KAJIAN KAPILARITAS MINYAK NABATI PADA KOMPOR SUMBU
KUDRAT SUNANDAR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi ” Kajian Kapilaritas Minyak Nabati Pada Kompor Sumbu” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir disertasi ini.
Bogor,
Januari 2010
Kudrat Sunandar NIM : F 161030081
ABSTRACT KUDRAT SUNANDAR. Study on Plant Oil Capillarity in Wick Cook Stove: KAMARUDDIN ABDULLAH, BUDI INDRA SETIAWAN, AND PRAWOTO. Rural households consume about 20% of total national consumption of fossil fuel and over 68% of these are in the form of kerosene for household cooking and lighting. Since several years ago Indonesia became net importer of oil including kerosene which have caused a big burden to government budget. Therefore, to overcome this problem, the government has enacted President Regulation No.5, 2006 on National Energy Policy and the Department of Energy and Mineral Resources Regulation No. 32, 2008 on Energy Self-Supporting Village Program. The objective of this study was to investigate the possibility of using several plant oils an alternative cooking fuel and to determine their respective thermal efficiency. Due to their high viscosity, the velocity of these plant oils in stove wicks is very slow causing inperfect burning condition. There were two methods of improvement to solve the problem, namely, by determining fuel characteristics to meet kerosene cook stove or modifying cooking stove design based on biofuel characteristics. The focus of this study was on the latter method. The first attempt was to reduce the viscosity of plant oil by providing metal bar connecting the flame and oil tank. By determining the capilary height of each plant oil within the wick bundles, it was possible determine the optimum height of the wicks which consequently can shorten the height of the cooking stove. During the test, Coconut oil, jatropha oil, bintaro oil, peanut oil, and used cooking oil had been selected and was used kerosene as control. There were four parameters measured during a series of test runs, namely, the flaming ability, the capillaryy height, fuel consumption, and combustion efficiency. Capillaryy height and oil rising velocity within the wicks of the tested plant oil could be reduced due to heating efect of heat conduction by the installed steel bar. From the experimental studies using modified cook stove with shortened wick length it was found that the thermal efficiency for kerosene, coconut oil, peanut oil, bintaro oil, used palm oil, and jatropha oil were 44.5%, 25.6%, 17.3%, 19.7%, 18.4%, and 24.5% respectively. The overall fuel consumption rate was in the range of 0.56 g/s for kerosene and 0.32–0.37g/s for plant oil and 1.30-2.90 g/s for plant oilkerosene mixture. The provision of heat conductor had improved the efficiency of the modified stove to 41.2% using pure kerosene, 37.8% with coconut oil-kerosene mixture 19.5%, for peanut oil-kerosene mixture, 34.4%, for bintaro oil-kerosene mixture 22.7%, used plant oil, and 35.7% using physic nut (Jatropha Curcas), respectively. The overall fuel consumption rate was in the range of 2.02 g/s for kerosene, 1.15–1.33 g/s for plant oil and 4.68-10.44 g/s for plant oil-kerosene mixtures. In order to optimize the capillary effect further, a mathematical model was developed. The model relates the capillary height and the rising velocity of plant oil within the stove wicks with the wicks physical properties and transport properties of the tested plant oils. Keywords: kerosene, plant oil, wick stove, capillary effect, combustion efficiency.
RINGKASAN KUDRAT SUNANDAR Kajian Kapilaritas Minyak Nabati Pada Kompor Sumbu. Dibimbing oleh KAMARUDDIN ABDULLAH, BUDI INDRA SETIAWAN, DAN PRAWOTO. Lebih dari 68% rumah tangga mengkonsumsi minyak tanah sebagai energi untuk memasak dan penerangan dan ini merupakan 20% dari total konsumsi minyak nasional yang berasal dari minyak bumi. Hal itu mengakibatkan impor bertambah besar dan subsidisasi minyak tanah semakin memberatkan anggaran pemerintah. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No.5, 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Peraturan Menteri Sumber Daya dan Mineral No. 32, 2008 yang ditindak lanjuti oleh Program Desa Mandiri Energi oleh departemen dalam negeri. Bahan bakar minyak nabati merupakan sumber energi alternatif yang memiliki berbagai keuntungan ekonomi dan ekologi. Tujuan penilitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik minyak nabati yang akan dipergunakan untuk bahan bakar pada kompor sumbu dan mengukur efisiensi pembakarannya. Karena viskositasnya yang tinggi, kecepatan minyak naik pada sumbu kompor sangat lambat, hal ini akan berpengaruh terhadap kesempurnaan proses pembakaran. Untuk mengatasi masalah tersebut, dikembangkan dua metoda yaitu mengkarakterisasi minyak nabati sedemikian rupa sehingga memiliki karaketristik yang sama dengan minyak tanah agar dapat dipergunakan secara langsung pada kompor sumbu yang ada atau melakukan modifikasi disain kompor sehingga dapat dipergunakan langsung untuk minyak nabati. Dalam penelitian ini, diambil metode kedua. Modifikasi pertama adalah memasang alat pemindah panas yang terbuat dari logam yang bersifat penghantar panas dan yang kedua adalah pemendekan tinggi kolom sumbu. Minyak kelapa, minyak kacang tanah, minyak bintaro, minyak jelantah dan minyak jarak pagar dipilih sebagai bahan bakar uji dan minyak tanah sebagai kontrol. Empat parameter yang diukur dalam penelitian ini, yaitu kemampuan menyala, sifat kapilaritas, konsumsi bahan bakar, dan efisiensi pembakaran. Pada tahap awal, dilakukan pengujian sifat termofisik minyak nabati meliputi densitas, kekentalan, tegangan permukaan pada beberapa suhu, dan nilai kalor serta pengujian komposisi bahan penyusun dan besarnya porositas sumbu. Tahap selanjutnya adalah pengujian kemampuan menyala, sifat kapilaritas minyak pada sumbu dan penentuan besarnya konsumsi bahan bakar serta efisiensi pembakaran. Hasil pengujian kemampuan nyala, minyak nabati mampu untuk menyala walaupun lama api menyala lebih singkat dibanding minyak tanah atau waktu yang seharusnya sesuai keperluan sebagai bahan bakar. Hal ini akan memberikan pengaruh yang besar pada proses pembakaran saat minyak dipergunakan untuk bahan bakar. Pada pengujian sifat kapilaritas, minyak nabati memperlihatkan sifat kapilaritas yang rendah atau dengan kata lain kecepatan minyak naik sepanjang sumbu sangat lambat, akan tetapi menjadi lebih cepat dengan dengan naiknya suhu. Dalam rangka mengurangi efek kapiler tersebut,
harus diupayakan suatu proses untuk menaikkan suhu minyak dalam tangki selama proses pemabakaran. Dalam tulisan ini dilakukan dua metode untuk menaikkan suhu minyak, pertama adalah pemasangan alat pemindah panas yang terbuat dari logam dan bersifat penghantar panas yang dihubungkan dari dalam tangki bahan bakar ke bagian atas ruang pembakaran. Pemindah panas yang bersifat sebagai konduktor panas nantinya diharapkan akan mengalirkan panas yang dihasilkan dari pembakaran ke dalam tangki bahan bakar sehingga dapat menaikkan suhu minyak. Modifikasi ke dua, memotong tinggi kolom sumbu sesuai dengan hasil pengujian kapilarisasi minyak nabati dan persamaan model matematika yang dibentuk. Ketinggian kolom sumbu yang dapat dipergunakan untuk minyak nabati diperoleh melalui proses optimasi, hal ini bertujuan selain untuk memperpendek jalur aliran minyak dalam sumbu juga untuk diharapkan dapat menaikkan suhu minyak. Dalam penelitian ini, kinerja kompor dievaluasi terhadap konsumsi bahan bakar dan efisiensi pembakaran melalui pengujian dengan metode water boiling test (wbt). Parameter tersebut diuji untuk kompor sebelum dimodifikasi (kompor konvensional), kompor dengan pemasangan pemindah panas, dan kompor dengan kolom sumbu pendek. Minyak yang dipergunakan dalam pengujian ini adalah minyak nabati, minyak jelantah, minyak tanah, dan campuran minyak tersebut dalam perbandingan 1:1 (volume). Hasil pengujian menunjukkan adanya peningkatan efisiensi pembakaran pada kompor termodifikasi. Rata-rata efisiensi yang dihasilkan dari pengujian untuk minyak tanah, minyak kelapa, minyak kacang tanah, bintaro, minyak sawit yang digunakan dengan kompor berkolom sumbu pendek adalah 44,5%; 25,6%; 17,3%; 19,7%; 18,4%; dan 24,5% berturutturut. Penggunaan pemindah panas telah meningkatkan efisiensi pembakaran menjadi 41,2% dari 37,9% dengan bahan bakar minyak tanah dan 37,8%; 19,5%; 34,4%; 22,7%; dan 35,7% berturut-turut untuk bahan bakar campuran minyak nabati-minyak tanah : minyak kelapa-minyak tanah, minyak kacang tanahminyak tanah, minyak bintaro- minyak tanah, minyak jelantah-minyak tanah, dan minyak jarak pagar-minyak tanah. Konsumsi bahan bakar berkisar di sekitar 0,56 g/menit untuk minyak tanah, 0,32-0,372 g/menit untuk minyak nabati dan 1,302,90 g/menit untuk campuran minyak nabati dengan minyak tanah. Kata kunci :
minyak tanah, minyak nabati, kompor sumbu, daya kapilarisasi, efisiensi pembakaran.
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang 1.
2.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.
KAJIAN KAPILARITAS MINYAK NABATI PADA KOMPOR SUMBU
KUDRAT SUNANDAR
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Penguji pada UjianTertutup:
Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si Dr. Ir. Desrial,M.Eng
Penguji pada Ujian Terbuka
Prof. Dr.Ing. Raldi A. Koestoer Dr. Ir. Y. Aris Purwanto,M.Sc
Judul Disertasi Nama NIM
: Kajian Kapilaritas Minyak Nabati Pada Kompor Sumbu : Kudrat Sunandar : F161030081
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Kamaruddin Abdullah, MSA Ketua
Prof. Dr. Ir. Prawoto, MSAE Anggota
Prof. Dr. Ir. Budi I. Setiawan, M.Agr. Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian
Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan, M.Sc
Tanggal Ujian : 13 November 2009
DekanSekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro,M.S
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur ke hadirat Illahi Rabbi, sumber dan segala pemilik ilmu pengetahuan, karena tas izin-Nya pula penelitian dan penulisan disertasi dengan judul “Kajian Kapilaritas Minyak Nabati Pada Kompor Sumbu” ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada : Prof. Dr. Kamaruddin Abdullah,MSA, Prof. Dr. Budi I. Setiawan, M.Agr, dan Prof. Dr. Prawoto,MSAE Sebagai komisi pembimbing, atas segala pengorbanan waktu, kesabaran, pengetahuan, pemikiran dan jerih payahnya dalam memberikan bimbingan dan mengembalikan semangat selama melakukan penelitian sampai penulisan disertasi ini.
1.
2.
3.
4. 5.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada : Rektor IPB, Dekan sekolah Pascasarjana IPB, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian, Ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan program Doktor (S3) di IPB. Staf pengajar dan pegawai dilingkup Sekolah Pascasarjana IPB atas segala ilmu pengetahuan dan bantuan yang telah diberikan selama penulis menempuh pendidikan di IPB. Rektor Institut Teknologi Indonesia, Ketua Program Studi Teknik Kimia ITI, rekan sejawat, staf pegawai dan laboratorium di Program Studi Teknik Kimia ITI, atas ijin, kesempatan dan doa yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program Doktor (S3) di IPB. Dirjen DIKTI yang telah memberikan dukungan dana melalui BPPS. Bapak, Emah dan keluarga besar H A.Sudarjat atas asuhan, didikan, kasih sayang, doa restu serta ungkapan semangat yang tiada henti untuk penulis tetap sabar dan terus berjuang menyelesaikan pendidikan di IPB.
Penulis mendoakan semoga Allah SWT mengangkat derajat dan melimpahkan kesehatan serta keselamatan kepada semuanya. Jazakumullah khairun katsira. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kemashlahatan kita semua.Amin. Bogor, Januari 2010
Kudrat Sunandar
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pelabuhanratu, Sukabumi jawa Barat pada tanggal 19 Juni 1966 dari Bapak H.A. Sudarjat dan Ibu Hj. I. Djuwarsih (almarhumah), merupakan putra ke sembilan dari dua belas bersaudara. Pada tahun 1986 penulis diterima sebagai mahasiswa S1 Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi Indonesia dan menyelesaikan studi pada tahun 1994. Setelah bekerja selama empat tahun sebagai staf pengajar di Jurusan Teknik Kimia ITI, pendidikan S2 di Universitas Indonesia pada jurusan Teknik mesin dengan konsentrasi Konversi Energi penulis selesaikan dalam waktu dua tahun, terhitung sejak September 1999 sampai September 2001. Selanjutnya sejak Agustus 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa program S3 di Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan dukungan dana dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia dalam bentuk beasiswa BPPS. Karya ilmiah dengan judul Dehydration, One Step ahead to Reduce Castor Oil Viscosity dan Potensial of Kisamir and Bintaro for Biodiesel Fuel Production in Indonesia telah dipresentasikan pada World Renewable Energy Regional Congress And Exhibition (WRERC): Promoting Opportunities for Renewable Energy Technology and Business for Sustainable Development in Asia African Countries di Jakarta pada tanggal 17-21 April 2005 dan Potential of Kasimir (Hura Crepitans L) and Bintaro (Cerbera
Manghas L) Oils for Alternative
Biodiesel Feedstock telah dipresentasikan pada First World Water Sustainability Renewable Energy Congress And Exhibition di Maastricht, The Netherland pada tanggal 25-28 November 2007. Selain itu Biodiesel Fuel Production from a Variety of Oil/fat Feed stocks telah ditampilkan sebagai poster presentation pada The 2nd International Symposium On Sustainable Energy System di Kyoto University pada tanggal 17-18 Desember 2004 dan pada Development In Biofuel Production And Biomass Technology di Jakarta pada tanggal 21-22 Februari. 2006.
Artikel dengan judul Kajian Minyak Kelapa Sebagai Bahan Bakar Alternatif Minyak Tanah telah diterbitkan pada Jurnal Teknologi Voume 3, Edisis Nomor 1, Maret 2009 (ISSN No. 1693-0266, Fakultas Teknologi Indistri Universitas Jayabaya) dan artikel dengan judul Kajian Kompor Minyak Nabati (Plant Oil) sudah diterima untuk diterbitkan dan pada saat ini sedang pada tahap final editing oleh reviewer untuk Jurnal/Majalah Ilmiah Widya yang dikeluarkan oleh Kopertis Wilayah III Departemen Pendidikan Nasional Indonesia.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
vi vii x
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Keterkaitan antar Bab
1 1 5 6 7 7 9
2
PENGUJIAN SIFAT TERMOFISIK MINYAK NABATI Pendahuluan Tujuan penelitian Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Kesimpulan
11 11 22 22 23 35
3
PENGUJIAN SIFAT KAPILARITAS MINYAK Pendahuluan Tujuan Penelitian Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Kesimpulan
37 37 44 44 45 56
4
PENGUJIAN KEMAMPUAN NYALA Pendahuluan Tujuan Penelitian Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Kesimpulan
58 58 61 61 63 66
Halaman
5
MODIFIKASI DISAIN KOMPOR SUMBU Pendahuluan Tujuan Penelitian Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Kesimpulan
67 67 71 71 72 77
6
PENGUJIAN EFISIENSI KOMPOR SUMBU Pendahuluan Tujuan Penelitian Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Kesimpulan
78 78 80 80 82 88
7
PEMBAHASAN UMUM
90
8
KESIMPULAN DAN SARAN
96
DAFTAR PUSTAKA
97
DAFTAR TABEL
Halaman 1 2 3 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Sifat Fisik dan Kimia Minyak Tanah Sifat Fisik Beberapa Minyak Nabati dan Minyak Fosil Komposisi Proksimat Daging Kelapa Tua Segar dan Kopra (%Berat) Pengujian Kemampuan Menyala Minyak Pada Sumbu 1 Ketinggian Hasil Simulasi Minyak Nabati Efisiensi Pembakaran Minyak Nabati Efisiensi Pembakaran Minyak Campuran Konsumsi Bahan bakar Minyak Nabati Hasil Simulasi Hubungan FCR Terhadap Ketinggian Kolom Sumbu
3 4 14 63 75 86 86 87 88
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Skema Keterkaitan Antar Bab Buah dan Daging Kelapa Diagram Alir Pembuatan Minyak Proses Dingin Biji dan Minyak Jarak Buah dan Minyak Bintaro Biji dan Minyak Kacang Tanah Pengaruh Suhu Terhadap Densitas Minyak Tanah Pengaruh Suhu Terhadap Kekentalan Minyak Tanah Kekentalan Minyak Tanah Pengaruh Suhu Terhadap Densitas (a) dan Kekentalan (b) Minyak Kelapa Kekentalan Minyak Kelapa Pengaruh Suhu Terhadap Densitas (a) dan Kekentalan (b) Minyak Jelantah Pengaruh Suhu Terhadap Densitas (a) dan Kekentalan (b) Minyak Jarak Pagar Pengaruh Suhu Terhadap Densitas (a) dan Kekentalan (b) Minyak Kacang Tanah Pengaruh Suhu Terhadap Densitas (a) dan Kekentalan (b) Minyak Bintaro Pengaruh Suhu Terhadap Densitas (a) dan Kekentalan (b) Campuran Minyak Tanah dan Minyak Kelapa Pengaruh Suhu Terhadap Densitas (a) dan Kekentalan (a) Campuran Minyak Tanah dan Minyak Jelantah Pengaruh Suhu Terhadap Densitas (a) dan Kekentalan (b) Campuran Minyak Tanah dan Minyak Jarak Pagar Pengaruh Suhu Terhadap Densitas (a) dan Kekentalan (b) Campuran Minyak Tanah dan Minyak Kacang Tanah Pengaruh Suhu Terhadap Densitas (a) dan Kekentalan (b) Campuran Minyak Tanah dan Minyak Bintaro Tegangan Permukaan Minyak Nabati Pengaruh Suhu Terhadap Tegangan Permukaan Minyak Nilai Kalor Minyak
8 13 14 15 16 17 24 24 25 25 26 27 28 29 30 31 31 32 32 33 34 34 35
Halaman 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55
Kapilarisasi Kapilarisasi Sebagai Fungsi (a) Jari-Jari Tabung Dan (b) Densitas Pergerakan Cairan Dalam Media Berpori Skema Pengukuran Kapilarisasi Kapilarisasi Minyak Nabati Pengaruh Suhu Pada Kapilarisasi Minyak Tanah Pengaruh Suhu pada Kapilarisasi Minyak Kelapa Pengaruh Suhu pada Kapilarisasi Minyak Jelantah Pengaruh Suhu pada Kapilarisasi Minyak Jarak Pagar Pengaruh Suhu Pada Kapilarisasi Minyak Kacang Tanah Pengaruh Suhu Terhadap Kapilarisasi Minyak Bintaro Pengaruh Suhu Terhadap Kapilarisasi Minyak campuran (a) 30oC dan (b) 70oC Struktur Mikro Pori (a) Sumbu 1 dan (b) Sumbu 2 Pengaruh Sumbu Terhadap Kapilarisasi Minyak Bintaro (50oc) Kurva Kapilarisasi Model Matematika dan Percobaan (a) minyak tanah dan (b) minyak jelantah Pengaruh Kekentalan Terhadap Kapilarisasi Minyak Pengaruh Porositas Terhadap Kapilarisasi Minyak Pengaruh Tegangan Permukaan Terhadap Kapilarisasi Minyak Pengaruh Tortuosity Terhadap Kapilarisasi Minyak Struktur Penyebaran Api Laminer Skema Uji Kemampuan Nyala Warna Lidah Api (a) Minyak Tanah dan (b) minyak Nabati Sumbu Kompor (a) jenis 1 dan (b) Jenis 2 Pengaruh Sumbu Terhadap Kemampuan Nyala Minyak Tinggi Lidah Api Untuk (a) Sumbu 1 dan (b) Sumbu 2 Kompor Protos Kompor Rancangan ITB Kompor Berbahan Bakar Pasta Biji Jarak Kompor Hanjuang Kompor Sumbu Minyak Jarak Alat Pemindah Panas Profil Suhu Minyak Jelantah dengan Pemindah Panas
38 39 43 45 46 46 47 48 49 49 50 51 52 53 54 54 55 56 56 61 62 64 64 65 65 68 69 70 70 70 74 74
Halaman 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65
Kapilarisasi Minyak Pada Suhu 30oC Skema Pemotongan Tinggi Kolom Sumbu Profil Suhu Minyak Bintaro pada Kolom Pendek Skema Water Boiling Test Skema Pengujian Efisiensi Pembakaran Seting Alat Pemindah Panas pada Kompor Kenaikkan Suhu Minyak (a) tanpa Pemindah Panas dan (b) dengan Pemindah Panas Kenaikkan Suhu Minyak dengan Kolom Pendek Kenaikkan Suhu Air (a) tanpa Pemindah Panas dan (b) dengan Pemindah Panas Kenaikkan Suhu Air dengan Kolom Pendek
75 76 76 79 81 82 83 84 84 85
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1
Penyelesaian Analitis Persamaan Model Matematika
101
2
Contoh Hasil Optimasi Model Matematika Kapilarisasi
103
3 4
Simulasi Ketinggian Kolom Sumbu Hasil Simulasi Suhu Minyak dan Air Pada Kompor Sumbu dengan Pemindah Panas
107 109
DAFTAR SIMBOL v
r
z g
C P T t m
mf d k h q A p D E x F y,B X V H R Tb a,b,c, j
: kecepatan alir : tegangan permukaan : sudut kontak : jari-jari pipa kapiler : kekentalan kinematik : kekentalan dinamik : ketinggian cairan dalam pipa kapiler : konstanta gravitasi : densitas : porositas : tortuosity : kapasitas panas : permeabilitas : suhu : waktu : berat : konsumsi bahan bakar
[mm s-1] [g s-2] [o] [mm] [mm2 s] [g m-1 s-1] [mm]
: efisiensi pembakaran : diameter : konduktivitas termal : konstanta konveksi : konstanta Steven Bolztman : emisivitas : laju perpindahan panas : luas permukaan : tekanan : konstanta difusivitas : energi aktivasi : jarak : gaya : koefisien korelasi : fraksi mol : volume : bilangan Avogadro : konstanta Planck : konstanta gas ideal : panas penguapan : titik didih : konstanta : faktor ekspansivitas volumetrik
[%] [mm] [W m-1 K-1] [W m-1 K-1] [W m-2 K-4] [-] [J s-1] [mm2] [atm] [-] [J mol-1] [mm] [N] [-] [-] [ml] [molecule mol-1] [J s] [J mol-1 K-1] [J] [oC] [-] [-]
[mm s-2] [g mm-3] [-] [-] [J g-1 oC-1] [-] [oC] [s] [g] [g s-1]
Indeks Al a p m b u tm f av
: aluminium : air : panci : minyak : besi : udara : tangki minyak : bahan bakar : rata-rata (average)
1 PENDAHULUAN
Latar belakang Energi memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat dan merupakan parameter penting bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Hampir semua sektor kehidupan termasuk didalamnya industri, rumah tangga, transportasi, jasa, dan lain-lain tidak dapat dipisahkan dari sektor energi. Pada sektor rumah tangga, energi berfungsi untuk penerangan, memasak, pemanas dan pendingin ruangan serta berbagai kegiatan rumah tangga yang lain (Nuryanti & Herdine 2007). Minyak tanah umumnya dikonsumsi oleh rumah tangga untuk memasak dan untuk penerangan, terutama di daerah yang belum tersedia listrik (Nuryanti & Herdine 2007). Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dilakukan oleh BPS setiap tiga tahun menunjukkan bahwa minyak tanah dikonsumsi oleh sekitar 65 ribu rumah tangga Indonesia (Dept. ESDM 2004). Pada tahun 2007 harga minyak mentah dunia meningkat tajam mencapai 72 dollar AS per barrel (Nuryanti & Herdine 2007). Hal ini menyebabkan pemerintah harus mensubsidi lebih besar untuk minyak tanah agar harganya dapat terjangkau oleh masyarakat. Subsidi minyak tanah untuk rakyat sangat memberatkan pemerintah. Disaat anggaran pemerintah dibidang lain terus meningkat, pemerintah harus mengeluarkan subsidi minyak tanah untuk rakyat yang besarnya kurang lebih Rp. 30 triliun setiap tahunnya, yang seharusnya dapat digunakan untuk alokasi dana yang lain khususnya bidang pendidikan (Nuryanti & Herdine 2007). Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah telah melakukan langkahlangkah strategis melalui kebijakan energinya sesuai Pepres No 5 /2006
tentang
kebijakan energi nasional (KEN) dengan langkah kebijakan : intensifikasi, diversifikasi, dan konservasi energi yang dilanjutkan dengan Inpres No 1/2006 dan Permen ESDM No. 32/2008 tentang penyediaan, pemanfaatan, dan tata niaga bahan bakar minyak nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lainnya dan Keppres No
10/2006 yang ditindak lanjuti oleh Dirjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dept. Dalam Negeri) melalui progam desa mandiri energi berbasis bahan bakar nabati dan non nabati (Dirjen PMD 2008) Agenda nasional mengenai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam jangka pendek lima tahun ke depan juga telah menyinggung masalah energi, terutama adalah pengembangan energi terbarukan. Hal ini tentu sejalan dengan langkah-langkah strategis untuk mengatasi masalah energi nasional. Jika disinggung masalah energi terbarukan, maka selain sumber energi alternatif seperti angin, surya, gelombang dan lainnya, tentu juga akan mengarah kepada sumber alternatif lainnya yaitu bahan bakar nabati (BBN), khususnya komoditas asal tanaman perkebunan. Penggunaan BBN menjadi salah satu solusi yang dapat dilakukan di Indonesia untuk mengurangi subsidi, sekaligus menyediakan kebutuhan masyarakat terhadap minyak tanah. Menurut Puslitbang Perkebunan (2007) untuk mewujudkan sistim penyediaan dan pemanfaatan energi yang berkelanjutan, Indonesia memadukan konsep optimasi pemanfaatan energi terbarukan melalui penggunaan teknologi energi yang efisien dan membudayakan pola hidup hemat energi, atau lebih dikenal dengan energi hijau (Green Energy). Dalam rangka upaya untuk menekan penggunaan minyak tanah yang selanjutnya diganti dengan gas dan konversi ke avtur, maka pemakaian bahan bakar minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif merupakan suatu bagian dari proses energi terbarukan yang tidak dapat ditolak (Satriya E. 2007). Dalam hal ini, biofuel sebagai bahan bakar alternatif minyak tanah menjadi hal yang sangat penting. Seperti namanya, biofuel, maka bahan bakar cair ini dibuat dari sumber yang dapat diperbarui. Sumber bahan biofuel ini merupakan minyak atau lemak yang dapat diperoleh dari berbagai macam sumber seperti dari minyak sawit, minyak kelapa, lemak ternak, maupun minyak dari beberapa tanaman yang tidak termasuk dalam komoditas pertanian atau perkebunan seperti jarak pagar, bintaro, kepuh dan lain-lain (Soerawidjaja 2006 diacu dalam Puslitbun 2007). Minyak tanah merupakan salah satu jenis bahan bakar cair yang dihasilkan dari hasil penyulingan bertingkat dari minyak bumi, dipergunakan sebagai bahan bakar rumah tangga dan minyak bakar industri. Secara umum minyak tanah terdiri
dari senyawa hidrokarbon dengan jumlah rantai atom C berkisar antara C12 sampai C15 (US Patent). Pada pemakaiannya dalam rumah tangga dan industri skala kecil, minyak tanah dipakai sebagai bahan bakar untuk kompor sumbu dan kompor bertekanan atau lebih dikenal dengan kompor semawar. Pada kompor sumbu, minyak tanah bekerja akibat gaya kapilaritas terhadap sumbu. Penyalaan terjadi pada bagian ujung sumbu. Sedangkan pada kompor bertekanan, penyalaan terjadi akibat pengkabutan bahan bakar oleh nosel akibat tekanan yang diberikan (WIPO 2007). Dari Tabel 1 tampak minyak tanah mempunyai titik nyala yang rendah, sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan bakar pada kompor sumbu. Tabel 1. Sifat fisik minyak tanah Spesifikasi Berat jenis pada 15 oC Titik didih, oC Densitas relatif (air = 1) Titik nyala, oC Nilai panas (cal/g)
Nilai 0,822 150 0,82 37–65 1,04 x 104
Sumber : Pertamina 2007
BBN adalah semua bahan bakar nabati yang bersumber tanaman yang menghasilkan minyak seperti kelapa (daging buah), kelapa sawit (buah), kedelai (biji), bunga matahari (biji), kacang tanah (biji), jagung (biji), kaliki (biji), dan sebagainya. Minyak dari tanaman tersebut
berupa minyak kasar (crude oil),
umumnya dapat digunakan untuk pengganti minyak tanah dan sejenisnya, melalui peralatan atau kompor yang dimodifikasi (Reksowardojo 2008). Pembeda dalam memilih tanaman penghasil BBN terutama pada parameternya berupa titik bakar, kekentalan, dan nilai kalori seperti tampak pada Tabel 2. Di antara aneka bahan bakar, yang berwujud fasa cair adalah yang paling bernilai ekonomi tinggi, karena berenergi spesifik (energi/satuan volume) besar, mudah ditangani, dibawa dan ditransportasikan secara efisien serta aman, sehingga berperan dominan dalam sektor transportasi dan pembangkitan listrik dengan motor-motor bakar portabel. Berdasarkan pengertian seperti ini, maka komoditas pertanian khususnya perkebunan memiliki banyak jenis yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber
energi alternatif atau sebagai sumber bahan bakar nabati (Mühlbauer et al. diacu dalam Reksowardojo 2008). Tabel 2. Sifat fisik beberapa minyak nabati dan minyak fosil Titik Bakar Kekentalan Nilai Kalori Jenis Minyak (0C) (10 -6 m2/s) (MJ/kg) Jarak Pagar 340 75,7 39,65 Kelapa 270-300 51,9 37,54 Kelapa Sawit 314 88,6 39,54 Rapeseed 317 97,7 40,56 Bunga Matahari 316 65,8 39,81 Minyak Tanah 50-55 2,2 43,50 Minyak Solar 55 2-8 45,00 Luas areal tanaman kelapa sawit di Indonesia adalah sekitar 5,5 juta ha, dengan total produksi CPO sekitar 13,6 juta ton. Konsumsi CPO di dalam negeri hanya sekitar 3,5 juta ton dan lainnya sekitar 8-10 juta diekspor (Ditjenbun 2006) . Saat ini pemakaian minyak kelapa sawit terkonversi menjadi minyak goreng. Dalam pemakaiannya minyak ini menyisakan minyak jelantah yang sampai saat ini masih belum dipergunakan secara optimal (Suirta I.W 2009). Luas tanaman kelapa di Indonesia adalah sekitar 3,875 juta ha, yang tersebar di seluruh wilayah nusantara (Dishutbun 2007). Luas tanaman jarak pagar di Indonesia belum diketahui secara tepat, karena pada saat ini masih dalam tahap percobaan (Soerawidjaja 2006 diacu dalam Puslitbun 2007). Gencarnya wacana dan keinginan masyarakat untuk menanam jarak pagar dimulai sekitar tahun 2005 dan diperkirakan luas pertanaman jarak pagar di lapangan sudah mencapai ribuan ha tanaman muda yang belum berproduksi. Luas lahan yang berpotensi sangat cocok untuk pertanaman jarak pagar di Indonesia adalah sekitar 14,2 juta ha (Puslitbun, 2007). Tanaman kacang tanah memiliki peran strategis dalam pangan nasional sebagai sumber protein dan minyak nabati. Produksi kacang tanah nasional selama satu dasawarsa terakhir meningkat dengan pertumbuhan 1,56% per tahun, dengan tingkat produktivitas rata-rata 1,75–2,10 ton per hektar biji kering (Kasno 2005). Tanaman kacang tanah sudah dapat dipanen pada umur 100-110 hari (Sadikin S & Maesen L.J.G. 1993). Sementara ini tanaman bintaro masih ditanam sebagai
pohon hias di perumahan, jalan atau tumbuh liar di beberapa daerah berawa (Heyne 1987). Untuk menunjang program pemerintah tersebut saat ini telah ada beberapa kompor berbahan bakar minyak nabati. Kompor yang dikembangkan umumnya adalah kompor bertekanan seperti kompor protos yang dikembangkan oleh Puslitbang Perkebunan dan kompor tekan yang dikembangkan oleh ITB dengan minyak jarak kasar (CJO) sebagai bahan bakarnya. Selain itu, ada jenis kompor yang langsung menggunakan bahan bii jarak pagar sebagai bahan bakarnya seperti kompor yang dikembangkan oleh Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang dan kompor hanjuang. Sedangkan untuk kompor sumbu sampai saat ini masih terbatas. Balitas telah mengembangkan kompor sumbu dengan bahan bakar minyak jarak (Hastomo
2008). Secara keseluruhan, teknologi untuk kompor
tekan maupun kompor sumbu dengan bahan bakar minyak nabati dapat dimanfaatkan secara masal oleh masyarakat untuk menggantikan minyak tanah (Soerawidjaja 2006 diacu dalam Puslitbun 2007). Perumusan Masalah Dalam mengantisipasi kondisi seperti yang disebutkan di atas, pemakaian energi alternatif dari sumber terbaharukan menjadi sesuatu yang tidak dapat ditunda lagi. Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi alam yang sangat beraneka ragam. Dari hasil studi pustaka yang telah dilakukan selama ini ternyata banyak sekali sumber minyak nabati yang dapat dimanfaatkan, misalnya kacang tanah (Arachis hypogea) dengan kandungan minyak 30-50% (Sadikin S & Maesen L.J.G. 1993), bintaro (Cerbera manghas L) dengan kandungan minyak sekitar 30-60% ( Heyne 1987), minyak kelapa (Cocos nucifera L) dengan kandungan minyak sekitar 30-40% (Heyne 1987) dan minyak goreng bekas atau minyak jelantah dari berbagai sisa hasil olahan rumah tangga yang secara umum berasal dari minyak kelapa sawit. Pemakaian minyak di atas sebagai bahan bakar kompor sumbu didasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain minyak jelantah, tanaman kacang tanah, kelapa dan jarak pagar sudah dikenal oleh masyarakat. Walaupun tanaman bintaro belum dikenal oleh masyarakat, tanaman
tersebut memiliki potensi kandungan minyak yang cukup besar bahkan di daerah Banten sudah dijadikan bahan bakar untuk lampu penerangan (Heyne 1987). Beberapa hal masih harus dikaji lebih mendalam, antara lain kesesuaian jenis kompor bertekanan jika digunakan dengan beberapa jenis BBN dari tanaman yang berbeda (kelapa sawit, kelapa atau jarak pagar), jenis kompor yang langsung menggunakan bahan biji jarak pagar juga memerlukan pemanasan awal, sedangkan untuk kompor sumbu ada kemungkinan tidak naiknya minyak ke sumbu akibat tingginya angka kekentalan minyak tersebut. Perspektifnya adalah bahwa untuk keperluan rumah tangga, dapat digunakan satu jenis kompor yang bahan minyaknya dapat berasal dari bermacam-macam jenis minyak seperti minyak kelapa, minyak jarak pagar maupun minyak kelapa sawit. Dengan demikian, masyarakat luas dapat memilih untuk memanfaatkan minyak asal tanaman yang tersedia di sekitarnya dan tidak harus terpaku kepada satu jenis tanaman saja. Untuk mengatasi hal tersebut di atas, didalam penelitian ini dilakukan beberapa tahapan yang dimulai dengan pengempaan untuk memperoleh minyak dari sumbernya, uji sifat termofisik minyak meliputi densitas, kekentalan, tegangan permukaan, sifat kapilaritas (kecepatan naiknya minyak pada sumbu), uji kemampuan nyala, modifikasi pada kompor sumbu berdasarkan hasil pengujian sifat termofisik minyak dan model matematika yang dibangun, serta pengujian untuk mengetahui besarnya efisiensi pembakaran, Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mendapatkan prototipe kompor sumbu yang dapat dipergunakan dengan bahan bakar minyak nabati. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini dibagi dalam beberapa tujuan khusus yaitu : 1. Mendapatkan data sifat termofisik minyak jelantah, minyak kelapa, minyak kacang tanah, minyak bintaro, dan minyak jarak pagar serta campurannya dengan minyak tanah.
2. Mendapatkan persamaan model matematika kapilarisasi minyak dalam sumbu 3. Mendapatkan kompor sumbu yang dapat dipergunakan dengan BBN 4. Mendapatkan besarnya efisiensi kompor sumbu Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini adalah kompor sumbu termodifikasi yang dapat dipergunakan dengan bahan bakar minyak nabati dan campuran minyak nabati dengan minyak tanah yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat pengguna kompor sumbu untuk aktifitas memasak, pemanfaatan energi terbarukan khususnya minyak nabati sebagai sumber energi dalam pemakaiannya sebagai bahan bakar kompor, sehingga diharapkan dapat sebagai pemacu diversifikasi energi dan diharapkan dapat menjadi salah satu bentuk nyata dari desa mandiri energi. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengkaji komoditas hasil pertanian berupa minyak kelapa, minyak jarak pagar, minyak kacang tanah, minyak bintaro, dan minyak jelantah sebagai bahan bakar alternatif pengganti dan atau pensubstitusi minyak tanah pada kompor sumbu melalui kajian sifat termofisik minyak nabati serta campurannya dengan minyak tanah, modifikasi sistim kompor sumbu dan pengujian efisiensi pembakaran. Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi dari kompor sumbu yang ada berdasarkan hasil pengujian sifat termofisik minyak nabati yang meliputi densitas, kekentalan, tegangan permukaan, nilai kalor, kemampuan nyala, sifat kapilaritas dan model matematika kapilarisasi minyak pada sumbu. Percobaan dimulai dari pengumpulan bahan baku sumber minyak nabati yaitu kacang tanah, buah kelapa, buah bintaro, biji jarak pagar, dan minyak jelantah. Pengujian densitas dilakukan dengan metode piknometer, kekentalan dengan metode viskosimeter, dan tegangan permukaan dengan metode cincin du Nouy. Semua pengujian dilakukan dengan tiga ulangan pada tiga suhu yang berbeda. Untuk pengujian nilai kalor digunakan metode kalorimeter dengan tiga
kali ulangan. Pengujian kemampuan nyala minyak nabati dilakukan untuk setiap jenis minyak pada dua jenis sumbu. Sumbu yang dipergunakan merupakan sumbu yang umum ada dipasaran dan banyak dibeli oleh pengguna kompor sumbu. Pengujian juga dilakukan terhadap komposisi bahan penyusun sumbu dan porositas sumbu. Pada pengujian kemampuan nyala dilihat ketinggian lidah api dan lama nyala api dapat bertahan. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa minyak nabati dapat terbakar pada saat dipergunakan sebagai bahan bakar kompor sumbu. Pada pengujian sifat kapilaritas, data yang diperoleh adalah waktu yang diperlukan minyak untuk naik sepanjang sumbu pada setiap jarak satu sentimenter. Untuk menggambarkan peristiwa kapilarisasi minyak sepanjang sumbu dibangun sebuah persamaan model matematika yang dapat dipergunakan untuk menduga waktu yang diperlukan oleh minyak naik sepanjang sumbu. Dari data ketinggian dan waktu, hasil model matematika dipergunakan untuk menentukan jenis modifikasi yang akan dipilih pada kompor sumbu. Spesifikasi minyak
Spesifikasi sumbu
Uji Nyala Uji Kapilarisasi Model Matematika Simulasi/Optimasi
Modifikasi Kompor
Efisiensi Pembakaran
Gambar 1 Skema Keterkaitan antar bab.
Untuk melihat kinerja kompor hasil modifikasi dilakukan pengujian dimulai dari pengukuran suhu minyak, diteruskan dengan efisiensi pembakaran. Pengujian efisiensi menggunakan metode water boiling test (WBT). Pencatatan suhu dilakukan terhadap suhu minyak dalam tangki, suhu air dalam panci untuk setiap selang waktu dua menit dilakukan dengan alat pencatat suhu digital tipe
hibrid. Pencatatan dihentikan pada saat air mencapai suhu simeringnya dan dilakukan dengan tiga ulangan untuk setiap jenis modifikasi dan untuk setiap jenis minyak. Efisiensi dihitung sebagai perbandingan energi masuk panci terhadap energi yang terkandung dalam bahan bakar, sedangkan konsumsi bahan bakar dihitung dari pengurangan berat minyak sebelum dan sesudah pengujian. Keterkaitan antar Bab Untuk mendapatkan kompor yang dapat dipergunakan dengan bahan bakar minyak nabati murni, penelitian dilakukan dalam bentuk percobaanpercobaan atau pengujian-pengujian yang saling terkait. Keterkaitan antar bab digambarkan secara sederhana pada Gambar 1. Pengujian laboratorium dilakukan untuk melihat sifat termofisik minyak dan sifat fisik sumbu. Data yang diperoleh, diolah dan dipergunakan
untuk melakukan validasi model matematika
kapilarisasi sebagai dasar melakukan modifikasi terhadap kompor sumbu yang sudah ada. Terdapat tiga tahapan didalam penelitian ini, pertama, kajian terhadap kemungkinan penggunaan bahan bakar minyak jelantah dan minyak nabati sebagai pengganti minyak tanah yang akan dipakai dalam kompor sumbu. Didalam kajian tersebut dilakukan pengujian sifat termofisik meliputi densitas, kekentalan, dan tegangan permukaan minyak kelapa, minyak jelantah, minyak kacang tanah, minyak bintaro, dan minyak jarak pagar. Pembahasan mengenai pemanfaatan minyak nabati tersebut ditulis dalam Bab 2. Selanjutnya pada tahap kedua, dilakukan pengujian kemampuan nyala untuk setiap jenis minyak pada dua jenis sumbu yang dipaparkan dalam Bab 3. Dari hasil pengujian kemampuan nyala diharapkan akan diperoleh informasi jenis minyak terhadap jenis sumbu yang memberikan kualitas nyala yang paling baik, yang nantinya akan dipergunakan pada kompor. Dalam Bab 4, dipaparkan kajian sifat kapilaritas dari minyak kelapa, minyak jelantah, minyak kacang tanah, minyak bintaro, dan minyak jarak pagar serta campurannya dengan minyak tanah. Pengujian ini untuk melihat kecepatan naiknya minyak uji pada sumbu. Dari hasil pengujian kecepatan kapilarisasi dan model matematika kapilarisasi yang dibentuk diharapkan akan diperoleh
informasi yang dipergunakan untuk menentukan jenis modifikasi yang diperlukan. Pemaparan pekerjaan modifikasi disampaikan dalam Bab 5. Pada Bab 6, dipaparkan hasil pengujian efisiensi pembakaran dari minyak nabati dan campurannya dengan minyak tanah pada kompor sumbu yang telah melalui modifikasi, termasuk hasil pengujian kompor sumbu konvensional melalui pengujian WBT. Tahap terakhir adalah pembahasan umum di Bab 7 dan Bab 8 sebagai bab terakhir berisi kesimpulan umum dan saran.
2 PENGUJIAN SIFAT TERMOFISIK MINYAK NABATI
Pendahuluan Dalam penerapan kebijakan energi yang dikeluarkan pemerintah, penerapan teknologi-teknologi yang dapat mengurangi kebutuhan minyak tanah menjadi bagian penting. Salah satu bentuk yang terus dikembangkan adalah pemakaian bahan bakar minyak nabati yang bersifat terbarukan sebagai pengganti minyak tanah dengan memperhatikan sumber daya lokal yang ada (Soerawidjaja 2006 diacu dalam Puslitbun 2007). Sebagai negara tropis Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai sumber minyak nabati, seperti kelapa, kacang tanah, jarak pagar, nyamplung, bintaro, dan sebagainya. Sebagian besar minyak nabati dapat digunakan untuk bahan bakar kompor baik yang menggunakan sumbu maupun kompor tekan dan lampu minyak dengan melakukan beberapa modifikasi pada peralatan tersebut.
Minyak nabati dan
minyak jelantah memiliki sifat fisika dan kimia yang berbeda dengan minyak tanah (Reksowardojo 2008). Pada kompor tekan, minyak nabati menyisakan kerak setelah pembakaran dan menyumbat lubang nosel, sedangkan pada kompor sumbu akan mengakibatkan mengerasnya sumbu kompor yang akan menghambat kapilaritas minyak selanjutnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang kompor yang mampu beradaptasi dengan sifat-sifat minyak tersebut terutama pada sifat densitas dan kekentalannya (Reksowardojo 2008). Terdapat dua kemungkinan penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif terutama untuk kompor. Pertama, menggunakan secara langsung minyak nabati yang memiliki karakter hampir sama dengan minyak tanah, atau melakukan karakterisasi minyak sehingga sesuai dengan kebutuhan kompor dan kedua, melakukan modifikasi kompor untuk disesuaikan dengan karakteristik minyak nabati tersebut (Soerawidjaja 2006 diacu dalam Puslitbun 2007). Dalam penelitian ini dilakukan dua tahapan penelitian, yaitu mempergunakan minyak nabati secara langsung dan melakukan modifikasi kompor sesuai dari hasil percobaan tahap pertama.
Minyak Nabati Minyak nabati atau plant oil adalah minyak yang diperoleh dari tanaman melalui proses ekstraksi dari biji, buah atau pun bagian lain dari suatu tanaman. Cukup banyak tanaman di Indonesia sebagai sumber penghasil minyak nabati, misalnya kelapa, kacang tanah, nyamplung, kelapa sawit, jarak pagar, bunga matahari dan lainnya. Minyak nabati murni adalah minyak nabati hasil pengempaan langsung (pure plant oil atau straight plant oil) yang belum maupun sudah dimurnikan atau disaring, namun tanpa dirubah susunan kimianya (Soerawidjaja 2006 diacu dalam Puslitbun 2007). Untuk dapat dijadikan sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah, minyak nabati harus memiliki karaketristik yang hampir sama dengan minyak tanah. Salah satu karakteristik yang paling utama adalah angka kekentalan. Minyak nabati memiliki angka kekentalan yang sangat tinggi, sehingga pada pemakainnya minyak nabati harus mengalami proses-proses tertentu untuk menurunkan angka kekentalannya. Kekentalan minyak nabati berkisar antara 50 sampai 97,7 mm2 per detik, sedang minyak tanah hanya 2,2 mm2 per detik (Rahmat 2007). Demikian pula titik bakar minyak nabati berkisar antara 270 hingga 340 0C, padahal minyak tanah sekitar 50 hingga 55 0C (Lide &Frederikse 1995, diacu dalam Puslitbun 2007). Beberapa jenis proses yang dapat dipakai untuk menurunkan angka kekentalan adalah dengan merubah minyak
menjadi
senyawa
ester
melalui
reaksi
esterifikasi
dan
atau
transesterifikasi, pengenceran dengan pelarut organik tertentu dan melalui proses mikro emulsi (Knothe et al. 2004). Menggantikan minyak tanah dengan minyak nabati murni langsung belum dikenal secara luas oleh masyarakat. Minyak nabati terutama minyak yang diperoleh langsung dari pengempaan seperti jarak pagar, bintaro dan kacang tanah masih mengandung gum yang menyumbat pada pori sumbu pada kmpor sumbu sehingga suplai bahan bakar tidak kontinyu bahkan dapat menghasilkan kerak sisa pembakaran dan menyebabkan nosel tersumbat pada kompor bertekanan. Titik bakar yang cukup tinggi dari minyak murni, memerlukan proses pembakaran tertentu untuk menghasilkan penyalaan yang baik (Reksowardjoyo 2008). Oleh karena itu, penggunaan minyak murni memerlukan peralatan atau kompor khusus.
Sifat fisikokimia yang berbeda menyebabkan kompor semacam ini harus dimodifikasi agar dapat digunakan untuk BBN (Puslitbun 2007). Sedangkan untuk pemakaian kompor sumbu, minyak harus memiliki kekentalan yang kecil sehingga proses perambatan minyak melalui sumbu dapat berlangsung secara cepat agar proses pembakaran berlangsung secara kontinyu.
Minyak Kelapa Kelapa (Cocus nucifera) merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial bagi Indonesia selain kakao, kopi, sawit, vanili, dan lada. Komoditas ini telah lama dikenal dan hampir ditanam di seluruh Indonesia, terutama di daerah pantai. Sentra produksinya menyebar di Sumatra, Jawa, Sulawesi, NTT dan Maluku. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar memiliki kebun kelapa terluas di dunia, dengan luas sekitar empat juta hektar yang tersebar di seluruh wilayah nusantara (Dishutbun 2007).
Gambar 2 Daging dan minyak kelapa. Minyak kelapa yang diperoleh melalui proses fermentasi dingin berwarna cerah dan jernih seperti tampak pada Gambar 2. Secara umum kandungan minyak kelapa tersusun atas asam laurat 51,10%, asam miristat 12,63%, asam kapriliat 8,90%, asam palmitat 7,23%, asam kaprat 7,12%, dan asam linoleat 6,32%. (Heyne 1987). Komposisi proksimat daging kelapa tua yang segar dan yang kering (kopra), disajikan pada Tabel 3. Metode pengambilan minyak-lemak dari daging buah kelapa secara umum dibagi menjadi dua, yaitu
proses basah
(akuatik) dan proses kering. Bahan mentah proses basah adalah daging kelapa tua segar, sedang bahan mentah proses kering adalah kopra (daging kelapa tua kering). Proses kering adalah pilihan baku pengolahan skala pabrik berskala
menengah dan besar, sedang proses basah lazim dilakukan pengrajin dan industri skala kecil atau koperasi. Proses basah masih terus dikembangkan untuk penerapan dalam skala besar, karena mutu minyak dan produk sampingnya unggul (Soerawidjaja 2006 diacu dalam Puslitbun 2007). Tabel 3. Komposisi proksimat daging kelapa tua segar dan kopra (% berat) Komponen
Daging kelapa tua segar
Kopra
Air
35,0 – 52,5
2,6 – 6,0
Minyak-lemak
34,7 – 44,1
66,0 – 74,0
Protein
2,7 – 5,5
4,5 – 7,5
Karbohidrat
9,0 – 11,3
17,0 – 20,0
Serat kasar
2,1 – 3,4
4,5 – 7,2
Abu
0,8 – 1,3
2,3 – 3,5
Minyak kelapa untuk bahan bakar kompor diperoleh melalui proses basah dengan fermentasi ragi. Proses ini tidak memerlukan pemanasan, diagram alir proses pembuatan minyak kelapa seperti ditunjukkan pada Gambar 3 (Soerawidjaja 2006 diacu dalam Puslitbun 2007).
Gambar 3 Diagram alir pembuatan minyak proses dingin.
Minyak Jarak Jarak pagar dengan nama latin Jatropha curcas L atau lebih umum dikenal dengan nama jarak pagar atau jarak saja merupakan tanaman yang dapat tumbuh di lahan kritis dan tidak membutuhkan perawatan secara khusus (Heyne 1987). Luas tanaman jarak pagar di Indonesia secara tepat tidak diketahui, tetapi dengan gencarnya wacana dan keinginan masyarakat untuk menanam jarak pagar dimulai sekitar tahun 2005, diperkirakan luas pertanaman jarak pagar di lapangan sudah mencapai ribuan hektar tanaman muda yang belum berproduksi. Luas lahan yang berpotensi sangat cocok untuk pertanaman jarak pagar di Indonesia adalah sekitar 14,2 juta hektar (Soerawidjaja 2006 diacu dalam Puslitbun 2007).
Gambar 4 Biji dan minyak jarak. Jarak merupakan tanaman semak belukar atau pohon dengan tinggi mencapai 6 meter. Memiliki banyak cabang dengan ranting yang pendek dan gemuk. Berbuah sepanjang tahun, setiap buah berisi tiga sampai lima biji berwarna hitam, sedangkan minyaknya berwarna coklat jernih seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Tanaman jarak menghasilkan biji yang terdiri dari 58 sampai 65% per berat kernel dengan kandungan minyak antara 20 – 40% dari biji kering. Komposisi minyak jarak terdiri dari asam oleat 37-63% , asam linoleat 19-40%, asam palmitat 12-17%, dan asam stearat 5-6% (Heyne 1987). Minyak Jelantah Minyak jelantah adalah minyak goreng (minyak kelapa sawit) bekas olahan yang umumnya sudah tidak dipergunakan lagi untuk memasak atau menggoreng, berwarna coklat gelap sampai hitam tergantung dari bahan yang diolah sebelumnya (Suirta I.W 2009). Minyak goreng bekas dapat diperoleh dari
rumah tangga, restoran-restoran dan juga restoran fast food yang banyak ditemukan di kota-kota besar, selain itu juga diperoleh dari penjual berbagai gorengan atau rumah makan kecil.
Biasanya, dalam rumah tangga, minyak
goreng dipakai hingga berubah warna, kemudian dibuang ke saluran air atau dibuang begitu saja ke tempat sampah. Minyak goreng bekas itu dimanfaatkan pedagang kecil untuk menggoreng tahu dan jenis gorengan lainnya, padahal minyak goreng yang digunakan berulang kali dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan (Hamid A 2007). Minyak goreng bekas dapat mengatasi masalah kesulitan bahan bakar dan mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, seperti biodiesel yang sedang dikembangkan pada saat ini. Secara umum minyak jelantah mempunyai komposisi yang hampir sama dengan minyak goreng awalnya minyak kelapa sawit yaitu 53% asam oleat, 25% asam palmitat, dan 22% asam stearat (Heyne 1987). Minyak Bintaro Bintaro dengan nama latin Cerbera manghas L atau disebagian daerah dikenal dengan bitun merupakan perdu berbatang tegak, tinggi 3-8 meter. Batangnya berkayu, bulat licin, dan bergetah. Tumbuh disekitar aliran sungai berair payau di dataran rendah sampai 800 meter diatas permukaan laut (Heyne 1987). Saat ini belum mulai dibudidayakan sebagai salah satu komoditas perkebunan, hanya dijadikan sebagai tanaman hias di perumahan atau jalan.
Gambar 5 Buah dan minyak bintaro. Buahnya berwarna hijau pada saat muda dan berubah menjadi merah kecoklatan pada saat tua, berbentuk bulat agak lonjong seperti mangga. Daging buah berupa serabut dan bergetah sedangkan biji dari buah tua berwarna putih yang ditutupi dengan kulit ari yang keras berwarna coklat gelap (Gambar 5). Minyak bintaro
diperoleh melalui proses ekstraksi dengan pelarut. Biji bintaro mengandung 3060% minyak yang tersusun terutama atas 43% asam oleat, 31% asam palmitat dan 17% asam linoleat. Minyak bintaro mempunyai sifat beracun (cerebrin) disamping kandungan asam lemak esensialnya yang sangat rendah (Heyne 1987). Hal ini menyebabkan minyak bintaro tidak dapat dipergunakan sebagai minyak pangan. Dengan demikian penggunaannya sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar alternatif merupakan pilihan yang cukup tepat, sehingga tidak menggangu siklus minyak pangan. Minyak Kacang Tanah Kacang tanah yang memiliki nama latin Arachis Hypogeae L atau dikenal dengan nama Groundnut atau Peanut merupakan jenis tanaman kacang-kacangan yang sangat popular di IndonesiaTanaman ini berasal dari kawasan Amerika Selatan, tergolong tanaman Legum yang tumbuh baik pada ketinggian 0 - 500 m dpl dan buahnya masuk kedalam permukaan tanah untuk pemasakannya (Sadikin & Maesen 1993). Menurut Kasno A (2005) produksi kacang tanah nasional selama satu dasawarsa terakhir meningkat dengan pertumbuhan 1,56% per tahun, dengan tingkat produktivitas rata-rata 1,75–2,10 ton per hektare biji kering dan dapat dipanen pada umur 100-110 hari (Sadikin dan Maesen 1993). Satu polong biasanya berisi 1 – 6 butir biji, berbentuk silinder, halus terbungkus testa yang tipis, berwarna coklat berukuran 1 – 2 cm x 0,5 – 1 cm seperti tampak pada Gambar 6. Kacang tanah mengandung 30 – 50 % minyak yang berwarna kuning muda diperoleh melalui pengempaan hidrolik, komposisinya terutama tersusun dari 44 % asam oleat, 36 % asam linoleat, 13 % asam palmitat, dan 7 % asam stearat (Manay N & Shadaksharaswamy 1987).
Gambar 6 Biji dan minyak kacang tanah.
Densitas Densitas adalah salah satu sifat fisika suatu materi yang merupakan ukuran kerapatan molekul pembentuk materi(http://en.wikipedia.org/ Density). Secara matematika, densitas () dinyatakan sebagai perbandingan antara massa yang dimiliki oleh suatu materi (m) terhadap volume yang dipenuhi oleh materi tersebut (V). [ 1] Secara umum, densitas untuk padatan jauh lebih besar dari densitas cairan dan densitas gas. Perbedaan ini disebabkan akibat jarak antara molekul padatan jauh lebih rapat dibandingkan jarak molekul cairan dan gas. Densitas merupakan parameter yang dipengaruhi oleh suhu, persamaan empiris yang menghubungkan densitas dengan suhu adalah [ 2] dengan sebagai koefisien ekspansi volumetrik. Pada beberapa kasus, densitas lebih sering dinyatakan sebagai specific gravity (SG). Persamaan SG dikembangkan oleh Clement (1996) dan Tat et.al (2000) yang dipergunakan untuk biodiesel (Knothe et al. 2004): SG = yT + B
[ 3]
dimana SG adalah spesifik graviti individual, T adalah suhu, y dan B adalah koefisien korelasi. Untuk SG campuran, persamaan tadi menjadi :
SG mix = SGi x Xi
[ 4]
dimana Xi adalah fraksi massa komponen i. Densitas (kg/m3) merupakan parameter yang penting karena berhubungan dengan kalor jenis (energy content) bahan bakar. Semakin besar densitas bahan bakar akan menghasilkan daya yang besar, akan tetapi akan menghasilkan asap yang lebih banyak. Berat jenis suatu cairan berhungan dengan berat molekul dan titik didihnya. Titik didih tersebut dipengaruhi oleh berat molekul yang menyusun zat tersebut, semakin berat
molekul zat tersebut, cenderung menjadi tinggi titik didih zat tersebut
dan
semakin sulit menjadi uap. Tentunya menjadi semakin sulit bereaksi dengan oksigen, dalam arti memerlukan suhu lingkungan yang tinggi untuk terjadi campuran gas dengan oksigen. Bahan bakar harus mengalami penguapan agar dapat bercampur dengan oksigen yang ada di udara. Kekentalan Pada suatu padatan, resistensi terhadap deformasi adalah modulus elastisitas. Modulus geser suatu padatan elastik dinyatakan sebagai (Welty et al. 1963) : [ 5] Seperti halnya modulus geser padatan elastik adalah properti padatan yang menghubungkan tegangan geser dengan reganagan geser, ada suatu hubungan yang serupa dengan persamaan [5] yang menghubungkan tegangan geser pada aliran paralel, laminer dengan properti fluida. Hubungan ini dikenal dengan hukum kekentalan Newton (Welty et al. 2004). [ 6] Sehingga dapat dikatakan bahwa kekentalan suatu fluida adalah sifat fisik suatu fluida yang merupakan ukuran resistensinya terhadap laju deformasi apabila fluida dikenai gaya-gaya geser. Sebagai properti fluida, kekentalan bergantung pada suhu, komposisi, dan tekanan fluida. Dengan menuliskan kekentalan dengan simbol µ , hukum kekentalan Newton dapat ditulis sebagai (Welty et al. 1963) [7] Dalam hubungannya dengan suhu, persamaan yang menghubungkan besarnya kekentalan terhadap suhu adalah (Bird et al. 1965) [8]
dengan aproksimasi lebih jauh, persamaan [8] menjadi [9]
Persamaan [9] memperlihatkan penurunan ekpsonensial kekentalan terhadap suhu, yang sudah banyak terbukti untuk beberapa cairan yang umum ditemukan. Akan tetapi kedua persamaan diatas memiliki prosentase kesalahan yang cukup besar yaitu sekitar 30% terutama untuk senyawa dengan jumlah atom C yang banyak (Bird et al. 1965). Kekentalan secara umum dinyatakan sebagai kekentalan kinematik dengan satuan mm2/s dan kekentalan dinamik dengan satuan sentipoise (cp) . Hubungan kedua kekentalan tersebut adalah cp = cSt. (Knothe et al. 1987). Angka kekentalan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam tingkat keberhasilan pembakaran. Semakin besar angka kekentalannya semakin sulit pembakaran terjadi. Pada kompor sumbu, bahan bakar dengan kekentalan yang tinggi menyebabkan pembasahan sumbu akibat gaya kapilaritasnya terhambat (Knothe et al. 1987). Persamaan empiris untuk memprediksi besarnya angka kekentalan suatu bahan bakar telah banyak dikembangkan. Salah satu persamaan yang dikembangkan oleh Grunberg-Nissan adalah (Knothe et al. 1987) [10] dimana
adalah kekentalan rata-rata campuran,
adalah kekentalan
individual asam lemak, Xi dan Xj adalah fraksi mol komponen ke i dan j, Gij adalah parameter interaksi jumlah komponen. Karena senyawa
asam lemak merupakan non-associated liquid
yang
terdiri dari campuran senyawa yang mempunyai struktur yang relatif sama, maka persamaan [10] dapat disederhanakan menjadi [11] dimana yi adalah fraksi masa komponen asam lemak. Persamaan lain yang dapat dipakai untuk memprediksi angka kekentalan yang pada awalnya dipakai untuk memprediksi kekentalan metil palmitat, stearat dan oleat adalah persamaan yang dikembangkan oleh Janarthanan pada tahun 1996 (Knothe et al. 1987):
[12] dimana a, b dan c adalah konstanta yang berbeda untuk setiap ester asam lemak, T adalah suhu dan adalah kekentalan individual. Sedangkan untuk memprediksi kekentalan campurannya, persamaan tadi disederhanakan menjadi : [13] Tegangan Permukaan Tegangan permukaan alah gaya yang diakibatkan oleh suatu benda yang bekerja pada permukaan zat cair setiap panjang permukaan yang menyentuh benda tersebut. Fenomena ini terjadi karena selaput zat cair dalam kondisi tegang, tegangan fluida ini bekerja paralel terhadap permukaan dan timbul dari adanya gaya tarik menarik antara molekulnya (Mohtar 2008). Tegangan permukaan didefinisikan sebagai gaya F persatuan panjang L yang bekerja tegak lurus pada setiap garis di permukaan fluida permukaan fluida yang berada dalam keadaan tegang meliputi permukaan luar dan dalam (selaput cairan sangat tipis tapi masih jauh lebih besar dari ukururan satu molekul pembentuknya), sehingga untuk cincin dengan keliling L yang diangkat perlahan dari permukaan fluida, besarnya gaya F yang dibutuhkan untuk mengimbangi gaya-gaya permukaan fluida 2L dapat ditentukan dari pertambahan panjang pegas halus penggantung cincin (dinamometer), sehingga tegangan permukaan fluida memiliki nilai sebesar (Mohtar 2008) [14] dimana
= tegangan permukaan (N/m) F = gaya (Newton) L = panjang permukaan selaput fluida (m)
Tegangan permukaan suatu fluida di pengaruhi oleh suhu. Umumnya ketika terjadi kenaikkan suhu, nilai tegangan permukaan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena ketika suhu meningkat, molekul cairan bergerak semakin cepat
sehingga pengaruh interaksi antar molekul cairan berkurang. Akibatnya nilai tegangan permukaan juga mengalami penurunan. Menurut Eötvös, jika V adalah volume molar dan Tc suhu kritik cairan, maka tegangan permukaan cairan sebagai fungsi suhu adalah ( Gennes et al. 2002) [15] dengan j adalah konstanta yang berlaku untuk semua jenis fluida ( 2,1×10−7 J/(K mol−2/3).
Tujuan penelitian Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin diperoleh adalah mendapatkan data pengaruh suhu terhadap densitas, kekentalan, dan tegangan permukaan minyak nabati dan campuran minyak nabati dengan minyak tanah serta nilai kalor minyak nabati. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian untuk pengujian kekentalan dan densitas minyak tanah, minyak nabati, dan campuran minyak tanah dengan minyak nabati dilakukan di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen Teknologi Pertanian IPB, dengan waktu penelitian dimulai dari Juni 2007 sampai September 2007. Sedangkan untuk pengujian tegangan permukaan dilakukan di Balai Besar Bahan Industri Jakarta. Bahan Pada pengujian kekentalan, densitas, tegangan permukaan, dan nilai kalor minyak dilakukan dengan menggunakan minyak kelapa, minyak kacang tanah, minyak bintaro, minyak jarak, minyak jelantah, dan minyak tanah sebagai kontrol serta campuran minyak nabati dengan minyak tanah.
Alat Alat yang dipergunakan adalah piknometer dengan volume 5 ml, viskosimeter Ostwald, neraca torsi Du Noy, pencatat waktu digital, penangas air yang dilengkapi pengatur suhu, neraca analitis, alat-alat gelas kimia, dan kolom kaca. Prosedur Percobaan Percobaan diawali dengan pengujian densitas minyak minyak kelapa, minyak jarak, minyak kacang tanah, minyak bintaro, minyak jelantah, minyak tanah, dan campurannya dengan perbandingan 1:1 (volume) pada suhu 30, 50 dan 70oC dengan menggunakan piknometer berukuran 5 ml dan penimbangan dilakukan dengan neraca analitis satu pinggan. Untuk pengujian kekentalan minyak minyak kelapa, minyak kacang tanah, minyak bintaro, minyak jarak, minyak jelantah, minyak tanah, dan campurannya dengan perbandingan 1:1(v) pada suhu 30, 50 dan 70oC digunakan viskosimeter Ostwald dengan ukuran volume 10 ml. Pengujian tegangan permukaan dilakukan dengan metode cincin du Nouy, 5 ml cairan uji ditempatkan kedalam bejana dan cincin dimasukkan ke dalam minyak, besarnya tegangan permukaan diukur dengan pengaturan ulir pengangkat cincin. Hasil dan Pembahasan Pengujian Densitas dan Kekentalan Minyak Tanah Densitas minyak tanah pada suhu kamar adalah 0,8228 gr/l. Dengan bertambah tingginya suhu, densitas minyak tanah mengalami penurunan seperti tampak pada Gambar 7. Sesuai dengan pengertian densitas merupakan perbandingan massa suatu materi dalam hal ini fluida terhadap volumenya. Kenaikkan suhu mengakibatkan bergesernya jarak molekul dalam minyak tanah menjadi lebih besar, sehingga akibat bertambahnya jarak antara molekul, jumlah molekul yang mengisi satu satuan volume menjadi lebih kecil sedangkan volumenya menjadi lebih besar. Dengan bertambah besar volume maka merujuk persamaan [1], angka
densitas menjadi lebih kecil. Berdasarkan persamaan [2] tampak dengan bertambah besarnya suhu akan memperkecil nilai densitas (). Besarnya penurunan densitas minyak tanah mengikuti persamaan = -0,01 ln(T) + 0,864
densitas, g/ml
dengan besarnya koefisien determinan 0,949.
= -0,01ln(T) + 0,864, R² = 0,949
0.826 0.824 0.822 0.820 0.818 0.816 0.814 0.812 20
30
40
50
60
70
80
suhu,oC
Gambar 7 Pengaruh suhu terhadap densitas minyak tanah. Sedangkan untuk kekentalan minyak tanah, dari hasil pengujian dengan menggunakan metode Ostwald, kekentalan minyak minyak tanah menjadi semakin kecil dengan bertambahnya suhu seperti tampak pada Gambar 8. kekentalan, mm2/s
1.50 1.00
= -0,016T + 2,003, R² = 0,981
0.50 0.00 20
30
40
50 suhu,oC
60
70
80
Gambar 8 Pengaruh suhu terhadap kekentalan minyak tanah. Kenaikkan suhu akan mengakibatkan turunnya ikatan antar molekul, yang secara langsung berpengaruh
terhadap tegangan geser dari fluida tersebut. Dengan
bertambah kecilnya tegangan geser, sesuai dengan persamaan [6], angka kekentalan menjadi lebih kecil. Hal ini diperkuat dengan hubungan dengan T adalah suhu (Wazer et al. 1963), maka dapat dilihat bahwa dengan naiknya nilai T atau bertambah besarnya suhu, angka kekentalan menjadi lebih kecil. Penurunan kekentalan minyak tanah mengikuti persamaan = -0,016 T +
2,003 dengan besarnya koefisien determinan 0,981. Dengan adanya kenaikkan suhu, besarnya tegangan geser dan koefisien gesek dari minyak terhadap dinding
kekentalan, (mm2/s)
menjadi lebih kecil. 1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 20
30
40 50 60 70 80 suhu, oC eksperimental Newton-Trouton
Gambar 9 Kekentalan minyak tanah. Bila ditinjau dari persamaan [9], besarnya penurunan kekentalan minyak tanah hasil pengujian memiliki bentuk kurva yang sama dengan kurva dari persamaan Newton-Trouton (Gambar 9). Minyak Kelapa Densitas minyak kelapa pada suhu kamar adalah 0,9588 gr/l sedikit lebih besar dari minyak tanah. Dari Gambar 10 tampak dengan naiknya suhu, besarnya densitas minyak kelapa semakin kecil. 35.0 kekentalan, mm2/s
densitas, g/ml
0.960 0.955 0.950 0.945 = -0,01ln(T) + 1,023
R² = 0,929 0.940
30.0 25.0 20.0 15.0 10.0
= -0,545T + 46,35 R² = 0,915
5.0 20
30
40
50 60 suhu,oC
70
80
20 30 40 50 60 70 80 suhu, oC
(a) (b) Gambar 10 Pengaruh suhu terhadap densitas (a) dan kekentalan (b) minyak kelapa. Besarnya penurunan densitas minyak kelapa seperti tampak pada Gambar 10(a), mengikuti persamaan
= -0,01 ln(T) + 1,023 dengan besarnya koefisien
determinan 0,929. Menurut Reid dalam Bird et al. (1987) dengan adanya kenaikkan suhu, jarak molekul dalam minyak tanah menjadi lebih besar, sehingga akibat bertambahnya jarak antara molekul, jumlah molekul yang mengisi satu satuan volume menjadi lebih kecil. Sedangkan untuk kekentalan minyak kelapa, diperoleh bahwa kekentalan minyak kelapa jauh lebih besar dibandingkan dengan angka kekentalan minyak tanah. Menurut Knothe et.al (2004) semakin panjang jumlah atom C penyusun asam lemak maka akan semakin besar angka kekentalannya dan semakin banyaknya ikatan rangkap dua pada senyawa asam lemak tersebut, maka akan semakin besar pula angka kekentalannya. Minyak tanah tersusun atas senyawa alifatik jenuh berantai C11 sampai C15, sedangkan minyak kelapa tersusun atas senyawa asam lemak bersuku C tinggi dan senyawa trigliserida dari asam lemak penyusunnya dengan C14 sampai C16. Semakin besar jumlah C penyusunnya, maka densitasnya memiliki kecenderungan bertambah besar. Begitu pula hal ini berlaku untuk minyak tanah. Besarnya angka kekentalan minyak kelapa hampir 30
kekentalan, (mm2/s)
kali lebih besar dari angka kekentalan minyak tanah. 30 25 20 15 10 5 0 20
30
40
50
60
70
80
suhu, oC eksperimental
Newton-Trouton
Gambar 11 Kekentalan minyak kelapa.
Seperti halnya minyak tanah, kekentalan minyak kelapa mengalami penurunan dengan bertambah besarnya suhu, seperti tampak pada Gambar 10(b), mengikuti persamaan = -0,545T + 46,35 dengan besarnya koefisien determinan 0,915. Bentuk kurva penurunan kekentalan minyak kelapa terhadap suhu seperti
ditunjukkan oleh Gambar 11 memiliki kecenderungan yang sama dengan kurva kekentalan menurut hukum kekentalan Newton (Persamaan [9]) dengan prosentase kesalahan yang cukup besar yaitu 34%. Minyak Jelantah Hasil pengujian untuk minyak jelantah, densitasnya tidak jauh berbeda dengan dengan densitas minyak kelapa, yaitu 0,9468 g/ml, sedikit lebih kecil dibandingkan dengan minyak kacang tanah. Minyak jelantah yang dipergunakan adalah minyak bekas (bekas proses penggorengan) dari minyak goreng yang umumnya berasal dari minyak kelapa sawit. Pada minyak jelantah, asam lemak penyusunnya hampir sama dengan minyak kelapa sawit secara umum yaitu lebih didominasi oleh dari asam lemak dengan jumlah atom C16 sampai C 18.
0.946
= -0,01ln(T) + 0,980 R² = 0,981
50.0 kekentalan, mm2/s
densitas, g/ml
0.948
0.944 0.942 0.940 0.938
40.0
= - 0,041T2 + 1,518T + 24,67 R² = 0,989
30.0 20.0 10.0
20 30 40 50o 60 70 80 suhu, C
20 30 40 50 60 70 80 suhu, oC
(a) (b) Gambar 12 Pengaruh suhu terhadap densitas (a) dan kekentalan (b) minyak jelantah. Besarnya penurunan densitas minyak jelantah terhadap kenaikkan suhu seperti tampak pada Gambar 12(a) mengikuti persamaan = -0,01Ln(T) + 0,980 dengan besarnya koefisien determinan 0,981. Sedangkan untuk kekentalan minyak jelantah yang tampak pada Gambar 12(b), besarnya penurunan kekentalan minyak jelantah mengikuti persamaan = -0,041t2 + 1,518t + 24,67 dengan besarnya koefisien determinan 0,989.
Minyak Jarak Pagar Minyak jarak pagar yang dipergunakan adalah minyak jarak pagar yang belum mengalami purifikasi lebih lanjut. Minyak jarak pagar memiliki densitas paling kecil dibandingkan dengan densitas minyak nabati lainnya, yaitu 0,9156 g/ml. Besarnya penurunan densitas minyak jarak terhadap suhu mengikuti persamaan = -0,0001T + 0,919 dengan besarnya koefisien determinan 1,000 seperti tampak pada Gambar 13(a). 55.0
0.915 kekentalan, mm2/s
densitas, g/ml
0.916
0.914 0.913 0.912
= -0,0001T + 0.919 R² = 1
0.911 0.910 0.909
= 0,014T2 - 2,408T + 107,6 R² = 0,996
45.0 35.0 25.0 15.0 5.0
20
30
40
50
60
70
80
20
suhu, oC
30
40
50
60
70
80
suhu, oC
(a)
(b)
Gambar 13 Pengaruh suhu terhadap densitas (a) dan kekentalan (b) minyak jarak pagar. Penurunan kekentalan minyak jarak pagar sebagai fungsi suhu seperti tampak pada Gambar 13(b) mengikuti persamaan linear = 0,014T2 – 2,408T + 107,6 dengan besarnya koefisien determinan 0,996. Minyak Kacang Tanah Hasil pengujian untuk minyak
kacang tanah, densitasnya tidak jauh
berbeda dengan dengan densitas minyak kelapa, yaitu 0,8615 g/ml, sedikit lebih kecil dibandingkan dengan minyak kacang tanah. Minyak kacang tanah yang dipergunakan adalah minyak hasil pengempaan langsung. Pada minyak kacang tanah, asam lemak penyusunnya didominasi oleh dari asam lemak dengan jumlah atom C 18.
45.00
0.870
= -0,733T+ 63,28 R² = 0,971
= -0,02ln(T) + 0,955 R² = 0,895
0.860 0.855 0.850
kekentalan, mm2/s
densitas, g/ml
0.865 30.00
15.00
0.845 0.840
0.00
0.835 20
40
60
80
20
suhu, oC
40
60
80
suhu, oC
(a) (b) Gambar 14 Pengaruh suhu terhadap densitas (a) dan kekentalan (b) minyak kacang tanah. Besarnya penurunan densitas minyak kacang tanah terhadap kenaikkan suhu seperti tampak pada Gambar 14(a) mengikuti persamaan = -0,02Ln(T) + 0,955 dengan besarnya koefisien determinan 0,895. Sedangkan untuk kekentalan minyak kacang tanah yang tampak pada Gambar 14(b), besarnya penurunan kekentalannya mengikuti persamaan = -0,733t + 63,28 dengan besarnya koefisien determinan 0,971. Minyak Bintaro Minyak bintaro yang dipergunakan adalah minyak bintaro hasil ekstraksi biji bintaro dengan pelarut (choloroform:metanol pada perbandingan volume 3:1). Minyak bintaro memiliki densitas paling besar dibandingkan dengan densitas minyak nabati lainnya, yaitu 0,9648 g/ml. Besarnya penurunan densitas minyak jarak terhadap suhu mengikuti persamaan = -0,0001T + 0,975 dengan besarnya koefisien determinan 0,990 seperti tampak pada Gambar 15(a). Sementara kekentalannya 44 mm2/detik Penurunan kekentalan minyak bintaro sebagai fungsi suhu seperti tampak pada Gambar 15(b) mengikuti persamaan linear = 0,528T + 60,62 dengan besarnya koefisien determinan 0,941.
0.966 0.964
kekentalan, g/ml
0.962 denistas, g/ml
50.00
= -0,0001T + 0,975 R² = 0,990
0.960 0.958 0.956 0.954
= -0,528T+ 60,62 R² = 0,941
40.00
30.00
0.952 0.950
20.00 20
40
60
80
20
suhu, oC
40
60
80
suhu, oC
(a) (b) Gambar 15 Pengaruh suhu terhadap densitas (a) dan kekentalan (b) minyak bintaro.
Pengujian Densitas dan Kekentalan Minyak Campuran Minyak campuran disini adalah campuran antara minyak tanah dengan minyak nabati. Pencampuran minyak tanah dengan minyak nabati dilakukan pada perbandingan 1:1 (volume). Pengujian dilakukan setelah campuran dibiarkan sekitar 10 menit untuk melihat kehomogenan campuran. Minyak Tanah dan Minyak Kelapa Pada campuran minyak tanah dengan minyak kelapa, densitas minyak campuran bernilai diantara kedua densitas minyak tersebut. Dengan bertambah tingginya suhu, densitas minyak campurannya mengalami penurunan seperti tampak pada Gambar 16(a), mengikuti persamaan = -0,01 ln(T) + 0,944 dengan besarnya koefisien determinan 0,939. Pada campuran minyak tanah dengan minyak kelapa, kekentalan minyak campuran mengalami penurunan yang cukup besar, yaitu hampir setengahnya dari angka kekentalan minyak kelapa murni. Kekentalan minyak campuran
mengalami penurunan
seperti tampak pada
Gambar 16(b), mengikuti persamaan = -0,280T + 24,18 dengan besarnya
densitas, g/ml
0.896 0.892
kekentalan, mm2/s
koefisien determinan 0,918. = -0,01ln(T) + 0,944 R² = 0,939
0.888 0.884
16.0
= -0,280T + 24,18 R² = 0,918
12.0 8.0
0.880 4.0
0.876
20
20 30 40 50 60 70 80
30
40
50
60
70
80
suhu,oC
suhu,oC
(a) (b) Gambar 16. Pengaruh suhu terhadap densitas (a) dan kekentalan (b) campuran minyak minyak tanah dan kelapa. Minyak Tanah dan Minyak Jelantah Untuk campuran minyak dengan minyak tanah, besar penurunan densitasnya mengikuti persamaan = -0,0001T+ 0,989 dengan besarnya koefisien determinan 0,989 seperti tampak pada Gambar 17(a). Besar penurunan angka kekentalan minyak campuran jelantah dengan minyak tanah mengikuti persamaan
= -0,020T2 + 0,765Tt + 13,07 dengan besarnya koefisien determinan 0,989 seperti tampak pada Gambar 17(b).
0.885
= -0,0001T + 0,892 R² = 0,989
0.880 0.875 0.870
= - 0,020T2 + 0,765T + 13,07 R² = 0,989
20.0 15.0 10.0 5.0
20 30 40 50 60 70 80 suhu, oC
Gambar 17
25.0 kekentalan, mm2/s
densitas, g/ml
0.890
20
30
40
50
60
70
80
suhu, oC
(a) (b) Pengaruh suhu serhadap densitas (a) dan kekentalan (b) campuran minyak tanah dan minyak jelantah.
Minyak Tanah dan Minyak Jarak Pagar Untuk campuran minyak tanah dan minyak jarak besarnya penurunan densitas terhadap suhu mengikuti persamaan = -0,0001T + 0,875 dengan besarnya koefisien determinan 0,992 seperti tampak pada Gambar 18(a). Sedangkan besarnya penurunan kekentalan campuran minyak jarak pagar dan minyak tanah mengikuti persamaan = 0,04T2 -2,771T + 78,30 dengan besarnya koefisien determinan 0,999 seperti tampak pada Gambar 18(b).
= -0,0001T + 0,875 R² = 0,992
0.868 0.866 0.864 0.862
22.0 18.0 14.0 10.0 6.0
0.860 20
30
40 50o 60 suhu, C
70
= 0,04T2 - 2,771T + 78,30 R² = 0,999
26.0 kekentalan, mm2/s
densitas, g/ml
0.870
20
80
30
40
50 60 suhu, oC
70
80
(a) (b) Gambar 18 Pengaruh suhu terhadap densitas(a) dan kekentalan (b) campuran minyak tanah dan minyak jarak pagar. Minyak Tanah dan Minyak Kacang Tanah Untuk campuran minyak tanah dan minyak kacang tanah
besarnya
penurunan densitas terhadap suhu mengikuti persamaan = -0,02Ln(T) + 0,960 dengan besarnya koefisien determinan 0,916 seperti tampak pada Gambar 19(a). = -0,02ln(t) + 0,960 R² = 0,916
0.89
0.88
0.87
= -0,374t + 32,64 R² = 0,972
26.00 kekentalan, mm2/s
densitas, g/ml
0.90
22.00 18.00 14.00 10.00 6.00
20
40
60 suhu,oC
80
20
40 60 suhu, oC
80
(a) (b) Gambar 19 Pengaruh suhu terhadap densitas(a) dan kekentalan (b) campuran minyak tanah dan minyak kacang tanah.
Sedangkan besarnya penurunan kekentalannya mengikuti persamaan = 0,374T + 32,64 dengan besarnya koefisien determinan 0,972 seperti tampak pada Gambar 19(b). Minyak Tanah dan Minyak Bintaro Pada campuran minyak tanah dengan minyak bintaro, densitas minyak campuran bernilai diantara kedua densitas minyak tersebut. Dengan bertambah tingginya suhu, densitas minyak campurannya mengalami penurunan seperti tampak pada Gambar 20(a), mengikuti persamaan = -0,01 ln(T) + 0,942 dengan besarnya koefisien determinan 0,960. Pada campuran minyak tanah dengan minyak bintaro,
kekentalan
minyak campuran mengalami penurunan
yang
cukup besar, yaitu hampir setengahnya dari angka kekentalan minyak bintaro. Kekentalan minyak campuran
mengalami penurunan
seperti tampak pada
Gambar 20(b), mengikuti persamaan = -0,003T2 + 0,064T + 23,54 dengan besarnya koefisien determinan 0,963.
0.892 0.890 0.888 0.886 0.884 0.882
kekentalan, mm2/s
= -0,01ln(t) + 0,942 R² = 0,960
0.894 densitas, g/ml
= -0,003t2 + 0,064t+ 23,54 R² = 0,963
24.00
0.896
22.00 20.00 18.00 16.00 14.00 12.00
0.880
10.00 20
40
60
suhu, oC
80
20
40
60 suhu, oC
80
(a) (b) Gambar 20 Pengaruh suhu terhadap densitas(a) dan kekentalan (b) campuran minyak tanah dan minyak bintaro. Pengujian Tegangan Permukaan Hasil pengujian menunjukkan minyak kelapa mempunyai tegangan permukaan yang paling besar. Tegangan permukaan minyak dipengaruhi oleh
suhu, semakin tinggi suhu, tegangan permukaan minyak menjadi lebih kecil (Gambar 21) .
tegangan permukaan, N/m
0.05 0.04 0.04 0.03 0.03 0.02 0.02 0.01 0.01 0.00 30
50
suhu, m kelapa m bintaro
70
oC
m jelantah m jarak pagar
m kacang tanah m tanah
Gambar 21 Tegangan permukaan minyak nabati. Dari persamaan [16] terlihat jelas untuk setiap kenaikkan suhu, maka pada nilai Tc dan V yang tetap, suku sebelah kanan menjadi lebih kecil dan akibatnya besarnya tegangan permukaan menjadi kecil.
tegangan permukaan, N/m
0.045 0.040
mk = -5E-05T + 0,041 R² = 0,997
mj = -4E-05T+ 0,037 R² = 0,976
0.035
mb = -5E-05T + 0,036 R² = 0,981
0.030 mt = -3E-05T + 0,029 R² = 0,987
0.025 0.020 20 m tanah
30 m kelapa
40
suhu, oC
m kacang tanah
mjp = -9E-05T+ 0,032 R² = 0,810 50
m jelantah
60 m bintaro
70 m jarak pagar
Gambar 22 Pengaruh suhu terhadap tegangan permukaan minyak. Besarnya penurunan angka tegangan permukaan dari minyak kelapa adalah mk = 5E-05T + 0,041 dengan nilai koefisien determinannya 0,997, untuk minyak jelantah mj = -4E-05T + 0,037 dengan nlai koefisien determinannya 0,976, untuk
minyak bintaro mb = -5E-05T + 0,036 dengan nilai koefisien determinannya 0,981, untuk minyak jarak pagar mjp = -9E-05T + 0,032 dengan nilai koefisien determinannya 0,810, dan untuk minyak tanah mt = -3E-05T + 0,029 dengan nilai koefisien determinannya 0,987 (Gambar 22). Nilai Kalor Minyak nabati mempunyai nilai kalor yang relatif
lebih kecil dibandingkan
dengan minyak tanah. Untuk minyak kelapa, minyak jelantah dan minyak jarak pagar nilainya hanya berbeda sekitar 5000 angka lebih rendah berbeda dengan minyak kacang tanah dan bintaro yang hampir dua kali lipat lebih rendah
nilai kalor, J/g
dibandingkan dengan minyak tanah seperti ditampilkan pada Gambar 23. 45000 40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 m tanah
m jarak pagar
m kelapa
m jelantah
m bintaro m kacang tanah
Gambar 23 Nilai kalor minyak
Kesimpulan Dari hasil pengamatan, pengumpulan dan pengolah data, dapat disimpulkan bahwa minyak nabati memiliki densitas, kekentalan, dan tegangan permukaan yang sangat besar dibandingkan dengan minyak tanah. Pencampuran dengan minyak tanah menurunkan ketiga sifat fisika minyak tersebut. Baik densitas, kekentalan maupun tegangan permukaan untuk minyak nabati murni dan campuran minyak nabati dengan minyak tanah nilainya berbanding terbalik
dengan suhu, semakin tinggi suhu maka semaki kecil densitas, kekentalan minyak, dan tegangan permukaannya. Minyak bintaro memiliki densitas yang paling besar yaitu 0,9648 g/ml sedangkan untuk minyak kacang tanah, jelantah, kelapa, dan jarak pagar berturutturut adalah 0,9615; 0,9588; 0,9468; dan 0,9156 g/ml. Minyak yang memiliki kekentalan terkecil adalah minyak jarak pagar yaitu 28,45 mm2/s, disusul kemudian oleh minyak kelapa 39,84 mm2/s, minyak jelantah 39,99 mm2/s, minyak kacang tanah 43,19 mm2/s dan minyak bintaro 49,15 mm2/s . Sedangkan minyak yang memiliki tegangan permukaan terbesar adalah minyak kelapa yaitu 0,0399 N/m, disusul kemudian oleh minyak jelantah, kacang tanah, bintaro berturut-turut adalah 0,0359; 0,0356; 0,03502; dan jarak pagar 0,0294 N/m . Untuk campurannya dengan minyak tanah, minyak campuran yang memiliki densitas terkecil adalah campuran minyak jarak pagar dengan minyak tanah yaitu 0,8692 g/ml, yang memiliki kekentalan terkecil adalah campuran minyak kelapa dengan minyak tanah yaitu 14,9663 mm2/s dan 0,0284 N/m untuk campuran minyak tanah dan minyak jarak pagar. Nilai kalor minyak tanah 41.789,04 J/g dan nilai kalor minyak minyak jarak pagar 39.056,11J/g, minyak kelapa 37.710,15 J/g, minyak jelantah 37.633,09 J/g, minyak bintaro 26.251,15 J/g, dan minyak kacang tanah adalah 25.051,28 J/g.
3 PENGUJIAN SIFAT KAPILARITAS MINYAK
Pendahuluan Dalam rangka upaya untuk menghentikan penggunaan minyak tanah di rumah tangga, maka pemakaian bahan bakar minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif merupakan suatu bagian dari proses energi terbarukan yang tidak dapat ditolak. Sejalan dengan kondisi itu pemerintah mentargetkan ada 2.000 desa mandiri energi sampai tahun 2010. Mandiri energi berarti 60 persen kebutuhan energinya dipenuhi dari sumber setempat terutama dari energi terbarukan (Dept. PMD 2008). Pada saat ini penelitian tentang pemakaian minyak nabati khususnya minyak jarak pagar sudah mulai dikembangkan bahkan sudah mulai dikomersialisasikan. Namun demikian, oleh karena kekentalan dan titik bakarnya yang tinggi maka penggunaan minyak nabati memerlukan jenis kompor tertentu. Perbedaan yang perlu dilihat dan dikaji dari minyak nabati yang akan dipergunakan sebagai bahan bakar adalah pada parameternya berupa titik bakar, kekentalan, dan nilai kalori (Tabel 2). Untuk itu diperlukan kompor yang dapat dioperasikan dengan bahan bakar minyak nabati tersebut (Soerawidjaja 2006 diacu dalam Puslitbun 2007). Pada saat ini baru jenis kompor bertekanan atau kompor semawar yang sudah dapat dioperasikan dengan minyak nabati dengan beberapa modifikasi terutama pada bagian pengabutan bahan bakar sebelum masuk ke ruang bakar. Sedangkan untuk kompor sumbu, yang justru hampir sebagian masyarakat golongan bawah yang tingal di pedesaan
masih belum
diekplorasi untuk melihat pemakaiannya dengan bahan bakar minyak nabati. Sifat kapilaritas minyak pada sumbu merupakan bagian yang terpenting dalam sistim kompor sumbu. Naiknya minyak dari tangki minyak sampai ke bagian atas melalui sumbu untuk selanjutnya terbakar sangat dipengaruhi oleh sifat fisik minyak salah diantaranya adalah kekentalan yang menyebabkan naik atau turunnya daya penetrasi minyak terhadap sumbu, angka kekentalan yang tinggi menyebabkan daya penetrasi minyak turun. Tegangan permukaan yang
rendah memberikan kemampuan penetrasi dan penyebaran yang baik, sifat pembasahan berkaitan dengan sudut kontak cairan sedangkan densitas tidak banyak berpengaruh terhadap daya penetrasi (Mohtar 2008). Sehubungan dengan itu maka dalam penelitian ini dititik beratkan untuk melihat kemampuan minyak nabati sebagai bahan bakar pada sumbu kompor melalui pengujian sifat kapilaritas minyak nabati pada sumbu kompor. Kapilarisasi Kapilarisasi adalah gejala naiknya suatu fluida yang disebabkan oleh gaya kohesi atau gaya tari menarik antara partikel yang sejenis, misalnya partikel minyak dengan partikel minyak, dan gaya adesi atau gaya tarik menarik antara partikel yang berbeda jenis misalnya partikel minyak dengan partikel lain (Fayala et al. 2004). Secara sederhana peristiwa kapilarisasi dapat digambarkan secara sederhana seperti tampak pada Gambar 24.
Gambar 24 Kapilarisasi (San 2009). Apabila adesi lebih besar dari kohesi seperti pada air dengan permukaan kaca pipa kapiler, air akan berinteraksi kuat dengan permukaan gelas sehingga air membasahi kaca dan juga permukaan atas cairan akan melengkung (cekung). Begitu pula sebaliknya, apabila kohesi lebih besar dari adesi seperti pada air dengan permukaan kaca pipa kapiler yang dilapisi dengan lilin, air akan berinteraksi lemah dengan permukaan gelas sehingga air tidak naik membasahi kaca dan juga permukaan atas cairan akan mencembung (cembung). Keadaan ini dapat menyebabkan cairan dapat naik ke atas oleh tegangan permukaan yang
arahnya ke atas sampai batas keseimbangan gaya ke atas dengan gaya berat cairan tercapai (Tuller 2005). Ketinggian maksimum yang dicapai cairan dalam tabung kapiler dipengaruhi oleh tegangan permukaan akibat interaksi molekul-molekul zat cair dipermukaan zat cair. Di bagian dalam cairan sebuah molekul dikelilingi oleh molekul lain disekitarnya, tetapi di permukaan cairan tidak ada molekul lain dibagian atas molekul cairan itu. Hal ini menyebabkan timbulnya gaya pemulih yang menarik molekul apabila molekul itu dinaikkan menjauhi permukaan, oleh molekul yang ada di bagian bawah permukaan cairan. Sebaliknya jika molekul di permukaan cairan ditekan, misalnya dalam hal ini dimasukkan pipa kapiler, molekul bagian bawah permukaan akan memberikan gaya pemulih yang arahnya ke atas (Hallstensson et al. 2000).
(a)
(b)
Gambar 25 Kapilarisasi sebagai fungsi jari-jari tabung (a) dan densitas (b) (Brady & Weil, 2004). Selain oleh tegangan permukaan, ketinggian yang dicapai suatu cairan dalam tabung kapiler dipengaruhi pula oleh jari-jari tabung dan densitas cairan. Hal ini secara sederhana ditunjukkan pada Gambar 25. Semakin kecil jari-jari tabung maka semakin tinggi ketinggian yang dicapai oleh cairan (Brady & Weil 2004). Untuk kapilarisasi pada bahan berpori, semakin rapat bahan tersebut maka akan semakin tinggi ketinggian yang dapat dicapai oleh cairan (Kwiatkoswka 2008). Kapilarisasi sebenarnya merupakan suatu fenomena dasar yang secara luas digunakan pada karakterisasi bahan berpori, seperti naiknya air tanah melalui akar
tumbuhan ke permukaan pada bidang pertanian, terjadinya penetrasi zat warna pada pencelupan kain pada bidang tekstil, naiknya minyak ke permukaan pada bidang pertambangan, dan banyak lainnya (Fayala et al. 2004). Hal yang menonjol dari aliran fluida dalam suatu bahan berpori atau granul adalah pergerakan air atau minyak dalam dasar, dan mengalir dalam tumpukan granul katalis atau dalam proses filtrasi. Biasanya kecepatan fluidanya sangat kecil sehingga aliran dikategorikan laminer (Hupka & Vu 2005). Percobaan awal tentang aliran air melalui suatu tumpukan tanah ditemukan oleh Darcy yang dikenal dengan hukum
Darcy, yang menyatakan adanya
hubungan antara kecepatan alir () dan gradien tekanan (Walas M.S. 1991) : [16] dimana P adalah permeabilitas yang tergantung dari bentuk geometri tumpukan dan beberapa sifat dari fluida kekentalan (µ). Pendekatan lain yang umum dipergunakan dalam menjelaskan kapilarisasi adalah hukum Hagen-Poissule. Pendekatan hukum ini berdasarkan pada aliran suatu fluida cair dalam silinder, kecepatan volumetriknya dinyatakan sebagai (Bird et al. 1965): [17] Secara umum kecepatan adalah perubahan satuan jarak dalam satuan waktu tertentu, sehingga Vav
z dan p gz , maka persamaan [17] dapat ditulis t
sebagai persamaan perubahan kecepatan naiknya fluida melalui sumbu dalam satuan waktu adalah (Benltoufa & Fayala 2008) [18] Penomena kapilarisasi penetrasi dinamik sudah dikembangkan oleh beberapa peneliti dimulai oleh Lucas dan Washburn. Mereka mempergunakan
persamaan yang dikenal dengan persamaan penetrasi cairan dalam kapiler silinder (Likos & Lu 2004): [19] Dimana z adalah jarak penetrasi yang ditempuh cairan,
adalah tegangan
permukaan cairan, adalah sudut kontak antara cairan dan permukaan bagian dalam kapiler, adalah kekentalan cairan, r adalah jari-jari bagian dalam kapiler, and t adalah waktu penetrasi. Perwuelz et al. (2000) mempelajari kapilarisasi pada serat poliester, poliamida dan fiber glass dengan menggunakan cairan berwarna. Mereka memakai model Washburn seperti dinyatakan dengan persamaan [19], yang dapat diaplikasikan untuk percobaan yang dilakukan dalam waktu singkat dan mencoba untuk memvalidasinya melalui percobaan perilaku kapilarisasi pembasahan benang (Knopka A.E 2001; Hamdaoui & Nasrallah 2007): [20] Persamaan ini sudah dipergunakan dan diuji coba ntuk mempelajari kapilarisasi pada media berpori dan untuk menentukan karakteristik media berpori dengan menghitung berdasar r cos sebagai slope z2 vs. t dan nilai D sebagai sebuah konstanta yang menunjukkan besarnya koefisien difusi kapilarisasi. Model matematika kapilarisasi Model matematika merupakan suatu bentuk persamaan matematika yang dapat menggambarkan suatu fenomena dari sebuah peristiwa fisika, terutama bada bidang Teknik. Penyusunan persamaan matematika ini didasarkan pada kesuaian nilai suatu fungsi dan parameter yang terlibat didalamnya. Suatu fluida yang bersifat membasahi suatu materi berpori apabila dikontakkan dengan suatu bahan tekstil akan merembes atau menembus bahan serat tersebut (Keis et al. 2004). Serat tekstil, dalam hal ini adalah sumbu dapat
disamakan sebagai sebuah pipa kapiler vertikal dengan jari-jari r. Gerakan fluida digambarkan dengan hubungan (Hamdaoui et al. 2007): [21] dimana m adalah berat fluida, v kecepatan fluida merambat, dan F adalah gaya kapilarisasi : [22] dengan tegangan permukaan, sudut kontak, dan r jari-jari kapiler. Dalam kapiler vertikal, dapat dinyatakan : [23] Dimana F gaya friksi akibat rambatan fluida keatas, viskositas fluida, v kecepatan fluida merambat naik sepanjang kapiler, dan z ketinggian yang dapat dicapai fluida. Sedangkan besarnya tekanan dinyatakan dengan : [24] dengan Fp is berat kolom, g adalah konstanta gravitasi, dan densitas fluida. Secara umum, aliran atau rambatan fluida dalam benang adalah lambat dan gaya inersia fluida dapat diabaikan, maka suku sebelah kiri sama dengan nol. Dari pernyataan diatas, dengan memasukkan persamaan [22] sampai persamaan [24], maka persamaan [21] dapat dinyatakan dengan : [25] [26] Gambar 26 memperlihatkan aliran cairan pada peristiwa kapilarisasi cairan dalam media berpori. Cairan tidak mengalir tegak lurus melainkan bergerak mengikuti pola distribusi porositas yang ada. Demikian pula dengan aliran minyak sepanjang sumbu, sehingga panjang laluan minyak sepanjang sumbu tidak sama
dengan panjang sumbu tersebut. Parameter perbandingan panjang laluan terhadap panjang sumbu dinyatakan sebagai tortuosity (Scheidegger 1974).
serat sumbu
cairan
Gambar 26
Pergerakan cairan dalam media berpori.
Selain adanya perbedaan panjang laluan dan panjang sumbu, terdapat ukuran pori yang berbeda. Pada media berpori seperti sumbu, ukuran jari-jari pori tergantung dari struktur sumbu (Miller & Linn 2005). Kedua parameter tersebut berpengaruh terhadap kecepatan kapilarisasi. Semakin besar angka tortuosity dan ukuran diameter pori maka semakin lambat kecepatan naiknya minyak sepanjang sumbu. Sehingga dengan memasukkan kedua parameter tersebut ke dalam persamaan [26] dan mengganti parameter/simbol z dengan h, besarnya kecepatan kapilarisasi minyak nabati sepanjang sumbu kompor dapat dinyatakan sebagai
dengan
a1 = 8h, a2 = rcos, a3 = gr2h
[27]
penyelesaian secara analitik persamaan [27] memberikan [28] dengan C sebagai konstanta. Tujuan Penelitian Tujuan khusus penelitian ini adalah 1. Mendapatkan data pengaruh suhu terhadap kecepatan naiknya minyak nabati sepanjang sumbu 2. Mendapatkan data pengaruh sumbu terhadap kecepatan naiknya minyak nabati sepanjang sumbu 3. Mendapatkan bentuk persamaan model matematika kapilarisasi minyak nabati pada sumbu Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Pengujian kapilarisasi minyak nabati dan campurannya dengan minyak tanah pada kompor sumbu dilakukan di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen Teknik Pertanian IPB. Waktu penelitian dimulai bulan Mei 2007 sampai Agustus 2009.
Bahan Bahan yang dipergunakan dalam percobaan ini adalah dua jenis sumbu kompor, minyak kelapa, minyak jelantah, minyak kacang tanah, minyak bintaro, dan minyak jarak pagar serta campuran minyak tersebut dengan minyak tanah, dan zat warna.
Alat Peralatan yang dipergunakan untuk melakukan pengujian kapilarisasi adalah kolom kaca setinggi 15 cm yang dijepit pada tiang statif, pengukur waktu digital, penangas air yang dilengkapi dengan pengatur suhu, gelas kimia, alat pengukur jarak (penggaris). Prosedur Percobaan Percobaan
diawali
dengan
pengujian
daya
kapilarisasi
dengan
menggunakan sumbu kompor sepanjang 20 cm yang dimasukkan ke dalam kolom kaca yang dijepit pada tiang statif agar tetap tegak dan kuat. Ujung sumbu sepanjang 5 cm tercelup dalam 50 ml minyak yang diberi zat warna merah yang ditempatkan dalam gelas kimia berukuran 100 ml. Pemberian zat warna agar batas kenaikkan minyak lebih mudah terlihat. Kolom diberi ukuran atau skala dari 1 sampai 10 cm dan pencatatan waktu dilakukan untuk setiap kenaikkan minyak satu cm, seperti tampak pada Gambar 27. Percobaan dilakukan pada tiga titik suhu, yaitu 30, 50, dan 70oC.
Gambar 27 Skema pengukuran kapilarisasi. Hasil dan Pembahasan Pengaruh Suhu Terhadap Daya Kapilarisasi Sifat kapilaritas minyak dipengaruhi oleh angka kekentalan. Semakin besar kekentalan minyak maka akan semakin lambat minyak bergerak sepanjang
sumbu. Gambar 28 memperlihatkan secara umum waktu yang diperlukan minyak sepanjang sumbu pada setiap kenaikkan satu cm. Minyak bintaro dengan kekentalan yang paling tinggi membutuhkan waktu yang paling lama untuk jarak
Tinggi pergerakan kapiler, cm
atau ketinggian sumbu yang sama dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
MB MKT MJ MK MJP MT 0
30
60
90 Waktu, menit
120
150
180
Gambar 28 Kapilarisasi minyak nabati. Minyak Tanah Dari Gambar 29 tampak bahwa suhu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kapilarisasi minyak tanah pada sumbu. Dengan bertambah tingginya suhu minyak kurva kapilarisasi semakin mendekat ke arah sumbu y. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu maka kecepatan naiknya minyak pada sumbu semakin cepat.
ketinggian pergerakan kapiler, cm
12 10 8 6 4 2 0 0
0.5
1 70oC
1.5
2 2.5 waktu, menit 50oC
3
3.5 30oC
Gambar 29 Pengaruh suhu pada kapilarisasi minyak tanah.
4
4.5
Waktu yang dibutuhkan untuk minyak naik pada ketinggian yang sama misalnya pada jarak 7 cm dari permukaan minyak untuk suhu 30oC mencapai 2,05 menit, untuk suhu 50oC diperlukan waktu 1,55 menit dan pada suhu 70oC dicapai dalam 0,5 menit. Bertambah tingginya suhu mengakibatkan turunnya angka kekentalan minyak, hal ini sesuai dengan persamaan (Wazeer et al. 1963) : [29] dengan bertambah besarnya suhu T, maka nilai viskositas menjadi kecil. Berdasarkan persamaan
Lucas-Washburn ( Persamaan [20]) dengan semakin
kecilnya angka kekentalan (µ) maka ketinggian yang dapat dicapai oleh (z) semakin tinggi. Selain pengaruh dari turunnya angka kekentalan, naiknya suhu mengakibatkan angka densitas menjadi semakin kecil, seperti ditunjukkan oleh persamaan [2]. Dengan bertambah kecilnya densitas, merujuk persamaan [18] tampak bahwa angka densitas yang semakin kecil menyebabkan perubahan ketinggian yang dapat dicapai terhadap waktu menjadi menjadi lebih kecil atau dengan kata lain kecepatan naiknya minyak sepanjang sumbu menjadi lebih cepat. Minyak Kelapa Tidak begitu jauh berbeda dengan minyak tanah, bertambahnya suhu
ketinggian pergerakan kapiler, cm
minyak memberikan efek yang sama terhadap kapilarisasi minyak kelapa.
7 6 5 4 3 2 1 0 0
15 70oC
30
waktu, menit 50oC
45
60
30oC
Gambar 30 Pengaruh suhu terhadap kapilarisasi minyak kelapa. Dengan naiknya suhu minyak, angka densitas dan angka kekentalan minyak menjadi lebih kecil, akibatnya minyak menjadi lebih mudah untuk naik.
Kapilarisasi minyak kelapa (Gambar 30) lebih lambat dibandingkan dengan kapilarisasi minyak tanah. Untuk ketinggian 7 cm, yang dapat dicapai oleh minyak kelapa pada suhu 30oC adalah 65 menit, pada suhu 50oC adalah 52 menit dan pada suhu 70oC adalah 44 menit, nilai ini hampir 40 kali lebih lama dari minyak tanah. Minyak Jelantah Untuk minyak jelantah yang secara visual tampak sangat kental, kecepatan kapilarisasinya sangat lambat. Untuk ketingian 7 cm, waktu yang diperlukan adalah 146 menit, 72 menit, dan 43 menit berturut-turut untuk suhu 30, 50 dan 70oC seperti tampak pada Gambar 31.
Kurva kapilarisasi minyak jelantah
menunjukkan fenomena yang sama dengan kurva minyak kelapa dan minyak tanah, semakin tinggi suhu minyak maka kapilarisasinya menjadi lebih cepat atau dengan kata lain, ketinggian yang dapat dicapai menjadi lebih tinggi untuk waktu
ketinggian pergerakan kapiler,cm
yang sama. 7 6 5 4 3 2 1 0 0
15
30
45
60
waktu, menit 70oC
50oC
30oC
Gambar 31 Pengaruh suhu terhadap kapilarisasi minyak jelantah. Minyak Jarak Pagar Tidak berbeda dengan kedua minyak nabati di atas, minyak jarak pagar menunjukan fenomena yang sama. Suhu berpengaruh cukup besar pada kapailarisasi minyak jarak pagar. Semakin tinggi suhu semakin tinggi minyak yang dapat naik seperti ditunjukkan pada Gambar 32. Karaketer kapilarisasi minyak jarak pagar hampir menyerupai minyak kelapa. Untuk ketinggian 7 cm
waktu yang diperlukan adalah 65 menit, 32 menit, dan 13 menit berturut-turut untuk suhu 30, 50, dan 70oC. Angka ini sedikit lebih tinggi dibandingkan untuk minyak kelapa. Hal ini disebabkan karena komposisi minyak jarak pagar tidak
ketinggian pergerakan kapiler, cm
terlalu jauh berbeda dengan minyak kelapa. 7 6 5 4 3 2 1 0 0
15
70oC
30
waktu, menit 50oC
45
60
30oC
Gambar 32 Pengaruh suhu terhadap kapilarisasi minyak jarak pagar. Minyak Kacang Tanah Seperti umumnya minyak nabati, minyak kacang tanah memiliki
ketinggian pergerakan kapiler, cm
kecenderungan yang sama dengan minyak kelapa. 7 6 5 4 3 2 1 0 0
15 70oC
30
waktu, menit 50oC
45
60
30oC
Gambar 33 Pengaruh suhu terhadap kapilarisasi minyak kacang tanah. Gambar 33 memperlihatkan pada suhu yang lebih tinggi, kapilarisasi minyak kacang tanah lebih cepat dibandingkan pada suhu rendah. Walaupun demikian, secara umum kapilarisasi minyak kacang tanah lebih lambat dibandingkan kapilarisasi minyak kelapa. Untuk ketinggian yang sama, yaitu 7 cm
pada suhu 30oC, diperlukan waktu 99 menit, 73 menit pada suhu 50oC dan 57 menit pada suhu 70oC. Minyak Bintaro Untuk minyak bintaro, seperti tampak pada Gambar 34, merupakan minyak nabati yang mempunyai kapilarisasi paling lambat, walaupun tidak begitu jauh berbeda dengan minyak kacang tanah. Untuk ketinggian yang sama dibandingkan dengan minyak nabati lain, pada 7 cm dan suhu 30oC, minyak bintaro membutuhkan waktu 100 menit hanya terpaut sekitar satu menit lebih
ketinggian pergerakan kapiler, cm
lambat dibandingkan dengan minyak kacang tanah. 7 6 5 4 3 2 1 0 0
15 70oC
30 waktu, menit 50oC
45
60 30oC
Gambar 34 Pengaruh suhu terhadap kapilarisasi minyak bintaro. Minyak Campuran Untuk campuran minyak tanah dengan kelima jenis minyak nabati, terlihat minyak tanah dalam campurannya mengakibatkan kapilarisasi bertambah cepat. Pada perbandingan yang relatif rendah, yaitu satu berbanding satu, minyak nabati masih dapat bercampur secara baik dengan minyak tanah. Sehingga pada pengujian kapilarisasi, minyak yang naik melalui sumbu adalah betul-betul minyak campuran. Gambar 35 menunjukkan dengan perbedaan suhu 40 derajat, kapilarisasi berubah banyak.Untuk campuran minyak tanah dengan minyak kelapa
ketinggian pergerakan kapiler, cm
5 4 3 2 1 0 0
5
MT + MK
waktu,menit
MT + MJ
MT + MJP
10 MT+MKT
15 MT+MB
ketinggian pergerakan kapiler,cm
(a) 7 6 5 4 3 2 1 0 0.0
5.0 MT + MK
MT + MJ
waktu,menit MT + MJP
10.0 MT+MKT
15.0 MT+MB
(b) Gambar 35 Pengaruh suhu terhadap kapilarisasi minyak campuran pada 30oC (a) dan 70oC (b). pada suhu 70oC untuk ketinggian yang sama misalnya 3 cm hanya membutuhkan waktu sekitar tiga menit, sedangkan pada suhu 30oC mencapai diatas tujuh menit. Begitu pula untuk campuran minyak jarak pagar dan minyak tanah, pada suhu 30oC membutuhkan waktu empat kali lebih lambat. Berdasarkan hal tersebut diatas, tampak bahwa kapilarisasi minyak nabati dan campurannya dengan minyak tanah memilik kapilarisasi yang semakin cepat dengan semakin tingginya suhu. Hal ini disebabkan oleh kekentalan minyak nabati yang tinggi. Dengan tingginya suhu, maka angka kekentalan minyak menjadi lebih rendah. Suhu
mengakibatkan perenggangan jarak molekul, sehingga gaya gesek yang diberikan minyak menjadi lebih kecil, yang secara langsung menunjukkan mudahnya minyak untuk naik. Untuk minyak campuran, kapilarisasinya mempunyai karakter yang lebih baik dibandingkan minyak nabati pada keadaan murninya. Dalam hal ini terlihat bahwa minyak tanah sebagai bahan pencampur memberikan pengaruh untuk memperbaiki sifat asli minyak nabati. Pengaruh Jenis Sumbu Terhadap Daya Kapilarisasi Hal lain yang mempengaruhi daya kapilarisasi adalah jenis bahan benang penyusun sumbu (Ramachandran 2004).
Selain diakibatkan oleh perbedaan
karakter dari setiap jenis benang, kapilarisasi juga sangat erat dihubungkan dengan nilai porositas sumbu. Ketinggian yang dapat dicapai oleh pergerakan minyak sepanjang sumbu akan semakin cepat bila ukuran diameter pori sumbu semakin kecil atau porositasnya semakin besar (Pant 2008).
(a)
(b)
Gambar 36 Struktur mikro pori sumbu 1 (a) dan sumbu 2 (b). Sumbu jenis 1 yang tersusun dari katun dan poliester mempunyai porositas 0,7591 dan sumbu jenis 2 yang tersusun dari katun mempunyai porositas 0,6896. Dari Gambar 36 tampak struktur mikro pori untuk sumbu jenis 1 lebih padat, ruang kosong diantara serat sangat kecil atau angka porositasnya besar dengan kata lain diameter pori sumbu lebih kecil. Dengan demikian ketinggian yang dapat dicapai oleh minyak pada satuan waktu yang sama akan lebih tinggi. Secara jelas, pengaruh jenis sumbu terhadap kapilarisasi untuk contoh minyak bintaro pada suhu 50oC ditampilkan pada Gambar 37.
tinggi pergerakan kapiler, cm
12 10 8 6 4 2 0 0
60
120
180
240
300
360
waktu, menit sumbu 1 sumbu 2
Gambar 37 Pengaruh sumbu terhadap kapilarisasi minyak bintaro (50oC). Kurva Kapilarisasi Model dan Percobaan Dari persamaan [27] model matematika yang dibangun, kurva hasil model dan kurva data percobaan ditampilkan pada Gambar 38. Kurva yang ditampilkan adalah kurva yang berasal dari data percobaan untuk minyak tanah pada suhu 30oC (Gambar 38a) dan data percobaan untuk minyak jarak pagar pada suhu 70oC (Gambar 38b). Tampak bentuk kurva yang dihasilkan mempunyai kecenderungan bentuk kurva yang sama dengan kurva yang dibentuk dari model matematika, hal ini menunjukkan bahwa model matematika yang dibangun memiliki tingkat kecocokan yang cukup besar. Data parameter minyak tanah (30oC)
minyak jarak pagar (70oC)
teg.permukaan , (g/s2)
28,4500
24,3700
porositas,
0,6896
0,6896
densitas , ( g/cm3)
0,8228
0,9502
viskositas, (cm2/s)
0,01485
0,0924
jari-jari, r (cm)
0,0002
0,0002
sudut kontak,
0,0000
0,0000
tortuosity,
1,0000
1,0000
10 8 6 4 2 0 0
2
4
6
tinggi pergerakan kapiler,cm
tinggi pergerakan kapiler, cm
12
12 10 8 6 4 2 0 0
20
40
60
waktu, menit percobaan model
waktu, menit percobaan model
(b)
(a)
Gambar 38 Kurva kapilarisasi model matematika dan percobaan minyak tanah (a) dan minyak jarak pagar (b). Seperti disebutkan di atas, kecepatan naiknya minyak sepanjang sumbu dipengaruhi oleh beberapa parameter seperti kekentalan, tegangan permukaan, porositas, dan tortousity. Untuk melihat pengaruh faktor tersebut pada kecepatan naiknya minyak sepanjang sumbu, dengan menggunakan persamaan model matematika kapilarisasi minyak tanah, suhu 30oC, pada setiap perubahan parameter tersebut adalah Pengaruh Kekentalan Dari Gambar 39 tampak kekentalan memberikan pengaruh yang cukup signifikan. ketinggian pergerakan kapiler, cm
12 10 8 6 4 2 0 0
15 waktu,menit
t perc(0,0148) kekentalan 0,2 mm2/dtk
30
45
kekentalan 0,02 mm2/dtk kekentalan 0,005 mm2/dtk
Gambar 39 Pengaruh kekentalan terhadap kapilarisasi minyak.
Pada angka kekentalan yang sangat tinggi kurva mempunyai bentuk dengan kecenderungan yang melebar dan menjauh dari kurva hasil percobaan atau dengan kata lain fluida yang memiliki kekentalan tinggi, kapilarisasinya sangat lambat. Dengan bertambah besarnya kekentalan kemampuan minyak untuk naik ke atas menjadi sangat kecil. Hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa kekentalan sangat berpengaruh terhadap sifat kapilaritas minyak pada sumbu. Pengaruh Porositas Porositas merupakan parameter yang dapat menggambarkan jumlah pori pada suatu media berpori yang secara langsung dapat menunjukkan ukuran pori dan sekaligus dapat menjelaskan kemudahan untuk fluida mengalir. Dari Gambar 40, tampak pada perbedaan angka porositas, kurva tidak menunjukkan penyimpangan yang besar. Kecenderungan bentuk kurva sangat mirip dan saling mendekat. Hal ini menunjukkan bahwa porositas tidak memberikan pengaruh yang besar pada
ketinggian pergerakan kapiler, cm
sifat kapilaritas minyak pada sumbu. 12 10 8 6 4 2 0 0
1
t perc (0,6)
Gambar 40
2
waktu, menit por. 0,7
3
4
por. 0,2
5
por. 0,5
Pengaruh porositas terhadap kapilarisasi minyak.
Pengaruh Tegangan Permukaan Tegangan permukaan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap sifat kapilaritas minyak pada sumbu. Pada nilai tegangan permukaan yang sangat besar, kurva sangat landai dan menjauh dari kurva percobaan seperti diperlihatkan pada Gambar 41.
ketinggian pergerakan kapiler, cm
12 10 8 6 4 2 0 0
2
4
6
8
waktu, menit t perc(28,45) teg.perm. 28 g/dtk2
10
Gambar 41 Pengaruh tegangan permukaan terhadap kapilarisasi minyak. Pengaruh Tortuosity Angka tortuosity merupakan perbandingan jarak atau panjang lintasan yang ditempuh sebenarnya oleh fluida sepanjang sumbu dibandingkan panjang sumbu itu sendiri. Dari Gambar 42 terlihat bahwa parameter tortuosity memberikan
ketinggian pergerakan kapiler, cm
pengaruh yang cukup besar terhadap kapilarisasi minyak pada sumbu 12 10 8 6 4 2 0 0
5
10
t perc(1.)
15 waktu, menit
tort. 1
20
tort. 2
25
30
tort. 5
Gambar 42 Pengaruh tortuosity terhadap kapilarisasi minyak.
Kesimpulan Dari rangkaian pengujian sifat kapilaritas minyak nabati pada sumbu kompor dapat disimpulkan bahwa 1. Suhu berpengaruh terhadap kecepatan naiknya minyak nabati sepanjang sumbu kompor. Semakin tinggi suhu minyak nabati maka akan semakin cepat
minyak naik sepanjang sumbu. Minyak yang mempunyai kecepatan kapilarisasi tercepat (pada ketinggian yang sama, 5 cm) adalah minyak kelapa disusul minyak jarak pagar, minyak kacang tanah, minyak bintaro dan minyak jelantah berturut-turut 27,30; 27,47; 36,54; 37,30; dan 54,83 cm/menit, 2. Komposisi penyusun sumbu memberikan pengaruh besar terhadap kecepatan kapilarisasi. Sumbu 1 yang berbahan campuran poliester dan katun dengan angka porositas lebih besar dari sumbu 2 memberikan kecepatan naiknya minyak sepanjang sumbu lebih cepat. 3. Bentuk model matematika yang diuji memberikan bentuk kurva secara umum hampir sama dengan kurva dari data percobaan, yaitu
4 PENGUJIAN KEMAMPUAN NYALA
Pendahuluan Program-program konservasi dan diversifikasi energi, seperti gasohol, minyak nabati, dan lain-lain telah dilakukan secara intensif. Kehadiran teknologi fast pyrolysis yang mampu menghasilkan bio oil sebesar 70% dari berat biomassa merupakan terobosan baru yang mampu mengatasi kendala di atas dan prospek yang cerah dalam pemanfaatan biomassa (Chamidy 2003). Bio oil memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan bahan bakar fosil, diantaranya adalah lebih murah untuk ditransportasikan dan kerapatan energi volume bio oil sebesar 20 GJ/m³ sedangkan biomassa hanya 4 GJ/m³, sehingga sangat memungkinkan sekali untuk memanfaatkan bio oil sebagai pengganti bahan bakar fosil terutama minyak tanah (Chamidy 2003). Kelemahan utama dari minyak ini sebagai pengganti bahan bakar fosil adalah sifat fisik yang masih rendah dan lebih sulit untuk dinyalakan (dibakar) dibandingkan dengan bahan bakar minyak tanah dan lambatnya kecepatan naik minyak sepanjang sumbu untuk siap terbakar. Reksowardojo (2008) pernah mencoba memodifikasi kompor tekan yang awalnya untuk minyak tanah. Hasilnya menunjukkan bahwa untuk penyalaan awal memang lebih lama dibandingkan jika menggunakan minyak tanah. Hal ini diakibatkan karena titik bakar minyak jarak lebih tinggi dibandingkan minyak tanah. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dalam penelitian ini dilakukan pengujian kemampuan nyala untuk melihat minyak nabati dapat terbakar atau tidak dalam kaitannya sebagai bahan bakar dalam kompor sumbu. Bahan Bakar Bahan bakar adalah zat atau materi yang apabila dibakar dapat menyebabkan dan melangsungkan proses pembakaran (http://ms.wikipedia.org/ Pembakaran). Pada umumnya bahan bakar yang dipergunakan secara komersial sampai saat ini adalah baik dalam fasa padat, cair maupun gas memanfaatkan
senyawa organik (hidrokarbon) yang berasal dari minyak bumi, batubara, biomassa ataupun minyak dari biji-bijian. Sifat fisika dan kimia bahan bakar sangat bervariasi dan hal ini memberikan pengaruh yang penting terhadap karakteristik nyala. Dalam menentukan suatu senyawa atau minyak dapat dipergunakan sebagai bahan bakar adalah memiliki titik nyala yang cukup rendah dengan nilai kalor yang sangat tinggi (Kuo K.K 1986). Bentuk bahan bakar yang umum dikenal adalah bahan bakar padat, termasuk batu bara dan kayu, bahan bakar cair tersusun dari senyawa-senyawa hidrokarbon cair, sedikit mengandung S dan N, misalnya minyak tanah yang dipergunakan untuk kompor dan lampu penerangan. Sedangkan bahan bakar gas merupakan bahan bakar yang sekarang memiliki potensi besar, misalnya gas hidrogen (Strehlow 1985). Bahan bakar cair dapat digolongkan berdasarkan suhu titik nyala dan tekanan uapnya, seperti golongan pertama adalah bahan bakar cair yang mudah menyala dengan titik nyala dibawah 37,8 oC dan dan titik didih tidak lebih dari 37,8 oC, golongan kedua bahan bakar cair mudah terbakar dengan titik nyala sama atau diatas 37,8 oC. Titik nyala adalah suatu angka yang menyatakan suhu terendah dari bahan bakar minyak dimana akan timbul penyalaan api sesaat, apabila pada permukaan minyak tersebut didekatkan pada nyala api (Reksowardojo 2008). Teori Pembakaran Pembakaran didefinisikan sebagai suatu proses pembentukan cahaya (api) dan panas akibat kombinasi kimia walaupun secara umum pembakaran dikenal sebagai suatu proses reaksi kimia antar bahan bakar dan oksidator dalam hal ini oksigen yang melibatkan pelepasan energi panas (Strehlow 1985). Terdapat dua aspek penting dalam termodinamika kimia pembakaran, yaitu : pertama, stoikiometri pembakaran, dalam stoikiometri kimia pembakaran, hal yang diinginkan adalah untuk mengetahui secara tepat
atau secara
stoikiometri jumlah udara yang harus dipergunakan untuk mengoksidasi bahan bakar. Jika udara yang masuk lebih besar dari jumlah stoikiometrinya, campuran ini disebut dengan fuel-lean, apabila lebih sedikit dari stoikiometri, campuran ini disebut fuel-rich. Perbandingan stoikiometri udara-bahan bakar ditetapkan dengan
menulis neraca massa atom dengan asusmi bahwa bahan bakar bereaksi secara sempurna. Oksigen yang dipergunakan dalam kebanyakan proses pembakaran berasal dari udara yang umumnya tersusun atas 21% oksigen dan 79% nitrogen (%volume), sehingga untuk setiap mol oksigen dalam udara terdapat 0,79/0,21 mol N2 atau 3,76 mol nitrogen. Untuk bahan bakar hidrokarbon CxHy (Kuo K.K 1986). CxHy + a(O2 + 3,76N2) x CO2 + (y/2) H2O + 3,76 aN2 dimana a = x + (y/4).
Sering ditemui permasalahan untuk mendapatkan
pencampuran bahan bakar dengan udara yang diberikan. Dengan demikian udara diberikan dalam jumlah berlebih untuk memastikan terjadinya pembakaran secara sempurna, dikenal dengan istilah udara berlebih (excess air), dimana reaksinya dapat ditulis sebagai CxHy + a/(O2 + 3,76N2) x CO2 + (y/2) H2O +a5 O2 + 3,76 aN2 dimana a = x + (y/4) dan a5 = a(1-)/ Kedua, hukum termodinamika 1, besarnya energi yang dilepaskan pada saat reaksi pembakaran terjadi disebut dengan panas pembakaran. Besarnya panas pembakaran ini sangat tergantung dari jenis bahan bakar yang dipergunakan dan kondisi proses, isobar, isothermal atau isovol. Secara umum panas pembakaran suatu reaksi pembakaran dinyatakan dalam panas entalpi, H, dengan satuan kJ/kg atau kJ/mol. Dalam termofluida, panas pembakaran didefinisikan sebagai panas yang dilepaskan per satuan massa bahan bakar jika stoikiometrik reaktan (bahan bakar + udara) terbakar dimana reaktan dan produk atau hasil reaksi berada pada pada suhu 298,15K dan tekanan 1 atm (Kuo K.K 1986). Menurut Turn.R.S (1996), kekentalan minyak bakar akan mempengaruhi panjang lidah api (flame length, Lf), sudut api (angle of flame,), dan panas api yang dilepas (heat realese) serta kecepatan api (flame speed). Semakin tinggi angka kekentalan minyak tersebut maka panjang lidah api akan semakin panjang, sudut semakin terendah, kecepatan api rendah, dan pelepasan panasnya kecil sehingga penurunan kekentalan minyak diperlukan.
Berdasarkan teori pembakaran, bahan bakar yang mengalir sepanjang sumbu nyala api menyebar secara radial keluar, sementara itu udara sebagai oksidator terhisap ke dalam. Ketika bahan bakar dan oksidator bertemu dalam keseimbangan stoikiometrik
(stoichiometric equilibrium) akan terbentuk
permukaan api (flame surface), dengan demikian permukaan api dapat didefiniskan sebagai titik dimana nilai
equivalence ratio sama dengan satu.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa api berada dalam bentuk laminer yang secara sederhana struktur penyebaran api laminer ditampilkan pada Gambar 43 (Turn.R.S 1996). Dengan demikian penurunan kekentalan minyak nabati yang dipergunakan sebagai bahan bakar diperlukan tidak hanya karena masalah aliran fluida kental, tetapi akan membutuhkan tekanan yang lebih besar dibandingkan dengan fluida dengan kekentalan rendah.
Gambar 43 Struktur penyebaran api laminer (Turns R.S 1996). Tujuan Penelitian Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mendapatkan data lama api menyala dan tinggi nyala. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Pengujian kemampuan nyala minyak nabati dilakukan di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen Teknik Pertanian IPB dan Laboratorium Kimia Dasar Program Studi Teknik Kimia. Waktu penelitian dimulai bulan Maret 2009 sampai Juli 2009.
Bahan Bahan yang dipergunakan dalam percobaan ini adalah sumbu kompor, minyak kelapa, minyak kacang tanah, minyak bintaro, minyak jelantah dan minyak jarak pagar serta campuran minyak tersebut dengan minyak tanah dan korek api. Alat Peralatan yang dipergunakan untuk melakukan pengujian kemampuan nyala adalah gelas kimia, kolom kaca atau selongsong aluminium untuk tempat sumbu, statif dan penjepit sebagai alat pemegang sumbu kompor, dan alat penghitung waktu digital.
Prosedur Percobaan Percobaan diawali dengan memasang sumbu pada kolom gelas atau selongsong aluminium sepanjang 10-15 cm. Selongsong selanjutnya dimasukkan ke dalam gelas ukur yang telah diisi dengan minyak uji pada posisi sumbu terendaam sekitar 5 cm dan selongsong dipasang pada statif. Setelah sekitar lima menit, sumbu dinyalakan, diamati warna dan tinggi nyala serta penghitungan lama nyala dimulai seperti ditampilkan pada Gambar 44. Panjang sumbu yang terbakar diukur dan konsumsi minyak diketahui dengan penimbangan minyak awal dan akhir.
Gambar 44 Skema uji kemampuan nyala.
Hasil dan Pembahasan Pengaruh Jenis Minyak Terhadap Kemampuan Nyala Hasil pengujian kemampuan menyala sebagai fungsi jenis minyak uji pada jenis sumbu 1 ditampilkan pada Tabel 4. Lama nyala merupakan lamanya api bertahan tetap hidup, sedangkan tinggi nyala diukur dengan mempergunakan penggaris dengan melihat tinggi rata-rata yang dicapai oleh lidah api. Dari Tabel 4 untuk sumbu yang dipergunakan jenis 1, tampak bahwa jenis yang dipergunakan memberikan karakteristik nyala yang cukup berbeda. Minyak nabati khususnya untuk minyak bintaro, minyak jelantah, minyak kacang tanah, dan minyak jarak pagar hanya mampu bertahan selama 5-8 menit, selanjutnya api mengecil dan mati, sedangkan untuk minyak kelapa 12 menit dan minyak tanah mampu mencapai hampir 62 menit sampai minyak habis dan mati. Hal ini diakibatkan oleh besarnya kekentalan minyak nabati dibandingkan dengan minyak tanah, sehingga kemampuan minyak nabati untuk naik ke bagian atas sumbu dimana penyalaan terjadi sangat lambat, akibatnya api mati sebelum minyak nabati sampai di bagian atas sumbu. Selain itu, titik bakar minyak nabati memang hampir lima puluh kali lebih tinggi dari titik bakar minyak tanah. Tabel 4. Pengujian kemampuan menyala minyak pada sumbu 1. Jenis Minyak
Lama Nyala (menit)
Tinggi Nyala (cm)
Jelaga
MT MK MJP
62 12 8
20 10 7
MKT
5
8
MB
5
6
MJ MT+MK MT+MKT MT +MB MT+MJ MT +MJP
5
6 15 14 14 14 13
ya tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak
60 39 34 34 34 Keterangan : MT : Minyak Tanah, MK : Minyak Kelapa, MKT : Minyak Kacang Tanah, MB : Minyak Bintaro, MJ : Minyak jelantah, MJP : Minyak Jarak Pagar
Sedangkan kemampuan menyala untuk campuran minyak nabati dengan minyak tanah tampak lebih baik. Waktu yang dicapai seluruh campuran hampir mencapai 30 sampai 60 menit. Pada pengujian kemapuan menyala, warna dan ketinggian nyala untuk minyak tanah dan minyak nabati jenis minyak diperlihatkan pada Gambar 45. Tampak bahwa warna api untuk minyak nabati
hampir tidak
berjelaga, sedangkan untuk minyak tanah menghasilkan jelaga yang berwarna hitam.
(a)
(b)
Gambar 45 Warna lidah api minyak tanah (a) dan minyak nabati (b). Pengaruh Jenis Sumbu Terhadap Kemampuan Nyala Jenis sumbu yang dipergunakan adalah dua sumbu kompor yang berbeda yang umum dijual di pasar dan dipergunakan oleh masyarakat pemakai kompor. Untuk jenis sumbu 1, komposisi jenis serat penyusunnya adalah terdiri dari kapas atau katun (33%) dan poliester
(67%), sedangkan sumbu jenis 2 hampir
seluruhnya tersusun atas serat kapas atau katun seperti tampak pada Gambar 46.
(a) (b) Gambar 46 Sumbu kompor jenis 1 (a) dan jenis 2 (b).
Lama minyak tanah tetap menyala berlangsung sampai minyak tanah dalam bejana habis, sedangkan untuk minyak nabati kemampuan nyala bertahan hanya mencapai 5 sampai 40 menit seperti ditampilkan pada Gambar 47. 70 60 50 40 30 20 10 0
MT MK MJP MB MJ
Sumbu 1
Sumbu 2
Lama Nyala (menit)
Sumbu 1
Sumbu 2
Tinggi Nyala (cm)
MKT MT+MK MT+MJP
Gambar 47 Pengaruh sumbu terhadap kemampuan nyala minyak. Secara keseluruhan fenomena kemampuan minyak nabati pada sumbu jenis 1 maupun jenis 2 mempunyai kecenderungan yang hampir sama. Minyak nabati tidak mampu bertahan lama dengan panjang lidah api yang pendek, hanya mencapai 6 - 10 cm. Tetapi untuk campurannya, panjang lidah api mencapai 1115 cm. Sifat katun adalah mudah terbakar dan habis sedangkan poliester mampu menahan nyala lebih lama (Kampmann B&Goldman R.F 2007). Pengaruh jenis sumbu pada ketinggian nyala memberikan perbedaan yang cukup besar seperti tampak pada Gambar 48, tetapi tidak memberikan warna nyala yang berbeda.
(a)
(b)
Gambar 48 Tinggi lidah api pada sumbu 1 (a) dan sumbu 2 (b).
Kesimpulan Dari hasil pengamatan, pengumpulan dan pengolah data dapat disimpulkan bahwa sumbu jenis 2 mempunyai kemampuan menyala lebih mudah tetapi sumbu jenis 1 lebih mampu mempertahankan nyala lebih lama. Lama api menyala untuk minyak kelapa berlangsung sampai 13 menit, disusul minyak jarak pagar mencapai 9 menit sedangkan untuk minyak bintaro, minyak jelantah dan minyak kacang tanah hanya bertahan selama 5 menit. Tinggi nyala api minyak kelapa mencapai 8 cm, minyak jarak pagar 8 cm sedangkan minyak bintaro, minyak kacang tanah dan minyak jelantah mencapai 6-7 cm.
5 MODIFIKASI DISAIN KOMPOR SUMBU
Pendahuluan Pada beberapa tahun belakang antrian penduduk untuk membeli dan memperoleh beberapa liter minyak tanah, makin sering mengisi berita media massa. Hal ini dipicu oleh program pemerintah melakukan konversi minyak tanah ke gas dalam rangka mengurangi biaya subsidi terhadap minyak tanah. (Nuryanti & Herdine 2007). Disisi lain, pemerintah mulai melakukan kajian untuk mengkonversi minyak tanah menjadi bahan bakar avtur untuk pesawat terbang (Wahyuni D.N 2009). Menyikapi hal tersebut, pemerintah melalui departemen dalam negeri melakukan program desa mandiri energi berbasis nabati dan non nabati, yang berarti 60 persen dari kebutuhan energinya dipenuhi oleh sumber bahan bakar setempat terutama dari energi terbarukan. Pemerintah mentargetkan ada 2 000 desa mandiri energi hingga tahun 2010 (Dirjen PMD 2008). Pada saat ini baru jenis kompor bertekanan yang sudah dapat dioperasikan dengan minyak nabati dengan beberapa modifikasi terutama pada bagian pengabutan bahan bakar sebelum masuk ke ruang bakar (Rahmat
2007).
Penelitian untuk kompor sumbu masih terus dikembangkan. Dengan sifat fisikokimia minyak yang jauh berbeda, kompor sumbu terus diupayakan dimodifikasi agar dapat dipergunakan untuk memasak dengan bahan bakar minyak nabati. Perkembangan Kompor Minyak Nabati Dalam rangka menunjang program Pemerintah tentang desa mandiri, khususnya pada penyediaan bahan bakar sebagai sumber energi dari energi terbarukan diperlukan teknologi yang tepat guna yang mudah dioperasikan oleh semua lapisan pengguna. Sehubungan dengan itu pada saat ini telah ada dan sedang dalam penelitian untuk membuat kompor berbahan bakar minyak nabati.
Kompor yang dikembangkan pada saat ini umumnya adalah kompor bertekanan atau yang lebih dikenal dimasyarakat adalah kompor mawar atau semawar, sedangkan pengguna kompor sumbu jumlahnya di Indonesia cukup besar terutama dibeberapa daerah yang jauh dari kota. Pada pemakainnya dalam rumah tangga dan industri sekala kecil, minyak tanah dipakai sebagai bahan bakar untuk kompor baik kompor sumbu maupun kompor bertekanan. Pada kompor sumbu, minyak tanah bekerja akibat gaya kapilaritas terhadap sumbu. Penyalaan terjadi pada bagian ujung sumbu. Sedangkan pada kompor bertekanan penyalaan disebabkan oleh perubahan fisik minyak tanah akibat besarnya tekanan yang diberikan. Minyak tanah dirubah menjadi bentuk butiran halus uap dengan alat nosel dan terbakar pada bagian penyalaan (Rahmat 2007). Beberapa kompor yang sudah ada adalah kompor yang dikenal dengan nama kompor protos seperti tampak pada Gambar 49. Kompor ini dirancang oleh Universitas Hohenheim dan sudah diadopsi oleh BSH Jerman dengan nama Protos. Kompor ini memakai sistem tekanan udara (pompa) untuk mengalirkan CJO. Kompor ini sedang diuji penggunaannya oleh Puslitbang Perkebunan yang dapat memakai minyak jarak kasar (CJO, crude jatropha oil) sebagai bahan bakar. Percobaan di Laboratorium Bioenergi Puslitbang Perkebunan menunjukkan bahwa kompor ini mengkonsumsi bahan bakar sebanyak 0,275 liter per jam atau 0,6 liter minyak CJO setara dengan pemakaian satu liter minyak tanah dengan kompor minyak tanah biasa. Dengan demikian konsumsi rumah tangga yang ratarata memakai 6-7 liter minyak tanah per minggu dapat ditekan menjadi 3,6 – 4,2 liter CJO per minggu (Prastowo 2007).
Gambar 49 Kompor protos.
Kompor rancangan Institut Teknologi Bandung pada dasarnya memiliki prinsip yang sama dengan kompor Semawar. Seperti tampak pada Gambar 50, bedanya, terdapat kumparan pipa untuk menambah waktu pemanasan bahan bakar sebelum keluar melalui nosel. Bahan bakar harus melalui kumparan pipa penyalur sebelum sampai ke nosel. Reksowardojo et al. (2006) pernah mencoba memodifikasi kompor tekan yang awalnya untuk minyak tanah. Hasilnya menunjukkan bahwa untuk penyalaan awal memang lebih lama dibandingkan jika menggunakan minyak tanah (Prastowo 2007).
Gambar 50 Kompor rancangan ITB. Jenis kompor lain yang dikembangkan oleh Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang adalah jenis kompor yang langsung menggunakan bahan biji jarak pagar, sudah banyak ditemui di Bandung dan Nusa Tenggara Barat, yang selanjutnya dilakukan modifikasi dengan ukuran yang lebih pendek, dan sarangan api dibentuk kerucut, hasil nyala yang didapat lebih biru dan lebih panas. Kompor yang tampak pada Gambar 51 ini mampu mendidihkan 1 liter air dalam waktu 11 menit. Penggunakan biji jaraknya juga terbilang efisien, 1 ons biji jarak, dapat menyalakan api selama 30 menit. Dalam pengoperasiannya, pasta yang ada di tangki ditekan ke atas dengan komponen penekan, sehingga pasta keluar melalui lubang-lubang saluran sumbu kompor. Pasta akan keluar sedikit demi sedikit menyerupai sumbu kompor minyak tanah. Ujung pasta yang keluar kemudian dibakar. Dalam periode tertentu ujung pasta yang terbakar akan habis, sehingga pasta yang ada di tangki perlu ditekan kembali untuk melanjutkan proses pembakaran (Prastowo 2007).
Gambar 51 Kompor berbahan bakar pasta biji jarak. Kompor Hanjuang seperti tampak pada Gambar 52 dibuat oleh pengrajin kompor di Cihanjuang, Jawa Barat, senggunakan bahan bakar dari biji jarak pagar. Pada awal pembakaran diperlukan minyak tanah atau bahan bakar lainnya untuk memicu pembakaran biji jarak pagar (Prastowo 2007).
Gambar 52 Kompor hanjuang. Sedangkan untuk kompor sumbu, pada saat ini belum ada data publikasi yang secara jelas menggambarkan sampai sejauh mana perkembangannya. Kompor sumbu (Gambar 53) berbahan minyak jarak sedang dikembangkan di Balitas Malang, sampai sejauh ini belum terpublikasi kelemahan dan kelebihan dari kompor dengan konsumsi bahan bakar 0,225 liter per jam tersebut (Hastomo 2008).
Gambar 53 Kompor sumbu minyak jarak.
Sehubungan dengan itu maka dalam penelitian ini akan dilakukan modifikasi sederhana berdasarkan hasil pengujian sifat termofisik minyak, pengujian kemampuan nyala dan sifat kapilaritas. Tujuan Penelitian Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mendapatkan kompor sumbu yang memberikan kenaikkan suhu minyak yang paling tinggi. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Proses modifikasi dilakukan di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen Teknik Pertanian IPB. Waktu penelitian dimulai bulan Mei 2008 sampai Agustus 2009.
Bahan Bahan yang dipergunakan dalam percobaan ini adalah kompor konvensional, minyak uji, dan batang logam. Alat Peralatan yang dipergunakan termokopel tipe T (jenis CC), pencatat suhu jenis hybrid recorder Yokogawa, pemotong logam, mesin las, dan perkakas bengkel lainnya. Prosedur Percobaan Modifikasi kompor dilakukan berdasarkan hasil analisis pengujian kapilarisasi dan kemampuan nyala. Dua jenis modifikasi yang dilakukan, yaitu pemasangan alat pemindah panas dari logam penghantar panas dan dibentuk menyerupai huruf U yang dipasang secara terbalik. Pemasangan dimulai dari permukaan ruang bakar dan bagian ujungnya dimasukkan ke dalam tangki minyak
sehingga sekitar 2-4 cm logam tercelup dalam minyak. Modifikasi kedua adalah pemotongan tinggi kolom sumbu. Bagian kolom sumbu dipotong sehingga tinggi kolom menjadi 2-3 cm, termasuk ring distribusi udara dan ring penyangga menyesuaikan dengan ketinggian kolom sumbu. Pengujian dilanjutkan untuk melihat kenaikkan suhu minyak. Termokopel setelah dikalibrasi (metode oil bath) dipasang pada dinding luar panci, tercelup dalam minyak, dan di dinding luar tangki minyak. Pencatatan suhu dengan hybrid recorder dilakukan setiap dua menit. Hasil dan Pembahasan Modifikasi dilakukan terhadap disain kompor yang ada dipasar. Modifikasi berdasarkan pada : 1. Hasil uji nyala. Pada
ketinggian
merepresentasikan
kolom
sumbu
kompor
7
cm
konvensional),
(kondisi
yang
dapat
minyak
nabati
tidak
memberikan kemampuan nyala dalam waktu yang cukup lama, hanya berlangsung selama 5-12 menit. 2. Hasil uji sifat kapilaritas. Kecepatan naiknya minyak nabati sangat lambat sekali mencapai 150 menit sehingga pembakaran tidak berlangsung secara kontinyu karena suplay bahan bakar lambat. Tetapi pada ketinggian dibawah 4 cm, kecepatan naiknya minyak nabati masih cepat, di bawah 20 menit, dan sifat kapilaritas minyak dapat diperbaiki dengan menaikkan suhu minyak. Dalam modifikasi diarahkan pada usaha untuk menaikkan suhu minyak. Dengan memanfaatkan panas pembakaran yang ada dipermukaan ruang bakar, panas akan dirambatkan ke tangki minyak. Perambatan panas ini dilakukan dengan dengan pemasangan pemindah panas yang terbuat dari logam yang bersifat penghantar panas.Selain itu, dilakukan pemotongan tinggi kolom sumbu agar kecepatan naiknya minyak menjadi lebih cepat.
Modifikasi Penambahan Pemindah Panas Modifikasi kompor dengan pemasangan alat pemindah panas ditujukan untuk menaikkan suhu minyak yang didasarkan pada hasil analasis spesifikasi pengaruh suhu terhadap kekentalan minyak dan data kapilarisasi minyak pada berbagai suhu. Jenis pemindah dipilih dengan melakukan proses optimasi terhadap besarnya angka konduktivitas panas yang paling kecil yang memungkinkan suhu minyak naik. Pada suhu yang lebih tinggi daya kapilarisasinya semakin kecil, sehingga minyak lebih mudah naik dan pembakaran dapat berlangsung. Untuk mencapai kondisi tersebut dilakukan dengan sebuah alat pemindah panas sederhana yang dipasang melintang pada permukaan ruang dan tercelup pada minyak. Bentuk pemindah panas berbentuk U, diupayakan bagian tengahnya berada pada permukaan ruang bakar dibagian atas kompor dan ditekuk sehingga kurang lebih 5 cm ujung kedua kakinya tercelup pada minyak seperti tampak pada Gambar 54. Bahan alat pemindah panas yang mampu menaikkan suhu minyak dari 28oC menjadi 70oC diperoleh melalui penentuan nilai konduktivitas termal bahan tersebut dengan persamaan : qm = mmCm(Tapi-Tref) = q besi = 0,25d2Kbesi(Tbesi-Tm)
[30]
Diperoleh konduktivitas sebesar 105,79 W m-1 K-1, sehingga dipergunakan baja tembaga dengan nilai konduktivitas yang terdekat yaitu 110 W m-1 K-1. Kenaikkan suhu air dan minyak dengan adanya pemindah panas disimulasi terlebih dahulu dengan menggunakan persamaan atur untuk melihat profil kenaikkan suhu kedua tersebut (Hasil simulasi terlampir). Perubahan kenaikkan suhu minyak bintaro dengan pemasangan alat pemindah panas ditampilkan pada Gambar 55. Pemasangan alat pemindah panas memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap kenaikkan suhu minyak jelantah. Kenaikkan yang cukup tajam dimulai setelah 10 menit dari pemanasan awal dan terus meningkat cukup tajam hampir mencapai suhu 50oC. Suhu ini sudah memberikan pengaruh yang besar terhadap kecepatan naiknya minyak sepanjang sumbu.
Gambar 54 Alat pemindah panas. Pemasangan alat pemindah panas sekalipun memberikan pengaruh yang cukup besar dalam rangka meningkatkan kapilarisasi, tetapi terdapat penambahan alat yang secara langsung akan berpengaruh terhadap kemudahan pabrikasi dan pemeliharaan serta menambah biaya produksi.
50
suhu, oC
40
30
20 0
10
20
30
40
50
waktu, menit kompor konvensional kompor modifikasi : pemindah panas
Gambar 55 Profil suhu minyak jelantah dengan pemindah panas
Modifikasi Tinggi Kolom Modifikasi dengan pemendekkan kolom sumbu didasarkan pada hasil analisis kapilarisasi minyak. Dari hasil analisis tersebut, untuk semua minyak uji memberikan kapilarisasi yang masih cukup cepat pada ketinggian sumbu dibawah 3 cm baik untuk minyak nabati murni maupun campurannya dengan minyak tanah seperti ditampilkan pada Gambar 56.
10
tinggi (cm)
8 6 4 2 0 0
5000
MT MT+MK
MK MT+MKT
10000 waktu (detik) MKT MT+MB
MB MT+MJ
15000 MJ MT+MJP
20000 MJP
Gambar 56 Kapilarisasi minyak pada suhu 30oC Untuk mendapatkan tinggi kolom sumbu minimum persamaan yang dipergunakan diperoleh dari pembentukan model matematika kapilarisasi suatu cairan pada media berpori (persamaan 27).
Tinggi kolom sumbu minimum hasil simulasi berbeda untuk setiap jenis minyak nabati seperti ditampilkan pada Tabel 5. Pada suhu minyak 30oC, ketinggian kolom sumbu untuk minyak kacang tanah, minyak jelantah, dan minyak bintaro dibawah dua cm, sehingga apabila minyak tersebut dipergunakan untuk bahan bakar ketinggian kolom sumbu harus dibawah angka tersebut, sedangkan pada suhu minyak 50oC, ketinggian minyak bintaro mencapai 1,5 cm. Ini menunjukkan pada ketinggian tersebut minyak
tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan
bakar. Tabel 5 suhu, o C 30 50 55 70
Ketinggian hasil simulasi minyak nabati jenis minyak mjp 2,02 3,98 4,24 7,28
mk 1,95 2,90 3,15 3,26
mkt 1,59 2,14 2,40 2,55
mj 1,18 2,45 3,33 4,00
mb 1,35 1,51 2,22 2,34
Dalam pengujian selanjutnya dilakukan terhadap nilai rata-rata tinggi kolom sumbu semua jenis minyak nabati pada suhu 55oC , yaitu adalah 3,0 cm, pemilihan ketinggian ini didasarkan dari hasil pengujian sifat kapilaritas pada suhu minyak mencapai 55oC waktu yang diperlukan untuk minyak naik sekitar 10 menit, waktu tersebut cukup untuk memberi kesempatan minyak untuk naik sepanjang sumbu sebelum pembakaran dimulai dan kemudahan pabrikasi (Gambar 57).
Gambar 57 Skema pemotongan tinggi kolom sumbu. Hasil pengujian dengan modifikasi tinggi kolom seperti tampak pada Gambar 58 terjadi kenaikkan suhu minyak bintaro. 50.0 45.0
suhu, oC
40.0 35.0 30.0 25.0 20.0 0
10
20
30
40
waktu, menit kompor konvensional kompor modifikasi : pemendekan kolom sumbu
50
Gambar 58 Profil suhu minyak bintaro pada kolom pendek. Dengan semakin pendek kolom sumbu, suhu minyak juga ikut mengalami kenaikkan yang cukup besar yang dimulai setelah 10 menit pertama dengan tinggi suhu mencapai 50oC. Dengan pemendekkan kolom sumbu, diharapkan terjadi pengurangan pemakaian bahan konstruksi kompor.
Kesimpulan Dari hasil modifikasi terhadap kompor dengan pemasangan pemindah panas dan pemendekkan kolom terjadi peningkatan suhu minyak yang dapat menurunkan
kekentalan
minyak
sehingga
kapilarisasi
dapat
dipercepat.
Modifikasi yang dipilih adalah modifikasi pemendekkan kolom sumbu dengan ketinggian sekitar 2–4 cm.
6 PENGUJIAN EFISIENSI KOMPOR SUMBU
Pendahuluan Pemakaian BBN sebagai energi untuk memasak pada saat ini masih terus dikembangkan. Penelitian untuk memperbaiki kekurangan dari sifat termofisik BBN agar dapat dipergunakan secara langsung sebagai bahan bakar kompor sudah mulai mendapatkan kemajuan. Metode asetilasi minyak nabati berhasil menaikkan nilai kalor dari 18,74 MJ/kg menajdi 20,80 MJ/kg, sementara proses pencampuran dengan air untuk menghilangkan senyawa pospolipid berhasil menurunkan angka kekentalannya menjadi 7,05 cp (Chamidy 2003). Perkembangan lain sudah mulai menunjukkan tingkat keberhasilan adalah melakukan modifikasi pada kompor. Pada kompor tekan, pemakaian BBN sudah tidak mengalami kesulitan. Beberapa jenis kompor tekan yang dikembangkan dengan berbagai modifikasi seperti memperbaiki sistim pemanasan awalnya sudah mengalami uji coba dan menunjukkan bahwa BBN dapat dipergunakan langsung sebagai bahan bakar, tetapi tidak begitu dengan pemakaian BBN pada kompor sumbu (Reksowardojo 2008). Beberapa perkembangan yang sudah ada masih belum memberikan angka efisiensi pembakaran yang lengkap. Data yang terpublikasi masih dalam angka banyaknya bahan bakar yang dikonsumsi selama proses pengujian. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian untuk melihat besarnya efisiensi kompor yang sudah dimodifikasi pada tahap penelitian sebelumnya. Efisiensi Pembakaran Efisiensi pembakaran adalah suatu penentuan seberapa baik suatu peralatan mampu membakar suatu bahan bakar tertentu, yang ditunjukkan dalam persen (%). Efisiensi pembakaran sempurna akan mempergunakan semua energi yang tersedia di dalam bahan bakar. Efisiensi pembakaran 100% secara realistis tidak akan tercapai (Kakati 2006). Proses pembakaran secara umum menghasilkan
efisiensi dari 10% sampai 95%. Penentuan efisiensi pembakaran mengasumsikan bahan bakar secara lengkap terbakar dan didasarkan pada tiga hal (Turns 1996): 1. Sifat kimia dan fisika bahan bakar 2. Suhu stack gas secara keseluruhan 3. Prosentase oksigen atau CO2 (%volume) setelah pembakaran. Efisiensi pembakaran berhubungan dengan bagian dari komponen reaktan yang berkombinasi secara kimiawi. Efisiensi pembakaran meningkat dengan naiknya suhu komponen reaktan, bertambahnya waktu komponen reaktan mengalami kontak, naiknya tekanan uap, bertambah besarnya luas permukaan, dan naiknya energi kimia dengan katalis yang paling baik. Salah satu cara untuk menaikkan suhu komponen reaktan dan tekanan uapnya adalah dengan melakukan pemanasan awal melalui proses sirkulasi disekitar ruang bakar dan leher kolom sebelum disuntik ke dalam ruang pembakaran (Kuo K.K
1986).
Efisiensi
pembakaran langsung dipengaruhi oleh proses pencampuran antara udara dan bahan bakar (Strehlow 1985). Efisiensi pembakaran dapat ditunjukkan dengan kinerja kompor dinyatakan dengan nilai PHU, Percent Heat Utilized atau SC, Specifik Consumption yang nilainya dapat ditentukan dengan pengujian Water Boiling Test (WBT) yang secara sederhana skema pengujiannya ditampilkan pada Gambar 59. probe untuk termokopel
termokopel
tutup panci
Gambar 59
Skema water boiling test.
Pengujian ini meliputi pemasakan sejumlah air (biasanya dinyatakan satu liter air) dalam panci pada kondisi panas dan mendidih, dengan pengukuran suhu awal air, kenaikkan suhu selama pengujian suhu akhir air (suhu simering, 90oC ±
1oC), jumlah air awal, jumlah air sisa, dan konsumsi bahan bakar. Effisiensi dapat didefinisikan sebagai perbandingan energi yang dipergunakan untuk memasak satu liter air sehingga tercapai suhu didihnya terhadap energi yang terkandung dalam bahan bakar, yang dinyatakan sebagai
[31]
Tujuan Penelitian Tujuan khusus penelitian ini adalah 1.
Mendapatkan data distribusi kenaikkan suhu minyak
2.
Mendapatkan data distribusi kenaikkan suhu air
3.
Mendapatkan data efisiensi pembakaran dan konsumsi bahan bakar pada kompor
sumbu dengan bahan bakar minyak nabati dan
minyak campuran
Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Pengujian kapilarisasi minyak nabati dan campurannya dengan minyak tanah serta pengujian efisiensi termal pada kompor gas dan kompor bertekanan dilakukan di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen Teknik Pertanian IPB. Waktu penelitian dimulai bulan Mei 2008 sampai Juni 2009. Bahan Bahan yang dipergunakan dalam percobaan ini adalah minyak kelapa, minyak kacang tanah, minyak bintaro, minyak jelantah dan minyak jarak pagar serta campuran minyak tersebut dengan minyak tanah, zat warna merah dan dua jenis sumbu serta air untuk pengujian efisiensi termal.
Alat Peralatan yang dipergunakan untuk melakukan pengujian kapilarisasi dan pengujian kemampuan nyala adalah kolom kaca setinggi 15 cm yang dijepit pada tiang statif, pengukur waktu digital, penangas air yang dilengkapi dengan pengatur suhu, gelas kimia dan penggaris, sedangkan untuk pengujian efisiensi termal peralatan yang dipergunakan adalah kompor sumbu lengkap dengan sumbu, termokopel tipe T (jenis CC), pencatat suhu jenis hybrid recorder Yokogawa, neraca digital tipe AQT 200, dan timbangan jenis SOEHNLE. Prosedur Percobaan Pada percobaan untuk menguji efisiensi termal seperti pada Gambar 60, satu liter
air dimasukkan ke dalam panci berukuran 3 liter yang dilengkapi
dengan tutup. Sumbu kompor yang dipergunakan adalah sumbu terbaik dari hasil percobaan kapilarisasi.
3 1
2
6 5
4
Gambar 60 Skema pengujian efisiensi pembakaran. Untuk melihat perubahan suhu selama proses pembakaran pada pengujian efisiensi termal kompor sumbu, termokopel yang sudah dikalibrasi dipasang pada bagian luar dinding panci (1), di dalam air setinggi setengah bagiannya terendam (2), di udara luar (3), di dalam tangki minyak sehingga setengahnya terendam (4), di luar tangki minyak (5), dan pada pemindah panas dan di bagian tengah (6). Parameter yang diukur adalah kenaikkan suhu air sampai mencapai suhu simering
air (90 ±1oC), kenaikkan suhu minyak di dalam tangki, dan konsumsi bahan bakar. Persamaan yang dipergunakan untuk menghitung efisiensi pembakaran adalah persamaan [31]. Hasil Dan Pembahasan Distribusi Suhu Minyak Dari hasil pengujian terhadap kapilarisasi pada beberapa suhu, yang menyatakan bahwa kapilarisasi akan meningkat dengan naiknya suhu minyak, dengan demikian diperoleh suatu informasi untuk melakukan sedikit modifikasi pada kompor untuk menaikkan suhu minyak. Modifikasi yang dilakukan adalah menambah alat pemindah panas atau heat transporter yang dipasang dalam kompor. Pemindah panas yang dirancang berupa batang besi berukuran diameter 1 cm dengan panjang 70 cm. Alat ini dibentuk menjadi huruf U dan selanjutnya alat ini dipasang melintang tepat diatas ruang bakar, kakinya melalui pinggir saringan udara dan ujungnya masuk ke dalam tangki minyak sehingga tercelup sekitar 5 cm dalam minyak, seperti tampak pada Gambar 61.
Gambar 61 Seting alat pemindah panas pada kompor Dari hasil pengujian terhadap suhu
minyak seperti ditampilkan pada
Gambar 62(a) dan 62(b), tampak bahwa adanya modifikasi dalam kompor dengan pemindah panas, suhu minyak dalam tangki naik. Untuk kompor yang tidak dilengkapi dengan pemindah panas atau disebut kompor konvensional, sampai pada menit ke 40, suhu minyak dalam tangki hanya mencapai suhu sekitar ± 30oC untuk minyak nabati dan untuk minyak campuran mencapai suhu ± 40oC.
50
80 70
40 suhu,oC
suhu,oC
60
30
50 40 30
20
20 0
MT
10
MK
20 30 waktu,menit MKT
MB
MJ
40
0
10
20 30 waktu, menit
40
MJP
(a)
(b)
Gambar 62 Kenaikkan suhu minyak (a) tanpa pemindah panas dan (b) dengan pemindah panas Pada kompor yang dilengkapi dengan pemindah panas atau disebut dengan istilah kompor termodifikasi, suhu minyak nabati mengalami kenaikkan antara 10-20oC, sehingga suhu minyak mencapai 50 – 60oC, sedangkan untuk minyak campuran minyak nabati dan minyak tanah dapat mencapai suhu 60-70oC. Naiknya suhu minyak nabati dalam tangki adalah akibat pengaruh panas yang dipindahkan dari permukaan ruang bakar melalui besi secara konduksi ke dalam minyak. Akan tetapi banyaknya panas yang dipindahkan sedikit berkurang akibat adanya panas yang hilang secara konveksi ke udara yang berada di antara silinder dimana sumbu berada dengan dinding kompor paling luar. Kenaikkan suhu ini mengubah kekentalan minyak menjadi lebih rendah dan menaikkan kapilarisasi sehingga akan memberikan pengaruh secara langsung pada cepatnya minyak naik ke ujung sumbu dan memudahkan api menyala serta umur lamanya nyala api pada sumbu relatif bertahan lebih lama. Pada kompor modifikasi tinggi kolom sumbu, kenaikkan suhu minyak yang dicapai lebih tinggi (Gambar 63). Suhu minyak naik mencapai hampir 60oC.Hal ini disebabkan dengan pendeknya jarak antara ujung sumbu yang terbakar dengan minyak dalam tangki terjadi perambatan panas melalui sumbu.
70
suhu,oC
60 50 40 30 20 0
10 MT
20 waktu,menit MKT MB
MK
30
40
MJ
MJP
Gambar 63 Kenaikkan suhu minyak dengan kolom pendek Distribusi Suhu Air Hasil yang sama ditunjukkan pula oleh kenaikkan suhu air seperti tampak pada Gambar 64(a) dan 64(b). Pada kompor konvensional, suhu simering air (90±1oC) dengan bahan bakar minyak tanah tercapai pada menit antara ke 20 dan 22, sedangkan pada kompor termodifikasi waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu simering air adalah pada menit antara ke 16 dan 18, atau 3 sampai 4 menit
120.0
120.0
100.0
100.0
80.0
80.0
suhu,oC
suhu,oC
lebih cepat.
60.0 40.0
40.0
20.0
20.0 0
MT
60.0
10
MK
20 30 waktu,menit
MKT
MB
MJ
40
0
10
20 30 waktu,menit
MJP
(a) (b) Gambar 64 Kenaikkan suhu air (a) tanpa pemindah panas dan (b) dengan pemindah panas
40
Pada kompor konvensional, semua jenis bahan bakar dari minyak nabati tidak mampu menaikkan suhu air mencapai suhu simering air, hanya minyak kelapa dan minyak jarak pagar yang mampu menaikkan suhu air mencapai suhu 50oC, sedangkan untuk minyak jelantah, minyak kacang tanah, dan minyak bintaro tidak mencapi suhu 50oC, selanjutnya suhu mengalami penurunan, api hanya bertahan sampai menit ke 30 dan kemudian api mati. Ini disebabkan karena kecepatan minyak untuk naik ke permukaan sumbu masih sangat lambat, sehingga suplay bahan bakar untuk terbakar menjadi rendah akibatnya nyala api tidak dapat bertahan lebih lama. Sedangkan untuk kenaikkan air dengan kolom pendek, suhu air yang dicapai dengan bahan bakar minyak nabati mencapai suhu simeringnya walaupun waktu yang relatif masih lama mencapai 30 menit (Gambar 65) kecuali minyak tanah 10 menit lebih cepat dibandingkan kompor konvensional. 120 100 suhu, oC
80 60 40 20 0 0
10 MT
MK
20
waktu, menit MKT
MB
30 MJ
40 MJP
Gambar 65 Kenaikkan suhu air dengan kolom pendek. Efisiensi Pembakaran Kompor Sumbu Pengujian efisiensi pembakaran dilakukan dengan metode WBT atau water boiling test terhadap kompor konvensional dan kompor termodifikasi dan besarnya efisiensi dengan persamaan [30]. Dari Tabel 6 besarnya efisiensi pembakaran untuk minyak nabati baik pada kompor konvensional maupun kompor termodifikasi pemindah panas tidak dinyatakan, ini menunjukkan bahwa efisiensi pembakarannya tidak dapat dihitung, karena pada saat pengujian suhu air tidak mencapai suhu simering. Pembakaran hanya berlangsung sampai suhu air mencapai sekitar 50-70oC akibat matinya api pada waktu sekitar 20-40 menit.
Tabel 6. Efisiensi pembakaran minyak nabati Efisiensi Pembakaran (%)
Jenis Kompor MT
MK
MKT
MB
MJ
MJP
Kompor konvensional
37,9
-
-
-
-
-
Kompor termodifikasi (pemindah panas)
41,2
-
-
-
-
-
Kompor termodifikasi (kolom pendek)
44,5
25,6
17,3
19,7
18,4
24,5
Sedangkan untuk kompor berkolom pendek, pembakaran minyak nabati memberikan nilai efisiensi yang cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa modifikasi dengan pemendekkan kolom memberikan pengaruh yang cukup besar. Efisiensi pembakaran minyak tanah dengan kompor asli atau konvensional mengalami kenaikkan dari 37,9% menjadi 41,2% pada kompor yang dilengkapi dengan alat pemindah panas dan mencapai 44,5% pada kompor dengan pemendekkan kolom sumbu. Dengan pendeknya kolom sumbu, selain suhu minyak mengalami kenaikkan
sehingga kekentalannya menjadi lebih kecil,
kecepatan berpindahnya minyak dari tangki ke bagian atas sumbu juga menjadi lebih cepat. Untuk minyak nabati, dengan kompor berkolom sumbu pendek baru menunjukkan nilai efisiensi. Efisiensi yang dicapai oleh minyak kelapa, disusul minyak jarak pagar,minyak bintaro, minyak jelantah, dan minyak kacang tanah yaitu, 25,6%; 24,5%; 19,7%; 18,4%;dan 17,3% berturut-turut. Tabel 7. Efisiensi pembakaran minyak campuran Jenis Kompor MT+MK Kompor konvensional Kompor termodifikasi (pemindah panas) Kompor termodifikasi (kolom pendek)
Efisiensi Pembakaran (%) MT +MKT MT + MB MT+MJ
MT+MJP
19,7
9,6
15,8
11,5
20,1
27,5
12,9
27,2
15.4
28,3
37,8
19,5
34,3
22.7
35,7
Pada kompor berkolom pendek efisiensinya mencapai 37,8% dan 35,7% masing-masing untuk campuran minyak kelapa dan jarak pagar dengan minyak tanah. Konsumsi Bahan Bakar Seperti disebutkan diatas, maka perhitungan banyaknya konsumsi bahan bakar hanya diberlakukan pada jenis minyak yang mencapai suhu simering air. Sehingga tidak semua data konsumsi bahan bakar minyak nabati murni dapat ditampilkan seperti terlihat pada Tabel 8. Tabel 8. Konsumsi bahan bakar minyak nabati Konsumsi Bahan bakar Jenis Kompor (kcal/menit) MT MK MKT MB MJ Kompor konvensional Kompor modifikasi 1 Kompor modifikasi 2
10,63 11,03 11,84 2,13
2,61
1,90
1,89
MJP
0,59
Konsumsi bahan bakar minyak nabati murni bervariasi dengan rentang antara 0,66 gr/menit sampai 0,70 gr/menit atau 0,59 kcal/menit sampai 11,84 kcal/menit. Pada kasus minyak tanah, kenaikkan konsumsi bahan bakar mengalami kenaikkan pada setiap jenis kompor termodifikasi. Ini diakibatkan kecepatan naiknya minyak tanah ke bagian atas sumbu untuk kedua jenis kompor tersebut menjadi lebih besar yang secara langsung akan menaikkan jumlah bahan bakar yang terbakar. Tampak bahwa baik pemasangan alat pemindah panas maupun pemendekkan kolom terjadi kenaikkan konsumsi bahan bakar. Hal ini disebabkan dengan adanya panas yang dipindahkan dari permukaan ruang bakar ke minyak. maka viskositas minyak mengalami penurunan sehingga kecepatan minyak naik ke ujung sumbu untuk terbakar menjadi lebih cepat. Tabel 10 memperlihatkan hubungan ketinggian kolom sumbu terhadap konsumsi bahan bakar. Dengan bertambah tingginya kolom sumbu, konsumsi bahan bakar menjadi semakin kecil. Secara langsung angka tersebut menunjukkan kecepatan naik
minyak sepanjang sumbu menjadi lebih lambat akibatnya pembakaran menjadi lebih terhambat. Tabel 9 Hasil simulasi hubungan FCR terhadap ketinggian kolom sumbu FCR, ml/menit h,cm 7 6 5 4 3 2 h,cm
minyak tanah o
30 C 0,0577 0,0673 0,0808 0,1010 0,1346 0,2020
o
50 C 0,0691 0,0808 0,0973 0,1221 0,1633 0,2459
minyak jarak pagar o
70 C 0,2180 0,2552 0,3073 0,3854 0,5156 0,7761
minyak kacang tanah
o
30 C 0,0020 0,0023 0,0028 0,0035 0,0046 0,0070
o
50 C 0,0039 0,0046 0,0055 0,0069 0,0092 0,0138
minyak kelapa o
30 C 0,0021 0,0025 0,0030 0,0038 0,0050 0,0075
70 C 0,0020 0,0023 0,0028 0,0035 0,0046 0,0070
minyak jelantah
o
50oC 0,0032 0,0037 0,0045 0,0056 0,0075 0,0113
70oC 0,0036 0,0042 0,0051 0,0064 0,0085 0,0128
minyak bintaro
30oC
50oC
70oC
30oC
50oC
70oC
30oC
50oC
70oC
7 6 5 4 3
0,0015 0,0018 0,0022 0,0027 0,0037
0,0021 0,0024 0,0029 0,0037 0,0049
0,0025 0,0030 0,0036 0,0045 0,0060
0,0011 0,0013 0,0015 0,0019 0,0026
0,0023 0,0026 0,0032 0,0040 0,0053
0,0037 0,0044 0,0053 0,0066 0,0088
0,0015 0,0018 0,0022 0,0027 0,0036
0,0017 0,0020 0,0024 0,0030 0,0041
0,0027 0,0032 0,0038 0,0048 0,0064
2
0,0055
0,0075
0,0090
0,0038
0,0080
0,0133
0,0054
0,0061
0,0096
Kesimpulan Hasil analisis dan pengujian memperlihatkan modifikasi kompor memberikan perubahan terhadap kenaikkan suhu air dan suhu minyak yang mempercepat waktu air untuk mendidih. Distribusi kenaikkan suhu air mengalami kenaikkan setiap waktunya dan mencapai suhu 100oC pada waktu yang lebih cepat. sedangkan untuk distribusi suhu minyak. kenaikkan suhunya mencapai 50oC. Nilai efisiensi pembakaran meningkat pada kompor yang dilengkapi pemindah panas dan peningkatan efisiensi terbesar dicapai pada kompor berkolom pendek. Efisiensi pembakaran untuk minyak tanah 37,9% untuk kompor konvensional, 41,2% untuk kompor modifikasi pemasangan alat pemindah panas dan 44,5% untuk kompor modifikasi kolom sumbu pendek. Pada kompor modifikasi kolom sumbu pendek, minyak kelapa 25,6%, minyak jarak pagar 24,7%, minyak bintaro 19,7%, minyak jelantah 18,4%, dan minyak kacang tanah
17,3%. Untuk minyak campuran nilai efisiensi berkisar antara 23-53% dengan rata-rata 39%. Untuk konsumsi bahan bakar baik untuk minyak nabati murni maupun minyak campuran pada kedua jenis modifikasi mengalamai kenaikkan sekitar 0,1 gram per menit.
7 PEMBAHASAN UMUM
Bahan bakar yang selama ini dipergunakan oleh masyarakat untuk memasak dan penerangan dibeberapa wilayah di Indonesia termasuk bahan bakar yang disubsidi oleh pemerintah. Sejalan dengan perkembangan perekonomian. pertambahan jumlah penduduk dan perubahan gaya hidup yang berakibat pada kenaikkan konsumi atau pemakaian bahan bakar membuat subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah semakin berat disamping ketersediaannya semakin menipis dan harganya yang cenderung terus naik, maka pemerintah sejak tahun 2010 akan menghentikan distribusi minyak tanah dan mengkonversikannya dengan gas. Program Desa Mandiri Energi yang sekarang ini sedang digiatkan di beberapa desa percontohan seperti desa Gunungsari di Provinsi Banten. desa mekarjaya di provinsi Jawa Barat, desa Rantau Jaya Udik II di provinsi Lampung. desa Limpasu di Provinsi Kalimantan Selatan, dan desa Baula di Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai desa percontohan tahun 2007 dan desa Natumingka di Provinsi Sumatera Utara. desa Nagara Air Haji di Provinsi Sumatera Selatan. desa Trosono di provinsi Jawa Timur serta desa Lembang Marinding di Provinsi Sulawesi Selatan sebagai percontohan tahun 2008 telah melakukan program desa mandiri energi berbasis tanaman jarak pagar. Program tersebut nantinya memberikan konstribusi yang besar terhadap penyediaan energi untuk bahan bakar dan produksi turunan-turunan minyak jaraka lain seperti sabun, pupuk, dan lain sebagainya. Tanaman jarak pagar pada saat ini sedang dikembangkan oleh pemerintah sebagai bahan bakar nabati yang dianggap cukup potensial secara ekologi dan ekonomi. Kemudahannya tumbuh pada kondisi yang rekatif cukup kering dan sudah cukup dikenal masyarakat membuat tanaman ini menjadi pilihan. Minyak jarak baik dalam kondisi murni maupun campurannya dengan minyak tanah dapat dipergunakan untuk semua jenis kompor. Walaupun pada saat ini ketersediaan secara masal masih mengalami hambatan, karena sampai saat ini informasi secara aktual tentang tingkat produktivitas. Ketersediaan dalam jumlah besar dan
keberlangsungan ketersediaanya masih belum stabil. karena di beberapa daerah uji coba sampai saat ini masih tanaman jarak pagar belum siap panen bahkan masih ada yang baru berumur setahun. Sehubungan dengan hal tersebut,dalam penelitian ini tanaman lain seperti kacang tanah dan kelapa yang sudah dikenal luas masyarakat dijadikan sebagai sumber bahan baku minyak nabati disamping memanfaatkan kembali minyak bekas masak atau minyak jelantah. Jenis minyak nabati yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah minyak kelapa,minyak jarak pagar, minyak jelantah, minyak bintaro, dan minyak jelantah serta campurannya dengan minyak tanah. Berdasarkan hasil pengujian terhadap karateristik minyak nabati. tampak bahwa minyak nabati memiliki sifat yang jauh berbeda dengan minyak tanah, terutama pada sifat kekentalannya. Angka kekentalan minyak nabati secara umum hampir 40 kali lebih besar dan hal ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan minyak nabati tersebut untuk merambat pada sumbu melalui gaya kapilarisasi. Untuk campurannya dengan minyak tanah. angka kekentalan sedikit berkurang dan pada perbandingan volume 1 : 1, campuran larut dengan baik menjadi satu lapisan, sehingga secara tidak langsung hal ini akan memperbaiki sifat
minyak nabati dengan menurunnya
angka kekentalan. Angka kekentalan yang besar ini dapat dikurangi dengan menaikkan suhu minyak. Kenaikkan suhu sebesar dua puluh derajat dapat menurunkan angka kekentalan lima sampai sepuluh angka, misalnya untuk minyak kelapa. dari angka 28 pada suhu 30oC menjadi 23 pada suhu 50oC dan 10 pada suhu 70oC. Pada uji kemampuan menyala dengan dua jenis sumbu yang ada dipasaran dan termasuk jenis yang paling banyak dipergunakan sebagai sumbu kompor, minyak nabati menunjukkan masih memiliki kemampuan untuk menyala walaupun titik bakarnya hampir tujuh kali jauh lebih tinggi dari titik bakar minyak tanah. Tetapi kemampuan menyala tersebut belum dapat bertahan lama dibandingkan dengan minyak tanah. Kemampuan menyala yang lama sangat dibutuhkan untuk proses pembakaran agar menghasilkan panas yang cukup besar dan lama untuk dipergunakan sebagai energi panas dalam memasak. Hal ini
dikarenakan tingginya angka kekentalan minyak nabati sehingga proses perpindahan minyak sepanjang sumbu sangat lambat, akibatnya proses pembakaran menjadi sangat pendek. Berbeda dengan minyak tanah yang terus menyala sampai minyak tanah tersebut habis dengan sendirinya. Pada sumbu berbahan katun, proses pembakaran berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan sumbu berbahan campuran katun dan poliester. Pada pengujian kapilarisasi sebagai salah satu faktor yang paling penting dalam proses pembakaran minyak dalam kompor sumbu, terlihat minyak nabati dengan angka kekentalan yang sangat besar memiliki daya kaplarisasi yang sangat kecil, waktu yang dibutuhkan untuk naik ke bagian ujung sumbu sangat lambat sekali dibandingkan dengan waktu yang ditempuh oleh minyak tanah untuk ketinggian yang sama. Berdasarkan hasil pengujian pengaruh suhu terhadap kekentalan, proses kapilarisasi dapat diperbaiki dengan menaikkan suhu minyak sedikit lebih tinggi dari suhu kamar. Pada suhu minyak yang lebih tinggi, sifat kapilaritas untuk semua minyak nabati menunjukkan perbaikkan, terjadi pengurangan waktu yang cukup signifikan untuk ketinggian yang sama, sehingga timbul ada suatu usaha untuk memanaskan minyak dalam tangki minyak selama proses pembakaran. Dalam peneleitian ini dibangun sebuah model matematika yang dapat menggambarkan proses kapilarisasi minyak pada sumbu. Persamaan yang dibangun adalah persamaan yang menghubungkan waktu yang dibutuhkan oleh minyak untuk naik melalui sumbu setiap kenaikkan satu sentimeter. Pada persamaan tersebut, parameter ukuran diameter pori atau porositas dan perbedaan jarak laluan minyak sepanjang sumbu terhadap panjang sumbu ikut dimasukkan, sehingga dihasilkan persamaan yang menggambarkan secara utuh proses kapilarisasi minyak pada sumbu atau kecepatan naiknya minyak sepanjang sumbu. Dari hasil simulasi model kecepatan naiknya minyak sepanjang sumbu, persamaan model yang dibangun memberikan bentuk kurva yang sama dengan kurva yang dibentuk dari data percobaan. Dengan demikian, selanjutnya persamaan tersebut dipergunakan untuk menentukan ketinggian kolom sumbu minimum untuk setiap jenis minyak pada beberapa suhu.
Pada tahapan modifikasi kompor sebagai salah satu tahapan yang dilakukan berdasarkan hasil pengujian terhadap kapilarisasi, dilakukan dua modifikasi yaitu memasang kompor dengan alat pemindah panas yang berbentuk U dan dipasang terbalik, sehingga sebagian dari alat tersebut terletak pada permukaan ruang bakar kompor dan bagian kakinya tercelup ke dalam tangki minyak. Suhu minyak dalam tangki mengalami kenaikkan dari 30oC sampai 45oC. Dengan penambahan pelat logam yang sama berbentuk lingkaran di dalam tangki yang dihubungkan dengan kaki pemindah panas, suhu minyak mengalami kenaikkan mencapai 60oC, tetapi pemasangan ini
menyulitkan pada waktu
pembersihan sebagai langkah pembersihan yang harus rutin dilakukan agar kompor tetap terjaga kondisinya. Pemasangan logam dibagian atas ruang bakar pada kedua jenis sistim tersebut mempunyai sedikit kelemahan, akibat pemanasan yang terus menerus secara langsung terhadap batang pemindah panas di bagian permukaan ruang bakar, dapat mempercepat logam menjadi aus. Disarankan untuk merubah sistim pemanas panas dengan cara melilitkan pemindah panas di luar ruang bakar sepanjang tinggi pengatur udara luar. Tetapi kenaikkan suhu minyak tidak signifikan karena banyaknya panas yang hilang akibat konveksi ke ruang sekitar kompor. Modifikasi yang kedua adalah melakukan pemendekkan tinggi kolom sumbu. Dari hasil analisis kapilarisasi, tampak pada ketinggian dibawah empat sentimeter kecepatan naiknya minyak melalui sumbu relatif cukup cepat. Diharapkan dengan kecepatan tersebut minyak mudah sampai pada bagian ujung sumbu dan memberikan waktu pembakaran yang relatif lebih lama dibandingkan pada ketinggian di atas empat sentimeter. Tinggi kolom sumbu hasil simulasi berbeda untuk setiap jenis minyak nabati. Sehingga pemendekkan kolom nantinya menyesuakan dengan petinggian minimum hasil simbulasi. Dalam penelitian ini ketinggian kolom sumbu untuk minyak nabati berkisar antara 2 sampai 4 cm, diambil 3 cm yang merupakan nilai rata-rata ketinggian kolom sumbu pada 55 oC. Pengujian distribusi suhu minyak dalam tangki, menunjukkan kenaikkan yang sedikit lebih tinggi yaitu mencapai hampir 60oC. Dari sini tampak bahwa pemendekkan kolom sumbu mengakibatkan jarak permukaan minyak dengan
sumbu menjadi lebih pendek sehingga selain mempercepat naiknya minyak melalui sumbu juga terjadi perpindahan panas yang mengakibatkan suhu minyak mengalami kenaikkan. Efisiensi pemakaian bahan bakar nabati pada kompor yang telah dimodifikasi diuji dengan metode WBT untuk melihat efisiensi pembakarannya dan dibandingkan dengan kompor asli tanpa modifikasi. Efisiensi pembakaran pada kompor modifikasi menunjukkan kenaikkan yang cukup signifikan. Untuk bahan bakar minyak tanah, pada kompor konvensional efisiensinya mencapai 37%, sedang pada kompor modofikasi yang dilengkapi dengan pemindah panas efisiensinya mencapai hampir 42% dan mencapai 45% untuk modifikasi dengan kolom sumbu yang lebih pendek. Pada kasus minyak nabati murni, kompor konvensional dan modifikasi pemindah panas tidak memberikan angka efisiensi karena suhu air tidak mencapai suhu simering (90± 1oC). Akan tetapi pada kompor berkolom sumbu pendek, minyak nabati murni dapat dipergunakan sebagai bahan bakar langsung untuk menggantikan minyak tanah,dengan memberikan efisiensi berkisar antara 17 sampai 26% dengan efisiensi tertinggi diperoleh untuk minyak kelapa. Sedangkan untuk minyak campuran dengan minyak tanah, ketiga jenis kompor memberikan nilai efisiensi berkisar antara 10 – 38% dengan efisiensi tertinggi untuk campuran minyak kelapa dan minyak tanah disusul kemudian oleh campuran minyak jarak pagar dan minyak tanah dengan nilai efisiensi hampir 36%. Minyak kelapa dan minyak jarak menunjukkan keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Penggunaannya sejak jaman dulu sebagai bahan bakar untuk penerangan memungkinkan minyak jarak dan minyak kelapa menjadi salah satu dari sekian banyak minyak nabati yang ada di alam sebagai minyak yang dapat dijadikan sebagai bahan bakar untuk memasak dan penerangan di rumah tangga serta sebagai minyak bakar untuk pembuatan uap air panas (steam) pada usaha kecil seperti usaha pembuatan tahu dan untuk menghasilkan udara panas pada pengeringan tembakau, dan sebagainya. Minyak jarak sampai pada perbandingan volume yang sama masih bercampur menjadi satu larutan jernih
dengan minyak tanah, hal ini memberikan keuntungan pada sistim pembakaran selanjutnya. Hal yang cukup menarik adalah minyak bintaro walupun efisiensinya hanya mencapai 20%, lebih kecil dibandingkan dengan minyak jarak pagar dan minyak kelapa, angka ini memberikan peluang yang cukup besar untuk menjadikan minyak bintaro sebagai salah satu alternatif sumber bahan bakar lainnya selain minyak jarak yang memang sudah dikembangkan terlebih dahulu. Pada saat ini tanaman bintaro masih tumbuh secara liar dibeberapa daerah di Banten. Sumatera dan beberapa daerah berawa lainnya di Indonesai. Pemakainnya dibeberapa daerah masih terbatas sebagai tanaman hias dan pelindung di sepanjang jalan atau perumahan. Tanaman ini mudah sekali tumbuh terutama didaerah lembab dan basah berawa, dapat dijadikan sebagai tanaman lapis kedua setelah hutan bakau untuk penahan abrasi air laut. Bintaro tidak termasuk pohon buah musiman. Dalam satu pohon. terdapat tidak kurang dari 150 buah dengan jarak tanam 5 x 5 meter, diperkirakan dalam satu hektar terdapat 1.600 pohon akan dihasilkan 240.000 buah bintaro berdiameter 7-9 cm dengan berat rata-rata 180 gram per buah atau 42.000 kg buah atau 12.000 kg biji. Jika kandungan minyak dalam biji berkisar antara 30-65%. maka jumlah minyak yang dapat dihasilkan setara dengan 6.000 kg minyak Sehubungan dengan hal tersebut di atas, tanaman bintaro layak untuk dipertimbangkan sebagai salah satu sumber BBN untuk bio energi dalam program desa mandiri energi terutama untuk desa berawa dengan masyarakat berpenghasilan rendah dan desa yang secara infrastruktur sukar dicapai untuk penerapan konversi minyak tanah ke gas. Selain itu. hal ini sejalan dengan pogram desa energi mandiri dan pengembangan usaha kecil pembuatan minyak nabati dan industri kompor yang sekarang mulai hilang kembali bangkit dan berjaya. Hal ini hampir dapat mencerminkan dari pernyataannya Rudolph Diesel tahun 1912. The use of vegetable oils for engine fuels may seem insignificant today. but such oils may become in the course of time as important as the petroleum and coal tar products of the present time.
8 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1. Minyak nabati mempunyai densitas, kekentalan, dan tegangan permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan minyak tanah. Kekentalan dan densitas minyak
dipengaruhi oleh suhu. Minyak bintaro
memiliki
densitas dan kekentalan yang paling besar, pada suhu 30oC, densitasnya 0,9648 g/ml dan kekentalannya 44 mm2/detik. Densitas dan kekentalan ini berkurang dengan naiknya suhu minyak. Pada suhu 70oC, kekentalan minyak bintaro menjadi 23 mm2/s. 2. Model kapilarisasi yang dibentuk yang dapat dpergunakan sebagai suatu persamaan yang menggambarkan besarnya kapilarisasi minyak melalui sumbu adalah 3. Kompor dengan modifikasi pemendekkan tinggi kolom sumbu dapat dipergunakan dengan bahan bakar minyak nabati murni maupun minyak campuran. 4. Efisiensi pembakaran kompor berkolom sumbu pendek lebih besar dari kompor dengan pemindah panas. a. minyak tanah
: 44,5%
b. minyak kelapa
: 25,6%
c. minyak jarak pagar
: 24,5%
d. minyak bintaro
: 19,7%
e. minyak jelantah
: 18,4%
f. minyak kacang tanah
: 17,3%
Saran Perlu dikembangkan kompor berkolom sumbu pendek agar dapat dipergunakan dengan bahan bakar minyak nabati untuk memanfaatkan sumber daya alam setempat sebagai bahan bakar menggantikan minyak tanah.
DAFTAR PUSTAKA Benltoufa S, Fayala F. 2008. Capillary Rise in Macro and Micro Pores of Jeresy Knitting Structure. Journal of Engineering Fibers and Fabrics.3(3):47-54. Bird RB, Stewart EE. Lightfoot.N.E.1965.Transport Phenomena.New York. Jhon Wiley and Son.Inc. Brady N.C, Weil R.R. 2004. The nature and Prpoerties of Soils. 13th Ed. New Jersey. Prentice Hall. Cavaccini G, Pianess V. 2006. Mathematical and Numerical Modeling of Dynamics in a Horizontal Capillary. Lecture Series on Computing and Computational Science.7:66-70. Chamidy H.N. 2003. Uji pembakaran bio oil yang dimodifikasi pada kompor sumbu tekan dan kompor sumbu [tesis]. Bandung: program pascasarjana. Institut Teknologi Bandung. [Dept. ESDM]. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Kebijakaan Energi Nasional 2003-2020. 2004 [Dirjen PMD]. Direktorat jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Departemen Dalam Negeri. Petunjuk Pelaksanaan Pilot Project Desa Mandiri Energi. 2008 [Dishutbun]. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten. Komoditas Kelapa. 2007 http://www.dishutbun.banten.go.id/index.php [8 Februari 2009] Fayala F, Hamdaoui M, Ghith A, Nasrallah B.S. 2004.Capillary Flow in Fabrics. Textile Research Journal. 70:4. Gennes DPG, Wyart FB, Quéré D. 2002. Capillary and Wetting Phenomena — Drops. Bubbles. Pearls. Waves. Springer. http://en.wikipedia.org/wiki/Surface_tension [10 Juli 2009]. Hamid A. 2007. Sintesis Dan Analisis Mutu Biodiesel Dari Minyak Jelantah [Tesis]. Bandung : Program Pascasrjana, Institut Teknologi Bandung. http://en.wikipedia.org/w/index.php?title=Density&am [18 Juni 2009]. http://www.newton.dep.anl.gov/askasci/chem00/chem00382.htm
Hallstenssson K, Tiberg F, Zhmud BV. 2000. Dynamics Capillary Rise. Journal of Coloid and Interface Science. 228:263-269. Hastomo A.D. 2008. Kompor Sumbu Minyak Jarak 100%.Info Tech Jarak Pagar. Vol. 3. No. 4. Hamdaoui M, Nasrallah BS.2007. Dynamics of Capillary Rise in Yarns: Influence of Fiber and Liquid Characteristics. Journal of Applied Polymer Science. 104:3050-3056. Heyne K. 1987.Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Jakarta. Badan Litbang Kehutanan. Hupka J, Trong D.V.2005. Characterization of Porous Materials by Capillary Rise Method. Physicochemical Problems of Mineral Processing.39.47-46. Kakati S.2006.Effect of Heat Losses on Overall Performance kerosene Fuelled capillary-Fed Wick Stove. Advances in Energy Research.448 -454. Kampmann B, Goldman R.R. 2007. Handbook of Clothing. Research Study Group 7 on Bio-Medical Research Aspect of Military Protective Clothing. New York. Kasno A. 2005. Profil Perkembangan Teknik Produksi Kacang Tanah di Indonesia. Seminar Rutin Puslitbang Tanaman Pangan Bogor. http://warintek.bantul.go.if/index.php [9 April 2007] Keis K, Kornev G.K, Kamath K.Y, Neimark V.A. 2004. Towards Fiber-based Micro and Nanofluidics. Http://triprincenton.org/aneimark [2 Mei 2009]. Kern DQ.1965.24th ed. Process Heat Transfer. Singapore. McGraw Hill Book Company. KEN/Tim Usaha Anda. 2003. http://berita.liputan6.com/lainlain/200303/51679/Kompor.Sumbu.Anti.Mel eduk.dari.Cawang [3 September 2009]. Knothe G, Gerpen V.J, Krahl J. 2004.The Biodiesel Handbook. Illinois. AOCS Press. Knovka A.E. 2001. The Effect of Anisotropy on In-Plane Liquid Distribution in Nonwoven Fabrics. [thesis]. North Carolina: Graduate Faculty, North Carolina State University. Kuo K.K. 1986. Principles of Combustion. John Wiley & Son. New York.
Kwiatkoswka I, Hupka J, Holownia D. 2008. An Investigation on Wetting of Porous Materials. Physicochemical Problems of Mineral Processing.42:251-262. Lu N, Likos J. 2004. Rate of Capillary Rise in Soil. Journal of Geotechnical and Geoenvironmental Engineering. 6:646-650. Manay N, Shadaksharaswamy M. 1987. Fats and Principles. Willey Eastern.Ltd.New delhi. Miller G.C, Lin F.T. 2005. Passive Reactor Cooling using Capillary Porous Wick.Proc. of the Space Nuclar Conference. San Diego, USA. Mohtar.2008. http://mohtar.staff.uns.ac.id/files/2008/08/tegangan-permukaan.doc. [15Agustus 2009] Nuraini I. 2001. Analisis Produksi Dan Pendapatan Home Industri Kompor Di Desa Merjosari Kecamatan Lowok Waru Kodya Malang. Lembaga PenelitianUniversitasMuhammadiyahMalang. http://digilib.itb.ac.id/gdl.xml [9 September 2009] Nuryanti, Herdine S.2007. Analisis Karaktersitik Konsumsi Energi Pada Sektor Rumah Tangga di Indonesia. Disampaikan pada Seminar Nasional SDM Teknologi Nuklir di Yogyakarta. 21-22 November 2007. Rahmat B. 2007. Konversi Minyak Jelantah menjadi Biodiesel. Majalah Ilmiah Wawasan Tridharma Kopertis Wilayah IV. Edisi 7 tahun XIX. Rajvanshi AK, Kumar S. Development of Improved Lanterns for Rural Areas. Publication No. NARI-LAN-1. Pant A, Jain A, Das A. 2008.Study on The Liquid Flow behavior of Cotton Wick. Fibers and Polymers. 9(2):176-186. [Pertamina]. Pertamina Unit Pembekalan dan Pemasaran Dalam Negeri VI. Spesifikasi Minyak Tanah. 1979. http: //www. balikpapan.indo.net.id/corporate/uppdn6.htm [ 21 Mei 2007] Prastowo B. 2007. Kompor Berbahan Bakar Minyak Nabati. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol. 29. No. 6 [Puslitbun]. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bahan Nabati Asal Tanaman Perkebunan Sebagai Alternatif Pengganti Minyak Tanah Untuk Rumah Tangga. 2007. http://www.puslitbun.org/Bahan Bakar Nabati Asal Tanaman Perkebunan Sebagai Alternatif Pengganti Minyak Tanah Untuk Rumah Tangga/html [28 Maret 2009]
Ramachandran T,Kesavaraja N. 2004. A study on Influencing Factors for Wetting and Wicking behavior. Textile Research Journal. 84(2):37-41. Reksowardojo I. 2008. Stove for Plant Oils. Workshop on Renewable Energy Technology Application To support Eenergu. Economics. and Environment Vilage. 22-24 Juli 2008.Jakarta. Sadikin S, Maesen L.J.G. 1993.Sumber Daya Nabati Asia Tenggara. Prosea. Gramedia. Jakarta. San. 2009. Kapilaritas. http://www.gurumuda.com/category/fisika-sma/fluidastatis [11 Februari 2009] Scheidegger A.E.1974. The Physics of Flow Through Porous Media. University of Toronto Press. Satriya E. 2007. Menyoal Koversi Minyak Tanah ke Bahan Bakar Gas. http://kolom.pacific.net.id/menyoal_konversi_minyak_tanah_ke_bahan_ba kar_gas_files. [21 Mei 2007] Suirta I.W. 2009. Preparasi Biodiesel dari Minyak Jelantah Kelapa Sawit. Jurnal Kimia 3(1). Tuller M, Or D. 2005.Capillarity. Water Resources Research 35(7):155-164. Turns RS. 1996. An Introduction to Combustion : Concept and Application. Singapore.Mc Graw-Hill.Inc. [US Patent] United State Patent 20060161030. http://www.freepatentsonline/20060161030.html [21 Mei 2007]. Wallas M.S. 1991. Modelling with Differential Equations in Chemical Engineering. Toronto.Butterworth-Heinemann. Wahyuni D.N. 2009. Pertamina Berhenti Impor Avtur Akhir April 2009. www.detikfinance.com [29 September 2009]. Welty J.R,Wilson R.E, Wick C.E. 1976. Fundamentals of Momentum heat and Mass Transfer.New York. Jhon Wiley and Son. Co. WIPO 2007. http://www.wipo.int/ A Combustion Device [ 5 Februari 2009].
Lampiran 1. Penyelesaian Analitis Persamaan Model
d ( Mv) F F P dt
F 2r cos , F 8hv, P gr 2 h d ( Mv) F F P dt d (mv) 0 dt
2r cos 8h
dh gr 2h 0 dt
dh (2r cos gr 2 h) dt 8h Langkah-langkah analisis model matematika 1. Ploting data percobaan pengukuran waktu yang diperlukan untuk mencapai ketinggian tertentu 2. Penentuan persamaan kurva hasil ploting data percobaan 3. Optimasi parameter jari-jari kapilarisasi . sudut kontak dan tortuosity Persamaan yang dipergunakan
A 2 r cos B 8 h
dh dt
C gr 2 h 4. Penyelesaian persamaan diferensial secara analitik
8 h dh dt (2r cos gr 2 h) a1
h dh (a 2 a 3h )
a1 8
dt
a 2 2 r cos a3 gr
2
5. Ploting data hasil analitik 12 10
h, cm
8 6
t model
4
t perc
2 0 0
50
100
150
t, detik
200
250
300
Lampiran 2. Contoh Hasil Optimasi Model Matematika Kapilarisasi MINYAK TANAH
t, detik 0 4 13 25 38 59 81 123 152 201 252
h, cm 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
h, cm
DATA PERCOBAAN 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 -1 0
y = 2,230ln(x) - 3,410
100
200
300
t,detik
PERSAMAAN KURVA atau dh/dt
Y = h = =
2.23 LN (x) 2.23 LN (t) 2.23 / t
OPTIMASI PARAMETER
3.41 3.41
A 2R cos
dh 2R cos 8h gR 2 h 0 dt t, detik
h, mm
0
0
4
B 8 h
dh dt
C gR 2 h
dh/dt
A
B
C
1
0.558
0.0407
0.1181
0.0001
0.0775
13
2
0.172
0.0407
0.0727
0.0003
0.0323
25
3
0.089
0.0407
0.0567
0.0004
0.0164
38
4
0.059
0.0407
0.0497
0.0005
0.0096
59
5
0.038
0.0407
0.0400
0.0007
0.0000
81
6
0.028
0.0407
0.0350
0.0008
0.0049
123
7
0.018
0.0407
0.0269
0.0009
0.0129
152
8
0.015
0.0407
0.0249
0.0010
0.0148
201
9
0.011
0.0407
0.0212
0.0012
0.0184
252
10
0.009
0.0407
0.0187
0.0013
0.0206
total
total
2.07E-01
DATA PARAMETER 30oC 3.1429
suhu phi teg.permukaan ,gr/s2 porositas,
28.4500 0.6896
a1 a2
0.21185202 0.0406922
densitas , ( gr/cm3)
0.8228
a3
0.00013122
viskositas, cm /s
0.01485 a1/a3 a1.a2/a3^2 C1
1614.5036 500675.827 7566711.71
2
2
gravitasi , g (cm/s ) jari-jari, R (cm) sudut kontak, tortuosity,
980.0000 0.0002 0.0000 1.0000
KURVA MODEL
a1 8
h 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
a3 gR
2
h a2 2 ln | a 2 a3h |) t C a3 a3 t perc 0 4 13 25 38 59 81 123 152 201 252
t model 0 2.597520804 10.3678604 23.27792446 41.29493521 64.38642747 92.52024462 125.6645347 163.7877468 206.8586268 254.8462142
12 10 8 h, cm
a1(
a 2 2 R cos
6
t model
4
t perc
2 0 0
100
t, detik
200
300
MINYAK JARAK PAGAR DATA PERCOBAAN
0 16 57 159 272 454 765 1078 1661 2000 2538
h, cm 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
h, cm
t, detik
11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 -1 0
y = 1.765ln(x) - 5.109
500
1000
1500
2000
2500
3000
t,detik
PERSAMAAN KURVA ATAU
Y = h = dh/dt
=
1.765 LN (x) 1.765 LN (t) 1.765 / t
5.109 5.109
OPTIMASI PARAMETER
2R cos 8h t, detik
h, mm
0
0
16
dh gR 2 h 0 dt
A 2R cos
B 8 h
dh dt
C gR 2 h
dh/dt
A
B
C
total
1
0.110
0.0301
0.1679
0.0001
0.1378
57
2
0.031
0.0301
0.0942
0.0002
0.0643
159
3
0.011
0.0301
0.0507
0.0003
0.0209
272
4
0.006
0.0301
0.0395
0.0005
0.0098
454
5
0.004
0.0301
0.0296
0.0006
0.0000
765
6
0.002
0.0301
0.0211
0.0007
0.0084
1078
7
0.002
0.0301
0.0174
0.0008
0.0119
1661
8
0.001
0.0301
0.0129
0.0009
0.0163
2000
9
0.001
0.0301
0.0121
0.0010
0.0170
2538
10
0.001
0.0301
0.0106
0.0011
0.0184
total
3.05E-01
DATA PARAMETER suhu phi
70oC 3.1429
teg.permukaan ,gr/s2 porositas,
24.3700 0.6896
a1 1.52180095 a2 0.03014286
densitas , ( gr/cm3)
0.9502
a3 0.00011332
viskositas, cm /s
0.09237
2
2
gravitasi , g (cm/s ) jari-jari, R (cm) sudut kontak, tortuosity,
980.0000 0.0002 0.0000 1.0000
a1/a3 13428.9991 a1.a2/a3^2 3572019.61 C1 8219553.6
a 2 2 R cos
a3 gR
KURVA MODEL
a1 8 a1(
2
h a2 2 ln | a 2 a3h |) t C a3 a3
h 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
t perc 0 16 57 159 272 454 765 1078 1661 2000 2538
t model 0 25.18005486 100.4692745 225.4943951 399.8863083 623.2799994 895.3144871 1215.632764 1583.88174 1999.712182 2462.778662
12
h, cm
10 8 6
t model
4 2 0 0
500
1000
1500 t, detik
2000
2500
3000
Lampiran 3. Simulasi Ketinggian Kolom Sumbu jenis minyak mt
mjp
mk
mkt
mj
mb
suhu 30oC FCR
g/menit
densitas
g/ml
FCR
jari jari sumbu Luas permukaan sumbu
0,56
0,33
0,36
0,32
0,30
0,37
0,8228
0,9156
0,9468
0,9615
0,9588
0,9648
ml/menit
0,68060
0,36042
0,38023
0,33281
0,31289
0,38350
cm3/menit
0,68060
0,36042
0,38023
0,33281
0.31289
0,38350
1
1
1
1
1
1
3,1429
3,1429
3,1429
3,1429
3.1429
3,1429
0,7265
0,7265
0,7265
0,7265
0,7265
0,7265
0,0050
0,0026
0,0028
0,0024
0,0023
0,0028
0,56
0,33
0,36
0,32
0,3
0,37
cm cm2
porositas sumbu dh/dt
cm/menit
suhu 50oC FCR
g/menit
densitas
g/ml
0,8118
0,9128
0,9428
0,954
0,9528
0,9599
FCR
ml/menit
0,6898
0,3615
0,3818
0,3354
0,3149
0,3855
cm3/menit
0,6898
0,3615
0,3818
0,3354
0,3149
0,3855
cm2
3,1429
3,1429
3,1429
3,1429
3,1429
3,1429
0,7265
0,7265
0,7265
0,7265
0,7265
0,7265
0,0050
0,0026
0,0028
0,0024
0,0023
0,0028
0,56
0,33
0,36
0,32
0,3
0,37
Luas permukaan sumbu porositas sumbu dh/dt
cm/menit
suhu 70oC FCR
g/menit
densitas
g/ml
0,8128
0,91
0,9388
0,9408
0,9441
0,9508
FCR
ml/menit
0,6890
0,3626
0,3835
0,3401
0,3178
0,3891
cm3/menit
0,6890
0,3626
0,3835
0,3401
0,3178
0,3891
cm2
3,1429
3,1429
3,1429
3,1429
3,1429
3,1429
0,7265
0,7265
0,7265
0,7265
0,7265
0,7265
0,0050
0,0026
0,0028
0,0025
0,0023
0,0028
Luas permukaan sumbu porositas sumbu dh/dt
cm/menit
Persamaan yang dipergunakan: 8 h dh dt (2r cos gr 2 h)
a1 8 h
a2 2r cos
a3 gr 2
(a 2 / a1) (dh / dt (a3 / a1))
Menghitung ketinggian kolom sumbu untuk setiap suhu suhu, o C
JENIS MINYAK MJP
MK
MKT
MJ
MB
30 2,02 1,95 1,59 1,18 1,35 50 3,98 2,90 2,14 2,45 1,51 55 4,24 3,15 2,40 3,33 2,22 70 7,28 3,26 2,55 4,00 2,34 Ketinggian yang dapat memenuhi semua jenis minyak adalah diantara 2,22 – 3,15 cm
Menentukan besarnya FCR untuk setiap ketinggian kolom sumbu FCR, ml/menit minyak tanah h,cm
30oC
50oC
minyak jarak pagar 70oC
30oC
50oC
minyak kelapa
70oC
30oC
50oC
70oC
5
0,081
0,097
0,307
0,003
0,005
0,003
0,003
0,004
0,005
4
0,101
0,122
0,385
0,003
0,007
0,003
0,004
0,006
0,006
3
0,135
0,163
0,516
0,005
0,009
0,005
0,005
0,008
0,009
2
0,202
0,246
0,776
0,007
0,014
0,007
0,008
0,011
0,013
minyak kacang tanah h,cm
30oC
50oC
minyak jelantah
70oC
30oC
50oC
minyak bintaro 70oC
30oC
50oC
70oC
5
0,002
0,003
0,004
0,002
0,003
0,005
0,002
0,002
0,004
4
0,003
0,004
0,004
0,002
0,004
0,007
0,003
0,003
0,005
3
0,004
0,005
0,006
0,003
0,005
0,009
0,004
0,004
0,006
2
0,006
0,007
0,009
0,004
0,008
0,013
0,005
0,006
0,010
Lampiran 4.
Hasil Simulasi Suhu Minyak dan Air Pada Kompor Dengan Pemindah Panas dTm/dt = (mCp)pb/(mCp)m (Tr-Tpb) - 2huApb/(mCp)m (Tu-Tpb) 2LtmU/(mCp)tmln(r2/r1)tm(Tu-Tm) dTa/dt = kpAp/(mCp)a (Ta-Tp) + A/(mCp)a (Tp4-Tud4) ApaU(mCp)a /(Tu-Ta)
105.00 95.00
suhu, oC
85.00 75.00 65.00
55.00 45.00 35.00 25.00 0
10 Ta
20 waktu, menit Tm
Tm exp
30
40 Ta exp