KOMNAS HAM DAN PERLINDUNGAN ANAK PELAKU TINDAK PIDANA
UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Fungsi dan Sifat hak Cipta Pasal 2 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak Terkait Pasal 49 1. Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya. Sanksi Pelanggaran Pasal 72 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
ii
KOMNAS HAM DAN PERLINDUNGAN ANAK PELAKU TINDAK PIDANA
Laurensius Arliman S
iii
Jl. Rajawali, G. Elang 6, No 3, Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman Jl.Kaliurang Km.9,3 – Yogyakarta 55581 Telp/Faks: (0274) 4533427 Website: www.deepublish.co.id www.penerbitdeepublish.com e-mail:
[email protected] Katalog Dalam Terbitan (KDT) S, Laurensius Arliman KOMNAS HAM dan Perlindungan Anak Pelaku Tindak Pidana/oleh Laurensius Arliman S.--Ed.1, Cet. 1--Yogyakarta: Deepublish, Mei 2015. x, 77 hlm.; Uk:15.5x23 cm ISBN 978-Nomor ISBN 1. Komnas Perlindungan Anak
Desain cover Penata letak
I. Judul 353.4
: Unggul Pebri Hastanto : Ika Fatria Iriyanti
PENERBIT DEEPUBLISH (Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA) Anggota IKAPI (076/DIY/2012) Copyright © 2015 by Deepublish Publisher All Right Reserved Isi di luar tanggung jawab percetakan Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.
iv
KATA PENGANTAR DAVIP MALDIAN
Ketua Yayasan Pendidikan dan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia (YPKMI). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 angka 1 menyatakan Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum sangat mengakui dan menjunjung tinggi HAM dan kebebasan dasar manusia yang harus dilindungi dan harus dihormati demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, dan kecerdasan serta keadilan Sebagai Ketua Yayasan Pendidikan dan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia (YPKMI), tentunya saya menyambut baik atas terbitnya buku “Komnas Ham dan Perlindungan Anak Pelaku Tindak Pidana” yang disusun oleh Saudara Laurensius Arliman Simbolon. Secara khusus saya sampaikan apresiasi atas ketekunan yang ditunjukkan oleh Saudara Laurensius Arliman Simbolon, karena sebagai staf pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) PadangYPKMI, ia terus berusaha memberikan kontribusi yang positif terhadap perkembangan disiplin ilmu yang digelutinya sekaligus terhadap STIH Padang-YPKMI. Buku ini bukan hanya layak dibaca oleh mahasiswa, pemerhati, dan praktisi yang bergelut di bidang Hukum dan HAM, tetapi juga v
sangat perlu dibaca oleh masyarakat luas dan para pengambil kebijakan terkhususnya terhadap perlindungan hak anak dewasa ini. Akhir kata saya ucapkan selamat kepada Saudara Laurensius Arliman Simbolon yang sudah berhasil menerbitkan buku ini. Semoga hal ini dapat menjadi pendorong bagi staf pengajar STIH PadangYPKMI lannya dalam menghasilkan karya-karya ilmu hukum yang inovatif.
Padang, 30 April 2015 Ketua,
Davip Maldian
vi
PRAKATA
Buku ini dibuat dibuat untuk menambah keilmuan tentang pemahaman Hak Asasi Manusia, terkhususnya pemahaman tentang perlindungan hak anak sebagai pelaku tindak pidana. Di mana anak merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang paling rentan hakhak-nya dilanggar oleh para pihak yang berkepentingan. Buku yang berada di hadapan pembaca yang budiman ini merupakan perkembangan dari penelitian penulis, pada saat menyelesaikan tugas akhir Jurusan Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Universitas Andalas penulis, yang mana judul aslinya adalah Fungsi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dalam Pelaksanaan Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana (Studi pada Komnas HAM Perwakilan Provinsi Sumatera Barat) Sesudah tugas akhir ini dibenahi secara sederhana dan dalam waktu yang cukup singkat di tengah perkembangan ilmu hukum, terutama perkembangan Hak Asasi Manusia, buku ini kemudian hadir dan penulis berharap menjadi khazanah baru bagi pengetahuan kenegaraan terutama Hak Asasi Manusia. Ucapan terima kasih pertama kali penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang selalu memberikan pertolongan kepada umatnya, baik di kala sedih, putus asa, maupun gembira, dengan berdoa kepada-Nya penulis merasakan selalu diberi harapan baru dan pencahayaan yang tiada henti-hentinya di dalam kehidupan penulis. Ucapan yang teramat cinta kepada orangtua penulis Suhardi Simbolon dan Adelima br. Hutauruk, karena dengan usaha beliaulah vii
Penulis bisa mengecam pendidikan setinggi-tinggi mungkin, sesuai dengan ucapan orang tua penulis: burjuhon damang namar sikkolai, I do naboi tarbahen au, nalao pauseang mi. Ai soada hauma hasian, nalao panjaean mi, burjuhon ma parhaseang ma, hinorus ni hodokki. Terima kasih “Bapak” dan “Mamak”. Selanjutnya kepada keluarga penulis, kakak Mesrawati br Simbolon, S.E., M.M., dan Keluarga, kakak Dameria br Simbolon S.H., M.H., dan Keluarga, kakak Dewi Fiska br Simbolon, S.Pd., M.Hum., dan keluarga, Abang Dedy Nilexs Simbolon, S.H., M.H., dan Keluarga serta Adek Jhosepa Yusita br Simbolon, S.Hum. Terima kasih juga kepada Abang Gokma Toni Parlindungan Situmorang S.H., M.H., saudara sekaligus rekan di dalam bertukar fikiran. Nardon Sianturi S.H., M.H., terima kasih atas masukan dan saran-sarannya, dr. Kornelis Ariwibowo dan dr. Jarvikson Samosir terima kasih atas saran dan pertolongan-pertolongannya, serta terima kasih kepada Sindu Setia Lucia Simamora S.K.M., M.K.M., AAIK yang tak bosan-bosannya men-support penulis untuk menyelesaikan buku ini. Penulis menyadari, buku ini masih jauh dari kata sempurna, penulis berharap dengan hadirnya buku ini,makin menambah referensi tentang Hak Asasi Manusia, tekhususnya perlindungan terhadap hak Anak.
Padang, 22 April 2015 Penulis,
Laurensius Arliman S
viii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAVIP MALDIAN ............................... v PRAKATA ........................................................................ vii DAFTAR ISI ...................................................................... ix BAB I
LATAR BELAKANG ............................................ 1
BAB II
ANAK DAN HAK ANAK ...................................... 9
A.
Pengertian Anak ............................................................. 9
B.
Hak Anak ..................................................................... 11
C.
Perlindungan Hak Anak ................................................ 12
BAB III
TINDAK PIDANA ANAK ....................................21
A.
Pengertian Tindak Pidana ............................................. 21
B.
Faktor Anak Melakukan Tindak Pidana ........................ 25
BAB IV
LEMBAGA KOMNAS HAM .................................29
A.
Sejarah dan Pengertian KOMNAS HAM ...................... 29
B.
Prinsip Independensi ..................................................... 32
C.
Tujuan dan Visi Misi KOMNAS HAM ......................... 36
D.
Kedudukan, Keanggotaan dan Struktur Organisasi KOMNAS HAM ......................................... 37
ix
BAB V
GAMBARAN KOMNAS HAM PERWAKILAN SUMATERA BARAT ................... 41
A.
Landasan Pendirian Komnas HAM Perwakilan Sumatera Barat .............................................................41
B.
Keorganisasian .............................................................42
C.
Visi dan Misi.................................................................43
D.
Mandat dan Nilai ..........................................................44
E.
Struktur Organisasi .......................................................45
BAB VI
PERANAN KOMNAS HAM PERWAKILAN SUMATERA BARAT DALAM PELAKSANAAN HAK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA ................................ 47
A.
Pengaduan Kasus Perlindungan Hak Anak (Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana) ......................................48
B.
Peranan KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat dalam Menanggani Kasus Perlindungan Hak Anak .....................................................................49
C.
Peranan KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat dalam Hal Penyuluhan dan Pendidikan ...............54
D.
Peranan KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat dalam Hal Mediasi, Pengkajian dan Penelitan ......................................................................55
BAB VII
KENDALA KOMNAS HAM PERWAKILAN SUMATERA BARAT DALAM PEMANTAUAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HAK ANAK (ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA) ................ 61
A.
Prosedur Penanganan Pengaduan ..................................61 x
B.
Kendala yang Dihadapi KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat ........................................... 66
BAB VIII PENUTUP ..........................................................69 A.
Kesimpulan .................................................................. 69
B.
Saran............................................................................ 70
DAFTAR PUSTAKA ........................................................... 73 BIODATA PENULIS ........................................................... 77
xi
xii
BAB I LATAR BELAKANG
Anak adalah seorang yang dilahirkan dari perkawinan antar seorang perempuan dengan seorang laki-laki, tanpa menyangkut bahwa seseorang yang dilahirkan oleh wanita, meskipun dilahirkan melalui pernikahan atau tidak, tetap dikatakan seorang anak. Anak yang lahir, diharapkan bukan menjadi preman, pencuri, pencopet atau pun gepeng (gelandangan dan pengemis), tetapi diharapkan menjadi anak yang berguna bagi keluarga di masa datang, yaitu menjadi tulang punggung keluarga, pembawa nama baik keluarga, bahkan juga harapan nusa dan bangsa.1 Anak merupakan bagian dari warga negara, mereka mempunyai hak yang sama dengan warga negara lainnya, yang harus dilindungi dan dihormati oleh setiap warga Negara dan Negara. Setiap Negara di mana pun di dunia ini wajib memberikan perhatian serta perlindungan yang cukup terhadap hak-hak anak. Sampai saat ini problematika anak belum menarik masyarakat dan pemerintah.2 Pencarian jati diri seorang anak merupakan inti dari pola pikir anak kedepan dalam melakukan tindakan-tindakannya, dalam tahap
1
2
Maidin Gultom, 2012, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan, Bandung: Refika Aditama, hal. 68. Emeliana Krisnawati, 2005, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bandung: CV.Utomo, hal. 1.
1
pencarian jati diri ini dipengaruhi oleh mentalnya, kadang anak mudah terpengaruh dengan situasi dan kondisi lingkungan disekitarnya. Sehingga jika lingkungan tempat anak berada tersebut buruk, dapat berpengaruh pada tindakan yang dapat melanggar hukum. Hal itu tentu saja dapat merugikan dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat. Tidak sedikit tindakan dari anak tersebut akhirnya menyeret mereka berurusan dengan aparat penegak hukum. Anak sebagai bagian dari warga negara, mereka mempunyai hak yang sama dengan warga negara lainnya, yang harus dilindungi dan dihormati oleh setiap warga Negara dan Negara. Setiap Negara di mana pun di dunia ini wajib memberikan perhatian serta perlindungan yang cukup terhadap hak-hak anak. Sampai saat ini problematika anak belum menarik masyarakat dan pemerintah.3 Sangat diperlukan pengakuan dan perlindungan hak-hak anak yang bertujuan agar mereka dapat tumbuh dan berkembang secara wajar sebagai anak, serta menghindari sejauh mungkin dari berbagai macam ancaman dan gangguan yang mungkin datang dari lingkungannya, maupun dari anak itu sendiri4. Karena perlindungan hukum memang sangat dibutuhkan oleh siapa saja, kapan saja dan di mana saja, termasuk anak-anak5. Secara umum HAM dimaknai sebagai hak-hak yang diperoleh setiap manusia semenjak dia lahir. Hak-hak ini diperolehnya karena dia manusia. Secara huku, HAM diartikan sebagi mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.6 3 4
5
6
Ibid, hal. 1. Muladi, 2005, Hak Asasi Manusia Hakikat, Konsep dan Implikasinya Dalam Perspektif Hukum Dan Masyarakat, Bandung: Refika Aditama, hal. 211. Todung Mulya lubis, 2009, Dari Kediktatoran Sampai Miss Saigon, Jakarta: Gramedia, hal.271. Sukanda Husin, 2012, Perlindungan Hak Asasi Manusia Bagi Pengungsi Lingkungan Akibat Perubahan Iklim Dunia, Padang : Jurnal Hukum Yustisia, hal.. 1.
2
Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum sangat mengakui dan menjunjung tinggi HAM dan kebebasan dasar manusia yang harus dilindungi dan harus dihormati demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, dan kecerdasan serta keadilan. Pada masa Orde Baru berserak di berbagai daerah pelanggaran HAM, mulai dari tahun 1965 sampai dengan sekarang telah mencatat berbagai penderitaan, kesengsaraan dan kesenjangan sosial, yang disebabkan oleh perilaku tidak adil dan diskriminatif.7 Perilaku ini merupakan pelanggaran HAM baik yang bersifat vertikal (dilakukan oleh negara terhadap warga negara) maupun horizontal (dilakukan oleh antar warga negara), dan bahkan sebagian pelanggaran HAM tersebut masuk dalam kategori pelanggaran HAM berat (gross violation of human rights) 8. Pelaksanan perlindungan atas HAM di Indonesia dari zaman kemerdekaan sampai dengan sekarang sangatlah jauh dari harapan yang diinginkan, di mana pelaksanaan pemajuan, perlindungan, penegakan dan pemenuhan HAM tidak berjalan dengan semestinya. Hal ini tercermin dari berbagai kejadian antara lain berupa penangkapan yang tidak sah, penculikan, penganiayaan, pemerkosaan, pembunuhan, pembakaran ,perbuatan yang tidak menyenangkan dan lain sebagainya. Pelanggaran tidak saja dilakukan oleh penguasa terhadap rakyat, melainkan juga terjadi dalam hubungan antara sesame anggota masyarakat.9
7 8
9
Eddie Riyadi dkk, 2003, Kebenaran Versus Keadilan, Jakarta : Elsam, hal. 3. istilah Pelanggaran HAM berat (Gross Violation on Human Rights) yang menjadi bagian dari hukum positif nasional sejak diundangkannya Undang-undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, pada tanggal 23 November 2000 (LN No. 208 dan TLN 4026), memang tidak mendefinisikan pengertian istilah “pelanggaran HAM berat”, melainkan menyebutkan katagori kejahatan yang merupakan pelanggaran HAM berat, yakni kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan (Pasal 1 angka 2, juncto Pasal 7 beserta penjelasannya dan juncto Pasal 9 beserta penjelasannya). Bagir Manan, 2006, Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi Manusia di Indonesia, Bandung: PT. Alumni, hal.1.
3
Semakin banyaknya perilaku pelanggaran HAM, maka pada tahun 1993 berdiri sebuah Lembaga Nasional yang bertugas untuk menangani persoalan-persoalan HAM, terutama dalam kerangka memajukan dan melindungi HAM berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993, tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM). Salah satu peranan KOMNAS HAM adalah mengawasi pemenuhan hak-hak terhadap kelompok-kelompok orang atau komunitas dalam suatu masyarakat yang rentan menjadi korban pelanggaran HAM. Secara umum terdapat suatu generalisasi tentang siapa itu kelompok rentan, yaitu:10 (1) Perempuan, (2) Anak-anak, (3) Pengungsi atau refugees (dari negara lain), (4) Pengungsi dari dalam negeri (internally displaced persons atau IDPs), (5) Orang tanpa kewarganegaraan (stateless persons), (6) Warga minoritas (national minorities), (7) Masyarakat adat (indigenous peoples), (8) Buruh migran, (9) Orang-orang difabel atau penyandang cacat (disabled persons), (10) Orang-orang lanjut usia atau manula (elderly persons), (11) Orang-orang yang terjangkit atau penderita HIV/AIDS. Anak merupakan salah satu korban yang rentan atas pelanggaran HAM, yang wajib untuk dilindungi dan dijaga kehormatan, martabat, dan harga dirinya secara wajar baik menurut hukum, ekonomi, politik, sosial dan budaya tanpa membedakan suku, agama, ras, dan golongan. Hak-hak anak melekat di dalam diri anak.11 Di mana hak-hak seperti hak untuk hidup, hak kebebasan beragama, hak untuk memperoleh pekerjaan, hak untuk memperoleh penghidupan yang layak, hak untuk memperoleh pendidikan, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan dan
10
11
KONTRAS, 2009, Panduan Untuk Pekerja Ham (Pemantauan dan Investigasi Hak Asasi Manusia), Jakarta: Kontras, hal. 61. UNICEF, 2002, Aku Anak Dunia (Bacaan Hak-hak Anak bagi Anak), Jakarta: Yayasan Aulia, hal. 11.
4
hak kesejahteraan adalah hak yang tidak dapat dirampas oleh siapa pun.12 Hak-hak yang didapatkan oleh anak dijelaskan dalam UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Bab III bagian Kesepuluh Pasal 52 sampai dengan pasal 66. Kemudian di dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Bab II Pasal 2 sampai dengan Pasal 9 mengatur hak-hak anak atas kesejahteraan, di antaranya:13 Hak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan, hak atas pelayanan (Pasal 2 ayat 2), hak atas pemeliharaan dan perlindungan (Pasal 2 ayat 3), hak atas perlindungan lingkungan hidup (Pasal 2 ayat 4), hak mendapat pertolongan pertama (Pasal 3), hak memperoleh asuhan (Pasal 4 ayat 1), hak memperoleh bantuan (Pasal 5 ayat 1), hak diberi pelayanan dan asuhan (Pasal 6 ayat 1), hak memperoleh pelayanan khusus (Pasal 6 ayat 1), dan hak mendapat bantuan dan pelayanan. Untuk menjamin hak-hak anak tersebut, anak juga harus memperoleh perhatian dan pengawasan mengenai tingkah lakunya, karena anak dapat melakukan perbuatan yang tidak terkontrol, merugikan orang lain atau merugikan diri sendiri. Kenakalan yang dilakukan oleh anak merupakan suatu perbuatan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku di dalam masyarakat. Kriteria dari anak nakal tersebut adalah : 14 1) Melakukan tindak pidana; 2) Tidak dapat diatur dan tidak taat kepada orang tua/wali/pengasuh; 3) Sering meninggalkan rumah tanpa ijin/pengatahuan orang tua/wali/ pengasuh; 4) Bergaul dengan penjahat-penjahat/orang-orang tidak bermoral, sedang anak-anak itu mengetahui hal tersebut; 5) Kerap kali mengunjungi tempat-tempat terlarang bagi anak; 12 13 14
Pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia Vide Tap MPR Nomor XVII/MPR/1998. Darwan Prinst, 2003, Hukum Anak Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, hal. 80. Op.cit. Emiliana, hal. 59.
5
6) 7)
Sering menggunakan kata-kata kotor, dan Melakukan perbuatan yang mempunyai akibat tidak baik bagi perkembangan pribadi, sosial, rohani, dan jasmani anak.
Dari kriteria anak nakal di atas tersebut, disebabkan pada masa pertumbuhan sikap dan mental anak masih belum stabil, dan juga tidak terlepas dari lingkungan pergaulan disekitarnya. Kemudian kenakalan yang dilakukan oleh anak dapat mengarah pada tindak pidana atau kejahatan, sehingga perbuatan tersebut tidak dapat ditolerir lagi di mana anak yang melakukan kejahatan harus berhadapan dengan aparat penegak hukum dan hukum yang berlaku di Indonesia untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya. Dalam rangka memberikan pengayoman dan pemberian perlindungan hukum kepada anak-anak Indonesia yang mempunyai sikap perilaku menyimpang dan melakukan perbuatan melanggar hukumagar mereka dapat tumbuh dan berkembang sebagai tunas-tunas bangsa yang bertingkah laku baik dan bertanggung jawab serta tumbuh dan berkembang secar sehat baik jasmani maupun rohani. Sebagai generasi muda, anak tersebut adalah juga sumber daya manusia yang merupakan faktor dominan terhadap kemajuan dan perkembangan bangsa. Berdasakan pola pikir tersebut, maka Undang-Undang tentang Peradilan Pidana Anak merupakan suatu keharusan akan keberadaanya di Bumi Nusantara ini.15 Peradilan pidana bagi anakanak pelaku kejahatan mempunyai dua sisi yang berbeda, di satu sisi sebagaimana diakui konvensi anak, bahwa anak-anak perlu mendapat perlindungan khusus. Di sisi lain, "penjahat anak-anak" ini berhadapan dengan posisi masyarakat yang merasa terganggu akibat perilaku jahat dari anak-anak tersebut. Kemudian anak-anak ini akan berhadapan dengan aparat penegak hukum yang secara sempit hanya bertugas melaksanakan undang-undang sehingga terjadi pelanggaran dan tata cara perlindungan terhadap perilaku anak. 15
Moch. Faisal, 2005, Hukum Acara Peradilan Anak Indonesia, Bandung : Mandar Maju, hal. 22.
6
Perkembangan sekarang ini di Indonesia banyak anak-anak yang juga melakukan tindak pidana. Terkadang di dalam pemeriksaan tersangka tersebut, pemeriksaan belum sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak (UU Kesejahteraan Anak), Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU PA) dan Undangundang Nomor 3 Tahun 1997 dan perubahannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPA). Mengenai penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana dilakukan oleh penyidik anak dari Polri atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepolisian Republik Indonesia. Di dalam tahap penyidikan, penyidik anak harus melindungi hak-hak anak dan memperhatikan kepentingan anak. Kemudian pada tahap penuntutan, dan pemeriksaan dalam persidangan anak harus berdasarkan ketentuan UU Kesejahteraan Anak, UU HAM, UU PA, UU SPA, dalam rangka memberikan perlindungan secara psikologis terhadap anak. Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana memerlukan usaha yang sungguhsungguh dari aparat penegak hukum dan pantauan lansung dari KOMNAS HAM, hal ini disebabkan karena perlakuan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana lebih rumit pelaksanaannya daripada pelaku tindak pidana yang telah dewasa. Misalnya dalam penyidikan terhadap anak, waktu yang ditentukan dalam UU SPA, lebih singkat dibandingkan dengan ketentuan di dalam KUHAP. Hak atas peradilan yang adil (fair trial16) merupakan bagian dari HAM (HAM), bahkan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK) menyatakan hak atas peradilan yang adil adalah inhaerent17 di dalam prinsip negara hukum.18 16
17
fair trial berarti proses peradilan yang jujur sejak awal sampai akhir. I.P.M. Ranuhandako B.A, 2008, Terminologi Hukum Inggris – Indonesia, Cetakan Kelima, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 279. Inhaerent berarti lengket satu dengan yang lain. Dua pokok masalah yang tidak dapat dipisahkan, ibid, hal. 341.
7
Oleh karena itu diperlukan suatu pelaksanaan perlindungan hukum yang lebih baik oleh penegak hukum agar hak anak tetap dijamin dan dilindungi. KOMNAS HAM sendiri berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia dan dapat mendirikan Perwakilan KOMNAS HAM di daerah. Sampai dengan saat ini, KOMNAS HAM memiliki sebanyak 3 (tiga) Perwakilan KOMNAS HAM yaitu di Kalimantan Barat, Sumatera Barat, Papua dan 3 (tiga) Kantor Perwakilan KOMNAS HAM di Aceh, Ambon, dan palu. Dalam buku ini lebih fokus pada wilayah kerja KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat yang berkedudukan di kota Padang mengenai perlindungan hak-hak anak, di mana anak yang melakukan tindak pidana. KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat telah banyak menerima pengaduan perlindungan hak-hak anak dengan berbagai masalah yang melalaikan perlindungan hak-hak yang telah diatur dalam ketentuan perundang-undang. Sepanjang tahun 2011 sampai dengan awal januari 2012 daerah kerja KOMNAS HAM Perwakilan Sumbar telah menerima enam pengaduan kasus Tindak Pidana yang dilakukan oleh Anak dengan beraneka ragam kasus yang akan diuraikan dalam buku ini19.
18
19
Uli Parulian Sihombing, 2008, Hak Atas Peradilan Yang Adil menurut Yurisprudensi Pengadilan Ham Eropa Komite Ham PBB dan Pengadilan Inter-Amerika, Jakarta: The Indonesia Legal Resource Centre (ILRC), hal. 1. Komnas Ham Perwakilan Sumatera Barat, 2011, Laporan Data Kasus Anak Yang Berhadapan Denagan Hukum Tahun 2011 di KOMNAS HAM Perwakilan Provinsi Sumatera Barat.
8
BAB II ANAK DAN HAK ANAK
A.
Pengertian Anak
Pengertian anak dapat kita lihat di dalam beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia, yang memberikan pengertian tentang anak sebagai berikut: 1. Menurut Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 kata-katan anak tedapat di dalam pasal 34 yang berbunyi Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara Hal ini mengandung makna bahwa anak adalah subjek hukum dari hukum nasional yang harus dilindungi, dipelihara dan dibina untuk mencapai kesejahteraan anak. 2. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 330 menyatakan anak adalah Belum dewasa ialah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa. Mereka yang belum dewasa dan tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian. 3. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 45 menyatakan bahwa anak adalah menentukan bahwa yang
9
dikatakan belum dewasa yaitu belum mencapai enam belas tahun. 4. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 7 ayat 1 menyatakan bahwa anak adalah mereka yang belum dewasa dan sudah dewasa yaitu 16 (enam belas) tahun untuk perempuan dan 19 (sembilan belas) tahun untuk laki-laki. 5. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak Pasal 1 angka 2 menyatakan Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. 6. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Pasal 1 angka 1 manyatakan Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. 7. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 1997 ttg ketenagakerjaan Pasal 1 angka 20 menyatakan anak adalah orang laki-laki atau wanita yang berumur kurang dari 15 tahun. 8. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM Pasal 1 angka 5 menyatakan Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, terrnasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya. 9. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 angka 1 menyatakan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 10. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2007 ttg pemberantasan tindak pidana perdagangan orang Pasal 1 angka 5, menyatakan Anak adalah seseorang yang belum
10
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 11. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi Pasal 1 angka 4 menyatakan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun. 12. Konvensi Hak-hak Anak (Convention On The Rights of Child) yang disetujui oleh Majelis Umum PBB tanggal 20 November 1984 dan disahkan oleh Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 36 Tahun 1990 menyatakan Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun, kecuali berdasarkan yang berlaku bagi anak tersebut ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal.
B.
Hak Anak
Hak anak yang diatur konvensi hak anak dapat digolongkan menjadi empat kategori yaitu:20 1. Hak terhadap kelangsungan hidup (survival rights), yaitu hak anak dalam konvensi hak anak yang meliputi hak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup (the rights of life) dan hak untuk memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya (the right to the higest standart of healt and medical care attainable). 2. Hak terhadap perlindungan (protection rights), yaitu hak anak dalam konvensi hak anak yang meliputi hak perlindungan dari diskriminasi, tindak kekerasan dan keterlantaran bagi anak yang tidak mempunyai keluarga dan bagi anak-anak pengungsi. 3. Hak untuk tumbuh kembang (development rights), yaitu hak anak dalam konvensi hak anak yang meliputi segala bentuk pendidikan (formal dan non formal) dan hak untuk mencapai
20
Muhammad Joni dan Zulchaina Z.T, 1999, Aspek Perlindungan Anak-Dalam Perspektif Konvensi Hukum Anak, Bandung: Citra Aditya Bakti, hal 35-48.
11
4.
standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak. Hak untuk berpartisipasi (participation rights) yaitu hak anak dalam konvensi hak anak yang meliputi hak anak untuk menyatakan berpendapat di dalam segala hal yang akan memengaruhi kehidupan anak-anak, sehingga anak dapat berpatisipasi tanpa ada halangan dari orang lain (the rights of childs to express her/his views in all metters affecting that child).
Terhadap anak-anak yang kebetulan berhadapan dengan hukum, menurut Arief Gosita ada beberapa hak anak yang hatus diperjuangkan pelaksanaanya secara bersama-sama, yaitu: 21 1. Hak diperlakukan sebagai yang belum terbukti bersalah. 2. Hak untuk mendapat perlindungan terhadap tindakan-tindakan yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial dari siapa saja (ancaman, penganiayaan, cara, dan tempat penahanan misalnya). 3. Hak untuk mendapat pendamping, penasihat dalam rangka mempersiapkan diri berpartisipasi dalam persidangan yang akan datang dengan prodeo. 4. Hak untuk mendapat fasilitas ikut serta memperlancar pemeriksaan terhadap dirinya (transport, penyuluhan dari yang berwajib).
C.
Perlindungan Hak Anak
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Perlindungan Anak adalah segala kegiatan anak untuk menjamin, melindungi anak dan hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat
21
Arief Gosita, 1993, Masalah Korban Kejahatan, Jakarta: Akademika Pressindo, hal. 10-13.
12
dan martabat manusia serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Kenakalan yang dilakukan oleh anak dapat mengarah pada tindak pidana atau kejahatan, sehingga perbuatan tersebut tidak dapat ditolerir lagi. Anak yang melakukan kejahatan harus berhadapan dengan aparat hukum untuk mempertanggung-jawabkan 22 perbuatanya. Kejahatan tersebut antara lain: berkelahi, mencuri, membawa senjata tajam, penganiayaan dan tindak pidana lainnya. Kondisi seperti ini sangat memprihatinkan dan perlu penyikapan yang bijaksana, dalam konteks penanganan kejahatan yang dilakukan anak-anak, apakah sistem peradilan pidana harus dikedepankan atau penyelesaian masalah secara musyawarah (out of court settlement) tanpa bersentuhan dengan sistem peradilan pidana yang lebih dominan. Proses penanganan anak yang berhadapan dengan hukum erat kaitannya dengan penegakan hukum itu sendiri, di mana dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (juvenile justice system). Sistem Peradilan Pidana pada hakikatnya merupakan ”sistem kekuasaan melaksanakan hukum pidana” yang diwujudkan dalam 4 (empat) subsistem yaitu 23: 1. Kekuasaan ”Penyidikan” (oleh Badan/Lembaga Penyidik); 2. Kekuasaan ”Penuntutan” (oleh Badan/Lembaga Penuntut Umum); 3. Kekuasaan ”Mengadili dan Menjatuhkan putusan/pidana” (oleh Badan Pengadilan); 4. Kekuasaan ”Pelaksanaan Putusan Pidana” (oleh Badan/Aparat Pelaksana/Eksekusi). Sehubungan dengan itu, ada beberapa hak tersangka/terdakwa anak, dapat diperinci sebagai berikut : 24 1) Setiap anak nakal sejak saat ditangkap atau ditahan berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat 22 23
24
Gatot Supramono, 2000, Hukum Acara Pengadilan Anak, Jakarta: Djambatan, hal i Barda Nawawi Arief, 2006, Kapita Selekta Hukum Pidana tentang Sistem Peradilan Pidana Terpadu, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, hal. 20. Op. Cit, Gatot Supramono, hal. 24-27.
13
hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan; 2) Setiap anak nakal yang ditangkap atau ditahan berhak berhubungan langsung dengan penasehat hukumdengan diawasi tanpa didengar oleh pejabat yang berwenang; 3) Selama anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anak harus tetap dipenuhi; 4) Tersangka anak berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum; 5) Tersangka anak berhak perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh penuntut umum; 6) Tersangka anak berhak segera diadili oleh pengadilan; 7) Untuk mempersiapkan pembelaan tersangka anak berhak diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai; 8) Untuk mempersiapkan pembelaan, terdakwa anak berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang didakwakan kepadanya; 9) Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa anak berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim; 10) Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa anak berhak untuk setiap waktu mendapat bantuan juru bahasa, apabila tidak paham bahasa Indonesia; 11) Dalam hal tersangka atau terdakwa anak bisu dan tuli, ia berhak mendapat bantuan penterjemah, orang yang pandai bergaul dengannya; 12) Untuk mendapatkan penasehat hukum tersangka atau terdakwa anak berhak memilih sendiri penasehat hukumnya;
14
13) Tersangka atau terdakwa anak yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasehat hukumnya sesuai dengan ketentuan KUHAP; 14) Tersangka atau terdakwa yang berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya dalam menghadapi proses perkaranya; 15) Tersangka atau terdakwa anak yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan, baik yang ada hubungannya dengan proses perkara maupun tidak; 16) Tersangka atau terdakwa anak berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang mempunyai hubungan kekeluargaan atau lainnya dengan tersangka atau terdakwa guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan penahanan atau pun untuk usaha mendapatkan bantuan hukum; 17) Tersangka atau terdakwa anak yang dikenakan penahanan berhak diberitahukan tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang berwenang pada semua tingkatan pemeriksaan dalam proses peradilan, kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka atau terdakwa atau pun orang lain yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya; 18) Tersangka atau terdakwa anak berhak secara langsung atau dengan perantaraan penasehat hukumnya menghubungi dan menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan perkara tersangka atau terdakwa untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan kekeluargaan; 19) Tersangka atau terdakwa anak berhak mengirim surat kepada penasehat hukumnya, dan menerima surat dari penasehat hukumnya dan sanak keluarga setiap kali yang diperlukan
15
20) 21)
22) 23)
24)
olehnya, untuk keperluan itu bagi tersangka atau terdakwa disediakan alat tulis menulis; Tersangka atau terdakwa anak berhak menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan; Tersangka atau terdakwa anak berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya; Tersangka atau terdakwa anak tidak dibebani kewajiban pembuktian; Terdakwa anak berhak berhak minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat; dan Tersangka atau terdakwa anak berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi sebagaimana diatur dalam pasal 95 KUHAP dan selanjutnya.
Dengan diaturnya hak di atas walaupun tersangka atau terdakwanya masih anak-anak, petugas pemeriksa tidak boleh menghalang-halangi penggunaannya, dan sebaiknya sejak awal pemeriksaan hak tersebut diberitahukan kepada tersangka dan keluarga tersangka.Perhatian dan perlakuan khusus tersebut berupa perlindungan hukum agar anak tidak menjadi korban dari penerapan hukum yang salah yang dapat menyebabkan penderitaan mental, fisik dan sosialnya. Perlindungan terhadap anak sudah diatur dalam ketentuan hukum mengenai anak. Khususnya bagi anak yang melakukan tindak pidana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah mengatur dan menyebutkan hak yang
16
dimiliki oleh setiap anak. Hak yang dimiliki oleh setiap anak seperti berhak untuk : 25 a) Hidup, tumbuh, berkembang, dan berpatisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (pasal 4 UUPA). Hak ini sesuai dengan ketentuan Pasal 28 ayat (2) UUD 1945 dan prinsip-prinsip pokok yang tercantum dalam konvensi Hak Anak; b) Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan (pasal 5). c) Hak untuk beribadah menurut agamanya, berfikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua(pasal 6). Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada anak dalam rangka mengenbangkan kreatifitas dan intelektualitasnya (daya nalarnya) sesuai dengan tingkat usia anak. Ketentuan pasal ini juga menegaskan bahwa pengembangn tersebut masih tetap harus berada dalam bimbingan orang tuanya. d) Hak untuk mengetahui orang tuanya (pasal 7) Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya sendiri. Hak anak untuk mengetahui siapa orang tuanya dalam arti asal usulnya, dimaksudkan untuk menghindari terputusnya silsilah dan hubungan darah antara anak dengan orang tua kandungnya, sedangkan hak untuk dibesarkan di asuh orang tuanya dimaksudkan agar anak dapat patuh dan menghormati orang tuanya. Apabila orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar, maka anak tersebut berhak diasuh dan diangkat sebagai anak asuh atau angkat orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
25
Op. Cit Darwin, hal. 150.
17
e)
f)
g)
h)
i)
j)
Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial (pasal 8) Hak mendapatkan pendidikan dan pengajaran (pasal 9) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9 ayat (1). Khususnya bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak-anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus (pasal 9 ayat (2). Hak menyatakan dan didengar pendapatnya (pasal 10) Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan. Hak istirahat dan memanfaatkan waktu luang (pasal 11) Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi dan berekreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkah kecerdasannya demi pengembangan diri. Hak anak penyandang cacat (pasal 12) Setiap anak yang menyandang cacat berhak untuk memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial. Hal ini untuk menjamin kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan percaya diri dan kemampuan berpatisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Berhak mendapat perlindungan (pasal 13) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan :
18
1)
2)
3)
4)
5)
6)
k)
Diskriminasi, diskriminasi ini misalnya perlakuan yang membeda-bedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnis, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik atau mental. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, Contoh eksploitasi seperti tindakan atau perbuatan memperalat, memanfaatkan atau memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga, atau golongan. Penelantaran, Penelantaran misalnya tindakan atau perbuatan mengabaikan dengan sengaja kewajiban untuk memelihara, merawat atau mengurus anak sebagimana mestinya. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan, Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan seperti tindakan atau perbuatan secara zalim,, keji, bengis atau tidak menaruh belas kasihan kepada anak. Perlakuan kekerasan dan penganiayaan misalnya perbuatan melukai dan/atau mencederai anak dan tidak semata-mata fisik, tetepai juga mental dan sosial. Ketidakadilan, Contoh dari ketidak adilan seperti tindakan keberpihakan antara anak yang satu dengan yang lainnya, atau kesewenang-wenangan terhadap anak. Perilaku salah lainnya, Perilaku salah lainnya seperti tindakan pelecehan atau perbuatan tidak senonoh kepada anak. Dalam hal orang tua, wali, atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan di atas maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.
Hak diasuh orang tuanya (pasal 14) Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan
19
merupakan pertimbangan terakhir. Pemisahan dimaksud tidak menghilangkan hubungan anak dengan orang tuanya. l) Hak memperoleh perlindungan (pasal 15) Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari: Penyalahgunaan dalam kegiatan politik, Pelibatan dalam sengketa tanah, Pelibatan dalam kerusuhan sosial, Pelibatab dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan, dan Pelibatan dalam peperangan. m) Hak memperoleh perlindungan dari penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi (pasal 16 ayat (1), Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. n) Hak memperoleh kebebasan (pasal 16 ayat (2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. o) Penangkapan, penahanan atau tindak pidana penjara anak sesuai dengan hak yang berlaku (pasal 16 ayat (3). Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai uapaya terakhir. p) Hak anak yang dirampas kebebasannya (pasal 17 ayat (1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk: Mendapatkan perlakukan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa, Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku, Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. 26
26
Ibid, hal 152.
20
BAB III TINDAK PIDANA ANAK
A.
Pengertian Tindak Pidana
Pembentuk undang-undang kita telah menggunakan ”strafbaar feit” untuk penyebutan tindak pidana di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana tanpa meberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan perkataan ”strafbaar feit” tersebut.27 Menurut Pompe, perkataan ”strafbaar feit” dapat dirumuskan sebagai ”suatu pelanggaran norma (gangguan tertib terhadap hukum) yang dengan sengaja atau pun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, di mana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepemtingan umum” atau sebagai ”de normovertreding (verstoring der rechtsorde), waraan de overtreder schuld heeft en waarvan de bestraffing dienstig is voor de handhaving der rechtsn orde en de behartiging van het algemeen welzijn”28 Syarat-syarat pokok dari suatu tindak pidana adalah: 29 dipenuhinya semua unsur dari delik seperti yang terdapat dalam 27
28 29
Lamintang, 1997, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hal. 181. Ibid, hal. 39. Ibid, hal. 187.
21
rumusan delik; dapat dipertanggungjawabkan si pelaku atas perbuatnnya; tindakan dari pelaku tersebut haruslah dilakukan dengan sengaja atau pun tidak sengaja, dan pelaku tersebut dapat dihukum, sedang syarat-syarat penyerta seperti di maksud di atas itu merupakan syarat yang harus terpenuhi setelah tindakan seseorang itu memenuhi semua unsur yang terdapat di dalam rumusan delik. Selain itu menurut K.Wantjik Saleh unsur dari tindak pidana, adalah30: perbuatan melawan hukum; merugikan masyarakat; dilarang oleh aturan pidana; dan pelakunya diancam dengan pidana. Penjelasan unsur-unsur tindak pidana tersebut adalah : a. Perbuatan melawan hukum Perbuatan melawan hukum memiliki dua macam istilah, yaitu: melawan hukum materiil (material wederechtlijkheid) artinya melawan hukum tertulis dan yang tidak tertulis yaitu dasar-dasar umum atau norma, hal ini berarti walaupun Undang-undang tidak menyebutkan, tetapi merupakan unsur setiap tindak pidana, dan melawan hukum formil (formeel wederechtlijkheid) merupakan unsur tindak pidana apabila disebutkan dalam rumusan tindak pidana tersebut. Ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia pada prinsipnya menganut azas atau ajaran melawan hukum formil, tetapi dalam ketentuan pidana di luar KUHP, misalnya Undangundang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam penjelasannya disebutkan bahwa pengertian melawan hukum dalam Undang-undang berarti ini melawan hukum materiil dan formil. b.
Unsur merugikan masyarakat Unsur yang kedua dari tindak pidana adalah merugikan masyarakat. Dalam ketentuan perundang-undangan hukum selalu melindungi kepentingan hukum yang dimaksud tiap-tiap kepentingan yang harus dijaga agar tidak dilanggar dan ditujukan untuk 30
K. Wantjik Shaleh, 1983, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Ghalia Inonesia, hal. 16.
22
kepentingan masyarakat. Kepentingan umum ini dibedakan atas 3 macam, yaitu: kepentingan perseorangan, kepentingan masyarakat, dan kepentingan golongan Merugikan kepentigan masyarakat dapat membahayakan kepentingan-kepentingan hukum yang menurut hukum pidana diperlukan sanksi hukum. Membahayakan berarti berbahaya terhadap barang-barang dan nyawa manusia. Dalam Pasal 192 KUHP yang menyebutkan: “barangsiapa dengan sengaja membinasakan, membuat hingga tidak dapat dipakai lagi, atau merusakkan sesuatu pekerjaan untuk lalu lintas bagi umum, merintangi sesuatu jalan umum, baik jalan darat maupun jalan di air, atau merintangi sesuatu tindakan yang diambil untuk keselamatan bagi pekerjaan atau jalan yang serupa itu dihukum……." Bahaya menurut pasal ini adalah bahaya in concreto yang harus dibuktikan bahwa bahaya tersebut harus ada. Selain bahaya in concreto terdapat pula bahaya in abstraco, yaitu bahaya yang tidak usah dibuktikan di mana bahaya dianggap telah ada apabila terdapat seseorang berbuat sesuatu yang dilarang oleh Undang-undang, misalnya dalam ketentuan Pasal 160 KUHP yaitu: “Barangsiapa dimuka umum dengan lisan atau dengan tulisan menghasut supaya melakukan sesuatu perbuatan yang dapat dihukum, melawan pada kekuasaan umum dengan kekerasan atau supaya jangan mau menurut pada peraturan perundang-undangan atau perintah yang sah yang diberikan menurut peraturan perundang-undangan, dihukum…….” Dari ketentuan pasal 160 KUHP dapat diambil kesimpulan , bahwa perbuatan tersebut sudah dilarang walaupun penghasutan itu belum membahayakan kepentingan umum. c.
Dilarang oleh aturan pidana. Unsur yang dilarang oleh suatu aturan pidana apabila perbutan tersebut dinyatakan dalam Undang-undang sebagai perbuatan yang dapat dihukum sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (1) KUHP yang
23
berbunyi: “Tidak ada suatu perbuatan yang dapat dihukum melainkan atas ketentuan pidana yang berlaku sebelum perbuatan itu dilakukan” Dapat disimpulkan bahwa Undang-undang hanya berlaku ke depan dan tidak berlaku surut. Tetapi, untuk perbuatan pidana yang terjadi setelah berlakunya ketentuan peraturan perundang-undangan yang baru maka untuk pelaku diancam dengan ketentuan pidana yang seringan-ringannya untuk memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat. d.
Pelakunya dapat diancam dengan pidana Pelaku diancam dengan pidana merupakan unsur subjektif dari perbuatan, karena yang dipertanggung jawabkan adalah kesalahannya. Dalam Undang-undang setiap orang dianggap dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya, sehingga orang yang melanggar ketentuan pidana dapat dimintakan pertanggung jawabannya, apabila muncul keraguan terhadap keadaan jiwa seorang pelaku tindak pidana, maka diperlukan keterangan dari psikiater untuk memeriksa keadaan jiwa seorang pelaku tindak pidana. Karena dalam ketentuan hukum pidana seseorang yang terganggu keadaan jiwannya atau kurang sempurna ingatan (sakit) maka tidak dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya sesuai dengan ketentuan pasal 44 KUHP. Dalam tindak pidana baik kejahatan maupun pelanggaran yang dapat diancam pidana sebagai orang yang melakukan tindak pidana dibagi atas 4 (empat) macam yaitu31: 1) Orang yang melakukan (pleger) Adalah orang yang sendirian melakukan segala unsur tindak pidana atau elemen dari peristiwa pidana. Dalam tindak pidana yang dilakukan dalam jabatan maka orang tersebut harus memenuhi unsur sebagai pegawai negeri; 2) Orang yang menyuruh melakukan (doen plegen). Diperlukan ada dua orang, yaitu orang yang menyuruh (doen plegen) dan
31
R.Soesilo1996, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Bogor: Politeia, hal. 73.
24
3)
4)
B.
orang yang disuruh (pleger). Dalam hal ini bukan orang itu sendiri yang melakukan tindak pidana, akan tetapi ia menyuruh orang lain sebagai suatu alat (instrument) saja; Orang yang turut melakukan (medepleger) Turut melakukan dalam arti kata bersama-sama melakukan. Sedikitnya harus dua orang, yaitu orang yang melakukan (pleger) dan orang yang turut melakukan (medepleger) tindak pidana. Dalam hal ini kedua orang tersebut semuanya melakukan tindak pidana, tidak melakukan perbuatan persiapan saja atau perbuatan yang sifatnya hanya menolong, sebab apabila orang tersebut hanya menolong maka tidak masuk medepleger akan tetapi dihukum sebagai membantu melakukan (medeplichtige) tersebut dalam pasal 56; dan Orang yang denagan pemberian, salah memakai kekuasaan, memakai kekerasan, dengan sengaja membujuk melakukan perbuatan itu (uitlokker). Orang itu harus sengaja membujuk orang lain, sedang membujuknya harus memakai salah satu dari jalan-jalan seperti dengan pemberian, salah memakai kekuasaan dan sebagainya. Yang disebutkan dalam pasal itu, artinya tidak boleh memakai jalan lain. Disini seperti halnya dengan “suruh melakukan” sedikit-dikitnya harus ada dua orang, ialah orang yang membujuk dan yang dibujuk, hanya bedanya pada “membujuk melakukan”, orang yang dibujuk itu dapat dihukum juga sebagai “pleger” sedang pada “suruh melakukan”, orang yang disuruh itu tidak dapat dihukum.
Faktor Anak Melakukan Tindak Pidana
Kejahatan dan penjahat adalah masalah klasik dalam kehidupan masyarakat yang tidak pernah hilang pada sejarah umat manusia 32. 32
Teguh Sulistra dan Aria Zunetti, 2011, Hukum Pidana Horizon Baru Pasca Reformasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hal 33, menurut Prof Teguh Sulistra
25
Kejahatan tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa saja, anak pun bisa melakukan kejahatan. Gelles Richard. J mengemukakan bahwa kejahatan yang dilakukan oleh anakterjadi akibat kombinasi dari berbagai faktor, yaitu karena pewarisan kekerasan antar generasi (intergenerational transmission of violence); stres sosial (social stress); isolasi sosial dan keterlibatan masyarakat bawah; struktur keluarga. Penjelasan dari faktor-faktor yang dikemukakan oleh Gelles Richard.J tersebut akan diuaraikan sebagai berikut33: a. Pewarisan Kekerasan Antar Generasi (intergenerational transmission of violance) Banyak anak belajar perilaku kekerasan dari orangtuanya dan ketika tumbuh menjadi dewasa mereka melakukan tindakan kekerasan kep ada anaknya. Dengan demikian, perilaku kekerasan diwarisi (transmitted) dari generasi ke generasi. Studi-studi menunjukkan bahwa lebih kurang 30% anak-anak yang diperlakukan dengan kekerasan menjadi seorang yang bertindak keras kepada orang lain. b. Stres Sosial (social stress) Stres yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi sosial meningkatkan risiko kekerasan yang dilakukan oleh anak. Kondisi-kondisi sosial ini mencakup: pengangguran (unemployment), penyakit (illness), kondisi perumahan buruk (poor housing conditions), ukuran keluarga besar dari rata-rata (a larger than average family size), orang cacat (disabled person) di rumah, dan kematian (the death) seorang anggota keluarga. Sebagian
33
dan ibu Aria Zunetti, istilah kejahatan (crime) dan penjahat (criminal) adalah dalam arti kriminologis dari peristiwa pidan atau perbuatan melanggar hukum yang dipidana berdasarkan asa legalitas Pasal 1 ayat 1 KUHP. Artinya, suatu perbuatan penjahat dapat dipidana (dihukum) berdasarkan adanya undang-undang pidana. Abu Huraerah., 2006, Kekerasan Terhadap Anak Jakarta :Jakarta: Nuansa Emmy, hal. 21-22.
26
c.
d.
besar kasus dilaporkan tentang tindakan kekerasan terhadap anak berasal dari keluarga yang hidup dalam kemiskinan. Isolasi Sosial dan Keterlibatan Masyarakat Bawah Orangtua dan pengganti orangtua yang melakukan tindakan kekerasan terhadap anak cenderung terisolasi secara sosial. Sedikit sekali orangtua yang bertindak keras ikut serta dalam suatu organisasi masyarakat dan kebanyakan mempunyai hubungan yang sedikit dengan teman atau kerabat. Struktur Keluarga Tipe-tipe keluarga tertentu memiliki risiko yang meningkat untuk melakukan tindakan kekerasan dan pengabaian kepada anak. Misalnya, orangtua tunggal lebih memungkinkan melakukan tindakan kekerasan terhadap anak dibandingkan dengan orangtua utuh. Selain itu, keluarga-keluarga di mana baik suami atau istri mendominasi di dalam membuat keputusan penting, seperti: di mana bertempat tinggal, pekerjaan apa yang mau diambil, bilamana mempunyai anak, dan beberapa keputusan lainnya, mempunyai tingkat kekerasan terhadap anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga-keluarga yang suami-istri sama-sama bertanggung jawab atas keputusankeputusan tersebut.
27
28
BAB IV LEMBAGA KOMNAS HAM
A.
Sejarah dan Pengertian KOMNAS HAM
Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi HAM dan kebebasan dasar manusia hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari diri manusia yang harus dilindungi dan harus dihormati demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, dan kecerdasan serta keadilan. Hak asasi manusia itu dewasa ini telah tercantum dengan tegas dalam UUD 1945 sehingga telah resmi menjadi hak-hak konstitusional setiap orang atau constitusional rights.34 Setiap orang mempunyai hak untuk menikmati kehidupannya serta tumbuh dan berkembang dalam berbagai kehidupannya yang aman, tenteram, damai dan sejahtera. Oleh karena itulah manusia sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dikaruniai seperangkat hak yang melekat kepadanya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang demi untuk penghormatan dan perlindungan harkat dan martabatnya sebagai seorang manusia.
34
Jimmly Assiddiqie, 2007, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia, Jakarta, hal 616.
29
Hukum positif Indonesia (Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 1 angka 1) mendefinisikan HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Sebagai lawan atau pun kebalikan dari hak, haruslah ada suatu kewajiban. Hal ini merupakan akibat hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban. Oleh karena itu, selain hak asasi, manusia juga memiliki kewajiban dasar antara manusia yang satu terhadap yang serta terhadap masyarakat. Secara normatif pula, kewajiban dasar manusia didefinisikan di dalam Pasal 1 angka 2 adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksananya dan tegaknya hak asasi manusia. Lembaga nasional HAM merupakan suatu badan yang menangani persoalan-persoalan HAM, terutama dalam kerangka memajukan dan melindungi HAM. Di Indonesia, lembaga nasional tersebut adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) dibentuk guna membantu masyarakat korban pelanggaran hak asasi manusia untuk memulihkan hak-haknya, maka dibutuhkan adanya sebuah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. KOMNAS HAM dibentuk pada tanggal 7 Juni 1993 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Keputusan Presiden tersebut lahir menindaklanjuti hasil rekomendasi Lokakarya tentang Hak Asasi Manusia yang diprakarsai oleh Departemen Luar Negeri Republik Indonesia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang diselenggarakan pada tanggal 22 Januari 1991 di Jakarta. Lembaga nasional HAM ini harus berdiri di antara pemerintah dan masyarakat sipil, suatu lembaga quasi pemerintah. Di satu pihak meskipun lembaga ini bersifat independen, namun ia tidak dapat menggantikan fungsi institusi pengadilan atau lembaga legislatif
30
melainkan lembaga ini ada tak lain adalah untuk melengkapi fungsi dari kedua institusi ini. Secara normatif Prinsip kemandirian atau independensi lembaga ini diatur dalam secara normatif dalam Pasal 1 angka 7. UU HAM yang menyatakan bahwa KOMNAS HAM merupakan suatu lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi hak asasi manusia. Prinsip kemandirian lembaga ini memiliki spektrum yang sangat luas yaitu terletak pada anggota lembaga ini. Pembentukan institusi nasional HAM haruslah merupakan lembaga yang efektif dan mempunyai kelayakan untuk disebut sebagai sebuah institusi nasional. Untuk itulah, maka pembentukan institusi nasional HAM haruslah memenuhi elemen-elemen yang diatur di dalam standar internasional pembentukan institusi nasional HAM sebagaimana disebutkan di dalam Prinsip-Prinsip Paris 1991 atau Paris Principle 1991. Baik di ranah masyarakat sipil maupun di pemerintahan terdapat banyak lembaga yang pekerjaannya menyentuh persoalan hak asasi manusia, sama seperti Komnas HAM. Dengan realitas demikian posisi lembaga nasional hak asasi manusia harus berdiri di antara pemerintah dan masyarakat sipil, suatu lembaga quasi pemerintah. Di satu pihak meskipun sebuah lembaga negara, Komnas HAM tidak menggantikan institusi pengadilan atau lembaga legislatif melainkan melengkapi fungsi tersebut. Di pihak lain, lembaga ini harus tetap independen dari eksekutif maupun lembaga pemerintah lainnya. Sehubungan dengan hal itu pada pertemuan internasional, lembaga nasional hak asasi manusia tidak dapat berbicara atas nama pemerintahnya. Statusnya dalam ranah internasional berbeda dengan status pemerintah maupun organisasi non pemerintah. Dalam hubungan antara pemerintah dan masyarakat sipil Komnas HAM memiliki posisi yang unik. Meskipun instansi ini didirikan oleh Pemerintah/Negara, Komnas HAM tetap tidak memihak kepadanya. Demikian pula dengan masyarakat sipil,
31
Komnas HAM harus dapat melepaskan diri dari pengaruh Pemerintah, maupun pengaruh pihak-pihak lain yang minta perlindungan dan penegakan hak asasinya kepada Komnas HAM.
B.
Prinsip Independensi
Prinsip independensi Komnas HAM memiliki spektrum yang luas. Di antaranya adalah yang terletak pada anggota Komnas HAM itu sendiri. Komnas HAM membutuhkan anggota dengan integritas yang tidak diragukan yang dapat bersikap independen terhadap berbagai kekuasaan terutama kekuasaan negara. Termasuk di dalamnya jauh dari adanya konflik kepentingan pribadi. Praktik anggota Komnas HAM untuk tidak ikut mengambil keputusan dalam kasus yang melibatkan dirinya adalah salah satu bentuk sikap independen. Di tingkat staf, Prinsip-prinsip Paris yang memuat prinsipprinsip acuan bagi lembaga-lembaga Komnas HAM menyatakan bahwa keterlibatan pegawai negeri/pejabat pemerintah dalam instansi sebuah Komnas HAM paling jauh hanya sebagai konsultan. Dengan demikian, sistem merit harus ditanamkan pada setiap pegawai negeri. Independensi juga dibutuhkan dalam pengelolaan sumber-sumber daya keuangan. Basis material yang berada di bawah kendali pemerintah yang lama terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia tentu memungkinkan terganggunya independensi Komnas HAM terhadap kekuasaan. Terakhir, untuk menjaga otonomi komisi secara operasional, Komnas HAM juga perlu memiliki kewenangan hukum untuk memaksa kerja sama dengan pihak lain Prinsip pluralisme, prinsip-prinsip Paris menyatakan ”Komposisi lembaga nasional dan penunjukan anggota-anggotanya, baik melalui pemilihan atau cara lain, harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang memuat semua jaminan yang diperlukan untuk memastikan perwakilan yang beragam dari kekuatan sosial yang terlibat dalam pemajuan dan perlindungan HAM. Prinsip ini harus tercermin dalam keanggotaan Komnas HAM dengan latar belakang yang beragam.
32
Keragaman ini penting untuk menjaga legitimasi publik, legitimasi politik, independensi dan representasi masyarakat. Anggota Komnas HAM, misalnya tidak dapat berasal dari mereka yang berlatar belakang aparat negara semata. Keragaman juga harus dicerminkan dalam keterwakilan perempuan. Meski demikian keragaman tidak dapat menghilangkan kualitas dari anggota yang bersangkutan. Salah satu cara untuk menjamin keragaman dan kualitas yang baik adalah dengan melakukan proses pemlihan anggota secara terbuka dan demokratis. Adapun elemen-elemen dasar bagi pembentukan institusi nasional HAM tersebut adalah35 Independen, di mana sebuah lembaga yang efektif adalah lembaga yang mampu bekerja secara terpisah dari pemerintah, partai politik, serta segala lembaga dan situasi yang mungkin dapat memengaruhi kinerjanya. Untuk itu, pembentukan institusi nasional HAM haruslah independen. Independen disini tidak diartikan sama sekali tidak ada hubungan dengan pemerintah, akan tetapi dimaksudkan tidak adanya intervensi pemerintah maupun pihak lain dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. Independensi disini dibagi dalam beberapa kriteria yaitu : a. Independensi melalui otonomi hukum dan operasional Pembentukan institusi nasional HAM melalui undang-undang sangatlah penting untuk memastikan independensi hukumnya, terutama independensi dari pemerintah, sehingga memungkinkannya lembaga tersebut menjalankan fungsinya tanpa adanya gangguan dari pemerintah maupun lembaga lain. Sedangkan otonomi operasional adalah berhubungan dengan kemampuan lembaga nasional HAM untuk melakukan kegiatan sehari-harinya secara terpisah dari individu, organisasi, departemen atau pihak mana pun.
35
Pembentukan institusi nasional ham haruslah memenuhi elemen-elemen yang diatur di dalam standar internasional pembentukan institusi nasional ham sebagaimana disebutkan di dalam prinsip-prinsip paris 1991 atau Paris Principle 1991.
33
b.
c.
d.
e.
f.
Independensi melalui otonomi keuangan Keterkaitan antara otonomi keuangan dengan independensi fungsional sangatlah erat, karena lembaga nasional HAM yang tidak mempunyai keuangan yang mencukupi maka akan sangat tergantung kepada lembaga pemerintah atau badan lain. Untuk itu, sumber dan pendanaan lembaga nasional HAM harus disebutkan di dalam undang-undang pembentukannya untuk memastikan bahwa lembaga tersebut secara finansial mampu untuk melaksanakan fungsi dasarnya. Independensi melalui prosedur pengangkatan dan pemberhentian Persyaratan dan ketentuan yang berlaku bagi anggota lembaga nasional HAM harus secara spesifik diatur di dalam undangundang pembentukannya guna memastikan bahwa anggotanya baik secara individu maupun kolektif mampu menghasilkan dan mempertahankan tindakan yang independen. Pemberhentian anggota harus diatur secara jelas di dalam undang-undang pembentukan yang menyebutkan secara rinci dan jelas keadaan yang menyebabkan dapat diberhentikannya anggota. Independensi melalui komposisi Komposisi lembaga nasional dapat lebih menjamin independensi terhadap pejabat publik dan harus mencerminkan suatu tingkat pluralisme sosiologis dan politis serta keragaman yang seluasluasnya. Yurisdiksi yang Jelas dan wewenang yang Memadai Yurisdiksi pokok haruslah disebutkan dengan jelas di dalam undang-undang pembentukan seperti memberikan pendidikan tentang hak asasi manusia, membantu pemerintah dalam masalah-masalah legislatif serta menerima dan menangani pengaduan pelanggaran hak asasi manusia. Kemudahan Akses Keberadaan lembaga nasional HAM haruslah mudah diakses oleh orang-orang atau kelompok orang yang harus dilindungi,
34
g.
h.
i.
atau yang kepentingannya harus diperjuangkan. Kemudahan akses ini antara lain akses secara fisik yaitu seperti pendirian perwakilan di daerah, sehingga memudahkan rakyat yang tinggal di daerah tidak perlu harus menyampaikan keluhannya ke pusat, akan tetapi dapat dilayani di daerah. Kerja sama Lembaga nasional HAM harus bekerja sama dengan PBB dan organisasi-organisasi lain dalam sistem PBB, lembaga-lembaga regional dan nasional dari negara-negara yang berkompeten dalam bidang pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia. Selain itu, kerja sama juga harus dilakukan dengan organisasi non pemerintah, antar lembaga nasional dan organisasi pemerintah. Efisiensi Operasional. Lembaga nasional HAM sebagaimana lembaga lainnya harus berusaha untuk memastikan bahwa metode-metode kerjanya adalah yang paling efektif dan efisien yang mungkin dilakukan. Efisiensi operasional menyentuh semua aspek prosedur lembaga dari prosedur penerimaan dan seleksi personil, pengembangan metode kerja dan peraturan prosedur serta penerapan pemeriksaan kinerja rutin. Pertanggungjawaban Sesuai dengan dasar hukum pembentukannya, lembaga nasional akan bertanggung jawab secara hukum dan keuangan kepada pemerintah dan/atau parlemen yang dilakukan melalui pembuatan laporan secara berkala. Selain bertanggung jawab secara hukum kepada pemerintah dan/atau parlemen, institusi nasional HAM juga secara langsung bertanggung jawab kepada publik yang dapat dilakukan dengan berbagai macam cara,
35
misalnya menyebarluaskan hasil laporan dan publikasi lainnya yang berkenaan dengan hak asasi manusia. 36 International Co-ordinating Committee of national Institutions for the Promotion and Protection of Human Rights (ICC) pada rapatnya yang diselenggarakan pada tanggal 19 sampai dengan 22 Maret 2007, telah melakukan reakreditasi kepada KOMNAS HAM dengan hasil KOMNAS HAM telah diberikan reakreditasi dengan status “A”, dengan beberapa catatan atau rekomendasi yang harus diperhatikan, yaitu37: a. Adanya pengaturan secara hukum hak imunitas bagi anggota dan staf KOMNAS HAM dalam menjalankan tugasnya; b. Keterwakilan perempuan dalam komisioner masih kurang; c. Organisasi kesekretariatan jenderal hendaknya diatur dengan peraturan KOMNAS HAM dan bukan dengan Keputusan Presiden untuk menjaga independensi KOMNAS HAM; dan d. Peningkatan kerja sama dengan lembaga lainnya.
C.
Tujuan dan Visi Misi KOMNAS HAM
Adapun yang menjadi tujuan dibentuknya KOMNAS HAM berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, yaitu : a. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. b. Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
36
37
Berbagai data dan informasi yang berkenaan dengan Pedoman Internasional Pembentukan Institusi Nasional HAM (Paris Principle 1991), disarikan dari buku Institusi Nasional Hak Asasi Manusia, seri pelatihan profesional No. 4 yang diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ibid.
36
Sedangkan Visi dari Komnas HAM adalah Terwujudnya Perlindungan dan Penegakan Hak Asasi Manusia bagi Semua, dan misi dari Komnas HAM adalah sebagai berikut38: 1. Meningkatkan kinerja Komnas HAM menjadi lembaga yang profesional, berwibawa, dan dipercaya oleh masyarakat di tingkat lokal, nasional, dan internasional; 2. Menciptakan kondisi yang kondusif bagi terwujudnya perlindungan dan penegakan HAM guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dalam masyarakat yang terintegrasi agar mampu berpartisipasi di berbagai bidang kehidupan; dan 3. Mengembangkan jaringan kerja sama dengan pemegang kepentingan (stakeholders) bagi perlindungan dan penegakan HAM.
D.
Kedudukan, Keanggotaan KOMNAS HAM
dan
Struktur Organisasi
a)
Kedudukan KOMNAS HAM KOMNAS HAM berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia dan dapat mendirikan Perwakilan KOMNAS HAM di daerah. Sampai dengan saat ini, KOMNAS HAM memiliki sebanyak 3 (tiga) Perwakilan KOMNAS HAM yaitu di Kalimantan Barat, Sumatera Barat, Papua dan 3 (tiga) Kantor Perwakilan KOMNAS HAM di Aceh, Ambon, dan palu. Rincian dari perwakilan dan kantor perwakilan KOMNAS HAM sebagai berikut: 1. Perwakilan Komnas HAM Provinsi Sumatera Barat Jl. Rasuna Said No. 74, Padang, Sumatera Barat Telp. : +62 – 751 – 7050320 Fax. : +62 – 751 – 4050528;
38
Lihat dalam http://www.komnasham.go.id/, diakses pada tanggal 13 Februari 2012 jam 13.00 WIB.
37
2.
3. 4.
5.
6.
Perwakilan Komnas HAM Provinsi Kalimantan Barat Jl. Daeng Abdul Hadi No. 146 (Belakang PLN) Pontianak – Kalimantan Barat Telp/Fax: +62 – 561 – 736112; Perwakilan Komnas HAM Provinsi Papua Jl. Soasio, Dok V Bawah Jayapura, Papua Telp/Fax: +62 – 967 – 521592; Kantor Perwakilan Komnas HAM Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Jl. Tengku Cik DitiroNo.16, Banda Aceh Telp : +62 – 651 – 28329 Fax : +62 – 651 – 3360; Kantor Perwakilan Komnas HAM Provinsi Maluku Jl. Martha Kristina Tiahahu, No.1 Puncak-Bogor Karang Panjang- Ambon, Maluku Telp/Fax: +62 – 911 – 316003; Kantor Perwakilan Komnas HAM Provinsi Sulawesi Tengah (Palu) Jl. Letjen SoepraptoNo.48 Palu – Sulawesi Tengah Telp.: +62 – 451- 4214255 Fax : +62 – 451 – 453671
b)
Keanggotaan KOMNAS HAM KOMNAS HAM beranggotakan tokoh masyarakat yang profesional, berdedikasi dan berintegritas tinggi, menghormati cita-cita negara hukum dan negara kesejahteraan yang berintikan keadilan, menghormati hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia. Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 anggota KOMNAS HAM berjumlah 35 orang yang dipilih Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan usulan KOMNAS HAM dan diresmikan oleh Presiden selaku Kepala Negara, namun pada kenyataannya DPR hanya memilih sebanyak 23 orang yang kemudian diresmikan melalui Keputusan Presiden Nomor No. 165 / M Tahun 2002 tanggal 31 Agustus 2002. Masa jabatan keanggotaan KOMNAS HAM adalah selama 5 (lima) tahun dan setelah berakhir dapat diangkat kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan. KOMNAS HAM dipimpin oleh seorang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua yang dipilih oleh dan dari anggota KOMNAS HAM. Undang-undang menetapkan jumlah anggota
38
KOMNAS HAM lebih besar dari Keppres yaitu 35 orang dari sebelumnya 25 orang. Pada tahun 1993-1997 aktualnya berjumlah 23 orang (komisioner), tahun 1997-2002 sebanyak 25 orang, tahun 20022007 sebanyak 23 orang dan pada tahun 2007-2012 sebanyak 11 orang. Dengan kata lain dalam praktik jumlah yang ditetapkan oleh peraturan yang berlaku tidak pernah tercapai. Bahkan jumlah besar yang dimaksudkan untuk menjamin keterwakilan justru banyak dirasa terlalu besar dan menghambat kinerja KOMNAS HAM. c)
Struktur Organisasi KOMNAS HAM Struktur organisasi KOMNAS HAM sebagaimana diatur dalam Pasal 78-Pasal 82 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menunjukkan kelengkapan organisasi yang terdiri atas: 1) Sidang Paripurna Sidang Paripurna merupakan pemegang kekuasaan tertinggi yang terdiri dari seluruh anggota KOMNAS HAM. Sidang dapat menetapkan peraturan tata tertib, program kera, mekanisme kerja, mengusulkan sidang paripurna kepada Presiden, memberhentikan anggota KOMNAS HAM, memilih Sekretaris Jenderal, memilih serta menentukan Ketua dan Wakil Ketua KOMNAS HAM dan mengajukan bakal calon Anggota KOMNAS HAM. 2) Sub Komisi Sub Komisi teridir dari empat bidang yaitu: a. Sub Komisi Pengkajian dan Penelitian. Tugas pokok komisi ini adalah mengkaji berbagai instrument internasional hak asasi manusia dan berbagai peraturan perundang-undangan di samping membahas berbagai masalah yang berkaitan dengan pemajuan hak asasi. Untuk melengkapi tugas ini sub komisi berwenang melakukan studi kepustakaan, lapangan maupun studi banding, penerbitan serta kerja sama dengan pihak/organisasi lain.
39
b.
3)
Sub Komisi Penyuluhan. Sub Komisi ini pada dasarnya bertugas melakukan diseminasi gagasan hak asasi manusia dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak asasi manusia. Sub Komisi ini juga dapat melakukan kerja sama dengan pihak/lembaga lain. c. Sub Komisi Pemantauan, tugas Sub Komisi ini adalah melakukan pemantauan (monitoring) atas pelaksanaan hak asasi manusia dan penyelidikan dan pemeriksaan (investigasi) atas peristiwa yang dapat diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia. Untuk melaksanakan tugas tersebut, berbeda Keppres yang lalu undangundang member wewenang subpoena (memanggil secara paksa) kepada KOMNAS HAM dan melakukan lagkah amicus curaei dalam pengadilan yang mengandung aspek pelanggaran hak asasi manusia. d. Sub Komisi Mediasi. Sub Komisi ini tidak ada sebelumnya dan menimbulkan perdebatan. Tugas pokok sub komisi ini adalah melakukan perdamaian dan penyelesaian perkara melalui cara konsultasi, negoisasi, mediasi dan konsoliasi. Di luar keempat fungsi ini, KOMNAS HAM berdasarkan UndangUndang Pengadilan HAM memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan pelanggaran hak asasi manusia yang dikategorikan berat. Sebuah fungsi yang berhubungan dengan proses pemidanaan pelanggaran hak asasi manusia. Sekretariat Jenderal sebagai Unsur Pelayanan Sekretariat Jenderal yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal bertugas member pelayanan administrasi bagi pelaksanaan kegiatan KOMNAS HAM. Pelaksanaan kegiatan seharihari termasuk pemberian dukungan administrasi berada di bawah koordinasi Sekretaris Jenderal.
40
BAB V GAMBARAN KOMNAS HAM PERWAKILAN SUMATERA BARAT
A.
Landasan Pendirian Komnas HAM Perwakilan Sumatera Barat
Sebelum disebut Komnas HAM RI Perwakilan Propinsi Sumatera Barat, pada awalnya lembaga ini bernama Lembaga Hak Asasi Manusia Propinsi Sumatera Barat. Dilatarbelakangi dengan banyaknya terjadi kasus terindikasi pelanggaran HAM didaerah ini, di mana pada waktu itu yakni pada tahun 1999 Sumatera Barat termasuk ranking 10 terbesar dalam kasus pelanggaran HAM di Indonesia, maka segenap Pimpinan Lembaga HAM yang dimotori oleh ketuanya H. Baharuddin bersama Pemerintah dan DPRD Sumatera Barat mendorong adanya peningkatan status Lembaga HAM menjadi Komisi Daerah Hak Asasi Manusia (Komda HAM) Sumatera Barat. Setelah permintaan ini dikaji ulang dan dengan memperhatikan UU No.39 Tahun 1999, ternyata Undang-Undang ini hanya membolehkan adanya Perwakilan Komnas HAM di Daerah Propinsi bukan Komda HAM. Berdasarkan Keputusan DPRD Propinsi Sumatera Barat No.04/SB.2002 tanggal 16 Maret 2002 yang direkomendasi oleh Gubernur Propinsi Sumatera Barat Zainal Bakar, maka DPRD dengan persetujuan Gubernur meminta kepada Komnas
41
HAM Indonesia agar di Sumatera Barat dibentuk Perwakilan Komnas HAM, atas dasar situasi dan kondisi Sumatera Barat telah banyak terjadi pelanggaran HAM baik berupa fisik maupun non-fisik, di samping itu dalam pasal 76 ayat (4) UU No.39 Tahun 1999 menyatakan “di Daerah (Propinsi) dapat dibentuk Perwakilan Komnas HAM”. Berdasarkan hal tersebut di atas, Sidang Paripurna Komnas HAM Indonesia tanggal 5 Agustus 2002 menyetujui pembentukan Perwakilan Komnas HAM Propinsi Sumatera Barat39. Pada tanggal 6 Agustus 2002 dikeluarkan Surat Keputusan Komnas HAM No.065/KOMNAS HAM/VIII-2002 tentang Pembentukan Perwakilan Komnas HAM Sumatera Barat dan SK Komnas HAM Indonesia No.066a/KOMNAS HAM/VIII-2002 tentang Pengangkatan Pimpinan Perwakilan Komnas HAM Sumatera Barat. Pada tanggal 4 September 2002 diresmikan pembentukan Perwakilan Komnas HAM Propinsi Sumatera Barat oleh Ketua Komnas HAM Indonesia di Padang yang dihadiri oleh Gubernur Zainal Bakar, Ketua DPRD Arwan Kasri, Muspida dan berbagai unsur Kepala Daerah (Bupati dan Walikota), Dinas/Instansi, serta unsur masyarakat lainnya40.
B.
Keorganisasian
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Perwakilan Propinsi Sumatera Barat yang diresmikan berdasarkan Surat Keputusan Ketua Komnas HAM Indonesia No.065/KOMNAS HAM/VIII/2002 itu, sampai saat ini telah memasuki usia tahun kesembilan. Berdasarkan SK tersebut di atas ada 3 (tiga) kewenangan yang diserahkan kepada Komnas HAM Indonesia Perwakilan Propinsi Sumatera Barat yaitu:
39
40
Komnas Ham Perwakilan Sumatera Barat, 2011, Laporan Tahunan 2011, Padang: Komnas Ham Perwakilan Sumatera Barat, hal. 1. Ibid, hal. 1.
42
kewenangan dibidang Pendidikan dan Penyuluhan, Pemantauan dan Investigasi dan Kewenangan Pra Mediasi41. Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Ketua Komnas HAM Indonesia No.24/Komnas HAM/VIII/2003 mendelegasikan tambahan Satu Fungsi kepada Komnas HAM Perwakilan Propinsi Sumatera Barat yaitu Fungsi Pengkajian dan Penelitian. Dalam kurun waktu yang relatif muda tersebut Komnas HAM Perwakilan Propinsi Sumatera Barat, kegiatannya banyak difokuskan kepada kegiatan konsolidasi kedalam, dalam rangka pembenahan organisasi, administrasi dan lain-lain, di samping melakukan kegiatan sesuai dengan Tugas Pokok, Fungsi dan Wewenangnya. Pembenahan dilakukan menyusul berakhirnya masa keanggotaan Komnas HAM Perwakilan Sumatera Barat Periode 2006-2009 dan keluarnya Surat Ketua Komnas HAM RI No.268A/TUA/VII/2010 Perihal Pelaksanaan TUPOKSI Komnas HAM di Propinsi Sumatera Barat. Pada intinya surat tersebut memberikan mandat kepada Sekretariat Komnas HAM Sumatera Barat untuk menjalankan Tugas Pokok dan Fungsi yang sama dengan TUPOKSI Keanggotaan Perwakilan Sumatera Barat sebelumnya, mengingat sementara ini tidak ada lagi pengangkatan anggota Komnas HAM Perwakilan Sumatera Barat42.
C.
Visi dan Misi43
Adapun visi dari Komnas HAM Perwakilan Sumatera Barat yaitu sebagai berikut: Tersosialisasi Dan Terwujudnya Perlindungan Ham Untuk Semua Orang Di Sumatera Barat. Misi dari Komnas HAM Perwakilan Sumatera Barat terdiri dari empat misi, yaitu:
41 42 43
Ibid, hal. 2. Ibid, hal. 3. Ibid, hal. 4.
43
a.
b. c. d.
D.
Mewujudkan lembaga yang mandiri, professional, representatif, berwibawa dan dipercaya oleh masyarakat daerah dan nasional maupun internasional; Menegakkan, memajukan, dan memberikan perlindungan HAM terhadap semua orang di Sumatera Barat; Membantu menyelesaikan pelanggaran HAM dalam masyarakat Sumatera Barat; dan Mengembangkan jaringan kerja sama dalam penegakan, pemajuan dan perlindungan HAM dengan semua pihak di Sumatera Barat.
Mandat dan Nilai44
Adapun mandat Komnas HAM Perwakilan Sumatera Barat terdiri dari mandat Internasional dan nasional. Mandat Internasional yaitu: DUHAM, Deklarasi Wina 1993, Prinsip-prinsip Paris, dan Konvensi-Konvensi yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia. Sedangkan mandat Nasional adalah Pancasila, Pembukaan UUD 1945, UUD 1945, Tap MPR Nomor XVII/MPR/1998, UU Nomor 39 tahun 1999, Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia Komnas HAM Perwakilan Propinsi Sumatera Barat dalam bekerja mempedomani nilai-nilai antara lain: Manusiawi, demokratis, jujur dan berani, adil, empatik, terbuka, dan proaktif.
44
Ibid, hal. 4-5.
44
45
Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Komnas Ham Indonesia Sekretariat Perwakilan Propinsi Sumatera Barat Kepmenpan No B/ M.Pan/ 4 /1055/2007
E.
Drs. Ali Ah Pembina Tk I/ 195606121978031003
Komnas HAM Indonesia Sekretariat Perwakilan Propinsi Sumbar Kepala Kantor
46
BAB VI PERANAN KOMNAS HAM PERWAKILAN SUMATERA BARAT DALAM PELAKSANAAN HAK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA
Menurut Soerjono Soekanto mengartikan bahwa “peranan (role) adalah aspek yang dinamis dari kedudukan (status)”. Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban sesuai dengan kedudukannya, maka dia telah menjalankan suatu peranan.45 Konsep peranan memiliki sejarah yang panjang baik dalam ilmu antropologi, sosiologi dan psikologi. Dalam rumusan klasiknya, Linton membedakan “peranan” dengan “status”. Status mengacu kepada posisi atau kedudukan di dalam sebuah sistem sosial sementara, sedangkan peranan mengacu kepada aspek perilaku yang berasosiasi/berhubungan dengan status yang diberikan. Komaruddin pun menjelaskan yang dimaksud dengan peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan seseorang 45
Soerjono Soekanto, 2006, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 212-217.
47
dalam manajemen; pola prilaku yang diharapkan dapay menyertai suatu status; bagian suatu fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata; fungsi yang diharapkan dari sesorang atau menjadi karakteristik yang apa adanya dan fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat Berdasarkan pengertian tersebut dapat diambil pengertian bahwa peranan merupakan penilaian sejauh mana fungsi sesorang atau bagian dalam menunjang usaha pencapaian tujuan yang ditetapkan atau ukuran mengenai dua variabel yang mempunyai hubungan sebab akibat. Jadi dapat dirumuskan bahwa Peranan adalah dinamisasi dari fungsi yang melekat pada seseorang atau suatu badan. Dalam hal ini KOMNAS HAM yang kedudukannya sebagai lembaga negara yang di dalamnya terdapat hak-hak yang harus dilaksanakan. Adapun fungsifungsi tersebut adalah pengkajian, pemantauan, penyelidikan, pengkajian, dan mediasi46.
A.
Pengaduan Kasus Perlindungan Hak Anak (Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana)
Komisi Nasional HAM Perwakilan Sumatera Barat menerima sejumlah kasus anak yang berhadapan dengan hukum/ sebagai pelaku tindak pidana pada tahun 2011 sampai dengan awal tahun 2012, sebanyak 6 (enam) kasus, yaitu: 1) Komisi Nasional HAM Perwakilan Sumatera Barat telah menerima pengaduan dari Yeni Rosa tertanggal 10 Agustus 2011, perihal Laporan Tindakan kekerasan terhadap anak di bawah Umur47.
46
47
Wawancara dengan anggota KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat, Firdaus, tanggal 15 mei 2012 jam 15.00 WIB Komnas Ham Perwakilan Sumatera Barat, Laporan Tahunan KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat Tahun 2011 hal. 101
48
2)
3)
4)
5)
6)
B.
Komisi Nasional HAM Perwakilan Sumatera Barat telah menerima tembusan Surat dari Adeks Rossyie Mukri tertanggal 17 Agustus 2011 atas ditahannya Jerry Kembara Rossyie (17 tahun) 48. Komisi Nasional HAM Perwakilan Sumatera Barat telah menerima pengaduan dari Zuhelmi tertanggal 18 Oktober 2011 perihal Pengaduan. Tindakan kekerasan atas Yuda Putra Satria(17 tahun) oleh oknum Polresta Pariaman49. Komisi Nasional HAM Perwakilan Sumatera Barat telah menerima pengaduan dari Ardiman tertanggal 10 November 2011 perihal Penahanan anak Di bawah Umur50. Komisi Nasional HAM Perwakilan Sumatera Barat telah menerima pengaduan dari sdri Evita tertanggal 9 Desember 2011 perihal Penahanan anak Di bawah51 Komisi Nasional HAM Perwakilan Sumatera Barat telah menerima pengaduan dari Yusbar tanggal 3 Januari 2012 perihal kasus Meninggalnya Dua Anak Tahanan Polsek Sijunjung 52.
Peranan KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat Dalam Menanggani Kasus Perlindungan Hak Anak
Adapun peranan yang dilakukan oleh KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat dalam menanggapi kasus-kasus tersebut yaitu: Kasus yang dilaporkan oleh Yeni Rosa tertanggal 10 Agustus 2011, perihal Laporan Tindakan kekerasan terhadap Rori Nasril (15 Tahun). Saat Rori Nasril ditahan di Polsek Padang Timur, akibat 48
. . 50 . 51 . 49
52
ibid hal. 128. Ibid hal. 130. Ibid hal. 139. Ibid hal. 145. Komnas Ham Perwakilan Sumatera Barat, Laporan Data Kasus Anak Berhadapan dengan Hukum Tahun 2012 di Kantor KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat.
49
pencurian sepeda motor roda dua jenis Yamaha Mio, Rori Nasril mengalami tindakan kekerasan yang dilakukan oleh petugas Polsek Padang Timur. Upaya yang dilakukan KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat yaitu memproses pengaduan yang dilakukan oleh Yeni Rosa. KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat menganalisa kasus tersebut di mana informasi didapat dari anak dan keluarganya. Pada tanggal 12 Agustus 2011, KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat membuat surat permintaan klarifikasi kepada Kapolda Sumatera barat dan Kapolresta Padang dengan surat No. 193/PKK/3.5.2/VIII/2011 dan pada tanggal 18 Oktober membuat surat permintaan tanggapan kepada pengadu terhadap surat Kapolresta Padang No. R/701/X/2011/RESTA. Kasus inipun ditutup karena informasi dari pengadu, karena anaknya telah bebas. KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat menerima tembusan Surat dari Adeks Rossyie Mukri tertanggal 17 Agustus 2011 atas ditahannya Jerry Kembara Rossyie (17 tahun). Jerry Kembara Rossyie ditahan oleh pihak kepolisian Polresta Bukittinggi dengan sangkaan melakukan Tindak Pidana perbuatan tidak menyenangkan dan melawan petugas dengan kekerasan. Di dalam tahanan Mapolresta Bukittinggi, Jerry Kembara Rossyie disatukan dengan tahanan dewasa, padahal ia masih di bawah umur. Upaya yang dilakukan KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat yaitu memproses pengaduan yang dilakukan oleh Adeks Rossyie Mukri. KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat menganalisa kasus tersebut di mana informasi didapat dari korban dan keluarganya. Pada tanggal 25 Agustus 2011, KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat membuat surat permintaan klarifikasi kepada Kapolresta Bukittinggi dengan surat No.198/PKK/3.5.2/VIII/2011. Setelah surat permintaan klarifikasi tertanggal tanggal 25 Agustus 2011 dijawab oleh Kapolresta Bukittinggi, maka pada tanggal 13 Oktober KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Baratmembuat surat permintaan tanggapan kepada pengadu atas jawaban dari Kapolresta Bukittinggi tersebut. Karena tidak ada keseriusan dari pihak pengadu, maka
50
berdasarkan pasal 91 angka 1 huruf C Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, maka kasus ini ditutup. Pada tanggal 18 Oktober 2011, KOMNAS HAM Perwakilan Propinsi Sumbar telah menerima pengaduan dari Zuhelmi perihal Pengaduan. Tindakan kekerasan atas Yuda Putra Satria(17 tahun) oleh oknum Polresta Pariaman. Kejadian ini bermula ketika korban diduga melakukan tindak pidana, dengan membuka jok sepeda motor milik Alwi pada tanggal 14 Oktober 2011 sekita jam 21.00 WIB di samping kantor Reskim Polresta Pariaman. KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat pun melakukan upaya dengan memproses pengaduan yang dilakukan oleh Zuhelmi. Sesuai informasi yang telah didapat dari korban dan keluarganya KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat menganalisis kasus tersebut dan tanggal 24 Oktober 2011 membuat surat permintaan klarifikasi kepada Kapolresta Pariaman dengan surat No.266/PKK/3.5.2/X/2011. KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat membuat membuat surat tanggapan kepada pengadu atas jawaban dari Kapolresta Pariaman tersebut tertanggal 2 November 2011. Kasus inipun ditutup karena tidak ada keseriusan dari pihak pengadu. KOMNAS HAM Perwakilan Propinsi Sumbar telah menerima pengaduan dari Ardiman tertanggal 10 November 2011 perihal Penahanan anak Di bawah Umur. Kasus ini terjadi ketika Rahmat Hidayat (12 tahun) diduga melakukan tindak pidana pencurian sepeda motor (curanmor) yang terjadi pada hari Sabtu tanggal 26 Oktober 2011, sekitar pukul 22.00 WIB di jalan Alan Laweh dekat Gudang Jeruk, Kecamatan Padang Selatan. Pengadu melaporkan kepada KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat, bahwa korban disatukan dengan tahanan orang dewasa, karena korban masih di bawah umur. Upaya yang dilakukan KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat yaitu memproses pengaduan yang dilakukan Ardiman. Setelah adanya pengaduan dari pihak pengadu, KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat memproses pengaduan tersebut, dan menganalisis kasus tersebuat sesuai denga keterangan dari pihak
51
pengadu dan korban. KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat membuat surat permintaan klarifikasi yang ditujukan kepada kepada Kapolresta Padang dengan surat No. 362/PKK/3.5.2/XI/2011 tertanggal 16 November 2011. Sesuai dengan ketentuan pasal 91 angka 3 huruf d dan e Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM, yang berbunyi ”pemeriksaan atas pengaduan kepada KOMNAS HAMdilakukan atau dihentikan, apabila terdapat upaya hukum yang lebih efektif bagi penyeleseain materi pengaduan, atau sedang berlansung penyelesaiaan mellalui upaya hukum yang tersedia dengan ketentuan perundang-undangan” maka kasus ini ditutup. Apabila kemudian hari, ditemukan hal-hal yang mengakibatkan hak-hak dasar dari korban terabaikan atau terlanggar, maka korban atau keluarganya dapat membuat pengaduan kembali. KOMNAS HAM Perwakilan Propinsi Sumbar telah menerima pengaduan dari saudari Evita tertanggal 9 Desember 2011 perihal Penahanan anak Di bawah. Saudari Evita melakukan pengaduan ke KOMNAS HAM, karena Reksa Pratama (14 tahun) anak dari Evita, melakukan tindak pidana pencurian HP yang terjadi pada hari Jumat tanggal 2 Desember 2011 sekitar pukul 22.00 WIB. Selama korban ditahan, korban sering dipukuli oleh tahanan lain, karena tempat penahanannya dicampur dengan tahan dewasa, sedangkan pihak keluarga telah meminta agar anaknya dipisahkan dengan tahanan dewasa. KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat, memproses dan menganaluisa kasus tersebut di mana informasi didapat dari pihak korban dan keluarganya. Tanggal 13 Desember 2011, KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat membuat surat permintaan klarifikasi ke Polsek Koto Tangah dengan surat No.340/P/PKK/3.5.2/XII/2011. Surat permintaan klarifikasi tertanggal tanggal 13 Desember 2011 dijawab oleh Kapolresta Padang pada tanggal 24 Desember dengan surat No.B/2116/XII/2011/Resta, di mana setelah dilakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi, memang betul Reksa Pratama telah mencuri HP, dan terhadap kasus pencurian HP tersebut, kasus tersebut telah dilimpahkan ke JPU dengan nomor
52
pengiriman R/162/XII/2011 tanggal 19 Desember 2009. Kasus ini pun ditutup karena proses hukum sedang berjalan, di mana kasus sudah dilimpahkan ke kejaksaan. Tanggal 3 Januari 2012 KOMNAS HAM Perwakilan Propinsi Sumatera Barat, menerima pengaduan dari Yusbar perihal kasus Meninggalnya Dua Anak Tahanan Polsek Sijunjung yaitu Fasisal (14 tahun) dan Budri M Zen (17 tahun), di mana kedua korban merupakan adik kakak. Kasus ini berawal ketika Faisal ditangkap dan diamankan oleh warga pada tanggal 21 Desember 2011 di daerah Nagari Pematang Panjang Kabupaten sijunjung, karena diduga telah mencuri kotak amal mesjid. Kemudian Faisal diantar ke kantor Wali Nagari Pematang Panjang untuk selanjutnya diserahakan ke Polsek Sijunjung bersama barang bukti dan satu unit sepeda motor Satria FU warna hitam yang digunakan Faisal sewaktu ditangakap warga. Pada hari kamis tanggal 22 Desember 2011 ibu korban (Yusmanidar) dan kakak korban (Didi Firdaus) membesuk Faisal ke Polsek Sijunjung. Mereka bertemu Faisal dengan keadaan yang cukup parah karena di pukuli pihak kepolisian. Pada hari senin, tanggal 26 Desember 2011 Budri MZN ditangkap di Kliran Jao, karena diduga terlibat dalam pencurian motor diwilayah Sijunjung. Pada hari Rabu tanggal 28 Desember jam 21.00 WIB aparat Pemerintahan Nagari Pulasan memberitahukan kepada korban, bahwa Faisal dan Budri MZN meninggal dunia di tahanan Polsek Sijunjung. Menurut keterangan polisi Faisal dan Budri MZN meninggal dunia, karena gantung diri dikamar mandi ruang tahanan, kira-kira pukul 16.15 WIB, dan baru diketahui oleh petugas piket sekitar 16.30 WIB. Dari hasil otopsi yang dilakukan pihak keluarga, didapati kedua korban tersebut banyak mengalami luka-luka disekujur tubuhnya, dan pihak keluarga sepakat tidak menerima kematian korban sesuai dengan keterangan polisi. Sampai tanggal 3 Januari 2011 pihak keluarga korban tidak pernah menerima surat penangkapan dan surat perintah penahanan yang dilakukan terhadap kedua korban. KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat, memproses dan menganalisa kasus tersebut di mana informasi didapat
53
dari pihak keluarganya serta saksi-saksi yang ada. Setelah itu KOMNAS HAM pun melakukan pemantauan dari tanggal 10-12 Januari 2012, di mana hasil pemantauan tersebut diteruskan kepada KOMNAS HAM Pusat di Jakarta. Kasus ini pun ditutup karena proses hukum sedang berjalan di kejaksaan.
C.
Peranan KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat Dalam Hal Penyuluhan dan Pendidikan
Selain hal di atas tersebut, KOMNAS HAM Perwakilan Provinsi Sumatera Barat juga melaksanakan peranan fungsinya dalam hal pendidikan dan penyuluhan HAM terkhususnya terhadap anak-anak di bangku sekolah53, agar mereka dapat mengerti tentang arti pentingnya HAM, dengan melaksanakan beberapa acara yaitu54: 1. Penyuluhan HAM Bagi Tokoh Masyarakat di Kecamatan Limo Kaum Kabupaten Tanah Datar tanggal 10-11 Maret 2011. 2. Pelatihan HAM Bagi Guru dan Kepala Sekolah SD, SMP. SMA DI Kota Padang yang diadakan di Hotel Bunda Tanggal 23 – 24 Maret 2011. 3. Penyuluhan HAM bagi Tokoh Masyarakat di Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang tanggal 29-30 Maret 2011. 4. Penyuluhan HAM bagi Tokoh Masyarakat di Kecamatan Padang Panjang Barat Kota Padang Panjang tanggal 29-30 Maret 2011. 5. Seminar HAM di Kalangan Korporasi di Sumbar, yang diadakan di Bukittinggi tanggal 19 Mei 2011.
53
54
Wawancara anggota KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat, Firdaus, tanggal 15 mei 2012 jam 15.00 WIB. Komnas Ham Perwakilan Sumatera Barat, Laporan Tahunan KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat Tahun 2011, hal. 8.
54
6.
Penyuluhan HAM bagi Anggota kepolisian dilingkungan Polda Sumatera Barat, bertempat di Hotel Basko Padang, tanggal 20 Mei 2011. 7. Sosialisasi HAM Bagi Walinagari, Tokoh Masyarakat dan Aparatur Pemerintahan di lingkungan Pemerintah Daerah Tanah Datar yang diadakan di Batu sangkar tanggal 5 Juli 2011. 8. Penyuluhan HAM bagi Tokoh Masyarakat di Kecamatan Sungai Geringging, Kabupaten Padang Pariaman, tanggal 12-13 Juli 2011. 9. Penyuluhan HAM bagi Tokoh Masyarakat di Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam, tanggal 3-4 November 2011. 10. Penyuluhan HAM bagi Tokoh Masyarakat di Kecamatan Baso Kabupaten Agam, tanggal 8-9 November 2011. 11. Penyuluhan HAM kepada siswa/i SMP se-Kota Padang Panjang pada bulan Oktober dan Nopember tahun 2011. Kegiatan ini merupakan kerja sama antara KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat dengan Pemerintah Kota Padang Panjang.
D.
Peranan KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat Dalam Hal Mediasi, Pengkajian dan Penelitan
Sebagaimana dimandatkan oleh Surat Keputusan KOMNAS HAM No.065/KOMNAS HAM/VIII-2002 tentang Pembentukan Perwakilan KOMNAS HAM Sumatera Barat, salah satu tugas pokok dan fungsi KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat adalah melaksanakan kegiatan pra mediasi. Tahun 2011 KOMNAS HAM tidak ada melaksanakan pra mediasi kasus tentang tindak pidana yang dilakukan anak, di mana KOMNAS HAM hanya melakukan pra mediasi terhadap kasus-kasus lain. Berdasarkan Pasal 89 ayat 1 UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM, KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat juga diberi wewenang untuk menjalankan fungsi Pengkajian dan Penelitian.
55
Dalam tahun 2011, telah dilakukan pengkajian dan penelitian terhadap Rancangan Peraturan Daerah (RANPERDA) Kota Padang tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pedagang Asongan. Hasil kajian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut 55: 1. Dalam Pasal 3 Ranperda, perlu ditambahkan poin tentang kewajiban Negara untuk melakukan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi kepada warga Negara, termasuk anak jalanan, gelandangan, pengemis, pengamen maupun pedagang asongan. 2. Ketertiban Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 a, hendaknya perlu di jelaskan lebih lanjut, supaya ada perspektif HAM yang tegas. Pengertian ketertiban umum hendaknya mengacu kepada Prinsip-prinsip Siracusa (Siracusa Principles). Ketertiban umum menurut Siracusa Principles adalah sejumlah aturan yang menjamin berfungsinya masyarakat (bila aturan diterapkan, semua golongan masyarakat tetap berfungsi dengan normal), termasuk anak jalanan, gelandangan dan pengemis maupun pedagang asongan pasca dilakukan razia. Mereka hendaknya diberikan keterampilan dan pekerjaan baru supaya mereka tetap berfungsi/survive). Penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM merupakan bagian dari definisi ketertiban umum. 3. Upaya preventif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 harus juga melibatkan upaya pemenuhan Hak-hak EKOSOB, antara lain : pemenuhan hak atas pendidikan, hak atas pekerjaan, pemberian keterampilan, pemenuhan hak atas perumahan, pemenuhan hak atas pangan, pembuatan tempat penampungan dan panti asuhan. 4. Upaya represif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 bertentangan dengan upaya pembinaan. Yang paling tepat dilakukan dalam hal ini adalah langkah law enforcement 55
ibid hal. 14.
56
(penegakkan hukum), yaitu jika ada anak dalam kelompok ini yang melakukan perbuatan pidana. Tapi perlakuan terhadap mereka juga tidak bisa sebagai pelaku tindak kriminal biasa mengingat mereka adalah anak-anak. 5. “Kampanye” pada Pasal 7, merupakan usaha penanganan di hilir, semestinya Ranperda ini juga memfasilitasi usaha di tingkat hilir yaitu penanggulangan kemiskinan, pemberian jaminan kesejahteraan/jaminan sosial untuk keluarga miskin, pembangunan balai latihan kerja agar anak-anak memiliki keterampilan, menyediakan pendidikan gratis agar semua anak jalanan bisa bersekolah dan tak berkeliaran lagi di jalanan. 6. Kata “Pengendalian” sebagaimana dimuat dalam Pasal 9 tidak jelas. Apa yang dimaksud dengan pengendalian ini. Apakah anak terlantar yang harusnya diurus negara justru dikendalikan? Untuk itu perlu penjelasan lebih lanjut. 7. Kata “Kampanye” yang dimuat dalam Pasal 11, jangan terkesan memojokkan anak jalanan, gelandangan dan lain-lain. Karena bila terkesan memojokkan, maka hal ini bertentangan dengan terminologi “Pembinaan”. 8. Pasal 12, 13 dan 14 ini diusulkan untuk dihapus saja. Usaha represif diganti saja dengan “usaha pembinaan” Pasal 14 ayat 1 B dan Ayat 2 dapat digunakan. 9. Pengelompokan anak jalanan dalam kelompok yang sama dengan gelandangan, pengemis, pengamen dan pedagang asongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 adalah tidak tepat. Anak jalanan mestinya membutuhkan penanganan khusus mengingat mereka adalah anak yang belum berusia dewasa. 10. Kata “seleksi” pada Pasal 15 bertentangan dengan asas non diskriminatif dalam pelayanan dan pemberian santunan. Kata “menyeleksi” pada Pasal 17 mempunyai potensi lahirnya tindakan diskriminatif, kecuali seleksi dimaksudkan adalah untuk memberikan pelayanan berdasarkan tingkat usia sebagaimana Pasal 18 ayat 1.
57
11. Di bawah Bab IV (bagian eksploitasi), harus ditambahkan Pasalpasal Kriminal terhadap pelaku eksploitasi yang tetap melakukan kegiatan tersebut meski telah mendapatkan pembinaan. 12. Pasal 55 ayat 2 huruf b dan d, disarankan untuk dihapus, karena merupakan kewenangan penyelidik dan penyidik Polri. Khusus Pasal 55 ayat 2 huruf d bertentangan dengan ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights) yang telah diratifikasi melalui UU No.12 tahun 2005. Pasal 55 ayat 2 huruf e,g,h,i dan j, disarankan juga untuk dihapus, karena merupakan kewenangan aparat kepolisian sebagaimana dimuat oleh KUHAP. Hal ini untuk menghindari tumpang tindih aturan dengan yang lebih tinggi. 13. Pada Bab VIII, Ketentuan pidananya tidak jelas untuk kejahatan apa (khususnya Pasal 56). Prinsip kriminalisasi harus berdasarkan pada: a. Kriminalisasi tidak boleh terkesan menimbulkan “overkriminalisasi” yang masuk kategori „the misuse of criminal sanction‟ (penyalahgunaan sanksi pidana); b. Kriminalisasi tidak boleh bersifat ad hoc; c. Kriminalisasi harus mengandung unsur korban; d. Kriminalisasi harus memperhitungkan unsur biaya dan hasil serta prinsip ultimum remedium, artinya, tindakan pencegahan dan pembinaan harus lebih dikedepankan; e. Kriminalisasi harus menghasilkan peraturan yang dapat ditegakkan (enforceable); f. Kriminalisasi harus mendapat dukungan publik; g. Kriminalisasi mengandung subsosialiteit (mengandung bahaya bagi masyarakat sekalipun kecil); h. Kriminalisasi harus memperhatikan peringatan bahwa setiap kriminalisasi, pada prinsipnya mengekang kebebasan rakyat dan memberikan kewenangan kepada penegak hukum untuk mengekang kebebasan itu;
58
14. Istilah “menghambat” laju pertumbuhan anak jalanan hendaknya diganti dengan kata “mengurangi” laju pertumbuhan anak jalanan, gelandangan dan pengemis, pengamen dan pedagang asongan; 15. Pasal-pasal lain dalam RANPERDA tersebut (di luar catatancatatan tersebut di atas) dinilai sudah baik dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM;
59
60
BAB VII KENDALA KOMNAS HAM PERWAKILAN SUMATERA BARAT DALAM PEMANTAUANPELAKSANAAN PERLINDUNGAN HAK ANAK (ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA)
A.
Prosedur Penanganan Pengaduan
Negara Indonesia adalah negara hukum. Pada hakikatnya bahwa manusia dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa hak dan kewajiban. Dalam bab sebelumnya dijelaskan beberapa macam hak dan kewajiban dari manusia. Akan tetapi, dalam memantau penerapan pelaksanaan hak perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana masih tidak berjalan dengan semestinya. Dari kasus-kasus yang telah terjadi, Peneliti mengamati bahwa setelah KOMNAS HAM Indonesia Perwakilan Sumatera Barat mengumpulkan dan mengolah data yang diperoleh dilapangan yang berkaitan dengan hak perlindungan anak sebagai pelaku tindak pudana, diteruskan dengan mendengar keterangan dari saksi yang relevan serta menganalisis hasil penyelidikan atas kasus tersebut, maka kegiatan KOMNAS HAM Indonesia selanjutnya adalah menyusun
61
dan membuat laporan dalam bentuk Laporan Penyelidikan KOMNAS HAM Indonesia Perwakilan Sumatera Barat. Setelah Laporan Penyelidikan selesai dikerjakan, kegiatan selanjutnya adalah penyampaian rekomendasi (kewenangan KOMNAS HAM sesuai Pasal 89 ayat (4) huruf d Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999) ditujukan kepada instansi terkait dengan kasus tersebut, agar instansi tersebut bisa megetahui kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya, kemudian data laporan tersebut juga berguna untuk meminta klarifikasi kepada instansi terkait, terkait data yang sebenarnya, agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan yang sama dipenanganan kasus yang serupa untuk kedepan hari. Berikut prosedur penanganan pengaduan dalam bentuk skema dan penjelasan skema penanganan pengaduan: 1. Skema Prosedur Penanganan Pengaduan
62
63
2.
Penjelasan Skema Prosedur Penanganan Pengaduan Pengaduan berbagai kasus pelanggaran HAM yang disampaikan oleh masyarakat baik yang datang secara langsung ke KOMNAS HAM maupun melalui surat. Kemudian pengaduan ini akan ditangani oleh KOMNAS HAM tepatnya pada Sub Komisi sesuai dengan fungsinya masing-masing. Kemudian terhadap pengaduan akan dilakukan penilaian apakah pengaduan tersebut merupakan pelanggaran HAM atau bukan. Pengaduan terhadap adanya pelanggaran ini dapat dilakukan baik secara langsung bertatap muka dengan KOMNAS HAMmaupun secara tidak langsung melalui surat. Sepanjang tahun 2011 sampai dengan awal januari 2012 KOMNAS HAMSumatera Barat telah menerima enam pengaduan kasus tentang perlindungan terhadap hak anak yang melakukan tindak pidana. Seluruh pengaduan yang diterima dianalisis secara intensif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan analisis tersebut diambil tindak lanjut yang diperlukan, baik dengan meneruskan pengaduan tersebut kepada instansi pemerintah yang bersangkutan, mengadakan peninjauan lapangan untuk memperoleh fakta lanjutan; menyarankan diadakannya mediasi, atau, jika diduga ada pelanggaran HAM yang berat, mengusulkan pembentukan tim Ad Hoc penyelidikan berdasar Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Pelangaran HAM yang berat ini dibagi menjadi tiga yaitu: a. Tidak dapat dibuktikan kebenarannya Apabila pelanggaran ini merupakan pelanggaran berat dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya, maka tim Ad Hoc akan menghentikan kasus ini b. Belum dapat dibuktikan kebenarannya Apabila pelanggaran ini merupakan pelanggaran berat dan belum dapat dibuktikan kebenarannya, maka dilakukan penyelidikan yaitu penyelidikan tertulis dan penyelidikan penuh. Dalam penyelidikan ini, pihak pengadu, korban, dan
64
c.
56
57
58
59 60
atau pihak lainnya yang terkait dalam kasus tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (3) huruf c dan d56, wajib memenuhi permintaan Komnas HAM.57 Apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) tidak dipenuhi oleh pihak lain yang bersangkutan maka bagi mereka berlaku ketentuan Pasal 9558. Pasal 95 dijelaskan59. Apabila seseorang yang dipanggil tidak datang menghadap atau menolak memberikan keterangannya, KOMNAS HAMdapat meminta bantuan Ketua Pengadilan untuk pemenuhan panggilan secara paksa sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Data yang diperoleh dari penyelidikan tersebut akan dianalisis. Dapat dibuktikan kebenaranya Jika kasus ini dapat langsung dibuktikan kebenarannya maka tidak perlu dilakukan analisis. Seteleh dianalisis, maka akan direkomendasikan suatu mediasi yang dilakukan oleh seorang mediator yaitu anggota KOMNAS HAM. Kemudian akan diperoleh suatu penyelesaian berupa suatu kesepakatan tertulis antar pihak terkait dan ditandatangani. Kesepakatan ini bersifat mengikat secara hukum dan berlaku sebagai alat bukti yang sah.60 Setelah pelaksanaan kesepakatan ini, maka berkas akan ditutup.
Lihat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 89 ayat (3) huruf c dan d Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dijelaskan bahwa: pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya. Pemanggilan saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya, dan kepada saksi pengadu diminta menyerahkan bukti yang diperlukan. Lihat Kembali Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 94 ayat (1). Lihat Kembali Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 94ayat (2). Op.Cit. hal..33 Lihat Kembali Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 96 ayat (3).
65
B.
Kendala yang Dihadapi KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat
Kendala-kendala yang dihadapi KOMNAS HAMPewakilan Sumatera Barat terhadap prosedur penanganan pengaduan adalah61: 1. Pada saat melaksanakan pengaduan, beberapa pengadu belum bisa menjelaskan dengan jelas; 2. Terkendalanya dengan peraturan Perundang-undangan; 3. Pada saat melakukan klarifikasi terhadap pihak Kepolisian,pihak Kepolisian tidak membalas surat klarifikasi yang telah dikirim pihak Kepolisian; 4. Pada saat melaksanakan klarifikasi terhadap warga, waraga kadang-kadang ada yang tidak mengerti bagaimana cara membalas surat tersebut; dan 5. Pengadu kadang-kadang tidak serius dalam menyelesaikan kasus yang menimpanya. Dalam menjalankan peranannya dalam fungsi pengkajian dan penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat mengalami beberapa kendala-kendala. Dapat diuraikan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan peranan KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat sebagai berikut: a. Fungsi pengkajian dan penelitian, dalam menjalankan fungsi pengkajian dan penelitian KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat mengalami kendala dibidang biaya dan Sumber Daya Manusia. Dalam bidang biaya KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat mengalami kekurangan biaya terutama dalam melaksanakan pengkajian dan penelitian yang daerah jangkauannya cukup jauh dari Padang, sedangkan di dalam bidang Sumber Daya Manusia anggota KOMNAS HAM
61
Wawancara anggota KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat, Firdaus, tanggal 15 mei 2012 jam 15.00 WIB.
66
b.
c.
d.
62
63
Perwakilan Sumatera Barat masih kurang mencukupi untuk pengkajian dan penelitian ditempat kejadian62. Dalam menjalankan fungsi penyuluhan KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat mengalami kendala-kendala berupa Sumber Daya Manusia yang kurang memadai dalam melaksanakan penyuluhan tentang penjelasan HAM kepada masyarakat dan anak sekolah, serta kurangnya biaya yang didapatkan KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat dalam melaksanakan penyuluhan, sehingga membuat penyuluhan HAM tidak secara terus menerus untuk dilaksanakan63. Dalam pelaksanaan fungsi pemantauan KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat mengalami beberapa kendala yaitu: (1) Keterbatasan kewenangan, di mana KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat mengharapkan adanya perubahan Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang HAM. Karena kewenagan KOMNAS HAM masih terasa dibatasi; (2) Masalah dana, karena dalam memantau dan mensurvei daerah yang terbilang jauh dari kota Padang, dana yang tersedia tidak mencukupi, bahkan untuk mencukupi kekurangan dana, anggota KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat tidak jarang memakai dana sendiri untuk menutupi kekurangan dana; (3) Setelah KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat mengklarifikasi sebuah kasus, dalam memberikan hak penjaminan kadang-kadang tidak diberikan oleh pihak kepolisian; (4) Pemahaman masyarakat yang masih kurang tentang HAM. Fungsi mediasi, dalam melaksanakan fungsi yang terakhir ini KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat mengalami kendala-kendala berupa: belum terjalinnya koordinasi yang baik Wawancara anggota KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat, Sasmita tanggal 21 mei 2012 jam 13.00 WIB Wawancara anggota KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat, Sultanul Arifin, tanggal 15 mei 2012 jam 17.00 WIB.
67
dengan pihak kepolisian. Dan adanya anggota kepolisian yang ambigu, sehingga menghambat proses mediasi atau proses mediasi tidak berjalan dengan semestinya. Selain kendala-kendala dalam penerapan fungsi dari KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat dalam melindungi hak anak sebagai pelaku tindak pidana, KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat juga mengalami kendala-kendala lain yaitu64: 1. Sarana dan prasarana di KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat masih belum memadai. 2. Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih belum mencukupi, sehingga tidak semua kasus diselesaikan dengan baik. 3. Jika terjadi kasus di luar jam kerja atau hari libur, maka kasus tersebut tidak dapat dilayani dengan cepat, atau dengan kata lain ditunda sampai hari kerja. 4. Dana yang minim membuat KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat sangat sulit melaksanakan survei atau investigasi kedaerah yang jauh dari kota Padang. 5. Pemahaman masyarakat tentang HAM masih kurang, sehingga membuat HAM itu sendiri sering diabaikan.
64
Wawancara anggota KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat, Firdaus, tanggal 15 mei 2012 jam 15.00 WIB.
68
BAB VIII PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan di KOMNAS HAM Perwakilan Provinsi Sumatera Barat, antara lain: Peranan KOMNAS HAM Sumatera Barat dalam pelaksanaan hak perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku Tindak Pidana sangat penting sekali. Di mana dalam menjalankan fungsinya dalam hal pengkajian, pemantauan, penyelidikan, pengkajian, dan mediasi KOMNAS HAM selalu bekerja secara efektif. Semua kasus yang diadukan oleh masyarakat selalu ditangani sampai selesai sesuai dengan fungsi KOMNAS HAM dan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Kendala-kendala yang Dihadapi KOMNAS HAM Sumatera Barat dalam Memantau Pelaksanaan Hak perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana antara lain, pada saat melaksanakan pengaduan, pengadu belum bisa menjelaskan dengan jelas kasus yang diadukannya, terkendala dengan aturan perundnganundangan, saat melakukan klarifikasi terhadap pihak Kepolisian atau pun pihak lain yang berhubungan dengan kasus tersebut, pihak Kepolisian atau pun pihak lainnya yang berhubungan dengan kasus tersbut tidak membalas surat klarifikasi yang telah dikirim oleh KOMNAS HAM, dan yang sering terjadi setelah mengadukan
69
pelanggaran Hak Anak ini ke KOMNAS HAM, pengadu kadangkadang tidak serius dalam menyelesaikan kasus tersebut. KOMNAS HAM Sumatera Barat juga mengalami kendala dalam bidang Sarana dan prasarana yang belum memadai, Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih belum mencukupi, sehingga tidak semua kasus dapat diselesaikan dengan baik, Jika terjadi kasus di luar jam kerja atau hari libur, maka kasus tersebut tidak dapat dilayani dengan cepat, atau dengan kata lain ditunda sampai hari kerja, dan dana yang minim membuat KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat sangat sulit melaksanakan survei atau investigasi kedaerah yang jauh dari kota Padang. Pemahaman masyarakat tentang HAM masih kurang, sehingga membuat HAM itu sendiri sering diabaikan.
B.
Saran
Sesuai dengan kesimpulan yang diambil dari pembahasan maka penulis dapat memberikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Demi terwujudnya pelaksanaan hak perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana, harus ada upaya sungguh-sungguh baik dari pemerintah, KOMNAS HAM dan pihak-pihak terkait mempertegas peranan mereka masing-masing serta perlunya sikap yang konsekuen yang harus menjadi prinsip KOMNAS HAM dalam melaksanakan peranannya sebagai institusi atau lembaga negara serta tetap pada sikap independensi sesuai yang diamanahkan oleh Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 itu sendiri, dalam memberikan rekomendasi dan menangani setiap kasus yang terindikasi sebagai pelanggaran HAM. 2. Pemerintah harus lebih memperhatikan KOMNAS HAM terutama dalam bidang anggaran dana dan sumber daya manusia Komnas HAM, agar kasus pelanggaran HAM terutama perlindungan hak-hak anak sebagai pelaku tindak pidana dapat dijalankan dengan semestinya .
70
3.
KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat harus lebih sering memberikan penyuluhan tentang HAM kepada masyarakat, terutama di sekolah dan masyarakat yang jauh dari pusat informasi.
71
72
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abu Huraerah., 2006, Nuansa Emmy.
Kekerasan Terhadap Anak Jakarta :Jakarta:
Arief Gosita, 1993, Masalah Korban Kejahatan, Jakarta: Akademika Pressindo. Barda Nawawi Arief, 2006, Kapita Selekta Hukum Pidana tentang Sistem Peradilan Pidana Terpadu, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Bagir Manan, 2006, Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi Manusia di Indonesia, Bandung: PT. Alumni. Darwan Prinst, 2003, Hukum Anak Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti. Eddie Riyadi dkk, 2003, Kebenaran Versus Keadilan, Jakarta : Elsam. Emeliana Krisnawati, 2005, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bandung: CV.Utomo. Gatot Supramono, 2000, Hukum Acara Pengadilan Anak, Jakarta: Djambatan. Institusi Nasional Hak Asasi Manusia, seri pelatihan profesional No. 4, Perserikatan Bangsa-Bangsa. I.P.M. Ranuhandako B.A, 2008, Terminologi Hukum Inggris – Indonesia, Cetakan Kelima, Jakarta: Sinar Grafika. Jimmly Assiddiqie, 2007, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.
73
Komnas Ham Perwakilan Sumatera Barat, 2011, Laporan Data Kasus Anak Yang Berhadapan Denagan Hukum Tahun 2011 di KOMNAS HAM Perwakilan Provinsi Sumatera Barat. ______, 2011, Laporan Tahunan 2011, Padang: Komnas Ham Perwakilan Sumatera Barat KONTRAS, 2009, Panduan Untuk Pekerja Ham (Pemantauan dan Investigasi Hak Asasi Manusia), Jakarta: Kontras. K. Wantjik Shaleh, 1983, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Ghalia Inonesia. Lamintang, 1997, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,. Maidin Gultom, 2012, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan, Bandung: Refika Aditama. Moch. Faisal, 2005, Hukum Acara Peradilan Anak Indonesia, Bandung : Mandar Maju. Muhammad Joni dan Zulchaina Z.T, 1999, Aspek Perlindungan AnakDalam Perspektif Konvensi Hukum Anak, Bandung: Citra Aditya Bakti. Muladi, 2005, Hak Asasi Manusia Hakikat, Konsep dan Implikasinya Dalam Perspektif Hukum Dan Masyarakat, Bandung: Refika Aditama. R.Soesilo1996, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Bogor: Politeia. Sukanda Husin, 2012, Perlindungan Hak Asasi Manusia Bagi Pengungsi Lingkunagn Akibat Perubahan Iklim Dunia, Padang: Jurnal Hukum Yustisia. Soerjono Soekanto, 2006, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
74
Teguh Sulistra dan Aria Zunetti, 2011, Hukum Pidana Horizon Baru Pasca Reformasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Todung Mulya lubis, 2009, Jakarta: Gramedia.
Dari Kediktatoran Sampai Miss Saigon,
Uli Parulian Sihombing, 2008, Hak Atas Peradilan Yang Adil menurut Yurisprudensi Pengadilan Ham Eropa Komite Ham PBB dan Pengadilan Inter-Amerika, Jakarta :The Indonesia Legal Resource Centre (ILRC). UNICEF, 2002, Aku Anak Dunia (Bacaan Hak-hak Anak bagi Anak), Jakarta: Yayasan Aulia. B. Website dan Wawancara http://www.komnasham.go.id/, diakses pada tanggal 13 Februari 2012 jam 13.00 WIB. Wawancara dengan anggota KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat, Firdaus, tanggal 15 mei 2012 jam 15.00 WIB Wawancara, anggota KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat, Sasmita tanggal 21 mei 2012 jam 13.00 WIB Wawancara anggota KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat, Sultanul Arifin, tanggal 15 mei 2012 jam 17.00 WIB. C. Perundang-undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia, Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,
75
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2005 tentang Konvensi Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi dan Budaya. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005 tentang Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.
Konvensi
Keppres RI Nomor 50 tahun 1993 tentang Komisi Nasional HAM. Keppres RI Nomor 181 tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia Vide Tap MPR Nomor XVII/MPR/1998. Keputusan Presiden Nomor 129 Tahun 1998 tentang Rencana Hak Asasi Manusia Indonesia. Majelis
Permusyawaratan Rakyat RI, Ketetapan XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
76
MPR
Nomor
BIODATA PENULIS Laurensius Arliman S, dilahirkan di Bukittinggi, Provinsi Sumatera Barat, pada 22 April 1990. Dilahirkan dari pasangan orang tua Suhardi Simbolon dan Adelima Br. Hutauruk. Sejak lahir sampai dengan tamat Sekolah Menengah Atas (tamat pada tahun 2008) berada di Kota Bukittinggi. Setelah itu melanjutkan jenjang perkuliahan di kota Padang. Alumnus Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang angkatan 2008, pada tahun 2012 menamatkan Sarjana Hukum, dengan Program Kekhususan Hukum Tata Negara. Pada Tahun 2014 menamatkan Magister Kenotariatan pada Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Andalas. Dosen Tetap di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Padang Yayasan Pendidikan dan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia (STIH Padang – YPKMI). Pernah Menjadi Anggota Badan Eksekutif Mahasiswa FHUA Periode 2009/2010, Anggota Penuh UKM Pengenalan Hukum dan Politik Universitas Andalas, Anggota Perhimpunan Mahasiswa Tata Negara (PMTN) Fakultas Hukum Universitas andalas Periode 2011/2012, Anggota PMKRI St. Ancelmus Padang, Ketua Ikatan Mahasiswa Kenotariatan Universitas Andalas periode 2013/2014, Anggota Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia.
77