Jurnal Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo
1
FILDA SUMAILA
2015
Jurnal Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo
2015
PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK TERHADAP KEMAMPUAN SOSIALISASI PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA “ILOMATA” KOTA GORONTALO Filda Sumaila, dr. Nanang Roswita Paramata, M.Kes, Nasrun Pakaya, S.Kep,Ns,M.Kep 1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo 2 Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo 3 Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo Email:
[email protected] ABSTRAK Filda Sumaila. 2015. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Terhadap Kemampuan Sosialisasi Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Ilomata Kota Gorontalo. Skripsi, Jurusan S1 Keperawatan, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I dr. Nanang Roswita Paramata, M.Kes dan Pembimbing II Nasrun Pakaya, S.Kep, Ns, M.Kep. Pada lanjut usia terjadi penurunan kemampuan baik yang bersifat fisik, mental, maupun sosial. Masalah sosial pada masa lansia yaitu lansia mulai menarik diri dari kehidupan sosialnya. Salah satu terapi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan sosialisasi lansia yaitu dengan terapi aktivitas kelompok. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh terapi aktivitas kelompok terhadap kemampuan sosialisasi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Ilomata Kota Gorontalo. Penelitian ini merupakan pra eksperimen dengan rancangan one group prestest-posttest design. Jumlah sampel 10 responden, teknik Quota sampling dengan kriteria sampel. Pengumpulan data dilakukan melalui lembar observasi kemampuan sosialisasi. Hasil penelitian menunjukkan kemampuan sosialisasi responden sebelum dilakukan terapi aktivitas kelompok responden yang berada pada kategori sosialisasi tidak mampu sebanyak 3 responden (30%), dan responden yang berada pada kategori sosialisasi kurang mampu sebanyak 7 responden (70%). Setelah mendapat perlakuan kemampuan sosialisasi responden meningkat, 3 responden (30%) menjadi ketegori sosialisasi kurang mampu, dan 7 responden (70%) menjadi kategori sosialisasi mampu. Hasil uji ststistik Uji T Berpasangan nilai p=0,000 (α <0.05), disimpulkan ada pengaruh terapi aktivitas kelompok terhadap kemampuan sosialisasi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Ilomata Kota Gorontalo. Bagi lansia diharapkan dapat menerapkan terapi aktivitas kelompok dalam kehidupan sehari-hari. Kata Kunci : Terapi Aktivitas Kelompok, Kemampuan Sosialisasi, Lansia. Daftar Pustaka : 33 (2000-2015)
2
FILDA SUMAILA
Jurnal Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo
2015
PENDAHULUAN WHO dan Undang-undang RI no 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa lanjut usia adalah mereka yang telah memasuki usia 60 tahun ke atas. Perubahan-perubahan dalam kehidupan yang harus dihadapi oleh individu usia lanjut khususnya berpotensi menjadi tekanan dalam hidup karena menjadi tua adalah sesuatu yang berkaitan dengan kelemahan, ketidakberdayaan, kemunduran terutama pada fungsi-fungsi fisik, sosial, ekonomi, psikologi, dan munculnya penyakit-penyakit. Pada masa ini manusia berpotensi mempunyai masalah-masalah kesehatan umum, kesehatan jiwa, maupun masalah sosialisasi dalam masyarakat (Padila, 2013). Teori sosiokultural menyatakan bahwa dalam proses menua akan terjadi teori pembebasan yang menjelaskan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Hal ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, sehingga sering terjadi kehilangan ganda yang meliputi kehilangan peran, hambatan kontak sosial, dan berkurangnya komitmen (Padilla, 2013). Menurut Padila tahun 2013 di seluruh dunia jumlah lanjut usia diperkirakan mencapai 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun, dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 miliyar. Begitu juga di Indonesia lanjut usia mengalami peningkatan secara cepat setiap tahunnya. Peningkatan pertambahan penduduk lansia ini mulai dirasakan sejak tahun 2000 yaitu jumlah lansia 14,439,567 juta orang dengan peningkatan 7,18% dengan usia harapan hidup 64,5 tahun, pada tahun 2006 jumlah lansia 19 juta orang dengan peningkatan sekitar 8,90% dengan usia harapan hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2010 meningkat menjadi 23,9 jiwa dengan peningkatan 9,77% dengan usia harapan hidup 67,4 tahun. Pada tahun 2020 diprediksikan jumlah lansia sebesar 28,8 juta orang dengan peningkatan sekitar 11,34%. Berdasarkan data yang ada di Provinsi Gorontalo jumlah penduduk lansia pada tahun 2013 mencapai 42,254 jiwa yang berumur 60 tahun keatas. Berdasarkan hasil pengambilan data awal yang dilakukan pada tanggal 2 Maret 2015 di Panti Sosial Tresna Werdha “Ilomata” Kota Gorontalo, didapatkan data bahwa panti sosial ini memliki 35 penghuni lansia, 29 lansia wanita dan 6 lansia pria. Saat pengambilan data awal, latar belakang masalah yang dialami lansia dipanti ini sehingga harus tinggal dipanti adalah karena faktor ekonomi keluarganya yang miskin dan juga terlantar tidak ada sanak keluarga oleh karena itu banyak lansia dipanti yang tidak mendapat kunjungan dari keluarganya. Ada beberapa lansia yang ketika diajak berbicara dan berkenalan hanya diam dan tersenyum, dan ada lagi lansia yang ketika ditanyakan apakah sering berkenalan atau berbincang-bincang dengan teman sekamar atau yang berada dipanti, lansia menjawab kadang-kadang saja dan bahkan ada yang tidak. Pelayanan keperawatan yang telah dilaksanakan di panti sosial ini masih bersifat pada pemenuhan kebutuhan dasar lansia seperti pemenuhan kebutuhan nutrisi, eliminasi, dan aktifitas serta pemeriksaan kesehatan umum, sedangkan pelayanan keperawatan psikososial seperti melatih kemampuan sosialisasi untuk meningkatkan hubungan interpersonal lansia masih kurang dan belum adanya
3
FILDA SUMAILA
Jurnal Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo
2015
bentuk terapi seperti terapi aktivitas kelompok yang dapat membantu dan1 memfasilitasi klien untuk mampu bersosialisasi . Mengingat dampak psikologis yang dapat terjadi pada lansia, maka harus dilakukaan pencegahan terjadinya masalah psikologis lansia yang dapat mengarah pada gangguan kesehatan jiwanya. Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekolompok pasien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi dan kelompok digunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok tersebut akan terjadi dinamika interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku yang maladaptif (Keliat, 2004). Menurut Keliat dan Akemat, (2005) terapi kelompok dibagi menjadi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/presepsi, terapi aktivitas kelompok stimulus sensori, terapi aktivitas kelompok orientasi realitas, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi. Terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS) merupakan suatu rangkaian kegiatan yang sangat penting dilakukan untuk membantu dan memfasilitasi klien untuk mampu bersosialisasi secara bertahap. Berbagai riset telah dilakukan untuk mengetahui efektivitas penggunaan terapi aktivitas kelompok sosialisasi untuk masalah kesehatan jiwa salah satunya untuk kesehatan jiwa lansia, seperti penelitian yang dilakuakan Akbar, dkk, (2014) tentang pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap peningkatan konsep diri pada klien lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Kabupaten Gowa dengan hasil penelitian terdapat pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialiasasi terhadap peningkatan konsep diri lansia. Berdasarkan data awal yang didapatkan, teori, dan penelitian terkait diatas, peneliti menyimpulkan perlu diadakannya penelitian mengenai Pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan sosialisasi lansia. Untuk mencegah masalah psikologis yang dapat mengarah pada gangguan kesehatan jiwa lansia karena kurangnya kemampuan sosialisasi lansia dengan lingkungan, maka tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah terapi aktivitas kelompok sosialisasi. METODEOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha “ILOMATA” Kota Gorontalo, dengan waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 20-29 Mei 2015. Desain penelitian yang digunakan yaitu pra-eksperimental dengan rancangan penelitian one-group pra-post test design yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara memberikan pratest (pengamatan awal) terlebih dahulu 1
Keliat, B.A. 2005. Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC. Keliat, B.A. 2004. Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC. 3 Padilla. 2013. Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika. 4 Hidayat, A.A. 2007. Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika. 2
4
FILDA SUMAILA
Jurnal Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo
2015
sebelum diberikan intervensi, setelah itu diberikan intervensi, kemudian dilakukan posttest (pengamatan akhir) (Hidayat, 2007). Variabel dalam penelitian ini adalah terapi aktivitas kelompok sebagai variabel independen dan kemampuan sosialisasi lansia sebagai variabel dependen. Jumlah sampel yang digunakan 10 orang lansia dengan menggunakan Quota Sampling dengan kriteria. Kemampuan sosialisasi sebelum dan sesudah diberikan intervensi terapi aktivitas kelompok diukur dengan menggunakan lembar observasi. Analisis data menggunakan uji T berpasangan (dengan α ≤ 0,05) dengan perangkat SPSS. Dikatakan ada pengaruh jika nilai P < 0,05 (H1 diterima) dan dikatakan tidak ada pengaruh jika P > 0,05 (H1 ditolak dan H0 diterima). HASIL PENELITIAN Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin Status Perkawinan, Pendidikan Terakhir, dan Pekerjaan No Karakteristik Responden Jumlah Frekuensi (n) (%) 1 Usia 60-75 Tahun 9 90 75-90 Tahun 1 10 2 Jenis Kelamin Wanita 10 100 Pria 0 0 3 Status Perkawinan Janda 10 100 Duda 0 0 Menikah 0 0 Tidak Menikah 0 0 4 Pendidikan Terakhir SD 8 80 SMP 1 10 SMA 1 10 Perguruan 0 0 Tinggi 5 Pekerjaan Buruh 2 20 IRT 8 80 PNS 0 0 Wiraswasta 0 0 Tidak Bekerja 0 0 Sumber: Data primer, 2015 Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa karakteristik responden berdasarkan usia jumlah responden yang berusia antara 60-74 tahun berjumlah 9 responden (90%) dan usia 75-90 tahun berjumlah 1 responden (10%), berdasarkan jenis kelamin semua responden berjenis kelamin wanita dengan jumlah 10 responden (100%), berdasarkan status perkawinan semua responden berstatus
5
FILDA SUMAILA
Jurnal Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo
2015
janda dengan jumlah 10 responden (100%), berdasarkan pendidikan terakhir responden yang berpendidikan SD berjumlah 8 responden (80%), SMP 1 responden (10%), SMA 1 responden (10%), berdasarkan pekerjaan responden yang bekerja sebagai buruh berjumlah 2 responden (20%), IRT 8 responden (60%). 1. Kemampaun Sosialisasi Lansia Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapi Aktivitas Kelompok (Sosialisasi) Berdasarkan hasil penelitian, kemampuan sosialisasi lansia sebelum dan sesudah dilakukan terapi aktivitas kelompok sosialisasi dapat dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut. Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kemampuan Sosialisasi Lansia Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapi Aktivitas Kelompok (Sosialisasi) Kemampuan Sebelum TAK Sesudah TAK Sosialisasi n % n % Tidak Mampu 3 30 0 0 Kurang Mampu
7
70
3
30
0 100
7 10
70 100
Mampu 0 Total 10 Sumber: Data primer SPSS, 2015
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa sosialisasi lansia sebelum dilakukan terapi aktivitas kelompok sosialisasi responden yang berada pada kategori sosialisasi tidak mampu berjumlah 3 responden (30%), dan responden yang berada pada kategori sosialisasi kurang mampu berjumlah 7 responden (70%), setelah dilakukan terapi aktivitas kelompok sosialisasi kemampuan sosialisasi masing-masing responden meningkat dari responden yang berada pada kategori sosialisasi tidak mampu meningkat menjadi ke kategori sosialisasi kurang mampu berjumlah 3 responden (30%) dan responden yang berada pada kategori sosialisasi kurang mampu meningkat ke kategori sosialisasi mampu berjumlah 7 responden (70%). 2. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (Sosialisasi) Terhadap Kemampuan Sosialisasi Pada Lansia Hasil uji statistik pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan sosialisasi pada lansia menggunakan uji T berpasangan, dapat dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut. Tabel 4.3 Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (Sosialisasi) Terhadap Kemampuan Sosialisasi Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Ilomata Kota Gorontalo
6
FILDA SUMAILA
Jurnal Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo
Kemampuan sosialisasi sebelum dan sesudah diberikan TAK (sosialisasi)
n 10
2015
P (Value) 0.000
Sumber: Data primer SPSS, 2015 Berdasarkan analisis uji statistik T Berpasangan yang ditujukan tabel 4.3 besarnya nilai signifikan (p=value) sebesar 0.000, dengan demikian nilai probabilitas 0.000 lebih kecil dari pada nilai α < 0.05 maka dengan ini H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya terdapat pengaruh Terapi aktivitas kelompok (Sosialisasi) terhadap kemampuan sosialisasi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Ilomata Kota Gorontalo.
PEMBAHASAN Hasil penelitian yang didapatkan, berdasarkan tabel 4.1 distribusi frekuensi dan presentase karakteristik responden berdasarkan usia ditemukan bahwa usia lansia terbanyak adalah elderly, yaitu usia rentang 60-74 tahun dengan persentase 90%, dan responden yang berusia 75-90 tahun (Old) dengan persentase 10%. Menurut WHO, terdapat empat tahap batasan usia lansia yaitu usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun, lansia (elderly) yaitu antara 60 sampai 74 tahun, Lansia Tua (old) yaitu antara 75 sampai 90 tahun, lansia sangat tua (very old) yaitu di atas 90 tahun. Frekuensi dan persentase karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dalam penelitian ini 100% responden adalah perempuan. Hal ini dikarenakan dalam penelitian ini peneliti memang memerlukan responden yang keseluruhan yang berjenis kelamin yang sama yaitu perempuan, yang disesuaikan dengan kriteria dalam pemilihan anggota terapi yang akan lebih efektif jika dilakukan dalam anggota kelompok yang berjenis kelamin yang sama atau homogen. Menurut Townsend (2009), bahwa jenis kelamin akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan komunikasi karena jenis kelamin lakilaki dan perempuan menunjukkan gaya komunikasi yang berbeda dan memiliki interpretasi yang berbeda terhadap suatu percakapan. Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi dalam hal interaksi sosial dan sosialisasi terutama aspek kognitif yang beorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual, yang lebih sederhana yaitu dalam hal mengingat sampai pada kemampuan memecahkan masalah seseorang untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut.
7
FILDA SUMAILA
Jurnal Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo
2015
Frekuensi dan persentase karakteristik responden berdasarkan status perkawinan 100% responden berstatus janda atau sudah tidak mempunyai pasangan. Perubahan sosial yang terjadi dan dapat berpengaruh dalam kesejahteraan sosial lansia pada masa tuanya adalah keberadaan pasangan hidup dan akan menunjukkan kehilangan dan kesedihan, kesepian, sehingga lansia lebih sering menyendiri dan hal ini berpotensi menyebabkan masalah kesehatan fisik maupun kejiwaan pada lansia. Dimasa usia lanjut jumlah wanita yang menjanda jauh lebih banyak dari pada pria menduda, hal ini dikarenakan faktor rata-rata umur harapan hidup wanita yang lebih tinggi, sehingga wanita ditinggal meninggal lebih dahulu oleh pasangannya karena juga wnaita lebih cenderung menikah dengan pria yang lebih tua. Kesempatan menikah lagi bagi janda sangatlah terbatas dan bahkan motivasi untuk menikah lagi sudah sangat berkurang atau bahkan sudah tidak ada lagi (Suardirman, 2011). Frekuensi dan persentase karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir 80% responden adalah luluan SD. Pendidikan merupakan sumber koping bagi seseorang dalam menghadapi dan memecahkan suatu masalah. Pada proses pemberian terapi aktivitas kelompok sosialisasi pada penelitian ini responden yang berlatar belakang pendidikan menengah memiliki kemampuan menerima informasi lebih baik dibandingkan dengan responden yang berlatar belakang pendidikan yang lebih kebawah, karena semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan makin baik pula seseorang dalam mengembangkan teknik komunikasi dengan orang lain baik verbal maupun nonverbal. Menurut model stres adaptasi Stuart pendidikan merupakan salah satu faktor predisposisi sosial budaya untuk terjadinya gangguan jiwa. Pendidikan menjadi salah satu tolak ukur unutk kemampuan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain secara efektif (Stuart & Laraia, 2006). Frekuensi dan persentase karakteristik responden berdasarkan riwayat pekerjaan 80% responden hanya sebagai IRT, dan sisanya sebagai buruh dengan persentase 20%. Responden dengan riwayat pekerjaan hanya sebagai IRT tentunya hanya mengandalkan uang pemberian dari suaminya, ketika suaminya juga mulai memasuki masa lansia maka tentunya sumber pendapatan semakin berkurang bahkan tidak ada lagi ketika ditinggal meniggal oleh seorang suami. Pekerjaan sebagai buruh juga ketika pekerjaannya terhenti maka sumber pendapatannya juga akan terhenti. Pendapatan dan pendidikan yang rendah berdampak pada peningkatan stressor psikososial, penurunan status kesehatan, dan buruknya kebiasaan yang berhubungan dengan kesehatan merupakan salah satu faktor terjadinya gangguan mental (Stuart &Laria, 2006). 1. Kemampuan Sosialisasi Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapi Aktivitas Kelompok (Sosialisasi) Hasil penelitian yang didapatkan, berdasarkan tabel 4.2 kemampuan sosialisasi sebelum dilakukan terapi aktivitas kelompok sosialisasi, responden yang berada pada kategori sosialisasi tidak mampu berjumlah 3 responden (30%), dan pada kategori sosialisasi kurang mampu 7 responden (70%). Kemudian setelah dilakukan terapi aktivitas kelompok sosialisasi kemampuan sosialisasi
8
FILDA SUMAILA
Jurnal Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo
2015
responden yang berada pada kategori sosialisasi tidak mampu meningkat menjadi kategori sosialisasi kurang mampu dan responden yang berada pada kategori sosialisasi kurang mampu meningkat menjadi kategori sosialisasi mampu. Responden yang berada pada kategori sosialisasi tidak mampu berjumlah 3 responden (30%) dan berada pada kisaran usia 60-65 tahun. Menurut peneliti hal yang menyebabkan responden yang berada pada usia ini adalah lansia yang baru memasuki masa lansia dan tinggal disuatu panti masih butuh penyesuaian dengan lingkungan dan terkadang mereka belum bisa menerima kenyataan dengan berbagai perubahan yang terjadi pada diri mereka ditambah lagi dengan mereka harus terpisah dengan keluarga mereka dan harus tinggal dipanti sehingga hal ini bisa menjadi sumber stress bagi mereka. Selain itu juga hal ini terjadi karena Lansia yang berusia 60-65 tahun lebih banyak mengalami stres karena pada usia ini mereka memasuki tahap awal sebagai lansia, dimana mereka memerlukan penyesuaian yang lebih terhadap perubahan-perubahan baik fisik maupun psikologis yang terjadi pada diri mereka. Seseorang yang berusia 60-65 tahun digolongkan pada usia lansia, secara biologis proses penuaan akan terjadi secara terus-menerus yang ditandai dengan penurunan kekuatan fisik, stamina, dan penampilan, hal ini dapat menyebabkan beberapa orang menjadi defresif atau merasa tidak senang saat memasuki masa lansia sehingga mereka menjadi tidak efektif dalam pekerjaan dan peran sosial maupun masalah sosialisasi dalam masyarakat. Responden yang berada pada kategori sosialisasi kurang mampu berjumlah 7 responden (70%) dan berada pada kisaran umur diatas 65-70an tahun dan sudah terhitung cukup lama menetap dipanti yaitu > 1 tahun. Menurut peneliti responden yang berada pada usia ini kemampuan sosialisasinya berada pada kategori kurang mampu karena mereka sudah mulai bisa menerima keadaan mereka sekarang yang sudah lansia dan sudah bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat tinggal mereka yang tinggal dipanti, mereka juga sebagian ada yang suka mengikuti kegiatan dipanti. Hal yang membuat mereka kurang dalam bersosialisasi berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti mereka merasa kesepian ketika mengingat keluarga mereka dan terkadang jarang menjenguk para mereka dipanti. Hal ini sesuai dengan Teori psikologis pembebasan yang menyatakan bahwa dengan semakin bertambahnya usia maka seseorang secara pelan tetapi pasti akan mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik dari pergaulan disekitarnya dan keadaan ini akan mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun (Nugroho, 2000). Kemampuan sosialisasi responden setelah dilakukan terapi aktivitas kelompok sosialisasi menjadi meningkat. Responden yang berada pada kategori sosialisasi tidak mampu meningkat menjadi kategori sosialisasi kurang mampu dan responden yang berada pada kategori sosialisasi kurang mampu meningkat manjadi kategori sosialisasi mampu. Hal ini menunjukkan bahwa ada perubahan kemampuan sosialisasi pada responden setelah dilakukannya terapi aktivitas kelompok sosialisasi. Hasil penelitian menunjukkan Kemampuan komunikasi verbal dan non verbal setelah dilakukan terapi aktivitas kelompok sosialisasi sudah mulai baik
9
FILDA SUMAILA
Jurnal Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo
2015
dan terbentuk. Peningkatan kemampuan komunikasi verbal tersebut ditunjukkan 2 oleh adanya kemampuan menyebut nama lengkap, menyebut tempat asal, menyebutkan nama panggilan teman, bercakap-cakap dengan teman, bekerja sama dengan teman, yang pada awalnya sebelum terapi sebagian responden belum bisa melakukannya. Adapun peningkatan kemampuan komunikasi nonverbal ditunjukkan oleh adanya kontak mata yang baik pada responden yang lain, kontak mata yang ada pada responden setelah diberikan terapi aktivitas kelompok sosialisasi menandakan bahwa klien telah mempunyai keinginan untuk bersosialisasi. Dari 3 responden (30%) yang berada pada kategori sosialisasi tidak mampu sekarang responden tersebut sudah berada pada kategori sosialisasi kurang mampu, dan 7 responden (70%) yang berada pada kategori sosialisasi kurang mampu setelah mengikuti terapi sudah meningkat kemampuan sosialisasinya dan berada pada kategori sosialiasasi mampu. Menurut Suliswati, Payapo (2005) menyatakan bahwa setelah pelaksanaan terapi aktivitas kelompok sosialisasi sebagian besar responden mampu berinteraksi sosial. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Hasriana dkk (2013) tentang pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan sosialisasi pada klien isolasi sosial. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa kemampuan bersosialisasi responden sebelum dilakukan terapi aktivitas kelompok sosialisasi sebagian besar masih dalam kategori kurang mampu yaitu sebanyak 15 responden dalam penelitian (100%), setelah dilakukan terapi aktivitas kelompok sosialisasi hanya 1 responden (6.7%) masih dalam kategori kurang mampu bersosialisasi, dan sebagian besar responden telah mampu bersosialisasi sebanyak 14 responden (93.3%). 2. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (Sosialisasi) Terhadap Kemampuan Sosialisasi Pada Lansia Berdasarkan tabel 4.2 Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua lansia yang menjadi responden dalam penelitian ini, mengalami peningkatan dalam kemampuan sosialisasinya setelah diberikan terapi aktivitas kelompok sosialisasi. Hal ini terlihat dari Tabel 4.2 perbedaan hasil pretest dan posttest, yang sebelumnya hasil pretest atau kemampuan sosialisasi lansia sebelum diberikan terapi aktivitas kelompok sosialisasi jumlah lansia yang berada pada kategori sosialisasi tidak mampu berjumlah 3 responden (30%), dan 7 responden (70%) dalam kategori sosialisasi kurang mampu, kemudian setelah diberikan terapi aktivitas kelompok sosialisasi hasil posttest atau kemampuan sosialisasi lansia setelah diberikan terapi aktivitas kelompok sosialisasi dari 3 responden (30%) yang berada pada kategori sosialisasi tidak mampu meningkat ke kategori 1
Jones, L., Brazel, D., Elaine, R.P., Morelli. T., Murray, A.R. 2011. Program Terapi Kelompok Pada Post Trauma dan Stress. Vol.51. Diakses tanggal 2 february 2015. 2 Stuard, G.W & Laria, M.T. 2006. Principles and Practice Of Psychiatric Nurshing 9th edition. St.Louis, Missouri: Mosby Esevier. 3 Townsend, Mary C. (2009). Psychiatric mental health nursing concepts of care, 4th edition. Philadelphia: F.A.Davis Company.
10
FILDA SUMAILA
Jurnal Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo
2015
sosialisasi kurang mampu, dan 7 responden (70%) lansia yang berada pada kategori sosialisasi kurang mampu meningkat menjadi kategori sosialisasi mampu. Berdasarkan hasil uji statistik uji T berpasangan bahwa besarnya nilai signifikan (p=value) sebesar 0.000, dengan demikian nilai probabilitas 0.000 lebih kecil daripada α < 0.05 maka dengan ini H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya terdapat pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (Sosialisasi) terhadap Kemampuan Sosialisasi Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Ilomata Kota Gorontalo. Menurut peneliti Pemberian terapi aktivitas kelompok sosialisasi akan membantu lansia untuk tetap aktif dalam beinteraksi sosial, berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan orang lain yang dilakukan melalui serangkaian kegiatan yaitu memperkenalkan diri kepada orang lain, berkenalan dengan anggota kelompok, bercakap-cakap dengan anggota kelompok yang lain, menyampaikan dan membicarakan topik percakapan, membicarakan masalah pribadi pada orang lain, bekerja sama dalam kelompok, menyampaikan pendapat tentang manfaat terapi aktivitas kelompok sosialisasi yang telah dilakukan. Pelaksanaan terapi aktivitas kelompok sosialisasi ini diawali dengan membina hubungan saling percaya serta menjelaskan prosedur penelitian terlebih dahulu. Hubungan saling percaya dapat diciptakan dengan perkenalan dan memperlakukan klien seperti sudah pernah dekat sebelumnya. melatih tiap sesi terapi yang dilakukan dikehidupan sehari-hari agar kemampuan sosialisasi setiap lansia semakin meningkat. Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah kesehatan yang sama, dimana aktivitas digunakan sebagai terapi, dan kelompok sebagai target asuhan. Didalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan, dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptif. Terapi aktivitas kelompok sosialisasi merupakan yang dilakukan dalam bentuk kelompok untuk melatih kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial, dan terapi ini merupakan salah satu intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah isolasi sosial, melalui terapi aktivitas kelompok sosialisasi klien dilatih berinteraksi sosial dengan orang lain (Keliat, 2005). Hal ini sesuai dengan pernyataan Stuart (2009), bahwa terapi aktivitas kelompok digunakan untuk membantu individu mencapai peran integritas, meningkatkan harga diri dan menstimulasi individu untuk berpikir tentang dirinya, memotivasi lansia bertemu dengan teman-temannya dan berbagi cerita pada masa lalunya dengan sesama lansia sehingga lansia tidak menyendiri dan merasa kesepian. Hasil penelitian yang dilakukan Nick (2000), menjelaskan dalam proses terapi aktivitas kelompok klien mendapat kesempatan untuk belajar cara berinterakasi sosial atau bersosialisasi, yaitu memperkenalkan diri pada anggota kelompok, cara berkenalan dengan orang lain, bercakap-cakapdengan orang lain, dan melakukan kegiatan sehari-hari. Dengan melakukan kegiatan-kegiatan tersebut klien dilatih untuk tidak menarik diri dan klien akan mampu melakukan
11
FILDA SUMAILA
Jurnal Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo
2015
interaksi dengan orang lain. Selain itu dengan bercakap-cakap maka terjadi distraksi, fokus perhatian klien akan beralih untuk dapat beraktivitas karena dengan beraktivitas klien tidak akan mengalami banyak waktu luang untuk seringkali menyendiri yang berakibat pasien menarik diri dari lungkungan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa keuntungan dari terapi kelompok adalah dapat menurunkan perasaan terisolasi, perbedaan-perbedaan dan meningkatkan klien untuk berpartisipasi serta bertukar pikiran dan masalah dengan orang lain. Selain itu juga memberikan kesempatan kepada klien untuk mampu menerima umpan balik dari orang lain serta dapat belajar bermacam cara dalam memecahkan masalah dan dapat membantu memecahkan masalah orang lain Jones, Brazel, Elaine et. Al, 2000). Hasil penelitian yang sejalan yang dilakukan Akbar, dkk (2014) tentang pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap peningkatan konsep diri pada klien lansia menunjukkan terdapat pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap peningkatan konsep diri lansia dipanti dengan nilai p = 0,003, dimana konsep diri merupakan semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain (Stuart, 2009). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 10 responden lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Ilomata Kota Gororntalo peneliti menyimpulkan : 1. Kemampuan sosialisasi lansia sesudah diberikan Terapi aktivitas kelompok sosialisasi meningkat, dimana awalnya sebelum diberikan terapi aktivitas kelompok sosialisasi 3 (30%) responden berada pada kategori sosialisasi tidak mampu meningkat ke kategori sosialisasi kurang mampu, dan 7 (70%) responden berada pada kategori sosialisasi kurang mampu meningkat ke kategori sosialisasi mampu. 2. Ada pengaruh Terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan sosialisasi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Ilomata Kota Gorontalo dengan nilai p=0,000 (α < 0.05). SARAN 1. Bagi Lansia diharapkan dapat menerapkan apa yang sudah dipelajari dalam terapi aktivitas kelompok sosialisasi dalam kehidupan sehari-hari agar lansia tetap aktif dalam peran sosialnya dan kemampuan sosialisasi semakin meningkat sehingga kualitas hidup lansia juga semakin meningkat. 2. Bagi Panti Sosial diharapkan agar dapat menerapkan terapi ini dalam program kegiatan lansia dipanti untuk meningkatkan kemampuan sosialisasi lansia dan mencegah isolasi sosial yang rentan terjadi pada lansia, karena terapi ini sangat mudah dan dapat menjadi kegiatan untuk para lansia. 3. Bagi Profesi Keperawatan diharapkan dapat menerapkan Terapi aktivitas kelompok sosialisasi sebagai salah satu terapi untuk meningkatkan kemampuan sosialisasi lansia, ataupun untuk variabel yang berbeda. 4. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan agar dapat melakukan
12
FILDA SUMAILA
Jurnal Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo
2015
penelitian lebih lanjut tentang Terapi aktivitas kelompok sosialisasi dengan desain penelitian yang menggunakan kelompok kontrol sehingga pengaruh terapi aktivitas kelompok lebih terlihat jelas dengan membandingkan hasil pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol , serta melakukan penelitian tentang tindakan keperawatan lainnya untuk meningkatkan kemampuan sosialisasi lansia. DAFTAR PUSTAKA Akbar, dkk. 2014. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Terhadap Peningkatan Konsep Diri Pada Klien Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Kab.Gowa, Jurnal Keperawatan, (online), Vol.4, No.5. Diakses tanggal 2 February 2015. Hasriana, Nur.M, Anggraini.S. 2013. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Terhadap Kemampuan Bersosialisasi Pada Klien Isolasi Sosial Menarik Diri Di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Jurnal Keperawatan, (online), Vol.2, No.6. Diakses tanggal 2 February 2015. Hidayat, A.A. 2007. Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika. Jones, L., Brazel, D., Elaine, R.P., Morelli. T., Murray, A.R. 2011. Program Terapi Kelompok Pada Post Trauma dan Stress. Vol.51. Diakses tanggal 2 february 2015. Keliat, B.A. 2005. Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC. Keliat, B.A. 2004. Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC. Nick, K. 2011. Terapi Kelompok Pada Pasien Skizofrenia Diunit Perawatan Akut. Jurnal Keperawatan (online). Vol.39. Diakses tanggal 2 february 2015. Nugroho, W.H. 2012. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik Edisi 3. Jakarta : EGC. Nugroho, W.H. 2009. Komunikasi dan Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC. Padilla. 2013. Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika. Suardirman, P.S. 2011. Psikologi Lanjut Usia. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Susilowati, K dan Widodo, A. 2009. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Terhadap Tingkat Depresi Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, Jurnal Keperawatan, (online). Diakses tanggal 2 February 2015. Stuard, G.W & Laria, M.T. 2006. Principles and Practice Of Psychiatric Nurshing 9th edition. St.Louis, Missouri: Mosby Esevier. Townsend, Mary C. (2009). Psychiatric mental health nursing concepts of care, 4th edition. Philadelphia: F.A.Davis Company.
13
FILDA SUMAILA