BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1.1.1 Fenomena Green Marketing Green marketing merupakan pemasaran ramah lingkungan untuk meminimalisir dampak rusaknya lingkungan. Banyak konsumen yang semakin sadar terhadap permasalahan lingkungan menjadikan banyak perusahaan menerapkan isu-isu lingkungan sebagai bentuk strategi pemasaran. Mintu & Lozada (1993) dalam Lozada (2000) mendefinisikan green marketing sebagai aplikasi dari alat pemasaran untuk memfasilitasi perubahan yang memberikan kepuasan organisasi dan tujuan individual dalam melakukan pemeliharaan, perlindungan, dan konservasi pada lingkungan fisik. Sedangkan menurut pendapat Charter (1992) memberikan definisi green marketing merupakan holistik, tanggung jawab strategik proses manajemen yang mengidentifikasi, mengantisipasi, memuaskan dan memenuhi kebutuhan stakeholders untuk memberi penghargaan yang wajar, yang tidak menimbulkan kerugian kepada manusia atau kesehatan lingkungan alam. Maka dari pendekatan green marketing pada area produk meningkatkan integrasi dari isu lingkungan pada seluruh aspek dari aktivitas perusahaan, mulai dari formulasi strategi, perencanaan, penyusunan, sampai produksi dan penyaluran/distribusi
1
2
dengan pelanggan. Czinkota & Ronkainen (1992) dalam Lozada (2000) mengatakan bahwa perusahaan akan dapat memperoleh solusi pada tantangan lingkungan melalui strategi marketing, produk, dan pelayanan agar dapat tetap kompetitif. Hal ini termasuk pada: 1. Teknologi baru untuk menangani limbah dan polusi udara, 2. Standarisasi produk untuk menjamin produk yang ramah lingkungan, 3. Menyediakan produk yang benar-benar alami 4. Orientasi produk lewat konservasi sumber daya dan yang lebih memperhatikan kesehatan. Solusi ini memastikan peran serta perusahaan dalam memahami kebutuhan masyarakat dan sebagai kesempatan perusahaan untuk mencapai keunggulan dalam industri (Murray & Montanari, 1986 dalam Lozada, 2000). Dapat diasumsikan bahwa perusahaan yang memasarkan produk-produknya dengan karakteristik lingkungan akan mempunyai suatu competitive advantage dibandingkan dengan perusahaan yang memasarkan tanpa tanggung jawab terhadap lingkungan, hal ini merupakan usaha untuk memuaskan kebutuhan konsumen mereka. Menurut Peatie (1999) dalam Byrne (2003), inti green marketing didapat hanya sebagai retorika saja dibanding substansinya. Disamping itu, seringkali disaat manajemen sangat menginginkan untuk mengarahkan perusahaannya agar memperhatikan masalah lingkungan, hal tersebut tidak dapat di terima oleh para pemegang saham. Riset yang ada telah mengetahui bahwa pemerintah dan organisasi sudah melakukan pendekatan
3
terhadap pemasaran lingkungan dari sejumlah penyimpangan perspektif, dari tanggung jawab atas rasa nyaman sampai pada tekanan atas batasan tingkat emisi, dimana semua dapat mendorong konsumen untuk mengadopsi barangbarang dengan bermacam-macam tingkat karakteristik hijau dari berbagai pendekatan bauran pemasaran (Hawken et. al., 1999 dan Kalafatis et. al.., 1999 dalam Byrne 2002).
1.1.2 Jamu Sebagai Salah Satu Warisan Budaya yang Dikategorikan Sebagai Green Product Jamu adalah sebuah ramuan herbal warisan budaya Indonesia yang terbuat dari percampuran rempah-rempah alami hasil budidaya tanaman obat di Indonesia. Jamu telah ada sejak puluhan tahun lalu, bahkan sejak sebelum abad ke-18. Hal ini terbukti dari temuan-temuan prasasti dari Abad ke-18 yang mencantumkan penggunaan ramuan tradisional untuk pengobatan, seperti yang ada pada relief di Candi Borobudur, Candi Prambanan dan Candi Penataran (Purnwaningsih, Ernie. 2013). Beberapa jamu yang sudah terbukti secara ilmiah yaitu jamu untuk meredakan tekanan darah tinggi dan jamu asam urat (www.tempo.com). Meskipun belum semua ramuan jamu diteliti secara ilmiah, namun jamu tetap memiliki brand awareness dan brand equity di mata masyarakat sebagai obat herbal tradisional asli Indonesia yang sangat dipercaya memiliki khasiat baik untuk tubuh.
4
Jamu merupakan bagian dari green product dan juga memiliki nilai historis yang legendaris asli dari Indonesia. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, jamu sudah ada dan digunakan masyarakat Indonesia sejak sebelum abad ke-18 dan telah terbukti dan dipercaya memiliki pengaruh yang bagus untuk tubuh. Jamu juga merupakan green product karena dari mulai bahan hingga limbah dari jamu, sangatlah ramah lingkungan (dapat terurai dengan baik oleh alam, yang dapat dilihat dari gambar 1.1).
Gambar 1.1 Proses Pembuatan Jamu Ramah Lingkungan
Jamu terbuat dari rempah-rempah dan tanaman obat asli Indonesia, dengan kata lain bahan baku utama dari jamu adalah bahan-bahan yang alami asli dari hasil alam Indonesia. Saat ini dalam pembudidayaan rempah-rempah dan tanaman obat mulai berkembang menuju ke arah yang lebih baik, tanpa harus menggunakan bahan-bahan kimia.
Salah satu teknik budidaya yang sudah
dikembangkan adalah GAP atau Good Agricultural Practices
yaitu sebuah
standar yang sudah ditentukan agar hasil produksi sesuai dengan standar dan kualitas yang terbaik. (University of Kentucky, 2012)
5
Gambar 1.2 Bahan Baku Utama Jamu
Proses pembuatan jamu juga ramah lingkungan, karena proses pembuatan jamu hampir tidak menghasilkan polusi yang jahat bagi lingkungan. Umumnya, proses pembuatan jamu dilakukan secara manual yaitu dengan mengambil sarisari dari rempah rempah, kemudian diolah secara manual. Namun di jaman modern ini, proses pembuatan jamu juga turut mengikuti perkembangan jaman dengan tetap mempertahankan ramuan asli warisan budaya Indonesia. Saat ini, beberapa proses pembuatan jamu sudah menggunakan teknologi seperti mesinmesin untuk proses pengolahan, serta pengepakan jamu, agar jamu dapat diproduksi dengan lebih cepat serta higienis (www.sidomuncul.com). Limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan jamu juga sangat aman untuk lingkungan, hal ini dikarenakan limbah tersebut merupakan ampas atau sisa rempah-rempah proses pembuatan jamu, yang tidak dikonsumsi. Limbah tersebut umumnya berupa ampas-ampas dari simplisia yang sarinya telah diambil untuk jamu. Karena limbah tersebut masih bagian dari hasil alam, maka limbah pembuatan jamu juga sangat ramah lingkungan / dapat terurai dengan baik oleh alam.
6
1.1.3 Trend Back to Nature Kembali ke alam atau yang sering dikenal back to nature saat ini adalah tren yang sedang populer di seluruh dunia. Banyak industri yang berlombalomba untuk memproduksi produk yang ramah lingkungan. Adanya perubahan ini dikarenakan saat ini banyak masyarakat yang mulai sadar akan pentingnya menjaga alam. Di zaman modern ini, mayoritas masyarakat memiliki pemahaman bahwa “bila kita menjaga alam, maka alam juga akan menjaga dengan” (www.aktual.com). Hal ini dirasa masuk akal karena dengan menjaga lingkungan seperti menggunakan pupuk organik dalam menanam tanaman, tentu akan menghasilkan buah / sayuran yang juga sehat & aman untuk dikonsumsi. Kegiatan dan perilaku yang dilakukan masyarakat dalam berpartisipasi tren back to nature saat ini sangatlah beragam, beberapa diantaranya adalah “bike to work” atau berkendara menggunakan sepeda menuju kantor; “car free day” atau program hari bebas kendaraan bermotor; “organic food” makanan yang dalam proses awal pengembangan bahan baku hingga proses produksi, dilakukan secara organik / tidak ada pengawet. Jamu juga turut berpartisipasi dalam trend back to nature. Hal ini terbukti dari masih banyaknya masyarakat yang mengkonsumsi jamu sebagai suplemen / obat tradisional, meskipun saat ini juga tersedia banyak suplemen ataupun obat kimia di pasaran. Seperti yang sudah dibahas pada sub-bab sebelumnya, jamu merupakan warisan budaya Indonesia yang juga merupakan produk herbal (sejalan dengan tren back to nature). Masih banyaknya masyarakat yang
7
mengkonsumsi jamu, turut menunjukkan bahwa jamu masih memiliki banyak peminat, termasuk diantaranya adalah Bapak Presiden Jokowi yang gemar mengkonsumsi jamu secara rutin (www.merdeka.com). Belakangan ini juga diadakan acara minum jamu bersama yaitu dengan judul acara “Mencintai Industri Jamu Nasional” yang juga dihadiri oleh Bapak Presiden Jokowi beserta para Menteri (www.tempo.co).
1.1.4
Perkembangan Industri Jamu di Indonesia Industri Jamu di Indonesia saat ini mengalami peningkatan, meskipun
sebelumnya sempat mengalami pasang surut (Purwaningsih, Ernie. 2013). Industri jamu di jaman modern ini turut mengikuti perkembangan jaman. Dahulu proses pembuatan jamu hanya dapat dilakukan secara manual yaitu seperti mengambil sari-sari rempah-rempah secara manual, kemudian diproses secara manual (diseduh), selain itu jamu yang sudah dihasilkan hanya memiliki umur tidak panjang dan harus segera dikonsumsi. Berbeda dengan dahulu, saat ini jamu dapat dikonsumsi dengan lebih praktis, bentuk jamu juga lebih bervariasi selain cair ada juga yang bubuk serta tablet (Wicaksena, Bagus). Adanya variasi bentuk jamu seperti jamu dalam kemasan siap minum, bubuk, dan tablet, ditujukan agar jamu dapat tetap mengikuti perkembangan jaman dan juga perkembangan gaya hidup yang saat ini didominasi oleh produk praktis dan siap saji. Industri jamu terus akan berkembang, seiring dengan berjalannya waktu. Terlebih di saat ini industri jamu mendapatkan perhatian khsusus dari
8
pemerintah, seperti yang pernah diutarakan oleh Menteri Perdagangan Rachmat Gobel untuk mengajak seluruh masyarakat untuk budayakan minum jamu (www.tempo.co). Selama 6 tahun belakangan ini pemerintah mendukung berbagai upaya dari Industri Jamu Brand Indonesia, hal ini dilakukan dalam rangka menggairahkan kembali jamu tradisional di Indonesia. Pada dasarnya jamu merupakan produk yang memiliki daya tarik tersendiri karena jamu memiliki nilai historis sebagai warisan budaya Indonesia, serta memiliki fungsi pengobatan yang sangat baik untuk tubuh. Salah satu contoh daya tarik jamu adalah berhasil memikat para turis lokal maupun turis asing untuk terus berkunjung dan mencicipi jamu di salah satu stand KTT APEC di Bali (www.bisnis.liputan6.com). Pada Tabel 1.1, dapat dilihat bahwa bahan baku kencur merupakan yang paling banyak digunakan oleh rumah tangga di Indonesia dan dikonsumsi dalam bentuk cairan yang merupakan paling banyak untuk dikonsumsi oleh rumah tangga di Indonesia. Dimana di provinsi Kalimantan Barat, Bali dan Nusa Tenggara merupakan 3 provinsi terbesar yang menggunakan jamu buatan sendiri. Dikarenakan itu, ketiga provinsi inilah yang menjadi salah satu potensi untuk jamu dapat berkembang. Dan untuk provinsi Bali, banyak terdapat turis-turis asing yang datang dari berbagai mancanegara untuk berlibur dan ingin mengenal budaya –budaya tradisional Indonesia termasuk minuman-minuman tradisional termasuk jamu yang menjadi salah satu ciri khas Indonesia.
9
Tabel 1.1 Profil Rumah Tangga yang Menggunakan Jamu Buatan Sendiri.
Sumber : Riskesdas 2010
1.1.5 Business Opportunity 1.1.5.1 Konsumen Pada saat ini, kesadaran lingkungan masyarakat terus meningkat secara drastis. Peningkatan kesadaran masyarakat sangat mempengaruhi perilaku konsumen dalam melestarikan lingkungan untuk kelangsungan hidupnya termasuk kesehatan. Hal ini dapat dikatakan sebagai green consumerism. Green
10
consumerism adalah kelanjutan dari gerakan konsumerisme global yang dimulai dengan adanya kesadaran konsumen akan hak-haknya untuk mendapatkan produk yang layak, aman, dan produk yang ramah lingkungan (environment friendly) yang semakin kuat. Produk hijau juga didefinisikan sebagai produk yang mengandung komponen yang aman, tidak beracun, dapat didaur ulang, menggunakan kemasan yang ramah lingkungan untuk mengurangi dampak negatif konsumsi produk pada lingkungan. Peningkatan konsumen dalam mengonsumsi produk hijau ini dapat dilihat dari perusahaan-perusahaan ternama yang mulai memproduksi produk-produk yang ramah lingkungan, seperti Body Shop yang produknya berbahan dasar alami, menentang keras uji coba pada binatang dan berkomitmen pada penyelamatan planet bumi serta adanya komitmen dari perusahaan ditujukan dalam tulisan “Green Office Green Behavior”. Kesuksesan body shop dalam menawarkan produk green cosmetic nya, dapat dilihat dari beberapa penghargaan yang didapat seperti penghargaan Lingkungan Australia dari Banksia Foundation, Mexican Environmental Achiever Award, United Nations Environment Programme (UNEP), Honouree, Eyes on the Environment, dan British Environment & Media Award. Kesuksesan tersebut menunjukan bahwa konsumen sangat peduli terhadap produk hijau dan mau mengonsumsi produk hijau tersebut.
11
1.1.5.2 Pasar Jamu 1.1.5.2.1 Pertumbuhan Obat herbal Dalam Gambar 1.3 menunjukkan jumlah produksi obat herbal di Indonesia yang meningkat setiap tahunnya. Pada Gambar 1.4 pertumbuhan konsumsi penggunaan obat herbal semakin bertambah, pertumbuhannya melebihi 50% dari tahun sebelumnya. Pada Gambar 1.5, dapat dilihat bahwa jumlah penggunaan obat herbal dalam bentuk liquid jauh lebih banyak dibandingkan bentuk-bentuk lainnya.
Sumber : Capricorn Indonesia Consult, September 2013
Gambar 1.3 Grafik Pertumbuhan Produksi Obat Herbal di Indonesia
12
Sumber : Capricorn Indonesia Consult, September 2013
Gambar 1.4 Grafik Pertumbuhan Konsumsi Obat Herbal di Indonesia
Sumber : Capricorn Indonesia Consult, September 2013
Gambar 1.5 Grafik Pertumbuhan Konsumsi Obat Herbal Berdasarkan tipe
13
1.1.5.2.2 Tourism
Sumber : Badan Pusat Statistik
Gambar 1.6 Grafik Pertumbuhan Wisatawan Mancanegara yang datang ke Indonesia Dalam Gambar 1.6 menjelaskan banyaknya turis dari manca negara yang datang ke Indonesia dan semakin bertambah. Grafik tersebut merupakan sebuah peluang bagi bisnis untuk memperkenalkan jamu ke seluruh negara.
1.1.5.3 Persaingan Persaingan dengan kompetitor di industri obat herbal paling banyak di daerah pulau jawa, tetapi pada pulau Bali dan pulau Sulawesi masih sedikit. Untuk menjadi market leader dalam industri obat herbal ini harus diperlukan sebuah diferensiasi yang membuat perusahaan menjadi keunggulan dalam daya saing perusahaan.
14
Sumber : Capricorn Indonesia Consult, September 2013
Gambar 1.7 Jumlah Perusahaan Obat Herbal di Indonesia (2012)
1.1.5.4 Lingkungan Dalam
mempertahankan
kelangsungan
hidup
perusahaan
maka
perusahaan tersebut harus memperhatikan 3P yaitu Profit, People dan Planet yang dikenal dengan teori triple bottom line. Selain mengejar profit, perusahaan lebih baik memproduksi produk yang ramah lingkungan dengan tujuan menjaga kelestarian lingkungan hidup sehingga produk tersebut dapat dikonsumsi oleh konsumen yang akan bermanfaat bagi kesehatan konsumen nya. Salah satu contoh nya adalah perusahaan Body Shop yang sudah menerapkan green product cosmetic bagi konsumen nya sehingga konsumen tidak terlalu bergantung pada efek produk tersebut. Bilamana perusahaan menerapkan teori triple bottom line
15
maka dapat dikatakan telah menjalankan program CSR yang peduli terhadap lingkungan masyarakat sekitarnya.
1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Ide Bisnis Model bisnis ini dibuat dengan tujuan untuk melestarikan salah satu citra budaya bangsa yaitu minuman tradisional jamu dimana produk ini belum banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sendiri. Saat ini keberadaan jamu masih belum banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia dimana jamu merupakan obat yang berkhasiat untuk menyembuhkan segala penyakit maupun dapat mencegah terjadinya penyakit. Hal ini merupakan tantangan dalam bisnis untuk dapat menciptakan produk jamu yang dianggap obat dengan rasa pahit lalu dikelola menjadi obat dengan rasa yang dapat menarik minat konsumen sehingga pada saat mengkonsumsi nya, konsumen tidak memiliki suatu pemikiran bahwa jamu itu rasa nya pahit berdasarkan pengalaman-pengalaman yang didapat sebelum mengkonsumsi produk kita. Target customer dalam bisnis ini adalah business to bussiness (B2B) yaitu hospitality industry dan Tourism Related Business sedangkan business to customer (B2C) nya adalah Green Customer dan Traveler atau Tourist. Fokus bisnis ini adalah pengolahan jamu dari bahan-bahan alami yang langsung dari supplier-supplier yang sudah terstandarisasi dan juga mengadakan kerjasama dengan mahasiswa jurusan teknologi pangan di salah satu universitas ternama di dekat tempat pendistribusiannya. Pengolahan jamu dapat dibuat
16
menggunakan
teknik
tradisional
maupun
modern
tetapi
masih
tetap
menggunakan bahan-bahan alami. Hal ini menunjukan bahwa jamu merupakan salah satu produk yang berkonsep green. Produk jamu yang akan dipasarkan adalah Beras Kencur (tujuan: menghilangkan pegal-pegal), Kunir Asam (tujuan:menyegarkan tubuh), Cabe Puyang (tujuan: menghilangkan pegal linu), Pahitan (tujuan: menambah nafsu makan), Kunci Suruh (tujuan: menguatkan gigi), Kudu Laos (tujuan: menurunkan tekanan darah). Produk yang akan disajikan ada dua cara yaitu dapat langsung dikonsumsi di tempat dan produk dapat dibawa pulang. Dalam penyajian produk ini pun menggunakan keunikan desain packaging yang akan memberikan informasi dasar tentang jamu sehingga konsumen yang membeli produk ini dapat mengetahui informasi yang jelas tentang khasiat jamu bagi kebutuhan keselamatan tubuh mereka. Dengan memanfaatkan teknologi saat ini, informasi pengolahan jamu dapat dilakukan dengan cara yang cepat serta pemasaran untuk perkenalan produk jamu menggunakan media sosial yang telah maju dan berkembang sehingga hal ini dapat mengurangi biaya marketing. Adanya teknologi ini mampu memberikan informasi lebih bagi konsumen mengenai khasiat-khasiat jamu bagi tubuh mereka.
17
1.3 Tujuan 1. PT. Djamoelicious dapat mencapai pertumbuhan yang signifikan (growth) dari tahun ke tahun dengan mendapatkan profit dan dapat bertahan (sustain) dari banyaknya persaingan bisnis. 2. Menjadi perusahaan cafe spesialis jamu
yang dapat mengikuti
perkembangan trend lifestyle yang ada. 3. Menggali potensi kekayaan budaya Indonesia, sehingga dapat turut menonjolkan Indonesia di mata dunia.
1.4 Manfaat 1. Meningkatkan kondisi kesehatan masyarakat dengan pengenalan produk jamu yang dibuat dari bahan-bahan alami tanpa menggunakan pengawet. 2. Menciptakan pengalaman baru dalam mengkonsumsi jamu. 3. Memberikan pengetahuan baru kepada konsumen, mengenai sejarah, filosofi, serta khasiat dari produk jamu. 4. Melestarikan budaya ramuan tradisional asli Indonesia. 5. Menciptakan peluang lapangan pekerjaan baru.
1.5 Ruang lingkup Dalam pembuatan bisnis ini hanya dibatasi tentang penyajian jamu dari hasil pengolahan bahan-bahan alami dengan inovasi produk dalam bentuk yang berbeda melalui jenis makanan dessert. Gambaran masyarakat saat ini tentang jamu mulai luntur, maka dari itu perlu adanya pemberian informasi tentang jamu selengkap-lengkapnya kepada konsumen yang menyatakan bahwa jamu itu
18
termasuk green product dengan cara membuka tempat distribusi yang strategis dan menyediakan tenaga kerja konsultan jamu yang mampu memberikan info selengkapnya. Dalam bisnis ini akan mengadakan kerjasama dengan pihak hotel dan travel agent yang dapat menarik minat dari wisatawan dalam negri maupun luar negri berpartisipasi dalam mengonsumsi green product dan melestarikan kebudayaan asli Indonesia. Untuk itu, dapat dikatakan bahwa target customer bisnis ini adalah business to bussiness (B2B) yaitu hospitality industry dan Tourism Related Business sedangkan business to customer (B2C) nya adalah Green Customer dan Traveler atau Tourist.