e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V TAHUN PELAJARAN 2013/2014 DI SD SEGUGUS 1 KECAMATAN MARGA KABUPATEN TABANAN Ni L. Kd. Lhistya Dewi1, I Wayan Suwatra2, Ni Wayan Rati3 123
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected], ni
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model PBL dan siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Konvensional. Permasalahan dalam penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar IPA siswa kelas V di SD Segugus 1 Kecamamatan Marga Kabupaten Tabanan yang dapat dilihat dari capaian rata-rata siswa antara 66 hingga 68 dengan KKM 70. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan model PBL (Problem Based Learning) dan model pembelajaran konvensional. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V di SD Segugus 1 Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan tahun pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 74 siswa. Sampel penelitian ini yaitu siswa kelas V SD Negeri 1 Tua yang berjumlah 24 siswa dan siswa kelas V SD Negeri 4 Tua yang berjumlah 24 siswa. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial yaitu uji-t. Hasil penelitian ini menemukan bahwa: (1) Hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen tergolong tinggi dengan rata-rata (M) 19,50. (2) Hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol tergolong rendah dengan rata-rata (M) 12,25. (3) Terdapat perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas V semester II SD Negeri 1 Tua dan SD Negeri 4 Tua yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran PBL dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional (thit > ttab, thit = 11,69 dan ttab = 2,021). Kata kunci: Model PBL, model konvensional, hasil belajar IPA Abstract This study aimed to determine the differences between groups of science learning outcomes of students who take learning using PBL models with conventional models. The problem in this study is the low science learning outcomes fifth grade students in elementary school in group 1 of SD in Marga District, Tabanan Regency, that could be seen from the average performance of students between 66 to 68 with the KKM 70. This research aims to know the different of science achievement between students that taught
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) by PBL (Problem Based Learning) model and conventional learning model.The type this research is quasi experimental research. Population in this research is all of students fifth grade at group 1 of SD in Marga District, Tabanan Regency, academic year 2013/2014 which amount 74 students. Sample in this research is students fifth grade of SD Negeri 1 Tua which amount 24 students and students fifth grade of SD Negeri 4 Tua that amount 24 students. Achievement data was collected use objective test. The achievement data was analyzed use descriptive statistic analysis and inferential statistic that is t-test. The result of this research find that : (1) Science achievement of experimental group students was high with average (M) 19,50. (2) Science achievement of control group students was low with average (M) 12,25. (3) There was significant difference of science achievement of students fifth grade semester II of SD Negeri 1 Tua and SD Negeri 4 Tua between a group of students taught by PBL model and a group of students taught by conventional model (thit > ttab, thit = 11,69 and ttab = 2,021) Key word : PBL model, conventional model, science achievement
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dan positif dalam kehidupan sekarang maupun yang akan datang dalam mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Di dalam pendidikan terdapat sebuah komponen yang harus berfungsi dengan baik, komponen tersebut terdiri atas pemerintah, lembaga pendidikan, masyarakat dan siswa itu sendiri (UU No. 20 tahun 2003). Penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang bermutu dan berkompeten tidaklah mudah dilakukan, akan tetapi pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Hal-hal yang telah dilakukan oleh pemerintah diantaranya, perubahan kurikulum dari KBK menjadi KTSP, peningkatan kesejahteraan guru sebagai penghargaan kepada guru karena melaksanakan tugasnya dengan baik, perbaikan sarana dan prasarana sekolah dengan program BOS, mengadakan seminar-seminar nasional bidang pendidikan, serta berbagai upaya lainnya. Namun upaya-upaya tersebut belum sepenuhnya mampu mengatasi
permasalahan pendidikan pada umumnya (Depdiknas, 2005). Dengan adanya perubahan yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam bidang pendidikan, maka berimplikasi pada perubahan pemikiran untuk pengembangan diri. Perubahan pemikiran dan sikap tersebut mengacu kepada perubahan paradigma dari bagaimana mengajar ke arah bagaimana belajar dan bagaimana menstimulasi pembelajaran yang lebih banyak melibatkan siswa dengan memperhatikan kebutuhan siswa, sehingga pondasi pengetahuan yang dimiliki siswa menjadi semakin kuat. Fenomena kegagalan pencapaian esensi pembelajaran khususnya dalam peningkatan proses hasil belajar disebabkan karena siswa tidak diberlakukan sebagai bagian dari realitas dunia mereka dalam proses belajar di kelas. Proses pembelajaran yang masih mengandalkan cara konvensional kurang membuat siswa aktif secara emosional. Pendidikan yang sering terjadi terlihat di lapangan di warnai dengan model pembelajaran konvensional seperti ceramah, sehingga kurang mampu merangsang siswa untuk terlibat aktif dalam proses belajar mengajar. Kurang aktifnya siswa dalam proses pembelajaran tentu berimplikasi terhadap kurang maksimalnya hasil belajar siswa. Model pembelajaran merupakan salah satu faktor yang mempunyai andil
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) cukup besar dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Apabila model pembelajaran yang dipilih dapat diterapkan dengan sungguh-sungguh terutama dalam pembelajaran, maka siswa akan lebih mudah memahami materi pelajaran yang disajikan dan siswa lebih tertarik untuk belajar. Hal ini akan membantu pencapaia tujuan pembelajaran. Pembelajaran merupakan bagian dari proses pemberdayaan diri siswa secara utuh. Oleh karena itu pembelajaran semestinya mampu mendorong tumbuhnya keaktifan dan kreatifitas optimal dari diri siswa. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional yang didominasi oleh metode ceramah hampir terjadi pada semua mata pelajaran, termasuk juga pada mata pelajaran IPA. Alasan ini diperkuat dengan hasil observasi awal yang dilakukan di Sekolah Dasar di SD Segugus 1 Kecamatan Marga. Berdasarkan hasil observasi awal tersebut, kelemahankelemahan pembelajaran IPA yaitu: (1) Guru menggunakan model inovatif tidak secara konsisten dan berkesinambungan bahkan secara proporsi lebih banyak menggunakan model konvensional dari pada model pembelajaran inovatif. Pembelajaran dimulai dengan ceramah, tanya jawab dilanjutkan dengan penugasan. (2) Guru belum maksimal menerapkan pembelajaran yang bersifat konstruktivis. Guru mengalami sedikit kekeliruan dalam memaknai teori konstruktivis dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran. Guru memandang bahwa dalam paradigma konstruktivis hanya siswa yang aktif tanpa ada keterlibatan guru sebagai mediator dan fasilitator bagi siswa. Sebagian besar pembelajaran hanya berorientasi pada materi. Pembelajaran tidak berorientasi kompetensi dan lebih banyak menggunakan buku ajar atau lembar kerja siswa (LKS) yang dibeli siswa. Pemerintah telah melakukan berbagai cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan IPA di Indonesia. Sampai saat ini telah banyak dikembangkan model pembelajaran inovatif dalam upaya
meningkatkan kualitas pendidikan IPA, namun model yang telah dikembangkan jarang diimplementasikan di sekolah karena kualitas model-model pembelajaran yang dikembangkan masih diragukan oleh guruguru di sekolah. Hal ini menyebabkan pembelajaran IPA di kelas menjadi kurang bermakna. Dalam lingkungan belajar yang masih berpusat pada guru, siswa menjadi penerima yang kurang aktif dan yang ditekankan bukan pemahaman konseptual melainkan menghafal dan mengingat fakta.Pembelajaran yang berpusat pada guru,mendominasi aktivitas ruang kelas dengan guru menguasai lebih dari 80% pembicaraan.Umumnya keadaan seperti ini guru hanya menerima jawaban yang benar dan jawaban yang salah diabaikan. Hal ini mengakibatkan siswa jarang bertanya atau bertukar pikiran dengan siswa lain yang ada di ruang kelas itu. Evaluasi pembelajaran belum dilakukan secara holistik. Keberhasilan siswa dalam belajar sains cenderung hanya dinilai dari satu sisi yang menekankan aspek kognitif siswa, sedangkan aspek keterampilan dan prestasi sains siswa yang merupakan ciri khas sains belum begitu diperhatikan. Padahal, keterampilan dan prestasi siswa merupakan penilaian yang dituntut dalam KTSP. Evaluasi terhadap aspek prestasi siswa belum dilakukan dengan optimal karena guru belum sepenuhnya memahami cara mengevaluasi, apa yang akan diukur, serta bagaimana kriterianya. Oleh karena itu, guru perlu menerapkan model pembelajaran inovatif yang dapat memfasilitasi siswa untuk meningkatkan keterampilan sikap dan hasil belajar siswa.Hal ini disebabkan oleh ketidaktahuan mereka terhadap manfaat yang mereka peroleh dari belajar IPA. Berdasarkan hasil observasi yang terungkap di atas, maka perlu dilakukan inovasi dalam dunia pendidikan khususnya IPA. Inovasi yang dimaksud yaitu berupa perubahan cara berpikir dari pola pikir yang konvensional menuju pola pikir yang inovatif serta perubahan peran guru yang awalnya
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) sebagai transmiter menjadi fasilitator. Melalui peran guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran, maka siswa tidak lagi menganggap guru sebagai sumber pengetahuan tetapi sebagai kawan belajar. Hal ini dapat mengakibatkan pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru (teacher centered) melainkan berpusat pada siswa (student centered). Salah satu model pembelajaran inovatif yang mampu memfasilitasi siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri melalui interaksi secara terbuka adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan model yang mengkondisikan siswa bekerja bersama untuk memperoleh tujuan bersama dalam kelompok-kelompok kecil. Model pembelajaran kooperatif yang menekankan bekerja dalam kelompok, lebih memotivasi siswa daripada bekerja individualistik dalam lingkungan belajar kompetitif. Alasan utama pentingnya model pembelajaran kooperatif adalah siswa dapat mencapai kesuksesan individual yang lebih secara akademik dibandingkan dengan kesuksesan yang diperoleh apabila mereka bekerja sendiri. Jadi jelas pembelajaran IPA menuntut guru untuk senantiasa menggunakan model pembelajaran yang melibatkan belajar siswa ke dalam dimensi produk, proses, dan sikap. Dengan menggunakan model pembelajaran yang inovatif tersebut tujuan utama IPA dapat tercapai. Maka, untuk mencapai tujuan IPA tersebut dapat menggunakan model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning). Problem Based Learning (PBL), merupakan salah satu model pembelajaran yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan pengajaran IPA di atas. Menurut Redhana (2007:18), “PBL dikatakan kontekstual karena menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks belajar bagi peserta didik”. Pembelajaran ini cocok untuk materi pelajaran yang terkait erat dengan masalah nyata, meningkatkan keterampilan proses untuk memecahkan masalah, mempelajari
peran orang dewasa melalui pengalamannya dalam situasi yang nyata, serta melatih siswa untuk berdiri sendiri sebagai pelajar yang otonom. Secara garis besar PBL merupakan model pembelajaran yang menyajikan kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dalam inkuiri. PBL tidak di rancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. PBL utamanya dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual. Fokus pengajaran tidak begitu banyak pada apa yang sedang dilakukan siswa, melainkan kepada apa yang mereka pikirkan pada saat mereka melakukan kegiatan belajar. Peran guru dalam PBL terkadang melibatkan prestasi dan penjelasan sesuatu kepada siswa, namun yang lebih lazim guru berperan sebagai pembimbing dan fasilitator, sehingga siswa belajar untuk berfikir dan memecahkan oleh mereka sendiri. Berdasarkan latar belakang tersebut terlihat bahwa dalam rangka meningkatkan hasil belajar IPA siswa, kualitas proses pembelajaran perlu dioptimalisasi, maka penelitian ini difokuskan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran PBL terhadap hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA Kelas V di SD Segugus 1 Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk dalam bentuk penelitian eksperimen semu. Penelitian jenis ini dilakukan dibidang pendidikan yang melibatkan siswa sebagai sampel sehingga sulit untuk dilakukan eksperimen murni (true eksperimental). Hal ini dikarenakan partisipan atau sampel sulit untuk dimungkinkan diambil secara acak
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) mengingat siswa berada pada satu kelas tertentu sehingga kuasi eksperimen inilah yang dianggap paling sesuai. Komponen yang paling penting dalam kuasi eksperimen ini penentuan kesetaraan kelompok yang akan dibandingkan sebelum dan sesudah dikenakan perlakuan (treatment). Penelitian ini menggunakan non equivalenpost-test only control group design. Merupakan desain yang sederhana dari penelitian yang bersifat eksperimental (true experimental design), karena responden dipilih secara random (acak) ada
satu kelompok yang mendapat perlakuan (treatment) dan ada satu kelompok yang menjadi kelompok kontrol. Pelaksanaan eksperimen menggunakan dua kelompok siswa sebagai subjek penelitian. Satu kelompok menjadi kelompok eksperimen, yakni mendapatkan perlakuan model pembelajaran PBL (Problem Based Learning). Sedangkan kelompok yang satunya lagi menjadi kelompok kontrol, yakni kelompok yang tidak mendapatkan perlakuan. Namun dalam proses pembelajaran mereka menggunakan model pembelajaran konvensional.
Tabel 1. Desain Penelitian E X K (Sugiyono, 2007:75) Keterangan: E = kelompok Eksperimen K = kelompok Kontrol X = treatment terhadap kelompok eksperimen (model PBL) = treatment terhadap kelompok kontrol (model konvensional) O1 = post-test terhadap kelompok eksperimen O2 =post-test terhadap kelompok kontrol
O1 O2
keseluruhan individu yang akan diteliti. Agung (2011:45) menyatakan bahwa “populasi adalah keseluruhan objek dalam suatu penelitian”. Keseluruhan objek penelitian akan menjadi target kesimpulan dari hasil akhir. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelas V di SD Segugus 1 Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan tahun pelajaran 2013/2014, yang terdiri dari empat sekolah yaitu; SD Negeri 1 Tua, SD Negeri 2 Tua, SD Negeri 3 Tua, dan SD Negeri 4 Tua dengan jumlah siswa 74 orang. Distribusi siswa di masing-masing sekolah dapat dilihat pada Tabel 2
Populasi merupakan kumpulan dari beberapa individu sejenis. Populasi dalam penelitian bisa diartikan sebagai . Tabel 2. Distribusi Populasi Penelitian No. 1 2 3 4
Nama Sekolah SD NEGERI 1 TUA SD NEGERI 2 TUA SD NEGERI 3 TUA SD NEGERI 4 TUA JUMLAH
Sampel merupakan bagian dari pupulasi. Apabila jumlah populasi sangat banyak maka tidak semua anggota populasi tersebut diteliti, melainkan dipilih beberapa individu yang dianggap mewakili seluruh
Jumlah Siswa 24 12 14 24 74 populasi. Seperti yang disampaikan Agung (2011:45) bahwa “sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil, yang dianggap mewakili seluruh populasi dan diambil dengan menggunakan teknik tertentu”.
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) Sebelum ditentukan sampel, dilakukan uji kesetaraan terlebih dahulu terhadap semua sekolah. Uji kesetaraan dilakukan dengan menggunakan Anava satu jalur. Dari hasil random diperoleh satu pasang sekolah sebagai sampel penelitian yaitu pasangan SD Negeri 2 Tua dan SD Negeri 4 Tua. Setelah itu, dilakukan pengundian kembali sehingga diperoleh hasil SD Negeri 1 Tua sebagai kelompok eksperimen dengan jumlah siswa 24 orang dan SD Negeri 4 Tua sebagai kelompok kontrol dengan jumlah siswa 24 orang. Penelitian ini melibatkan variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model PBL yang diterapkan pada kelompok eksperimen sebagai suatu perlakuan sedangkan model konvensional diterapkan pada kelompok kontrol. Kemudian variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPA. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode tes. Teknik yang digunakan untuk mecari hasil belajar IPA siswa adalah dengan mengadakan tes hasil belajar. Instrument yang digunakan dalam mencari hasil belajar siswa adalah tes objektif dengan jumlah 35 butir soal. Namun, sebelum soal diberikan pada siswa sebagai soal post-test perlu terlebih dahulu dilakukan uji judgest, uji validitas, uji reliabilitas, uji taraf kesukaran dan uji daya beda. Maka dari itu meskipun dalam penelitian nantinya hanya menggunakan 30 butir soal, soal yang dirancang yang akan melewati beberapa uji jumlahnya sedikit lebih banyak yaitu 40 butir soal. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode tes. Teknik yang digunakan untuk mecari hasil belajar IPA siswa adalah dengan mengadakan tes hasil belajar. Instrument yang digunakan dalam mencari hasil belajar siswa adalah tes objektif dengan jumlah 35 butir soal. Namun, sebelum soal diberikan pada siswa sebagai soal post-test perlu terlebih dahulu dilakukan uji judgest, uji validitas, uji reliabilitas, uji taraf kesukaran dan uji daya beda. Maka dari itu meskipun dalam penelitian nantinya hanya menggunakan 30
butir soal, soal yang dirancang yang akan melewati beberapa uji jumlahnya sedikit lebih banyak yaitu 40 butir soal. Uji judgest dilakukan oleh dua orang ahli yang membidangi mata pelajaran IPA. Dalam uji judgest dilakukan beberapa kali revisi terhadap soal yang dibuat. Setelah melewati uji judgest soal kemudian diuji cobakan pada siswa. Siswa yang diberikan uji coba soal adalah siswa kelas VI di SD Negeri 1 Tua, SD Negeri 2 Tua, SD Negeri 3 Tua dan SD Negeri 4 Tua dengan jumlah siswa 105 orang. Dari hasil uji coba akan dilakukan uji validitas, reliabilitas, taraf kesukaran tes, dan daya beda tes. Dari hasil uji validitas ada 9 soal yang dinyatakan tidak valid. Sedangkan soal yang akan dijadikan sebagai post-test hanya 25 soal, sehingga ada 1 soal yang digugurkan secara acak. Dari uji reliabilitas tes, tes yang dibuat dan yang sudah diujikan tes tersebut tergolong ke dalam reliabilitas tinggi. Dari uji tingkat kesukaran instrumen yang dibuat tergolong dalam kategori sedang. Dari uji daya beda tes instrument yang dibuat termasuk dalam kategori cukup baik. Data yang diperoleh dari post-test yang diberikan pada siswa selanjutnya dianalisis dengan teknik analisis deskripsi data dan uji prasyarat analisis data. Analisis deskripsi data yang dicari berupa modus, median, mean dan skala penilaian. Kemudian untuk menguji hipotesis digunakan uji-t. Rumus uji-t yang digunakan adalah sparated varians. Namun, sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat berupa uji normalitas dan uji homogenitas varians. Uji normalitas sebaran data dilakukan dengan rumus chikuadrat dengan kriteria pengujian data berdistribusi normal jika χ2hitung < χ2tabel, dengan taraf signifikansi 5%. Sedangkan uji homogenitas varians dihitung dengan uji-F dengan kriteria pengujian jika F ≥ Ftabel maka sampel tidak homogen dan jika F < Ftabel maka sampel homogen. Pengujian dilakukan dengan taraf signikan 5%.
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
Kelompok Eksperimen
Kelompok Kontrol 14 12 10 8 6 4 2
12
0
10
Frekuensi
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa siswa yang distribusinya paling banyak berada pada interval skor 19–20. Dari grafik poligon pada gambar 1 dapat dilihat bahwa sebanyak 1 orang responden memiliki skor 13-14, sebanyak 1 orang responden memiliki skor 15-16, sebanyak 4 orang responden memiliki skor 17-18, sebanyak 10 orang memiliki skor 19-20, sebanyak 7 orang memiliki skor 21-22 dan sebanyak 1 orang memiliki skor 23-24. Selain itu, grafik poligon ini jika diperhatikan dari kemiringan dan nilai modus > median > mean (19,82 > 19,70 > 19,50) menurut Koyan (2012) termasuk dalam kurve juling negatif. Selanjutnya dari hasil perhitungan nilai post-test untuk kelompok kontrol yang telah dilakukan dengan menggunakan bantuan microsoft excel diperoleh nilai mean = 12,15, nilai median = 12,00, nilai modus = 11,75, nilai standar deviasi (SD) = 2,04, dan nilai varian = 4,16. Selain itu data dapat pula disajikan secara visual dalam bentuk grafik poligon seperti gambar 2.
Frekuensi
HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Dari penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan dua model pembelajaran yaitu; model pembelajaran konvensional dan model pebelajaran PBL (Problem Based Learning). Model pembelajaran konvensional diterapkan pada kelompok kontrol, dan model pembelajaran PBL (Problem Based Learning) yang diterapkan pada kelompok eksperimen. Total sampel yang digunakan berjumalah 48 orang siswa yang terdistribusi sebagai kelompok kontrol 24 orang siswa, dan sebagai kelompok eksperimen sebanyak 24 orang siswa. Dari Hasil perhitungan nilai post-test yang diberikan diperoleh skor tertinggi yaitu 24, sedangkan skor terendah ada pada kelompok kontrol yaitu 7. Dilihat dari perbandingan rerata kelanya, rerata kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan rerata kelompok kontrol (19,50 > 12,25). Dari hasil perhitungan nilai post-test kelompok eksperimen yang telah dilakukan dengan menggunakan bantuan microsoft excel diperoleh nilai mean = 19,50, nilai median = 19,70, nilai modus = 19,82, nilai standar deviasi (SD) = 2,26, dan terakhir adalah nilai varian = 5,10. Data dapat dilihat secara visual dalam bentuk grafik poligon seperti gambar 1.
7 - 8 9 - 10 11 - 1213 - 1415 - 1617 - 18
8
Rentangan Skor
6 4
Gambar
2 0 13 - 14
15 - 16
17 - 18
19 - 20
21 - 22
23 - 24
Rentangan Skor Gambar
1.
Kurve data hasil belajar kelompok eksperimen
2.
Kurve data hasil kelompok kontrol
belajar
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa siswa yang distribusinya paling banyak berada pada interval skor 11-12. Dari grafik poligon pada gambar 2 dapat dilihat bahwa sebanyak 1 orang responden memiliki skor 7-8, sebanyak 2 orang responden memiliki skor 9-10, sebanyak 12 orang responden
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) memiliki skor 11-12, sebanyak 6 orang responden memiliki skor 13-14, sebanyak 2 orang responden memiliki skor 15-16 dan sebanyak 1 orang memiliki skor 17-18. Selain itu, grafik poligon ini jika diperhatikan dari kemiringan bentuknya tergolong dalam kurve juling negatif. Namun, jika dilihat dari kriteria nilai (mean), median, dan modus menurut Koyan (2012) polygon ini tergolong
dalam kurve juling positif yang menunjukkan bahwa sebagian besar skor cenderung rendah. Deskripsi data hasil penelitian antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol terhadap hasil belajar IPA siswa dapat dilihat pada tabel rekapitulasi perhitungan hasil belajar IPA pada Tabel 3.
. Tabel 3. Rekapitulasi Perhitungan Hasil Belajar IPA Data Statistik Modus Median Mean Varians Standar Deviasi Nilai minimum Nilai maksimum Rentangan
Hasil Belajar IPA Kelompok Kelompok Eksperimen Kontrol 19,82 11,75 19,70 12,00 19,50 12,25 5,10 4,16 2,26 2,04 24 17 13 7 11 10
Selanjutnya dilakukan uji prasyarat sebelum melanjutka uji hipotesis, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas sebaran data varians. Uji normalitas dilakukan pada masingmasing hasil post-test siswa. Berdasarkan hasil perhitungan dengan rumus chi-kuadrat pada hasil post-test kelompok eksperimen, diperoleh 2hitung = 3,723 dan 2tabel = 7,815 pada taraf signifikansi 5% dan db= 6-2-1 = 3. Perhitungan tersebut berarti 2hit<2tab, maka data hasil post-test hasil tes belajar
IPA siswa kelompok eksperimen berdistribusi normal, sedangkan hasil perhitungan uji normalitas post-test kelompk kontrol, diperoleh 2hitung = 3,934 dan 2tabel = 7,815 pada taraf signifikansi 5% dan db = 62-1 = 3. Ini berarti bahwa 2hit<2tab maka data hasil post-test kelompok kontrol juga berdistribusi normal. Uji homogenitas varians dengan menggunakan uji-F. Ringkasan hasil perhitungan uji-F dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Ringkasan hasil analisis uji homogenitas varians Sampel Eksperimen Kontrol
Mean 19,50 12,25
SD 2,26 2,04
Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa Fhitung = 1,05 sedangkan Ftabel pada taraf signifikansi 5% serta dk pembilang = 421=41 dan dk penyebut = 40-1= 39 adalah 1,93, hal ini berarti Fhitung < Ftabel, sehingga
Varian 5,10 4,16
Fhitung
FTabel
Kesimpulan
1,22
2,00
Homogen
data hasil belajar siswa kelompok eksperimen dan siswa kelompok kontrol dapat dikatakan homogeny Berdasarkan uji prasyarat analisis data, diperoleh bahwa data hasil belajar IPA
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) siswa kelompok eksperimen dan kontrol adalah normal dan homogen. Setelah diperoleh hasil dari uji prasyarat analisis data, dilanjutkan dengan pengujian hipotesis nol (H0) melawan hipotesis alternative (Ha). Untuk menguji hipotesis digunakan uji-t independent “sampel tak berkorelasi”, yang menunjukkan bahwa varians kelompok eksperimen dengan
kelompok kontrol adalah homogen serta berdasarkan jumlah siswa pada tiap kelas yang sama maka pada uji-t sampel tak berkorelasi ini digunakan rumus sparated varians dengan kriteria H0 ditolak jika thit > ttab dan H0 terima jika thit < ttab. Ringkasan hasil analisis uji hipotesis dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Ringkasan Hasil Uji-T Sampel Tak Berkorelasi/Independent Kelas Varians N Db thitung Ttabel Kesimpulan Eksperimen 5,10 24 46 11,69 2,021 Signifikan Dari Tabel uji-t menunjukkan thitung = 11,69, sedangkan ttabel untuk db = 46 (db = 24 + 24 - 2) dengan taraf signifikan 5% yaitu ttabel = 2,021. Hal ini berarti thitung > ttabel. Berdasarkan kriteria pengujian, maka H₀ ditolak dan Ha diterima artinya terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V di SD segugus 1 Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan Hal tersebut menunjukkan bahwa kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran PBL (Problem Based Learning), memiliki hasil belajar IPA yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada mata pelajaran IPA di SD Segugus 1 Kecamatan Marga Adanya perbedaan tersebut menunjukkan bahwa dengan penerapan model pembelajaran PBL (Problem Based Learning) memberi pengaruh yang positif terhadap kemampuan hasil belajar IPA siswa kelas V di SD Negeri 1 Tua. Perbedaan tersebut dikarenakan adanya perbedaan perlakukan pada kegiatan pembelajaran dan proses penyampaian materi pembelajaran IPA. PEMBAHASAN Pembahasan hasil penelitian dan pengujian hipotesis menyangkut tentang hasil belajar IPA siswa khususnya pada materi memahami hubungan antara gaya
gerak dan energi serta fungsinya. Hasil belajar IPA siswa yang dimaksud adalah hasil belajar IPA siswa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Model Problem Based Learning (PBL) yang diterapkan pada kelompok eksperimen dan model pembelajaran konvensional yang diterapkan pada kelompok kontrol dalam penelitian ini menunjukkan pengaruh yang berbeda pada hasil belajar IPA siswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar IPA siswa. Secara deskriptif, hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan siswa kelompok kontrol. Tinjauan ini didasarkan pada ratarata skor hasil belajar IPA dan kecenderungan skor hasil belajar IPA. Berdasarkan analisis data menggunakan uji-t yang diketahui thit = 11,69 dan ttab (db = dan taraf signifikansi 5%) = 2,021. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thit lebih besar dari ttab (thit > ttab) sehingga hasil penelitian adalah signifikan. Hal ini berarti, terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran PBL dengan siswa yang mengikuti pembelajaran model pembelajaran konvensional. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran PBL berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa. Besarnya pengaruh antara model PBL dan model pembelajaran Konvensional
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) dapat dilihat dari analisis deskriptif. Analisis deskriptif menunjukkan bahwa skor hasil belajar kelompok eksperimen lebih baik dari pada kelompok kontrol. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model PBL berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V semester II SD Negeri 1 Tua dibandingkan dengan pembelajaran dengan model Konvensional. Temuan penelitian yang menunjukkan bahwa Model PBL berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA siswa dengan kecenderungan sebagian besar skor siswa tinggi disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama yaitu, guru dalam pembelajaran memposisikan diri sebagai mediator dan fasilitator pada saat siswa menyelesaikan masalah yang menjadi fokus pembelajaran model PBL. Faktor kedua, siswa diarahkan untuk menentukan kegiatan belajarnya sendiri sesuai dengan masalah yang diberikan sehingga siswa aktif mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Dengan siswa aktif mengkontruksi pengetahuannya sendiri maka akan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa itu sendiri, dengan motivasi belajar yang tinggi maka hasil belajar siswa akan meningkat. Selain temuan-temuan di atas, temuan lain yang merupakan akibat dari penerapan model PBL adalah sebagai berikut. Pertama, siswa lebih mudah dalam memecahkan suatu masalah. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan siswa sering kesulitan dalam melakukan pemecahan suatu msalah. Metode pembelajaran konvensional yang menjelaskan suatu materi dengan ceremah dan penugasan kurang mampu membuat siswa memecahkan suatu masalah. Setelah siswa diperkenalkan dengan model pembelajaran PBL, siswa mampu dengan cepat dan tepat dalam melakukan pemecahan suatu masalah. Hal ini disebabkan karena pembelajaran yang dilaksanakan oleh siswa dimulai dengan siswa diberikan suatu permasalahan. Kemudian dalam proses pembelajaran PBL, siswa merancang
kegiatan belajarnya sendiri sesuai dengan masalah yang diberikan untuk dikerjakan secara berkelompok agar menemukan solusi dari permasalahan tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wayan Redhana dan Maruli Simamora pada tahun 2007 yang menyatakan bahwa penggunaan masalahmasalah ill-structured, open-ended, dan kontekstual dapat meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam memecahkan masalah. Kedua, hasil belajar IPA pada kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model PBL lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini karena dalam model pembelajaran PBL yang diterapkan pada kelompok eksperimen siswa lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran, mereka cenderung lebih aktif menggali pengetahuannya sendiri, sperti yang diungkapkan oleh (Gijselaera dalam Redhana, 2007:18). Model PBL sangat menekankan siswa untuk aktif mengkonstruksi pengetahuannya sendiri melalui masalah yang dialaminya. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2011) yang menyatakan bahwa implementasi model pembelajaran berbasis masalah dengan bantuan media grafis dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut. Terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran PBL dengan kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional pada mata pelajaran IPA materi memahami hubungan antara gaya gesek dan energi serta fungsinya siswa
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) kelas V semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014 di SD Segugus 1 Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan. Hal ini ditunjukkan dari hasil Fhitung 6,794 > Ftabel 1,680 dan di dukung oleh perbedaan skor rata-rata hasil belajar yang diperoleh antara siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran PBL yaitu 19,50 yang berada pada kategori sangat tinggi dan siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional skor hasil belajar yaitu 12,08 yang berada pada kategori cukup oleh karena itu hipotesis alternatif diterima. Hal ini juga menunjukkan bahwa adanya pengaruh penggunaan model pembelajaran PBL terhadap minat belajar siswa yang berdampak terhadap hasil belajar IPA siwa. DAFTAR RUJUKAN Agung, A. A. Gede. 2011. Evaluasi Pendidikan. Jurusan Teknologi Fakultas Ilmu Pendidikan Pendidikan Ganesha. Depdiknas. 2005. Rencana Departemen Pendidikan Tahun 2005-2009. Depdiknas.
Pengantar Singaraja: Pendidikan Universitas
Strategi Nasional Jakarta:
Handayani. 2011. Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Dengan Bantuan Media Grafis Untuk Meningkatkan Keaktifan Dan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Kelas IV Semester Genap SD No. 2 Kalibubuk Tahun Pelajaran 2010/201. Laporan Penelitian (tidak diterbitkan). Lembaga Penelitian Universitas Pendidikan Ganesha. Koyan, I.W. 2012. Statistik Pendidikan Teknik Analisis Data Kuantitatif Undiksha: Singaraja. Redhana, I Wayan & Simamora Maruli. 2007. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan LKM Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Mahasiswa. Laporan Penelitian (tidak diterbitkan). Lembaga Penelitian Universitas Pendidikan Ganesha. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Administrasi (Dilengkapi dengan Metode R&D). Bandung: Alfabeta.