Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015
Jurnal Media Edukasi EDITORIAL Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat AllAh SWT, sehingga kami dapat menyelesaikan proses penyuntingan naskah dan telah menerbitkan Jurnal Media Edukasi . Penerbitan Jurnal Media Edukasi sebagai wadah publikasi hasil kajian dari penelitian bidang pendidikan, sosial dan budaya. Materi jurnal volume I no 2 bulan Maret 2015 membahas topik yang berkaitan dengan penelitian tindakan kelas guru. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada segenap dewan pakar, dan seluru tim redaksi yang membantu dan memberi masukan demi kesempurnaan Jurnal Media Edukasi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada pengirim naskah Jurnal teknika yang telah menyumbangkan hasil penelitian/pemikiran/konsep/ide di bidang pendidikan, sosial dan budaya Akhir kata, semoga naskah-naskah Jurnal Media Edukasi Vol. I No.2 Maret 2015 ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Redaktur
ISSN No.2442-5699
0
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015
1
PENGEMBANGAN CARA BELAJAR AKTIF MODEL PENGAJARAN TERARAH DALAM MENINGKATKAN PRESTASI DAN PEMAHAMAN MATA PELAJARAN IPA PADA SISWA KELAS II SDN BLULUK I KECAMATAN BLULUK KABUPATEN LAMONGAN Bambang Titis Endro Purnomo *) SDN Bluluk Kec.Bluluk Kab.Lamongan
ABSTRAK Mengajar bukan semata persoalan menceritakan. Belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari perenungan informasi ke dalam benak siswa. Belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang langgeng. Yang bisa membuahkan hasil belajar yang langgeng hanyalah kegiatan metode pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah. Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah: (a) Bagaimanakah peningkatan prestasi dan penguasaan materi pelajaran IPA dengan diterapkannya metode pembelajaran Pengembangan Cara Belajar Aktif Model Pengajaran Terarah? (b) Bagaimanakah pengaruh pembelajaran Pengembangan Cara Belajar Aktif Model Pengajaran Terarah, dalam membantu siswa meningkatkan pemahaman dan motivasi belajar IPA? Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Ingin mengetahui bagaimana prestasi, pemahaman dan penguasaan mata pelajaran IPA setelah diterapkannya pembelajaran Pengembangan Cara Belajar Aktif Model Pengajaran Terarah. (b) Ingin mengetahui pengaruhnya metode pembelajaran Pengembangan Cara Belajar Aktif Model Pengajaran Terarah dalam meningkatkan prestasi dan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran IPA setelah diterapkan pembelajaran Pengembangan Cara Belajar Aktif Model Pengajaran Terarah. Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (65,00%), siklus II (75,00%), siklus III (90,00%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah pembelajaran Pengembangan Cara Belajar Aktif Model Pengajaran Terarah berpengaruh positif terhadap motivasi belajar Siswa kelas II SDN Bluluk I Kecamatan Bluluk Kabupaten Lamongan, serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran IPA. Kata Kunci: pelajaran IPA, Cara Belajar Aktif Model Pengajaran Terarah PENDAHULUAN Mengajar bukan semata persoalan menceritakan. Belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari perenungan informasi ke dalam benak siswa. Belajar memerlukan keterlibatan mental dankerja siswa sendiri. Penjelasan dan pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang langgeng. Yang bisa membuahkan hasil belajar yang langgeng hanyalah kegiatan belajar aktif. Apa yang menjadikan belajar aktif? Agar belajar menjadi aktifs siswa harus mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa bahkan sering septembernggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras (moving about dan thinking aloud) Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan membahasnya dengan orang lain. Bukan Cuma itu, siswa perlu “mengerjakannya”, yakni menggambarkan sesuatu dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya, mencoba mempraktekkan keterampilan, dan mengerjakan tugas yang menuntut pengetahuan yang telah atau harus mereka dapatkan.
ISSN No.2442-5699
Dengan menyadari gejala-gejala atau kenyataan tersebut diatas, maka dalam penelitian ini penulis penulis mengambil judul “Pengembangan Cara Belajar Aktif Model Pengajaran Terarah dalam Meningkatkan Prestasi dan Pemahaman Mata Pelajaran IPA pada Siswa Kelas II SDN Bluluk I Kecamatan Bluluk Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2008/2009”. Rumusan Masalah 1. Seberapa jauh peningkatan prestasi belajar IPA dengan diterapkannya cara belajar aktif model pengajaran terarah pada siswa Kelas II SDN Bluluk I Kecamatan Bluluk Kabupaten Lamongan ?. 2. Bagaimanakah pengaruh cara belajar aktif model pengajaran terarah terhadap motivasi belajar IPA pada siswa Kelas II SDN Bluluk I Kecamatan Bluluk Kabupaten Lamongan ? KAJIAN PUSTAKA Gaya Belajar Kalangan pendidik telah menyadari bahwa peserta didik memiliki bermacam cara belajar. Sebagian siswa bisa belajar dengan sangat baik hanya dengan melihat orang lain melakukannya. Biasanya, mereka ini
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015
2
menyukai penyajian informasi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan apa yang dikatakan guru. Selama pelajaran, mereka biasanya diam dan jarang terganggu oleh kebisingan. Perserta didik visual ini berbeda dengan peserta didik auditori, yang biasanya tidak sungkan-sungkan untuk memperhatikan apa yang dikerjakan oleh guru, dan membuat catatan. Mereka menggurulkan kemampuan untuk mendengar dan mengingat. Selama pelajaran, mereka mungkin banyak bicara dan mudah teralihkan perhatiannya oleh suara atau kebisingan. Peserta didik kinestetik belajar terutama dengan terlibat langsung dalam kegiatan. Mereka cenderung impulsive, semau gue, dan kurang sabaran. Selama pelajaran, mereka mungkin saja gelisah bila tidak bisa leluasa bergerak dan mengerjakan sesuatu. Cara mereka belajar boleh jadi tampak sembarangan dan tida karuan. Kalangan pendidikan juga mencermati adanya perubahan cara belajar siswa. Selama lima belas tahun terakhir, Schroeder dan koleganya (1993) telah menerapkan indikator tipe Myer-Briggs (MBTI) kepada mahasiswa baru. MBTI merupakan salah satu instrument yang paling banyak digunakan dalam dunia pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan individu dalam proses belajar. Hasilnya menunjukkan sekitar 60 persen dari mahasiswa yang masuk memiliki orientasi praktis ketimbang teoritis terhadap pembelajaran, dan persentase itu bertambah setiap tahunnya. Mahasiswa lebih suka terlibat dalam pengalaman langsung dan konkret daripada mempelajari konsep-konsep dasar terlebih dahulu dan baru kemudian menerapkannya. Penelitain MBTI lainnya, jelas Schroeder, menunjukkan bahwa siswa sekolah menengah lebih suka kegiatan belajar yang benar-benar aktif dari pada kegiatan yang reflektif abstrak, dengan rasio lima banding satu. Dari semua ini, dia menyimpulkan bahwa cara belajar dan mengajar aktif sangat sesuai dengan siswa masa kini. Agar bisa efektif, guru harus menggunakan yang berikut ini: diskusi dan proyek kelompok kecil, presentasi dan debat, dalam kelas, latihan melalui pengalaman, pengalaman lapangan, simulasi, dan studi kasus. Secara khusus Schroeder menekankan bahwa siswa masa kini “bisa beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan kelompok dan belajar bersama.”
Kebutuhan akan rasa aman harus dipenuhi sebelum bisa sepenuhnya kebutuhan untuk mencapai sesuatu mengambil resiko, dan menggali hal-hal baru. Pertumbuhan berjalan dengan langkah-langkah kecul, menurut Maslow, dan “tiap langkah maju hanya dimungkin akan bila ada rasa aman, yang mana ini merupakan langkah ke depan dari suasana rumah yang aman menuju wilayah yang belum diketahui” (Maslow, 1968). Salah satu cara utama untuk mendapatkan rasa aman adalah menjalin hubungan dengan orang lain dan menjadi bagian dari kelompok. Perasaan saling memiliki ini memungkinkan siswa untuk menghadapi tantangan. Ketika mereka belajar bersama teman, bukannya sendirian, mereka mendapatkan dukungan emosional dan intelektual yang memungkinkan mereka melampaui ambang pengetahuan dan ketermapilan mereka yang sekarang. Jerome Bruner membahas sisi sosial proses belajar dama buku klasiknya, Toward a Theory of Instruction. Dia menjelaskan tentang “kebutuhan mendalam manusia untuk merespon orang lain dan untuk bekerjasama dengan mereka guna mencapai tujuan,” yang mana hal ini dia sebut resiprositas (hubungan timbal balik). Bruner berpendapat bahwa resiprositas merupakan sumber motivasi yang bisa dimanfaatkan oleh guru sebagai berikut, “Di mana dibutuhkan tindakan bersama, dan di mana resiprositas diperlukan bagi kelompok untuk mencapai suatu tujuan, disitulah terdapat proses yang membawa individu ke dalam pembelajaran membimbingnya untuk mendapatkan kemampuan yang diperlukan dalam pembentukan kelompok” (Bruner, 1966). Kegiatan belajar bersama dapat membantu memacu belajar aktif. Kegiatan belajar dan mengajar di kelas memang dapat menstimulasi belajar aktif dengan cara khusus. Apa yang didiskusikan siswa dengan temantemannya dan apa yang diajarkan siswa kepada temantemannya memungkinkan mereka untuk memperoleh pemahaman dan penguasaan materi pelajaran. Metode belajar bersama yang terbaik, semisal pelajaran menyusun gambar (jigsaw), memenuhi persyaratan ini. Pemberian tugas yang berbeda kepada siswa akan mendorong mereka untuk tidak hanya belajar bersama, namun juga mengajarkan satu sama lain.
Sisi Sosial Proses Belajar Karena siswa masa kini menghadapi dunia di mana terdapat pengetahuan yang luas, perubahan pesat, dan ketidakpastian, mereka bisa mengalami kegelisahan dan bersikap defensif. Abraham Maslow mengajarkan kepada kita bahwa manusia memiliki dua kumpulan kekuatan atau kebutuhan yang satu berupaya untuk tumbuh dan yang lain condong kepada keamanan. Orang yang dihadapkan pada kedua kebutuhan ini akan memiliki keamanan ketimbang pertumbuhan.
Pengajaran terarah 1. Uraian Singkat Dalam teknik ini, guru mengajukan satu atau beberapa pertanyaan untuk melacak pengetahuan siswa untuk mendapatkan hipotesiss atau simpulan mereka dan kemudian memilah-milahnya menjadi sejumlah kategori. Metoda pengajarann terarah merupakan selingan yangmengasyikkan di sela-sela cara belajar biasa. Cara ini memungkinkan untuk mengetahui apa yang telah diketahui dan dipahami oleh siswa sebelum
ISSN No.2442-5699
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 memaparkan apa yang akan diajarkan. Metodea ini sangat berguna dalam mengajarkan konsep-konsep yang abstrak. 2. Prosedur a. Ajukan pertanyaan atau serangkaian pertanyaan yang menjajaki pemikiran siswa dalam pengetahuan yang mereka miliki. Gunakan pertanyaan yang memiliki beberapa kemungkinan jawaban. b. Berikan waktu yang cukup kepada siswa dalam pasangan atau kelompok untuk membahas jawaban mereka. c. Perintahkan siswa untuk kembali ke tampat masing-masing dan catatlah pendapat mereka. Jika memungkikan, seleksi jawaban mereka menjadi beberapa kategori yang terkait dengan kategori atau konsep yang berbeda/ d. Sajikan poin-poin pembelajaran utama yang ingin anda ajarkan. Perintahkan siswa untuk menjelaskan kesesuaian jawaban mereka dengan poin-poin ini. Catatlah gagasan yangmemberi iformasi tambahan bagi poin pembelajaran dari pelajaran. 3. Variasi a. Jangan memilah-milah jwaban siswa menjadi daftar yang terpisah. Sebagai gantinya, buatlah satu daftar panjang dan perintahkan merak untuk mengkategorikan gagasan mereka terlebih dahulu sebelum anda membandingkannya dengan konsep yang ada idi pikran anda. b. Mulailah pelajaran dengan tanpa kategori yang sudah ada di benak anda. Cermati bagaimana siswa dan anda secara bersama bisa memilah-milah gagasan-gagasan mereka menjadi kategori yang berguna. METODE Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di Kelas II SDN Bluluk I Kecamatan Bluluk Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2008/2009. Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Nopember semester gasal 2008/2009. Subyek penelitian adalah siswa-siswi Kelas II SDN Bluluk I Kecamatan Bluluk Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2008/2009, pada standar komptensi Kebutuhan Manusia Agar Tumbuh Sehat dan Kuat Rancangan Penelitian Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari
ISSN No.2442-5699
3
sklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan Analisis Data Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistic sederhana yaitu: a.Untuk menilai ulangan atau tes formatif Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan: X
X N
Dengan :
X
ΣX
= Nilai rata-rata = Jumlah semua
nilai siswa Σ N = Jumlah siswa b.Untuk ketuntasan belajar Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunju pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut: P
Siswa . yang .tuntas .belajar
x 100 % Siswa
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Siklus I Dari tes Formatif pada siklus I direkapitulasi dalam tabel 1 berikut : Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus I Hasil No Uraian Siklus I 1 Nilai rata-rata tes formatif 68,93 2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 18,00 3 Persentase ketuntasan belajar 64,28 Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan model belajar aktif diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 68,93 dan ketuntasan
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 belajar mencapai 64,28% atau ada 18 siswa dari 28 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 64,28% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan model belajar aktif. Hasil Siklus II Hasil tes Formatif pada siklus II dapat dilihat pada tabel 2 berikut : Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II Hasil No Uraian Siklus II 1 Nilai rata-rata tes formatif 72,86 2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 21,00 3 Persentase ketuntasan belajar 75,00 Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 72,86 dan ketuntasan belajar mencapai 75,00% atau ada 21 siswa dari 28 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajr siswa ini karena setelah guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan dinginkan guru dengan menerapkan model belajar aktif. Hasil Siklus III Hasil tes Formatif pada siklus III dapat dilihat pada tabel 3 berikut : Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus III Hasil No Uraian Siklus III 1 Nilai rata-rata tes formatif 83,21 2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 24,00 3 Persentase ketuntasan belajar 85,71 Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 83,21 dan dari 28 siswa yang telah tuntas sebanyak 24 siswa dan 4 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 85,1% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami
ISSN No.2442-5699
4
peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaeruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan belajar aktif sehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang telah diberikan. Pembahasan 1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa cara belajar aktif model pengajaran terarah memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I, II, dan III) yaitu masingmasing 64,28%, 75,00%, dan 85,71%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. 2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses belajar aktif dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan. 3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran IPA pada standar kompetensi Mengenal berbagai benda langit dengan model belajar aktif yang paling dominan adalah bekerja dengan menggunakan alat/media, mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas isiwa dapat dikategorikan aktif. Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah belajar aktif dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan LKS/menemukan konsep, menjelaskan/melatih menggunakan alat, memberi umpan balik/evaluasi/Tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar. PENUTUP Kesimpulan 1. Pembelajaran dengan cara belajar aktif model pengajaran terarah memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (64,28%), siklus II (75,00%), siklus III (85,71%).
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 2. Penerapan cara belajar aktif model pengajaran terarah mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukan dengan rata-rata jawaban siswa yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengn model belajar aktif sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar.
DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu. Psikologi Umum. Surabaya: PT. Bina Ilmu. Tanpa Tahun. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindon. Daroeso, Bambang. 1989. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila. Semarang: Aneka Ilmu. Dayan, Anto. 1972. Pengantar Metode Statistik Deskriptif, tt. Lembaga Penelitian Pendidian dan Penerangan Ekonomi. Hadi, Sutrisno. 198. Metodologi Research, Jilid 1. Yogyakarta: YP. Fak. Psikologi UGM. Melvin, L. Siberman. 2004. Aktif Learning, 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nusamedia dan Nuansa. Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Riduawan. 2005. Belajar Mudah Penelitian untuk GuruKaryawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Surakhmad, Winarno. 1990. Metode Pengajaran Nasional. Bandung: Jemmars .
ISSN No.2442-5699
5
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015
6
MENINGKATKAN PRESTASI OLAHRAGA BOLA VOLI MINI PUTRA MELALUI PEMBELAJARAN EKSTRAKURIKULER DI SDN LAMONGREJO IV TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Sutrisman *) *)
SDN Lamongrejo Kec.Ngimbang Lamongan
Abstrak Pendidikan Jasmani Olah Raga dan Kesehatan adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani yang direncanakan secara sistematik bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler, perseptual, kognitif dan emosional dalam kerangka sistem pendidikan nasional. Penelitian ini menggunakan tindakan (action research) sebanyak dua putaran. Setiap putaran terdiri dari tiga tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi dan revisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas IV, V dan VI yang mempunyai hobi Bola Voli sejumlah 32 orang siswa. Dari hasil analisa didapat data bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai II yaitu: siklus I dengan ketuntasan belajar 81,25%siklus II dengan ketuntasan 100%. Sedangkan rata-rata peningkatan prestasi belajar siswa juga meningkat dari 71,98 menjadi 76,20 pada siklus II Simpulan dari penelitian ini adalah melalui pembelajaran ekstrakurikuler Permainan Bola Voli Mini dapat berpengaruh positif terhadap motivasi dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Jasmani Olah Raga dan Kesehatan di SDN Lamongrejo IV kecamatan Ngimbang kabupaten Lamongan semester ganjil Tahun Pelajaran 2014/2015. Kata Kunci : prestasi, Bola Voli Mini, pembelajaran ekstrakurikuler PENDAHULUAN Perkembangan olahraga di Indonesia saat ini semakin semarak. Berbagai cabang olahraga mulai diminati oleh masyarakat baik di daerah maupun di kota. Antusias masyarakat terhadap perkembangan olahraga di tanah air ditunjukkan dengan dukungan mereka terhadap atlet- atlet yang berlaga diberbagai kejuaraan baik ditingkat nasional maupun internasional. Berbagai kejuaraan olahraga baik didaerah maupun di ibukota selalu dipadati penonton, misalnya : Livotama. Proliga. Para suporter masingmasing team bola voli memberikan dukungan moril dan materil pada team kesayangannya. Tidak hanya bola voli cabang olahraga lain seperti sepakbola, badminton, basket, tenis lapangan dan tenis meja juga semark di seluruh tanah air. Menilai fenomena diatas dapat dikatakan bahwa olahraga memiliki ruang khusus pada masyarakat Indonesia. Olahraga menjadi bukan sekedar kebutuhan namun juga hiburan yang layak ditonton. Jika dahulu peminat olahraga hanya didominasi para leleki dewasa namun saat ini para wanita dan anak-anak juga menaruh minat yang sangat besar pada perkembangan olahraga. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang berperan sebagai wadah pendidik siswa untuk cerdas, terampil dan memiliki wawasan yang luas juga dapat berfungsi untuk mencari bibit unggul dalam bidang olahraga. Mencari bibit unggulan dalam bidang olahraga tidaklah mudah, harus ada suatu kerjasama
ISSN No.2442-5699
lembaga masyarakat dan berbagai pihak terkait. Seorang siswa yang memiliki bakat dalam bidang olahraga tentu harus dibina secara baik dan aktif agar siap berprestasi. Masalah yang sering dihadapi sekolah dalam membina siswa dibidang olahraga adalah kurangnya motivasi siswa dalam belajar suatu cabang olahraga tertentu. Siswa cenderung menganggap olahraga sebagai hiburan semata. Mereka kurang serius dalam memfokuskan diri dalam cabang olahraga tertentu yang digemari padahal mereka memiliki bakat dan minat dalam olahraga tersebut. Berhasilnya suatu pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor diantaranya adalah faktor guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar karena guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan kecerdasan serta ketrampilan siswa. Untuk mengatasi permasalahan diatas dan guna mencapai tujuan pendidikan secara maksimal, peran guru sangat penting dan diharapkan mampu menyampaikan semua matapelajaran yang tercantum dalam proses pembelajaran secara tepat dan sesuai dengan konsep matapelajaran yang disampaikan. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana peningkatan prestasi belajar Pendidikan Jasmani Olah Raga dan Kesehatan bagi siswa SDN Lamongrejo IV dengan
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015
2.
dilaksanakannya pembinaan melalui ekstrakurikuler tahun pelajaran 2014/20015? Bagaimanakah pengaruh pembinaan ekstrakurukuler terhadap motivasi dan prestasi belajar Pendidikan Jasmani Olah Raga dan Kesehatan pada siswa di SDN Lamongrejo IV tahun 2014/20015 ?
KAJIAN PUSTAKA
Sejarah Bola Voli Permainan bola boli diciptakan oleh William G.Morgan pada tahun 1885. Ia adalah seorang pembina Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan pada Young Men Christian Assocation ( YMCA ) di kota Hoyoke, Massachusetts, Amarika Serikat. Nama permainan ini semula disebut “Minonette” yang hampir serupa dengan permainan bulutangkis. Jumlah pemain disini tidak terbatas sesuai dengan tujuan semula yakni untuk mengembangkan kesegaran jasmani para buruh, disamping bersenam secara massal. William G.Morgan kemudian melanjutkanidenya untuk mengembangkan permainan tersebut agar mencapai cabang olah raga yang dipertandingkan baik lokal, nasional, maupun internasioal. Nama permainan kemudian menjadi “Volley ball” yang artinya kurang lebih mem-volley bola bergantiganti. Berkembangnya permainan bola voli pada waktu itu di Amerika Serikat sangat cepat berkat usaha William G.Morgan. Tahun 1922 YMCA berhasil mengadakan kejuaraan nasional bola voli di Negara Amerika Serikat. Pada saat perang dunia ke I tentaratentara sekutu menyebarluaskan permainan ini ke Negara-negara Asia dan Eropa, terutama ; Cina, Jepang, India, Philipina, Prancis, Rusia, Estonia, Latvia, Ceko-slowakia, Rumania, Jerman serta Yugoslavia. Dalam perang dunia ke II permainan ini tersebar lusa diseluruh dunia terutama di Eopa dan Asia. Setelah perang dunia II prestasi dan popularitas bola voli di Amerika menurun, sedang di negara lain berkembang sangat cepat dan massal terutama di Eropa timur dan Asia. Prestasi Belajar Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan Belajar dapat membawa suatu perubahan pada indivu peserta didik.Perubahan ini merupakan pengalaman tingkah laku dari yang kurang baik menjadi lebih baik. Pengalaman dalam belajar merupakan pengalaman yang dituju pada hasil yang dicapai siswa dalam proses belajar di sekolah. Menurut Purwodarminto (1991: 768), prestasi adalah hasil yang dicapai / dikerjakan ,dalam hal ini prestasi belajar merupakan hasil pekerjaan oleh seseorang yang
ISSN No.2442-5699
7
diperolah dengan ketelitian kerja serta perjuangan yang membutuhkan pemikiran. Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa prestasi belajar yang dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh potensi yang dimiliki nya setelah siswa itu melakukan kegiatan belajar. Pencapaian hasil belajar tersebut dapat diketahui dengan mengadakan penilaian tes hasil belajar. Penilaian diadakan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah berhasil mengikuti pelajaran yang telah diberikan oleh guru. Disamping itu guru dapat mangetahui sejauh mana keberhasilannya dalam proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Sejalan dengan prestasi belajar, maka dapat diartikan bahwa prestasi belajar Penjaskes adalah nilai yang diperoleh siswa setelah melibatkan secara langsung seluruh potensi yang dimiliki peserta didik baik aspek kognetif ( pengetahuan ), afektif / sikap dan psikomotor / ketrampilan dalam proses pembelajaran Penjaskes. Teknik Permainan Bola Voli Teknik adalah suatu proses terjadinya pembuktian dalam praktek dengan sebaik mungkin untuk melaksanakan tugas yang pasti dalam cabang permainan bola voli. Dalam mempertinggi prestasi bola voli, teknik ini erat hubungannya dengan kemampuan gerak, kondisi fisik, taktik dan mental. Teknik dasar bola voli harus dikuasai terlebih dahulu guna dapat mengembangkan prestasi. Penguasaan tenik dasar peraminan bola voli merupakan salah satu unsur yang ikut menentukan menang atau kalahnya suatu regu didalam suatu pertandingan, disamping unsur-unsur kondisi fisik, strategi serta mental bertanding. Adapun teknik-teknik dasar permainan bola voli menurut sistimmetiknya adalah sebagai berikut : * teknik dasar pasing bawah * teknik dasar pasing atas * teknik servis tangan bawah * teknik servis tangan atas ( over head / diatas kepala ) * set upper / umpan * smash normal * semi smash * push smash * block tunggal * block berkawan METODOLOGI Tempat, Waktu dn Subjek Penelitian Penelitian dilakukan di SDN Lamongrejo IV Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2014 Subyek penelitian adalah siswa SDN Lamongrejo IV kelas IV dan V Tahun Pelajaran
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 2014/20015 yang mengikuti ekstrakurikuler Bola Voli sejumlah 32 siswa. Rancangan Penelitian Penelitian Tindakan Kelas terdiri dari empat tahap yaitu Planning (rencana) action (tindakan), observasi (pengamatan) dan Reflection (refleksi). Siklus spiral dari tahap PTK dapat dilihat sebagai berikut: 1. Rangsangan awal, sebelum dilakukan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan termasuk instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran. 2. kegiatan dan pengamatan meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya untuk membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau mengamati dampak dari diterapkannya metode demonstrasi. 3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil dari dampak tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat. 4. Rancangan yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamatan yang membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya. Teknik Analisa Data Analisa ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu: 1. Untuk Menilai Tes Praktek Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada dikelas tersebut sehingga diperlukan rata-rata tes praktek dapat dirumuskan :
X
Dengan
X N
= Nilai rata-rata
X
X = Jumlah semua nilai siswa N = Jumlah siswa
2. Untuk ketuntasan Belajar Ada dua kata gori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar kurikulam 1994 yaitu siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai 65 % atau nilai 65. Untuk menghitung prosentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut : P=
Siswayangt
untasbelaj
ar
x 100 %
Siswa
3. Untuk Lembar Observasi a. Lembar observasi pengolahan metode ceramah plus dan eksperimen.
ISSN No.2442-5699
8
Lembar observasi pengolahan metode ceramah plus dan eksperimen digunakan rumus sebagai berikut : X =
P1 P 2 2
Dimana P1 = pengamat 1 dan P 1 = pengamat 2 b.lembar observasi aktivitas guru dan siswa. Untuk menghitung lembar observasi aktivitas guru dan siswa digunakan rumus sebagai berikut : %=
X
X 100 % DENGAN X
X = jumlahhasi
lpengama
jumlahpeng
Dimana : %
tan
=
P1 P1
amat
2
= prosentase angket X
P1 P1
= rata-rata X = jumlah rata-rata
= Pengamat 1 = Pengamat 2
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Siklus I Berdasarkan siklus I diperoleh hasil bahwa dari 32 siswa telah mencapai ketuntasan minimal adalah 81,25% yaitu mereka yang memiliki nilai di atas 65 sebagai nilai minimal ketuntasan belajar. Secara individu hanya 6 siswa yang belum tuntas belajar sedangkan secara klasikal belum mencapai ketuntasan maksimal yaitu 85% siswa. Dari pelaksanaan kegiatan pembelajaran diperoleh informasi dan hasil sebagai berikut: 1. Kurang maksimal dalam memberi bimbingan kepada siswa dan dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. 2. Siswa kurang bisa menerima model dan porsi latihan yang sangat padat yang diterapkan peneliti. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I masih terdapat kekurangan sehingga perlu dilakukan pada siklus berikutnya, kekurangan itu direvisi dengan: a. Memaksimalkan dalam memberikan bimbingan latihan serta motivasi siswa agar lebih giat berlatih serta mempersiapkan perangkat pembelajaran yang diburuhkan. b. Guru parlu mengatur waktu lebih banyak untuk menambah porsi latihan yang lebih banyak dan memberi informasi-informasi yang dirasa perlu dalam pengajaran dan memberi catatan-catatan. c. Perlu dilakukan siklus II Hasil Siklus II Dari pelaksanaan siklus berikutnya tampak aspekaspek yang diamati pada siklus II mengalami
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 peningkatan. Maksudnya dari seluruh penilaian tidak terdapat nilai kurang. Pada siklus II diperoleh hasil dari 32 siswa telah mencapai ketuntasan minimal adalah 100% yaitu mereka yang memiliki nilai di atas 65 sebagai nilai minimal ketuntasan belajar. Secara individu seluruh siswa telah tuntas belajar sedangkan secara klasikal sudah mencapai ketuntasan maksimal yaitu 85% siswa. Dari pelaksanaan kegiatan pembelajaran diperoleh informasi dan hasil sebagai berikut: a. Selama proses pembelajaran guru telah melaksanakan rencana pembelajaran sesuai prosedur dengan baik. b. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses pembelajaran berlangsung c. ketuntasan pada siklus I telah diperbaiki pada siklus II sehingga prestasi belajar siswa meningkat. d. ketuntasan pada siklus II telah mencapai 100% sehingga peneliti tidak melanjutkan pada siklus III(Siklus III dihentikan). Pembahasan 1. Ketuntasan Belajar Siswa Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan ekstrakurikuler memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin terampilnya siswa dalam memainkan permainan bola voli mini. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata prestasi belajar siswa yang mengalami peningkatan dari 71,98 pada siklus I menjadi 76,20 pada siklus II dan ketuntasan belajar meningkat dari 81,25%pada siklus I menjadi 100% pada siklus II. 2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran Berdasarkan analisa data diperoleh data bahwa aktivitas guru dalam proses pembelajaran dengan pendekatan ekstrakurikuler setiap siklus mengalami peningkatan . hal ini berdampak positif bagi prestasi belajar siswa yang ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata prestasi belajar siswa. 3.Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Berdasarkan analisa data diperoleh fakta bahwa aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dengan pendekatan ekstrakurikuler pada materi pokok permainan bola voli mini meningkat, semangat berlatih siswa semakin meningkat dan sangat antusias. Dampaknya, prestasi dalam permainan bola voli mini semakin meningkat pula. 4.Tanggapan siswa tentang Pembelajaran Dengan Metode Ekstrakurikuler Berdasarkan hasil analisa dan wawancara diperoleh data bahwa tanggapan siswa pada ekstrakurikuler bola voli positif. Ini ditunjukkan dengan rata-rata
ISSN No.2442-5699
9
sikap antusiasme dan jawaban bahwa siswa tertarik dan berminat dalam permainan bola voli mini. PENUTUP Kesimpulan 1. Permainan Bola Voli Mini dengan pendekatan ekstrakurikuler memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di bidang Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan di SDN Lamongrejo IV kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan pada tahun pelajaran 2014/20015. yang ditandai dengan peningkatan prestasi belajar pada setiap siklus yaitu 81,25% pada siklis I dan 100% pada siklus II. Untuk ratarata setiap siklus juga mengalami peningkatan dari 71,98 pada siklus I menjadi 76,20 pada siklus II. 2. Penerapan metode pembelajaran dengan pendekatan ekstrakurikuler mempunyai pengaruh signifikan dengan minat dan prestasi belajar siswa putra di bidang Permainan Bola Voli Mini yang ditunjukkan dengan rata-rata jawaban siswa yang menyatakan bahwa mereka tertarik dan berminat pada kegiatan ekstrakurikuler Permainan Bola Voli Mini. Saran 1. Untuk melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler permainan bola voli mini diperlukan persiapan yang matang sehingga guru harus menentukan rencana yang benar-benar matang dan dapat dilaksanakan dengan optimal. 2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa di bidang olahraga guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai pendekatan metode yang sesuai, sehingga hasilnya lebih maksimal. 3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut karena penelitian ini dilakukan di salah satu cabang permainan, dalam satu lembaga dan dalam satu semester yaitu semester ganjil tahun pelajaran 2014/20015. DAFTAR PUSTAKA Ari Kunto, Suharmisin. 2002. Prosedu Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineksa Cipta. Engkos SR, 1994. Penjaskes. Jakarta: Erlangga Husni, Agusta, dkk. 1987. buku Pintar Olahraga, Jakarta: CV. Mawar Gempita Muhajir, 1998, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan untuk SMU kelas 2. Jakarta: Erlangga. Slamet, SR. 1994. Penjaskes 3 Jakarta: tiga Serangkai Suharno, 1986, Ilmu kepelatihan Olahraga, Yogyakarta: IKIP Yogyakarta. Syarifudin, Aib. 1997, Penjaskes1,2,3. Jakarta: PT Gramedia Widiasrama Indonesia
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015
10
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL GROUP INVESTIGATION (GI) PADA SISWA KELAS VI SDN LAMONGREJO I KECAMATAN NGIMBANG KABUPATEN LAMONGAN TAHUN PELAJARAN 2009/2010 Suyanto *) SDN Lamongrejo Kec.Ngimbang Kab.Lamongan
ABSTRAK Berbagai dampak negatif dalam menggunakan metode kerja kelmpok tersebut seharusnya bisa dihindari jika saja guru mau meluangkan lebih banyak waktu dan perhatian dalam mempersiapkan dan menyusun metode kerja kelompok. Yang diperkanalkan dalam metode pembelajaran cooperative learning bukan sekedar kerja kelompok, melainkan pada penstrukturannya. Jadi, sistem pengajaran cooperative learning bisa didefinisikan sebagai kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsru pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok. Penelitian ini berdasarkan permasalahan: (a) Apakah pembelajaran kooperatif model GI berpengaruh terhadap hasil belajar ilmu pengetahuan sosial? (b) Seberapa tinggi tingkat penguasaan materi pelajaran ilmu pengetahuan sosial dengan diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model GI? Tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Untuk mengungkap pengaruh pembelajaran kooperatif model GI terhadap hasil belajar ilmu pengetahuan sosial. (b) Ingin mengetahui seberapa jauh pemahaman dan penguasaan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial setelah diterapkannya pembelajaran kooperatif model GI Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa Kelas VI SDN Lamongrejo I Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar. Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (60,71%), siklus II (75,00%), siklus III (89,29%). Simpulan dari penelitian ini adalah metode kooperatif model GI dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar Siswa SDN Lamongrejo I Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan, serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternative ilmu pengetahuan sosial. Kata Kunci: pembelajaran IPS, kooperatif model Group Investigation(GI) PENDAHULUAN Latar Belakang Ada persepsi umum yang sudah berakar dalam dunia pendidikan dan juga sudah menjadi harapan masyarakat. Persepsi umum ini menganggap bahwa sudah merupakan tugas guru untuk mengajar dan menyodori siswa dengan muatan-muatan informasi dan pengetahuan. Guru perlu bersikap atau setidaknya dipandang oleh siswa sebagai yang mahatahu dan sumber informasi. Lebih celaka lagi, siswa belajar dalam situasi yang membebani dan menakutkan karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengejar nilai-nilai tes dan ujian yang tinggi. Tampaknya, perlu adanya perubahan paradigma dalam menelaah proses belajar siswa dan interaksi antara siswa dan guru. Sudah seyogyanyalah kegiatan belajar mengajar juga lebih mempertimbangkan siswa. Siswa bukanlah sebuah botol kosong yang bisa diisi dengan muatan-muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru. Selain itu, alur proses belajar
ISSN No.2442-5699
tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa bisa juga saling mengajar dengan sesama siswa yang lainnnya. Bahkan, banyak penelitian menunjukkan bahwa pengajaran oleh rekan sebaya (peer teaching) ternyata lebih efektif daripada pengajaran oleh guru. Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai sistem “pembelajaran gotong royong” atau cooperative learning. Dalam sistem ini, guru bertindak sebagai fasilitator. Ada beberapa alasan penting mengapa sistem pengajaran ini perlu dipakai lebih sering di sekolahsekolah. Seiring dengan proses globalisasi, juga terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan demografis yang mengharuskan sekolah untuk lebih menyiapkan anak didik dengan keterampilan-keterampilan baru untuk bisa ikut berpartisipasi dalam dunia yang berubah dan berkembang pesat.
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 KAJIAN PUSTAKA Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Nawawi (1981: 100) mengemukakan pengertian hasil adalah sebagai berikut: Keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau skor dari hasil tes mengenai sejumlah pelajaran tertentu. Pendapat lain dikemukakan oleh Sadly (1977: 904), yang memberikan penjelasan tentang hasil belajar sebagai berikut, “Hasil yang dicapai oleh tenaga atau daya kerja seseorang dalam waktu tertentu”, sedangkan Marimba (1978: 143) mengatakan bahwa “hasil adalah kemampuan seseorang atau kelompok yang secara langsung dapat diukur”. Menurut Nawawi (1981: 127), berdasarkan tujuannya, hasil belajar dibagi menjadi tiga macam, yaitu: a. Hasil belajar yang berupa kemampuan keterampilan atau kecapakan di dalam melakukan atau mengerjakan suatu tugas, termasuk di dalamnya keterampilan menggunakan alat. b. Hasil belajar yang berupa kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan tentang apa yang dikerjakan. c. Hasil belajar yang berupa perubahan sikap dan tingkah laku. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Sejak awal dikembangkannya ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia, banyak dibahas mengenai bagaimana mencapai hasil belajar yang efektif. Para pakar dibidang pendidikan dan psikologi mencoba mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Dengan diketahuinya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar, para pelaksana maupun pelaku kegiatan belajar dapat memberi intervensi positif untuk meningkatkan hasil belajar yang akan diperoleh. Faktor Internal Foktor internal meliputi faktor fisiologis, yaitu kondisi jasmani dan keadaan fungsi-fungsi fisiologis. Faktor fisiologis sangat menunjang atau melatar belakangi aktivitas belajar. Keadaan jasmani yang sehat akan lain pengaruhnya dibanding jasmani yang keadaannya kurang sehat. Untuk menjaga agar keadaan jasmani tetap sehat, nutrisi harus cukup. Hal ini disebabkan, kekurangan kadar makanan akan mengakibatkan keadaan jasmani lemah yang mengakibatkan lekas mengantuk dan lelah. Faktor psikologis, yaitu yang mendorong atau memotivasi belajar. Faktor-faktor tersebut diantaranya: - Adanya keinginan untuk tahu - Agar mendapatkan simpati dari orang lain. - Untuk memperbaiki kegagalan - Untuk mendapatkan rasa aman.
ISSN No.2442-5699
11
Faktor Eksternal Faktor-faktor eksternal, yaitu faktor dari luar diri anak yang ikut mempengaruhi belajar anak, yang antara lain berasal dari orang tua, sekolah, dan masyarakat. Pengajaran Kooperatif Pengajaran kooperatif (Cooperatif Learning) memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar (Houlobec, 2009). 1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Manusia memiliki derajat potensi, latar belakang histories, serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Karena adanya perbedaan, manusia dapat silih asah (saling mencerdaskan). Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesama siswa. Manusia adalah makhluk individual, berbeda satu dengan sama lain. Karena sifatnya yang individual maka manusia yang satu membutuhkan manusia lainnya sehingga sebagai konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial, makhluk yang berinteraksi dengan sesamanya. Karena satu sama lain saling membutuhkan maka harus ada interaksi yang silih asih (saling menyayangi atau saling mencintai). Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang saling mengasihi antar sesama siswa. Perbedaan antar manusia yang tidak terkelola secara baik dapat menimbulkan ketersinggungan dan kesalahpahaman antar sesamanya. Agar manusia terhindar dari ketersinggungan dan kesalahpahaman maka diperlukan interaksi yang silih asuh (saling tenggang rasa). Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Dengan ringkas Abdurrahman dan Bintoro (200: 78) mengatakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata”. 2.Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya: “(1) saling ketergantungan positif; (2) interaksi tatap muka; (3) akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 secara sengaja diajarkan” (Abdurrahman & Bintoro, 2000:78-79) Metode GI (Group Investigation) Dasar-dasar GI dirancang oleh Herbert Thelen, selanjutnya dipeluas dan diperbaiki oleh Sharan dan kawan-kawannya dari Universitas Tel Aviv. Metode GI sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Dibandingkan dengan metode GI dan Jigsaw, metode GI melibatkan siswa sejak pernecanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok (group process skills). Para guru yang menggunakan metode GI umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap sutu topok tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Adapun deskripsi mengenai langkah-langkah GI dapat dikemukakan sebagai berikut. 1. Seleksi topik. Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga enam orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik, maupun kemampuan akademik. 2. Merencanakan kerja sama. Para siswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum (goals) yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih pada langkah 1 di atas. 3. Implementasi. Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah 2. Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelmpok dan memberikan bantuan jika diperlukan. 4. Analisis dan sintesis. Para siswa menganalisis dan mensintesiskan berbagai informasi yang diperoleh pada langkah 3 dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
ISSN No.2442-5699
5.
6.
12
Penyajian hasil akhir. Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai suatu topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinasikan oleh guru. Evaluasi. Selanjutnya, guru beserta para siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.
METODOLOGI Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di SDN Lamongrejo I Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September semester ganjil tahun pelajaran 2009/2010. Subyek penelitian adalah siswa-siswi Kelas VI SDN Lamongrejo I Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan tahun pelajaran 2009/2010 pada pokok bahasan perkembangan teknologi untuk produksi, komunikasi dan transportasi.
Rancangan Penelitian Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan Analisis Data Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran. Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu: 1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan: X
X N
Dengan
2.
: X = Nilai rata-rata Σ X = Jumlah semua nilai siswa ΣN = Jumlah siswa Untuk ketuntasan belajar Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut: P
3. a.
x 100 % Siswa
P1 P 2 2
b.
Dimana P1 = Pengamat 1 dan P2 = Pengamat 2 Lembar observasi aktifitas guru dan siswa Untuk menghitung lembar observasi aktifitas guru dan siswa digunakan rumus sebagai berikut : %= X=
x x
x 100 % dengan
Jumah . hasil . pengama Jumlah . pengama
Dimana :
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan pembelajaran kooperatif model GI diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 67,14 dan ketuntasan belajar mencapai 60,71% atau ada 17 siswa dari 28 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 60,71% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih baru dan asing terhadap metode baru yang diterapkan dalam proses belajar mengajar. Siklus II Tabel 2. Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II No Uraian Hasil Siklus II 1 Nilai rata-rata tes formatif 71,79 2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 21 3 Persentase ketuntasan belajar 75,00
Siswa . yang .tuntas .belajar
Untuk lembar observasi Lembar observasi pengelola metode pembelajarn koooperatif model GI. Untuk menghitung lembar observasi pengelolaan metode pembelajaran kooperatif model GI digunakan rumus sebagai berikut : X=
13
% X ∑x P1 P2
tan tan
=
P1 P 2 2
= Presentase pengamatan = Rata-rata = Jumlah rata-rata = Pengamat 1 = Pengamat 2
HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I Tabel1. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I No Uraian Hasil Siklus I 1 Nilai rata-rata tes formatif 67,14 2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 17 3 Persentase ketuntasan belajar 60,71
ISSN No.2442-5699
Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 71,79 dan ketuntasan belajar mencapai 75,00% atau ada 21 siswa dari 28 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena siswa mambantu siswa yang kurang mampu dalam mata pelajaran yang mereka pelajari. Disamping itu adanya kemampuan guru yang mulai meningkat dalam prose belajar mengajar. Siklus III Berdasarkan tabel diatas tampak bahaw aktivitas guru yang paling dominan pada siklus III adalah membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep yaitu 22,6%, sedangkan aktivitas menjelaskan materi yang sulit dan memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab menurun masing-masing sebesar (10%), dan (11,7%). Aktivitas lain yang mengalami peningkatan adalah mengkaitkan dengan pelajaran sebelumnya (10%), menyampiakan materi/strategi /langkah-langkah (13,3%), meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan (10%), dan membimbing siswa merangkum pelajaran (10%). Adapun aktivitas ynag tidak menglami perubahan adalah menyampaikan tujuan (6,7%) dan memotivasi siswa (6,7%). Sedangkan untuk aktivitas siswa yang paling dominan pada siklus III adalah bekerja dengan sesama anggota kelompok yaitu (22,1%) dan mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru (20,8%), aktivitas yang mengalami peningkatan adalah membaca buku siswa (13,1%) dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru (15,0%). Sedangkan aktivitas yang lainnya mengalami penurunan
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015
14
. Table.3. Nilai Tes Formatif Pada Siklus III Keterangan Keterangan No. Urut Nilai No. Urut Nilai T TT T TT 1 60 √ 15 80 √ 2 80 √ 16 90 √ 3 80 √ 17 80 √ 4 70 √ 18 70 √ 5 70 √ 19 80 √ 6 90 √ 20 60 √ 7 80 √ 21 80 √ 8 60 √ 22 90 √ 9 80 √ 23 80 √ 10 90 √ 24 70 √ 11 70 √ 25 80 √ 12 80 √ 26 70 √ 13 90 √ 27 70 √ 14 70 √ 28 90 √ Jumlah 1070 12 2 Jumlah 1090 13 1 Jumlah Skor Maksimal Ideal 2800 Jumlah Skor Tercapai 2160 Rata-Rata Skor Tercapai 77,14 Keterangan: T TT Jumlah siswa yang tuntas Jumlah siswa yang belum tuntas Klasikal
: Tuntas : Tidak Tuntas : 25 :3 : Tuntas
Tabel 4 Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus III No Uraian Hasil Siklus III 1 Nilai rata-rata tes formatif 77,14 2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 25 3 Persentase ketuntasan belajar 89,29 Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 77,14 dan dari 28 siswa yang telah tuntas sebanyak 25 siswa dan 3 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 89,29% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan siswa dalam mempelajari materi pelajaran yang telah diterapkan selama ini serta ada tanggung jawab kelompok dari siswa yang lebih mampu untuk mengajari temannya kurang mampu. Pembahasan 1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif model GI memiliki dampak positif dalam meningkatkan
ISSN No.2442-5699
2.
3.
prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi yang telah disampaikan guru selama ini (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 60,71%, 75,00%, dan 89,29%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran kooperatif model GI dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap peningkatan prestasi belajar siswa dan penguasaan materi pelajaran yang telah diterima selama ini, yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Matematika dengan pembelajaran kooperatif model GI yang paling dominan adalah, mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas isiwa dapat dikategorikan aktif.
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah pembelajaran kooperatif model GI dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan, menjelaskan materi yang tidak dimengerti siswa, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar. PENUTUP Kesimpulan Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pembelajaran kooperatif model GI memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (60,71%), siklus II (75,00%), siklus III (89,29%). 2. Penerapan pembelajaran kooperatif model GI mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dalam belajar matematika, hal ini ditunjukan dengan antusias siswa yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan pembelajaran kooperatif model GI sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar. 3. Pembelajaran kooperatif model GI memiliki dampak positif terhadap kerjasama antara siswa, hal ini ditunjukkan adanya tanggung jawab dalam kelompok dimana siswa yang lebih mampu mengajari temannya yang kurang mampu. B. Saran Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar matematika lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut: 1. Untuk melaksanakan pembelajaran kooperatif model GI memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benarbenar bisa diterapkan dengan pembelajaran kooperatif model GI dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal. 2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode pengajaran yang sesuai, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh
ISSN No.2442-5699
3.
4.
15
konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalahmasalah yang dihadapinya. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di SDN Lamongrejo I Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan tahun pelajaran 2009/2010. Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar diperoleh hasil yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindon. Arikunto, Suharsimi. 1989. Penilaian Program Pendidikan. Proyek Pengembangan LPTK Depdikbud. Dirjen Dikti. Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta: Rineksa Cipta. Arikunto, Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta. Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta. Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of Teachers. Allin and Bacon, Inc. Boston. Dayan, Anto. 1972. Pengantar Metode Statistik Deskriptif. Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan konomi. Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta. Djamarah. Syaiful Bahri. 2010. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineksa Cipta. Foster, Bob. 1999. Seribu Pena SLTP Kelas I. Jakarta: Erlangga. Hadi, Sutrisno. 1981. Metodogi Research. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Yoyakarta. Hamalik, Oemar. 1992. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru. Hamalik, Oemar. 1999. Kurikuum dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hasibuan. J.J. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa Cipta. Mukhlis, Abdul. (Ed). 2000. Penelitian Tindakan Kelas. Makalah PanitianPelatihan Penulisan Karya Ilmiah untuk Guru-guru se-Kabupaten Tuban. Mursell, James ( - ). Succesfull Teaching (terjemahan). Bandung: Jemmars. Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 Nur, Moh. 2009. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya. University Press. Universitas Negeri Surabaya. Poerwodarminto. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Bina Ilmu. Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara. Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara. Slameto, 1988. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara. Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka.
ISSN No.2442-5699
16
Suryabrata, Sumadi. 1990. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset. Suryosubroto, b. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa Cipta. Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. Usman, Moh. Uzer. 2009. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya. Wetherington. H.C. and W.H. Walt. Burton. 1986. Teknik-teknik Belajar dan Mengajar. (terjemahan) Bandung: Jemmars.
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015
17
PENERAPAN METODE PEMBIASAAN PADA ANAK USIA DINI UNTUK MENINGKATKAN KEDISIPLINAN DI TK NEGERI PEMBINA NGIMBANG KECAMATAN NGIMBANG KABUPATEN LAMONGAN TAHUN PELAJARAN 2013-2014 Eniek Sri Lestari *) *)
TK Negeri Pembina Ngimbang Lamongan
ABSTRAK Anak usia dini merupakan fase kehidupan yang unik, dengan karakteristik khas, baik secara fisik, psikis, sosial, emosional dan moral pada usia tersebut. Anak sangat aktif dan eksploratif. Anak lebih banyak belajar dengan lingkungan sekitar. Namun terkadang lingkungan menjadi penghambat dalam pengembangan belajar anak yang begitu besar pengaruhnya sehingga anak mudah untuk menyesuaikan apalagi di masa globalisasi ini, zaman semakin maju sulit untuk membedakan budaya dan suku, ras. Tentu saja peran guru, orang tua dan lingkungan sekitar anak sangat diperlukan. Terdapat masalah dalam penelitian ini yaitu : anak-anak usia dini khususnya di kelompok A TK Negeri Pembina Ngimbang Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan memiliki disiplin yang kurang, hal ini dapat dilihat dari kegiatan anak sehari-hari. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK), peneliti bertindak sebagai instrument penelitian dan peneliti hadir setiap pembelajaran tersebut sekaligus pengumpul data dari proses peneliti. Hasil dari studi anak yang mampu mencapai nilai baik hanya 3 atau 15% dari jumlah siswa keseluruhan sehingga 17 anak lain membutuhkan guru. Hasil siklus I diketahui bahwa kemampuan anak sudah mengalami peningkatan dari 3 anak yang mendapatkan nilai baik, meningkat menjadi 4 anak atau 20% yang mendapat nilai baik. hal ini dikarenakan anak belum dapat melakukan penerapan metode pembiasaan. Pada siklus II penerapan metode pembiasaan pada anak meningkat menjadi 17 anak yang mencapai nilai baik atau 85% dari jumlah siswa keseluruhan. Hal ini dikarenakan pada siklus II penerapan metode pembiasaan selalu dilakukan sebelum dan sesudah kegiatan yang melalui berbaris di waktu mau masuk kelas dan mengerjakan kegiatan sendiri sampai selesai tanpa dibantu. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tugas penerapan metode pembiasaan dapat diterapkan guna meningkatkan kedisiplinan pada anak usia dini di kelompok A Tk Negeri Pembina Ngimbang Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2013-2014. Kata Kunci : Penerapan Metode Pembiasaan untuk Meningkatkan Kedisiplinan. PENDAHULUAN Sebagai pengatur sekaligus pelaku dalam proses belajar mengajar, gurunya yang mengarahkan bagaimana proses belajar mengajar dilaksanakan. Karena itu guru harus dapat membuat suatu pengajaran menjadi lebih efektif juga menarik sehingga bahan pengajaran yang disampaikan akan membuat siswa mereka senang dan merasa perlu untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut. Guru mengemban tugas yang berat untuk tercapainya tujuan pendidikan nasional yaitu meningkatkan kualitas manusia Indonesia, manusia yang seutuhnya, yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat jasmani dan rohani, juga harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta terhadap Tanah Air. Sejalan dengan itu pendidikan nasional akan mampu mewujudkan manusia-manusia pembangun dan membangun dirinya sendiri serta
ISSN No.2442-5699
bertanggung jawab atas pembangunan bangsa (Depdikbud 1999). Sedangkan metode pembiasaan diharapkan meningkatkan kemampuan kedisiplinan anak usia dini dalam proses belajar mengajar, sehingga dalam proses belajar mengajar itu aktivitasnya tidak hanya didominasi oleh guru. Dengan demikian anak didik akan terlibat fisik, emosional, dan intelektual yang pada gilirannya diharapkan konsep perubahan meningkatkan kedisiplinan yang diajarkan oleh guru dapat diikuti oleh anak didik.Kondisi di TK Negeri Pembina kedisiplinan anak masih rendah. Berdasarkan dari latar belakang tersebut di atas, maka dalam penelitian dengan judul “Penerapan Metode Pembiasaan Pada Anak Usia Dini Untuk Meningkatkan Kedisiplinan Di TK Negeri Pembina Ngimbang Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2013-2014” Rumusan Masalah Sesuai Latar Belakang yang diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini :
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 “Bagaimanakah meningkatkan kedisiplinan anak melalui metode pembiasaan di kelompok A TK Negeri Pembina Ngimbang Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2013-2014”. KAJIAN PUSTAKA Pengertian Pembiasaan dalam Meningkatkan Kedisiplinan Pengertian pembiasaan dalam meningkatkan kedisiplinan di Taman Kanak-kanak di sini ini ada dua tujuan adalah sebagai berikut, tujuan umum dan tujuan khusus. Di Taman Kanak-kanak merupakan tempat pembinaan serta pengembangan pengetahuan, dan kebudayaan yang sesuai dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat di tempat Taman Kanakkanak itu berada sebaliknya masyarakat diharapkan dapat membantu dan kerjasama dengan Taman Kanak-kanak sehingga progam Taman Kanak-kanak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh sebab itu tugas atau kewajiban keluarga dan masyarakat perlu dibina dan dikembangkan secara terus memerus. Sehingga meningkatkan kedisiplinan bisa terlaksana baik pada anak Usia Dini. Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-niai yang dipercaya termasuk melakukan pekerjaan tertentu yang menjadi tanggungjawabnya. Tujuan petunjuk teknis meningkatkan kedisiplinan Taman kanak-kanak adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Umum Memberikan kerangka acuan tentang disiplin yang dapat dijadikan petunjuk oleh semua komponen yang berperan serta dalam penyelengaraan Taman Kanak-kanak. 2. Tujuan Khusus Memberikan pedoman agar: a. Kepala Taman kanak-kanak dapat melaksnakan memelihara kedisiplinan Taman Kanak-kanak yang menjadi tanggung jawabnya, serta menjadi tauladan bagi Taman Kanak-kanak lainnya. b. Guru dapat memelihara dan melaksanakan kedisiplinan secara terus menerus dalam menegakkan wibawa guru. c. Tenaga non guru agar dapat memelihara dan membantu pelaksanaan kedisiplinan di Taman Kanak-kanak. d. Anak didik dapat mengenal dan memahami, membiasakan diri untuk tertib dan disiplin, baik di Taman Kanak-kanak maupun di luar Taman Kanak-kanak.
ISSN No.2442-5699
e.
f.
18
Keluarga dapat membantu anak untuk menanamkan sikap kedisiplinan di lingkungan keluarga. Masyarakat bisa membantu anak didik dalam menciptakan kebiasaan sikap tertib dan disiplin di lingkungannya.
METODOLOGI Jenis Penelitian Berkaitan dengan masalah dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka rancangan penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dalam penelitian tindakan kelas diharapkan terjadi perbaikan, peningkatan, dan perubahan pembelajaran yang lebih baik agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal (Sudarsono, 2005:2). Oleh karena itu penelitian ini difokuskan pada peningkatan kedisiplinan anak melalui penerapan metode pembiasaan. Desain Penelitian Penelitian tindakan kelas ini menggunakan model penelitian tindakan dari Hokins (Aqib: 2003) yaitu penelitian dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya, setiap siklus meliputi : Planning (rencana), Action (tindakan), Observation (pengamatan), dan Reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya yaitu perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi Instrumen Penelitian Instrumen ini peneliti menggunakan alat untuk memperoleh data menggunakan data observasi. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut : a.Pedoman Observasi Observasi adalah merupakan metode pengumpulan data yang menggunakan data yang menggunakan pengamatan terhadap objek penelitian melalui metode observasi. Seorang peneliti dapat mengamati gejala-gejala yang terjadi di lapangan. (Rijanto dalam riskiyanti, 2009:50). Kesimpulannya bahwa observasi adalah sebuah kegiatan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap suatu obyek dengan menggunakan suatu indera terhadap kejadian yang diteliti atau diselidiki. Kegiatan observasi ini dilakukan untuk meningkatkan kedisiplinan anak usia dini kelompok A TK Negeri Pembina Ngimbang Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan Tahun pelajaran 2013-2014. Nilai yang diberikan seperti indikator yang telah tercantum di atas, dengan format penelitian sebagai berikut :
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015
19
Tabel 1 Format Penelitian Indikator 1. Anak Mampu berbaris dengan baik. 2. Anak tidak rebut diwaktu antri untuk mengambil buku kegiatan 3. Anak menyelesaikan tugas dengan baik
Aspek Yang Diamati A. Bersikap sopan dalam berbaris B. Tertib dan disiplin A. Mengerti untuk mengambil buku kegiatan yang mana untuk belajar A.
B.
Keterangan : () dinilai dengan angka tiga diberikan pada anak yang mampu melakukan kegiatan dengan baik. () dinilai dengan angka dua diberikan pada anak yang mampu melakukan kegiatan dengan sedikit bantuan. () dinilai dengan angka satu diberikan pada anak yang belum mampu melakukan kegiatan HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I Hasil refleksi pada siklus I menunjukkan bahwa ada beberapa kekurangan yang terjadi pada pelaksanaan pembiasaan, beberapa kekurangannya adalah : anak masih belum tau tempat berbaris. Hal ini disebabkan karena : ketika proses pembiasaan untuk meningkatkan kedisiplinan guru tidak mempraktekkan dengan jelas bagaimana cara berbaris yang baik, karena dalam pembiasaan tanpa mengenal konsep anak masih menunggu panduan atau contoh dari guru. Hasil observasi dari tindakan siklus I masih belum tercapai kriteria standart sebesar 75% dari jumlah siswa keseluruhan. Hal ini terbukti dari pencapaian nilai baik sebanyak 4 anak (20%) nilai cukup 16 anak (80%). Berdasarkan hasil observasi pada siklus I tersebut, maka perlu adanya tindakan lanjutan yaitu pelaksanaan kegiatan siklus II dengan memotivasi anak untuk lebih melakukan kegiatan dengan baik. Selanjutnya dilakukan siklus II, kegiatan dengan siklus II ini adalah mengulang kembali kegiatan kedisiplinan berbaris dengan menggunakan metode pembiasaan dengan pembelajaran yang lebih tepat
ISSN No.2442-5699
Skor 1
2
3
Kerajinan di dalam kegiatan Penuh Daya Cipta
agar anak mampu meningkatkan kedisiplinan dengan baik. Siklus II Daya cipta anak di dalam kegiatan metode pembiasaan untuk meningkatkan kedisiplinan pada anak usia dini siklus II ini mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat pada tabel 4.5 peningkatan kedisiplinan anak ini dapat dilihat dari tidak adanya anak yang memperoleh nilai kurang namun terdapat 3 anak (15%) yang mencapai nilai cukup dan yang mencapai nilai baik 17 anak (85%). Dengan demikian prosentase anak yang telah memenuhi kriteria adalah sebanyak 17 anak (85%) dari jumlah keseluruhan, maka telah telah terpenuhi target kriteria yang ditentukan peneliti yaitu 75% dari jumlah siswa keseluruhan sehingga peneliti menghentikan penelitian tindakan kelas ini. Pada hasil penelitian ini diuraikan perbandingan data dari studi pendahuluan atau tindakan awal, siklus I dan siklus II. Hal tersebut dapat dilihat dari sebelum pelaksanaan kegiatan tugas kedisiplinan yang menunjukkan daya kreatifitas anak sebesar 15% dan setelah diadakan kegiatan tugas metode pembiasaan peningkatan kedisiplinan pada siklus I, daya cipta anak dalam pembiasaan mengalami peningkatan namun tidak mencapai target kriteria yang ditetapkan. Hal ini terlihat dari hasil skor baik yang mencapai nilai 20%. Sedangkan target kriteria adalah sebesar 75%, oleh sebab itu peneliti melanjutkan pada pelaksanaan kegiatan siklus II guna mencapai skor baik sekali dan skor baik sebesar 85%. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015
20
Tabel 2 Prosentase jumlah anak berdasarkan katagori nilai pada prasiklus, siklus I dan siklus II.
Skor
Pra Siklus Jumlah Prosen Anak tase
Siklus I Jumlah Anak
Prosenta se
Siklus II Jumlah Anak
Prosent ase
Ket
3 17 0
4 16 0
20% 80% 0%
17 3 0
85% 15% 0%
B C K
15% 85% 0%
Melihat tabel di atas, menunjukkan bahwa anak memperoleh nilai sesuai dengan standar kesuksesan yang telah ditentukan meningkat dengan baik, sedangkan anak yang memperoleh nilai di bawah standar berkurang pula. Peningkatan pembiasaan anak dapat dilihat pula dalam diagram berikut ini.
90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Series 1 Series 2
Prasiklus Siklus I Siklus II
Gambar 1 Histogram kemampuan disiplin anak PEMBAHASAN Hasil observasi sebelum diadakan tugas pembiasaan daya cipta anak masih kurang prosentase 15% siswa yang belum mengikuti pembiasaan dengan baik. Pada semua indikator cara anak yang diamati dalam penelitian tindakan kelas ini adalah : 1. Anak mampu menerapkan metode pembiasaan 2. Anak mampu meningkatkan kedisiplinan diwaktu kegiatan Menunjukkan nilai yang tergolong kurang karena sebelum penelitian ini dilaksanakan, guru kurang memberikan kegiatan-kegiatan yang mampu merangsang kegiatan di dalam metode pembiasaan. Penerapan anak di dalam metode pembiasaan yang masih tergolong kurang ini juga disebabkan karena guru menerapkan pembiasaan pada anak usia dini dan menunggu panduan dari guru, sehingga anak pada saat diberikan tugas yang mampu mengasah daya cipta anak.
ISSN No.2442-5699
Dengan demikian perlu adanya perbaikan pengajaran agar anak lebih menyukai dan memperhatikan dalam kegiatan tugas pembiasaan serta membimbing anak agar mampu membiasakan diri dengan baik. Dari hasil observasi pada siklus I dapat diketahui bahwa daya cipta anak dalam pembiasaan sudah mengalami peningkatan namun belum mencapai target kriteria kesuksesan, sebab prosentase yang dicapai adalah sebanyak 80% anak yang mampu melakukan kegiatan pembiasaan. Faktor yang menyebabkan hal ini adalah anak sudah dapat melakukan kegiatan sendiri, anak masih tidak tahu apa yang harus dikerjakan bila ditanya bu guru, anak aktif dengan teman-temannya. Namun untuk melakukan kegiatan yang serupa anak sangat antusias, sehingga pelaksanaan siklus II dapat dilaksanakan secara optimal. Dari hasil observasi pada siklus II diketahui bahwa metode pembiasaan untuk meningkatkan kedisiplinan anak mengalami peningkatan dengan mencapai prosentase sebesar 85% hal ini dikarenakan pada siklus II ini sebelum kegiatan dimulai anak-anak terlebih dahulu diajak berbaris dahulu di waktu mau masuk kelas, tujuannya agar anak mau untuk berbaris dan mengerti dimana anak harus berbaris. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh guru pendamping dalam rangka meningkatkan kemampuan anak dalam penerapan metode pembiasaan pada anak usia dini untuk meningkatkan kedisiplinan di kelompok A TK Negeri Pembina Ngimbang Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2013-2014 mulai dari observasi awal, pelaksanaan siklus I dan siklus II menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini disebabkan karena dalam tugas pembiasaan guru memberikan kenyamanan pada anak, dengan cara anak diajak berbaris dulu diwaktu mau masuk ke dalam kelas, pembiasaan merupakan suatu tahapan yang dapat meningkatkan perkembangan mental anak.
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 Dengan observasi pada pelaksanaan kegiatan siklus I dan pelaksanaan kegiatan siklus II yang telah mencapai target kriteria ketuntasan ini menunjukkan bahwa metode pembiasaan dapat meningkatkan kedisiplinan. Terbukti pada siklus I dibandingkan prasiklus pencapaian nilai baik 20%, nilai cukup 80%. Dalam pelaksanaan siklus II bisa menunjukkan keberhasilan anak dengan nilai baik sebanyak 17 anak (85%) dan mendapat nilai cukup 3 anak (15%). DAFTAR PUSTAKA Anderson. 1993. Pendidikan Berkepribadian. Aqip. 2003. Prosedur Penelitian. Surabaya. Aneka Ilmu. Eliyawati, dkk. 2005:69. Balok Cuisenaire. Hurlock, Elisabet. B. 1994. Psikologi Perkembangan. Jakarta. Erlangga.
ISSN No.2442-5699
21
Hurlock, Elisabeth, B. 1993. Perkembangan Anak. Jakarta. Kosasih. 2011. Panduan Menggambar. Djogjakarta. Rona Publising. Masitoh, Dkk. 2005:2. Pengembangan Kognitif. Masitoh. 2005:1 Pendidikan Taman Kanak-kanak adalah Pendidikan Yang Penting. Notoatmodjo, 2003. Faktor yang mempengaruhi anak. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa 1991. Sarana dan Alat Permainan Edukati (APE) Anak Usia Dini 2003. Jakarta Direktorat Pendidika Anak Usia Dini. Suherman. 2000. Macam-macam Permainan. Suyanto, Slamet. 2005. Pembelajaran untuk Anak TK. Jakarta
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015
22
PENGGUNAAN GABUNGAN METODE CERAMAH DENGAN METODE KERJA KELOMPOK TERHADAP HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SISWA KELAS V SEMESTER I SDN NGASEMLEMAHBANG KECAMATAN NGIMBANG KABUPATEN LAMONGAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Yadi *) *)
SDN Ngasemlemabang Kec Ngimbang Kab Lamongan
ABSTRAK Setiap akan mengajar, guru perlu membuat persiapan mengajar dalam rangka melaksanakan sebagian dari rencana bulanan dan rencana tahunan. Dalam perisiapan itu sudah terkandung tentang, tujuan mengajar, pokok yang akan diajarkan, metode mengajar, bahan pelajaran, alat peraga dan teknik evaluasi yang digunakan. Karena itu setiap guru harus memahami benar tentang tujuan mengajar, secara khusus memilih dan menentukan metode mengajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, cara memilih, menentukan dan menggunakan alat peraga, cara membuat tes dan menggunakannya, dan pengetahuan tentang alat-alat evaluasi. Permasalahan yang ingin dikaji dalam dalam penelitian tindakan ini adalah: (a) Apakah gabungan metode ceramah dengan metode kerja kelompok berpengaruh terhadap hasil belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) ? (b) Bagaimanakah pengaruh gabungan metode ceramah dengan metode kerja kelompok terhadap motivasi belajar siswa? Tujuan penelitian yang hendak diperoleh adalah: (a) Untuk mengungkap pengaruh gabungan metode ceramah dengan metode kerja kelompok terhadap hasil belajar Pendidikan Agama Islam . (b) Untuk mengungkap gabungan metode ceramah dengan metode kerja kelompok terhadap motivasi belajar Pendidikan Agama Islam . Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas V Semester I SDN Ngasemlemahbang Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2013/2014. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar. Dari hasil analisis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (64,29%), siklus II (78,57%), siklus III (90,47%). Simpulan dari penelitian ini adalah penggunaan gabungan metode ceramah dengan metode kerja kelompok terhadap hasil belajar pendidikan agama islam pada siswa kelas V Semester I SDN Ngasemlemahbang Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2013/2014 model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternative pembelajaran Pendidikan Agama Islam . Kata kunci: belajar PAI, metode ceramah, kerja kelompok PENDAHULUAN Proses pembelajaran yang dilakukan guru memang dibedakan keluasan cakupannya, tetapi dalam konteks kegiatan belajar mengajar mempunyai tugas yang sama. Maka tugas mengajar bukan hanya sekedar menuangkan bahan pelajaran, tetapi teaching is primarily and always the stimulation of learner (Wetherington, 1986: 131-136), dan mengajar tidak hanya dapat dinilai dengan hasil penguasaan mata pelajaran, tetapi yang terpenting adalah perkembangan pribadi anak, sekalipun mempelajari pelajaran yang baik, akan memberikan pengalaman membangkitkan bermacam-macam sifat, sikap dan kesanggupan yang konstruktif. Dengan tercapainya tujuan dan kualitas pembelajaran, maka dikatakan bahwa guru telah berhasil dalam mengajar. Keberhasilan kegiatan belajar mengajar tentu saja diketahui setelah diadakan evalusi dengan berbagai faktor yang sesuai dengan rumusan beberapa tujuan pembelajaran.
ISSN No.2442-5699
Sejauh mana tingkat keberhasilan belajar mengajar, dapat dilihat dari daya serap anak didik dan persentase keberhasilan anak didik dalam mencapai tujuan pembelajaran khusus. Jika hanya tujuh puluh lima persen atau lebih dari jumlah anak didik yang mengikuti proses belajar mengajar mencapai taraf keberhasilan kurang (di bawah taraf minimal), maka proses belajar mengajar berikutnya hendaknya ditinjau kembali. Setiap akan mengajar, guru perlu membuat persiapan mengajar dalam rangka melaksanakan sebagian dari rencana bulanan dan rencana tahunan. Dalam perisiapan itu sudah terkandung tentang, tujuan mengajar, pokok yang akan diajarkan, metode mengajar, bahan pelajaran, alat peraga dan teknik evaluasi yang digunakan. Karena itu setiap guru harus memahami benar tentang tujuan mengajar, secara khusus memilih dan menentukan metode mengajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, cara memilih, menentukan dan menggunakan alat
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 peraga, cara membuat tes dan menggunakannya, dan pengetahuan tentang alat-alat evaluasi. Sementara itu teknologi pembelajaran adalah salah satu dari aspek tersebut yang cenderung diabaikan oleh beberapa pelaku pendidikan, terutama bagi mereka yang menganggap bahwa sumber daya manusia pendidikan, sarana dan prasarana pendidikanlah yang terpenting. Padahal kalau dikaji lebih lanjut, setiap pembelajaran pada semua tingkat pendidikan baik formal maupun non formal apalagi tingkat Sekolah Dasar, haruslah berpusat pada kebutuhan perkembangan anak sebagai calon individu yang unik, sebagai makhluk sosial, dan sebagai calon manusia seutuhnya. Hal tersebut dapat dicapai apabila dalam aktivitas belajar mengajar, guru senantiasa memanfaatkan teknologi pembelajaran yang mengacu pada gabungan metode ceramah dengan metode kerja kelompok dalam penyampaian materi dan mudah diserap peserta didik atau siswa berbeda. Khususnya dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam , agar siswa dapat memahami materi yang disampaikan guru dengan baik, maka proses gabungan metode ceramah dengan metode kerja kelompok, guru akan memulai membuka pelajaran dengan menyampaikan kata kunci, tujuan yang ingin dicapai, baru memaparkan isi dan diakhiri dengan memberikan soal-soal kepada siswa. Dari latar belakang masalah tersebut, maka penulis mengambil judul “Penggunaan Gabungan Metode Ceramah Dengan Metode Kerja Kelompok Terhadap Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Pada Siswa Kelas V Semester I SDN Ngasemlemahbang Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2013/2014”. Rumusan Masalah 1. Apakah gabungan metode ceramah dengan metode kerja kelompok berpengaruh terhadap hasil belajar Pendidikan Agama Islam siswa Kelas V Semester I SDN Ngasemlemahbang Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2013/2014.? 2. Bagaimanakah penggunaan gabungan metode ceramah dengan metode kerja kelompok terhadap motivasi belajar siswa Kelas V Semester I SDN Ngasemlemahbang Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2013/2014. KAJIAN PUSTAKA Prestasi Belajar Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan dalam kepustakaan. Yang dimaksud belajar yaitu perbuatan murid dalam bidang material, formal serta fungsional pada umumnya dan bidang intelektual pada
ISSN No.2442-5699
23
khususnya. Jadi belajar merupakan hal yang pokok. Belajar merupakan suatu perbuatan pada sikap dan tingkah laku yang lebih baik, tetapi kemungkinan mengarah pada tingkah laku yang lebih buruk. Prestasi adalah hasil yang telah dicapai oleh karena itu semua individu dengan adanya belajar hasilnya dapat dicapai. Setiap individu belajar menginginkan hasil yang baik mungkin. Oleh karena itu setiap individu harus belajar dengan sebaik-baiknya supaya prestasinya berhasil degna baik. Sedan pengertian prestasi juga ada yang mengatakan prestasi adalah kemampuan. Kemampuan di sini berarti yang dimampui individu dalam mengerjakan sesuatu. Motivasi Belajar Istilah motivasi menunjuk kepada semua gejala yang terkandung dalam stimulus tindakan kea rah tujuan tertentu di mana sebelumnya tidak ada gerakan menuju kea rah tujuan tersebut. Motivasi dapat berupa dorongan-dorongan dasar atau internal dan insentif di di luar diri individu atau hadiah. Sebagai suatu masalah di dalam kelas, motivasi adalah proses membangkitkan, mempertahankan dan mengontrol minat-minat. Motivasi Belajar Remaja Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ialah umur, kondisi fisik dan kekuatan intelegensi yang juga harus dipertimbangkan dalam hal ini. Motivasi sangat penging karena suatu kelompok yang tidak punya motvasi (belajarnya kurang atau tidak berhasil). Dengan demikan, motivasi harus dikembangkan berdasarkan pertimbangan perbedaan individual. Secara umum semua manusia membutuhkan motivasi untuk giat bekerja kecuali (mungkin0 orang yang sudah tua dan orang yang sedang sakit. Keinginan untuk hidup berkelompok juta terdapat di kalangan remaja. Hal ini perlu dikembangkan sejak kecil sejak anak masuk sekolah mereka menyukai setiap orang. Hal ini dapat dijadikan modal guru dalam memotivasi. Teknik penyajiannya ialah melalui aktivitas kelompok, panitia kerja, percobaan, pembentukan klub-klub, khusus, misalnya klub percakapan bahasa inggris. Teknik Memotifasi Berdasarkan Teori Kebutuhan 1. Pemberian Penghargaan atau Ganjaran Teknik ini dianggap berhasil bila menumbuh kembangkan minat anak untuk mempelajari atau mengajarkan sesuatu. Tujuan pemberian penghargaan adalah membangkitkan atau mengembangkan minat. Jadi penghargaan ni menjadi tujuan. Tujuan pemberian penghargaan Karena telah melakukan kegiatan belajar dengan baik, ia akan terus melakukan kegiatan belajarnya sendiri di luar kelas. 2. Pemberian Angka atau Grade
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 Apabila pemberian angka atau grade didasarkan atas perbandingan interpersonal dalam prestasi akademis, hal ini akan menimbulkan dua hal : anak yang mendapat angka baik dan anak yang mendapat angka jelek. Pada anak yang mendapat angka jelek mungkin akan berkembang rasa rendah diri dan tidak ada semangat ter hadap pekerjaan-pekerjaan sekolah. 3. Keberhasilan dan tingkat Aspirasi Istilah “tingkat aspirasi” menunjuk kepada tingkat pekerjaan yang diharapkan pada masa depan berdasarkan keberhasilan atau kegagalan dalam tugas-tugas yang mendahuluinya. Konsep ini berkaitan erat dengan konsep seseorang tentang dirinya dan kekuatan-kekuatannya. 4. Pemberian Pujian Teknik lain untuk memberikan motivasi adalah pujian. Namun harus diingat bahwa efek pujian itu tergantung pada siapa yang memberi pujian dan siapa yang menerima pujian itu. Para siswa yang sangat membutuhkan keselamatan dan harga diri, mengalami kecemasan dan merasa tergantung para orang lain akan responsive terhadap pujian. Pujian dapat ditunjukkan baik secara verbal maupun secara non verbal. Dalam bentuk nonverbal misalnya anggukan kepala, senyuman atau tepukan bahu . 5. Kompetisi dan Kooperasi Persaingan merupakan insentif pada kondisi-kondisi tertentu, tetapi dapat merusak pada kondisi yang lain. Dalam kompetisi harus terdapat kesepakatan uyan sama untuk menang. Kompetisi harus mengandung suatu tingkat kesamaan dalam sifatsifat para peserta. Kerja Kelompok Teknik ini sebagai salah satu strategi belajar mengajar. Ialah suatu cara mengajar, dimana siswa di dalam kelas dipandang sebagai suatu kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5 (lima) atau 7 (tujuh) siswa, mereka bekerja bersama dalam memecahkan masalah, atau melaksanakan tugas tertentu, dan berusaha mencapai tujuan pengajaran yang ditentukan pula oleh guru. Robert L. Cilstrap dan William R Marti, memberikan pengertian kerja kelompok sebagai kegiatan sekelompok siswa yang biasanya berjumlah kecil, yang diorganisir untuk kepentingan belajar. Keberhasilan kerja kelompok untuk mengajar mempunyai tujuan agar siswa mampu bekerja sama dengan teman yang lain dalam mencapai tujuan bersama. METODOLOGI Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di kelas V
ISSN No.2442-5699
24
Semester I SDN Ngasemlemahbang Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2013/2014. Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September semester ganjil Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas V Semester I SDN Ngasemlemahbang Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2013/2014 pada standar kompetensi Mengenal KitabKitab Allah swt Rancangan Penelitian Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto, Suharsimi, 2002:83), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Analisis Data Dalam rangka menyusun dan mengolah data yang terkumpul sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan, maka digunakan analisis data kuantitatif dan pada metode observasi digunakan data kualitatif. Cara penghitungan untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa dalam proses belajar mengajar sebagai berikut. 1. Merekapitulasi hasil tes 2. Menghitung jumlah skor yang tercapai dan prosentasenya untuk masing-masing siswa dengan menggunakan rumus ketuntasan belajar seperti yang terdapat dalam buku petunjuk teknis penilaian yaitu siswa dikatakan tuntas secara individual jika mendapatkan nilai minimal 65, sedangkan secara klasikal dikatakan tuntas belajar jika jumlah siswa yang tuntas secara individu mencapai 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari sama dengan 65%. 3. Menganalisa hasil observasi yang dilakukan oleh guru sendiri selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I Rekapitulasi nilai tes Formatif siswa pada siklus I sebagai berikut :
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I No 1 2 3
Uraian Nilai rata-rata tes formatif Jumlah siswa yang tuntas belajar Persentase ketuntasan belajar
Hasil Siklus I 70,00 15 68,18
Dari tabel dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan pembelajaran model Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 70,00 dan ketuntasan belajar mencapai 68,18% atau ada 15 siswa dari 22 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai 65 hanya sebesar 68,18% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan pembelajaran model Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok. Siklus II Rekapitulasi nilai tes Formatif siswa pada siklus II sebagai berikut : Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II No Uraian Hasil Siklus II 1 Nilai rata-rata tes formatif 77,73 2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 17 3 Persentase ketuntasan belajar 79,01 Dari tabel diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 77,73 dan ketuntasan belajar mencapai 79,01% atau ada 17 siswa dari 22 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena setelah guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan diinginkan guru dengan menerapkan pembelajaran model Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok. Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan pembelajaran model Kontekstual
ISSN No.2442-5699
25
Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 70,00 dan ketuntasan belajar mencapai 68,18% atau ada 15 siswa dari 22 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai 65 hanya sebesar 68,18% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan pembelajaran model Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok. Siklus III Rekapitulasi nilai tes Formatif siswa pada siklus II sebagai berikut : Tabel 3. Hasil Formatif Siswa Pada Siklus III No
Uraian
1 2 3
Nilai rata-rata tes formatif Jumlah siswa yang tuntas belajar Persentase ketuntasan belajar
Hasil Siklus III 82,73 19 86,36
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 82,73 dan dari 22 siswa telah tuntas sebanyak 19 siswa dan 3 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 86,36% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran model Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok sehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang telah diberikan. Pembahasan 1. Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran model Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari siklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 68,18%, 79,01%, dan 86,36%.
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015
2.
3.
Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar dengan menerapkan model pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pad setiap siklus yang terus mengalami peningkatan. Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran PAI pada stndar kompetensi Mengenal Kitab-Kitab Allah swt dengan model pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok yang paling dominan adalah, mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif.
PENUTUP Simpulan Model pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok dapat meningkatkan kualitas pembelajaran PAI. Pembelajaran model Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (68,18%), siklus II (79,01%), siklus III (86,36%). Model pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok dapat menjadikan siswa merasa dirinya mendapat perhatian dan kesempatan untuk menyampaikan pendapat, gagasan, ide dan pertanyaan. Siswa dapat bekerja secara mandiri maupun kelompok, serta mampu mempertanggungjawabkan segala tugas individu maupun kelompok. Penerapan pembelajaran model Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. DAFTAR PUSTAKA Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindon. .
ISSN No.2442-5699
26
Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta: Rineksa Cipta. Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta. Azhar, Lalu Muhammad. 1993. Proses Belajar Mengajar Pendidikan. Jakarta: Usaha Nasional. Daroeso, Bambang. 1989. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila. Semarang: Aneka Ilmu. Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta. Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineksa Cipta. Hadi, Sutrisno. 1982. Metodologi Research, Jilid 1. Yogyakarta: YP. Fak. Psikologi UGM. Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Hasibuan K.K. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa Cipta. Masriyah. 1999. Analisis Butir Tes. Surabaya: Universitas Press. Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya: University Press. Univesitas Negeri Surabaya. Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara. Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara. Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka. Sukidin, dkk. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya: Insan Cendekia. Surakhmad, Winarno. 1990. Metode Pengajaran Nasional. Bandung: Jemmars. Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa Cipta. Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015
27
DENGAN MELALUI ALAT PERAGA GAMBAR DALAM UPAYA MEMPRAKTEKKAN KESEHATAN PRIBADI PADA POLA HIDUP SEHAT SISWA KELAS VI SD NEGERI SIDOREJO II KECAMATAN SUGIO KABUPATEN LAMONGAN Lisiani *) *)
SDN Sidorejo Kec Sugio Lamongan
Pendidikan kesehatan adalah suatu program kesehatan atau usaha kesehatan masyarakat yang dilaksanakan di lembaga – lembaga pendidikan atau sekolah dari jenjang SD sampai dengan perguruan tinggi yang mana anak didiknya beserta lingkungannya sebagai sasaran utamanya. Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah (a) bagaimanakah efektifkah mengajar pendidikan kesehatan tentang kesehatan pribadi dengan menggunakan alat peraga gambar terhadap pola hidup bagi ? (b)apakah ada manfaatnya pengajaran Kesehatan Pribadi dengan menggunakan alat peraga gambar terhadap pola hidup siswa? (c)bagaimana pengaruhnya dalam pengajaran Kesehatan Pribadi dengan menggunakan alat peraga gambar terhazdap pola hidup siswa ? Tujuan dari penelitian ini adalah (a) untuk mengetahui sejauh mana efektifitasnya pengajaran Pendidikan Kesehatan dengan alat peraga gambar tentang Kesehatan Pribadi di SD Negeri Sidorejo II, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan (b) untuk mengetahui sejauh mana manfaat dari pengajaran dengan alat peraga gambar terhadap pola hidup siswa kelas VI SD Negeri Sidorejo II, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan (c) untuk mengetahui sejauh mana pengaruhnya pengajaran Kesehatan Pribadi dengan menggunakan alat peraga gambar terhadap pola hidup siswa kelas VI SD Negeri Sidorejo II, Kecamatan Sugio Kabupaten Lamongan. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari dua tahap yaitu : rancangan, kegiatan dan pengamatan. Refleksi dan refisi sasaran penelitian ini adalah Siswa Kelas VI SDN Sidorejo II, Sugio, Lamongan, dari data diperoleh berupa hasil tes tulis. Dari hasil analisa didapat bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatakan dari siklus I sampai III yaitu, siklus I ( 69,41 % ), siklus II (71,76 % ) dan Siklus III sebesar ( 77,64 % ).Simpulan dari penelitian ini adalah masalah penggunaan alat peraga gambar dalam pembelajaran penedidikan kesehatan dapat meningkatkan pola hidup sehat siswa. Kata kunci: alat peraga gambar, kesehatan pribadi dan hidup sehat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebiasaan hidup sehat yang ditanamkan kepada anak didik di sekolah – sekolah merupakan usaha sedini mungkin untuk membentuk masyarakat yang sehat, sehingga akan terbentuk Negara yang kuat pula. Mengingat pentingnya masalah kesehatan maka sudah selayaknya jika Usaha Kesehatan Sekolah perlu dilaksanakan disetiap sekolah. Agar dapat tercapainya taraf hidup yang sehat pada masyarakat, dapat di awali dari pendidikan UKS di lembaga pendidikan SD yang diberikan pada siswa sehingga akan memberikan motivasi dan pengertian yang mudah di pahami serta sedini mungkin kepada anak sehingga akan mempengaruhi pola piker dan perilaku anak didik itu sendiri dan cenderung akan mempraktekkan serta melakukan sendiri karena takut akan bahayanya, apabila tidak melaksanakannya apalagi semua itu dilakukan pada anak yang masih duduk dibangku Sekolah Dasar ( SD ).
ISSN No.2442-5699
Di samping hal tersebut di atas, kesehatan pribadi juga sangatlah menentukan bagi taraf hidup yang sehat bagi seseorang, karena dengan pribadi yang sehat dan serta memperhatikan pola kehidupan yang sehat maka akan tercapailah taraf kesehatan yang maksimal bagi seseorang. Di atas telah diuraikan bahwa pengetahuan dan pendidikan kesehatan diberikan sejak usia dini melalui pendidikan kesehatan yang dilaksanakan di sekolah – sekolah yang implementasinya pada Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Rumusan Masalah 1. Bagaimana efektifkah mengajar Pendidikan Kesehatan tentang Kesehatan Pribadi dengan menggunakan alat peraga gambar terhadap pola hidup bagi siswa kelas VI SD Negeri Sidorejo II, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan? 2. Apakah ada manfaatnya pengajaran Kesehatan Pribadi dengan menggunakan alat peraga gambar terhadap pola hidup siswa kelas VI SD
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015
3.
Negeri Sidorejo II, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan? Bagaimana pengaruhnya dalam pengajaran Kesehatan Pribadi dengan menggunakan alat peraga gambar terhadap pola hidup siswa kelas VI SD Negeri Sidorejo II, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan?
KAJIAN PUSTAKA Pengertian Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) Usaha Kesehatan Sekolah adalah usaha kesehatan masyarakat yang dijalankan di sekolah – sekolah beserta anak didik dan lingkungannya sebagai sasaran utama,mulai dari tibgkat SD sampai dengan Perguruan Tainggi. Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa anak didik dengan lingkungan hidupnya merupakan sasaran utama. Lingkungan di sini dapat berarti lingkungan keluarga, lingkungan di sekitarnya maupun lingkungan sekolah sebagai tempat mereka belajar setiap hari. Usaha Kesehatan Sekolah mempunyai sasaran yang utama adalah masyarakat sekolah, yang terdiri dari anak didik, guru dan petugas lainnya. Tujuannya adalah mencapai kesehatan anak didik yang sebaik – baiknya, sehingga dapat tumbuh secara efesien dan optimal dalam mencapai masyarakat Indonesia yang sehat jasmani, rokhani dan mental. Adapun maksud dan tujuan UKS adalah untuk membina kesehatan anak – anak sekolah sebaikbaiknya sehingga memungkinkan mereka mengikuti pendidikan atau pelajaran secara optimal. Untuk menempuh rasa tanggung jawab dari masyarakat sekaolah atas kesehatan diri sendiri dan lingkungan. Secara singkat UKS mempunyai maksud dan tujuan untuk mencapai keadaan kesehatan anak yang sebaikbaiknya. UKS dilaksanakan di sekolah – sekolah melalui pendidikan kesehatan, secara garis besar pendidikan kesehatan adalah : 1. Memberikan pengetahuan tentang kesehatan yang cukup, terutama tentang peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, sehingga masyarakat sekolah dapat menghayati dari nilai usaha – usaha kesehatn 2. Memupuk rasa tanggung jawab terhadap kesehatan dirisendiri, masyarakat serta lingkungan disekitarnya 3. Menyebarluaskan pengetahuan – pengetahuan yang salah, yang merupakan hambatan bagi peningkatan kesehatan. Kesehatan Pribadi Secara umum arti dari Kesehatan Pribadi adalah kesehatan yang menyangkut diri pribadi sesorang ( Personal Hygiene ). Pada garis besarnya kesehatan dapat di bagi menjadi : Kesehatan Pribadi ( Kesehatan Perorangan) dan Kesehatan Masyarakat.
ISSN No.2442-5699
28
Mempelajari Kesehatan Pribadi mempunyai maksud dan tujuan agar pribadi seseorang masing – masing : 1.Dapat memelihara kesehatan diri sendiri Dalam hal ini memelihara kesehatan ini termasuk didalamnya : ~ mencegah penyakit ~ mengobati penyakit sederhana ~ menghindarkan dan memulihkan cacad sehabis sakit. 2.Sopan santun dalam segala tindakannya 3.Dapat menularkan pengetahuan serta ketrampilannya kepada keluarganya dan diharapkan dapat disebarluaskan kepada masyarakat sekitarnya 4.Memperbaiki dan mempertinggi nilai – nilai kesehatan 5.Mendapatkan ketenangan dan ketentraman jiwa dalam diri sendiri dan dalam pergaulan. Pola Hidup Sehat Pengertian kesehatan yang dirumuskan dalam Undang – Undang Nomor 9 tahun 1960 tentang Pokok – Pokok Kesehatan, pada Bab I pasal 2 disebutkan bahwa : “ Yang dimaksud dengan kesehatan dalam Undang – Undang ini ialah keadaan yang meliputi kesehatan badan dan rokhani ( mental ) dan social dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit cacad dan kelemahan “. Kesehatan merupakan hak dari setiap manusia, dengan badan dan rokhani yang sehat, orang dapat senang dan bekerja, dapat belajar juga dapat bermain dengan gembira. Kesehatan juga merupakan pangkal kebahagiaan, bahagaia keeluruhan dalam arti bahagia lahir dan bathin. Dan kesehatan juga merupakan bagian harta kekayaan di dunia yang sangat berharga bagi hidup manusia dan sangatlah perlu untuk dimiliki oleh setiap manusia. Pembiasaan pola hidup sehat sangat penting ditanamkan pada anak sejak dini agar anak sudah terbiasa dan tertanam rasa disiplin dengan cara hidup sehat. Dan bermula dari anak – anak inilah diharapkan akan timbul suatu masyarakat yang sehat pula. Dengan pembiasaan pola hidup sehat diri sendiri, lambat laun secara sedikit demi sedikit anak akan menjadi kebiasaan dan tanpa disadari di manapun ia berada, kebiasaan tersebut akan tertanam dan menjiwai dirinya. Dan dengan demikian akan membuang jauh – jauh kebiasaan yang tidak baik atau yang tidak ada manfaatnya. Alat Peraga Gambar Alat peraga adalah alat penolong dalam proses belajar mengajar seorang guru di dalam menyajikan atau meragakan, agar apa yang dijelaskan lebih terang, dan lebih mudah dimengerti. Proses belajar
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 mengajar akan lebih menarik perhatian siswa apabila alat peraga yang digunakan juga sesuai dengan isi dari materi yang diberikan. Alat peraga gambar adalah gambar atau foto dari isi materi yang dipandang penting dan agar siswa dapat mengerti lebih jelas. Gambar atau foto sengaja dibuat lebih besar dan cukup jelas dan menarik serta poster adalah merupakan gambara yang lebih besar denagn disertai beberapa kata atau kalimat yang singkat dan jelas. Dengan demikian alat peraga gambar tentang kesehatan pribadi juga dapat dibuat sedemikian rupa sehinga minat siswa serta pemahaman siswa tentang kesehatan pribadi akan lebih jelas, dan diharapkan apa yang menjadi tujuan dari pelajaran kesehatan pribadi akan terwujud. METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di SDN Sidorejo II Sugio Lamongan Sidorejo bulan April-Juni 2012. Subjek dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas VI SD Negeri Sidorejo II, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan. Penelitian ini dilaksanakan pada tengah semester II tahun pelajaran 2011 / 2012. jumlah siswa kelas yang menjadi subjek penelitian adalah 17 orang. Prosedur Penelitian Tindakan dalam penelitian ini dilakukan melalui melaksanaan proses pembelajaran yang diikuti dengan pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini terbagi dalam tiga siklus penelitian, dimana tiap siklus memuat proses pembelajaran yaitu terdiri dari : Silus I dilaksanakan dalam satu kali pertemuan (4 jam pelajaran) dengan materi kesehatan pribadi. Siklus II dilaksanakan dalam satu kali pertemuan (4 jam pelajaran) dengan materi tentang kesehatan pribadi Siklus III dilaksanakan dalam satu kali pertemuan (4 jam pelajaran) dengan materi tentang kesehatan pribadi Setiap siklus penelitian mengimplementasikan apa yang tertuang dalam rencana pembelajaran yang di dalamnya meliputi 3 tahap kegiatan pembelajaran yaitu (1) tahap pendahuluan, (2) tahap kegiatan inti dan (3) tahap penutup yang disesuaikan dengan model pembelajaran dengan alat peraga gambar. Analisis Data Adapun langkah-langkah pengolahan data yang terkumpul dari siklus adalah sebagai berikut : (1) tabulasi data, (2) reduksi data, (3) sajian data, (4) penyimpulan data. Sajian data yang ditampilan dalam
ISSN No.2442-5699
29
laporan penelitian ini disajikan dalam bentuk table / grafik. HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I Dari siklus I diperoleh nilai rata-rata tes tentang kesehatan pribadi dia awal siklus I adalah sebesar 61,17 dan pada akhir siklus I adalah sebesar : 69,41 dan dari 17 siswa yang baru tuntas adalah sebanyak 4 siswa dan 13 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar baru tercapai tercapai sebesar 23,52 % (termasuk kategori belum tuntas). Siklus II Dari siklus II dinyatakan bahwa aktivitas guru yuang paling dominant pada siklus II adalah membimbing dan mengamati siswa melakukan latihan yaitu 25%. Jika dibandingkan dengan siklus I aktivitas ini mengalami peningkatan. Aktivitas guru yang mengalami penurunan adalah memberi umpan balik (16,6%), menjelaskan/melatih menggunakan alat (11,7). Meminta siswa mendiskusikan dan menyajikan hasil kegiatan (8,2%) dan membimbing siswa memperbaiki kesalahan (6,7%) Sedangkan untuk aktivitas siswa yang paling dominan pada siklus II adalah praktik menggunakan alat yaitu (21%). Jika dibandingkan dengan siklus I, aktivitas ini mengalami peningkatan . aktivitas siswa yang mengalami penurunan adalah mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru (17,9%). Diskusi antar siswa / antara siswa dengan guru (13,8%), mempraktekkan yang relevan dengan KBM (7,7%) dan merangkum pembelajaran (6,7%). Adapun aktivitas siswa yang mengalami peningkatan adalah memperhatikan peragaan (12,1%) menyajikan hasil pembelajaran (4,6%), menanggapi/mengajukan pertanyaan/ide (5,4%) dan berlatih bersama siswa lain (10,8%). Siklus III Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai ratarata tes tentang kesehatan pribadi adalah sebesar 77,76 dan dari 17 siswa yang telah tuntas sebanyak 14 siswa dan 3 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 82,35 % (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan yang signifikan dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran metode demonstrasi sehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang telah diberikan.
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 Pembahasan 1. Ketuntasan Hasil belajar siswa Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan alat peraga gambar memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari siklus I, II dan III ), yaitu sebesar : 69,41pada siklus I, 71,76 pada siklus II dan pada siklus III sebesar : 77,64 2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan alat peraga gambart dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan. 3. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dengan model penggunaan alat peraga gambar paling dominan adalah belajar dengan sesama anggota kelompok, mendengarkan / memperhatikan penjelasan guru dan diskusi antara siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif. Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkahlangkah pembelajaran dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam mempraktikkan hasil pembelajaran , menjelaskan menggunakan alat, memberi umpan balik dalam prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar. 4. Tanggapan siswa terhadap Model pembelajaran alat peraga gambar Berdasarkan analisis angket siswa dapat diketahui bahwa tanggapan siswa termasuk positif. Ini ditunjukkan dengan rata-rata jawaban siswa yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan model penggunaan alat peraga
ISSN No.2442-5699
30
gambar. Hal ini menunjukkan bahwa siswa memberikan respopn positif terhadap model pembelajaran alat peraga gambar, sehingga siswa menjadi termotivasi untuk belajar lebih giat. Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan diterapkannya metode menggunakan alat peraga gambar dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. PENUTUP 1. Pengajaran kesehatan pribadi dengan alat peraga gambar sangatlah efektif terhadap pola hidup sehat sehari – hari pada siswa kelas VI SD Negeri Sidorejo II, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan 2. Ada pengaruh positif terhadap pola hidup sehat sehari – hari pada siswa kelas VI SD Negeri Sidorejo II, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan setelah menerima pengajaran kesehatan pPribadi dengan menggunakan alat peraga gambar. 3. Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga gambar tentang kesehatan pribadi di sekolah – sekolah hendaknya betul – betul diperhatikan dan digiatkan, agar program – programnya dapat berjalan dengan baik. Masalah kesehatan pribadi siswa di sekolah dapat tercapai dengan baik apabila diawali dari kebersihan atau kesehatan siswanya DAFTAR PUSTAKA Achmad Ds, Drs. Usaha Kesehatan Sekolah, Untuk Guru SD, Tahun 1982. Balai Penataran Guru 2003, Penelitian Akademi dan Penelitian Tindakan Kelas,Surabaya,BPG. Dep.Kes.RI, UKS, Tuntunan Pelaksanaan Bagi Guru, Tahun 1977. JB. Juanda, Drs. Pelayanan Kesehatan Dalam UKS Suharsimi, Arikunto, 2003, Penelitian Laporan PTK, Jakarta, Depdiknas. Tim Pendjas SD, Pendidikan Djasmani 4, Olahraga dan Kesehatan, 2007, Yudistira. Zaenal Aqib, 2006, Penelitian Tindakan Kelas, Bandung, Yrama Widya.
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015
31
MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU DALAM MEMBUAT RPP MELALUI TRAINING AND GUIDANCE PADA PENINGKATAN HASIL BELAJAR DI SDN SEKARBAGUS KABUPATEN LAMONGAN TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Pujiastomo *) SDN Sekarbagus Kabupaten Lamongan
ABSTRAK Di dalam kegiatan penyusunan rencana pembelaaran di lapangan masih ditemukan adanya guru (baik di sekolah negeri maupun swasta) yang tidak bisa memperlihatkan RPP yang dibuat dengan berbagai alasan dan bagi guru yang sudah membuat RPP masih ditemukan adanya guru yang belum melengkapi komponen tujuan pembelajaran yang mengandung kaidah a.b.c.d (A bermakna bahwa tujuan pembelajaran harus mengacu pada audience(siswa), B bermakna mengacu pada behaviors(perilaku yang dapat diamati sebagai hasil belajar), C bermakna conditions(kondisi yang perlu dipenuhi demi tercapainya perilaku yang diharapkan), dan D yang bermakna degree(tingkat pencapaian yang dapat diterima). dan penilaian (soal, skor dan kunci jawaban), serta langkah-langkah kegiatan pembelajarannya masih dangkal. Soal, skor, dan kunci jawaban merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dengan menggunakan penelitian tindakan kelas sebanyak 2 siklus yang dilakukan memberikan suatu kesimpulan bahwa Supervisi Training And Guidance ( latihan dan Bimbingan ) dapat meningkatkan motivasi guru dalam menyusun RPP dengan lengkap. Guru menunjukkan keseriusan dalam memahami dan menyusun RPP apalagi setelah mendapatkan bimbingan pengembangan/penyusunan RPP dari peneliti. Informasi ini peneliti peroleh dari hasil pengamatan pada saat mengadakan wawancara dan bimbingan pengembangan/penyusunan RPP kepada para guru di SDN 2 Sekarbagus. Supervisi Training And Guidance ( latihan dan Bimbingan) dapat meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun RPP. Hal itu dapat dibuktikan dari hasil observasi /pengamatan yang memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan kompetensi guru dalam menyusun RPP dari siklus ke siklus . Pada siklus I nilai rata-rata komponen RPP 69% dan pada siklus II 83%. Jadi, terjadi peningkatan 14% dari siklus I. Kata kunci : RPP , Training and Guidance, peningkatan hasil belajar
PENDAHULUAN Latar Belakang Silabus dan RPP dikembangkan oleh guru pada satuan pendidikan . Guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun Silabus dan RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Masalah yang terjadi di lapangan masih ditemukan adanya guru (baik di sekolah negeri maupun swasta) yang tidak bisa memperlihatkan RPP yang dibuat dengan berbagai alasan dan bagi guru yang sudah membuat RPP masih ditemukan adanya guru yang belum melengkapi komponen tujuan pembelajaran yang mengandung kaidah a.b.c.d (A bermakna bahwa tujuan pembelajaran harus mengacu pada audience(siswa), B bermakna mengacu pada behaviors(perilaku yang dapat diamati sebagai hasil belajar), C bermakna conditions(kondisi yang perlu dipenuhi demi tercapainya perilaku yang diharapkan),
ISSN No.2442-5699
dan D yang bermakna degree(tingkat pencapaian yang dapat diterima). dan penilaian (soal, skor dan kunci jawaban), serta langkah-langkah kegiatan pembelajarannya masih dangkal. Soal, skor, dan kunci jawaban merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Pada komponen penilaian ( penskoran dan kunci jawaban) sebagian besar guru tidak lengkap membuatnya dengan alasan sudah tahu dan ada di kepala. Sedangkan pada komponen tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, dan sumber belajar sebagian besar guru sudah membuatnya. Masalah yang lain yaitu sebagian besar guru khususnya di sekolah swasta belum mendapatkan pelatihan pengembangan RPP. Selama ini guru-guru yang mengajar di sekolah swasta sedikit/jarang mendapatkan kesempatan untuk mengikuti berbagai Diklat Peningkatan Profesionalisme Guru dibandingkan sekolah negeri. Hal ini menyebabkan banyak guru yang belum tahu dan memahami penyusunan/pembuatan RPP secara baik/lengkap. Beberapa guru mengadopsi RPP orang lain. Hal ini peneliti ketahui pada saat mengadakan supervisi akademik (supervisi kunjungan kelas) ke sekolah binaan. Permasalahan tersebut
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 berpengaruh besar pembelajaran.
terhadap
pelaksanaan
proses
Rumusan Masalah
1. Apakah penerapan Supervisi Training And Guidance dapat meningkatkan Kemampuan Guru dalam Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) SDN Sekarbagus Tahun Pelajaran 2014/2015 ? 2. Bagaimanakah Peningkatan Kemampuan Guru dalam Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) melalui Supervisi Training And Guidance Terhadap peningkatan hasil Pembelajaran di SDN Sekarbagus Tahun Pelajaran 2014/2015 ?
KAJIAN PUSTAKA Pengertian Supervisi Secara morfologis Supervisi berasalah dari dua kata bahasa Inggris, yaitu super dan vision. Super berarti diatas dan vision berarti melihat, masih serumpun dengan inspeksi, pemeriksaan dan pengawasan, dan penilikan, dalam arti kegiatan yang dilakukan oleh atasan –orang yang berposisi diatas, pimpinan-- terhadap hal-hal yang ada dibawahnya. Supervisi juga merupakan kegiatan pengawasan tetapi sifatnya lebih human, manusiawi. Kegiatan supervise bukan mencari-cari kesalahan tetapi lebih banyak mengandung unsur pembinnaan, agar kondisi pekerjaan yang sedang disupervisi dapat diketahui kekurangannya (bukan semata-mata kesalahannya) untuk dapat diberitahu bagian yang perlu diperbaiki. Definisi supervisi dari tinjauan yg berbedabeda.God Carter melihatnya sebagai usaha memimpin guru-guru dalam jabatan mengajar, Boardman. Melihat supervisi sebagai lebih sanggup berpartisipasi dlm masyarakat modern. Willem Mantja memandang supervisi sebagai kegiatan untuk perbaikan (guru murid) dan peningkatan mutu pendidikan. Kimball Wiles beranggapan bahwa faktor manusia yg memiliki kecakapan (skill) sangat penting untuk menciptakan suasana belajar mengajar yg lebih baik. Ross L memandang supervise sebagai pelayanan kapada guruguru yang bertujuan menghasilkan perbaikan. Sedangkan Purwanto (1987) memandangkan sebagai pembinaan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah dalam melakukan pekerjaan secara efektif. Tujuan dan sasaran Supervisi Tujuan umum Supervisi adalah memberikan bantuan teknis dan bimbingan kepada guru dan staf agar personil tersebut mampu meningkatkan kwalitas kinerjanya, dalam melaksanakan tugas dan melaksanakan proses belajar mengajar . Sasaran Supervisi Ditinjau dari objek yang disupervisi, ada 3 macam bentuk supervisi:
ISSN No.2442-5699
32
1. Supervisi Akademik Menitikberatkan pengamatan supervisor pada masalahmasalah akademik, yaitu hal-hal yang berlangsung berada dalam lingkungan kegiatan pembelajaran pada waktu siswa sedang dalam proses mempelajari sesuatu 2. Supervisi Administrasi Menitikberatkan pengamatan supervisor pada aspekaspek administrasi yang berfungsi sebagai pendukung dan pelancar terlaksananya pembelajaran. 3. Supervisi Lembaga Menyebarkan objek pengamatan supervisor pada aspekaspek yang berada di sekolah. Supervisi ini dimaksudkan untuk meningkatkan nama baik sekolah atau kinerja sekolah secara keseluruhan. Misalnya: Ruang UKS (Unit Kesehatan Sekolah), Perpustakaan dan lain-lain. Fungsi Supervisi 1. Fungsi Meningkatkan Mutu PembelajaranRuang lingkupnya sempit, hanya tertuju pada aspek akademik, khususnya yang terjadi di ruang kelas ketika guru sedang memberikan bantuan dan arahan kepada siswa. 2. Fungsi Memicu Unsur yang Terkait dengan PembelajaranLebih dikenal dengan nama Supervisi Administrasi 3. Fungsi Membina dan Memimpin B. Pengertian Guru Secara etimologi ( asal usul kata), istilah ”Guru” berasal dari bahasa India yang artinya ” orang yang mengajarkan tentang kelepasan dari sengsara” Shambuan, Republika, ( dalam Suparlan 2005:11). Kemudian Rabindranath Tagore (dalam Suparlan 2005:11) menggunakan istilah Shanti Niketan atau rumah damai untuk tempat para guru mengamalkan tugas mulianya membangun spiritualitas anak-anak bangsa di India ( spiritual intelligence). Pengertian guru kemudian menjadi semakin luas, tidak hanya terbatas dalam kegiatan keilmuan yang bersifat kecerdasan spiritual (spiritual intelligence) dan kecerdasan intelektual (intellectual intelligence), tetapi juga menyangkut kecerdasan kinestetik jasmaniah (bodily kinesthetic), seperti guru tari, guru olah raga, guru senam dan guru musik. Dengan demikian, guru dapat diartikan sebagai orang yang tugasnya terkait dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dalam semua aspeknya, baik spiritual dan emosional, intelektual, fisikal, maupun aspek lainnya. Poerwadarminta ( dalam Suparlan 2005:13) menyatakan, “guru adalah orang yang kerjanya mengajar.” Dengan definisi ini, guru disamakan dengan pengajar. Pengertian guru ini hanya menyebutkan satu sisi yaitu sebagai pengajar, tidak termasuk pengertian guru sebagai pendidik dan pelatih. Selanjutnya Zakiyah Daradjat (dalam Suparlan 2005:13) menyatakan,” guru adalah pendidik profesional karena guru telah menerima
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015
33
dan memikul beban dari orang tua untuk ikut mendidik anak-anak.” UU Guru dan Dosen Republik Indonesia No.14 Tahun 2005 ”Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan telah dijabarkan dalam silabus.” Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perencanaan pembelajaran adalah suatu upaya menyusun perencanaan pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum sesuai dengan kebutuhan siswa, sekolah, dan daerah.
Selanjutnya UU No.20 Tahun 2003 pasal 39 ayat 2 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan, ”pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.” PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan, ”pendidik (guru) harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.” Pengertian Standar Kompetensi Guru Standar Kompetensi guru adalah suatu pernyataan tentang kriteria yang dipersyaratkan, ditetapkan dalam bentuk penguasaan perangkat kemampuan yang meliputi pengetahuan, sikap, nilai dan keterampilan bagi seorang tenaga kependidikan sehingga layak disebut kompeten. Standar kompetensi guru dipilah ke dalam tiga komponen yang kait- mengait, yakni: 1) pengelolaan pembelajaran, 2) pengembangan profesi, dan 3) penguasaan akademik. Komponen pertama terdiri atas empat kompetensi, komponen kedua memiliki satu kompetensi, dan komponen ketiga memiliki dua kompetensi. Dengan demikian, ketiga komponen tersebut secara keseluruhan meliputi tujuh kompetensi dasar, yaitu: 1) penyusunan rencana pembelajaran, 2) pelaksanaan interaksi belajar mengajar, 3) penilaian prestasi belajar peserta didik, 4) pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik, 5) pengembangan profesi, 6) pemahaman wawasan kependidikan, dan 7) penguasaan bahan kajian akademik ( sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan). Abdurrahman Mas’ud (dalam Suparlan 2005:99) menyebutkan tiga kompetensi dasar yang harus dimiliki guru, yakni: (1) menguasai materi atau bahan ajar, (2) antusiasme, dan ( 3) penuh kasih sayang (loving) dalam mengajar dan mendidik.
METODOLOGI
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) Permendiknas No. 41 Tahun 2007 menyatakan, “Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah
ISSN No.2442-5699
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian Tindakan Sekolah dilaksanakan di SDN Sekarbagus. Bertujuan untuk meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun rencana perlaksanaan pembelajaran (RPP) dengan lengkap. Waktu Penelitian PTS ini dilaksanakan pada semester satu tahun pelajaran 2014/2015 selama kurang lebih lima bulan mulai Agustus sampai dengan Desember 2014. Teknik dan Alat Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi, dan diskusi. a. Wawancara dipergunakan untuk mendapatkan data atau informasi tentang pemahaman guru terhadap RPP. b. Observasi dipergunakan untuk mengumpulkan data dan mengetahui kompetensi guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dengan lengkap. c. Diskusi dilakukan antara peneliti dengan guru.
Prosedur Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kesulitan-kesulitan yang dialami oleh guru dalam menyusun RPP. Selanjutnya peneliti memberikan alternatif atau usaha guna meningkatkan kemampuan guru dalam membuat rencana pelaksanaan pembelajaran. Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam Penelitian Tindakan Sekolah, menurut Sudarsono, F.X, (1999:2) yakni: 1. Rencana : Tindakan apa yang akan dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun RPP secara lengkap. Solusinya yaitu dengan melakukan : a) wawancara dengan guru dengan menyiapkan lembar wawancara, b) Diskusi dalam suasana yang menyenangkan dan c) memberikan bimbingan dalam menyusun RPP secara lengkap. 2. Pelaksanaan: Apa yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya meningkatkan
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015
3. Observasi:
4. Refleksi:
kompetensi guru dalam menyusun RPP yang lengkap yaitu dengan memberikan bimbingan berkelanjutan pada guru sekolah binaan . Peneliti melakukan pengamatan terhadap RPP yang telah dibuat untuk memotret seberapa jauh kemampuan guru dalam menyusun RPP dengan lengkap, hasil atau dampak dari tindakan yang telah dilaksanakan oleh guru dalam mencapai sasaran. Selain itu juga peneliti mencatat hal-hal yang terjadi dalam pertemuan dan wawancara. Rekaman dari pertemuan dan wawancara akan digunakan untuk analisis dan komentar kemudian. Peneliti mengkaji, melihat, dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang telah dilakukan. Berdasarkan hasil dari refleksi ini, peneliti bersama guru melaksanakan revisi atau perbaikan terhadap RPP yang telah disusun agar sesuai dengan rencana awal yang mungkin saja masih bisa sesuai dengan yang peneliti inginkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I (Pertama) Siklus pertama terdiri dari empat tahap yakni: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi, dan (4) refleksi seperti berikut ini. 1. Perencanaan ( Planning ) a. Membuat lembar wawancara b. Membuat format/instrumen penilaian RPP c. Membuat format rekapitulasi hasil penyusunan RPP siklus I dan II d. Membuat format rekapitulasi hasil penyusunan RPP dari siklus ke siklus 2. Pelaksanaan (Acting) Pada saat awal siklus pertama indikator pencapaian hasil dari setiap komponen RPP belum sesuai/tercapai seperti rencana/keinginan peneliti. Hal itu dibuktikan dengan masih adanya komponen RPP yang belum dibuat oleh guru. Sebelas komponen RPP yakni: 1) identitas mata pelajaran, 2) standar kompetensi, 3) kompetensi dasar, 4) indikator pencapaian kompetensi, 5) tujuan pembelajaran, 6) materi ajar, 7) alokasi waktu, 8) metode pembelajaran, 9) langkah-langkah kegiatan pembelajaran, 10) sumber belajar, 11) penilaiaan hasil belajar ( soal, pedoman penskoran, dan kunci
ISSN No.2442-5699
34
jawaban). Hasil observasi pada siklus kesatu dapat dideskripsikan berikut ini: Observasi dilaksanakan Selasa, 31 Agustus 2010, terhadap delapan orang guru. Semuanya menyusun RPP, tapi masih ada guru yang belum melengkapi RPP-nya baik dengan komponen maupun sub-sub komponen RPP tertentu. Satu orang tidak melengkapi RPP-nya dengan komponen indikator pencapaian kompetensi. Untuk komponen penilaian hasil belajar, dapat dikemukakan sebagai berikut. - Satu orang tidak melengkapinya dengan teknik dan bentuk instrumen. - Satu orang tidak melengkapinya dengan teknik, bentuk instumen, soal, pedoman penskoran, dan kunci jawaban. - Dua orang tidak melengkapinya dengan teknik, pedoman penskoran, dan kunci jawaban. - Satu orang tidak melengkapinya dengan soal, pedoman penskoran, dan kunci jawaban. - Satu orang tidak melengkapinya dengan pedoman penskoran dan kunci jawaban. Selanjutnya mereka dibimbing dan disarankan untuk melengkapinya. Siklus II (Kedua) Siklus kedua juga terdiri dari empat tahap yakni: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Hasil observasi pada siklus kedua dapat dideskripsikan berikut ini: Observasi dilaksanakan Selasa, 15 September 2014, terhadap delapan orang guru. Semuanya menyusun RPP, tapi masih ada guru yang keliru dalam menentukan kegiatan siswa dalam langkah-langkah kegiatan pembelajaran dan metode pembelajaran, serta tidak memilah/ menguraikan materi pembelajaran dalam sub-sub materi. Untuk komponen penilaian hasil belajar, dapat dikemukakan sebagai berikut. - Satu orang keliru dalam menentukan teknik dan bentuk instrumennya. - Satu orang keliru dalam menentukan bentuk instrumen berdasarkan teknik penilaian yang dipilih. - Dua orang kurang jelas dalam menentukan pedoman penskoran. - Satu orang tidak menuliskan rumus perolehan nilai siswa. Selanjutnya mereka dibimbing dan disarankan untuk melengkapinya. Pembahasan Penelitian Tindakan Sekolah dilaksanakan di SDN Sekarbagus Kabupaten Lamongan yang dulunya berstatus Sekolah rintisan Sekolah standar Nasional , terdiri atas delapan guru, dan dilaksanakan dalam dua
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 siklus. Kedelapan guru tersebut menunjukkan sikap yang baik dan termotivasi dalam menyusun RPP dengan lengkap. Hal ini peneliti ketahui dari hasil pengamatan pada saat melakukan wawancara dan bimbingan penyusunan RPP. Selanjutnya dilihat dari kompetensi guru dalam menyusun RPP, terjadi peningkatan dari siklus ke siklus. 1.
2.
3.
4.
Komponen Identitas Mata Pelajaran Pada siklus pertama semua guru (delapan orang) mencantumkan identitas mata pelajaran dalam RPP-nya (melengkapi RPP-nya dengan identitas mata pelajaran). Jika dipersentasekan, 84%. Lima orang guru mendapat skor 3 (baik) dan tiga orang mendapat skor 4 (sangat baik). Pada siklus kedua kedelapan guru tersebut mencantumkan identitas mata pelajaran dalam RPP-nya. Semuanya mendapat skor 4 (sangat baik). Jika dipersentasekan, 100%, terjadi peningkatan 16% dari siklus I. Komponen Standar Kompetensi Pada siklus pertama semua guru (delapan orang) mencantumkan standar kompetensi dalam RPPnya (melengkapi RPP-nya dengan standar kompetensi). Jika dipersentasekan, 81%. Masingmasing satu orang guru mendapat skor 1, 2, dan 3 (kurang baik, cukup baik, dan baik). Lima orang guru mendapat skor 4 (sangat baik). Pada siklus kedua kedelapan guru tersebut mencantumkan standar kompetensi dalam RPP-nya. Dua orang mendapat skor 3 (baik) dan enam orang mendapat skor 4 (sangat baik). Jika dipersentasekan, 94%, terjadi peningkatan 13% dari siklus I. Komponen Kompetensi Dasar Pada siklus pertama semua guru (delapan orang) mencantumkan kompetensi dasar dalam RPP-nya (melengkapi RPP-nya dengan kompetensi dasar). Jika dipersentasekan, 81%. Satu orang guru masing-masing mendapat skor 1, 2, dan 3 (kurang baik, cukup baik, dan baik). Lima orang guru mendapat skor 4 (sangat baik). Pada siklus kedua kedelapan guru tersebut mencantumkan kompetensi dasar dalam RPP-nya. Dua orang mendapat skor 3 (baik) dan enam orang mendapat skor 4 (sangat baik). Jika dipersentasekan, 94%, terjadi peningkatan 13% dari siklus I. Komponen Indikator Pencapaian Kompetensi Pada siklus pertama tujuh orang guru mencantumkan indikator pencapaian kompetensi dalam RPP-nya (melengkapi RPP-nya dengan indikator pencapaian kompetensi). Sedangkan satu orang tidak mencantumkan/melengkapinya. Jika dipersentasekan, 56%. Dua orang guru masingmasing mendapat skor 1 dan 2 (kurang baik dan cukup baik). Empat orang guru mendapat skor 3 (baik). Pada siklus kedua kedelapan guru tersebut
ISSN No.2442-5699
5.
6.
7.
8.
35
mencantumkan indikator pencapaian kompetensi dalam RPP-nya. Tujuh orang mendapat skor 3 (baik) dan satu orang mendapat skor 4 (sangat baik). Jika dipersentasekan, 78%, terjadi peningkatan 22% dari siklus I. Komponen Tujuan Pembelajaran Pada siklus pertama semua guru (delapan orang) mencantumkan tujuan pembelajaran dalam RPPnya (melengkapi RPP-nya dengan tujuan pembelajaran). Jika dipersentasekan, 63%. Satu orang guru mendapat skor 1 (kurang baik), dua orang mendapat skor 2 (cukup baik), dan lima orang mendapat skor 3 (baik). Pada siklus kedua kedelapan guru tersebut mencantumkan tujuan pembelajaran dalam RPP-nya. Lima orang mendapat skor 3 (baik) dan tiga orang mendapat skor 4 (sangat baik). Jika dipersentasekan, 84%, terjadi peningkatan 21% dari siklus I. Komponen Materi Ajar Pada siklus pertama semua guru (delapan orang) mencantumkan materi ajar dalam RPP-nya (melengkapi RPP-nya dengan materi ajar). Jika dipersentasekan, 66%. Satu orang guru masingmasing mendapat skor 1 dan 4 (kurang baik dan sangat baik), dua orang mendapat skor 2 (cukup baik), dan empat orang mendapat skor 3 (baik). Pada siklus kedua kedelapan guru tersebut mencantumkan materi ajar dalam RPP-nya. Enam orang mendapat skor 3 (baik) dan dua orang mendapat skor 4 (sangat baik). Jika dipersentasekan, 81%, terjadi peningkatan 15% dari siklus I. Komponen Alokasi Waktu Pada siklus pertama semua guru (delapan orang) mencantumkan alokasi waktu dalam RPP-nya (melengkapi RPP-nya dengan alokasi waktu). Semuanya mendapat skor 3 (baik). Jika dipersentasekan, 75%. Pada siklus kedua kedelapan guru tersebut mencantumkan alokasi waktu dalam RPP-nya. Tiga orang mendapat skor 3 (baik) dan lima orang mendapat skor 4 (sangat baik). Jika dipersentasekan, 91%, terjadi peningkatan 16% dari siklus I. Komponen Metode Pembelajaran Pada siklus pertama semua guru (delapan orang) mencantumkan metode pembelajaran dalam RPPnya (melengkapi RPP-nya dengan metode pembelajaran). Jika dipersentasekan, 72%. Dua orang guru mendapat skor 2 (cukup baik), lima orang mendapat skor 3 (baik), dan satu orang mendapat skor 4 (sangat baik). Pada siklus kedua kedelapan guru tersebut mencantumkan metode pembelajaran dalam RPP-nya. Satu orang mendapat skor 2 (cukup baik), enam orang mendapat skor 3 (baik), dan satu orang mendapat
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015
36
skor 4 (sangat baik). Jika dipersentasekan, 75%, terjadi peningkatan 3% dari siklus I.
Rekapitulasi Hasil Penyusunan RPP dari Siklus ke Siklus SDN Sekarbagus .
Komponen Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran Pada siklus pertama semua guru (delapan orang) mencantumkan langkah-langkah kegiatan pembelajaran dalam RPP-nya (melengkapi RPPnya dengan langkah-langkah kegiatan pembelajaran). Jika dipersentasekan, 53%. Tujuh orang guru mendapat skor 2 (cukup baik), sedangkan satu orang mendapat skor 3 (baik). Pada siklus kedua kedelapan guru tersebut mencantumkan langkah-langkah kegiatan pembelajaran dalam RPP-nya. Satu orang mendapat skor 2 (cukup baik) dan tujuh orang mendapat skor 3 (baik). Jika dipersentasekan, 72%, terjadi peningkatan 19% dari siklus I. 10. Komponen Sumber Belajar Pada siklus pertama semua guru (delapan orang) mencantumkan sumber belajar dalam RPP-nya (melengkapi RPP-nya dengan sumber belajar). Jika dipersentasekan, 66%. Tiga orang guru mendapat skor 2 (cukup baik), sedangkan lima orang mendapat skor 3 (baik). Pada siklus kedua kedelapan guru tersebut mencantumkan sumber belajar dalam RPP-nya. Dua orang mendapat skor 2 (cukup baik) dan enam orang mendapat skor 3 (baik). Jika dipersentasekan, 69%, terjadi peningkatan 3% dari siklus I. 11. Komponen Penilaian Hasil Belajar Pada siklus pertama semua guru (delapan orang) mencantumkan penilaian hasil belajar dalam RPPnya meskipun sub-sub komponennya (teknik, bentuk instrumen, soal), pedoman penskoran, dan kunci jawabannya kurang lengkap. Jika dipersentasekan, 56%. Dua orang guru masingmasing mendapat skor 1 dan 3 (kurang baik dan baik), tiga orang mendapat skor 2 (cukup baik), dan satu orang mendapat skor 4 (sangat baik). Pada siklus kedua kedelapan guru tersebut mencantumkan penilaian hasil belajar dalam RPPnya meskipun ada guru yang masih keliru dalam menentukan teknik dan bentuk penilaiannya. Tujuh orang mendapat skor 3 (baik) dan satu orang mendapat skor 4 (sangat baik). Jika dipersentasekan, 78%, terjadi peningkatan 22% dari siklus I. Berdasarkan pembahasan di atas terjadi peningkatan kompetensi guru dalam menyusun RPP. Pada siklus I nilai rata-rata komponen RPP 69%, pada siklus II nilai rata-rata komponen RPP 83%, terjadi peningkatan 14%. Untuk mengetahui lebih jelas peningkatan setiap komponen RPP, dapat dilihat pada lampiran
PENUTUP Simpulan 1. Supervisi Training And Guidance ( latihan dan Bimbingan ) dapat meningkatkan motivasi guru dalam menyusun RPP dengan lengkap. Guru menunjukkan keseriusan dalam memahami dan menyusun RPP apalagi setelah mendapatkan bimbingan pengembangan/penyusunan RPP dari peneliti. Informasi ini peneliti peroleh dari hasil pengamatan pada saat mengadakan wawancara dan bimbingan pengembangan/penyusunan RPP kepada para guru di SDN 2 Sekarbagus 2. Supervisi Training And Guidance ( latihan dan Bimbingan )dapat meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun RPP. Hal itu dapat dibuktikan dari hasil observasi /pengamatan yang memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan kompetensi guru dalam menyusun RPP dari siklus ke siklus . Pada siklus I nilai rata-rata komponen RPP 69% dan pada siklus II 83%. Jadi, terjadi peningkatan 14% dari siklus I.
9.
ISSN No.2442-5699
DAFTAR PUSTAKA Daradjat, Zakiyah. 1980. Kepribadian Guru. Jakarta: Bulan Bintang. Dewi, Kurniawati Eni . 2009. Pengembangan Bahan Ajar Bahasa Dan Sastra Indonesia Dengan Pendekatan Tematis. Tesis. Surakarta: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Depdiknas. 2003. UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas. 2004. Standar Kompetensi Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas. 2005. UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Depdiknas. 2005. Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas. 2007. Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007a tentang Standar Proses. Jakarta: Depdiknas. 2007. Permendiknas RI No. 12 Tahun 2007b tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah. Jakarata: Depdiknas. 2008. Perangkat Pembelajaran Kurikulum Tingkat Satuan Pembelajaran SMA. Jakarta. 2008. Alat Penilaian Kemampuan Guru. Jakarta: Depdiknas. 2009. Petunjuk Teknis Pembuatan Laporan Penelitian Tindakan Sekolah Sebagai Karya Tulis Ilmiah Dalam Kegiatan Pengembangan Profesi Pengawas Sekolah. Jakarta.
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 Fatihah, RM . 2008. Pengertian konseling (Http://eko13.wordpress.com, diakses 19 Maret 2009). Imron, Ali. 2000. Pembinaan Guru Di Indonesia. Malang: Pustaka Jaya. Kemendiknas. 2010. Penelitian Tindakan Sekolah. Jakarta. 2010. Supervisi Akademik. Jakarta. Kumaidi. 2008. Sistem Sertifikasi (http://massofa.wordpress.com diakses 10 Agustus 2009). Nawawi, Hadari. 1985. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Pidarta, Made . 1992. Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Sudjana, Nana. 2009. Standar Kompetensi Pengawas Dimensi dan Indikator. Jakarta : Binamitra Publishing. Suharjono. 2003. Menyusun Usulan Penelitian. Jakarta: Makalah Disajikan pada Kegiatan Pelatihan Tehnis Tenaga Fungsional Pengawas. Suparlan. 2005. Menjadi Guru Efektif. Yogyakarta: Hikayat Publishing. 2006. Guru Sebagai Profesi. Yogyakarta: Hikayat Publishing. Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi kedua
ISSN No.2442-5699
37
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015
38
Pengaruh Pendidikan, Pengalaman dan Independensi Terhadap Kinerja Auditor Dengan Motivasi Sebagai Variabel Intervening Noer Rafikah Zulyanti *) *)
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Lamongan
ABSTRAKSI Pengawasan yang dilakukan Auditor Pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan efisiensi nasional, sehingga auditor pemerintah harus menjaga dan meningkatkan profesionalisme dalam melaksanakan tugasnya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pendidikan, pengalaman dan Independensi terhadap Kinerja Auditor dengan motivasi sebagai variable intervening. Penelitian ini menggunakan adalah metode pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara Pendidikan terhadap Motivasi Auditor ditunjukan, tidak terdapat pengaruh signifikan antara Independensi dan Pengalaman terhadap Motivasi Auditor, tidak terdapat pengaruh signifikan antara Pendidikan dan Pengalaman terhadap Kinerja Auditor, terdapat pengaruh signifikan antara Independensi dan motivasi terhadap Kinerja. Tidak terdapat pengaruh signifikan Pendidikan dan Pengalaman terhadap Kinerja Auditor di Inspektorat Kabupaten Lamongan melalui motivasi dan terdapat pengaruh signifikan antara Independensi terhadap Kinerja Auditor di Inspektorat Kabupaten Lamongan melalui motivasi secara tidak langsung. Kata Kunci: Pendidikan, Pengalaman, Independensi, Motivasi, Kinerja Auditor LATAR BELAKANG Terdapat tiga aspek yang mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance), yaitu pengawasan, pengendalian, dan pemeriksaan. Pengawasan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak di luar eksekutif, yaitu masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk mengawasi kinerja pemerintahan (Efendy, 2010). Pengendalian (control) adalah mekanisme yang dilakukan oleh eksekutif untuk menjamin bahwa sistem dan kebijakan manajemen dilaksanakan dengan baik sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Sedangkan pemeriksaan (audit) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki independensi dan memiliki kompetensi professional untuk memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah telah sesuai dengan standar yang ditetapkan. Secara garis besar di Indonesia yang melaksanakan fungsi pemeriksaan dipisahkan menjadi dua bagian yaitu auditor eksternal dan auditor internal. Auditor eksternal pemerintah diimplementasikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sedangkan Auditor internal pemerintah diimplementasikan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) INSPEKTORAT dan badan pengawas internal di setiap departemen yaitu Inspektorat Jendral (IRJEN). Salah satu unit yang melakukan audit/pemeriksaan terhadap pemerintah daerah adalah Inspektorat Daerah (Propinsi/Kabupaten/Kota). Pengawasan yang dilakukan oleh auditor pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan efisiensi nasional, sehingga auditor
ISSN No.2442-5699
pemerintah harus menjaga dan meningkatkan profesionalisme dalam melaksanakan tugasnya. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi adalah pendidikan di bidang akuntansi, karena dengan pendidikan di bidang akuntansi maka seorang auditor dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang erat kaitannya dalam melaksanakan tugas audit. Untuk membuktikan keahlian atau profesionalisme seorang auditor harus memiliki pengalaman dalam praktek audit.. Independensi adalah sikap mental dimana auditor tidak memihak terhadap kepentingan pihak manapun, Dalam Efendy (2010) menyatakan bahwa kerjasama dengan obyek pemeriksaan yang terlalu lama dan berulang bisa menimbulkan kerawanan atas independensi yang dimiliki oleh auditor. Motivasi dibedakan menjadi dua bagian yakni motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi yang bersifat intrinsik adalah manakala sifat pekerjaan itu sendiri yang membuat seorang termotivasi, orang tersebut mendapat kepuasan dengan melakukan pekerjaan tersebut bukan karena rangsangan lain seperti status ataupun materi sehingga dapat dikatakan orang tersebut sedang melakukan hobynya. Motivasi ekstrinsik adalah manakala elemen elemen diluar pekerjaan yang melekat di pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang membuat seorang termotivasi seperti status ataupun kompensasi. Kinerja audit pemerintahan merupakan salah satu elemen penting dalam rangka penegakan good government. Inspektorat Kabupaten Lamongan dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 Nomor 04 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Lamongan dan mempunyai tugas pokok yaitu “ Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan didaerah, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan Pemerintahan dan pelaksanaan urusan Pemerintahan Desa“. METODE Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif karena data yang disajikan berhubungan dengan angka dan menggunakan analisis statistik. Penelitian ini berupa studi kasus yang bertujuan untuk mencari pengaruh antara variabel bebas yaitu Pendidikan (X1), Pengalaman (X2), dan Independensi (X3) terhadap variabel terikat yaitu Kinerja Auditor (Y) pada Inspektorat Kabupaten Lamongan dengan variabel intervening Motivasi (M). Populasi penelitian adalah staf Inspektorat Kabupaten Lamongan yang berjumlah 34 (tiga puluh empat) orang dijadikan sampel. Pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode survey (survey method), yaitu pengumpulan data primer yang diperoleh secara langsung dari sumber asli dengan cara menyebarkan daftar pertanyaan (kuesioner) secara personal yang akan diisi atau dijawab oleh responden. HASIL Inspektorat Kabupaten Lamongan merupakan salah satu Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) yang ada pada Pemerintah Kabupaten Lamongan dimana Inspektorat Kabupaten Lamongan memiliki tugas melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pemerintahan Desa. Kabupaten Lamongan merupakan salah satu dari Kabupaten yang ada di Propinsi Jawa Timur dengan nilai Belanja yang cukup besar. Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diketahui bahwa dari 35 (tiga puluh lima) orang responden sebanyak 21 (dua puluh satu) orang laki-laki sedangkan sisanya sebanyak 14 (empat belas) orang adalah perempuan. Mayoritas usia responden adalah 31-40 tahun yakni 16 (enam belas) orang sedangkan sisanya 5 (lima) orang usia 20-30 tahun, 9 (sembilan) orang usia 41-50 tahun sedangkan 5 (lima) orang sisanya berusia diatas 50 tahun. Karakteristik Responden Berdasarkan tingkat Pendidikan SMA sebanyak 7 (tujuh) orang, Diploma III 1 (satu) orang, Sarjana (S1) sebanyak 17 (tujuh belas) orangdan Magister (S2) sebanyak 10 (sepuluh) orang responden. Sedangkan Kareakteristik menurut Masa kerja antara lain 0-3 tahun sebanyak 12 (dua belas) orang, 4-7 tahun sebanyak 6 (enam) orang, 8-14 tahun sebanyak 12 (dua belas) orang dan sisanya sebanyak 5 (lima) orang memiliki masa kerja lebih dari 15 (lima belas) tahun.
ISSN No.2442-5699
39
PEMBAHASAN Berikut hasil pengolahan data yang telah dilakukan menggunakan bantuan Program SPSS 16 for Windows diperoleh hasil: Uji Validitas Data penelitian yang telah terkumpul kemudian diolah untuk menguji kualitas data berupa uji validitas dan reliabilitas. Dari hasil uji validitas yang dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 16 menunjukkan bahwa koefisien korelasi pearson moment untuk setiap item butir pernyataan dengan skor total variabel Kinerja Auditor (Y), Pendidikan (X1) Pengalaman (X2), Independensi (X3) dan motivasi (M) signifikan pada tingkat signifikansi 0,01. Hasil pengujian menunjukkan bahwa seluruh butir pertanyaan valid. Uji Reabilitas Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan uji One Shot, artinya satu kali pengukuran saja dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lainnya atau dengan kata lain mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan. Hasil perhitungan uji reliabilitas menunjukkan bahwa nilai Cronbach Alpha (α) untuk masing-masing variabel adalah lebih besar dari 0,60. Dari hasil penelitian seluruh item-item instrumen untuk masing-masing variabel adalah reliabel. Uji Partial (Uji T) Terdapat Pengaruh Signifikan antara Pendidikan terhadap Motivasi Auditor Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pertama (H1) yang menyebutkan bahwa Pendidikan aparat inspektorat berpengaruh signifikan terhadap motivasi. Pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja yang langsung dengan pelaksanaan tugas, tetapi juga landasan untuk mengembangkan diri serta kemampuan memanfaatkan semua sarana yang ada untuk kelancaran pelaksanaan tugas. Untuk meningkatkan motivasi khususnya dalam rangka aktualisasi diri seorang auditor perlu untuk memperoleh penghargaan ekstrinsik yakni peningkatan karir dan status. Dengan demikian semakin tinggi tingkat pendidikan seorang auditor maka makin tinggi pula motivasinya. Tidak Terdapat Pengaruh Signifikan Antara Pengalaman terhadap Motivasi Auditor Pengalaman tidak berpengaruh terhadap Motivasi atau dengan kata lain Hipotesis kedua ditolak. Semakin sering auditor/pemeriksa melakukan pekerjaan yang sama, semakin terampil dan semakin cepat dia menyelesaikan pekerjaan tersebut. Pengalaman kerja yang semakin kaya dan luas, dan semakin berpeluang bagi auditor untuk meningkatkan motivasi mereka. Pengalaman secara tidak langsung memberikan penghargaan intrinsik (kenikmatan pribadi dan kesempatan membantu orang lain) dan penghargaan ekstrinsik (peningkatan karir dan status) bagi seorang auditor. Pada Responden Inspektorat Kabupaten Lamongan pengalaman tidak mempengaruhi motivasi
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 mereka hal ini disebabkan bagi mereka baik berpengalaman maupun tidak berpengalaman mereka tidak akan mendapatkan penghargaan apapun dari pimpinan. Tidak Terdapat Pengaruh Signifikan Antara Independensi terhadap Motivasi Auditor Independensi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi dan Hipotesis ketiga ditolak. Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, seorang auditor/pemeriksa harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya. Para Auditor/pemeriksa bertanggung jawab untuk dapat mempertahankan independensinya sedemikian rupa, sehingga pendapat, simpulan, pertimbangan atau rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tidak memihak dan dipandang tidak memihak oleh pihak manapun. Seharusnya hal ini mampu memotivasi seorang auditor yakni dalam kebutuhan Sosial dan Kasih sayang dimana auditor merasa perlu untuk diterima oleh orang lain (sense of belonging), kebutuhan untuk maju dan tidak gagal (sense of achievement), kekuatan ikut serta (sense of participation). hal ini disebabkan mereka tidak peduli akan pendapat orang serta diduga karena independensi aparat inspektorat Kabupaten Lamongan masih terpengaruh dengan penentu kebijakan dan sering adanya mutasi antar satuan kerja perangkat daerah. Akibatnya, meskipun aparat acapkali mendapat fasilitas dari auditee. Tidak Terdapat Pengaruh Signifikan Antara Pendidikan terhadap Kinerja Auditor Hipotesis ini tidak dapat dibuktikan diduga karena aparat Inspektorat Kabupaten Lamongan beranggapan bahwa tidak peduli latar belakang pendidikan mereka apa mereka pasti bisa melakukan audit (tidak perlu latar belakang pendidikan akuntansi) cukup memiliki pengetahuan dibidang pemerintahan saja. Tidak Terdapat Pengaruh Signifikan Antara Pengalaman terhadap Kinerja Auditor Pengujian H5 dimana terdapat pengaruh signifikan antara Pengalaman terhadap Kinerja Auditor di Inspektorat Kabupaten Lamongan diperoleh hasil bahwa Pengalaman aparat inspektorat tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor dengan kata lain H5 ditolak. Diduga tidak dapat dibuktikan karena adanya anggapan bahwa mereka merasa bisa melakukan audit walaupun mereka orang baru serta adanya anggapan bahwa pembuatan laporan yang tepat waktu bukanlah ukuran untuk menunjukkan kinerja mereka bagus atau tidak melainkan diukur dengan jenis temuannya.
ISSN No.2442-5699
40
Terdapat Pengaruh Signifikan Antara Independensi terhadap Kinerja Auditor Independensi merupakan sikap mental dimana auditor tidak memihak kepada kepentingan pihak manapun. Tingginya independensi auditor mendorong Kinerja Auditor menjadi semakin tinggi karena auditor merasa perlu untuk menjaga performanya dimata orang lain (masyarakat atau obyek pemeriksaan) Terdapat pengaruh signifikan antara Motivasi terhadap Kinerja Auditor Hasil pengujian ini menginterpretasikan bahwa variabel Motivasi aparat inspektorat signifikan terhadap Kinerja Auditor pada taraf signifikansi 5% atau dengan kata lain H7 diterima. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Goleman (2001) dalam Muh. Taufiq Efendy tahun 2010 bahwa hanya motivasi yang akan membuat seseorang mempunyai semangat juang yang tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi standar yang ada. Rasa ingin membuat hati pimpinan merasa senang atas keberhasilan tugas yang dilaksanakan memotivasi auditor untuk melakukan pekerjaannya dengan baik. Analisis Jalur (Variabel Intervening) Tidak Terdapat Pengaruh Signifikan Antara Pendidikan Terhadap Kinerja Auditor Di Inspektorat Kabupaten Lamongan Melalui Motivasi. Pendidikan tidak dapat mempengaruhi Kinerja Auditor melalui motivasi yang dimilikinya diduga karena persepsi auditor mereka tidak akan dapat menduduki jabatan dengan segera walaupun pendidikan mereka tinggi hal ini disebabkan karena aturan birokrasi yang menggunakan Daftar Urut Kepangakatan sehingga siapa yang pangkatnya lebih tinggi walaupun mereka hanya lulusan SMA dialah yang akan menduduki jabatan dulu. Tidak Terdapat Pengaruh Signifikan Antara Pengalaman Terhadap Kinerja Auditor Di Inspektorat Kabupaten Lamongan Melalui Motivasi. Diduga tidak dapat karena karena persepsi auditor mereka tidak akan dapat menduduki jabatan dengan segera walaupun pengalaman mereka banyak ini terbukti aturan birokrasi yang menggunakan Daftar Urut Kepangkatan sehingga siapa yang pangkatnya lebih tinggi walaupun tidak memiliki pengalaman audit dialah yang akan menduduki jabatan dulu Terdapat Pengaruh Signifikan Antara Independensi terhadap Kinerja Auditor di Inspektorat Kabupaten Lamongan Melalui Motivasi Hasil analisis jalur diketahui bahwa Independensi tidak berpengaruh secara langsung terhadap Kinerja Auditor melalui motivasi namun berpengaruh secara tidak langsung melalui motivasi terhadap kinerja dengan nilai 0,0107 (0,272 x 0,374).
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan pembahasan tersebut dapat disimpulkan (1)Terdapat pengaruh signifikan antara Pendidikan terhadap Motivasi Auditor. Untuk meningkatkan motivasi khususnya dalam rangka aktualisasi diri seorang auditor perlu untuk memperoleh penghargaan ekstrinsik yakni peningkatan karir dan status. Dengan demikian semakin tinggi tingkat pendidikan seorang auditor maka makin tinggi pula motivasinya (2)Tidak terdapat pengaruh signifikan antara Pengalaman terhadap Motivasi Auditor diduga bagi mereka baik berpengalaman maupun tidak berpengalaman mereka tidak akan mendapatkan penghargaan apapun dari pimpinan. (3)Tidak terdapat pengaruh signifikan antara Independensi terhadap Motivasi Auditor. Diduga mereka tidak peduli akan pendapat orang serta karena independensi aparat inspektorat Kabupaten Lamongan masih terpengaruh dengan penentu kebijakan dan sering adanya mutasi antar satuan kerja perangkat daerah. Akibatnya, meskipun aparat acapkali mendapat fasilitas dari auditee. (4) Tidak Terdapat pengaruh signifikan antara Pendidikan terhadap Kinerja Auditor diduga karena aparat Inspektorat Labupaten Lamongan beranggapan bahwa tidak peduli latar belakang pendidikan mereka apa mereka pasti bisa melakukan audit (tidak perlu latar belakang pendidikan akuntansi) cukup memiliki pengetahuan dibidang pemerintahan saja (5)Tidak terdapat pengaruh signifikan antara Pengalaman terhadap Kinerja Auditor. Diduga tidak dapat dibuktikan karena adanya anggapan bahwa mereka merasa bisa melakukan audit walaupun mereka orang baru serta adanya anggapan bahwa pembuatan laporan yang tepat waktu bukanlah ukuran untuk menunjukkan kinerja mereka bagus atau tidak melainkan diukur dengan jenis temuannya. (6)Terdapat pengaruh signifikan antara Independensi terhadap Kinerja Auditor. Tingginya independensi auditor mendorong Kinerja Auditor menjadi semakin tinggi karena auditor merasa perlu untuk menjaga performanya dimata orang lain (masyarakat atau obyek pemeriksaan) (7) Terdapat pengaruh signifikan antara Independensi terhadap Kinerja Auditor. Rasa ingin membuat hati pimpinan merasa senang atas keberhasilan tugas yang dilaksanakan memotivasi auditor untuk melakukan pekerjaannya dengan baik. (8) Tidak terdapat pengaruh signifikan antara Pendidikan terhadap Kinerja Auditor di Inspektorat Kabupaten Lamongan melalui motivasi. Hal ini diduga disebabkan karena aturan birokrasi yang menggunakan Daftar Urut Kepangakatan sehingga siapa yang pangkatnya lebih tinggi walaupun mereka hanya lulusan SMA dialah yang akan menduduki jabatan dulu. (9) Tidak terdapat pengaruh signifikan antara Pengalaman terhadap Kinerja Auditor di Inspektorat Kabupaten Lamongan melalui motivasi.
ISSN No.2442-5699
41
Diduga tidak dapat karena karena persepsi auditor mereka tidak akan dapat menduduki jabatan dengan segera walaupun pengalaman mereka banyak ini terbukti aturan birokrasi yang menggunakan Daftar Urut Kepangkatan sehingga siapa yang pangkatnya lebih tinggi walaupun tidak memiliki pengalaman audit dialah yang akan menduduki jabatan dulu. (10) Terdapat pengaruh signifikan antara Independensi terhadap Kinerja Auditor di Inspektorat Kabupaten Lamongan melalui motivasi Hasil analisis jalur diketahui bahwa Indepensi tidak berpengaruh secara langsung terhadap Kinerja Auditor melalui motivasi namun berpengaruh secara tidak langsung melalui motivasi terhadap kinerja dengan nilai 0,0107 (0,272 x 0,374). Munculnya pengaruh tidak langsung karena adanya perasaan takut dari aparat inspektorat jika mereka tidak independen maka atasan tidak akan puas dan menegur atau memberikan hukuman kepada mereka. Saran Berdasarkan hasil pembahasan penelitian dan kesimpulan di atas maka dapat diberikan saran-saran antara lain sebagai berikut: (1) Bagi Auditor Pendidikan, pengalaman dan Independensi serta adanya pengaruh baik langsung maupun tidak langsung dari motivasi Untuk meningkatkan Kinerja Auditor dibutuhkan pendidikan yang diperoleh dari bangku perkuliahan maupun pelatihan.(2)bagi Peneliti Lain dimana Penelitian mendatang sebaiknya melakukan sebuah penelitian dengan menggunakan metode wawancara langsung untuk mengumpulkan data penelitian agar dapat mengurangi adanya kelemahan terkait internal validity dan memperluas objek penelitian pada aparat inspektorat kabupaten/kota seProvinsi Jawa Timur sehingga hasilnya dapat digeneralisasi. DAFTAR RUJUKAN Anonim.
2008. Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 04 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Lamongan.Lamongan. Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Lamongan. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. 2008. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. Jakarta Efendy, Muh. Taufiq. 2010. Pengaruh Kompetensi, Independensi, Dan Motivasi Terhadap Kualitas Audit Aparat Inspektoratdalam Pengawasan Keuangan Daerah (Studi Empiris Pada Pemerintah Kota
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 Gorontalo). Tesis Program Studi Magister Sains Akuntansi Program Pascasarjana Universitas diponegoro. Mulyadi. 2002. Auditing Buku 1. Salemba Empat. Jakarta Mareta, Rena. 2011. Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengalaman Dan Kompensasi Terhadap Kinerja Auditor Pada Kantor Akuntan Publik Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.
ISSN No.2442-5699
42
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015
43
Petunjuk bagi (Calon) Penulis Jurnal Media Edukasi (elkapesbe) 1. Artikel yang ditulis untuk Jurnal Media Edukasi meliputi hasil pemikiran dan hasil penelitian atau kajianpustaka yang mempunyai kontribusi baru di bidang Teknik. Naskah diketik degan huruf TimesNew Roman, ukuran 11 pts, dengan spasi ganda, dicetak pada kertas HVS kuarto sepanjang maksimum15 halaman, dan diserahkan dalam bentuk print-out sebanyak 3 eksemplar beserta disketnya. Berkas(file) dibuat dengan Microsoft word. Pengiriman file juga dapat dilakukan sebagai attacment e-mail kealamat:
[email protected] 2. Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik dan ditempatkan dibawah judul artikel. Jikapenulis terdiri 4 orang atau lebih, yang dicantumkan di bawah judul artikel adalah nama penulis utama;nama penulis-penulis lainnya dicantumkan pada catatan kaki halaman pertama naskah. Dalam halnaskah ditulis oleh tim, penyunting hanya berhubungan dengan penulis utama atau penulis yangnamanya tercantum pada urutan pertama. Penulis dianjurkan mencantumkan alamat e-mail untukmemudahkan komunikasi. 3. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan format esai, disertai judul pada masingmasingbagian artikel, kecuali bagian pendahuluan yang disajikan tanpa judul bagian. Judul artikeldicetak dengan huruf besar ditengah-tengah, dengan huruf sebesar 14 poin. Peringkat judul bagian dinyatakan dengan jenis huruf yang berbeda (semua judul bagian dan sub-bagian dicetak tebal atautebal dan miring), dan tidak menggunakan angka/nomor pada judul bagian:PERINGKAT 1 (HURUF BESAR SEMUA, TEBAL, RATA TEPI KIRI)Peringkat 2 (Huruf Besar Kecil, Tebal, Rata Tepi Kiri)Peringkat 3 (Huruf Besar Kecil, Tebal-Miring, Rata Tepi Kiri) 4. Sistematika artikel hasil pemikiran adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak(maksimum 200 kata); kata kunci; pendahuluan (tanpa judul) yang berisi latar belakang dan tujuan atauruang lingkup tulisan; bahasan utama (dapat dibagi ke dalam beberapa sub-bagian); penutup ataukesimpulan; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk). 5. Sistematika artikel hasil penelitian adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak(maksimum 200 kata) yang berisi tujuan, metode dan hasil penelitian; kata kunci; pendahuluan (tanpajudul) yang berisi latar belakang, sedikit tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian; metode; hasil;pembahasan; kesimpulan dan saran; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk) 6. Sumber rujukan sedapat mungkin merupakan pustakapustaka terbitan 10 tahun terakhir. Rujukan yangdiutamakan adalah sumber-sumber primer berupa laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, disertasi)atau artikel-artikel penelitian dalam jurnal dan/atau majalah ilmiah. 7. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurang (nama, tahun). Pencantuman
ISSN No.2442-5699
sumberpada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan tentang nomor halaman tempat asal kutipan.Contoh: (Davis, 2003: 47). 8. Daftar Rujukan disusun dengan tata cara seperti contoh berikut dan diurutkan secara alfabetis dankronologis. Buku: Anderson, D, W., Vault, V. D. & Dickson, C. E. 1999. Problem and Prospects for the Decades Ahead: Competency Based Teacher Education. Berkeley: McCutchan Publising Co. Buku kumpulan artikel: Saukah, A. & Waseso, M.G. (Eds.). 2002. Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah (Edisi ke-4, cetakan ke1). Malang: UM Press. Artikel dalam buku kumpulan artikel: Russel, T. 1998. An Alternative Conception: Representing Represensation. Dalam P.J. Black & A. Lucas (Eds), Children’s Informal Ideas in Science (hlm. 6284). London: Routledge. Artikel dalam jurnal atau majalah: Kansil, C.L. 2002. Orientasi Baru Penyelenggaraan Pendidikan Program Profesional dalam Memenuhi kebutuhan Dunia Industri. Transpor, XX (4): 57-61. Artikel dalam koran: Pitunov, B. 13 Desember, 2002. Sekolah Unggulan ataukah Sekolah Pengunggulan? Majapahit Pos, hlm. 4 & 11. Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama pengarang): Jawa Pos. 22 April, 1995. Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri, hlm. 3. Dokumen resmi: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1978. Pedoman Penulisan Laporan Penelitian. Jakarta: Depdikbud. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 1990. Jakarta: PT. Armas Duta Jaya. Buku terjemahan: Ary, D., Jacobs, L.C. & Razavieh, A. 1976. Pengantar Penelitian Pendidikan. Terjemahan oleh Arief Furchan. 1982. Surabaya: Usaha Nasional. Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Penelitian: Kuncoro, T. 1996. Pengembangan Kurikulum Pelatihan Magang di STM Nasional Malang Jurusan Bangunan, Program Studi Bangunan Gedung: Suatu Studi Berdasarkan Kebutuhan Dunia Usaha Jasa Konstruksi. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP MALANG. Makalah seminar, lokakarya, penataran: Waseso, M.G 2001. Isi dan Format Jurnal Ilmiah. Makalah disajikan dalam Seminar Lokakarya Penulisan Artikel dan Pengelolaan Jurnal Ilmiah, Universitas Lambungmangkurat, Banjarmasin, 9-11 Agustus. Internet (karya individual) Hitchcock, S., Carr, L. & Hall, W. 1996. A Survey of STM Online Journals, 1990-1995 : The Calm before the Storm, (Online), (http://journal.ecs.soton.ac.uk/survey/survey.html, diakses 12 Juni
Jurnal Media Edukasi Vol 1 No 2 Maret 2015 1996) Internet (artikel dalam jurnal online): Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan. (Online), jilid 5,No. 4,(http://www.malang.ac.id, diakses 20 Januari 2000). Internet (bahan diskusi): Wilson, D. 20 November 1995. Summary of Citing Internet sites. NETTRAIN Discussion List, (Online), (
[email protected], diakses 22 November 1995). Internet (e-mail pribadi): Naga, D.S (
[email protected]). 1 Oktober 1997. Artikel Untuk JIP. E-mail kepada Ali Saukah (
[email protected]). 9. Tata cara penyajian kutipan, table, dan gambar mencontoh langsung tata cara yang digunakan dalam artikel yang telah dimuat. Artikel berbahasa Indonesia menggunakan Pedoman Umum Ejaan BahasaIndonesia
ISSN No.2442-5699
44
yang Disempurnakan (Depdikbud, 1987). Artikel bahasa Inggris menggunakan ragam baku. 10. Semua naskah ditelaah secara anonim oleh mitra bestari reviewers yang ditunjuk oleh penyunting menurut bidang kepakarannya. Penulis artikel diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan (revisi) naskah atas dasar rekomendasi/saran dari mitra bestari atau penyunting, kepastian pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahukan secara tertulis. 11. Pemeriksaan dan penyuntingan cetak-coba dikerjakan oleh penyunting dan/atau dengan melibatkan penulis. Artikel yang sudah dalam bentuk cetak-coba dapat dibatalkan pemuatannya oleh penyunting jika diketahui bermasalah. Segala sesuatu yang menyangkut perjanjian pengutipan atau penggunaan software komputer untuk pembuatan naskah atau ihwal lain yang terkait dengan HAKI yang dilakukan oleh penulis artikel, berikut konsekuensi hukum yang mungkin timbul karenanya, menjadi tanggung jawab penuh penulis artikel tersebut.