KAJIAN AKADEMIK ATAS RANCANGAN QANUN KOTA SABANG TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Tujuan Nasional bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan
melalui berbagai upaya kesehatan dalam rangkaian
pembangunan kesehatan secara
menyeluruh dan terpadu
yang
didukung oleh suatu sistem kesehatan nasional. Mengingat betapa pentingnya masalah kesehatan, Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa memperoleh pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang dan negara menurut Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaran pelayanan kesehatan di Rumah Sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan profesi dan perangkat keilmuannya masing-masing berinteraksi satu sama lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Ilmu
1
pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat pesat yang harus diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian pelayanan yang bermutu, membuat semakin kompleksnya pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Namun, harus disadari bahwa semua itu membutuhkan dana yang cukup besar. Tanpa dukungan dana yang cukup, pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu tidak akan terwujud sebagaimana yang diharapkan. Dengan
demikian,
mengingat
pembiayaan
Rumah
Sakit
memerlukan biaya operasional dan investasi yang besar dalam pelaksanaan kegiatannya, sehingga perlu didukung dengan ketersediaan dana yang cukup dan berkesinambungan. Oleh karena itu diperlukan adanya anggaran yang memadai sehingga pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dapat dilaksanakan secara maksimal. Salah
satu
kewenangan
Pemerintahan
Kabupaten/Kota
berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah adalah memungut retribusi atas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah Kota Sabang berupaya untuk melaksanakan kewenangan tersebut dengan menyusun Rancangan Qanun Kota Sabang
tentang
Retribusi Pelayanan
Kesehatan. Rancangan Qanun ini telah dipersiapkan oleh Pemerintah Kota Sabang. Salah satu tahapan dan ini merupakan suatu kewajiban dalam rangka penyusunan Rancangan Qanun Kota Sabang adalah melakukan penuyusunan
naskah
akademik/kajian
akademik.
Kewajiban
ini
ditegaskan di dalam Pasal 12 ayat (1) Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun, bahwa suatu rancangan qanun Aceh dan Rancangan Qanun Kabupaten/Kota harus disertai
2
dengan Naskah akademik/kajian akademik, oleh sebab itu kajian akademik
merupakan
tahapan
dalam
proses
pembentukan
dari
Rancangan Qanun Kota Sabang. Dengan demikian, kajian akademik ini merupakan bahagian yang tidak terpisahkan dari naskah rancangan qanun. Oleh karena itu, pembahasan rancangan qanun di legislatif akan mengacu kepada kajian akademik dan kajian akademik ini menjadi penting dan mempunyai nilai yuiridis.
B.
Tujuan dan Kegunaan yang ingin dicapai Kajian
akademik
dilakukan
untuk
memberikan
dasar
acuan/pedoman dari sudut pandang akademik baik ditinjau dari segi filosofis, yuridis, dan sosiologis dalam rangka pembahasan rancangan qanun Kota Sabang
yang berkenaan dengan retribusi tentang
pelayanan kesehatan. Dengan adanya kajian akademik ini diharapkan dapat memberikan masukan dan arahan untuk menciptakan harmonisasi dan sinkronisasi rancangan qanun
ini dengan peraturan perundang-
undangan lainnya yang berlaku di Aceh pada umumnya dan di Kota Sabang pada khususnya.
C.
Metode Pendekatan Untuk penyusunan kajian akademik rancangan Qanun Kota Sabang ini dilakukan penelusuran berbagai aturan hukum dan telaah kebutuhan, yaitu dengan melakukan telaah dokumentasi peraturan perundang-undangan. Selain itu juga dilakukan beberapa diskusi dengan para pakar atau akademisi, yang dimaksudkan untuk mendapatkan masukan dan aspirasi dari segi akademis atas rancangan qanun ini. Hal ini dilakukan untuk memenuhi harapan Pasal 12 ayat (4) Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun.
3
D. Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara 4389); 4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 5. Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) ; 6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat & Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439); 5. Undang–Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);
4
6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lermbaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 385); 7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5063); 8. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5072); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan Dalam Bidang Kesehatan Kepada Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 9 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3347); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4741 ); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502 );
5
BAB II LANDASAN PENGATURAN
Terhadap materi/substansi dari
rancangan Qanun Kota Sabang
tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan yang akan disusun sesuai dengan kajian secara ilmiah mengacu kepada landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis. Kesemua landasan tersebut sebagai berikut: A. Landasan Filosofis Negara pada prinsipnya berusaha atau mempunyai tujuan untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Untuk mencapai dan menciptakan masyarakat yang sejahtera, dibutuhkan biaya-biaya yang cukup besar. Oleh karena itu Negara harus tampil kedepan dan turut campur tangan di bidang kehidupan masyarakat, terutama dibidang perekonomian guna tercapainya kesejahteraan umat manusia. 1 Secara konstitusional tanggung jawab Negara Republik Indonesia terhadap rakyatnya yang universal adalah “….melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia….”. 2 tanggung jawab tersebut kemudian dijabarkan kembali dalam batang tubuh yaitu BAB X tentang Hak Asasi Manusia sebanyak sepuluh pasal. Sebagai konsekuensinya setiap bentuk Hak Asasi Manusia selalu didiringi dengan kewajiban atau tanggung jawab Negara dalam tiga level, yaitu level menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhinya ( to fulfill).3 Untuk memenuhi tanggung jawab daerah kepada masyarakat, maka pemerintah daerah memerlukan keuangan daerah. Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi yaitu terletak 1
Bohari, Pengantar Hukum Pajak, Raja Grafindo, Jakarta, 2001,hal.35 Alinea keempat UUD 1945 3 Irawan Saptono, Menggugat Tanggung Jawab Negara, ELSAM Edisi Maret-April 2002. http://elsam.or.id. 2
6
pada kemampuan keuangan daerah. Artinya, daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup
memadai
untuk
membiayai
penyelenggaraan
pemerintahan
daerahnya.4 Sumber keuangan daerah tersebut dapat dipungut melalui retribusi. Retribusi menurut munawir 5ialah iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan dapat jasa balik secara langsung dapat ditunjuk. Paksaan ini bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintah, tidak dikenakan iuran, misalnya retribusi pasar dan retribusi air minum. Sedangkan Muhammad Djafar Saidi memberikan pengertian retribusi adalah pungutan oleh pejabat retribusi kepada wajib retribusi yang bersifat memaksa dengan tegenprestasi secara langsung dan dapat dipaksakan penagihannya. Sarana hukum yang digunakan untuk memaksakan penagihan retribusi tidak berbeda dengan penagihan pajak, berupa sanksi administrasi maupun kepidanaan. 6 Pemasukan daerah yang bersumber dari retribusi pada prinsipnya akan dikembalikan pada masyarakat dalam bentuk pelayanan. Hal ini diatur dalam pasal 1 angka 64 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, bahwa retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan
dan/atau diberikan oleh pemerintah
daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Dilihat dari segi fungsinya retribusi hanya memilki fungsi anggaran (fungsi budgeter) hal ini berarti bahwa retribusi tidak dapat digunakan untuk mengendalikan kehidupan masyarakat. Retribusi hanya semata-mata untuk mengisi kas 4
Andrian Sutedi, Implikasi Hukum Atas Sumber Pembiayaan Daerah Dalam Kerangka Otonomi Daerah, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal.160. 5 Munawir, Pokok-Pokok Perpajakan, Liberti,Yogyakarta, 1985, hal.3. 6 Muhammad Djafar Saidi, Pembaharuan Hukum Pajak, Raja Grafindo,Jakarta,2007, hal.27
7
Negara maupun daerah sebagai penggantian yang telah dikeluarkan dalam upaya penyediaan sarana pelayanan kepada masyarakat. Dengan demikian pemerintah dilarang memungut retribusi kepada masyarakat tatkala tidak memanfaatkan saranan pelayanan yang disediakan. 7
B. LANDASAN YURIDIS Pemerintah
dan
pemerintah
daerah
baik
provinsi
maupun
kabupaten/kota berupaya memenuhi hak rakyat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sebagaimana diamanahkan oleh konstitusi sebagai hak asasai manusia termasuk menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Disisi lain upaya pemenuhan tersebut membutuhkan biaya yang besar. Sementara pemerintah punya keterbatasan anggaran. Untuk itu perlu melibatkan kontribusi masyarakat untuk menutupi sebagian atau seluruhnya biaya yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pembiayaan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas pemerintahan
dan
pembangunan
senantiasa
memerlukan
sumber
penerimaan yang dapat diandalkan. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah memberikan kewenangan kepada Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memungut retribusi pelayanan kesehatan. Dengan demikian UU ini telah mengatur dengan jelas
bahwa untuk dapat dipungut pada suatu daerah, setiap
jenis retribusi daerah harus ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Hal ini berarti untuk dapat diterapkan dan dipungut pada suatu daerah provinsi dan kabupaten/kota harus terlebih dahulu ditetapkan dengan peraturan daerah atau qanun.
7
Ibid, hal.33.
8
Qanun tentang retribusi daerah termasuk retribusi pelayanan kesehatan sekurang-kurangnya mengatur beberapa hal berikut ini: a. Nama, objek, dan subjek retribusi. b. Golongan retribusi. c. Cara mengukur tingkat pengunaan jasa yang bersangkutan. d. Prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi. e. Struktur dan besarnya tarif retribusi. f. Tata cara pemungutan. g. Sanksi administrasi. h. Tata cara pembayaran retribusi. i.
Tanggal mulai berlakunya retribusi. Pasal 108 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2009 membagi retribusi ke
dalam tiga jenis, yaitu (1) retribusi jasa umum (2) retribusi jasa usaha, dan (3) retribusi perizinan tertentu. Jasa umum adalah
jasa yang disediakan atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Sedangkan jasa usaha, adalah jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Sementara perizinan
tertentu, yaitu
kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang
dimaksudkan untuk
pembinaan,
pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
9
Jenis-jenis retribusi jasa umum diatur dalam Pasal 110 ayat (1) Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yaitu: a. retribusi pelayanan kesehatan; b. retribusi pelayanan persampahan/kebersihan; c. retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil; d. retribusi pelayanan pemakaman; e. retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum; f. retribusi pelayanan pasar; g. retribusi pengujian kendaraan bermotor; h. retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran; i.
retribusi penggantian biaya cetak peta; dan
j.
retribusi pengujian kapal perikanan. Sementara itu dalam Pasal 111 ayat (1) ditentukan bahwa: “Objek
retribusi pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) huruf a adalah pelayanan kesehatan di puskesmas, puskesmas keliling, puskesmas pembantu, balai pengobatan, rumah sakit umum daerah, dan tempat pelayanan kesehatan lainnya yang sejenis yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah, kecuali pelayanan pendaftaran”. Pada masa otonomi daerah, kewenangan kabupaten/kota dalam bidang ini ditegaskan Nomor 25 Tahun
dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah 2000
tentang
Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom yang kemudian dicabut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
10
Tarif retribusi ditetapkan berdasarkan kebijakan daerah dengan mempertimbangkan
biaya
penyediaan
jasa
yang
bersangkutan,
kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan. Penetapan tarif retribusi pada dasarnya disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jenis-jenis retribusi
yang berhubungan dengan
kepentingan nasional. Di samping itu, tetap memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat. Dengan ketentuan ini, daerah mempunyai kewenangan untuk menciptakan prinsip dan sasaran yang dicapai dalam menetapkan tarif, seperti menutup sebagian atau sama dengan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan dan membantu golongan masyarakat kurang mampu sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan. Pinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum dapat berbeda menurut jenis pelayanan dalam jasa yang bersangkutan dan golongan penguna jasa. Sebagai contoh, tarif retribusi parkir di tepai jalan umum yang rawan kemacetan dapat ditetapkan lebih tinggi daripada di tepai jalan umum yang kurang rawan kemacetan dengan sasaran mengendalikan tingkat penggunaan jasa parkir sehingga tidak menghalangi kelancaran lalu lintas. Sedangkan penetapan tarif retribusi jasa usaha
harus
memperhitungkan pada aspek komersial dari penyediaan jasa oleh pemerintah daerah. Sedangkan prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Pelayanan Kesehatan didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
C. Landasan Sosiologis Persoalan gangguan kesehatan merupakan persoalan umum kemasyarakatan dan dialami oleh banyak orang. Oleh karena itu
11
Pemerintah harus menyediakan berbagai fasilitas kesehatan untuk mengatasinya. Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkulitas dan terjangkau oleh masyarakat. Dalam konteks persoalan kesehatan masyarakat setidaknya terdapat sepuluh issu kesehatan utama, yakni: 1. Kesehatan Ibu dan Anak; 2. Status Gizi; 3. Malaria; 4. TBC; 5. Diare; 6. Ispa dan pneumonia; 7. Demam berdarah; 8. Infeksi kulit; 9. Lepra; dan 10. Kesehatan jiwa. Salah satu permasalahan dalam bidang kesehatan adalah ketidakpastian pelaksanaan kebijakan yang mengatur akses layanan dasar pada kelompok rentan (wanita, anak-anak, penduduk miskin dan lain-lain). 8 Dalam rangka memberikan pelayanan terhadap kelompok rentan tersebut, Pemerintah Kota Sabang telah mendirikan Rumah Sakit Umum Daerah. Fasilitas Rumah Sakit tersebut selama ini dimanfaatkan oleh banyak masyarakat yang berdomisili di Kota Sabang dan sekitarnya. Dalam penyelenggaran operasional rumah sakit membutuhkan biaya operasional yang memadai untuk penyediaan fasilitas pendukung, 8
Draft Naskah Akademik Rancangan Qanun Kesehatan Aceh, 2010, hal.12.
12
obat-obatan, honorarium dan operasional lainnya. Rumah Sakit Umum Daerah memiki fasilitas antara lain Instalasi Gawat Darurat, Ruang Rawat Inap, Ruang Operasi, Radiologi, Poli Pelayanan Kesehatan seperti Poli KB, Poli Gigi, dll. Pelayanan kesehatan ditangani oleh dokter spesialis, dokter umum dan para medis, sebagian tenaga medis yang bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah dibayar berdasarkan kontrak. Oleh karena itu dibutuhkan dukungan dana yang memadai untuk efektifitas operasional pelayanan kesehatan. Pemerintah Kota Sabang harus menganggarkan dana dalam APBK. Untuk itu sewajarnyalah dipungut retribusi dalam pelayanan kesehatan rumah sakit daerah sebagai sumber pendapatan asli daerah yang nantinya akan digunakan untuk menutupi sebagian dari biaya operasional yang digunakan. Dalam pemungutan retribusi pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit secara nasional sudah ada pola tarif yang merupakan pedoman dasar yang berlaku secara nasional dalam pengaturan dan perhitungan
untuk
menetapkan
besaran
tarif
rumah
sakit
yang
berdasarkan komponen biaya satuan (unit cost). Unit cost yang dimaksud adalaah hasil perhitungan total biaya operasional pelayanan yang diberikan rumah sakit. Penyelenggaraan Rumah Sakit harus memenuhi rasa keadilan, yaitu mampu memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada setiap orang dengan biaya yang terjangkau serta dengan pelayanan yang bermutu. Disamping itu fungsi sosial rumah sakit merupakan hal yang penting karena merupakan bagian dari tanggung jawab yang melekat pada setiap rumah sakit yang merupakan ikatan moral dan etik dari rumah sakit dalam membantu pasien khususnya yang kurang/tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatan.
13
BAB III ANALISIS ATAS RANCANGAN QANUN DAN REKOMENDASINYA
Terhadap
Rancangan
Qanun
tentang
Retribusi
Pelayanan
Kesehatan dapat dianalisis beberapa hal sebagai berikut: A. Kewenangan untuk membuat Qanun Menurut Pasal 110 ayat (1) dan Pasal 111 ayat (1) UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Dearah dan Retribusi Daerah, Pelayanan Kesehatan pada
rumah sakit yang dikelola oleh
Pemerintah Daerah dapat dijadikan objek Retribusi. Namun kalau dirujuk pada Pasal 110 ayat (2) undang-undang tersebut, Pemerintah Daerah dapat saja tidak memungut Retribusi kalau potensi penerimaannya kecil atau ingin memberikan pelayanan kesehatan secara cuma-cuma kepada masyarakat. Mendasari pada ketentuan ini, maka Pemerintah Kota Sabang secara hukum dapat membuat Qanun untuk memungut retribusi terhadap Pelayanan Kesehatan pada Rumah Sakit Umum Daerah, kecuali menurut pertimbangan bahwa menurut hitungan ekonomis potensi penerimaannya kecil dan karena itu Pemerintah Kota Sabang tidak melakukan pemungutan retribusi. Namun untuk tidak memungut retribusi diperlukan perhitungan yang akurat dan ekonomis terlebih dahulu. B. Substansi Qanun Materi Rancangan Qanun perlu diperhatikan dan dilakukan beberapa perubahan 1.
Konsideran Menimbang perlu diperkaya untuk memuat unsur Filosofis dan Yuridis. Sehingga menjadi: a. bahwa Pemerintah Kota Sabang perlu memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada masyarakat.
14
b. bahwa berdasarkan ketentuan pasal 111 dan 156 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pemerintah Kota Sabang dapat memungut retribusi pelayanan kesehatan. c. bahwa unutk maksud tersebut pada huruf a, huruf b perlu diatur dengan suatu Qanun tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan. 2.
Konsideran Mengingat Dalam konsideran mengingat menurut Undang-Undang nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndanngan, dalam konsideran mengingat dimuat aturan-aturan yang menjadi dasar pembentukan dan dasar-dasar hukum yang berkaitan dengan substansi aturan yang akan dibuat. Mendasari pada ketentuan tersebut maka Peraturan
Perundang-undangan
Rancangan qanun ini
dalam
konsideran
beberapa mengingat
harus dihilangkan, karena tidak relefan
dengan substansi pengaturan tentang retribusi pelayanan kesehatan dan ada beberapa peraturan perundang-undangan yang sudah tidak berlaku lagi, yaitu: a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2576); b. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lermbaran Negara Tahun 2000 Nomor 41, Tambahan Lenbaran Negara Nomor 385); c. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah; d. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 Tahun 1997 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Retribusi Daerah. Selain dihilangkan beberapa dasar hukum tersebut di atas, dalam konsideran mengingat perlu ditambah beberapa dasar hukum lagi yakni:
15
a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 3209); b. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. c. Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan
Qanun
(Lembaran
Daerah
Nanggroe
Aceh
Darussalam Tahun 2007 Nomor 03). 3. Materi Pokok dalam Batang tubuh dari Qanun Rancangan Qanun ini dimaksudkan untuk mengatur tentang Reteribusi atas pelayanan kesehatan yang diberikan, oleh kaerena itu materi pokok Qanun ini harus hanya mengandung kaedah hukum yang berkaitan dengan retribusi, tidak bercampur dengan persoalan regulasi tentang pelalayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah. Hal-hal yang berkaitan dengan
bagaimana pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah harus diatur dalam paraturan tersendiri, baik itu dalam Qanun Kesehatan ataupun dalam Peraturan Walikota tentang Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah. 4. Struktur Qanun/Ruang Lingkup Pengaturan Dalam Qanun tentang retribusi harus memuat kaedah-kaedah hukum yang akan mengatur kewenangan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan pemungutan retribusi. Untuk itu struktur Qanun Retribusi Pelayanan Kesehatan pada Rumah Sakit Umum Daerah sebaiknya memuat Bab-Bab yang bisa menampung hal-hal yang
16
diperlu diatur untuk sebuah Qanun Retribusi. Struktur bab dimaksud paling tidak memuat: 1. Ketentuan Umum Pada bagian ini akan memuat pengertian-pengertian dari berbagai istilah yang akan dipergunakan lebih dari satu kali dalam pasalpasal dari batang tubuh Rancagan Qanun. 2. Objek dan Subjek Retribusii Pada bagian ini akan diatur tentang nama Retribusi, objeknya apa Saja dan siapa yang menjadi subjek retribusi. 3. Golongan Retribusi Golongan retribusi perlu disebutkan dalam pasal dari Rancangan Qanun untuk membedakan dengan golongan retribusi lainnya. Pada dasarnya menurut Undang-Undang tentang Pajak dan retribusi Daerah hanya ada tiga golongan retribusi, yaitu Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha dan Retribusi Perizinan Tertentu.
Retribusi
Pelayanan
Kesehatan
termasuk
dalam
golongan Retribusi Jasa Umum 4. Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pada bagian ini perlu diatur tentang bagaimana mengukur jasa yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Cara mengukur ini diperlukan untuk menentukan besaran retribusi yang dipungut. 5. Prinsip dan Sasaran dalam penetapan
Struktur
dan besarnya
Tarif Dalam bab ini
perlu diatur tentang prinsip yang menjadi
pertimbangan dalam menyusun struktur dan besarnya retribusi. Prinsip yang menjadi dasar pertimbangan dimaksud untuk qanun ini adalah prinsip untuk menutupi sebagian atau selurunya biaya yang diperlukan untuk pelayanan kesehatan. Prinsip ini dijadikan
17
dasar pertimbangan karena retribusi ini termasuk dalam golongan retribusi jasa umum. 6. Jenis Pelayanan yang dipungut Retribusi Dalam Bab ini perlu diatur tentang jenis-jenis pelayanan kesehatan yang diberikan di Rumah Sakit Umum Daerah. Penentuan jenis pelyanan ini penting untuk menjadi dasar dalam pengkalsifikasian pengukuran untuk penetapan besaran tarif retribusi. 7. Struktur dan Besarnya tarif (Bab ini dibagi dalam Bagian yang berisikan besaran
tarif retrubusi menurut jenis pelayanan
kesehatan yang diberikan) Struktur dan besarnya tarif harus secara jelas diatur dalam Rancangan Qanun ini. Struktur tarif akan didasarkan pada jenis pelayanan, kesehatan yang diberikan. Besarnya tarif akan dipertimbangkan unsur biaya per-satuan penyediaan jasa atau per real unit cost. Mengingat struktur yang digunakan untuk menetapkan besaran tarif retribusi terdiri dari berbagai jenis pelayanan maka besaran tarif retribusi bisa dibuat dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Qanun, yang memuat struktur dan besaran tarif. Pada Prinsipnya besaran tarif retriubusi harus ditetapkan dengan Qanun karena setiap kutipan yang membebani rakyat landasan hukumnya harus dengan ketentuan yang disetujui oleh rakyat (qanun),
tetapi
pasal-pasal
qanun
dapat
mendelegasikan
kewenangan ini kepada Walikota untuk menetapkan besaran retribusi melalui Peraturan Walikota terhadap tarif retribusi tertentu yang perlu penyesuaian dalam waktu yang singkat perubahan yang
karena
cepat, sehingga kalau perubahan harus
dilakukan dengan qanun membutuhkan waktu yang lama. Untuk
18
retribusi ini, hal yang perlu diperhatikan agar tidak terjadi pendelegasiannya kepada pejabat di bawah Walikota. 8. Tatacara Pemungutan Dalam bagian ini perlu diatur tata cara pemungutan dan tatacara pembayaran retribusi. 9. Sanksi Administrasi Dalam bagian ini akan diatur tentang bentuk sanksi administrasi dalam hal wajib retribusi membayar tidak tepat waktu atau kurang membayar. 10. Pengembalian kelebihan pembayaran Dalam Rancangan Qanun ini akan diatur tentang ketentuan hak dari wajib retribusi dan tata cara pengajuan pengembalian dalam hal terjadinya kelebihan pembayaran retribusi. 11. Pengurangan, Keringanan, dan Pembebasan Retribusi. Dalam Rancangan Qanun ini akan diatur kemungkinan diberikanya pengurangan,
keringanan,
atau
pembebasan
retribusi
oleh
Walikota Gubernur dalam hal ada alasan untuk itu, dengan memperhatikan kemampuan wajib retribusi. 12. Ketentuan Penutup Dalam ketentuan penutup akan diatur tentang konsekwensi berlakunya qanun baru ini terhadap ketentuan yang lama tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan atau yang berhubungan dengan masalah tersebut.
19
BAB IV PENUTUP
Rancangan Qanun Kota Sabang tentang
Retribusi Pelayanan
Kesehatan, dilihat dari kewenangannya merupakan wewenang dari Pemerintah Kota Sabang, sehingga rancangan qanun ini dapat dipertimbangkan untuk diproses lebih lanjut untuk menjadi suatu Qanun Kota Sabang tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan. Namun demikian dari segi struktur suatu qanun yang baik termasuk substansi yang diatur masih memerlukan kajian dan diskusi lebih lanjut dengan instansi pemrakarsa. Draf Qanun ini belum memiliki penjelasan, baik penjelasan umum maupun penjelasan pasal demi pasal. Seharusnya komponen struktur ini harus lengkap sebelum diajukan kepada legislatif. Demikian juga mengenai pengaturan tentang lampiran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari qanun harus disebutkan dalam pasal qanun, dan harus ada pasal yang mengatur mengenai masa peninjauan terhadap tarif yang ada dalam lampiran qanun ini. Demikianlah kajian akademik ini dibuat, semoga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam proses selanjutnya. Terima kasih.
20
DAFTAR PUSTAKA
Andrian Sutedi, Implikasi Hukum Atas Sumber Pembiayaan Daerah Dalam Kerangka Otonomi Daerah, Sinar Grafika, Jakarta, 2009. Anis Ibrahim, Legislasi dan Demokrasi, Interaksi dan Konfigurasi Politik Hukum Dalam Pembentukan Hukum di Daerah, In-TRANS Publising Malang, 2008. Bohari, Pengantar Hukum Pajak, Raja Grafindo, Jakarta, 2001. I Gde Pantja Astawa, Saprin Na’a, Dinamika Hukum dan Ilmu Perundangundangan di Indonesia, PT. Alumni Bandung, 2008. Irawan Saptono, Menggugat Tanggung Jawab Negara, ELSAM Edisi MaretApril 2002. http://elsam.or.id. Hermin Hadiati Koeswadji, Hukum Untuk Perumahsakitan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002. Irawan Saptono, Menggugat Tanggung Jawab Negara, ELSAM, Jakarta, 2002. Munawir, Pokok-Pokok Perpajakan, Liberti,Yogyakarta, 1985. Muhammad Djafar Saidi, Pembaharuan Hukum Pajak, Raja Grafindo, Jakarta, 2007. Draft Naskah Akademik Rancangan Qanun Kesehatan Aceh, 2010.
21