam satu hubungan kekerabatan (suku). Suku Sebyar berarti suku yang menyebar yang terdiri dari Sub Suku Dambad dan Sub Suku Kembaran serta memiliki 26 margalklenlfam yang masing-masing klen mempunyai hak ulayat. Disamping itu, terdapat hak ulayat yang dapat digunakan secara bersama, seperti halnya hak ulayat laut.
86
Dalam menghadapi pihak luar (ousiders) yang memanfaatkan hak ulayat /aut tanpa ijin terlebih dahulu ataupun adanya pe~anJian dalam memberikan konpen~asi atas penggunaan hak ulayat, maka masyarakat akan bereaksi. Sebagai contoh akibat masalah konpensasi yang belum terselesaikan masyarakat Kampung Weriagar dan Mogotira te/ah menetapkan 'palang pintu' terhadap Perusahan BP, yang berarti masyarakat telah melarang segala aktivitas BP di Kampung tersebut. 2. Homogenltas Hak ulayat laut memiliki sumberdaya laut (khususnya ikan, udang dan kerangkerangan) yang dimanfaatkan secara kolektif yang akibatnya berimplikasi pada batas jurisdiksi. Homogenitas atas pemanfaatan sumberdaya· untuk kebutuhan secara bersama dengan teknologi yang relatif seragam merupakan preferensi masyarakat, sehingga keputusanyang diambil dalam menentukan batas jurisdiksi hak ·ul~yat laut adalah kemampuan nelayan dalam mencapai fishing ground dengan menggunakan teknologi yang sederhana (tradisional). Perahu yang digunakan nelayan sebagian besar berbentuk perahu dayung atau kole-kole (tanpa semang, semang 1 ataupun semang 2) dengan ukuran panjang antara 3-5 meter, lebar O,~,9 m dan tinggi/dalam antara O,4-{),8 m. Dalam melakukan operasi penangkapan ikanludang, perahu hanya digerakan dengan dayung ataupun dengantenaga pengerak 'ketinting' berkekuatan 5,5 PK, sehingga areal penangkapan relatif terbatas. Dengan demikian, masyarakat mempunyai preferensi yang sama atas keberadaan sumberdaya laut untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga aktivitas penangkapan ikan/udang dengan teknologi maju yang berasal dari luar dan mengancam eksistensi ne/ayan komunal, akan mengalami resistensi. Masyarakat akat memutuskan secara bersama dan melalui mekanisme musyawarah mengenai tindakan-tindakan apa yang akan dilakukan. b. Property Right Konsep property right sesungguhnya mengandung makna sosial, yang juga muncul dari konsep hak (rights) dan kewajiban(obligations) yang diatur oleh hukum, adat istiadat, maupun konsensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat dalam hal kepentingannya terhadap sumberdaya. Kepemilikan atas sumberdaya akan menjadi bermakna bila ada pengakuan dan pengesahan dari masyarakat. Sistem pemilikan atas tanah, laut, sungai, sagu, hutan kayu berdasarkan sistem komunal (communal property righf), yaitu hak milik klen. Hak milik tersebut dapat menjadi hak pakai bagi siapa saja da/am Suku atau Suku lain dengan terlebih dahulu minta ijin kepada klen pemiliknya. Pemilikan atas wilayah dan sumberdaya biasanya berdasarkan tempat tinggal nenek moyang klen, sehingga Kepala Klen sangat penting dalam menentukan hak ulayat klen berdasarkan cerita atau sejarah asal-usul klen tersebut. Tentu saja, klen yang lain akan mengakui adanya hak ulayat suatu klen meskipun hampir tidak ada yang tercatat dalam bentuk tulisan dan legal mengenai batasbatas hak ulayat tersebut. Kepemilikan atas wilayah laut dan sumberdaya terkandung di dalamnya terkait dengan lahan daratan yang dahulu diperoleh melalui papasan perang pada masa perang antar suku, pemberian dan pewarisan. Kepemilikan yang disertai dengan batas kewenangan atas wilayah tersebut berasal dari konsensus para tetua terdahulu (lienek moyang) dan diturunkan serta dituturkan kepada keturunannya melalui sistem pewarisan dengan menganut kekerabatan ·patrilineal'. Hal ini berarti juga hak waris jatuh kepada anak laki-Iaki. Hal yang terpenting dalam sistem kepemilikan adalah adanya larangan untuk menjual hak ulayat tanpa sepengetahuan Ketua Klen-nya. Dengan demikian hak ulayat laut merupakan hak kepemilkan komunal (marga) yang mengatur akses terhadap sumberdaya baik untuk kepentingan anggota masyarakat itu sendiri maupun anggota masyarakat lain (outsiders). Hal ini sesuai dengan konsep communal ownership menurut Eggertsson, T. (1990): -a community controls access to a resources by excluding outsiders and regulating its use insiders-.
87
c. Aturan Representasl Hak ulayat laut dapat bersifat 'open acces' bagi anggota masyarakat (dalam satu marga, marga lain atupun suku) , yang berarti bahwa bagi anggota masyarakat dalam satu kampung dapat bebas melakukan kegiatan penangkapan Ikanludang. Akibat open acces dan tidak adanya peraturan yang mengatur tentang pemanfaatan sumberdaya laut, seperti jenis-jenis ikan yang boleh dan tidak boleh ditangkap, waktu musim menangkap, dan jenis alat tangkap yang diperbolehkan, maka dapat diperkirakan bahwa sumberdaya laut dapat teraneam deplesl. Hal dengan pertimbangan bahwa adanya pertambahan unit penangkapan ikan dan tekologl penangkapan yang lebih maju. Bagi anggota masyarakat dari kampung lain terdapat aturan agar meminta ijin kepada kepala kampung, meskipun pada kenyataannya sering tidak rneminta ijin dan tidak ada sangsi apupun. Sebaliknya batas jusrisdiksi tersebut bersifat 'communal properly righf bagi masyarakat luar, khususnya perusahaan perikanan yang melakukan usaha penangkapan di perairan tersebut. Adanya hak tersebut masyarakat dapat melakukan pertukaran ekonomi dengan pihak lain yang memanfaatkan sumberdaya alam. Oengan demikian adanya kejelasan properly right dan exclusive right yang disertai dengan biaya transaksi yang rendah akan memungkinkan terjadinya pertukaran economi. Aturan secara tegas diberiakukah bagi perusahaan perikanan yang melakukan usaha di wilayah hak ulayatlaut dengan menetapkan aturan berupa ijin 'ketok pintu' untuk satu kali selama masa usaha serta retribusi desa, seperti Rp 1000 untuk setiap 1 kg udang dan hak ulayat marga, seperti Rp 1000 untuksetiap 1 kg udang. Aturan reperensentasi terkait dengan (a) kepemimpinan informal masyarakat yang menganut sistem kepemimpinan eampuran, yaitu dengan menganggap bahwa yang memimpln adalah Kepala Klen (seseotang yang dianggap tertua dalam klen, karena mengetahul asal-usul klen, norma, budaya dan hak milik klen-nya). Meskipun, secara tradisional tidak ada, namun pada saat-saat kini diantara beberapa klen telah mengangkat Kepala Suku guna menyelesaikan hak-hak. kepemilikan margaataupun menperjuangkan aspirasi masyarakat, kepada Pemerintah dan Perusahaan, sehingga kriteria Kepala Suku adalah orang yang harus pandai bieara dan mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat. (b) Kepemimpian formal, yaitu Kepala Kampung, yang biasanya mengurusi masalah kemasyarakatan dan kepemerintahan. Aturan representasi yang berkaitan dengan 'siapa yang berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan' terutama penyelesaian konflik pemanfaatan sumberdaya di wilayah hak ulayat dilakukan seeara musyawarah dengan melibatkan Kepala Klen, Tokoh Agama dan Kepala Kampung.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Keslmpulan a. Berdasarkan identifikasi atas unsur-unsur hak ulayat, di Oesa-Oesa Pesisir Teluk Bintuni terdapat hak ulayat laut (communal properly right) yang dimiliki oleh margalklanlfam. b. Kelembagaan hak ulayat laut membeiikan ketegasan mengenai batas jurisdiksi dan properly right, namun belum berkembang tentang aturan representasi, sehingga pengaturan internal di antara masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya hayati laut, seperti jenis-jenis ikan yang boleh dan tidak boleh ditangkap, waktu musim menangkap, dan jenis alat tangkap yang diperbolehkan. C. Oengan adanya hak ulayat laut, masyarakat mempunyai exclusive right yang digunakan untuk melakukan pertukaran ekonomi dengan pihak lain yang bukan berasal dari satu marga atau pun satu Suku.
88
6.2 Saran a. Keberadaan kelembagaan hak ulayat Jaut pertu diperhatikan dalam kerangka pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yang berbasis co-managemet. b. Pertu penataan dan ketegasan batas jurisdiksi hak ulayat untuk menghindari konflik kepentingan antar berbagai aktivitas di laut, seperti angkutan laut, pertambangan dan kawasan konservasi laut.
DAFTAR PUSTAKA Djoht, Djekky R., 2003. Sensus Penduduk Di Kampung Ekam Distrik Aranday Kabupaten Teluk Bintuni. Pusat Studi Kependudukan, Lembaga Penelitian Universitas Cendrawasih. Jayapura. Hanaf, Y., 1994. Mengenali Hal Ulayat dan Hak-Hak Perorangan MasyaraJ(at Adat. . Majalah Kehutanan. MKI Edisi 10 Tahun 199311994. Biro Humas - Departemen Kehutanan. Jakarta. Eggertsson, T., 1990. Economic Behavier and Institusions. Cambridge University Press. Retno Adriarti, l. Dyson, Bagong Suyanto, Pingky Saptandari, Tri Joko Sri Hartoyo dan Kamaji. 2005. Studi Antropologi (Tentang Etnik Sebyar dan Etnik Simun) Di Teluk Bintuni, Papua. Fakultas Jlmu Sosial dan Jlmu Politik-Universitas AirJangga. Surabaya. Pakpahan, A. 1989. Kerangka Analitik untuk Penelitian Rekayasa Sosial: Perspektif Ekonomi Institusi dalam Prosiding Patanas : Evolusi Kelembagaan Pedesaan di Tengah Perkembangan Teknologi Pertanian. PPAE-Balitbang Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor. Schmid, A.A., 1987. Properly, Power and Public Choice, Praeger. New York. Tim Studi. 2007. Studi Perikanan Berkelanjutan di Teluk Bontini. Kerjamasama LNG BP Tangguh dengan IPB.
89