Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM (CPS) SOLVING BERBANTUAN MEDIA GRAFIS TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD GUGUS VI PANGERAN DIPONOGORO DENPASAR BARAT TAHUN AJARAN 2013/2014 123
I.B. Indra Pratama Siswadi, I.B. Gd. Surya Abadi, I Gusti Agung Oka Negara Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
email:
[email protected],
[email protected],
[email protected], Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model Creatif Problem Solving berbantuan media grafis dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Gugus VI Pangeran Diponogoro Denpasar Barat Tahun Ajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan desain penelitian Non Equivalent Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD yang ada di Gugus VI Pangeran Diponegoro yang berjumlah 519 siswa. Pengambilan sampel dengan teknik random sampling dalam penelitian ini dilakukan dengan cara undian yaitu kelas Vb di SD No.11 Pemecutan sebagai kelompok eksperimen yang berjumlah 40 siswa dan kelas Va di SD Negeri 7 Pemecutan sebagai kelompok kontrol yang berjumlah 38 siswa. Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui metode tes, dengan menggunakan tes objektif bentuk pilihan ganda biasa sebagai instrumen penelitian. Analisis data menggunakan metode gain skor ternormalisasi dan statistik uji-t. Hasil analisis data menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model Creative Problem Solving berbantuan media grafis dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan kreteria pengujian t hitung= 2,500 > ttabel (α= 0,05, 76)= 2,000 sehingga H0 ditolak dan Ha diterima serta dari perolehan nilai rata-rata gain skor kelas eksperimen = 0,32 > = 0,22 pada kelas kontrol. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model Creatif Problem Solving berbantuan media grafis berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Gugus VI Pangeran Diponogoro Denpasar Barat Tahun Ajaran 2013/2014. Kata-kata kunci: Model Creatif Problem Solving, media grafis, hasil belajar IPA.
Abstract This study aims to determine significant differences between students' science learning outcomes that learned through Creative Problem Solving Model -aided graphic media with students that learned through conventional teaching in fifth grade elementary school students Force VI Prince Diponogoro West Denpasar Academic Year 2013/2014 . This research is an experimental research study design with Non- Equivalent Control Group Design . The population in this study were all students in fifth grade elementary schools in Cluster VI Prince Diponegoro who totaled 519 students . Sampling with random sampling technique in the study done by lottery , namely the class Vb in SD 11 Pemecutan as the experimental group numbering 40 students and classes in the Elementary School 7 Va acceleration as the control group numbering 38 students . The data required in this study were collected by the method of multiple-choice objective test usual form . Data analysis using the normalized gain scores and t-test statistics . The results of data analysis showed a significant difference between students' science learning outcomes that learned using the
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
model of Creative Problem Solving aided graphic media with students that learned using conventional learning . This can be seen by testing criteria of t = 2.500 > t table ( α = 0.05 , 76 ) = 2.000 so H0 is rejected and Ha is accepted as well as of the acquisition value of the average gain of the experimental class scores = 0.32 > = 0.22 at control class . It can be concluded that the model of Creative Problem Solving aided graphic media influence on science learning outcomes fifth grade elementary school students Force VI Prince Diponogoro West Denpasar Academic Year 2013/2014 . Key words : Creative Problem Solving Model, graphic media, science learning outcomes
PENDAHULUAN Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara baik dalam kehidupan bermasyarakat. Pada dasarnya pertumbuhan dan perkembangan siswa bergantung pada dua unsur yang saling mempengaruhi, yakni bakat yang dimiliki oleh siswa sejak lahir, dan lingkungan yang mempengaruhi hingga bakat itu tumbuh berkembang. Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal, secara sistematis merencanakan bermacammacam lingkungan, yakni lingkungan pendidikan yang menyediakan berbagai kesempatan bagi siswa untuk melakukan berbagai kegiatan pembelajaran. Dengan berbagai kesempatan pembelajaran itu, pertumbuhan dan perkembangan peserta didik diarahkan dan didorong ke pencapaian tujuan dan cita-cita. Menurut Hamalik (2012:3) tujuan pendidikan adalah seperangkat hasil pendidikan yang tercapai oleh peserta siswa setelah diselenggrakannya kegiatan pendidikan. Seluruh kegiatan pendidikan, yakni bimbingan pengajaran, dan atau latihan diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Kenyataan permasalahan pendidikan yang dihadapi dalam dunia nyata sangat jauh berbeda dengan teorinya. Menurut Suyatno, (2009:5) Siswa diberikan pengetahuan agar kelak mendatangkan hasil yang berlipat-lipat. Siswa lantas diperlakukan sebagai bejana kosong yang akan diisi, sebagai sarana tabungan. Guru atau pelatih
adalah subjek aktif. Siswa adalah subjek pasif yang penurut dan diberlakukan tidak berbeda. Pendidikan akhirnya bersifat negatif dengan guru memberikan informasi yang harus ditelan oleh siswa yang wajib diingat dan dihafalkan. Menurut Suyatno, (2009:5) Pembelajaran yang demikian akan membuat hasil belajar siswa tidak akan dapat meningkat pembelajaran yang demikan hanya lebih berfokus pada guru dalam istilah yang sering disebut di dunia pendidikan adalah guru yang belajar bukan siswa. Pembelajaran yang demikian indentik dengan model pembelajaran konvensional atau tradisional. Model pembelajaran ini lebih menekankan pada guru yang ceramah atau guru yang lebih banyak menyuapi siswa dalam pemberian materi pembelajaran dan tanpa memperhitungkan pengertian siswa terhadap materi pembelajaran. Model pembelajaran yang demikian sudah pasti tidak dapat mengoptimalkan hasil belajar IPA. Rendahnya mutu pendidikan yang ada di lapangan ini disebabkan karena guru kurang menggunakan model pembelajaran yang efektif guna mengoptimalkan hasil belajar siswa dalam semua mata pelajaran termasuk IPA. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang sangat penting di sekolah dasar karena dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa terhadap lingkungan sekitar. Senada yang dikemukakan oleh Depdikbud (1995:60), IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya didalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Depdikbud (1995:60), pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat didentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran salingtemas (Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri (scientific inquiry) untuk membutuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasinya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Sedemikian pentingnya pembelajaran IPA yang harus diterapkan di SD sebaiknya menggunakan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif (cooperative leraning) adalah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivistis. Menurut Taniredja dkk., (2011:55) menyatakan pembelajaran kooperatif merupakan sistem
pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas– tugas yang terstruktur. Menurut Isjoni (2012:11), Cooperative learning merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam penyelesaian tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memenuhi materi pelajaran. Dalam cooperative learning, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasi bahan pelajaran. Sedangkan Sunal dan Hans (dalam Isjoni, 2012:12) mengemukakan cooperative learning merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, belajar dengan model kooperatif dapat diterapkan untuk memotivasi siswa berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat teman, dan saling memberikan pendapat (sharing ideas). Selain itu, dalam belajar siswa dihadapkan pada latihan soal-soal atau pemecahan masalah. Oleh sebab itu, cooperative learning sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling menolong mengatasi tugas yang dihadapinya. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang diduga mengoptimalkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA adalah model Creative Problem Solving. Uno dan Nurdin, (2011:223) menyatakan bahwa model Creative Problem Solving adalah suatu model pembelajaran menekankan pada kerja kelompok yang memusatkan pada pembelajaran dan keterampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan keterampilan. Ketika dihadapkan dengan suatu pertanyaan, siswa dapat melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapan. Siswa
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
menggunakan segenap pemikiran, memilih strategi pemecahannya, dan memproses hingga menemukan penyelesaian dari suatu masalah. Menurut Suyatno (2009:66) menyatakan bahwa model creative problem solving ini juga merupakan variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah melalui teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Dalam menerapkan model CPS perlu didukung dengan kelebihan yang dimiliki oleh model tersebut untuk mengoptimalkan hasil belajar siswa. Adapun kelebihan model CPS menurut (Djamarah dkk, 2006:93) antara lain: a. Creative Problem Solving dapat membuat pendidikan disekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dengan dunia kerja. b. Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil, apabila menghadapi permasalahan di dalam kehidupan dalam keluarga, bermasyarakat, dan bekerja kelak, suatu kemampuan yang sangat bermakna bagi kehidupan manusia. c. Creative Problem Solving merangsang pengembangan kemampuan berfikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya, siswa banyak melakukan mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecah. Dalam menopang penerapan model pembalajaran kooperatif tipe CPS, khususnya di SD perlu adanya sarana dan media dalam proses pembelajaran. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan siswa dalam menerima materi pembelajaran. Media adalah segala sesuatu benda atau komponen yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa dalam proses belajar. Banyak
media pembelajaran yang digunakan di sekolah dasar yang sampai saat ini belum dapat membantu suatu proses pembelajaran atau membuat perhatian siswa terpusat pada guru. Media grafis berfungsi untuk menyalurkan pesan dari guru ke siswa. Dengan menggunakan perantara pengelihatan siswa yang dapat didisain berupa simbol–simbol komunikasi visual yaitu gambar/foto. Media grafis yang digunakan dalam pembelajaran IPA seperti gambar tentang alat pernapasan, yang nantinya lebih dapat menarik perhatian siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti pengaruh model Creative Problem Solving berbantuan media grafis terhadap hasil belajar IPA kelas V SD Gugus VI Pangeran Diponegoro Denpasar Barat 2013/2014, dengan harapan dapat membuktikan secara empiris perbedaan hasil belajar IPA siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model Creative Problem Solving dengan model pembelajaran konvensional. METODE Metode penelitian ini adalah eksperimen, karena penelitian ini melakukan perlakuan atau manipulasi variabel. Perlakuan yang dilakukan terhadap variabel bebas dilihat hasilnya pada variabel terikatnya. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang benar-benar untuk melihat sebab akibat (Ruseffendi, 1994:32). Dalam penelitian eksperimen diperlukan aturan – aturan tertentu dalam melaksanakannya. Ruseffendi (1994:38) menyatakan, bahwa penelitian eksperimen harus memenuhi persyaratan seperti membandingkan dua kelompok atau lebih dan menggunakan ukuran-ukuran statistik tertentu (statistik inferensial), yakni 1) menyamakan dulu kondisi subyek yang dimasukkan ke dalam kelompokkelompoknya dilakukan secara acak, 2) memanipulasi secara langsung satu variabel bebasnya (independent) atau
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
lebih, 3) melakukan pengukuran (sebagai hasil eksperimen) terhadap variabel bergantungnya (dependent), 4) adanya kontrol terhadap variabel non percobaan (ektraneous variabels). Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe CPS (Creative Problem Solving) berbantuan media grafis terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Gugus VI Pangeran Diponogoro Denpasar Barat Tahun Ajaran 2013/2014, dengan memanipulasi variabel bebas model pembelajaran, sedangkan variabel lain tidak bisa dikontrol secara ketat sehingga desain penelitian yang digunakan adalah desain eksperimen semu (quasy exsperiment). Desain eksperimen semu yang digunakan dalam penelitian ini adalah non equivalent control group design. Rancangan penelitian ini mempergunakan skor pre test dan post test. Secara skematis desain penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1 berikut. O1
X
O2
------------------------------------------
O3
O4
Keterangan: O1, O3 = Pre test diberikan pada kedua kelompok, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. X = Perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperimen, berupa model Creative Problem Solving. Untuk kelas kontrol diberikan perlakuan berupa pembelajaran konvensional. O2, O4 = Post test diberikan pada kedua kelompok, berupa tes hasil belajar IPA. Dalam suatu penelitian tidak terlepas dari objek yang akan diteliti, seperti halnya pada penelitian eksperimen ini mengenai pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CPS berbantuan media grafis terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA kelas V SD Gugus VI Pangeran Diponogoro Denpasar Barat tahun ajaran 2013/2014.
Objek yang diteliti diistilahkan sebagai populasi dan sampel. Dalam suatu penelitian, populasi dan sampel memiliki hubungan saling keterkaitan. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011:117). Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa kelas V SD yang ada di Gugus VI Pangeran Diponegoro yang berjumlah 511 siswa yang terdiri dari 7 SD yaitu SD Negeri 1 Pemecutan, SD Negeri 3 Pemecutan, SD Negeri 7 Pemecutan, SD Negeri 10 Pemecutan, SD No. 11 Pemecutan, SD Negeri 16 Pemecutan, SD Muhammadiah I. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2011:118). Pemilihan sampel penelitian ini tidak dilakukannya pengacakan individu, karena tidak bisa mengubah kelas yang telah terbentuk sebelumnya. Kelas dipilih sebagaimana telah terbentuk tanpa campur tangan peneliti dan tidak dilakukannya pengacakan individu, maka pengambilan sampel ini dilakukan dengan teknik random sampling tetapi yang dirandom adalah kelas. Dalam penelitian ini, setiap kelas memperoleh hak yang sama dan mendapat kesempatan dipilih menjadi sampel. Pengambilan sampel dengan teknik random sampling dalam penelitian ini dilakukan dengan cara undian. Berdasarkan pengundian diperoleh dua kelas yang dijadikan sampel dalam penelitian ini yaitu kelas Vb SD No.11 Pemecutan yang menggunakan model Creative Problem Solving berbantuan media grafis pada kelompok eksperimen yang berjumlah 40 siswa dan kelas Va SD Negeri 7 Pemecutan yang menggunakan pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol yang berjumlah 38 siswa. Penelitian ini menyelidiki pengaruh variabel bebas (independent) terhadap variabel terikat (dependent). Variabel bebas yang sering disebut sebagai
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
variabel independent adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen/terikat (Sugiyono, 2012:61), yang dalam penelitian ini adalah model Creatif Problem Solving berbantuan media grafis. Sedangkan variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas yang dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPA. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang hasil belajar IPA siswa kelas V. Menurut Arikunto (2010:32) tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tes pilihan ganda (multiple choice test). Tes objektif menuntut siswa hanya dengan memilih kode-kode tertentu yang mewakili alternatif-alternatif jawaban yang telah disedikan. Jawaban terhadap tes objektif bersifat pasti, hanya satu kemungkian jawaban yang benar. Sebelum tes tersebut digunakan, maka tes tersebut terlebih dahulu di uji validitas dan realibilitasnya, daya beda dan tingkat kesukaran dari tes tersebut. Dalam uji validitas dilakukan validitas isi tes dengan cara menyesuaikan butir tes dengan indikator dan standar kompetensi. Uji validitas isi ini dilakukan dengan membuat kisi-kisi soal. Tes hasil belajar IPA tergolong tes yang bersifat dikotomi karena merupakan tes objektif, oleh karena itu validitas empirik di uji dengan Point Biserial. Uji reliabilitas dilakukan untuk setiap butir tes yang valid. Oleh karena skor yang digunakan dalam instrument tersebut menghasilkan skor dikotomi (1 dan 0), dimana skor 1 diberikan untuk jawaban yang benar pada setiap butir tes/soal. Sedangkan skor 0 diberikan untuk jawaban salah pada tiap butir tes/soal. Untuk daya pembeda butir tes ialah kemampuan butir tes tersebut
membedakan antara testee kelompok atas (pintar) dan testee kelompok bawah (lemah). Daya beda perangkat tes adalah rata-rata kemampuan tiap butir tes membedakan antara testee kelompok atas dan testee kelompok bawah.Sedangkan untuk tingkat kesukaran butir tes merupakan bilangan yang menunjukan proporsi peserta ujian (testee) yang dapat menjawab betul butir soal tersebut. Sedangkan tingkat kesukaran perangkat tes adalah bilangan yang menunjukan rata-rata proporsi testee yang dapat menjawab betul seluruh (perangkat) tes tersebut. Tingkat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan yang disebut dengan indeks kesukaran (difficulty indexs). Indeks kesukaran berkisar antara nilai 0,00 sampai dengan 1,00. Soal dengan indeks kesukaran 0,00 berarti butir soal tersebut terlalu sukar, sebaliknya indeks kesukaran soal mendekati 1,00 berarti soal tersebut terlalu mudah. Deskripsi data hasil penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran umum mengenai penyebaran data yang diperoleh. data dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua yaitu; a) hasil belajar IPA siswa kelas V yang mengikuti model Creative Problem Solving berbantuan media grafis dan b) hasil belajar IPA siswa kelas V yang mengikuti pembelajaran konvensional. Hasil analisis perhitungan rata-rata (mean), standar deviasi, dan varian dari gain skor modus (Mo), dan median (Me) hasil belajar IPA antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Untuk tujuan tersebut, sebelum dicari harga-harga yang diperlukan dibuat terlebih dahulu tabel distribusi frekuensi dan histogram untuk setiap variabel penelitian. Analisis data yang dilakukan terlebih dahulu menggunakan gain skor ternormalisasi yaitu nilai pre-test yang sudah diperoleh dari kedua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan normalisasi dengan nilai post-test yang juga dilakukan dikedua kelompok.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Kemudian pengolahan data gain skor menggunakan analisis statistik inferensial. Dalam menguji hipotesis yang telah dirumuskan dalam penelitian ini menggunakan uji prasyarat yaitu uji normal dan homogen. Jika data yang diperoleh dalam penelitian terdistribusi normal maka uji hipotesis dapat dilakukan. Uji normalitas untuk hasil belajar IPA siswa digunakan analisis Chi Square dan uji homogenitas dilakukan untuk menunjukkan bahwa perbedaan yang terjadi pada uji hipotesis benar-benar terjadi akibat adanya perbedaan antar kelompok, bukan sebagai akibat perbedaan dalam kelompok. Uji homogenitas data dilakukan dengan uji F. Jika dari hasil uji normalitas dan homogenitas varian diketahui, bahwa sampel berdistribusi normal dan homogen maka untuk menguji hipotesisnya menggunakan uji-t dengan taraf signifikansi 5%. Dalam menguji hipotesis yang telah dirumuskan dalam penelitian ini menggunakan rumus uji beda mean (uji-t) kelompok tidak berkorelasi sebagai berikut.
t hit
M1 M 2 (i) (Sugiyono,2011:138) 1 1 S gab n1 n2
Keterangan:
M1= rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen M2= rata-rata hasil belajar kelompok kontrol s 2gab= Varians gabungan n1 = jumlah subyek dari kelompok eksperimen. n2 = jumlah subyek dari kelompok kontrol.
Hipotesis yang diuji adalah: Ha : H0 : Uji signifikansinya adalah jika thitung< ttabel, maka H0 diterima (gagal ditolak) dan Ha ditolak, sebaliknya jika thitung ≥ ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Pengujian dilakukan pada taraf signifikan
5% (α = 0,05) atau taraf kepercayaan 95% dengan dk = n1+n2- 2. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi data dalam penelitian ini memaparkan mean, median, modus, standar deviasi, varian, dari data gain skor hasil belajar IPA kelompok eksperimen yaitu siswa kelas Vb SD No. 11 Pemecutan dengan model Creative Problem Solving berbantuan media grafis dan kelompok kontrol yaitu siswa kelas Va SD Negeri 7 Pemecutan dengan pembelajaran konvensional. Tabel Deskripsi Data Gain Skor Hasil Belajar IPA Kelompok Eksperimen dan Kontrol Hasil Kelompok Kelompok Analisis Eksperimen Kontrol Mean 0,32 0,22 Standar Deviasi 0,17 0,20 Varian 0,03 0,04 Median 0,3 0,21 Modus 0,50 0,25 Rentangan 0,70 1,27 Panjang Kelas 0,12 0,21 Jumlah Kelas 6 6 Berdasarkan data tersebut, menunjukkan bahwa kelompok eksperimen melalui model Creative Problem Solving berbantuan media grafis memiliki nilai rata-rata hasil belajar yang lebih tinggi daripada kelompok kontrol melalui pembelajaran konvensional. Hasil uji normalitas pada kelompok eksperimen diperoleh harga X2hitung = 5,357. Harga tersebut kemudian dibandingkan dengan harga X2tabel pada taraf signifikansi 5% dengan dk = 5 sebesar 11,070. Ini menunjukkan bahwa X2hitung < X2tabel berarti data hasil belajar IPA kelompok eksperimen berdistribusi normal. Sementara hasil uji normalitas pada kelompok kontrol, diperoleh harga X2hitung sebesar 6,604. Harga tersebut kemudian dibandingkan dengan harga X2tabel pada taraf siginifikansi 5% dengan dk = 5
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
sebesar 11,070. Ini menunjukkan bahwa X2hitung < X2tabel berarti data hasil belajar IPA kelompok kontrol berdistribusi normal. Uji homogenitas yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan Anava Havley. Uji homogenitas bertujuan untuk meyakinkan bahwa perbedaan yang diperoleh benar-benar berasal dari perbedaan antar kelompok, bukan disebabkan perbedaan di dalam kelompok. Dari hasil Uji homogenitas varians pada penelitian ini dilakukan dengan uji F, diperoleh Fhitung = 1,25 sedangkan Ftabel pada taraf signifikansi 5% dengan db pembilang = 38 – 1 = 37 dan db penyebut 40 – 1 = 39 adalah 1,69. Ini berarti Fhitung< Ftabel sehingga kedua kelompok data homogen. Dari hasil uji prasyarat yakni uji normalitas dan uji homogenitas varians dapat disimpulkan bahwa data pada penelitian ini berdistribusi normal dan homogen. Setelah diperoleh hasil dari uji prasyarat analisis data, kemudian dilanjutkan dengan pengujian hipotesis data yang berhasil dikumpul dengan menggunakan uji-t. Dari hasil anaisis diperoleh thitung = 2,500. Sedangkan harga ttabel sebesar 2,000 untuk dk = n1 + n2 – 2 = 65 dengan taraf signifikan 5%, sehingga thitung > ttabel, yaitu 2,500 > 2,000. Ini berarti hipotesis nol (H0) yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model Creative Problem Solving bernbantuan media grafis dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional pada siswa kelas Vb SD No.11 Pemecutan dan siswa kelas Va SD Negeri 7 Denpasar Barat tahun ajaran 2012/2013 ditolak. Sebaliknya, hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model Creative Problem Solving berbantuan media grafis dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional pada siswa kelas Vb SD No.11 Pemecutan dan siswa
kelas Va SD Negeri 7 Denpasar Barat tahun ajaran 2012/2013 diterima. Berdasarkan hasil analisis awal yang telah dilakukan yaitu dengan menggunakan tes normalitas IPA siswa kelas V diperoleh hasil bahwa antara siswa kelas Vb SD No. 11 Pemecutan dengan siswa kelas Va SD Negeri 7 Pemecutan yang dijadikan kelompok penelitian memiliki distribusi data yang normal dan homogen serta hasil uji kesetaraannya menyatakan bahwa kedua kelompok tidak memiliki perbedaan yang signifikan atau dengan kata lain kedua kelompok setara. Karena kedua kelompok memiliki kemampuan yang sama maka dapat diberikan perlakuan yaitu berupa model Creative Problem Solving untuk kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional untuk kelompok kontrol. Sebelum dilakukan treatment terlebih dahulu diberikan pretest untuk kedua kelompok. Treatment dilakukan sebanyak 6 kali pertemuan untuk kelompok eksperimen dan 6 kali pertemuan untuk kelompok kontrol. Pada pertemuan kedelapan masing-masing kelompok diberikan post-test. Setelah mendapat nilai pre-test dan post-test, dilanjutkan dengan mencari gain skor hasil belajar IPA siswa. Kemudian nilai gain skor tersebut dianalisis, setelah dianalisis didapat rata-rata kelompok eksperimen sebesar 0,32 dan rata-rata kelompok kontrol sebesar 0,22. Ini berarti rata-rata kelompok eksperimen lebih besar daripada rata-rata kelompok kontrol. Dengan lebih besarnya rata-rata kelompok eksperimen berarti pembelajaran dengan model Creative Problem Solving berbantuan media grafis terbukti lebih baik dibandingkan pembelajaran konvensional. Dalam pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t didapat thitung sebesar 2,500 sementara ttabel pada taraf signifikansi 5% dan dk = 76 adalah 2,000. Ini berarti thitung > ttabel, sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Creative Problem Solving berbantuan media grafis dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional. Perbedaan yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model Creative Problem Solving berbantuan media grafis dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional disebabkan karena perbedaan perlakuan pada langkah-langkah pembelajaran dan proses penyampaian materi. Pembelajaran dengan model Creative Problem Solving berbantuan media grafis lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif dalam mencari, menemukan, menggali dan mengolah pengetahuannya sendiri. Siswa tidak hanya menunggu konsep-konsep yang diberikan oleh guru, namun siswa dapat aktif dengan bertanya baik kepada guru, dengan siswa lainnya, ataupun mencari pada sumber-sumber belajar yang lainnya. Selain itu, model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan teman dikelompoknya dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi sehingga mereka dapat saling berbagi pengetahuan, yang kemampuannya kurang dapat bertanya kepada teman yang lebih mengerti dikelompoknya. Hal ini sesuai dengan kelebihan dari model Creative Problem Solving yang di kemukakan oleh Djamarah dkk, (2006:93) antara lain: a. Creative Problem Solving dapat membuat pendidikan disekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dengan dunia kerja. b. Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil, apabila menghadapi permasalahan di dalam kehidupan dalam keluarga, bermasyarakat, dan bekerja kelak, suatu kemampuan yang sangat bermakna bagi kehidupan manusia.
c.
Creative Problem Solving merangsang pengembangan kemampuan berfikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya, siswa banyak melakukan mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecah. Guru hanya bertindak sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing jalannya diskusi yang dilakukan siswa. Dengan demikian, materi yang dipelajari lebih lama diingat dan lebih bermakna bagi siswa. Berbeda halnya dengan pembelajaran konvensional yang lebih menekankan pada metode ceramah di mana guru menjadi satu-satunya sumber informasi dalam kegiatan pembelajaran, sehingga komunikasi yang terjadi hanya berjalan satu arah. Dalam pembelajaran konvensional siswa cenderung pasif karena tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat atau bertanya, merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata. Dengan demikian, apa yang dipelajari oleh siswa tidak lama dapat diingat oleh siswa. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wirasani (2011) yang menyatakan ditunjukan adanya peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II setelah diterapkannya model pembelajaran CPS (Creative Problem Solving) pada pembelajaran matematika. Pada siklus I rata-rata hasil belajar siswa sebesar 68, daya serap sebesar 68% dan ketuntasan belajar sebesar 51%. Sedangkan pada siklus II rata-rata sebesar 78, daya serap sebesar 78% dan ketuntasan belajar sebesar 83% sehingga telah melebihi target yang ditetapkan. Terjadi peningkatan ketuntasan belajar siswa pada siklus II dari 51% menjadi 83% disebabkan oleh siswa sangat antusias dan tertarik mengikuti pembelajaran.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis dengan uji-t, diperoleh thitung = 2,500 > ttabel ( = 0,05, 70)= 2,000. Ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang belajar melalui model Creative Problem Solving berbantuan media grafis dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional. Nilai rata-rata hasil belajar IPA siswa yang belajar melalui model Creative Problem Solving berbantuan media grafis lebih baik dibandingkan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional. Siswa yang belajar melalui model Creative Problem Solving berbantuan media grafis memiliki nilai rata-rata hasil belajar IPA = 0,32 > = 0,22 siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional. Maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model Creative Problem Solving berbantuan media grafis berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas Vb SD No. 11 Pemecutan Gugus VI Pangeran Diponogoro Denpasar Barat. DAFTAR RUJUKAN
Agung, A. A. Gede. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan, IKIP Negeri Singaraja. Agung, A. A. Gede. 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan, IKIP Negeri Singaraja. Arikunto, Suharsimi.2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arsyad, Azhar. 2009. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Astuti, Adi. 2009. Pengaruh Penerapan Metode Pembelajaran Problem Solving Dalam Komunitas Belajar Terhadap Prestasi Belajar Matematika pada Siswa SMP
Negeri 5 Singaraja Kelas VII Semester II Tahun Ajaran 2008/2009. Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Darmojo, Hendro. 1992. Materi Pembelajaran IPA SD. Jakarta: Universitas Terbuka. Debdikbud. 1995. Kurikulum Pendidikan Dasar, Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Debdikbud) Djamarah, Syaiful Bahri, dan Zain, Aswan. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Google. 2013. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL. Tersedia di http://www.inherentdikti.net/files/sisdiknas.pdf. Diakses pada tanggal 12 Juni 2013. Google. 2013. Pengertian Media. Tersedia di http://eprints.uny.ac.id/8323/3/B AB%202%20%2008513241018.pdf. Diakses pada tanggal 29 Juli 2013. Hamalik, Oemar. 2012. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Hasman. 2010. Pengaruh Model pembelajaran dan Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas II SMA Negeri 1 Unaaha Tahun Pelajaran 2005/2006. Tersedia pada http://www.pengaruh-model-
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
pembelajaran-dan-motivasi.html (diakses 14 Mei 2013).
Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Isjoni. 2012. Cooperative Learning : Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Pekanbaru: Alfabeta.
Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Pepkin K.L. 2004. Creative Problem Solving In Math. Tersedia di: http://www.uh.edu/hti/cu/2004/v0 2/04.htm (5 April 2013). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Pratayaksa, Dharma. 2009. Pengembangan VCD (Video Compact Disk) Multimedia Interaktif Berbasis Komunitas Belajar Pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi Dan Komunikasi di SMA2 Singaraja. Skripsi (tidak diterbitkan), Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Ruseffendi. 1994. Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-Eksakta Lainnya. IKIP Semarang. Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sadiman, Arief S, dkk. 2011. Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. Second Edition. Massachussets: Allyn & Bacon. Samatowa, Usman. 2006. Bagaimana Membelajarkan IPA di Sekolah
Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sugiarto, E. 2012. Master EYD. Yogyakarta: Khitah Publishing. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta. Suma,
Ketut. 2003. Efektivitas Pembelajaran Berbasis dalam Peningkatan Penguasaan Konten dan Penalaran Ilmiah Calon Guru. Jurnal (3-4).
Sumardyono. 1996. Tahapan dan Strategi Pemecahan Masalah Matematika. Yogyakarta: Kepala Unit Litbang atau R&D pada Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika (PPPPTK Matematika). Kandidat Doktor Matematika dari UGM. Suprijono, Agus. 2012. Cooperative Leraning : Teori & Aplikasi Paikem. Surabaya: Pustaka Pelajar. Suryabrata, Sumadi. 1983. Proses Belajar Mengajar di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Andi Offset.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Sutama, I Made. 2009. Pedoman Penulisan Skipsi dan Tugas Akhir. Singaraja: Depdiknas Undiksha.
Winarsunu, Tulus. 2010. Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang: UMM Press.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka.
Wirasani, I Gusti Ayu Made Sri. 2011. Penerapan Model Creative Problem Solving Dengan Video Compact Disk Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Matematika Pada Siswa Kelas IV Semester I di SD No. 1 Banjar Bali. Skripsi (tidak diterbitkan), Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Taniredja, T., E.M. Faridli, S. Harmianto. 2011. Model – Model Pembelajaran Inovatif. Bandung : Alfabeta. Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif – Progresif. Jakarta: Kencana. Uno, Hamzah.B., N. Mohamad. 2011. Belajar dengan Pendekatan PAILKEM. Jakarta: Bumi Aksara.
Yamin, Martinis. 2011. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta : CP Press.