KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011
20
JURNALISME LINGKUNGAN YANG SADAR LINGKUNGAN Arief Fajar Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta Email:
[email protected]
ABSTRACT In the principle, environmental journalism has same format to another journalism. However, the difference is a central issue in the news, coverage of environmental journalism focused on text production from the reality of environment such as the environmental damage caused of human error (pollution, flooding, landslides, and deforestation), local wisdom, conservation, waste, nature resource. According to categorization from Flournoy, environmental news consist of (Flournoy, 1989);
Peristiwa yang ditampilkan dalam teks berita yang terkait dengan Bencana Alam, Perubahan Iklim, Global Warming, Penipisan Lapisan Ozon, dan lain-lainya seperti pengembangan teknologi serta kebijakan pemerintah terkait lingkungan. Most people know about environmental degradation such as deforestation, pollution industrial waste and the greenhouse effect through newspapers and television. But most environmentalists are not satisfied with the environmental news in newspapers and on television. They cite three mistakes that often appear in the news environment, such as: lack of information relevant to the background news, headlines are often misleading and lack of desire to think of risk coverage. (Abrar, 1993:59-60). The main discussion in this paper, invites critical discussion about the concept of environmental journalism. Keywords : Environmental Journalism Ethics.
ABSTRAK Pada prinsipnya jurnalisme lingkungan hidup sama format jurnalisme yang lain. Namun, yang menjadi perbedaan adalah isu sentral dalam pemberitaan, jurnalisme lingkungan hidup menitiberatkan peliputan dan produksi teks berita pada realitas lingkungan hidup seperti; kerusakan lingkungan akibat olah tangan manusia (pencemaran, banjir, tanah longsor, penggundulan hutan), kearifan lokal, konservasi, limbah, penggunaaan sumber daya 20
KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011
21
alam. Berkaca dari kategorisasi pemberitaan menurut Flournoy, batasan pemberitaan lingkungan hidup (Flournoy, 1989) ,yaitu; Peristiwa yang ditampilkan dalam teks berita yang terkait dengan Bencana Alam, Perubahan Iklim, Global Warming, Penipisan Lapisan Ozon, dan lain-lainya seperti pengembangan teknologi serta kebijakan pemerintah terkait lingkungan. Sebagian besar masyarakat mengetahui kerusakan lingkungan hidup seperti penggundulan hutan, pencemaran sampah dan industri serta efek rumah kaca melalui surat kabar dan televisi. Tetapi sebagian besar ahli lingkungan hidup tidak puas dengan pemberitaan lingkungan hidup di surat kabar maupun di televisi. Mereka menyebutkan tiga kesalahan yang sering muncul dalam pemberitaan lingkungan hidup; seperti: tiadanya informasi yang relevan dengan latar belakang pemberitaan, judul berita yang sering menyesatkan dan tiadanya keinginan memikirkan dalam risiko pemberitaan. (Abrar, 1993:5960). Bahasan utama dalam tulisan ini, mengajak kritis mengenai konsep jurnalisme lingkungan yang “betul-betul” sadar lingkungan. Kata Kunci: Etika Jurnalisme Lingkungan Hidup
jurnalisme
LATAR BELAKANG Sebelum menulis makalah ilmiah ini, masih teringat pertanyaan salah satu mahasiswa di kelas paper; bagaimana sebenarnya
kita
melihat
jurnalisme
lingkungan hidup? Apakah jurnalisme ini yang menjadi akar jurnalisme bencana atau komunikasi
bencana?
Mengapa
harus
perspektif jurnalis begitu berbeda dalam meliput berita lingkungan hidup dan bencana? Pertanyaan menggelitik, namun perlu sebuah pemikiran kritis untuk menjadikan mahasiswa tersebut paham. Makalah ini sebagai jawaban awal untuk memahami
lingkungan
terutama
sadar
lingkungan. Kemudian masih membekas diskusi kecil dengan jurnalis dari LPP TVRI mengenai gaya reportasi jurnalis Indonesia dengan jurnalis asing (terutama Jepang)
mengenai
lingkungan
hidup
peliputan terlebih
berita bencana.
Bahkan, beberapa konsep perbincangan ini menjadi topik dalam situs jejaring sosial dan media sosial lainnya. Secara
gamblang,
kolega
saya
tersebut menjelaskan ada tiga perbedaan mendasar dalam gaya reportase lingkungan hidup terutama bencana. Pertama, dari sudut pandang manusia; manusia sebagai
22
KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011
korban lingkungan atau bencana selalu
jurnalis sendiri serta masyarakat; maka
diletakkan sebagai objek ekspoitasi baik
perlu ada upaya merumuskan etika dan
secara fisik maupun psikologis. Sedangkan
estetika jurnalisme lingkungan hidup yang
jurnalis asing lebih melihat manusia
sadar lingkungan. Bukan hanya sebatas
sebagai
etika
penyeimbang
mempunyai
kewajiban
alam
dan
melestarikan
elektronik,
keberlanjutan. Kedua,
jurnalisme
baik
tetapi
cetak
juga
maupun
memberikan
kesadaran akan pentingnya jurnalisme membungkus
lingkungan
kasus
sebagai
tanggungjawab
bersama.
lingkungan; jurnalis kita lebih cenderung memberikan hal-hal yang terlalu jauh dari
Oleh
karena
itu,
makalah
ini
isu lingkungan itu sendiri. Mulai dari mitos
mencoba menggagas sebuah pemikiran
dan hal magis hingga mengaitkan pada isu
untuk melihat jurnalisme lingkungan lebih
yang sangat besar mengenai kiamat.
sadar lingkungan. Selain itu, menghimpun
Sedangkan
tanggapan
jurnalis
asing
cenderung
secara
akademis
untuk
memberikan pola pikir atau kerangka
memberikan beragam perspektif sadar
berpikir bagaimana mampu bangkit dari
lingkungan untuk peliputan yang lebih
keterpurukan bencana atau sekuensi berita
hijau. Sehingga, inilah yang menjadi acuan
lingkungan.
penulis melihat jurnalisme, dengan judul makalah “Jurnalisme Lingkungan yang
Ketiga, kekuatan dan keakuratan
Sadar Lingkungan”.
data; justru jurnalis lokal sering lalai untuk mencatat
data-data
penting
mengenai PEMBAHASAN
lingkungan hidup. Bahkan data tidak valid tersebut cenderung data tersebut menjadi
1. Jurnalisme
Pembangunan,
sumber utama dan sering dikeluhkan
Jurnalisme Lingkungan Hidup dan
kebenarannya. Hal dipahami berbeda oleh
Muara sebagai Jurnalisme Bencana
jurnalis asing yang justru mengedepankan
Jurnalisme pembangunan dianggap
data untuk mampu memberikan laporan
sebagai
secara lebih rapid.
akar
muara
jurnalisme
lingkungan hidup. Mengapa demikian?
Hal di atas memang baru sebatas
Isu-isu lingkungan hidup awalnya sering
diskusi dan belum secara ilmiah dibuktikan
dianggap
secara riset. Namun, sebagai indikator
pembangunan.
dengan begitu banyaknya keluhan dari
Nasution; isu lingkungan hidup dianggap 22
dekat
dengan
Menurut
isu-isu
Zulkarimein
KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011
sebagai
bagian
concern
23
dari
mengimplementasikan konsep jurnalisme
pembangunan lewat komunikasi untuk
pembangunan seperti yang disebutkan
pembangunan, sebagai contoh bagaimana
sebelumnya dengan concern utama pada
penggunaan TIK (Teknologi Informasi
isu-isu pembangunan dalam lingkungan
dan Komunikasi) dalam proyek FAO
hidup.
penanganan
jurnalisme lingkungan hidup tidak hanya
potensi
kelaparan
dan
pertanian. (Nasution, 2007:233). Isu-isu
jurnalisme
apa
yang
Aggarwala
(1980),
pembangunan
merupakan
ini disebut
pembangunan.
Menurut Jurnalisme peliputan
pembangunan sebagai proses ketimbang peristiwa
dan
periodesasi
penekanan
pembangunan.
selanjutnya,
berbicara isu lingkungan di seputar
pembangunan
menumbuhkan
Perkembangan
pada
Peliputan
pembangunan. Menurut Don Michael Flournoy, isu lingkungan hidup terkait dengan peristiwa seperti bencana alam, perubahan
iklim,
global
warming,
penipisan lapisan ozon, dan lain-lainya seperti
pengembangan
teknologi
serta
kebijakan pemerintah terkait lingkungan. (Flournoy, 1988)
jurnalisme pembangunan secara kritis
Pada
prinsipnya
jurnalisme
mengkaji, evaluasi dan memberitakan;
lingkungan hidup sama format jurnalisme
(1) relevansi suatu proyek pembangunan
yang
dengan kebutuhan nasional dan yang
perbedaan
terpenting
(2)
pemberitaan, jurnalisme lingkungan hidup
menurut
menitiberatkan peliputan dan produksi teks
yang
berita pada realitas lingkungan hidup
diimplementasikan, dan (3) perbedaan
seperti; kerusakan lingkungan akibat olah
antara dampaknya terhadap masyarakat
tangan manusia (pencemaran, banjir, tanah
seperti
longsor, penggundulan hutan), kearifan
perbedaan
kebutuhan antara
rencananya
yang
lokal,
program dengan
diklaim
dan
kondisi
sebenarnya. (Nasution, 2007:3) Kemudian
tumbuhlah
Sehingga,
isu
jurnalisme
pembangunan pun hadir dengan format tambahan yaitu jurnalisme lingkungan hidup. Pada awal tumbuh jurnalisme lingkungan
hidup
Namun, adalah
isu
yang
menjadi
sentral
dalam
lokal, konservasi, limbah, penggunaaan
lingkungan hidup sebagai bagian isu pembanguna.
lain.
hadir
sumber
daya
alam
(Abrar,
1993).
Sehingga, kita dapat memahami jurnalisme lingkungan
sebagai
jurnalisme
konvensional lainnya yang harus taat etika dan menyampaikan faka tetapi bertitik tekan pada kasus linkungan hidup dan sadar etika lingkungan yaitu; (1) informasi
24
KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011
yang relevan dengan latar belakang kasus
Perilaku Penyiaran dan Standar Program
lingkungan, (2) materi berita yang sering
Siaran (P3-SPS). Apa yang dikeluhkan
menjernihkan situasi atau menjadi mediasi
Alison Anderson dan Ana Nadya Abrar
(dalam istilah McLuhan sebagai extension
dalam peliputan jurnalisme lingkungan
of man) dan (3) memperhatikan risiko
hidup
pemberitaan dari kasus lingkungan hidup.
bencana.
Selain itu, menurut Anderson (1997)
juga
Dasar
terjadi
dalam
jurnalisme
utama
adalah
ada
tiga
materi jurnalisme lingkungan baik berita
kesalahan yang selalu muncul dalam
dan
peliputan bencana, yaitu: (1) minimnya
jurnalis
wajib
memiliki
materi
pengetahuan tentang lingkungan dan nilai
informasi
budaya
bencana, semisal banyak jurnalis yang
dari
masyarakat
atau
kasus
yang
relevan
dengan
latar
lingkungan tersebut. Dalam pandangan
salah
Anderson,
pengetahuan
istilah bencana; (2) headline dan isi berita
tentang lingkungan dan nilai budaya
yang sering menyesatkan masyarakat di
sekitar;
liputan
masa bencana; (3) rendahnya kesadaran
lingkungan jauh dari kata memuaskan.
akan risiko pemberitaan bencana, baik bagi
Semisal; di pemberitaan di negara dunia
masyarakat ataupun diri jurnalis sendiri.
jurang
sering
antara
menjadikan
ketiga, sering karya jurnalisme lingkungan
lingkungan
yang
lokasi
bencanadan
2. Konstruksi Kepentingan Jurnalisme
memberikan judgments tertentu terhadap kondisi
memberikan
Lingkungan Hidup
sebenarnya
akarnya adalah budaya masyarakat yang
Karya jurnalisme sangat dominan
belum bisa dikatakan beradab (Anderson,
dalam bentuk teks berita, baik dalam
1997:199-200)
karya cetak (media cetak), elektronik (audio dan audio visual) hingga dalam
Perkembangan terakhir, jurnalisme
bentuk online. Secara tampilan dan gaya
lingkungan hidup memiliki varian tema yang
lebih
khusus
yaitu
penulisan
jurnalisme
mempunyai
kekhasan
dan
karakteristik tersendiri, tetapi secara isu
bencana. Prakteknya tidak jauh berbeda
sering mempunyai similaritas dari ketiga
dengan jurnalisme lingkungan hidup, tetapi
tipikalnya.
sekali lagi banyak ketimpangan terutama
perhatian
etika dan kesadaran akan bencana yang
Namun, utama
yang
adalah
teks
menjadi berita
sebagai karya utama jurnalisme tadi;
masih sangat minim. Secara ideal telah
sebab perlu diakui karya jurnalisme
banyak aturan resmi dimulai dari etika
adalah realitas kedua.
jurnalistik, UU Penyiaran hingga Pedoman 24
KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011
Dalam bahasa sederhana seperti pendapat
Eriyanto,
bahwa
karya
jurnalisme lewat teks berita mengalami proses konstruksi yang sarat kepentingan.
25
a. Prominance, nilai berita diukur dari kebesaran
peristiwanya
atau
arti
pentingnya. b. Human
Interest,
peristiwa
lebih
Dari hasil produksi teks berita inilah,
memungkinkan disebut berita kalau
media
peristiwa
massa
terkadang
terlalu
itu
lebih
banyak
“berlebihan” dalam mengapresiasi tuntutan
mengandung unsur haru, sedih, dan
khalayak sebagai sumber informasi. Hal
menguras emosi khalayak.
ini sering dikatakan sebagai orientasi
c. Conflict/Controversy,
peristiwa
media massa dimana dapat kita petakan
yang mengandung konflik lebih
dengan menilai news value (nilai berita)
potensial disebut berita dibandingkan
dari sebuah teks berita di media massa.
dengan
Untuk itu akan sangat memudahkan
Unusual,
memulai sebuah penilaian terhadap teks
peristiwa yang tidak biasa, peristiwa
berita ketika berupaya memahami ukuran
yang jarang terjadi.
serta elemen yang digunakan oleh media massa dalam menilai sebuah peristiwa. Elemen ini berhubungan dengan orientasi media dengan khalayaknya.
peristiwa
biasa-biasa
berita
saja.
mengandung
d. Proximity, peristiwa yang dekat lebih layak diberitakan dibandingkan dengan peristiwa yang jauh, baik dari fisik maupun emosional dengan khalayak.
Menurut Shoemaker dan Reese, nilai
Dalam pandangan penulis, nilai
berita adalah elemen yang ditujukan
berita
kepada
merupakan
standar utama dari konstruksi atas
prosedur standar peristiwa apa yang bisa
realitas dari karya jurnalisme termasuk
disebarkan kepada khalayak. (Eriyanto,
dalam
2002: 105)
bertema lingkungan hidup. Hal ini yang
khalayak
Selain
itu,
yang
nilai
berita
adalah
produk dari konstruksi wartawan yang dianggap ideologi profesional wartawan dimana
memberi
prosedur
bagaimana
peristiwa yang begitu banyak disaring dan ditampilkan. Secara umum, nilai berita dapat dipecah sebagai berikut:
tersebut
merupakan
menyajikan
menjadi
pemberitaan
sering
menghasilkan
kontraproduktif
ketika
dibenturkan
dengan
etika
jurnalisme secara umum. Orientasi yang berbeda dari kedua aspek harapan pasar dan kewajiban taat etika menghasilkan karya
jurnalisme
keberpihakan
cenderung
menghasilkan pada
pasar,
karena lebih berlandas keberlanjutan dari
KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011
26
institusi pencetak karya jurnalisme sendiri.
memberikan
Dalam bahasa media sering dianalogikan
mengenai
sebagai
ditariknya tayangan infotainment Silet dan
rating
dan
oplah
demi
kelanggengan institusi media.
hujatan
pada
jurnalisme
lingkungan
yang
gelimpangan
penuh
ketimbang
lingkungan
sebagai
nilai tukar. 3. Etika Jurnalisme dan Pengolahan
dengan menghadirkan prediksi-prediksi
Berita Lingkungan Hidup
yang sering tanpa dasar, bahkan berlomba-
Hakekat
lomba memberikan berita non faktual
utama
menyediakan
yang lebih tidak jelas sumbernya. Hal ini
jurnalisme
informasi
komprehensif
dperparah dengan masuknya infotainment berita
diseleksi
Mosco transformasi nilai guna menjadi
menghadirkan
bencana. Banyak sekali kesalahan data
mengekploitasi
hidup
komoditas yang menjual atau dalam istilah
dan
liputan berisi data mengenai content
dalam
terlalu
rating dan oplah. Konstruksi dan wacana
drama
darah
dianggap
menjadi komodifikasi akibat atas nama
secara mudah. Sebagai contoh; peliputan
kehidupan
tayangan
hanya lagi berbicara content isu, tetapi
lingkungan hidup, hal ini dapat kita lihat
sebagai
terakhir
lingkungan hidup terutama bencana tidak
temporal dan kultural. Pada pemberitaan
hadir
Kasus
presenter
karena
salah
letusan gunung Merapi. Sehingga, isu
dipengaruhi oleh kombinasi faktor spatial,
yang
kepada
yang
berlebihan menyampaikan kabar mengenai
hidup.
Wacana pemberitaan berita lingkungan
bencana
bencana.
tersebut,
Hal ini juga sejalan dengan kondisi
gambaran
kepada
ialah yang
warga
atau
masyarakat. Sebagai muaranya, informasi
tentang
tadi mampu memberikan gambaran pola
lingkungan hidup terutama bencana.
pikir atau mendidik masyarakat untuk
Dalam ranah jurnalisme ideal saja,
mengatur hidupnya secara lebih baik dan
masih diragukan apakah infotainment
harmonis.
sebagai
perluasan jaringan kebutuhan ruang dan
praktik
jurnalitik.
Meskipun
belakangan hadir klaim sepihak dari
waktu
beberapa
Sehingga,
penyelenggara
infotainment
sebagai
masyarakat kegiatan
itu
atau
tuntutan
sendiri. praktek
jurnalisme harus sangat memperhatikan
sebagai penggiat atau pelopor jurnalisme
penerimaan khalayak atau lebih luas
infotainment, namun prakteknya jauh dari
masyarakat. Selain itu, praktek jurnalisme
jurnalisme.
sangat perlu diiringi dengan kesadaran
Dalam kali
diri
dari
ini
mereka
beberapa
menyebut
tayangan
Hal
kasus
tayangan
bencana,
infotainment
akan tanggungjawab profesi dan etika. 26
KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011
Berkaca
pada
pendapat
27
Amar
Prinsip dasar jurnalisme di atas jelas
(1984), praktek jurnalisme berkualitas
dapat dipakai menjadi acuan bagaimana
adalah memilih atau menyajikan karya
menyelenggarakan praktek atau kegiatan
jurnalistik yang etis, moralis, dan intelek.
jurnalisme. Secara makro elemen di atas
(Sumadiria, 2005:39). Tuntutan utama
tetap memperhatikan keberlanjutan dan
menjadi berkualitas sangat ditentukan dari
keberlangsungan
tanggungjawab
jurnalisme. Sehingga, untuk membedakan
dari
penyelenggara
usaha
praktek
kegiatan jurnalisme terhadap masyarakat
praktek
jurnalisme
dan etika profesional mereka sendiri.
dengan
yang
Sebagai awalan, para jurnalis secara etika
sangatlah mudah. Ada etika yang menjadi
terikat dengan apa yang disebut prinsip
pegangan, yang berlaku baik dalam bentuk
jurnalisme secara universal atau sembilan
cetak, elektronik, dan online.
elemen
jurnalisme
(Kovach
dan
Rosanstiel, 2004:8) yaitu;
pada kebenaran.
warga.
sebenarnya
Selain, sembilan prinsip jurnalisme
beragam etika dan peraturan tertulis
kode etik wartawan baik cetak (PWI dan AJI) maupun elektronik, UU Pokok Pers
jurnalisme
adalah
disiplin
dalam verifikasi. praktisi
e. Jurnalisme
No. 40 tahun 1999, UU Penyiaran No. 32 tahun 2002, hingga
harus
menjaga
independensi terhadap sumber berita. harus
berlaku
sebagai
pemantau kekuasaan. f. Jurnalisme harus menyediakan forum publik untuk kritik maupun dukungan warga.
Penyiaran
hal yang penting dan relevan. h. Jurnalisme harus menjaga agar berita komprehensif dan proporsional. praktisi
harus
diperbolehkan
mengikuti hati nurani mereka.
Peraturan Komisi
Indonesia
Nomor
02/P/KPI/12/2009 tentang Pedoman Perilaku
Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS). Perangkat etika dan aturan diharapkan
memberikan
ruang
gerak
jurnalisme berjalan sesuai koridornya. Selanjutnya
g. Jurnalisme harus berupaya membuat
i. Para
abal-abal;
mengenai kegiatan jurnalisme. Mulai dari
b. Loyalitas pertama jurnalisme kepada
d. Para
berkualitas
di atas; sebetulnya Indonesia memiliki
a. Kewajiban pertama jurnalisme adalah
c. Intisari
yang
bagaimana
rangkain
etika di atas mengatur kegiatan jurnalisme lingkungan hidup terutama jurnalisme bencana, diantaranya sebagai berikut; a. Pasal 6 UU No 40 tahun 1999 Pokok Pers;
KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011
28
Pers nasional mempunyai peranan
keluarga yang berada pada kondisi
penting dalam memenuhi hak masyarakat
gawat darurat, korban kecelakaan
untuk mengetahui dan mengembangkan
atau korban kejahatan, atau orang
pendapat umum, dengan menyampaikan
yang sedang berduka dengan cara
informasi yang tepat, akurat dan benar. Hal
memaksa,
ini
mengintimidasi
akan
mendorong
keadilan
dan
ditegakkannya
kebenaran,
serta
menekan, korban
dan/atau
keluarganya untuk diwawancarai
diwujudkannya supremasi hukum untuk
dan/atau
menuju masyarakat yang tertib.
dan/atau
diambil
- Menyiarkan
b. Pasal 5 UU No. 32 tahun 2002 tentang
gambarnya;
gambar
korban
Penyiaran;
dan/atau orang yang sedang dalam
Penyiaran diarahkan untuk:
kondisi menderita hanya dalam
-
konteks yang dapat mendukung
Menyalurkan pendapat umum serta
tayangan;
mendorong peran aktif masyarakat dalam pembangunan nasional dan daerah
serta
d. Pasal 55 tentang Peliputan Bencana
melestarikan
Alam Dan Musibah dalam Peraturan
lingkungan hidup;
Komisi
c. Pasal 34 tentang Peliputan Bencana Alam
dalam
Peraturan
Penyiaran
Indonesia
02/P/KPI/12/2009
tentang
03/P/KPI/12/2009
No.
alam
musibah
wajib
yang terkena bencana alam.
lembaga
e. Pasal 56 tentang Peliputan Bencana Alam Dan Musibah dalam Peraturan
sebagai berikut:
Komisi
- Melakukan peliputan subyek yang musibah
mempertimbangkan
menambah
Penyiaran
harus
03/P/KPI/12/2009
proses
Program Siaran;
pemulihan korban dan keluarganya; - Tidak
atau
korban, keluarga dan/atau masyarakat
penyiaran wajib mengikuti ketentuan
tertimpa
Standar
mempertimbangkan proses pemulihan
program yang melibatkan pihak-pihak musibah,
tentang
No.
Program siaran peliputan bencana
Pedoman
Dalam meliput dan/atau menyiarkan
terkena
Indonesia
Program Siaran;
Komisi
Perilaku Penyiaran;
yang
Penyiaran
Indonesia
tentang
No.
Standar
Program siaran peliputan bencana
penderitaan
alam atau musibah dilarang:
ataupun trauma orang dan/atau 28
KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011
- Menambah penderitaan atau trauma korban, keluarga dan masyarakat
29
lingkungan, dan (5) nilai budaya dari masyarakat atau kasus lingkungan.
yang terkena bencana alam dengan cara
memaksa,
mengintimidasi diwawancarai
menekan, untuk
dan/atau
diambil
gambarnya; - Menampilkan saat-saat menjelang kematian; - Mewawancara anak dibawah umur
KESIMPULAN Masalah pokok pada paper ini yaitu keberadaan jurnalisme lingkungan hidup yang harusnya sadar lingkungan. Dari deskripsi dalam pembahasan paper ini dapat dihasilkan tiga kesimpulan sebagai berikut:
sebagai narasumber dalam kejadian 1. Jurnalisme lingkungan hidup yang
bencana alam; - Menampilkan gambar korban atau
ada
sering
berikut,
kesalahan
medium close up, extreme close
minimnya informasi yang relevan
up); dan/atau
dengan
latar
banyak
yaitu:
tiga
mayat secara detil (big close up,
- Menampilkan gambar luka tingkat
bencana,
jurnalis
semisal
yang
salah
memberikan
organ tubuh.
istilah bencana; (b) headline dan isi berita
peliputan dan pengolahan teks berita jurnalisme lingkungan hidup telah diatur dengan baik. Kesadaran jurnalis dan penyelenggara praktek jurnalisme masih harus ditekan untuk sadar lingkungan. Selain itu, ada lima hal yang menjadi dasar utama dalam jurnalisme lingkungan yaitu; 1) informasi yang relevan dengan latar belakang kasus lingkungan, (2) materi berita yang sering menjernihkan situasi atau menjadi mediasi, (3) memperhatikan risiko pemberitaan dari kasus lingkungan (4)
pengetahuan
tentang
yang
lokasi
(a)
berat, darah, dan/atau potongan
Sehingga secara etika dan aturan,
hidup,
memunculkan
sering
bencanadan
menyesatkan
masyarakat di masa bencana; (c) rendahnya kesadaran akan risiko pemberitaan
bencana,
baik
bagi
masyarakat ataupun diri jurnalis sendiri. 2. Wacana lingkungan
pemberitaan
berita
dipengaruhi
oleh
kombinasi faktor spatial, temporal dan cultural yang menjadi konstruksi dan komodifikasi. 3. Penyelenggaraan lingkungan
jurnalisme hidup
perlu
memperhatikan etika dan peraturan peliputan serta lima hal dasar yaitu;
30
KomuniTi, Vol.III No.1 Juli 2011
1) informasi yang relevan dengan
pemberitaan dari kasus lingkungan
latar belakang kasus lingkungan, (2)
hidup,
materi
lingkungan, dan (5) nilai budaya dari
berita
yang
sering
menjernihkan situasi atau menjadi
(4)
pengetahuan
tentang
masyarakat atau kasus lingkungan.
mediasi, (3) memperhatikan risiko
DAFTAR PUSTAKA Abrar, Ana Nadhya (1993), Mengenal Jurnalisme Lingkungan Hidup. Yogyakarta. UGM Press. Anderson, Alison (1997), Media, Culture, and Environment. London. UCL Press. Eriyanto (2002), Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. Yogyakarta. LKiS. Fajar, Arief (2011), Konstruksi Surat Kabar Harian Kompas Mengenai Lingkungan Hidup (Analisis Framing Dalam Penyajian Berita Banjir Citarum), Laporan Penelitian Reguler. Surakarta. Tidak Dipublikasikan. Flournoy, Don Michael (1989), Analisis Isi Surat Kabar-Surat Kabar Indonesia. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Kovach, Bill dan Tom Rosentiel (2004), Elemen-Elemen Jurnalisme. Jakarta. ISAI. Nasution, Zulkarimein (2007), Komunikasi Pembangunan; Penerapannya, Edisi Revisi. Jakarta. RajaGrafindo.
Pengenalan
Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia No. 02/P/KPI/12/2009 tentang Penyiaran.
Teori
dan
Pedoman Perilaku
Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia No. 03/P/KPI/12/2009 tentang Standar Program Siaran. Sumadiria, AS Haris (2005), Jurnalistik Indonesia; Menulis Berita dan Feature. Bandung. Simbiosa Rekatama. Undang-Undang No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pokok Pers.
30