KAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.M DENGAN GANGGUAN PSIKOSOSIAL : KEHILANGAN DI DESA KEPANJEN RT 01 RW 03 KECAMATAN DELANGGU
KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Ujian Akhir Pendidikan Diploma III Keperawatan
Disusun Oleh : SILFIANA ANGGRAINI PUTRI NIM. 2011.1443
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014
LEMBAR PERSETUJUAN
Studi Kasus dengan Judul “Kajian Asuhan Keperawatan pada Ny.M dengan Gangguan Psikososial : Kehilangan di Desa Kepanjen RT 01 RW 03 Kecamatan Delanggu” telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan dihadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah Program D III Keperawatan STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta
Disusun Oleh : SILFIANA ANGGRAINI PUTRI NIM. 2011.1443
Pada :
Hari
: Jum’at
Tanggal
: 4 Juli 2014
Mengetahui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Weni Hastuti, S.Kep.,M.Kes. NIDN. 06018047704
Ika Kusuma Wardani, S.Kep.Ns.
ii
LEMBAR PENGESAHAN
KAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.M DENGAN GANGGUAN PSIKOSOSIAL : KEHILANGAN DI DESA KEPANJEN RT 01 RW 03 KECAMATAN DELANGGU
Disusun Oleh : SILFIANA ANGGRAINI PUTRI NIM. 2011.1443
Karya Tulis Ilmiah ini telah diseminarkan dan diujikan Pada tanggal : 4 Juli 2014
Susunan Tim Penguji :
Penguji I
Penguji II
Anis Prabowo, SKM. NIDN. 0616087605
Cemy Nur Fitria, S.Kep.,Ns.,M.Kep. NIDN. 0623087703
Mengetahui , Ketua STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta
Weni Hastuti, S.Kep.M.Kes. NIDN. 0618047704
iii
Penguji III
Weni Hasuti, S.Kep., M.Kes. NIDN. 06018047704
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ILMIAH
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah dengan Judul : KAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.M DENGAN GANGGUAN PSIKOSOSIAL : KEHILANGAN DI DESA KEPANJEN RT 01 RW 03 KECAMATAN DELANGGU Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa, tugas akhir ini karya saya sendiri (ASLI). Dan isi dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan oleh orang lain atau kelompok lain untuk memperoleh gelar akademis disuatu Institusi Pendidikan, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis dan/atau diterbitkan oleh orang lain atau kelompok lain, kecuali bagian yang sumber informasinya dicantumkan sebagaimana mestinya dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta,
Juni 2014
SILFIANA ANGGRAINI PUTRI NIM. 2011.1443
iv
KATA PENGANTAR
Alkhamdulillah, segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul ”Kajian Asuhan Keperawatan Pada Ny.M Dengan gangguan Psikososial : Kehilangan Di Desa Kepanjen RT 01 RW 03 Kecamatan Delanggu”. Laporan ini tersusun berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1.
Weni Hastuti, S.Kep.,M.Kes selaku Ketua STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta dan selaku Pembimbing I serta Penguji III, yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan karya tulis ilmiah ini, memberikan bimbingan dan arahan selama proses penyusunan dan menyumbangkan ide-idenya dalam mengoreksi, merevisi serta melengkapi dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
2.
Cemy Nur Fitria, S.Kep.,Ns.,M.kep selaku Ka. Prodi D III Keperawatan STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta dan Penguji II, dengan sabar dan bijaksana membantu dan menyumbangkan ide-idenya dalam mengoreksi, merevisi serta melengkapi dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
3.
Ida Resminawati, S.Kep.,Ns., selaku Ketua Pelaksana Biro Karya Tulis Ilmiah (KTI) STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta beserta staf-stafnya yang telah memberikan rekomendasi untuk melakukan penelitian.
v
4.
Anis Prabowo, SKM selaku dosen Penguji I, dengan sabar dan bijaksana membantu dan menyumbangkan ide-idenya dalam mengoreksi, merevisi serta melengkapi dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
5.
Ika Kusuma Wardani, S.kep.,Ns selaku Pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan
dalam
penyusunan
dan
menyumbangkan
ide-idenya
dalam
mengoreksi, merevisi serta melengkapi dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini. 6.
Seluruh dosen, staf dan karyawan STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta.
7.
Ibu, kakak dan adikku tercinta yang senantiasa membimbing dan mendo’akan keberhasilanku dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
8.
Teman-teman seperjuangan terkhusus Amante De Amore Ardy, terima kasih untuk semuanya atas semangat dan kekompakannya selama ini, baik suka maupun duka.
9.
Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini masih jauh
dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Harapan penulis, semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait, kalangan akademis dan masyarakat yang berminat terhadap ilmu keperawatan.
Surakarta, Juni 2014
Penulis vi
ABSTRAK KAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NYM DENGAN GANGGUAN PSIKOSOSIAL : KEHILANGAN DI DESA KEPANJEN RT 01 RW 03 KECAMATAN DELANGGU Silfiana Anggraini Putri1, Ika Kusuma Wardani2, Weni Hastuti3 Latar Belakang: Data dari Dinkes Jateng tahun 2013 terdapat kasus kehilangan akibat bencana gempa dan banjir tertinggi di kota Pati sebanyak 786 orang. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya. Berduka yang berkepanjangan yaitu dimana seseorang mengingkari kenyataan kehilangan dan terjadi dalam waktu yang lama, hal tersebut membuat seseorang sulit untuk berada pada tahap penerimaan. Komplikasi yang sering ditemukan yaitu seseorang berada pada tahap depresi dimana individu menunjukkan sikap menarik diri, tidak mau berbicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga. Berdasarkan studi pendahuluan dari hasil wawancara kepada 10 responden didapatkan data bahwa 7 responden masih belum memahami resiko dari respon kehilangan jika tidak terselesaikan sampai fase penerimaan. Berdasarkan permasalahan diatas peneliti tertarik untuk melakukan pengkajian dengan judul “Kajian Asuhan Keperawatan pada Ny.M dengan Gangguan Psikososial : Kehilangan di Desa Kepanjen RT 01 RW 03 Kecamatan Delanggu”. Tujuan: Mendiskripsikan asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan pada klien dengan gangguan psikososial : kehilangan. Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan studi penelitian deskriptif yaitu mendiskripsikan atau memaparkan peristiwa-peristiwa yang dilakukan secara sistematis dari obyek yang diteliti. Pelaksanaan studi kasus tanggal 5 Mei – 5 Juni 2014 pada Ny.M di Desa Kepanjen RT 01 RW 03 Kecamatan Delanggu. Data didapatkan dari klien, keluarga klien dan observasi langsung terhadap klien. Hasil: Hasil pengkajian didapatkan masalah keperawatan duka cita. Setelah dilakukan asuhan keperawatan klien mampu mengungkapan perasaan, mau berkumpul dengan keluarga dan tidak menyendiri lagi. Kesimpulan: Klien mampu melewati fase pertama kehilangan yaitu fase pengingkaran (denial). Kata Kunci: Psikososial, kehilangan 1. Mahasiswa Program Studi D III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) PKU Muhammadiyah Surakarta 2. Dosen Program D III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) PKU Muhammadiyah Surakarta 3. Dosen Program Studi D III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) PKU Muhammadiyah Surakarta vii
ABSTRACT NURSING ASSESMENT ON NY.M WITH PSYCHOSOCIAL DISORDERS : LOST IN THE VILLAGE KEPANJEN RT 01 RW 03 SUB-DISTRICT DELANGGU Silfiana Anggraini Putri1, Ika Kusuma Wardani2, Weni Hastuti3 Background: Data from the Central Java Health Office in 2013 there were cases of loss due to the earthquake and the highest flood in the city as much as 786 people Pati. Loss of an individual state before parting with something that there be none, either partially or completely. Prolonged Grieving ie where a person denies the reality of loss and occurs in a long time, it makes it difficult for a person to be at the stage of admission. Complications are often found in the depressed person is at a stage in which individuals demonstrate an attitude to pull away, do not want to talk, sometimes behave as an excellent patient and according, or with an expression that states hopelessness, feelings of worthlessness. Based on a preliminary study of the results of the interview to the 10 respondents obtained the data that 7 respondents still do not understand the risk of loss if the response was not resolved until the acceptance phase. Based on the above problems researchers interested in conducting assessments with the title "Nursing Assessment on Ny.M with Psychosocial Disorders: Lost in the village Kepanjen RT 01 RW 03 Sub-District Delanggu". Objective: Describe the nursing care using the nursing process approach to clients with psychosocial disorders: loss. Methods: This study used a descriptive research studies that describe or report events of an object is done systematically studied. The case studies dated 5 May to 5 June 2014 at the Village Kepanjen Ny.M in RT 01 RW 03 Sub-District Delanggu. Data obtained from the client, the client's family and direct observation of the client. Results: Nursing assesment results obtained grief issues. Nursing care after the client is able to express feelings, want to get together with family and not alone anymore. Conclusion: The client is able to pass the first phase is a phase loss denial (denial). Keywords: Psychosocial, loss 1. D III students of Nursing College of Health Sciences (STIKES) PKU Muhammadiyah Surakarta 2. Lecturer in Nursing Program D III College of Health Sciences (STIKES) PKU Muhammadiyah Surakarta 3. Lecturer in Nursing Program D III College of Health Sciences (STIKES) PKU Muhammadiyah Surakarta
viii
MOTTO
“Barang siapa buta (ilmu) di dunia ini, akan buta pula di akhirat dan lebih tersesat lagi dari yang benar” (QS. Al-Isro‟ : 72)
“Sesungguhnya Allah SWT tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar-Rad :11)
“Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat” (QS. Al-Muhadillah : 11)
“Ilmu itu gudang kuncinya adalah bertanya, tidak sepatutnya bagi orang bodoh diam atas kebodohannya dan tidak sepatutnya atas orang yang berilmu untuk diam atas ilmunya” (M. Hilmi „As‟ad)
ix
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap puji syukur atas kehadirat Illahirobbi, penulis persembahkan karya tulis ini kepada : 1. Ayahku
tercinta
(Alm)
dan
ibuku
tercinta yang telah memberikan kasih sayang,
perhatian,
kepercayaan,
dukungan, senyum terindah dan do’a
untuk keberhasilan dan kebahagiaanku 2. Untuk kakak’ku Ardiansyah, Elfira, Via, Adikku Aldila Ayu serta Keponakan kecilku Arletta Khanza terimakasih atas semangat dan canda tawa kalian yang mengiringi setiap langkah hidupkku.
3. Ardiyanto Joko Saputro yang selalu memberi
semangat,
perhatian
dan
kebahagiaan disetiap hari-hariku. 4. Sahabat-sahabatku
tersayang
yang
senantiasa memberikan masukan dan keceriaan di setiap hariku.
x
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i LEMBAR PERSETUJUAN ..................................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................
iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ILMIAH ....................................
iv
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
v
ABSTRAK ............................................................................................................
vii
ABSTRACT ............................................................................................................
viii
MOTTO ................................................................................................................
ix
PERSEMBAHAN .................................................................................................
x
DAFTAR ISI .........................................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................
xiv
BAB I
PENDAHULUAN ..................................................................................
1
A. Latar Belakang ..................................................................................
1
B. Tujuan ...............................................................................................
4
C. Manfaat .............................................................................................
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
6
A. Gangguan Psikososial : Kehilangan ..................................................
6
B. Asuhan Keperawatan Klien dengan Kehilangan...............................
14
C. Pathway .............................................................................................
25
BAB III METODE STUDI KASUS ......................................................................
26
A. Desain Studi Kasus ...........................................................................
26
B. Tempat dan Waktu ............................................................................
26
C. Subyek Studi Kasus ..........................................................................
26
D. Instrumen ..........................................................................................
27
E. Teknik Pengumpulan Data.................................................................
28
BAB IV RESUME KASUS DAN PEMBAHASAN .............................................
31
A. Resume Kasus ...................................................................................
31
xi
B. Pembahasan .......................................................................................
43
BAB V PENUTUP .................................................................................................
54
A. Simpulan ...........................................................................................
54
B. Saran ..................................................................................................
55
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Rentang Respon individu terhadap Kehilangan ...........................
12
Gambar 2.2 Pathway ........................................................................................
25
Gambar 2.3 Genogram ....................................................................................
33
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Jadwal Penelitian
Lampiran 2.
Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 3.
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 4.
Permohonan Ijin Study Kasus
Lampiran 5.
Surat Keterangan Penyelesaian Study Kasus
Lampiran 6.
Askep gangguan psikososial : kehilangan
Lampiran 7.
Lembar Konsultasi
xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang. Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau di sekitarnya. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda (Yosep, 2011 : 173). Penyebab dari kehilangan tersebut diantaranya terjadinya suatu bencana yang menyebabkan seseorang dapat kehilangan harta benda, pekerjaan maupun orang yang disayangi. Hasil survey pada tahun 2013 angka kejadian tertinggi kehilangan di sebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di Indonesia, jumlah kasus kehilangan yang di akibatkan karena adanya suatu bencana seperti gempa dan banjir mencapai 48% dari jumlah penduduk di Indonesia atau sekitar 179.000 orang. Jawa Tengah tahun 2013 ini jumlah kasus kehilangan akibat bencana dilaporkan sebanyak 3.250 dan 116 diantaranya
1
2
menyebabkan kematian. Jumlah kasus ini tertinggi di Kota Pati yakni 786 orang. Hal ini mungkin terjadi akibat ulah manusia itu sendiri yang tidak bisa menjaga lingkungan (Dinkes Jateng 2013). Kehilangan tersebut dapat ditandai dengan ungkapan secara langsung dari klien yang mengalami kehilangan, menangis, sulit tidur, dan sulit berkonsentrasi. Karakteristik berduka yang berkepanjangan yaitu dimana seseorang mengingkari kenyataan kehilangan terjadi dalam waktu yang lama, sedih berkepanjangan, adanya gejala fisik yang berat dan keinginan untuk bunuh diri. Komplikasi yang sering ditemukan yaitu seseorang berada pada tahap depresi dimana individu menunjukkan sikap menarik diri, tidak mau berbicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga. Pandangan masyarakat sekarang ini bahwa proses kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit mulai maju, dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari bantuan kepada orang lain. Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam
memberikan
asuhan
keperawatan
yang
komprehensif.
Kurang
memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004). Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan duka cita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan duka cita. Perawat juga mengalami
3
kehilangan pribadi ketika hubungan klien-keluarga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005). Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut, dalam kultur Barat ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius. Pentingnya dilakukan asuhan keperawatan bagi pasien kehilangan untuk pemeliharaan harga diri, memberi motivasi untuk peningkatan kembalinya aktivitas kehidupan (Suseno, 2004). Berdasarkan studi pendahuluan dari hasil wawancara kepada 10 responden didapatkan data bahwa 7 responden masih belum memahami resiko dari respon kehilangan jika tidak terselesaikan sampai fase penerimaan. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, karya tulis dengan judul “Kajian Asuhan Keperawatan Gangguan Psikososial : Kehilangan Pada Ny.M di Desa Kepanjen Rt 01 Rw 03 Kecamatan Delanggu” perlu dilakukan untuk menggambarkan lebih dalam.
4
B. Tujuan Tujuan dari penulisan studi kasus ini adalah : 1. Tujuan Umum Mendiskripsikan
asuhan
keperawatan
dengan
menggunakan
pendekatan proses keperawatan pada klien dengan gangguan psikososial : kehilangan. 2. Tujuan Khusus a. Mendiskripsikan pengkajian pada klien dengan gangguan psikososial : kehilangan b. Mendiskripsikan diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan psikososial : kehilangan c. Mendiskripsikan rencana keperawatan pada klien dengan gangguan psikososial : kehilangan d. Mendiskripsikan implementasi keperawatan pada klien dengan gangguan psikososial : kehilangan e. Mendiskripsikan evaluasi pada klien dengan gangguan psikososial : kehilangan f. Mendiskripsikan asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan pada klien dengan gangguan psikososial: kehilangan.
5
C. Manfaat 1. Bagi instansi pelayanan kesehatan Meningkatkan pelayanan kesehatan bagi penderita gangguan jiwa terutama dengan masalah gangguan psikososial : kehlangan.
2. Bagi pendidikan Hasil pengkajian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi institusi pendidikan dalam pengembangan kurikulum tekait dengan klien gangguan jiwa terutama gangguan psikososial : kehilangan. 3. Bagi penulis Dapat memperdalam pengetahuan tentang asuhan keperawatan yang dilakukannya. 4. Bagi pembaca maupun mahasiswa Hasil pengkajian ini dapat dipergunakan sebagai pengetahuan dan masukan dalam mengembangkan ilmu keperawatan di masa yang akan datang.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Gangguan Psikososial : Kehilangan 1. Gangguan Psikososial a. Pengertian Gangguaan Psikososial Gangguan psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu baik yang bersifat psikologis ataupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik dan dianggap berpotensi cukup besar sebagai faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa atau gangguan kesehatan secara nyata, atau sebaliknya masalah kesehatan jiwa yang berdampak pada lingkungan sosial (Keliat, et all., 2011 : 2). b. Ciri-ciri Gangguan Psikososial Menurut Keliat, et all., (2011 : 2), ciri-ciri gangguan psikososial adalah sebagai berikut : 1) Cemas, khawatir berlebihan, takut 2) Mudah tersinggung 3) Sulit konsentrasi 4) Bersifat ragu-ragu 5) Merasa kecewa 6) Pemarah dan agresif 7) Reaksi fisik seperti jantung berdebar, otot tegang, sakit kepala
6
7
2. Kehilangan a. Pengertian Kehilangan Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda (Yosep, 2011 : 173). Menurut Dalami, et all., (2009), kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut, yang terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa
kekerasan
atau
traumatik,
diantisispasi
atau
tidak
diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali. b. Tanda dan gejala kehilangan Menurut Ambarwati dan Sunarsih (2011), tanda dan gejala kehilangan diantaranya : 1) Ungkapan kehilangan 2) Menangis 3) Gangguan tidur 4) Kehilangan nafsu makan 5) Sulit berkonsentrasi 6) Karakteristik berduka yang berkepanjangan, yaitu :
8
a) Mengingkari kenyataan kehilangan terjadi dalam waktu yang lama b) Sedih berkepanjangan c) Adanya gejala fisik yang berat d) Keinginan untuk bunuh diri c. Proses Kehilangan Proses kehilangan menurut Yosep (2011) adalah sebagai berikut : 1) Stressor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan individu memberi makna positif melakukan kompensasi dengan kegiatan positif perbaikan (beradaptasi dan merasa nyaman). 2) Stressor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan individu memberi makna merasa tidak berdaya marah dan berlaku agresi diekspresikan kedalam diri muncul gejala sakit fisik. 3) Stressor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan individu memberi makna merasa tidak berdaya marah dan berlaku agresi diekspresikan ke luar diri individu kompensasi dengan perilaku konstruktif perbaikan (beradaptasi dan merasa nyaman). 4) Stressor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan individu member makna merasa tidak berdaya marah dan berlaku agresi diekspresikan ke luar diri individu kompensasi dengan perilaku dekstruktif merasa bersalah ketidakberdayaan.
9
d. Faktor-faktor resiko yang menyertai kehilangan Menurut Martocchio Cit Ambarwati dan Sunarsih (2011), faktor-faktor resiko yang menyertai kehilangan meliputi : 1) Stasus sosial ekonomi yang rendah 2) Kesehatan yang buruk 3) Kematian yang tiba-tiba atau sakit yang mendadak 4) Merasa tidak adanya dukungan sosial yang memadai 5) Kurangnya dukungan dan kepercayaan keagamaan 6) Kurangnya dukungan dari keluarga atau seseorang yang tidak dapat menghadapi ekspresi berduka 7) Kecenderungan yang kuat tentang keteguhan pada seseorang sebelum kematian atau kehidupan setelah matidari seseorang yang sudah mati 8) Reaksi yang kuat tentang distress, kemarahan dan mencela diri sendiri e. Tipe Kehilangan Menurut Ambarwati dan Sunarsih (2011), kehilangan dibagi dalam 2 tipe, yaitu : 1) Aktual atau nyata Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya : amputasi, kematian orang yang sangat berarti /dicintai. 2) Persepsi Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya seseorang yang berhenti bekerja/PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
10
f. Jenis-jenis kehilangan Terdapat 5 kategori kehilangan menurut Ambarwati dan Sunarsih, yaitu : 1) Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tipe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang. Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai, Kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi, karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada. 2) Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self) Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya.Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
11
3) Kehilangan obyek eksternal Kehilangan obyek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut. 4) Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen, misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru. 5) Kehilangan kehidupan/meninggal Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian. g. Dampak Kehilangan Menurut Uliyah dan Hidayat (2011), kehilangan pada seseorang dapat memiliki berbagai dampak, diantaranya : 1) Masa anak-anak, kehilangan dapat mengancam kemampuan untuk berkembang, kadang-kadang akan timbul regresi serta merasa takut untuk ditinggalkan atau dibiarkan kesepian. 2) Masa remaja atau dewasa muda, kehilangan dapat terjadi disintegrasi dalam keluarga.
12
3) Masa dewasa tua, kehilangan khususnya kematian pasangan hidup dapat menjadi pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup orang yang ditinggalkan. h. Rentang Respon Kehilangan Fase kehilangan menurut Yosep (2011) diantaranya : Fase tawar menawar
Fase pengingkaran
fase marah
fase depresi
fase menerima
Gambar 2.1 Rentang Respon individu terhadap kehilangan 1) Fase pengingkaran (denial ) Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan mengatakan “Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”, “Itu tidak mungkin”. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal, akan terus menerus mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi tersebut di atas cepat berakhir dalam waktu beberapa menit sampai beberapa tahun. 2) Fase marah (anger) Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang yang ada dilingkungannya,
13
orang-orang tertentu atau ditujukan pada dirinya sendiri. Tidak jarang dia menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan,dan menuduh dokter dan perawat yang tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal. 3) Fase tawar menawar (bergaining) Fase ini terjadi apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan maju ke fase tawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “Kalau saja kejadian itu bisa ditunda maka saya akan sering berdoa”. Proses berduka ini apabila dialami oleh keluarga maka pernyataan sebagai berikut sering dijumpai, “Kalau saja yang sakit bukan anak saya”. 4) Fase depresi (depression) Pada fase ini individu sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak mau berbicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga. Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun. 5) Fase penerimaan (acceptance) Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran selalu terpusat kepada obyek atau orang hilang akan mulai berkurang atau
14
hilang, individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya, gambaran tentang obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatian beralih pada obyek yang baru. Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti, “Saya betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju saya yang baru manis juga”, atau “Apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh.” Individu akan dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan kehilangannya secara tuntas apabila individu dapat memulai fase-fase tersebut dan masuk pada fase damai atau fase penerimaan, tetapi apabila individu tetap berada pada salah satu fase dan tidak sampai pada fase penerimaan, jika mengalami kehilangan lagi sulit baginya masuk pada fase penerimaan.
B. Asuhan Keperawatan Klien dengan Kehilangan 1. Pengkajian Menurut Yosep (2011), pengkajian pada klien dengan kehilangan meliputi : a. Faktor predisposisi 1) Faktor genetik Individu yang dilahirkan dan dibesarkan
dalam keluarga
dengan riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan, termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.
15
2) Kesehatan fisik Individu dengan fisik, mental, serta pola hidup yang teratur cenderung mempunyai kemampuan dalam mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan jasmani. 3) Kesehatan Mental Individu yang mengalami gangguan jiwa, terutama yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya dan pesimis, selalu dibayangi masa depan peka dalam menghadapi situasi kehilangan. 4) Pengalaman kehilangan di masa lalu Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang dicintai pada masa kanak-kanak akan memengaruhi kemampuan individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa. 5) Struktur kepribadian Individu dengan konsep diri yang negatif dan perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri dan tidak objektif terhadap stress yang dihadapi. b. Faktor presipitasi 1) Stress yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dapat berupa stress nyata, ataupun imajinasi individu seperti kehilangan yang bersifat bio-psiko-sosial antara lain kehilangan kesehatan, kehilangan
16
fungsi seksualitas, kehilangan peran dalam keluarga, kehilangan posisi di masyarakat, kehilangan milik pribadi seperti kehilangan harta benda atau orang yang dicintai, kehilangan kewarganegaraan. 2) Perilaku Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti menangis atau tidak mampu menangis, marah-marah, putus asa, kadang-kadang ada tanda-tanda usaha bunuh diri atau ingin membunuh orang lain, sering berganti tempat mencari informasi yang tidak menyokong diagnosanya. 3) Mekanisme koping Koping yang sering dipakai oleh individu dengan respon kehilangan antara lain denial, represi, intelektualitas, regresi, disosiasi, supresi, dan proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam.Keadaan patologis dalam mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat. 2. Diagnosa keperawatan Diagnosa yang dapat ditegakkan adalah sebagai berikut : a. Duka cita (Videbeck, 2008). b. Duka cita maladaptif (Videbeck, 2008). c. Berduka yang berhubungan dengan kehilangan aktual (Suliswati, et all., 2005).
17
3. Rencana Tindakan Keperawatan Menurut Yosep (2011), rencana tindakan keperawatan pada klien kehilangan meliputi : a. Duka Cita. 1) Tujuan umum Klien dapat berperan aktif melalui proses berduka secara tuntas. 2) Tujuan khusus a) Klien mampu mengungkapkan perasaan duka. b) Klien mampu menjelaskan makna kehilangan orang atau obyek. c) Klien mampu membagi rasa dengan orang yang berarti. d) Klien mampu menerima kenyataan kehilangan dengan perasaan damai e) Klien mampu membina hubungan baru yang bermakna dengan obyek atau orang yang baru. 3) Intervensi a) Bina hubungan saling percaya dengan klien. Rasional : rasa percaya merupakan dasar dari hubungan terapeutik yang mendukung dalam mengatasi perasaannya. b) Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang menyakitkan dengan pemberian makna positif dan mengambil hikmah, Rasional : dapat membantu klien mengidentifikasi hal positif dan hikmah dalam suatu kejadian walaupun hal tersebut menyakitkan.
18
c) Identifikasi kemungkinan faktor yang menghambat proses berduka. Rasional : mengetahui faktor penghambat dapat membantu untuk mencari solusi agar proses berduka dapat terselesaikan. d) Kurangi/hilangkan faktor penghambat poses berduka. Rasional : dapat diatasinya faktor penghambat mempermudah terselesaikannya proses berduka. e) Beri dukungan terhadap respon kehilangan. Rasional : menenangkan perasaan klien. f) Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga. Rasional : mengurangi kesedihan dan menciptakan kebersamaan antar anggota keluarga. g) Anjurkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT Rasional : mendekatkan diri kepadaNya dapat menenangkan hati. Menurut Videbeck (2008), rencana tindakan keperawatan pada klien kehilangan meliputi : b. Duka cita maladaptif. 1) Tujuan : a) Klien mengungkapkan pengetahuannya tentang proses berduka. b) Klien menggunakan koping yang adaptif. c) Klien mengungkapkan perasaan secara verbal maupun non verbal. 2) Intervensi a) Bina hubungan saling percaya dengan klien.
19
Rasional : rasa percaya merupakan dasar dari hubungan terapeutik yang mendukung dalam mengatasi perasaannya. b) Diskusikan dengan klien tentang hal yang realistis terkait dengan kehilangannya. Rasional
:
mendiskusikan
kehilangan
dapat
membantu
membuatnya lebih nyata bagi klien. c) Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan dengan cara mebuat klien nyaman seperti berbicara, menulis, menggambar, menangis dan sebagainya. Rasional
:
ekspresi
mengidentifikasi,
perasaan
menerima,
dapat
dan
membantu
mengatasi
klien
perasaannya
walaupun hal tersebut menyakitkan atau membuat klien tidak nyaman. d) Dorong klien untuk mengingat pengalaman, bicarakan tentang apa yang terlibat dalam hubungannya dengan orang atau benda yang hilang. Rasional : mendiskusikan benda atau orang yang hilang dapat membantu
klien
mengidentifikasi
dan
mengungkapkan
kehilangan, makna kehilangan tersebut baginya dan respon emosionalnya. e) Dorong klien untuk berbicara dengan anggota keluarga ataupun orang lain.
20
Rasional
:
mengembangkan
ketrampilan
mandiri
untuk
mengungkapkan perasaan dan mengungkapkan rasa duka kepada orang lain. f) Jelaskan kepada klien bahwa waktu berduka dapat menjadi waktu untuk berkembang, waktu untuk belajar dan bertumbuh guna mengumpulkan kekuatan untuk maju. Rasional : proses berduka memungkinkan klien menyesuaikan diri dengan perubahan dalam hidupnya dan mulai meraih kesempatan di masa depan. g) Ajarkan klien dan keluarga atau orang terdekat tentang proses berduka. Rasional : klien dan keluarga atau orang terdekat dapat memiliki sedikit atau tidak memiliki pengetahuan tentang berduka atau proses pemulihannya. Menurut Suliswati, et all., (2005), rencana tindakan keperawatan pada klien kehilangan meliputi : c. Berduka yang berhubungan dengan kehilangan aktual. 1) Tujuan umum a) Klien dapat mengalami proses berduka secara normal. b) Klien dapat melakukan koping terhadap kehilangan secara bertahap. c) Klien dapat menerima kehilangan sebagai bagian dari kehidupan yang nyata dan harus dilalui.
21
2) Intervensi a) Prinsip tindakan keperawatan pada tahap penyangkalan adalah memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya. (1) Doronglah pasien untuk mengungkapkan perasaan dukanya. Rasional : mengetahui perasaan duka klien yang dirasakan. (2) Tingkatkan kesadaran klien secara bertahap tentang kenyataan, kehilangan, apabila ia sudah siap secara emosional. Rasional : klien dapat menerima keadaan kehilangannya.. (3) Dengarkan klien dengan penuh pengertian dan jangan menghakimi. Rasional : memberi kenyamanan klien saat bercerita. (4) Jelaskan kepada klien bahwa sikapnya itu wajar terjadi pada orang yang mengalami kehilangan. Rasional : memberi pengertian kepada klien tentang keadaannya yang wajar terjadi. (5) Beri dukungan kepada klien secara non verbal, seperti memegang tangan, menepuk bahu dan merangkul. Rasional : memberi sikap empati dan kenyamanan kepada klien. (6) Jawab pertanyaan klien dengan bahasa sederhana, jelas dan singkat. Rasional : klien memahami masukan dari perawat.
22
(7) Amati dengan cermat respon klien selama berbicara. Rasional : mengetahui reaksi verbal maupun verbal dari klien. (8) Tingkatkan
secara
bertahap
kesadaran
klien
terhadap
kenyataan. Rasional : dapat menyadarkan klien dari tahap kehilangannya dan mampu menerima keadaan. b) Prinsip tindakan keperawatan pada tahap marah adalah memberi dorongan,
memberi
kesempatan
kepeda
klien
untuk
mengungkapkan rasa marahnya secara verbal, tanpa melawan dengan kemarahan. Perawat harus menyadari bahwa perasaan marah
adalah
ekspresi
dari
perasaan
frustasi
dan
ketidakberdayaan. (1) Terima semua perilaku keluarga akibat kesedihannya misalnya marah, menangis. Rasional : menerima respon dari semua respon kesedihannya. (2) Dengarkan dengan empati, jangan memberi respon yang mencela. Rasional : memberikan perhatianm saat klien bercerita. c) Prinsip tindakan keperawatan pada tahap tawar menawar adalah membantu klien mengidentifikasikan rasa bersalah dan perasaan takutnya. (1) Amati perilaku klien. Rasional : mengetahui respon verbal dan non verbal.
23
(2) Diskusikan bersama klien mengenai perasaannya. Rasional : mengetahui perasaan yang dialami klien. (3) Tingkatkan harga diri klien. Rasional : memberikan kpercayaan diri kepada klien. (4) Cegah tindakan menciderai diri. Rasional : mencegah melakukan tindakan menciderai diri sendiri dan orang lain. d) Prinsip tindakan keperawatan pada tahap depresi adalah mengidentifikasi tingkat depresi, resiko menciderai diri, dan membantu klien mengurangi rasa bersalah. (1) Amati perilaku klien Rasional : mengetahui respon verbal dan non verbal. (2) Bantu klien mengidentifikasi dukungan positif yang terkait dengan kenyataan. Rasional : dukungan positif memberi empati terhadap klien. (3) Beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya, bila perlu biarkan ia menangis dan tetap didampingi. Rasional : agar klien merasa puas saat bercerita. (4) Cegah tindakan menciderai diri. Rasional : mencegah melakukan tindakan menciderai diri sendiri dan orang lain.
24
e) Prinsip tindakan keperawatan pada tahap penerimaan adalah membantu klien untuk menerima kehilangan yang tidak bisa dielakan. (1) Sediakan waktu untuk mengunjungi klien secara teratur. Rasional : memantau dan mengetahui perkembangan klien. (2) Bantu klien/keluarga untuk berbagi rasa, karena biasanya setiap anggota keluarga tidak berada pada tahap yang sama pada saat yang bersamaan. Rasional : mendengarkan dan memberi pengertian terhadap tahap yang dihadapi.
4. Evaluasi Evaluasi keperawatan menurut Yosep (2011) adalah sebagai berikut : a. Apakah klien sudah dapat mengungkapkan perasaannya secara spontan ? b. Apakah klien dapat menjelaskan makna kehilangan tersebut terhadap kehidupannya ? c. Apakah klien mempunyai sistem pendukung untuk mengungkapkan perasaannya (teman, keluarga, lembaga atau perkumpulan lain) ? d. Apakah klien menunjukkan tanda-tanda penerimaan ? e. Apakah klien sudah dapat menilai hubungan baru dengan orang lain dan objek lain ?
25
C. Pathway
Berduka (yang berhubungan dengan kehilangan aktual)
Berduka Disfungsional
Depresi (pola koping individu tidak efektif)
Duka Cita Maladaptif
Duka Cita
Kehilangan Gambar 2.2. Pathway Sumber : Videberk (2008), Uliyah dan Hidayat (2011), Yosep (2011), Nanda (2011)
BAB III METODE STUDI KASUS
D. Desain Studi Kasus Studi kasus adalah meneliti permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari unit tunggal (Notoatmodjo, 2011). Metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah mendiskripsikan atau memaparkan peristiwa-peristiwa yang dilakukan secara sistematis dari obyek yang diteliti (Notoatmodjo, 2011).
E. Tempat dan Waktu Tempat atau lokasi studi kasus merupakan tempat atau lokasi pengambilan studi kasus yang dilaksanakan (Budiarto, 2009). Pada kasus ini tempat pengambilan kasus di rumah Ny.M di Desa Kepanjen RT 01 RW 03 Kecamatan Delanggu. Waktu studi kasus merupakan batas waktu dimana dilaksanakan pengambilan kasus (Budiarto, 2009). Pelaksanaan asuhan keperawatan dilaksanakan pada tanggal 5 Mei – 5 Juni 2014.
F. Subyek Studi Kasus Subjek studi kasus merupakan hal atau orang yang akan dikenal kegiatan pengembalian kasus (Budiarto, 2009). Subjek pengambilan kasus ini adalah Ny.M dengan Gangguan Psikososial : Kehilangan.
26
27
G. Instrumen Instrument merupakan alat atau fasilitas yang digunakan untuk mendapatkan data (Budiarto, 2009). Pada kasus ini alat atau instrument yang digunakan untuk mendapatkan data adalah format asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan gangguan psikososial : kehilangan. Alat-alat dan bahan merupakan penjelasan tentang alat-alat yang dibutuhkan selama pelaksanaan studi kasus (Budiarto, 2009). Alat dan bahan yang digunakan dalam pengambilan kasus ini antara lain : 1. Nursing kid a. Spigmomanometer b. Stetoskop c. Termometer 2. Bolpint 3. Format pengkajian untuk mencatat data meliputi : a. Identitas klien b. alasan masalah timbul c. faktor predisposisi d. pemeriksaan fisik e. psikososial f. status mental g. pola kebiasaan sehari-hari h. mekanisme koping
28
i. analisa data j. pohon masalah k. diagnosa keperawatan l. rencana tindakan keperawatan m. implementasi n. evaluasi
H. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi kualitas hasil penelitian adalah kualitas data yang dikumpulkan (Dermawan, 2012). Cara-cara pengambilan data adalah sebagai berikut: 1. Data Primer Data primer adalah data yang langsung diambil dari sumbernya, cara-cara pengambilan data primer adalah sebagai berikut : a. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik atau pengakajian fisik dalam keperawatan dipergunakan
untuk
memperoleh
data
objektif
dari
riwayat
keperawatan klien (Nursalam, 2009). Pemeriksaan fisik pada klien dengan gangguan psikososial : kehilangan antara lain : 1. Vital sign 2. Pemeriksaan antropometri
29
b. Wawancara Wawancara adalah kegiatan komunikasi timbal balik yang berbentuk tanya jawab antara perawat dengan pasien, keluarga pasien, masyarakat tentang hal yang berkaitan dengan masalah kesehatan pasien. Data yang dapat diambil antara lain identitas pasien, keluhan, riwayat sosial, riwayat kesehatan yang lalu (Dermawan, 2012). Pada kasus ini wawancara atau tanya jawab pada klien atau keluarga dengan menggunakan format asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan gangguan psikososial : kehilangan. c. Observasi Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara mengamati subyek dan melakukan berbagai macam pemeriksaan yang berhubungan dengan kasus yang akan diambil guna memperoleh data penunjang yang dibutuhkan (Notoatmodjo, 2011). Pada kasus ini peneliti memperoleh data objektif yaitu melakukan pengamatan langsung pada klien untuk mengetahui keadaan perkembangan dan perawatan yang telah dilakukan. 2. Data Sekunder Data yang diperolah dari sumber lain yang dapat dipercaya, misalnya: kelurahan, catatan riwayat kesehatan pasien atau medical record (Dermawan, 2012).
30
a. Dokumentasi Dokumentasi
adalah
bentuk
sumber
informasi
yang
berhubungan dengan dokumentasi (Notoatmodjo, 2011). Teknik pengumpulan data dengan cara mengambil semua data yang dibutuhkan yang terdapat dalam catatan-catatan atau dokumen yang menyajikan informasi tentang berbagai hal (Ismawati, 2010). Pada kasus klien dengan gangguan psikososial : kehilangan data diambil dari pengkajian terhadap klien maupun keluarga klien. b. Studi kepustakaan Studi kepustakaan adalah bahan-bahan pustaka yang sangat penting dalam penunjang latar belakang suatu penelitian (Notoatmodjo, 2011). Studi kepustakaan ini diambil telah sesuai dengan teori pada kasus klien dengan gangguan psikososial : kehilangan. Bahan pustaka dalam kasus ini diambil dari buku-buku yang berhubungan dengan gangguan psikososial : kehilangan.
BAB IV RESUME KASUS DAN PEMBAHASAN A. Resume Kasus Bab ini berisi tentang asuhan keperawatan gangguan psikososial pada Ny.M dengan kehilangan di Desa Kepanjen RT 01 RW 03 Kecamatan Delanggu. Asuhan keperawatan tersebut terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi keperawatan. Data yang didapatkan pada kasus ini berasal dari klien, keluarga klien, dan observasi langsung terhadap klien.
1. Identitas Klien Pengkajian dilakukan pada hari Kamis tanggal 15 Mei 2014 pukul 16.00 WIB, dengan metode autoanamnesa. Data yang diperoleh dari pengkajian ini adalah nama klien Ny.M, umur 48 tahun, jenis kelamin perempuan, agama Islam, suku bangsa Jawa, pendidikan S1, pekerjaan guru, alamat Kepanjen Delanggu. Penanggung jawab terhadap klien : Tn.A, jenis kelamin laki-laki, pendidikan SMA, alamat Kepanjen Delanggu, hubungan dengan klien adalah anak kandung.
2. Pengkajian Alasan masalah timbul : ± 3 hari klien sering menyendiri, berdiam diri dirumah, jarang mau mengobrol dengan orang lain, pandangan tidak fokus,
31
32
sering menundukkan kepala jika di ajak bicara dan sering melamun. Hal itu terjadi semenjak kematian suaminya pada tanggal 11 Mei 2014. Faktor predisposisi : Hasil dari pengkajian didapat klien pernah mengalami kehilangan sebelumnya yaitu kematian ayahnya pada tahun 2007. Saat dikaji klien mengatakan sedih yang dirasakan sangat jauh berbeda. Klien mengatakan syok dan terpukul atas kematian suaminya “Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”, ”Itu tidak mungkin”. Saat dikaji klien tampak menangis dan terlihat lemas. Anak klien mengatakan, Ny.M selalu merenung dan menangis sambil melihat foto suaminya, Ny.M juga tidak mau makan dan hanya berdiam diri dirumah, jarang mau bertemu dengan orang lain semenjak suaminya meninggal. Ny.M hanya mau bertemu dengan keluarga dan orang terdekat. Anak klien mengatakan Ny.M tidak pernah mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan, kekerasan dalam keluarga, maupun tindakan kriminal yang terjadi pada dirinya. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD : 130/90 mmHg, N : 80 x/mnt, R : 20 x/mnt, S : 367 oC. Antopometri didapatkan TB : 153 cm, BB : 54 kg. Klien mengatakan tidak ada keluhan fisik.
33
Data genogram klien :
ny. m
Gambar 2.3 Genogram
Keterangan :
Ny. m
:
Laki-laki
:
Perempuan
:
Pasien
:
Tinggal 1 Rumah
:
Garis Keturunan
:
Meninggal
:
Garis Pernikahan
34
Berdasarkan genogram diatas, dapat dijelaskan bahwa klien adalah seorang ibu berumur 48 tahun, memiliki 4 orang anak kandung yang tinggal satu rumah dengannya. Keputusan dan aturan rumah ditentukan oleh suaminya, tetapi sekarang keputusan ditentukan dirinya dan terkadang berdasarkan pendapat dari anaknya. Data konsep diri meliputi citra diri : klien mengatakan menyukai semua anggota tubuhnya dan tidak mengeluhkan keadaan fisiknya, klien mensyukuri apa yang telah diberikan oleh Allah SWT. Identitas diri : klien adalah seorang perempuan berumur 48 tahun, seorang ibu dari 4 orang anak dan sekarang menjadi janda sepeninggalan suaminya. Peran diri : klien mengatakan biasanya melakukan pekerjaan rumah tangga seperti menyapu, memasak, mencuci, tetapi sekarang jarang melakukan aktifitas tersebut karena merasa malas dan lemas untuk beraktifitas, sekarang putrinya yang sering melakukan pekerjaan rumah. Perannya sebagai guru belum Ny.M lakukan lagi karena klien belum mau keluar rumah dan kesedihannya belum berkurang. Ideal diri : klien mengatakan ingin bisa seperti biasa, tegar dan siap untuk bertemu dengan orang banyak, klien juga ingin bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Harga diri : klien mengatakan malu dan belum siap
35
bertemu dengan orang lain karena kehilangan dan keterpurukannya. Klien juga mengatakan ingin dirumah saja dahulu sampai kesedihan berkurang dan menerima dengan keadaannya sekarang. Data spiritual meliputi nilai dan keyakinan : klien beragama islam dan meyakini bahwa keadaan yang dialaminya sekarang adalah kehendakNya. Kegiatan ibadah : klien mengatakan selalu berdo’a dan rutin sholat 5 waktu. Status mental didapatkan hasil penampilan : penampilan klien cukup rapi, penggunaan pakaian sesuai dan tampak bersih, klien ganti pakaian 2x sehari. Pembicaraan : cara bicara klien pelan, kadang diam dan tampak melamun, ketika diwawancara dan saat ditanya, “Ny.M sudah makan ?”, kontak mata klien tidak fokus dan pertanyaan harus diulang kembali. Aktifitas motorik : aktifitas motorik klien grimasem, saat diwawancara klien kadang tampak biasa menanggapi pertanyaan (kadang tersenyum) dan klien tampak murung, berdasarkan observasi klien mengalami agitasi saat diamati klien tampak banyak bergerak (gelisah). Alam perasaan : alam perasaan klien adalah sedih karena dirumah klien merasa masih terbayang-bayang suaminya dan klien merasa terpuruk (tidak menerima keadaan kematian suaminya yang mendadak). Afek : afek klien datar, tidak ada perubahan roman muka pada saat stimulus yang menyenangkan atau menyedihkan, saat diajak bercanda klien hanya diam saja, wajahnya tampak datar. Interaksi selama wawancara : selama wawancara klien kooperatif, selalu menjawab pertanyaan meskipun terkadang pertanyaan harus diulang karena kontak mata klien yang tidak fokus, tidak
36
mau menatap saat diajak bicara hanya sesekali menatap, pada saat diwawancarai klien sering memejamkan mata dan terkadang mata klien seperti sedang melamun, klien juga sering menundukkan kepala. Persepsi : klien mengalami gangguan persepsi halusinasi penglihatan, ketika ditanya klien mengatakan “kadang-kadang saya melihat suami saya tersenyum melihat saya, kemudian saya memanggilnya sambil menjulurkan tangan” dalam sehari terkadang bayangan itu muncul tiga kali ketika saya sedang sendiri, biasanya muncul ketika malam hari. Proses pikir : klien mengalami proses pikir bloking, pada saat diwawancarai “Ny M sudah makan ? Makan apa tadi ? Klien menjawab “sudah makan” tiba-tiba berhenti sejenak, kemudian melanjutkan lagi jawabanya “sudah makan sama telur tadi”. Isi pikir : klien mengalami depersonalisasi yaitu perasaan yang merasa asing terhadap orang lain, hal ini terjadi mungkin karena keadaannya sekarang, klien hanya mengurung diri dirumah dan tidak bersosialisasi dengan orang lain. Waham : klien tidak mengalami waham apapun. Tingkat kesadaran : klien tidak mengalami disorientasi, baik waktu, tempat dan orang. Klien mengetahui apa yang terjadi padanya, dan tahu sedang diruang keluarga dan mengetahui kalau sore hari pada saat ditanya. Memori : klien tidak mengalami gangguan memori jangka panjang, saat ditanya “ Dulu menikah umur berapa ?” klien menjawab “umur 22 tahun”. Klien juga tidak mengalami gangguan memori jangka pendek, saat ditanya “Keluarga dari Surabaya pulang kapan ?”. Klien menjawab “tiga hari yang lalu yaitu hari selasa”. Tingkat konsentrasi dan berhitung : tingkat konsentrasi
37
klien mudah beralih, klien akan mudah beralih pandangannya apabila merasa tidak nyaman, malas diganggu dan mengantuk. Klien tidak mau menjawab pertanyaan ataupun ngobrol. Terkadang klien beralih pandangan apabila menonton televisi. Klien mampu berhitung dengan baik, saat dimintai uang anaknya 30.000 klien mampu memberinya. Daya tilik diri : klien tampak menyalahkan orang lain atau lingkungan yang menyebabkan kondisi saat ini. “Andai kegiatan rekreasi tidak diadakan dari pihak sekolah pasti keadaan ini tidak akan terjadi”. Pola kebiasaan sehari-hari didapatkan hasil meliputi : pola nutrisi, klien mengatakan makan 2 sampai 3 kali sehari, makan habis 3 sampai 5 sendok makan setiap makan, dengan menu nasi, sayur, lauk, terkadang makan mie instan. Makanan disajikan dan disiapkan oleh anaknya. Pola eliminasi : klien mengatakan BAB sehari sekali dan BAK 5 sampai 6 kali perhari. Pola istirahat dan tidur : klien mengatakan sulit tidur karena suasana hatinya yang sedih dan terkadang membayangkan dirinya dengan suaminya. Pola aktivitas dan latihan : klien mengatakan terkadang melakukan aktivitas dirumah seperti menyapu, mencuci baju dan mencuci piring. Mekanisme koping klien maladaptif, hal ini terlihat karena klien lebih sering menyendiri, diam dikamar dan terkadang diam di ruang keluarga dan hanya sesekali duduk bersama anaknya namun hanya sebentar.
38
3. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan Berdasarkan pengkajian pada tanggal 15 Mei 2014 didapatkan data fokus yang dibedakan menjadi data subyektif dan obyektif. Data subyektif didapatkan hasil bahwa klien mengatakan dirinya lebih nyaman menyendiri. Klien mengatakan tidak percaya kalau suaminya sudah meninggal dan rindu kepada suaminya. Anak klien mengatakan klien suka melamun, menangis, jarang mau bertemu dan mengobrol dengan orang lain. Data obyektif didapatkan hasil klien kalau diajak bicara sering menunduk, kontak mata tidak fokus, pandangan kosong, gelisah, dan jika menjawab pelan, kadang diam. Klien tampak menangis, lemas, dan tampak melamun. Klien tampak mengingkari kehilangan. Berdasarkan hasil data fokus, maka didapatkan diagnosa keperawatan “Duka Cita”.
4. Intervensi Keperawatan Berdasarkan diagnosa keperawatan utama pada Ny.M dapat dilakukan tindakan keperawatan dengan tujuan, kriteria hasil dan perencanaan yaitu tujuan umum : klien dapat berperan aktif melalui proses berduka secara tuntas. Tujuan khusus : klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat, klien mampu mengungkapkan perasaan duka, klien mampu menjelaskan makna kehilangan seseorang/objek, klien mampu berbagi rasa dengan orang yang berarti, klien mampu menerima kenyataan kehilangan dengan perasaan damai, klien mampu membina hubungan baik dengan orang sekitar. Kriteria hasil : ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa tenang,
39
ada kontak mata, mau mengungkapkan perasaan yang dirasakan, menyatakan pengetahuan tentang proses berduka. Berdasarkan masalah keperawatan di atas maka dapat dilakukan intervensi keperawatan meliputi bina hubungan saling percaya dengan klien. Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang menyakitkan dengan pemberian makna positif dan mengambil hikmah. Identifikasi
kemungkinan
faktor
yang
menghambat
proses
berduka.
Kurangi/hilangkan faktor penghambat poses berduka. Beri dukungan terhadap respon kehilangan. Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga. Anjurkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tentukan kondisi pasien sesuai dengan fase yang dialami yaitu fase pengingkaran : beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya. Dengarkan klien dengan penuh pengertian dan jangan menghukum atau menghakimi. Jelaskan pada klien bahwa sikapnya itu wajar terjadi pada orang yang mengalami kehilangan
5. Implementasi Keperawatan Sebagai tindak lanjut dari proses keperawatan telah dilakukan tindakan keperawatan
berdasarkan pada diagnosa dan intervensi
yang telah
direncanakan. Tanggal 16 Mei 2014 pukul 10.00 WIB telah dilakukan implementasi yaitu membina hubungan saling percaya, menyapa klien dengan ramah baik
40
verbal maupun non verbal dengan respon subyektif klien mengatakan selamat pagi, data obyektif klien berjabat tangan dengan peneliti. Pukul 10.15 WIB memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya, mendengarkan dengan penuh pengertian dan tidak menghakimi dengan respon subyektif klien mengatakan tidak percaya kalau suaminya sudah meninggal dan rindu kepada suaminya, “Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”, “Itu tidak mungkin, kasihan anak-anak saya, saya suka cerita kepada anak saya”, data obyektif klien tampak lemas, menangis dan memandangi foto suaminya. Pukul 11.10 WIB menjelaskan kepada klien bahwa sikapnya itu wajar terjadi pada orang yang mengalami kehilangan dengan respon obyektif klien tampak memandang perawat dan hanya diam sambil mengusap air matanya. Pukul 11.40 WIB memberi dukungan terhadap respon kehilangan dengan respon obyektif klien tampak tenang dan berhenti menangis. Tanggal 17 Mei 2014 pukul 16.00 WIB telah dilakukan implementasi yaitu memberikan salam terapeutik dengan respon subyektif klien mengatakan selamat sore, data obyektif klien tampak duduk di ruang tamu dan mau berjabat tangan. Pukul 16.10 WIB mendiskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang menyakitkan dengan pemberian makna positif dan mengambil hikmah dengan respon subyektif klien mengatakan mengetahui bahwa dibalik ini semua akan ada hikmah dan akan indah pada waktunya, data obyektif klien tampak tersenyum tetapi pandangan mata kosong, nada suara klien terdengar pelan dan kadang terdengar keras, klien tidak menatap lawan bicara dan masih tampak lemas.
41
Pukul
16.40 WIB mengidentifikasi
kemungkinan faktor
yang
menghambat proses berduka dengan respon subyektif klien mengatakan masih terbayang-bayang suaminya dan terkadang melihat bayangan suaminya yang tersenyum melihatnya kemudian klien memanggilnya sambil menjulurkan tangannya, klien mengatakan lebih suka menyendiri dan membayangkan saat bersama suaminya data obyektif klien masih tampak belum bisa melawan kesedihannya, tampak melamun lagi. Pukul 17.00 WIB menganjurkan untuk mengurangi/menghilangkan faktor penghambat proses berduka dengan mengurangi menyendiri berkumpul dan ngobrol dengan keluarga, tidak melamun dan pandangan mata kosong dengan respon subyektif klien mengatakan anaknya juga sering mengajaknya ngobrol dan menonton televisi bersama, respon obyektif tampak anak klien berada disamping klien dan mengajaknya bicara, klien tampak tersenyum dan sesekali melamun. Tanggal 18 Mei 2014 pukul 16.00 WIB telah dilakukan implementasi yaitu, memberikan salam terapeutik dengan respon subyektif klien mengatakan selamat sore, saya lebih tenang, data obyektif klien tampak tersenyum dan berjabat tangan. Pukul 16.10 WIB menganjurkan untuk meningkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga dengan respon subyektif klien mengatakan akan lebih sering berkumpul dengan anak dan cucunya seperti sekarang dan berusaha untuk tidak menyendiri walaupun kesedihan muncul lagi, data obyektif klien tampak lebih segar, kontak mata fokus, pandangan tidak kosong, klien tampak menyapu ruang keluarga.
42
Pukul 16.30 WIB menganjurkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan respon subyektif klien mengatakan akan selalu berdo’a dan sholat bersama anaknya dan terkadang mengaji bersama untuk mendo’akan suaminya, data obyektif klien tampak tenang bercerita, tampak tidak melamun dan mau memandang jika di ajak bicara.
6. Evaluasi Keperawatan Evaluasi yang dilakukan pada tanggal 16 Mei 2014 pukul 12.10 WIB, dengan data subyektif klien mengatakan tidak percaya kalau suaminya sudah meninggal dan rindu kepada suaminya. Data obyektif klien tampak lemas, menangis dan memandangi foto suaminya. Assesment klien mau bercerita walaupun dengan menangis. Planning diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang menyakitkan dengan pemberian makna positif dan mengambil hikmah, identifikasi kemungkinan faktor yang menghambat proses berduka, kurangi/hilangkan faktor penghambat proses berduka. Evaluasi kedua dilakukan pada tanggal 17 Mei 2014 pukul 17.20 WIB, dengan data subyektif klien mengatakan masih terbayang-bayang suaminya dan tahu bahwa ada hikmah dibalik semua kejadian ini. Klien mengatakan akan berusaha tidak menyendiri lagi dan berkumpul dengan keluarga. Data obyektif klien tampak tersenyum tetapi pandangan mata kosong, klien tidak menatap lawan bicara dan masih tampak lemas, nada suara klien terdengar pelan dan kadang terdengar keras. Assesment klien masih sering menyendiri
43
dan jarang berkumpul dengan keluarga. Planning tingkatkan rasa kebersamaan antar anggota keluarga, anjurkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Evaluasi ketiga dilakukan pada tanggal 18 Mei 2014 pukul 17.10 WIB, dengan data subyektif klien mengatakan akan lebih sering berkumpul dengan anak dan cucunya seperti sekarang dan berusaha untuk tidak menyendiri walaupun kesedihan muncul lagi. Klien mengatakan akan selalu berdo’a dan sholat bersama anaknya dan terkadang mengaji bersama untuk mendo’akan suaminya. Data obyektif klien tampak lebih segar, kontak mata fokus, pandangan tidak kosong, klien tampak menyapu ruang keluarga, klien tampak tenang bercerita, tidak melamun. Assesment klien tampak berkumpul dengan anak dan cucunya, klien tampak melakukan aktifitas keluarga yaitu menyapu. Planning motivasi klien untuk mengungkapkan perasaannya kepada keluarga, tingkatkan kebersamaan dengan keluarga dan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.
B. Pembahasan Pada bab ini merupakan pembahasan dari kasus yang diambil mengenai Kajian Asuhan Keperawatan pada Ny.M dengan Gangguan Psikososial : Kehilangan di Desa Kepanjen RT 01 RW 03 Kecamatan Delanggu. Adapun pembahasan kasus ini meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
44
1. Pengkajian Tahap pengkajian dari proses keperawatan merupakan proses dinamis yang terorganisir yang meliputi tiga aktivitas besar yaitu mengumpulkan data secara
sistematis,
mengatur
data
yang
dikumpulkan
secara
mendokumentasikan data dalam format yang dapat dibuka kembali (Notoadmojo, 2011). Data dasar klien adalah komplikasi data yang dikumpulkan dari klien. Data dasar klien terdiri dari identitas klien, alasan masalah yang timbul, faktor predisposisi, pemeriksaan fisik, psikososial, status mental, pola kebiasaan sehari-hari, mekanisme koping. Data subjektif adalah apa yang dilaporkan atau dirasakan klien. Data objektif adalah data yang dapat diobservasi, contohnya tanda-tanda vital dan tingkah laku (Notoadmojo, 2011). Pengkajian
terhadap
Ny.M
penulis
menggunakan
metode
autoanamnesa. Metode autoanamnesa adalah metode untuk mendapatkan informasi yang subjektif dengan berbicara kepada klien dan orang-orang terdekat serta mendengarkan respon mereka. Pemeriksaan fisik adalah metode yang dilakukan untuk mendapatkan informasi yang objektif dengan menggunakan alat yang sesuai (Notoadmojo, 2011). Metode wawancara dengan Ny.M dan keluarga yang diwawancarai secara langsung, dalam hal ini tidak ditemukan hambatan yang berarti. Selama melakukan wawancara Ny.M dapat bekerja sama dengan baik dan memberikan keterangan tentang masalah yang dialami.
45
Metode lain yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data adalah observasi. Dalam metode ini terdapat kesulitan untuk melakukan observasi langsung dalam 24 jam, karena observasi hanya dapat dilakukan sebelum dan sesudah praktek klinik di Rumah Sakit ( shift pagi, siang, dan malam ) sehingga untuk observasi berikutnya dengan mendelegasikan kepada keluarga klien. Menurut Nurjannah (2005) bahwa pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Hal-hal yang perlu dikaji pada Ny.M adalah identitas klien, alasan masalah timbul, faktor predisposisi, status mental, faktor-faktor psikososial, pola kebiasaan sehari-hari serta mekanisme koping yang sering digunakan. Berdasarkan data pengkajian pada Ny. M didapatkan faktor predisposisi yang mendukung munculnya masalah pada klien yaitu klien telah mengalami kehilangan suaminya yang membuat klien syok, sangat terpukul dan sebelumnya pada tahun 2007 klien kehilangan ayahnya tetapi kesedihan yang dirasakan sangat berbeda, dengan alasan klien sering berdiam diri, tidak mau bicara dan tidak mau beraktifitas Hasil wawancara mengenai konsep diri Identitas diri : klien adalah seorang perempuan berumur 48 tahun, seorang ibu dari 4 orang anak dan sekarang menjadi janda sepeninggalan suaminya. Peran diri : klien mengatakan biasanya melakukan pekerjaan rumah tangga seperti menyapu,
46
memasak, mencuci, tetapi sekarang jarang melakukan aktifitas tersebut karena merasa malas dan lemas untuk beraktifitas, sekarang putrinya yang sering melakukan pekerjaan rumah. Perannya sebagai guru belum Ny.M lakukan lagi karena klien belum mau keluar rumah dan kesedihannya belum berkurang. Ideal diri : klien mengatakan ingin bisa seperti biasa, tegar dan siap untuk bertemu dengan orang banyak, klien juga ingin bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Harga diri : klien mengatakan malu dan belum siap bertemu dengan orang lain karena kehilangan dan keterpurukannya. Klien juga mengatakan ingin dirumah saja dahulu sampai kesedihan berkurang dan menerima dengan keadaannya sekarang. Pengkajian persepsi sensori klien bahwa klien melihat bayangan suaminya yang tersenyum melihatnya kemudian klien memanggilnya sambil menjulurkan tangan, kejadian itu muncul ketika malam hari. Dalam sehari 3 kali klien melihat bayangan suaminya. Pada mekanisme koping ditemukan bahwa mekanisme koping klien tidak efektif karena klien lebih suka menyendiri, klien mengatakan jika ada masalah yang menimpanya, klien lebih suka memendamnya sendiri, enggan bercerita. Pengkajian tanda dan gejala pada klien duka cita adalah ungkapan kehilangan, menangis, gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, sulit berkonsentrasi, karakter berduka yang berkepanjangan yaitu mengingkari kenyataan kehilangan terjadi dalam waktu yang lama, sedih berkepanjangan, adanya gejala fisik yang berat, keinginan untuk bunuh diri (Ambarwati dan Sunarsih 2011).
47
Setelah dilakukan pengkajian pada Ny.M didapatkan data subyektif yaitu klien merasa sedih, pada fase kehilangan klien menolak realita. Data obyektifnya adalah klien tampak menyendiri, klien tampak diam, klien tampak menundukan kepala, tidak ada kontak mata, klien tampak sedih, wajah klien tampak murung, tidak mau berkomunikasi dengan orang lain, afek datar, menangis, emosi yang berubah-ubah, mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan, merasa menderita dan kesepian, tidak bertenaga. Klien tampak mengingkari kehilangan
2. Diagnosa keperawatan Diagnosa adalah kegiatan memvalidasi data, mengoreksi dan mengelompokkan data, mengimpretasikan data, mengidentifikasi masalah dari kelompok data, dan merumuskan diagnosis keperawatan (Deswa, 2009). Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa data yang didapatkan dari klien, rumusan diagnosa yang dapat ditegakkan adalah duka cita. Duka cita adalah proses mengalami reaksi psikologis, sosial, dan fisik terhadap kehilangan yang dipersepsikan (Videbeck, 2008). Respon duka cita : keputusasaan, kesepian, ketidakberdayaan, kesedihan, rasa bersalah dan marah. Data yang mendasari pengangkatan diagnosa keperawatan duka cita berupa data obyektifnya adalah klien tampak menyendiri, klien tampak diam, klien tampak menundukan kepala, tidak ada kontak mata, klien tampak sedih, wajah klien tampak murung, tidak mau berkomunikasi dengan orang lain, afek datar, menangis, emosi yang berubah-ubah, mempertanyakan dan
48
berupaya menemukan makna kehilangan, merasa menderita dan kesepian, tidak bertenaga. Klien tampak mengingkari kehilangan. Perilaku yang tertutup dengan orang lain juga bisa menyebabkan intoleransi
aktifitas
yang
akhirnya
bisa
berpengaruh
terhadap
ketidakmampuan untuk melakukan perawatan secara mandiri (Sujonodan Teguh, 2009).
3. Intervensi Perencanaan adalah tahap menyusun prioritas masalah, merumuskan tujuan dan kriteria hasil, memilih strategi asuhan keperawatan dan menuliskan atau mendokumentasikan rencana asuhan keperawatan (Deswa, 2009). Berdasarkan diagnosa keperawatan utama pada Ny.M dapat dilakukan tindakan keperawatan dengan tujuan, kriteria hasil dan perencanaan yaitu tujuan umum : agar individu berperan aktif melalui proses berduka secara tuntas. Tujuan khusus : klien dapat membina hubungan saling percaya dengan peneliti, klien mampu mengungkapkan perasaan duka, klien mampu menjelaskan makna kehilangan seseorang/objek, klien mampu berbagi rasa dengan orang yang berarti, klien mampu menerima kenyataan kehilangan dengan perasaan damai, klien mampu membina hubungan baik dengan orang sekitar. Kriteria hasil : ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa tenang,
49
ada kontak mata, mau mengungkapkan perasaan yang dirasakan, menyatakan pengetahuan tentang proses berduka. Berdasarkan masalah keperawatan di atas maka dapat dilakukan intervensi keperawatan meliputi bina hubungan saling percaya dengan klien, rasionalisasinya rasa percaya merupakan dasar dari hubungan terapeutik yang mendukung dalam mengatasi perasaannya. Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang menyakitkan dengan pemberian makna positif dan mengambil hikmah, rasionalnya dapat membantu klien mengidentifikasi hal positif dan hikmah dalam suatu kejadian walaupun hal tersebut menyakitkan. Identifikasi kemungkinan faktor yang menghambat proses berduka, rasionalnya mengetahui faktor penghambat dapat membantu untuk mencari solusi agar proses berduka dapat terselesaikan. Kurangi/hilangkan faktor penghambat poses berduka, rasionalnya dapat diatasinya faktor penghambat mempermudah terselesaikannya proses berduka.
Beri
dukungan
terhadap
respon
kehilangan,
raisonalnya
menenangkan perasaan klien. Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga, rasionalnya mengurangi kesedihan dan menciptakan kebersamaan antar anggota keluarga. Anjurkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, rasionalnya klien mau sholat itu adalah kekuatan untuk menyelesaikan duka cita. Tentukan kondisi klien sesuai dengan fase yang dialami yaitu fase pengingkaran : beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya,
rasionalnya
ekspresi
perasaan
dapat
mengidentifikasi, membantu, dan mengatasi perasaannya.
membantu
klien
50
Dengarkan klien dengan penuh pengertian dan jangan menghukum atau menghakimi, rasionalnya menunjukkan sikap empati supaya klien merasa nyaman saat bercerita. Jelaskan pada klien bahwa sikapnya itu wajar terjadi pada orang yang mengalami kehilangan, rasionalnya memberikan pengertian kepada klien dan menenangkan klien dengan non verbal (memegang tangan, menepuk bahu dan merangkul).
4. Implementasi Implementasi adalah tahap melakukan rencana yang telah dibuat pada klien. Adapun kegiatan yang ada dalam implementasi meliputi pengkajian ulang, memperbarui data dasar, meninjau dan merevisi rencana asuhan yang telah dibuat, dan melaksanakan intervensi keperawatan yang telah direncanakan (Deswa, 2009). Pada tanggal 16 Mei – 18 Mei 2014 peneliti melakukan implementasi meliputi membina hubungan saling percaya dengan klien, memberi kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya, mendengarkan klien dengan penuh pengertian dan jangan menghakimi, menjelaskan kepada klien bahwa sikapnya itu wajar terjadi pada orang yang mengalami kehilangan, mendiskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang menyakitkan dengan pemberian makna positif dan mengambil hikmah, mengidentifikasi kemungkinan factor yang menghambat proses berduka, mengurangi/mrnghilangkan faktor penghambat proses berduka,
51
memberi dukungan terhadap respon kehilangan pasien, meningkatkan rasa kebersamaan
antara
anggota
keluarga,
menganjurkan
untuk
lebih
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Implementasi tersebut dapat dilakukan cukup mudah, karena perawat menggunakan komunikasi terapeutik. Menurut As Hornby (1974) dikutip oleh Teguh Purwanto (2009) komunikasi terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan. Sedangkan menurut Wahyu Purwaningsih (2009:11) dapat diartikan pula komunikasi yang direncanakan secara sadar, berlangsung secara verbal dan non verbal, tujuan dan kegiatannya difokuskan untuk menyembuhkan klien. Faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan komunikasi terapeutik secara efektif adalah pengenalan kesadaran diri sendiri dan mengenal orang lain yang akan diajak untuk berhubungan, sehingga individu dapat menggunakan dirinya secara efektif dan tujuan komunikasi dapat tercapai (Nurjannah, 2005:92). Menurut Stuart & Sudden Teknik komunikasi yang diterapkan adalah Silence atau (diam) yang bertujuan untuk memberi kesempatan berpikir dan memotivasi klien untuk bicara dengan cara memberikan
waktu
kepada
klien
untuk
berpikir
dan
menghayati,
memperlambat tempo interaksi dan dorong klien untuk mengawali percakapan sementara itu perawat menyampaikan dukungan, pengertian dan penerimaannya. Hal ini akan memberikan kesan bahwa perawat/komunikator mau mendengarkan, mau menerima dan mengerti.
52
Dilakukannya tekhnik komunikasi terapeutik diharapkan hubungan saling percaya dapat tercapai. Hubungan saling percaya adalah dasar yang diperlukan dalam pengelolaan klien dan kemampuan klien dalam mengikuti anjuran dan saran perawat didasarkan atas kualitas hubungan ini. Dilakukannya identifikasi penyebab duka cita agar dapat mengurangi beban dan tekanan yang dirasakan oleh klien. Tekhnik komunikasi yang dilakukan oleh perawat ketika melakukan implementasi mengidentifikasi penyebab duka cita adalah mendengar dengan empati. Menurut Smith (1992) dalam Intansari (2005) empati adalah kemampuan menempatkan diri kita pada diri orang lain dan bahwa kita telah memahami bagaimana perasaan orang lain tersebut dan apa yang menyebabkan reaksi mereka tanpa emosi kita terlarut dalam emosi orang lain, karena dengan empati dapat meningkatkan perasaan berhubungan dengan orang lain, perasaan ini akan menurunkan perasaan negatif, kesendirian dan isolasi. Adanya tekhnik komunikasi tersebut mempermudah perawat dalam membina hubungan saling percaya dan mengidentifikasi penyebab duka cita.
5. Evaluasi Evaluasi ketiga dilakukan pada tanggal 18 Mei 2014 pukul 17.10 WIB, dengan data subyektif klien mengatakan akan lebih sering berkumpul dengan anak dan cucunya seperti sekarang dan berusaha untuk tidak menyendiri walaupun kesedihan muncul lagi. Klien mengatakan akan selalu berdo’a dan
53
sholat bersama anaknya dan terkadang mengaji bersama untuk mendo’akan suaminya. Data obyektif klien tampak lebih segar, kontak mata fokus, pandangan tidak kosong, klien tampak menyapu ruang keluarga, klien tampak tenang bercerita, tidak melamun. Assesment klien tampak berkumpul dengan anak dan cucunya, klien tampak melakukan aktifitas keluarga yaitu menyapu. Planning motivasi klien untuk mengungkapkan perasaannya kepada keluarga, tingkatkan kebersamaan dengan keluarga dan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.
BAB V PENUTUP
A. Simpulan Simpulan dari “Kajian Asuhan Keperawatan pada Ny.M dengan Gangguan Psikososial : Kehilangan di Desa Kepanjen RT 01 RW 03 Kecamatan Delanggu” yang telah dilakukan didapatkan temuan-temuan sebagai berikut : 1. Kesulitan pada pengkajian awal dalam berkomunikasi dengan klien karena klien masih kurang fokus dalam diskusi yang dilakukan. Tetapi setelah 3 hari klien mulai terbuka dan mau berkomunikasi dengan baik. 2. Saat melakukan pengkajian status kesehatan klien dengan duka cita, pengkajian dilakukan dengan wawancara dan observasi terhadap klien dan keluarga klien. Perawat juga mendelegasikan kepada keluarga untuk memantau klien selama perawat tidak mengunjungi klien, sehingga dapat diperoleh data yang tepat sesuai dengan kondisi klien dan sesuai masalah yang timbul. 3.
Perencanaan asuhan keperawatan terutama dalam perencanaan asuhan keperawatan pada klien duka cita, dibuat berdasarkan yang diperoleh dari pengkajian, disesuaikan juga dengan kondisi klien, dengan demikian dapat membantu menyelesaikan proses kehilangan.
54
55
4. Dokumentasi yang lengkap dalam asuhan keperawatan akan mempermudah dalam intervensi dan implementasi tindakan keperawatan yang sesuai dengan kondisi klien.
B. Saran Berdasarkan simpulan dari “Kajian Asuhan Keperawatan pada Ny.M dengan Gangguan Psikososial : Kehilangan di Desa Kepanjen RT 01 RW 03 Kecamatan Delanggu” menyarankan : 1. Dalam memberikan asuhan keperawatan harus dibutuhkan ketelitian serta ketajaman dalam pengkajian dan analisa masalah, sangat diperlukan oleh seorang perawat, sehingga perawat mampu mengenal dan mengetahui tindakan bagi klien dengan duka cita serta melibatkan keluarga untuk lebih dekat dengan klien dengan cara lebih sering mengajak berbicara dan berkumpul bersama. 2. Saat melakukan pengkajian hendaknya dilakukan secara terperinci dan secara sistematis sehingga dapat memperoleh data yang sesuai dengan kondisi klien agar memudahkan perawat dalam melakukan analisa data, intervensi, implementasi dan pendokumentasian. 3. Pada saat melakukan komunikasi perlu adanya reinforcement positif yang diberikan kepada klien. Dengan adanya reinforcement tersebut maka akan dapat meningkatkan harga diri klien.
56
4. Pada saat berkomunikasi diusahakan pada tempat yang tenang. Dengan tempat yang tenang maka klien akan dapat lebih fokus dan kontak mata tidak akan teralihkan pada hal yang terjadi di sekitar. 5. Dalam membina hubungan saling percaya dengan klien perlu adanya kontak sering dan singkat secara bertahap serta ciptakan lingkungan yang menyenangkan selain itu perlu adanya teknik komunikasi broad opening (pertanyaan terbuka), dimana dengan teknik ini perawat dapat memberi kesempatan pada klien untuk memilih topik pembicaraan yang diinginkan sehingga klien dapat mengeksplorasikan perasaan dan pikirannya. 6. Perlu adanya antisipasi karena klien beresiko masuk ke krisis dan harus butuh pertolongan pendukung yaitu dari keluarga. 7. Bagi Institusi pelayanan kesehatan (Puskesmas) Hal ini diharapkan puskesmas mengoptimalkan peran kader kepada keluarga dalam rangka membantu menyelesaikan proses kehilangan. 8. Bagi institusi pendidikan Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas dan professional sehingga dapat tercipta perawat professional, terampil, inovatif dan bermutu yang mampu memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh berdasarkan kode etik keperawatan. 9. Untuk peneliti selanjutnya Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian tentang permasalahan kehilangan.
terhadap
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
dampak
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, E.R. dan Sunarsih, T. 2011. KDPK Kebidanan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Nuha Medika. Dalami, E., Suliswati, Farida P. Rochman, Banon E. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah Psikososial. Jakarta : CV. Trans Info Medika. Dermawan, Deden. 2012. Buku Ajar Keperawatan Komunitas. Yogyakarta : Gosyen Publishing. Deswa. 2009. Proses Keperawatan Berfikir Kritis. Jakarta : Salemba Medika. Direja, Ade H.S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika. Keliat, B.A. Akemat, Helena, N. Nurhaeni, H. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CHN (Basic Course). Jakarta : EGC. Keliat, B.A., Helena, N. Farida, P. 2011. Manajemen Keperawatan Psikososial dan Kader Kesehatan Jiwa CMHN (Intermediate Course). Jakarta : EGC. Kusumawati, F. dan Hartono, Y. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika. Kompas. 29 Januari 20014. “Hujan Deras di Pati, Banjir Kembali Rendam 4 Kecamatan”. Hal. 8. Maramis, Willy F. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya : EGC. Nasir dan Muhith. 2011. Dasar-dasar Keperawatan Jiwa Pengantar dan Teori. Jakarta : Salemba Medika. Nasir, A. 2009. Komunikasi Dalam Keperawatan Teori dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika. Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta. Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC. Sudden dan Stuart. 2007. Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Suliswati, Payapo, T.A., Maruhawa, J. Sianturi, Y. Sumijatun. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC. Uliyah, M. dan Hidayat, A.A. 2011. Buku Ajar Keterampilan Dasar Praktik Klinik. Surabaya : Health Books Publishing. Videbeck, SL. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC. Yosep, Iyus. 2011. Keperawatan Jiwa. Bandung : PT. Refika Aditama.
LAMPIRAN