Jurnal HUBUNGAN PENDIDIKAN VOKASIONAL DENGAN KEMANDIRIAN ANAK YATIM PASCA TERMINASI PELAYANAN PANTI ASUHAN DI KABUPATEN GRESIK
Faisal Ahmad Fani 071114004
ABSTRACT This study aims to determine the relationship between vocational education to the independence of orphans after getting care in an orphanage. Besides this research focuses on the relationship between the provision of learning, the intensity of implementation, and the kind that followed the vocational education with the independence of orphans after care. This research was conducted with descriptive quantitative approach. Data obtained using a questionnaire. Determination of the respondents were stratified random sampling, namely by taking samples with regard strata in the population. Respondents in this study were orphans who had lived in an orphanage. The results showed that the absence of a relationship between the provision of learning and teaching intensity of vocational education with the independence of orphans after the termination of service of an orphanage. While on the type of vocational training followed in the independence of the post-termination services orphan orphanage there is a relationship. Keywords: independence; orphanage; orphans; services; vocational education
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pendidikan vokasional dengan kemandirian anak yatim setelah mendapat pengasuhan di panti asuhan. Selain itu penelitian ini memfokuskan pada ada tidaknya hubungan antara pemberian pembelajaran, intensitas pelaksanaan, dan jenis yang diikuti dalam pendidikan vokasional dengan kemandirian anak yatim setelah dilakukan pengasuhan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif deskriptif. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Penentuan responden dilakukan secara stratified random sampling, yaitu cara mengambil sampel dengan memperhatikan
1
strata di dalam populasi. Responden dalam penelitian ini adalah anak yatim yang pernah tinggal didalam panti asuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara pemberian pembelajaran maupun intensitas pembelajaran pendidikan vokasional dengan kemandirian anak yatim pasca terminasi pelayanan panti asuhan. Sedangkan pada jenis yang diikuti dalam pendidikan vokasional dengan kemandirian anak yatim pasca terminasi pelayanan panti asuhan terdapat hubungan. Kata Kunci: anak yatim; kemandirian; panti asuhan; pelayanan; pendidikan vokasional
A. PENDAHULUAN Sesuai dengan tujuan panti asuhan sebagai Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA), bahwa panti asuhan tidak hanya bertujuan memberikan pelayanan dan pemenuhan kebutuhan fisik semata, namun juga berfungsi sebagai tempat kelangsungan hidup serta tumbuh kembang anak-anak. Diharapkan nantinya mereka dapat hidup secara mandiri atau mampu bersaing dengan anak-anak lain yang notabene masih mempunyai orang tua dan hidup berkecukupan. Dengan demikian pelayanan bagi anak didalam panti asuhan merupakan suatu sistem, karena didalam prakteknya terdapat keterikatan-keterikatan berbagai unsur pelayanan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Unsur-unsur pelayanan yang ada dalam panti asuhan dalam pelaksanaan pengasuhan merupakan satu kesatuan yang utuh, sehingga tidak adanya satu unsur saja dapat mempengaruhi proses pelayanan. Laporan Save the Children pada 2007 tentang Panti Asuhan di Indonesia dinyatakan bahwa keberadaan panti asuhan di Indonesia sangat memprihatinkan. Kondisi tersebut hanya didukung oleh fasilitas pelayanan yang kurang manusiawi, masih sederhananya sistem manajemen administrasi pelayanan dan fungsi manajerial serta fungsi pelayanan yang masih sebatas pada pendataan. Menurut temuan Tim 2
Peneliti Departemen Sosial RI, Save the Children, dan UNICEF bahwa sebagian besar dari panti asuhan yakni sebesar 99% tersebut dikelola oleh masyarakat, terutama organisasi masyarakat ataupun keagamaan yang dinilai kurang memberikan pengasuhan yang layak dan proporsional (Depdiknas, 2002). Karena dalam program pengembangan organisasi masyarakat maupun keagamaan, panti asuhan merupakan salah satu bagian penting sebagai sarana untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama yang diyakini. Akan tetapi, tidak sedikit panti asuhan yang dimiliki organisasi masyarakat maupun keagamaan tersebut justru memberikan fasilitas pelayanan yang kurang manusiawi sehingga berpengaruh buruk secara sosial, psikologis, dan kesehatan dalam tumbuh kembang anak (Depdiknas, 2002). Dari hasil penelitian tersebut juga didapatkan fakta, bahwa sesungguhnya panti asuhan tidak memberikan pengasuhan tetapi hanya sebatas menyediakan akses pendidikan. Hampir tidak ada panti asuhan yang peduli akan adanya kebutuhan pengasuhan anak-anak baik sebelum, selama, maupun selepas mereka meninggalkan panti asuhan. Kondisi panti asuhan sekarang berbeda dengan kondisi panti asuhan di periode 1990-an, dimana terdapat proses penyatuan dengan lingkungan di sekitarnya. Pembenahan panti asuhan dari segi bangunan, perbaikan jaminan makan, dan sebagainya bukan merupakan ukuran untuk memandirikan anak-anak yatim. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Apakah ada hubungan antara pemberian pendidikan vokasional dengan kemandirian anak yatim pasca terminasi pelayanan panti asuhan. (2) Apakah ada hubungan antara intensitas belajar pendidikan 3
vokasional dengan kemandirian anak yatim pasca terminasi pelayanan panti asuhan. (3) Apakah ada hubungan antara peminatan jenis pendidikan vokasional yang dipilih dengan kemandirian anak yatim pasca terminasi pelayanan panti asuhan. Dalam penelitian ini tujuan yang ingin yang dicapai adalah: (1) Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara pemberian pendidikan vokasional dengan kemandirian anak yatim pasca terminasi pelayanan panti asuhan. (2) Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara intensitas belajar pendidikan vokasional dengan kemandirian anak yatim pasca terminasi pelayanan panti asuhan. (3) Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara peminatan jenis pendidikan vokasional yang dipilih anak dengan kemandirian anak yatim pasca terminasi pelayanan panti asuhan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai sosiologi pendidikan. Diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pengembangan ilmu pengetahuan yang ada kaitannya dengan pendidikan vokasional. Secara praktis bagi pihak panti asuhan, dapat memberikan bahan pertimbangan dan masukan bagi pihak panti asuhan dalam mengambil kebijakan yang berhubungan dengan para alumninya. Bagi pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pihak pemerintah untuk mengambil kebijakan guna meningkatkan pendidikan, kelayakan dan kesejahteraan anak-anak, khususnya anakanak yatim yang hidup di panti asuhan.
4
B. KAJIAN TEORITIK Dr. Charles Allen Prosser adalah seorang praktisi dan akademisi Amerika Serikat yang sering dianggap sebagai bapak pendidikan kejuruan, terutama di Amerika. Di kalangan akademisi pendidikan vokasi dan kejuruan di Indonesia, Prosser cukup dikenal sebagai penyusun 16 Prinsip Pendidikan Vokasi atau sering juga disebut sebagai 16 Dalil Prosser (Wardiman, 1997). Prosser terkenal dengan prinsip-prinsipnya dalam pendidikan vokasional. Ke16 Prinsip Pendidikan Vokasi atau sering juga disebut sebagai 16 Dalil Prosser yang berasal dari buku “Vocational Education in a Democracy” (Wardiman, 1997). Berikut terjemahan dari 16 Dalil Prosser versi bahasa Indonesia: (1) Pendidikan kejuruan akan efisien jika lingkungan dimana siswa dilatih merupakan replika lingkungan dimana nanti ia akan bekerja. (2) Pendidikan kejuruan yang efektif hanya dapat diberikan dimana tugas-tugas latihan dilakukan dengan cara, alat dan mesin yang sama seperti yang ditetapkan di tempat kerja. (3) Pendidikan kejuruan akan efektif jika melatih seseorang dalam kebiasaan berpikir dan bekerja seperti yang diperlukan dalam pekerjaan itu sendiri. (4) Pendidikan kejuruan akan efektif jika dapat memampukan
setiap
individu
memodali
minatnya,
pengetahuannya
dan
keterampilannya pada tingkat yang paling tinggi. (5) Pendidikan kejuruan yang efektif untuk setiap profesi, jabatan atau pekerjaan hanya dapat diberikan kepada seseorang yang memerlukannya, yang menginginkannya dan yang mendapat untung darinya. (6) Pendidikan kejuruan akan efektif jika pengalaman latihan untuk membentuk kebiasaan kerja dan kebiasaan berpikir yang benar diulang-ulang 5
sehingga sesuai seperti yang diperlukan dalam pekerjaan nantinya. (7) Pendidikan kejuruan akan efektif jika gurunya telah mempunyai pengalaman yang sukses dalam penerapan keterampilan dan pengetahuan pada operasi dan proses kerja yang akan dilakukan. (8) Pada setiap jabatan ada kemampuan minimum yang harus dipunyai oleh seseorang agar dia tetap dapat bekerja pada jabatan tersebut. (9) Pendidikan kejuruan harus memperhatikan permintaan pasar. (10) Proses pembinaan kebiasaan yang efektif pada siswa akan tercapai jika pelatihan diberikan pada pekerjaan yang nyata (pengalaman sarat nilai). (11) Sumber yang dapat dipercaya untuk mengetahui isi pelatihan pada suatu okupasi tertentu adalah dari pengalaman para ahli okupasi tersebut. (12) Setiap pekerjaan mempunyai ciri-ciri isi (body of content) yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. (13) Pendidikan kejuruan akan merupakan layanan sosial yang efisien jika sesuai dengan kebutuhan seseorang yang memang memerlukan dan memang paling efektif jika dilakukan lewat pengajaran kejuruan. (14) Pendidikan kejuruan akan efisien jika metode pengajaran yang digunakan dan hubungan pribadi dengan peserta didik mempertimbangkan sifat-sifat peserta didik tersebut. (15) Administrasi pendidikan kejuruan akan efisien jika luwes. (16) Pendidikan kejuruan memerlukan biaya tertentu dan jika tidak terpenuhi maka pendidikan kejuruan tidak boleh dipaksakan beroperasi. David C. McClelland adalah seorang ahli teori psikologis Amerika. Ia lahir di kota Mt. Vernon negara Amerika. David McClaland ini terkenal akan karyanya tentang motivasi berprestasi, namun kepentingan penelitian diperpanjang dengan kepribadian dan kesadaran. David McClelland memelopori motivasi kerja berpikir, mengembangkan pencapaian berbasis teori dan model motivasi, dan perbaikan 6
dipromosikan dalam metode penilaian karyawan, mendukung penilaian berbasis kompetensi dan tes, dengan alasan mereka untuk menjadi lebih baik dari IQ tradisional dan kepribadian berbasis tes (Sardiman, 1990). McClelland mengajukan teori motivasi yang didasari oleh pemenuhan kebutuhan (need achievement theory) di mana
salah
satu
komponennya
adalah
kepribadian
individu.
McClelland
mengemukakan bahwa motif sosial merupakan motif yang kompleks dan merupakan sumber dari banyak perilaku atau perbuatan manusia. Motif sosial merupakan hal yang penting untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku individu dan kelompok David McClelland dalam teorinya Mc.Clelland’s “Achievment Motivation Theory” atau teori motivasi prestasi McClelland mengemukakan bahwa individu mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan situasi serta peluang yang tersedia. Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan prestasi (achievement), kebutuhan kekuasaan (power), dan kebutuhan afiliasi (Sardiman, 1990). Pendidikan vokasional adalah pendidikan yang memberi bekal dasar dan latihan yang dilakukan secara benar kepada peserta didik tentang nilai-nilai kehidupan sehari-hari agar yang bersangkutan mampu, sanggup, dan terampil dalam menjalankan kehidupannya
yaitu
dapat
menjaga kelangsungan hidup dan
perkembangannya. Dengan cara ini, pendidikan akan lebih realistis, lebih kontekstual, tidak akan mencabut peserta didik dari akarnya, sehingga pendidikan akan lebih bermakna bagi peserta didik dan akan tumbuh subur. Seseorang dikatakan memiliki kecakapan hidup apabila yang bersangkutan mampu, sanggup, dan terampil dalam 7
menjalankan kehidupan dengan nikmat dan bahagia. Kehidupan yang dimaksud meliputi kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, kehidupan tetangga, kehidupan masyarakat, kehidupan perusahaan, kehidupan bangsa, dan kehidupan-kehidupan yang lainnya (Slamet, 2002). Kemandirian adalah sikap dan perilaku seseorang yang mencerminkan perbuatan yang cenderung individual (mandiri), tanpa bantuan dan pertolongan dari orang lain. Kemandirian identik dengan kedewasaan, berbuat sesuatu tidak harus ditentukan atau diarahkan sepenuhnya oleh orang lain. Kemandirian anak sangat diperlukan dalam rangka membekali mereka untuk menjalani kehidupan yang akan datang. Dengan kemandirian ini seorang anak akan mampu untuk menentukan pilihan yang ia anggap benar, selain itu ia berani memutuskan pilihannya dan bertanggung jawab atas resiko dan konsekuensi yang diakibatkan dari pilihannya tersebut. Menurut Bacharuddin Mustafa, kemandirian adalah kemampuan untuk mengambil pilihan dan menerima konsekuensi yang menyertainya. Kemandirian pada anak-anak mewujud ketika mereka menggunakan pikirannya sendiri dalam mengambil berbagai keputusan; dari memilih perlengkapan belajar yang ingin digunakannya, memilih teman bermain, sampai hal-hal yang relatif lebih rumit dan menyertakan konsekuensikonsekuensi tertentu yang lebih serius (Susanto, 2015).
8
C. PEMBAHASAN Tabel 1.1 Analisis Chi-Square Pemberian Vokasional dengan Kemandirian Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided) 99 ,699 99 ,933 1 ,000
Pearson Chi-Square 91,223a Likelihood Ratio 78,815 Linear-by-Linear 12,184 Association N of Valid Cases 50 a. 120 cells (100,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,02.
Uji Chi-Square untuk mengamati ada tidaknya hubungan antara dua variabel (baris dan kolom). Di dalam SPSS, selain alat uji Chi-Square juga dilengkapi dengan beberapa alat uji yang sama tujuannya. Hipotesis untuk kasus ini: H0: tidak ada hubungan antara pemberian pembelajaran pendidikan vokasional dengan kemandirian anak yatim pasca terminasi pelayanan panti asuhan. H1: ada hubungan antara pemberian pembelajaran pendidikan vokasional dengan kemandirian anak yatim pasca terminasi pelayanan panti asuhan. Dasar pengambilan keputusan, menguji hipotesis dengan membandingkan nilai Probabilitas yang nilainya dapat dilihat pada bagian Asymp. Sig. (2-sided), yang dalam kasus ini sebesar 0.699. Jika nilai Probabilitas > 0,05 maka H0 diterima. Tetapi bila nilai Probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak. Dalam kasus ini 0.699 > 0,05 artinya H0 diterima, dengan demikian disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pemberian pembelajaran pendidikan vokasional dengan kemandirian anak yatim pasca terminasi pelayanan panti asuhan. 9
Hal ini sesuai dengan teori yang ada, bahwa pendidikan vokasional akan efisien jika lingkungan dimana anak asuh dilatih merupakan replika lingkungan dimana nanti ia akan bekerja. Tentu saja dengan diberikannya pendidikan vokasional yang sesuai dan tepat kepada anak asuh, akan memberikan pengalaman yang cukup untuk anak asuh tersebut saat masuk ke dalam dunia kerja. Disamping itu, pendidikan vokasional yang efektif hanya dapat diberikan dimana tugas-tugas latihan dilakukan dengan cara, alat dan mesin yang sama seperti yang ditetapkan di tempat kerja. Di dalam panti asuhan tidak semua hal diatas dapat terpenuhi, karena banyak faktor diantaranya masalah pendanaan. Proses pembelajaran tentu dapat dimaksimalkan ditengah alat maupun mesin yang tidak maksimal sebagai bahan praktik di lapangan. Panti asuhan hanya memfasilitasi anak asuh dengan pendidikan vokasional, akan tetapi tidak jarang dinas-dinas terkait kurang memberikan bantuan dalam program ini dan terkesan membiarkan panti asuhan dalam mendanai program tersebut. Sehingga dalam penerapannya, pendidikan vokasional di panti asuhan dilaksanakan hanya sebatas memberikan pengalaman maupun pengetahuan kepada anak asuh tanpa bisa secara maksimal menggali potensi yang ada dalam diri setiap anak asuh. Dalam kasus ini disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pemberian pembelajaran pendidikan vokasional dengan kemandirian anak yatim pasca terminasi pelayanan panti asuhan. Adapun beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi, diantaranya: para anak asuh hanya sekedar ikut-ikutan dalam mendapatkan pembelajaran vokasional dengan dalih aturan yang telah dibuat oleh pihak panti asuhan, kurang adanya motivasi yang ada dalam diri anak asuh untuk mengambil manfaat dari adanya pembelajaran pendidikan vokasional yang diberikan oleh pihak 10
panti asuhan, dan para anak asuh tersebut ternyata dapat mandiri dengan sendirinya tanpa melalui pembelajaran pendidikan vokasional yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya serta adanya keinginan untuk bekerja keras. Untuk dapat menjadi mandiri setelah meninggalkan panti asuhan, para anak asuh terus berusaha mencoba mencari jalan selain melalui pembelajaran pendidikan vokasional. Memanfaatkan para alumni yang lebih senior merupakan cara yang lebih mudah dan tepat, dari hal tersebut dapat membantu anak asuh menuju jalan kemandirian dengan berbagai masukan atau saran mendapatkan lapangan pekerjaan, bantuan pekerjaan, motivasi untuk senantiasa bekerja dan berusaha dari alumni yang lebih senior tersebut. Oleh karena itu, para anak asuh untuk dapat mandiri tidak hanya dengan mendapatkan pembelajaran pendidikan vokasional saja, tetapi adanya faktorfaktor lain seperti bantuan dari orang lain yang dapat menjadikan anak asuh tersebut bisa mandiri selepas pengasuhan kelak.
Tabel 1.2 Analisis Chi-Square Intensitas Vokasional dengan Kemandirian Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided) 81 ,711 81 ,905 1 ,000
Pearson Chi-Square 73,500a Likelihood Ratio 64,872 Linear-by-Linear 13,189 Association N of Valid Cases 50 a. 100 cells (100,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,02.
11
Uji Chi-Square untuk mengamati ada tidaknya hubungan antara dua variabel (baris dan kolom). Di dalam SPSS, selain alat uji Chi-Square juga dilengkapi dengan beberapa alat uji yang sama tujuannya. Hipotesis untuk kasus ini: H0: tidak ada hubungan antara intensitas pembelajaran pendidikan vokasional dengan kemandirian anak yatim pasca terminasi pelayanan panti asuhan. H1: ada hubungan antara intensitas pembelajaran pendidikan vokasional dengan kemandirian anak yatim pasca terminasi pelayanan panti asuhan. Dasar pengambilan keputusan, menguji hipotesis dengan membandingkan nilai Probabilitas yang nilainya dapat dilihat pada bagian Asymp. Sig. (2-sided), yang dalam kasus ini sebesar 0.711. Jika nilai Probabilitas > 0,05 maka H0 diterima. Tetapi bila nilai Probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak. Dalam kasus ini 0.711 > 0,05 artinya H0 diterima, dengan demikian disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara intensitas pembelajaran pendidikan vokasional dengan kemandirian anak yatim pasca terminasi pelayanan panti asuhan. Hal ini sesuai dengan teori yang ada, bahwa pendidikan vokasional akan efektif jika gurunya telah mempunyai pengalaman yang sukses dalam penerapan keterampilan dan pengetahuan pada operasi dan proses kerja yang akan dilakukan. Dalam pelaksanaannya kedatangan tenaga profesional pada program pendidikan vokasional hanya dapat dilakukan pada hari libur, setiap harinya anak asuh diberikan pelatihan oleh pengurus panti asuhan yang telah mendapat kursus maupun bimbingan agar dapat secara intens melakukan pembimbingan secara langsung kepada anak asuh setiap harinya. Sehingga dengan keterbatasan waktu dari tenaga ahli tersebut dapat tertutupi dari SDM yang ada di panti asuhan tersebut, dengan tujuan pendidikan 12
vokasional dapat berjalan setiap harinya agar anak asuh dapat belajar dengan maksimal. Proses pembinaan kebiasaan yang efektif pada siswa akan tercapai jika pelatihan diberikan pada pekerjaan yang nyata (pengalaman sarat nilai). Dengan dilakukannya pendidikan vokasional di panti asuhan setiap hari, tentu akan menambah pengalaman kepada anak asuh yang mengikutinya. Harapannya dengan adanya pendidikan vokasional anak asuh kelak akan dapat hidup mandiri, sehingga ke depan program ini sebisa mungkin bisa terus dijalankan dan harus dilakukan perbaikan-perbaikan untuk lebih memaksimalkan penyelenggaraan dan dapat menjadi manfaat untuk anak asuh kelak. Dalam kasus ini disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara intensitas pembelajaran pendidikan vokasional dengan kemandirian anak yatim pasca terminasi pelayanan panti asuhan. Adapun beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi, diantaranya: para anak asuh sering mengikuti pendidikan vokasional atas dalih sekedar ikut-ikutan teman saja dan mereka belum memikirkan masa depannya, kurang adanya motivasi yang ada dalam diri anak asuh untuk mengambil manfaat dari adanya pembelajaran pendidikan vokasional yang diberikan oleh pihak panti asuhan, dan para anak asuh tersebut ternyata dapat mandiri dengan sendirinya tanpa melalui intensitas pembelajaran pendidikan vokasional yang sering, tetapi anak asuh tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya serta adanya keinginan untuk bekerja keras. Untuk dapat menjadi mandiri setelah meninggalkan panti asuhan, para anak asuh terus berusaha mencoba mencari jalan selain melalui intensitas pembelajaran pendidikan vokasional yang sering. Anak asuh dapat mencoba dekat dengan 13
masyarakat untuk menggali informasi dan menambah pengalaman hidup di tengah masyarakat, dari hal tersebut dapat membantu anak asuh menuju jalan kemandirian dengan berbagai masukan atau saran yang didapatkan, bantuan mencari lowongan pekerjaan, motivasi maupun pengalaman dari individu yang ada di dalam masyarakat untuk senantiasa bekerja dan berusaha guna kehidupan di masa depan. Oleh karena itu, para anak asuh untuk dapat mandiri tidak hanya dengan mendapatkan intensitas pembelajaran pendidikan vokasional yang sering saja saat berada dalam panti asuhan, tetapi adanya faktor-faktor lain seperti bantuan dari masyarakat dapat pula menjadikan anak asuh tersebut bisa mandiri selepas pengasuhan kelak.
Tabel 1.3 Analisis Chi-Square Jenis Vokasional dengan Kemandirian Chi-Square Tests Value
Asymp. Sig. (2-sided) 171 ,028 171 ,998 1 ,000
df
Pearson Chi-Square 208,194a Likelihood Ratio 121,727 Linear-by-Linear 14,341 Association N of Valid Cases 50 a. 200 cells (100,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,02.
Uji Chi-Square untuk mengamati ada tidaknya hubungan antara dua variabel (baris dan kolom). Di dalam SPSS, selain alat uji Chi-Square juga dilengkapi dengan beberapa alat uji yang sama tujuannya. Hipotesis untuk kasus ini: H0: tidak ada hubungan antara jenis pembelajaran pendidikan vokasional dengan kemandirian anak yatim pasca terminasi pelayanan panti asuhan.
14
H1: ada hubungan antara jenis pembelajaran pendidikan vokasional dengan kemandirian anak yatim pasca terminasi pelayanan panti asuhan. Dasar pengambilan keputusan, menguji hipotesis dengan membandingkan nilai Probabilitas yang nilainya dapat dilihat pada bagian Asymp. Sig. (2-sided), yang dalam kasus ini sebesar 0.028. Jika nilai Probabilitas > 0,05 maka H0 diterima. Tetapi bila nilai Probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak. Dalam kasus ini 0.028 < 0,05 artinya H0 ditolak, dengan demikian disimpulkan bahwa ada hubungan antara jenis pembelajaran pendidikan vokasional dengan kemandirian anak yatim pasca terminasi pelayanan panti asuhan. Hal ini sesuai dengan teori yang ada, bahwa pendidikan vokasional akan efektif jika melatih seseorang dalam kebiasaan berpikir dan bekerja seperti yang diperlukan dalam pekerjaan itu sendiri. Di dalam mencapai sebuah hasil yang baik, sangat diperlukan usaha yang keras maupun pantang menyerah dalam menjalankan program pendidikan vokasional di panti asuhan. Harapan dari program ini, tentunya untuk memberikan pelatihan awal kepada anak asuh sebelum mereka benar-benar masuk dalam dunia kerja serta melatih mereka untuk hidup mandiri maupun mengambil sebuah keputusan dalam hidup. Pendidikan vokasional akan efektif jika dapat memampukan setiap individu memodali minatnya, pengetahuannya dan keterampilannya pada tingkat yang paling tinggi. Proses penyelenggaraan pendidikan vokasional, sangat melibatkan anak asuh dalam proses pemilihan jenis yang diikuti sampai berakhir proses pembelajaran. Hal tersebut dilakukan untuk merangsang minat dan bakat yang ada dalam diri setiap anak asuh, untuk terus dipantau
15
perkembangannya dan dilakukan tindakan-tindakan yang tepat guna mengembangkan potensi diri anak asuh tersebut. Virus n.Ach berhubungan dengan kesulitan orang untuk memilih tugas yang dijalankan. Mereka yang memiliki n. Ach rendah mungkin akan memilih tugas yang mudah, untuk meminimalisasi risiko kegagalan, atau tugas dengan kesulitan tinggi, sehingga bila gagal tidak akan memalukan. Terkadang anak asuh hanya ingin mencoba beberapa jenis program pendidikan vokasional saja, mereka beranggapan ingin fokus pada satu jenis tanpa harus belajar mengenai jenis program lainnya. Sehingga diharapkan kepada anak asuh agar mencoba semua program pendidikan vokasional yang ditawarkan, agar para anak asuh mendapat banyak pengalaman yang mana nantinya akan sangat bermanfaat pasca pengasuhan. Mereka yang memiliki n. Ach tinggi cenderung memilih tugas dengan tingkat kesulitan moderat, mereka akan merasa tertantang tetapi masih dapat dicapai. Mereka yang memiliki n.Ach tinggi memiliki karakteristik dengan kecenderungan untuk mencari tantangan dan tingkat kemandirian tinggi. Banyak dijumpai anak asuh yang sangat bersemangat untuk mengikuti semua program pendidikan vokasional yang ditawarkan oleh pihak panti asuhan, hal tersebut sangat baik untuk menambah banyak pengalaman bagi anak asuh setelah nantinya selesai masa pengasuhan. Dalam kasus ini disimpulkan bahwa ada hubungan antara jenis pembelajaran pendidikan vokasional dengan kemandirian anak yatim pasca terminasi pelayanan panti asuhan. Sehingga anak asuh senantiasa mengikuti bermacam-macam jenis, agar nantinya dapat menjadikan sebuah pengalaman dan tambahan ilmu dalam mencari pekerjaan maupun membuka usaha sendiri, dengan semakin banyaknya jenis yang 16
diikuti maka akan berdampak positif bagi kemandirian anak asuh kelak setelah masa pengasuhan selesai. Para anak asuh juga dapat berusaha mencoba mencari alternatif jalan selain melalui pendidikan vokasional, yakni dengan terjun ke dalam masyarakat untuk menggali informasi dan menambah pengalaman hidup di tengah masyarakat. Dari hal tersebut dapat membantu anak asuh menuju jalan kemandirian dengan berbagai masukan atau saran yang didapatkan, bantuan mencari lowongan pekerjaan, motivasi maupun pengalaman dari individu yang ada di dalam masyarakat untuk senantiasa bekerja dan berusaha guna kehidupan di masa depan. Oleh karena itu, para anak asuh untuk dapat mandiri tidak hanya dengan mendapatkan pendidikan vokasional saja saat berada dalam panti asuhan, tetapi adanya faktor-faktor lain seperti bantuan dari masyarakat dapat pula menjadikan anak asuh tersebut bisa mandiri selepas pengasuhan kelak.
D. KESIMPULAN Untuk jawaban atas rumusan masalah yang pertama disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pemberian pembelajaran pendidikan vokasional dengan kemandirian anak yatim pasca terminasi pelayanan panti asuhan. Adapun beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi, diantaranya: para anak asuh hanya sekedar ikut-ikutan dalam mendapatkan pembelajaran vokasional dengan dalih aturan yang telah dibuat oleh pihak panti asuhan, kurang adanya motivasi yang ada dalam diri anak asuh untuk mengambil manfaat dari adanya pembelajaran pendidikan vokasional yang diberikan oleh pihak panti asuhan, dan para anak asuh tersebut ternyata dapat mandiri dengan sendirinya tanpa melalui pembelajaran pendidikan 17
vokasional yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya serta adanya keinginan untuk bekerja keras. Untuk jawaban atas rumusan masalah yang kedua disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara intensitas pembelajaran pendidikan vokasional dengan kemandirian anak yatim pasca terminasi pelayanan panti asuhan. Adapun beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi, diantaranya: para anak asuh sering mengikuti pendidikan vokasional atas dalih sekedar ikut-ikutan teman saja dan mereka belum memikirkan masa depannya, kurang adanya motivasi yang ada dalam diri anak asuh untuk mengambil manfaat dari adanya pembelajaran pendidikan vokasional yang diberikan oleh pihak panti asuhan, dan para anak asuh tersebut ternyata dapat mandiri dengan sendirinya tanpa melalui intensitas pembelajaran pendidikan vokasional yang sering, tetapi anak asuh tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya serta adanya keinginan untuk bekerja keras. Untuk jawaban atas rumusan masalah yang ketiga disimpulkan bahwa ada hubungan antara jenis pembelajaran pendidikan vokasional dengan kemandirian anak yatim pasca terminasi pelayanan panti asuhan. Sehingga anak asuh senantiasa mengikuti bermacam-macam jenis, agar nantinya dapat menjadikan sebuah pengalaman dan tambahan ilmu dalam mencari pekerjaan maupun membuka usaha sendiri, dengan semakin banyaknya jenis yang diikuti maka akan berdampak positif bagi kemandirian anak asuh kelak setelah masa pengasuhan selesai. Saran untuk pemerintah selaku pihak yang berwenang untuk mengatur regulasi yang ada pada Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA), bahwasanya perlu dilakukan penambahan dana untuk perbaikan dan perawatan sarana dan 18
prasaranan yang ada di panti asuhan. Memberikan modal kepada anak asuh panti atau alumni panti asuhan agar mereka dapat mandiri untuk mendirikan usaha sendiri atau berwirausaha. Saran untuk panti asuhan, bahwasanya perlu dilakukan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia bagi tenaga instruktur dan pembimbing agar dalam memberikan ilmu pengetahuan secara profesional serta menambah maupun memaksimalkan sarana dan prasarana yang dimiliki panti asuhan.
E. DAFTAR PUSTAKA Depdiknas. 2002. Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skills) Melalui Pendekatan Broad-Based Education. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Djoyonegoro, Wardiman. 1997. Pengembangan Sumber Daya Manusia Melalui Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta: PT. Jayakarta Agung. http://www.kajianpustaka.com/2013/04/motivasi-belajar.html diakses pada tanggal 4 Maret 2015 pukul 12.58 WIB. PH, Slamet. 2002. Pendidikan Kecakapan Hidup; Konsep Dasar, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 037. Jakarta: Balitbang Diknas. Sardiman, AM. 1990. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali. Susanto, Ahmad. 2015. Memahami Perilaku Kemandirian Anak Usia Dini http://fipumj.ac.id/artikel8f14e45fceea167a5a36dedd4bea2543-MEMAHAMIPERILAKU-KEMANDIRIAN-ANAK-USIA-DINI.html diakses pada tanggal 4 Maret 2015 pukul 12.11 WIB.
19