Jurnal Ilmu Peternakan, Desember 2008, hal. 94 – 100 ISSN 1907 – 2821
Vol. 3 No.2
Populasi Rusa Dan Pemanfaatan Rusa Di Daerah Padang Rumput Alam Dembek Siwi Ransiki Kabupaten Manokwari (The Deer Population and Deer Utilization at Natural Pasture of Dembek-Siwi Ransiki, Manokwari Regency) Agustinus Gatot Murwanto1), F. Pattiselano2), dan H. Manik3) 1,2 dan 3)
Staf Pengajar Jurusan Produksi Ternak FPPK UNIPA Jalan Gunung salju Manokwari 98314
ABSTRACT The aim of this research to estimate deer population and its utilization in natural pasture of Dembek-Siwi Ransiki at Manokwari. The Line Transect Method was used to estimate deer population. The result showed that deer population were between 1,58-14,35 heads/km2 or 0,0158 - 1,435 heads/ha. The age structure (adult, sub-adult, and fawns) was 10:3:1, and the sexual structure (male, famale) was 1:2. The habitat was dominated with alang-alang (Imperata cylindrica). The local people in the region had traditional hunting system by using simple tools such as bow and arrow, chopping knife, livetraps. They sometimes hunted deer by using dogs. Deer hunters from Manokwari and Ransiki also used the fire guns. The several objectives of the deer hunting were to family income, meat consuming, and harvesting of antler. Key words: deer, population, age structure, sex structure, utilization
PENDAHULUAN Daerah Papua kaya akan keanekaragaman fauna, di mana terdapat 602 spesies burung, 125 spesies mamalia dan 223 spesies reptilia (KLH dan Konphalindo, 1984). Salah satu hewan mamalia yang berperan penting sebagai sumber protein hewani bagi masyarakat Irian Jaya adalah rusa. Menurut Petocz (1987), rusa merupakan hewan introduksi yang oleh pemerintah Belanda dimasukkan pertama kali pada tahun 1928 di daerah Merauke dan pemasukan kedua di daerah Fakfak dan akhirnya menyebar sampai di seluruh daratan pulau Papua. Spesies rusa di Papua hanya satu yaitu rusa timor (Cervus timorensis). Rusa merupakan hewan yang dilindungi sejak jaman kolonial Belanda yaitu dengan dikeluarkannya undangundang ordonanti dan Peraturan Perlindungan Binatang Liar No 134 dan 266 tahun 1931. Peraturan tersebut kemudian
diperbaharui dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 301/Kpts-II/1991. Pemerintah Indonesia mengeluarkan pula Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 362/KPTS/TN, 120/V/1990 yang mendukung penetapan rusa sebagai satwa yang perlu dilindungi, namun disamping itu rusa diberi peluang untuk diternakkan dengan sistem penangkaran dan perburuan terbatas. Hal ini dilakukan karena daging dan tanduk muda/velvet antler mempunyai prospek sebagai komoditas ekspor yang sangat baik, karena sampai saat ini hanya Australia, New Zealand, Inggris dan Jerman yang terkenal dengan Peternakan rusa. Padang rumput alam Dembek-Siwi di Ransiki merupakan daerah perburuan rusa. Padang rumput ini mempunyai luas sekitar 9000 ha. Penduduk sekitar daerah tersebut maupun penduduk di luar banyak wilayah itu memanfaatkan satwa rusa sebagai sumber protein hewani bagi keluarga, maupun dijual sebagai sumber
Vol. 3, 2008
pendapatan sampingan. Pemanfaatan rusa dilakukan dengan cara perburuan. Rusa sebagai sumber protein altenatif tidak kalah dengan ternak ruminansia lainnya. Hal ini dapat dilihat bahwa rusa mempunyai persentase karkas 43 persen, protein 21,5% dan kadar lemak yang rendah 5,8% (English, 1986). Usaha perburuan yang tak terkendali dapat menyebabkan berkurangnya populasi rusa dengan cepat, sehingga akan merugikan masyarakat yang selama ini memanfaatkannya. Untuk pengembangan dan pengelolaan yang lebih baik, maka dibutuhkan informasi mengenai berbagai aspek, terutama tingkat populasi, dinamika populasi, struktur populasi, status populasi dan kondisi habitat di mana satwa tersebut berada (Mackinnon, et al., 1990). Faktor-faktor lain yang harus diketahui pula adalah sistem reproduksi, potensi hijauan sebagai pakan rusa baik secara kualitas maupun kuantitas dan sumber air minum. Informasi yang lengkap dan akurat akan mempermudah sistem pengelolaan perburuan rusa di daerah Dembek-Siwi terutama menyangkut jumlah rusa yang dapat diburu, waktu perburuan, jenis kelamin rusa, umur rusa, wilayah yang menjadi lokasi perburuan dan jenis alat berburu yang diperbolehkan. Sampai saat ini infomasi tentang populasi rusa di padang rumput alam Dembek-Siwi di Ransiki Manokwari belum ada, dengan demikian perlu dilakukan penelitian untuk mengumpulkan data-data tersebut. Untuk menduga tingkat populasi, perbandingan jenis kelamin atau rasio seks dan struktur populasi satwa rusa di padang rumput alam Dembek-Siwi Ransiki. Di samping itu mengetahui pemanfaatan rusa oleh penduduk. Penelitian ini mempunyai manfaat terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya biologi rusa di Papua, serta
POPULASI RUSA DAN PEMANFAATAN 95
memberikan informasi dasar untuk pengembangan sistem perburuan rusa di daerah Dembek-Siwi Ransiki Manokwari.
MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di padang rumput alam daerah Dembek-Siwi Ransiki Manokwari dan berlangsung selama 2 bulan. Bahan dan Alat Bahan yang menjadi objek utama penelitian adalah satwa rusa yang terdapat padang rumput alam DembekSiwi Ransiki. Alat yang digunakan adalah : GPS, kompas, altimeter, senter 9 volt, binocular, kamera foto, parang, peta, alat tulis menulis dan perlengkapan survei. Pelaksanaan Penelitian Survei Awal (Orientasi Lapangan) Kondisi alam padang rumput alam Dembek-Siwi bervariasi baik dari topografi maupun vegetasinya. Sebagian besar terdiri dari, padang rumput alam, hutan sekunder dan kebun penduduk. Pola penyebaran rusa umumnya tergantung kondisi vegetasi tersebut. Untuk mengetahui informasi awal tentang penyebaran rusa dilakukan survei awal dan pencarian informasi dari penduduk setempat yang sering berburu rusa. Dari survei awal diketahui akibat tekanan perburuan, populasi rusa di daerah tersebut rendah yang dibuktikan dengan jarangnya dijumpai kawanan rusa. Pengamatan Pengamatan kepadatan populasi dilakukan mulai jam 17.00 – 05.00 WIT. Pengamatan sore hari digunakan binoculer, sedangkan pada malam hari
96 MURWANTO DKK
digunakan senter 9 volt. Untuk padang rumput yang tidak begitu luas dan memanjang dari arah utara-selatan, dan populasinya rendah, maka digunakan teknik transek garis (Line Transect Method). Pengamatan terhadap pemanfaatan rusa oleh penduduk dilakukan dengan wawancara tak terstruktur dengan pemburu rusa dari penduduk lokal dan pemburu dari kota Manokwari. Peubah Peubah yang diamati adalah : a. Jenis rusa yang terdapat di padang rumput Dembek-Siwi Ransiki b. Iklim dan kondisi tanah padang rumput Dembek-Siwi Ransiki c. Vegetasi dan fauna padang rumput Dembek-Siwi Ransiki d. Kepadatan populasi rusa, yaitu dengan menghitung jumlah rusa yang ada di padang rumput alam Dembek-Siwi Ransiki. e. Struktur populasi. Didasarkan pada jenis kelamin dan umur. Jenis kelamin diamati berdasarkan ada tidaknya tanduk, sedangkan umur didekati dari ukuran tubuh dan keadaan pertumbuhan tanduk. f. Pemanfaatan rusa oleh penduduk lokal. Analisis Data Data kepadatan populasi rusa dianalisis menurut metode transek garis menurut Krebs (1989) dan Greenwood (1998), sedangkan struktur populasi berdasarkan tingkat umur dan jenis kelamin dilakukan secara tabulasi. Kondisi habitat dan jenis pakan hijauan diamati dan diidentifikasi langsung di lapang. Pemanfaatan rusa oleh penduduk dilakukan secara statistika deskriptif.
Jurnal Ilmu Peternakan
HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis rusa Jenis rusa yang hidup di padang rumput alam Dembek-Siwi adalah rusa Timor (Cervus timorensis). Rusa Timor ini merupakan satu-satunya jenis rusa yang ada di seluruh Papua. Penyebaran rusa tersebut di daerah Manokwari antara lain Lembah Kebar, Pulau Rumberpon dan daerah-daerah lain yang mempunyai padang rumput alam. Iklim dan Kondisi Tanah Habitat rusa di padang rumput alam mempunyai karakteristik dari segi iklim adalah daerah ini termasuk dalam tipe iklim basah, dengan suhu 200-26,50C, curah hujan 85,17-193,83 mm, kelembaban 59,08-83,92%. Topografi padang rumput alam Dember-Siwi relatif datar dengan ketinggian 20 meter dpl. Jenis tanah didominasi oleh tanah Aluvial dan Regosol. Terdapat Sungai Momi yang mempunyai kedalamam 30-200 cm. Vegetasi dan Fauna Padang rumput alam Dembek-Siwi didominasi oleh alang-alang (Imperata cilyndrica) dan sedikit tanaman perdu. Alang-alang yang masih muda merupakan sumber pakan utama rusa. Beberapa tanaman yang tumbuh menyebar di padang rumput tersebut antara lain: makaranga (Macaranga spp), sirih hutan (Piper aduncum), dan pandan (Pandanus sp). Sebagian padang rumput berbatasan dengan rawa-rawa yang ditumbuhi oleh tanaman sagu (Metroxylon sago). Beberapa satwa yang juga menjadi hewan buruan adalah babi hutan (Sus scrofa), bandikut (Echymipera ruffencens). Di hutan sekitar padang rumput kaya akan berbagai jenis burung seperti: taun-taun/ rangkong (Antrococerus coronatus), burung maleo
Vol. 3, 2008
POPULASI RUSA DAN PEMANFAATAN 97
(Tallegala cuvieri), mambruk (Goura cristata), dan kasuari (Casuarius appedinculus). Kepadatan Populasi Rusa Untuk menduga populasi rusa didasarkan pada petunjuk dari Krebs (1989) dan Greenwood (1998) dengan menggunakan metode teknik transek garis (Line Transect Method). Metode ini digunakan karena populasi rusa di daerah tersebut diperkirakan rendah. Hasil estimasi diperoleh kisaran jumlah populasi rusa sebesar 7,97± 2,96 ekor per km2 atau 0,0158 - 1,435 ekor/ ha ekor per ha. Estimasi populasi rusa di Dembek-Siwi pada taraf kepercayaan 95% berkisar antara 1,58 ekor sampai dengan 14,35 ekor per km2 dan sepanjang garis transek diduga terdapat populasi sebesar 15,8 ekor sampai dengan 143,5 ekor per 10 km2. Hasil-hasil penelitian pendugaan populasi rusa di Papua yang telah dilakukan antara lain: Taman Nasional Wasur Merauke dengan pengamatan dari udara diperoleh kepadatan populasi 11,511,9 ekor/km2 atau 0,115-0,119 ekor/ha (Purba, 1999), Lembah Kebar dengan metode pengambilan contoh sederhana diperoleh kepadatan populasi 3 (2-4) ekor/ha (Maturbongs dan Murwanto, 1998), pulau Rumberpon dengan metode pengambilan contoh stratifikasi diperoleh kepadatan populasi 1,7-5,3 ekor/ha (Murwanto et al., 2000).
Kepadatan populasi di padang rumput alam Dembek-Siwi Ransiki paling rendah dibandingkan populasi rusa di daerah lain di Papua adalah yang paling rendah. Hal ini disebabkan adanya perburuan yang tidak terkontrol, karena daerah tersebut mudah dijangkau oleh para pemburu dari kota Manokwari. Akses menuju daerah tersebut berupa jalan raya yang cukup baik dan jarak dari Manokwari hanya sekitar 150 km. Para pemburu tersebut umumnya menggunakan senjata api. Untuk meningkatkan kembali populasi harus segera dilakukan penghentian total perburuan rusa di padang rumput alam Dembek-Siwi. Penurunan populasi ini diduga disebabkan pula oleh perbandingan jantan dan betina (rasio jantan dan betina) yang terlalu besar, atau lebih besar dari 1:5 menyebabkan berkurangnya kesempatan rusa untuk kawin pada musim estrus. Sedikitnya betina yang akan dikawinkan oleh pejantan dapat akhirnya mempengaruhi jumlah anak rusa yang dapat dihasilkan oleh rusa betina yang sudah dewasa kelamin, sehingga angka natalitas rendah dan secara keseluruhan menyebabkan pertumbuhan populasinya menjadi lambat. Struktur Populasi Rusa Struktur kelamin
populasi
berdasarkan
jenis
Struktur populasi rusa berdasarkan jenis kelamin di Dembek-Siwi Ransiki disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Struktur Populasi Rusa Berdasarkan Jenis Kelamin di Dembek-Siwi Jenis Kelamin Jantan Betina
Perbandingan/Ratio (%) 1 2
Perbandingan jenis kelamin antara rusa jantan dan betina secara keseluruhan di Dembek-Siwi adalah 1:2 Rasio jenis
Selang Populasi (ekor/km2) 0,52 – 5 0,72 - 9
kelamin tersebut dapat dikatakan ideal pada suatu populasi. Rasio rusa jantan dan betina merupakan salah satu faktor
98 MURWANTO DKK
Jurnal Ilmu Peternakan
yang menentukan dinamika populasi rusa. Secara genetik populasi suatu satwa di alam akan menunjukkan keadaan ideal jika perbandingan seks antara jantan dan betina sebesar 1:1 dan perkawinan secara acak (Coughley dan Sinclair, 1994). Rasio tersebut akan cukup baik sampai dengan rasio jantan betina sebesar 1:5. Perbandingan rasio jantan dan betina 1:1 sampai 1:5 menyebabkan kesempatan rusa jantan dan betina dewasa untuk kawin pada musim kawin menjadi lebih besar. Namun demikian rasio tersebut tidak menjamin pertumbuhan populasi yang tinggi, karena jumlah rusa yang ada, baik jantan atau betina sudah sangat sedikit. Jumlah contoh rusa yang dapat diamati selama penelitian hanya 14 ekor.
Hasil penelitian menunjukkan pula bahwa tidak ditemukan kawanan rusa, hanya ditemukan rusa yang hidup secara soliter. Hal ini menunjukkan pula bahwa struktur sosial rusa di daerah tersebut sudah tidak sesuai dengan strukur sosial rusa pada umumnya, misalnya seperti yang ditemukan di Pulau Rumberpon dan Lembah Kebar di mana banyak ditemukan kawanan-kawanan rusa. Struktur populasi rusa berdasarkan fase pertumbuhan (Umur) Struktur populasi berdasarkan struktur fase pertumbuhan (umur) adalah perbandingan jumlah individu didalam setiap kelas umur dari suatu populasi. Trukur umur rusa di Dembek-Siwi disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Struktur populasi berdasarkan fase pertumbuhan di Dembek-Siwi. Umur (fase Pertumbuhan) Dewasa Dara Anak
Prosentase (%) 10 3 1
Struktur populasi berdasarkan umur di Dembek-Siwi adalah struktur umur dalam keadaan populasi yang mengalami gangguan terjadi kematian yang tinggi pada umur-umur tertentu. Telah terjadi penurunan populasi rusa fase umur anak (regressive population). Tidak ditemukan kawanan rusa dengan kategori anak. Rusa dengan kategori anak diduga karena rusa induk yang melahirkan sedikit sekali karena telah diburu oleh masyarakat setempat melalui aktivitas perburuan. Hasil penelitian Murwanto et al. (2000) di Pulau Rumberpon, tidak dijumpai anak rusa dalam kawanan rusa (betina tanpa anak). Hal lain yang diduga turut mempengaruhi kehadiran fase umur rusa anak adalah laju natalitas rusa di Dembek-Siwi yang relatif rendah
Selang populasi (ekor/km2) 1.13 – 10.25 0.34 – 3.07 0.11 – 1,03
dibandingkan laju mortalitasnya. Selain itu, karena struktur habitat pakan yang relatif tidak menyediakan pakan bergizi menyebabkan kerentanan hidup pada fase umur ini. Pemanfaatan Rusa oleh Penduduk Penduduk kampung Dembek dan Siwi yang terletak di pinggiran padang rumput alam, biasanya berburu rusa dengan cara tradisional, seperti halnya dengan penduduk di Pulau Rumberpon dan Lembah Kebar. Berbeda dengan para pemburu dari kota Manokwari atau Ransiki yang datang menggunakan senjata api dengan lampu sorot dengan daya besar yang dipasang di mobil, dan perburuan dilakukan di waktu malam. Metode perburuan penduduk setempat dilakukan dengan berbagai
Vol. 3, 2008
variasi. Perburuan individu dilakukan dengan memasang jerat yang terbuat dari kawat baja persneling atau rem motor roda dua. Jerat dipasang di daerah yang diperkirakan rusa akan lewat dan jumlahnya sekitar 1–3 buah jerat. Karena kawat baja harganya mahal dan harus dibeli di kota. Perburuan dengan kelompok biasanya terdiri dari 4-6 orang dengan perlengkapan beberapa ekor anjing, panah dan busur, tombak, dan parang. Perburuan dilakukan di siang hari. Anjing yang akan mencari jejak rusa, setelah menemukan rusa para pemburu akan melepaskan panah dan tombak, atau menggunakan parang. Penduduk tidak mempunyai peraturan untuk perburuan, kapan saja bila ada keinginan untuk berburu, mereka akan pergi berburu sesuai dengan kebutuhan, baik untuk makan pada hari biasa atau pada hari-hari besar seperti Natal dan Paskah. Pada hari raya Natal dan Paskah tingkat perburuan lebih tinggi dibandingkan dengan harihari biasa. Hasil buruan umumnya dibagi merata diantara para pemburu. Pada dasarnya, bila perburuan hanya dilakukan oleh penduduk lokal sekitar padang rumput tersebut, maka kepadatan populasi rusa tidak separah saat ini. Penduduk setempat perlu mengawasi para pemburu dari luar kawasan, baik dalam jumlah perburuan dan jumlah rusa yang boleh diburu setiap kali berburu. Saat ini para pemburu dari luar bebas menentukan sendiri jumlah rusa yang akan ditembak. Pengolahan daging rusa hanya sekedar untuk dimasak, belum diolah lebih lanjut menjadi dendeng manis, dendeng asin, daging asap (daging asar) atau abon. Tanduk rusa jantan kadang kala dijadikan hiasan dinding, namun ada pula yang dibuang.
POPULASI RUSA DAN PEMANFAATAN 99
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Kepadatan populasi rusa di padang rumput alam Dembek-Siwi berkisar 1,58 - 14,35 ekor per km2 atau 0,0158 - 1,435 ekor/ ha. 2. Struktur populasi rusa di padang rumput alam Dembek-Siwi Ransiki berdasarkan rasiojenis kelamin jantan: betina sebesar 1:2. 3. Struktur populasi rusa berdasarkan fase pertumbuhan: dewasa:dara:anak adalah 10:3:1. 4. Habitat padang rumput alam didominasi oleh alang-alang (Imperata cylindrica). 5. Pemanfaatan rusa yang utama untuk kebutuhan daging keluarga yang dilakukan dengan cara perburuan oleh penduduk lokal sekitar padang rumput alam dan penduduk dari kota Manokwari dan Ransiki. Saran Tindakan utama yang segera harus dilakukan adalah pelarangan kegiatan perburuan dalam waktu minimal 5 tahun untuk memulihkan kembali populasi rusa. Pengelolaan habitat pakan dan akivitas perburuan patut mendapatkan perhatian masyarakat dan Kantor Konservasi Sumberdaya Alam Manokwari guna menjamin kelangsungan keseimbangan populasi rusa di alam. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah mengajak penduduk lokal sekitar padang rumput untuk mulai beternak rusa.
100 MURWANTO DKK
DAFTAR PUSTAKA Caugley, G dan Sinclair, A. R. R. 1974. Wildlife Ecology and Management. Adviser at the Adas Unit. NAC. Kenilworth. English, A. W. 1986. Deer Farming. In G, Alexander dan O.B, Williams. The Pastoral Industries of Australia. Sidney University Press. Parramatta.
Jurnal Ilmu Peternakan
Mackinnon, J, K. Mackinnon, G. Child dan J. Thorsel. 1990. Pengelolaan Kawasan yang Dilindungi di Daerah Tropika. (Terjemahan). Gajah Mada Press. Yogyakarta. Maturbongs, R. A dan Murwanto, A.G. 1997. Pendugaan Populasi Rusa (Cervus timorensis) di Padang Rumput Alam Lembah Kebar Kabupaten Manokwari. Irian Jaya Agro Vol IV No 2:4-8.
Greenwood, J. J. D. 1998. Basic Techniques. In W.J. Sutherland (Ed). Ecological Census Techniques. A. Handbook. Cambridge University Press. Cambridge.
Murwanto, A. G, R. A. Maturbongs dan F. Pattiselano. 2000. Pendugaan Populasi Rusa Timor (Cervus timorensis) di Padang Alam Rumput Alam Pulau Rumberpon. Media Konservasi Vol VII No. 1:17-20.
KLH dan Kophalindo, 1994. Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Kantor Menteri Negara Linkungan Hidup dan Konsorsium Nasional untuk Pelestarian Hutan dan Alam Indonesia. Jakarta.
Petozc, R. G. 1987. Konservasi Alam dan Pembangunan Irian Jaya. Grafitty Press. Jakarta.
Krebs, C. J. 1989. Ecological Methodology. Harper Collins Publisher. New York.