JURNAL PENERAPAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERUSAKAN SARANA DAN PRASARANA PERLINDUNGAN HUTAN (Studi Kasus: Putusan Nomor 20/PID.SUS/2015/PN.MTR)
Oleh : ENI ANDRIANI D1A 012 122
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2016
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING PENERAPAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERUSAKAN SARANA DAN PRASARANA PERLINDUNGAN HUTAN (Studi Putusan Nomor 20/PID.SUS/2015/PN.MTR)
Oleh ENI ANDRIANI D1A 012 122
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2016
PENERAPAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERUSAKAN SARAN DAN PRASARANA PERLINDUNGAN HUTAN (STUDI PUTUSAN NOMOR 20/PID.SUS/2015/PN.MTR) Eni Andriani D1A012122 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji Penerapan sanksi pidana dan Pertimbangan Hakim dalam penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Peruskan Saran dan Prasarana Perindungan Hutan dalam Putusan Nomor 53/Pid.B/2015/PN.MTR. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif, dengan pendekatan Peraturan Perundang-Undangan, Pendekatan Konseptual, dan Pendekatan Kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, Penerapan Sanksi Pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Perusakan Saran Dan Prasrana Perlindungan Hutan dalam Putusan Nomor 20/Pid.sus/2015/PN.MTR dengan dakwaan alternatif (pilihan) yakni kesatu, melanggar Pasal 97 ayat (1) huruf a jo Pasal 25 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Hutan Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, kedua, melanggar Pasal 97 ayat (3) huruf a Jo Pasal Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Hutan Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, ketiga, melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP, Kedua, Dasar pertimbangan Hakim menjatuhkan sanksi pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Peruakan Sarana Dan Prasrana Perlindungan Hutan Putusan Nomor 20/Pid.Sus/2015/PN.MTR menggunakan pertimbangan Yuridis pertimbangan non yuridis, pertimbangan Fakta dan pertimbangan terhadap Kondisi terdakwa. Kata Kunci : Tindak Pidana Perusakan Saran Dan Prasaran Perlindungan Hutan CRIMINAL APPLICATION AGAINST THE CRIME OF DESTRUCTION OF INFRASTRUCTURE AND FACILITIES OF FOREST PROTECTION (STUDY DECISION NUMBER 20 / PID.SUS / 2015 / PN.MTR) ABSTRACT This study aims to assess the adoption of criminal sanctions and Considerations The judge in the imposition of criminal sanctions against the perpetrators Crime Peruskan Saran Adan Facility Perindungan Forests in Decision No. 53 / Pid.B / 2015 / PN.MTR.Metode study is a normative legal research methods, with the approach of Regulation Legislation, Conceptual approach and Case approach. The results showed that: First, Application of Criminal Sanctions against the perpetrators of the Crime of Destroying Forest Protection Advice And good infrastructure in Decision No. 20 / Pid.sus / 2015 / PN.MTR with alternative charges (option), namely unity, in violation of Article 97 paragraph (1) letter a in conjunction with Article 25 of Law Number 18 Year 2013 concerning the Prevention and Eradication of Forests Jo Article 55 paragraph (1) 1st Criminal Code, secondly, in violation of Article 97 paragraph (3) letter a Jo Article of Law Number 18 Year 2013 About prevention and Eradication of Forests Jo Article 55 paragraph (1) 1st criminal Code, third, in violation of Article 170 paragraph (1) criminal Code, Second, basic considerations Judge penalize Against Perpetrators of the crime Peruakan Facilities and good infrastructure Forest Protection Decision No. 20 / Pid .Sus / 2015 / PN.MTR using non juridical considerations juridical considerations, consideration of facts and judgment against the defendant Conditions. Keywords: Crime Destruction Advice and infrastructures Forest Protection
i
I. PENDAHULUAN Hutan sebagai salah satu bagian lingkungan hidup adalah suatu kekayaan alam yang dianugrahkan Tuhan Yang Maha Esa pada bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya. Hutan merupakan suatu lapangan pertumbuhan pohonpohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan.1 Perusakan itu terjadi tidak hanya di hutan produksi, tetapi juga telah merambah ke hutan lindung dan hutan konservasi. 2 Perusakan hutan adalah proses, cara, atau perbuatan merusak hutan melalui kegiatan pembalakan liar, penggunaan kawasan hutan tanpa izin atau penggunaan izin yang bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian izin di dalam kawasan. Hutan yang telah ditetapkan, yang telah ditunjuk, ataupun yang sedang diproses penetapannya oleh Pemerintah. Perusakan hutan telah berkembang menjadi suatu tindak pidana kejahatan yang berdampak luar biasa dan terorganisasi serta melibatkan banyak pihak, baik nasional maupun internasional. Terkait dengan Tindak Pidana Perusakan Sarana Dan Prasarana Perlindungan Hutan ini, pemerintah telah mengatur Undang-undang tentang kehutanan dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. Dalam Undang-Undang ini diatur secara tegas tentang perbuatan-perbuatan yang termasuk kedalam tindak pidana kehutanan disertai ancaman pidana bagi pelakunya. Tindak pidana kehutanan
1
Alam Setia Zain, Hukum Lingkungan Konservasi Hutan, cet I,Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hlm.1 2 Indonesia, Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.Psl 1 Ayat 3.
ii
(Tipihut) adalah perbuatan yang dilarang peraturan kehutanan dan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dengan ancaman sanksi pidana bagi barang siapa yang karena kesalahannya melanggar larangan tersebut. Namun dalam perkembangannya pemerintah mulai membentuk UU Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang khusus mengatur Tindak Pidana Perusakan Hutan secara keseluruhan termasuk tindak pidana Perusakan Fasilitas Perlindungan Hutan. Dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberatasan Perusakan Hutan sebagai berikut:3 “Setiap orang dilarang merusak sarana dan prasarana pelindungan hutan ”. Pengertian sarana dan prasarana pelindungan hutan seperti dalam penjelasan pasal tersebut di atas adalah antara lain jalan patroli, pos jaga, papan larangan, alat komunikasi statis, alat transportasi, pal batas, dan alat-alat pengamanan hutan. Kasus perusakan sarana dan prasarana perlindungan hutan membuat resah masyarakat karena cara yang dilakukan juga terus mengalami perkembangan. Pada awalnya perusakan sarana dan prasaran perlindungan hutan dilakukan dengan cara-cara seperti merusak, membakar dan tidak jarang menghilangkan sarana dan prasarana perlindungan hutan untuk kepentingan pribadi tanpa diketahui orang lain, akan tetapi dalam perkembangannya perusakan sarana dan prasarana perlindungan hutan dilakukan dengan terang-terangan bahkan dilakukan lebih dari seorang, tidak hanya itu saja bahkan perusakan dilakukan dengan cara membawa massa yang tidak puas dengan kebijakan
3
Indonesia, Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.Pasal 25.
iii
pemerintah terkait dengan Hutan, akhirnya Sarana dan Prasarana Perlindungan Hutan menjadi sasaran perusakan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana penerapan sanski pidana terhadap pelaku tindak pidana perusakan sarana dan prasrana perlindungan hutan dan apakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana perusakan sarana dan prasarana perlindungan hutan. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui penerapan sanski pidana terhadap pelaku tindak pidana perusakan sarana dan prasrana perlindungan hutan dan untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana perusakan sarana dan prasarana perlindungan hutan. Sedangkan manfaat dari penelitian ini terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif (doktrinal). Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan PerundangUndangan
Pendekatan Konseptual Pendekatan kasus. Bahan hukum yang
diperlukan dalam penelitian ini bersumber dari kepustakaan. Jenis bahan hukum yang digunakan adalah Bahan Hukum Primer,Sekunder, dan Tesier. Teknik atau cara pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah dengan “Study Document” dengan mengadakan penelaahan kepustakaan (library research), yang berkaitan dengan pokok permasalahan. Analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan penafsiran-penafsiran hukum yaitu Penafsiran Gramatikal,Penafsiran sistematis, Penafsiran autentik.
iv
II. PEMBAHASAN Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perusakan Sarana Dan Prasarana Perlindungan Hutan Tindak Pidana Merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum yang dilakukan baik secara sengaja maupun tidak sengaja oleh seseorang atau beberapa orang yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan oleh Undangundang telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat hukum. Apabila seseorang atau beberapa orang melakukan tindak pidana maka perbuatannya tersebut harus dipertanggungjawabkan. Tujuan pemidanaan pada dasarnya adalah mengarahkan seseorang untuk tidak mengulangi tindak pidana dikemudian hari (Prevensi). Selain itu Andi Hamzah juga menegaskan adanya dua macam prevensi yaitu prevensi general (umum) yang bertujuan agar setiap orang takut untuk melakukan tindak pidana (kejahatan) sedangkan prevensi special bertujuan untuk membuat
pelaku
tindak
pidana
menjadi
jera/takut
untuk
mengulang
perbuatannya.4 Kasus yang penyusun bahas yakni mengenai tindak pidana perusakan
sarana
dan
prasarana
perlindungan
hutan
Putusan
Nomor
20/Pid.sus/2015/PN.MTR yang didakwa dengan dakwaan alternatif (pilihan) yaitu kesatu melanggar Pasal 97 ayat (1) huruf a jo Pasal 25 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Hutan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kedua melanggar Pasal 97 ayat (3) huruf a jo Pasal 25 UndangUndang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Hutan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dan ketiga melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP. Kasus posisi; Pada hari sabtu tanggal 11 Januari 2014 sekitar pukul 08.30 wita dilaksanakan sosialisasi dan pengkayaan hutan peroduksi dengan pihak kelompok 4
Andi hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana,Rineka Cipta,Jakarta, 2010. Hlm. 27
v
penggarap 25 hektar hutan produksi yang terdapat dipondok kerja kawasan monggol, dusun tempos kujur liams, yang dilakukan oleh kepala Resort Monggal, balai kesatuan pengelolaan kawasan hutan rinjani barat pada Dinas Kehutanan Prov. NTB (Sdr. Sirajudin) beserta dari Dinas Kehutanan Propv. NTB (Sdr. Ida Bagus Indragunawan) dan Sdr. Agus Prayitno) didampingi oleh para mandormandor KPH (Sdr. Agus Wijayani, Sdr. Hendro Pranoto, Sdr. Depas, dan Sdr. Rusni Ali), dimana masyarakat yang diundang hanya sebanyak 25 orang diantaranya : TAEZAR, AMAQ RUJITA, ISADI A, PARTI, ABDUL RASID, NASDI, IBOK, AMAQ KERUN, MUHAZAN, SEMUAR, SAEFUDIN, PARTIN, FAOZAN, ISADI B, SUMARTI, SAHYUDI, ZAENUN, H.SUDRI, KASTI, RUSMAN, RAFAH dan JIDIN, yang keseluruhannya merupakan masyarakat Desa Genggelang, Kec. Gangga, Kab. Lombok Utara. Kemudian pada saat berlangsungnya sosialisasi tersebut, mereka para terdakwa Susanto alias Anto laki-laki yang bekerja sebagai karyawan wiraswasta ini berumur 32 tahun, Karno yang berumur 32 tahun bekerja sebagai karyawan wiraswasta, Feri Susanto alias Feri berumur 21 tahun yang bekerja sebagai buruh, Hartadi al Ang juga bekerja sebagai buruh yang berumur 38 tahun, dan Senadi alias Amaq Andi yang bekerja sebagai petani, yang mana meraka masing’ didakwa telah melakukan perusakan sarana dan prasarana perlindungan hutan secara bersama-sama dan secara terang terangan, dan beberapa masyarakat yang tidak diundang datang ketempat sosialisasi tersebut dengan jumlah cukup banyak kurang lebih sebanyak 300 orang (masyarakat dari kelompok tani patuh agen Desa Genggelang dan masyarakat dari luar desa genggelang (Dsn. Leong, Kec. Tanjung Kab. Lombok Utara), melakukan aksi demonstrasi dengan meneriakkan kepetugas KPH dengan kata-
vi
kata makian “basong, sundel, pukul kepalanya” sambil membacakan tuntutan dari masyarakat kepada kepala resort monggal, balai kesatuan pengelolaan hutan rinjani barat pada Dinas Kehutanan Prov. NTB saksi Sirajudin beserta Dinas Kehutanan Prov. NTB diantaranya 1) pembubaran mandor KPH (kesatuan pengelolaan hutan) dan lang-lang dinas PPKPK (PERTANIAN Perkebunan kehutanan kelautan dan perikanan kab.lombok utara; 2) pengawasan pengelolaan hutan diserahkan kepada kelompok patuh agen dan agar dibuatkan kartu penggarap kawasan hutan; 3) pencabutan plang ambil alih kelola kawasan hutan; dan 4) membatalkan surat penghentian kawasan hutan dan dikembalikan kepada penggarap yang telah melakukan pelanggaran serta pengelolaan kawasan hutan dilakukan oleh masyarakat sendiri. Dan pada akhirnya dari ke empat tuntutan tersebut petugas balai kesatuan pengelolaan kawasan hutan rinjani barat pada Dinas Kehutanan Prov. NTB terpaksa menuruti kemauan kelompok tani patuh agen, namun ada beberapa tuntutan yang tidak dipenuhi kemudian mereka para terdakwa dan masyarkat kelompok tani patuh agen yang lainnya melakukan tindakan dengan melakukan pengrusakan 1 (satu pos jaga) dan 1 (satu) pondok kerja yang belokasi didalam kawasan pinggir hutan Monggal pal batas 355 dengan cara para terdakwa susanto memontong tiang pondok kerja berupa kayu kelapa dengan menggunakan gergaji namun tidak biasa dan akhirnya mereka para terdakwa mengangkat tiang pos jaga lalu membongkar seng pondok kerja yang sudah roboh rusak/rata
tanah dengan menggunakan tangannya
sambil
memisahkan perbagian seng dari bagian kayu, sedangkan terdakwa hartadi alias ang mendokumentasi kejadian pengrusakan menggunakan handphone dan ikut serta mengajak warga untuk melakukan pengrusakan pondok kerja dan pos jaga
vii
sehingga pos jaga milik Negara tersebut rusak dan tidak dapat digunakan untuk kegiatan pos jaga. Mereka para terdakwa Susanto Alias Anto, Karno Als Karno, Feri Susanto Als Feri, Hartadi Al Sang Dan Senadi Als Amaq Andi mereka masing masing adalah kelompok tani patuh agen, meraka secara korporasi melakukan pengrusakan saran dan prasarana perlindungan hutan yang dilakukan oleh para
terdakwa. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum; Surat dakwaan
merupakan dasar dalam pemeriksaan di Sidang pengadilan. Hal itu membawa Konsekuensi pemeriksaan, Tuntutan Pidana, dan putusan hakim harus berdasar kepada yang termaktub dalam surat dakwaan. Pemeriksaan di sidang pengadilan, meliputi pemeriksaan para saksi, ahli, terdakwa, barang bukti, dan pembuktian. 5 Di dalam persidangan pada kasus perusakan sarana dan prasarana perlindungan hutan surat di Pengadilan Negeri Mataram, Kesatu : didakwa telah melanggar Pasal 97 ayat (1) huruf a jo Pasal 25 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Hutan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam dakwaan alternatif kesatu, penuntut umum menyatakan bahwa para terdakwa telah melakukan perbuatan dan yang turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja merusak sarana dan prasarana perlindungan hutan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 97 ayat (1) huruf a jo Pasal 25 UndangUndang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.Kedua : didakwa telah melanggar Pasal 97 ayat (3) huruf a jo Pasal 25 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Hutan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
5
Bambang Waluyo,Pidana dan Pemidanaan,Sinar Grafika,Jakarta,2008.hlm 68
viii
Dalam dakwaan alternatif kedua, penuntut umum menyatakan bahwa para terdakwa secara korporasi melakukan Pengrusakan Sarana Dan Prasarana Perlindungan Hutan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 97 ayat (3) huruf a jo Pasal 25 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPKetiga :didakwa telah melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP. Dalam dakwaan alternatif ketigaa, penuntut umum menyatakan bahwa para terdakwa sacara terang terangan melakukan Pengrusakan Sarana Dan Prasarana Perlindungan Hutan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum; Penuntututan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.6 Dalam surat tuntutannya Penuntut Umum yang dibacakan pada pokoknya menuntut agar Hakim yang mengadili perkara ini memutuskan : Menyatakan para Terdakwa Susanto Alias Anto, Karno Alias Karno, Feri Susanto Alias Feri, Hartadi Alis Ang, dan Senadi Alias Amaq Andi telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja merusak sarana dan prasaran perlindungan hutan secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam surat Dakwaan alternatif Pasal 25 jo Pasal 97 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencagahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan jo Pasal 55 dan Pasal 170 KUHP.
6
Indonesia,Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana,pasal 1 butir 7
ix
Putusan Hakim; Menurut Yahya Harahap bahwa putusan akan dijatuhkan pengadilan, tergantung dari hasil mufakat musyawarah hakim berdasar penilaian yang mereka peroleh dari surat dakwaan dihubungkan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan.7 Berdasarkan surat dakwaan dan tuntutan penuntut umum serta menimbang fakta-fakta yang terjadi selama persidangan, Majelis hakim mengadili Menyatakan para Terdakwa Susanto Alias Anto, Karno Alias Karno, Feri Susanto Alias Feri, Hartadi Alis Ang, dan Senadi Alias Amaq Andi telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja merusak sarana dan prasaran perlindungan hutan secara bersama-sama”; 1. Menjatuhkan pidana kepada para terdakwa tersebut dengan pidana penjara masing-masing selama 1(satu) tahun dan 3 (tiga) bulan dan pidana denda masing-masing sebesar Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar oleh para terdakwa diganti dengan pidana kurungan masing-masing selama 2 (dua) bulan; 2. Memerintahkan agar barang bukti berupa : - 5 (lima) buah potong kayu yang sudah rusak dan terbakar, 1 (satu) buah seng yang sudah rusak dan terbakar dirampas untuk dimusnahkan , - Foto-foto TKP (tempat kejadian perkara) yang sudah rusak dan terbakar tetap terlampir dalam berkas perkara; 1. Membebankan kepada para terdakwa untuk membayar biaya masing-masing perkara sebasar Rp.2.500 (dua ribu lima ratus rupiah); Hasil
Analisis;
Putusan
hakim
dalam
perkara
No.
20/Pid.sus/2015/PN.MTR dalam putusannya, hakim menyatakan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perusakan 7
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Jakarta, 2005.hlm 374
x
sarana dan prasarana perlindungan hutan. Berdasarkan analisis penyusun dalam membuktikan unsur-unsur tindak pidana perusakan sarana dan prasarana perlindungan hutan yang termuat dalam pasal 25 jo Pasal 97 (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahann Dan Pemberantasan Perusakan Hutan jo Pasal 55 KUHP bahwa perbuatan terdakwa memang benar dan telah terpenuhi dan terbukti menurut hukum. Dalam tuntutan jaksa penuntut umum terdakwa terbukti melakukan perusakan sarana dan prasaran perlindungan hutan dengan barang bukti 5 (lima) buah potong kayu yang sudah rusak dan terbakar, 1 (satu) buah seng yang sudah rusak dan terbakar dirampas untuk dimusnahkan, Foto-foto TKP (tempat kejadian perkara) yang sudah rusak dan terbakar tetap terlampir dalam berkas perkara. Tetapi hakim merujuk kepada tuntutan jaksa dengan pidana penjara masing-masing selama 1(satu) tahun dan 3 (tiga) bulan dan pidana denda masing-masing sebesar Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar oleh para terdakwa diganti dengan pidana kurungan masing-masing selama 2 (dua) bulan; padahal hakim memiliki kewenangan untuk memuts lebih dari tuntutan jaksa karena dakwan yang digunakan oleh penuntut umum adalah dakwan alternatif (pilihan). Dalam penerapannya, sanksi pidana yang ringan membuat pemidanaan itu tidak efektif dan tidak membuat pelaku jera mengulangi perbuatannya. Dasar pertimbangan hakim dalam Penjatuhan sanksi pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Surat Putusan Nomor 53/Pid.B/2015/PN.MTR. Pertimbangan hakim yang terdapat dalam putusan Nomor Perkara: 53/Pid.B/2015/PN.MTR, bahwa pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan tersebut memperhatikan hal-hal berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam
xi
persidangan baik pertimbangan Yuridis maupun pertimbangan fakta dan juga pertimbangan
mengenai
hal-hal
yang
meringankan
dan
hal-hal
yang
memberatkan. Adapun pertimbangan-pertimbangan dalam putusan tersebut diuraikan oleh penyusun sebagai berikut: Pertimbangan Yuridis; Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada faktorfaktor yang terungkap di dalam persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat dalam putusan.8 Pertimbangan Yuridis berdasarkan Persidangan antara lain : 1. Surat Dakwaan, 2. Keterangan Saksi, 3. Keterangan Terdakwa dan, 4. Barang Bukti. a. Pertimbangan Fakta; Pertimbangan Fakta adalah pertimbangan mengenai Unsur-unsur perbuatannya, akibat perbuatan, dan keadaan-keadaan tertentu yang melekat (sekitar) pada perbuatan dan objek tindak pidana yang dihubungkan berdasarkan fakta di Persidangan. Di dalam persidangan ada beberapa pertimbangan Fakta yang dilakukan oleh hakim antara lain: Hal-hal yang memberatkan : - Perbuatan para terdakwa mengakibatkan kerugian kepada kerugian Negara karena rusaknya sarana dan prasarana perlindungan hutan; - Para terdakwa berbelit-belit dimuka persidangan
dan
tidak
mengakui
perbuatannya
tersebut;
Hal-hal
yang
meringankan : - Para terdakwa belum pernah dihukum; - Para terdakwa masih berusia muda sehingga masih dapat diharapkan untuk memperbaiki dirinya dikelak kemudian hari;
8
Marlina,Hukum Penitensier, Refika Aditama, Bandung, 2011. hlm 146 dan 147
xii
III. PENUTUP Penerapan Sanksi Pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Perusakan Sarana dan
Prasarana
Perlindungan
hutan
dalam
Putusan
Nomor
20/Pid.sus/2015/PN.MTR yakni: Penerapan pidana dalam peruskan sarana dan prasarana perlindungan hutan yang dilakukan secara bersama-sama dan terang terangan dari putusan ini penuntut umum mendakwa dengan dakwaan alternatif (pilihan) yakni kesatu, melanggar Pasal 97 ayat (1) huruf a jo Pasal 25 UndangUndang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Hutan Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, kedua, melanggar Pasal 97 ayat (3) huruf a Jo Pasal Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Hutan Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, ketiga, melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP. Dari ketiga dakwaan tersebut hakim memilih dakwaan alternatif kesatu dengan pidana penjara dalam Pasal 97 ayat (1) huruf a yakni paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah), tetapi hakim memutus perkara tersebut dengan pidana penjara 1 tahun dan 3 bulan, maka putusan ini termasuk pidana ringan, karena hakim memutus perkara lebih ringan dari tuntutan jaksa. Dasar pertimbangan Hakim menjatuhkan sanksi pidana dalam tindak pidana sarana dan prasarana perlindungan hutan berdasarkan Putusan Nomor 20/Pid.sus/2015/PN.MTR. Satu, Pertimbangan yuridis adalah terbuktinya semua unsur yang terdapat dalam pasal 97 ayat (1) huruf a jo Pasal 25 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Hutan. Dua
xiii
Pertimbangan non yuridis (sosiologis) yakni; 1). Hal-hal yang memberatkan pidana adalah Perbuatan para terdakwa mengakibatkan kerugian kepada kerugian Negara karena rusaknya sarana dan prasarana perlindungan hutan, dan Para terdakwa berbelit-belit dimuka persidangan dan tidak mengakui perbuatannya tersebut; 2). Hal-hal yang meringankan adalah Para terdakwa belum pernah dihukum, Para terdakwa masih berusia muda sehingga masih dapat diharapkan untuk memperbaiki dirinya dikelak kemudian hari; Pada akhir penyusunan skripsi ini berdasarkan hasil penelitian dan analisis dan study kepustakaan yang digunakan, maka penyusun menyampaikan saran : 1. Penuntut umum maupun hakim dalam menerapkan sanksi pidana hendaknya didalam menuntut atau mengadili harus lebih Mengedepankan Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfatan dalam menjatuhkan pidana kepada terdakwa, 2. Para penegaka hukum harus lebih meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat mengenai dampak baik dan buruknya suatu sarana dan prasarana perlindungan hutan.
xiv
DAFTRA PUSTAKA
Buku Arif, Barda Nawawi. Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2012. Ashshofa, Burhan. Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2010. Alam setia Zein. Kamus Kahutanan.Jakarta. PT. Rineka Cipta. 2013 Chazawi, Adami. Pelajaran Hukum Pidana I, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010. Harap Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Jakarta, 2005. Hamzah Andi, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2010. Marlina, Hukum Penitensier, Refika Aditama, Bandung, 2011.
Waluyo Bambang, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008. Setia Zain Alam, Hukum Lingkungan Konservasi Hutan, Cet I, Rineka Cipta, Jakarta, 1997.
Peraturan-peraturan Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Indonesia, Kitab Undung-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Indonesia Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan.