Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Desember 2012 Vol. 1 No.1 Hal : 31-36 ISSN 2302-6308
KONTRIBUSI PENDAPATAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA BURUH TANI (Suatu Kasus di Kelurahan Penancangan Kecamatan Cipocok Jaya Provinsi Banten) Juwarin Pancawati1* 1Jurusan
Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jalan Raya Jakarta Km 4 Pakupatan Serang Banten *Korespondensi :
[email protected] Diterima: 24 Oktober 2012 / Disetujui: 4 Desember 2012
ABSTRACT Along with the residence increasing and agricultural to non agricultural land use conversion, the amount of farm laborer progressively increases. The farm laborers could be found in the urban area which is close to the bustle center like Serang City. The research aim is to determine the contribution of income from agriculture to household incomes and the expenditure patterns of farm laborers in the one of the villages in Serang City. The data are analyzed descriptively by using cross tabulations. The income of farm laborers in Penancangan Village from agricultural activities is Rp 5.070.625. This income is equal to 31,30% out of total household incomes (Rp16.201.750). The farm laborers are classified into poor people and have dissaving of Rp 102.903,4 Keywords: contribution, income, farm laborer, household
PENDAHULUAN Lahan pertanian tidak hanya dapat dijumpai di wilayah perdesaan, namun juga di perkotaan. Lahan-lahan tersebut dapat dijumpai berada diantara perumahan, pertokoan maupun perkantoran. Seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk, lahan pertanian di wilayah perkotaan semakin cepat menyusut dan beralih fungsi menjadi lahan non pertanian. Bagi petani yang tidak memiliki lahan pertanian, lapangan kerja yang paling akrab untuk digeluti adalah menjadi buruh tani, tanpa menutup kemungkinan untuk bekerja apa saja dengan tenaganya, guna memperoleh tambahan penghasilan. Sayogjo (1978) mengemukakan fakta bahwa dari total penghasilan buruh tani, hanya 37% saja yang berasal
dari kegiatan buruh tani, selebihnya diperoleh dari kegiatan lain. Peningkatan jumlah buruh tani akan memperberat masalah pengangguran, tingkat pendapatan dan kesejahteraan. Tingkat pengangguran di kalangan buruh tani, khususnya pengangguran tidak kentara, diperkirakan cukup tinggi. Buruh tani umumnya tergolong masyarakat berpenghasilan rendah, bahkan mungkin sebagian besar hidup dibawah garis kemiskinan (Hasibuan, 1995). Konsumsi masyarakat berpenghasilan rendah umumnya akan tertuju pada pemenuhan kebutuhan pokok yaitu pangan, sandang, perumahan, kesehatan dan pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tingkat kesejahteraan buruh tani di wilayah perkotaan, khususnya Kelurahan Penancangan Cipocok Jaya berdasarkan tingkat penghasilan, belanja dan pola konsumsinya. Pengetahuan tentang ting-
32
PANCAWATI
JIPP
kat kesejahteraan buruh tani diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pertanian khususnya kebijakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan buruh tani di Kabupaten Serang. METODOLOGI Penelitian ini menggunkan metode survei. Survei yang dilakukan ditujukan untuk memperoleh data dan fakta-fakta terkait dengan pendapatan, belanja dan konsumsi rumah tangga buruh tani. Kelurahan Penancangan dipilih secara purposive sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan, dibandingkan kelurahan lain, kelurahan ini memiliki jumlah buruh tani paling banyak dan komoditi pertanian yang ditanam cukup beragam. Populasi buruh tani yang memiliki kriteria; tidak memiliki lahan pertanian, sudah berumah tangga, serta berumur 15-54 tahun, berjumlah 106 orang. Penelitian pendahulan terhadap 5 sampel responden mendapatkan nilai varians pendapatan dan pengeluaran yang relatif rendah, sehingga dapat diasumsikan bahwa tingkat pendapatan dan pengeluaran bersifat homogen. Oleh sebab itu, jumlah sampel yang diambil hanya 15 % dari total populasi atau sebanyak 16 orang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh lang225 Ha
sung dari para responden dengan melakukan wawancara kepada para responden dengan dibantu daftar petanyaan yang sudah disiapkan. Data sekunder digunakan sebagai data pendukung, diperoleh dari penelusuran data statistik, buku-buku dan laporan tertulis lainnya. Seluruh data tingkat pendapatan dan konsumsi buruh tani dianalisis secara deskriptif dibantu dengan tabulasi silang. Konsumsi kebutuhan minimal buruh tani diperoleh dengan membuat fungsi konsumsi menggunakan regresi linier sederhana, kemudian dianalisis secara deskriptif (Sukirno, 2002). HASIL DAN PEMBAHASAN Desa Penancangan terletak di kawasan Serang bagian utara dan menjadi pintu masuk Kota Serang. Jumlah penduduknya mencapai 10.257 jiwa dengan kepadatan penduduk 2.609,92 jiwa per km2. Mata pencaharian dari sektor pertanian dan sektor lainnya hampir seimbang. Dari 1.876 orang yang telah bekerja, jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani hanya 696 orang (37,10%), sisanya tersebar diberbagai kegiatan lain. Hal ini menunjukkan keragaman sektor usaha karena wilayah ini terletak dekat dengan pusat keramaian. Wilayah ini sebagian besar berupa dataran dan menempati luas 393 ha. Penggunaan lahan di wilayah ini masih dominan lahan pertanian (sawah, tegalan dan perkebunan). 696 539
48 Ha
312
67 Ha 41 Ha 12 Ha
217 112
Gambar 1 Penggunaan lahan dan mata pencaharian penduduk di Desa Penancangan (Monografi Desa, 2010)
Volume 1 (1), 2012
Kontribusi Pendapatan Sektor Pertanian
Pendapatan Buruh Tani dan Kotribusi terhadap Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan rata-rata rumah tangga buruh tani per tahun sebesar Rp 16.201.750. Pendapatan tersebut diperoleh dari sektor pertanian sebesar Rp 5.070.625 atau 31,30% dari total pendapatan. Upah sebagai buruh tani yang diperoleh dalam sehari rata-rata sebesar Rp.30.000 per hari, sehingga hari kerja buruh tani di sektor pertaian selama 145,21 hari atau 4,8 bulan. Sisanya dipergunakan untuk kegiatan atau pekerjaan lain. Hari kerja yang singkat tersebut antara lain disebabkan kondisi lahan pertanian di Desa Penancangan yang 85% merupakan lahan pengairan setengah teknis dan tadah hujan. Curah hujan yang rendah mengakibatkan petani hanya dapat menanam padi 1 atau 2 kali, dan memilih memberakan lahan pada musim kemarau. Pola tanam yang umumnya digunakan adalah
33
padi-padi-bera atau padi-palawija-bera. Hal ini berpengaruh langsung pada tingkat pendapatan yang diperoleh buruh tani dari sektor pertanian. Pada saat tidak melakukan kegiatan pertanian, buruh tani mencari nafkah di sektor tertier sebagai pedagang, tukang ojek, petugas keamanan dan lainnya. Pekerjaan lain ini menjadi penopang utama mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga. Hal ini terlihat dari kontribusi pekerjaan tersebut dalam pendapatan rumah tangga sebesar 51,85%. Anak-anak, pasangan (istri), dan anggota rumah tangga buruh tani, umumnya tidak ikut dalam kegiatan mencari nafkah. Anak-anak lebih berkonsentrasi dengan sekolah, dan para istri sebagian besar menjadi ibu rumah tangga saja. Kontribusi mereka terhadap total pendapatan keluarga hanya 6,60%.
Tabel 1 Kontribusi pendapatan rumah tangga buruh tani Sumber Pendapatan
Jumlah Nominal (Rp)
Persentase (%)
Buruh Tani Pekerjaan Lain Anggota Keluarga lain Sumber lain
5.070.625 8.401.875 1.068.750 1.660.500
31,30 51,85 6,60 10,25
Total pendapatan
16.201.750
100,00
Sumber: Data primer (diolah)
Buruh tani di Desa Penancangan umumnya adalah laki-laki, hanya sebagian kecil saja yang wanita. Mereka umumnya adalah kepala rumah tangga sekaligus tulang punggung keluarga. Sebagian besar pendapatan rumah tangganya diperoleh dari pekerjaan yang dilakukan kepala rumah tangga, dalam hal ini sang buruh tani. Keluarga buruh tani rata-rata memiliki 5 orang anak, yang sebagian besar telah dewasa dan menikah. Namun demikian, jumlah anggota rumah tangga yang ditanggungnya ratarata masih cukup besar, yaitu 7 jiwa per keluarga. Hal ini disebabkan para orang tua (mertua) sebagian ikut tinggal bersama dan menjadi tanggung jawab buruh tani. Dengan demikian pendapatan per kapita di keluarga petani menjadi sema-
kin kecil. Jika dihitung per kapita, pendapatan buruh tani adalah sebesar Rp 2.388.272,12 per tahun atau Rp 6.534,24 per hari. Pendapatan tersebut dihitung berdasarkan harga berlaku tahun 2010. Tingkat Kesejahteraan Buruh Tani Pendapatan rata-rata per kapita per tahun tersebut bila dinyatakan dalam nilai mata uang dolar Amerika Serikat (US$ 1 = Rp 9100,00) akan diperoleh angka US$ 262,45. Apabila garis kemiskinan secara internasional diberi batas US$ 125 untuk wilayah perkotaan, maka buruh tani di Desa Penancangan sudah berada di atas garis kemiskinan. Pendapatan per kapita per tahun tersebut ekuivalen dengan beras 398,05 kg (harga 1 kg beras = Rp 6000,00). Melihat
34
PANCAWATI
JIPP
batas kemiskinan yang dibuat Sayogjo (dalam Arsyad, 1994) maka buruh tani di Desa Penancangan sudah termasuk dalam kategori miskin karena kurang dari Rp 2.880.000 (setara 480 kg). Bahkan jika menggunakan kriteria LP-UNPAD, buruh tani termasuk dalam kategori Paling Miskin (tingkatan terendah) karena pendapatan perkapita kurang Rp 3.240.000 (setara 540 kg beras). Rumah tangga buruh tani memiliki pengeluaran rata-rata Rp 17.076.859,44 per tahun. Jumlah rata-rata anggota keluarga adalah 7 jiwa, sehingga pengeluaran tersebut sebesar Rp. 2.491.175,52 per kapita per tahun atau Rp.6.825,14 per kapita per hari. Menurut BPS (2011) penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Penetapan perhitungan garis kemiskinsn dalam masyarakat adalah Rp 7.057 per orang per hari atau Rp 2.575.805 per kapita per tahun. Penetapan angka Rp 7.057 per orang per hari tersebut berasal dari perhitungan pemenuhan kebutuhan
yang mencakup kebutuhan makanan dan non makanan. Berdasarkan kriteria BPS ini, buruh tani di wilayah penelitian tergolong pada kategori penduduk miskin. Fungsi Konsumsi Buruh Tani Pengeluaran per kapita buruh tani di Desa Penancangan 77,37% diperuntukan bagi pemenuhan kebutuhan pokok, sisanya 22,63% untuk keperluan lainnya. Proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pangan mencapai 62,65% dari total pengeluaran, dengan rincian 21,61% untuk konsumsi padi-padian dan 41,04% untuk pengadaan lauk pauk. Tingginya biaya lauk-pauk yang dikeluarkan dapat disebabkan mahalnya harga lauk pauk, atau buruh tani telah memperhatikan pemenuhan gizi keluarga. Hal ini perlu pengkajian lebih lanjut. Hal yang cukup mem-rihatinkan adalah pengeluaran buruh tani untuk belanja rokok/tembakau lebih besar dibanding pengeluaran untuk sandang, pendidikan maupun kesehatan. Pengeluaran untuk rokok dan tembakau mencapai 11,04% dari total pengeluaran.
Tabel 2 Pola pengeluaran buruh tani per kapita per tahun Pengeluaran Kebutuhan Pokok Pangan Padi-padian Lauk Pauk
Nilai Nominal (Rp) 1.927.422,50 1.560.721,46 538.343,03 1.022.378,43 129.790,24 79.717,62 138.260,24 23.417,05 563.753,02 275.025,78 288.727,24 2.491.175,52
Sandang Perumahan Pendidikan Kesehatan Kebutuhan lainnya Rokok Lain-lain Total Pengeluaran Sumber: Data primer (diolah)
Persentase (%)* 77,37 62,65 21,61 41,04 5,21 3,02 5,55 0,94 22,63 11,04 11,59 100,00
* sebagai total dari pengeluaran
Bila dibandingkan besarnya pendapatan rata-rata dengan pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari, ternyata pengeluaran buruh tani (Rp 2.491.175,52 per kapita per tahun) lebih besar dari pendapatan yang diperoleh (Rp 2.388.272,12 per kapita per tahun). Ini berarti buruh tani tidak ada kemungkinan
untuk menabung. Bahkan kebanyakan dari mereka akan terlibat hutang guna mencukupi kebutuhan sehari-hari. Menggunakan analisis regresi linier sederhana, diketahui fungsi konsumsi buruh tani sebagai berikut: C = 842.719,65 + 0,69 Y
Volume 1 (1), 2012
Kontribusi Pendapatan Sektor Pertanian
Persamaan tersebut berarti kebutuhan konsumsi minimal (konsumsi otonom) yang harus dipenuhi adalah sebesar Rp 842.719,65, meski buruh tani tidak memiliki penghasilan. Andaikata memperoleh tambahan penghasilan maka 69,0% tambahan penghasilan tersebut akan dipergunakan untuk konsumsi (MPC = 0,69). Pola pengeluaran untuk konsumsi buruh tani di Desa Penancangan 72,55% dapat dijelaskan oleh besar kecilnya pendapatannya (Rsquare = 0,725) dan 27,5% dijelaskan oleh faktor-faktor lain. Berdasarkan perbandingan antara pendapatan buruh tani per kapita per tahun (Rp 2.388.272,1) dengan pengeluarannya (Rp 2.491.175,5), terjadi defisit pendapatan sebesar Rp 102.903,4. Hal ini dapat dijelaskan dari fungsi tabungan yang diturunkan dari fungsi konsumsinya yaitu:
35
S = - 824.719,65 + 0,31Y Apabila diketahui pendapatan (Y) sebesar Rp 2.388.272,12 maka akan diperoleh perkiraan nilai tabungan (S) sebesar -Rp.84.355,29. Perbedaan besarnya tabungan (-Rp 102.903,4 dan Rp.84.355,29) terjadi karena angkaangka yang diperoleh dari fungsi konsumsi merupakan angka-angka hasil estimasi atau prediksi, sedangkan yang terdapat pada Tabel 1 dan 2 adalah data empiris. Perlu dikemukakan bahwa fungsi konsumsi pada persamaan diatas, dihitung dari pendapatan dan pengeluaran per kapita per tahun. Cara ini dilakukan untuk menghindari adanya perbedaanperbedaan dalam jumlah anggota keluarga, usia anggota keluarga, serta berbagai macam tingkat pendidikan yang ada diantara rumah tangga satu dengan lainnya.
C C=Y
C = 824.719,65 + 0,69Y)
Pendapatan minimal Buruh Tani Rp 2.718.450
Buruh Tani mengalami dissaving/ mengorek tabungan Konsumsi Otonom Rp 824.719,65 Y
Gambar 2 Fungsi konsumsi buruh tani di Desa Penancangan Pengeluaran yang lebih besar dari pendapatan yang diperoleh menyebabkan buruh tani harus membiayai sebagian pengeluarannya dengan cara mengorek tabungan (dissaving), menjual hartanya, atau meminjam kepada orang lain (hutang). Jika diasumsikan fungsi konsumsinya tetap, maka buruh tani dapat terhindar perilaku mengkorek tabungan, atau berhutang apabila sewaktuwaktu pendapatannya lebih besar atau
sama dengan pengeluarannya (Y ≥ C). Asumsi tersebut menghasilkan nilai pendapatan sebesar Rp 2.718.450,48 per kapita per tahun atau Rp 19.382.548,51 per rumah tangga per tahun. Tabel 3 berikut menyajikan perbandingan antara pendapatan buruh tani saat ini, pendapatan minimal yang sebaiknya diperoleh oleh buruh tani untuk dapat memenuhi kebutuhannya berdasarkan model fungsi konsumsi yang diperoleh.
36
PANCAWATI
JIPP
Tabel 3 Pengeluaran, pendapatan ril dan pendapatan minimal yang sebaiknya diperoleh buruh tani Pengeluaran Riil (Per Kapita) Pendapatan Riil (Per Kapita) Pendapatan Minimal (Per Kapita) Pendapatan minimal (Per KK)
Per Tahun 2.491.175,52 2.388.272,12 2.718.450,48 19.382.548,50
Per Bulan 207.598,03 199.022,75 226.537,54 1.615.212,38
Per Hari 6.825,12 6.543,24 7.447,81 53.840,41
Sumber : Data primer (diolah)
Peningkatan pendapatan rumah tangga buruh tani dapat dilakukan dengan memberdayakan istri-istri buruh tani untuk ikut serta mencari tambahan pendapatan, misalnya dengan membentuk kelompok wanita tani. Kelompok ini diarahkan untuk dapat mewadahi kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga, seperti membuat kerajinan tangan, pengolahan hasil pertanian dan sebagainya. SIMPULAN Pendapatan buruh tani di Desa Penancangan dari kegiatan pertanian adalah sebesar Rp. 5.070.625. Pendapatan tersebut berkontribusi sebesar 31,30 % dari total pendapatan keluarga sebesar Rp 16.201.750. Buruh tani di Desa Penancangan masih tergolong miskin dan masih mengalami dissaving sebesar Rp 102.903,4
DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Lincolin. 1999. Ekonomi Pembangunan. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Press. Yogyakarta BPS Badan Pusat Statistik. 2011. Indikator Pembangunan Berkelanjutan. Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. Serang. Hasibuan, N. 1995. „Distribusi Pendapatan dan Pertumbuhan Ekonomi: Trade Off and Konvergensi”. P3EM Fakultas Ekonomi UNSRI. Palembang Sukirno, Sadono. 2002. Pengantar Teori Makroekonomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta