JUSTIFIKASI DAN RESIKO PENINGKATAN HARGA DASAR GABAH PEMBELIAN PEMERINTAH
Dilihat
dari
segi
kandungan
proteksi
dan
kemampuan
untuk
mengefektifkannya, harga dasar gabah pembelian pemerintah (HDPP) yang berdasarkan Inpres No. 9/2002, per Januari 2003 ditetapkan Rp. 1.230/Kg gabah kering panen (GKP) di tingkat penggilingan (atau Rp. 1.200/Kg GKP di tingkat petani), Rp. 1.725/Kg gabah kering giling (GKG) di tingkat penggilingan (atau Rp. 1.700/Kg GKG di tingkat petani), dan Rp. 2.790/Kg beras di gudang Bulog, masih wajar tidak dinaikkan hingga tahun 2005 mendatang. Berdasarkan data harga beras dunia selama bulan Januari - Agustus 2004, harga paritas gabah petani hanya Rp. 1.060/Kg GKP. Ini berarti HDPP yang ditetapkan pemerintah Rp. 1.200/Kg GKP di tingkat petani mengandung dukungan harga Rp. 140/Kg GKP atau tingkat proteksi nominal 8 persen. Selain itu, HDPP yang berlaku saat ini sudah dapat di topang dengan tarif impor beras Rp. 430/Kg sehingga masalah kronis inefektifitas kebijakan HDPP dapat dihindarkan. Namun demikian, HDPP yang berlaku sekarang sudah berjalan selama dua tahun. Pada masa lalu, HDPP selalu dinaikkan pemerintah paling tidak setiap dua tahun. Jika HDPP tahun 2005 tidak dinaikkan maka pemerintahan sekarang, yang nota bene baru saja terbentuk, mungkin dikritik tidak berpihak kepada petani. Kritikan politis ini akan semakin kuat bilamana pemerintahan jadi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada awal bulan mendatang. Disamping alasan politik terdapat juga alasan ekonomi yang menguatkan urgensi menaikkan HDPP spada awal tahun 2005 mendatang sebagaimana duraikan lebih lanjut pada bagain berikut analisis ringkas ini : 1. Harga gabah petani cenderung menurun baik secara nominal, lebih-lebih secara riil. Dalam dua tahun terakhir, harga nominal gabah petani terus menurun dari Rp. 1.224/Kg GKP pada tahun 2003, dan 1.211/Kg GKP pada tahun 2004 (JanuariOktober). Kombinasi penurunan harga nominal dan inflasi telah menyebabkan harga riil gabah petani menurun 18 persen dalam tiga tahun terakhir (Tabel 1). Harga riil gabah petani pada tahun 2004 adalah yang terendah dalam lima tahun terakhir sehingga sudah mendesak untuk di tingkatkan.
28
Tabel 1.
Perkembangan Harga gabah yang diterima petani, 2001-2004 (Rp/Kg GKP).
Jenis Harga
2000
2001
2002
2003
2004
1. Harga nominal
976
1.119
1.231
1.224
1.211
2. Harga riil
97
100
98
92
82
2. Nilai riil HDPP menurun hingga titik terendah dalam lima tahun terakhir Nilai riil HDPP pada tahun 2004 telah menurun 18 persen dibanding tahun 2000 (Tabel 2). Kenaikan HDPP pada tahun 2001 dan 200 tidak cukup untuk mempertahankan nilai riilnya. Itulah alasan utama kenapa nilai riil HDPP cenderung menurun tajam dalam lima tahun terakhir. Tabel 2. Perkembangan HDPP, 2000-2004 (Rp/Kg GKP). Jenis Harga
2000
2001
2002
2003
2004
1. Harga nominal
1.020
1.095
1.095
1.230
1.230
104
100
89
94
85
2. Harga riil
Nilai riil HDPP tahun 2004 telah menurun 10 persen dibanding tahun 2003 saat HDPP terakhir kali dinaikkan, tidak jauh berbeda dengan penurunan nilai riil pada tahun 2002 (sebelum HDPP dinaikkan) dibanding pada tahun 2001 yang mencapai 11 persen. Dengan demikian, dengan mengacu pada keputusan menaikkan HDPP sebelumnya, HDPP mestinya dinaikkan pada tahun 2005. Untuk memulihkan nilai riilnya pada posisi tahun 2003, maka HDPP perlu dinaikkan sedikitnya 10 persen menjadi Rp. 1.355/Kg GKP. 3. Pemerintah akan menaikkan harga BBM pada tahun 2005. Hampir dapat dipastikan pada tahun 2005 mendatang pemerintah akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) yang secara psikologi –politik maupun ekonomi menimbulkan desakan kuat untuk menaikkan harga HDPP.
Secara
psikologi-politik, kebijakan menaikkan harga BBM dipastikan publik tidak pro petani dan golongan rakyat miskin. Petani dan rakyat miskin dipandang layak memperoleh kompensasi atas kerugian yang ditimbulkan oleh kenaikan harga BBM tersebut.
29
Menaikkan
HDPP
dapat
dipandang
sebagai
salah
satu
kebijakan
untuk
mengkompensasi petani atas kerugian akibat kenaikkan harga BBM. Dengan perkataan lain, menaikkan HDPP merupakan salah satu cara untuk megurangi efek negatif kenaikkan harga BBM dalam bidang politik. Selain dalam bidang politik, kenaikkan harga BBM akan menimbulkan dampak ekonomi yang cukup kuat bagi petani dan pertanian. Pertama, kenaikkan harga BBM akan meningkatkan inflasi yang berarti menurunkan nilai riil atau daya beli laba usahatani dan pendapatan total keluarga tani. Secara spesifik, inflasi akan menurunkan nilai riil harga gabah petani, HDPP maupun laba usahatani padi. Penelitian Sadewa (2004) dan Yosendri (2004) menemukan bahwa jika harga BBM naik 10 persen maka inflasi akan meningkat berturut-turut 0,7 persen dan 1,6 persen atau dengan nilai tengah 1,15 persen. Lebih lanjut, Panggabean (2004) menemukan bahwa himpitan inflasi tersebut terutama berasal dari kenaikan harga pangan. Jika harga BBM naik 10 % maka harga bahan pangan akan naik 1,5 2,0 persen sedangkan harga produk non pangan naik sekitar satu persen. Walaupun harga produk pertanian di tingkat konsumen akan meningkat, kenaikan harga BBM akan menentukan harga hasil usahatani di tingkat petani karena meningkatnya ongkos penanganan dan pemasaran. Jika harga BBM naik 10 % maka harga gabah ditingkat petani akan turun 2,2 persen (Simatupang dan Purwoto, 1995). Dampak penurunan harga hasil usahatani diperburuk pula oleh peningkatan harga input usatahani. Peneliti yang sama menemukan bahwa jika harga BBM naik 10 persen, maka harga pupuk di tingkat petani akan naik sekitar 1318 persen. Dampak yang jauh lebih besar ialah terhadap upah tenaga kerja dan sewa traktor. Jika harga BBM naik 10 persen maka upah tenaga kerja pertanian naik 5,7 persen dan sewa jasa traktor naik 4,2 persen. Secara keseluruhan, jika harga BBM naik 10 persen maka laba usahatani padi akan turun 4,0 persen, dengan rincian 1,2 persen berasal dari kenaikan harga input dan 2,8 persen berasal dari penurunan harga gabah. Dengan demikian, agar nilai nominal laba usahatani tidak menurun, jika harga BBM meningkat 10 persen maka harga gabah petani harus meningkat 0,92 persen. Jika elastisitas inflasi terhadap harga BBM diperkirakan 0,115, maka dampak negatif kenaikan 10 persen harga BBM terhadap nilai riil laba usahtaani padi akan dapat dinetralisir jika harga gabah petani naik 2,07 persen.
30
Berdasarkan berita di media massa, kenaikan harga BBM diperkirakan berkisar 20-40 persen. Perkiraan kenaikan HDPP untuk menetralisir dampak negatif kenaikan harga BBM terhadap nilai riil laba usahatani padi ditentukan pada Tabel 3. Perkiraan ini tentu didasarkan pada asumsi bahwa HDPP dapat diefektifkan. Kenaikan harga sebesar 40 persen merupakan perkiraan untuk menghapuskan subsidi secara total. Penghapusan subsidi BBM diperkirakan tidak akan dilakukan sekali untuk seluruhnya, tetapi akan bertahap sehingga dampak negatifnya masih dapat dikelola. Oleh karena itu, kenaikan harga BBM pada tahun 2005 mendatang mungkin tidak lebih dari 30 persen. Dengan demikian, HDPP disarankan untuk dinaikkan Rp. 1.310/Kg GKP. Tabel 3. HDPP Untuk Menetralisir Dampak Kenaikan Harga BBM Terhadap Nilai Riil Laba Usahatani (Rp/Kg GKP).
20
Kenaikan harga BBM (%) 30
40
1. Nominal HDPP
1.280
1.306
1.332
2. Kenaikan HDPP
4,14
6,21
8,28
3. Inflasi
2,30
3,45
4,60
Uraian
4. Harga beras di pasar internasional melonjak tajam dalam tiga tahun terakhir. Dalam tiga tahun terakhir, harga beras di pasar internasional melonjak terus dari US $ 149/ton pada tahun 2001 menjadi US $ 218/ton pada tahun 2004 (Januari – Agustus) atau meningkat hampir 50 persen dalam tiga tahun. Harga paritas beras impor (tanpa tarif impor) melonjak dari Rp. 1.947/Kg pada tahun 2001 menjadi Rp. 2.359/Kg pada tahun 2004 atau meningkat 21 persen dalam tiga tahun. Jika tarif impor Rp. 430/Kg dibayar penuh maka harga beras impor domestik pada tahun 2004 ini sudah mencapai Rp. 2,811 atau yang berarti lebih tinggi dari harga beras domestik sepadan HDPP yang berlaku. Kalaupun tarif impor beras hanya dibayar separuhnya (karena ada impor ilegal), sejak bulan Mei 2004 harga beras impor sudah lebih tinggi daripada harga beras domestik sepadan HDPP Rp. 1.230/Kg GKP (Tabel 4).
31
Tabel 4.
Perkembangan Harga Beras Domestik Dan Harga Beras Impor, 2004 (Rp/Kg). Harga beras domestik Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus
Sepadan HDPP 2.675 2.675 2.675 2.675 2.675 2.675 2.675 2.675
Harga beras impor menurut bea masuk efektif
Aktual
Rp 430
Rp 215
Nihil
2.700 2.700 2.700 2.700 2.700 2.693 2.571 2.456
2.498 2.518 2.786 2.828 2.928 2.958 2.950 3.021
2.273 2.292 2.560 2.602 2.702 2.732 2.725 2.795
2.047 2.067 2.334 2.376 2.476 2.506 2.499 2.569
Berdasarkan perhitungan di atas, jika impor ilegal dapat dikurangi atau lebih baik lagi di cegah, maka tarif impor beras yang berlaku sekarang Rp. 430/Kg lebih dari cukup untuk menopang HDPP yang berlaku saat ini Rp. 1.230/Kg GKP. Pada tingkat harga beras impor pada bulan Agustus 2004 Rp. 3.021/Kg, tarif impor yang berlaku saat ini dapat menopang HDPP Rp. 1.360/ Kg GKP. Dengan perkataan lain, HDPP dapat ditingkatkan hingga Rp. 1.360/Kg GKP tanpa harus meningkatkan tarif impor beras. Itu berarti, dari segi kelayakan teknis-operasional HDPP layak ditingkatkan pada tahun 2005, tentu asal harga beras dunia bertahan tinggi setidaknya seperti saat ini.
5. Harga riil beras di tingkat konsumen menurun dalam dua tahun terakhir Harga riil beras di tingkat konsumen pada tahun 2004 adalah yang termurah dalam lima tahun terakhir. Penurunan tajam terjadi pada periode tahun 2002-2004. Harga riil beras pada tahun 2004 sekitar 12 persen lebih rendah daripada tahun 2001 (Tabel 5). Bahkan pada tahun 2004 harga beras menurun secara nominal. Dengan demikian, kalaupun harga beras konsumen akan meningkat jika HDPP dinaikkan, peningkatan tersebut tidak akan terlalu memberatkan konsumen beras. Peningkatan harga beras tersebut dapat dipandang sebagai kompensasi terhadap inflasi yang mungkin tidak akan melebihi harga riil beras pada tahun 2002 tatkala pemerintah terakhir kali menaikkan HDPP.
32
Tabel 5. Perkembangan harga beras di tingkat konsumen, 2000-2004 (Rp/Kg). Jenis Harga
2000
2001
2002
2003
2004
1. Harga nominal
2.094
2.277
2.675
2.692
2.653
102
100
105
99
88
2. Harga riil
6. Peluang resiko Walaupun berdasarkan analisis saat ini secara politis, ekonomis dan teknisoperasional patut dan layak dilaksanakan, keputusan untuk menaikkan HDPP pada tahun 2005 akan menghadapi resiko gagal diefektifkan. Pertama, kenaikkan harga BBM akan meningkatkan ongkos penanganan dan pemasaran gabah/beras yang selanjutnya akan menekan harga gabah di tingkat petani sehingga tantangan dalam menjaga efektifitas HDPP semakin sulit. Kedua, harga beras dunia mungkin saja menurun (untuk tahun 2005 kemungkinan ini kecil karena produksi beras di beberapa negara eksportir diperkirakan akan menurun karena iklim yang kurang baik). Pada intinya jika HDPP dinaikkan maka instrumen penunjang efektifitasnya perlu lebih diperkuat. Bulog perlu diwajibkan mendahulukan pengadaan beras hasil produksi petani dalam negeri untuk memenuhi seluruh kebutuhan penyaluran beras Raskin. Upaya untuk mencegah impor ilegal perlu lebih diintensifkan dan jika harga dunia menurun, pemerintah juga harus bersedia meningkatkan tarif impor beras. 7. Kesimpulan dan Saran. Ditinjau dari segi politik, ekonomi dan teknis-operasional, HDPP perlu dan layak dinaikkan tahun 2005 mendatang. Dengan perkiraan harga BBM akan naik 30 persen, maka HDPP disarankan untuk dinaikkan menjadi Rp. 1.319/Kg GKG atau naik sekitar 6 persen dari HDPP yang berlaku saat ini. Peningkatan sebesar itu memang belum cukup untuk memulihkan harga riil HDPP ke tingkat pada tahun 2003. Namun peningkatan lebih tinggi dapat menyebabkan akumulasi inflasi terlalu besar akibat pelaksanaannya bersamaan dengan kenaikan harga BBM. Jika dipandang perlu dan layak, HDPP dapat dinaikkan lagi pada tahun 2006. Keputusan menaikkan HDPP haruslah disertai dengan upaya memperkuat instrumen penunjangnya. Bulog diminta mendahulukan pengadaan beras dari hasil produksi petani dan dalam rangka mengefektifkan HDPP. Upaya melibatkan semua
33
lembaga terkait maupun organisasi masyarakat dan organisasi petani jika memang dibutuhkan. Kabinet Indonesia Bersatu juga harus sepakat menyesuaikan tarif dan regulasi impor beras dalam rangka mengefektifkan HDPP tersebut.
34