JURNAL BPPK ISSN 2085-3785 Volume 6 Nomor 1, 2013, halaman 1-74 Jurnal BPPK merupakan publikasi ilmiah yang berisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian, pengembangan, kajian, dan pemikiran di bidang ekonomi, keuangan negara. Terbit pertama kali tahun 2010 dengan masa terbit sekali setahun kemudian menambah masa terbit pada tahun 2011 diterbitkan dua kali setahun hingga saat ini, pada bulan Juni dan Desember. Artikel yang diterbitkan dalam Jurnal BPPK telah melalui proses evaluasi dan penyuntingan oleh Dewan Editor dan Anggota Staf Editorial. Jurnal BPPK terbuka untuk umum, praktisi, peneliti, pegawai, dan pemerhati masalah ekonomi dan keuangan negara.
STAF EDITORIAL Penanggung Jawab Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Ketua Dewan Redaksi Dodi Iskandar Dewan Redaksi Rahmadi Murwanto, Ak., MAcc., M.B.A., Ph.D. Dr. Roberto Akyuwen, S.T.P., S.E., M.Si. Yuniarto Hadiwibowo, S.S.T., Ak., Ph.D. Mitra Bestari Dr. Eugenia Mardanugraha, S.Si., M.E. Prof. Heru Subiyantoro, Ph.D. Dr. I Kadek Dian Sutrisna Artha, S.E., M.Sc. Dr. R.B. Permana Agung Dradjattun Prof. Dr. Rina Octaviani Dr. Ir. Riyanto, M.Si. Redaktur Heni Kartikawati Editor Ahli Rido Parulian Panjaitan Editor Pelaksana Adhitya Wira Witantra Eko Satyono Nur Etaruni VMI Bimo Adi
Sekretariat Agung Arie Pratama Najjahul Imtihan Pambudi Gawe Sukmantara Retno Wulan Aditya Wirawan
ALAMAT SEKRETARIAT JURNAL BPPK: Bagian Organisasi dan Tata Laksana, Sekretariat Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementerian Keuangan Republik Indonesia; Gedung B Lantai 4, Jl. Purnawarman No.99 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110; Telp. (021) 7394666 ext.253, 7204131; Faksimili (021) 7261775, 7244328; webpage: www.bppk.depkeu.go.id; e-mail:
[email protected].
JURNAL BPPK Volume 6, Nomor 1, 2013 DAFTAR ISI
ANALISIS PERSEPSI PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI KOMANDAN SIKD PADA PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI
1-14
Grace T. Pontoh, Mushar Mustafa, Haliah, Kartini
DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI DUNIA DAN PENGHAPUSAN TARIF IMPOR KEDELAI TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
15-28
Wisnu Winardi
EFEKTIVITAS TRANSFER PUSAT TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG
29-40
Hery Budi Setyawan
KECERDASAN SPIRITUAL, WORK-FAMILY CONFLICT, FAMILY-WORK CONFLICT, DAN KINERJA PADA PEKERJAAN DAN KELUARGA (Studi pada Karyawan Perbankan di Pontianak)
41-48
Endang Dhamayantie
NATURAL RATE OF INTEREST IN INDONESIA: KALMAN FILTER APPROACH Rizki E. Wimanda, Wahyu A. Wibowo, Idham
VOLATILITAS RETURN SAHAM DI INDONESIA: POLA DAN PERBANDINGAN DENGAN MALAYSIA DAN SINGAPURA
49-60 61-74
Oviar Candra Bumi
ii
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013, Halaman 1-14 BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
JURNAL BPPK
ANALISIS PERSEPSI PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI KOMANDAN SIKD PADA PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI Grace T. Pontoha, Mushar Mustafab, Haliahc, Kartinid a b c d
Universitas Hasanuddin, Indonesia. Email:
[email protected] Universitas Hasanuddin, Indonesia. Email:
[email protected] Universitas Hasanuddin, Indonesia. Email:
[email protected] Universitas Hasanuddin, Indonesia. Email:
[email protected]
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
SEJARAH ARTIKEL Diterima Pertama 28 Februari 2013
Local Financial Information System National Data Management and Communication (KOMANDAN SIKD) is a web-based information system used by the local government to deliver data and information to the central government. However, since its launching in December 2010, there are only a few local governments using the 2011 KOMANDAN SIKD information system. The purpose of this research is to analyze factors which affect the KOMANDAN SIKD information system usage from the perspective of the system user. The approach used in this research is quantitative with closed questionnaire method and placement of individuals as analysis unit. The result shows that TAM variables have significant corelation with the intention of using KOMANDAN SIKD, whereas the behavior control perception variable is a TPB variable which does not share any significant corelation with the intention of using KOMANDAN SIKD. As such, the benefits of KOMANDAN SIKD information system are received by its users, in this case the local governments, but the intention of using such system is currently hindered by the limited knowledge, capabilities and resources.
Revisi Pertama 22 Mei 2013 Dinyatakan Dapat Dimuat 23 Mei 2013 KATA KUNCI: sistem informasi, pemerintahan, keuangan daerah, theory of planned behavior, technology acceptance model.
Komunikasi dan Manajemen Data Nasional Sistem Informasi Keuangan Daerah (KOMANDAN SIKD) merupakan sistem informasi berbasis web yang digunakan oleh pemerintah daerah untuk menyampaikan data dan informasi ke pemerintah pusat. Namun, sejak digunakan pada Desember 2010, Pemerintah daerah yang memanfaatkan sistem informasi KOMANDAN SIKD di tahun 2011 masih sedikit. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan sistem informasi KOMANDAN SIKD dari sudut pandang pengguna sistem. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode angket tertutup dan individu sebagai unit analisisnya. Hasilnya menunjukkan bahwa variabel-variabel TAM mempunyai hubungan yang signifikan terhadap niat menggunakan KOMANDAN SIKD, sedangkan variabel persepsi kontrol perilaku yang merupakan variabel TPB tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap niat menggunakan KOMANDAN SIKD. Dengan demikian, manfaat sistem informasi KOMANDAN SIKD diterima penggunanya dalam hal ini pemerintah daerah, namun niat menggunakan sistem tersebut mengalami kendala karena adanya keterbatasan pengetahuan, kemampuan, dan sumber daya.
1. PENDAHULUAN Dalam rangka mewujudkan pengelolaan pemerintahan yang baik (good governance) pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 (PP No. 56/2005) yang telah dilakukan perubahan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2010 (PP No. 65/2010) tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah. Sesuai PP tersebut, Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Nomor 46/PMK.02/2006 yang telah dilakukan perubahan dengan PMK Nomor 04/PMK.07/2011 tentang Tata Cara Penyampaian Informasi Keuangan Daerah. Berdasarkan peraturan ini pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah wajib menyampaikan laporan keuangan sebagai wujud
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
transparansi dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan. Laporan keuangan yang wajib disampaikan ke Menteri Keuangan berupa APBD, Perubahan APBD, Laporan Realisasi APBD Semester I, Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD (realisasi APBD, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan), Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, Laporan Keuangan Perusahaan Daerah, serta data terkait kebutuhan dan kapasitas fiskal. Laporan keuangan ini harus disampaikan dalam bentuk hardcopy dan softcopy yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Bentuk softcopy laporan keuangan disampaikan dengan menggunakan KOMANDAN SIKD (Komunikasi dan
1
ANALISIS PERSEPSI PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI KOMANDAN SIKD PADA PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI Grace T. Pontoh, Mushar Mustafa, Haliah, Kartini
Manajemen Data Nasional Sistem Informasi Keuangan Daerah). KOMANDAN SIKD merupakan sistem informasi berbasis web yang memfasilitasi menyampaian data dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat (2011a, 2011c). Sistem ini akan menyatukan seluruh data keuangan dalam satu database (database SIKD, database transfer, database lain) menjadi Pusat Database SIKD (2011b). Pusat Database SIKD ini akan menghasilkan informasi keuangan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang bisa diakses oleh Pemda, Kemenkeu, Kemendagri, dan masyarakat sehingga terwujud pemerintahan yang baik (2011b). Akses sistem informasi KOMANDAN SIKD dilakukan melalui web di alamat http://www.djpk.depkeu.go.id dengan meng-klik fasilitas gambar KOMANDAN SIKD di web tersebut dan mengisi username dan password (2011a, 2011c). Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atau DJPK (2011b) menunjukkan bahwa pemda yang telah menggunakan sistem informasi keuangan daerah (SIKD) sebanyak 361 (68,89%) dan yang belum diketahui sebanyak 163 pemda (31,11%). Namun, dari 361 pemda yang telah menggunakan sistem informasi baru 108 pemda yang telah mengirimkan data Informasi Keuangan Daerah (IKD) dalam bentuk softcopy. Hal ini kemungkinan disebabkan pengguna sistem informasi KOMANDAN SIKD belum bisa memanfaatkan sistem tersebut dan mempunyai keterbatasan dalam menggunakan sistem tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan sistem informasi KOMANDAN SIKD dilihat dari sudut pandang pemakai. Penelitian ini mengintegrasikan model penerimaan teknologi (technology acceptance model atau TAM) yang dikembangkan oleh Davis (1989) dan Davis et al. (1989) dan teori perilaku rencanaan (theory of planned behavior atau TPB) yang dikembangkan oleh Ajzen (1991). Baik TAM maupun TPB keduanya merupakan pengembangan lebih lanjut dari theory of reasoned action (TRA) oleh Fishbein and Ajzen (1975). Perbedaan TRA dan TPB terletak pada konstruk persepsi kontrol perilaku. Konstruk ini ditambahkan di TPB untuk mengontrol perilaku individual yang dibatasi oleh kekurangankekurangannya dan keterbatasan-keterbatasan dari kekurangan sumber daya yang digunakan untuk melakukan perilakunya (Chau dan Hu, 2002). TAM menambahkan dua konstruk dalam TRA yaitu persepsi kegunaan dan persepsi kemudahan penggunaan untuk mengetahui penerimaan seseorang terhadap teknologi. Dengan demikian, baik TPB maupun TAM, keduanya bisa menjelaskan dan memprediksi niat seseorang untuk memanfaatkan suatu sistem informasi yang dalam penelitian ini adalah sistem informasi KOMANDAN SIKD. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi kepada para peneliti, praktisi, dan pengambil kebijakan. Bagi pengembangan ilmu, penelitian ini dapat menghasilkan model
2
pengembangan yang mengintegrasikan TAM dan TPB pada sektor publik dan dapat menjadi referensi untuk studi lanjutan bagi para peneliti. Bagi Pemda, penelitian ini dapat memberi kontribusi dalam melaksanakan PP No. 56/2005, PP No. 65/2010, dan PMK No. 04/PMK.07/2011. Bagi Kemenkeu dan Kemendagri, penelitian ini dapat memberi kontribusi dalam membuat kebijakan dan peraturan sehubungan dengan pengelolaan keuangan daerah dalam mewujudkan pengelolaan pemerintahan yang baik.
2.
KERANGKA TEORETIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1. Technology Acceptance Model Apa yang menyebabkan orang menerima atau menolak teknologi informasi? Model penerimaan teknologi atau technology acceptance model (TAM) merupakan suatu teori sistem teknologi informasi yang menunjukkan model penerimaan dan penggunaan sistem teknologi informasi dari sudut pandang pemakai. Model ini dikembangkan oleh Davis (1989) dan Davis et al. (1989) berdasarkan Teori Tindakan Beralasan atau Theory of Reasoned Action (Jogiyanto, 2007: 111). TAM menambahkan dua konstruk utama ke dalam model TRA. Davis (1989) mengemukakan dua pernyataan yang sangat penting, yaitu (1) orang cenderung untuk menggunakan atau tidak menggunakan sistem teknologi informasi karena orang percaya bahwa hal itu bisa membantunya melakukan pekerjaan dengan lebih baik; (2) walaupun orang percaya bahwa aplikasi yang ada bermanfaat, namun pada waktu yang sama orang percaya bahwa sistem tersebut terlalu sulit untuk digunakan dan bahwa manfaat kinerja dari penggunaan teknologi informasi membutuhkan usaha yang lebih besar. Kedua pernyataan itu disebut oleh Davis (1989) sebagai konstruk perceived usefulness (persepsi kegunaan) dan perceived ease of use (persepsi kemudahan penggunaan). TAM berargumentasi bahwa penerimaan individual terhadap sistem teknologi informasi ditentukan oleh dua konstruk tersebut. 2.2. Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan pengembangan lebih lanjut dari TRA. Ajzen (1991) menambahkan konstruk yang belum ada dalam TRA, yaitu kontrol perilaku yang dipersepsi (perceived behavioral control). Konstruk ini ditambahkan dalam upaya memahami keterbatasan yang dimiliki individu dalam rangka melakukan perilaku tertentu (Chau dan Hu, 2002). Dengan kata lain, dilakukan atau tidak dilakukannya suatu perilaku tidak hanya ditentukan oleh sikap dan norma subjektif semata, tetapi juga persepsi individu terhadap kontrol yang dapat dilakukannya yang bersumber pada keyakinannya terhadap kontrol tersebut (control beliefs). Control beliefs merupakan keyakinan-keyakinan tentang keberadaan faktor-faktor yang akan menfasilitasi atau merintangi kinerja dari perilaku
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
ANALISIS PERSEPSI PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI KOMANDAN SIKD PADA PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI Grace T. Pontoh, Mushar Mustafa, Haliah, Kartini
dan kekuatan persepsian dari faktor-faktor itu. Keyakinan-keyakinan ini dapat didasarkan tidak hanya pada pengalaman masa lalu dengan perilaku, tetapi juga dipengaruhi oleh informasi tangan kedua tentang perilaku, dengan mengobservasi pengalamanpengalaman dari sahabat-sahabat dan teman-teman, dan dengan faktor-faktor lain yang meningkatkan atau mengurangi kesulitan persepsian dalam melakukan perilaku. Lebih banyak sumber-sumber daya dan kesempatan-kesempatan yang dimiliki oleh individual-individual, dan lebih sedikit halanganhalangan yang diantisipasi, lebih besar keyakinankeyakinan kontrol terhadap perilaku. Keyakinankeyakinan kontrol ini merupakan penentu dari kontrol perilaku yang dipersepsikan (perceived behavioral control). Teori ini mengasumsikan bahwa kontrol perilaku yang dipersepsikan mempunyai implikasi motivasional terhadap niat. Orang-orang yang percaya bahwa mereka tidak mempunyai sumber-sumber daya atau tidak mempunyai kesempatan-kesempatan untuk melakukan perilaku tertentu mungkin tidak akan membentuk niat perilaku yang kuat untuk melakukannya, walaupun mereka mempunyai sikap yang positif terhadap perilakunya dan percaya bahwa orang lain akan menyetujui seandainya perilaku tersebut dilakukan. Dengan demikian diharapkan terjadi hubungan antara kontrol perilaku yang dipersepsikan dengan niat. Kontrol perilaku yang dipersepsikan selain dapat memengaruhi perilaku secara tidak langsung lewat niat, juga dapat memprediksi perilaku secara langsung. Kinerja dari suatu perilaku tergantung tidak hanya pada motivasi untuk melakukannya tetapi juga kontrol yang cukup terhadap perilaku yang dilakukan. 2.3. Hipotesis a. Pengaruh Persepsi Kegunaan terhadap Niat Menggunakan KOMANDAN SIKD Penelitian-penelitian sebelumnya yang menguji pengaruh persepsi kegunaan terhadap niat menunjukkan hasil yang beragam. Mathieson (1991) menemukan bahwa dalam TAM persepsi kegunaan berpengaruh kuat dan signifikan terhadap niat mahasiswa menggunakan spreadsheet dalam menyelesaikan tugas perkuliahan. Taylor dan Todd (1995) dalam model TAM menemukan persepsi kegunaan berpengaruh signifikan terhadap niat mahasiswa dan alumni dalam menggunakan fasilitas IT di computing resource center (CRC). Salah satu hasil temuan Kim et al. (2009) menyatakan bahwa ketika sikap mahasiswa lemah, persepsi kegunaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap niat mahasiswa untuk menggunakan sistem, namun ketika sikap mahasiswa kuat, persepsi kegunaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap niat mahasiswa untuk menggunakan sistem. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut. H1: Persepsi kegunaan berpengaruh positif terhadap niat menggunakan KOMANDAN SIKD
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
b. Pengaruh Persepsi Kegunaan terhadap Sikap terhadap KOMANDAN SIKD Ditemukan hasil yang beragam pada penelitianpenelitian sebelumnya yang membahas mengenai persepsi kegunaan terhadap sikap. Mathieson (1991) dalam model TAM menyatakan bahwa persepsi kegunaan berpengaruh kuat dan signifikan terhadap sikap mahasiswa atas penggunaan spreadsheet. Taylor dan Todd (1995) menunjukkan bahwa baik dalam penerapan model TAM maupun dekomposisi TPB, persepsi kegunaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sikap mahasiswa atas penggunaan IT di CRC. Venkatesh dan Brown (2001) menyatakan bahwa ternyata persepsi kegunaan, yang dalam hal ini disebut utilitarian outcome, memiliki pengaruh signifikan terhadap sikap para pengguna dan bukan pengguna dalam mengadopsi PC dan tidak mengadopsi PC. Hsieh et al. (2005) menyatakan bahwa persepsi kegunaan (hasil-hasil kepuasan) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sikap masyarakat atas penggunaan TV internet. Shroff et al. (2011) juga berpendapat bahwa persepsi kegunaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada sikap mahasiswa terhadap penggunaan sistem e-portfolio. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut. H2: Persepsi kegunaan berpengaruh positif terhadap sikap terhadap KOMANDAN SIKD c. Pengaruh Persepsi Kemudahan Penggunaan terhadap Persepsi Kegunaan Pengujian tentang pengaruh persepsi kemudahan penggunaan terhadap persepsi kegunaan pada penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang positif. Salah satu hasil penelitian model TAM yang diperoleh Mathieson (1991) menunjukkan bahwa persepsi kemudahan penggunaan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap persepsi kegunaan mahasiswa atas spreadsheet. Taylor dan Todd (1995) juga menunjukkan bahwa persepsi kemudahan penggunaan berpengaruh secara signifikan terhadap persepsi kegunaan atas CRC. Salah satu hasil temuan yang diperoleh Kim et al. (2009) menunjukkan bahwa jika kekuatan sikap mahasiswa lemah, persepsi kemudahan penggunaan memiliki pengaruh langsung terhadap persepsi kegunaan atas penggunaan sistem. Hasil penelitian Shroff et al. (2011) juga menunjukkan bahwa persepsi kemudahan penggunaan atas sistem e-portfolio berpengaruh secara signifikan pada persepsi kegunaan atas sistem e-portfolio. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut. H3: Persepsi kemudahan penggunaan berpengaruh positif terhadap persepsi kegunaan d. Pengaruh Persepsi Kemudahan Penggunaan terhadap Sikap Terhadap KOMANDAN SIKD Penelitian-penelitian sebelumnya yang membahas mengenai pengaruh persepsi kemudahan penggunaan terhadap sikap menunjukkan hasil yang positif. Mathieson (1991) menemukan bahwa
3
ANALISIS PERSEPSI PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI KOMANDAN SIKD PADA PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI Grace T. Pontoh, Mushar Mustafa, Haliah, Kartini
persepsi kemudahaan penggunaan berpengaruh secara signifikan terhadap sikap mahasiswa atas penggunaan spreadsheet walaupun tidak sekuat pengaruh persepsi kegunaan. Taylor dan Todd (1995) menemukan dalam model TAM, hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi kemudahan penggunaan berpengaruh secara signifikan terhadap sikap mahasiswa atas CRC. Kim et al. (2009) menyatakan bahwa persepsi kemudahan penggunaan berpengaruh secara langsung terhadap sikap mahasiswa atas penggunaan sistem apabila sikap mahasiswa itu kuat, namun jika kekuatan sikap mahasiswa rendah, persepsi kemudahan penggunaan tidak berpengaruh signifikan terhadap sikap atas penggunaan sistem. Shroff et al. (2011) juga berpendapat bahwa persepsi kemudahan penggunaan berpengaruh secara signifikan pada sikap mahasiswa terhadap penggunaan sistem e-portfolio. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut. H4: Persepsi kemudahan penggunaan berpengaruh positif terhadap sikap terhadap KOMANDAN SIKD e. Pengaruh Persepsi Kemudahan Penggunaan terhadap Persepsi Kontrol KOMANDAN SIKD Hasil yang beragam ditunjukkan pada beberapa penelitian sebelumnya yang membahas tentang pengaruh persepsi kemudahan penggunaan terhadap persepsi kontrol. Salah satu hasil penelitian Venkatesh dan Brown (2001) menyatakan bahwa persepsi kemudahan penggunaan berpengaruh signifikan terhadap persepsi kontrol masyarakat bukan pengguna yang berniat mengadopsi PC dalam rumah. Penelitian yang dilakukan oleh Hsieh et al. (2005) yang menggunakan model dekomposisi TPB menunjukkan persepsi kemudahan penggunaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap persepsi kontrol baik untuk grup privileged maupun grup under-privileged. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut. H5: Persepsi kemudahan penggunaan berpengaruh positif terhadap persepsi kontrol KOMANDAN SIKD f. Pengaruh Keyakinan-Sendiri terhadap Persepsi Kontrol KOMANDAN SIKD Hasil penelitian mengenai pengaruh keyakinansendiri terhadap persepsi kontrol pada beberapa penelitian sebelumnya memperlihatkan hasil yang positif. Salah satu hasil Taylor dan Todd (1995) dalam model dekomposisi TPB menyebutkan bahwa keyakinan-sendiri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap persepsi kontrol mahasiswa atas penggunaan IT di CRC. Hsieh et al. (2005) melakukan penelitian dengan menggunakan dekomposisi TPB untuk menganalisis perilaku masyarakat terkait niat menggunakan TV internet juga menyatakan bahwa keyakinan-sendiri berpengaruh secara signifikan terhadap persepsi kontrol. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut. H6: Keyakinan-sendiri berpengaruh positif terhadap persepsi kontrol KOMANDAN SIKD
4
g. Pengaruh Pengetahuan yang Diperlukan terhadap Persepsi Kontrol KOMANDAN SIKD Beberapa penelitian sebelumnya yang membahas tentang pengaruh pengetahuan yang diperlukan terhadap persepsi kontrol menyatakan hasil yang positif. Salah satu hasil yang ditemukan oleh Mathieson (1991) dengan menggunakan model TPB adalah pengetahuan yang diperlukan atas spreadsheet memiliki pengaruh yang kuat dan signifikan terhadap persepsi kontrol mahasiswa atas spreadsheet. Hasil penelitian Venkatesh dan Brown (2001) terkait faktor pengetahuan yang diperlukan juga menunjukkan bahwa pengetahuan yang diperlukan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap persepsi kontrol masyarakat bukan pengguna untuk tidak mengadopsi PC saat ini dalam rumah. Hsieh et al. (2005) juga menyatakan bahwa pengetahuan yang diperlukan berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi kontrol masyarakat atas TV internet. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut. H7: Pengetahuan yang diperlukan berpengaruh positif terhadap persepsi kontrol KOMANDAN SIKD h. Pengaruh Kemampuan Akses terhadap Persepsi Kontrol KOMANDAN SIKD Penelitian tentang pengaruh kemampuan akses terhadap persepsi kontrol pada beberapa penelitian sebelumnya memberikan hasil yang beragam. Salah satu hasil yang ditemukan oleh Mathieson (1991) dengan menggunakan model TPB adalah kemampuan akses atas spreadsheet berpengaruh positif terhadap persepsi kontrol. Salah satu hasil penelitian yang diperoleh Hsieh et al. (2005) menyatakan bahwa kemampuan akses memiliki pengaruh yang signifikan terhadap persepsi kontrol masyarakat grup underprivileged atas TV internet, namun untuk grup privileged kemampuan akses tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap persepsi kontrol dalam grup tersebut. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut. H8: Kemampuan akses berpengaruh positif terhadap persepsi kontrol KOMANDAN SIKD i. Pengaruh Sikap terhadap KOMANDAN SIKD terhadap Niat Menggunakan KOMANDAN SIKD Penelitian-penelitian sebelumnya yang menguji pengaruh sikap terhadap niat menunjukkan hasil yang positif. Mathieson (1991) menemukan bahwa baik dalam model TAM maupun TPB, sikap mahasiswa terhadap penggunaan spreadsheet berpengaruh signifikan terhadap niat mahasiswa menggunakan spreadsheet. Taylor dan Todd (1995) menemukan bahwa jika menggunakan model TAM, sikap mahasiswa terhadap CRC tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap niat mahasiswa menggunakan fasilitas IT di CRC, namun jika model TPB dan dekomposisi TPB digunakan, sikap mahasiswa atas CRC berpengaruh secara signifikan terhadap niat mahasiswa menggunakan fasilitas IT di CRC. Hsieh et al. (2005) juga berpendapat bahwa
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
ANALISIS PERSEPSI PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI KOMANDAN SIKD PADA PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI Grace T. Pontoh, Mushar Mustafa, Haliah, Kartini
sikap terhadap TV internet memilki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap niat masyarakat, baik grup privileged maupun grup under-privileged, menggunakan TV internet. Kim et al. (2009) menemukan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara sikap atas penggunaan sistem dengan niat perilaku menggunakan sistem. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut. H9: Sikap terhadap KOMANDAN SIKD berpengaruh positif terhadap niat menggunakan KOMANDAN SIKD j. Pengaruh Persepsi Kontrol KOMANDAN SIKD terhadap Niat Menggunakan KOMANDAN SIKD Hasil yang positif ditunjukkan pada penelitianpenelitian sebelumnya yang menguji tentang pengaruh persepsi kontrol terhadap niat perilaku. Mathieson (1991) menunjukkan hasil bahwa dalam model TPB persepsi kontrol atas spreadsheet memiliki pengaruh yang signifikan terhadap niat mahasiswa menggunakan spreadsheet. Taylor dan Todd (1995) menyatakan bahwa baik dalam penerapan model TPB maupun dekomposisi TPB, persepsi kontrol berpengaruh signifikan terhadap niat mahasiswa menggunakan fasilitas IT di CRC. Salah satu hasil yang diperoleh Hsieh et al. (2005) terkait variabel persepsi kontrol adalah bahwa persepsi kontrol memiliki pengaruh yang signifikan terhadap niat masyarakat grup under-privileged dalam menggunakan TV internet. Khusus untuk grup privileged, persepsi kontrol tidak berpengaruh signifikan terhadap niat grup tersebut dalam menggunakan TV internet. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut. H10: Persepsi kontrol KOMANDAN SIKD berpengaruh positif terhadap niat menggunakan KOMANDAN SIKD Berdasarkan perumusan hipotesis yang diuraikan sebelumnya, maka model penelitian ini nampak seperti pada Gambar 1.
3. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan tujuan penelitian adalah pengujian Persepsi Kegunaan (PG)
hipotesis (hypothesis testing) dalam menganalisis faktor-faktor apa saja yang memengaruhi pemanfaatan sistem informasi KOMANDAN SIKD. Penelitian ini menggunakan tipe penyelidikan korelasional dan penarikan kesimpulan berdasarkan statistik inferensial. Dimensi waktu penelitian ini adalah cross sectional. Metode pengumpulan data adalah metode angket tertutup, yaitu menggunakan daftar pertanyaan dan responden memilih jawaban yang ada. Unit analisis adalah individual, yaitu pengguna sistem informasi KOMANDAN SIKD pada pemerintah daerah. Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah semua provinsi dan kabupaten/kota di Sulawesi dengan rincian sebagai berikut. Provinsi Sulawesi Selatan terdiri dari 21 kabupaten dan 3 kota, Provinsi Sulawesi Barat terdiri dari 5 kabupaten dan 1 kota, Provinsi Sulawesi Tenggara terdiri dari 10 kabupaten 2 kota, Provinsi Sulawesi Tengah terdiri dari 10 kabupaten dan 1 kota, Provinsi Gorontalo terdiri dari 5 kabupaten dan 1 kota, dan Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari 11 kabupaten dan 4 kota. Populasi penelitian ini adalah pengguna sistem informasi KOMANDAN SIKD pada provinsi dan kabupaten/kota di Sulawesi. Besarnya sampel dalam penelitian ini mengaju pada banyaknya indikator pengukuran dari konstruk/variabel penelitian dikali 5-10 dan atau teknik maximum likelihood estimation adalah antara 100–200 sampel. Data penelitian ini adalah data primer yang dikumpulkan dengan menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner. Kuesioner akan didistribusikan secara langsung pada semua provinsi dan kabupaten/kota di Sulawesi agar responden rate penelitian ini tinggi. Untuk mengantisipasi pendistribusian kuesioner, selain kuesioner dalam bentuk hard copy, kuesioner juga dibuat dalam bentuk website dan bisa diisi secara on-line. Target responden dalam penelitian ini adalah pejabat yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan operasional sistem informasi dalam pengelolaan keuangan daerah pada provinsi dan kabupaten/kota di Sulawesi. H1
H2 H3 Persepsi Kemudahan Penggunaan (PMP)
Sikap Terhadap (ST) KOMANDAN SIKD
H4
H9 Niat Menggunakan (NM) KOMANDAN SIKD
H5
Keyakinan-Sendiri (KS)
H10 Persepsi Kontrol (PK) KOMANDAN SIKD
H6
H7 Pengetahuan yg Diperlukan (PD)
H8
Kemampuan Akses (KA)
Gambar 1. Model Penelitian Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
5
ANALISIS PERSEPSI PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI KOMANDAN SIKD PADA PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI Grace T. Pontoh, Mushar Mustafa, Haliah, Kartini
Terdapat 8 variabel dalam penelitian ini, yaitu: a. Persepsi Kemudahan Penggunaan (PMP) merupakan keyakinan pengguna bahwa aktivitas penggunaan KOMANDAN SIKD dirasa bebas dari usaha; b. Keyakinan-Sendiri (KS) merupakan persepsi atau keyakinan pengguna terhadap kemampuannya dalam menggunakan KOMANDAN SIKD; c. Pengetahuan yang Diperlukan (PD) adalah pengetahuan yang dibutuhkan oleh pengguna untuk menggunakan KOMANDAN SIKD; d. Kemampuan Akses (KA) adalah kemampuan pengguna dalam mengakses penggunaan KOMANDAN SIKD; e. Persepsi Kegunaan (PG) merupakan keyakinan pengguna bahwa aktivitas menggunakan KOMANDAN SIKD dirasa meningkatkan kinerjanya dalam bekerja; f. Sikap Terhadap (ST) KOMANDAN SIKD merupakan perasaan positif atau negatif dari seseorang jika harus menggunakan KOMANDAN SIKD; g. Persepsi Kontrol (PK) KOMANDAN SIKD merupakan persepsi kemudahan atau kesulitan pengguna dalam memperoleh sumber daya yang terkait KOMANDAN SIKD dan juga dalam mengoperasikan KOMANDAN SIKD; h. Niat Menggunakan (NM) KOMANDAN SIKD merupakan niat pengguna untuk menggunakan sistem KOMANDAN SIKD secara berkesinambungan. Instrumen penelitian ini dalam bentuk daftar pertanyaan. Daftar pertanyaan tersebut berisi pertanyaan-pertanyaan dari indikator semua variabel penelitian dengan menggunakan 5 poin skala Likert, yaitu 1 = sangat tidak setuju/yakin/berniat sampai 5 = sangat setuju/yakin/berniat yang diambil dari beberapa sumber, yaitu Davis et al. (1989), Taylor dan Todd (1995), Venkatesh dan Brown (2001), serta Hsieh et al. (2005). Tes awal dan uji pilot dilakukan terhadap instrumen penelitian ini sebelum dilakukan uji lapangan. Semua tahapan tersebut dilakukan uji validitas dan reliabilitas untuk mengetahui keakuratan instrument tersebut. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modelling (SEM) dengan menggunakan SmartPLS ver. 2.0 M3. Evaluasi model PLS dilakukan dengan mengevaluasi outer model dan inner model (Jogiyanto dan Abdillah, 2009: 57). Outer model merupakan model pengukuran untuk menilai validitas dan reliabilitas model melalui proses iterasi algoritma. Proses iterasi algoritma menghasilkan validitas konvergen, validitas diskriminan, composite reliability, dan cronbach’s alpha. Inner model merupakan model struktural untuk memprediksi hubungan kausalitas antar variabel laten melalui proses bootstraping. Proses bootstraping menghasilkan parameter uji T-statistic yang menunjukkan tingkat signifikansi dalam pengujian hipotesis. Nilai T-statistic > 1,96 untuk hipotesis dua ekor (two-tailed) dan > 1,64 untuk hipotesis satu ekor
6
(one-tailed) untuk pengujian hipotesis pada alpha 5 persen (Hair et al., 2006).
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian a. Statistik Deskriptif Kuesioner didistribusikan sebanyak 177 eksemplar. Kuesioner yang kembali sebanyak 104 eksemplar yang berarti tingkat pengembalian kuesioner sebesar 59%. Kuesioner yang tidak lengkap sebanyak 8 eksemplar sehingga kuesioner yang dapat digunakan dalam pengolahan data sebanyak 96 observasi. Demografi responden berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa para pengguna sistem informasi KOMANDAN SIKD didominasi oleh laki-laki. Berdasarkan umur menunjukkan bahwa sebagian besar responden merupakan responden yang berada pada usia produktif, yaitu berumur 31-40 tahun sebanyak 53 orang atau 55,21%. Berdasarkan pendidikan formal menunjukkan bahwa sebagian besar jabatan responden yang terkait dengan sistem KOMANDAN telah menjalani tingkatan pendidikan sarjana sebanyak 46,88% dan pascasarjana sebanyak 34,38%. Berdasarkan latar belakang pendidikan menunjukkan bahwa responden dengan latar belakang pendidikan akuntansi/keuangan daerah mendominasi dibandingkan dengan latar belakang pendidikan lainnya yaitu sebanyak 32 orang atau 33,33% yang berarti responden dengan latar belakang pendidikan akuntansi/keuangan daerah lebih terkait dan dipercaya dalam menjalankan sistem informasi KOMANDAN SIKD. Berdasarkan lama menggunakan komputer menunjukkan bahwa responden terbanyak adalah responden yang menggunakan komputer selama rentang waktu 11-20 tahun yaitu sebanyak 66 orang atau 68,75% yang berarti sebagian besar responden sudah lama menggunakan komputer dan memahami cara menggunakan komputer. Tabel 1 memperlihatkan statistik deskriptif penelitian ini. Masing-masing variabel laten diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu kategori tinggi dan kategori rendah dengan rumus kategori tinggi dikurangi kategori rendah dibagi jumlah kelas. Berdasarkan perhitungan di atas nilai interval untuk kategori tinggi adalah 13 dan untuk kategori rendah adalah 35. Tabel 1. Statistik Deskriptif Variabel Variabel Laten PG PMP KS PD KA ST PK NM
Rata-rata 4,0776 3,8524 3,8099 4,1389 4,4062 4,1016 3,6917 4,1146
Deviasi Standar 0,6707 0,6811 0,6827 0,6108 0,5973 0,6499 0,6905 0,6409
Kategori Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
ANALISIS PERSEPSI PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI KOMANDAN SIKD PADA PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI Grace T. Pontoh, Mushar Mustafa, Haliah, Kartini
b. Analisis Model Struktural Sebelum melakukan pengambilan data lapangan, dilakukan uji pilot atas kuesioner penelitian ini untuk menilai validitas dan reliabilitas item-item yang membentuk konstruk-konstruk penelitian. Kuesioner diberikan kepada peserta Kursus Keuangan Daerah (KKD) yang bisa mewakili responden sebenarnya penelitian ini karena peserta bekerja di pemerintah daerah. Data yang terkumpul sebanyak 35 responden dan diuji dengan menggunakan SPSS 12.0. Hasil uji pilot untuk penilaian reliabilitas menunjukkan bahwa semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini memperlihatkan nilai di atas 0,80, kecuali variabel Pengetahuan yang Diperlukan (PD) di bawah 0,80, yaitu PD1 0,771, PD2 0,635, dan PD3 0,692. Demikian halnya dengan penilaian validitas yang diukur dengan uji validitas correlate (Pearson), semua variabel yang digunakan memperlihatkan nilai di atas 0,70. Dengan demikian, alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan uji pilot menunjukkan valid dan reliabel. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, evaluasi model dilakukan dengan dua langkah. Langkah pertama mengevaluasi outer model untuk menilai validitas dan reliabilitas model melalui proses iterasi algoritma. Proses iterasi algoritma menghasilkan validitas konvergen, validitas diskriminan, composite reliability, dan cronbach’s alpha. Langkah kedua mengevaluasi inner model untuk memprediksi hubungan kausalitas antar variabel laten melalui proses bootstraping. Proses bootstraping menghasilkan parameter uji T-statistic yang menunjukkan tingkat signifikansi dalam pengujian hipotesis. Nilai T-statistic > 1,96 untuk hipotesis dua arah (two-tailed) dan > 1,64 untuk hipotesis satu arah (one-tailed) untuk pengujian hipotesis pada alpha 5 persen (Hair et al., 2006). Pengujian validitas konstruk secara umum dapat diukur dengan parameter skor loading di model penelitian (Rule of Thumbs > 0,7) serta menggunakan parameter AVE dan Communality yang masing-masing harus bernilai di atas 0,5 (Jogiyanto dan Abdillah, 2009:80). Tabel Cross Loadings (pada lampiran) dan Tabel 2 memperlihatkan hasil output uji konvergen dan menunjukkan semua indikator valid untuk digunakan dalam analisis karena memiliki nilai loading di atas 0,7, AVE dan communality di atas > 0,5. Tabel 2. Average Variance Extracted (AVE) dan Communality Variabel AVE Communality PG 0,7889 0,7889 PMP 0,7067 0,7067 KS 0,6859 0,6859 PD 0,6086 0,6086 KA 0,7554 0,7554 ST 0,7185 0,7185 PK 0,7808 0,7808 NM 0,8317 0,8317
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
Uji validitas diskriminan dinilai dengan membandingkan akar AVE untuk setiap konstruk dengan korelasi antar konstruk (Jogiyanto dan Abdillah, 2009:80). Tabel 4 menunjukkan AVE dan akar AVE yang lebih tinggi dibandingkan dengan koefisien antar konstruk pada Tabel korelasi (pada lampiran). Berdasarkan perbandingan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengukur (indikator) yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi kriteria validitas diskriminan karena nilai akar AVE semuanya lebih besar dari korelasinya. Tabel 3. Average Variance Extracted (AVE) dan Akar AVE Variabel AVE Akar AVE PG 0,7889 0,8882 PMP 0,7067 0,8407 KS 0,6859 0,8282 PD 0,6086 0,7801 KA 0,7554 0,8691 ST 0,7185 0,8476 PK 0,7808 0,8836 NM 0,8317 0,9120 Teknik statistik yang akan digunakan untuk menguji reliabilitas dalam penelitian ini adalah uji Cronbach’s alpha. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,70 (Jogiyanto dan Abdillah (2009:62). Selain Cronbach’s alpha > 0,70, nilai composite reliability harus > 0,70 (Jogiyanto dan Abdillah, 2009:62). Tabel 4. Uji Reliabilitas Variabel Cronbach’s Composite Variabel Keterangan Alpha Reliability PG 0,9549 0,9631 Reliabel PMP KS PD KA ST PK NM
0,9161 0,9340 0,6826 0,8917 0,8658 0,9062 0,8983
0,9351 0,9457 0,8231 0,9250 0,9101 0,9343 0,9367
Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Hasil uji reliabilitas setiap konstruk dapat dilihat pada Tabel 6 yang menunjukkan nilai Cronbach’s alpha dan Composite Reliability untuk masing-masing konstruk memperoleh nilai di atas 0,7 sehingga dapat dinyatakan bahwa pengukuran yang dipakai dalam penelitian ini adalah reliabel. Pengujian inner model atau model struktural dievaluasi dengan menggunakan R-square untuk variabel dependen dan nilai koefisien pada path (β) untuk variabel independen yang kemudian dinilai signifikansinya berdasarkan nilai T-statistic setiap path (Jogiyanto dan Abdillah, 2009:133). Berdasarkan hasil analisis, penelitian ini menunjukkan nilai Rsquare konstruk persepsi kegunaan (PG) sebesar 0,5532, sikap terhadap KOMANDAN SIKD sebesar
7
ANALISIS PERSEPSI PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI KOMANDAN SIKD PADA PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI Grace T. Pontoh, Mushar Mustafa, Haliah, Kartini
0,5454, persepsi kontrol (PK) sebesar 0,5977, dan niat menggunakan KOMANDAN SIKD sebesar 0,4526. Semakin tinggi nilai R-square berarti semakin besar kemampuan variabel independan tersebut dapat menjelaskan variabel dependen sehingga semakin baik model strukturalnya. Untuk menilai signifikansi model prediksi dalam pengujian model struktural dapat dilihat dari nilai T-statistic antara variabel independen dengan variabel dependen dengan koefisiennya seperti terlihat pada Tabel 7. Tabel 5. Hasil Uji Hipotesis Variabel Koefisien T Statistic H1: PG NM 0,2658 3,6414 H2: PG ST 0,5678 8,6109 H3: PMP PG 0,7438 13,0206 H4: PMP ST 0,2112 3,4585 H5: PMP PK 0,2308 2,0637 H6: KS PK 0,4748 5,2754 H7: PD PK 0,0789 1,1529 H8: KA PK 0,1380 2,2885 H9: ST NM 0,4811 5,9403 H10: PK NM -0,0377 0,5229 4.2. Pembahasan a. Pengaruh Persepsi Kegunaan terhadap Niat Menggunakan KOMANDAN SIKD Tabel 7 menunjukkan bahwa Persepsi Kegunaan (PG) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Niat Menggunakan (NM) KOMANDAN SIKD. Setiap kenaikan variabel Persepsi Kegunaan sebesar 1 persen, variabel Niat Menggunakan juga akan mengalami peningkatan sebesar 26,58 persen, dengan asumsi variabel lainnya konstan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hipotesis 1 dapat dibuktikan. Niat pengguna untuk menggunakan KOMANDAN SIKD secara berkelanjutan dipengaruhi oleh persepsi pengguna atas kegunaan sistem tersebut. Semakin tinggi kegunaan yang dipersepsikan pengguna terhadap sistem informasi KOMANDAN SIKD, semakin tinggi pula niat pengguna untuk menggunakannya. Kemudahan menyampaian data, penyampaian data yang lebih cepat, efisiensi biaya dalam penyampaian data, serta peningkatan kinerja, produktivitas, dan efektivitas dalam pengiriman data merupakan manfaat yang dipersepsikan pengguna sehingga menimbulkan niat untuk menggunakan KOMANDAN SIKD. Hasil penelitian ini mendukung teori technology acceptance model (TAM) yang menyatakan bahwa secara teoretis Persepsi Kegunaan (perceived usefulness) menentukan Niat Menggunakan (intention to use). Demikian juga, penelitian-penelitian sebelumnya didukung oleh penelitian ini. Mathieson (1991), yang membandingkan antara TAM dan TPB dalam kasus niat mahasiswa menggunakan spreadsheet daripada kalkulator dalam menyelesaikan tugas perkuliahan, mengungkapkan dalam penelitian bahwa persepsi kegunaan berpengaruh kuat dan signifikan terhadap niat mahasiswa menggunakan spreadsheet dalam menyelesaikan tugas perkuliahan.
8
Taylor dan Todd (1995) juga menemukan bahwa persepsi kegunaan berpengaruh signifikan terhadap niat mahasiswa dan alumni dalam menggunakan fasilitas IT di computing resource center (CRC). Kim et al. (2009) menyatakan pengaruh beragam dari niat menggunakan sistem yang ditentukan dari kekuatan sikap mahasiswa. Ketika sikap mahasiswa lemah, persepsi kegunaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap niat mahasiswa untuk menggunakan sistem, namun ketika sikap mahasiswa kuat, persepsi kegunaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap niat mahasiswa untuk menggunakan sistem. b. Pengaruh Persepsi Kegunaan terhadap Sikap Terhadap KOMANDAN SIKD Hasil uji statistik seperti terlihat pada Tabel 7 menunjukkan bahwa Persepsi Kegunaan (PG) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Sikap Terhadap (ST) KOMANDAN SIKD. Setiap kenaikan variabel Persepsi Kegunaan sebesar 1 persen, variabel sikap terhadap KOMANDAN SIKD juga akan mengalami peningkatan sebesar 56,78 persen, dengan asumsi variabel lainnya konstan. Hal ini berarti hipotesis 2 diterima. Sikap pengguna terhadap KOMANDAN SIKD dipengaruhi oleh persepsi pengguna atas kegunaan sistem tersebut. Semakin tinggi kegunaan yang dipersepsikan terhadap sistem informasi KOMANDAN SIKD, semakin positif pula sikap pengguna terhadap sistem tersebut. Kemudahan menyampaian data, penyampaian data yang lebih cepat, efisiensi biaya dalam penyampaian data, serta peningkatan kinerja, produktivitas, dan efektivitas dalam pengiriman data merupakan manfaat yang dipersepsikan pengguna sehingga menimbulkan sikap positif terhadap sistem informasi KOMANDAN SIKD. Teori technology acceptance model (TAM) yang menyatakan bahwa persepsi kegunaan (perceived usefulness) menentukan sikap terhadap penggunaan (attitude towards using) terbukti dalam penelitian ini. Selain itu, juga mendukung penelitian-penelitian sebelumnya seperti Mathieson (1991) yang menunjukkan bahwa persepsi kegunaan berpengaruh kuat dan signifikan terhadap sikap mahasiswa atas penggunaan spreadsheet, Taylor dan Todd (1995) yang menemukan bahwa persepsi kegunaan memiliki pengaruh signifikan terhadap sikap mahasiswa atas penggunaan IT di computing resource center (CRC). Dukungan juga diberikan atas penelitian Venkatesh dan Brown (2001) yang meneliti tentang faktor-faktor penentu adopsi personal computer (PC) dalam rumah dan tantangannya dengan menggunakan model dekomposisi TPB. Persepsi kegunaan, yang dalam hal ini disebut utilitarian outcome yang termasuk salah satu faktor yang mendukung attitude, memiliki pengaruh signifikan terhadap sikap baik para pengguna maupun nonpengguna dalam mengadopsi PC maupun tidak mengadopsi PC. Hsieh et al. (2005), yang meneliti masalah tentang perilaku masyarakat terkait adanya ketidakseimbangan digital dengan menggunakan model dekomposisi TPB, juga
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
ANALISIS PERSEPSI PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI KOMANDAN SIKD PADA PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI Grace T. Pontoh, Mushar Mustafa, Haliah, Kartini
menyatakan bahwa persepsi kegunaan (utilitarian outcome) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sikap masyarakat atas penggunaan TV internet. Shroff et al. (2011) yang melakukan penelitian tentang analisis TAM dalam menguji niat perilaku siswa menggunakan sistem e-portfolio tidak mendukung hasil penelitian ini. Shroff et al. (2011) menyatakan bahwa persepsi kegunaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada sikap mahasiswa terhadap penggunaan sistem e-portfolio. c. Pengaruh Persepsi Kemudahan Penggunaan terhadap Persepsi Kegunaan Persepsi Kemudahan Penggunaan (PMP) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Persepsi Kegunaan (PG) KOMANDAN SIKD yang terlihat pada Tabel 7. Setiap kenaikan variabel Persepsi Kemudahan Penggunaan sebesar 1 persen, variabel Persepsi Kegunaan juga akan mengalami peningkatan sebesar 74,38 persen, dengan asumsi variabel lainnya konstan. Dengan demikian, hipotesis 3 dapat dibuktikan dalam penelitian ini. Kegunaan sistem informasi KOMANDAN SIKD dipengaruhi oleh persepsi pengguna atas kemudahaan penggunaan sistem tersebut. Semakin tinggi kemudahan penggunaan yang dipersepsikan terhadap sistem informasi KOMANDAN SIKD, semakin besar persepsi kegunaan pengguna atas sistem tersebut. Kemudahan dalam belajar menyampaikan data, kemudahan memahami sistem dalam menyampaikan data, kejelasan interaksi dengan sistem dalam menyampaikan data, interaksi yang fleksibel dalam menyampaikan data, serta kemudahan menjadi terampil dalam menyampaikan data merupakan kemudahan penggunaan yang dipersepsikan pengguna terhadap sistem informasi KOMANDAN SIKD sehingga meningkatkan persepsi kegunaan atas sistem tersebut. Penelitian ini memperkuat teori technology acceptance model (TAM) yang menyatakan bahwa persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use) memengaruhi persepsi kegunaan (perceived usefulness). Demikian halnya dengan penelitianpenelitian sebelumnya juga didukung oleh hasil penelitian ini. Penelitian Mathieson (1991) menunjukkan hasil bahwa persepsi kemudahan penggunaan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap persepsi kegunaan mahasiswa atas spreadsheet. Taylor dan Todd (1995) juga menunjukkan bahwa persepsi kemudahan penggunaan berpengaruh secara signifikan terhadap persepsi kegunaan atas computing resource center (CRC). Kim et al. (2009) menemukan hasil yang berbeda dikarenakan kekuatan sikap bahwa jika kekuatan sikap mahasiswa lemah, persepsi kemudahan penggunaan memiliki pengaruh langsung terhadap persepsi kegunaan mahasiswa atas sistem, namun jika sikap mahasiswa kuat, persepsi kemudahan penggunaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap persepsi kegunaan mahasiswa atas sistem. Shroff et al. (2011) juga
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
menunjukkan bahwa persepsi kemudahan penggunaan atas sistem e-portfolio berpengaruh secara signifikan pada persepsi kegunaan atas sistem e-portfolio. d. Pengaruh Persepsi Kemudahan Penggunaan terhadap Sikap Terhadap KOMANDAN SIKD Hasil uji hipotesis pada Tabel 7 menunjukkan bahwa Persepsi Kemudahan Penggunaan (PMP) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan atas Sikap Terhadap (ST) KOMANDAN SIKD. Setiap kenaikan variabel Persepsi Kemudahan Penggunaan sebesar 1 persen, variabel Sikap Terhadap KOMANDAN SIKD juga akan mengalami peningkatan sebesar 21,12 persen, dengan asumsi variabel lainnya konstan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hipotesis 4 dapat dibuktikan. Sikap pengguna terhadap sistem informasi KOMANDAN SIKD dipengaruhi oleh persepsi pengguna atas kemudahaan penggunaan sistem tersebut. Semakin tinggi kemudahan penggunaan yang dipersepsikan terhadap sistem informasi KOMANDAN SIKD, semakin positif sikap pengguna atas sistem tersebut. Kemudahan dalam belajar menyampaikan data, kemudahan memahami sistem dalam menyampaikan data, kejelasan interaksi dengan sistem dalam menyampaikan data, interaksi yang fleksibel dalam menyampaikan data, serta kemudahan menjadi terampil dalam menyampaikan data merupakan kemudahan penggunaan yang dipersepsikan pengguna terhadap sistem informasi KOMANDAN SIKD sehingga menimbulkan sikap positif atas sistem tersebut. Teori technology acceptance model (TAM) diperkuat dalam penelitian ini yang secara teoretis menyatakan bahwa Persepsi Kemudahan Penggunaan (perceived ease of use) menentukan Sikap Terhadap Penggunaan (attitude towards using). Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian-penelitian sebelumnya. Mathieson (1991) menemukan dalam model TAM yang diteliti bahwa persepsi kemudahaan penggunaan berpengaruh secara signifikan terhadap sikap mahasiswa atas penggunaan spreadsheet walaupun tidak sekuat pengaruh persepsi kegunaan. Taylor dan Todd (1995) menemukan hasil yang beragam. Dalam penerapan model TAM, hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi kemudahan penggunaan berpengaruh secara signifikan terhadap sikap mahasiswa atas computing resource center (CRC). Menurut model dekomposisi TPB Taylor dan Todd (1995), persepsi kemudahan penggunaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap sikap mahasiswa atas CRC. Kim et al. (2009) menyatakan bahwa persepsi kemudahan penggunaan berpengaruh secara langsung terhadap sikap mahasiswa atas penggunaan sistem apabila sikap mahasiswa itu kuat, akan tetapi jika kekuatan sikap mahasiswa lemah, persepsi kemudahan penggunaan tidak berpengaruh signifikan terhadap sikap atas penggunaan sistem. Sementara itu, Shroff et al. (2011) menyatakan bahwa persepsi kemudahan penggunaan berpengaruh secara signifikan pada si-
9
ANALISIS PERSEPSI PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI KOMANDAN SIKD PADA PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI Grace T. Pontoh, Mushar Mustafa, Haliah, Kartini
kap mahasiswa terhadap penggunaan sistem eportfolio. e. Pengaruh Persepsi Kemudahan Penggunaan terhadap Persepsi Kontrol KOMANDAN SIKD Persepsi Kemudahan Penggunaan (PMP) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Persepsi Kontrol (PK) KOMANDAN SIKD seperti terlihat pada Tabel 7. Setiap kenaikan variabel Persepsi Kemudahan Penggunaan sebesar 1 persen, variabel Persepsi Kontrol KOMANDAN SIKD juga akan mengalami peningkatan sebesar 23,08 persen, dengan asumsi variabel lainnya konstan. Artinya hipotesis 5 diterima. Persepsi kontrol pengguna terhadap sistem informasi KOMANDAN SIKD dipengaruhi oleh persepsi pengguna atas kemudahaan penggunaan sistem tersebut. Semakin tinggi kemudahan penggunaan yang dipersepsikan terhadap sistem informasi KOMANDAN SIKD, semakin besar kontrol perilaku atas sistem tersebut. Kemudahan dalam belajar menyampaikan data, kemudahan memahami sistem dalam menyampaikan data, kejelasan interaksi dengan sistem dalam menyampaikan data, interaksi yang fleksibel dalam menyampaikan data, serta kemudahan menjadi terampil dalam menyampaikan data merupakan kemudahan penggunaan yang dipersepsikan pengguna terhadap sistem informasi KOMANDAN SIKD sehingga meningkatkan kontrol perilaku atas sistem tersebut. Hasil penelitian ini mendukung baik teori technology acceptance model (TAM) maupun theory of planned behavior (TPB). Persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use) merupakan salah satu variabel dari model TAM original sedangkan persepsi kontrol (perceived behavioral control) merupakan salah satu variabel dari model TPB. Penelitian ini konsisten dengan hasil penelitianpenelitian sebelumnya. Salah satu penelitian sebelumnya yaitu Venkatesh dan Brown (2001) yang menyatakan bahwa persepsi kemudahan penggunaan berpengaruh signifikan terhadap persepsi kontrol masyarakat nonpengguna yang berniat mengadopsi PC dalam rumah. Penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian yang diperoleh Hsieh et al. (2005) yang meneliti tentang perilaku masyarakat, yang terbagi atas dua grup yaitu grup privileged dan grup underprivileged, terkait niat menggunakan TV internet dengan menggunakan model dekomposisi TPB. Salah satu hasil yang diperoleh adalah bahwa persepsi kemudahan penggunaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap persepsi kontrol baik untuk grup privileged maupun grup under-privileged. f. Pengaruh Keyakinan-Sendiri terhadap Persepsi Kontrol KOMANDAN SIKD Tabel 7 menunjukkan bahwa Keyakinan-Sendiri (KS) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Persepsi Kontrol (PK) KOMANDAN SIKD. Setiap kenaikan variabel Keyakinan-Sendiri sebesar 1 persen, variabel Persepsi Kontrol KOMANDAN SIKD
10
juga akan mengalami peningkatan sebesar 47,48 persen, dengan asumsi variabel lainnya konstan. Hal ini berarti hipotesis 6 diterima. Persepsi kontrol pengguna terhadap sistem informasi KOMANDAN SIKD dipengaruhi oleh persepsi pengguna atas keyakinannya sendiri menggunakan sistem tersebut. Semakin tinggi keyakinan-sendiri yang dipersepsikan terhadap sistem informasi KOMANDAN SIKD, semakin besar kontrol perilaku atas sistem tersebut. Keyakinan menyampaikan informasi, keyakinan mengunjungi website DJPK, keyakinan menavigasi website KOMANDAN SIKD, keyakinan menemukan website DJPK dengan mesin pencari dan situs portal, keyakinan menjalankan program interface, keyakinan menjalankan KOMANDAN SIKD, serta keyakinan mengirim file data merupakan keyakinan-sendiri yang dipersepsi pengguna terhadap sistem informasi KOMANDAN SIKD sehingga meningkatkan kontrol perilaku atas sistem tersebut. Theory of planned behavior (TPB) didukung dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa keyakinan-sendiri (self-efficacy) diasumsikan termasuk salah satu faktor yang dapat menfasilitasi atau merintangi kinerja dari perilaku dan kekuatan persepsian, serta juga memperkuat penelitianpenelitian sebelumnya. Taylor dan Todd (1995) menunjukkan hasil bahwa dalam model dekomposisi TPB keyakinan-sendiri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap persepsi kontrol mahasiswa atas penggunaan IT di computing resource center (CRC). Hsieh et al. (2005) juga menyatakan bahwa keyakinan-sendiri berpengaruh secara signifikan terhadap persepsi kontrol. Selain itu, faktor keyakinan-sendiri ini memiliki pengaruh yang lebih kuat untuk grup under-privileged. g. Pengaruh Pengetahuan yang Diperlukan terhadap Persepsi Kontrol KOMANDAN SIKD Pengetahuan yang Diperlukan (PD) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Persepsi Kontrol (PK) KOMANDAN SIKD seperti yang ditunjukkan pada Tabel 7. Hal ini berarti hipotesis 7 tidak diterima atau tidak dapat dibuktikan. Persepsi kontrol terhadap sistem informasi KOMANDAN SIKD dipengaruhi oleh persepsi pengguna atas pengetahuan yang diperlukan untuk menggunakan sistem tersebut. Semakin banyak pengetahuan pengguna atas sistem informasi KOMANDAN SIKD, semakin besar persepsi kontrol atas sistem tersebut. Pengetahuan mengoperasikan komputer, pengetahuan sistem informasi keuangan daerah, dan pengetahuan akuntansi merupakan pengetahuan yang diperlukan atas sistem informasi KOMANDAN SIKD yang dapat meningkatkan persepsi kontrol perilaku pengguna. Namun demikian, hasil penelitian ini tidak signifikan yang berarti pengetahuan yang diperlukan atas sistem informasi KOMANDAN SIKD oleh pengguna belum memadai sehingga persepsi kontrol atas sistem tersebut rendah.
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
ANALISIS PERSEPSI PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI KOMANDAN SIKD PADA PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI Grace T. Pontoh, Mushar Mustafa, Haliah, Kartini
Hasil pengujian ini tidak mendukung theory of planned behavior (TPB) dan beberapa hasil penelitian sebelumnya. Teori ini menyatakan bahwa pengetahuan yang diperlukan (requisite knowledge) diasumsikan termasuk salah satu faktor yang dapat menfasilitasi atau merintangi kinerja dari perilaku dan kekuatan persepsian. Mathieson (1991) menunjukkan hasil bahwa pengetahuan yang diperlukan atas spreadsheet memiliki pengaruh yang kuat dan signifikan terhadap persepsi kontrol mahasiswa atas spreadsheet. Venkatesh dan Brown (2001) menemukan bahwa pengetahuan yang diperlukan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap persepsi kontrol masyarakat nonpengguna untuk tidak mengadopsi PC saat ini dalam rumah. Hsieh et al. (2005) juga menyatakan bahwa pengetahuan yang diperlukan berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi kontrol masyarakat atas TV internet. h. Pengaruh Kemampuan Akses terhadap Persepsi Kontrol KOMANDAN SIKD Hasil uji hipotesis pada Tabel 7 memperlihatkan bahwa Kemampuan Akses (KA) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Persepsi Kontrol (PK) KOMANDAN SIKD. Setiap kenaikan variabel kemampuan akses sebesar 1 persen, variabel persepsi kontrol KOMANDAN SIKD juga akan mengalami peningkatan sebesar 13,80 persen, dengan asumsi variabel lainnya konstan. Dengan demikian hipotesis 8 dapat dibuktikan atau diterima. Persepsi kontrol pengguna atas sistem informasi KOMANDAN SIKD dipengaruhi oleh persepsi pengguna atas kemampuan akses terhadap sistem tersebut. Semakin tinggi kemampuan akses terhadap sistem informasi KOMANDAN SIKD, semakin besar persepsi kontrol atas sistem tersebut. Bisa mengoperasikan komputer dan internet serta biasa bekerja dengan komputer dan internet merupakan kemampuan akses pengguna terhadap sistem informasi KOMANDAN SIKD sehingga meningkatkan persepsi kontrol atas sistem tersebut. Penelitian ini memperkuat theory of planned behavior (TPB) bahwa kemampuan akses (accessibility) diasumsikan termasuk salah satu faktor yang dapat menfasilitasi atau merintangi kinerja dari perilaku dan kekuatan persepsian. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian-penelitian sebelumnya. Mathieson (1991) menyatakan bahwa kemampuan akses atas spreadsheet berpengaruh positif terhadap persepsi kontrol. Pengaruh ini tidak sekuat pengaruh pengetahuan yang diperlukan terhadap persepsi kontrol. Di lain pihak, hasil penelitian yang diperoleh Hsieh et al. (2005) menyatakan bahwa kemampuan akses memiliki pengaruh yang signifikan terhadap persepsi kontrol masyarakat grup under-privileged atas TV internet. Untuk grup privileged, kemampuan akses tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap persepsi kontrol dalam grup tersebut.
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
i. Pengaruh Sikap terhadap KOMANDAN SIKD terhadap Niat Menggunakan KOMANDAN SIKD Sikap Terhadap (ST) KOMANDAN SIKD memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Niat Menggunakan (NM) sistem tersebut seperti terlihat pada hasil uji hipotesis pada Tabel 7. Berarti setiap kenaikan variabel Sikap Terhadap KOMANDAN SIKD sebesar 1 persen, variabel Niat Menggunakan KOMANDAN SIKD juga akan mengalami peningkatan sebesar 48,11 persen, dengan asumsi variabel lainnya konstan. Ini menunjukkan bahwa hipotesis 9 diterima. Niat pengguna untuk menggunakan KOMANDAN SIKD secara berkelanjutan dipengaruhi oleh sikap pengguna atas sistem tersebut. Semakin positif sikap pengguna terhadap sistem informasi KOMANDAN SIKD, semakin besar niat menggunakan sistem tersebut. Sikap yang menunjukkan bahwa sistem informasi KOMANDAN SIKD merupakan ide yang baik, bijaksana, dan disukai, serta menyenangkan menurut persepsi pengguna sehingga menimbulkan niat untuk menggunakan sistem tersebut. Hasil penelitian ini mendukung theory of acceptance model (TAM) bahwa sikap terhadap penggunaan (attitude toward using) memengaruhi niat individu untuk menggunakan (intention to use). Hasil ini juga mendukung penelitian-penelitian sebelumnya. Mathieson (1991) menemukan bahwa baik dalam model TAM maupun TPB, sikap mahasiswa terhadap penggunaan spreadsheet berpengaruh signifikan terhadap niat mahasiswa menggunakan spreadsheet. Jika menggunakan TAM, pengaruh sikap terhadap niat tidak sekuat pengaruh persepsi kegunaan terhadap niat. Hasil yang diperoleh Taylor dan Todd (1995) menunjukkan bahwa jika menggunakan model TAM, sikap mahasiswa terhadap computing resource center (CRC) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap niat mahasiswa menggunakan fasilitas IT di CRC. Jika model TPB dan dekomposisi TPB yang diterapkan, sikap mahasiswa atas CRC berpengaruh secara signifikan terhadap niat mahasiswa menggunakan fasilitas IT di CRC. Salah satu hasil penelitian Hsieh et al. (2005) menunjukkan bahwa sikap terhadap TV internet memilki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap niat masyarakat, baik grup privileged maupun grup under-privileged, menggunakan TV internet. Kim et al. (2009) menemukan bahwa terdapat pengaruh yang positif dalam sikap atas penggunaan sistem terhadap niat perilaku menggunakan sistem. Pengaruh ini akan menjadi lebih kuat apabila kekuatan sikap juga kuat. j. Pengaruh Persepsi Kontrol KOMANDAN SIKD terhadap Niat Menggunakan KOMANDAN SIKD Hasil uji hipotesis pada Tabel 7 menunjukkan bahwa Persepsi Kontrol (PK) KOMANDAN SIKD tidak memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Niat Menggunakan (NM) KOMANDAN SIKD. Hal ini berarti hipotesis 10 ditolak. Niat pengguna menggunakan sistem informasi KOMANDAN SIKD akan timbul jika ada persepsi kontrol perilaku terhadap sistem tersebut. Semakin
11
ANALISIS PERSEPSI PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI KOMANDAN SIKD PADA PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI Grace T. Pontoh, Mushar Mustafa, Haliah, Kartini
tinggi kontrol pengguna terhadap KOMANDAN SIKD, semakin besar juga niat untuk menggunakan sistem tersebut. Pengetahuan, kemampuan, dan sumber daya merupakan kontrol yang dipersepsikan pengguna terhadap sistem informasi KOMANDAN SIKD sehingga menimbulkan niat untuk menggunakan sistem tersebut secara berkelanjutan. Namun demikian, hasil penelitian ini tidak signifikan yang berarti pengguna sistem informasi KOMANDAN SIKD mempunyai keterbatasan-keterbatasan dan kendala-kendala yang dihadapinya ketika menggunakan sistem tersebut. Penelitian ini tidak mendukung theory of planned behavior (TPB) dan beberapa hasil penelitian sebelumnya. Teori ini mengasumsikan bahwa persepsi kontrol (perceived behavioral control) mempunyai implikasi motivasional terhadap niat (intention to use) menggunakan. Penelitian Mathieson (1991) menunjukkan bahwa persepsi kontrol memiliki pengaruh yang signifikan terhadap niat mahasiswa menggunakan spreadsheet. Penelitian Taylor dan Todd (1995) juga menyatakan hasil bahwa baik dalam penerapan model TPB maupun dekomposisi TPB, persepsi kontrol berpengaruh signifikan terhadap niat mahasiswa menggunakan fasilitas IT di computing resource center (CRC). Salah satu hasil penelitian Hsieh et al. (2005) juga menyatakan bahwa persepsi kontrol memiliki pengaruh yang signifikan terhadap niat masyarakat grup under-privileged dalam menggunakan TV internet. Khusus untuk grup privileged, persepsi kontrol tidak berpengaruh signifikan terhadap niat grup tersebut dalam menggunakan TV internet.
5. KESIMPULAN Penelitian ini menggabungkan theory of planned behavior (TPB) dan technology acceptance model (TAM). Hasilnya menunjukkan bahwa niat menggunakan KOMANDAN SIKD sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kemudahan penggunaan, kegunaan, serta sikap pengguna terhadap KOMANDAN SIKD. Faktor-faktor ini memiliki nilai signifikansi yang terbesar terhadap niat menggunakan KOMANDAN SIKD. Ketiga faktor-faktor tersebut merupakan variabel-variabel penentu pada model penerimaan teknologi (technologi acceptance model). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa keyakinan-sendiri merupakan faktor penting dalam menentukan kontrol perilaku terhadap KOMANDAN SIKD. Keyakinan-sendiri pengguna dalam menyampaikan informasi keuangan daerah melalui website DJPK merupakan perilaku yang dapat dikontrol sepenuhnya oleh pengguna sistem infomasi KOMANDAN SIKD. Namun, niat menggunakan KOMANDAN SIKD tidak dipengaruhi oleh kontrol perilakunya. Kemampuan, pengetahuan, dan sumber daya atas sistem informasi KOMANDAN SIKD tidak sepenuhnya dapat dikontrol oleh pengguna. Pengguna memiliki keterbatasan dalam melakukan perilaku sehingga tidak menimbulkan niat untuk menggunakan KOMANDAN SIKD. Demikian halnya dengan pengetahuan yang diperlukan bukan merupakan
12
faktor penentu untuk kontrol perilaku terhadap KOMANDAN SIKD. Faktor kontrol perilaku merupakan variabel penting pada teori perilaku rencanaan (theory of planned behavior) yang memengaruhi seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku dalam hal ini niat menggunakan KOMANDAN SIKD.
6. IMPLIKASI DAN KETERBATASAN Hasil penelitian ini memberi implikasi teoritis untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan memberi implikasi praktik untuk penyempurnaan kebijakan yang telah ada. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini mendukung teori TAM yang dapat menjadi model penerimaan teknologi pada sektor publik, namun hasil penelitian ini tidak mendukung teori TPB. Penelitian lanjutan dapat mengfokuskan pada variabel persepsi kontrol yang merupakan variabel utama dalam teori TPB untuk lebih mendalami pengaruhnya terhadap niat menggunakan KOMANDAN SIKD. Implikasi praktik hasil penelitian ini menunjukkan pentingnya membuat sistem informasi yang mudah dan bermanfaat bagi penggunanya sehingga menimbulkan niat untuk menggunakannya. Hal ini ditunjukkan dari pengaruh kemudahan dan kegunaan terhadap niat menggunakan KOMANDAN SIKD yang memiliki signifikansi terbesar dibandingkan variabel-variabel lainnya. Hal penting lainnya yang perlu mendapat perhatian adalah kapabilitas pengguna untuk menggunakan KOMANDAN SIKD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontrol perilaku yang dipersepsikan terhadap KOMANDAN SIKD tidak berpengaruh terhadap niat menggunakan KOMANDAN SIKD. Ini menunjukkan bahwa kapabilitas pejabat/staf Pemda tidak sepenuhnya dapat dikontrol sehingga tidak menimbulkan niat menggunakan KOMANDAN SIKD. Hal ini bisa diantisipasi dengan melakukan sosialisasi dan pelatihan yang berkesinambungan bagi pejabat/staf yang terkait terutama untuk meningkatkan pengetahuan dan kapabilitas pejabat/staf serta tidak dimutasikan dalam waktu dekat agar hal-hal yang telah diperoleh dapat diaktualisasikan dalam tugas sehari-hari sehingga meningkatkan kinerja pejabat/staf dalam bekerja. Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan yang bisa memengaruhi hasil dan perlu diungkapkan agar tidak memberikan interpretasi yang menyesatkan bagi para pembaca yaitu sebagai berikut. Pertama, pengguna sistem informasi KOMANDAN SIKD tidak diketahui dengan pasti pada setiap provinsi dan kabupaten/kota di Sulawesi sehingga sulit menentukan secara pasti jumlah populasi dan sampel dalam penelitian ini. Kedua, responden yang mengisi kuesioner penelitian, untuk kuesioner yang dititip atau dikirim melalui pos, tidak diketahui dengan pasti apakah merupakan orang yang tepat mengisi kuesioner tersebut. Hal ini bisa disebabkan karena kuesioner yang dititip atau dikirim lewat pos diberikan bersama-
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
ANALISIS PERSEPSI PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI KOMANDAN SIKD PADA PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI Grace T. Pontoh, Mushar Mustafa, Haliah, Kartini
sama dengan souvenir penelitian yang tujuannya untuk meningkatkan respond rate penelitian ini. Ketiga, uji reliabilitas pada uji pilot untuk konstruk Pengetahuan yang Diperlukan (PD) berada di bawah 0,80, namun konstruk ini dipertahankan dalam penelitian ini dan hasil uji hipotesis menunjukkan hubungan yang tidak signifikan terhadap Persepsi Kontrol (PK). Terakhir, indikator kedua dari Persepsi Kontrol (PK) menunjukkan nilai rendah sehingga indikator ini dikeluarkan dalam model.
Penghargaan Penelitian yang dilakukan dalam artikel ini dibiayai oleh DIPA Universitas Hasanuddin melalui mekanisme kompetisi hibah sesuai Surat Perjanjian Pelaksanaan Kegiatan nomor 69/UN4-LK.26/2012 tanggal 6 Agustus 2012.
DAFTAR PUSTAKA Ajzen, Icek. 1991. “The Theory of Planned Behavior”. Organizational Behavior and Human Decision Processes 50, pp 179-211. Chau, P.Y.K. and P.J. Hu. 2002. “Examining a Model of Information Technology Acceptance by Individual Professionals: An Exploratory Study”. Journal of Management Information Systems 18(4), pp 191-229. Davis, Fred D. 1989. “Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, and User Acceptance of Information Technology”. MIS Quarterly 13(3), pp 319-339. Davis, Fred D., Richard P. Bagozzi, and Paul R. Warshaw. 1989. “User Acceptance of Computer Technology: A Comparison of Two Theoretical Models”. Management Science 35(8), pp 9821003. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK). 2011a. Surat Edaran Nomor SE-03/PK/2011 Tentang Tata Cara Teknis Penyampaian Informasi Keuangan Daerah Melalui Sistem Komunikasi dan Manajemen Data Nasional SIKD (KOMANDAN SIKD). Jakarta. _______. 2011b. KOMANDAN SIKD Sebagai Media SIKD Nasional. Materi Workshop Implementasi KOMANDAN SIKD. Jakarta. _______. 2011c. Prosedur Menggunakan Sistem KOMANDAN SIKD Bagi Pemerintah Daerah (online). http://komandansikd.djpk.depkeu.go.id/ panduan/manual/Manual_Komandan_SIKD.pdf, diakses 17 Mei 2012. Fishbein, Martin and Icek Ajzen. 1975. Belief, Attitude, Intention and Behavior: An Introduction to Theory and Research. London: Addison-Wesley Publishing Company. Hair, Joseph F., William C. Black, Barry J. Babin, Rolph E. Anderson, and Ronald L. Tatham. 2006. Multivariate Data Analysis. Sixth Edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
Hsieh, JJ, Mark Keil, and Arun Rai. 2005. “Understanding Digital Inequality”. International Conference on Information Systems 26. Paper 45. Jogiyanto HM. 2007. Sistem Informasi Keperilakuan. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Jogiyanto HM dan Willy Abdillah. 2009. Konsep & Aplikasi PLS (Partial Least Square) untuk Penelitian Empiris. Yogyakarta: Penerbit BPFEBUGM. Kim, Yong Jin, Jae Uk Chun, and Jaeki Song. 2009. “Investigating the Role of Attitude in Technology Acceptance from an Attitude Strength Perspective”. http://www.ou.edu/iscore/Papers/Kim-Chun-Song.pdf, diakses 17 Mei 2012. Mathieson, Kieran. 1991. “Predicting User Intentions: Comparing the Technology Acceptance Model with the Theory of Planned Behavior”. Information Systems Research 2(3), pp 173-191. Menteri Keuangan. 2006. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 46 Tentang Tata Cara Penyampaian Informasi Keuangan Daerah. Jakarta. _______. 2011. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 04 Tentang Tata Cara Penyampaian Informasi Keuangan Daerah. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah. Jakarta. _______. 2010. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 Sistem Informasi Keuangan Daerah. Jakarta. Shroff, Ronnie H., Christopher C. Deneen, and Eugenia M. W. Ng. 2011. “Analysis of the Technology Acceptance Model in Examining Students’ Behavioural Intention to Use an e-Portfolio System”. Australasian Journal of Educational Technology 27(4), pp 600-618. Taylor, Shirley and Peter A. Todd. 1995. “Understanding Information Technology Usage: A Test of Competing Models”. Information Systems Research 6(2), pp 144-176. Venkatesh, Viswanath and Susan A. Brown. 2001. “A Longitudinal Investigation of Personal Computers in Homes: Adoption Determinants and Emerging Challenges”. MIS Quarterly 25(1), pp 71-102.
13
ANALISIS PERSEPSI PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI KOMANDAN SIKD PADA PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI Grace T. Pontoh, Mushar Mustafa, Haliah, Kartini
LAMPIRAN Tabel 2. Cross Loadings KA1 KA2 KA3 KA4 KS1 KS2 KS3 KS4 KS5 KS6 KS7 KS8 NM1 NM2 NM3 PD1 PD2 PD3 PG1 PG2 PG3 PG4 PG5 PG6 PG7 PK1 PK3 PK4 PK5 PMP1 PMP2 PMP3 PMP4 PMP5 PMP6 ST1 ST2 ST3 ST4
KA 0.8916 0.8832 0.8864 0.813 0.4333 0.2488 0.2062 0.3914 0.3587 0.1991 0.2326 0.3737 0.2982 0.1879 0.138 0.7775 0.3805 0.2547 0.4024 0.3911 0.4206 0.3766 0.3545 0.3901 0.3258 0.5395 0.3433 0.3359 0.3929 0.5135 0.4356 0.3242 0.2313 0.3768 0.3438 0.2647 0.3282 0.3726 0.2967
KS 0.3177 0.2998 0.3349 0.3387 0.8444 0.8539 0.8297 0.7572 0.7808 0.7677 0.8844 0.8954 0.5004 0.574 0.5372 0.4302 0.3925 0.2985 0.6266 0.6396 0.6397 0.6428 0.6323 0.4798 0.5401 0.6282 0.5995 0.6273 0.6704 0.5838 0.6326 0.5072 0.5133 0.5186 0.579 0.4837 0.4977 0.5804 0.508
NM 0.2223 0.2329 0.1423 0.2118 0.4858 0.4787 0.4108 0.4269 0.5644 0.3859 0.56 0.5748 0.873 0.9419 0.9196 0.3069 0.3114 0.2217 0.5183 0.4961 0.5622 0.5199 0.5273 0.5868 0.4807 0.4997 0.3228 0.3601 0.3516 0.3263 0.3244 0.317 0.3689 0.3383 0.4407 0.5778 0.5719 0.5518 0.4898
PD 0.6269 0.5989 0.5635 0.3935 0.4888 0.3713 0.3369 0.3515 0.4486 0.3298 0.4032 0.4731 0.3649 0.3561 0.2707 0.7957 0.8145 0.7275 0.5297 0.4555 0.4335 0.4097 0.4655 0.3874 0.4386 0.5441 0.4444 0.4256 0.434 0.632 0.5463 0.4318 0.3393 0.4359 0.5104 0.4199 0.4244 0.4662 0.4111
PG 0.375 0.3858 0.3561 0.3721 0.6056 0.4255 0.397 0.6309 0.6769 0.4623 0.5996 0.6843 0.5068 0.5767 0.5371 0.4102 0.4858 0.2437 0.9129 0.9045 0.8969 0.9238 0.9264 0.781 0.8631 0.7229 0.3871 0.436 0.4502 0.5756 0.5635 0.5942 0.7183 0.5791 0.7127 0.6493 0.6247 0.65 0.5233
PK 0.3773 0.3886 0.429 0.4201 0.6634 0.6306 0.5793 0.598 0.5484 0.4597 0.6357 0.6024 0.4292 0.3829 0.3972 0.4394 0.4595 0.3188 0.5176 0.5805 0.5305 0.518 0.5333 0.4353 0.4904 0.8293 0.8539 0.93 0.9172 0.5891 0.6661 0.5367 0.4051 0.5304 0.5509 0.4813 0.5373 0.6213 0.6717
PMP 0.4215 0.3772 0.3689 0.3735 0.6948 0.4372 0.4635 0.5058 0.5733 0.5148 0.6151 0.5785 0.3357 0.4261 0.3915 0.4206 0.5466 0.363 0.7604 0.7423 0.7047 0.6342 0.6659 0.473 0.6146 0.7246 0.4057 0.5472 0.5752 0.7802 0.8436 0.9085 0.7855 0.8308 0.8873 0.4859 0.4981 0.5747 0.5966
ST 0.3739 0.3934 0.261 0.2777 0.6089 0.4677 0.3942 0.516 0.5478 0.3565 0.5634 0.5527 0.6531 0.5665 0.5458 0.3712 0.4595 0.3503 0.6624 0.6724 0.6258 0.6269 0.642 0.6234 0.6531 0.7234 0.5158 0.5698 0.5493 0.5522 0.5514 0.5109 0.5176 0.5153 0.5413 0.8501 0.9206 0.8892 0.7166
Tabel 5. Korelasi KA KA KS NM PD PG PK PMP ST
14
1 0,3727 0,2315 0,6253 0,4285 0,4666 0,4430 0,3729
KS 0 1 0,5892 0,4860 0,6781 0,7178 0,6637 0,6108
NM
PD
PG
PK
PMP
0 0 1 0,3647 0,5926 0,4432 0,4211 0,6482
0 0 0 1 0,5034 0,5293 0,5772 0,5084
0 0 0 0 1 0,5815 0,7438 0,7249
0 0 0 0 0 1 0,6527 0,6783
0 0 0 0 0 0 1 0,6335
ST 0 0 0 0 0 0 0 1
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013, Halaman 15-28 BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
JURNAL BPPK
DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI DUNIA DAN PENGHAPUSAN TARIF IMPOR KEDELAI TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Wisnu Winardi Badan Pusat Statistik, Indonesia. Email:
[email protected] INFO ARTIKEL
ABSTRAK
SEJARAH ARTIKEL Diterima Pertama 29 Agustus 2012
The drought suffered by soybean producing countries has caused an increase in world soybean price in 2012. Such condition resulted in unrest among various domestic companies since the majority of soybean consumption in Indonesia is fulfilled through importation. This research is performed to analyze the impact of increased price of world soybean on the people’s welfare using the Hicksian equivalent Variation (EV) derived from the result of simulation using static CGE model. This research also simulates the same shocking impact on the real importations, composite price, households consumptions and government income. Based on the result of simulation, the increase in world soybean price is estimated to decrease the real import of soybean and soy-related commodities in general, increase the composite price, reduce households consumption and welfare and increase the ggovernment income. The soybean importation tariff elimination policy adopted as a response to the 5% increase in world soybean price is estimated to reduce the real importation, reduce composite price, increase the households consumption and welfare and decrease the ggovernment income, whereas the same policy adopted as a response to the 10% and 15% increase in world soybean price is estimated to reduce the real importation, prevent price increase, reduce households consumption and welfare and reduce the government income.
Revisi Pertama 12 Desember 2012 Revisi Kedua 20 Mei 2013 Dinyatakan Dapat Dimuat 21 Mei 2013 KATA KUNCI: harga, impor, kedelai, tarif.
Kekeringan yang melanda negara-negara penghasil kedelai telah mengakibatkan kenaikan harga kedelai dunia pada tahun 2012. Kondisi seperti ini mengakibatkan keresahan bagi banyak pihak di dalam negari karena sebagian besar kebutuhan kedelai Indonesia berasal dari impor. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis dampak kenaikan harga kedelai dunia sebesar 5 persen, 10 persen dan 15 persen, serta penghapusan tarif impor kedelai pada setiap tingkat kenaikan harga terhadap kesejahteraan masyarakat menggunakan koefisien Hicksian equivalent variation (EV) yang diturunkan dari hasil simulasi dengan model CGE statis. Penelitian ini juga menyimulasi dampak dari guncangan yang sama terhadap impor riil, harga komposit, konsumsi rumah tangga, dan penerimaan pemerintah. Berdasarkan hasil simulasi, kenaikan harga kedelai dunia diperkirakan akan menurunkan impor riil kedelai dan keseluruhan komoditas, meningkatkan harga komposit, menurunkan konsumsi rumah tangga dan kesejahteraan, dan meningkatkan penerimaan pemerintah. Kebijakan penghapusan tarif impor kedelai untuk merespon kenaikan harga kedelai dunia sebesar 5 persen diperkirakan akan mengurangi penurunan impor riil, menurunkan harga komposit, meningkatkan konsumsi rumah tangga dan kesejahteraan, dan menurunkan penerimaan pemerintah, sedangkan kebijakan yang sama untuk merespon kenaikan harga kedelai dunia sebesar 10 persen dan 15 persen diperkirakan akan mengurangi penurunan impor riil, mengurangi kenaikan harga, mengurangi penurunan konsumsi rumah tangga dan kesejahteraan, dan menurunkan penerimaan pemerintah.
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada pertengahan hingga akhir bulan Juli 2012, kelangkaan kedelai yang diikuti dengan meningkatnya harga di pasar menjadi berita yang banyak dimuat dalam berbagai media. Masalah kelangkaan kedelai menjadi topik yang banyak mendapat perhatian masyarakat terkait dengan perannya sebagai bahan baku utama pembuatan tempe, tahu dan kecap yang menjadi makanan favorit berbagai lapisan masyarakat Indonesia. Beragam opini juga telah diutarakan dalam
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
pemberitaan. Ada yang memandang positif karena menganggap kelangkaan kedelai merupakan peluang bagi produsen dalam negeri untuk bisa mengambil keuntungan dan memenuhi kebutuhan pasar dan ada juga yang memandang kelangkaan ini sebagai kegagalan Indonesia dalam mengelola ketahanan pangannya. Dari sisi produksi dalam negeri, pertanian kedelai di Indonesia sebenarnya menunjukan tren produktivitas yang meningkat. Berdasarkan data
15
DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI DUNIA DAN PENGHAPUSAN TARIF IMPOR KEDELAI TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Wisnu Winardi
Statistik Indonesia 2011 dan Produksi Tanaman Pangan Juli 2012 yang diterbitkan BPS, produktivitas kedelai meningkat dari 12,91 kuintal/hektar pada tahun 2007, menjadi 13,76 kuintal/hektar pada tahun 2012. Namun di sisi lain, perkembangan luas panen tidak menunjukan tren yang sama. Setelah mengalami peningkatan pada tahun 2008 dan 2009, pada tahun 2010 hingga 2012 luas panen kedelai mengalami pengurangan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Luas panen kedelai tercatat 722,8 ribu hektar pada tahun 2009 dan turun menjadi 660,8 ribu hektar (2010), 622,3 ribu hektar (2011), dan 566,7 ribu hektar (2012). Pengaruh kenaikan produktivitas yang tidak mampu mengimbangi pengaruh penurunan luas lahan mengakibatkan produksi kedelai Indonesia menunjukan tren yang menurun, terutama pada tahun 2010 hingga 2012.
ton, sedangkan produksi baru mencapai 776 ribu ton dan pada tahun 2011 impor kedelai mencapai 1.421 ribu ton sedangkan produksi baru mencapai 870 ribu ton. Rata-rata impor kedelai mencapai 61,42 persen dari total penyediaan, sedangkan produksi dalam negeri baru mencapai 38,58 persen. Dilihat dari sisi penggunaanya, kedelai dalam perekonomian Indonesia digunakan sebagai bahan baku/penolong oleh sektor-sektor ekonomi sebesar 28,20 persen dan konsumsi akhir sebesar 71,80 persen (BPS, 2010). Penggunaan kedelai untuk bahan baku/penolong sebagian besar digunakan oleh sektor industri makanan, minuman dan tembakau (19,39 persen), sedangkan penggunaan untuk konsumsi akhir sebagian besar digunakan untuk konsumsi rumah tangga (73,37 pesen). Tabel 2. Neraca Kedelai 2008-2011 (Ribu Ton)
Tabel 1. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Kedelai di Indonesia, 2007-2011 2007
2008
2009
2010
2011*
2012**
Produksi 592,5 775,7 974,5 907,0 851,3 779,7 (Ribu Ton) Luas Panen 459,1 591,0 722,8 660,8 622,3 566,7 (Ribu Ha) Produktivitas 12,91 13,13 13,48 13,73 13,68 13,76 (Kw/Ha) *) Angka sementara **) Angka perkiraan Sumber: BPS, Statistik Indonesia 2011 & Produksi Tanaman Pangan Juli 2012
Secara umum produksi kedelai di Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan kebutuhan di dalam negeri untuk bahan baku/penolong dan konsumsi. Untuk menutupi kekurangan ini penyediaan kedelai lebih banyak dipenuhi oleh sumber dari impor (Badan Ketahanan Pangan, 2011). Berdasarkan neraca bahan makanan (NBM) Indonesia tahun 2008-2011, impor kedelai Indonesia selalu menunjukan angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan produksi di dalam negeri. Pada tahun 2008 impor kedelai mencapai 1.180 ribu
2008 776 1.180
2009 975 1.321
2010* 907 1.745
2011** 870 1.421
Produksi Impor Penyediaan 1.956 2.296 2.652 2.291 sebelum ekspor Ekspor 1 1 0 0 Penyediaan 1.955 2.295 2.652 2.291 dalam negeri *) Angka sementara **) Angka perkiraan Sumber: Dewan Ketahanan Pangan, Neraca Bahan Makanan Indonesia 2008-2009 dan 2009-2010
Munculnya pemberitaan tentang kelangkaan kedelai juga tidak terlepas dari kekeringan yang melanda negara-negara di benua Amerika terutama Brazil, Amerika Serikat dan Argentina sebagai penghasil dan eksportir utama kedelai dunia. Produksi kedelai dari Amerika Serikat, Brazil, dan Argentina pada tahun 2011 mencapai 81 persen dari produksi kedelai dunia, sedangkan ekspor ketiga negara tersebut mencapai 88 persen dari ekspor kedelai dunia (Sumber http://www.soystats.com/2012/). Kekeringan mengakibatkan produksi kedelai dunia mengalami penurunan. Laporan USDA (2012) menyebutkan
700 600 500 400 300 200 100 0
Sumber: http://www.fao.org/economic/est/prices
Gambar 1. Harga Kedelai Dunia, 2001-2012 (US$/Ton) 16
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI DUNIA DAN PENGHAPUSAN TARIF IMPOR KEDELAI TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Wisnu Winardi
bahwa dampak dari kekeringan di Amerika Serikat yang berpusat di negara bagian Illinois dan Indiana diperkirakan akan menurunkan 30 persen hasil panen kedelai Amerika. Menurut Mercury Rising, terdapat lima konsekuensi dari kekeringan yang sedang melanda lahan pertanian di Amerika yang dua diataranya adalah naiknya harga pangan di dalam negeri dan kenaikan harga pangan dunia (Sumber http://news.yahoo.com/blogs/lookout/mercury-rising5-consequences-drought-scorching-americanfarmland-172528603.html). Harga kedelai dunia sejak awal tahun 2012 menunjukan tren yang meningkat, dimana pada Juli 2012 harga kedelai menembus rekor harga sepanjang masa (649,41 US$/Ton) dengan mengalami kenaikan 19,00 persen dibandingkan bulan sebelumnya (m-tom) atau meningkat 22,99 persen dibanding bulan yang sama tahun 2011 (y-on-y) (Sumber http://www.fao.org/economic/est/prices). Kenaikan ini diperkirakan akan terus terjadi dalam beberapa bulan mendatang karena masalah kekeringan di Brazil, Amerika Serikat, dan Argentina akan belum bisa teratasi dengan segera. Kondisi seperti inilah yang dikhawatirkan oleh banyak pihak di Indonesia, sebab penyediaan kedelai di Indonesia masih mengandalkan sumber utama dari impor. Kenaikan harga kedelai dunia yang disebabkan oleh kalangkaan di pasar dunia akan mengakibatkan kenaikan harga di dalam negeri. Berdasarkan data harga rata-rata kedelai bulanan dari Desember 2010 sampai dengan pertengahan Agustus 2012, baik kedelai produksi dalam negeri maupun impor menunjukan tren harga yang meningkat, dimana harga kedelai lokal berada di level yang lebih tinggi dibandingkan harga kedelai impor (Sumber: http://www.kemendag.go.id/harga_kebutuhan_pokok_ nasional/). Kenaikan harga kedelai yang tinggi di dalam negeri dikhawatirkan akan memicu terjadinya inflasi dan mempersulit industri yang menggunakan kedelai sebagai bahan baku utama. Untuk mengatasi dampak kenaikan harga kedelai dunia yang berimbas pada kenaikan harga kedelai di dalam negeri, pemerintah mengambil kebijakan untuk menghapus tarif impor kedelai dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 135/PMK.011/2012. Peraturan ini menggantikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.011/2011 yang sebelumnya berlaku, dimana di dalamnya tarif impor kedelai ditetapkan sebesar 5 persen. Penerapan peraturan ini direncanakan akan dimulai sejak tanggal 13 Agustus hingga 31 Desember 2012. Kebijakan ini diharapkan akan menurunkan biaya penyediaan kedelai impor sehingga harga kedelai di dalam negeri diharapkan akan kembali turun. Penurunan harga kedelai selanjutnya diharapkan akan mampu mempertahankan atau bahkan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
Penelitian tentang dampak kenaikan harga dunia dan penghapusan tarif impor pernah dilakukan oleh Teguh (2010) dan Teguh dan Usman (2011) dengan menggunakan model CGE-microsimulation untuk komoditas beras dan kedelai. Penelitian Teguh (2010) menyimpulkan bahwa gejolak harga beras dunia selama tahun 2007-2009 tidak berdampak besar terhadap kemiskinan di Indonesia, demikian juga dengan peningkatan atau penurunan tarif impor. Penelitian Teguh dan Usman (2011) menyimpulkan bahwa gejolak harga kedelai dunia selama tahun 2007-2009 berdampak besar terhadap kenaikan kemiskinan di Indonesia, sedangkan penghapusan tarif impor tidak mampu meredam dampak negatif tersebut secara penuh. Penghapusan tarif impor akan efektif melindungi golongan masyarakat miskin pada kondisi kenaikan harga kedelai dunia tidak lebih dari 10 persen. Penelitian ini bermaksud untuk menganalisis dampak kenaikan harga kedelai dunia dan kebijakan penghapusan tarif impor kedelai terhadap kesejahteraan masyarakat. Analisis yang dihasilkan akan memperkirakan bagaimana dampak dari guncangan (shock) kenaikan harga kedelai dunia dan kebijakan penghapusan tarif impor kedelai terhadap beberapa variabel ekonomi Indonesia, utamanya kesejahteraan masyarakat.
2. KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Dampak kenaikan harga kedelai dunia dan penghapusan tarif impor terhadap perekonomian dalam keseimbangan parsial secara grafis dapat dilukiskan seperti Gambar 2 (Hardono dkk., (2004) dan Carbaugh, 2008). Pertama, dengan berasumsi bahwa Indonesia tergolong negara kecil dalam ekonomi kedelai dunia, maka apabila penyediaan dipenuhi sepenuhnya dari produksi dalam negeri, kurva penawaran kedelai adalah seperti garis Sd, harga yang terwujud adalah Pd dan konsumsi sebesar Qd. Kedua, ketika penyediaan juga dipenuhi dari produk impor kurva penawaran kedelai bergeser menjadi garis Sw0. Pada kondisi ini harga kedelai menjadi turun dan konsumsi meningkat, harga yang terwujud adalah Pw0 dan konsumsi adalah sebesar Q0. Ketiga, ketika pemerintah menerapkan tarif impor, kurva penawaran bergeser menjadi garis Sw1. Pada kondisi ini harga menjadi lebih tinggi dan konsumsi kedelai juga menurun, sedangkan harga yang terwujud adalah Pw1 dan konsumsi adalah sebesar Q1. Keempat, saat penawaran dari luar negeri menurun, kurva penawaran bergeser menjadi Sw2. Pada kondisi ini harga menjadi lebih tinggi lagi dan konsumsi kedelai juga semakin menurun, dimana harga yang terwujud adalah Pw2 dan konsumsi adalah sebesar Q2.
17
DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI DUNIA DAN PENGHAPUSAN TARIF IMPOR KEDELAI TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Wisnu Winardi
Harga a Sd
f
Pd Pw2 Pw1 Pw3 Pw0
Sw 2 Sw Sw 1 3 Sw 0
e d c b Dd
0
Qd
Q2 Q1 Q3 Q0
Jumlah
Sd Sw0 Sw1 Sw2
= penawaran domestik = penawaran dunia tanpa penerapan tarif = penawaran dunia dengan penerapan tarif = penawaran dunia dengan penerapan tarif pada kondisi terjadi penurunan penawaran Sw3 = penawaran dunia tanpa penerapan tarif pada kondisi terjadi penurunan penawaran Dd = permintaan domestik Pd = harga domestik Pw0 = harga dunia tanpa tarif Pw1 = harga dunia dikenai tarif Pw2 = harga dunia dikenai tarif pada kondisi penurunan penawaran Pw3 = harga dunia tanpa tarif pada kondisi penurunan penawaran Qd = jumlah barang domestik yang diminta pada kondisi tidak ada impor Q0 = jumlah barang yang diminta pada kondisi harga dunia tanpa tarif Q1 = jumlah barang yang diminta pada kondisi harga dunia dikenai tarif Q2 = jumlah barang yang diminta pada kondisi harga dunia dikenai tarif dan terjadi penurunan penawaran Q3 = jumlah barang yang diminta pada kondisi harga dunia tanpa tarif dan terjadi penurunan penawaran Diadopsi dari Hardono dkk. (2004) dan Carbaugh (2008), dimodifikasi.
Diadopsi dari Carbaugh (2010): 127, dimodifikasi.
Gambar 2. Pengaruh Penurunan Penawaran dan Penghapusan Tarif Impor dalam Keseimbangan Parsial
UU2’ UU0
X2 UU2 UU1 EV1/p2q0
EV2/ p2q0
E2’ E1
0
E2
E0
X1
UU0 : Utilitas pada kondisi tidak terjadi kenaikan harga kedelai dunia UU1 : Utilitas pada kondisi terjadi kenaikan harga kedelai dunia UU2 atau UU2’ : Utilitas pada kondisi terjadi kenaikan harga kedelai dunia dan ada kebijakan penghapusan tarif impor kedelai
Hosoeharga et al.,kedelai (2010),dunia dimodifikasi. Gambar 3. IlustrasiDiadopsi dampakdari kenaikan dan penghapusan tarif impor kedelai terhadap kesejahteraan masyarakat
18
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI DUNIA DAN PENGHAPUSAN TARIF IMPOR KEDELAI TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Wisnu Winardi
Ketika pemerintah menghapus tarif impor kedelai, kurva penawaran kembali bergeser menjadi Sw3. Pada kondisi ini harga kedelai dalam negeri menjadi turun dan konsumsi juga meningkat, dimana harga yang terwujud adalah Pw3 dan konsumsi adalah sebesar Q3. Keberadaan kurva Sw3 bisa diatas Sw1 atau dibawahnya, namun akan terletak diantara Sw0 dan Sw2, tergantung seberapa besar penghapusan tarif impor akan menurunkan harga kedelai yang naik karena kurangnya penawaran dari luar negeri. Selanjutnya ilustrasi dampak kenaikan harga kedelai dunia dan penghapusan tarif impor terhadap kesejahteraan masyarakat secara grafis adalah seperti terlihat pada Gambar 3. Apabila dimisalkan kepuasan masyarakat pada kondisi awal diwakili oleh kurva kepuasan sama (indifferent curve) UU0 dan kombinasi komoditas yang memaksimalkan kepuasan berada pada titik E0, maka shock kenaikan harga kedelai dunia akan mengakibatkan kurva kepuasan sama bergeser ke bawah menjadi UU1 dan kombinasi komoditas yang memaksimalkan kepuasan adalah E1. Pada kondisi ini kepuasan masyarakat menjadi menurun karena semakin sedikit komoditas yang dikonsumsi masyarakat. Selanjutnya apabila shock kenaikan haga kedelai dunia direspon dengan kebijakan penghapusan tarif impor akan membuat kurva kepuasan sama kembali bergesar ke atas manjadi UU2 atau UU2’. Pada kondisi ini kepuasan masyarakat menjadi lebih tinggi karena komoditas yang dikonsumsi menjadi lebih banyak. Apabila dampak penghapusan tarif impor lebih kecil dibandingkan dengan dampak kenaikan harga dunia, maka kurva UU1 akan bergeser ke kanan atas menjadi UU2, dan sebaliknya apabila dampaknya lebih besar maka kurva UU1 akan begeser manjadi UU2’. Berdasarkan uraian diatas, hipotesis yang diajukan adalah: a. kenaikan harga kedelai dunia akan menurunkan impor riil, meningkatkan harga kedelai di dalam negeri, menurunkan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat; dan b. kebijakan penghapusan tarif impor kedelai untuk merespon kenaikan harga kedelai dunia akan mengurangi penurunan atau bahkan meningkatkan impor riil, mengurangi kenaikan atau bahkan menurunkan harga kedelai di dalam negeri, mengurangi penurunan atau bahkan meningkatkan konsumsi dan kesejahteraan.
3. METODOLOGI PENELITIAN Data yang digunakan terdiri dari sistem neraca sosial ekonomi (SNSE), koefisien constant elasticity of substitution (CES), dan koefisien constant elasticity of transformation (CET). Data SNSE bersumber dari publikasi SNSE Indonesia Tahun 2008 yang diterbitkan oleh BPS. Sebelum digunakan data ini terlebih dahulu disesuaikan format dan jumlah sektornya agar sesuai dengan tujuan penelitian dan model yang digunakan. Data koefisien CES dan CET diperoleh dari hasil penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, dimana data yang digunakan
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
adalah sama dengan yang digunakan dalam penelitian Teguh (2010). Pertimbangan digunakannya data tersebut adalah karena kondisinya relatif terkini (up to date) dan mereprentasikan ekonomi Indonesia. Skema model dan persamaan-persamaan yang digunakan adalah sama dengan yang digunakan dalam penelitian Winardi (2012). Skema model yang digunakan adalah seperti disajikan pada Lampiran 1. Alat analisis yang digunakan adalah model CGE statis (static CGE). Model yang digunakan termasuk dalam kelas neo klasik yang mengasumsikan seluruh pasar berada pada kondisi persaingan sempurna. Software yang digunakan untuk membantu komputasi adalah GAMS (general algebraic modelling system) dengan solver conopt, salah satu solver yang berfungsi untuk menyelesaikan masalah optimasi pemrograman non linear (NLP, non linear programing). Pemilihan model CGE sebagai alat analisis didasari oleh pertimbangan bahwa model ini lebih cocok untuk kasus di negara berkembang dalam menentukan kebijakan ekonomi dibandingkan model-model ekonomi lain seperti persamaan simultan dan model ekonometrik lainnya dalam mengganalisis adanya goncangan (shock) makroekonomi (Oktaviani, 2008). Kekeringan di Negaranegara Eksportir Kedelai Dunia
Produksi Kedelai Dunia
Harga Kedelai Dunia
Penghapusan Tarif Impor Kedelai
Harga Kedelai Dalam Negeri
Harga Produk Turunan Kedelai dan Harga Komoditas Lain
Kesejahteraan Masyarakat
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Kerangka pikir yang digunakan dalam penelitian diawali dari kekeringan yang melanda negara-negara eksportir kedelai dunia di benua Amerika yang menyebabkan penurunan produksi kedelai. Penurunan produksi kedelai mengakibatkan kelangkaan penyediaan di pasar dunia sehingga berdampak pada naiknya harga kedelai dunia. Kenaikan harga kedelai dunia berdampak pada kenaikan harga kedelai di dalam negeri karena sebagian besar penyediaan kedelai berasar dari impor. Kenaikan harga kedelai di dalam negeri kemudian direspon pemerintah dengan menghapuskan tarif impor kedelai agar harga kedelai bisa kembali turun. Interaksi kenaikan harga dan
19
DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI DUNIA DAN PENGHAPUSAN TARIF IMPOR KEDELAI TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Wisnu Winardi
penghapusan tarif impor ini menjadi sebuah guncangan (shock) dalam perekonomian yang akan berdampak terhadap banyak aspek, seperti perubahan harga kedelai di dalam negeri dan harga barang-barang lainnya, serta kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat dihitung berdasarkan indikator Hicksian equivalence variation (EV). Nilai EV merupakan selisih nilai pengeluaran yang barasal dari transformasi nilai utilitas rumah tangga. Nilai utilitas rumah tangga itu sendiri merupakan fungsi tujuan (objective function) dari model CGE yang digunakan. Ilustrasi secara grafis tentang koefisien EV adalah seperti ditunjukan pada Gambar 3. Nilai pengeluaran dan koefisien EV dihitung dengan formula berikut (Hosoe et al., 2012): 𝑒𝑝 𝑝𝑞 , 𝑈𝑈 = 𝑚𝑖𝑛 𝑝𝑞 . 𝑋 𝑝 |𝑈𝑈(𝑋 𝑝 ) = 𝑈𝑈 𝑝 𝑋
ep( . ) Xp pq UU UU( . )
: fungsi pengeluaran : vektor konsumsi : vektor harga : nilai utilitas (given) : fungsi utilitas
𝐸𝑉 = 𝑒𝑝(𝑝𝑞0 , 𝑈𝑈 1 ) − 𝑒𝑝(𝑝𝑞0 , 𝑈𝑈 0 ) EV : Hicksian equivalence variation pq0 : vektor harga pada kondisi base line UU1 : nilai utilitas dengan adanya shock UU0 : nilai utilitas pada kondisi base line Simulasi yang dilakukan adalah apabila harga kedelai dunia mengalami kenaikan sebesar 5, 10, dan 15 persen serta respon pemerintah terhadap kenaikan harga kedelai dunia dengan menghapus tarif impor kedelai pada setiap tingkat kenaikan harga. Nilai kenaikan harga kedelai dunia sebesar 5, 10, dan 15 persen adalah asumsi yang didasarkan pada hasil amatan terhadap perubahan rata-rata harga kedelai dunia selama tahun 2011-2012. Sebelum melakukan analisis hasil simulasi, model CGE yang digunakan perlu diuji terlebih dahulu untuk memastikan bahwa hasil simulasinya yang tepat dan konsisten. Karena model CGE termasuk dalam kelompok model yang deterministik, maka tidak ada pengujian statistik yang dilakukan terhadap parameter model sebagaimana dilakukan dalam model-model yang bersifat stokastik. Pengujian yang dilakukan dalam model CGE adalah berupa uji sensitifitas terhadap parameter yang berpotensi memberikan pengaruh yang besar terhadap hasil penghitungan. Dalam kasus yang terkait dengan perdagangan internasional seperti yang dilakukan ini, uji sensitifitas dapat dilakukan terhadap parameter CES dan CET yang digunakan (Hosoe et al., 20127). Hasil uji sensitifitas terhadap parameter CES dan CET menujukan bahwa model CGE yang digunakan memberikan hasil simulasi dampak kenaikan harga kedelai dunia sebesar 5, 10, dan 15 persen dan penghapusan tarif impor kedelai pada setiap tingkat kenaikan harga terhadap nilai EV tiap golongan rumah tangga yang tepat dan konsisten. Hasil pengujian
20
menunjukan bahwa apabila parameter CES dan CET masing-masing komoditas berubah sebesar lima belas persen lebih rendah hingga dua puluh lima persen lebih tinggi dibandingkan dengan nilai pada kondisi base line, simulasi akan tetap memberikan hasil yang tepat dan konsisten. Hal ini ditunjukan dengan nilai EV yang konsisten baik dilihat dari tanda (positif/negatif) maupun dari urutan nilai EV menurut golongan rumah tangga pada kondisi nilai CES dan CET yang berubah tersebut (Lampiran 2).
4. HASIL ANALISIS Berdasarkan hasil simulasi, kenaikan harga kedelai dunia sebesar 5 persen (shock1) akan mengakibatkan harga kedelai impor menjadi lebih tinggi sehingga diperkirakan akan menurunkan impor riil kedelai sebesar 2,628 persen dan impor riil keseluruhan komiditas sebesar 0,012 persen. Kebijakan penghapusan tarif impor kedelai untuk merespon kenaikan harga kedelai dunia sebesar 5 persen (shock2) diperkirakan akan berdampak pada pengurangan penurunan impor riil, dimana impor riil kedelai akan naik sebesar 0,884 persen dan impor riil keseluruhan komoditas turun sebesar 0,006 persen (Lampiran 3). Dampak kenaikan harga kedelai dunia sebesar 10 persen (shock3) dan 15 persen (shock5) diperkirakan akan menurunkan impor kedelai sebesar 5,072 dan 7,353 persen, sedangkan impor keseluruhan komoditas akan turun sebesar 0,025 dan 0,036 persen. Hasil simulasi juga menunjukan bahwa kenaikan harga kedelai dunia diperkirakan akan berdampak terhadap kenaikan harga kedelai di pasar domestik. Kenaikan harga kedelai dunia sebesar 5, 10, dan 15 persen akan mengakibatkan kenaikan harga komoditas kedelai komposit (kombinasi kedelai produksi dalam negeri dan impor) sebesar 0,9 persen, 1,8 persen dan 2,7 persen, serta tidak berdampak terhadap kenaikan harga komoditas sektor-sektor lain. Selajutnya apabila kenaikan harga kedelai dunia sebesar 5 persen direspon dengan penghapusan tarif impor kedelai akan berdampak terhadap penurunan harga kedelai komposit sebesar 0,3 persen, sedangkan pada kenaikan harga kedelai dunia sebesar 10 dan 15 persen, penghapusan tarif impor kedelai akan berdampak terhadap kenaikan harga komposit sebesar 0,6 persen dan 1,4 persen. Hasil simulasi pada setiap shock tidak menunjukan dampak terhadap harga komoditas sektor-sektor lain (Lampiran 4). Kenaikan harga kedelai dunia di setiap tingkat kenaikan diperkirakan juga akan berdampak terhadap penurunan konsumsi seluruh golongan rumah tangga. Semakin tinggi kenaikan harga dunia akan semakin menurunkan konsumsi rumah tangga. Rumah tangga yang mengalami penurunan konsumsi paling besar adalah golongan rendah di perdesaan dan buruh pertanian, sedangkan rumah tangga yang mengalami penurunan konsumsi paling kecil adalah golongan rendah di perkotaan dan pengusaha pertanian. Kenaikan harga kedelai dunia sebesar 5 persen yang direspon dengan kebijakan penghapusan tarif
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI DUNIA DAN PENGHAPUSAN TARIF IMPOR KEDELAI TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Wisnu Winardi
Tabel 3. Perbandingan Persentase Perubahan Konsumsi Menurut Golongan Rumah Tangga Perubahan Konsumsi (%) Golongan Rumah Tangga (1)
Shock1
Shock2
Shock3
Shock4
Shock5
Shock6
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
1.
Buruh Pertanian
-0,0207
-0,0035
-0,0407
-0,0234
-0,0601
-0,0426
2.
Pengusaha Pertanian
-0,0047
-0,0001
-0,0094
-0,0047
-0,0139
-0,0093
3.
Golongan Rendah di Perdesaan
-0,0284
0,0057
-0,0536
-0,0215
-0,0802
-0,0455
4.
Bukan Angkatan Kerja di Perdesaan
-0,0063
-0,0010
-0,0125
-0,0071
-0,0184
-0,0130
5.
Golongan Atas di Perdesaan
-0,0071
0,0019
-0,0139
-0,0048
-0,0205
-0,0113
6.
Golongan Rendah di Perkotaan
-0,0041
-0,0011
-0,0081
-0,0051
-0,0120
-0,0090
7.
Bukan Angkatan Kerja di Perkotaan
-0,0064
-0,0002
-0,0127
-0,0064
-0,0188
-0,0124
8.
Golongan Atas di Perkotaan
-0,0056
0,0024
-0,0111
-0,0030
-0,0149
-0,0098
Keterangan: Shock1: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 5% Shock2: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 5% dan penghapusan tarif impor kedelai Shock3: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 10% Shock4: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 10% dan penghapusan tarif impor kedelai Shock5: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 15% Shock6: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 15% dan penghapusan tarif impor kedelai Sumber: Hasil simulasi
impor kedelai diperkirakan akan berdampak terhadap kenaikan total konsumsi rumah tangga. Namun pada kondisi kenaikan harga kedelai dunia sebesar 10 dan 15 persen, kebijakan penghapusan tarif impor kedelai diperkirakan tidak akan mampu meningkatkan konsumsi rumah tangga. Besarnya dampak kenaikan harga kedelai dunia terhadap penurunan konsumsi masing-masing golongan rumah tangga terkait dengan pola konsumsinya. Rumah tangga golongan rendah di perdesaan dan rumah tangga buruh pertanian adalah golongan rumah tangga dengan konsumsi kedelai perkapita tertinggi, sedangkan rumah tangga bukan angkatan kerja di perdesaan dan perkotaan adalah adalah golongan rumah tangga dengan konsumsi kedelai perkapita terendah. Hasil ini sejalan dengan teori tentang dampak kenaikan harga kedelai dunia dan penghapusan tarif impor terhadap perubahan harga dan konsumsi yang dijelaskan pada Gambar 2. Kenaikan harga kedelai dunia akan meningkatkan harga dan menurunkan konsumsi, sedangkan kebijakan penghapusan tarif impor kedelai dalam merespon kenaikan harga kedelai dunia akan kembali menurunkan harga dan meningkatkan konsumsi. Penurunan harga dan peningkatan konsumsi yang terjadi akan mencapai level yang lebih baik pada kondisi harga kedelai dunia naik sebesar 5 persen, sedangkan pada kenaikan harga kedelai dunia sebesar 10 dan 15 persen, penurunan dan peningkatan konsumsi tidak sampai mencapai level yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi tidak ada shock kenaikan harga kedelai dunia. Kenaikan harga kedelai dunia juga menyebabkan dampak penurunan kesejateraan seluruh golongan rumah tangga. Kenaikan harga kedelai dunia mengakibatkan harga kedelai impor meningkat dan peningkatan ini membuat harga kedelai dalam negeri juga turut meningkat. Kenaikan harga kedelai impor dan dalam negeri mengakibatkan kemampuan
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
konsumsi masyarakat menjadi turun dan turunnya kemampuan konsumsi membuat tingkat kesejahteraan masyarakat menjadi turun. Rumah tangga yang mangalami penurunan nilai EV perkapita terbesar adalah golongan rendah di perdesaaan dan golongan atas di perkotaan, sedangkan yang mengalami penurunan terendah adalah rumah tangga pengusaha pertanian dan rumah tangga golongan rendah di perkotaan. Namun apabila dilihat dari perubahan relatifnya, golongan yang mengalami penurunan terbesar adalah rumah tangga golongan rendah di perdesaan dan rumah tangga buruh pertanian, sedangkan yang mengalami penurunan terendah adalah rumah tangga golongan rendah di perkotaan (Tabel 4). Kenaikan harga kedelai dunia yang direspon dengan kebijakan penghapusan tarif impor kedelai diperkirakan akan mengurangi dampak penurunan kesejahteraan seluruh golongan rumah tangga. Penghapusan tarif impor kedelai akan membuat harga kedelai impor menjadi lebih rendah. Penurunan harga kedelai impor akan membuat harga kedelai dalam negeri juga menjadi turun. Penurunan harga kedelai impor dan dalam negeri mengakibatkan kemampuan konsumsi masyarakat menjadi meningkat dan peningkatan kemampuan konsumsi masyarakat membuat kesejahteraannya menjadi meningkat. Pada kondisi kenaikan harga kedelai dunia sebesar 5 persen, kebijakan penghapusan tarif impor kedelai diperkirakan akan berdampak pada kenaikan EV pekapita rumah tangga. Kenaikan EV perkapita bersumber dari kenaikan yang terjadi di rumah tangga golongan rendah dan atas di perdesaan, serta golongan atas di perkotaan. Namun demikian, pada kondisi kenaikan harga kedelai dunia sebesar 10 dan 15 persen, kebijakan penghapusan tarif impor kedelai diperkirakan hanya akan mengurangi penurunan EV perkapita rumah tangga. Hasil simulasi menunjukan
21
DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI DUNIA DAN PENGHAPUSAN TARIF IMPOR KEDELAI TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Wisnu Winardi
1. 2.
Tabel 4. Perubahan EV Perkapita dan EV Menurut Menurut Golongan Rumah Tangga Golongan Rumah Tangga Shock1 Shock2 Shock3 Shock4 Shock5 (1) (2) (3) (4) (5) (6) EV Perkapita (Rp) Buruh Pertanian -1.141 -194 -2.252 -1.286 -3.334 Pengusaha Pertanian -487 -134 -963 -601 -1.427 Golongan Rendah di Perdesaan -3.389 710 -6.686 -2.507 -9.897 Bukan Angkatan Kerja di Perdesaan -872 -138 -1.721 -971 -2.550 Golongan Atas di Perdesaan -1.701 458 -3.359 -1.153 -4.976 Golongan Rendah di Perkotaan -666 -87 -1.317 -723 -1.952 Bukan Angkatan Kerja di Perkotaan -1.109 -41 -2.190 -1.098 -3.245 Golongan Atas di Perkotaan -1.959 434 -3.868 -1.423 -5.731 Perubahan EV (%) Buruh Pertanian -0,0208 -0,0035 -0,0410 -0,0234 -0,0608 Pengusaha Pertanian -0,0049 -0,0013 -0,0096 -0,0060 -0,0142
-0,0428 -0,0105
3.
Golongan Rendah di Perdesaan
-0,0277
0,0058
-0,0546
-0,0205
-0,0809
-0,0461
4. 5. 6. 7.
Bukan Angkatan Kerja di Perdesaan Golongan Atas di Perdesaan Golongan Rendah di Perkotaan Bukan Angkatan Kerja di Perkotaan
-0,0064 -0,0071 -0,0040 -0,0065
-0,0010 0,0019 -0,0005 -0,0002
-0,0125 -0,0140 -0,0079 -0,0128
-0,0071 -0,0048 -0,0043 -0,0064
-0,0186 -0,0207 -0,0117 -0,0189
-0,0130 -0,0113 -0,0080 -0,0124
8.
Golongan Atas di Perkotaan
-0,0059
0,0013
-0,0116
-0,0043
-0,0173
-0,0097
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Shock6 (7) -2.350 -1.058 -5.640 -1.784 -2.725 -1.345 -2.130 -3.235
Keterangan: Shock1: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 5% Shock2: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 5% dan penghapusan tarif impor kedelai Shock3: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 10% Shock4: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 10% dan penghapusan tarif impor kedelai Shock5: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 15% Shock6: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 15% dan penghapusan tarif impor kedelai Sumber: Hasil simulasi
bahwa EV perkapita seluruh golongan rumah tangga bernilai negatif. Rumah tangga yang mengalami penurunan EV perkapita terbesar adalah rumah tangga golongan rendah di perdesaaan dan buruh pertanian, sedangkan yang mengalami penurunan terendah adalah rumah tangga golongan rendah di perkotaan dan pengusaha pertanian. Apabila dilihat dari perubahan relatifnya, golongan yang mengalami penurunan terbesar adalah rumah tangga buruh pertanian dan golongan rendah di perdesaaan, sedangkan yang mengalami penurunan terendah adalah rumah tangga golongan rendah dan atas di perkotaan. Hasil simulasi ini sejalan dengan teori tentang dampak kenaikan harga kedelai dunia dan penghapusan tarif impor terhadap kesejahteraan masyarakat yang dijelaskan pada Gambar 3. Nilai EV yang negatif menujukan bahwa kenaikan harga kedelai dunia akan menggeser kurva indifferent ke kiri bawah yang berarti terjadi penurunan tingkat kesejahteraan. Kemudian nilai EV yang positif pada shock2 dan negatif lebih kecil pada shock4 dan shock6 menunjukan bahwa kebijakan penghapusan tarif impor dalam merespon kenaikan harga kedelai dunia akan menggeser kurva indifferent ke kanan atas. Pada shock2 posisi kurva indifferent berada di atas posisi shock1 maupun posisi base line, sedangkan pada shock4 dan shock6 posisi kurva di atas posisi shock3 dan shock5, namun masih dibawah posisi base line. Sejalan dengan hasil sebelumnya, hal ini menunjukan bahwa pada kenaikan harga kedelai dunia sebesar 5 persen, kebijakan penghapusan tarif impor kedelai
22
akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat ke posisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi tidak terjadi kenaikan harga kedelai dunia. Pada kondisi kenaikan harga kedelai dunia 10 dan 15 persen, kebijakan penghapusan tarif impor kedelai hanya akan mengurangi penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat, namun kondisinya masih tidak lebih baik dibandingkan dengan tidak ada shock kenaikan harga kedelai dunia 10 dan 15 persen. Selain berdampak terhadap perubahan harga, konsumsi dan kesejahteaan, setiap shock diperkirakan juga berdampak pada penerimaan pemerintah. Perekonomian akan bereaksi sedemikian rupa mencapai keseimbangan baru yang mengakibatkan sumber-sumber penerimaan pemerintah berupa pajak dan tansfer akan mengalami perubahan. Kenaikan harga kedelai dunia di setiap tingkat diperkirakan akan berdampak terhadap peningkatan total pendapatan pemerintah (Tabel 5). Kenaikan harga kedelai dunia sebesar 5, 10, dan 15 persen akan meningkatkan total penerimaan pemerintah sebesar 0,0045, 0,0100, dan 0,0143 persen. Peningkatan total penerimaan pemerintah terutama berasal dari penerimaan tarif impor. Kenaikan harga kedelai dunia akan mengakibatkan nilai impor kedelai meningkat sehingga tarif impor yang diperoleh juga meningkat. Namun demikian, kenaikan ini juga diikuti oleh penurunan dari penerimaan pajak tak langsung neto. Semakin tinggi kenaikan harga kedelai dunia akan semakin menurunakan penerimaan pajak tak langsung neto. Kenaikan harga kedelai dunia sebesar
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI DUNIA DAN PENGHAPUSAN TARIF IMPOR KEDELAI TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Wisnu Winardi
Tabel 5. Dampak Kenaikan Harga Kedelai dan Penghapusan Tarif Impor Kedelai Terhadap Penerimaan Pemerintah (Persen) Perubahan (%) Sumber Penerimaan (1)
Shock1
Shock2
Shock3
Shock4
Shock5
Shock6
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
1.
Pajak Tak Langsung Neto
-0,0004
0,0136
-0,0008
0,0135
-0,0013
0,0133
2.
Bea Masuk Impor Neto
0,0198
-0,5452
0,0391
-0,5380
0,0578
-0,5310
3.
Pajak Langsung
0,0013
-0,0019
0,0026
-0,0007
0,0039
0,0005
4.
Transfer dari Perusahaan
0,0042
-0,0020
0,0088
0,0026
0,0118
0,0057
5.
Transfer Antar Pemerintah
0,0022
-0,0473
0,0077
-0,0418
0,0132
-0,0418
Total Penerimaan
0,0045
-0,0461
0,0100
-0,0415
0,0143
-0,0390
Keterangan: Shock1: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 5% Shock2: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 5% dan penghapusan tarif impor kedelai Shock3: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 10% Shock4: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 10% dan penghapusan tarif impor kedelai Shock5: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 15% Shock6: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 15% dan penghapusan tarif impor kedelai Sumber: Hasil simulasi
5, 10, dan 15 persen akan menurunkan penerimaan pajak tak langsung neto sebesar 0,0004, 0,0008, dan 0,0013 persen. Penurunan penerimaan pemerintah dari pajak tak langsung neto mengindikasikan adanya gangguan pada sektor produksi domestik yang disebabkan oleh kenaikan harga kedelai dunia. Kebijakan penghapusan tarif impor kedelai untuk merespon kenaikan harga kedelai dunia sebesar 5, 10, dan 15 persen diperkirakan akan menurunkan total penerimaan pemerintah. Pos penerimaan yang mengalami penurunan paling besar adalah tarif impor neto, sedangkan penerimaan yang berasal dari pajak tidak langsung neto justru meningkat. Penurunan total penerimaan pemerintah terutama terjadi karena besarnya penurunan penerimaan dari tarif impor lebih besar dibandingkan peningkatan penerimaan pemerintah dari pos-pos penerimaan yang lain. Penurunan penerimaan pemerintah menjadi konsekwensi yang harus dihadapi dalam upaya menangkal dampak negatif yang disebabkan oleh kenaikan harga kedelai dunia.
5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil simulasi, kenaikan harga kedelai dunia sebesar 5, 10, dan 15 persen diperkirakan akan berdampak terhadap penurunan impor riil kedelai (2,628 persen, 5,072 persen, dan 7,353 persen) dan keseluruhan komoditi (0,012 persen, 0,025 persen, dan 0,036 persen), peningkatkan harga kedelai komposit (0,9 persen, 1,8 persen, dan 2,7 persen), penurunan konsumsi setiap golongan rumah tangga, penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat, dan peningkatan penerimaan pemerintah (0,0045 persen, 0,0100 persen, dan 0,0143 persen). Kebijakan pemerintah menghapus tarif impor kedelai pada kondisi terjadi kenaikan harga kedelai dunia sebesar 5 persen mampu mengurangi penurunan impor riil kedelai dan keseluruhan
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
komoditi, menurunkan harga kedelai komposit, meningkatkan konsumsi rumah tangga, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penghapusan tarif impor kedelai pada kondisi terjadi kenaikan harga kedelai dunia sebesar 10 dan 15 persen mampu mengurangi penurunan impor riil kedelai dan keseluruhan komoditi, mengurangi kenaikan harga kedelai komposit, mengurangi penurunan konsumsi rumah tangga, dan mengurangi penurunan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, kesejahteraan masyarakat masih berada di level yang tidak lebih baik bila dibandingkan dengan kondisi tidak terjadi shock kenaikan harga kedelai dunia. Kebijakan penghapusan tarif impor kedelai pada setiap tingkat kenaikan harga juga berdampak pada penurunan penerimaan pemerintah. Penurunan ini merupakan konsekwensi yang harus dihadapi dalam upaya menangkal dampak negatif kenaikan harga kedelai dunia. Berdasarkan hasil simulasi, kebijakan penghapusan tarif impor kedelai akan efektif mempertahankan kesejahteraan masyarakat pada kondisi kenaikan harga dunia sebesar 5 persen, dan tidak efektif pada kenaikan harga 10 dan 15 persen. Dengan demikian, upaya untuk melindungi kesejahteraan masyarakat dari dampak kenaikan harga kedelai dunia tidak bisa hanya dengan mengandalkan tarif impor saja sebagai instrumen kebijakan, namun diperlukan solusi yang lebih bersifat fundamental. Dengan memperhatikan bahwa masalah kelangkaan kedelai dan kenaikan harga adalah berasal dari sisi penyediaan, maka kedepan sangat diperlukan upaya untuk meningkatkan produksi kedelai dari dalam negeri agar penyediaan kedelai tidak terlalu mengandalkan sumber dari impor seperti yang terjadi sekarang ini.
23
DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI DUNIA DAN PENGHAPUSAN TARIF IMPOR KEDELAI TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Wisnu Winardi
6. KETERBATASAN Keterbatasan penelitian ini bersumber dari kondisi data SNSE dengan tahun data 2008 dan klasifikasi yang terlalu global, serta model CGE statis yang digunakan. Penggunaan data SNSE yang merepresentasikan kondisi data flow selama satu tahun menjadi tidak sama dengan periode berlakunya penghapusan tarif impor yang direncanakan akan bekalu selama kurang dari lima bulan. Selain itu, penggunaan SNSE dengan tahun data 2008 mengakibatkan parameter yang diturunkan kurang mengadopsi perubahan-perubahan yang terjadi selama tahun data hingga saat kebijakan dilaksanakan, sedangkan penggunaan klasifikasi yang terlalu global mengakibtakan analisis yang diturunkannya juga menjadi global karena harus mengikuti spesifikasi data yang digunakan. Dari sisi model, keterbatasan penelitian bersumber dari model CGE statis yang mengandalkan data benchmark untuk menentukan parameter karena model CGE tidak mengestimasi parameternya sendiri (Oktaviani, 2008). Selain itu model ini juga masih menggunakan asumsi persaingan sempurna pada seluruh pasar. Kondisi ini mengakibatkan fenomena yang terjadi pada kondisi yang riil tidak dapat direpresentasikan seutuhnya dalam model. Untuk mengatasi keterbatasan penelitian yang bersumber dari kondisi data SNSE, kedepan perlu dilakukan penyempurnaan terhadap data SNSE yang digunakan dengan lebih merinci klasifikasi dan melakukan updating data sehingga memiliki tahun data yang lebih dekat dengan periode permasalahan yang dibahas. Sedangkan untuk mengatasi keterbatasan yang bersumber dari penggunaan model CGE statis yang digunakan, kedepan perlu dicoba kemungkinan untuk mengadopsi model CGE yang menerapkan asumsi pasar monopoli dan oligopoli pada beberapa sektor yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA Badan Ketahanan Pangan. 2010. Neraca Bahan Makanan Indonesia 2008-2009. Jakarta. _______. 2011. Neraca Bahan Makanan Indonesia 20092010. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2010. Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Indonesia 2008. Jakarta. CV. Dharma Citra Putra. _______. 2011. Statistik Indonesia (Statistical Yearbook of Indonesia) 2011. Jakarta. _______. 2012. Produksi Tanaman Pangan: Angka Tetap Tahun 2011 dan Angka Ramalan I Tahun 2012. Jakarta. Carbaugh, RJ. 2008. International Economics 13th Edition. Mason. South-Western Cengage Learning. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Monthly Data Soybean Seed. Diakses dari http://www.fao.org/economic/est/prices pada tanggal pada 8 Agustus 2012 jam 13.46 WIB.
24
Goodwin, Liz. 2012. Mercury rising: 5 consequences from the drought that’s scorching American farmland. yahoo! news. Diakses dari http://news.yahoo.com/blogs/lookout/mercu ry-rising-5-consequences-drought-scorchingamerican-farmland-172528603.html pada tanggal 4 Agustus 2012 jam 19.40 WIB. Hardono, Gatot S., dkk (2004), “Liberalisasi Perdagangan: Sisi Teori, Dampak Empiris dan Perspektif Ketahanan Pangan”, Jurnal Forum Penelitian Agro Ekonomi Volume 22 Nomor 2. Hosoe, Nobuhiro, Kenji Gasawa and Hideo Hashimoto. 2010. Textbook of Computable General Equilibrium: Programing and Simulations. Great Britain. Palgrave Macmillan. Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. Tabel Harga Kebutuhan Pokok Nasional. Diakses dari http://www.kemendag.go.id/harga_kebutuha n_pokok_nasional/ pada tanggal 11 Agustus 2012 jam 19.45 WIB. Oktaviani, Rina. 2008. Model Teori Ekonomi Keseimbangan Umum: Teori dan Aplikasinya di Indonesia. Bogor. Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi IPB. Teguh, Dartanto. 2010. Volatility of World Rice Prices, Import Tariffs and Poverty in Indonesia: a CGEMicrosilulation Analysis, MPRA Paper No. 31451. Diunduh dari http://mpra.ub.unimuenchen.de/31451/1/MPRA_paper_31451.p df pada tanggal 7 Februari 2012. Teguh, Dartanto dan Usman. 2011. Volatility of World Soybean Prices, Import Tariffs and Poverty in Indonesia: a CGE-Microsilulation Analysis, Margin—The Journal of Applied Economic Research 5 : 2. Diunduh dari mar.sagepub.com pada tanggal 14 Oktober 2012. The American Soybean Association. World Soybean Exports 2011. Diakses dari http://www.soystats.com/2012/Defaultframes.htm pada tanggal 8 Agustus 2012 jam 09.55 WIB. _______. World Soybean Production 2011. Diakses dari http://www.soystats.com/2012/Defaultframes.htm pada tanggal 8 Agustus 2012 jam 09.51 WIB. United States Department of Agriculture/USDA. 2012. Hot, Dry Weather Sends Soybean Price to a Record. Circular Series FOP 07. Diunduh dari http://www.thefarmsite.com/reports/content s/ojul12.pdf pada tanggal 7 Agustus 2012. Winardi, Wisnu. 2012. Simulasi Dampak Penghapusan Tarif Impor Sektor Industri Tekstil Terhadap Penerimaan dan Pengeluaran Institusi Pemerintah dengan Model Computable General Equilibrium (CGE). Tesis Univertitas Trisakti Jakarta.
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI DUNIA DAN PENGHAPUSAN TARIF IMPOR KEDELAI TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Wisnu Winardi
LAMPIRAN 1 SKEMA MODEL
UUr
Obj
WL Utility
CobbDouglas
(6) Utility (CobbDouglas)
Konsumsi rumah tangga
X
p MLK
X
p BRD
(5) Composite good market equilibrium
Konsumsi Pemerintah
X
g BRD
Investasi
X
v
Penggunaan Antara
∑jX
BRD
p BRD j
QBRD CES
(4) Composite good production function (CES)
MBRD
Composite Good
DBRD Domestic Good
Imports (3) Transformation function (CET)
EBRD Exports CET
ZBRD (2) Gross domestic output production function (Leontief)
Leontief
Gross Domestic Output Input antara
YBRD
XMLK, BRD
XBRD, BRD
Faktor Komposit (1) Composite factor production function (Cobb-Douglas)
CobbDouglas Faktor
FCAP, BRD FCAP, BRD FLAB, BRD YBRD XMLK, BRD XMLK, BRD ZBRD MBRD QBRD g
X BRD p ∑jX BRD j UUr
FLAB, BRD
: Modal untuk menghasilkan barang1 (BRD) : Tenaga Kerja untuk menghasilkan barang1 : Faktor komposit untuk menghasilkan barang1 : Intermediate input berupa barang2 (MLK) untuk menghasilkan barang1 : Intermediate input berupa barang2 untuk menghasilkan barang1 : Output barang1 : Impor barang1, EBRD : Ekspor barang1; D : barang1 untuk dipasarkan di domestik p : Gabungan barang1 domestik & impor; X BRD : Konsumsi barang1 oleh rumah tangga v : Konsumsi barang1 oleh pemerintah; X BRD : Investasi; : Output barang1 untuk input antara; : Utilitas rumah tangga ke-r; WL : Jumlah utilitas seluruh golongan rumah tangga Diadopsi dari Hosoe et al. (2010): 88, dimodifikasi.
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
25
DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI DUNIA DAN PENGHAPUSAN TARIF IMPOR KEDELAI TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Wisnu Winardi
LAMPIRAN 2 Dampak Kenaikan Harga Kedelai Dunia 5, 10, dan 15 Persen dan Penghapusan Tarif Impor Kedelai Terhadap Nilai EV Menurut Golongan Rumah Tangga (Milyar Rp)
Golongan Rumah Tangga (1) 3. Golongan Rendah di Perdesaan 1. Buruh Pertanian 2. Pengusaha Pertanian 8. Golongan Atas di Perkotaan 6. Golongan Rendah di Perkotaan 5. Golongan Atas di Perdesaan 7. Bukan Angkatan Kerja di Perkotaan 4. Bukan Angkatan Kerja di Perdesaan
Nilai CES dan CET 15% lebih 25% lebih tinggi rendah (2) (3) (4) Harga Kedelai Dunia Naik 5% dan Tarif Impor Dihapus Base line
-8,61 -5,73 -3,29 -1,58 -0,51 7,35 8,80 26,14
-7,62 -5,44 -2,41 -1,32 -0,30 7,61 9,29 26,91
-10,01 -6,11 -4,56 -1,94 -0,82 6,96 7,99 25,09
Harga Kedelai Dunia Naik 10% dan Tarif Impor Dihapus 3. Golongan Rendah di Perdesaan 1. Buruh Pertanian 2. Pengusaha Pertanian 8. Golongan Atas di Perkotaan 6. Golongan Rendah di Perkotaan 5. Golongan Atas di Perdesaan 7. Bukan Angkatan Kerja di Perkotaan 4. Bukan Angkatan Kerja di Perdesaan
-92,30 -38,53 -37,97 -28,80 -27,38 -18,50 -13,68 -11,18
-91,42 -37,57 -37,55 -29,06 -26,72 -18,42 -13,61 -10,86
-93,24 -39,51 -38,47 -28,15 -27,94 -18,48 -13,68 -11,54
Harga Kedelai Dunia Naik 15% dan Tarif Impor Dihapus 3. Golongan Rendah di Perdesaan 1. Buruh Pertanian 2. Pengusaha Pertanian 8. Golongan Atas di Perkotaan 6. Golongan Rendah di Perkotaan 5. Golongan Atas di Perdesaan 7. Bukan Angkatan Kerja di Perkotaan 4. Bukan Angkatan Kerja di Perdesaan
-207,67 -69,40 -67,75 -65,49 -50,92 -43,71 -26,53 -20,54
-206,98 -68,93 -66,90 -66,58 -50,54 -43,87 -26,63 -20,19
-207,96 -69,86 -68,19 -63,26 -50,69 -43,18 -26,17 -20,86
Sumber: Hasil simulasi
26
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI DUNIA DAN PENGHAPUSAN TARIF IMPOR KEDELAI TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Wisnu Winardi
LAMPIRAN 3 Persentase Perubahan Impor Riil Menurut Sektor/Komoditi
Sektor/Komoditi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
17. 18.
19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.
28.
(1) Padi dan Jagung Umbi-Umbian Kedelai Kacang-Kacangan Sayur dan Buah-buahan Pertanian Tanaman Pangan Lainnya Pertanian Tanaman Lainnya Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan dan Perburuan Perikanan Pertambangan Batubara, Biji Logam dan Minyak Bumi Pertambangan dan Penggalian Lainnya Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Industri Pemintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Kayu & Barang Dari Kayu Industri Kertas, Percetakan, Alat Angkutan dan Barang Dari Logam dan Industri Industri Kilang Minyak Industri Kimia, Pupuk, Hasil Dari Tanah Liat, Semen, Listrik, Gas Dan Air Minum, Konstruksi Perdagangan & Restoran Perhotelan Angkutan Kereta Api Angkutan Darat Angkutan Udara, Air dan Komunikasi Jasa Penunjang Angkutan, dan Pergudangan Bank dan Asuransi Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan dan Pertahanan, Pendidikan, Kesehatan, Film dan Jasa Sosial Lainnya Jasa Perseorangan, Rumah tangga dan Jasa Lainnya Total
Perubahan (%) Shock1 Shock2 Shock3 Shock4 Shock5 Shock6 (2) (3) (4) (5) (6) (7) -0,007 -0,001 -0,015 -0,008 -0,022 -0,015 -0,005 -0,010 -0,009 -0,014 -0,013 -0,018 -2,628 0,884 -5,072 -1,645 -7,353 -4,004 -0,005 -0,009 -0,010 -0,014 -0,015 -0,019 -0,004 -0,011 -0,008 -0,016 -0,013 -0,020 -0,006 0,004 -0,011 -0,001 -0,017 -0,006 -0,006 -0,002 -0,011 -0,007 -0,016 -0,012 -0,004 -0,008 -0,009 -0,012 -0,013 -0,017 -0,002 -0,009 -0,003 -0,011 -0,004 -0,012 -0,006 -0,007 -0,011 -0,013 -0,017 -0,018 0,002 -0,005 0,002 -0,005 0,002 -0,005 -0,002 -0,008
-0,011 -0,023
-0,004 -0,016
-0,013 -0,031
-0,006 -0,024
-0,015 -0,039
0,001
0,000
0,002
0,000
0,003
0,001
-0,002 -0,002
-0,010 -0,010
-0,004 -0,004
-0,012 -0,012
-0,006 -0,004
-0,014 -0,012
-0,001 -0,001
-0,006 -0,011
-0,001 -0,006
-0,006 -0,016
-0,006 -0,006
-0,011 -0,016
-0,004 0,000 -0,004 -0,004 -0,003 -0,003
-0,007 -0,003 -0,010 -0,008 -0,009 -0,006
-0,008 0,000 -0,007 -0,007 -0,006 -0,005
-0,011 -0,003 -0,014 -0,011 -0,012 -0,009
-0,012 0,000 -0,012 -0,011 -0,009 -0,008
-0,015 -0,003 -0,017 -0,015 -0,015 -0,012
-0,003 -0,003 -0,003
-0,008 -0,008 -0,026
-0,006 -0,006 -0,006
-0,012 -0,012 -0,029
-0,009 -0,009 -0,009
-0,015 -0,015 -0,033
-0,004
-0,011
-0,007
-0,015
-0,011
-0,019
-0,012
-0,006
-0,025
-0,018
-0,036
-0,030
Keterangan: Shock1: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 10% Shock2: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 10% dan penghapusan tarif impor kedelai Shock3: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 10% Shock4: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 10% dan penghapusan tarif impor kedelai Shock5: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 15% Shock6: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 15% dan penghapusan tarif impor kedelai Sumber: Hasil simulasi
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
27
DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI DUNIA DAN PENGHAPUSAN TARIF IMPOR KEDELAI TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Wisnu Winardi
LAMPIRAN 4 Persentase Perubahan Harga Komposit Menurut Sektor/Komoditi
Sektor/Komoditi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
17. 18.
19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.
28.
(1) Padi dan Jagung Umbi-Umbian Kedelai Kacang-Kacangan Sayur dan Buah-buahan Pertanian Tanaman Pangan Lainnya Pertanian Tanaman Lainnya Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan dan Perburuan Perikanan Pertambangan Batubara, Biji Logam dan Minyak Bumi Pertambangan dan Penggalian Lainnya Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Industri Pemintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Kayu & Barang Dari Kayu Industri Kertas, Percetakan, Alat Angkutan dan Barang Dari Logam dan Industri Industri Kilang Minyak Industri Kimia, Pupuk, Hasil Dari Tanah Liat, Semen, Listrik, Gas Dan Air Minum, Konstruksi Perdagangan & Restoran Perhotelan Angkutan Kereta Api Angkutan Darat Angkutan Udara, Air dan Komunikasi Jasa Penunjang Angkutan, dan Pergudangan Bank dan Asuransi Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan dan Pertahanan, Pendidikan, Kesehatan, Film dan Jasa Sosial Lainnya Jasa Perseorangan, Rumah tangga dan Jasa Lainnya
Perubahan (%) Shock1 Shock2 Shock3 Shock4 Shock5 Shock6 (2) (3) (4) (5) (6) (7) 0,9 -0,3 1,8 0,6 2,7 1,4 -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Keterangan: Shock1: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 10% Shock2: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 10% dan penghapusan tarif impor kedelai Shock3: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 10% Shock4: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 10% dan penghapusan tarif impor kedelai Shock5: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 15% Shock6: Kenaikan rata-rata harga kedelai dunia 15% dan penghapusan tarif impor kedelai Sumber: Hasil simulasi
28
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013, Halaman 29-40 BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
JURNAL BPPK
EFEKTIVITAS TRANSFER PUSAT TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG Hery Budi Setyawan Badan Pemeriksa Keuangan, Indonesia. Email:
[email protected] INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Artikel ini adalah versi singkat dari tesis penulis di Pascasarjana Universitas Lampung
Implementation of fiscal decentralization has implications on the central transfer through the General Allocation Funds (DAU), Special Allocation Funds (DAK) and Revenue-Sharing Funds (DBH). The central transfer becomes an important factor in the local development dynamics which will bring impact on the economic performance. This article aims to identify the extent of central transfer and macro variable’s effectiveness on the economy of Lampung Province. Lampung Province was chosen as object of research, considering that it plays an effective role in connecting Sumatra with Java. Analysis on data from panel is used for ten Regencies / Cities between 2003 and 2009 through three phases: pooled least square (PLS), fixed effect model (FEM) and random effect model (REM). REM model is the best model available for describing the data. Result of estimations shows that DAU and Investment are statistically significant in influencing positive economic growth in Lampung Province. On the other hand, DBH has negative impact on the economy, albeit the magnitude of all three variables is minuscule compared to the entire economy. This indicates ineffectiveness in using central transfer to accelerate growth due to misallocation of budget for consumptive activities compared to investment, which in turn renders capital inefficient and ICOR elevated.
SEJARAH ARTIKEL Diterima Pertama 29 Agustus 2012 Revisi Pertama 12 Desember 2012 Revisi Kedua 20 Mei 2013 Dinyatakan Dapat Dimuat 21 Mei 2013
KATA KUNCI: Desentralisasi, fiskal, transfer daerah, panel model, dana.
Implementasi desentralisasi fiskal berimplikasi pada transfer pusat melalui Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Transfer pusat tersebut menjadi faktor penting dalam dinamika pembangunan daerah yang akan berperan dalam mempengaruhi kinerja perekonomian. Artikel ini bertujuan untuk melihat sejauh mana efektivitas transfer pusat dan variabel makro mempengaruhi perekonomian Provinsi Lampung. Provinsi Lampung dipilih sebagai objek penelitian mengingat provinsi ini memiliki peran penting sebagai penghubung pulau Sumatera dengan Jawa. Analisis data panel digunakan untuk sepuluh kabupaten/kota antara tahun 2003-2009 untuk tujuan tersebut melalui tiga tahap estimasi, pooled least suare (PLS), fixed effect model (FEM) dan random effect model (REM). Model REM merupakan model yang paling baik dalam menjelaskan data. Hasil estimasi menunjukkan bahwa DAU dan Investasi yang secara statistik signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara positif di Provinsi Lampung. DBH justru berdampak kontrasi bagi pertumbuhan ekonomi tetapi magnitude dari ketiga variabel tersebut relatif sangat kecil bagi perekonomian. Hal ini mengindikasikan terjadinya ketidakefektifan dalam penggunaan transfer pusat dalam mengakslerasikan pertumbuhan yang disebabkan oleh misalokasi anggaran untuk kegiatan konsumtif dibandingkan investasi menjadikan inefisiensi kapital yang cukup besar atau tingginya ICOR.
1. LATAR BELAKANG Dinamika perekonomian daerah tidak lepas dari keberadaan transfer pemerintah pusat ke pemerintah daerah sejak diimplementasikannya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal pada tahun 1999. Ketergantungan pemerintah daerah yang besar terhadap transfer pemerintah pusat menunjukkan bahwa transfer pusat telah menjadi faktor penting dalam pembangunan ekonomi daerah (Ermawati, 2009). Dengan adanya transfer diharapkan daerah memiliki keleluasaan dalam membuat kebijakan yang dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi berdasarkan analisis kebutuhan dan kemampuan daerah.
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
Dalam perjalanannya, nilai transfer pemerintah pusat pada pemerintah daerah menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat, mengindikasikan bahwa kemampuan daerah untuk membiayai anggarannya relatif kecil. Sebagai konsekuensi dari penerapan anggaran berimbang, maka pemerintah daerah mendasarkan APBD pada pengeluaran belanja dibandingkan kemampuan pengumpulan pajak lokal (Naganathan dan Sivagnanam, 1999). Akibatnya, pemerintah daerah menuntut transfer yang lebih besar dari pusat dibandingkan mengeksplorasi sumber penerimaan asli daerahnya (PAD) (Waluyo, 2007). Hal ini
29
EFEKTIVITAS TRANSFER PUSAT TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG Hery Budi Setiawan
ditunjukkan dari rendahnya kontribusi PAD pemerintah daerah dalam membiaya belanja daerah yang tidak lebih dari 20 persen. Seperti juga sebagian besar daerah di Indonesia, fenomena peningkatan transfer pemerintah pusat juga terjadi di Provinsi Lampung. Sebagai pintu gerbang pulau Sumatera dari pulau Jawa, Provinsi ini memiliki keunggulan strategis melalui kegiatan ekonomi yang membawa efek multiplier besar. Sektor pertanian masih menjadi kontributor utama perekonomian daerah sebesar 38,93 persen dari total PDRB tahun 2009, diikuti oleh sektor industri pengolahan yang memberikan sumbangan terbesar kedua. Namun, sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki potensi pertumbuhan yang cukup tinggi karena Provinsi Lampung diuntungkan dari padatnya lalu lintas pulau Sumatera-Jawa. Pada tahun 2004 transfer pemerintah pusat ke Provinsi Lampung terutama yang berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU), mencapai 83 persen dari total transfer yang didapatkan selain Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Namun sejalan dengan meningkatnya transfer DAK dan DBH, proporsi DAU dari total transfer pusat ke Provinsi Lampung sedikit menurun hingga mencapai 79 persen (2006) sebelum kemudian meningkat kembali menjadi 80 persen ditahun 2008. Antara tahun 2001 dan 2008, DAU telah meningkat tajam hampir 2 kali lipat dari Rp1,7 trilyun menjadi Rp5,2 trilyun (Kem. Keuangan dan BPS, 2008). Hal ini terutama disebabkan oleh meningkatnya pengeluaran pemerintah pusat untuk sarana dan prasarana fisik daerah. Meskipun nilai transfer pemerintah pusat terus meningkat tajam, sayangnya tidak selalu diikuti oleh perbaikan kinerja ekonomi seperti yang ditunjukkan dari pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung yang relatif berfluktuasi. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung justru menurun cukup besar dari 5,07 persen menjadi 4,02 persen (DPKD, 2001-2006). Pada periode berikutnya, pertumbuhan terus meningkat sebelum kemudian menurun kembali ditahun 2008. Dominasi peran dana perimbangan terlihat dari kontribusi PAD terhadap APBD yang masih sangat rendah dan bahkan menunjukkan kecenderungan menurun. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis dampak dana transfer pusat terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Lampung. Secara spesifik studi ini ingin melihat dampak dari dana transfer pusat berupa DAU, DAK, DBH beserta beberapa variabel makro sebagai variable kontrol yaitu investasi dan tingkat patisipasi angkatan kerja (TPAK). Bagian kedua dari tulisan ini berisikan tinjauan pustaka yang terkait dengan hubungan antara dana transfer pusat dengan pertumbuhan ekonomi sebagai dasar pemikiran dari studi ini mengingat tidak ada teori eksplisit yang menjalaskan hubungan diantara keduanya. Bagian ketiga berisikan metodologi baik sumber data, variabel yang digunakan dan metode estimasi. Bagian kelima
30
menjelaskan hasil estimasi dan kesimpulan dan implikasi kebijakan.
ditutup
oleh
2. PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DESENTRALISASI FISKAL: SEBUAH TINJAUAN PUSTAKA Banyak pihak berpendapat bahwa kebijakan desentralisasi fiskal memiliki potensi untuk meningkatkan kinerja perekonomian pada tingkat makro maupun tingkat lokal (regional). Menurut Oates (1999) desentralisasi fiskal akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat karena pemerintah daerah akan lebih efisien dalam produksi dan penyediaan barang-barang publik. Pengambilan keputusan pada level pemerintah lokal akan didasarkan pada kebutuhan masyarakat melalui penganekaragaman pilihan yang lebih berguna bagi efisensi alokasi (Sasana 2009). Akai dan Sakata (2002) menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi di 50 negara bagian di Amerika Serikat. Hal ini sejalan dengan teori Oates (1999) yang menyatakan bahwa desentralisasi fiskal akan mendukung pertumbuhan ekonomi karena akan menciptakan efisiensi ekonomi. Beberapa penelitian lain justru menunjukkan hal yang sebaliknya dimana desentralisasi ternyata dapat berdampak pada kontraksi perekonomian. Pada umumnya, desentralisasi fiskal di negara berkembang justru menurunkan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan inefisiensi melalui misalokasi anggaran dan rendahnya implementasi good corporate governance. Desentralisasi fiskal memungkinkan terjadinya korupsi pada level lokal karena memberikan kesempatan kepada politikus dan birokrat lokal mengakses sumber-sumber dana. Dampak negatif desentralisasi umumnya terjadi karena rendahnya kemampuan daerah dalam melakukan pembiayaan pemerintahannya sendiri sehingga menyebabkan meningkatnya tuntutan pembiayan daerah terhadap pemerintah pusat. Pembiayaan bentuk transfer antar pemerintah (intergovernmental transfer) diwujudkan melalui Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Data APBN menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan proporsi transfer pemerintah pusat ke daerah yang mengindikasikan telah terjadi inefisiensi penggunaan dana APBN untuk sektor pembiayaan jangka pendek dibandingkan pembiayaan jangka panjang seperti investasi. Efektivitas dana transfer tersebut sangat rendah karena penggunaannya terutama untuk pembiayaan rutin misalnya seperti gaji pegawai yang hanya akan memberikan kontribusi bagi konsumsi dibandingkan sebagai investasi. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa dampak desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi sangat tergantung dari mekanisme pengelolaan keuangan daerah yang berasal dari transfer pusat. Dengan adanya transfer maka belanja
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
EFEKTIVITAS TRANSFER PUSAT TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG Hery Budi Setiawan
daerah akan meningkat dan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu instrumen untuk memperkuat pondasi keuangan daerah. Jika pemerintah daerah mengalokasikan dananya untuk hal produktif, ini akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi, tetapi jika dana transfer dialokasikan untuk kegiatan konsumtif dan spekulatif maka akan menimbulkan idle money yang berdampak pada pengendalian moneter. Kasus seperti ini terjadi di China dimana desentralisasi meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang bersifat inflationary (Brandt and Zhu, 2000). Teori yang secara khusus menjadi dasar dalam menjelaskan hubungan atau pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi sejauh ini belum ada, meskipun banyak studi empiris yang memberikan rekomendasi bagi pertimbangan pengambil kebijakan dalam mengelola keuangan daerah terutama yang berasal dari transfer pusat untuk mencapai efisiensi bagi perekonomian daerah. Berbagai studi empiris mencoba menganalisis pengaruh desentralisasi fiskal dalam berbagai besaran makro seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat kesejahteraan, ketimpangan dan kemiskinan, hingga pada perbaikan infrastruktur baik infrastruktur keras maupun lunak seperti pendidikan dan kesehatan dalam mempengaruhi perekonomian dan kesejahteraan. Keseluruhan studi tersebut menunjukkan kesimpulan yang cukup bervariasi tergantung pada daerah dan rentang waktu penelitian. Sudhewi dan Wirathi (2013) menemukan bahwa desentralisasi fiskal menurunkan angka kemiskinan di Bali sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi selama periode 2003-2011. Sejalan dengan hal tersebut, Badrudin (2011) menganalisis dampak desentralisasi fiskal terhadap perekonomian dan pola pengeluaran pemerintah kabupaten/kota di Jawa Tengah. Desentralisasi fiskal memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan tetapi semenjak desentralisasi fiskal diberlakukan terjadi perubahan yang cukup besar dalam pola pengeluaran pemerintah terutama dalam belanja modal, dimana pengeluaran belanja modal tidak memberikan kontribusi signifikan bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. Ditinjau lebih lanjut, Nuarisa (2013) menemukan bahwa belanja modal di Jawa Tengah sebagian besar justru berasal dari PAD dan DAK, dimana proporsi nilainya terbilang cukup kecil dibandingkan jika berasal dari DAU atau DBH. Akibatnya, efek multiplier yang dihasilkan juga relatif terbatas dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Karakteristik kekayaan sumber daya daerah ternyata juga memberikan pengaruh yang berbeda dalam menghadapi desentralisasi fiskal, meskipun berada dalam provinsi yang sama. Mardian dan Basri (2012) menemukan bahwa kabupaten/kota di Provinsi Riau yang relatif tidak memiliki kekayaan alam besar justru memiliki pertumbuhan dan ratarata pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
dengan wilayah dengan kakayaan alam melimpah. Pada periode 2005 – 2010 hanya Kota Pekanbaru yang digolongkan sebagai daerah maju dari kelompok daerah penerima DBH migas, sementara kabupaten penerima DBH lainnya justru mengalami ketimpangan pendapatan yang lebih besar. Purusa dan Sasana (2013) mengkaji implikasi desentralisasi fiskal terhadap variabel kesehatan dan pendidikan untuk kasus Provinsi Jawa Tengah antara tahun 2007 dan 2010. Dengan menggunakan estimasi data panel, mereka menemukan bahwa sejalan dengan desentralisasi fiskal pemerintah Provinsi Jawa Tengah mendorong peningkatan kualitas kesehatan melalui pengeluaran pemerintah yang secara signifikan mampu menurunkan angka kematian balita. Demikian pula dengan peningkatan kualitas pendidikan melalui peningkatan angka partisipasi murni berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan positif terhadap variabel desentralisasi fiskal. Menurut Badrudin (2011), variabel investasi swasta perlu dimasukkan kedalam analisis desentralisasi fiskal untuk mendapatkan analisis yang lebih mendalam dan tajam. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa belanja modal pemerintah yang mencerminkan investasi pemerintah tidak mampu secara signifikan mendorong pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah. Hal ini terutama disebabkan karena alokasi belanja modal yang tidak ditujukan pada investasi produktif jangka panjang. Berbagai studi diatas memberikan masukan bagi studi ini tentang bagaimana desentralisasi fiskal memberikan pengaruh bagi perkembangan perekonomian di Provinsi Lampung terutama terkait dengan variabel-variabel yang menentukan kesuksesan implementasi desentralisasi. Penelitian ini berbeda dengan penelitian lainnya karena memasukkan variabel kontrol lainnya yaitu investasi swasta dan pengaruh angkatan kerja. Secara sistematis, perekonomian suatu wilayah dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya ketersediaan sumber daya, akumulasi modal, perdagangan baik domestik maupun global serta penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Hubungan diantara faktor tersebut terlihat dari Gambar 1. Hubungan diantara desentralisasi fiskal dengan peningkatan perekonomian daerah menjadi fokus dari kajian ini. Oleh karena itu hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Transfer DAU pemerintah pusat terhadap kabupaten/kota di Provinsi Lampung mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara positif. b. Transfer DAK pemerintah pusat terhadap kabupaten/kota di Provinsi Lampung mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara positif. c. Transfer DBH pemerintah pusat terhadap kabupaten/kota di Provinsi Lampung mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara positif.
31
EFEKTIVITAS TRANSFER PUSAT TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG Hery Budi Setiawan
1. Sumber daya: SDA dan SDM 2. Akumulasi Kapital: Investasi 3. Ekspor-Impor 4.Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah: Pajak dan Transfer
1. Peningkatan output sektoral 2. Peningkatan pendapatan perkapita 3. Peningkatan kualitas hidup: pendidikan dan kesehatan
Peningkatan perekonomian dan kesejahteraan
DAU, DAK, DBH
Gambar 1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perekonomian Suatu Daerah d. Variabel Kontrol diantaranya adalah investasi, dan pendidikan berhubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi.
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Variabel dan Indikator Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari berbagai instansi. Data yang digunakan adalah data untuk sepuluh (10) kabupaten/kota di Provinsi Lampung antara tahun 2003-2009, meliputi: Kabupaten Lampung Barat, Lampung Selatan, Lampung Timur, Lampung Utara, Lampung Tengah, Kota Metro, Kota Bandar Lampung, Tulang Bawang, Tanggamus, dan Way Kanan. Seluruh variabel bebas yang digunakan adalah moderating variabels yang secara terukur dianggap akan mempengaruhi variabel terikat. Variabel-variabel yang digunakan dalam studi ini diringkas pada Tabel 1. Tabel 1. Variabel dan Indikator Variabel
Indikator
PDRB
PDRB harga konstan 2000
Desentralisasi Fiskal
Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Khusus (DAK) Dana Bagi Hasil (DBH) Tingkat partisipasi angkatan kerja Kab/Kota (L)
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Investasi
Investasi pemerintah (Inv)
Sumber Data Kab/Kota dalam angka, BPS Laporan Keuangan Kab/Kota
Hipotesis
+ + +
Kab/Kota dalam angka, BPS
+
Laporan Keuangan Kab/Kota
+
3.2. Spesifikasi Model Akai dan Sakata (2002) memasukkan unsur desentralisasi fiskal melalui transfer pusat untuk melihat pengaruhnya terhadap perekonomian sebagai berikut:
dimana:
32
Yi,t : PDRB Kabupaten i tahun t (juta Rp) β2 : koefisien DAU β3 : koefisien DAK β4 : koefisien DBH β5 : koefisien TPAK β6 : koefisien Investasi X2i,t: DAU Kabupaten i tahun ke t (juta Rp) X3i,t: DAK Kabupaten i tahun ke t (juta Rp) X4i,t: DBH Kabupaten i tahun ke t (juta Rp) X5i,t: Investasi Kabupaten i tahun ke t (juta Rp) X6i,t: TPAK Kabupaten i tahun ke t (persen) ei,t : error term Keseluruhan data kemudian ditransformasikan kedalam bentuk translog. Selain menyederhanakan satuan dari setiap variabel, bentuk translog juga menunjukkan elastisitas setiap variabel terikat terhadap PDRB. Model regresi panel dipilih karena memiliki keunggulan dibandingkan dengan model regresi berganda runtut waktu atau data silang. Selain itu, implementasi desentralisasi fiskal baru berjalan selama 12 tahun serta jumlah kabupaten/kota di Provinsi Lampung hanya sebanyak sepuluh wilayah. Hal ini jelas membatasi jumlah observasi jika mengunakan regresi runtut waktu atau silang tempat sehingga regresi tidak dapat menghasilkan estimasi yang baik. Analisis model teoritik diterjemahkan kedalam model empirik dalam bentuk pooled data (panel) dibawah ini: lPDRBi,t = αβlDAUi,t βlDAKi,t + βlDBHi,t + βlTPAKi,t + βlInvi,t + εi,t 3.3. Metode Estimasi Model dan Tahapan Estimasi Studi ini memanfaatkan data panel karena memiliki keunggulan dibandingkan model regresi berganda baik runtun waktu (time series) maupun data silang (cross section). Model regresi data panel mampu mengakomodir kekurangan dari model regresi berganda. Selain itu, kelebihan penggunaan model panel adalah semakin banyak jumlah observasi sehingga akan menghasilkan derajat kebebasan (degree of freedom) yang lebih besar dan kolinearitas
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
EFEKTIVITAS TRANSFER PUSAT TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG Hery Budi Setiawan
Tabel 2. Deskripsi statistik PDRB, DAU, DAK, DBH, Investasi dan TPAK dari 10 Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung tahun 2003-2009 Variabel PDRB
N 70
Rerata 3,738,892.00
St. Deviasi 2,424,103.00
Min 475,121.50
Max 11,500,000.00
DAU
70
341,721.30
150,605.50
116,050.00
669,111.80
DAK
70
29,960.82
22,777.48
1,000.00
77,819.00
DBH
70
51,212.51
22,711.29
15,500.98
130,792.90
TPAK
70
68.98
4.80
58.41
79.70
Investasi
64
12,498.71
8,975.13
310.00
29,655.62
Sumber: Hasil Perhitungan
antar variabel bebas. Hasil estimasi yang didapatkan menjadi lebih baik. Secara umum, terdapat beberapa tahapan dalam mengestimasi model data panel yaitu model regresi panel (pooled least square/PLS), model fixed effect (FEM), dan random effect model (REM). Tahapan yang dilakukan dalam estimasi ini adalah sebagai berikut. a. Estimasi PLS. PLS pada dasarnya adalah melakukan regresi linear berganda dengan data yang ditumpuk (pooled) untuk data sepuluh kabupaten/kota di Lampung selama periode 20032009. Diluar penggunaannya yang sederhana, metode OLS memiliki pembatasan tertentu (restriksi) terutama pada asumsi klasik. Asumsi koefisien slope dan intersep yang konstan disetiap waktu tidaklah realistis dalam menggambarkan kenyataan sebenarnya yang dinamis. b. Estimasi FEM. Asumsi yang digunakan adalah asumsi model FEM yang kedua, dimana koefisien slope dianggap konstan namun intersep di setiap kabupaten berbeda. c. Pemilihan model antara PLS dengan FEM dengan menggunakan Breush-Pagan Lagrange multiplier test (LM). Jika FEM superior atau lebih baik dibandingkan dengan PLS maka berlanjut ke estimasi REM. d. Estimasi REM. Salah satu kelemahan dari metode FEM adalah ketidakmampuannya dalam menganalisis time invariant data atau data yang tidak berubah sepanjang waktu, seperti dengan mengenaan dummy variable. Selain itu, metode FEM hanya menunjukkan variasi disetiap kabupaten/kota atau waktu tanpa menunjukkan tingkat signifikansinya. Sebaliknya model random effect model (REM) memperhitungkan seluruh residual sehingga error term-nya mewakili seluruh variabel yang mempengaruhi variabel terikat yang tidak dimasukkan sebagai variabel bebas. e. Pemilihan model antara FEM dengan REM dengan uji Hausman. (Hausman test for specification model) yang memperlihatkan bahwa perbedaan kovarian dari estimator yang efisien dan tidak efisien adalah nol (Green 2007).
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
4. HASIL ANALISIS Sebelum dilakukan estimasi data panel dengan menggunakan ketiga metode diatas, perlu dianalisis karakteristik dari data yang digunakan. Secara statistik, ringkasan dari observasi terlihat dari deskriptif statistiknya. Deskripsi statistik menunjukkan bahwa terdapat total 70 observasi (N=70) untuk masing-masing variabel di tiap kabupaten/kota di Provinsi Lampung antara tahun 2003 dan 2009. Ditinjau dari nilai output yang dihasilkan oleh seluruh kabupaten/kota, ratarata PDRB sebesar Rp3,7 trilyun. PDRB terendah sebesar Rp475 milyar dihasilkan oleh Kota Metro ditahun 2003 sedangkan PDRB tertinggi dihasilan oleh Kabupaten Tulang Bawang sebesar Rp11,5 trilyun pada tahun 2009. Hal ini mengindikasikan variasi yang cukup tinggi diantara kabupaten dan waktunya. Untuk dana transfer, rata-rata yang dihasilkan (diterima) oleh kabupaten/kota relatif sama antara DAK dan DBH yaitu sebesar Rp22,7 milyar. Sedangkan rata-rata penerimaan DAU terbilang cukup tinggi yaitu sebesar Rp150,6 milyar. Alokasi DAU yang paling tinggi diterima oleh Kabupaten Lampung Tengah ditahun 2009 yaitu sebesar Rp669 milyar, sedangkan DAU terendah diterima Kota Metro pada tahun 2003 sebesar Rp116 milyar. Untuk DAK, nilai terendah dan tertinggi secara kontradiktif diterima oleh Kabupaten Lampung Selatan ditahun 2003 dan 2009 masing-masing sebesar Rp1 milyar dan Rp77,8 milyar yang mengindikasikan terjadinya percepatan pembangunan ekonomi di kabupaten tersebut. Sementara untuk DBH terendah diterima Kabupaten Lampung Utara ditahun 2005 sebesar Rp15,5 milyar dan tertinggi diperoleh Kabupaten Tulang Bawang tahun 2007 sebesar Rp130,8 milyar. Nilai DBH ditentukan secara proporsional dari bagi hasil pendapatan pajak dan SDA. Secara keseluruhan, terlihat bahwa terdapat variasi yang cukup besar diantara kabupaten/kota dalam nilai transfer pusat yang diterima. Dapat disimpulkan bahwa perbedaan kapabilitas fiskal antar wilayah yang cukup besar di Provinsi Lampung yang juga mencerminkan perbedaan dan kemampuan tiap daerah dalam mendorong pendapatan daerahnya.
33
EFEKTIVITAS TRANSFER PUSAT TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG Hery Budi Setiawan
Tabel 3. Korelasi antar Variabel PDRB, DAU, DAK, DBH, Investasi dan TPAK PDRB PDRB DAU DAK DBH TPAK Investasi
1 0,7270 0,3015 0,5402 -0,0551 0,6889
DAU 1 0,7537 0,7206 -0,0426 0,8178
DAK
1 0,6303 0,0025 0,5071
DBH
TPAK
1 -0,0099 0,5905
Investasi
1 -0,1361
1
Sumber: Hasil perhitungan
Variabel makro yang dimasukkan dalam model adalah investasi dan TPAK. Dari data deskripsi statistik diatas terlihat bahwa rata-rata nilai investasi yang diterima tiap kabupaten/kota adalah sebesar Rp8,9 milyar tetapi Kabupaten Way Kanan pada tahun 2003 justru mendapatkan investasi yang paling rendah sekitar Rp310 juta sementara Kabupaten Tanggamus menghasilkan investasi tertinggi yaitu sebesar Rp29,7 milyar ditahun 2009. Data tersebut mengindikasikan bahwa Kabupaten Way Kanan relatif tertinggal dalam menarik investasi dibandingkan kabupaten lain di Lampung. Sebaliknya Kabupaten Tanggamus, bersamaan dengan Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Selatan dan Lampung Tengah menjadi tujuan investasi yang paling besar di provinsi ini. Ditinjau dari angka TPAK, variasi setiap wilayah di Provinsi Lampung tidak terlalu besar. TPAK ratarata sebesar 69 persen dari angkatan kerja, dimana penyerapan angkatan kerja tertinggi di Kabupaten Lampung Barat (78 persen) dan terendah di Kota Bandar Lampung (58 persen). Perbedaan karakteristik daerah menjadi penyebab utama perbedaan diantara kedua wilayah tersebut dalam menyerap tenaga kerja. Sebagai ibukota provinsi dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, Kota Bandar Lampung akan selalu menjadi tujuan urbanisasi pekeja dari kabupaten lain, yang sangat mungkin tidak terserap dalam lapangan kerja formal dan menciptakan pengangguran yang relatif tinggi. Sedangkan Kabupaten Lampung Barat yang termasuk dalam wilayah pedesaan memiliki kompleksitas aktivitas ekonomi yang rendah sehingga cenderung menyerap angkatan kerja yang cukup tinggi. Tabel 3 menunjukkan nilai korelasi antar variabel. Korelasi antara dua variabel yang memiliki nilai lebih dari 0,8 (80 persen) menjadi indikasi awal adanya permasalahan multikolinearitas. Indikasi tersebut terlihat dari korelasi antara variabel DAU dengan investasi. Artinya, dana DAU sangat mungkin dialokasikan menjadi investasi pemerintah sehingga dalam permodelannya menimbulkan multikolinearitas. Selain korelasi diantara kedua variabel tersebut, korelasi moderat terjadi dihampir seluruh variabel. Misalnya, korelasi antara PDRB dengan DAK (diatas 60 persen), PDRB dengan investasi, DAU dengan DAK, DAU dengan DBH, dan DAK dengan DBH. Korelasi diatas 60 persen
34
mengindikasikan terjadinya tumpang tindih alokasi dana. Sedangkan korelasi negatif terjadi antara TPAK dengan PDRB, DAU, DBH dan investasi. Setelah tahapan estimasi dilakukan, uji Hausman menunjukkan bahwa REM superior atau lebih baik daripada FEM dalam menjelaskan data kesepuluh kabupaten/kota di Provinsi Lampung. Oleh karena itu model REM yang digunakan dalam menganalisis dampak transfer pusat terhadap pertumbuhan ekonomi di sepuluh kabupaten/kota di Provinsi Lampung. Dari hasil estimasi diatas, dapat ditulis ulang menurut model regresi sebagai berikut: lPDRBi= 8,149+0,451lDAU-0.012lDAK-0,203lDBH+0,431lTPAK+0,168lInv SE (4,46)** (3,44)** (0.37) (-3,04)** (1,16) (4,99)** N = 64 Wald chi2(5) = 201.16** R2 within = 0,835 Ket.: ** menunjukkan bahwa variabel signifikan pada tingkat signifikansi 1persen
Dengan menggunakan REM, model yang diestimasi menghasilkan nilai F-hitung (Wald test) sebesar 201,16 dan signifikan pada tingkat kepercayaan 1 persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang diestimasi dengan REM adalah model yang baik. Keseluruhan variabel independen yaitu pertumbuhan DAU, DAK, DBH, investasi dan TPAK secara bersamaan (simultan) signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Lampung. Nilai R2 sebesar 0,84 menunjukkan bahwa seluruh variabel bebas yang diestimasi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi sebesar 84 persen, sedangkan sisanya (16 persen) dipengaruhi oleh variabel bebas lainnya yang tidak diikutsertakan dalam model atau yang direpresentasikan oleh error term t. Estimasi dengan REM berbasis generealized least square (GLS) sehingga tidak memiliki hambatan atau keterbatasan untuk memenuhi asumsi klasik guna mencapai estimasi yang BLUE. Hasil estimasi menunjukkan bahwa beberapa variabel memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi antara lain DAU, TPAK dan investasi. Sebaliknya DAK dan DBH memberikan dampak kontraktif bagi pertumbuhan. Meskipun demikian, hanya variabel DAU, DBH dan investasi yang secara parsial signifikan mempengaruhi PDRB
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
EFEKTIVITAS TRANSFER PUSAT TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG Hery Budi Setiawan
pada tingkat kepercayaan 95 persen seperti yang terlihat pada uji t dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. DAU secara signifikan berpengaruh positif bagi pertumbuhan ekonomi, sehingga ketika terjadi peningkatan peningkatan DAU sebesar Rp1 juta akan meningkatkan output regional ekonomi sebesar Rp400.000,00. Demikian pula hubungan antara investasi dan PDRB yang juga positif dimana kenaikan investasi sebesar Rp1 juta akan meningkatkan output sebesar Rp168.000,00. Elastisitas investasi terhadap output terbilang sangat kecil, yang mengindikasikan inefisiensi ekonomi di Lampung atau tingginya ICOR. Sementara itu, DBH dan PDRB memiliki hubungan negatif dimana kenaikan DBH sebesar Rp1 juta justru berdampak pada penurunan PDRB sebesar Rp203.000,00. Hasil ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas dana dekonsentrasi mengingat DBH sebenarnya adalah pendapatan yang justru dikumpulkan oleh pemerintah lokal sendiri. Hubungan negatif ini kemungkinan terjadi akibat dari pengalokasian DBH pada sektor-sektor produktif atau pada pengeluaran yang bersifat konsumtif. Seperti diketahui sebagian besar dari dana transfer dipergunakan untuk membayar gaji pegawai sehingga hanya memberikan kontribusi pada konsumsi dan tidak memiliki dampak berkelanjutan dalam jangka panjang. DAK memiliki hubungan positif namun tidak signifikan secara statistik dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung. Seperti juga DBH, DAK tidak mampu menjadi pemicu bagi pertumbuhan ekonomi. Terdapat beberapa hal yang melatarbelakanginya. Pertama, dana berupa block grants seperti DAK yang berasal dari pusat dengan penggunaan yang telah ditentukan pada program atau sektor tertentu justru menimbulkan inefisiensi akibat dari penggunaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan daerah atau penggunaan anggaran yang tidak tepat pada akhirnya justru memberikan dampak kontraksi bagi perekonomian daerah (Oates 1999). Kedua, dana transfer pusat yang semestinya ditujukan untuk memperkuat pondasi keuangan daerah melalui pembiayaan pembangunan jangka panjang, namun dalam prakteknya digunakan untuk pembiayaan jangka pendek misalnya untuk gaji pegawai akibat dari rendahnya kemampuan dan kapabilitas daerah untuk menggunakannya. Ketiga, menurut Brand dan Zhu (2000), dana DAU dan DAK yang seharusnya diarahkan bagi hal-hal produktif bagi perekonomian justru dialokasikan untuk kegiatan konsumtif dan spekulatif yang memiliki dampak inflasioner seperti yang terjadi di Cina. Jika dilihat dari konteks Provinsi Lampung dimana terdapat keterbatasan penggunaan dana DAK, maka kecil kemungkinan terjadinya penyalahgunaan alokasi dana. Kemungkinan yang terjadi adalah program-program yang dibiayai pusat tidak tepat atau tidak sesuai kebutuhan daerah sehingga tidak efektif dalam mendorong output. Kemungkinan lainnya adalah penggunaan dana DAK yang hanya bersifat
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
formalitas dalam pertanggungjawabannya namun tidak benar-benar dimonitor efektifitasnya. Dari hasil estimasi diatas, dapat dikatakan bahwa dana transfer pusat belum efektif dalam memberikan dampak signifikan bagi perekonomian daerah. Ketidakefektifan dana transfer pusat tentunya sangat disayangkan, mengingat lebih dari 90 persen pembiayaan pemerintah daerah masih berasal dari dana transfer dan hanya kurang dari 5 persen yang didapatkan dari PAD. Ketergantungan pembiayaan dan ketidakefektifan alokasi anggaran akhirnya menjadi dilema bagi pengambil kebijakan. Jika dana transfer diturunkan, maka pembangunan semakin terhambat namun jika tetap diberikan juga tidak memberikan pengaruh besar bagi daerah. Penyebab dari ketidakefektifan dana transfer pusat bisa dilihat dari alokasi pengeluaran belanja daerah (Tabel 4). Antara tahun 2006 dan 2007, ketika transfer pusat meningkat rata-rata 13 persen dan 11 persen, proporsi belanja pegawai rata-rata sekitar 40 persen dimana Kota Bandar Lampung memiliki pengeluaran tertinggi untuk pegawai sebesar 55 persen, sementara wilayah lainnya hanya berkisar antara 30-40 persen. Peningkatan paling tajam terjadi pada paska tahun 2008, dimana belanja pegawai dibeberapa wilayah terutama Kabupaten Lampung Timur meningkat hingga hampir 30 persen, sejalan dengan Kabupaten Tanggamus, Lampung Timur dan Kota Bandar Lampung yang meningkat masingmasing sebesar 17 persen, 24 persen dan 11 persen. Menurunnya alokasi transfer pusat sementara pengeluaran gaji pegawai relatif tetap atau bahkan meningkat, menyebabkan terjadinya ketimpanga proporsi belanja APBD. Artinya, terdapat peningkatan jumlah formasi pengawai pemerintah daerah yang mengakibatkan mengingkatnya pengeluaran belanja pegawai. Di sisi lain, belanja pegawai merupakan komponen belanja yang paling cepat menyerap anggaran belanja total dibandingkan belanja modal dan barang-jasa. Dari keseluruhan wilayah tersebut, hanya Kota Metro yang relatif memiliki pengeluaran pegawai yang paling kecil. Hal ini cukup wajar mengingat Kota Metro adalah wilayah dengan perekonomian yang relatif kecil. Sebaliknya, Kabupaten Pesawaran yang merupakan kabupaten pemekaran masih sangat bertumpu pada belanja pegawai dalam pengeluaran APBD-nya. Lebih lanjut, ditinjau dari struktur belanja lainnya terutama barang dan jasa serta modal, ketimpangan antar kabupaten/kota menjadi semakin jelas. Sebagian wilayah menaruh perhatian besar terhadap investasi melalui proporsi belanja yang relatif tinggi atau seimbang dengan belanja modal dan barang-jasa, namun sebagian wilayah lainnya memiliki anggaran yang berat pada belanja pegawai dan barang-jasa. Antara tahun 2006-2007, proporsi belanja modal masih relatif tinggi dibandingkan dengan belanja barang, meskipun masih sedikit dibawah belanja pegawai. Ujian mulai mucul pada periode paska tahun 2008, dimana pertumbuhan dana transfer pusat menurun tajam. Belanja pegawai yang
35
EFEKTIVITAS TRANSFER PUSAT TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG Hery Budi Setiawan
bersifat fixed cost menyerap anggaran yang cukup besar dan mengorbankan belanja lainnya terutama belanja modal. Kabupaten Lampung Tengah, Lampung Timur, Tanggamus dan Kota Bandar Lampung merupakan wilayah-wilayah yang memiliki struktur belanja yang relatif timpang dimana belanja modal jauh dibawah anggaran belanja pegawai dan barang. Hanya Kabupaten Way Kanan, Tulang Bawang dan Kota Metro yang tetap konsisten menjaga pengeluaran modalnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penggunaan anggaran kabupaten/kota di Provinsi Lampung belum optimal akibat alokasinya yang dominan pada belanja pegawai yang bersifat jangka pendek. Maka tidak mengherankan jika pendapatan transfer pusat belum secara efektif memberikan sumbangan bagi peningkatan output daerah.
5. KESIMPULAN Studi ini mencoba menganalisis pengaruh transfer pusat berupa DAU, DAK dan DBH serta investasi dan TPAK terhadap pertumbuhan ekonomi di sepuluh kabupaten/kota di Provinsi Lampung. Model regresi data panel digunakan untuk menganalisis pengaruh hubungan tersebut dalam rentang waktu 2003-2009. Regresi data panel yang dilakukan secara bertahap dengan melakukan tiga estimasi yaitu PLS, FEM dan REM. Hasil estimasi dari PLS sangat rentan terhadap permasalahan klasik, sehingga estimasi dengan FEM dan REM harus dilakukan dengan menggunakan standard error yang robust. Hasil estimasi kedua model tersebut tidak jauh berbeda,
sehingga dilakukan uji Hausman untuk memilih mana model yang lebih baik dalam menjelaskan data. Uji Hausman menunjukkan bahwa random effect model lebih baik untuk digunakan dalam model. Seluruh variabel bebas memiliki arah hubungan (tanda) yang sesuai dengan hipotesis kerja, kecuali variabel DAK dan DBH. Kedua variabel tersebut memiliki hubungan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dimana kenaikan laju kedua variabel tersebut justru membawa pada kontraksi pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian juga menunjukkan hanya variabel DAU, DAK dan investasi yang signifikan dalam mempengaruhi PDRB sepuluh kabupaten/kota di Provinsi Lampung. DAU memiliki dampak paling besar dalam mendorong pendapatan regional, diikuti oleh investasi. Sementara DAK justru memiliki dampak negatif bagi output daerah. Meskipun investasi berkontribusi terhadap perekonomian, namun efek multipliernya relatif sangat kecil. Hal ini mengindikasikan inefisiensi dalam perekonomian daerah yang umumnya ditandai dengan tingginya nilai ICOR. Berbeda dengan hasil studi lainnya, dimana desentralisasi fiskal memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi daerah, transfer pusat ke Provinsi Lampung memiliki dampak yang relatif rendah yang menunjukkan inefisiensi penggunaan anggaran pusat untuk pembangunan daerah. Hal ini sungguh ironis mengingat pembiayaan pemerintah daerah masih sangat tergantung pada transfer pusat, dan kurang dari 5 persen saja yang mampu dimobilisasi oleh pemerintah daerahnya sendiri
Tabel 4. Alokasi Belanja Daerah 10 Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung tahun 2006-2009 2006 Daerah
2008
Belanja Belanja Belanja Belanja Belanja Belanja Barang Barang Pegawai Modal Pegawai Modal & Jasa & Jasa
Kab. Lampung 35,65 15,12 Barat Kab. Lampung 48,72 10,07 Selatan Kab. Lampung 48,64 15,92 Tengah Kab. Lampung 44,89 10,03 Utara Kab. Lampung 46,97 13,76 Timur Kab. 51,90 11,59 Tanggamus Kab. Tulang 38,19 18,32 Bawang Kab. Way 40,13 15,34 Kanan Kota Bandar 54,87 12,42 Lampung Kota Metro 40,17 23,34 Kab. 35,65 15,12 Pesawaran Sumber: DJPK, 2012 (Diolah)
36
2007 Belanja Pegawai
2009
Belanja Belanja Belanja Belanja Belanja Barang Barang Modal Pegawai Modal & Jasa & Jasa
32,21
36,67
16,05
37,17
37,38
14,67
28,10
38,43
14,16
28,56
10,07
48,27
13,63
31,88
51,39
20,78
16,38
56,69
10,17
18,79
14,38
51,84
24,23
16,98
53,56
32,25
11,53
77,78
8,25
4,58
32,10
50,34
15,31
31,64
47,65
17,09
27,76
63,16
26,52
22,55
19,24
44,69
19,28
26,75
48,36
23,23
21,69
72,88
12,58
10,69
24,02
49,55
14,00
27,72
62,94
21,67
11,96
79,28
14,94
9,28
23,83
33,89
23,82
29,69
46,65
23,35
25,36
54,94
18,23
22,40
29,21
38,94
17,91
38,47
35,67
21,77
39,19
35,30
30,10
43,54
18,98
56,00
20,27
17,12
52,20
31,81
16,04
61,43
61,43
10,27
19,01
46,70
22,08
22,78
51,68
16,77
18,92
4,52
16,77
21,67
32,21
36,67
16,05
37,17
37,38
14,67
28,10
38,43
14,16
28,56
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
EFEKTIVITAS TRANSFER PUSAT TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG Hery Budi Setiawan
melalui PAD. Dengan kata lain, terjadi permasalahan efektivitas anggaran didaerah ini dimana ketergantungan pembiayaan dari pusat ternyata tidak memberikan pengaruh bagi perekonomian. Kondisi tersebut memunculkan beberapa indikasi. Pertama, adanya indikasi penyaluran DBH yang tidak semestinya pada alokasi yang bersifat konsumtif sehingga tidak berpengaruh bagi perekonomian selain dari peningkatan konsumsi. Kedua, alokasi DAK umumnya digunakan pada pengeluaran yang memberikan dampak jangka panjang, misalnya sarana infrastruktur, pendidikan atau kesehatan yang tidak langsung dapat dilihat pengaruhnya pada perekonomian. Dalam studi ini, tidak menggunakan lag waktu yang mencukupi untuk melihat dampak jangka panjang.
6. IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN KETERBATASAN STUDI Merujuk pada hasil studi, diperlukan beberapa pembenahan terutama dalam hal kebijakan bagi pemerintah baik provinsi maupun kabupaten/kota di Lampung sehingga dana transfer pusat dapat efektif mendorong pertumbuhan. Penggunaan dana transfer pusat sekiranya dipergunakan untuk memperkuat pondasi keuangan daerah sehingga alokasinya harus pada kegiatan-kegiatan produktif yang memberikan dampak positif bagi perekonomian, terutama pada investasi infrastruktur dan pendidikan. Pengalokasian dana yang timpang pada pengeluaran yang bersifat konsumtif dan bukan investasi hanya akan memberikan dampak inflasioner. Lebih lanjut, kebocoran dana harus semakin diminimalisir. Hal ini sejalan dengan rekomendasi berbagai studi yang menyatakan bahwa guna mendapatkan manfaat yang optimal dari momentum desentralisasi fiskal terdapat beberapa persyaratan, seperti (1) Menajemen kepemerintahan yang baik atas dasar integritas dan profesionalisme. (2) APBD harus dikelola secara transparan, efisien, efektif, akuntabel dan partisipatif yang harus mencerminkan setiap implementasi kebijakan keuangan daerah dalam peranggungjawaban APBD (Badrudin 2011). (3) Pemerintah perlu memberikan perhatian lebih besar dalam pembiayaan pembangunan terutama untuk prasarana di wilayah yang tertinggal dengan menafaatkan dana transfer DBH untuk infrastruktur transportasi, listrik dan pengembangan ekonomi lokal (Mardiana dan Basri 2012). Studi ini tidak lepas dari beberapa kelemahan. Pertama, studi ini hanya meliputi Provinsi Lampung dan tidak mengikut sertakan provinsi lain. Akibatnya, hasil dari studi ini tidak merepresentasikan wilayah yang lebih luas dan hanya berlaku bagi Provinsi Lampung. Demikian pula dengan rentang waktu yang menjadi fokus hanya antara 2003-2009 sehingga implementasi otonomi sebelum periode dan setelah periode tersebut tidak bisa tertangkap. Kedua, studi ini tidak melakukan uji endogenitas yang umumnya digunakan untuk menyeleksi variabel bebas yang
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
paling representatif dalam mempengaruhi perekonomian Lampung. Namun karena model yang digunakan dalam studi ini memiliki dasar teoritis dan model empiris yang cukup maka diasumsikan model yang digunakan sudah baik.
DAFTAR PUSTAKA Akai, Nobuo and Masayo Sakata, 2002, ”Fiskal decentralization contributes to economic growth;evidence from state-level cross section data for the United States”, Journal of Urban Economics. Badrudin, R., 2011, “Effects of Fiscal Desentralisation on Capital, Growth and Welfare”, Economic Journal of Emerging Markets, Vol. 3(3): 211-223. Brandt, L dan Zhu, Z., 2000, “Redistribution in a Decentralized Economy: Growth and Inflation in China Under Reform.” The Journal of Political Economy Vol. 108 (2), April. Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD), 20012008, Kementerian Keuangan RI, Jakarta. Ermawati, Tuti., 2009, Analisis Pengaruh Intergovernmental Transfer Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Indonesia Pada Era Desentralisasi Fiskal, Thesis, FE Universitas Indonesia, Unpublished. Green, W.H., 2007, “Econometric analysis, 5th Edition”, Prentice Hall, NY. Mardiana dan Basri, S., 2012, “Desentralisasi Fiskal dan Disparitas Regional di Provinsi Riau”, Jurnal Ekonomi, Vol. 20(4), Desember. Naganathan, M. dan K.J. Sivagnam.,1999, “Federal Transfers and Tax Efforts of States in India”, Indian Economic Journal, No. 47(4): 101-110. Nuarisa, S.A., 2013, “Pengaruh PAD, DAU, dan DAK terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal”, Accounting Analysis Journal, Vol. 1(3). Oates, Wallace., 1999, “An Essay on Fiskal Federalism”, Journal of Economic Literature, Vol. 37. Purusa, M.S., and Sasana, H., 2013, “Implikasi Desentralisasi Fiskal terhadap AKABA dan APM SD/MI di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007-2010”, Diponegoro Journal of Economics, Vol. 2(1): 1-12. Sasana, Hadi., 2009, “Peran Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah”, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 10(1): 103-124. Sudewi, N.A. dan Wirathi, I.G.A.P, 2013, “Pengaruh Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan Propinsi Bali”, E-journal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, Vol. 2(3): 135-141. Waluyo, Joko., 2007, Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah di Indonesia, Simposium FE Universitas Indonesia, 12 Desember.
37
EFEKTIVITAS TRANSFER PUSAT TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG Hery Budi Setiawan
LAMPIRAN Hasil regresi PLS Random-effects GLS regression Group variable: i
Number of obs Number of groups
= =
64 10
R-sq:
Obs per group: min = avg = max =
6 6.4 7
within = 0.8354 between = 0.5691 overall = 0.5305
Random effects u_i ~ Gaussian corr(u_i, X) = 0 (assumed)
Wald chi2(5) Prob > chi2
= =
244.59 0.0000
-----------------------------------------------------------------------------ly | Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------lx2 | .4519253 .1177108 3.84 0.000 .2212163 .6826342 lx3 | -.0120592 .0329431 -0.37 0.714 -.0766266 .0525081 lx4 | -.2026586 .0672459 -3.01 0.003 -.3344582 -.0708591 lx5 | .4314801 .3872122 1.11 0.265 -.3274418 1.190402 lx6 | .1675945 .0264702 6.33 0.000 .1157139 .2194752 _cons | 8.149089 1.88093 4.33 0.000 4.462534 11.83564 -------------+---------------------------------------------------------------sigma_u | .50035943 sigma_e | .0877583 rho | .97015622 (fraction of variance due to u_i) ------------------------------------------------------------------------------
Hasil regresi FEM Fixed-effects (within) regression Group variable: i
Number of obs Number of groups
= =
64 10
R-sq:
Obs per group: min = avg = max =
6 6.4 7
within = 0.8358 between = 0.5596 overall = 0.5186
corr(u_i, Xb)
= 0.4073
F(5,49) Prob > F
= =
49.90 0.0000
-----------------------------------------------------------------------------ly | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------lx2 | .4143074 .1160499 3.57 0.001 .1810964 .6475185 lx3 | .0000957 .0324814 0.00 0.998 -.0651782 .0653696 lx4 | -.2012514 .0658656 -3.06 0.004 -.3336132 -.0688896 lx5 | .4281232 .3812255 1.12 0.267 -.3379782 1.194224 lx6 | .1656781 .0258901 6.40 0.000 .1136501 .2177062 _cons | 8.537321 1.848337 4.62 0.000 4.822948 12.25169 -------------+---------------------------------------------------------------sigma_u | .58739357 sigma_e | .0877583 rho | .97816614 (fraction of variance due to u_i) -----------------------------------------------------------------------------F test that all u_i=0: F(9, 49) = 154.17 Prob > F = 0.0000
38
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
EFEKTIVITAS TRANSFER PUSAT TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG Hery Budi Setiawan
Hasil regresi REM Random-effects GLS regression Group variable: i
Number of obs Number of groups
= =
64 10
R-sq:
Obs per group: min = avg = max =
6 6.4 7
within = 0.8354 between = 0.5691 overall = 0.5305
Random effects u_i ~ Gaussian corr(u_i, X) = 0 (assumed)
Wald chi2(5) Prob > chi2
= =
244.59 0.0000
-----------------------------------------------------------------------------ly | Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------lx2 | .4519253 .1177108 3.84 0.000 .2212163 .6826342 lx3 | -.0120592 .0329431 -0.37 0.714 -.0766266 .0525081 lx4 | -.2026586 .0672459 -3.01 0.003 -.3344582 -.0708591 lx5 | .4314801 .3872122 1.11 0.265 -.3274418 1.190402 lx6 | .1675945 .0264702 6.33 0.000 .1157139 .2194752 _cons | 8.149089 1.88093 4.33 0.000 4.462534 11.83564 -------------+---------------------------------------------------------------sigma_u | .50035943 sigma_e | .0877583 rho | .97015622 (fraction of variance due to u_i) ------------------------------------------------------------------------------
Ringkasan Hasil Estimasi Model Pooled Least Square, Fixed Effect Model dan Random Effect Model Variabel Penjelas
Koefisien PLS FEM REM Konstanta (X1) 8,149 8,54 8,15 (4,46)** (4,52)** (4,46)** DAU (X2) 0,452 0,414 0,452 (3,54)** (3,44)** (3,54)** DAK (X3) -0,012 0,000096 -0,012 (-0,36) (0,00) (-0,36) DBH (X4) -0,203 -0,201 -0,203 (-3,04)** (-3,49)** (-3,04)** TPAK (X5) 0,431 0,428 0,431 (1,16)** (1,05) (1,16) Investasi (X6) 0,168 0,166 0,168 (4,99)** (6,51)** (4,99)** N 64 64 64 F-hitung 201,16** 38,94 201,16** 2 R within 0,835 0,836 0,835 Keterangan: ** menunjukkan bahwa variabel signifikan pada tingkat signifikansi 1%
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
39
EFEKTIVITAS TRANSFER PUSAT TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG Hery Budi Setiawan
Hasil uji Hausman
---- Coefficients ---| (b) (B) (b-B) sqrt(diag(V_b-V_B)) | fixed random Difference S.E. -------------+---------------------------------------------------------------lx2 | .4143074 .4519253 -.0376178 . lx3 | .0000957 -.0120592 .0121549 .0092955 lx4 | -.2012514 -.2026586 .0014072 . lx5 | .4281232 .4314801 -.0033569 .1718245 lx6 | .1656781 .1675945 -.0019164 . -----------------------------------------------------------------------------b = consistent under Ho and Ha; obtained from xtreg B = inconsistent under Ha, efficient under Ho; obtained from xtreg Test:
Ho:
difference in coefficients not systematic chi2(5) = (b-B)'[(V_b-V_B)^(-1)](b-B) = 1.22 Prob>chi2 = 0.9432 (V_b-V_B is not positive definite)
40
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013 Halaman 41-48 BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
JURNAL BPPK
KECERDASAN SPIRITUAL, WORK-FAMILY CONFLICT, CONFLICT, DAN KINERJA PADA PEKERJAAN DAN KELUARGA (Studi pada Karyawan Perbankan di Pontianak)
FAMILY-WORK
Endang Dhamayantie Universitas Tanjungpura, Indonesia. Email:
[email protected] INFO ARTIKEL
ABSTRAK
SEJARAH ARTIKEL Diterima Pertama 29 Agustus 2012
The purpose of this research is to understanding the influence of spiritual intelligence on of both directions of work-family-conflict and family-work conflict and performance on the work and family. Research done on female employees of the banking sector who have married in the city of Pontianak. A number of samples as much as 83 respondents are determined using the method of purposive sampling. Data was analyzed using regression with a standardized variable (path analysis). The results showed that 1) spiritual intelligence influence negatively to work-family conflict; 2) spiritual intelligence influence negatively to family-work conflict; 3) work-family conflict influence negatively to family performance; and 4) family-work conflict influence negatively to the work performance.
Revisi Pertama 12 Desember 2012 Dinyatakan Dapat Dimuat 17 Mei 2013 KATA KUNCI: work-family conflict, family-work conflict, keluarga, pekerjaan, kinerja.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami pengaruh kecerdasan spiritual terhadap kedua arah konflik yaitu work-family conflict dan family-work conflict serta kinerja karyawan pada pekerjaan dan keluarga. Penelitian dilakukan terhadap karyawan wanita yang bekerja di sektor perbankan dan telah menikah di Kota Pontianak. Jumlah sampel sebanyak 83 responden yang ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Analisis data menggunakan regresi dengan variabel yang dibakukan (path analysis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) kecerdasan spiritual berpengaruh negatif terhadap work-family conflict; 2) kecerdasan spiritual berpengaruh negatif terhadap family-work conflict; 3) work-family conflict berpengaruh negatif terhadap kinerja keluarga; dan 4) familywork conflict berpengaruh negatif terhadap kinerja pekerjaan.
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, lebih dari 43,5% wanita berpartisipasi dalam angkatan kerja. Perubahan demografi dengan masuknya wanita dalam angkatan kerja memungkinkan berkembangnya konflik antara tanggung jawab peran pekerjaan dan kehidupan keluarga yang dikenal dengan work-family conflict. Work-family conflict terjadi ketika seorang wanita harus melaksanakan multi peran, yaitu sebagai karyawan, pasangan (istri) dan orang tua. Menurut Greenhaus dan Beutell (1985), workfamily conflict dihasilkan oleh adanya tekanan secara bersamaan antara peran pekerjaan dan keluarga yang bertentangan satu sama lainnya. Hal ini dikarenakan masing-masing peran membutuhkan waktu dan tenaga jika akan dilaksanakan secara memadai (Gutek et al., 1991). Jika tuntutan masing-masing peran tidak dapat dipenuhi, konsekuensinya adalah seseorang akan mengalami gangguan dengan adanya campur tangan antara pekerjaan terhadap keluarga atau sebaliknya.
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
Hubungan yang saling mempengaruhi antara peran pekerjaan dan peran keluarga berdasarkan teori role conflict, akan meningkatkan tekanan antar permintaan yang saling bersaing dan dapat menyebabkan perasaan tumpang tindih dan konflik peran (Fu dan Shaffer, 2001). Terdapat berbagai bukti yang menunjukkan bahwa konflik antar berbagai peran dapat mempunyai dampak yang negatif pada keberhasilan pada berbagai peran tersebut. Dampak tersebut dijabarkan Barnett dan Gareis (2006) bahwa orang yang sedang menduduki peran dalam beragam bidang mengalami ketegangan dan konflik, yang pada gilirannya menimbulkan kerugian. Kerugian memegang beragam peran paling sering dinilai berakibat pada distres psikologis, penurunan hubungan perkawinan dan kepuasan kerja, dan akibat bagi organisasi seperti burnout, niat untuk meninggalkan pekerjaan dan penurunan kinerja. Work-family conflict telah dikembangkan beberapa peneliti sebagai konstruk dua arah yang menggambarkan dua tipe konflik yang berbeda (Frone
41
KECERDASAN SPIRITUAL, WORK-FAMILY CONFLICT, FAMILY-WORK CONFLICT, DAN KINERJA PADA PEKERJAAN DAN KELUARGA (STUDI PADA KARYAWAN PERBANKAN DI PONTIANAK) Endang Dhamayantie
et al., 1992; Grandey et al., 2005; Marchese et al., 2002; Netemeyer, 2005; Rotondo dan Kincaid, 2008; dan Seery et al., 2008), yaitu work-family conflict (pekerjaan mengganggu kehidupan keluarga) dan family-work conflict (kehidupan keluarga mengganggu tanggung jawab pekerjaan), tetapi secara konseptual berhubungan dengan bentuk konflik antar peran (Frone et al., 1992; Gutek et al., 1991). Pada dasarnya masing-masing arah konflik memungkinkan menghasilkan konsekuensi yang berbeda (Carlson et al., 2000; Greenhaus et al. dalam Beauregard, 2006). Work-family conflict akan berdampak pada kehidupan keluarga (seperti kepuasan keluarga, kepuasan perkawinan, kinerja keluarga) sedangkan family-work conflict akan berdampak pada kehidupan pekerjaan (seperti ketidakpuasan kerja, absensi, keterlambatan, kinerja rendah). Walaupun work-family conflict berdampak pada kehidupan keluarga, akan tetapi secara tidak langsung akan berdampak pula pada pekerjaan. Banyak pandangan para peneliti memposisikan pekerjaan memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap kehidupan keluarga dari pada pengaruh kehidupan keluarga terhadap pekerjaan. Hal ini disebabkan pekerjaan mempunyai dua bentuk pengaruh dominan terhadap kehidupan keluarga, yaitu sebagai penghalang tersedianya waktu bagi seseorang untuk meluangkan waktu yang cukup bagi keluarga dan disisi lain, pekerjaan merupakan sumber penghidupan keluarga (Higgins dan Duxbury, 1992). Karena itu, model yang dihasilkan hanya menunjukkan bahwa konflik pekerjaan mempengaruhi konflik keluarga (work-family conflict), bukan sebaliknya (family-work conflict). Namun pada kenyataannya menurut Beauregard (2006) organisasi mungkin lebih tertarik dengan sejauhmana kehidupan keluarga mengganggu pekerjaan dan bagaimana proses tersebut terjadi. Oleh karena itu, perlu dieksplorasi bagaimana kedua bentuk konflik tersebut terjadi pada individu. Work-family conflict dan family-work conflict menjadi hambatan terbesar bagi karyawan, terutama wanita, karena di Indonesia wanita dihadapkan pada tuntutan budaya untuk membawa lebih banyak tanggung jawab dalam kehidupan domestik dari pada luar rumah. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa wanita lebih banyak mengalami konflik dibandingkan pria (Bhatnagar dan Rajadhyaksha, 2001; Grandey et al., 2005; Grzywacz et al., 2007). Keadaan ini sesuai dengan teori peran gender yang menyatakan bahwa wanita memandang peran keluarga sebagai bagian dari identitas sosial mereka. Konflik antar peran ini akan terus terjadi karena karyawan wanita yang mempunyai tanggung jawab pekerjaan juga berkeluarga, mempunyai anak, mengasuh anak, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, mengerjakan hoby, menyediakan waktu mereka untuk melakukan aktivitas di dalam komunitasnya, dan lain-lain. Saat ini, isu-isu yang berkaitan dengan konflik antara pekerjaan dan keluarga menjadi perhatian
42
khusus bagi organisasi bisnis. Karena beberapa studi empirik (Yavas, Babakus dan Karatepe, 2008; dan Netemeyer, Alejandro, dan Boles, 2004) menunjukkan dukungan bahwa work-family conflict berpengaruh pada penurunan kinerja karyawan. Untuk itu, pendekatan holistik diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam menyatukan kehidupan pekerjaan dan keluarga agar dapat memberikan hasil yang lebih produktif (Bailyn, Drago, dan Kochan, 2001 : 2). Untuk memahami bagaimana peran majemuk dapat mengarah kepada penekanan work-family conflict/family-work conflict, Warner dan Hausdorf (2009) merekomendasikan untuk mengeksplorasi anteseden dari manfaat psikologis yang mendasari interaksi peran pekerjaan-keluarga. Pendekatan psikologis dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan sumber daya manusia (Mangkunegara, 2009:4) untuk mencapai tujuan organisasi. Pendekatan psikologis tersebut adalah kecerdasan spiritual, yang selanjutnya akan digunakan sebagai anteseden work-family conflict dan family-work conflict dalam penelitian ini. Perhatian terhadap kecerdasan spiritual ini semakin meningkat diantara para peneliti dan praktisi. Peningkatan perhatian ini dikarenakan karyawan tidak hanya ingin mengalami pengalaman spiritualitas dalam kehidupan pribadi tetapi juga di tempat kerja, selain itu manfaat juga dirasakan perusahaan dengan meningkatnya spiritualitas ditempat kerja berupa peningkatan kreativitas individual, peningkatan kejujuran dan kepercayaan, meningkatnya komitmen dan kinerja (Krishnakumar dan Neck, 2002). Penelitian ini akan memfokuskan pada pengujian pengaruh kecerdasan spiritual terhadap work-family conflict dan family-work conflict serta kinerja pada peran pekerjaan dan keluarga bagi karyawan wanita yang bekerja di sektor perbankan di Kota Pontianak. Karyawan di sektor perbankan memiliki karakteristik kompetensi kecerdasan intelektual yang lebih homogen dibandingkan sektor ekonomi lainnya (Mavridis, 2004). Walaupun sifat bisnis sektor perbankan intensif secara intelektual, perbankan perlu mengembangkan kompetensi kecerdasan spiritual untuk mampu mengelola hubungan antara peran pekerjaan dan keluarga serta mencapai kinerja individu dan organisasi secara maksimal.
2. KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Hubungan Kecerdasan Spiritual dengan Work-Family Conflict dan Family-Work Conflict Tingkatan kecerdasan yang tertinggi adalah kecerdasan spiritual, yang digunakan untuk menghasilkan makna dan nilai. Kecerdasan spiritual yang tinggi ditandai dengan adanya pertumbuhan dan transformasi pada diri seseorang, tercapainya kehidupan yang berimbang atau bahkan memperkaya antara pekerjaan dan keluarga, serta adanya perasaan suka cita serta puas yang diwujudkan dalam bentuk
Jurnal BPPK Volume 6 Edisi I, 2013
KECERDASAN SPIRITUAL, WORK-FAMILY CONFLICT, FAMILY-WORK CONFLICT, DAN KINERJA PADA PEKERJAAN DAN KELUARGA (STUDI PADA KARYAWAN PERBANKAN DI PONTIANAK) Endang Dhamayantie
menghasilkan kontribusi positif dan berbagi kebahagiaan kepada lingkungan. Literatur-literatur spiritual menunjukkan bahwa seseorang dengan tingkat spiritual yang tinggi akan hidup lebih sehat, hidup lebih bahagia dan lebih produktif di tempat kerja (Tischler, Biberman, dan McKeage, 2002). Riset yang dilakukan Konz dan Ryan (1999) dalam Ayo, Henri, dan Adebukola (2009) menunjukkan bahwa karyawan sulit melakukan pemisahan kehidupan spiritual dari kehidupan pekerjaan. Mereka meyakini bahwa menyatukan makna dan tujuan hidup, tidak hanya memenuhi kehidupan personal, tetapi organisasi juga memperoleh keuntungan berupa profit, moral yang tinggi dan berkurangnya ketidakhadiran. Oleh karena itu, orang yang memiliki kecerdasan spiritual akan lebih mampu menekan work-family conflict (Ayo et al., 2009 dan Cohen, 2009) dan family-work conflict. Seng, Bujang, dan Ahmad (2009) mengutip beberapa studi yang berhubungan dengan keterlibatan keagamaan yang dikaitkan dengan sikap terhadap keluarga dan bentuk bagaimana pria dan wanita menginvestasikan waktu mereka dan peran mereka sebagai suami atau istri dan ibu atau ayah. Oleh karena itu, Seng et al. (2009) mengajukan model konseptual yang menunjukkan bagaimana dukungan keagamaan mempengaruhi work-family conflict dan family-work conflict serta pengaruh keduanya terhadap kepuasan kerja, kepuasan keluarga, dan kepuasan hidup. Tischler et al. (2002) merangkum berbagai penelitian tentang spiritual dan kaitannya dengan kinerja karyawan. Beragam riset mengindikasikan manfaat mempraktekkan teknik spiritual atau mempunyai pengalaman spiritual. Pertama, terdapat hubungan kausal antara kecerdasan spiritual dengan kesuksesan kerja (seperti produktivitas). Kedua, kecerdasan spiritual memberikan penjelasan model yang dikembangkan untuk menginvestigasi sikap, perilaku, atau keterampilan yang mengarahkan ke kinerja. 2.2. Hubungan Work-Family Conflict dan FamilyWork Conflict dengan Kinerja Pekerjaan dan keluarga merupakan dua domain penting dalam kehidupan. Masalah yang berhubungan dengan salah satu domain akan berdampak pada domain lainnya. Adanya tuntutan yang tidak seimbang antara pekerjaan dan keluarga menyebabkan sulitnya karyawan bekerja secara optimal. Hal ini dapat memicu terjadinya konflik antara pekerjaan dan keluarga. Tingginya tingkat work-family conflict akan berdampak pada rendahnya kinerja karyawan (Karatepe dan Tekinkus, 2006). Pengujian empiris hubungan antara work-family conflict dengan kinerja masih terbatas dilakukan (Karatepe dan Tekinkus, 2006), disamping itu beberapa studi menunjukkan hubungan yang tidak konsisten antara work-family conflict dengan kinerja, dan lebih banyak menyoroti work-family conflict dibandingkan family-work conflict. Namun beberapa
Jurnal BPPK Volume 6 Edisi I, 2013
bukti empiris mengindikasikan work-family conflict dapat mengurangi kinerja keluarga (Schultz, 2009) dan family-work conflict dapat mengurangi kinerja karyawan di tempat kerja (Yavas et al., 2008; Carlson, Grzywacz, dan Kacmar, 2010; dan Schultz, 2009). 2.3. Hipotesis Penelitian Berdasarkan pada kajian literatur dan penelitianpenelitian sebelumnya, berikut empat hipotesis yang diajukan: Hipotesis 1 (H1): Kecerdasan spiritual berpengaruh negatif signifikan terhadap work family conflict. Hipotesis 2 (H2): Kecerdasan spiritual berpengaruh negatif signifikan terhadap family-work conflict. Hipotesis 3 (H3): Work-family conflict berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja keluarga. Hipotesis 4 (H4): Family-work conflict berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja pekerjaan.
3. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode survei. Penelitian survei pada umumnya dilakukan untuk mengambil suatu generalisasi dari pengamatan yang tidak mendalam. Jenis penelitian termasuk penelitian riset kausal. Penelitian riset kausal menurut Istijanto (2005:21) bertujuan untuk membuktikan hubungan sebab akibat atau hubungan mempengaruhi dan dipengaruhi dari variabel-variabel yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan tetap wanita yang telah menikah di sektor perbankan di Kota Pontianak. Penarikan sampel sejumlah 100 karyawan. Prosedur pengambilan sampel menggunakan pendekatan purposive sampling, dengan kriteria 1) bekerja secara penuh di luar rumah dalam pekerjaan profesional atau manajerial yang mempunyai orientasi karier di sektor perbankan, 2) mempunyai suami yang bekerja sebagai profesional atau manajerial. Variabel penelitian dan operasional variabel penelitian dijabarkan sebagai berikut: a. Kecerdasan spiritual (X1) adalah kemampuan mengaplikasikan dan mewujudkan sumbersumber dan kualitas spiritual untuk meningkatkan fungsi dan kebahagian hidup. Instrumen pengukuran kecerdasan spiritual diukur dengan menggunakan daily spiritual experiences scale (DSES) dari Underwood (2003). b. Work-family conflict (Y1) adalah bentuk konflik antar peran dimana tuntutan, curahan waktu, ketegangan dan perilaku yang diciptakan pekerjaan mengganggu tanggung jawab yang berkaitan dengan keluarga. Work-family conflict diukur menggunakan indikator yang diadaptasi dari Carlson, Kacmar, dan Williams (2000). c. Family-work conflict (Y2) adalah bentuk konflik antar peran dimana tuntutan, curahan waktu, ketegangan dan perilaku yang diciptakan keluarga mengganggu tanggung jawab yang berkaitan dengan pekerjaan. Family-work conflict diukur
43
KECERDASAN SPIRITUAL, WORK-FAMILY CONFLICT, FAMILY-WORK CONFLICT, DAN KINERJA PADA PEKERJAAN DAN KELUARGA (STUDI PADA KARYAWAN PERBANKAN DI PONTIANAK) Endang Dhamayantie
dengan indikator yang diadaptasi dari Carlson, Kacmar, dan Williams (2000). d. Prestasi Keluarga (Y5) adalah kemampuan untuk memenuhi tanggung jawab keluarga. Prestasi keluarga dinilai dengan menggunakan item-item yang dikembangkan oleh Frone et al. (1997). e. Prestasi pekerjaan (Y6 ) adalah hasil kerja yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama suatu periode waktu tertentu. Prestasi kerja diukur menggunakan dimensi-dimensi prestasi kerja dari Bernardin dan Russel (1993 : 379). Semua item-item penelitian diukur dengan menggunakan skala Likert dengan skala 1 (sangat tidak setuju) sampai 5 (sangat setuju). Instrumen penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner berisi sejumlah pernyataan dari indikator-indikator variabel penelitian. Sebelum seluruh kuesioner disampaikan kepada respoden, terlebih dahulu dilakukan uji coba kuesioner terhadap 30 orang responden. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah alat ukur yang digunakan dalam kuesioner memiliki validitas dan reliabilitas pengukuran. Analisis validitas tiap-tiap item menggunakan metode Pearson’s Product Moment Corelation sementara pengujian reliabilitas dilakukan melalui uji reliabilitas konsistensi internal dengan menggunakan Cronbach’s alpha. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model path analysis (analisis jalur). Path analysis digunakan untuk menganalisis pola hubungan antar variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung seperangkat variable bebas/eksogen terhadap variabel terikat/endogen (Riduwan dan Kuncoro, 2008:2). Analisis Jalur (Path Analysis) diolah dengan menggunakan program komputer SPSS versi 17.0. Asumsi yang mendasari path analysis (Riduwan dan Kuncoro, 2008:2; dan Solimun, 2011:66) adalah : a. Hubungan antar variabel adalah linier dan aditif dan bersifat normal. b. Hanya sistem aliran kausal ke satu arah artinya tidak ada arah kausalitas yang berbalik. c. Variabel terikat (endogen) minimal dalam skala ukur interval dan rasio. d. Observed variables diukur tanpa kesalahan (instrumen pengukuran valid dan reliabel). e. Model yang dianalisis dispesifikasikan (diidentifikasi) dengan benar berdasarkan teoriteori dan konsep-konsep yang relevan. Pengujian signifikansi pengaruh antar variabel dengan tingkat signifikansi yang diharapkan adalah α = 5% atau tingkat kepercayaan 95%. Dasar penentuan keputusan dengan membandingkan nilai probabilitas dengan nilai α. Apabila p>0,05 maka Ho diterima, Ha ditolak, artinya tidak ada pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat, dan apabila p<0,05 maka Ho ditolak, Ha diterima, artinya ada pengaruh antar variabel bebas dengan variabel terikat.
44
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Responden Penelitian Responden dalam penelitian ini adalah wanita karier yang bekerja pada sektor perbankan pada semua level. Berdasarkan hasil kuesioner yang disebarkan sebanyak 100 kuesioner, kuesioner yang kembali dan dapat diolah lebih lanjut sebanyak 83 kuesioner. Gambaran tentang profil responden dalam penelitian ini ditunjukkan dalam Tabel 1. Profil responden tersebut meliputi umur, pendidikan terakhir dan masa kerja. Tabel 1. Profil Responden Jumlah
Persentase
Umur (Tahun) 21 – 30 31 – 40 41 – 50
22 45 16
26,5 54,2 19,3
Pendidikan Terakhir SLTA Diploma Strata I
18 28 37
21,7 33,7 44,6
Masa Kerja (Tahun) < 5 5 – 10 11 – 15 15 – 20 > 20
21 32 13 15 2
25,3 38,6 15,7 18,1 2,4
Sumber: Data primer diolah, 2011
Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berumur antara 31 – 40 tahun sebanyak 54,2%. Karyawan yang berada pada rentang umur tersebut, termasuk dalam kelompok kerja produktif. Selain itu karyawan pada rentang usia tersebut belum lama memasuki masa pernikahan dan memiliki anak-anak rata-rata masih kecil (dibawah usia sekolah dasar). Kondisi ini biasanya lebih banyak memicu timbulnya konflik antara domain pekerjaan dan keluarga. Pendidikan terakhir karyawan sebagian besar strata I yaitu sebesar 44,6 %. Semakin tinggi pendidikan diharapkan berkorelasi dengan semakin tinggi tingkat kecerdasan yang dimiliki dan tingkat kinerja yang diberikan. Masa kerja karyawan umumnya diatas 5 tahun, karyawan yang telah bekerja di atas lima tahun adalah karyawan yang sudah cukup mengenal pekerjaan. 4.2. Analisis Hasil Penelitian Hasil uji validitas menunjukkan semua item yang digunakan dalam penelitian valid dengan nilai korelasi antara 0, 535 sampai dengan 0,882, sementara hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa nilai alpha cronbach pada masing-masing variabel telah memenuhi batas minimal yang disyaratkan yaitu 0,6. Dalam Path analysis mengharuskan hubungan antar variabel bersifat linier. Linieritas diuji dengan
Jurnal BPPK Volume 6 Edisi I, 2013
KECERDASAN SPIRITUAL, WORK-FAMILY CONFLICT, FAMILY-WORK CONFLICT, DAN KINERJA PADA PEKERJAAN DAN KELUARGA (STUDI PADA KARYAWAN PERBANKAN DI PONTIANAK) Endang Dhamayantie
menggunakan scattet plot (diagram pencar). Berdasarkan hasil scatter plot semua hubungan antar variabel menunjukkan bahwa data memenuhi asumsi linieritas. Path analysis digunakan untuk menguji besarnya sumbangan (kontribusi) yang ditunjukkan oleh koefisien jalur pada setiap diagram jalur dari hubungan kausal antar variabel yang dihipotesiskan. Pada dasarnya path analysis adalah koefisien regresi yang distandarkan yaitu koefisien regresi yang dihitung dari basis data yang telah disusun dalam angka baku atau Z-score. Koefisien jalur yang distandarkan (standardized path coefficient) yang dalam regresi dikenal dengan nilai β digunakan untuk menjelaskan besarnya pengaruh variabel eksogen terhadap variabel lain yang diberlakukan sebagai variabel endogen (Riduwan dan Kuncoro, 2008:116). Untuk mengetahui pengaruh antar variabel yang dihipotesiskan menggunakan metode regresi dengan model regresinya sebagai berikut; ZWFC = P1 ZSPIRIT + ε1 ZFWC = P2 ZSPIRIT + ε2 ZKINKEL = P3 ZWFC + ε3 ZKINERJA = P4 ZFWC + ε4 Dari analisis jalur diperoleh hasil hubungan kausal antar variabel yang dihipotesiskan sebagai berikut: Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Analisis Pengaruh Antar Variabel yang Dihipotesiskan Variabel bebas Kecerdasan Spiritual Kecerdasan Spiritual WorkFamily Conflict FamilyWork Conflict
Variabel Terikat WorkFamily Conflict FamilyWork Conflict Kinerja Keluarga Kinerja Pekerjaan
Standardized Coefisients Beta -0,307
T
Sign
Keterang -an
-2,905
0,005
Ha Diterima
-0,234
-2,166
0,033
Ha Diterima
-0,322
-3,066
0,003
Ha Diterima
-0,265
-2,477
0,015
Ha Diterima
Sumber: Data primer diolah, 2011
Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan koefisien β standarisasi pada variabel kecerdasan spiritual (X) sebesar -0,307, ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan kecerdasan spiritual akan menurunkan work-family conflict (Y1) atau semakin baik kecerdasan spiritual yang dimiliki karyawan maka semakin rendah work-family conflict yang dialami karyawan. Berdasarkan hasil uji-t menunjukkan bahwa variabel kecerdasan spiritual berpengaruh negatif signifikan terhadap work-family conflict. Hal ini ditunjukkan dari nilai thitung sebesar -2,905 dengan nilai signifikansi 0,005 < 0,05, maka Ho diterima. Artinya ada pengaruh negatif signifikan dari variabel kecerdasan spiritual terhadap work-family conflict. Koefisien β standarisasi pengaruh variabel kecerdasan spiritual (X) terhadap family-work conflict (Y2) sebesar -0,234, ini menunjukkan bahwa dengan
Jurnal BPPK Volume 6 Edisi I, 2013
peningkatan kecerdasan spiritual akan menurunkan family-work conflict atau semakin baik kecerdasan spiritual yang dimiliki karyawan maka semakin rendah family-work conflict yang dialami karyawan. Berdasarkan hasil uji-t menunjukkan bahwa variabel kecerdasan spiritual berpengaruh negatif signifikan terhadap family-work conflict. Hal ini ditunjukkan dari nilai thitung sebesar -2,166 dengan nilai signifikansi 0,033 < 0,05, maka Ho diterima. Artinya ada pengaruh negatif signifikan dari variabel kecerdasan spiritual terhadap family-work conflict. Koefisien β standarisasi pengaruh langsung variabel work-family conflict (Y1) terhadap kinerja keluarga (Y3) sebesar -0,322, ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan work-family conflict akan menurunkan kinerja keluarga atau semakin tinggi work-family conflict yang dimiliki karyawan maka semakin rendah kinerja keluarga yang dialami karyawan. Berdasarkan hasil uji-t menunjukkan bahwa variabel work-family conflict berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja keluarga. Hal ini ditunjukkan dari nilai t hitung sebesar -3,066 dengan nilai signifikansi 0,003<0,05, maka Ha diterima. Artinya terdapat pengaruh negatif signifikan dari variabel work-family conflict terhadap kinerja keluarga. Koefisien β standarisasi pengaruh langsung family-work conflict (Y2) terhadap kinerja pekerjaan (Y4) sebesar -0,265, ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan work-family conflict akan menurunkan kinerja pekerjaan atau semakin tinggi family-work conflict yang dimiliki karyawan maka semakin rendah kinerja pekerjaan yang dialami karyawan. Berdasarkan hasil uji-t menunjukkan bahwa variable family-work conflict berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja pekerjaan. Hal ini ditunjukkan dari nilai t hitung sebesar -2,477 dengan nilai signifikansi 0,015 < 0,05, maka Ha diterima. Artinya ada pengaruh negatif signifikan dari variabel family-work conflict terhadap kinerja pekerjaan. Untuk menguji validitas model dalam path analysis terdapat dua cara, yaitu koefisien determinasi total dan theory triming (Solimun, 2011: 66). Koefisien determinasi total menggambarkan total keragaman data yang dapat dijelaskan oleh model yang diukur dengan R2m = 1 – Pe12 Pe22 Pe32 Pe42 Pe52 Pe62 dengan demikian nilai koefisien determinasi total adalah: R2m = 1 – (0,9522 x 0,9722 x 0,9472 x 0,9642) R2m = 0,287 Nilai koefisien determinasi total yang didapat sebesar 0,287, artinya bahwa keragaman data yang dapat dijelaskan model tersebut sebesar 28,7% atau informasi yang terkandung dalam data 28,7% dapat dijelaskan oleh model tersebut, sedangkan sisanya 71,3% dijelaskan oleh variabel lain (yang belum terdapat dalam model) dan error. Theory triming dilakukan dengan menguji validitas koefisien jalur pada setiap jalur untuk pengaruh langsung yang sama dengan model regresi,
45
KECERDASAN SPIRITUAL, WORK-FAMILY CONFLICT, FAMILY-WORK CONFLICT, DAN KINERJA PADA PEKERJAAN DAN KELUARGA (STUDI PADA KARYAWAN PERBANKAN DI PONTIANAK) Endang Dhamayantie
menggunakan nilai p dari uji t, yaitu pengujian koefisien regresi variabel dibakukan secara parsiil (Solimun, 2011:68). Berdasarkan theory triming maka jalur-jalur yang nonsignifikan dibuang, karena berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa semua jalur signifikan, sehingga model yang diajukan didukung oleh data empirik sebagaimana yang ditunjukkan Gambar 1. Work-Family Conflict
-0,322 (0,003)
Kinerja Keluarga
-0,307 (0,005)
Kecerdasan Spiritual
-0,234 (0,033)
Family-Work Conflict
-0,265 (0,015)
Kinerja Pekerjaan
Gambar 1. Diagram Jalur Hubungan Kausal Antar Variabel secara Empiris
5. KESIMPULAN Fokus utama dalam penelitian ini adalah menguji 1) pengaruh kecerdasan spiritual terhadap workfamily conflict dan family-work conflict ; 2) pengaruh work-family conflict dan family-work conflict dengan kinerja pada masing-masing domain. Dari hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan path analysis menunjukkan bahwa semua hipotesis yang diajukan diterima. Hal ini didasarkan atas hasil analisis jalur dengan menggunakan metode regresi berganda yang memfokuskan pada koefisien β terstandarisasi yang menunjukkan bahwa 1) kecerdasan spiritual berpengaruh langsung secara negatif dan signifikan terhadap work-family conflict (p = 0,005 < α = 0,05; β = -0,307); 2) kecerdasan spiritual berpengaruh langsung secara negatif dan signifikan terhadap family-work conflict (p = 0,033 < α = 0,05; β = -0,234); 3) work-family conflict berpengaruh langsung secara negatif dan signifikan terhadap kinerja keluarga (p = 0,003 < α = 0,05; β = 0,322); dan 4) family-work conflict berpengaruh langsung secara negatif dan signifikan terhadap kinerja pekerjaan (p = 0,015 < α = 0,05; β = -0,265). Penelitian ini membuktikan bahwa kecerdasan spiritual dapat mengurangi tingkat work-family conflict dan family-work conflict. Hasil penelitian ini berkesesuaian dengan penelitian yang dilakukan Ayo et al. (2009) yang menyatakan bahwa kecerdasan spiritual berpengaruh negatif dengan work-family conflict dan Cohen (2009) menyimpulkan penelitiannya bahwa transendensi diri dan kebajikan
46
berpengaruh dengan family-work conflict. Hasil penelitian ini juga mendukung proposisi yang diajukan oleh Seng et al. (2009) yang menyebutkan perlunya organisasi memberikan dukungan keagamaan karena dapat mengurangi work-family conflict dan family-work conflict. Kecerdasan spiritual mempunyai peran yang besar dalam menekan konflik domain pekerjaan dan keluarga. Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual menurut Vaughan (2003) akan dapat membantu memperbaiki hubungan dalam keluarga, teman dan kolega. Selain itu, menurut Hosseini et al. (2010) kecerdasan spiritual juga memungkinkan orang untuk menyatukan hal-hal yang bersifat interpersonal dan interpersonal, serta menjembatani kesenjangan antara diri sendiri dan orang lain. Karyawan sulit untuk memisahkan kehidupan spiritual dari kehidupan kerja (Milliman, Czaplewski, dan Ferguson, 2003). Mereka meyakini bahwa dengan menyatukan spiritualitas mereka antara kehidupan keluarga dan pekerjaan akan memberikan mereka makna dan tujuan dalam hidup (Ayo et al., 2009). Hal ini menurut Ayo et al. (2009) memungkinkan kecerdasan spiritual mempunyai pengaruh negatif dengan work-family conflict. Hasil penelitian menunjukkan bahwa workfamily conflict berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja keluarga dan family-work conflict berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja pekerjaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yavas et al. (2008), Ahmad (2008) dan Carlson et al. (2010) yang mendukung hipotesa work-family conflict berpengaruh terhadap kinerja dan penelitian Yavas et al. (2008). Konflik yang terjadi antar domain pekerjaan dan keluarga dapat menyebabkan karyawan sulit bekerja secara optimal. Tingginya tingkat konflik yang terjadi dapat berdampak pada rendahnya kinerja pada domain pekerjaan (Karatepe dan Tekinkus, 2006). Namun, jika interaksi antar pekerjaan dan keluarga dapat diperkaya maka karyawan akan memperoleh peningkatan kinerja pada masing-masing domain (Warner dan Hausdorf, 2009; dan Wayne, 2009).
6. IMPLIKASI DAN KETERBATASAN 6.1. Implikasi Penelitian ini membuktikan bahwa semua hipotesis yang diajukan terbukti secara statistik memiliki pengaruh signifikan. Dengan demikian, penelitian ini menunjukkan bahwa peranan workfamily conflict dan family-work conflict sebagai mediasi kecerdasan spiritual dan kinerja pada domain pekerjaan dan keluarga. Implikasi secara teoritis adalah bahwa penelitian ini memberikan kontribusi terhadap pengembangan teori dan ilmu. Hasil penelitian menemukan bahwa hubungan kecerdasan spiritual dan kinerja (domain pekerjaan dan keluarga) merupakan hubungan yang tidak langsung. Implikasi secara empiris adalah dalam pengembangan karyawan, terutama wanita yang
Jurnal BPPK Volume 6 Edisi I, 2013
KECERDASAN SPIRITUAL, WORK-FAMILY CONFLICT, FAMILY-WORK CONFLICT, DAN KINERJA PADA PEKERJAAN DAN KELUARGA (STUDI PADA KARYAWAN PERBANKAN DI PONTIANAK) Endang Dhamayantie
sudah menikah, dengan memperhatikan pengelolaan interaksi domain pekerjaan dan keluarga, karena interaksi kedua peran tersebut mempengaruhi hubungan kecerdasan spiritual terhadap kinerja (baik pada pekerjaan dan keluarga) menjadi hubungan tidak langsung. Hal ini terkait dengan kondisi karyawan wanita yang sudah menikah, disamping memiliki karier juga memiliki suami dan anak, dan beberapa memiliki tanggung jawab pengasuhan orang tua, sehingga sedikit banyak akan mempengaruhi performa kerja dalam organisasi dan keluarga. 6.2. Keterbatasan Penelitian ini tidak terlepas dari beberapa keterbatasan, keterbatasan tersebut yaitu pengambilan data dilakukan dengan metode crosssection yang hanya mengobservasi fenomena pada satu titik waktu tertentu, sehingga tidak dapat menjelaskan perubahan kondisi atau hubungan dari populasi yang diamati dalam periode waktu yang berbeda.
7. SARAN 7.1. Organisasi dapat mengembangkan kebijakankebijakan yang dapat membantu karyawan meningkatkan kecerdasan spiritual baik melalui kegiatan formal maupun informal karena mampu menekan konflik dan meningkatkan interaksi pekerjaan dan keluarga. 7.2. Organisasi dapat membuat program dan kebijakan organisasi (work-family friendly) yang membantu karyawan untuk mengintegrasikan tanggung jawab pekerjaan dan tanggung jawab keluarga melalui strategi pengelolaan waktu pekerjaan dan keluarga, strategi pengelolaan informasi tentang keputusan mengenai kesimbangan tanggung jawab pekerjaan dan keluarga, strategi bantuan keuangan untuk mengelola tanggung jawab keluarga, dan strategi pemberian layanan peduli keluarga. Dengan demikian diharapkan work-family conflict dan family-work conflict berkurang sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja karyawan pada masing-masing domain. 7.3. Untuk peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian dengan mengeksplorasi dan memperluas anteseden yang dapat membantu menekan work-family conflict dan family-work conflict serta meningkatkan kinerja pada masing-masing peran.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, 2008. Direct and Indirect Effects of WorkFamily Conflict on Job Performance, The Journal of International Management Studies, Vol3, No. 2, pp. 176-180. Ayo, H.T., A.S. Henry, dan K.T. Adebukola, 2009. Psycosocial Variables as Predictor of Workfamily Conflict Among Secondary School Teachers in Irele Local Government Area,
Jurnal BPPK Volume 6 Edisi I, 2013
Ondo State, Nigeria, Pakistan Journal of Social Sciences, No. 6, Vol. 1, pp. 11-18. Bailyn, L., R. Drago, dan T.A. Kochan, 2001. Integrating Work and Family Life: A Holistic Approach, Massachusetts: MIT Sloan School of Management. Barnett, R.C., dan K.C. Gareis, 2006. Role Theory Perspectives on Work and Family in PittCatsouphes M, Kossek EE, Sweet S, The work and family handbook: Multi-disciplinary perspectives and approaches. New Jersey: Lawrence Elrbaum Associates, Inc. Bernardin, H.J., dan J.E.A. Russell, 1993. Human Resource Management, Singapore: McGrawHill, Inc. Beauregard, T.A., 2006. Are Organizations Shooting Themselves in the Foot? Workplace Contributors to Family-to-Work Conflict, Equal Opportunities International, Vol. 25, No. 5, pp. 336-353. Bhatnagar, D. and Rajadhyaksha, U., 2001. Attitudes Towards Work and Family Roles and Their Implications for Career Growth of Women: A Report From India, Roles Sex, Vol. 45, No. 7/8, pp. 549-565. Carlson, D.S., J.G. Grzywacz, dan K.M. Kacmar, 2010.The Relationship of Schedule Flexibility and Outcomes Via The Work-Family Interface, Journal of Managerial Psychology, Vol. 25, No. 4, pp. 330-355. Carlson, D.S., K.M. Kacmar, dan L.J. Williams, 2000. Construction and Initial Validation of a Multidimensional Measure of Work-Family Conflict, Journal of Vocational Behavior, No. 56, pp. 249-276. Cohen, A., 2009. Individual Values and the Work/Family Interface: An Examination of High Tech Employees in Israel, Journal of Managerial Psychology, Vol. 24, No. 8, pp. 814-832. Fu, C.K., dan M.A. Shaffer, 2001. The Tug of Work and Family:Direct and Indirect Domain-Specific Determinants of Work-Family Conlict, Personnel Review, Vol. 30, No. 5, pp. 502-522. Frone, M.R., M. Russell, M., dan M.L. Cooper, 1992. Antecedents and Outcomes Work-Family Conflict: Testing a Model of the Work-Family Interface, Journal of Applied Psychology, Vol. 77, No. 1, pp. 65-78. Grandey, A.A., B.L. Cordeiro, dan A.C. Crouter, 2005. A Longitudinal and Multi-Source Test of the Work-family Conflict and Job Satisfaction Relationship, Journal of Occupational and Organizational Psychology, Vol. 78, pp. 1-20. Greenhaus, J.H., danN.J. Beutell, 1985. Sources of Conflict Between Work and Family Roles, Academy of Management Review, No. 10, Vol. 1, pp. 76-88. Grzywacz, J.G., T.A. Arcury, A. Martin, L. Carillo, B. Burke, M.L. Coates, dan S. Quandt, 2007. Work-Family Conflict: Experience and Health
47
KECERDASAN SPIRITUAL, WORK-FAMILY CONFLICT, FAMILY-WORK CONFLICT, DAN KINERJA PADA PEKERJAAN DAN KELUARGA (STUDI PADA KARYAWAN PERBANKAN DI PONTIANAK) Endang Dhamayantie
Implication Among Immigrant Latinos, Journal of Applied Psychology, Vo. 92, No. 4, pp. 1119-1130. Gutek, B. A., Searle, S. and Klepa, L., 1991. Rational Versus Gender Role Explanations for WorkFamily Conflict. Journal of Applied Psychology, Vol. 76 No. 4, pp. 560-568. Hamilton, E.A., J.R. Gordon, dan K.S. Whelan Berry, 2006. Understanding the Work-Life Conflict of Never-Married Women Without Children, Women in Management Review, Vol. 21, No. 5, pp. 393-415. Higgins, C.A., dan L.E. Duxbury, 1992. Work-Family Conflict: A Comparison of Dual-Career and Traditional-Career Men. Journal of Organizational Behavior, Vol. 13, pp. 389-411. Hosseini, M., H. Elias, S.E. Krauss, dan S. Aishah, 2010. A Review Study on Spiritual Intelligence, Adolescence and Spiritual Intelligence, Factors that may Contribute to Individual Differences in Spiritual Intelligence and the Related Theories, Journal of Social Sciences, Vol. 6, No. 3, pp. 429-438. Istijanto, 2005. Riset Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Karatepe, O.M., dan M. Tekinkus, 2006. The Effect of Work-Family Conflict, Emotional Exhaustion, and Intrinsic Motivation on Job Outcomes of Front-Line Employees, International Journal of Bank Marketing, Vol. 24, No. 3, pp. 173-193. Krishnakumar, S., dan C.P. Neck, 2002. The “What”, “How” and “Why”of Spirituality in the Workplace, Journal of Managerial Psychology, Vol. 17, No. 3, pp. 153-164. Mangkunegara, A.A.A.P., 2009. Evaluasi Kinerja SDM, Bandung: Refika Aditama. Marchese, M.C., Gregory, B. and Jack R., 2002. WorkFamily Conflict: A Virtue Ethics Analysis, Journal of Business Ethics, 40, pp. 145-154. Mavridis, D.G., 2004.The Intellectual Capital Performance of the Japanese Banking Sector, Journal of Intellectual Capital, Vol. 5, No. 1, pp. 92-115. Milliman, J., A.J. Czaplewski, dan J. Ferguson, 2003. Workplace Spiriuality and Employee Work Attitudes: An Exploratory Empirical Assessment, Journal of Organizational Change, Vol 16, No. 4, pp. 426-447. Netemeyer, R.G., T.B. Alejandro, dan J.S. Boles, 2004. A Cross-National Model of Job-Related Outcomes of Work Role and Family Role Variables: A Retail Sales Context, Journal of the Academy of Marketing Science, Vol. 32, No. 1, pp. 49-60. Riduwan dan E.A. Kuncoro, 2008. Cara Menggunakan dan Memakai Analisis Jalur (Path Analysis), Bandung: Alfabeta. Rotondo, D.M. and Kincaid, J.F., 2008. Conflict, Facilitation, and Individual Coping Styles Across the Work and Family Domians, Journal
48
of Managerial Psychology, Vol. 23, No.5, pp. 484-506. Schultz, Lisa A., 2009. Exploring the Relationship Between the Positive and Negative Sides of the Work-Family Interface: The Role of Enrichment in Buffering the Effects of Time-, Strain-, and Behavior-Based Conflict, Disertation, Purdue University, Indiana. Seery, B.L., Corrigall, E.A. and Harpel, T., 2008. Job Related Emotional Labor and Its Relationship to Work-Family Conflict and facilitation, Journal of Family and Economic Issues, Vol. 29, pp. 461-477. Seng, A.S.K., S.B. Bujang, dan R. Ahmad, 2009. WorkFamily Interface: The Relationship Between Work-Family and Religious Support and Its Influence on Job, Family and Life Satisfaction, Paper Submitted to BAI 2009 International Conference on Business & Information, Kuala Lumpur, 6-8 July. Solimun, 2011. Aplikasi Analisis Multivariat: SEM & PLS. Malang: FMIPA & Pascasarjana Universitas Brawijaya. Sugiyono, 1999. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Tischler, L., J. Biberman, dan R. McKeage, 2002. Linking Emotional Intelligence, Spirituality and Workplace Performance, Journal of Managerial Psychology, Vol. 17, No. 3, pp. 203–218. Underwood, L.G., 2003. Daily Spiritual Experiences, In Multidimensional Measurement of Religiousness/Spirituality for Use in Health Research: A Report of the Fetzer Insitute/National Insitute on Aging Working Group. Vaughan, F., 2003. What Is Spiritual Intelligence? Journal of Humanistic Psychology, Vol. 42, No. 2, pp. 16-33. Warner, M.A., dan P.A. Hausdorf, 2009. The Positive Interaction of Work and Family Roles: Using Need Theory to Further Understand the Work-Family Interface, Journal of Managerial Psychology, Vol. 24, No. 4, pp.372-285. Wayne, J.H., 2009. Reducing Conceptual Confusion: Clarifying the “Positive” Side of Work and Family, Paper presented at the Annual Conference for the Society of Industrial/Organizational Psychologist, New Orlean, Los Angeles, April 29. Yavas, U., E. Babakus, dan O.M. Karatepe, 2008. Attitudinal and Behavior Consequences of Work-Family Conflict and Family-Work Conflict: Does Gender Matter? International Journal of Service Industry Management, Vol. 19, No. 1, pp. 7-31.
Jurnal BPPK Volume 6 Edisi I, 2013
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013, Halaman 49-60 BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
JURNAL BPPK
NATURAL RATE OF INTEREST IN INDONESIA: KALMAN FILTER APPROACH Rizki E. Wimandaa, Wahyu A. Wibowob, Idhamc aDepartemen
Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia. Email:
[email protected] Kajian Ekonomi, Kanwil BI VI Jawa Barat dan Banten. Email: wahyu_aw@ bi.go.id cDivisi Pengembangan Model Bank Indonesia. Email:
[email protected] bDivisi
ARTICLE INFORMATION
ABSTRACT
ARTICLE HISTORY Received 9 January 2013
In the long run, nominal interest rates will move closer to the equilibrium (natural) real interest rate plus inflation expectations. Natural real interest rate has become an important concept for policy makers since it is used as a benchmark whether the stance of monetary policy has been set in accordance with the economic conditions (neutral), too tight or too loose. This paper estimates the natural rate of interest (NRI) in Indonesia during 2000q1 - 2011q2 using Kalman filter. The results show a sharp decline of NRI from 2000q1 to 2006q4, but an increasing trend after that. NRI calculations indicate that during period of 2010q3 to 2011q2, Bank Indonesia policy rate was considered to be neutral. By using headline inflation as part of inflation expectations, NRI in 2011q2 is estimated about 0.94%. Comparing with SVAR method, calculating NRI using Kalman filter method is better since it gives smoother movement of NRI and more robust in predicting inflation and growth.
Revised 15 May 2013 Accepted to be published 16 May 2013
KEYWORDS: Natural Rate of Interest, Kalman Filter, Inflation, Growth.
Di masa mendatang, tingkat suku bunga nominal akan bergerak lebih dekat ke arah suku bunga riil (natural) ekuilibrium ditambah dengan prakiraan inflasi. Suku bunga riil natural telah menjadi konsep yang penting bagi para pembuat kebijakan karena digunakan sebagai tolak ukur apakah kebijakan moneter telah ditetapkan sesuai dengan kondisi ekonomi (netral), terlalu ketat atau terlalu longgar. Makalah ini memperkirakan suku bunga natural (NRI) di Indonesia selama kuartal 1 tahun 2000 – kuartal 2 tahun 2011 menggunakan Kalman filter. Hasilnya menunjukkan penurunan NRI yang tajam sejak kuartal 1 tahun 2000 hingga kuartal 4 tahun 2006, tetapi trennya terus meningkat sejak saat itu. Perhitungan NRI menunjukkan bahwa selama kuartal 3 tahun 2010 hingga kuartal 2 tahun 2011, tingkat kebijakan Bank Indonesia dianggap netral. Dengan menggunakan inflasi headline sebagai bagian dari prakiraan inflasi, NRI pada kuartal 2 tahun 2011 diperkirakan sekitar 0,94%. Dibandingkan dengan metode SVAR, perhitungan metode filter Kalman lebih baik karena memberikan pergerakan NRI yang lebih mulus dan lebih kokoh dalam memprediksi inflasi dan pertumbuhan.
1. INTRODUCTION In the long run, nominal interest rates will move closer to the equilibrium (natural) real interest rate plus long-term inflation expectations. Natural real interest rate has become an important concept in some of the literature because it is used as a benchmark for monetary policy. In theory, monetary policy can be evaluated whether the policy rate has been set in accordance with the economic conditions or not. Like an output gap, a natural real interest rate cannot be observed directly, so it must be estimated. The estimation is ranging from the very simple
method, i.e. the average of the actual interest rate in certain period, to the very complex one, i.e. using Dynamic Stochastic General Equilibrium (DSGE) model. Since it is unobservable, the estimates contain uncertainty. Recent literature that contributes to the empirical approach to the NRI concept is Laubach and Williams (2003). The approach they use is to estimate the natural real interest rate along with potential output using Kalman filter technique in a small-scale macroeconomic model. In this approach, the natural real interest rate is associated with the growth of
____________________________________________________ We would like to thank Dr. Perry Warjiyo, Dr. Iskandar Simorangkir, and Dr. Juda Agung for their suggestions, as well as to all participants of BRE seminar held on June 16, 2011 at Bank Indonesia, Jakarta. We also thank Andre Raymond for programming assistance and discussion. 2 Rizki E. Wimanda is senior economist, WahyuA.Wibowo and Idham are economists at Department of Economic Research and Monetary Policy, Bank Indonesia. The views expressed in this paper are those of the authors and do not necessarily reflect those of Bank Indonesia. Any errors are ours.
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
49
NATURAL RATE OF INTEREST IN INDONESIA: KALMAN FILTER APPROACH Rizki E. Wimanda, Wahyu A. Wibowo, Idham
economic potential. Thus, the estimated natural real interest rate is time-varying and associated with longterm economic growth. This method became popular since it provides some sort of middle ground compromise between the DSGE approach and the statistical approach. In Indonesia, NRI has been calculated by Nugroho and Mochtar (2006). Based on Structural Vector Auto Regressive (SVAR) model, they argue that Indonesia’s NRI in 2006 was about 2%. Now, the question is that: what is the level of NRI in Indonesia in 2011? Does it remain the same, increase, or decrease? Considering the inflation rate in June 2011 was 5.54% and the policy rate was 6.75%, is a central bank’s stance can be categorized a stight? What method is good for estimating the NRI? Does NRI have a predictive power to macroeconomic variables? This paper attempts to answer the questions above using Kalman filter techniques. This paper will compare the results with other estimations using HP filter and SVAR. The paper is written with the following systematics. Part two discusses theories and methodologies in estimating the NRI. Part three describes the methodology and data. Part four presents the empirical results and analyses the findings. Part five concludes.
2. LITERATURE REVIEW AND HYPOTHESIS 2.1. The Concept of Natural Rate of Interest (NRI) Various studies on the NRI have begun more than 100 years ago, starting from a seminal work of Wicksell (1896) to the study of current policy, for example Woodford (2003). The definition of NRI has evolved along with the development and advancement of literature in the field of monetary policy. Wicksell (1896) describes the characteristics of the NRI as follows: (i) the level of interest rates which balances saving and investment, (ii) reflects marginal productivity of capital, and (iii) consistent with the (aggregate) price stability. These three characteristics of Wicksell's natural rate suggest that it is consistent with the equilibrium of the economy in the long run. Natural rate is not constant at a certain level, but it will fluctuate according to technological changes that affect the productivity of capital. The three definitions of the natural rate are then adopted by subsequent generations. For example, economists in the inter-war period followed Wicksell’s definition with emphasis on the characteristics of the neutral rate between saving and investment balance (equilibrium). Friedman (1968) and Phelps (1968) emphasize on the long-term characteristics of the natural rate of unemployment. In recent time, the definition of the New Keynesian can be referredas a synthesis from the definition put forth by Wicksell, because the NRI is defined as the interest rate in the general equilibrium conditions. Thus, implicitly, it is an interest rate that is consistent with
50
the savings equals investment in a closed economic system. There are some definitions of NRI: (i) NRI is the rate of interest that is consistent with a situation in which inflation and inflation expectations are stable at the inflation target and the output gap is zero and it is expected to remain zero over the medium run (Archibal and Hunter, 2000). (ii) NRI is the level of real interest rates that will make monetary policy neutral and stabilize inflation (Brzezina, 2003).(iii) NRI is the level of real interest rates that is consistent with closed output gap in the medium term (Bernhardsen, 2007). Equilibrium real interest rate is influenced by many factors, including productivity, population growth, and long-term saving preferences. NRI is also influenced by variety of disturbances that affect the medium-term economy. This can be illustrated that the NRI moves around and towards the equilibrium (long run) real interest rates. In circumstances where there is a wage stickiness and price formation, the central bank can affect real interest rates and economic growth using interest rate policy. Real interest rate can deviate from its neutral level, depending on the stance of monetary policy. This in turn depends on the central bank's policy on trade-offs between various objectives, such as stable inflation on one side, and stable output orunemployment on the other side. 2.2. Estimation Methods of NRI a. Historical Interest Rates Taking the assumption that monetary policy in the long run has to deal with deflationary pressures roughly as often as inflationary pressure, it follows that in the calculation of the average level of the real interest rate in the long period of time, the cyclical component of the interest rate will lead to zero. Therefore, the average of the real interest rate would give the estimate of NRI. If the value of the NRI is constant over time, then the average of the historical real interest rate throughout the entire business cycle will give an indication of the level of NRI. The problem of this method is that the NRI cannot be assumed to be constant over time. Difficulties can also occur when determining the business cycle b. Based on NRI of Other Countries This method uses the approach by taking the NRI estimates from advanced countries and then adjusting it to take into account specific risk factors of the country. The differences of NRI between countries can be caused by different risk premia or differences in the fundamental factors that affect saving and investment. Hawkesby et al (2000) estimate risk premium in New Zealand. They assume that there is no default or liquidity premium between short-term interest rates in New Zealand, Australia and the U.S. Therefore, the currency risk premium is derived from the actual
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
NATURAL RATE OF INTEREST IN INDONESIA: KALMAN FILTER APPROACH Rizki E. Wimanda, Wahyu A. Wibowo, Idham
interest rate differential between New Zealand and Australia and the actual interest rate differential between New Zealand and the United States. This approach is used by Archibald and Hunter (2000) to estimate the NRI of New Zealand. They use NRI estimates of the United States and Australia as a basis. The problem of this method is that NRI from advanced countries also have significant uncertainties. c. Based on Market Participants’ Expectations This method measuresthe market expectations of future short term interest rates. This is done by calculating the real return bonds, market surveys (e.g. consensus forecast), and by estimating market expectations through market rates. The drawback of this method is that the results do not necessarily represent the actual interest rate expectation of the market. In addition, the market participant’s expectation of future interest rate can also deviate from the NRI. d. Based on Structural Vector Auto Regresive (SVAR) Model The SVAR model is a popular approach based on Blanchard and Quah’s work (1989) on imposing longrun restriction to estimate potential output. The same technique is then used to estimate the natural rate of interest. Brzoza-Brzezina (2005) use this approach to estimate the NRI in the United States. The biggest innovation to the Blanchard–Quah method in the Brzoza-Brzezina (2005) paper is the replacement of the orthogonality assumption with respect to the shocks with a short-run restriction. They argue that models of such specifications would have lower restriction and better flexibility. They conduct estimations using the federal fund rate and the interest rate of the treasury bills. Indications from both estimates are relatively similar, i.e. the NRI shows a significant variation from its real rate. These results are not in line with the estimates of Laubach and Williams (2001) for the United States and Neiss and Nelson (2001) for the UK, where the variance of the natural rate to the real rate is much lower. However, other research papers (for example Rotemberg and Woodford, 1997) have the same conclusion that the variance of the NRI is relatively high. e. Based on Small Macroeconomic Model with Kalman Filter (KF) This method is proposed by Laubach and Williams (2001) where the estimation of unobserved components (i.e. NRI and potential output) are done in parallel using the Kalman filter technique. Identification of NRI is obtained by defining the IS curve equation in the simple reduced form, which links the output gap and the real interest rate gap (the difference between the real rate and NRI). While the Phillips curve equation links the inflation and the
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
output gap. They also impose that the trend of growth rate as a determinant of the NRI. The problem of this method is that the model used is generally a highly simplified model compared to reality. This estimate is usually very sensitive to technical choices used in the estimation process, thus uncertainty is also present in the output produced. f. Based on DSGE Model NRI can also be estimated by using DSGE model, which is generally based on New-Keynesian as found in Neiss and Nelson (2000). In this model, the economic agents are forward looking, while the central bank sets the interest rate to stabilize inflation and output over time. Wages and price are sticky in the short run, but flexible in the long run. If the assumptions of sticky nominal wages and prices are relaxed, it would acquire the flexible price version of the model. In this regard, NRI is defined as the real interest rate contained in the flexible price version of the model. One of the contributions of the New Keynesian paradigm is the ability to obtain an explicit equation of the natural rate as a function of primitive factors underlying the economy. Calculation of the natural rate can be done by solving the equilibrium real interest rate obtained from the model when prices are assumed to be perfectly flexible and where there is no gap between real output and potential output. Various first order conditions that must be met in the equilibrium of the optimization of households and firms behaviors would lock the value of the natural rate to a particular level. The level of natural rate is determined by a variety of economic factors, such as time preference and willingness to change consumption between two periods, marginal productivity of capital, especially the level of capital stock, and shock that affects the household saving decision, such as innovation on total factor production and exogenous changes in the government spending.
3. METHODOLOGY In this paper, we apply the methodology as suggested by Laubach and Williams (2003). This method uses Kalman filter on a small macroeconomic model where the natural real interest rate, potential output and the output gap are estimated simultaneously. The model is a Neo-Keynesian1 model, which describes the behavior of inflation and the output gap through the modified IS curve and Phillips curve. The main equations of the model are as follow:
ay ( L) yt br ( L)rt 1t a ( L) t b ( L) yt 2t
r
(1) ,
(2)
y
where t is the real interest rate gap, t is the output gap, 𝜋𝑡 is the CPI inflation, 𝜀𝑖𝑡 and 𝜀𝑖𝑡 are the white 1 Neo-Keynesian models are not interested in forming level of variables, but rather pay attention to the deviation of these variables to its equilibrium level.
51
NATURAL RATE OF INTEREST IN INDONESIA: KALMAN FILTER APPROACH Rizki E. Wimanda, Wahyu A. Wibowo, Idham
Mean Median Std. Deviation Number of Observation
SBI or BI Rate 10.20 9.00 3.37 135
Table 1. Descriptive Statistics CPI Core Inflation Inflation 8.22 7.10 7.15 6.86 3.97 2.09 135 135
noise errors. Output gap is defined as the difference between the (log) GDP and (log) potential output: 𝑦𝑡 = 100(𝑦𝑡 − 𝑦∗𝑡 ) . (3) The laws of motion of unobservable potential output and its trend of growth are:
yt* yt*1 gt 1 4t
gt gt 1 5t , where
(4)
(5)
* t
y is the potential output, g t is the trend of
potential output growth, 4t and 5t are the white noise errors. The economic theory imposed by LW is presented by the relationship between the natural real interest rate and potential output growth:
rt* cgt zt ,
(6) where parameter c captures the relative risk aversion and other determinants of real natural interest rates, such as time preference of households, variations in government savings, and the uncertainty of interest rates. i.e.:
z t is
assumed to follow the stochastic process,
zt zt 1 3t .
(7) Equation (3), (4), (5) and (6) are state or transitory equations, while the IS curve equation (1) and the Phillips curve (2) are the observation equations. In this system, Kalman filter method is used twice. The first is to calculate the parameters by maximum likelihood, and the second is to estimate the
r* y* g
z
unobserved components t , t t and t . The model can then be written in the form of state-space:
yt Zt Bxt G t
t 1 Tt H t .
(8)
(9) This study uses two models, that is first, KF model with estimated output gap (KF1) and second, KF model without estimated output gap (KF2). a. Model KF1 Signal equations ygap𝑡 = 𝛼1 ygap𝑡−1 + 𝛼2 ygap𝑡−2 + 𝛼3 (𝑟𝑡−1 − 𝑟∗𝑡−1 ) ∗ ) + 𝛼4 (𝑟𝑡−2 − 𝑟𝑡−2 + 𝜀1𝑡 π𝑡 =𝛽1 π𝑡−1 + 𝛽2 π𝑡−2 + 𝛽3 π𝑡−3 + 𝛽4 ygap𝑡−3 +𝛽5 x𝑡 + 𝜀2𝑡 , state equation 𝑟𝑡∗ = 𝑟∗𝑡−1 , (10) where x is import price and ygap is output gap estimated using adjusted HP filter.
52
Concencus Forecast 7.45 6.75 3.39 46
GDP Growth 5.28 5.47 1.12 42
b. Model KF2 Signal equations ∗ ∗ ) ∗ ) ) y𝑡 =𝛼1 (y𝑡−1 − 𝑦𝑡−1 + 𝛼2 (y𝑡−2 − 𝑦𝑡−2 + 𝛼3 (𝑟𝑡−1 − 𝑟𝑡−1 ∗ ∗ + 𝛼4 (𝑟𝑡−2 − 𝑟𝑡−2 ) + 𝑦𝑡 + 𝜀1𝑡 π𝑡 = 𝛽1 π𝑡−1 + 𝛽2 π𝑡−2 + 𝛽3 (y𝑡−1 − 𝑦∗𝑡−1 )+𝛽4 x𝑡 + 𝜀2𝑡 , state equations ∗ 𝑦∗𝑡 = 𝑦𝑡−1 + 𝑔𝑡−1 + 𝜀3𝑡 ∗ 𝑟𝑡 = 𝑔𝑡 + 𝑧𝑡 𝑔𝑡 = 𝛾1 𝑔𝑡−1 + 𝜀4𝑡 𝑧𝑡 = 𝛿1 𝑧𝑡−1 + 𝛿1 𝑧𝑡−2 + 𝜀5𝑡 . (11) Real interest rate is defined as the difference between nominal interest rates and inflation expectations: 𝑟𝑡 =i𝑡 − π𝑒𝑡 . (12) In this paper, we use two types of inflation expectations, as follow: a. A combination of the past of CPI inflation and BI inflation target π𝑒𝑡 = 0.65π𝑡−1 + 0.35π∗𝑡+1 . (13) b. BI inflation target π𝑒𝑡 = π∗𝑡+1 . (14) To find out information or predictive content of NRI, we follow Stock and Watson (2003). Evaluation of insample measure is done using the following regression: 𝑌ℎ𝑡+ℎ = 𝛽0 + 𝛽1 (𝐿)𝑋𝑡 + 𝛽2 (𝐿)𝑌𝑡 + 𝑢𝑡𝑡+ℎ , (15) Where X is the variable of interest in which its ability to forecast Yis evaluated, 𝛽1 (𝐿) and 𝛽2 (𝐿) are polynomial lag operators and 𝑢𝑡𝑡+ℎ is the error term, 𝑌ℎ𝑡+ℎ is a variable to predict h period ahead: 400 (ln(𝑌𝑡+ℎ ) − ln(𝑌𝑡 )) . 𝑌ℎ𝑡+ℎ = (16) ℎ To carry out pseudo out of sample we calculate the mean squared forecast error of the candidate forecast (forecast i) relative to the benchmark (forecast 0).
4. DATA This study uses monthly data and quarterly data from 2000Q1 through 2011Q2. The data are shortterm interest rate (BI rate), CPI inflation, core inflation, GDP growth, and the consensus forecast of inflation (Bloomberg and Asia Pacific Consensus Forecast)2. The descriptive statistics of the data can be seen in Table 1.
2
Asia Pacific Consensus Forecast is a compilation of the results of a survey of 180 financial institutions and economic forecaster influential in the Asia Pacific region. The survey was conducted on the projection of GDP growth, inflation, trade balance and exchange rate.
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
NATURAL RATE OF INTEREST IN INDONESIA: KALMAN FILTER APPROACH Rizki E. Wimanda, Wahyu A. Wibowo, Idham
Table 2. Estimation Results -CPI inflation KF1 – CPI Coef SE
Signf
Coef
KF2 – CPI SE
Signf
Coef
KF2m – CPI SE
Signf
𝛼1
0.982
0.309
***
1.271
0.283
***
1.381
0.039
***
𝛼2
-0.966
0.336
***
2.831
0.373
***
-0.386
0.038
***
𝛼3
-0.850
-0.750
-0.119
𝛼4
-0.100
-0.150
-0.119
𝛽1
0.941
0.050
𝛽2
-0.034
0.057
𝛽3
-0.246
0.039
***
𝛽4
-0.119
0.049
𝛽5
0.016
0.002
***
-44.96
0.079
***
0.998
0.041
***
46.05
0.072
***
-0.124
0.037
***
**
7.521
0.893
***
0.921
***
-1.228
0.295
***
0.124
0.038
***
Final State
Root MSE
Signf
0.929
6.689
12.648
0.529
𝛾1
0.650
0.843
𝛿1
0.650
0.821
𝛿2
0.250
0.120
Final State
Root MSE
Signf
Final State
Root MSE
0.863
0.262
***
0.416
0.261
YPOT
13.273
1.131
G
0.090
0.294
0.011
0.082
Z
0.357
0.266
0.005
0.336
NRI
Log likelihood
-220.28
Signf
***
-262.462
***
-308.765
Table 2 shows the estimation results of NRI using the Kalman Filter. For model KF1, we restricted the parameter 𝛼3 and 𝛼4 (difference between real interest rate and NRI) using value of -0.85 and -0.10 respectively. It is worth noting that the majority of the variable affecting inflation and output gap are statistically significant at the 1% and 5% level.
5. EMPIRICAL RESULTS 5.1. NRI Estimation 5.1.1. Using CPI as an Expected Inflation Inflation expectation is calculated with 65% adaptive inflation (CPI) and 35% forward looking inflation (inflation target). We apply 2 models (KF1 and KF2) using both quarterly and monthly data. 12.00
R2
KF1 10.00
KF2 KF2-m HPF SVAR-m
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
-2.00
Figure 1. Real Interest Rate and NRI – CPI Inflation
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
53
NATURAL RATE OF INTEREST IN INDONESIA: KALMAN FILTER APPROACH Rizki E. Wimanda, Wahyu A. Wibowo, Idham
Table 3. Real Interest Rate and NRI-CPI Annual Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011*
R2
HPF
8,80 6,58 3,34 1,70 1,66 1,97 -0,28 2,81 1,18 1,39 1,96 0,68
KF1
7,84 5,95 4,22 2,84 1,92 1,42 1,23 1,24 1,30 1,37 1,42 1,44
KF2
3,14 2,70 2,14 1,18 0,66 0,40 0,40 0,40 0,70 0,71 0,82 0,86
KF2-m
5,28 4,85 3,83 2,43 1,42 0,68 0,28 0,74 0,86 0,38 0,81 0,48
However, the estimated parameter for output gap in the inflation equation shows sign that is inconsistent with the hypothesis (negative). Meanwhile, estimation of NRI in the final state is 0.86 and significant at 1% level. For model KF2, we restricted the parameter 𝛼3 and 𝛼4 (difference between real interest rate and NRI) using value of -0.75 and -0.15 respectively. Also, parameter 𝛾1 , 𝛿1 and 𝛿2 in the state equations are restricted to the value of 0.65, 0.65 and 0.25
6,52 3,83 2,99 2,12 1,48 1,10 1,18 1,33 1,10 1,00 1,06 0,99
SVAR-m 3,69 2,59 2,28 3,05 2,60 1,38 3,85 2,87 2,33 3,58 2,71 2,04
Av-KF
Av-KF-HP
4,98 3,79 2,99 1,91 1,19 0,73 0,62 0,83 0,89 0,70 0,90 0,78
5,70 4,33 3,30 2,14 1,37 0,90 0,77 0,93 0,99 1,87 1,03 0,94
respectively. The estimation result shows that all parameters are statistically significant at the 1% level. However, 𝛽5 (import price) parameter shows negative sign, which is inconsistent with the hypothesis. The unobserved variable potential output indicates significance at the 1% level, while NRI at the final state with the value of 0.42% is statistically insignificant. For model KF2-m (monthly data), the parameters that we restrict are 𝛼3 , 𝛼4 (difference between real
Table 4. Estimation Result:NRI -Inflation Target KF1 – Target Coef SE
Coef
KF2 – Target SE
Signf
Coef
**
1.432
0.077
***
-0.514
0.111
***
***
𝛼1
1.095
0.178
***
1.167
0.561
𝛼2
-0.676
0.162
***
-0.036
0.590
𝛼3
-0.850
-0.750
-0.120
𝛼4
-0.100
-0.150
-0.120
𝛽1
0.941
0.052
𝛽2
-0.034
0.057
𝛽3
-0.245
0.038
***
𝛽4
-0.127
0.050
𝛽5
0.015
0.002
***
KF2m – Target SE
0.011
2.170
1.001
0.034
0.112
2.276
-0.038
0.035
***
1.461
0.309
***
-2.039
2.841
***
0.172
0.043
***
Final State
Root MSE
Signf
2.207
7.228
13.391
0.513
0.650
0.910
𝛿1
0.650
0.820
𝛿2
0.250
0.120
Final State
Root MSE
Signf
Final State
Root MSE
2.947
0.079
***
0.514
1.343
YPOT
7.985
2.021
G
0.075
1.245
0.024
0.082
Z
0.439
1.585
0.006
0.336
Log likelihood
-208.2
-208.8
Signf
***
Signf
0.010
𝛾1
NRI
54
Signf
***
-313.231
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
NATURAL RATE OF INTEREST IN INDONESIA: KALMAN FILTER APPROACH Rizki E. Wimanda, Wahyu A. Wibowo, Idham
12.00 R5
KF1 10.00
KF2 KF2-m HPF SVAR-m
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
-2.00
Figure 2. Real Interest Rate and NRI – Inflation Target interest rate and NRI), and 𝛽4 (output gap) using the value of -0.12, -0.12, and 0.92 respectively. Meanwhile, 𝛾1 , 𝛿1 dan 𝛿2 in the state equations are also restricted using the value of 0.84, 0.82, and 0.12 respectively. The estimation result shows that all parameters are significant at the 1% level. The potential output (unobservable) variable also shows significance at 1% level. However, NRI variable at the final state with the value of 0.93% is statistically insignificant. Figure 1 shows plots from the NRI variable calculated using different methods, namely KF1, KF2, KF2-m (monthly data), HP filter, and SVAR (monthly data) as well as the real interest rate series. Based on figure 4.1, it can be seen that the value of NRI at the end of the observation period (2011:2) using SVAR is
higher than the value of NRI obtained either by the HP filter or Kalman Filter (all variations). In general, the movement of NRI from the KF is in line with the result obtained from the HPF. However, in level terms, NRI obtained from the KF is lower than the HPF. In comparison, NRI obtained using SVAR shows a more volatile movement and tend to be above the real interest rate from 2003 to 2011, which implies that that the monetary policy stance during these period was mostly loose (accommodative). Table 3 shows the annual dynamics of real interest rate and NRI. The last two columns are the average result of KF (KF1, KF2, KF2m) and the average NRI from KF and HPF. If we look at the result from KF and HPF, there is a sharp decline in the NRI
Table 5. Real Interest Rate and NRI – Inflation Target Annual Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011*
R5 6,23 8,83 5,13 1,35 1,80 3,30 6,46 3,60 381 2,52 1,50 1,75
HPF 6,98 5,99 4,92 4,03 3,60 3,61 3,72 3,62 3,28 2,75 2,12 1,56
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
KF1 2,06 3,84 4,74 3,72 2,81 2,39 2,71 3,07 3,14 3,21 3,07 2,95
KF2 7,03 6,21 4,83 1,14 0,77 1,19 3,43 2,68 2,39 1,52 1,07 0,59
KF2-m 6,63 6,00 4,02 2,50 2,74 3,15 2,11 0,91 1,11 1,47 1,95 2,17
SVAR-m 1,51 1,42 1,39 1,47 1,45 1,31 1,63 1,49 1,42 1,60 1,47 1,46
Av-KF 6,83 6,10 4,42 1,82 1,75 2,17 2,77 1,80 1,75 1,50 1,51 1,90
Av-KF-HP 5,24 5,35 4,53 2,46 2,10 2,24 2,75 2,22 2,22 2,07 2,03 1,82
55
NATURAL RATE OF INTEREST IN INDONESIA: KALMAN FILTER APPROACH Rizki E. Wimanda, Wahyu A. Wibowo, Idham
8.00 Gap-KF1 Gap-KF2 Gap-KF2-m
6.00
Gap-HPF Gap-SVAR-m 4.00
Lower Upper
2.00
0.00 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 -2.00
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
-4.00
-6.00
-8.00
Figure 3. Real Interest Rate Gap and NRI – CPI
between period 2000 and 2006, whereas a slight increase in trend is observed during the period 2006– 2011. Meanwhile, the NRI obtained using SVAR shows no visible decline. For the second quarter of 2011, the NRI caculated using KF is 0.78%, lower than the NRI obtained from HPF (1.44%). If it is calculated using the mean value, the NRI obtained increased to 0.94% with the range of 0.48% to 1.44%. On the other hand, the NRI obtained from SVAR is 2.04%, which is far above the real interest rate. 4.1.2. Using BI’s Inflation Target as an Expected Inflation In previous subsection we used the CPI inflation as a part of inflation expectation. In the following section we use BI’s inflation target as expected inflation. In this case, we assume perfect foresight, i.e. the public inflation expectation is fully anchored to the central bank’s inflation target. A complete estimation results are presented in Table 4. As in the previous estimation result, in the model KF1, although the majority of the parameters are statistically significant, the parameter 𝛽4 (output gap) shows a negative sign, which is inconsistent with the theory (hypothesis). In the model KF2, while it is not significant statistically, the 𝛽5 parameter (import price) shows a negative sign. At the final state, the unobserved variable NRI in the model KF1 shows significance at the 1% level. On the other hand, NRIs in the model KF2 and KF2m are not significant statistically. By plotting the NRI values from different models (figure 2), it can be determined that the NRI obtained
56
from KF1 recorded the highest value compared to other methods. NRI obtained from HPF shows a decreasing trend from 2000 to 2011. Looking at the movements of NRI obtained from the HPF and the KF2, we could see that they move in the same direction, i.e. undergo decreasing trends starting in 2007 to 2011. Although in level terms, the NRI obtained from KF2 is lower compared to the NRI obtained from HPF. In contrast, NRI obtained from KF2-m during the same period shows an increasing trend. As for the NRI from SVAR model, it shows a relatively stable movement at the low level of around 1.5% Table 5 shows that in 2011, NRI obtained from the average of KF methods is 1.90% and NRI obtained from HPF is 1.56%. Thus the average NRI is 1.82% (with the range of 0.59% - 2.95%). Meanwhile, the NRI obtained from SVAR model is the lowest at 1.46% and relatively flat throughout the observation period (2000 – 2011), which, in our opinion, does not really make sense. 4.2. NRI Evaluation 4.2.1. Monetary Policy Stance To measure the monetary policy stance, we need to calculate the gap between real interest rate and NRI. If the real interest rate gap shows a positive value (real interest rate is higher than NRI), then the monetary policy stance is categorized as tight. Conversely, if the real interest rate gap is negative, the monetary policy stance is categorized as loose (accommodative).
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
NATURAL RATE OF INTEREST IN INDONESIA: KALMAN FILTER APPROACH Rizki E. Wimanda, Wahyu A. Wibowo, Idham
Figure 3 shows plots of the real interest rate gaps from each individual methods using hybrid CPI expected inflation (65% adaptive and 35% forward looking). Using this figure, the dynamics of the monetary policy stance on each individual method can be observed. In general, the movement of NRI gaps obtained from KF and HPF methods are in line with one another, especially starting from 2005 to 2011 where only slight difference is observed. Using the KF and HPF methods, the dynamics of monetary policy stance is more noticeable (i.e. more frequent and apparent switching periods of monetary policy stance) in comparison to the SVAR method. Meanwhile, real interest rate gap obtained from SVAR shows that it moves below the zero line on the majority of the time during period 2003–2011. The gap is positive only in the second quarter of 2005. This would indicate that the central bank’s monetary policy stance during this period was consistently loose (accommodative). On the contrary, records on the board meeting press conferences show that the monetary policy stance was not always accommodative. One clear example would be during the mid 2004 to early 2006. Table 6 Current Implied Neutral Policy Rate (2011Q2)-CPI Average KF
Average KF & HPF
NRI
0.78
0.94
Expected Inflation
6.07
6.07
CPI (t-1)
6.65
6.65
Target (t+1)
5.00
5.00
Neutral Policy Rate
6.85
7.02
Current BI Rate
6.75
6.75
Delta
-0.10
-0.27
Neutral
Neutral
Stance (vs.±0.35)
Table 6 presents the implied neutral policy rate in the second quarter of 2011 using CPI inflation expectation3. As discussed previously (section 4.1.1), in 2011:2, NRI obtained from the average KF is 0.78% and NRI obtained from the average KF and HPF is 0.94% Meanwhile, BI Rate in this period is 6.75%. Thus, by calculating the CPI inflation expectation, we can determine the neutral policy rate4. Using the average KF and average KF and HPF methods, the neutral policy rates are 6.85% and 7.02% respectively. Using this result, it can be calculated that
3
4
CPI expected inflation is approximated using 65% past CPI inflation (t-1) and 35% inflation target (t+1). Neutral policy rate is defined as a condition where the gap between real interest rate and NRI equals to zero. Since real interest rate is equal to the BI rate minus the expected inflation, then neutral policy rate could also be expressed as BI rate minus expected inflation minus NRI equal to zero. In the equilibrium, BI rate is equal to NRI plus expected inflation.
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
the delta5 for each methods are -0.10% (average KF) and -0.27 (average KF and HPF). Given that these values are still within the band (±0.35%), the monetary policy stance in the second quarter of 2011 is categorized as neutral. Next, Figure 4 presents the movement of real interest rate gap using BI’s inflation target as the expected inflation (perfect foresight). As with the outcome using core expected inflation, the gap between real interest rate and NRI using SVAR method shows a positive value in the majority of the observation period. Although, at the end of the observation period, the value of the gap falls within the neutral band. This implies that, using SVAR method, the monetary policy stance is categorized as tight on the majority of the observation period. Meanwhile, using KF and HPF method, the dynamics of monetary policy stance is more noticeable, i.e. more frequent and apparent switching periods of monetary policy stance. Based on the result of analysis of the implied neutral policy rate using BI’s inflation target as the expected inflation, the monetary policy stance in the second quarter of 2011 is indicated as neutral. This condition is reflected based on the calculation of NRI obtained from the average KF (1.90%) and average KF and HPF (1.82%). Thus, the difference between BI rate and the neutral policy rate are -0.15% and -0.07% respectively. Both of these figures are still fall within the neutral band of + 0.41%. Table 7. Current Implied Neutral Interest Rate (2011q2)-Inflation Target
NRI Expected Inflation Target (t+1) Neutral Policy Rate Current BI Rate Delta Stance (vs.±0.41)
Average KF 1.90 5.00 5.00 6.90 6.75 -0.15 Neutral
Average KF & HPF 1.82 5.00 5.00 6.82 6.75 -0.07 Neutral
4.2.2. Information Content The second evaluation tool for NRI is to see the information content from each method, both in sample and out of sample. a. In Sample To view the information content from each method in predicting inflation and GDP 4 quarter ahead and 8 quarter ahead, first we observe the AIC value from each of its lag. The lag with the lowest AIC
5
Delta is the result of BI rate minus the implied neutral policy rate. If delta is negative, then the monetary policy stance is loose. If delta is zero, or is still within the band (± 0.35%) then the stance is neutral and if delta is positive, then the stance is tight. The band of 0.70% corresponds to the 68% confidence interval, i.e. the average of 0.385*SD from each methods.
57
NATURAL RATE OF INTEREST IN INDONESIA: KALMAN FILTER APPROACH Rizki E. Wimanda, Wahyu A. Wibowo, Idham
10.00 Gap-KF1 Gap-KF2 Gap-KF2-m
8.00
Gap-HPF Gap-SVAR-m 6.00
Upper Lower
4.00
2.00
0.00 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 -2.00
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
-4.00
-6.00
Figure 4. Real Interest Rate Gap and NRI – Inflation Target value is then used in the model. Table 8 and table 9 present the result for 4 quarter ahead equation and 8 quarter ahead equation respectively.
In-sample test, as shown in table 10, shows that the majority of variable coefficients on each models have negative signs. This is consistent with the hypothesis. However, KF methods have information content to predict inflation (for 8 quarter ahead) and GDP (for 4 quarter ahead). This is shown by the significance of the KF variables at 1%, 5% and 10% critical value.
Table 8. AIC value-4 quarter ahead Lag 0 1 2 3 4 5
Inflation 4.414 4.460 4.524 4.582 4.651 4.610
GDP 2.587 2.392 2.236 2.235 2.097 2.151
It is found that (as shown in the table 8) the optimal lag for 4 quarters ahead inflation equation is 0, while for 4 quarter ahead GDP equation, the optimal lag is 4. Table 9. AIC value-8 quarter ahead Lag 0 1 2 3 4 5
Inflation 3.066 3.117 3.125 3.114 3.162 3.229
GDP 1.648 1.560 1.472 1.548 1.294 1.400
On the other hand, for 8 quarter ahead projection (as shown in Table 9), lag 0 is the optimal lag for inflation equation, while lag 4 is the optimal lag for GDP equation.
58
Table 10. Information content-in sample No
P/Y
4/8
Model
Coef
SE
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
P P P P P P P P Y Y Y Y Y Y Y Y
4 4 4 4 8 8 8 8 4 4 4 4 8 8 8 8
HP KF1 KF2 SVAR HP KF1 KF2 SVAR HP KF1 KF2 SVAR HP KF1 KF2 SVAR
-0.064 0.123 0.070 -0.063 -0.343 -0.119 -0.229 -0.153 -0.110 -0.212 -0.216 -0.087 -0.037 -0.139 -0.113 -0.052
0.275 0.168 0.218 0.150 0.138 0.092 0.118 0.068 0.107 0.051 0.059 0.054 0.073 0.038 0.042 0.042
Signf
** * ** *** ***
*** **
Adj R2 0.620 0.625 0.621 0.621 0.789 0.762 0.775 0.783 0.391 0.579 0.546 0.483 0.420 0.589 0.525 0.444
b. Out of Sample Meanwhile, using out of sample test (as shown in table 11) in general KF and HPF methods outperform SVAR method in predicting inflation and GDP. This is evident from the RMSE and U-theil value of KF and HPF which is smaller than the SVAR.
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
NATURAL RATE OF INTEREST IN INDONESIA: KALMAN FILTER APPROACH Rizki E. Wimanda, Wahyu A. Wibowo, Idham
Table 11. Information content-out of sample No
P/Y
4/8
Model
RMSE
UTHEIL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
P P P P P P P P Y Y Y Y Y Y Y Y
4 4 4 4 8 8 8 8 4 4 4 4 8 8 8 8
HP KF1 KF2 SVAR HP KF1 KF2 SVAR HP KF1 KF2 SVAR HP KF1 KF2 SVAR
0.7865 1.1951 1.5753 1.0545 2.1817 2.9295 2.1361 2.5935 0.6997 0.5399 0.7506 0.6060 0.4391 0.4164 0.4293 0.4398
0.0704 0.1144 0.1567 0.0997 0.1985 0.2497 0.1947 0.2275 0.0618 0.0468 0.0666 0.0530 0.0417 0.0397 0.0409 0.0418
14 15 16
6. CONCLUSION Comparing with SVAR method, calculating NRI using Kalman filter method is better since it gives smoother movement of NRI. The results show that there is a sharp decline of NRI in the period of 2000:1 to 2006:4. Meanwhile, in the period 2007:1 to 2011:2 NRI in Indonesia indicates an increasing trend, but relatively flat. This finding is confirmed by HP filter. On average, the two methods produce NRI Indonesia below 2%at the end of the period (2011:2). This indicates that the NRI Indonesia is now lower than 5 years ago (see Nugroho & Mochtar, 2006). The level of NRI is highly dependent on how inflation expectations are defined (as a reduction of the nominal interest rate or BI rate). NRI measurements using CPI inflation and inflation target as inflation expectations indicate that monetary policy is neutral in the period of 2011:2. Stance of monetary policy (tight, loose, or neutral) in this paper is based merely on the level of the policy rate. While other monetary policy instruments, such as reserve requirement, cannot be captured in the calculation of NRI. For example, the tight monetary policy should be considered when the level of reserve requirement increase, even though the real interest rate gap is unchanged. Estimation of NRI in this study indicates that besides its usefulness to identify the stance of monetary policy, NRI also has good information content in predicting the movement of macroeconomic variables (inflation and growth) in the 8 quarters ahead. In addition, the testing on information content (both in sample and out of sample) showed that the NRI estimates from Kalman filter and the HP filter are relatively better than the NRI estimates fromSVAR. Although it has been widely understood that each method or model contains uncertainties, the future research on NRI is still widely open, especially with the use of DSGE model. This model assumes sticky
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
price in the short run, but flexible in the long term price.
REFERENCES Archibald, J., Hunter, L. (2001), “What is the Neutral Real Interest Rate and How Can We Use it?”, Reserve Bank of New Zealand Bulletin, Vol. 63 No. 3. Bernhardsen, T. (2007), “The Neutral Real Interest Rate”, Economic Bulletin, Monetary Policy Department, Norges Bank,Vol. 78. Blanchard, O.J. and D. Quah 1989.“The Dynamic Effects of Aggregate Demand and SupplyDisturbances”, American Economic Review, Vol 79, 655-673. Brzezina,M.B. (2003), “Estimating the Natural Rate of Interest: A SVAR Approach”, Working paper, Warsaw Bank : National Bank of Poland. Hawkesby C, C Smith and C Tether (2000), “New Zealand’scurrency risk premium,” Reserve Bank of New ZealandBulletin, 63, 3, pp 30-44. Laubach, T., Williams, J.C. (2003), "Measuring the Natural Rate of Interest", Review of Economics and Statistics, 85(4), 1063-1070. Neiss, K.S., Nelson, E. (2000), “The Real Interst Rate Gap as an Inflation Indicator”, Working Paper, Bank of England, October. Nugroho, W.A., Mochtar, F.(2006), "Suku Bunga Natural di Indonesia: Temuan Awal dan Beberapa Analisis Lanjutan” ", Working Paper, Bank Indonesia, No.WP/15/2006. Desember. Stock, J.H., Watson, M.W. (2003), “Forecasting Output and Inflation: The Role of Asset Prices”, Journal of Economic Literature, Vol. XLI, September. Woodford, M. (2000), “A Neo-Wicksellian Framework for the Analysis of Monetary Policy”, Princeton University, September.
59
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page intentionally left blank
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
60
Jurnal BPPK ,Volume 6 Nomor 1, 2013, Halaman 61-74 BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
JURNAL BPPK
VOLATILITAS RETURN SAHAM DI INDONESIA: POLA DAN PERBANDINGAN DENGAN MALAYSIA DAN SINGAPURA Oviar Candra Bumi Direktorat Jenderal Pajak, Indonesia. Email:
[email protected] INFO ARTIKEL
ABSTRAK
SEJARAH ARTIKEL Diterima Pertama 28 Februari 2013
During the last decade, volatility issues have been common topics for stock market participants in line with the increasing financial market liberalization. Why does volatility matter if excessive return volatility happened, it endangers stock market by blurring the usefulness of stock prices as a fair representative of company value (Karolyi, 2001). This paper will elaborate the pattern of return volatility in Indonesia, especially in periode before and during the world financial crisis. Malaysia and Singapore, were taken into account for a comparison. By using Student-t EGARCH, the existence of the asymmetric effect on return volatility upon the market shock was well documented, where volatility was more influenced by negative shocks rather than positive shocks. It was also found that during the crisis, the shock magnitude in Indonesia was greater, as compared to that of Malaysia and Singapore. Nonetheless, in term of persistence, Indonesia was in between Malaysia and Singapore.
Revisi Pertama 20 Mei 2013 Dinyatakan Dapat Dimuat 21 Mei 2013 KATA KUNCI: volatilitas, pasar, saham, EGARCH, respon asimetrik.
Dalam dekade terakhir, isu tentang volatilitas telah menjadi topik diskusi umum di kalangan pelaku pasar saham seiring meningkatnya liberalisasi pasar finansial. Mengapa volatilitas menjadi masalah? Jika tingkat volatilitas return berlebihan, hal ini mengancam pasar saham sebab akan mengaburkan kegunanaan harga saham sebagai representasi yang paling adil, yang mencerminkan nilai perusahaan (Karolyi, 2001). Paper ini akan menguraikan pola volatilitas return di Indonesia, khususnya dalam periode sebelum dan selama krisis finansial dunia. Sebagai pembanding, digunakan data dari Malaysia dan Singapura. Dengan menggunakan EGARCH Student-t, keberadaan efek asimetrik atas suatu shock pada volatilitas return terdeteksi dengan jelas, dimana volatilitas return saham di Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh berita buruk (negative shock) daripada berita baik (positive shock). Ditemukan pula bahwa pada periode krisis, magnitude atau besaran syok di Indonesia melebihi Malaysia dan Singapura. Namun demikian, dari sisi persistence atau jangka waktu kelangsungan, Indonesia berada di antara Malaysia dan Singapura.
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Tinjauan Studi Studi ini berawal dari pertanyaan mengapa pelaku pasar saham konsern mengenai volatilitas. Volatilias return saham menggambarkan naik turunnya saham selama kurun waktu tertentu. Seluruh pelaku pasar, termasuk investor, pedagang, pialang dan pemerintah selaku pembuat kebijakan, peduli terhadap volatilitas return karena volatilitas dapat digunakan sebagai ukuran risiko. Jika terjadi volatilitas return yang berlebihan, akan berakibat terancamnya pasar saham karena akan mengaburkan kegunaan harga saham sebagai representasi yang paling adil, yang mencerminkan value dari perusahaan (Karolyi, 2001). Kendati demikian, keberadaan volatilitas pada tingkat yang terkontrol memberikan sinyal bahwa mekanisme penyebaran informasi telah berjalan dengan baik dalam suatu pasar. Telah banyak peneliti yang melakukan observasi perilaku volatilitas pada pasar saham. Beberapa
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
diantaranya menitikberatkan perhatian pada shock, berita atau kejadian yang menyebabkan volatilitas. Sebagian lainnya fokus pada model aplikatif untuk menjelaskan fenomena volatilitas yang muncul di suatu pasar. Disamping itu penelitian juga membahas bagaimana volatilitas menjalar (spillover) dari pasar di negara maju ke pasar di negara-negara Asia yang pada umumnya sedang berkembang. Co-movement volatilitas di pasar saham negara berkembang dengan volatilitas di negara maju juga tidak luput dari perhatian. Anton (2006) menggunakan return harian saham LQ45 dari tahun 2003 sampai dengan 2004 dengan kesimpulan bahwa memang terdapat volatilitas, namun tidak ada efek leverage pada volatilitas return saham. Ia juga mengategorikan pasar saham Indonesia sebagai pasar yang lemah, dimana informasi harga historis saham tidak dapat digunakan sebagai prediktor yang handal dalam keputusan jual/beli yang
61
VOLATILITAS RETURN SAHAM DI INDONESIA: POLA DAN PERBANDINGAN DENGAN MALAYSIA DAN SINGAPURA Oviar Candra Bumi
memungkinkan pedagang mendapat keuntungan di atas normal (Sharpe, 1995). Ibrahim (2006) meneliti respon asimetrik pasar saham di negara-negara ASEAN (Indonesia, Malaysia, Singapura, Philipina dan Thailand) terhadap naik turunnya kondisi pasar saham di dua negara maju, Amerika Serikat dan Jepang. Ia mengidentifikasi bahwa respon asimetrik terjadi ketika kondisi pasar saham AS mengalami penurunan. Selain itu ia juga mengklaim bahwa pasar saham AS mengungguli pasar saham Jepang dalam hal pengaruh terhadap kondisi pasar saham ASEAN. Karim, Jais dan Isa (2008) membuktikan keberadaan respon asimetrik pada pasar saham Indonesia. Selain itu, penelitian mengungkapkan bahwa penurunan kondisi pasar saham Jepang dan Amerika Serikat memberi pengaruh yang signifikan terhadap kondisi pasar saham Indonesia. Namun demikian, Jepang diyakini lebih memberi pengaruh terhadap Indonesia, dibanding Amerika Serikat. Bala dan Premaratne (2003) meneliti comovement volatilitas return antara pasar saham Singapura dan pasar saham Hong Kong, Amerika Serikat (AS), dan Jepang. Penelitian ini mendapati adanya tingkat co-movement yang tinggi antara pasar saham Singapura dan pasar saham Hongkong, AS dan Jepang. Disamping itu, juga didapati bahwa volatilitas retun di pasar saham Singapura membutuhkan waktu yang lebih lama menuju kestabilan dibandingkan Hong Kong, AS, dan Jepang. Mulyadi (2009) menyoroti penjalaran volatilitas return dan menemukan bahwa volatilitas menjalar dari satu arah, dimana volatilitas pasar saham Amerika Serikat mempengaruhi volatilitas pasar saham Indonesia. Sedangkan dalam hubungan pasar saham Indonesia dan pasar saham Jepang, volatilitas menjalar dalam dua arah. Dengan kata lain, Indonesia dan Jepang saling mempengaruhi volatilitas di masing-masing pasar saham. Albaity dan Shanmugam (2012) menganalisis comovement volatilitas pasar saham Malaysia terhadap volatilitas pasar saham Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang. Hasil penelitian menemukan bahwa level comovement volatilitas pasar saham Malaysia yang rendah terhadap pasar saham AS, Inggris dan Jepang. Temuan hal ini bertolak belakang dengan apa yang disebutkan dalam beberapa literatur bahwa pasar saham negara-negara Asia memiliki level comovement yang tinggi dan rentan terhadap apa yang terjadi di pasar saham Ameriksa Serikat. Yang membedakan penelitian ini dari penelitian sebelumnya adalah bahwa penelitian ini membandingkan pola volatilitas return di pasar saham di tiga negara yang bertetangga, yaitu Indonesia, Malaysia dan Singapura. Tiga negera ini dipilih tidak hanya berdasarkan kedekatan posisi secara geografis di wilayah Asia Tenggara, namun dengan mempertimbangkan karakteristik pasar sahamnya. Indonesia dan Malaysia mewakili pasar saham yang sedang berkembang (emerging markets) sedangkan Singapura mewakili pasar saham yang tergolong
62
mapan (developed markets). Perbandingan pola volatilitas difokuskan pada periode sebelum, saat berlangsungnya krisis finansial dunia yang bergejolak di sekitar tahun 2007. 1.2. Tujuan Studi ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang pola volatilitas return pada pasar saham Indonesia. Hal ini akan diperkaya dengan analisis atas perilaku volatilitas sebelum dan pada saat terjadinya krisis finansial dunia pada sekitar tahun 2007. Studi ini juga dimaksudkan untuk menelaah lebih dalam mengenai hubungan antara dua indeks yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan LQ45. Kesimpulan studi ini akan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: a. Bagaimana pola volatilitas return saham di Indonesia khususnya dalam periode sebelum dan pada saat terjadi krisis finansial dunia? b. Bagaimana volatilitas return saham Indonesia jika dibandingkan dengan pasar saham Malaysia dan Singapura?
2. KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Karakteristik Pasar Saham yang Sedang Tumbuh Sejumlah peneliti telah mengemukakan karakteristik pasar saham yang sedang tumbuh (emerging market). Binswager (1999) menyatakan bahwa reformasi dan liberalisasi finansial melonggarkan ikatan atau batasan yang ada dalam ekonomi yang sedang tumbuh. Hal ini terjadi pada sebagian besar negara berkembang. Kondisi ini memungkinkan investor asing untuk masuk ke pasar domestik di berbagai negara. Pada gilirannya, derasnya investasi yang masuk ke pasar domestik juga berperan terhadap lahirnya tindakan spekulatif pelaku pasar yang berpotensi menimbulkan bubble economy. Binswager (1999) menguraikan beberapa karakteristik utama dari sebuah pasar saham di negara-negara berkembang dengan tingkat spekulasi tinggi, yaitu: a. produk-produk yang diperdagangkan bersifat homogen dan standar, dengan biaya transaksi rendah b. Adanya pengaruh internasional yang kuat c. Adanya potensi ketidakseimbangan permintaanpenawaran, akibat dari kurangnya permintaan atau kurangnya penawaran d. Adanya transaksi yang berturut-turut (sequential trading) e. Ketidakjelasan arah dan besaran pergerakan harga di masa yang akan datang, yang menyebabkan ekpektasi yang beragam dari pelaku pasar 2.2. Definisi Volatilitas Volatilitas adalah ukuran statistik penyebaran return dari suatu sekuritas atau indeks pasar, yang bisa diukur dengan standar deviasi atau varians.
Jurnal BPPK Volume 6 Nomor 1, 2013
VOLATILITAS RETURN SAHAM DI INDONESIA: POLA DAN PERBANDINGAN DENGAN MALAYSIA DAN SINGAPURA Oviar Candra Bumi
Volatilitas return juga mencerminkan tingkat ketidakpastian atau risiko atas besaran perubahan nilai suatu sekuritas. Jika volatilitas tinggi, itu berarti bahwa nilai sekuritas bisa naik atau turun secara dramatis dalam kurun waktu yang relatif singkat. Sebaliknya, volatilitas rendah berarti nilai sekuritas tidak berubah atau berfluktuasi secara drastis. Pada tingkat volatilitas rendah, perubahan nilai sekuritas akan cenderung bergerak stabil dalam beberapa kurun waktu. 2.3. Prinsip Reaksi Pasar Respon pasar timbul berdasarkan perbedaan antara apa yang pelaku pasar perkirakan dan apa yang terjadi secar faktual (Siegel, 1998). Dapat dikatan bahwa respon pasar adalah masalah ekspektasi atau harapan. Apakah esensi suatu berita atau fakta adalah baik atau buruk, bukan merupakan hal yang substansial. Jika pasar memperkiraan bahwa tarif akan meningkat 5%, namun kenyataanya pemerintah menaikkan pajak sebsar 2%, hal ini akan dianggap sebagai berita baik (strong economic news) oleh pasar finansial. Hal yang sama berlaku terhadap performa indvidual perusahaan yang terdaftar dalam bursa saham. Mengapa pelaku pasar hanya memberi perhatian pada perbedaan antara apa yang diperkirakan dan apa yang terjadi, hal ini karena harga suatu saham telah mengandung nilai ekspekatasi pasar tehadap suatu perusahaan. Jika performa suatu perusahaan diperkirakan kurang baik, maka nilai saham akan rendah. Namun jika ternyata penghasilan perusahaan tersebut tidak seburuk apa yang diperkirakan semula, maka nilai saham akan meningkat pada saat laba perusahaan diumumkan. Prinsip ini tidak hanya berlaku pada saham, namun juga pada sekuritas lain seperti obligasi dan valuta asing. 2.4. Pemodelan Volatilitas Beberapa model telah dikembangkan untuk memodelkan volatilitas aset finansial. Satu diantaranya adalah Model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH) yang dikembangkan oleh Engle (1982) dan Bollerslev (1986). Model ini dianggap sebagai dasar model volalitilitas dinamis (Alexander dan Lazar, 2006). Model GARCH ini praktis dan relatif mudah digunakan untuk mengestimasi volatilitas. Disamping itu, juga memungkinkan kita untuk melakukan tes diagnostik (Drakos, 2010). Kekurangan model ini adalah hanya mencakup beberapa skewness dan leptukorsis pada data finansial (Alexakis dan Xanthakis, 1995). Sementara itu, Baillie dan Bollerslev (1989) menemukan bahwa jika densitas kondisional data yang diobservasi bukanlah densistas yang normal, maka level leptukorsis ditemukan lebih tinggi dari apa yang diestimasikan oleh model GARCH normal. Berangkat dari alasan ini, fungsi distribusi alternatif untuk error term diperkenalkan untuk memperoleh penjelasan yang lebih baik atas suatu data.
Jurnal BPPK Volume 6 Nomor 1, 2013
Bollerslev (1987) mengenalkan Student-t GARCH yang diklaim dapat memberikan penjelasan yang lebih baik dari suatu sampel data yang varians kondisionalnya tidak mengikuti distribusi normal. Lebih lanjut, Christie (1982) dan Nelson (1991) menampilkan bukti kemunculan respon asimetri, yang mengisyaratkan keberadaan leverage effect i dan risiko finansial yang berbeda, tergantung pada arah pergerakan harga. Untuk mengakomodir hal ini, Nelson (1991) memperkenalkan Model Exponential GARCH (EGARCH). Model EGARCH ini telah menunjukkan superioritasnya dibandingkan dengan model kondisional varians asimetri lainnya (Alexander, 2009). 2.5. Spesifikasi Model GARCH (1,1) Model standar GARCH memungkinkan varians kondisional independen terhadap lag waktu terdahulu. GARCH normal simetrik mengiuti struktur dasar sebagaimana yang telah didefinisikan oleh Islam dan Watanapalachaikul (2005) sebagai berikut:
𝑟𝑡 = 𝜇 + 𝛼𝑡 𝜀𝑡 … … … … … … … … … … … … . (1) dan
𝑞
𝑝 2 𝛼𝑖 𝜀𝑡−𝑖 +
𝜎𝑡2 = 𝜆 + 𝑖=1
2 𝛽𝑖 𝜎𝑡−𝑖 … … … … (2) 𝑖=1
dimana 𝜎𝑡2 menunjukkan varians kondisional, yang mewakili estimasi satu periode kedepan yang dihitung berdasarkan informasi historis yang relevan. Ada pembatasan-pembatasan dalam model GARCH (1,1), dimana λ > 0, α, β ≥ 0, dan α + β < 1. Batasan atas parameter-parameter tersebut mengisyaratkan informasi yang disajikan. Dengan λ > 0, mengimplikasikan bahwa volatilitas tidak memiliki mean negatif. Nilai positif α and β mengilustrasikan bahwa varians kondisional akan meningkat jika return mengalami fluktuasi yang besar. Pada akhirnya, α + β < 1 menunjukkan bahwa shock yang menyebabkan volatiliti lama-kelamaan akan hilang dan data akan kembali mendekati rata-rata (mean). 2.6. Spesifikasi Model EGARCH (1,1) Model EGARCH (1,1) pada studi ini mengacu pada struktur dasar sebagaimana yang dirumuskan oleh Islam dan Watanapalachaikul (2005), sebagai berikut: ln σ2r,t = λ1 + β1 ln σ2r,t−1 + γ1 + α1
εt−1 σr,t−1
εt−1 − 2 π σr,t−1
1 2
… . (3)
Subskrip r ∈ IHSG, LQ45 , dan σ2r,t mewakili varians kondisional. Dengan jangka waktu estimasi satu periode ke depan atas varian yang dihitung berdasarkan informasi historis yang relevan. Yang menjadikan model ini istimewa adalah tidak adanya batasan terhadap koefisiennya (kecuali β1 < 1 )
63
VOLATILITAS RETURN SAHAM DI INDONESIA: POLA DAN PERBANDINGAN DENGAN MALAYSIA DAN SINGAPURA Oviar Candra Bumi
karena model ini selalu menghasilkan varian kondisional (σ2t ) yang positif untuk berapapun nilai λ1 , β1 , α1 dan γ1 . Parameter α di atas merepresentasikan besaran atau efek simetri dari model tersebut. Sementara β mengilustrasikan persisten atau lamanya keberadaan volatilitas kondisional. Jika β relatif besar, volatilitas membutuhkan waktu yang lama untuk hilang. Parameter γ menunjukkan ada tidaknya efek asimetri pada model volatilitas. Jika γ sama dengan nol, maka tidak ada kehadiran efek asimetrik. Sementara jika γ kurang dari nol maka berita positif atau berita baik tidak terlalu menyebabkan volatilitas. Sebaliknya, jika γ lebih dari nol, berita baik justru akan menyebabkan volatilitas yang tinggi dibanding berita buruk. Lag yang digunakan dalam model penelitian ini adalah 1 yang berarti 1 hari pada data harian. Lag ini dipilih untuk mengakomodir pergerakan return saham yang dinamis dalam satu hari perdagangan. Pemilihan lag waktu yang terlalu panjang akan mempengaruhi validitas hasil pengujian dan berpotensi tidak dapat menggambarkan dinamika yang sebenarnya. 2.7. Distribusi Normal dan Distribusi Student-t Distribusi normal diilustrasikan dengan bentuk lonceng. Suatu distribusi dikatakan normal apabila memiliki mean nol (μ= 0) dan varian σ2 = 1. Dalam Wikipedia disebutkan bahwa distribusi normal (Gaussian) adalah distribusi probabilitas yang paling populer dalam statistik. Kelemahan distribusi ini akan muncul apabila berhubungan dengan nilai data yang jauh dari rata-rata (mean). Kehadiran nilai data yang tidak terjangkau oleh distribusi normal (outliers) ini akan mengakibatkan hasil pengolahan statistik yang dihasilkan tidak lagi kuat. Sama halnya sebagaimana distribusi normal, distribusi Student-t juga simetrik dan berbentuk seperti lonceng, dengan mean nol dan varian 1. Perbedaanya, distribusi Student-t memiliki ekor yang lebih tebal yang memungkinkan distribusi ini mengakomodasi nilai data yang jauh dari mean. Ekornya dikatakan lebih tebal karena bentuknya yang lebih pendek dan lebih lebar.
3. METODOLOGI PENELITIAN Sebelum melangkah pada tahapan analisis, studi ini terlebih dulu menerapkan preliminary test untuk memperoleh informasi mengenai kenormalan distribusi data. Preliminary test ini ditujukan untuk menentukan model yang paling sesuai untuk menganalisis volatilitas pasar saham Indonesia, dalam hal ini Bursa Efek Indonesia (BEI). Tahap pertama preliminary test ini dilakukan dengan membandingkan model GARCH (1,1) dengan model EGARCH (1,1). Kedua model ini kemudian dimodifikasi dengan dua alternatif distribusi eror. Model terbaik dipilih berdasarkan perbandingan hasil likelihood ratio test dan the likelihood comparison. Model terbaik inilah yang akan digunakan lebih lanjut untuk menganalisis volatilitas return pasar saham Indonesia, termasuk membandingkan dengan
64
volatilitas return di pasar saham negara tetangga, Malaysia dan Singapura. 3.1. Karakteristik Data Studi ini menggunakan data harian harga penutupan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan LQ45. Seluruh data diperoleh dari database Yahoo! Finance. Data yang digunakan terdiri dari 2476 observasi dari periode tahun 2000 sampai dengan 2010. Untuk keperluan pembedaan perilaku volatilitas, data sampel dibagi menjadi dua periode sub-sampel, sebelum krisis (2000-2006) dan pada saat terjadinya krisis finansial dunia (2007-2010). Sub-sampel pertama terdiri dari 1676 observasi yang meliputi seluruh Hari Perdagangan mulai 2 Januari 2000 sampai dengan 31 Desember 2006. Sedangkan subsampel kedua terdiri dari 801 observasi yang meliputi seluruh Hari Perdagangan, yang dimulai dari 2 Januari 2007 sampai dengan 30 April 2010. Untuk tujuan analisis, indeks harga diubah menjadi return dengan menggunakan log-difference sebagaimana berikut: 𝑙𝑜𝑔 𝑅𝑡 = 𝑙𝑜𝑔 𝑃𝑡 − 𝑙𝑜𝑔 𝑃𝑡−1 dimana R t = return pada waktu t dan Pt , Pt−1 indeks harga saham pada waktu t, t-1. Tabel dibawah adalah rangkuman statistik indeks pasar saham yang digunakan dalam studi ini. Rangkuman ini terdiri dari mean dan standar deviasi yang merepresentasikan volatilitas return, return minimum dan return maksimum. Tabel 1. Statistik Deskriptif Return Saham pada IHSG, LQ45, NIKKEI dan S&P500 R_IHSG R_LQ45 R_NIKKEI R_S&P500 Mean 0.000567 0.000461 -0.000245 -0.000125 Std. Deviation 0.015433 0.018094 0.016361 0.014078 Minimum -0.109539 -0.138080 -0.121110 -0.094695 Maximum 0.076234 0.098044 0.132346 0.109572 Sumber: Hasil Estimasi Eviews
Berdasarkan hasil statistik di atas, rata-rata return pasar saham di Indonesia lebih tinggi dari pasar saham di Jepang dan Amerika Serikat. Hasil ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak terlalu terpengaruh oleh tekanan akibat perubahan kondisi finansial global. 3.2. Uji Kenormalan Data Sampel Dua metode diterapkan untuk menguji kenormalan data sampel. Metode pertama adalah menggunakan hasil olah statistik, yaitu menggunakan kocondongan (skewness), kurtosis dan Jarque-Berra (probablilitas). Uji normal dijalankan dengan nullhypothesis sebagai berikut: 𝐻0 = data sampel terdistribusi normal 𝐻1 = data sampel tidak terdistribusi normal Hasil estimasi menggunakan Eviews adalah sebagai berikut:
Jurnal BPPK Volume 6 Nomor 1, 2013
VOLATILITAS RETURN SAHAM DI INDONESIA: POLA DAN PERBANDINGAN DENGAN MALAYSIA DAN SINGAPURA Oviar Candra Bumi
Tabel 2. Statistik Deskriptif Return pada IHSG dan LQ45 R_IHSG R_LQ45 Skewness -0.678658 -0.564285 Kurtosis 8.700168 9.078267 Jarque-Bera 3542.147 3942.926 Probability 0.000000 0.000000 Sumber: Hasil Estimasi Eviews
Mengacu pada nilai probabilitas yang sama dengan nol, tampak jelas bahwa hasil di atas menolak null hypothesis bahwa data sampel terdistribusi normal. Semua return baik saham IHSG maupun LQ45 memiliki kecondongan (skewness) negatif dengan parameter yang tinggi. Hal ini memberi keyakinan bahwa data sampel tidak terdistribusi secara simetrik. Nilai kurtosis lebih besar dari 3, menunjukkan terjadinya leptukorsis, yaitu distribusi memiliki ekor yang lebih tebal dari ekor distribusi normal. Metode kedua yang dapat digunakan untuk menguji kenormalan distribusi return adalah dengan mengobservasi quantile dari plot distribusi normal. Jika data sampel terdistribusi secara normal, seluruh titik seharusnya berada pada suatu garis miring 45 derajat. Sedangkan quantile dari plot distribusi normal yang dihasilkan dari EViews dibawah ini menunjukkan bahwa sebagian besar titik tidak berada pada garis 45 derajat. Hal ini memperkuat hasil analisis kenormalan data menggunakan metode pertama bahwa data sampel tidak terdistribusi secara normal, khusunya dalam jangka panjang. .06
.08 .06
Ranking nilai Log-Likelihood dari empat alternatif model di atas menunjukkan urutan dari model yang terbaik: EGARCH Student-t, GARCH Student-t, EGARCH Gaussian, dan GARCH Gaussian. Dapat dikatakan bahwa Student-t EGARCH adalah model terbaik yang paling sesuai untuk sampel data dari pasar saham Indonesia. Langkah selanjutnya adalah memastikan apakah hasil uji menggunakan asumsi distribusi Student-t berbeda secara signifikan dengan hasil menggunakan asumsi distribusi normal. Uji Rasio Likelihood adalah sebagaimana yang dirumuskan oleh Brooks (2008) sebagai berikut: 𝐿𝑅 = −2 𝐿𝑟 − 𝐿𝑢 ~ 𝜒 2 1 dimana 𝐿𝑟 menunjukkan nilai maksimum log likelihood dari model dengan distribusi Gaussian dan 𝐿𝑢 menunjukkan nilai maksimum log likelihood dari model dengan distribusi Student-t. Tabel di bawah ini menunjukkan hasil dari uji Rasio Likelihood terhadap model EGARCH dan GARCH dengan dsitribusi Student-t. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hasil Rasio Likelihood sangat signifikan, yang mengisyaratkan bahwa model EGARCH dengan distribusi Student-t adalah yang terbaik digunakan dalam studi ini. Tabel 4. Rasio Likelihood Model Student-t EGARCH pada IHSG dan LQ45 Distribution Statistic LR of Student-t EGARCH IHSG 22.13975*** LQ45 24.53125*** Sumber: Hasil Estimasi Eviews, *** level signifikansi 1%
.04
Quantiles of Normal
Quantiles of Normal
.04 .02 .00 -.02
.02
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
.00
-.02
-.04
-.04 -.06 -.08 -.15
-.10
-.05
.00
.05
.10
-.06 -.12
Quantiles of R_LQ45
-.08
-.04
.00
.04
.08
Quantiles of R_JCI
Gambar 1. Quantil Plot Distribusi Normal Sumber: Hasil estimasi Eviews
3.3. Nilai Log-Likelihood Untuk Model yang Diestimasi Uji pembandingan dilakukan terhadap empat model, yaitu Gaussian (normal) GARCH, Gaussian EGARCH, Student-t GARCH dan Student-t EGARCH. Kriteria yang digunakan dalam uji ini adalah pembandingan nilai Log-Likelihood (LLH) dan uji likelihood sebagaimana yang dirumuskan Alexander (2009). Table berikut merangkum hasil nilai LogLikelihood (LLH) untuk masing-masing model yang diestimasi. Tabel 3. Nilai Log-Likelihood (LLH) pada Model Volatilitas Return IHSG dan LQ45 Model Distribution IHSG LQ45
GARCH Gaussian Student’t 70409.299 7131.662 6672.563 6764.077
Jurnal BPPK Volume 6 Nomor 1, 2013
EGARCH Gaussian Student’t 7064.618 7142.731 6689.268 6776.343
4.1. Analisis Pola Volatilitas Dengan menggunakan model Student-t EGARCH (1,1) sebagai model terpilih, studi ini lebih lanjut akan menganalisis perilaku volatilitas return melalui estimasi parameter. Telah disebutkan sebelumnya, studi ini memisahkan data sampel menjadi dua subsampel: yaitu sampel dari periode sebelum krisis dan periode saat krisis berlangsung. Hasil pengolahan melalui Eviews menggunakan model Student-t EGARCH (1,1) menghasilkan parameter-parameter sebagaimana dalam tabel 5. Sesuai hasil dalam tabel 5, koefisien γ adalah negatif dengan tingkat signifikansi 5% menunjukkan bahwa berita baik menyebabkan lebih sedikit volatilitas jika dibandingkan dengan berita buruk. Pola respon tersebut meningkat dua kali lipat saat terjadinya krisis, baik untuk saham-saham IHSG maupun LQ45. Hal ini berarti pada saat krisis terjadi, berita baik tentang ekonomi Indonesia makin dinanti pelaku pasar untuk meminimalkan volatilitas di pasar saham. Koefisien β pada kedua indeks relatif tinggi, menunjukkan bahwa volatilitas di pasar saham berlangsung lama. Kondisi ini tidak jauh berbeda pada periode sebelum krisis maupun pada saat krisis. Pada saham-saham LQ45, saat krisis berlangsung 65
VOLATILITAS RETURN SAHAM DI INDONESIA: POLA DAN PERBANDINGAN DENGAN MALAYSIA DAN SINGAPURA Oviar Candra Bumi
menunjukkan persistence yang sedikit dibawah saham-saham IHSG. Artinya, voaltilitas return sahamsaham LQ45 akan lebih cepat stabil dibanding sahamsaham IHSG. Hal ini sangat mungkin terkait komposisi saham-saham LQ45 yang sebagian besar terdapat kepemilikan pemerintah. Pada masa krisis, pemerintah dianggap memiliki informasi yang paling up to date mengenai kebijakan-kebijakan untuk menyikapi krisis. Tabel 5. Hasil Estimasi Volatilitas Return Saham IHSG dan LQ45 IHSG LQ45 2000-2010 Ω - 0.919276 - 1.022577 α 0.248673 0.237806 γ - 0.110609 - 0.108060 β 0.910226 0.901197 2000-2006 Ω - 1.132922 - 1.067724 α 0.196313 0.187140 γ - 0.104167 - 0.083145 β 0.880615 0.893183 2007-2010 ω - 1.016276 - 1.172034 α 0.318027 0.297837 γ - 0.170947 - 0.191772 β 0.903012 0.886006 Sumber: Hasil Pengolahan Eviews, level signifikansi 5% pada seluruh parameter
Besaran efek simetrik atas suatu shock direpresentasikan oleh koefisien α yang tinggi di kedua indeks. Koefisen α meningkat selama perode krisis. Hal ini menggambarkan bahwa pasar saham Indonesia tergolong sensitif dan menjadi makin sensitif selama masa resesi atau krisis. Kendati demikian, dari perbandingan parameter efek simetrik atas shock tersebut, saham-saham LQ45 secara konsisten sedikit lebih berhati-hati dalam menyikapi suatu shock, baik dalam periode sebelum krisis maupun pada saat krisis berlangsung. Selain itu, sesuai dengan skala relatif antar koefisien, nampak bahwa efek asimetrik suatu shock pada pasar atau efek leverage terjadi di pasar saham Indonesia. Dikatakan terjadi efek leverage apabila volatilitas return cenderung meningkat mengikuti penurunan harga dibanding kenaikan harga dengan besaran yang sama. 4.2. Perbandingan dengan Malaysia dan Singapura Perbandingan dengan Malaysia dan Siangapore menjadi pembahasan dalam studi ini untuk mengetahui seberapa parah kelangsungan volatilitas dan efek asimetrik pada pasar saham Indonesia. Menggunakan model yang sama, Student-t EGARCH (1,1), hasil estimasi disajikan dalam tabel berikut:
66
Tabel 6. Estimasi Volatilitas Return Saham di Pasar Indonesia, Singapura dan Malaysia IHSG STI KLCI (Indonesia) (Singapura) (Malaysia) 2000-2010 ω - 0.919276 - 0.268306 - 0.543500 α 0.248673 0.165355 0.224658 γ - 0.110609 - 0.058762 - 0.041788 β 0.910226 0.984347 0.959690 2000-2006 ω - 1.132922 - 0.336094 - 0.270319 α 0.196313 0.166246 0.158037 γ - 0.104167 - 0.059254 - 0.040115 β 0.880615 0.977585 0.984224 2007-2010 ω - 1.016276 - 0.268621 - 3.032090 α 0.318027 0.167114 0.230666 γ - 0.170947 - 0.094022 - 0.138111 β 0.903012 0.983554 0.676056 Sumber: Hasil Estimasi Eviews, level signifikansi 5% pada seluruh parameter
Tabel di atas secara umum menginformasikan kesamaan perilaku volatilitas antara pasar saham Indonesia, Malaysia dan Singapura dimana shock positif atau berita baik lebih sedikit menimbulkan volatilitas dibanding shock negatif atau berita buruk. Koefisien α menggambarkan bahwa pasar saham Indonesia adalah yang paling sensitif dibandingnkan Malaysia dan Singapura. Kondisi ini terjadi di seluruh periode penelitian, yang meliputi periode sebelum krisis dan periode pada saat krisis berlangsung. Namun demikian, selama masa krisis, pasar saham Malaysia menjadi lebih sensitif, melewati Singapura yang menunjukkan tingkat sensitivitas yang lebih stabil. Lebih lanjut, parameter yang menunjukkan kelangsungan volatilitas menunjukkan bahwa Singapura memerlukan waktu yang lebih lama untuk menjadi stabil kembali. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien β yang lebih mendekati 1 (satu) dibanding Indonesia dan Malaysia, baik dalam periode sebelum krisis maupun pada saat krisis. Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh Malaysia yang mengindikasikan bahwa Malaysia memerlukan waktu yang lebih singkat dari Indonesia dan Singapura untuk memulihkan kestabilan volatilitas return. Dibandingkan dengan Indonesia, fenomena ini memang tidak terlalu mengejutkan karena hasil estimasi menunjukkan bahwa shock magnitude pada pasar saham Malaysia memang lebih kecil yang terjadi di pasar saham Indonesia. Lain halnya jika dibandingkan dengan dengan Singapura, dimana shock magnitude-nya lebih kecil dari Malaysia. Secara khusus, perhatian layak diberikan pada dinamika pasar saham Malaysia secara individual yang memberikan sinyal bahwa pasar sahamnya menunjukkan kinerja yang lebih efektif untuk mengatasi gejolak pasar selama masa krisis. Pada data sampel Malaysia, koefisien β yang menunjukan lama kelangsungan volatilitas mengecil selama periode
Jurnal BPPK Volume 6 Nomor 1, 2013
VOLATILITAS RETURN SAHAM DI INDONESIA: POLA DAN PERBANDINGAN DENGAN MALAYSIA DAN SINGAPURA Oviar Candra Bumi
4.3. Persistensi Volatilitas dan Dominasi AS dalam Pemilikan Portofolio Shamiri dan Isa (2007) meneliti transmisi krisis finansial, dimana hasil penelitian membuktikan penjalaran volatilitas dari Amerika Serikat (AS) ke Asia Tenggara. Kendati demikian, tingkat persistensi volatilitas berbeda antara satu negara dan negara lainnya. Disebutkan dalam penelitian tersebut bahwa Singapura termasuk salah satu negara di Asia Tenggara yang paling rentan terhadap shock yang dibawa oleh investor AS akibat dari tingginya rasio pemilikan portofolio di Singapura. Berangkat dari hal ini, analisis lebih lanjut mengenai keterkaitan rasio pemilikan portofolio di negara tertentu oleh Amerika Serikat dengan persistensi volatilitas return di negara tersebut. Sebagaimana diilustrasikan dalam grafik berikut, pemilikan portofolio di Indonesia, Malaysia dan Singapura oleh investor AS sangat besar dan signifikan. Hal ini bukanlah fakta yang mengejutkan, mengingat AS merupakan raksasa ekonomi dan masih
Jurnal BPPK Volume 6 Nomor 1, 2013
memainkan peran yang perekonomian dunia.
sangat
60000 50000 40000 30000 20000 10000 0
dominan
di
Indonesia Malaysia 2007
2006
2005
2004
2003
Singapore 2002
krisis dibanding periode sebelum krisis. Menarik untuk dicermati mengapa volatilitas di Singapura berlangsung lebih lama dibandingkan di Indonesia. Sementara, besaran atau shock magnitude di Indonesia lebih besar dibanding di Singapura. Secara intuitif, sebagai pasar yang lebih matang, pasar Singapura seharusnya dapat menstabilkan diri lebih cepat dari Indonesia. Pada umumnya keputusan yang mendasari transaksi saham dipengaruhi oleh kecukupan informasi terkait pergerakan harga saham yang dimiliki dan kemudian dianalisis oleh pelaku pasar. Singapura, sebagai pasar yang telah mapan, dipersepsikan memiliki teknologi informasi yang lebih maju. Maka dari itu, dinamika yang terjadi di pasar domestik Singapura menjadi acuan yang kemudian diikuti oleh pasar negara tetangga yang masih tergolong pasar yang sedang berkembang. Secara khusus dalam kasus Indonesia dan Singapura, nampak bahwa kemajuan teknologi informasi lebih terefleksikan dalam kemampuan Singapura meredam shock, bukan pada kemampuan untuk membuat kestabilan volaitilias menjadi lebih cepat. Kemajuan teknologi informasi pada pasar saham Singapura efektif dalam menyampaikan informasi yang valid dan relevan pada pelaku pasar sehingga keputusankeputusan jangka pendek mengenai investasi dapat dibuat lebih rasional. Efeknya, tidak terjadi kepanikan berlebih yang bisa menyebabkan shock di pasar saham, terutama di masa-masa awal krisis. Kendati demikian, faktor teknologi informasi bukanlah menjadi faktor utama lagi ketika menyangkut persistensi volatilitas. Seiring waktu, pelaku pasar tidak hanya menyandarkan diri pada informasiinformasi dalam pasar, namun lambat laun akan menyerap informasi dari luar, yang menyangkut datadata dan fakta-fakta ekonomi yang lebih luas menyangkut keputusan-keputusan jangka menengah dan panjang. Di sinilah tingkat persistensi volatilitas pasar akan ditentukan.
Sumber: US Department of Treasury Database
Grafik 1. Pemilikan AS atas Portofolio Sekuritas di Indonesia, Malaysia dan Singapura (dalam $US Million) Semenjak tahun 2002, investor AS membanjiri pasar Singapura dan mencatat grafik yang menanjak dari sisi nilai investasi. Grafik yang menanjak secara stabil terlihat jelas dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007, tahun yang sama saat mulainya krisis finansial di Amerika Serikat. Gambaran yang berbeda dijumpai di Indonesia dan Malaysia dimana nilai dollar pemilikan portofolio AS tidak sebesar di Singapura. Dari sisi nilai dollar, pemilikan portofolio oleh AS di Indonesia dan Malaysia tidak berbeda jauh dan saling bersaing dalam beberapa tahun. Lebih lanjut, grafik berikut menunjukkan betapa dominannya pemilikan portofolio oleh AS di masingmasing pasar domestik. Dibandingkan dengan total pemilikan portofolio oleh investor asing, investor AS masih menunjukkan dominasinya di pasar Singapura. Perbedaan dominasi investor AS di ketiga pasar (Indonesia, Malaysia dan Singapura) terlihat mencolok di tahun 2002 dimana dominasi AS di pasar Singapura jauh meninggalkan dominasi AS di pasar Indonesia maupun Malaysia. Setelah tahun 2002, gap dominasi AS di pasar Singapura, Indonesia dan Malaysia menjadi lebih proporsional sampai dengan tahun 2007. Dari tahun 2002 sampai dengan 2007 nampak jelas bahwa Singapura adalah negara dengan tingkat dominasi pemilikan portofolio oleh AS yang tinggi, disusul Indonesia dan Malaysia, secara berturut-turut. 80.00% 60.00% 40.00%
Indon esia
20.00%
0.00% 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Sumber: US Department of Treasury, International Monetary Fund (IMF)
67
VOLATILITAS RETURN SAHAM DI INDONESIA: POLA DAN PERBANDINGAN DENGAN MALAYSIA DAN SINGAPURA Oviar Candra Bumi
Grafik 2. Rasio Pemilikan Portofolio oleh AS atas Total Investasi Portofolio Asing di Indonesia, Malaysia, dan Singapura Dari analisis sebelumnya, didapati bahwa persistensi volatilitas return di Singapura tinggi di periode krisis. Sementara Indonesia dan Malaysia menampilkan volatilitas retun yang lebih rendah. Mengingat kembali bahwa dari sisi persistensi, secara berturut-turut dari yang paling tinggi adalah Singapura, Indonesia dan Malaysia, urutan yang sama diperoleh dari sisi rasio atau dominasi pemilikan portofolio domestik oleh AS. Tingkat dominasi AS di pasar domestik dari yang paling tinggi adalah Singapura, Indonesia dan Malaysia. Gambaran ini memberikan sinyal keterkaitan antara persistensi volatilitas di suatu pasar domestik dengan dominasi negara dimana krisis finansial bermula. Terkait dengan hal ini, tidak mengejutkan jika Singapura memiliki persistensi volatilitas yang tinggi, atau memerlukan waktu yang relatif lebih lama untuk stabil dibanding Indonesia dan Malaysia. Mengapa volatilitas di Indonesia dan Malaysia relatif lebih singkat menuju kestabilan? Sebagaimana diungkap dalam penelitian Karim, Jais dan Isa (2008) bahwa pasar Indonesia tidak hanya dipengaruhi AS namun juga oleh Jepang, sehingga kestabilan pasar tidak menggantungkan diri pada kondisi pasar Amerika Serikat semata. Pada kasus Malaysia, negara ini terbukti memerlukan waktu yang paling singkat mencapai kestabilan dibanding Indonesia dan Singapura terutama di periode krisis. Hal ini terkait apa yang telah diuangkapkan oleh Albaity dan Shanmugam (2012) dimana dinamika pasar Malaysia memiliki keterkaitan yang rendah dengan pasar Amerika Serikat, Jepang bahkan Inggris. Independensi pasar inilah yang mempermudah Malaysia menampilkan pasar yang efisien dimana informasi yang mengalir ke pasar domestik dapat dioleh dengan mudah untuk mengarahkan pasar menuju kestabilan.
yang lebih baik dari saham-saham IHSG. Volatilitas return saham-saham LQ45 sedikit lebih rendah dibanding saham-saham IHSG, hal ini akibat kehatihatian saham LQ45 yang secara konsisten ditunjukkan dalam periode sebelum krisis maupun pada saat krisis berlangsung. Dari segi persistensi, volatilitas return saham-saham LQ45 juga mampu kembali stabil sedikit lebih cepat dibandingkan saham-saham IHSG. Ketiga, dari segi besaran atau shock magnitude, Indonesia melebihi Malaysia dan Singapura atau dapat dikatakan atau dapat dikatakan bahwa pasar saham Indonesia lebih sensitif terhadap kondisi keuangan global dibandingkan Malaysia dan Singapura. Kabar baiknya adalah bahwa volatilitas return saham di pasar saham Indonesia relatif lebih cepat kembali stabil dibandingkan dengan Singapura. Secara khusus perhatian layak diberikan pada pasar saham Malaysia, yang ternyata mampu kembali stabil lebih cepat di masa krisis dibandingkan Indonesia dan Singapura. Dari sisi persistensi volatilitas, dari yang paling rendah (singkat) secara berturut-turut adalah Malaysia, Indonesia dan Singapura. Keempat, didapati bahwa besaran volatilitas return pada pasar saham Singapura relatif stabil, baik pada periode sebelum krisis ataupun pada saat krisis global berlangsung. Kendati demikian, terutama pada saat krisis dunia berlangsung, diperlukan waktu yang lebih lama bagi Singapura untuk kembali stabil dibandingkan dengan pasar Malaysia dan Indonesia. Kelima, penelitian ini memberi sinyal yang kuat adanya keterkaitan antara persistensi volatilitas dengan dominasi pemilikan portofolio oleh Amerika Serikat di pasar domestik. Maka dari itu, hasil penelitian ini mengisyaratkan perlunya diversifikasi investasi asing yang masuk ke Indonesia. Diversifikasi negara asal investasi ini penting untuk menghindari dominasi negara tertentu yang berpotensi menghadirkan gejolak pasar apabila terjadi krisis finansial, terutama apabila krisis tersebut berasal dari negara yang mendominasi pemilikan portofolio di pasar domestik.
5. KESIMPULAN Melalui serangkaian pengujian menggunakan model EGARCH (1,1) Student-t terhadap indek harian IHSG dan LQ45 periode 1 Januari 2000 sampai dengan 30 April 2010, studi ini menghasilan beberapa kesimpulan. Pertama, studi ini menguatkan hasil peneltian sebelumnya oleh Ibrahim (2006) dan Karim, Jais dan Isa (2008) akan adanya respon asimetrik di pasar saham Indonesia dimana shock yang bersifat negatif atau berita buruk lebih berpengaruh terhadap volatilitas return saham dibandingkan shock yang bersifat positif atau berita baik. Pola yang sama ditemukan pada return saham di pasar saham Malaysia dan Singapura. Hasil penelitian ini sekaligus membantah kesimpulan Anton (2006) yang mengungkapkan adanya volatilitas pada pasar saham Indonesia, namun tidak terdapat efek leverage pada volatilitas return saham. Kedua, dapat ditarik kesimpulan bahwa secara umum saham-saham LQ45 menunjukkan performa
68
6. IMPLIKASI DAN KETERBATASAN Temuan dan simpulan studi ini memberikan angin segar dalam upaya menarik investasi asing untuk masuk ke Indonesia, khususnya melalui pasar saham. Hal yang perlu menjadi perhatian bagi regulator pasar saham adalah kemampuan meredam volatilitas return saham agar menjadi relatif stabil. Kemampuan untuk membuat pasar kembali stabil dengan lebih cepat juga perlu untuk dipertahankan. Persistensi volatilitas yang tinggi akan membuat pasar saham lambat laun ditinggalkan oleh investor. Adanya temuan bahwa pasar saham menjadi lebih volatile sebagai dampak berita buruk atau shock negatif memberi sinyal agar semaksimal mungkin untuk meminimalkan rumor atau berita-berita yang tidak menguntungkan pasar. Bagi otoritas pasar saham, yang menjadi kunci utamanya adalah bagaimana mengelola informasi yang ada di pasar
Jurnal BPPK Volume 6 Nomor 1, 2013
VOLATILITAS RETURN SAHAM DI INDONESIA: POLA DAN PERBANDINGAN DENGAN MALAYSIA DAN SINGAPURA Oviar Candra Bumi
saham dengan lebih efektif sehingga mendorong ke arah pencapaian tingkat return yang kompetitif. Mempertimbangkan keseimbangan jumlah data sampel penelitian, studi tentang volatilitas ini terbatas pada periode sebelum dan pada saat krisis ekonomi dunia, sehingga apabila memungkinkan peneilitian lebih lanjut dapat ditambah dengan periode sesudah krisis. Untuk menambah wawasan mengenai posisi pasar saham Indonesia dari segi volatilitas return saham-nya, penelitian dapat diperluas dengan membandingkan dengan pasar saham negara lain di kawasan Asia Tenggara dan mewakili pasar saham yang sedang tumbuh, serta seperti Filipina dan Thailand.
DAFTAR PUSTAKA Alexander, Carol. 2008. Practical Financial Econometrics. England: John Wiley and Sons, Ltd. Binswager, Mathias.1999. Stock Markets, Speculative Bubbles and Economic Growth. Northampton, MA: Edward Elgar Publishing. Brooks, Chris. 2009. RATS Handbook to Accompany Introductory Econometrics for Finance. Cambridge: Cambridge University Press. Islam, Sardar M.N., and Sethapong Watanapalachaikul. 2005. Empirical Finance: Modelling and Analysis of Emerging Financial and Stock Markets. New York: Physica-Verlag. Nachrowi, Nachrowi D., and Hardius Usman. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Siegel, Jeremy J. 1998. Stocks for the Long Run. 2nd Ed. New York: McGraw-Hill. Stock, James H., and Mark W. Watson. 2007. Introduction to Econometrics. 2nd Ed. Ontario: Pearson Education. Alexander C, Lazar E. 2006. Normal mixture GARCH (1, 1): application to exchange rate modeling. Journal of Applied Econometrics Economic Review 39:885-905. Anastassios A. Drakos, Georgios P. Kouretas and Leonidas P. Zarangas. 2010. Forcasting financial volatility of the Athens Stock Exchange daily returns: An application of the asymmetric normal mixture GARCH model. International Journal of Finance and Economics: 1-4. Bollerslev, Tim. 1986. Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity. Journal of Econometric 31:307-327. Ibrahim, M.H. 2006. International Linkage of ASEAN Stock Prices: An Analysis of Response Asymmetrics. Applied Econometric and International Development, 6(3):191-2002. Kuen, Yiu Tse, and Tung Siew Hoong. Forecasting Volatility in the Singapore Stock Market. Asia Pacific Journal of Management Vol. 9, No.1: 113.
Jurnal BPPK Volume 6 Nomor 1, 2013
Liu,
Wei, and Bruce Morley. 2009. Volatility Forecasting in the Hang Seng Index using the GARCH Approach. Asia-Pacific Financial Markets 16: 51-63. Mala, Rajni, and Mahendra Reddy. 2007. Measuring Stock Market Volatility in an Emerging Economy. International Research Journal of Finance and Economics Issue 8. Mishra, Banamber, and Matiur Rahman. 2010. Dynamics of Stock Market Return Volatility: Evidence from the Daily Data of India and Japan. International Business & Economics Research Journal. Vol. 9, No. 5. Nelson, Daniel B. 1991. Conditional Heteroskedasticity in Asset Return: A New Approach. Econometrica Vo. 9 No.2:347-370. Shamiri, Ahmed and Zaidi Isa. 2009. The US Crisis and the Volatility Spillover Across South East Asia Stock Markets. International Research Journal of Finance and Economics. Issue 34. United Nations Conference on Trade and Development. 1999. Comprehensive Study of the Interrelationship between Foreign Direct Investment (FDI) and Foreign Portfolio Investment (FPI). World Institute for Development Economics Research (WIDER) of the United Nations University. 1990. Foreign Portofolio Investment in Emerging Equity Markets. Study Group Series No. 5 Wu, Ruey-Shan. 2005. International Transmission Effect of Volatility between the Financial Markets during the Asian Financial Crisis. Transition Studies Review. 12 (1): 19-35. Albaity, Mohamed Shikh, T. Shanmugam. 2012. Analysis of Volatility Co-Movement between Malaysia, US, UK dan Japan Stock Markets. Asian Journal of Finance and Accounting, Vol.4 No.2. http://www.macrothink.org/journal/index.php /ajfa/article/view/1908 diakses tanggal: 14 Mei 2013. Anton. 2006. Analisis Model Volatilitas Return Saham. Studi Kasus pada Saham LQ45 di Bursa Efek Jakarta. http://eprints.undip.ac.id/8259/1.Anton.pdf. diakses tanggal: 5 Maret 2011. Bala, Lakshmi, Gamini Premaratne. 2003. Stock Market Volatility: Examining North Amerca, Europe and Asia. http://papers.ssrn.com. Diakses tanggal: 14 Mei 2013. Karim, Bakri Abdul, Mohammad Jais, and Abu Hassan Md. Isa. Who Moves the Indonesian Stock Market? Evidence from Response Asymmetries. http://www.internationalconference.com.my/p roceeding/icber2010_proceeding/PAPER_264_I ndonesianStockMarket.pdf. Date of Access: 4 March 2011. Karolyi, Andrew. 2001. Why Stock Return Volatility Really Matters. Institutional Investor Journal Series. http://bryongaskin.net/education/MBA%20TR
69
VOLATILITAS RETURN SAHAM DI INDONESIA: POLA DAN PERBANDINGAN DENGAN MALAYSIA DAN SINGAPURA Oviar Candra Bumi
ACK/CURRENT/MBA611/Assignments/Project /WhyVolatilityMatters.pdf. diakses tanggal: 1 March 2011. Mulyadi, Martin Surya. Volatility Spillover in Indonesia, USA, and Japan Capital Market. MPRA Paper No. 16914. 24 Agustus 2009. http://mpra.ub.uni-muenchen.de/16914/ diakses tanggal 14 Mei 2013. Su, Chang. 2010. Application of EGARCH Model to Estimate Financial Volatility of Daily Returns: The Empirical Case of China. Masters Degree Project. University of Gothenburg. http://gupea.ub.gu.se/bitstream/2077/22593/ 1/gupea_2077_22593_1.pdf. diakses tanggal: 4 April 2011. U.S. Department of Treasury. 2011. Report on U.S. Portfolio Holdings of Foreign Securities. http://www. treasury.gov/resource-center. Date of Access: 9 February 2012
70
Jurnal BPPK Volume 6 Nomor 1, 2013
VOLATILITAS RETURN SAHAM DI INDONESIA: POLA DAN PERBANDINGAN DENGAN MALAYSIA DAN SINGAPURA Oviar Chandra Bumi
LAMPIRAN Student-t EGARCH (1, 1) Estimates
1. The LQ45 Index – the Entire Period Variable
Coefficient
C
Std. Error
0.001211
z-Statistic
Prob.
0.000245
4.941381
0.0000
Variance Equation C(2) C(3) C(4) C(5)
-1.022577 0.237806 -0.108060 0.901197
0.163404 0.032740 0.019823 0.017903
-6.257954 7.263426 -5.451117 50.33704
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
T-DIST. DOF
5.416647
0.628380
8.620016
0.0000
2. The Jakarta Composite Index (IHSG)-the Entire Period
Variable
Coefficient
C
Std. Error
0.001078
z-Statistic
Prob.
0.000277
3.897879
0.0001
Variance Equation C(2) C(3) C(4) C(5)
-0.919276 0.248673 -0.110609 0.910226
0.143008 0.033062 0.020409 0.016061
-6.428140 7.521418 -5.419740 56.67442
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
T-DIST. DOF
4.816852
0.537594
8.960021
0.0000
3. The LQ45 Index-Before the Crisis Period Variable
Coefficient
C
Std. Error
0.001186
z-Statistic
Prob.
0.000286
4.148476
0.0000
-1.067724 0.187140 -0.083145 0.893183
0.277871 0.040664 0.024345 0.030462
-3.842518 4.602071 -3.415314 29.32094
0.0001 0.0000 0.0006 0.0000
5.451775
0.767285
7.105282
0.0000
Variance Equation C(2) C(3) C(4) C(5) T-DIST. DOF
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
71
VOLATILITAS RETURN SAHAM DI INDONESIA: POLA DAN PERBANDINGAN DENGAN MALAYSIA DAN SINGAPURA Oviar Candra Bumi
4. The Jakarta Composite Index (IHSG)-Before the Crisis Period Variable C
Coefficient
Std. Error
0.000936
z-Statistic
Prob.
0.000325
2.878169
0.0040
Variance Equation C(2) C(3) C(4) C(5)
-1.132922 0.196313 -0.104167 0.880615
0.277146 0.042741 0.027225 0.031670
-4.087822 4.593053 -3.826155 27.80608
0.0000 0.0000 0.0001 0.0000
T-DIST. DOF
4.385294
0.558991
7.845013
0.0000
5. The LQ45 Index-During the Crisis Period Variable C
Coefficient
Std. Error
0.001133
z-Statistic
Prob.
0.000482
2.349375
0.0188
Variance Equation C(2) C(3) C(4) C(5)
-1.172034 0.297837 -0.191772 0.886006
0.243445 0.061145 0.038400 0.027264
-4.814366 4.870991 -4.994108 32.49749
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
T-DIST. DOF
5.884625
1.255276
4.687915
0.0000
6. The Jakarta Composite Index-During the Crisis Period Variable C
Coefficient
Std. Error
0.001000
z-Statistic
Prob.
0.000562
1.778949
0.0752
Variance Equation
72
C(2) C(3) C(4) C(5)
-1.016276 0.318027 -0.170947 0.903012
0.211264 0.060790 0.038019 0.024169
-4.810452 5.231597 -4.496388 37.36208
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
T-DIST. DOF
6.291030
1.485685
4.234431
0.0000
Jurnal BPPK Volume 6 Nomor 1, 2013
VOLATILITAS RETURN SAHAM DI INDONESIA: POLA DAN PERBANDINGAN DENGAN MALAYSIA DAN SINGAPURA Oviar Candra Bumi
7. The Kuala Lumpur Composite Index, Malaysia-the Entire Period Variable
Coefficient
C
Std. Error
0.000283
z-Statistic
Prob.
0.000139
2.033822
0.0420
Variance Equation C(2) C(3) C(4) C(5)
-0.531546 0.222307 -0.037059 0.960909
0.086244 0.025204 0.014070 0.008125
-6.163306 8.820459 -2.633852 118.2598
0.0000 0.0000 0.0084 0.0000
T-DIST. DOF
4.375166
0.271252
16.12952
0.0000
8. The Strait Times Index, Singapore-the Entire Period Variable C
Coefficient
Std. Error
0.000392
0.000188
z-Statistic
Prob.
2.082182
0.0373
Variance Equation C(2) C(3) C(4) C(5)
-0.268306 0.165355 -0.058762 0.984347
0.042328 0.021419 0.012172 0.003879
-6.338706 7.719865 -4.827547 253.7488
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
T-DIST. DOF
7.562222
0.897290
8.427843
0.0000
9. The Kuala Lumpur Composite Index, Malaysia-Before the Crisis Period Variable C
Coefficient
Std. Error
0.000159
z-Statistic
Prob.
0.000153
1.040489
0.2981
Variance Equation C(2) C(3) C(4) C(5)
-0.255221 0.152358 -0.037312 0.985433
0.056561 0.024965 0.013051 0.004905
-4.512357 6.102790 -2.858869 200.8882
0.0000 0.0000 0.0043 0.0000
T-DIST. DOF
4.983105
0.646634
7.706221
0.0000
Jurnal BPPK Volume 6 Nomor 1, 2013
73
VOLATILITAS RETURN SAHAM DI INDONESIA: POLA DAN PERBANDINGAN DENGAN MALAYSIA DAN SINGAPURA Oviar Candra Bumi
10. The Strait Times Index, Singapore-Before the Crisis Period Variable C
Coefficient 0.000298
Std. Error 0.000208
z-Statistic
Prob.
1.435607
0.1511
Variance Equation C(2) C(3) C(4) C(5)
-0.336094 0.166246 -0.059254 0.977585
0.068022 0.028126 0.015502 0.006273
-4.940934 5.910851 -3.822265 155.8519
0.0000 0.0000 0.0001 0.0000
T-DIST. DOF
7.322016
0.970566
7.544068
0.0000
11. The Kuala Lumpur Composite Index, Malaysia-During the Crisis Period
Variable C
Coefficient 0.000665
Std. Error 0.000301
z-Statistic
Prob.
2.210272
0.0271
Variance Equation C(2) C(3) C(4) C(5)
-2.983049 0.228115 -0.137220 0.682205
0.754451 0.075526 0.058736 0.082897
-3.953936 3.020345 -2.336237 8.229527
0.0001 0.0025 0.0195 0.0000
T-DIST. DOF
3.190537
0.279272
11.42449
0.0000
12. The Strait Times Index, Singapore-During the Crisis Period
Variable C
Coefficient 0.000257
Std. Error 0.000441
z-Statistic
Prob.
0.583174
0.5598
Variance Equation
74
C(2) C(3) C(4) C(5)
-0.268621 0.167114 -0.094022 0.983554
0.069977 0.036198 0.021232 0.007152
-3.838703 4.616675 -4.428311 137.5135
0.0001 0.0000 0.0000 0.0000
T-DIST. DOF
8.776959
2.223694
3.947018
0.0001
Jurnal BPPK Volume 6 Nomor 1, 2013
INDEKS SUBJEK JURNAL BPPK Volume 6 Nomor 1, 2013 akses, 2, 4, 6, 11 anggaran, 29, 30, 35, 36 APBD, 1, 29, 30, 35, 37 APBN, 30 pembiayaan, 30, 35, 36, 37 treasury, 52, 71 Bank Indonesia, 50, 61 belanja, 29, 30, 31, 35 bills, 52 calculation, 52 CES, 19, 20 CET, 19, 20 computer, 9 personal computer, 9 conflict, ii, 41, 42, 43, 45, 46, 47 family-work conflict, 41, 42, 43, 45, 46, 47 work-family conflict, 41, 42, 43, 45, 46 CPI, 52, 53, 54, 56, 57, 58, 60 daerah, 1, 2, 7, 13, 37 dampak, 15, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 30, 31, 34, 35, 36, 37, 41, 70 dana, 1, 29, 30, 32 dana alokasi khusus, 29, 30, 32 dana alokasi umum, 29, 30, 32 dana bagi hasil, 29, 30 dana dekonsentrasi, 1, 35 data, 1, 2, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 16, 17, 19, 24, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 36, 37, 41, 44, 45, 46, 47, 51, 54, 55, 62, 64, 65, 66, 68, 70 desentralisasi, 29, 30, 31, 32, 37 efektivitas, 8, 29, 35, 37 EGARCH, 62, 64, 65, 66, 67, 69, 71, 72 ekonomi, 16, 17, 19, 29, 30, 31, 33, 34, 35, 36, 37, 42, 50, 63, 67, 68, 70 economic, 17, 24, 29, 37, 50, 51, 52, 53, 54, 64 macroeconomic, 50, 51, 52, 60 perekonomian, 16, 17, 20, 29, 30, 31, 32, 35, 36, 37, 68 ekspor, 16 eksportir, 16, 19 equilibrium, 24, 50, 51 fiskal, 1, 29, 30, 31, 32, 33, 36, 37 good governance kepemerintahan yang baik, 1 growth, 29, 37, 50, 51, 52, 53, 54, 60 harga, 15, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 32, 62, 63, 64, 65, 67, 68 kenaikan harga, 15, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 67 hicksian, 15, 20
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
hipotesis, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 19, 31, 36, 43, 46 ICOR, 29, 35, 36 impor, 15, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 24 Indonesia, i, 1, 2, 13, 15, 16, 17, 19, 24, 29, 30, 37, 41, 42, 50, 51, 60, 61, 62, 63, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71 inflation, 37, 50, 54, 56, 58, 59, 61 informasi, 1, 2, 3, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 45, 47, 62, 64, 65, 67, 68, 69, 70 interaksi, 9, 10, 42, 46, 47 interest, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 60 kalman filter, 50, 51, 52, 53, 60 natural rate of interest, 50, 51, 61 investasi, 29, 30, 31, 34, 35, 36, 37, 63, 68, 69 investment, 29, 51 investor, 62, 63, 68, 70 kapital, 29 capital, 29, 51, 52 modal, 31, 35, 36 karier, 43, 44, 47 karyawan, ii, 41, 42, 44, 46 kebijakan, 2, 12, 15, 17, 19, 20, 21, 23, 24, 29, 30, 31, 35, 37, 47, 50, 62, 67 policy, 15, 50, 51, 55, 57, 58, 59, 60 kecerdasan, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47 kedelai, 15, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 23 kelangkaan, 15, 16, 19, 23 keluarga, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47 kemampuan, 1, 4, 6, 8, 11, 12, 21, 29, 30, 34, 35, 43, 44, 68, 69 kesenjangan, 46 keuangan, i, 1, 2, 6, 11, 12, 30, 31, 35, 37, 47, 69 keuangan global, 69 kinerja, 2, 8, 10, 11, 12, 29, 30, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 68 kompetitif, 70 konsumsi, 15, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 30, 35, 37 konsumtif, 29, 31, 35, 37 kontrol, 1, 2, 3, 4, 5, 8, 10, 11, 12, 30, 31 Lampung, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37 marginal, 51, 52 method, 1, 41, 50, 51, 52, 53, 57, 58, 59, 60 monetary, 50, 51, 55, 57, 58, 59, 60 obligasi, 64 organisasi, 41, 42, 43, 46, 47 otonomi, 29, 37 output, 7, 33, 35, 36, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56 PAD, 35, 37 pajak, 22, 23, 29, 33, 64
74.1
panel, 29, 31, 32, 33, 36 pasar, 15, 17, 19, 20, 24, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 70 market, 52, 70, 71 pasar domestik, 63, 68, 69 pasar saham Indonesia, 62, 63, 65, 66, 67, 68, 69, 70 path analysis, 41, 44, 45, 46 pekerjaan, 2, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47 pembangunan, 29, 33, 35, 36, 37 pemerintah, 1, 2, 5, 7, 15, 17, 19, 20, 22, 23, 29, 30, 31, 32, 34, 35, 36, 37, 62, 64, 67 pengetahuan, 4, 6, 7, 10, 11, 12, 13 persen, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 15, 16, 17, 20, 21, 22, 23, 30, 32, 34, 35, 37 persepsi, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12 pertumbuhan, 29, 30, 31, 34, 35, 36, 37, 42, 50 Pontianak, ii, 41, 42, 43 portofolio, 68, 69, 70 prestasi, 44 produksi, 16, 17, 19, 20, 23, 30 productivity, 51, 52 produktivitas, 8, 16, 43 provinsi, 5, 13, 29, 31, 34, 37 psikologis, 41, 42 pusat, 1, 2, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37 rate, 5, 13, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 70 REM, 29, 33, 34, 36, 39 return, 52, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 70 riil, 15, 19, 20, 23, 24, 50 rumah tangga, 15, 16, 20, 21, 23, 42 saham, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 70 stock, 53, 61, 70, 71 SIKD, ii, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13 sistem, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 19, 44 spiritual, 41, 42, 43, 45, 46, 47 SVAR, 50, 51, 52, 55, 56, 57, 58, 60, 61 tarif, 15, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 64 teknologi, 2, 12, 68 theory, 1, 2, 10, 11, 12, 45, 46, 50, 53, 56 TPAK, 30, 32, 34, 36, 39 TPB, 1, 2, 3, 4, 5, 8, 9, 10, 11, 12 transfer, 2, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37 tugas pembantuan, 1 valuta asing, 64 volatilitas, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 70 persistensi volatilitas, 68, 69
74.2
Jurnal BPPK Volume 6 Nomor 1, 2013
PETUNJUK BAGI (CALON) PENULIS JURNAL BPPK 1. Sebagai pra-syarat dalam mengirimkan artikel untuk dapat diterbitkan pada Jurnal BPPK, penulis diwajibkan mengirimkan (calon) artikel Jurnal BPPK yang dilengkapi: surat pernyataan orisinalitas karya bermaterai cukup (Rp 6.000,-), Lembar Identitas Artikel Jurnal BPPK, Curriculum Vitae. Format terlampir. 2. Artikel yang diajukan diketik dengan program Microsoft Word atau program pengolah kata sejenis dan disimpan dalam format docx menggunakan huruf Cambria, ukuran 10 pts, spasi tunggal, dicetak pada kertas A4 dengan panjang 15 s.d. 30 halaman, dan diserahkan dalam bentuk hardcopy/cetak sebanyak 1 eksemplar beserta softcopy-nya. Pengiriman Artikel softcopy juga dapat dilakukan melalui e-mail ke alamat:
[email protected]. 3. Artikel ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Inggris. Sistematika artikel hasil penelitian adalah Judul Penulisan judul tidak lebih dari 14 kata, dicetak dengan huruf kapital, center, Cambria 14. a. Nama Penulis Nama Penulis ditulis tanpa gelar akademik, disertai lembaga asal tempat peneliti melakukan penelitian. Dalam hal artikel ditulis oleh tim, penyunting hanya berhubungan dengan penulis utama atau penulis yang namanya tercantum pada urutan pertama. Penulis utama wajib mencantumkan alamat korespondensi dan/atau e-mail. b. Abstrak disertai kata kunci Abstrak dan kata kunci ditulis dalam dua bahasa, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Panjang masing-masing abstrak tidak lebih dari 150 kata yang disertai dengan 3-5 kata kunci. Abstrak minimal berisi judul, tujuan, metode dan hasil penelitian. Penulisan Abstrak yang berbahasa Inggris mengacu pada kaidah penulisan abtrak karya ilmiah yang berlaku umum secara internasional. Dalam hal penerjemahan abstrak bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris, penulis tidak diperkenankan melakukan copy-paste langsung dari software/aplikasi/web penerjemah bahasa. Untuk keperluan translasi direkomendasikan menggunakan jasa penerjemah tersumpah. Adapun biaya yang muncul atas penggunaan jasa tersebut menjadi tanggung jawab penulis artikel. c. Pendahuluan Bagian ini menjelaskan latar belakang riset, rumusan masalah, pernyataan tujuan dan (jika dipandang perlu) organisasi penulisan artikel. d. Kerangka teoritis dan pengembangan hipotesis Memaparkan kerangka teoritis berdasarkan telaah literatur yang menjadi landasan logis untuk mengembangkan hipotesis atau proporsi riset dan model riset. e. Metode riset/penelitian Menguraikan metode seleksi dan pengumpulan data, pengukuran dan definisi operasional variabel, dan metode analisis data. f.
Hasil dan pembahasan Menjelaskan analisis data riset dan deskripsi statistik yang diperlukan
Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 1, 2013
74.3
g. Kesimpulan Memuat simpulan hasil riset, temuan penelitian yang berupa jawaban atas pertanyaan penelitian atau berupa intisari hasil pembahasan. Simpulan disajikan dalam bentuk paragraf. h. Implikasi dan keterbatasan Menjelaskan implikasi temuan dan keterbatasan riset, serta jika perlu saran yang dikemukakan peneliti untuk riset yang akan datang. i.
Daftar Pustaka Memuat sumber-sumber pustaka atau referensi yang dikutip di dalam penulisan artikel. Hanya sumber yang diacu yang dimuat dalam daftar referensi ini. Untuk keseragaman penulisan, Daftar Pustaka ditulis sesuai dengan format American Psychological Association (APA)
j.
Lampiran Memuat tabel, gambar dan instrumen riset yang digunakan
4. Tata cara penyajian kutipan, rujukan, tabel, dan gambar mengikuti ketentuan dalam PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL ILMIAH JURNAL BPPK atau merujuk pada tata cara yang digunakan dalam artikel yang telah dimuat. Artikel berbahasa Indonesia menggunakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan istilah-istilah yang telah dibakukan oleh Pusat Bahasa. 5. Semua Artikel ditelaah secara anonim oleh Dewan Editor yang ditunjuk oleh Sekretariat Jurnal BPPK menurut bidang kepakarannya. Penulis artikel diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan atau revisi artikel atas dasar rekomendasi/saran dari Dewan Editor atau penyunting. Kepastian pemuatan atau penolakan artikel akan diberitahunkan secara tertulis. 6. Segala sesuatu yang menyangkut perijinan pengutipan, penggunaan software/aplikasi komputer untuk pembuatan artikel atau hal lainnya yang terkait dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang dilakukan oleh penulis, berikut konsekuensi hokum yang mungkin timbul, menjadi tanggung jawab penuh penulis artikel.
74.4
Jurnal BPPK Volume 6 Nomor 1, 2013
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS ARTIKEL JURNAL BPPK Yang bertanda tangan di bawah ini, Nama Penulis Artikel
: ................................................................................................................................
NIP/NRM
: ................................................................................................................................
Pangkat / Golongan
: ................................................................................................................................
Jabatan
: ................................................................................................................................
dengan ini menyatakan bahwa artikel yang saya susun dengan judul :
JUDUL ARTIKEL UNTUK JURNAL BPPK (Huruf Tebal) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dan bukan merupakan plagiat dari artikel orang lain. Artikel ini belum pernah dipublikasikan pada jurnal atau media yang lain dan akan diserahkan kepada Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) untuk digandakan, diperbanyak dan/atau disebarluaskan. Apabila kemudian hari pernyataan Saya tidak benar, maka Saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk sanki pidana.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, untuk dapat dipergunakan bilamana diperlukan.
........................, ............................................. Pembuat Pernyataan Materai Rp6.000,00
...................................................................... NIP
Catatan: Dapat diperbanyak sesuai kebutuhan penulis dan bilamana diperlukan, Softcopy surat pernyataan ini dapat diminta melalui email:
[email protected]
Jurnal BPPK Volume 6 Nomor 1, 2013
74.5
FORMULIR CURRICULUM VITAE PENULIS ARTIKEL JURNAL BPPK Nama Lengkap
:
Tempat/Tgl Lahir
:
Jabatan Sekarang
:
Unit Kerja
:
NIP/NRM/Gol.
:
No. Rekeneing
:
NPWP
:
Email
:
No HP
:
Bank …
Cabang …
Riwayat Pendidikan : Jenjang
Gelar
Universitas
Tahun
D1 D3 D4/S1 S2 S3 Riwayat Pekerjaan: Jabatan
Unit Kerja/Organisasi
Periode
Penghargaan/Award/Acknowledged Reward:
Bidang Keilmuan yang Diminati:
Catatan: Dapat diperbanyak sesuai kebutuhan penulis dan bilamana diperlukan, Softcopy Form CV ini dapat diminta melalui email:
[email protected]…
74.6
Jurnal BPPK Volume 6 Nomor 1, 2013
LEMBAR IDENTITAS ARTIKEL JURNAL BPPK Judul Artikel
Beri tanda ( ) pada yang telah disediakan sesuai keadaan yang sebenarnya: a. Jenis Artikel
Hasil pemikiran pada ______________________________________ (bulan dan tahun) Hasil penelitian tahun _____________________________________ (bulan dan tahun) b. Hubungan dengan penelitian lain sebelumnya
Penelitian/Pemikiran baru Ringkasan/Short version Skripsi karya sendiri dengan judul __________________________________________________ _______________________________________________________________________________________________________________________
Ringkasan/Short version Thesis karya sendiri dengan judul ___________________________________________________ _______________________________________________________________________________________________________________________
Kajian atau karya Ilmiah lain karya sendiri karya sendiri yaitu _______________________________________________ dengan judul _______________________________________________________________________________________________________ ______________________________________________________________________________________________________________________
Lainnya, sebutkan: _________________________________________________________________________________________________ c. Tempat Penulis melakukan Penelitian/Pemikiran pada Artikel ini
Tempat Kerja yaitu ________________________________________________________________________________________________ Sewaktu Pendidikan program_________________________________________________________ (nama program studi dan jenjang) di ___________________________________________________________________________________________ (nama universitas dan negara)
Lainnya, yaitu ______________________________________________________________________________________________________ d. Sumber Pembiayaan dalam melakukan Penelitian/Pemikiran pada Artikel ini
Sendiri Lainnnya, yaitu: ____________________________________________________________________________________________________ _______________________________________________________________________________________________________________________ Dengan ini saya menyatakan bahwa data yang saya isi pada formulir ini adalah benar adanya dan tanpa rekayasa. Apabila kemudian hari pernyataan Saya tidak benar, maka Saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk sangsi pidana. ........................, .................................................... Penulis Artikel,
.............................................................................
Jurnal BPPK Volume 6 Nomor 1, 2013
74.7