TELUK BINTUNI
PEMERINTAH KABUPATEN TELUK BINTUNI SEHAT I MENUJU BINTUNI BARU
2003
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TELUK BINTUNI NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IJIN TEMPAT PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TELUK BINTUNI, Menimbang
: a. bahwa dengan semakin meluasnya peredaran minuman beralkohol, maka perlu diatur ketentuan pengawasan dan pengendalian melalui tempat/lokasi pengedaran dan penjualan minuman beralkohol; b. bahwa pengguna minuman beralkohol dapat menimbulkan gangguan ketentraman dan ketertiban masyarakat; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b di atas, maka dipandang perlu diatur dan ditetapkan melalui Peraturan Daerah tentang Retribusi Ijin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2907); 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3908); 3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495); 4. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048); 5. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151); 6. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten Teluk Wondama di 1
Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4245); 7. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 8. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 9. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 10. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 11. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1973 tentang Perubahan Nama Propinsi Irian Barat menjadi Irian Jaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1973 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2997); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 17. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol; 18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah; 19. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2
2006 tentang Pengawasan dan Pengendalian Impor, Pengedaran, Penjualan dan Perijinan Minuman Beralkohol; 20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah; 21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah; 22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah; 23. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 171 Tahun 1997 tentang Prosedur Pengesahan Peraturan Daerah Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; 24. Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah; 25. Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 175 Tahun 1997 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Retribusi Daerah; 26. Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang Sistem dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Penerimaan Pendapatan Lain-lain;
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TELUK BINTUNI Dan BUPATI TELUK BINTUNI MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI IJIN TEMPAT PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Teluk Bintuni. 2. Daerah Otonom, selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 4. Bupati adalah Bupati Teluk Bintuni. 5. Peraturan Daerah adalah peraturan yang ditetapkan oleh Bupati dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 6. Badan adalah suatu badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga dana pensiun, bentuk usaha tetap serta badan usaha lainnya. 3
7.
8.
9. 10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung ethanol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi baik dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambahkan bahan lain atau tidak, maupun yang diproses dengan mencampur konsentral dengan etanol atau dengan cara pengenceran minuman dengan alkohol. Tempat penjualan minuman beralkohol adalah semua tempat yang mendapat ijin dari Bupati secara tertulis untuk menjual minuman beralkohol dalam kemasan secara eceran maupun diminum langsung di tempat penjualan. Pengawasan tempat penjualan minuman beralkohol adalah pengawasan yang dilakukan oleh Bupati terhadap tempat/lokasi pengedaran dan penjualan minuman beralkohol. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap akhir tahun. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Perijinan tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian ijin kepada orang atau badan hukum yang dimaksud untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungutan atau pemotongan retribusi tertentu. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perijinan tertentu dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Surat Setoran Retribusi Daerah yang dapat disingkat SSRD adalah surat yang oleh Wajib Retribusi digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran retribusi yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Bupati. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang dapat disingkat SKRD adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Retribusi Daerah Nihil. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang dapat disingkat SKRDLB adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar dari pada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang dapat disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi daerah. Penyidikan Tindak Pidana di bidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
4
BAB II NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 2 Dengan nama Retribusi Ijin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol, dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pemberian ijin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di suatu tempat tertentu. Pasal 3 Objek Retribusi Ijin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol adalah pemberian ijin tempat untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di suatu tempat tertentu. Pasal 4 Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh ijin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol. BAB III GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 5 Retribusi Ijin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol digolongkan sebagai Retribusi Perijinan Tertentu. BAB IV TATA CARA PENGHITUNGAN RETRIBUSI Pasal 6 (1) (2)
(3)
(4) (5)
Besarnya retribusi yang terutang dihitung berdasarkan klasifikasi tempat dan jenis minuman. Tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jumlah penggunaan jasa yang dijadikan dasar alokasi beban biaya yang dipikul daerah untuk penyelenggaraan jasa yang bersangkutan. Apabila tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sulit diukur, maka tingkat penggunaan jasa dapat ditaksir berdasarkan rumus yang dibuat oleh Pemerintah Daerah. Rumus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus mencerminkan beban yang dipikul oleh Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan jasa tersebut. Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditentukan seragam atau bervariasi menurut golongan sesuai dengan prinsip dan sasaran penetapan tarif. BAB V PRINSIP DAN SASARAN PENETAPAN TARIF RETRIBUSI Pasal 7
(1)
(2)
Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Perijinan Tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian ijin yang bersangkutan. Biaya penyelenggaraan ijin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penerbitan dokumen ijin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan dan biaya dampak negatif dari pemberian ijin tersebut.
5
Pasal 8 Tarif retribusi ditinjau kembali paling lama 5 (lima) tahun sekali. BAB VI TATA CARA DAN PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI Pasal 9 Tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi ditetapkan oleh Bupati. Pasal 10 (1) (2)
Pemanfaatan dari penerimaan retribusi diutamakan untuk membiayai kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan tersebut. Ketentuan mengenai alokasi pemanfaatan penerimaan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati. Pasal 11
(1) (2)
Sebagian penerimaan retribusi digunakan untuk membiayai kegiatan yang berkaitan dengan retribusi tersebut oleh instansi yang bersangkutan. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan penerimaan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati. Pasal 12
(1) (2)
Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi (SKRD) atau dokumen lain yang dipersamakan. Pungutan retribusi tidak dapat diborongkan.
Daerah
Pasal 13 (1)
(2)
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan serta peningkatan pelayanan, sebagian penerimaan dari retribusi digunakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan dengan retribusi tersebut. Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan dalam APBD pada instansi terkait. BAB VII TEMPAT PENJUALAN DAN LARANGAN Pasal 14
Minuman beralkohol hanya dapat dijual langsung untuk diminum di Hotel, Restoran, Bar, Pub dan Karaoke yang mendapat ijin dari Bupati. Pasal 15 Dilarang menjual dan meminum minuman beralkohol pada tempat sebagai berikut : a. Di warung/kios, gelanggang remaja, gelanggang permainan dan ketangkasan, panti pijat, kantin, kaki lima, terminal, kios kecil, wisma/penginapan; b. Berdekatan dengan tempat ibadah, sekolah, kantor, rumah sakit dan tempat umum lainnya; c. Menjual kepada anak dan remaja.
6
BAB VIII STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI Pasal 16 (1) (2)
Struktur tarif digolongkan berdasarkan jenis tempat penjualan minuman beralkohol. Struktur tarif dan besarnya retribusi dikenakan sekali dalam Masa Retribusi dan ditetapkan sebagai berikut : Hotel, Bar, Pub, Karaoke dan sejenisnya ……………………..Rp. 10.000.000,00 BAB IX WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 17
Retribusi dipungut di Wilayah Daerah. BAB X MASA DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 18 (1) (2)
Ijin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol berlaku selama 3 (tiga) tahun, dan dapat diperpanjang. Masa retribusi adalah sama dengan berlakunya Ijin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol. Pasal 19
Saat terutang retribusi adalah pada saat diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. BAB XI TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 20 (1) (2)
(3)
(4) (5)
Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan. Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa karcis, kupon dan atau nota resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni. Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah. Penagihan Retribusi didahului dengan Surat Teguran. Ketentuan lebih lanjut mengenai penagihan retribusi diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XII TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KADALUWARSA Pasal 21 (1) (2)
Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa dapat dihapuskan. Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi Daerah yang sudah kadaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 7
(3)
Tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kadaluwarsa diatur dengan Peraturan Bupati. BAB XIII TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 22
(1) (2)
(3)
Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus. Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan STRD. Tata cara pembayaran, penyetoran dan tempat pembayaran retribusi diatur dengan Keputusan Bupati. BAB XIV TATA CARA PENAGIHAN Pasal 23
(1)
(2) (3)
Pengeluaran surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari tanggal jatuh tempo pembayaran; Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis, Wajib Retribusi harus melunasi retribusi yang terutang. Surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk. BAB XV PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 24
(1) (2) (3)
Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi. Pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan Wajib Retribusi. Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan oleh Bupati. BAB XVI KEBERATAN Pasal 25
(1)
(2) (3)
(4) (5)
Wajib Retribusi tertentu dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas Surat Ketetapan Retribusi Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasanalasan yang jelas. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal Surat Ketetapan Retribusi Daerah diterbitkan, kecuali apabila Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. Yang dimaksud dengan keadaan di luar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak/kekuasaan Wajib Retribusi. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi.
8
Pasal 26 (1)
(2)
(3) (4)
Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus diberi keputusan oleh Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak surat keberatan diterima. Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya retribusi yang terutang. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. BAB XVII KADALUWARSA PENAGIHAN Pasal 27
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Hak untuk melakukan penagihan retribusi menjadi kedaluwarsa setelah lampau waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi. Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila : a. Diterbitkannya Surat Teguran dan Surat Paksa, atau; b. Ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung. Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kadaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa tersebut. Pengakuan utang retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah. Pengakuan utang retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran/penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi. Pasal 28
Pedoman tata cara penghapusan piutang retribusi yang kadaluwarsa diatur dengan Peraturan Bupati. BAB XVIII PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN Pasal 29 (1) (2)
Wajib Retribusi yang melakukan usaha dengan omzet di atas Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) per tahun, wajib menyelenggarakan pembukuan. Kriteria Wajib Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tata cara pembukuan diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 30
(1)
(2)
Bupati berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi daerah dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan retribusi daerah. Wajib Retribusi yang diperiksa wajib : 9
a.
(3)
Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar dan dokumen yang berhubungan dengan obyek retribusi yang terutang; b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; c. Memberikan keterangan yang diperlukan. Tata cara pemeriksaan retribusi diatur dengan Peraturan Bupati. BAB XIX KETENTUAN PIDANA Pasal 31
(1)
(2)
Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah retribusi yang terutang. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XX PENYIDIKAN Pasal 32
(1)
(2)
(3)
(4)
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku. Penyidik di bidang retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah; c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah; d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah; g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah; i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. Menghentikan penyidikan; k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum 10
melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku. BAB XXI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 33 (1)
(2)
Mekanisme, tata cara, sistem dan prosedur tentang Ijin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, selanjutnya akan ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Dalam hal menemui kesulitan untuk penetapan harga jual obyek retribusi dan atau harga dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, maka Bupati dapat menetapkan lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku. BAB XXII KETENTUAN PENUTUP Pasal 34
(1) (2) (3)
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Bupati. Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka ketentuan yang telah ada sepanjang mengatur hal yang sama, dinyatakan tidak berlaku lagi. Pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditetapkan oleh Bupati. Pasal 35
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Teluk Bintuni.
Ditetapkan di Bintuni pada tanggal 20 Desember 2006 BUPATI TELUK BINTUNI,
ALFONS MANIBUI
Diundangkan di Bintuni pada tanggal 21 Desember 2006 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN TELUK BINTUNI,
A. E. NAURY, BA PEMBINA TK. I NIP. 640 010 287
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TELUK BINTUNI TAHUN 2006 NOMOR 37 11
PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TELUK BINTUNI NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IJIN TEMPAT PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL I.
UMUM Guna pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap peredaran minuman beralkohol, maka dipandang sangat perlu penunjukan tempat penjualan minuman beralkohol. Penunjukan tempat penjualan minuman beralkohol ditetapkan melalui pemberian ijin tertulis dari Bupati dengan memperhatikan permohonan tertulis dari pemilik Hotel, Restoran, Bar, Pub dan Karaoke. Setiap pemberian ijin tempat penjualan minuman beralkohol, maka kepada pemohon dikenakan retribusi. Retribusi Ijin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol merupakan salah satu sumber pendapatan daerah untuk menunjang pembiayaan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kehidupan kemasyarakatan dalam rangka mewujudnyatakan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, Retribusi Ijin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol perlu diatur dalam suatu Peraturan Daerah.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 : Cukup jelas Pasal 2 Terhadap Ijin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol yang dikeluarkan, dipungut retribusi baik dari orang pribadi ataupun badan. Pasal 3 s/d Pasal 5 : Cukup jelas Pasal 6 Ayat (1) Yang dimaksud dengan klasifikasi tempat adalah tempat penjualan dan jenis minuman adalah jenis minuman yang dijual. Ayat (2) s/d Ayat (5) : Cukup jelas Pasal 7 s/d Pasal 11 : Cukup jelas Pasal 12 Ayat (1) : Cukup jelas Ayat (2) Pengutan retribusi tidak dapat diborongkan artinya pengutan retribusi tidak boleh dilakukan oleh pihak ketiga. Pasal 13 : Cukup jelas Pasal 14 Minuman beralkohol hanya dapat dijual, dibeli dan diminum di tempat yang telah mendapat ijin dari Bupati. Di luar dari tempat yang telah ditetapkan berdasarkan ijin, tidak dibenarkan dan merupakan pelanggaran. Pasal 15 s/d Pasal 35 : Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TELUK BINTUNI NOMOR 17
12