e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR EMPIRIS INDUKTIF DENGAN PETA KONSEP TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP IPA PADA SISWA KELAS V DI GUGUS V KECAMATAN SUKASADA KABUPATEN BULELENG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Putu Lia Novi Arini1, Made Sulastri2,Ign. Wayan Suwatra3 Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail:
[email protected] ,
[email protected] 2 ,
[email protected] . Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pemahaman konsep IPA antara siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran empiris induktif dengan peta konsep terhadap siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V di Gugus V Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian quasi eksperiment dengan menggunakan rancangan penelitian non equivalent post-test only control group design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V tahun pelajaran 2013/2014 di Gugus V Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng yang berjumlah 201 orang. Sampel diambil dengan cara random sampling sehingga diperoleh sampel yaitu SD No. 1 Panji dan SD No. 2 Panji. Data pemahaman konsep IPA siswa dikumpulkan dengan menggunakan instrument test berbentuk essay. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pemahaman konsep IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran empiris induktif dan peta konsep dengan siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional. Data yang diperoleh nilai thit > ttabel (5,77 > 2,000). Dilihat dari hasil perhitungan rata-rata hasil belajar IPA kelompok eksperimen adalah 36,35 lebih besar dari rata-rata hasil belajar IPA kelompok kontrol yaitu 27,75 dengan taraf signifikasi 5%. Dengan demikian model pembelajaran empiris induktif dengan peta konsep sangat berpengaruh positif terhadap pemahaman konsep IPA siswa. Kata–kata kunci: Model Pembelajaran Siklus Belajar Empiris Induktif Dengan Peta Konsep, hasil belajar IPA Abstract This research aims at finding the comparison of students understanding upon the scientific concept among the students who study using learning method of inductive empiricial method and the students who study using the conventional one for the fifth grade students of gugus V Kec. Sukasada Kabu. Buleleng in academic year of 2013/2014. The research is a type of quational experiment of research method using non equivalent post test only control group design. It uses sample of experiments are the fifth grade studenst of gugus V kec. Sukasada kab. Buleleng in academic year 2013/2014. It consists of 201 students. The sample is taked by random sampling of SD no. 1 Panji and Sd no. 2 panji students. Data on the understanding of scientific concept of the sample are then collected through the use of test instrument in the form of essay test. The result of research shows that there are significants comparison of student in understanding the scientific concept among the student who study using learning method of Inductive Empirical Method and the students who study using the conventional one. The result of data analysis, obtained t-count>t-table (5,77). It indicates from the average result of science study of experiment class sample is that 36,35 more than it is from the average result of science study of control class sample, that is 27,75,
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
significantly 5%. Based on the data above, we can conclude that learning method of inductive Empirical Concept map gave the positive effect to students of understanding scientific concept. Key words: Learning model of Inductive Empirical with the concept map science learning result.
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan bagian dari proses kehidupan bernegara. Kualitas suatu negara dapat dilihat dari kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki oleh negara tersebut terutama kualitas generasi mudanya. SDM yang berkualitas sangat diperlukan dalam pembangunan bangsa, khususnya pembangunan di bidang pendidikan. Perkembangan teknologi yang sangat pesat saat ini menuntut adanya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Kualitas sumber daya manusia (SDM) suatu negara sangat ditentukan oleh sistem pendidikan yang diterapkan. Dalam era globalisasi ini, SDM yang berkualitas akan menjadi tumpuan utama agar suatu bangsa dapat berkompetisi. Upaya untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas salah satunya didukung oleh tujuan pendidikan nasional. UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 menyatakan bahwa tujuan umum pendidikan nasional adalah membentuk manusia-manusia yang berPancasila dan dapat membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan serta dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai dengan budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan UUD. Ini berarti tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi pelajar agar menjadi individu yang mampu memahami muatan akademik, menjunjung nilai-nilai agama, moral dan memperhatikan aspek sosial, sehingga mampu mengatasi berbagai permasalahanpermasalahan yang dihadapi. Oleh karena itu, pembaharuan dalam bidang pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan nasional.Pendidikan adalah suatu proses sadar dan terencana dari setiap individu maupun kelompok untuk membentuk pribadi yang baik dan mengembangkan potensi yang ada dalam upaya mewujudkan cita-cita serta tujuan yang diharapkan. Sehubungan dengan hal tersebut, pendidikan formal merupakan salah satu wahana dalam membangun SDM yang berkualitas. Salah satu bagian dari pendidikan formal yang ikut memberi kontribusi dalam membangun SDM yang berkualitas tinggi adalah pendidikan IPA. Pendidikan IPA merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar untuk mengungkap gejala-gejala alam dengan menerapkan langkah-langkah ilmiah serta membentuk kepribadian atau tingkah laku siswa ke arah yang lebih baik (Hamid, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan IPA sangat menekankan pada pemberian pengalaman langsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami tentang alam sekitar secara ilmiah. Barlia (2008) mengatakan bahwa IPA sebagai salah satu mata pelajaran pokok perlu dibina sedini mungkin agar mampu melahirkan generasi yang cakap dan bijaksana dalam membuat keputusan, berwawasan masa depan, dan mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi secara efektif dan efisien. Menyadari pentingnya pendidikan IPA tersebut, maka pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan rendahnya kualitas pembelajaran, khususnya dalam bidang IPA yaitu : (1) melakukan perubahan dan perbaikan kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2004 (KBK) kemudian pada tahun 2006 menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (2) meningkatkan anggaran pendidikan menjadi 20% melalui alokasi APBN, (3) peningkatan kompetensi guru melalui
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
sertifikasi, (4) pengadaan serta perbaikan sarana dan prasarana sekolah melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Pada kenyataannya, dengan berbagai upaya yang telah dilakukan tersebut kualitas pendidikan IPA di Indonesia belum bisa dikatakan mengalami peningkatan. Rendahnya kualitas pendidikan IPA tersebut salah satunya disebabkan oleh proses pembelajaran yang kurang menarik minat dan motivasi siswa dalam belajar. Berdasarkan hasil pengamatan di Sekolah Dasar Negeri pada Gugus VI Kecamatan Kubu menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran seringkali menuntut siswa untuk banyak mempelajari konsep dan prinsip-prinsip IPA secara hapalan. Cara pembelajaran seperti ini menghasilkan siswa pasif dan hanya mengenal banyak peristilahan IPA secara hapalan tanpa makna, padahal banyak konsep ataupun prinsip IPA yang perlu dipelajari secara bermakna. Hal tersebut sejalan dengan kenyataan yang ada di lapangan, yaitu pembelajaran IPA di sekolah dasar masih menggunakan pembelajaran kovensional. Pembelajaran konvensional mengacu pada teori belajar behavioristik. Winataputra (2007) mengatakan bahwa teori belajar behavioristik memfokuskan pada hasil bukan proses pada proses pembelajaran. Teori behavioristik kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggali sendiri pengetahuannya sehingga siswa belajar dilihat sebagai proses meniru. Pembelajaran konvensional merupakan suatu proses pembelajaran yang lebih menekankan peran guru dalam proses pembelajaran sebagai sumber informasi menggunakan metode yang biasa digunakan di sekolah. Metode yang digunakan dalam rangka penyampaian informasi yang paling mudah diamati adalah metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Rasana (2009:20) yang meyatakan, ”penyampaian materi dalam pembelajaran konvensional tersebut lebih banyak dilakukan melalui ceramah, tanya jawab, dan penugasan yang berlangsung terus-menerus”. Hal ini berarti kegiatan berpusat pada guru (teacher centered)
yang mengakibatkan kebosanan pada siswa dan keterbatasan aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Lufri (2005) bahwa kebosanan yang dialami anak didik dalam proses pembelajaran IPA sebagian besar disebabkan oleh faktor didaktik, termasuk metode pembelajaran yang berpusat pada guru. Implikasinya rendahnya hasil belajar IPA. Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah penggunaan model pembelajaran, dimana model pembelajaran tersebut merupakan faktor eksternal yang sangat berpengaruh terhadap motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Sebagai seorang guru seharusnya mampu menggali potensi yang dimiliki oleh peserta didik, mampu memotivasi peserta didik agar pengetahuan yang dimiliki peserta didik tereksploitasi secara optimal. Selain itu juga, guru cenderung harus mampu menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna yang berarti bahwa apa yang dipelajari peserta didik harus sesuai dengan kebutuhannya. Keberhasilan seorang guru dalam kegiatan pembelajaran tidak lepas dari kemampuan guru tersebut dalam merancang kegiatan, melaksanakan, serta mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Dalam merancang pembelajaran, seorang guru harus dapat memperhatikan tujuan diselenggarakannya pembelajaran itu sendiri. Seiring dengan perubahan yang terjadi pada kurikulum, serta perkembangan Ilmu Pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang cepat terutama dibidang pendidikan telah tercipta teori yang beraliran konstruktivisme.Menurut (Mulyana, 2012), dalam teori konstruktivisme siswalah yang aktif menata, merevisi pengetahuan lama yang tidak sesuai, dalam hal ini menganut pembelajaran berpusat pada siswa. Dalam pembelajaran di kelas guru membantu siswa menemukan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur dari siswa itu sendiri, bukan memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan kelas. Peran guru diharapkan sebagai fasilitator dan motivator bagi siswa. Guru dapat membantu dengan cara memberikan kesempatan siswa untuk
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
menemukan atau menerapkan sendiri ideide yang ada pada siswa. Pembelajaran siklus merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis (Wena, 2008). Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Sedangkan menurut Glasersfeld dalam Bettencourt, 1989 dan Matthews, 1994 adalah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Sedangkan teori konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitasi orang lain. Dari keterangan di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran siklus merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis. Teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Lawson (Dahar, 1996) mengemukakan tiga macam siklus belajar yaitu: (1) Deskriptif, dimana dalam siklus ini siswa menemukan dan memberikan suatu pola Empiris dalam suatu konteks khusus (eksplorasi), kemudian guru memberikan nama pada pola itu (pengenalan konsep), lalu pola tersebut ditentukan dalam konteks-konteks lain (aplikasi konsep), (2) Empiris induktif, dalam siklus ini selain menemukan dan memberikan suatu pola
empiris dan suatu konteks khusus (eksplorasi), siswa juga dituntut untuk mengemukakan tentang sebab-sebab terjadinya pola itu, dan (3) Hipotesis deduktif, Siklus belajar hipotesis deduktif dimulai dengan pernyataan berupa suatu pernyataan sebab. Siklus belajar hipotesis deduktif menghendaki pola-pola tingkat tinggi misalnya mengendalikan variable, penalaran korelasional, penalaran hipotesis deduktif. Model pembelajaran siklus belajar empirik induktif merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis dimana siklus belajar empiris induktif merupakan proses yang sistematis dalam pembelajaran dengan tahap atau langkah-langkah yang diperoleh berdasarkan observasi atau pengamatan langsung berupa fakta-fakta. Siswa dituntut untuk menjelaskan fenomena dan memberikan kesempatan untuk dialog dan diskusi. Penggunakan peta konsep sangat diperlukan dalam memecahkan hal-hal yang ditemukan, yang mana dengan menggunakan peta konsep ini diharapkan siswa dapat menguasai kemahiran diskriminasi dan proses kognitif fundamental sebelumnya berdasarkan kesamaan ciri-ciri dari sekumpulan stimulus dan objek-objeknya. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dilihat bahwa antara model pembelajaran siklus belajar empiris induktif dengan peta konsep sangat berbeda dengan model pembelajaran langsung yang dilakukan oleh guru-guru disekolah. Perbedaan ini dapat dilihat dari sintaks, metode, media yang digunakan. Dengan perbedaan-perbedaan antara model pembelajaran siklus belajar empiris induktif dengan peta konsep dan model pembelajaran langsung diyakini memberikan hasil yang berbeda terhadap pemahaman konsep siswa. Oleh sebab itu, peneliti ingin mengkajinya dalam suatu penelitian eksperimen yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Siklus Belajar Empiris Induktif dengan Peta Konsep terhadap Pemahaman Konsep IPA Pada Siswa Kelas V Di Gugus V Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014”.
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
METODE Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang bertujuan untuk menguji keefektifan suatu teori/konsep/model dengan cara menerapkan (treatment) pada suatu kelompok subjek penelitian dengan menggunakan kelompok pembanding yang bisa disebut kelompok control dan dilakukan disekolah ini adalah di Gugus V Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng dari bulan maret sampai dengan bulan April 2014. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V di gugus V Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2013/2014 yang terdiri dari 9 kelas. Jumlah keseluruhan populasi adalah 201 siswa dengan komposisi pada masing-masing sekolah. Untuk mengetahui apakah kemampuan siswa kelas V masingmasing SD setara apa belum, maka terlebih dahulu dilakukan uji kesetaraan dengan menganalisis analisis varians satu jalur (ANAVA A.) Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil, yang dianggap mewakili seluruh populasi dan diambil dengan menggunakan teknik tertentu (Agung, 2010). Dalam penelitian ini sampel diambil dengan teknik “Simple Random Sampling”. Teknik ini dengan mencampur subjek-subjek di dalam populasi, sehingga semua subjek dianggap sama dan mendapat hak yang sama untuk memperoleh kesempatan dipilih menjadi anggota sampel (Agung, 2010). Sampel yang dirandom dalam penelitian ini adalah kelas yang akan dirandom merupakan kelas dalam jenjang yang sama. Kelaskelas tersebut adalah kelas V dari masingmasing sekolah dasar di Gugus V kecamatan Sukasada. Berdasarkan hasil pengundian untuk menentukan kelas eksperimen dan kontrol, diperoleh sampel yaitu kelas V SD No 1 Panji sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas V SD No 2 Panji sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan pembelajaran dengan model pembelajaran siklus belajar empiris induktif dan kelas kontrol diberikan perlakuan pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional.
Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi pusat perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2002). Ada dua jenis variabel yang terlibat dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variabel). Untuk mengukur pemahaman konsep siswa digunakan metode tes. Menurut Agung (2010), metode tes dalam kaitannya dengan penelitian ialah cara memperoleh data yang berbentuk suatu tugas yang dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang atau sekelompok orang yang dites (test), dan dari tes tersebut dapat menghasilkan suatu data berupa skor (data interval). Dalam penelitian ini, data dikumpulkan dengan memberikan tes pada setiap orang individu. Tes dilakukan pada akhir pembelajaran yang bertujuan untuk mengukur kemampuan siswa. Sesuai dengan hipotesis penelitian atau hipotesis alternatif Ha yang telah diajukan didepan, maka dapat dirumuskan hipotesis nol (Ho) yang secara statistik dirumuskan sebagai berikut. H1: Terdapat perbedaan pemahaman konsep IPA antara kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran siklus belajar empiris induktif dengan peta konsep dan kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional dalam pembelajaran IPA. H0: Tidak terdapat perbedaan pemahaman konsep IPA antara kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran Siklus belajar empiris induktif dengan peta konsep dan kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional dalam pembelajaran IPA. HASIL DAN PEMBAHASAN Data dalam penelitian ini adalah skor pemahaman konsep IPA siswa sebagai akibat dari pengaruh model pembelajaran siklus belajar empiris induktif pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Rekapitulasi perhitungan data hasil belajar IPA siswa disajikan pada Tabel 1. Tabel
1.Rekapitulasi Hasil Perhitungan Skor Hasil belajar IPA Siswa
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa mean data hasil belajar kelompok eksperimen = 36,65 lebih tinggi daripada kelompok kontrol = 28,03. Mean, median, modus data hasil belajar siswa pada kelompok eksperimen dan kontrol selanjutnya disajikan ke dalam poligon seperti pada Gambar 1 dan 2.
Gambar 1 Histogram Data Hasil Hasil belajar IPA Siswa Kelompok Eksperimen
Frekuensi
10 8 6 4 2 0 23 - 27 - 31 - 35 - 39 - 43 26 30 34 38 42 46 Interval
Berdasarkan Gambar 1, diketahui bahwa kurve sebaran data hasil belajar IPA pada kelompok eksperimen membentuk kurve juling negatif yang artinya sebagian besar skor hasil belajar IPA siswa pada kelompok eksperimen cenderung tinggi. Jika skor rata-rata hasil belajar IPA siswa pada kelompok eksperimen dikonversi ke dalam PAP Skala Lima, maka berada pada kategori tinggi. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa hasil belajar IPA pada siswa kelas V yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran siklus belajar empiris induktif dengan peta konsep tergolong tinggi. Pada kurva poligon di atas, dapat diketahui bahwa modus lebih besar dari median dan mean lebih besar dari modus (Mo>Md>M). Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling positif yang berarti sebagian besar skor cenderung rendah. Kecenderungan skor ini dapat dibuktikan dengan melihat frekuensi relatif pada tabel distribusi frekuensi. Frekuensi relatif skor yang berada di atas rata-rata lebih kecil dibandingkan frekuensi relatif skor yang berada di bawah rata-rata.
Statistik Mean (M) Median(Md) Modus(Mo) StandarDeviasi (s) Varians (s2)
Kelompok Eksperimen 36,65 37,83 39,84
Kelompok Kontrol 28,03 26,61 26,01
5,72
5,01
29,71
26,06
Sesuai dengan hasil Perhitungan diatas, maka dapat diketahui bahwa skor rata-rata (M) diperoleh 36,35 dengan standar deviasi (SD) diperoleh 5,72. Untuk mengetahui kualitas dari variabel hasil belajar siswa pada kelas kontrol, skor rata-rata hasil belajar siswa dikonversikan dengan menggunakan kriteria rata-rata ideal (Xi) dan standar deviasi ideal (SDi). Berdasarkan hasil konversi, diperoleh bahwa skor rata-rata hasil belajar siswa kelompok eksperimen dengan M = 36,65 tergolong kriteria tinggi, pada rentangan skor 29,17 ≤ X ≤ 37,5. Gambar 2 Histogram Data Hasil Hasil belajar IPA Siswa Kelompok Kontrol
Berdasarkan Gambar 2, diketahui bahwa kurva sebaran data hasil belajar IPA pada kelompok kontrol membentuk kurve juling positif yang artinya sebagian besar skor hasil belajar IPA siswa cenderung rendah. Jika skor rata-rata hasil belajar IPA pada kelompok kontrol dikonversi ke dalam PAP Skala Lima, maka berada pada kategori sedang. Pada kurva poligon di atas, dapat diketahui bahwa modus lebih besar dari median dan mean lebih besar dari modus (M>Md>Mo). Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling positif yang berarti sebagian besar skor cenderung rendah. Kecenderungan skor ini dapat dibuktikan dengan melihat frekuensi
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
relatif pada tabel distribusi frekuensi. Frekuensi relatif skor yang berada di atas rata-rata lebih kecil dibandingkan frekuensi relatif skor yang berada di bawah rata-rata. Sesuai dengan hasil Perhitungan diatas, maka dapat diketahui bahwa skor rata-rata (M) diperoleh 27,75 dengan standar deviasi (SD) diperoleh 5,10. Untuk mengetahui kualitas dari variabel hasil belajar siswa pada kelas kontrol, skor rata-rata hasil belajar siswa dikonversikan dengan menggunakan kriteria rata-rata ideal (Xi) dan standar deviasi ideal (SDi). Berdasarkan hasil konversi, diperoleh bahwa skor rata-rata hasil belajar siswa kelompok kontrol
dengan M = 27,75 tergolong kriteria sedang, pada rentangan skor 20,83 X < 29,17. Berdasarkan hasil uji prasyarat analisis data, diperoleh bahwa data hasil belajar siswa pada kelompok eksperimen dan kontrol adalah berdistribusi normal dan varians kedua kelompok homogen, maka pengujian dilanjutkan dengan menguji hipotesis terhadap hipotesis nol. Pengujian hipotesis menggunakan uji-t sampel independent (tidak berkorelasi) dengan rumus separated varians. Rangkuman hasil uji hipotesis disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rangkuman Hasil Uji Hipotesis Sampel Eksperimen Kontrol
Jumlah siswa 26 29
Mean 36,65 28,03
Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel, yaitu (5,77 > 2,000) sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Hasil uji hipotesis tersebut, dapat diinterpretasikan terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran siklus belajar empiris induktif dengan peta konsep dibandingkan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan penerapan model pembelajaran siklus belajar empiris induktif dengan peta konsep berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri di Gugus V Kecamatan Sukasada tahun pelajaran 2014/2015. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dilakukan berdasarkan hasil analisis pengaruh variabel bebas, yaitu pengaruh model pembelajaran siklus belajar empiris induktif dengan peta konsep terhadap pemahaman konsep IPA pada siswa kelas V. Hasil analisis data post test menunjukkan terdapat perbedaan pemahaman konsep IPA kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model
Standar Deviasi 5,72 5,01
Varians
db
thitung
ttabel
32,69 26,06
53
5,77
2,000
pembelajaran siklus belajar empiris induktif dengan peta konsep dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan l Pembelajaran Konvensional. Hasil ini didasarkan pada rata-rata skor post test siswa. Rata-rata skor post test yang dibelajarkan dengan Model Pembelajaran model pembelajaran siklus belajar empiris induktif dengan peta konsep adalah 36,35 dan rata-rata skor post test siswa yang mengikuti Pembelajaran Konvensional adalah 27,75. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok siswa yang dibelajarakan dengan model pembelajaran siklus belajar empiris induktif dengan peta konsep memiliki pemahaman konsep IPA yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan Pembelajaran Konvensional. Berdasarkan analisis data menggunakan uji-t, diketahui thitung = 5,77 dan ttabel dengan taraf signifikansi 5% = 2,000. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thitung lebih besar dari ttabel (thitung> ttabel), sehingga hasil penelitian adalah signifikan. Hal ini berarti, terdapat perbedaan pemahaman konsep IPA yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran siklus belajar empiris induktif dengan peta konsep
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
memiliki hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan Pembelajaran Konvensional. Perbedaan pemaaman konsep IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran siklus belajar empiris induktif dengan peta konsep dan siswa yang dibelajarkan dengan Pembelajaran Konvensional dikarenakan langkah-langkah pembelajaran yang berbeda. Selain itu, pembelajaran model pembelajaran siklus belajar empiris induktif dengan peta konsep memiliki komponen atau tahap-tahap pembelajaran yang membutuhkan keaktifan siswa yang dapat merangsang siswa untuk berpikir efektif dalam mengikuti pembelajaran (Santyasa, 2004). Berbeda halnya dengan pembelajaran yang menggunakan pembelajaran konvensional, proses pembelajaran didominasi oleh guru yang lebih banyak diwarnai dengan transfer informasi dari guru kepada siswa. Dalam hal ini guru mengambil alih sebagian besar kegiatan pembelajaran, mulai dari mendefinisikan, menjelaskan, mendemonstrasikan, menerapkan konsep, bahkan sampai dengan menyimpulkan tanpa adanya kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar langsung kepada siswa. Sementara siswa menjadi individu pasif yang bertugas mendengarkan, mencatat, dan menghafalkan informasi yang diberikan guru. Pembelajaran yang demikian kurang memberikan pengalaman dan tantangan baru bagi siswa sehingga siswa cepat merasa bosan, serta mengurangi motivasi dan minat siswa untuk belajar. Pada akhirnya juga akan mengakibatkan pemahaman konsep siswa menjadi kurang masksimal. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa pemahaman konsep IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran siklus belajar empiris induktif dengan peta konsep lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan Pembelajaran Konvensional. Namun apabila dilihat dari analisis deskriptif, pemahaman konsep IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran siklus belajar empiris induktif
dengan peta konsep belum mencapai kategori sangat tinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang berjudul Pengaruh Model pembelajaran Heuristik Vee dengan Peta Konsep Terhadap Prestasi Belajar Fisika tahun Pelajaran 2009/2010. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Fisika, Undiksha Singaraja. Pengaruh Model pembelajaran Heuristik Vee dengan Peta Konsep dalam proses pembelajaran yang berlangsung, dapat meningkatkan prestasi belajar dalam mata pelajaran IPA. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan prestasi belajar pada refleksi awal persentase ratarata skor prestasi belajar IPA siswa 49,82 % dengan kategori kurang, meningkat menjadi 64,87 % pada siklus pertama. Sedangkan pada siklus kedua meningkat menjadi 76,27%. Kemudian penelitian tentang Pengaruh Pendekatan Pembelajaran dan Strategi Belajar Kooperatif yang Berbeda Terhadap Pemahaman dan Kemampuan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran IPA SD. Disertasi (tidak diterbitkan). Program Studi Teknologi Pembelajaran. Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang, juga menunjukkan hasil yang signifikan. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat dikemukakan kesimpulan bahwa pemahaman konsep IPA siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran Konvensional di kelas V Di Gugus V Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014, pemahaman konsep IPA siswa yang belajar dengan menggunakan Model Pembelajaran Siklus Belajar Empiris Induktif dengan Peta Konsep Terhadap Pemahaman Konsep IPA Pada Siswa Kelas V Di Gugus V Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014, terdapat perbedaan yang signifikan pemahaman konsep IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan Model Pembelajaran Siklus Belajar Empiris Induktif dengan Peta Konsep Terhadap Pemahaman Konsep IPA Pada Siswa Kelas V Di Gugus V Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
2013/2014. Hal ini dilihat dari pemahaman konsep IPA siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan Model Pembelajaran Siklus Belajar Empiris Induktif dengan Peta Konsep berada pada kategori tinggi dan hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional berada pada kategori sedang. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa Model Pembelajaran Siklus Belajar Empiris Induktif dengan Peta Konsep berpengaruh terhadap pemahaman konsep IPA siswa. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diajukan saran yaitu saran yang pertama kepada guru, hendaknya lebih berinovasi dalam pembelajaran dengan cara memilih dan menggunakan model dan strategi mengajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan sesuai dengan karakter siswa. Kedua pada peneliti lain, agar melaksanakan penelitian sejenis dengan pemilihan materi yang berbeda dan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan gambaran yang lebih meyakinkan mengenai pemahaman konsep IPA siswa. DAFTAR RUJUKAN Abbas, N. 2004. Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Bassed Instruction) dalam Pembelajaran Matematika di SMU. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan.05(10).(831-844) Agung, A. A Gede. 2010. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Buku Ajar. Singaraja: Jurusan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UNDIKSHA. -------.2011. Metodologi penelitian pendidikan. Singaraja: Undiksha -------. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Undiksha Singaraja. Anggreni, N.M. 2006. Pengaruh Model Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar Pendidikan Agama Hindu dan Aktivitas Belajar Siswa (Eksperimen Pada SMP Negri 1 Denpasar). Tesis (tidak diterbitkan). Program
Pascasarjana IKIP Negeri Singaraja. Arikunto, Suharsimi. 2002. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. -------, 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara. -------, 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Dahar, R.W.1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga Depniknas, 2003. Kurikulum 2004, Jakarta: Depniknas Iskandar, Srini M. 1996. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Irektorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Koyan, I. W. 2008. Statistik Dasar Lanjut (Teknik Analisis Data Kuantitatif): Fakultas Ilmu Pendidikan, Inventaris Pendidikan Ganesha. -------, 2012. Statistik Pendidikan. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan, Inventaris Pendidikan Ganesha. Mulyasa.2009. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung :PT Remaja Rosdakarya Nurkancana, Wayan dan Sunartana. 1990. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional. Rasana, I Dewa Putu Raka. 2009. Modelmodel Pembelajaran. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Suastra, I W. 2004. Belajar dan pembelajaran sains. Buku Ajar. Singaraja: IKIP Negeri Singaraja Suherman, Erman. 1993. Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Matematika. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Suherman, E. dkk. 2003. Strategi Belajar Mengajar Matematika Kontemporer.Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Suparmi,
N.W. 2007. Penerapan ModelPembelajaran Kooperatif Gi (Group Investigation) Berbasis Penilaian Kinerja Ilmiah & Pemahaman Konsep Fisika Siswa Kelas VIIIC SMP Negeri 1 Sukasada. Skripsi (tidak diterbitkan). Program Studi
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha. Sudijono, Anas. 2009. Pengantar Statistik pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sugiyono, 2011. Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung:Alfabeta. Santyasa, I.W. 2003. “Pendidikan, Pembelajaran, dan Penilaian Berbasis Kompetensi”. Makalah disajikan dalam Seminar Akademik Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika IKIP Negeri Singaraja, pada tanggal 27 Februari 2003 di Singaraja. Suryantini. Ni Luh Gede. 2010. Pengaruh Model pembelajaran Heuristik Vee dengan Peta Konsep Terhadap Prestasi Belajar Fisika tahun Pelajaran 2009/2010. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Fisika, Undiksha Singaraja Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka. Wena, Made. 2001. Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Remaja Rosdakarya -------, 2004. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. -------, 2008. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Malang: Bumi Aksara Warpala, I.W. 2006. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran dan Strategi Belajar Kooperatif yang Berbeda Terhadap Pemahaman dan Kemampuan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran IPA SD. Disertasi (tidak diterbitkan). Program Studi Teknologi Pembelajaran. Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Wasis, dkk.2002. Beberapa Model Pembelajaran dan Strategi Belajar dalam Pembelajaran IPA. Jakarta : Depdiknas