TESIS
KADAR LEPTIN SERUM DAN INDEKS MASSA TUBUH BERKORELASI POSITIF DENGAN JUMLAH LESI SKIN TAG
PUTU AGUS GAUTAMA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
TESIS
KADAR LEPTIN SERUM DAN INDEKS MASSA TUBUH BERKORELASI POSITIF DENGAN JUMLAH LESI SKIN TAG
PUTU AGUS GAUTAMA NIM 0914088102
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
KADAR LEPTIN SERUM DAN INDEKS MASSA TUBUH BERKORELASI POSITIF DENGAN JUMLAH LESI SKIN TAG
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
PUTU AGUS GAUTAMA NIM 0914088102
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
KADAR LEPTIN SERUM DAN INDEKS MASSA TUBUH BERKORELASI POSITIF DENGAN JUMLAH LESI SKIN TAG
Tesis untuk Memperoleh Gelar Spesialis Kulit dan Kelamin Pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
PUTU AGUS GAUTAMA NIM 0914088102
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR 2014
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL : 19 Februari 2014
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr.dr.Md Wardhana, SpKK(K) FINSDV
Prof.dr.Md Swastika A, SpKK(K) INSDV
FAADV NIP. 19530811 1981021001
NIP. 19520101 1980031003
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik
Direktur
Program Pascasarjana
Program Pascasarjana
Universitas Udayana
Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. Wimpie, I. Pangkahila, Sp.And., FAACS
Dr.dr.Md Wardhana, SpKK(K)., FINSDV
NIP. 19461213.1971071001
NIP 195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai Oleh Panitia Penguji pada Program Pascasarjana Universitas Udayana Pada Tanggal 19 Februari 2014
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No: 0382a/UN.14.4/HK/2014 Tanggal: 17 Februari 2014 Panitia Penguji Tesis adalah: Ketua
: Dr. dr. Made Wardhana, Sp.KK(K) FINSDV
Anggota : 1. Prof. dr. Made Swastika Adiguna, Sp.KK(K) FINSDV, FAADV 2. dr. IGA Sumedha Pindha, Sp.KK(K) 3. dr. IGK Darmada. Sp.KK(K) 4. Dr. dr. AAGP Wiraguna, Sp.KK(K), FINSDV
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung kerta wara nugrahaNya / kurnia-Nya, tesis ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Dr. dr. Made Wardhana, Sp.KK(K), FINSDV, selaku pembimbing I dan juga Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran selama penulis mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin serta khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Terimakasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Prof. dr. Made Swastika Adiguna, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV, selaku pembimbing II dan juga Kepala Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp.PD, KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan Program Magister Ilmu Biomedik di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A A Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister Ilmu Biomedik pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT(K), M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Magister. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan rasa terima
kasih kepada Prof. Dr. dr. Wimpie, I. Pangkahila, Sp.And., FAACS, selaku Ketua Program Studi Ilmu Biomedik atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada para penguji tesis, yaitu dr. IGA Sumedha Pindha, Sp.KK(K), dr. IGK Darmada. Sp.KK(K) dan Dr. dr. AAGP Wiraguna, Sp.KK(K), FINSDV, yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud seperti ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada seluruh guru-guru yang telah membimbing penulis, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Ibu dan Ayah yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, memberikan kasih sayang yang tulus dan semangat untuk terus menempuh pendidikan yang lebih tinggi serta memberikan dukungan seluruh dana pendidikan hingga saat ini. Akhirnya penulis sampaikan terima kasih kepada istri tercinta dr. LP Intan Kartika Chandra Dewi, M.Biomed, Sp.M yang dengan penuh pengorbanan selalu memberikan semangat, dukungan dan kerjasama yang baik serta kepada anak-anak kami yang tersayang Putu Mahatma Vishnusatya Gautama dan Kadek Shamhita Pradnya Pratistha Gautama, penulis ucapkan pula terima kasih atas keceriaan yang selalu menghibur disaat lelah berkonsentrasi selama penulis menempuh pendidikan dan penyelesaian penulisan tesis ini. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan asung kerta wara nugraha-Nya serta melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penyelesaian tesis ini. Penulis berharap tesis ini dapat membantu dan memberikan sumbangan ilmu dalam perkembangan pengetahuan di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.
Denpasar, 31 Januari 2014 Penulis
ABSTRAK
KADAR LEPTIN SERUM DAN INDEKS MASSA TUBUH BERKORELASI POSITIF DENGAN JUMLAH LESI SKIN TAG
Skin tag atau dengan istilah lain acrochordons, fibrolipomas, fibroepithelial polyps merupakan tumor jinak kulit. Penyebab dan patogenesis skin tag belum diketahui secara pasti. Gangguan metabolisme karbohidrat maupun lemak serta kadar leptin serum berkaitan dengan terjadinya skin tag. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya korelasi antara kadar leptin serum dan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan jumlah lesi skin tag. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional analytic dengan melibatkan sampel sebanyak 55 subyek dengan skin tag dan 25 subyek tanpa skin tag yang dilakukan sejak November 2013 hingga Januari 2014 di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar. Sampel penelitian dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, penghitungan jumlah lesi skin tag, pengukuran IMT serta dilakukan pemeriksaan kadar leptin serum di laboratorium klinik Prodia. Uji Spearman dilakukan untuk mencari korelasi antara jumlah leptin serum dan IMT dengan jumlah lesi skin tag. Hasil penelitian menunjukkan rerata kadar leptin serum pada kelompok subyek dengan skin tag sebesar 21,5±16,9 ng/ml lebih tinggi dibandingkan pada kelompok tanpa skin tag yaitu sebesar 4,6±2,2 ng/ml dengan perbedaan rerata sebesar 16,9 ng/mL. Rerata IMT pada kelompok subyek dengan skin tag juga lebih tinggi yaitu sebesar 27,4±2,3 kg/m2 dibandingkan pada kelompok subyek tanpa skin tag yaitu 23,5±1,7 kg/m2 dengan perbedaan rerata sebesar 3,92 kg/m2. Terdapat korelasi antara kadar leptin serum dengan jumlah lesi skin tag (r = 0,91) serta korelasi antara IMT dengan jumlah lesi skin tag (r = 0,61) dengan nilai P yang signifikan (P < 0,001). Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat korelasi positif sangat kuat antara kadar leptin serum dengan jumlah lesi skin tag dan korelasi positif kuat antara IMT dengan jumlah lesi skin tag. Kata kunci: skin tag, kadar leptin serum, IMT, jumlah lesi skin tag
ABSTRACT POSITIVE CORRELATION BETWEEN SERUM LEPTIN LEVEL AND INDEKS MASSA TUBUH WITH NUMBER OF SKIN TAGS
Skin tag or acrochordons, fibrolipomas, fibroepithelial polyps, is one of benign skin tumor. Its etiology and pathogenesis are still uncertain. Carbohydrate, lipid metabolism disturbance and also leptin serum are assumed to be related to skin tags. The aim of the study is to determine the correlation between leptin serum level and body mass index (BMI) with number of skin tags. It was a cross sectional analytic study involving 55 samples with skin tags and 25 non skin tags which was conducted on November 2013 to January 2014 at Dermato Venereology Clinic, Sanglah General Hospital, Denpasar. Each samples was interviewed and underwent physical examination, skin tags lesion counting and BMI measurement. Leptin serum was examined at Prodia Laboratory. Correlation between serum leptin level and BMI to number of skin tags was analyzed by Spearman test. Mean of serum leptin level in skin tags group was higher than those non skin tag group, 21,5±16,9 ng/ml and 4,6±2,2 ng/ml respectively with mean difference was 16,9 ng/ml. Level of BMI on skin tags group was also higher than non skin tags group, 27,4±2,3 and 23,5±1,7 respectively with mean difference was 3,9. Serum leptin level was correlated to number of skin tags (r=0,91) and also there was a correlation between BMI and number of skin tags (r = 0,61). The results were statistically significant (P < 0.001). It can be concluded that serum leptin level has very highly positive correlation to number of skin tags and there was also high positively correlation between BMI and number of skin tags. Key words: skin tag, serum leptin level, BMI, number of skin tags
DAFTAR ISI
Halaman SAMPUL DALAM ……………………………………………………….
i
PRASYARAT GELAR …………………………………………………...
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ……………………………………………...
iv
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ……………………………………...
v
UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………………...
vi
ABSTRAK ………………………………………………………………..
vii
ABSTRACT ……………………………………………………………
viii
DAFTAR ISI ….…………………………………………………………
x
DAFTAR TABEL ………………………………………………………...
xiii
DAFTAR GAMBAR ….………………………………………………...
xiv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG .…………………………..
xv
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xvii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………..
1
1.1 Latar Belakang ….………………………………………..……….
1
1.2 Rumusan Masalah ..…………………………………….…………
4
1.3 Tujuan Penelitian ..……………………………………………….
4
1.3.1 Tujuan umum ….……………………………………………
4
1.3.2 Tujuan khusus ………………………………………………
4
1.4 Manfaat Penelitian .………………………………………………
5
1.4.1 Manfaat teoritis ….…………………………………………
5
1.4.2 Manfaat praktis ……………………………………………..
5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ……………………………………………
6
2.1 Skin Tag ……………..…………………………………………....
6
2.1.1 Tanda klinis skin tag .............................................................
6
2.1.2 Etiopatogenesis dan faktor-faktor yang berperan ..................
9
2.2 Jaringan Adiposa sebagai Organ Endokrin ....................................
10
2.3 Leptin ..............................................................................................
12
2.3.1 Leptin-dependent signaling ………………………………….
13
2.3.2 Leptin dan hypothalamo-pituitary-adrenal (HPA) axis ……..
15
2.3.3 Resistensi leptin .....................................................................
17
2.4 Leptin dan Kulit .............................................................................
17
2.5 Obesitas dan Indeks Massa Tubuh ..................................................
18
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN …………………………………………….……
21
3.1 Kerangka Berpikir ….…….……………………………………….
21
3.2 Konsep Penelitian ……….………...……………………………...
23
3.3 Hipotesis Penelitian ….……………………………………..……..
23
BAB IV METODE PENELITIAN ……………………………………..
24
4.1 Rancangan Penelitian ..…………………………………………....
24
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..……………………………….…...
24
4.3 Ruang Lingkup Penelitian …………………………………….…..
25
4.4 Penentuan Sumber Data ….…………………………………….....
25
4.4.1 Populasi ……………………………………………………..
25
4.4.2 Sampel . ……………………………………………………..
25
4.4.3 Kriteria inklusi dan eksklusi penelitian ................................
26
4.4.3.1 Kriteria inklusi ...…………………………………….
26
4.4.3.2 Kriteria eksklusi ……………………………………..
26
4.4.4 Besar sampel ………………………………………………..
26
4.5 Variabel Penelitian ………………………………………………..
27
4.5.1 Klasifikasi dan identifikasi variabel …………………….......
27
4.5.2 Definisi operasional variabel ..…….………………………..
28
4.6 Bahan Penelitian ......…………………….………………………...
30
4.6.1 Bahan sampel ......…………………….……………………..
30
4.6.2 Bahan kimia ...........................................................................
30
4.7 Instrumen Penelitian........................................................................
30
4.8 Prosedur Penelitian...........................................................................
31
4.8.1 Tahap persiapan......................................................................
31
4.8.2 Pelaksanaan penelitian ..........................................................
31
4.8.3 Alur Penelitian .......................................................................
33
4.9 Analisis Data ……………..…………………………………….....
34
BAB V HASIL PENELITIAN …………………………………………
36
5.1 Karakteristik Sampel ………….…..………………………………
36
5.2 Korelasi Kadar Leptin Serum dan IMT dengan Jumlah Lesi Skin Tag ………………………………………………………………..
37
5.3 Rerata Kadar Leptin Serum Dan IMT Lebih Tinggi Pada Subyek Dengan Skin Tag ………………………..………………………..
40
BAB VI PEMBAHASAN ……………………………………………...
41
6.1 Karakteristik Sampel Penelitian ………………………………….
41
6.2 Korelasi Kadar Leptin Serum dan IMT dengan Jumlah Lesi Skin Tag …………………………………….…………………………...
43
6.3 Rerata Kadar Leptin Serum Dan IMT Pada Kelompok Subyek Dengan Skin Tag Dan Tanpa Skin Tag ……......……...……………
45
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN …………………………………...
48
7.1 Simpulan …………………………………………………………..
48
7.2 Saran ………………………………………………………………
48
DAFTAR PUSTAKA ...……………………..….………………....……..
49
LAMPIRAN ………………………………………………………………
55
DAFTAR TABEL
Halaman 5.1
Karakteristik Sampel Penelitian …………………………………………
5.2
Korelasi antara Kadar Leptin Serum dan IMT dengan Jumlah Lesi Skin tag ……………………………………………………………
5.3
36
38
Hasil Analisis Regresi Linier Kadar Leptin Serum dan IMT Terhadap Jumlah Lesi Skin Tag …………………………………………………………..
39
DAFTAR GAMBAR Halaman 2.1
Skin tag yang multipel ….…………………………………………………
7
2.2
Gambaran histopatologi skin tag …………………………………………
9
2.3
Reseptor leptin ………………………………………………………. 14
2.4
Gambaran terintegrasi hubungan antara leptin dan HPA axis ………
16
3.1
Bagan konsep penelitian......................................................................
23
4.1
Rancangan penelitian cross-sectional .................................................
24
4.2
Bagan hubungan antar variabel .........................................................
27
4.3
Skema alur penelitian ..........................................................................
34
5.1
Grafik Q-Q Plot Korelasi antara Kadar Leptin Serum dengan Jumlah Lesi
5.2
Skin Tag ………………………………………………………………………..……
38
Grafik Q-Q Plot Korelasi antara IMT dengan Jumlah Lesi Skin Tag ………
39
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
DM
= Diabetes Mellitus
IR
= Insulin Resistance
HPV
= Human Papilloma Virus
Ob
= Obese
FGF-2
= Fibroblast Growth Factor-2
DNA
= Deoxyribosa Nucleic Acid
PCR
= Polimerase Chain Reaction
VLDL
= Very Low-Density Lipoprotein
LDL
= Low-Density Lipoprotein
HDL
= High Density Lipoprotein
IMT
= Indeks massa tubuh
PAI-1
= Plasminogen Activator Inhibitor-1
IGF-1
= Insulin-like Growth Factor-1
EGF
= Epidermal Growth Factor
16kDa
= 16 kilo Dalton
IL-6
= Interleukin-6
IL-11
= Interleukin-11
TNF-α
= Tumor Necrosis Factor Alpha
VEGF
= Vascular Endothelial Growth Factor
MMP
= Matrix Metalloproteinase
STAT3
= Signal Tranducer and Activator of Transcription-3
JAK2
= Janus-family tyrosine kinase-2
ObR
= Obese Reseptor
AMPK
= Adenosine Monophosphate Kinase
PPAR
= Peroxisome Proliferator-Activated Receptor
PGC
= Peroxisome Gamma Coactivator
HPA
= Hypothalamo-Pituitary-Adrenal
NPY
= neuropeptide Y
CRH
= Corticotrophin Releasing Hormon
WHO
= World Health Organization
ELISA
= Enzym Linked Immunosorbent Assay
SIM
= Surat Ijin Mengemudi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Kelaikan Etik................................................................
55
Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian RSUP Sanglah............................
56
LLampiran 3 Informasi/Penjelasan Penelitian……….....................
57
JjLampiran 4 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan..……………
60
LLampiran 5 Formulir Penelitian ……………..…………………..
61
LLampiran 6 Tabel Induk Penelitian ………………….………….
64
LLampiran 7 Hasil Pemeriksaan Leptin ……….………………….
66
LLampiran 8 Out Put SPSS ……………….………..……………..
69
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Seseorang yang sehat secara jasmani salah satunya ditandai dengan memiliki berat badan yang ideal tanpa timbunan lemak yang berlebihan pada bagian viseral, subkutan dan bagian tubuh lainnya. Tanda tubuh yang sehat selain hal tersebut di atas yaitu memiliki kulit yang bersih tanpa adanya lesi kulit yang mengganggu. Skin tag merupakan salah satu lesi kulit yang menggangu secara kosmetik dan biasanya ditemukan pada individu yang mengalami kegemukan. Skin tag atau dikenal dengan beberapa istilah lain seperti soft fibromas, acrochordons, fibrolipomas, fibroepithelial polyps merupakan tumor jinak kulit. Lesi ini sangat mudah dikenali yaitu memiliki tanda klinis berupa lesi yang metanpajol atau bertangkai di atas permukaan kulit, memiliki warna yang sama dengan kulit disekitarnya, konsistensi lunak dan biasanya timbul pada daerah lipatan yang sering mengalami gesekan seperti leher, ketiak dan lipatan paha. Terdapat tiga tipe klinis skin tag yaitu tipe papul furrowed, filiformis dan tipe large bag-like protuberances. Tipe filiformis dan large bag-like protuberances merupakan tipe yang paling banyak ditemukan pada populasi (Thomas, et al., 2012). Gambaran histopatologis skin tag secara umum ditandai dengan epidermis yang mengalami akantosis papilomatosis disertai adanya jaringan ikat longgar, sedikit serabut kolagen dan terdapat pelebaran pembuluh darah kapiler pada bagian dermis (Weedon, 2010).
Pada populasi diatas umur 40 tahun, angka kejadian skin tag meningkat sebesar 37% dibandingkan pada umur yang lebih muda (Barbato, et al., 2012). Menurut Laksmi, et al (2010), dalam penelitian retrospektif di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Sanglah Denpasar periode tahun 2005-2009 didapatkan prevalensi skin tag sebesar 9,8% dari seluruh penderita tumor jinak kulit, lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki, lokasi lesi terbanyak pada daerah leher, angka kejadian semakin tinggi seiring bertambahnya umur dan dalam penelitian ini skin tag paling banyak didapatkan pada umur ≥ 50 tahun. Penyebab dan patogenesis skin tag belum diketahui secara pasti namun beberapa faktor seperti proses penuaan, obesitas, dislipidemia, diabetes mellitus (DM) dan insulin resistance (IR), infeksi human papilloma virus (HPV), kehamilan, akromegali, hormon tiroid, suseptibilitas genetik dan faktor gesekan dikatakan berhubungan dengan terjadinya skin tag (Tamega, et al., 2010; Safoury, et al., 2011; Erkek, et al., 2011). Skin tag sering ditemukan pada individu dengan obesitas dan mengalami sindrom metabolik sehingga adanya skin tag dikatakan merupakan penanda terjadinya sindrom metabolik (Sudy, et al., 2008). Beberapa literatur dan penelitian terbaru menunjukkan adanya peranan gangguan metabolisme lemak dan karbohidrat serta adanya peranan leptin yang merupakan produk protein dari jaringan adiposa dalam patogenesis terjadinya skin tag (Gorpelioglu, et al., 2009; Sari, et al., 2010; Erkek, et al., 2011). Penanganan skin tag dapat dilakukan dengan mudah namun penderita biasanya datang ke dokter apabila lesi ini mengganggu secara kosmetik atau mengalami iritasi. Terapi skin tag dapat dilakukan dengan cara pengangkatan lesi secara mekanis yaitu dengan menggunakan curved blade scissor, elektrokauter atau bedah eksisi sederhana bila terdapat
lesi yang besar. Hal penting lainnya yang berkaitan dengan skin tag adalah lesi ini sering mengalami rekurensi (Thomas, et al., 2012). Kadar leptin dalam serum yang berasal dari jaringan adiposa dapat mengindikasikan banyaknya timbunan lemak yang terdapat dalam tubuh dan defek pada leptin akan mengakibatkan kebiasaan makan yang berlebihan sehingga terjadi obesitas (Wauters, et al., 2000). Leptin dapat bekerja secara sentral sebagai hormon metabolik melalui mekanisme umpan balik negatif untuk menekan nafsu makan dan meningkatkan pembakaran kalori melalui peningkatan aktifitas tubuh (Auwerx, et al., 1998). Kerja leptin secara perifer dapat memicu proliferasi dan diferensiasi sel-sel keratinosit dan fibroblast (Safoury, et al., 2010). Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan adanya peranan peningkatan kadar leptin serum pada terjadinya skin tag (Gorpelioglu, et al., 2009; Erkek, et al., 2011). Banyaknya jaringan adiposa atau tingkat obesitas seorang individu dapat diukur dengan memeriksa body mass index (IMT). Pemeriksaan ini mudah dilakukan dengan cara mengukur berat badan seseorang dalam satuan kilogram kemudian dibagi dengan tinggi badan dalam satuan meter pangkat dua. Pemeriksaan dan interpretasi IMT penting dilakukan pada penderita skin tag untuk mengetahui adanya hubungan antara obesitas dan skin tag.
1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah terdapat korelasi antara kadar leptin serum dengan jumlah lesi skin tag? 2. Apakah terdapat korelasi antara IMT dengan jumlah lesi skin tag?
3. Apakah kadar leptin serum meningkat pada kelompok subyek dengan skin tag dibandingkan tanpa skin tag? 4. Apakah IMT meningkat pada kelompok subyek dengan skin tag dibandingkan tanpa skin tag?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum 1. Untuk mengetahui hubungan antara kadar leptin serum dan IMT dengan jumlah lesi skin tag. 2. Untuk mengetahui perbedaan rerata kadar leptin serum dan IMT pada kelompok subyek dengan skin tag dan tanpa skin tag. 1.3.2 Tujuan khusus 1. Mengetahui korelasi antara kadar leptin serum dengan jumlah lesi skin tag. 2. Mengetahui korelasi antara IMT dengan jumlah lesi skin tag. 3. Mengetahui perbedaan rerata kadar leptin serum antara kelompok subyek dengan skin tag dan tanpa skin tag. 4. Mengetahui perbedaan rerata IMT antara kelompok subyek dengan skin tag dan tanpa skin tag.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis
Meningkatkan dan menambah wawasan serta pemahaman bahwa terdapat hubungan antara kadar leptin serum dan IMT dengan jumlah lesi skin tag. 1.4.2 Manfaat praktis Dapat mengetahui seberapa besar peningkatan jumlah lesi skin tag dengan mengetahui data kadar leptin serum dan IMT pada seorang individu.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Skin Tag Skin tag atau sering disebut dengan istilah acrochordon merupakan tumor jinak kulit yang sering ditemukan pada individu yang mengalami obesitas dan sering muncul pada usia dekade keempat namun kadang ditemukan pada usia yang lebih muda. Penyebab pasti penyakit ini belum diketahui dengan jelas meskipun banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini (Thomas, et al., 2012; Weedon, 2010). Skin tag biasanya asimptomatis dan penderita biasanya datang ke dokter untuk memeriksakan hal ini bila lesi skin tag mengganggu secara kosmetik atau mengalami iritasi akibat bergesekan dengan pakaian yang digunakan penderita (Thomas, et al., 2012).
2.1.1 Tanda klinis skin tag Diagnosis skin tag umumnya ditegakkan secara klinis dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu menemukan adanya lesi yang khas, berukuran kecil berdiameter antara 1 mm sampai 1 cm, warnanya seperti warna kulit disekitarnya, memiliki konsistensi yang lunak, kadang metanpajol atau bertangkai di atas permukaan kulit, biasanya timbul pada daerah fleksural atau pada tempat yang sering mengalami gesekan seperti pada leher, ketiak atau pada lipatan paha (Thomas, et al., 2012). Gambar lesi skin tag dapat dilihat pada Gambar 2.1. Tiga tipe klinis skin tag yaitu tipe furrowed, filiformis dan large bag-like protuberances. Tipe furrowed ditandai dengan bentuk lesi berupa papul kecil berukuran
lebar dan tinggi ± 2 mm dengan permukaan beralur, sewarna dengan kulit disekitarnya, konsistensi lunak dan sering terdapat pada daerah leher. Tipe filiformis merupakan tipe yang paling sering dijumpai, ditandai dengan lesi kecil berukuran lebar ± 1 mm dan tumbuh meninggi di atas permukaan kulit dengan tinggi ± hingga 5 mm dan konsistensinya lunak. Tipe large bag-like protuberances yang merupakan tipe skin tag dengan bentuk paling besar dan jarang dijumpai, biasanya terdapat pada punggung atau tubuh bagian bawah. Tipe yang terbesar ini sering disebut tipe fibroepithelial polyp dan jarang muncul secara multipel pada satu individu (Thomas, et al., 2012).
Gambar 2.1 Skin tag yang multipel (Allegue, et al., 2008)
Skin tag tipe furrowed biasanya didiagnosis banding secara klinis dengan keratosis seboroik namun perbedaannya lesi ini memiliki warna yang lebih gelap dan konsistensi lebih keras, diagnosis banding dengan hiperplasia kelenjar sebasea karena memiliki permukaan lesi yang mirip yaitu beralur namun lesi ini memiliki warna yang sedikit
kekuningan dan sering terdapat pada bagian wajah. Veruka plana sering sebagai diagnosis banding skin tag tipe furrowed namun veruka plana memilki konsistensi keras dan predileksi biasanya pada ektremitas atas atau bawah. Diagnosis banding skin tag tipe filiformis adalah akantosis nigrikan yang sering terdapat pada leher bagian belakang seorang individu yang mengalami obesitas namun memiliki warna yang lebih gelap sampai kehitaman dibandingkan lesi skin tag. Veruka pilaris mirip seperti skin tag tipe filiformis namun memiliki konsistensi yang keras. Diagnosis banding skin tag tipe large bag-like protuberances adalah neurofibromatosis namun lesi ini tidak memilki tangkai dan sering dijumpai multipel pada tubuh penderita, sementara tipe large bag-like protuberances jarang dijumpai lesi yang multipel (Thomas, et al., 2012). Penegakan diagnosis skin tag pada tipe lesi yang meragukan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dermoskopi. Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat morfologi setiap lesi secara lebih detail dan dapat dibedakan dengan lesi yang bukan skin tag. Selain dermoskopi dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi pada kasus yang meragukan (Thomas, et al., 2012). Gambaran histopatologi skin tag secara umum adalah tampak adanya hiperplasia epidermis dan jaringan ikat longgar serta serabut kolagen longgar pada dermis yang bervariasi sesuai dengan tipe klinisnya. Gambaran histopatologi skin tag secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.2. (Weedon, 2010).
Gambar 2.2 Gambaran histopatologi skin tag (Weedon, 2010)
2.1.2 Etiopatogenesis dan faktor-faktor yang berperan Penyebab pasti skin tag belum diketahui secara pasti namun beberapa faktor dikatakan memiliki peranan dalam patogenesisnya. Kadar hormon androgen dan estrogen serta peranan reseptor α dan β diduga memiliki hubungan dengan terjadinya skin tag karena kulit merupakan target organ hormonal tanpareproduktif terbesar dari estrogen dan androgen (Safoury, et al., 2009). Human papiloma virus (HPV) berhubungan dengan timbulnya beberapa lesi jinak pada kulit. Penelitian yang dilakukan Dianzani (1998), ditemukan adanya deoxyribosa nucleic acid (DNA) HPV 6 & 11 pada 8,8% pasien skin tag. Individu yang mengalami skin tag dikatakan juga memiliki kelainan nodul tiroid namun hubungan kedua hal ini belum diketahui dengan jelas dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut (Rezzonico, et al., 2009). Pada laporan kasus yang dibuat Allegue et al (2008), terdapat satu kasus skin tag multipel bentuk linear sepanjang pakaian dalam yang digunakan seorang wanita dengan obesitas yang disebabkan oleh karena adanya gesekan yang berulang-ulang dengan pakaian yang digunakan pasien.
Beberapa penelitian mengungkapkan peranan gangguan metabolisme karbohidrat (Rasi, et al., 2007; Gorpelioglu, et al., 2009; Tamega, et al., 2010; Sari, et al., 2010; Barbato, et al., 2012) dan gangguan metabolisme lipid serta hormon leptin dalam patogenesis terjadinya skin tag (Gorpelioglu, et al., 2009; Sari, et al., 2010; Erkek, et al., 2011). Obesitas dengan peningkatan kadar profil lipid merupakan salah satu faktor risiko terjadinya skin tag dan hal ini merupakan penanda terjadinya gangguan metabolisme lemak dalam tubuh serta dapat meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular (Luba, et al., 2003; Sari, et al., 2010). Laporan kasus yang dibuat Crook et al (2000), pada empat pasien dengan skin tag multipel dan dilakukan pengukuran terhadap kadar profil lipid aterogenik, diperoleh hasil seluruh pasien mengalami peningkatan kadar trigliserida dan penurunan kadar HDL serum. Jumlah lesi skin tag diduga berhubungan dengan peningkatan berat badan dan prevalensi obesitas menggunakan nilai IMT dan ditemukan skin tag sebesar 28,7% pada individu dengan obesitas (Levine, 1996). Pada penelitian yang dilakukan Erkek et al (2011), skin tag berhubungan dengan peningkatan berat badan dan peningkatan kadar profil lipid kolesterol, trigliserida, LDL dan VLDL.
2.2 Jaringan Adiposa sebagai Organ Endokrin Lipoprotein berfungsi mengatur siklus lemak dengan cara mengangkut lipid dari intestinal dan mendistribusikannya ke sebagian besar jaringan tubuh dan juga disimpan sebagai cadangan energi pada jaringan adiposa. Peningkatan massa jaringan adiposa dalam tubuh pada bagian viseral, subkutan maupun pada bagian tubuh lainnya dapat
mengakibatkan terjadinya obesitas. Penumpukan lemak terutama pada daerah subkutan dibandingkan daerah viseral diduga dapat berakibat terjadinya kelainan kulit berupa skin tag (Botham, et al., 2003; Sari, et al., 2010). Jaringan adiposa selain berfungsi sebagai tempat cadangan energi dalam tubuh juga berperan sebagai organ endokrin yang memiliki struktur yang komplek, esensial dan memiliki aktifitas metabolik yang tinggi. Selain sel-sel lemak, jaringan adiposa juga memiliki struktur jaringan ikat, sel-sel stroma dan vaskular serta jaringan saraf. Komponen ini secara bersama-sama berfungsi membentuk unit yang terintegrasi. Fungsi endokrin dari jaringan adiposa adalah mampu meregulasi dan mendeteksi adanya penumpukan maupun terjadinya defisiensi lemak dalam tubuh. Jaringan adiposa juga merupakan tempat utama metabolisme steroid dan glukokortikoid. Jaringan adiposa tidak hanya berespon terhadap signal aferen yang berasal dari sistem hormonal dan sistem saraf pusat namun juga mengekspresikan serta mensekresi beberapa mediator yang memiliki fungsi endokrin yang penting. Mediator-mediator tesebut diantaranya adalah beberapa sitokin, adiponektin, komponen komplemen, plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1), protein dari sistem renin angiotensin, resistin dan leptin (Kershaw, et al., 2004). Leptin adalah salah satu produk sekresi dari seluruh jaringan adiposa yang terdapat dalam tubuh. Skin tag berhubungan dengan terjadinya gangguan metabolisme lipid yang dipengaruhi oleh hormon leptin yang bekerja secara sentral dan perifer (Fain, et al., 2004). 2.3 Leptin Leptin merupakan suatu protein produk dari gen obesitas (ob) dengan berat molekul 16kDa yang disintesis terutama oleh jaringan adiposa dan awalnya diidentifikasi pada tahun
1994 oleh Friedman sebagai gen yang berperan dalam terjadinya obesitas pada tikus percobaan (Zhang, et al., 1994). Leptin berasal dari bahasa Yunani “leptos” yang berarti kurus. Kadar leptin yang meningkat dalam serum dikatakan sebagai indikator perasaan kenyang (Poeggeler, et al., 2010). Kadar leptin yang terdapat dalam sirkulasi berhubungan dengan massa jaringan adiposa dan kadar yang tinggi akan memberikan signal pada sistem saraf pusat bahwa telah terdapat cukup simpanan energi dalam tubuh sehingga keadaan ini akan memberikan respon balik untuk mengurangi asupan makanan dan meningkatkan penggunaan energi. Leptin memberikan signal untuk mencapai suatu homeostasis keseimbangan energy. Kadar leptin normal adalah 1 - 5 ng/ml (Friedman, et al., 1998). Leptin merupakan molekul yang bersifat pleiotropik yaitu berperan sebagai regulator energi, mengatur fungsi endokrin dan imunitas. Leptin dapat diklasifikasikan sebagai suatu sitokin bila dilihat dari struktur dan reseptornya. Struktur leptin memiliki kesamaan dengan rantai panjang bentuk helik dari kelompok sitokin seperti pada interleukin-6 (IL-6) dan IL-11 (Faggioni, et al., 2001). Sintesis leptin pada sel adiposa dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti insulin (Cusin, et al., 1995), glukokortikoid (Dagogo, et al., 1997), tumor necrosis factor alpha (TNF-α) (Zhang, et al., 2000), hormon reproduktif (Machinal-Quelin, et al., 2002) dan prostaglandin (Fairfield, et al., 2002). Leptin dapat berfungsi dalam neo-angiogenesis dengan memicu pembentukan vascular endothelial growth factor (VEGF) dan fibroblast growth factor-2 (FGF-2) (Bouloumie, et al., 1998; Sierra-Honigmann, et al., 1998; Cao, et al., 2001). Leptin yang memiliki fungsi proangiogenik dapat meningkatkan pertumbuhan sel endotelial (Bouloumie, et al., 1998; Sierra-Honigmann, et al., 1998) dan dapat menekan
proses apoptosis (Artwohl, et al., 2002). Peranan leptin dalam neo-vaskularisasi didukung oleh suatu observasi bahwa hormon ini dapat meningkatkan kadar dan aktifitas enzim yang terlibat dalam angiogenesis seperti matrix metalloproteinase (MMP) 2 dan 9 (Park, et al., 2001; Kume, et al., 2002). Leptin juga banyak dihasilkan dari jaringan plasenta selain dari jaringan adiposa. Plasenta dapat mensintesis leptin dan hal ini telah dinyatakan bahwa leptin plasenta berkontribusi terhadap peningkatan kadar leptin maternal selama kehamilan (Holness, et al., 1999). Leptin yang disintesis oleh plasenta manusia dihasilkan dari gen yang sama seperti pada jaringan adiposa. Peranan leptin yang diproduksi oleh plasenta belum diketahui secara pasti (Gavrilova, et al., 1997).
2.3.1 Leptin-dependent signaling Pada beberapa penelitian telah dijelaskan tentang ditemukannya beberapa jenis reseptor leptin (ObR). Reseptor Ob secara umum diklasifikasikan menjadi bentuk pendek ( ObRa, ObRc, ObRd dan ObRf), bentuk terlarut (ObRe) dan bentuk panjang (ObRb) (Peelman, et al., 2006). Gen ObRb secara normal terdapat dalam jumlah yang sangat banyak pada hipotalamus dan pada tipe sel lainnya termasuk sel T serta sel endotel vaskular (Sierra, et al., 1998; Lord, et al., 1998).
Reseptor leptin bentuk panjang ObRb berperan sebagai
mediator utama aksi fisiologis leptin dalam mengontrol keinginan makan dan keseimbangan energi karena hanya reseptor bentuk panjang yang memiliki kemampuan untuk mengaktifasi seluruh proses signaling dalam sel target (Bjørbaek, et al., 2004; Peelman, et al., 2006). Bentuk pendek reseptor leptin ObRa dan ObRc terdapat dalam jumlah sangat banyak di
pembuluh darah sistem saraf pusat dan reseptor ini berperan sebagai protein transport bagi leptin melalui sawar darah otak (Bjørbaek, et al., 2004). Reseptor leptin tidak memiliki aktifitas enzimatik intrinsik sehingga diperlukan proses signaling yang diinduksi ligan Janus-family tyrosine kinase 2 (JAK2) (Auwerx, et al., 1998).
Gambar 2.3 Reseptor leptin (Auwerx, et al., 1998)
Leptin bekerja melalui ikatan leptin dengan reseptornya akan menginduksi proses signaling
selanjutnya
melalui
the
janus
kinase
(JAK)
kemudian
menginduksi
phosphorylation of tyrosine (Y) pada reseptor yang terletak pada sitoplasma membentuk ikatan phosphotyrosine pada protein STAT. Setelah terjadi proses phosphorylation dan terbentuk residu tyrosine pada protein STAT, ikatan ini akan memisahkan diri dari reseptor dan akan berfungsi sebagai regulator aktif pada proses transkripsi gen. Setelah ditransportasikan ke dalam nukleus akan mengalami ikatan dengan element STAT dan
DNA untuk menstimulasi proses transkripsi gen target (Auwerx, et al., 1998). Penjelasan tentang reseptor leptin dapat dilihat pada Gambar 2.3. Jalur STAT3 tidak diaktivasi pada jaringan lainnya. Signaling STAT3 leptin-dependent dan adenosisne monophosphate kinase (AMPK) dapat menginduksi dan mengorganisasikan peroxisome proliferator-activated receptor (PPAR) serta gamma coactivator (PGC) dan mampu mensupport integritas serta fungsi mitokondria (Guo, et al., 2008). Leptin meningkatkan ekspresi fos yang merupakan target dari STAT3 serta meningkatkan ekspresi beberapa gen lainnya secara spesifik pada hipotalamus (Woods, et al., 1996).
2.3.2 Leptin dan hypothalamo-pituitary-adrenal (HPA) axis Leptin serum berhubungan dengan jumlah lemak dalam tubuh dan memiliki fungsi regulator sintesis dan sekresi glukokortikoid. Reseptor leptin yang terdapat pada hipotalamus berfungsi untuk menghambat neuropeptide Y (NPY)-ergic dan stimulasi aktifitas corticotrophin releasing hormon (CRH)-ergic yang akan meningkatkan pemecahan lemak dalam tubuh (Frederich, et al., 1995). Obesitas sering dihubungkan dengan peningkatan kortisol turnover dan berkaitan dengan hiper-responsifitas HPA axis. Glukokortikoid memiliki peran ikut mengatur keseimbangan asupan makanan dan berat badan. Hormon ini juga memiliki efek sentral pada sistem saraf pusat, menghambat jalur anabolisme pada NPY dan mengaktifasi jalur katabolisme pada CRH serta α-melanocyte-stimulating hormon (α-MSH) (Wauters, et al., 2000).
Leptin dan kadar kortisol memiliki hubungan yang berkebalikan dalam tubuh (Korbonits, et al., 1997). Hal ini menyatakan bahwa leptin dapat mengatur HPA axis secara sentral pada CRH dan secara perifer pada kelenjar adrenal. Secara sentral leptin bekerja dengan cara menekan HPA axis. Defisiensi leptin pada tikus percobaan akan menunjukkan terjadinya hiperkortisolemia namun hal ini dapat bersifat reversible dengan pemberian terapi leptin (Ahima, et al., 1998). Reseptor leptin juga terdapat pada jaringan adrenal baik pada kortek maupun pada medulla (Glasow, et al., 1998). Pada beberapa penelitian in vitro dikatakan terdapat adanya peranan leptin dalam mengatur sekresi kortikosteroid adrenal (Bornstein, et al., 1997). Hubungan antara leptin dan HPA axis dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Gambaran terintegrasi hubungan antara leptin dan HPA axis (Casanueva, et al., 1999)
2.3.3 Resistensi leptin
Skin tag berhubungan dengan terjadinya resistensi leptin pada seseorang dengan obesitas. Obesitas yang terjadi pada manusia diduga disebabkan oleh timbulnya resistensi terhadap leptin (Erkek, et al., 2011). Adanya timbunan lemak dalam tubuh yang berlangsung lama dan seiring bertambahnya umur akan terjadi resistensi leptin dan hal ini kadang bersifat progresif ditandai oleh adanya kerusakan dan disfungsi signaling STAT3, AMPK, PGC, dan PPAR (Poeggeler, et al., 2010; Erkek, et al., 2011).
2.4 Leptin dan Kulit Sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1994, telah diketahui bahwa leptin paling banyak disintesis oleh sel-sel adiposa namun sintesis leptin dan reseptornya juga telah ditemukan pada sel-sel fibroblast dan keratinosit (Murad, et al., 2003; Sumikawa, et al., 2008). Leptin dan reseptornya terdapat pada lapisan epidermis pada tingkat gen dan ekspresi proteinnya (Murad, et al., 2003; Cerman, et al., 2008) serta dapat dikonfirmasi keberadaannya dengan melakukan pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) (Johnston, et al., 2008). Antibodi poliklonal Ob (A-20) sc-842 dapat digunakan untuk mengetahui adanya leptin-like immunoreactivity. Metoda immunostaining ini dapat menentukan leptin-like immunoreactivity yang bereaksi kuat pada sel-sel keratinosit pada lapisan basal dan suprabasal epidermis, sementara reaksi yang kurang kuat terdapat pada sel endotelial dan fibroblast (Poeggeler, et al., 2009). Leptin dapat diproduksi dalam jumlah yang bermakna dengan menggunakan kultur sel fibroblast dan sintesis serta sekresinya dapat distimulasi oleh insulin (Glasow, et al., 2001).
Banyak penelitian yang telah mengkonfirmasi bahwa leptin dan signaling STAT3 berperan dalam proses diferensiasi, proliferasi, migrasi, angiogenesis dan perfusi jaringan (Kanda, et al., 2008). Patogenesis skin tag berkaitan dengan adanya reseptor leptin pada sel keratinosit dan fibroblast yang memicu proliferasi serta diferensiasi sel-sel tersebut dan dapat melalui ikatan terhadap reseptor leptin maupun insulin-like growth factor-1 (IGF-1) serta epidermal growth factor (EGF) (Erkek, et al., 2011; Barbato, et al., 2012). Sintesis dan sekresi leptin juga meningkat pada keadaan terdapat trauma fisik dan percobaan pada binatang dengan keadaan defisit leptin akan menghambat penyembuhan luka (Murad, et al., 2003). Stimulasi leptin secara auto maupun parakrin dapat menstimulasi sel keratinosit untuk berproliferasi dan berdiferensiasi serta dapat menstimulasi fibroblast untuk mensintesis kolagen sehingga mempercepat penyembuhan luka dan regenerasi kulit (Murad, et al., 2003; Lin, et al., 2007).
2.5 Obesitas dan Indeks Massa Tubuh Obesitas merupakan suatu keadaan dalam tubuh akibat adanya ketidak-seimbangan antara asupan energi yang melebihi energi yang digunakan. Obesitas di beberapa negara berkembang telah menjadi masalah kesehatan yang serius. Prevalensi overweight dan obesitas meningkat sangat tajam di kawasan Asia-Pasifik. Sebanyak 20,5% penduduk Korea Selatan tergolong overweight dan 1,5% obesitas. Di Thailand, 16% penduduknya mengalami overweight dan 4% mengalami obesitas, sementara prevalensi overweight di Cina adalah 12% pada laki-laki dan 14,4% pada perempuan (Inoue, et al., 2000). Data riset kesehatan dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2010 terdapat
angka obesitas pada usia dewasa secara nasional yaitu sebesar 21,7% meningkat dibandingkan data Riskesdas 2007 dengan angka obesitas 19,1%. Angka obesitas di Provinsi Bali pada Riskesdas 2010 adalah sebesar 20,9% lebih rendah dibandingkan angka nasional (BPPK DepKes RI Riskesdas, 2010). Kenaikan angka mortalitas pada penderita obesitas merupakan akibat dari beberapa penyakit yang mengancam kehidupan seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, stroke dan penyakit
lainnya.
Mekanisme
fisiologis
berperan
penting
dalam
tubuh
untuk
menyeimbangkan keseluruhan asupan energi dengan keseluruhan energi yang digunakan namun mekanismenya tidak diketahui secara sempurna. Keseluruhan mekanisme ini dikordinasikan dalam otak untuk mengatur perubahan pola makan, aktifitas fisik dan metabolisme tubuh sehingga cadangan energi dalam tubuh dapat dijaga (Woo, et al., 2004). Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk melihat pengaruh obesitas pada kulit. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut disimpulkan bahwa obesitas bertanggung jawab terhadap perubahan fungsi barier kulit, kelenjar sebasea dan produksi sebum, kelenjar keringat, limfatik, struktur dan fungsi kolagen serta penyembuhan luka. Selain daripada hal tersebut diatas, obesitas berperan dalam terjadinya beberapa penyakit-penyakit kulit seperti akantosis nigrikan, skin tag, keratosis pilaris, striae distensae, hiperkeratosis palmoplantar, selulitis, hidraadenitis supurativa, psoriasis dan lain-lain (Yosipovitch, et al., 2007). Cara yang paling mudah secara medis untuk menilai kelebihan jaringan lemak dalam tubuh adalah dengan mengukur IMT. World Health Organization (WHO) telah merekomendasikan IMT sebagai standar pengukuran keadaan obesitas seorang individu. Hasil IMT seseorang diperoleh dengan cara membagi berat badan dalam kilogram (kg)
dengan kuadrat tinggi badan dalam meter pangkat dua (m2). Nilai IMT dibagi menjadi beberapa katagori yaitu underweight ≤ 18,5 kg/m2, normal weight = 18,5 – ≤ 25 kg/m2, overweight >25-30 kg/m2 dan obesitas bila >30 kg/m2 (WHO, 2000). Penilaian menggunakan IMT merupakan cara termudah untuk memperkirakan obesitas dan hal ini berkorelasi dengan massa lemak tubuh atau dapat menggambarkan lemak tubuh yang berlebihan dan memiliki cara perhitungan yang sederhana. Keterbatasannya adalah kadang membutuhkan penilaian lain bila dipergunakan secara individual serta tidak bisa membedakan berat yang berasal dari lemak dan berat dari otot atau tulang serta tidak dapat mengidentifikasi distribusi lemak tubuh (Rippe, et al., 2001; Haslam & James, 2005; Bray, 2007).
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Skin tag merupakan tumor jinak kulit dengan tanda klinis lesi yang metanpajol atau bertangkai di atas permukaan kulit, konsistensi lunak, memiliki warna yang mirip seperti kulit di sekitarnya dan biasanya timbul pada daerah lipatan yang sering mengalami gesekan
seperti leher, ketiak atau lipatan paha. Penyebab dan patogenesis skin tag belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor berhubungan dengan terjadinya skin tag yaitu proses penuaan berkaitan dengan bertambahnya umur, jenis kelamin, DM, obesitas, kehamilan, suseptibilitas genetik serta adanya faktor gesekan pada beberapa tempat predileksi skin tag tersering seperti pada daerah leher, aksila dan inguinal. Lesi skin tag sering ditemukan pada individu dengan obesitas sehingga pada penelitianpenelitian sebelumnya dikatakan merupakan penanda terjadinya gangguan metabolisme lemak dan karbohidrat. Individu dengan obesitas memiliki massa jaringan adiposa lebih besar dibandingkan dengan individu tanpa-obesitas dan hal ini ditandai dengan IMT > 25. Pada literatur dan penelitian yang dilakukan sebelumnya diungkapkan bahwa leptin yang sekresikan oleh jaringan adiposa diduga ikut berperan dalam terjadinya skin tag. Jaringan adiposa merupakan sumber utama leptin. Leptin secara umum berperan dalam mengatur keseimbangan massa jaringan adiposa dalam tubuh melalui respon secara sentral melalui rangsangan pada hipotalamus untuk meningkatkan atau menurunkan asupan makanan dan meningkatkan atau menurunkan penggunaan energi. Kerja leptin secara perifer adalah melalui ikatan leptin dengan reseptor yang terdapat pada beberapa organ tubuh termasuk kulit. Adanya ikatan leptin dan reseptornya di kulit dapat memicu proliferasi serta diferensiasi sel-sel keratinosit dan fibroblast dan hal ini diduga berperan dalam terjadinya skin tag. Sekresi leptin dipengaruhi juga oleh beberapa faktor seperti massa jaringan adiposa, insulin, TNF-α, glukokortikoid dan hormon reproduksi. Pada penelitian lain yang dilakukan di luar negeri yang berkaitan dengan skin tag dilaporkan adanya korelasi antara leptin serum dengan skin tag namun pada beberapa penelitian lainnya
tidak ditemukan adanya korelasi sehingga belum didapatkan korelasi yang konsisten antara kedua variabel tersebut. Penjelasan yang telah disebutkan di atas merupakan dasar atau kerangka berpikir dari peneliti untuk melakukan penelitian mencari korelasi antara kadar leptin serum yang dihasilkan oleh jaringan adiposa dan nilai IMT sebagai indikator obesitas dengan jumlah lesi skin tag pada penderita skin tag di RSUP Sanglah Denpasar.
3.2 Konsep Penelitian
Umur Jenis kelamin Suseptibilitas genetik Kehamilan DM
Skin Tag jumlah lesi
Berat badan Tinggi badan
IMT
Keterangan: Diteliti Tidak diteliti
Leptin serum
Massa jaringan adiposa Insulin TNF-α Glukokortikoid Hormon reproduksi Kehamilan
Gambar 3.1 Bagan konsep penelitian
3.3 Hipotesis Penelitian 1. Terdapat korelasi antara kadar leptin serum dengan jumlah lesi skin tag. 2. Terdapat korelasi antara IMT dengan jumlah lesi skin tag. 3. Terdapat perbedaan rerata kadar leptin serum antara kelompok subyek dengan skin tag dan tanpa skin tag. 4. Terdapat perbedaan rerata IMT antara kelompok subyek dengan skin tag dan tanpa skin tag.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan untuk mengetahui adanya korelasi antara kadar leptin serum dan IMT dengan jumlah lesi skin tag, dilakukan penelitian observasional analitik dengan pendekatan studi potong lintang (cross-sectional). Secara skematis rancangan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini:
Populasi Sampel Skin Tag Kadar leptin serum IMT Jumlah lesi skin tag
Tanpa Skin Tag Kadar leptin serum IMT
Gambar 4.1 Rancangan penelitian cross-sectional
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar. Pemeriksaan kadar leptin serum dilakukan di laboratorium Prodia Denpasar. Penelitian diperkirakan memerlukan waktu selama tiga bulan mulai bulan November tahun 2013 sampai bulan Januari tahun 2014.
4.3 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup pada penelitian ini adalah pada Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin lebih khususnya di sub-bagian tumor dan bedah kulit.
4.4 Penentuan Sumber Data 4.4.1 Populasi
1. Populasi target adalah semua penderita skin tag. 2. Populasi terjangkau adalah semua penderita skin tag yang datang berobat
ke
Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah selama tiga bulan dari bulan November tahun 2013 sampai bulan Januari tahun 2014. 4.4.2 Sampel Sampel adalah subyek yang diteliti berasal dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel dipilih dengan teknik consecutive sampling. Sampel pada penelitian ini adalah semua penderita skin tag yang berkunjung di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar periode November 2013 sampai Januari 2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
4.4.3 Kriteria inklusi dan eksklusi penelitian 4.4.3.1 Kriteria inklusi a. Penderita skin tag yang berobat ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar. b. Warga Negara Indonesia (WNI). c. Bersedia untuk mengikuti penelitian dan menandatangani lembar informed concent. 4.4.3.2 Kriteria eksklusi a. Subyek merupakan penderita DM.
b. Subyek sedang hamil. c. Subyek yang sudah pernah dilakukan tindakan yang bertujuan untuk menghilangkan lesi skin tag pada tubuhnya.
4.4.4 Besar sampel Untuk menentukan besar sampel penelitian analitik korelatif, maka digunakan rumus Ronald Fisher’s classic z transformation sebagai berikut (Dahlan, 2008). 2 ( Zα + Zβ ) n
=
+3 0,5 ln [ (1+ r) / ( 1- r) ]
Keterangan : Zα = 1,645 (kesalahan tipe I sebesar 5%) Zβ = 1.282 (kesalahan tipe II sebesar 10%) r = koefisien korelasi yang digunakan sebesar 0,4. n = 51 Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus di atas, maka jumlah sampel minimal (n) yang diperlukan untuk rancangan ini adalah 51 orang.
4.5 Variabel Penelitian 4.5.1 Klasifikasi dan identifikasi variabel
Variabel penelitian adalah karakteristik atau ciri sampel penelitian yang diukur secara numerik. Semua variabel tersebut ditentukan dan disusun sesuai dengan rancangan penelitian yang direncanakan. 1. Variabel bebas yaitu kadar leptin serum dan IMT. Kadar leptin dan IMT digolongkan sebagai variabel numerik. 2. Variabel tergantung adalah jumlah lesi skin tag yang digolongkan sebagai variable numerik. 3. Variabel kendali adalah umur, jenis kelamin, suseptibilitas genetik, DM, kehamilan dan obesitas.
Variabel bebas Kadar leptin serum Tingkat obesitas (IMT)
Variabel tergantung Skin tag (jumlah lesi)
Variabel kendali Umur, jenis kelamin, kehamilan, suseptibilitas genetik, DM, obesitas
Gambar 4.2 Bagan hubungan antar variabel 4.5.2 Definisi operasional variabel Untuk menghindari adanya kesalahan dalam pengumpulan data, berdasarkan identifikasi dan klasifikasi variabel, maka operasional variabel tersebut didefinisikan sebagai berikut; 1. Skin tag adalah tumor jinak kulit yang diagnosisnya ditegakkan secara klinis, ditandai oleh adanya jaringan yang tumbuh berdiri atau bertangkai di atas permukaan kulit, teraba lunak, berwarna seperti kulit sekitarnya dan terutama terdapat pada daerah yang
sering mengalami gesekan seperti pada leher, aksila dan inguinal. Diagnosis lesi kulit yang meragukan secara klinis dilakukan pemeriksaan dermoskopi. 2. Subyek dengan skin tag adalah seseorang yang memiliki lesi skin tag pada tubuhnya. 3. Subyek tanpa skin tag adalah seseorang yang tidak memiliki lesi skin tag pada tubuhnya. 4. Jumlah lesi skin tag adalah jumlah total lesi skin tag yang terdapat pada tubuh penderita skin tag yang dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh lesi skin tag pada setiap bagian tubuh. 5. Kadar leptin serum adalah jumlah kadar leptin dalam serum yang diperiksa dengan cara mengambil sampel darah vena pada daerah kubiti sebanyak 5 cc, kemudian diproses menggunakan teknik enzym linked immunosorbent assay (ELISA) di laboratorium Prodia Denpasar. Kadar leptin serum
memiliki satuan pengukuran
ng/ml. 6. Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai pengukuran untuk menilai tingkat obesitas yang didapat dari perhitungan yang didapat dari perhitungan perbandingan antara berat badan yang diukur dalam satuan kilogram (kg)
dibagi dengan kuadrat
tinggi badan yang diukur dalam satuan meter (m). Nilai IMT memiliki satuan pengukuran kg/m2. 7. Umur adalah jumlah tahun kehidupan ditentukan dari tanggal kelahiran saat datang ke rumah sakit yang dapat ditentukan dengan melihat kelahiran pada kartu tanda penduduk, surat ijin mengemudi (SIM) atau keluarga.
sampai data kartu
8. Jenis kelamin adalah ditentukan secara fenotip yaitu laki-laki dan perempuan. 9. Suseptibilitas genetik adalah kerentanan penurunan penyakit secara genetik dan dalam penelitian ini diperoleh dari anamnesis mengenai riwayat
adanya anggota
keluarga yang lain dalam satu garis keturunan yang juga memiliki lesi skin tag di tubuhnya. 10. Tindakan menghilangkan lesi skin tag adalah semua tindakan yang bertujuan untuk menghilangkan lesi skin tag dapat menggunakan curved blade scissor, elektrokauter, tindakan eksisi atau tindakan lainnya sehingga lesi skin tag hilang dari permukaan tubuh penderita. 11. Hamil adalah adanya janin dalam rahim seorang wanita yang dibuktikandengan adanya hasil tes kehamilan yang positif atau terlihat janin dalam rahim pada pemeriksaan ultrasonography (USG) yang dilakukan oleh dokter. 12 Penderita diabetes melitus adalah seseorang yang memiliki kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dL yang diperiksa dengan menggunakan alat GlukoTest atau seseorang yang sebelumnya telah didiagnosis DM oleh dokter.
4.6 Bahan Penelitian 4.6.1 Bahan sampel Bahan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel darah yang diambil dari pembuluh darah vena di daerah fossa kubiti sebanyak 5 cc untuk pemeriksaan kadar leptin serum di laboratorium. 4.6.2 Bahan kimia
Bahan kimia yang digunakan adalah untuk pemeriksaan kadar leptin serum yaitu Leptin conjugate, Leptin Standart, Assay Diluent RD1-19, Calibrator Diluent RD5P (5X) Concentrate, Wash Buffer Concentrate, Color Reagent A, Color Reagent B, Stop Solution.
4.7 Instrumen Penelitian Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pemeriksaan fisik dan pengambilan sampel darah. Untuk wawancara telah dipersiapkan kuesioner untuk mendapatkan data demografis subyek penelitian. Pemeriksaan fisik dilakukan secara lengkap disertai pemeriksaan status dermatologis. Peralatan yang digunakan dalam pengukuran kadar leptin serum dalam penelitian ini adalah Leptin Microplate (96-well polystyrene microplate), pipettes dan pipette tip, deionized atau air yang terdestilasi, multi-channel pipette, squirt bottle, manifold dispenser or automated microplate washer, 12 mm x 75 mm polypropylene test tube, plate covers. Berat badan diukur menggunakan timbangan berat badan merek OneMed Elegance dengan satuan pengukuran kilogram (kg). Tinggi badan diukur menggunakan alat ukur tinggi badan dengan merek Stature Meter OneMed dengan satuan pengukuran sentimeter (cm). Indeks Massa Tubuh dihitung menggunakan kalkulator berdasarkan data berat badan (kg) dan tinggi badan (m) sampel penelitian.
4.8 Prosedur Penelitian 4.8.1 Tahap persiapan
Untuk penelitian cross-sectional, semua populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan dikurangi dengan kriteria eksklusi, secara teknik consecutive sampling dimasukkan sebagai sampel penelitian. Sebelum penelitian dimulai lebih dahulu diberikan penjelasan secara rinci tentang maksud dan tujuan penelitian dan kemudian subjek penelitian menandatangani informed consent. Dari besar sampel yang diperoleh yaitu 51 sampel dilakukan identifikasi tentang karateristik sampel penelitian. 4.8.2 Pelaksanaan penelitian 1. Diagnosis skin tag ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas papul yang metanpajol atau bertangkai di atas permukaan kulit,
berupa konsistensi
lunak, warnanya seperti kulit di sekitarnya dan sering terdapat pada daerah yang sering mengalami gesekan seperti leher, aksila dan inguinal. Diagnosis lesi kulit yang meragukan atau tidak bisa ditegakkan secara klinis maka dilakukan pemeriksaan bantuan berupa pemeriksaan dermoskopi. Seluruh lesi skin tag yang terdapat pada tubuh penderita dihitung jumlah keseluruhannya. 2. Pengukuran kadar leptin serum menggunakan “The Quantikine human
Leptin
Immunoassay”. Prinsip analisis kadar leptin serum adalah adanya
ikatan
antibodi monoklonal spesifik terhadap leptin yang ditunjukkan timbulnya warna yang semakin pekat seiring dengan adanya ikatan dengan antibodi monoklonal. Kadar leptin dihitung secara
kuantitatif.
Cara pengerjaan pengukuran kadar leptin serum adalah sebagai berikut: a. Persiapan sampel
dengan leptin
Darah vena diambil ± 6 cc ditampung dalam serum separator tube (SST) biarkan darah sampel terbentuk bekuan 30 menit sebelum
dan
disentrifugasi
selama 15 menit pada 1000 x g. b. Persiapan reagent Bawa semua reagent ke tempat dengan kadar suhu ruangan sebelum
memulai
prosedur. Reagent yang diperlukan yaitu wash buffer, substrate
solution,
calibrator diluents RD5P (1X), leptin standard dan
polypropylene tubes.
c. Prosedur pengukuran kadar leptin Siapkan semua
reagent
termasuk
reagent
standards dan sampel darah.
Tambahkan 100 µL Assay Diluent RD1-19 pada setiap wadah. Setelah tambahkan 100 µL reagent standard pada setiap wadah dan selama 2 jam. Lakukan aspirasi dan titrasi sebanyak 4 kali. µL conjugate pada setiap wadah dan diinkubasi selama
diinkubasi Tambahkan 200 1 hari. Aspirasi dan
titrasi kembali sebanyak 4 kali. Tambahkan 200 µL
substrate solution pada
setiap wadah lalu inkubasi 30 menit serta
lindungi dari paparan sinar
matahari. Tambahkan 50 µL stop solution
pada setiap wadah dan baca
hasilnya pada 450 nm dalam 30 menit 3.
itu
kedepan.
Berat badan diukur dengan timbangan berat badan OneMed Elegance dan saat pengukuran berat badan, sampel penelitian tidak menggunakan alas kaki serta menggunakan pakaian yang ringan. Hasil pengukuran berat badan dicatat dalam buku penelitian dalam satuan kilogram.
4.
Tinggi badan diukur dengan alat ukur tinggi badan merek OneMed Elegance. Pengukuran tinggi badan dilakukan sampel penelitian tanpa menggunakan alas kaki dan hasil pengukuran dicatat dalam buku penelitian dalam satuan meter.
5. Penghitungan IMT dilakukan dengan menggunakan kalkulator yaitu menggunakan rumus berat dalam satuan kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam satuan meter. Satuan nilai IMT adalah kg /m2. 4.8.3 Alur penelitian Untuk lebih mempermudah dalam pelaksanaan penelitian maka dibuat alur penelitian yang ditunjukkan dengan bagan alur penelitian pada Gambar 4.2.
Populasi target Semua Penderita skin tag
Kriteria inklusi Populasi terjangkau Penderita skin tag yang datang ke poli kulit RS Sanglah selama 3 bulan
Informed consent
Kriteria eksklusi Sampel
Pengambilan darah vena 5 cc, pengukuran berat badan dan tinggi badan, hitung seluruh lesi skin tag
DATA PENELITIAN (Kadar leptin serum, IMT dan jumlah lesi skin tag)
Analisis statistik
Gambar 4.3 Skema alur penelitian
4.9 Analisis Data Sebelum melakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan kelengkapan data. Setelah data lengkap dilanjutkan dengan analisis data. Untuk menjawab permasalahan penelitian dilakukan rangkaian tahapan analisis data:
1. Analisis statistik deskriptif Analisis ini digunakan untuk menggambarkan karakteristik umum dan distribusi variabel yaitu umur, jenis kelamin, kadar leptin serum, IMT dan jumlah lesi skin tag setiap penderita. 2. Uji normalitas data Untuk menilai normalitas data, maka digunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov karena besar sampel > 50. Data berdistribusi nomal bila nilai p > 0,05 pada uji normalitas. Jika tidak berdistribusi normal, maka dilakukan transformasi data untuk
menormalkan data. Proses transformasi data yang digunakan adalah dengan menggunakan fungsi log, akar dan kuadrat. 3. Analisis komparasi Untuk mengetahui perbedaan rerata kadar leptin serum dan IMT antara penderita skin tag dan penderita tanpa skin tag dilakukan uji T tidak berpasangan. 4. Analisis korelasi-regresi Untuk mengetahui korelasi antara kadar leptin serum dengan jumlah lesi skin tag, korelasi antara IMT dengan jumlah lesi skin tag dilakukan analisis korelasi menggunakan uji Pearson jika data berdistribusi normal. Bila salah satu atau kedua data tidak berdistribusi normal maka digunakan uji korelasi Spearman.
Tingkat
kemaknaan yang dianggap signifikan adalah p < 0,05 (Dahlan, 2008).
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Sampel Sampel penelitian dipilih secara konsekutif dari penderita dengan skin tag dan tanpa skin tag yang datang berobat ke poliklinik kulit dan kelamin RSUP Sanglah, Denpasar selama periode November 2013 hingga Februari 2014. Delapan puluh sampel sebagai subyek penelitian telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, yang terdiri dari 55 subyek dengan
skin tags dan 25 subyek tanpa skin tag. Karakteristik sampel penelitian ditampilkan pada tabel 5.1.
Tabel 5.1 Karakteristik Sampel Penelitian No
Variabel
1
Umur (tahun) (rerata ± SD) Jenis Kelamin - Laki-laki frekuensi ( %) - Perempuan frekuensi (%) Kadar Leptin ng/mL (rerata ± SD) Indeks Massa Tubuh (rerata ± SD) Jumlah Lesi (rerata ± SD)
2
3 4 5
Skin tag (n=55) 44,6±11,3
Tanpa Skin tag (n=25) 33,2±11,3
Beda rerata 11,4
Nilai P
CI 95%
< 0,001
5,9 16,8
22 (40%)
20 (80%)
< 0,001
33 (60%)
5 (20%)
< 0,001
21,5±16,9
4,6±2,2
16,9
< 0,001
10,123,6
27,4±2,3
23,5±1,7
3,9
< 0,001
2,9-4,9
12,7±6,9
0
12,7
< 0,001
9,915,5
Keterangan: n = jumlah subyek setiap kelompok Nilai P = bermakna bila p < 0,05 CI 95% = interval kepercayaan 95%
Rerata umur pada kelompok subyek dengan skin tag adalah 44,6±11,3 tahun sedangkan pada kelompok subyek tanpa skin tag rerata umurnya adalah 33,2±11,3 tahun. Dari tabel tersebut, jenis kelamin perempuan pada kelompok subyek dengan skin tag sebanyak 33 (60%) lebih banyak dibandingkan jenis kelamin laki-laki yaitu 22 subyek (40%), sedangkan pada kelompok subyek tanpa skin tag jenis kelamin laki-laki sebanyak 20 (80%) lebih banyak dibandingkan jenis kelamin perempuan 5 (20%).
5.2 Korelasi Kadar Leptin Serum dan Indeks Massa Tubuh dengan Jumlah Lesi Skin tag Korelasi antara kadar leptin serum dengan jumlah lesi, dan korelasi IMT dengan jumlah lesi diuji dengan Uji Spearman karena distribusi data tidak normal. Seperti yang ditampilkan pada tabel 5.2 tampak korelasi antara kadar leptin serum dengan jumlah lesi skin tag berkorelasi positif dengan derajat korelasi sangat kuat (r = 0,912), hasil ini bermakna secara statistik (p < 0,001). Korelasi antara IMT dengan jumlah lesi skin tag berkorelasi positif dengan derajat korelasi kuat (r = 0,612) dan hasil ini juga bermakna secara statistik (p < 0,001). Tumbelaka et al (2007) menyebutkan klasifikasi nilai koefisien korelasi (r) yaitu sangat kuat bila nilai r ≥ 0,8; berkorelasi kuat bila bila r = 0,60 - 0,799; berkorelasi sedang bila r = 0,40 - 0,599; berkorelasi lemah bila bila r = 0,20 – 0,399 dan berkorelasi sangat lemah bila r = 0,00 – 0,199.
Tabel 5.2 Korelasi antara Kadar Leptin Serum dan Indeks Massa Tubuh dengan Jumlah Lesi Skin tag
Variabel
Jumlah Lesi
Nilai P
Kadar Leptin Serum
r = 0,912
< 0,001
IMT
r = 0,612
< 0,001
Hasil Uji Spearman
Keterangan: r = koefisien korelasi Nilai P = bermakna bila p < 0,05
Korelasi antara kadar leptin serum dengan jumlah lesi skin tag dalam bentuk Q-Q plot dapat dilihat pada gambar 5.1
Jumlah lesi skin tag
Gambar 5.1 Grafik Q-Q Plot Korelasi antara Kadar Leptin Serum dengan Jumlah Lesi Skin Tag Keterangan: Setiap peningkatan kadar leptin serum akan diikuti peningkatan jumlah lesi skin tag
Korelasi antara IMT dengan jumlah lesi skin tag dalam bentuk Q-Q plot dapat dilihat pada gambar 5.2
Jumlah lesi skin tag
Gambar 5.2 Grafik Q-Q Plot Korelasi antara IMT dengan Jumlah Lesi Skin Tag Keterangan: Setiap peningkatan IMT diikuti peningkatan jumlah lesi skin tag
Tabel 5.3 Hasil Analisis Regresi Linier Kadar Leptin Serum dan IMT Terhadap Jumlah Lesi Skin Tag
Variabel
R2
Adj R2
Konstanta Kadar Leptin
β
Nilai P
-16,230
CI 95% -31,983-0,478
0,558
0,604
0,239
< 0,001
0,16-0,32
0,377
0,604
0,870
< 0,001
0,26-1,48
Serum IMT
Keterangan: R2 = koefisien determinasi Adj R2 = adjusted koefisien korelasi variabel bebas terhadap variabel tergantung β = konstanta pengaruh korelasi variabel bebas terhadap variabel tergantung Nilai P = bermakna bila P < 0,05 CI 95% = interval kepercayaan 95%
Pada tabel 5.3 dapat dilihat hasil analisis regresi linear didapatkan nilai R 2 (koefisien determinasi) kadar leptin serum terhadap jumlah lesi skin tag sebesar 55,8%, sedangkan variabel IMT terhadap jumlah lesi skin tag didapatkan R2 sebesar 37,7%. Nilai adjusted R 2 kedua variabel bebas yaitu kadar leptin serum dan IMT terhadap jumlah lesi skin tag adalah sebesar 60,4%. Nilai β untuk kadar leptin terhadap jumlah lesi skin tag adalah 0,24, sedangkan niali β untuk IMT terhadap jumlah lesi skin tag adalah 0,87
5.3 Rerata Kadar Leptin Serum Dan Indeks Massa Tubuh Lebih Tinggi Pada Subyek Dengan SkinTag Hasil komparasi kadar leptin serum dan IMT antara kelompok subyek dengan skin tag dibandingkan tanpa skin tag dapat dilihat pada Tabel 5.1. Rerata kadar leptin serum pada kelompok subyek dengan skin tag lebih tinggi (21,5±16,9 ng/mL) dibandingkan kelompok tanpa skin tag (4,6±2,2 ng/mL) dengan beda rerata 16,9 dan bermakna secara statistik (p < 0,001) serta CI 95%: 10,1-23,6. Rerata IMT pada kelompok subyek dengan skin tag sedikit lebih tinggi (27,4±2,3) dibandingkan kelompok tanpa skin tag (23,5±1,7) dengan beda rerata 3,9 dan bermakna secara statistik (p < 0,001) serta CI 95%: 2,9-4,9. Rerata jumlah lesi skin tag yaitu 12,7±6,9 dengan beda rerata 12,7 dan bermakna secara statistik (p < 0,001) serta CI 95%: 9,9-15,5.
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Sampel Penelitian Penelitian ini melibatkan 80 sampel. Karakteristik penelitian meliputi umur, jenis kelamin, kadar leptin serum, IMT dan jumlah lesi skin tag. Skin tag dikatakan merupakan salah satu tanda klinis dari proses penuaan dan sering dijumpai pada seseorang di atas umur 40 tahunan (Sari, et al., 2010). Berdasarkan umur, penelitian Gorpelioglu et al (2009) memperoleh hasil rerata umur penderita skin tag adalah 55,6 tahun. Penelitian oleh Rasi et al (2007) memperoleh hasil rerata umur penderita skin tag adalah 51,15 tahun. Penelitian oleh Erkek et al (2011), rerata umur penderita skin tag adalah 45,67 tahun dengan rentang umur 24-67 tahun. Peningkatan jumlah lesi skin tag setelah umur 40 tahun disebutkan sebesar 37% dan hal ini lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang berumur di bawah 40 tahun (Barbato, et al., 2012). Penelitian oleh Safoury et al (2011) menyebutkan rata-rata jumlah skin tag meningkat sesuai peningkatan umur. Pada penelitian ini rerata umur pada kelompok subyek dengan skin tag adalah 41,0 ± 12,4 tahun. Hal ini sesuai dengan rerata umur penderita skin tag pada beberapa penelitian sebelumnya yaitu di atas 40 tahun. Skin tag lebih banyak dijumpai pada jenis kelamin perempuan di bandingkan pada laki-laki. Penelitian oleh Erkek, et al., (2011), memperoleh hasil penderita skin tag lebih banyak dijumpai pada perempuan yaitu sebanyak 62,1%. Penelitian oleh Gorpelioglu, et al., (2009) juga memperoleh hasil yang serupa yaitu skin tag lebih banyak dijumpai pada perempuan (82,8%) dibandingkan jenis kelamin laki-laki (17,2%).
Pada penelitian ini skin tag lebih banyak dijumpai pada perempuan yaitu 60% dibandingkan pada laki-laki 40%. Skin tag disebutkan berhubungan dengan mekanisme hormonal terutama pada perempuan yang mengalami obesitas. Estrogen merupakan hormon predominan yang berperan pada karakteristik seksual perempuan serta berpengaruh pada fungsi organ tubuh termasuk kulit yang merupakan target organ non-reproduktif terbesar estrogen (Safoury, et al., 2009). Perbedaan jumlah rerata skin tag disebutkan berbeda bermakna pada penderita dengan obesitas dibandingkan penderita tanpa obesitas. Hal tersebut kemungkinan karena terdapat lipatan kulit yang lebih banyak pada penderita dengan obesitas. Jumlah rerata lesi skin tag secara signifikan lebih tinggi dijumpai pada leher, aksila dan badan (Sofoury et al 2011). Penelitian oleh Sari et al (2009) menyebutkan jumlah lesi skin tag yang ditemukan bervariasi dari 1-48 yang tersebar di seluruh tubuh dengan rerata 16,1±20,1. Skin tag ditemukan pada leher sebanyak 68,1%, pada pungggung 26,5%, aksila 20,4% dan pada ekstremitas sebanyak 5,3%. Penelitian oleh Rasi et al (2007) menemukan jumlah lesi skin tag tergolong ringan yaitu < 10 lesi pada 13,2% penderita, 59,3% tergolong sedang (10-29 lesi) dan 27,5% tergolong tinggi (≥ 30 lesi). Lesi skin tag paling banyak terdapat pada lokasi daerah leher dan aksila serta tidak terdapat perbedaan bermakna jumlah lesi antara laki dan perempuan. Hasil penelitian ini rata-rata subyek pada kelompok dengan skin tag adalah overweight (rerata IMT = 27,4±2,3). Skin tag pada penelitiaan ini paling banyak terdapat pada daerah leher yaitu 74,5%, aksila 56,4%, punggung 41,8% dan inguinal 25,5%.
6.2 Korelasi Kadar Leptin Serum dan Indeks Massa Tubuh dengan Jumlah Lesi Skin Tag Jumlah lesi skin tag berhubungan dengan terjadinya gangguan metabolisme lipid yang salah satunya juga dipengaruhi oleh leptin dengan bekerja secara sentral dan perifer (Fain, et al., 2004). Penelitian Erkek et al (2011) memperoleh hasil kadar leptin serum berkorelasi positif dengan jumlah lesi skin tag (r = 0,62), nilai p < 0,001. Pada penelitian ini diperoleh hasil adanya korelasi positif sangat kuat (r = 0,91) antara kadar leptin serum dengan jumlah lesi skin tag dengan P < 0,001. Pengaruh yang kuat ini berkaitan dengan keadaan rerata IMT yang lebih tinggi pada kelompok subyek dengan skin tag yaitu 27,4 kg/m2. Indeks massa tubuh yang tinggi berkaitan dengan jumlah jaringan lemak yang lebih banyak dan kemudian akan mensekresi leptin dengan jumlah yang banyak pula sehingga berefek pada berbagai organ termasuk kulit. Akibat adanya leptin dan reseptor leptin R ob dalam jumlah yang banyak pada sel-sel keratinosit serta fibroblast akan dapat memicu proliferasi serta diferensiasi sel menjadi lesi skin tag. Penderita obesitas secara bermakna memiliki rerata jumlah skin tag lebih banyak dibandingkan penderita tanpa obesitas. Hasil yang berbeda ditemukan dari penelitian Sari et al (2010) yaitu diperoleh hasil tidak terdapat korelasi antara jumlah lesi skin tag dengan IMT. Pada penelitian Rasi et al (2007) juga memperoleh hasil yang serupa yaitu tidak terdapat korelasi antara IMT dengan jumlah lesi skin tag (r = 0,092), nilai P = 0,413. Pada penelitian ini korelasi antara IMT dengan jumlah lesi skin tag adalah kuat dengan nilai r = 0,61 dan p < 0,001.
Penelitian Erkek et al (2011) terdapat korelasi antara kadar leptin serum dengan IMT (r = 0,48), nilai P < 0,001. Penelitian Sari et al (2009) memperoleh hasil terdapat korelasi positif antara kadar leptin serum dengan IMT (r = 0,42), nilai P < 0,001. Penelitian Wu et at (2002) memperoleh hasil terdapat korelasi antara kadar leptin serum dengan IMT pada anak laki-laki dan perempuan (r = 0,64), P < 0,001. Pada penelitian ini juga memperoleh hasil adanya korelasi positif kuat antara kadar leptin serum dengan IMT (r = 0,64), nilai P < 0,001. Pada penelitian ini diperoleh hasil analisis regresi linear antara kadar leptin serum terhadap jumlah lesi skin tag didapatkan nilai R2 sebesar 55,8%, sedangkan variabel IMT dengan jumlah lesi skin tag didapatkan R2 sebesar 37,7%. Hasil analisis regresi linear kedua variabel kadar leptin serum dan IMT terhadap jumlah lesi skin tag didapatkan nilai adjusted R2 sebesar 60,4% yang memiliki arti pengaruh kedua faktor kadar leptin dan IMT terhadap peningkatan jumlah lesi skin tag sebesar 60,4%. Pengaruh ini lebih tinggi dibandingkan bila R2 kadar leptin serum dan IMT dianalisis secara tersendiri. Hasil analisis regresi linier didapatkan nilai β untuk kadar leptin terhadap jumlah lesi skin tag adalah 0,24, sedangkan nilai β untuk IMT terhadap jumlah lesi skin tag adalah 0,87. Nilai β = 0,24 memiliki arti setiap peningkatan kadar leptin serum sebesar 1ng/mL akan meningkatkan jumlah lesi skin tag sebanyak 0,24 atau dapat diartikan bahwa setiap peningkatan 4ng/mL akan menambah jumlah lesi skin tag sebanyak satu buah. Nilai β = 0,87 memiliki arti setiap peningkatan satu nilai IMT akan meningkatkan jumlah lesi skin tag sebanyak 0,87 atau hampir satu buah lesi skin tag pada tubuh seseorang. Namun hal ini
memiliki nilai kebenaran sebesar ± 60,4% sesuai dengan besar adjusted dari koefisien determinasi (R2) kedua variabel tersebut.
6.3 Rerata Kadar Leptin Serum Dan Indeks Massa Tubuh Pada Kelompok Subyek Dengan Skin Tag Dan Tanpa Skin Tag Obesitas dengan peningkatan sekresi leptin dalam tubuh mampu mempengaruhi berbagai sistem organ termasuk kulit dan dikatakan merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan terjadinya skin tag, namun patogenesisnya belum diketahui dengan pasti. Pada penelitian Gorpelioglu et al (2009) memperoleh rerata kadar leptin serum pada kelompok subyek dengan skin tag sebesar 49,6±2,6 dibandingkan 3,9±2,2 pada kelompok subyek tanpa skin tag (P < 0,05). Penelitian oleh Erkek et al (2011) memperoleh hasil rerata kadar leptin serum pada kelompok subyek dengan skin tag sebesar 12,2±4,7 lebih tinggi dibandingkan pada kelompok tanpa skin tag 5,5±5,2 dengan P = 0,003. Pada penelitian Sari et al (2010) memperoleh hasil rerata kadar leptin pada kelompok subyek dengan skin tag 35,7±30,7 sedangkan pada kelompok tanpa skin tag ditemukan sebanyak 20,4±13,9 ng/ml namun beda rerata kadar leptin serum kedua kelompok tersebut tidak bermakna secara statistik (P > 0,05). Penelitian oleh Safoury et al (2011) menemukan bahwa rerata kadar leptin serum pada kelompok subyek dengan skin tag yaitu 43,2 ± 5,72 lebih tinggi dibandingkan kelompok subyek tanpa skin tag 28,5 ± 6,23 dan hasil ini bermakna secara statistik p < 0,001.
Penelitian oleh Kazmi et al (2013) yang meneliti kadar leptin pada kelompok obese dan tanpa obese memperoleh hasil rerata kadar leptin pada kelompok obese 52,8±24,6 ng/ml, sedangkan pada kelompok tanpa obese 6,3±3,1 ng/ml dengan nilai p < 0,001. Kadar leptin serum ditemukan tidak berhubungan dengan umur namun kadarnya lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki pada kelompok usia yang sama. Hal ini belum diketahui secara jelas namun hal ini diduga karena persentase massa lemak pada perempuan lebih tinggi ataupun adanya efek induksi dari estrogen dan progesteron. Pada penelitian ini kadar leptin serum pada kelompok subyek dengan skin tag sebesar 21,5±16,9 ng/ml lebih tinggi dibandingkan 4,6±2,2 ng/ml pada kelompok subyek tanpa skin tag. Lesi skin tag lebih banyak ditemukan pada penderita obesitas dengan nilai IMT > 25 kg/m2. Gorpelioglu et al (2009) dalam penelitiannya memperoleh hasil rerata IMT pada kelompok subyek dengan skin tag adalah 27,7±4,9 yang termasuk kategori overweight dibandingkan pada kelompok subyek tanpa skin tag dengan IMT sebesar 22,4±3,2 (P = 0,002). Rerata IMT pada penelitian Erkek et al (2011) pada kelompok subyek dengan skin tag yaitu sebesar 31,3±5,6 yang termasuk dalam kategori obese dan hasil ini lebih tinggi dibandingkan pada kelompok subyek tanpa skin tag yaitu 23,7±5,2 yang termasuk normal weight dengan nilai P = 0,0001. Penelitian oleh Sari et al (2010) memperoleh hasil lesi skin tag lebih banyak dijumpai pada penderita dengan obesitas yaitu hingga 74% dan prevalensinya berhubungan dengan tingkat obesitas. Pada penelitian ini rerata IMT pada kelompok subyek dengan skin tag yaitu 27,4 ± 2,3 lebih tinggi dibandingkan kelompok tanpa skin tag 23,5 ± 1,9 dengan beda rerata 3,9
dan nilai p < 0,001. Pada penelitian ini, subyek pada kelompok dengan skin tag rata-rata mengalami overweight dibandingkan pada kelompok tanpa skin tag yang rata-rata adalah normal weight. Etiopatogenesis skin tag belum diketahui secara pasti dan banyak faktor yang berperan dalam terjadinya lesi ini dan salah satu faktor yang berperan adalah adanya suseptibilitas genetik. Kelemahan penelitian ini adalah tidak mengidentifikasi adanya faktor genetik pada setiap sampel disebabkan oleh keterbatasan biaya penelitian untuk memastikan adanya gen yang berperan dalam terjadinya skin tag.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu: 1. Terdapat korelasi positif sangat kuat antara kadar leptin serum dengan jumlah
lesi skin tag (r = 0,912; nilai P < 0,001). 2. Terdapat korelasi positif kuat antara IMT dengan jumlah lesi skin tag (r – 0,612; nilai P < 0,001). 3. Rerata kadar leptin serum lebih tinggi pada kelompok subyek dengan skin tag ( 21,5±16,9) dibandingkan tanpa skin tag (4,6±2,2), nilai P < 0,001. 4. Rerata IMT lebih tinggi pada kelompok subyek dengan skin tag (27,4±2,3) dibandingkan tanpa skin tag (23,5±1,7), nilai P < 0,001.
7.2 Saran Perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk membuktikan adanya hubungan kausalitas antara variabel kadar leptin serum dan IMT dengan variabel jumlah lesi skin tag serta kaitannya dengan berbagai tipe lesi skin tag. Mengingat skin tag merupakan salah satu penanda adanya gangguan metabolisme lipid dan dapat menyebabkan terjadinya sindroma metabolik serta pengakit kardiovaskular maka pada penelitian selanjutnya perlu dicari hubungan kausalitas antara variabel profil lipid penderita dengan peningkatan jumlah lesi skin tag.
DAFTAR PUSTAKA
Ahima, R.S., Prabakaran, D., Flier, J.S. 1998. Postnatal leptin surge and regulation of circadian rhythm of leptin by feeding; implications for energy homeostasis and neuroendocrine function. J Clin Invest, 101:1020-27. Allegue, F., Fachal, C., Perez, L. 2008. Friction induced skin tags. DOJ, 14(3):18-23.
Artwohl, M., Roden, M., Holzenbein, T., Freudenthaler, A., Waldhausl, W., BaumgartnerParzer, S.M. 2002. Modulation by leptin of proliferation and apoptosis in vascular endothelial cells. Int J Obes Relat Metab Disord, 26(4):577–80. Auwerx, J., Staels, B. 1998. Leptin: review article. The Lancet; 351:737–42. BPPK (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan) RI. 2010. Laporan Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan RI 2010. Barbato, M.T., Kris-da-Silva, A., Guerine, M.B., Criado, P.R., Averbeck, E., Bittencourtde-Sa, N. 2012. Association of acanthosis nigricans and skin tag with insulin resistance. An Bras Dermatol, 87(1):97-104. Bjørbaek, C., Kahn, B.B. 2004. Leptin signaling in the central nervous system and the periphery. Recent Prog Horm Res, 59:305–31. Bornstein, S.R., Uhlmann K., Haidan, A., Ehrhart-Bornstein, M., Scherbaum, W.A. 1997. Evidence for a novel peripheral action of leptin as a metabolic signal to the adrenal gland. Leptin inhibits cortisol release directly. Diabetes, 46:1235-38. Bouloumie, A., Drexler, H.C., Lafontan, M., Busse, R. 1998. Leptin, the product of Ob gene, promotes angiogenesis. Circ Res, 83(10):1059–66. Bray, G.A. 2007. Costs, pathology and health risks of obesity and the metabolic syndrome. In : Bray GA, The metabolic syndrome and obesity, 1 stedition, Humana Press Inc, New Jersey. p. 67-92. Cao, R., Brakenhielm, E., Wahlestedt, C., Thyberg, J., Cao, Y. 2001. Leptin induces vascular permeability and synergistically stimulates angiogenesis with FGF-2 and VEGF. Proc Natl Acad Sci USA, 98(11):6390–95. Casanueva, F.F., Dieques, C. 1999. Neuroendokrin regulation and actions of leptin. Frontiers in Neuroendocrinologiy, 20:317-36. Cerman, A.A., Bozkurt, S., Sav, A., Tulunay, A., Elbas, M.O., Ergun, T. 2008. Serum leptin levels, skin leptin and leptin reseptor expression in psoriasis. Br J Dermatol, 159:82026. Crook, M.A. 2000. Skin tags and the atherogenic lipid profile. J Clin Pathol, 53:873-74. Cusin, I., Sainsbury, A., Doyle, P., Rohner-Jeanrenaud, F., Jeanrenaud, B. 1995. The ob gen and insulin. A relationship leading to clues to the understanding of obesity. Diabetes, 44(12):1467-70.
Dagogo-Jack, S., Selke, G., Melson, A.K. 1997. Robust leptin secretory responses to dexamethasone in obese subjects. J Clin Endocrinol Metab, 82(10):3230-33. Dahlan, M.S. 2008. Menentukan Rumus Besar Sampel. Dalam: Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, edisi 2. Salemba Medika. h. 17-19. Dianzani, C., Calvieri, S., Pierangeli, A., Imperi, M., Bucci, M., Degener, A.M. 1998. The detection of human papillomavirus DNA in skin tags. Br J Dermatol, 138:649-51. Erkek, E., Kisa, U., Bagci, Y., Sezikli, H. 2011. Leptin resistance and genetic predisposition as potential mechanisms in the development of skin tags. Hongkong J Dermatol. Venerol, 19:108-14. Faggioni, R., Feingold, K.R., Grunfeld, C. 2001. Leptin regulation of the immune response and the immunodeficiency of malnutrition. The FASEB Journal, 15:2565-71. Fain, J.N., Madan, A.K., Hiler, M.L., Cheema, P., Bahouth, S.W. 2004. Comparison of the release of adipokines by adipose tissue, adipose tissue matrix, and adipocytes from visceral and subcutaneous abdominal adipose tissues of obese humans. Endocrinology, 145:2273–82. Fairfield, K.M., Willett, W.C., Rosner, B.A., Manson, J.E., Speizer, F.E., Hankinson, S.E. 2002. Obesity, weight gain, and ovarian cancer. Obstet Gynecol, 100(2):288-96. Frederich, R.C., Hamann, A., Anderson, S., Lollman, B., Lowell, B.B, Flier, J.S. 1995. Leptin level reflect body lipid content in mice evidence for diet-induced resistance to leptin action. Nat Med, 1:1311-14. Friedman, J.M., Halaas, J.L. 1998. Leptin and the regulation of body weight in mammals. Nature, 395:763-70. Glasow, A., Haidan, A., Hilbers, U., Breidert, M., Gillespie, J., Scherbaum, W.A. 1998. Expression of Ob receptor in normal human adrenals: differential regulation of adrenocortical and adrenomedullary function by leptin. J Clil Endocrinol and Metab, 83:4459-66. Glasow, A., Kiess, W., Anderegg, U., Berthold, A., Bottner, A., Kratzsch, J. 2001. Expression of leptin (Ob) and leptin reseptor (Ob-R) in human fibroblasts: regulation of leptin secretion by insulin. J Clin Endocrinol Metab, 86:4472-79.
Gorpelioglu, C., Erdal, E., Ardicoglu, Y., Adam, B., Sarifakioglu, E. 2009. Serum leptin, atherogenic lipids and glucose levels in patients with skin tags. Indian J Dermatol, 2009;54:20-22. Guo, Z., Jiang, H., Xu, X., Duan, W., Mattson, M.P. 2008. Leptin-mediated cell survival signaling in hippocampal neurons mediated by JAK STAT3 and mitochondrial stabilization. J Biol Chem, 283:1754–63. Haslam, D.W., James, W.P.T. 2005. Obesity. Lancet, 366:1197-209. Holness, M.J., Munns, M.J., Sugden, M.C. 1999. Current concepts concerning the role of leptin in reproductive fuction. Mol Cell Endocrinol, 157:11-20. Inoue, S., Zimmet, P., Caterson, I. 2000. The Asia Pacific Perspective; Redefining Obesity and Its Treatment. Health Communication, Australia. p. 9-11. Johnston, A., Arnadotti, S., Gudjonsson, J.E. 2008. Obesity in psoriasis: leptin and resistin as mediators of cutaneous inflammation. Br J Dermatol, 159:34250. Kanda, N., Watanabe, S. 2008. Leptin enhances β-defensin-2 production in human keratinocytes. Endocrinology, 149:5189-98. Kazmi A.,Sattar A., Hashim R., Khan S.P., Younus M., Khan F.A. 2013. Serum Leptin Values in the Healthy Obese and tanpa-Obese Subjects of Rawalpindi. Journal Pak Med; 63:245-248 Kershaw, E.E., Flier, J.S. 2004. Adipose tissue as an Endocrine Organ. J Clin Endocrinol Metab, 89:2548–56. Korbonits, M., Trainer, P.J., Little, J.A., Edwards, R., Kopelman, P.G., Besser, G.M. 1997. Leptin levels do not change acutely with food administration in normal or obese subjects, but are negatively correlated with pituitary±adrenal activity. Clinical Endocrinology, 46:751-57. Kume, K., Satomura, K., Nishisho, S., Kitaoka, E., Yamanouchi, K., Tobiume, S., Nagayama, M. 2002. Potential role of leptin in endochondral ossification. J Histochem Cytochem, 50(2):159–69. Laksmi-Dewi, B.A.A.A., Puspawati, M.D., Wardhana, M. 2010. Profil Tumor Jinak Kulit Pada Pasien Dewasa Di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Sanglah Denpasar Periode
Januari 2005-Desember 2008. Buku Makalah Lengkap II Pertemuan Ilmiah Tahunan XI PERDOSKI. Bali 2010. Levine, N. 1996. Brown patches, skin tags on axilla. Are this patient’s velvety plaques related to this obesity and diabetes? Geriatric, 51:27-30. Lord, G.M. 1998. Leptin modulates the T-cell immune response and reverses starvation induced immunosuppression. Nature, 394:891–97. Machinal-Quelin, F., Dieudonne, M.N., Pecquery, R., Leneveu, M.C., Giudicelli, Y. 2002. Direct in vitro effects of androgens and estrogens on ob gene expression and leptin secretion in human adipose tissue. Endocrine, 18(2):179-84. Murad, A., Nath, A.K., Cha, S.T., Demir, E., Flores-Riveros, J., Sierra-Honigmann, M.R. 2003. Leptin is an autocrine /paracrine regulator of wound healing. FASEB J, 17:189597. Park, H.Y., Kwon, H.M., Lim, H.J., Hong, B.K., Lee, J.Y., Park, B.E., Jang, Y., Cho, S.Y., Kim, H.S. 2001. Potential role of leptin in angiogenesis: Leptin induces endothelial cell proliferation and expression of matrix metalloproteinases in vivo and in vitro. Exp Mol Med, 33(2):95–102. Peelman, F., Couturier, C., Dam, J., Zabeau, L., Tavernier, J., Jockers, R. 2006. Techniques: new pharmacological perspectives for the leptin receptor. Trends Pharmacol Sci, 27:218–25. Poeggeler, B., Schulz, C., Pappolla, M.A., Bodo, E., Tiede, E., Lehnert, H., Paus, R. 2010. Leptin and the skin: a new frontier. Exp Dermatol, 19:12–18. Rasi, A., Arabshahi, R.S., Shahbazi, N. 2007. Skin tag as acutaneous marker for impaired carbohydrate metabolism: a case-control study. Int J of Dermatol, 46:1155-59. Rezzonico, J., Rezzonico, M., Pusiol, A., Pitoia, F., Niepomniszcze, H. 2009. High prevalence of thyroid nodules in patients with achrocordons (skin tags). Possible role of insulin resistance. Medicina. 2009;69:302-04. Rippe, J., McInnis, K., Melanson, K. 2001. Physician Involvement in the Management of Obesity as A Primary Medical Condition. Obesity Research. p. 302 –11. Safoury O.E., dan Ibrahim M. 2011. A Clinical Evaluation of Skin Tags in Relation to Obesity, Type 2 Diabetes Mellitus, Age, and Sex. Indian Journal of Dermatology; 56:393-397
Safoury, O.E., Fawzy, M.M., Abdel-Hay, R.M., Hassan, A.S., El-Maadawi, Z.M., Rashed, L.A. 2010. Increased tissue leptin hormone level and mast cell count in skin tags: a possible role of adipoimmune in the growth of benign skin growths. Indian J Dermatol Venereol Leprol, 76:538-42. Safoury, O.E., Rashid, L., Ibrahim, M. 2009. The Role of Androgen and Estrogen Reseptors Alpha and Beta in the Pathogenesis of Skin Tags. Indian J Dermatol, 20:71-78. Sari, R., Akman, A., Alpsoy, E., Balci, M.K. 2010. The metabolic profile in patients with skin tags. Clin Exp Med, 10:193-97.. Sierra-Honigmann, M.R., Nath, A.K., Murakami, C., Garcia-Cardena, Papapetropoulos, A., Sessa, W.C., Madge, L.A., Schechner, J.S., Schwabb, M.B., Polverini, P.J., FloresRiveros J.R. 1998. Biological action of leptin as an angiogenic factor. Science, 281(5383):1683–86. Sudy, E., Urbina, F., Maliqueo, M., Sir, T. 2008. Screening of glucose/insulin metabolic alterations in men with multiple skin tags on the neck. J Dtsch Dermatol Ges, 6:852-56. Sumikawa, Y., Nakajima, T., Inui, S., Itami, S. 2008. Leptin is a paracrine regulator of hair cycle. J Invest Dermatol, 128:146-376. Thomas, V.D., Snavely, N.R., Lee, K.K., Swanson, N.A. 2012. Benign Epithelial Tumors, Hamartomas, and Hyperplasias. In: Goldsmith, L.A., Katz, S.I., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffell, D.J., Wolff, K., editors. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 8th. Ed. New York: MacGraw-Hill. p.1319-36. Tumbelaka A.R., Riono P., Sastroasmoro., Wirjodiarjo M., Pudjiastuti P., Firman K. 2007. Pemilihan Uji Hipotesis dalam: Sastroasmoro S., dan Imael S., editor. Dasar-dasar Metodelogi Penelitian Klinis. Edisi ke-3. Jakarta: Sagung Seto. P.295-296 Wauters, M., Considine, R.V., Van-Gaal, L.F. 2000. Human leptin: from an adipocyte hormone to an endocrine mediator. Eur J Endocrinol, 143:293-311. Weedon, D. 2010. Tumors and tumor-like proliferations of fibrous and related tissues. In Strutton G Weedon’s Skin Pathology, 3rd Ed. Churchill Livingstone, 2010: p: 810-44. WHO. 2000. Obesity: preventing and managing the global epidemic: report of a WHO consultation. World Health Organ Tech Rep Ser. 894. p. 1-253. Woo, K.S., Chook, P., Yu, C.W. 2004. Effects of Diet and Exercise on Obesity-related Vascular Dysfunction in Children. Circulation. p. 1981-86.
Woods, A.J., Stock, M.J. 1996. Leptin activation in hypothalamus. Nature, 381:745-55. Wu, D.M., Shen, M.H., Chu, N.F. 2002. Relationship between plasma leptin levels and lipid profiles among school children in Taiwan-The Taipe Children Heart Study. Eur J of Epid, 17:911-16. Yosipovitch, G., De-Vore, A., Dawn, A. 2007. Obesity and the Skin: Skin Physiology and Skin Manifestations of Obesity. J Am Acad Dermatol, 56: 901-16. Zhang, H.H., Kumar, S., Barnett, A.H., Eggo, M.C. 2000. Tumour necrosis factor-alpha exerts dual effects on human adipose leptin synthesis and release. Mol Cell Endocrinol, 159(2):70-88. Zhang, Y., Proenca, R., Maffei, M., Barone, M., Leopold, L., Friedman, J.M. 1994. Positional cloning of the mouse obese gene and its human homologue. Nature, 372:425–432. Lampiran 3
INFORMASI / PENJELASAN PENELITIAN
“Kadar Leptin Serum dan Indeks Massa Tubuh Berkorelasi Positif dengan Jumlah Lesi Skin Tag”
Trimakasih atas waktu anda dan kami sangat mengharapkan keikut-sertaan anda dalam penelitian yang dilaksanakan oleh
dr. Putu Agus Gautama. Penelitian ini akan
mengikutsertakan 55 orang pasien skin tag. Bacalah informasi ini dengan baik sebelum anda memutuskan setuju untuk ikut serta dalam penelitian ini. Apabila anda belum mengerti dan belum jelas mengenai informasi ini, silakan untuk mengajukan pertanyaan. Skin tag sering terdapat pada seseorang dengan kegemukan atau obesitas, berusia lebih dari dekade ke empat namun juga dapat muncul pada usia yang lebih muda. Lesi sering
terdapat pada daerah lipatan dan sering terjadi gesekan seperti pada leher, kelopak mata, ketiak, lipatan paha, jarang pada punggung. Gambaran klinis lesi skin tag berupa papul sewarna kulit bertangkai dengan ukuran diameter 0,1-0,2 cm, kadang dapat timbul lesi yang besar dengan diameter 1 cm bertangkai berisi sel-sel lemak didalamnya dikelilingi jaringan ikat longgar. Penyebab pasti skin tag belum diketahui secara pasti namun beberapa faktor yang berhubungan dengan penyakit ini adalah kegemukan, gangguan metabolisme lemak dan karbohidrat, penuaan, gangguan hormon tiroid, kehamilan, menopause dan adanya kerentanan genetik. Beberapa penelitian mengungkapkan adanya kaitan antara kegemukan dengan skin tag dan kaitan antara kadar leptin serum yang dihasilkan oleh sel-sel lemak dalam tubuh dengan terjadinya skin tag. Untuk mengetahui tingkat obesitas atau kegemukan seseorang maka perlu dilakukan pengukuran indeks massa tubuh (IMT). Makin gemuk seseorang maka diduga makin mudah dan makin banyak lesi skin tag yang ditemukan pada kulitnya. Pengobatan skin tag biasanya mudah dengan melakukan pengangkatan lesi dengan shave biopsy, elektrokauter atau tindakan pengangkatan sederhana lainnya. Pengobatan dengan cara pengangkatan lesi tidak menjamin lesi akan hilang selamanya namun dapat terjadi kekambuhan pada tempat yang sama atau muncul pada tempat lainnya. Berkaitan dengan uraian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi kadar leptin serum dan IMT dengan jumlah lesi skin tag yang terdapat pada tubuh. Bila terbukti berkorelasi positif antara kadar leptin serum dan IMT dengan jumlah lesi skin tag maka perlu dilakukan evaluasi terhadap pola makan dan perlunya berolahraga secara teratur
untuk mengurangi timbunan lemak dalam tubuh. Timbunan lemak dalam tubuh
akan
menghasilkan kadar leptin serum yang tinggi dan hal ini kemungkinan dapat memicu terjadinya lesi skin tag yang banyak. Prosedur yang berkenaan dengan penelitian ini meliputi anamnesia, pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan darah sampel. Pengambilan serum darah yang diambil dari darah vena sebanyak 5 mililiter untuk pemeriksaan leptin serum. Pengukuran IMT dilakukan dengan cara menghitung berat dan tinggi badan kemudian dimasukkan kedalam rumus IMT. Seluruh lesi skin tag pada permukaan kulit dihitung dan dicatat jumlahnya. Semua pemeriksaan darah sampel dan tindakan lainnya tidak dipungut biaya. Jika terjadi hal-hal yang tidak terduga akan menjadi tanggung jawab peneliti untuk mengantisipasinya sesuai protokol yang berlaku. Segala prosedur ini hanya dapat dilakukan bila telah mendapat ijin dari anda dan dengan menanda tangani pernyataan kesediaan (terlampir) setelah anda mengerti maksud, tujuan, manfaat dan prosedur penelitian ini. Data dari hasil pemeriksaan dan wawancara ini akan dikumpulkan ke dalam komputer dengan kode nama untuk menjaga kerahasiaan identitas anda. Hanya dokter peneliti yang mengetahui data-data kesehatan anda yang berkaitan dengan penelitian ini. Namun bila anda ingin mengetahuinya anda dapat memperolehnya dari kami. Data ini mungkin akan dipublikasi tanpa mencantumkan identitas dari mana data tersebut diperoleh. Apabila selama keikutsertaan anda dalam penelitian ini terdapat hal-hal yang dirasakan mengganggu dan merugikan, anda dapat mengundurkan diri atau membatalkan keikut sertaan anda ini, tanpa prasyarat apapun.
Berkaitan dengan hal ini atau sewaktu-waktu anda memerlukan informasi lebih lanjut anda dapat menghubungi dr. Putu Agus Gautama.
Lampiran 4
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)
Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
:
Sex & Umur : Pekerjaan
:
Alamat
:
Telepon
:
Setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap mengenai maksud, tujuan dan manfaat penelitian ini serta mempertimbangkan berbagai hal, maka saya menyatakan setuju dan bersedia ikut serta dalam penelitian ini.
Denpasar, ............................ 2013 Tanda tangan pasien
Peneliti
...................................
dr. Putu Agus Gautama
Saksi
....................................
Lampiran 5
FORMULIR PENELITIAN “Kadar Leptin Serum dan Indeks Massa Tubuh Berkorelasi Positif dengan Jumlah Lesi Skin Tag”
No/RM :
Tanggal :
Nama :
Umur:
Alamat : Pekerjaan :
Status WNI / WNA:
ANAMNESIS Keluhan utama: Apakah keluhan tersebut
1. Pertama kali atau 2. Berulang
Lokasi lesi skin tag? .(Sebutkan lokasinya: .......................................... Jumlah lesi skin tag? (Konfirmasi dengan melakukan pemeriksaan fisik) ........... Riwayat penyakit dahulu dan masih diderita saat ini : (Penyakit tersebut didiagnosis oleh dokter, seperti diabetes melitus atau penyakit lainnya) (bila ada sebutkan jenisnya) : _________________________________ Riwayat Keluarga Apakah ada anggota keluarga sedarah (ayah, ibu, saudara kandung, sepupu, keponakan, paman atau bibi, kakek atau nenek) yang menderita skin tag? 1) Ya 2). Tidak Riwayat Kehamilan Saat Ini 1) Ya 2). Tidak Riwayat Pengobatan Sebelumnya Terapi:
PEMERIKSAAN FISIK Berat badan (dalam satuan kg) :
Tinggi badan (dalam satuan meter) : IMT (dalam satuan kg/m2) :
PEMERIKSAAN DERMATOLOGI Lokasi (lihat pada gambar) : Effloresensi
:
Jumlah lesi skin tag :
Lokasi Lesi Skin Tag
Kadar Leptin Serum: ………..…..ng/ml.
Lampiran Out Put SPSS
T-Test Group Statistics penderita skintag Umur
BMI
Kadar_Leptin
Jumlah_Lesi
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
skintag
55
44.5818
11.28042
1.52105
non skintag
25
33.2400
11.30000
2.26000
skintag
55
27.3705
2.32681
.31375
non skintag
25
23.4536
1.86856
.37371
skintag
55
21.4516
16.86986
2.27473
non skintag
25
4.5740
2.21541
.44308
skintag
55
12.7091
6.88711
.92866
non skintag
25
.0000
.00000
.00000
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F Umur
Equal variances assumed
t-test for Equality of Means
Sig. .202
t .654
Equal variances not assumed BMI
Equal variances assumed
.500
.482
Equal variances not assumed Kadar_Leptin
Equal variances assumed
8.399
.005
Equal variances not assumed Jumlah_Lesi
Equal variances assumed Equal variances not assumed
36.085
.000
df 4.166
78
4.163
46.433
7.395
78
8.027
57.139
4.966
78
7.283
57.988
9.195
78
13.685
54.000
Independent Samples Test t-test for Equality of Means
Std. Error Sig. (2-tailed) Umur
BMI
Kadar_Leptin
Jumlah_Lesi
Mean Difference
Difference
Equal variances assumed
.000
11.34182
2.72239
Equal variances not assumed
.000
11.34182
2.72419
Equal variances assumed
.000
3.91695
.52970
Equal variances not assumed
.000
3.91695
.48795
Equal variances assumed
.000
16.87764
3.39870
Equal variances not assumed
.000
16.87764
2.31748
Equal variances assumed
.000
12.70909
1.38223
Equal variances not assumed
.000
12.70909
.92866
Independent Samples Test t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Lower Umur
BMI
Kadar_Leptin
Jumlah_Lesi
Equal variances assumed
5.92195
16.76169
Equal variances not assumed
5.85969
16.82394
Equal variances assumed
2.86240
4.97149
Equal variances not assumed
2.93989
4.89400
Equal variances assumed
10.11134
23.64393
Equal variances not assumed
12.23867
21.51660
9.95728
15.46090
10.84724
14.57094
Equal variances assumed Equal variances not assumed
Crosstabs
Upper
Case Processing Summary Cases Valid N Jenis_Kelamin * penderita
Missing
Percent 80
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 80
100.0%
skintag
Jenis_Kelamin * penderita skintag Crosstabulation penderita skintag skintag Jenis_Kelamin
laki
Count % within penderita skintag
perempuan
Count % within penderita skintag
Total
Count % within penderita skintag
non skintag
Total
22
20
42
40.0%
80.0%
52.5%
33
5
38
60.0%
20.0%
47.5%
55
25
80
100.0%
100.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
11.028a
1
.001
9.482
1
.002
11.652
1
.001
Continuity Correctionb Likelihood Ratio
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test N of Valid Cases
.001 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.88. b. Computed only for a 2x2 table
.001
Correlations Correlations Kadar_Leptin Kadar_Leptin
Pearson Correlation
BMI .649**
.803**
.000
.000
80
80
80
.649**
1
.750**
1
Sig. (1-tailed) N BMI
Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N
Jumlah_Lesi
Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Jumlah_Lesi
.000
.000
80
80
80
.803**
.750**
1
.000
.000
80
80
80
Explore Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
Jumlah_Lesi
55
100.0%
0
.0%
55
100.0%
Kadar_Leptin
55
100.0%
0
.0%
55
100.0%
BMI
55
100.0%
0
.0%
55
100.0%
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
Jumlah_Lesi
.162
55
.001
.878
55
.000
Kadar_Leptin
.218
55
.000
.591
55
.000
BMI
.132
55
.018
.921
55
.001
a. Lilliefors Significance Correction
Nonparametric Correlations Correlations Kadar_Leptin Spearman's rho
Kadar_Leptin
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
BMI
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
Jumlah_Lesi
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
BMI
Jumlah_Lesi
1.000
.636**
.912**
.
.000
.000
55
55
55
.636**
1.000
.612**
.000
.
.000
55
55
55
.912**
.612**
1.000
.000
.000
.
55
55
55
Curve Fit Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable:Jumlah_Lesi Model Summary Equation
R Square
Linear
.558
F
df1
66.839
Parameter Estimates df2
1
Sig. 53
.000
Constant
b1
6.169
.305
The independent variable is Kadar_Leptin.
Curve Fit Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable:Jumlah_Lesi Model Summary Equation Linear
R Square .377
F 32.028
df1
Parameter Estimates df2
1
Sig. 53
.000
Constant -37.012
b1 1.817
Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable:Jumlah_Lesi Model Summary Equation
R Square
Linear
F
.377
df1
32.028
Parameter Estimates df2
1
The independent variable is BMI.
Regression Variables Entered/Removed Variables
Variables
Entered
Removed
Model 1
BMI,
Method . Enter
a
Kadar_Leptin
a. All requested variables entered.
Sig. 53
.000
Constant -37.012
b1 1.817
Model Summary
Model
R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square a
1
Adjusted R
.786
.618
.604
4.33557
a. Predictors: (Constant), BMI, Kadar_Leptin
Model Summary Change Statistics R Square Model
Change
1
F Change .618
df1
42.131
df2 2
Sig. F Change 52
.000
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression Residual Total
df
Mean Square
1583.891
2
791.945
977.455
52
18.797
2561.345
54
a. Predictors: (Constant), BMI, Kadar_Leptin
F 42.131
Sig. .000a
Model Summary Change Statistics R Square Model
Change
1
F Change .618
42.131
df1
df2 2
Sig. F Change 52
.000
b. Dependent Variable: Jumlah_Lesi
Cefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error
-16.230
7.850
Kadar_Leptin
.239
.042
BMI
.870
.303
a. Dependent Variable: Jumlah_Lesi
Coefficients Beta
t
Sig.
-2.068
.044
.587
5.739
.000
.294
2.875
.006
a
Coefficients
95.0% Confidence Interval for B Model 1
Lower Bound (Constant)
Collinearity Statistics
Upper Bound
Tolerance
VIF
-31.983
-.478
Kadar_Leptin
.156
.323
.703
1.423
BMI
.263
1.477
.703
1.423
a. Dependent Variable: Jumlah_Lesi
Collinearity Diagnosticsa Variance Proportions Dimensi Model
on
Eigenvalue
Condition Index
1
1
2.736
1.000
.00
.03
.00
2
.261
3.238
.00
.71
.00
3
.003
32.328
1.00
.26
1.00
a. Dependent Variable: Jumlah_Lesi
(Constant)
Kadar_Leptin
BMI