informasi, waktu pengungkapan diri serta lawan bicara yang dapat membuat subjek melakukan pengungkapan diri. Faktor yang menyebabkan subjek melakukan pengungkapan diri yaitu faktor eksternal yang terdiri dari, perasaan menyukai, efek diadik, jenis kelamin, dan penerimaan masyarakat, serta faktor internal yang terdiri dari . Adapun dampak dari pengungkapan diri subjek ialah subjek merasa bahwa kesadaran diri nya meningkat, dapat mengatasi perasaan takut, dapat membangun hubungan yang lebih dekat dan mendalam, dapat memecahkan berbagai konflik dan masalah interpersonal, dan dapat memperoleh energi tambahan yang di peroleh dari teman-teman subjek dan lingkungan subjek yang mendengar pengungkapan diri subjek.
JURNAL PENGUNGKAPAN DIRI PADA MANTAN NARAPIDANA Leonie Fitriani Ndoen Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma ABSTRAKSI Sudah menjadi harapan besar bagi setiap terpidana yang menjalani hukuman untuk dapat menghirup udara segar di luar penjara dan kembali ditengah masyarakat, namun predikat bekas narapidana ibarat beban yang amat berat, dan mendapat pandangan penuh curiga dari masyarakat. Agar mantan narapidana dapat berinteraksi kembali dengan baik di masyarakat, maka mantan narapidana harus dapat menjaga dan mempertahankan suatu hubungan dengan cara pengungkapan diri. Diharapkan dengan pengungkapan diri seorang mantan narapidana dapat berinteraksi kembali di masyarakat. Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah mendapat penjelasan tentang bagaimana pengungkapan diri seorang mantan narapidana, mendapat penjelasan mengenai faktor-faktor apa yang menyebabkan seorang mantan narapidana melakukan pengungkapan diri, dan mendapat penjelasan mengenai dampak apa yang terjadi dari pengungkapan diri seorang mantan Dalam penelitian ini narapidana. digunakan metode kualitatif dalam bentuk studi kasus, dengan subjek dalam penelitian ini adalah seorang pria yang pernah melakukan tindak pidana dan telah selesai menjalani hukumannya dan berstatus sebagai mantan narapidana. Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengungkapan diri pada mantan marapidana dapat disimpulkan bahwa, subjek seorang yang memiliki kemampuan pengungkapan diri yang tinggi, hal ini dapat dilihat dari jumlah informasi yang di ungkapkan, sifat pengungkapan diri, kedalaman
Kata kunci : Pengungkapan Diri, Mantan Narapidana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah menjadi harapan besar bagi setiap terpidana yang menjalani hukuman untuk dapat menghirup udara segar di luar penjara, kembali dan hidup ditengah masyarakat bersama keluarga, sahabat dan bergaul dengan anggota masyarakat yang lain, merupakan angan-angan yang indah bagi setiap narapidana. Namun demikian, anganangan itu terkadang tidak semulus seperti yang terlintas dalam benak mereka, karena predikat bekas narapidana ibarat beban yang amat berat, penuh tantangan dan pandangan penuh curiga dari masyarakat. Sebagian besar dari pelaku pelanggaran hukum sesungguhnya hanyalah orang-orang yang secara situasional (dalam keadaan khusus) melakukan pelanggaran hukum, dan kemungkinan pengulangan pelanggarannya kecil. Demikian juga banyak orang yang melakukan
1
dirundung rasa curiga dan rasa tidak percaya diri sehingga tidak berani menyampaikan berbagai gejolak atau pun emosi yang ada di dalam dirinya kepada orang lain, apalagi jika menyangkut hal-hal yang dianggapnya tidak baik untuk diketahui orang lain. Dampaknya individu lebih banyak memendam berbagai persoalan hidup yang akhirnya seringkali terlalu berat untuk ditanggung sendiri sehingga menimbulkan berbagai masalah psikologis maupun fisiologis, untuk menutup pandangan negatif itu perlu pembuktian diri dengan banyak memberikan prestasi sehingga pandangan negatif akan berangsur menjadi pandangan positif.
pelanggaran hukum secara tidak sengaja atau karena lalai. Dalam keadaan sakit (jiwa) orang tidak menyadari apa yang dilakukan ketika melakukan tindakan pelanggaran hukum pidana. Orang menjadi pelaku pelanggaran berulang melalui suatu proses yang panjang, termasuk memahirkan tindakan pelanggaran ketika berada di dalam lembaga penghukuman (penjara) dan penolakan masyarakat untuk berinteraksi kembali dengan masyarakat (Mustofa, 2008). Widyastuti (2008) mengatakan bahwa dalam kehidupan sosial di masyarakat, penolakan masyarakat terhadap mantan narapidana dapat disebabkan karena pandangan negatif kepada setiap mantan narapidana, dan sikap kewaspadaan masyarakat yang berlebihan terhadap mantan narapidana. Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap anggota masyarakat atau lingkungan manapun memang tertata oleh aturan yang telah disetujui anggota lingkungannya. Semakin majemuk dan besar suatu lingkungan maka norma dan aturan yang ada semakin baku dan tertera dalam hukum yang disahkan melalui proses berstandar nasional maupun internasional. Hal ini senada dengan pendapat Kurniawan (2008) yang mengatakan bahwa mantan narapidana sering kesulitan kembali ke tengah masyarakat karena predikat negatif narapidana. Sikap penolakan sebagian masyarakat terhadap para mantan napi terkadang membuat mereka merasa diperlakukan tidak manusiawi. Yudobusono (1995) mengatakan adanya penilaian negatif tentang mantan narapidana dikarenakan banyaknya narapidana yang mengulangi kesalahannya berulang kali, sehingga membuat masyarakat memandang rendah dan negatif pada mereka, namun demikian di samping adanya pandangan negatif dari masyarakat, dari mantan narapidana sendiri juga terjadi rasa rendah diri dan juga adanya hambatanhambatan psikologis untuk terjun di tengah masyarakat. Pendapat ini di dukung oleh Fattah (2008), yang mengatakan bahwa individu seringkali
Yudobusono (1995) juga mengatakan bahwa sebelum kembali ke masyarakat, mantan narapidana terlebih dahulu dididik, dibina, serta dikembangkan kehidupannya agar menjadi orang yang aktif dan produktif serta kreatif sehingga mantan narapidana dapat membuktikan diri, berinteraksi kembali dengan masyarakat dan dapat memenuhi kebutuhan hidup nya sendiri maupun untuk keluarganya dengan jalan tidak melanggar hukum lagi. Berinteraksi kembali dengan masyarakat, sama juga dengan berhubungan dengan orang lain. Weiss (dalam Brehm, 1992) berpendapat bahwa terdapat lima kebutuhan penting yang hanya dapat dipenuhi melalui hubungan dengan orang lain, yaitu: kebutuhan untuk menyatakan perasaan secara bebas terhadap orang lain, kebutuhan dalam hal berbagai perhatian dan kekhawatiran, kebutuhan dalam hal pengasuhan, kebutuhan untuk memberikan bantuan kepada orang lain, kebutuhan menjamin kembali apa yang menjadi bagian individu tersebut. Hal ini di perkuat dengan pernyataan Maslow (dalam Ritandiyono & Retnaningsih, 1996) yang berpendapat bahwa terdapat lima kebutuhan-kebutuhan universal yang dibawa individu sejak lahir yaitu: kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa memiliki dan cinta, kebutuhan akan
2
penghargaan, dan aktualisasi diri.
kebutuhan
Dari uraian di atas peneliti melihat bahwa permasalahan yang dialami oleh mantan narapidana yang ingin berinteraksi kembali kemasyarakat dengan cara mengungkapkan dirinya di masyarakat, menarik untuk diteliti. Maka peneliti mencoba mengangkat permasalahan yang dihadapi seorang mantan narapidana yang ingin mengungkapkan dirinya di masyarakat, serta dampak-dampak apa saja yang timbul dari pengungkapan diri seorang mantan narapidana.
akan
Menurut Fattah (2008), pengungkapan diri dapat diartikan sebagai pemberian informasi tentang diri sendiri kepada orang lain. Informasi yang diberikan tersebut dapat mencakup berbagai hal seperti pengalaman hidup, perasaan, emosi, pendapat, cita-cita, dan lain sebagainya. Pengungkapan diri haruslah dilandasi dengan kejujuran dan keterbukaan dalam memberikan informasi, atau dengan kata lain apa yang disampaikan kepada orang lain hendaklah bukan merupakan suatu topeng pribadi atau kebohongan belaka sehingga hanya menampilkan sisi yang baik saja.
B. Pertanyaan Penelitian Dalam penelitian ini akan diajukan beberapa pertanyaan, antara lain : 1. Bagaimana pengungkapan diri pada mantan narapidana? 2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan mantan narapidana melakukan pengungkapan diri? 3. Apa dampak pengungkapan diri pada mantan narapidana?
Dalam hal ini mantan narapidana yang ingin mengungkapkan dirinya di masyarakat cenderung memiliki rasa rendah diri yang besar dikarenakan statusnya sebagai mantan narapidana yang dipandang negatif dalam masyarakat. (Kurniawan, 2008). Dari masyarakat sendiri sulit untuk menerima mantan narapidana, Wahid (2008) mengatakan mantan narapidana sulit mencari pekerjaan karena perusahaan selalu melihat catatan perbuatan seorang mantan napi, jarang perusahaan yang mau menerima mantan narapidana.
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa tujuan diantaranya ialah: 1. Untuk mengetahui bagaimana pengungkapan diri pada mantan narapidana. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan mantan narapidana melakukan pengungkapan diri. 3. Untuk mengetahui dampak pengungkapan diri pada mantan narapidana.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam kehidupan sosial di masyarakat, sering kali terjadi penolakan masyarakat terhadap mantan narapidana yang ingin kembali kemasyarakat. Hal tersebut dapat disebabkan karena pandangan negatif masyarakat, sikap kewaspadaan masyarakat yang berlebihan terhadap mantan narapidana, dan dari mantan narapidana sendiri terjadi rasa rendah diri dan hambatan-hambatan psikologis untuk terjun di tengah masyarakat. Agar mantan narapidana dapat berinteraksi kembali dengan baik di masyarakat, maka mantan narapidana harus dapat menjaga dan mempertahankan suatu hubungan dengan cara pengungkapan diri.
D. Manfaat Penelitian Penilitian ini diharapkan memiliki dua manfaat, yaitu: 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan teoritis bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi sosial, serta dapat digunakan sebagai pedoman dalam penelitian yang lebih lanjut, mengenai pengungkapan diri pada mantan narapidana.
3
meringankan beban diri sendiri (Fattah, 2008).
2. Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengungkapkan diri seorang mantan narapidana dalam masyarakat, sehingga mantan narapidana dapat berinteraksi kembali dengan masyarakat dan dapat diterima dimasyarakat, dan diharapkan agar seorang mantan narapidana tidak melakukan perbuatan melanggar hukum lagi.
Menurut Handoyo (1987), pengungkapan diri adalah suatu bentuk komunikasi dimana seseorang membagi dan mengungkapkan hal-hal atau informasi yang sifatnya pribadi dan rahasia dan saat dimana seseorang menceritakan perasaannya kepada orang lain yang ia percayai. Pengungkapan diri dapat menjadi hal penting dalam membangun hubungan ke tingkat yang lebih intim.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Selanjutnya Fattah (2008), mengatakan pengungkapan diri dapat diartikan sebagai pemberian informasi tentang diri sendiri kepada orang lain. Informasi yang diberikan tersebut dapat mencakup berbagai hal seperti pengalaman hidup, perasaan, emosi, pendapat, cita-cita, dan lain sebagainya. Pengungkapan diri haruslah di landasi dengan kejujuran dan keterbukaan dalam memberikan informasi, atau dengan kata lain apa yang disampaikan kepada orang lain hendaklah bukan merupakan suatu topeng pribadi atau kebohongan belaka sehingga hanya menampilkan sisi yang baik saja.
A. Pengungkapan Diri 1. Pengertian Pengungkapan Diri Dalam kehidupan sosial di masyarakat, individu seringkali dirundung rasa curiga dan tidak percaya diri yang kuat sehingga tidak berani menyampaikan berbagai gejolak atau pun emosi yang ada di dalam dirinya kepada orang lain, apalagi jika menyangkut hal-hal yang dianggapnya tidak baik untuk diketahui orang lain. Akibatnya individu tersebut lebih banyak memendam berbagai persoalan hidup yang akhirnya seringkali terlalu berat untuk ditanggung sendiri sehingga menimbulkan berbagai masalah psikologis maupun fisiologis (Fattah, 2008).
Johnson (1997), mendefinisikan pengungkapan diri sebagai pengutaraan kepada orang lain tentang bagaimana individu bereaksi terhadap situasi saat ini dan bagaimana dia memberikan informasi tentang masa lalu secara relevan, sehingga orang lain dapat memahami tindakan yang di ambil saat ini. Dengan pengungkapan diri pada seseorang, itu berarti individu mengatakan pada seseorang mengenai perasaannya tentang apa yang telah ia lakukan atau katakan atau perasaannya terhadap suatu peristiwa yang baru saja terjadi.
Pada bab terdahulu telah dikatakan dalam suatu ruang konseling, banyak individu yang mengatakan bahwa mereka sulit sekali mengungkapkan diri (mengatakan pendapat, perasaan, cita-cita, rasa marah, jengkel, dan sebagainya) kepada orang lain, bahkan tidak pernah berbagi informasi jika tidak diminta atau ditanya, yang menarik adalah mereka mengakui bahwa kondisi tersebut sangat tidak nyaman dan cenderung membuat mereka dijauhi oleh rekan atau pun anggota keluarganya sendiri. Meskipun di satu sisi mereka merasa ragu dan takut untuk mengungkapkan diri, namun di sisi lain mereka merasa bahwa hal tersebut sangat diperlukan untuk
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengungkapan diri adalah suatu bentuk komunikasi dimana di dalamnya terjadi suatu pemberian informasi kepada orang lain, terhadap situasi saat ini dan bagaimana dia memberikan informasi tentang masa lalu secara relevan,
4
mengenai hal-hal yang sifatnya pribadi dan rahasia.
adalah pengungkapan sifatnya dangkal.
yang
d. Waktu pengungkapan diri
2. Komponen Pengungkapan Diri Berdasarkan penelitian yang dilakukan Gilbert (dalam Pearson, 1983), ada lima komponen dari pengungkapan diri yaitu:
Pengungkapan diri juga dapat dilihat dalam bentuk waktu yang terjadi dalam suatu hubungan. Pengungkapan diri dalam suatu hubungan biasanya dilakukan dengan orang asing dan dalam tahap pertama dari suatu hubungan, kurang lebih terjadi selama tahap pertengahan suatu hubungan, dan pengungkapan diri meningkat seperti halnya meningkatnya waktu atau lamanya suatu hubungan.
a. Jumlah informasi yang diungkap Tidak semua orang memberikan jumlah informasi yang sama dalam proses pengungkapan diri yang mereka lakukan. Ada beberapa orang yang relatif dapat dikatakan tidak memberikan informasi pribadi tentang dirinya dan beberapa orang yang lain lagi menceritakan semua pengalaman masa lalunya, apa yang terjadi pada dirinya pada saat ini dan tujuan-tujuannya untuk masa depan.
e. Lawan bicara Pengungkapan diri biasanya dilakukan dengan orang lain yang dirasakan dekat atau dapat dipercaya. Hal ini dapat dilakukan dengan orang tua, dengan suami atau istri, pacar, atau teman yang berjenis kelamin sama. Dengan siapa seseorang melakukan pengungkapan diri adalah penting dan ini merupakan komponen terakhir dari pengungkapan diri yang tidak dapat diabaikan.
b. Sifat dari pengungkapan diri Sifat pengungkapan diri itu berbedabeda (Positif dan Negatif). Yang termasuk di dalam pengungkapan diri yang bersifat positif adalah pernyataan mengenai pribadi yang dapat dikategorikan sebagai pujian atau ucapan selamat. Pengungkapan diri yang sifatnya negatif adalah suatu penilaian pernyataan yang bentuknya celaan mengenai diri pribadi. Pengungkapan diri yang sifatnya negatif dapat memberikan masalah untuk orang lain jika hal ini dilakukan secara berlebihan.
3. Dimensi Pengungkapan Diri Menurut Derlega et al. (1993), terdapat dua dimensi dari pengungkapan diri: a.
Descriptive Self Disclosure; pengungkapan diri yang berisi informasi dan fakta-fakta tentang diri sendiri yang bersifat kurang pribadi, seperti riwayat keluarga, kebiasaankebiasaan, dan lain-lain.
b.
Evaluative Self Disclosure; pengungkapan diri yang berisi ekspresi mengenai perasaanperasaan, pikiran-pikiran, dan penilaian-penilaian pribadi seperti perasan cinta atau benci, peristiwaperistiwa yang memalukan.
c. Kedalaman pengungkapan diri Pengungkapan diri dapat dilakukan dengan dalam ataupun dangkal. Memberitahukan mengenai aspekaspek tentang diri pribadi yang tidak biasa dan yang menyebabkan diri mudah mendapat celaan, termasuk juga tujuan hidup yang sifatnya spesifik serta mengenai kehidupan yang intim, dipertimbangkan atau dapat dikatakan pengungkapan diri yang sifatnya dalam. Pernyataan mengenai makanan kesukaan, dan hal-hal yang sifatnya tidak intim
4. Karakteristik Pengungkapan Diri Pengungkapan diri yang efektif memiliki
5
diri
sejumlah karakteristik (Johnson, 1997), antara lain: a.
b. Perasaan menyukai Seorang individu akan melakukan pengungkapan diri lebih kepada orang yang disukai, dicintai dan yang dipercayai. Ini tidak mengherankan karena orang yang disukai akan lebih bersikap mendukung dan positif.
Reaksi yang diberikan kepada individu atau peristiwa lebih merujuk pada perasaan daripada fakta-fakta. Untuk dapat mengungkapkan diri artinya dapat berbagi dengan orang lain bagaimana perasaan kita mengenai suatu peristiwa yang baru saja terjadi.
c. Efek diadik Seseorang akan melakukan pengungkapan diri apabila lawan bicaranya juga melakukan pengungkapan diri. Efek diadik ini membuat seseorang yang melakukan pengungkapan diri merasa lebih aman dan nyatanya memperkuat perilaku pengungkapan diri sendiri.
b. Pengungkapan diri memiliki dua dimensi: keluasan dan kedalaman. Untuk dapat mengenal seseorang lebih baik, kita menampilkan lebih banyak topik untuk dijelaskan (keluasan) dan membuat penjelasan itu diungkapkan secara lebih pribadi (kedalaman).
d. Kompetensi
c. Pengungkapan diri fokus pada saat ini, bukan masa lalu. Pengungkapan diri bukan berarti kita mengungkapkan secara mendalam mengenai masa lalu kita. Seseorang mengetahui dan mengenal kita bukan melalui sejarah masa lalu kita tapi melalui pemahaman mereka tentang bagaimana kita bersikap.
Mereka yang kompeten lebih memiliki kepercayaan diri dan karenanya lebih memanfaatkan pengungkapan diri. Orang yang kompeten kemungkinan memiliki lebih banyak hal positif tentang dirinya sendiri untuk diungkap ketimbang orang-orang yang tidak berkompeten.
d. Pada tahap awal suatu hubungan, pengungkapan diri perlu saling berbalasan. Jumlah pengungkapan diri yang kita lakukan akan mempengaruhi jumlah pengungkapan diri yang dilakukan oleh orang lain.
e. Kepribadian Orang yang mudah bergaul dan ekstrovert melakukan pengungkapan diri lebih banyak dibandingkan mereka yang kurang pandai bergaul dan introvert. Perasaan gelisah juga mempengaruhi derajat pengungkapan diri. Seseorang yang kurang berani bicara pada umumnya juga kurang mengungkapkan diri ketimbang mereka yang berani berbicara maka akan lebih nyaman dalam berkomunikasi.
5. Faktor-faktor yang Menyebabkan Pengungkapan Diri DeVito (dalam Handoyo, 1987) menjelaskan beberapa faktor yang dapat menyebabkan pengungkapan diri ialah:
f. Topik
a. Besar kelompok
Seseorang cenderung membuka diri tentang topik tertentu. Seseorang mungkin akan lebih mengungkapkan informasi diri tentang pekerjaan dan hobi dibandingkan tentang kehidupan seks atau situasi keuangan.
Pengungkapan diri lebih banyak terjadi dalam kelompok kecil daripada dalam kelompok yang besar. Kelompok yang terdiri dari dua orang merupakan lingkungan yang paling cocok untuk pengungkapan diri.
6
Jika orang lain dapat menerima anda maka kemungkinan besar anda pun dapat menerima diri anda. e. Memecahkan berbagai konflik dan masalah interpersonal Jika orang lain mengetahui kebutuhan anda, ketakutan, rasa frustrasi anda, dan sebagainya, maka akan lebih mudah bagi mereka untuk bersimpati atau memberikan bantuan sehingga sesuai dengan apa yang anda harapkan. f. Memperoleh energi tambahan dan menjadi lebih spontan Harap diingat bahwa untuk menyimpan suatu rahasia dibutuhkan energi yang besar dan dalam kondisi demikian seseorang akan lebih cepat marah, tegang, pendiam dan tidak riang. Dengan berbagi informasi halhal tersebut akan hilang atau berkurang dengan sendirinya.
g. Jenis kelamin Pada umumnya pria kurang terbuka dibandingkan wanita, wanita yang maskulin kurang membuka diri dibandingkan dengan wanita feminin, selanjutnya pria feminin lebih membuka diri lebih besar dibandingkan pria yang nilai skala feminitasnya lebih rendah. 6. Dampak Positif Pengungkapan Diri Johnson (1981), mengatakan dampak positif dari pengungkapan diri dapat disebutkan sebagai berikut: a. Meningkatkan kesadaran diri (selfawareness) Dalam proses pemberian informasi kepada orang lain, anda akan lebih jelas dalam menilai kebutuhan, perasaan, dan hal psikologis dalam diri anda. Selain itu, orang lain akan membantu anda dalam memahami diri anda sendiri, melalui berbagai masukan yang diberikan, terutama jika hal itu dilakukan dengan penuh empati dan jujur. b. Membangun hubungan yang lebih dekat dan mendalam, saling membantu dan lebih berarti bagi kedua belah pihak Keterbukaan merupakan suatu hubungan timbal balik, semakin anda terbuka pada orang lain maka orang lain akan berbuat hal yang sama. Dari keterbukaan tersebut maka akan timbul kepercayaan dari kedua pihak sehingga akhirnya akan terjalin hubungan persahabatan yang sejati.
7.Dampak Negatif dari Pengungkapan diri Walaupun pengungkapan diri dapat meningkatkan rasa suka dan perkembangan suatu hubungan, tetapi dapat juga berdampak negatif De Vito (1983), menyatakan dampak negatif dari pengungkapan diri ialah sebagai berikut : a. Keacuhan Individu mungkin akan berbagi informasi dengan individu lain untuk memulai suatu hubungan. Kadangkadang keterbukaan yang dilakukan, adalah hubungan timbal balik oleh individu lain yang membangun suatu hubungan pada lain waktu. Namun keterbukaan tersebut, terkadang membuat individu lain bersikap acuh dan tidak tertarik sama sekali untuk mengenal diri individu tersebut.
c. Mengembangkan keterampilan berkomunikasi Memungkinkan seseorang untuk menginformasikan suatu hal kepada orang lain secara jelas dan lengkap tentang bagaimana ia memandang suatu situasi, bagaimana perasaannya tentang hal tersebut, apa yang terjadi, dan apa yang diharapkan. d. Mengurangi rasa malu dan meningkatkan penerimaan diri (self acceptance)
b. Penolakan (rejection) Informasi yang diungkapkan tentang diri sendiri, dapat membawa diri sendiri kepada suatu penolakan sosial. c. Hilang Kendali (loss of control)
7
pemerikasaan dari perkara disangkakan kepadanya.
Kadang-kadang informasi yang diungkapkan kepada orang lain tersebut, bertujuan untuk menyakiti atau mengontrol perilaku orang yang memberikan informasi.
Menurut KUHP pasal 10 (dalam KUHAP dan KUHP, 2002) narapidana adalah predikat lazim diberikan kepada orang yang terhadapnya dikenakan pidana hilang kemerdekaan, yakni hukuman penjara (kurungan). Salim dkk (1991) mengemukakan narapidana didefinisikan sebagai orang yang dipenjara karena tindak pidana, sedangkan mantan narapidana adalah orang yang pernah dipenjara karena tindak pidana namun masa tahananya telah berakhir.
d. Pengkhianatan Saat diri individu mengungkapkan informasi pribadi kepada orang lain, individu sering menganggap dan bahkan dengan tegas meminta, agar pengetahuan akan informasi tersebut hanya di antara penyampaian informasi dengan orang yang menerima informasi tersebut. Sayangnya kepercayaan seperti ini kadang-kadang dikhianati.
Berdasarkan dari beberapa definisi yang telah disebutkan di atas maka dapat disimpulkan bahwa mantan narapidana adalah seseorang yang pernah dihukum dan menjalani hukuman di lembaga permasyarakatan namun sekarang sudah selesai menjalani masa hukuman di lembaga permasyarakatan, berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
B. Mantan Narapidana 1. Pengertian Mantan Narapidana Mantan narapidana adalah orang yang pernah berbuat melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat dan telah selesai menjalani hukuman yang dijatuhkan kepadanya. (Yudobusono, 1995). Menurut UUNo. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (1982), terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sedangkan narapidana adalah terpidana yang menjadi pidana hilang kemerdekaan di lembaga permasyarakat.
2. Penggolongan Narapidana Harsono (1995) mengemukakan bahwa pada lembaga permasyarakatan narapidana digolongkan berdasarkan : a. Jenis kelamin Berdasarkan jenis kelamin dibedakan berdasarkan perbedaan antara pria dan wanita. b. Usia Berdasarkan usia narapidana digolongkan menjadi dua, yang pertama usia dewasa yaitu mereka yang sudah berumur 18 tahun ke atas, dan yang kedua usia anak-anak yaitu mereka yang berusia di bawah 18 tahun. c. Jenis kasus Berdasarkan jenis kasus di lembaga permasyarakatan, narapidana di pisahkan dalam beberapa kriteria jenis kasus kejahatan yaitu kejahatan politik dan kejahatan kriminal dengan kekerasan seperti perampokan, penodongan, serta kriminal tanpa kekerasan seperti penipuan, dan lainlain.
Dalam penjelasan pasal 2 RUU Tahun 1996 tentang ketentuan pokok permasyarakatan (dalam Soedjono, 1972) mantan narapidana adalah seseorang yang pernah merugikan pihak lain, kurang mempunyai rasa tanggung jawab terhadap Tuhan dan masyarakat serta tidak menghormati hukum, namun telah mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada hukum. Admin, 2007 mengatakan bahwa mantan narapidana adalah seseorang yang pernah ditahan karena diduga keras melakukan kejahatan, karenanya untuk sementara dia dimasukkan ke dalam tahanan untuk kepentingan penyelidikan dan
8
yang
tipu daya pembujukan, atau dengan cara yang biasa. 2) Dilihat dari objek hukum yang diserangnya, maka kejahatan dapat dibagi misalnya atas : a) Kejahatan atas keamanan negara. b) Kejahatan terhadap martabat kedudukan Presiden dan Wakil Presiden. c) Kejahatan terhadap ketertiban umum. d) Kejahatan terhadap kekuasaan umum. e) Kejahatan terhadap kesusilaan. f) Kejahatan terhadap kebebasan orang. g) Kejahatan terhadap jiwa orang. h) Kejahatan terhadap harta benda, dan sebagainya yang dapat kita jumpai pada pembagian dalam kitab undang-undang hukum pidana. b. Dilihat dari pembuat atau pelakunya maka ada dua jalan kemungkinan untuk membaginya, yaitu : 1) Melihat motif atau alasan yang dipakai oleh pelaku, dan 2) Melihat sifat-sifat dari si penjahat atau pelaku.
d. Lama hukuman Berdasarkan lama hukuman narapidana digolongkan berdasarkan lamanya masa hukuman yang di jatuhkan vonis pengadilan terhadapnya yaitu ; seumur hidup, 120 tahun (klasifikasi B-I), 4-12 bulan (klasifikasi B-IIa), 1-3 bulan (klasifikasi B-IIb), pidana denda (klasifikasi B-IIIc) yang sudah ditentukan pengadilan. 3. Bentuk-bentuk Penjelmaan Kejahatan Soesilo (1985), mengemukakan tentang pembagian bentuk-bentuk kejahatan yang dapat dilakukan melalui 2 jalan, yaitu : a. Dilihat dari perbuatannya, maka jenis kejahatan dapat dibagi atas 2 macam ; yang pertama yaitu dari caranya dilakukan dan yang kedua dari objek hukum yang diserangnya. 1) Dilihat dari caranya kejahatan itu dilakukan dapat dibagi sebagai berikut : a) Kejahatan yang dilakukan sedemikian rupa sehingga si penderita dapat melihat baik perbuatan maupun pelakunya, tanpa atau dengan menyadari bahwa perbuatannya itu merupakan suatu pelanggaran hukum, misalnya penganiyaan, penghinaan, pencurian dengan kekerasan, berbagai macam penipuan, kejahatan seks dan sebagainya, dan sebaliknya kejahatan yang dilakukan sedemikian rupa, sehingga si penderita pada waktunya dilakukan tidak dapat melihat perbuatannya atau pelakunya misalnya penggelapan, penadahan, peracunan, berbagai kejahatan pemalsuan dan sebagainya. b) Kejahatan dilakukan dengan menggunakan alat-alat bantu khusus berupa senjata, perabot, bahan-bahan kimia, dan sebagainya, atau kejahatanyang dilakukan tanpa alat-alat bantu. c) Kejahatan yang dilakukan dengan memakai kekerasan fisik,
Dalam perkembangannya banyak ahli mulai merumuskan pembagian kejahatan menurut tipe penjahat itu dengan tidak selalu membedakan alasannya, motif atau sifat dari penjahat. Pembagian kejahatan menurut seorang Guru Besar dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman Lombroso (dalam Soesilo, 1985) yang membedakan antara lain : a. Penjahat sejak lahir Penjahat sejak lahir adalah orangorang yang mempunyai kelainan bentuk badan yang terlihat dari bagian-bagian badan yang abnormal, cacat, dan kekurangan-kekurangan badaniah sejak lahir. b. Penjahat karena sakit jiwa Penjahat karena sakit jiwa disini misalnya gila, setengah gila, sinting, idiot, , melancholi, paralise epilepsi, histeri, demensia, palagra, dan lainlain termasuk pula pemabuk alkohol. c. Penjahat terdorong oleh nafsu birahi.
9
a. Terlantarnya anak-anak Salah satu penyebab timbulnya kejahatan yang dilakukan oleh anakanak di bawah umur ialah karena mereka di telantarkan oleh orang tuanya, orang tua bercerai atau orang tua tidak mampu menghidupi anak, hal ini dapat membuat anakanak berusaha mempertahankan hidup dengan segala usahanya. Mulai dari hidup di jalan, mencuri, bahkan mereka harus mencari makan di antara tumpukan sampah.
d. Penjahat karena kesempatan. Penjahat karena kesempatan adalah mereka yang berbuat kejahatan karena terpaksa oleh keadaan, mereka yang berbuat pelanggaranpelanggaran kecil yang tidak berarti. e. Penjahat dari kebiasaan Penjahat karena kebiasaan adalah mereka ini terdiri dari orang-orang yang mempunyai kebiasaan buruk, menyimpang dari pada tabiat wargawarga lain yang normal dan patuh pada undang-undang akhirnya sering berbuat kejahatan.
b. Kesengsaraan dan kemiskinan Tingginya mobilitas sosial semakin memperjelas jurang antara si miskin dan si kaya, akibatnya timbul kesengsaraan dan kemiskinan yang mendorong mereka untuk melakukan pencurian dan perampokan hanya untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidupnya.
Penggolongan kejahatan menurut soesilo (1985), yaitu sebagai berikut : a. Penjahat kebetulan, yaitu mereka yang berbuat kejahatan-kejahatan berupa kejahatan tanpa di sengaja, akan tetapi karena kelalaian atau kecerobohannya. b. Penjahat karena dorongan keadaan, yaitu mereka yang berbuat suatu kejahatan karena pengaruh langsung dari sesuatu dorongan yang timbul seketika itu juga. c. Penjahat karena kesempatan, yaitu mereka yang berbuat kejahatan dengan mempergunakan kesempatan yang mereka jumpai. d. Penjahat yang melakukan kejahatan dengan persiapan terlebih dahulu. e. Penjahat ulangan atau residivis, yaitu mereka yang sebelumnya telah melakukan berulang kali sesuatu kejahatan, tanpa membedakan apakah kejahatan itu sejenis atau bukan. f. Penjahat kebiasaan, terdiri dari orang-orang yang secara teratur berbuat kejahatan, teristimewa karena sifatnya yang pasif, pikiran tumpul, dan masa bodoh. g. Penjahat yang memang pekerjaannya, ialah mereka yang berbuat kejahatan memang tertuju pada perbuatan jahat dengan aktif.
c.
d. Demoralisasi seksual Munculnya rumah bordir dan maraknya perzinahan dalam kotakota besar, mengakibatkan kemerosotan dalam segi agama. Seiring dengan hal ini sering terjadi penyimpangan-penyimpangan seksual dan mengakibatkan munculnya perselingkuhan dan perkosaan.
4. Faktor-faktor Penyebab Kejahatan Bonger (1977), menyimpulkan adanya 6 faktor lingkungan sebagai penyebab kejahatan, yaitu :
e. Alkoholisme Sudah hampi dipastikan efek dari alkohol dapat meningkatkan emosi
10
Rasa ingin memiliki Seiring dengan perkembangan zaman dan meningkatnya teknologi dalam berbagai bidang membuat pekerjaan manusia menjadi semakin ringan dan semakin efektif, manusia semakin berlomba-lomba untuk meningkatkan dan memenuhi kesejahteraan hidupnya. Sementara mereka yang tidak mampu memenuhi dan meningkatkan kesejahteraannya, terkadang timbul rasa ingin memiliki dan mereka mulai melakukan segala usahanya untuk mencapai apa yang mereka inginkan, termasuk dengan melakukan kejahatan.
mengungkapkan dirinya di masyarakat, mantan narapidana cenderung memiliki rasa rendah diri yang besar dikarenakan statusnya sebagai mantan narapidana yang dipandang negatif dalam masyarakat dan adanya hambatanhambatan psikologis untuk terjun di tengah masyarakat (Kurniawan, 2008). Dari masyarakat sendiri sulit untuk menerima mantan narapidana, dikarenakan adanya sikap kewaspadaan masyarakat yang berlebihan terhadap mantan narapidana. Wahid (2008) mengatakan mantan narapidana sulit mencari pekerjaan karena perusahaan selalu melihat catatan kelakuan baik seseorang, perbuatan seorang mantan narapidana yang jelas-jelas pernah melanggar hukum, jarang perusahaan yang mau menerima mantan narapidana. Namun dengan pengungkapan diri, masyarakat akan mengetahui sisi yang lebih baik dari seorang mantan narapidana, bahwa mantan narapidana adalah seorang yang pernah melanggar hukum dan sudah selesai menjalani hukumannya, serta mempunyai hak yang sama untuk hidup di lingkungan masyarakat.
dan hilangnya kesadaran sementara waktu, sehingga tak jarang jika perbuatan perkelahian, pencurian, sampai perbuatan yang paling fatal sekalipun, yaitu pembunuhan dipicu dari minuman beralkohol. f.
Perang Pada masa perang dunia kedua, banyak masyarakat yag kehilangan harta benda dan sanak saudara mereka. Mereka tidak lagi memiliki tempat tinggal karena hancur semua akibat perang. Akibatnya perampokan dan penjarahan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, tak dapat dihindari.
Adapun Sutherland (1973), menerangkan bahwa terdapat 2 macam pengaruh penyebab kejahatan : a. Pengaruh faktor yang berasal dari dalam diri individu dan merupakan pembawaan yang ada secara alamiah pada dirinya atau juga sebagai adanya tahapan perkembangan jiwa (pengaruh historis atau genetika), yang disebut sebagai faktor internal. b. Pengaruh faktor yang berasal dari luar diri individu baik itu yang berupa lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya, yang merupakan reaksi atas situasi seketika yang dipandang dari mata individu tersebut, yang disebut sebagai faktor eksternal.
Dari uraian di atas peneliti melihat bahwa mantan narapidana yang ingin berinteraksi kembali kemasyarakat dengan cara mengungkapkan dirinya di masyarakat, memiliki rasa rendah diri yang besar dan cenderung tertutup, sementara seorang mantan narapidana harus berinteraksi dengan orang lain agar dapat memenuhi kebutuhan hidup nya sendiri maupun untuk keluarganya dengan jalan tidak melanggar hukum lagi. Berinteraksi kembali dengan masyarakat, sama juga dengan berhubungan dengan orang lain. Derlega dkk (1993) berpendapat bahwa salah satu yang memegang peranan penting dalam mempertahankan suatu hubungan adalah pengungkapan diri. Dengan cara pengungkapan diri masyarakat bisa mengetahui siapa dirinya, dan dengan pengungkapan diri juga, mantan narapidana dapat berinteraksi kembali dengan masyarakat tanpa adanya rasa malu karena statusnya sebagai mantan narapidana. Bila masyarakat tidak menerima mantan
C. Pengungkapan Diri Pada Mantan Narapidana Sebagian masyarakat merasa bahwa orang lain tidak perlu mengetahui latar belakang siapa dirinya, atau dengan kata lain individu tersebut tidak perlu melakukan pengungkapan diri agar orang lain mengetahui siapa dirinya, namun ada sebagian masyarakat merasa perlu untuk melakukan pengungkapan diri agar dapat menjalin hubungan yang baik dengan orang lain atau dengan masyarakat. Seperti juga dengan mantan narapidana yang ingin
11
adalah suatu penelitian secara mendalam yang dilakukan untuk memberikan gambaran mendalam tentang individu mengenai suatu kasus yang mempunyai karakteristik tertentu, dengan tujuan yang dicapai adalah pemahaman yang mendalam tentang suatu kasus, atau dapat dikatakan untuk mendapatkan verstehen bukan sekedar erklaren (deskripsi suatu fenomena). Pada masalah ini peneliti menggunakan penelitian studi kasus dikarenakan bahwa peneliti ingin memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang pengungkapan diri mantan narapidana, mampu mengungkapkan hal-hal yang spesifik, unik dan amat detail yang tidak dapat diungkap oleh studi yang lain. Studi kasus mampu mengungkap makna di balik fenomena dalam kondisi apa adanya atau natural.
narapidana, itu secara tidak langsung sama saja menyuruh mereka untuk berbuat jahat kembali. Sebagai masyarakat yang akan mendukung perubahan sikap dari seorang mantan narapidana, yang harus masyarakat lakukan adalah menghilangkan statusnya sebagai mantan narapidana, sebaiknya masyarakat melihat lembaran baru yang positif dari perubahan yang akan dilakukannya dan terima pengungkapan diri mereka dengan kepercayaan. BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan bentuk penelitian studi kasus.
B. Subjek Penelitian Dalam penelitian ini subjek berjumlah 1 orang dan seorang laki-laki, yang pernah melakukan tindak pidana dan telah selesai menjalani hukumannya.
Definisi Studi Kasus Menurut Punch (dalam Poerwandari, 1998) mengatakan studi kasus adalah fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang terbatas, meski batas-batas antara fenomena dan konteks tidak sepenuhnya jelas. Stake (dalam Heru Basuki, 2006) menjelaskan bahwa nama studi kasus ditekankan oleh beberapa peneliti karena memfokuskan tentang apa yang dapat dipelajari secara khusus pada kasus tunggal. Studi kasus tidak selalu menggunakan pendekatan kualitatif, ada beberapa studi kasus yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Studi kasus ditujukan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang suatu kasus, atau dapat dikatakan untuk mendapatkan verstehen bukan sekedar erklaren (deskripsi suatu fenomena). Studi kasus mampu mengungkap hal-hal yang spesifik, unik dan hal-hal yang amat mendetail yang tidak dapat diungkap oleh studi yang lain. Studi kasus mampu mengungkap makna dibalik fenomena dalam kondisi apa adanya atau natural (Heru Basuki, 2006).
C. Keakuratan Penelitian Untuk mencapai keakuratan dalam suatu penelitian dengan metode kualitatif, ada beberapa teknik yang digunakan dan salah satu teknik tersebut adalah triangulasi. Menurut Moleong (2004) Triangulasi adalah teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Adapun menurut Patton (dalam Poerwandari, 1998) triangulasi dapat dibedakan menjadi triangulasi data, triangulasi peneliti, triangulasi teori, triangulasi metodelogis. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Bagaimana pengungkapan pada mantan narapidana?
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa studi kasus
12
diri
dimaksudkan untuk mengadakan kontrol sosial, misalnya orang akan mengatakan sesuatu yang dapat menimbulkan kesan baik tentang dirinya. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Jourard (dalam Rotenberg, 1995) kualitas positif atau negatif dalam pengungkapan diri juga merupakan faktor yang penting. Pengungkapan diri yang positif lebih mungkin digunakan daripada pengungkapan diri yang negatif.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis menyimpulkan pengungkapan diri pada mantan narapidana dapat dilihat dari komponenkomponen pengungkapan diri, diantaranya: jumlah informasi yang diungkapkan. Berdasarkan jumlah informasi yang diungkap, subjek cenderung memiliki keterbukaan diri yang tinggi hal ini di karenakan subjek memang menceritakan tentang masa lalu subjek kepada orang lain yang sudah lama subjek kenal, ataupun dengan orang baru dalam kehidupan subjek, hal ini subjek lakukan agar lingkungan dapat menerima subjek kembali di lingkungan. Hal ini sesuai dengan penelitian Gilbert (dalam Pearson, 1983) yang mengatakan beberapa orang akan menceritakan semua pengalaman masa lalunya, apa yang terjadi pada dirinya pada saat ini, dan tujuan-tujuannya untuk masa depan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Johnson (dalam Rotenberg,1995) yang mengatakan dengan pengungkapan diri seseorang mampu menyesuaikan diri (adaptive), lebih percaya pada diri sendiri, lebih kompeten, extrovert, dapat diandalkan, lebih obyektif, terbuka, lebih mampu bersikap positif , percaya terhadap orang lain, dan dapat mengungkapkan tujuan-tujuan hidupnya untuk masa depannya.
Komponen yang ketiga ialah kedalaman pengungkapan diri. Dari kedalaman pengungkapan diri subjek, dapat diketahui bahwa subjek memang mengungkapkan diri secara mendalam mengapa sampai subjek melanggar hukum, hal yang menyebabkan subjek melanggar hukum dikarenakan faktor ekonomi dan lingkungan, awal perencanaan, perampokan, sampai keadaan di dalam LP kepada temanteman subjek dan lingkungan tempat tinggal subjek. Hal ini sesuai dengan teori Gilbert (dalam Pearson, 1983), yang mengatakan pengungkapan diri dapat dilakukan dengan dalam atau dangkal. Hal ini di perkuat dengan penyataan Powell (dalam Supratikna, 1995), pengungkapan diri telah dilakukan secara mendalam, individu yang menjalin hubungan antar pribadi dapat menghayati perasaan yang dialami individu lainnya. Segala persahabatan yang mendalam dan sejati haruslah berdasarkan pada pengungkapan diri dan kejujuran yang mutlak.
Komponen yang kedua adalah sifat dari pengungkapan diri. Pada komponen sifat dari pengungkapan diri, subjek mengungkapkan bagian negatif dan juga positif yang ada pada diri subjek, hal ini subjek lakukan agar masyarakat mengetahui bahwa subjek memang benar adalah orang yang pernah berbuat salah, namun telah selesai menjalani hukumannya dan sudah selayaknya berada kembali di masyarakat. Hal ini sesuai dengan teori Gilbert (dalam Pearson, 1983) yang mengatakan hal yang termasuk dalam pengungkapan diri positif adalah pernyataan positif dari bagian dirinya. Menurut Derlega, et all (1993) yang mengatakan seseorang dapat mengemukakan atau menyembunyikan informasi tentang keadaan dirinya yang
Komponen yang keempat adalah waktu pengungkapan diri. Berdasarkan waktu pengungkapan diri dapat diketahui, subjek mampu melihat kondisi dan waktu yang tepat tentang kapan dirinya harus bercerita atau melakukan pengungkapan diri. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Gilbert (dalam Pearson, 1983) yaitu pengungkapan diri dalam suatu hubungan dapat dilihat dalam bentuk waktu. Pengungkapan diri dalam suatu hubungan biasanya dilakukan dengan orang asing dan dalam tahap pertama dari suatu hubungan.
13
Faktor kedua adalah efek diadik, subjek sering bertukar pikiran dengan salah satu teman subjek, karena subjek merasa nyaman cerita dengan teman subjek ini dikarenakan mereka sudah bersahabat selama bertahun-tahun dan teman subjek pun sering bercerita kepada subjek. De Vito (dalam Handoyo, 1987), mengatakan seseorang akan melakukan pengungkapan diri apabila lawan bicaranya juga melakukan pengungkapan diri. Efek diadik ini membuat seseorang yang melakukan pengungkapan diri merasa lebih aman dan nyatanya memperkuat perilaku pcngungkapan diri sendiri. Hal ini diperkuat dengan penyataan Raven & Rubin (1983), dalam proses pengungkapan diri nampaknya individuindividu yang terlibat memiliki kecenderungan mengikuti norma resiprok (timbal balik). Bila seseorang menceritakan sesuatu yang bersifat pribadi, maka akan cenderung memberikan reaksi yang sepadan.
Komponen yang kelima ialah lawan bicara. Setiap subjek ada masalah subjek selalu bercerita pada orang tua subjek, istri,anak, sahabat subjek sedari kecil, ataupun dengan orang yang di anggap nyaman oleh subjek. Hal ini sesuai dengan penyataan Gilbert (dalam Pearson, 1983), yaitu pengungkapan diri biasanya dilakukan dengan orang lain yang dirasakan dekat atau dapat dipercaya, hal ini dapat dilakukan dengan orang tua, suami, istri, atau teman yang berjenis kelamin sama. Menurut De Vito (1996), selama melakukan pengungkapan diri, berikan lawan bicara kesempatan untuk melakukan pengungkapan dirinya sendiri. Jika lawan bicara tidak melakukan pengungkapan diri juga, maka ada kemungkinan bahwa orang, tersebut tidak menyukai keterbukaan. Biasanya pengungkapan diri akan dilakukan oleh orang-orang yang dirasa akan mendukung dirinya. 2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan mantan narapidana melakukan pengungkapan diri?
Faktor ketiga ialah, jenis kelamin. Selama subjek di dalam LP dan setelah keluar dari LP subjek suka bertukar pikiran dengan teman-teman subjek. Menurut subjek subjek merasa lebih nyaman bila bercerita dengan laki-laki, dalam hal ini subjek lebih memilih bercerita dengan teman dekat subjek yang menjadi significant Other kalaupun ada yang berjenis kelamin berbeda dengan subjek itu hanya keluarga subjek. Menurut De Vito (dalam Handoyo, 1987), pada umumnya pria kurang terbuka dibandingkan wanita, wanita yang maskulin kurang membuka diri dibandingkan dengan wanita feminin, selanjutnya pria feminin lebih membuka diri lebih besar dibandingkan pria yang nilai skala femininitasnya lebih rendah. Level pengungkapan diri yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh brehm (1992), menemukan bahwa perempuan lebih sering melakukan pengungkapan diri dibandingkan lakilaki, jika pengungkapan diri itu melibatkan perasaannya terhadap pasangan, orang terdekat, pekerjaan, hal-hal yang paling ditakuti dalam
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis menyimpulkan faktorfaktor yang menyebabkan mantan narapidana melakukan pengungkapan diri ialah: Perasaan menyukai. Berdasarkan faktor perasaan menyukai, subjek lebih suka bercerita dengan orang yang subjek sudah kenal atau sudah berbincang-bincang lama dengan subjek. De Vito (dalam Handoyo, 1987) mengatakan seorang individu akan melakukan pengungkapan diri lebih kepada orang yang disukai, dicintai dan yang dipercayai. Ini tidak mengherankan karena orang yang disukai akan lebih bersikap mendukung dan positif. Hal ini diperkuat dengan pernyataan De Vito (1996) kedalaman dan pengungkapan diri seseorang tergantung pada situasi dan orang yang diajak untuk berinteraksi. Jika orang yang berinteraksi dengan menyenangkan dan membuat merasa aman serta dapat membangkitkan semangat maka kemungkinan bagi individu untuk lebih membuka diri amatlah besar.
14
akan membantu anda dalam memahami diri anda sendiri, melalui berbagai masukan yang diberikan, terutama jika hal itu dilakukan dengan penuh empati dan jujur. Dampak yang kedua ialah mengatasi perasaan takut, Ketika subjek mengungkapkan diri pada masyarakat, bahwa subjek adalah seorang yang pernah melanggar hukum dan berstatus sebagai mantan narapidana yang ingin berubah menjadi lebih baik. Pada awalnya subjek mengatakan dirinya memang sempat merasa khawatir dan takut untuk kembali ke masyarakat, namun subjek mengetahui bahwa kehidupan harus terus berjalan dan subjek ingin masyarakat mengetahui bahwa subjek sudah berubah menjadi lebih baik, oleh sebab itu subjek melakukan pengungkapan diri pada masyarakat. Setelah subjek melihat respon masyarakat sekitar subjek sebagian besar memberi dukungan pada subjek, rasa takut tersebut tidak lagi menjadi masalah bagi subjek. Hal ini sesuai dengan menyataan Jonhson (1997), yaitu berkomunikasi secara intim dengan orang lain, terutama pada saat stres, nampaknya menjadi kebutuhan dasar manusia. Dengan mendiskusikan kecemasan yang kita rasakan, kita akan menemukan cara untuk menghadapi kecemasan tersebut. Pengungkapan diri merupakan bentuk dasar dari dukungan dan kepedulian di masa krisis. Dampak yang ketiga ialah, membangun hubungan yang lebih dekat dan mendalam. Awalnya subjek mengatakan bahwa ada beberapa orang di lingkungan tempat tinggal subjek yang kurang menerima subjek, tetapi subjek tidak putus asa untuk tetap mendekatkan diri dengan lingkungan dan akhirnya lingkungan menerima subjek kembali dan pikiran yang negatif tentang subjek pun sedikit demi sedikit menghilang. Menurut Johnson (1981), yaitu dari keterbukaan maka akan timbul kepercayaan dari kedua pihak sehingga akhirnya akan terjalin hubungan persahabatan yang sejati. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Derlega, et all (1993), saling berbagi rasa dan informasi tentang diri kita kepada orang
kehidupannya, dan apa saja yang sudah dikerjakan oleh dirinya sampai saat ini. Perempuan cenderung melakukan pengungkapan diri mengenai hal-hal pribadi dan perasaan, Sedangkan lakilaki lebih sering melakukan pengungkapan diri mengenai pandangan politik, hal-hal yang dibanggakan pada dirinya, dan berdiskusi mengenai olahraga. Faktor keempat ialah penerimaan masyarakat, subjek merasa lingkungan masyarakat dapat menerima subjek kembali, hal ini di karenakan masyarakat di lingkungan subjek berpendapat bahwa setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan dan setiap orang yang pernah melakukan kesalahan dan telah menerima hukuman dari kesalahannya maka orang tersebut layak dan pantas untuk di maafkan dan di terima kembali di masyarakat. De vito (1983) mengatakan penerimaan hubungan juga merupakan faktor penting dalam menentukan frekuensi atau kemungkinan pengungkapan diri. 3. Apa dampak pengungkapan diri pada mantan narapidana ? Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis menyimpulkan dampak pengungkapan diri pada mantan narapidana ialah: meningkatkan kesadaran diri, subjek sangat membutuhkan dukungan dari orangorang di sekitar subjek, agar lingkungan dapat menerima subjek namun subjek tidak mau memaksa agar orang lain peduli sama masalah subjek, tetapi yang subjek rasakan di dalam ataupun di luar LP teman-teman subjek sangat mendukung subjek. Menurut Johnson (1997) mengatakan meningkatkan kesadaran diri dengan memperoleh pandangan yang lebih objektif terhadap pengalaman dan pemikiran melalui umpan balik dan orang lain. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Johnson (1981), meningkatkan kesadaran diri atau self-awareness yaitu dalam proses pemberian informasi kepada orang lain, anda akan lebih jelas dalam menilai kebutuhan, perasaan, dan hal psikologis dalam diri anda. Selain itu, orang lain
15
tersebut akan hilang atau berkurang dengan sendirinya.
lain serta saling mempercayai merupakan saran yang paling penting dalam usaha merintis suatu hubungan sehingga akan semakin meningkatkan derajat keakraban. Dampak yang keempat ialah memecahkan berbagai konflik dan masalah interpersonal. Subjek mengatakan dirinya dapat memecahkan konflik atau masalah yang di hadapinya terutama masalah dalam beradaptasi dengan lingkungan masyarakat setelah subjek keluar dari LP yaitu dengan pengungkapan diri. Pada saat subjek melakukan pengungkapan diri, menceritakan kebutuhannya, ketakutannya untuk kembali ke masyarakat, dan rasa frustasi subjek. Banyak di lingkungan teman subjek atau pun tempat tinggal subjek yang memberi masukan dan saran-saran yang berguna bagi subjek. Pada saat subjek mendapat masukan dari teman-temannya, subjek merasa permasalahan yang subjek hadapi sedikit berkurang karena subjek mendapat dukungan dari lingkungan sekitar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Johnson (1981), jika orang lain mengetahui kebutuhan anda, ketakutan, rasa frustrasi anda, dan sebagainya, maka akan lebih mudah bagi mereka untuk bersimpati atau memberikan bantuan sehingga sesuai dengan apa yang anda harapkan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan De Vito (dalam Handoyo, 1987) yang mengatakan kemampuan mengatasi kesulitan perasaan takut untuk tidak diterima dalam masyarakat atau kelompok, dapat dilakukan melalui pengungkapan diri.
BAB V Penutup A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengungkapan diri pada mantan narapidana dapat disimpulkan bahwa : 1. Pengungkapan diri pada mantan narapidana: Pertama yaitu jumlah informasi yang diungkapkan. Subjek orang yang dapat memberikan informasi tentang dirinya dengan terbuka tanpa ada rasa takut, malu, ataupun menutup-nutupi kekurangannya, terutama pada orangorang yang dianggap nyaman oleh subjek, dengan tujuan agar masyarakat dapat menerima subjek kembali ke dalam masyarakat. Kedua yaitu sifat dari pengungkapan diri, dalam melakukan pengungkapan diri, subjek melakukan dua sifat pengungkapan diri, yaitu bersifat positif dan juga bersifat negatif. Dimana subjek mengungkapkan diri, memang benar subjek adalah seorang mantan narapidana yang pernah berbuat kesalahan, namun sekarang sudah menyadari kesalahannya, rajin beribadah, ingin berubah, dan yang terpenting ingin kembali ke dalam masyarakat. Ketiga yaitu kedalaman pengungkapan diri, subjek orang yang dapat memberikan informasi secara mendalam, hal ini perlu subjek lakukan agar teman-teman subjek tidak memandang subjek sebelah mata dan agar masyarakat dapat kembali menerima subjek di lingkungan tempat tinggal subjek. Keempat yaitu waktu pengungkapan diri, subjek baru melakukan pengungkapan diri setelah satu minggu subjek keluar dari LP, atau dengan kata lain subjek cenderung melakukan pengungkapan diri pada waktu-waktu tertentu, terutama pada saat subjek telah merasa nyaman dengan lawan bicara, atau dengan kata lain subjek mampu melihat kondisi dan waktu kapan dirinya harus bercerita atau
Dampak yang kelima ialah, memperoleh energi tambahan. Setelah subjek melakukan pengungkapan diri banyak di lingkungan teman subjek atau pun tempat tinggal subjek yang memberi masukan dan saran-saran yang berguna bagi subjek. Hal ini sesuai dengan pernyataan Johnson (1981), untuk menyimpan suatu rahasia dibutuhkan energi yang besar dan dalam kondisi demikian seseorang akan lebih cepat marah, tegang, pendiam dan tidak riang. Dengan berbagi informasi hal-hal
16
peduli sama masalah subjek, tetapi yang subjek rasakan di dalam ataupun di luar LP teman-teman subjek sangat men support subjek. Kedua ialah mengatasi perasaan takut, pada awalnya subjek mengatakan dirinya memang sempat merasa khawatir dan takut untuk kembali ke masyarakat, namun subjek mengetahui bahwa kehidupan harus terus berjalan dan subjek ingin masyarakat mengetahui bahwa subjek sudah berubah menjadi lebih baik, oleh sebab itu subjek melakukan pengungkapan diri pada masyarakat. Ketika subjek mengungkapkan diri pada masyarakat bahwa subjek adalah seorang yang pernah melanggar hukum dan berstatus sebagai mantan narapidana yang ingin berubah menjadi lebih baik, respon masyarakat sekitar subjek sebagian besar memberi dukungan pada subjek. Ketiga ialah membangun hubungan yang lebih dekat dan mendalam, awalnya subjek mengatakan bahwa ada beberapa orang di lingkungan tempat tinggal subjek yang kurang menerima subjek, tetapi subjek tidak putus asa untuk tetap mendekatkan diri dengan lingkungan dan akhirnya lingkungan menerima subjek kembali dan pikiran yang negatif tentang subjek pun sedikit demi sedikit menghilang. Keempat ialah memecahkan berbagai konflik dan masalah interpersonal, subjek mengatakan dirinya dapat memecahkan konflik atau masalah yang di hadapinya terutama masalah dalam beradaptasi dengan lingkungan masyarakat setelah subjek keluar dari LP yaitu dengan pengungkapan diri. Pada saat subjek melakukan pengungkapan diri, menceritakan kebutuhannya, ketakutannya untuk kembali ke masyarakat, dan rasa frustasi subjek. Banyak di lingkungan teman subjek atau pun tempat tinggal subjek yang memberi masukan dan saran-saran yang berguna bagi subjek. Pada saat subjek mendapat masukan dari temantemannya, subjek merasa permasalahan yang subjek hadapi sedikit berkurang karena subjek mendapat dukungan dari lingkungan sekitar. Kelima ialah memperoleh energi
melakukan pengungkapan diri. Kelima yaitu lawan bicara. Subjek cenderung melakukan pengungkapan diri pada orang-orang terdekat subjek, terutama orang tua, istri, anak atau teman dekat subjek. Seandainya dengan orang yang baru di kenalnya, subjek menunggu sampai subjek dapat merasa nyaman. 2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan mantan narapidana melakukan pengungkapan diri: Pertama ialah perasaan menyukai, subjek lebih suka bercerita dengan orang yang subjek sudah kenal atau sudah berbincang-bincang lama dengan subjek. Kedua ialah efek diadik, subjek sering bertukar pikiran dengan salah satu teman subjek, karena subjek merasa nyaman cerita dengan teman subjek ini karena mereka sudah bersahabat selama bertahun-tahun dan teman subjek pun sering bercerita kepada subjek. Ketiga ialah, jenis kelamin, selama subjek di dalam LP dan setelah keluar dari LP subjek suka bertukar pikiran dengan teman-teman subjek. Menurut subjek subjek merasa lebih nyaman bila bercerita dengan lakilaki begitu juga dengan teman dekat subjek yang menjadi significant Other kalaupun ada yang berjenis kelamin berbeda dengan subjek itu hanya keluarga subjek. Keempat ialah penerimaan masyarakat, subjek merasa lingkungan masyarakat dapat menerima subjek kembali, hal ini di karenakan masyarakat di lingkungan subjek berpendapat bahwa setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan dan setiap orang yang pernah melakukan kesalahan dan telah menerima hukuman dari kesalahannya maka orang tersebut layak dan pantas untuk di maafkan dan di terima kembali di masyarakat. 3. Dampak pengungkapan diri pada mantan narapidana: Pertama ialah meningkatkan kesadaran diri, subjek sangat membutuhkan dukungan dari orangorang di sekitar subjek, agar lingkungan dapat menerima subjek namun subjek tidak mau memaksa agar orang lain
17
tambahan, Hal ini juga yang menguatkan subjek dikarenakan setelah subjek melakukan pengungkapan diri banyak di lingkungan teman subjek atau pun tempat tinggal subjek yang memberi masukan dan saran-saran yang berguna bagi subjek.
DAFTAR PUSTAKA Atwater, E. (1983). Psychology of adjustment. Second Edition. New Jersey : Prentice Hall, Inc. Bonger, W. A. (1977). Pengantar tentang kriminologi cetakan ke-4. Jakarta : Pustaka Sarjan.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut :
Brehm, S. S. (1992). Intimate relationships. New York. Mc GrawHill.
1. Untuk Subjek
Derlega, V., Metts S., Petronio, S. & Margulis, S.T. (1993). Self disclosure. California : Sage Publication, Inc.
a. Subjek harus bisa menempatkan dirinya dengan lebih baik lagi dalam bermasyarakat setelah subjek melakukan pengungkapan diri, dengan memulai sesuatu yang positif dan bermanfaat bagi masyarakat. b. Subjek harus dapat membuktikan pengungkapan dirinya pada masyarakat bahwa subjek memang sudah berubah menjadi lebih baik setelah subjek keluar dari Lembaga Permasyarakatan. c. Setelah subjek melakukan pengungkapan diri, subjek harus berjanji tidak mengulangi lagi tindak pidana yang dilakukannya di masa yang akan datang. 2. Untuk Masyarakat a. Masyarakat diharapkan tetap mendukung pengungkapan diri subjek, dan membantu subjek untuk menjadi lebih baik lagi setelah menyandang status mantan narapidana. b. Masyarakat diharapkan tetap menerima subjek kembali ke dalam lingkungan sekitar setelah subjek melakukan pengungkapan diri, sebagai seorang yang telah melanggar hukum, namun telah selesai menjalankan hukumannya dan ingin kembali bermasyarakat. 3. Untuk Peneliti Selanjutnya
De vito, J. A. (1983). The interpersonal communication book. New York : Harper and Row Publisher. De vito, J. A. (1996). Essential of human communication. 2ⁿ Edition. New York : Harper Collins College Publishers. Fattah. (2008). http://www.blogger.com/feeds/65088 98487588642719/posts/default Handoyo, A. H. (1987). Pola komunikasi pria homoseksual : Suatu tinjauan deskripsi mengenai hubunganhubungan kaum pria homoseksual, dikaitkan dengan fungsi serta peranan bahasa khusus yang digunakan oleh kelompok tersebut di wilayah jakarta selatan. Tesis (Tidak diterbitkan). Jakarta : Universitas Indonesia. Harsono, D. I. (1995). Sistim baru pembinaan narapidana. Jakarta : Penerbit Djambatan. Heru Basuki, A. M. (2006). Penelitian kualitatif untuk ilmu-ilmu kemanusian dan budaya. Jakarta : Penerbit Gunadarma. Hukum Acara Pidana. (1982). Undangundang republik indonesia cetakan ke-1. Jakarta : Sekretariat Negara Republik Indonesia.
Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian dengan melihat dukungan sosial, penerimaan diri atau faktor lain yang berpengaruh terhadap pembentukan pengungkapan diri.
Johnson, D. (1997). Reaching out ; Interpersonal effchveness and self
18
actralization. River.com.
http
:
//.
Green-
Salim, P. & Salim, Y. (1991). Kamus bahasa indonesia kontemporer. Jakarta : Modern English Press.
Johnson, D. (1997). http : // www. Mentalhelp. Net.
Soedjono, D. (1972). Usaha pembaharuan sistem kepenjaraan dan pembinaan narapidana (dasardasar penologi). Bandung : Alumni.
Jourard, S. M. (1997). Self disclosure and openness : Psychological self help. KUHAP & KUHP. (2002). Buku perundang-undangan cetakan ke-4. Jakarta : Sinar Grafika.
Soesilo, R. (1985). Kriminologi ; Pengetahuan tentang sebab-sebab kejahatan. Bandung : PT. Karya Nusantara.
Kurniawan.(2008).http://asosiasibmx.co m/index.php?option=com_content&tas k=view&id=163&Itemid=1
Supratiknya, A. (1995). Komunikasi antar pribadi ; Tinjauan Psikologis. Yogyakarta: Kanisius.
Moleong, L. J. (1990). Metode penelitian kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Sutherland, E. H. (1973). On analyzing crime ; The heritage of sociologi. Chicago : The University of Chicago Press.
Moleong, L. J. (1998). Metode penelitian kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Widyastuti.(2008). http://www.jawapos.com/index.php?a ct=detail_c&id=329175
Moleong, L. J. (2004). Metode penelitian kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Wahid.(2008). http://napi1708.blogspot.com/2008/0 3/fosil-maharana-forum-berkumpulpara.html
Mustofa.(2008). http://kriminologi1.wordpress.com/200 8/01/18/pemulihan-hak-hak-sipilmantan-napi/
Yudobusono, S. & Aminatun, S. (1995). Penelitian diagnostik tentang persepsi bekas narapidana. Yogyakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial.
Pearson, J.C. (1983). Interpersonal communication : Clarity, confidence, concern. Illinois : Scott, Foresman and Company. Poerwandari, E.K. (1998). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Jakarta: Universitas Indonesia. Poerwandari, E.K. (2001). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Jakarta: Universitas Indonesia. Ritandiyono & Retnaningsih. (1996). Aktualisasi Diri. Jakarta: Universitas Gunadarma. Rotenberg, K. J. (1995). Disclosure process in children and adolescents. Cambridge University.
19