cmyk
cmyk
PANTON
Ateuk pucok gle awe dimeuboh Bak jih kageukoh geupeugot raga Salam alaikom sambot saleum JROH Jaroe meusantoh ateuh jeumala Saboh tabloid kamoe peuteungoh Asoe jih peunoh dengon berita Neujah u kanto atau dirumoh Nyoe tabloid JROH bek tuwoe neuba Tapula pade dalam blang daroh Goh troek watee koh keunong khueng raya Bek dilee neujak neutinggai rumoh Meunye tabloid JROH goh lom neubaca Teulah Teulah Teulah Menye
sithoen ureng meugoe siuroe ureung meurusa siminggu korang yang neubloe tabloid nyoe goh lom neubaca
Salam Redaksi MENGAPA HARUS JROH? Pembaca yang budiman, Transparency International (TI) Indonesia yang hadir di Aceh sejak Maret 2006 berinisiatif untuk memantau program rekonstruksi yang sedang berjalan di enam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), yaitu Kota Banda Aceh, Kabupaten Pidie, Bireuen, Aceh Barat, Aceh Jaya, dan Nagan Raya. Pola pemantauan berbasis masyarakat yang dilakukan menggunakan kartu pengaduan oleh masyarakat. Aduan tersebut kemudian diinvestigasikan oleh mitra kerja yang tersebar di wilayah tugas TI Indonesia program Aceh. Hasil investigasi ini dijadikan bahan konsultasi publik yang melibatkan semua pihak yang bekerja di wilayah tersebut untuk dicarikan solusinya secara bersama-sama. Dilakukan pula konsultasi publik sebagai media pertanggungjawaban TI Indonesia terhadap masyarakat. Ini bentuk respons TI Indonesia atas laporan yang disampaikan warga. Masukan berdasarkan laporan masyarakat inilah yang kemudian kami olah menjadi bahan liputan di tabloid ini, tentunya dengan memenuhi kaidah-kaidah jurnalistik. Misalnya, harus ada konfirmasi dan cover both sides demi memenuhi unsur balancing (berimbang). Sehingga, data dan informasi yang dilansir di media ini benar-benar faktual dan akurat, jauh dari kategori isu, kabar burung, apalagi fitnah. Sebetulnya, mudah saja bagi kami untuk mengatasnamakan masyarakat dalam menyusun media ini, tetapi semua kami percaya pada proses. Sehingga, ketika tiba saatnya untuk menyusun media ini, kami melakukan penjajakan awal mengenai kebutuhan informasi yang diperlukan oleh masyarakat di Aceh yang mayoritas korban gempa/ tsunami dan korban konflik. Setelah melakukan penjajakan informasi, kami undang wakil masyarakat dan mitra untuk menentukan berita apa yang harus diangkat di tabloid ini dari daerahnya. Juga kami diskusikan bersama nama rubrik, lay out (tata letak), bahkan nama media ini. Semua itu dilakukan dalam sebuah lokakarya. Ketika Jroh kami sepakati sebagai nama tabloid ini, ia juga didahului oleh serangkaian diskusi panjang. Sejumlah nama diajukan yang umumnya berbahasa Aceh. Di antaranya, Beujroh, Cakra, dan Haba. Ada juga yang mengusul nama feminis: Tia. Namun, pada akhirnya Jroh-lah yang terpilih. Mengapa harus Jroh? Kata ini dalam bahasa Aceh, kami nilai, cukup mewakili pengertian yang kami inginkan. Jroh yang berarti baik; luhur; adiluhung; dan terpuji; adalah semangat yang sesuai benar dengan misi TI Indonesia. Kami ingin membudayakan sifat dan sikapsikap yang terpuji di bidang pemerintahan melalui good governance dan clean government, di mana transparansi dan akuntabilitas publik menjadi salah satu sendi utamanya. Keinginan itu, antara lain, direflesikan melalui media ini. Nama-nama rubrik di dalam tabloid ini juga dipilih menggunakan bahasa Aceh agar lebih dekat dan familiar secara psikologis dengan publik Aceh, para pembaca kami yang budiman. Semoga media yang bersahaja ini bermanfaat bagi semua kita. Kami juga mengundang pembaca untuk terlibat dalam media ini dengan mengirimkan opini, karikatur, atau pantun. Akhirul kalam, selamat membaca.
Saleum jroh sebenar-benar jroh, Redaksi
cmyk
JR H
GRATIS
MEDIA MONITORING REKONSTRUKSI ACEH
>TERBIT
8 HALAMAN >
Email:
[email protected] website: www.ti.or.id
NO.01 ÿ>21 SEPTEMBER 2006 >
MEMBANGUN DENGAN MUSLIHAT Pemilik tanah minta barak segera dibongkar, setelah lama digunakan. Celakanya, kontraktor belum merampungkan semua rumah bantuan. Tanda tangan para penerima diduga dipalsukan. NANDA AISYAH
Reportase Nanda Aisyah
L
ANGIT tampak cerah. Sinar mentari terasa menyengat kulit. Namun, puluhan warga di Desa Sagoe, Kecamatan Trienggadeng, Kabupaten Pidie, bagai tak menghiraukan panas yang terik. Mereka tampak sibuk membongkar barak. Satu demi satu tripleks dilekangkan dari penyangga barak. Kemudian giliran tiang penyangga yang dirobohkan. Mengapa harus dibongkar? Sudah lebih setahun para korban bencana tsunami ini tinggal di barak. Tanah itu milik Hajjah Nurhayati, seorang warga Pante Raja. Selama ini dia menggratiskan di atas tanahnya dibangun barak pengungsi. Namun, kini sang pemilik mendesak agar tanahnya itu dikembalikan, karena hendak ia manfaatkan. Pascabencana tsunami, ratusan warga yang mengungsi mendiami barak Desa Sagoe, Kecamatan Trienggadeng, Pidie. Namun mulai Jumat lalu mereka membongkar baraknya. Sementara itu, dari 22 kepala keluarga (KK) di sana, ada empat keluarga lagi yang belum mendapatkan rumah. Akibatnya, mereka tetap bertahan sementara waktu sampai ada kejelasan di mana bakal dibangunkan rumah untuknya. Lain lagi yang dialami Ti Halimah (55), pengungsi di Desa Sagoe. Rumah bantuan yang diperlehnya sekarang ternyata dibangun asal-asalan. Semestinya rumah itu bisa dihuni dengan nyaman, namun masih memerlukan perbaikan karena banyak yang tak beres. “Coba lihat pintunya. Jarak dari lantai ke dasar pintu renggangnya sejengkal. Bisa masuk binatang. Harusnya diselesaikan dulu rumah ini hingga sempurna, baru diserahkan,” tutur Halimah kepada Jroh, Jumat (18/8). Hal senada juga diungkapkan Khadijah (60), Salbiah (35), dan Nurhayati (25). Pada dasarnya mereka bukan menuntut rumah mewah, melainkan bantuan yang diberikan hendaknya memadai dan nyaman dihuni. “Kami terpaksa membuat sendiri bak pembuangan kotoran. Padahal, seharusnya itu kerjaan tukang, tapi beginilah dibikin. Malahan kuncinya pun tak ada,” tutur Nurhayati meredam kecewa. Para pengungsi berharap agar pihak terkait, khususnya donatur batuan rumah untuk korban tsunami di Desa Sagoe, Kecamatan Trienggadeng, bisa menyelesaikan rumah yang belum rampung sempurna. “Kami kira masih bisa diperbaiki lagi kekurangannya,” ucap Nurhayati yang diamini beberapa warga desa setempat. *** Keringat tampak menetes di sudut kerudung Nurhayati (25). Sebilah martil masih dia genggam erat. Sembari menyapu buliran bening di keningnya, wanita bertubuh gempal ini duduk di sisi tumpukan kayu. Tak dia pedulikan roknya yang rajin “menyapu” tanah. “Kami harus pindah. Pemilik tanah sudah minta dibongkar barak ini. Padahal, rumah bantuan untuk kami belum siap seluruhnya. Tapi, kami sudah teken semua,” tuturnya kepada Jroh, Jumat pekan lalu. Apa yang diteken? Bagi masyarakat awam semisal Nurhayati tak akan banyak bertanya jika ada orang meminta ditandatangani sebuah surat. Konon lagi, petugas tersebut menjanjikan paket bantuan untuk mereka. Tak ada yang diragukan. (Baca: Lima Asli, Belasan Dipalsukan) Usut punya usut, ternyata pada Februari 2006, sebuah lembaga kemanusiaan lokal sudah menyalurkan bantuan berupa 22 unit rumah untuk warga Desa Sagoe. Namun, dari 22 pemilik rumah, 18 di antaranya mengaku tidak pernah meneken bukti kepemilikan rumah. Begitulah. “Yang belum teken akhirnya semua ditandatangani oleh kontraktor bersangkutan. Kami tidak mengerti kenapa bisa seperti itu. Yang jelas, rumah bantuan ini belum selesai, tapi sudah dipalsukan tanda tangan kami,” ungkap Salbiah yang
Pembongkaran barak oleh sejumlah warga Desa Sagoe, Kecamatan Trienggadeng, Pidie.
dibenarkan puluhan warga lainnya. Hal serupa juga dialami janda miskin Ti Halimah (50). Dia mengaku, sampai kini belum meneken paket bantuan rumah tersebut. “Rumah saya belum selesai dikerjakan. Pintunya saja renggang, bisa masuk binatang,” ucap Ti Halimah menyiratkan kesedihannya. Menurut pengamatan Jroh, kondisi rumah bantuan itu sepertinya dibangun asal jadi. Bu-
kan saja rumah Ti Halimah, beberapa rumah lainnya pun kondisi fisiknya jauh dari kesan dibangun secara serius plus pengawasan yang memadai. Karena kondisinya memprihatinkan, para penerima bantuan berharap agar rekanan bisa menyelesaikan pembangunan rumah mereka secara sempurna. Mereka tak ingin ada tipu muslihat dalam paket bantuan untuk korban tsunami itu ■
Lima Asli, Belasan Dipalsukan Rumah bantuan belum rampung sempurna, tapi tanda tangan para penerima “disulap” seolah-olah sudah menerima rumah dalam keadaan baik. Siapa bermain? Reportase Nanda Aisyah DARI 22 nama penerima bantuan rumah di Desa Sagoe, Kecamatan Panteraja, Kabupaten Pidie, dilaporkan hanya lima yang asli merupakan tanda tangan warga setempat. Sedangkan 18 tekenan warga lainnya, diduga telah dipalsukan oleh pengawas rekanan di sana. Hal ini dilakukan sebagai bukti ke donatur bahwa rumah tersebut sudah selesai dibangun. Padahal, secara kasat mata terlihat pembangunan belumlah rampung. Mencuat kesan rumah-rumah tersebut dibangun
Keuchik Desa Sagoe: KEUCHIK Desa Sagoe, Kecamatan Trienggadeng, Kabupaten Pidie, Teuku Nurdin mengaku tidak mengetahui adanya kasus pemalsuan tanda tangan untuk penerima bantuan rumah di desanya. “Silakan diusut, saya mendukung diproses secara hukum jika betul telah terjadi penyimpangan,” tuturnya kepada Jroh, Jumat (25/8) di Trienggadeng. Menanggapi laporan ini, Nurdin mengaku cukup terkejut. “Itu manipulasi tanda tangan dan kasus ini bisa dihukum. Namun, biarlah penegak hukum yang menyelesaikan masalah ini. Sampai sekarang saya belum mengetahui masalah ini,” katanya. Di sisi lain Nurdin menjelaskan, saat ini jumlah penduduk Desa Sagoe mencapai 440 kepala keluarga (KK) atau 1.600 jiwa. Rumah bantuan yang digulirkan untuk penduduk di sana, antara lain ,sebanyak 36 unit dari
asal jadi. Pintu tak ada kunci, belum diplaster, tak ada saluran pembuangan WC, dan tetek bengek lainnya. Cukup memprihatinkan. “Kami siap bersaksi jika diinginkan untuk mengusut kasus pemalsuan tanda tangan ini. Ini harus diusut tuntas oleh penegak hukum setempat,” ucap seorang warga yang minta namanya dirahasiaka. Namun dia mengaku masih memiliki salinan tanda tangan palsu penerima bantuan rumah tersebut. Di sisi lain, Ti Halimah (55) mengakui, belum pernah meneken tanda terima bantuan rumah. “Ini saja rumah saya belum siap. Pintunya masih renggang, kalau ditutup tidak bisa rapat,” tambah Khadijah membenarkan. Hal serupa juga diutarakan Ramli, seorang masyarakat desa setempat. Mereka sangat berkeinginan bantuan rumah bisa dibangun sebagaimana mestinya. Toh yang dibantu ini adalah saudara kita juga ■
Silakan Diusut Save the Children. Sebagian sudah rusak, karena kondisi kayunya dinilai tidak kuat. Kemudian, ada juga bantuan dari Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh & Nias sebanyak 45 unit yang dibangun oleh tiga perusahaan, antara lain, CV Hafiz Perdana sebanyak 22 unit dan Oxfam 69 unit. Hingga kini, wilayah Sagoe meliputi lima dusun, yakni Dusun Kuthang 144 KK (490 jiwa), 226 laki-laki dan 264 perempuan. Dusun Balee Mon 82 KK (342 jiwa) 63 laki-laki dan 179 perempuan. Dusun Rheng 73 KK 145 laki-laki dan 146 perempuan (291 jiwa). Di Dusun Puuk terdapat 37 KK, terdiri atas 83 lakilaki dan 68 perempuan. Sedangkan di Dusun Kunyet tercatat 104 KK, terdiri atas 177 laki-laki, 197 perempuan (374 jiwa). Di antara para warga itulah, isu tentang pemalsuan tanda tangan tersebut berkelindan. (Nanda Aisyah)
cmyk
cmyk HALAMAN
cmyk 2
ASAP DAPOE
Mengapa TII Hadir di Aceh? TII kini hadir di Aceh. Ini bukan kepanjangan dari Tentara Islam Indonesia yang mengingatkan kita pada DI/TII –gerakan pemberontakan yang diotaki Teungku Daud Beureueh— pada tahun 1953 silam di Aceh. TII yang baru hadir ini adalah Transparency International Indonesia. Lembaga yang sohor di tingkat dunia ini, membuka kantor program di Jalan Teuku Iskandar, Ulee Kareng, Banda Aceh, ibu kota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sejak 21 Maret 2006. Selain itu, dibuka pula kantor sejenis di Meulaboh, ibu kota Aceh Barat. TI Indonesia –begitu lembaga ini biasa disebut di Indonesia— hadir untuk menginisiasi program pemantauan rekonstruksi di Aceh. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi dijalankannya program ini di Aceh. Pertama, dana rekonstruksi pascatsunami yang sangat besar dan berasal dari berbagai negara dan lembaga, patut diwaspadai karena rawan penyelewengan. Dana tersebut menjadi pertaruhan bagi bangsa Indonesia umumnya dan masyarakat Aceh khususnya, agar tidak terjadi korupsi di dalam penggunaannya. Kedua, sebagian besar dana rekonstruksi itu digunakan untuk pengadaan barang dan jasa (PBJ). Sementara itu, hasil penelitian TI, ternyata unit PBJ sangat rentan terhadap korupsi dan mark up. Hampir 30%-50% dana PBJ di APBN dikorup. Oleh karenanya, masyarakat perlu memonitor proses rekonstruksi agar pascarekonstruksi masyarakat Aceh akan mampu memantau proses dan hasil pembangunan. Sehingga, kualitas pembangunannya tetap terjaga dan sesuai dengan kehendak masyarakat yang pada gilirannya akan menyejahterakan masyarakat. Program ini bertujuan: 1. Memperkuat masyarakat agar mampu memantau proses rekonstruksi di wilayahnya dan mengajukan komplain/keberatan jika tidak sesuai dengan kesepakatan yang ada. 2. Mendorong donor, international NGO (INGO), serta Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias, untuk melakukan tranparansi dalam pengelolaan dana, termasuk dalam PBJ-nya. Semua proses tersebut harus berlangsung secara terbuka dan diinformasikan kepada masyarakat. 3. Mendorong pemerintah daerah agar mau menerapkan pakta integritas dalam PBJ, sehingga menjadi lebih mudah menuju good governance. Agar program yang di-support oleh DFID -pemerintah Inggris-- ini berjalan efektif, maka ada dua kantor lapangan TII di Aceh, yakni di Banda Aceh dan Meulaboh. Adapun wilayah kerja program ini, mencakup: 1. Kota Banda Aceh (Kecamatan Meuraxa, Jaya Baru, Kutaraja). Mitra: GeRAK Aceh. 2. Kabupaten Pidie (Kecamatan Batee, Tringgadeng, Panteraja). Mitra: Paska Pidie. 3. Kabupaten Bireuen (Kecamatan Simpangmamplam, Samalanga, Jeunieb). Mitra: Paska Bireuen. 4. Kabupaten Nagan Raya (Kecamatan Kuala dan Tripa Bawah). 5. Kabupaten Aceh Barat (Kecamatan Johan Pahlawan, Meurebo, Samatiga, Arongan Lambalek). Mitra: GeRAK Meulaboh. 6. Kabupaten Aceh Jaya (Kecamatan Sampoi net, Setia Bakti, Krueng Sabee). Mitra: Masyarakat Partisipatif. Pendekatan program ini ditempuh melalui: 1. Pembentukan komite di kecamatan yang menjadi wilayah kerja TI Indonesia. Komite ini akan mengumpulkan kartu pengaduan
Proses konsultasi publik di tingkat kecamatan.
(complaint) yang diisi oleh masyarakat. Kartu tersebut kemudian diseleksi untuk mendapatkan isu yang akan diinvestigasi oleh mitra, sehingga menjadi informasi yang lengkap dan akurat. Informasi ini akan ditampilkan di website TI Indonesia, sedangkan di lapangan akan dilakukan konsultasi publik yang melibatkan peme rintah daerah, international NGO, masyarakat, komite, dan mitra. Konsultasi ini bukan untuk menghakimi atau mengevaluasi kinerja dari lembaga yang bekerja di wilayah tersebut, melainkan untuk mencari jalan keluar atas masalah tersebut. Dalam kesempatan ini, TI Indonesia, lembaga mitra, dan komite akan menginformasikan apa yang sudah dilaksanakan. Proses penyelesaian dengan
DOK/TII
metode mediasi akan menjadi pilihan dalam menindaklanjuti hasil investigasi. 1. Penguatan pemerintahan daerah. Dalam kaitan ini TI Indonesia akan bekerja sama dengan pemerintah kabupaten/kota guna penerapan pakta integritas di bidang pengadaan barang dan jasa. Juga akan dilakukan diskusi mendalam dengan pihak pelaku bisnis. Upaya menuju penerapan pakta integritas ini dicapai melalui semiloka, training, workshop, dan pembentukan working group/tim kerja. Tim kerja ini merupakan tindak lanjut dari semiloka. Mereka ditunjuk oleh para peserta semiloka, sedangkan anggotanya beragam, mewakili setiap institusi/unsur. Ada yang dari kalangan bisnis, DPRD, LSM, masyarakat, pemda, dan tokoh masyarakat. Merekalah yang DOK/TII
selanjutnya akan bekerja untuk menyiapkan action plan (rencana tindak), sehingga ditandatanganinya pakta integritas oleh bupati/walikota/gubernur. 2. Penerapan akuntabilitas di tingkat lembaga donor/BRR/international NGO. Akuntabilitas merupakan prinsip bagi semua pihak yang bekerja dalam rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh. Untuk itu, TI Indonesia akan melakukan pendekatan kepada BRR, termasuk kepada donor/INGO untuk berlaku transparan dalam pengelolaan dana serta melibatkan masyarakat. Hal ini bisa dilakukan lebih dulu oleh donor. Dana dari donor atau INGO adalah dana publik, yang berarti termasuk si penerima program. Karena mengatasnamakan para survivors (penyintas) tsunami, maka siapa pun harus transparan dan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan dana dimaksud. TI Indonesia akan melobi, sehingga tercapai sebuah kesepakatan di antara BRR, donor, dan INGO tentang bagaimana pengelolaan yang transparan dan melibatkan masyarakat. Pengalaman dalam penerapan akuntabilitas akan menjadi pembelajaran bagi semua pihak dalam proses rekonstruksi. 3. Penyebaran informasi. Hasil temuan/pengalaman di lapangan/kegiatan akan disajikan dalam sebuah buletin yang terbit setiap dua minggu. Media ini juga akan memberikan informasi dari lembaga-lembaga yang bekerja di wilayah tersebut seperti Pemda, INGO, BRR, donor, serta kegiatan TI Indonesia. Media ini senantiasa menjunjung tinggi etika jurnalistik, di antaranya, berimbang dan akurat. Media lainnya yang digunakan adalah website. Informasi yang berkembang di wilayah kerja program ini akan ditampilkan di dalam website, seperti jumlah pengaduan yang masuk serta masalah yang disampaikan. Ditampilkan juga hasil investigasi serta proses mediasi yang dilakukan. (*)
Pelibatan masyarakat dalam memantau rekonstruksi di Aceh.
SUSUNAN TIM MEDIA: Penanggung Jawab/Pimpinan Umum: Rizal Malik Pimpinan Redaksi: Mochamad B Winoto Redaksi Pelaksana: Tony Alexander Reporter: Aceh Jaya: Muhammad Banda Aceh: Muhammad Purna . Pidie/Bireuen: Nanda Aisyah Distribusi: Vera Deniza; Amir Yunus Sirkulasi: Masyarakat Partisipatif (Aceh Jaya) Paska Pidie (Pidie) Paska Bireun (Bireun) GeRAK (Banda Aceh) GeRAK (Meulaboh) ALAMAT REDAKSI: Transparency International (TI) Indonesia Jl. T Iskandar Km.5 (M Nuri) Lam Ujong, Meunasah Baet, Aceh Besar Phone/Fax: +62(0) 651-22 780 Email:
[email protected] website: www.ti.or.id
cmyk
cmyk
cmyk
cmyk
HABA RAKAN
HALAMAN
3
Rupiah Menguap di Pucuk Bakau REPRO
Ratusan batang bibit bakau mati sebelum sempat ditanam di pantai Ulee Lheue, Banda Aceh. Karena tak cukup tenaga untuk menanamnyakah atau sengaja ditelantarkan? sampai ke dermaga akan dijumpai per simpangan. Melajulah ke arah kiri. Kirakira 700 meter dari persimpangan ini akan dijumpai sebuah rumah semiper manen di sebelah kanan jalan. Rumah ini dikelilingi oleh pohon-pohon kecil yang sudah kerontang itu. Menurut Khairil Shaleh, Kepala Seksi Rehabilitasi dan Konservasi Sumber Daya Alam Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Banda Aceh, semua bibit mangrove yang mati itu sudah diganti dengan bibit yang baru dan sudah selesai ditanam. Khairil yang juga penanggung jawab proyek pengadaan bibit mangrove tersebut membantah pernyataan warga yang mengatakan matinya bibit akibat tidak disiram. Matinya bibit ini bukan karena tidak disiram, tapi karena tak ada orang kerja untuk menanamnya, ujar Khairil kepada
Jroh.
Beberapa warga setempat mengaku, tidak tahu bahwa ada pergantian bibit yang mati. Fauzi sendiri selaku kepala desa tak pernah diberi kabar kalau ada tanaman mati yang sudah diganti. Yang lebih aneh lagi, dari penuturan warga, bibit yang mati mencapai setengah dari jumlah bibit yang didatangkan. Mengutip pengakuan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Banda Aceh, jumlah bibit yang mati hanya mencapai ratusan batang. Dari pantauan
Jroh
sendiri memang ditemukan paling sedikit empat tumpukan bibit yang sudah mati, sementara untuk menghitung berapa batang pertumpukan, sepertin-
Ratusan bibit bakau yang mati sebelum ditanam.
ya tidak cukup waktu satu hari, di samping letaknya yang acak-acakan kebany-
Reportase Muhammad Purna
indikasikan bahwa pohon-pohon na-
pula di air payau (rawa). Peluang tum-
akan bibit itu juga sudah berserakan
has itu adalah bibit mangrove milik Di-
buhnya semakin besar apabila diduku-
dan sangat sulit untuk dikumpulkan.
bawah terik matahari,
nas Kelautan dan Perikanan Kota Ban-
ng oleh struktur tanah dan terdapat
Mengenai biaya penanaman juga ada
pohon-pohon kecil yang
da Aceh untuk menyahuti program Ger -
sumber lumpur yang sesuai, jelas sar -
perbedaan antara pihak dinas dan pen-
sudah mengering itu tam-
akan Nasional Rehabilitasi Hutan dan
jana pertanian jebolan IPB ini di Ge-
gakuan warga. Dari penjelasan Kades
pak seperti tumpukan sam-
Lahan (Gerhan) di Provinsi Nanggroe
dung AAC Dayan Dawood, Darussalam.
Asoe Nanggroe dan beberapa warga lain-
pah yang layak bakar. Pan-
Aceh Darussalam.
Tumpukan bibit yang mati kekeringan
nya, ongkos penanaman yang mereka
I
D di dalam
jangnya rata-rata 50 hing-
Niatnya, semua bibit itu hendak di-
itu ditemukan di beberapa tempat dalam
terima Rp 200 per batang.
ga 60 centimeter. Ditaruh
tanam di sekitar pantai Kecamatan
Kecamatan Meuraxa. Misalnya, di Desa
pengakuan pihak Dinas Kelautan dan
polybag
Sedangkan
hitam, pohon-pohon
Meuraxa, Banda Aceh, kawasan yang ter -
Asoe Nanggroe, Kampung Pie, Kampung
Perikanan Kota Banda Aceh, biaya pen-
itu mati kekeringan bak tanaman rang-
parah dihumbalang tsunami pada 26
Blang, dan Deah Geulumpang. Desa-desa
anaman Rp 390 per hektare, (1 ha =
gas di musim kemarau panjang. Pada-
Desember 2004. Tapi, menurut dua or -
ini berjarak 5 sampai 7 kilometer kea rah
3.600 batang). Kalau dirincikan dengan
hal, bila ditelisik rasanya tak ada ala-
ang warga setempat, bibit mangrove ini
barat Kota Banda Aceh.
pengakuan warga, jumlah biaya per hek-
san bibit mangrove (bakau) tersebut
sudah mati sejak tiga bulan lalu atau
Hanya separuh
tare mencapai Rp 720.000. Bisa dihitung
mengalami nasib setragis itu, mengin-
dua hari setelah bibit itu ditumpuk di
Fauzi (42), Kepala Desa Asoe Nang-
sendiri berapa banyak rupiah yang men-
gat sumber air untuk menyiramnya han-
pinggir pantai.
groe mengakui, bibit mangrove tersebut
guap dari proyek pengadaan dan pen-
Pohon ini tidak cocok untuk daerah
didatangkan dalam dua tahap. Pertama,
anaman bibit mangrove tersebut.
Sekilas, pohon-pohon kecil itu sen-
laut, karena ini pohon bangka (bakau)
pada bulan April 2006 sebanyak 169.000
Apakah ada indikasi korupsi? Kalau
gaja dibuang lantaran keburu mati di
yang hidup di air tawar. Kalau disiram
batang. Yang sempat ditanam saat itu
dikalkulasikan dengan saksama, yang ter-
bedeng persemaian. Kesan sengaja
dengan air laut
ia cepat mati. Apalagi
hanya 80.000 batang atau separuh di
jadi justru kerugian luar biasa yang harus
dibuang makin kentara, mengingat set-
bibit-bibit ini tidak pernah disiram se-
antaranya. Sedangkan yang selebihnya
ditanggung pelaksana proyek. Pertanyaan-
iap pohon masih berada di dalam
jak didatangkan sampai sekarang, jelas
mati sendiri sebelum ditanami.
nya kemudian, apakah mereka mau
ya berjarak 20 meter dari tempat itu.
poly-
bag. Letaknya pun tumpang tindih, tak
Buchari, salah seorang warga Meuraxa.
Hal ini diperkuat dengan pernyataan
menanggung rugi? Mengapa pula banyak
beraturan. Bukan cuma daun dan
Pernyataan Buchari memang ada be-
Ketua Pemuda Desa Asoe Nanggroe
hal yang terkesan ditutup-tutupi dalam
batangnya yang kering. Tanah di seki-
narnya. Koordinator Lembaga Konser -
Muchlis yang dipercayakan oleh ma-
proyek ini?
tarnya pun kering-kerontang. Terkesan
vasi Kelautan (LKK) Munzir SP pernah
syarakat sebagai koordinator pelaksana.
Kami tak tahu berapa nilainya. Kami
lama sudah tak disirami.
berpendapat pada salah satu lokakarya
Tahap pertama kami sudah menanamn-
hanya melaksanakan tugas yang diberi-
Pohon-pohon kecil ini diturunkan
perencanaan pembangunan Aceh pas-
ya 80.000 batang, sementara untuk ta-
kan oleh Balai Perencanaan Daerah Ali-
dari mobil tiga bulan lalu dan tidak per -
catsunami. Akibat tsunami struktur
hap kedua berjumlah 20.000 batang. Itu
ran Sungai (Bapedas). Sedangkan pen-
nah disiram sampai sekarang, ungkap
tanah di pesisir sudah berubah, penan-
sudah kami tanam semua, ujar pemuda
gadaan bibitnya oleh PT Wikaris Nusan-
Nurimah kepada
aman mangrove yang sedang direncana-
yang hanya tamatan SMA ini.
tara. Kami hanya mengerjakan. Kalau
Jroh, Sabtu pekan lalu.
Saat itu ia baru saja selesai membuang
kan hendaknya disurvei dulu, karena
Bagi yang ingin menyaksikan tumpu-
mengenai anggaran tanyakan saja ke
sampah di dekat tumpukan pohon-po-
tanaman mangrove ini ada beberapa je-
kan mangrove yang kering itu datang-
Bapedas, kilah Khairil Shaleh. Mudah-
hon kecil tersebut.
nis. Di antaranya ada yang memang
lah ke Ulee Lheue, kira-kira 5 kilometer
mudahan ini bukan bagian dari kelit
tumbuhan khusus di pinggir laut, ada
dari pusat Kota Banda Aceh. Sebelum
dan cuci tangan ■
Penelusuran
cmyk
Jroh di lapangan meng-
cmyk
cmyk
cmyk
HALAMAN
4
JENDELA
Pasar Darurat:
Dari Janji Hingga Pengalihan Fungsi Pasar dibangun di Aceh Jaya justru ketika korban tsunami belum pulang ke permukiman karena tak punya rumah. Akhirnya, pasar itu dialihkan menjadi gudang. Reportase Muhammad M
L
ANGKAH cepat Pemkab
Aceh Jaya membangun perekonomian rakyat membuat pasar darurat di sejumlah pusat kecamatan daerah itu, patut diacungkan jempol. Kebijakan tersebut dapat menghilangkan trauma berkepanjangan, setelah sendi kehidupan warga hancur luluh-lantak dihantam tsunami 20 bulan lalu. Namun sayang, kebijakan baik itu dinilai oleh masyarakat korban tsunami sama sekali tak berpihak kepada rakyak. Pasalnya pasar darurat untuk menggerakkan kembali ekonomi rakyat itu dibangun bukan pada lokasi strategis, melainkan pada tempat yang kurang disukai
pedagang. Akibatnya, pasar itu ada yang sudah beralih fungsi. Juga masih ada yang dalam tahap janji alias masih rencana belaka. Nuzullah (27), koordinator Masyarakat Partisipatif Aceh Jaya menyebutkan Dinas Perindagkop Aceh Jaya tahun 2005 telah mengalokasikan dana untuk membangun enam unit pasar yang tersebar di enam lokasi. Masing-masing di Kecamatan Teunom, Panga, Krueng Sabee, Setia Bakti, Sampoiniet, dan Jaya. Dari enam yang direncanakan, dua unit hingga saat ini belum terealisasi. Sementara itu, dua daerah yang masih menunggu jatah adalah Sampoiniet dan Jaya. Sedangkan pasar yang telah siap dibangun masih menimbulkan banyak masalah seperti bahannya
FOTO-MUHAMMAD
Pasar darurat di Desa Lhok Buya, setelah sempat terbengkalai bebapa bulan siap dibangun, kini sudah beralih fungsi menjadi gudang NGO Meda Air, photo diambil pecan lalu.
cmyk
kurang layak atau papan lantai tidak rata. Akibatnya, pasar itu kini terbengkalai, karena pedagang enggan memanfaatkannya. Letaknya juga sangat tidak strategis. Padahal, untuk membangun sejumlah pasar darurat di kawasan itu telah menghabiskan dana ratusan juta rupiah.
Beralih fungsi
Di Desa Lhok Buya, sebuah pasar darurat rampung dibangun beberapa bulan lalu, setelah sekian lama terbengkalai. Kini pasar itu sudah dialihfungsikan oleh sebuah Meda Iar, sebuah NGO asing, menjadi gudang. Adi (30), warga Lhok Buya menyebutkan di desa itu terdapat 200 kepala keluarga (KK) korban tsunami. Namun, warga belum ada yang kembali, karena belum ada rumah penduduk, sehingga pasar darurat belum bisa difungsikan. Hal senada diungkapkan Rizal (28), salah seorang security di gudang itu. Berdasarkan data yang dihimpun Masyarakat Partisipatif Aceh Jaya, pembangunan pasar untuk masingmasing daerah bervariasi. Untuk Kecamatan Teunom dibangun sepuluh pintu yang menghabiskan dana sebesar Rp 60.000.000, Panga 12 pintu pasar menyerap anggaran 72.000.000, Krueng Sabee dua paket di Kayee Unoe Desa Padang Datar dianggarkan Rp 90.000.000, Kota Calang Desa Dayah Baroe dibangun 21 pintu pasar menyerap dana Rp 126.000.000, Pasar Setia Bakti Desa Lhok Buya dibangun sepuluh pintu dengan dana Rp 60.000.000. Tokoh masyarakat di lokasi pembangunan pasar yang enggan ditulis namanya mengaku kurang tahu soal pengadaan pasar oleh Pemkab Aceh Jaya itu. Di samping tak adanya koordinasi, pembangunan itu juga dilakukan tanpa musyawarah ■ cmyk
cmyk
cmyk
JENDELA
HALAMAN 5
Boat Bantuan Menyisakan Banyak Masalah
B
FOTO-MUHAMMAD
AGI Tukiman (42) lelaki
asal Medan Sumatera Utara, memiliki keahlian merakit boat menjadi sesuatu yang istimewa baginya, karena berkat kelihaian itu, Ia bersama sembilan teman seprofesi bisa menghasilkan uang jutaan rupiah setiap bulan. Pada mula Ia memulai profesi itu, tepatnya Januari 2005 sejumlah uang hasil keringatnya bisa dinikmati dengan baik. Namun tiga bulan terakhir banyak boat hasil kerja para tukang itu mulai menummpuk di semak belukar dan ongkos kerjapun mulai tersendat. Ia bersama sembilan rekan lain mengaku sudah merakit boat sejak di order oleh seseorang dari Kantor Bupati Aceh Jaya sejak bulan Januari 2005 lalu. Boat yang mereka kerjakan bersumber dari dana APBN bantuan Departemen Sosial RI. Kata Tukiman kepada Tabloid Jroh ketika ditemui di Desa Panton Makmur, Krueng Sabee, Aceh Jaya pekan lalu. Dikatakan, sejak pekerjaan membuat boat bantuan bagi tsunami di Aceh Jaya diperyakan kepada mereka, puluhan boat sudah selesai dirakit, sebagian sudah diambil pemesan dan telah di bagikan kepada yang berhak sedangkan sisanya 19 unit lagi untuk sementara terpaksa ditahan dulu karena ongkos kerja belum di bayar. Ia mengerjakan puluhan boat itu bersama sembilan tukang lain, semua pekerjaan dilakukan di sebuah panglong lintasan jalan Raya Lamno-Calang tepatnya di Desa Kampung Blang, Krueng Sabee, Aceh Jaya. Ongkos kerja satu boat ukuran besar Rp.20 juta, dalam sebulan bisa selesai dua unit boat. Hal senada juga
BOAT bantuan Departemen Sosial RI untuk korban tsunami di Aceh Jaya, masih tersimpan disemak-semak belukar, boat itu belum disalurkan kepada nelayan korban tsunami, karena bulum ada mesin dan juga ongkos tukang belum dibayar.
diakui tukang lain bernama Nurdin (48) sebanyak 19 boat yang kini masih menumpuk disemak-semak belukar itu, karena belum ada mesin juga sengaja ditahan oleh pekerja, karena ongkos belum dibayar. Bagi kami boat itu kapanpun bisa diambil, tetapi harus bayar dulu ongkos kami, kalo tidak boat itu kami tahan kata Nurdin. Kabag Sosial Sekdakab, Aceh Jaya menyebutkan dana bantuan boat dari Depsos untuk Aceh Jaya sebesar Rp.2,5 M, namun Ia mengaku tidak tahu soal jumlah boat dan juga ke-
FOTO-MUHAMMAD
cmyk
mana distribusi, sebab masalah itu ditangani oleh dinas tehnis dalam hal ini Dinas Pertanian dan Kelautan. Kasus boat bantuan ber-masalah tidak hanya di Aceh Jaya, tetapi juga di Nagan Raya, sembilan unit boat bantuan BRR ukuran 2,5x14 m. meski sudah diserahkan ke nelayan, bulum bisa dioperasikan para nelayan karena boat bantuan tersebut menyisakan banyak masalah antara : (1) tidak ada gerdang, (2) tidak punya bambu control (3) poli katrol tidak ada (4) tempat memasang cincin tidak ada,(5) badan boat tidak dilapisi seng sehingga papan mudah dilubangi oleh kutu air, (6) besi setir terlalu pendek sehingga ketika ada ombak besar tidak mampu mengangkat bagian belakang, setir tersebut tidak berfungsi. Selain boat belum bisa dioperasikan, hal yang memprihatinkan adalah alat tangkap berupa jarring pukat kondisinya mulai rusak, benang jarring mulai lapuk serta mudah dapat putus. Kepala BRR NAD-Nias Kuntoro Mangkusubroto mengaku pusing soal boat bantuan, tetapi bagaimanapun juga karena itu sudah menjadi tenggung jawab lembaga yang dipimpin kalo ada yang tidak layak akan diperbaiki nanti semua boat bantuan bisa digunakan oleh para nelayan. Kepala Dinas Sosial Provinsi NAD
Hanif Asmara menjelaskan jumlah boat bantuan dari Depsos untuk korban tsunami Aceh sebanyak 1.210 unit dananya bersumber dari APBN 2005, boat tersebut disalurkan ke 10 kabupaten kota di aceh masing-masing 70 unit untuk Aceh Barat, 50 Aceh Jaya, 20 Aceh Singkil, 20 Aceh Selatan, 100 Aceh Besar, 200 Pidie, 250 unit Bireuen, 250 Aceh Utara, 250 Bireuen, 200 Lhokseumawe, 50 Aceh Timur. Dengan harga boat untuk pantai timur berkisar antara 20 s/d 25 juta dan untuk pantai barat sebesar 40 s/d 50 juta/unit. Jumlah boat nelayan yang hilang dan rusak berdasarkan data dari FAO mencatat lebih 5.000 unit, kebutuhan boat untuk masing-masing kabupate/kota adalah Banda Aceh 309 unit, Pidie 992 unit, Aceh Besar 1.278 boat, Bireuen 1.092 boat, Aceh Utara 685 boat, Kota Lhokseumawe 532 boat, Langsa dua unit, Aceh Jaya 1.300, Sinabang dan Singgkil juga butuh ratusan unit. Selain boat nelayan juga tempat pendaratan ikan, pabrik es jaring ikan, karena pada saat tsunami sebanyak 11.012 alat tangkap milik nelayan hilang, korban nelayan hilang dan meninggal 6.611 jiwa untuk pantai timur dan sedangkan pantai barat lebih banyak lagi. ■
Muhammad cmyk
cmyk HALAMAN
cmyk 6
PASEUNG REPRO
Dijadikan Proyek Percontohan, Pupuskah Korupsi di Aceh... Sebuah gagasan luhur digelindingkan: membangun Aceh tanpa korupsi. Bakal berhasilkah upaya ini di tengah berbiaknya kasus korupsi di provinsi ini?
TAUFIQURRACHMAN RUKI Ketua KPK
Jangan Libatkan Malaikat UNTUK memerangi dan memberantas korupsi di Aceh, jangan sampai melibatkan dan mengandalkan malaikat, karena malaikat tidak bertugas memberantas korupsi. Hal itu diungkapkan dalam nada canda oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiqurrachman Ruki dalam seminar “Meningkatkan Peran Anggota Legislatif dalam Pencegahan dan Pendeteksian Korupsi” di Anjong Monmata, Banda Aceh, Agustus lalu. Ruki mengatakan, KPK juga bukan malaikat, melainkan manusia biasa yang sama saja dengan manusia lainnya, mengandung segala macam keburukan dan kebaikan. “Saya ini bukan malaikat, melainkan sama dengan manusia biasa, memiliki segala macam keburukan, keburukan, keburukan, dan kebaikan. Lebih banyak buruknya daripada baiknya,” tegas Ruki. Untuk memberantasan korupsi di negeri ini, kata Ruki, harus dilakukan mulai dari diri sendiri. “Jadi, jangan tunggu orang lain berbuat, baru kita ikut-ikutan berbuat,” timpal Ruki. Menurutnya, untuk menghilangkan korupsi bisa dilakukan dengan berbagai cara, termasuk perubahan cara berpikir dan mendorong Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Badan Rehabilitasi dan Reintegrasi (BRR) Aceh-Nias untuk melaksankan kegiatan pembangunan dengan transparan. Di samping wajib menyajikan informasi tentang proyek-proyek yang dibiayai dengan dana-dana APBD provinsi dan BRR untuk masingmasing kabupaten/kota. Ruki juga mengajak masyarakat untuk mengetahui dan lebih memahami aspek-aspek pengadaan barang/jasa pemerintah. Bagaimana cara berpartisipasi dalam mengawasi proses pengadaan barang/jasa pemerintah, terutama yang dibiayai dengan dana-dana APBD provinsi dan BRR? Untuk itu, menurut Ruki, lembaga pelaksana proyek harus bekerja transparan, memasang papan informasi proyek, termasuk jumlah dana serta waktu untuk penyelesaian proyek yang sedang dikerjakan, sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengontrolnya. Kontraktor yang takut dikontrol publik, itu pertanda ada udang di balik proyek. (Ahmad H) cmyk
Reportase Ahmad H
Membangun Aceh tanpa korupsi, mungkinkah?
kan di tengah maraknya kasus-ka-
dan telah banyak pelaku dijadikan
sus korupsi di Aceh? Bukan saja di
sebagai tersangka. Tetapi anehnya,
tingkat elite, hingga ke level bawah
kasus tersebut hingga kini masih
pun korupsi terjadi di Aceh.
belum tuntas alias kandas di tengah jalan.
GAGASAN itulah yang diusung Pe-
Sebagai con-
Sebut saja contoh kasus korup-
toh, ada guber -
si anggota DPRD Banda Aceh pe-
merintah Provinsi Nanggroe Aceh
nur dan bupati
riode 1999-2004. Ada sembilan
Darussalam (NAD) bersama Komisi
di Aceh yang
anggota dewan terhormat su-
Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam
dipenjara ga-
dah ditetapkan sebagai ter -
seminar bertema Meningkatkan Pe-
ra-gara tersa-
sangka korupsi dana APBD
ran Anggota Legislatif dalam Pence-
ngkut korupsi.
Kota Banda Aceh, pelaku sem-
gahan dan Pendeteksian Korupsi di
Tak sedikit pu-
pat dijebloskan ke dalam pen-
Anjong Monmata, Banda Aceh, tiga
la pegawai atau
pekan lalu. Patnership juga ikut
pemegang
jara, kandas di tengah jalan
kas
dalam kegiatan ini sebagai pemrakarsa. Tak terkecuali Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh dan Nias yang sejak 2005 lalu memegang mandat melaksanakan kegiatan rehab dan rekons pascagempa dan tsunami di Aceh dan Nias, Sumatera Utara. Seminar pencegahan dini tindak korupsi ini diikuti para anggota DPRD NAD, pejabat provinsi dan kabupaten/kota se-Aceh. Pemateri andal di bidang pemberantasan korupsi, Taufiqurrachman Ruki hadir sebagai
REPRO
Mustafa Abubakar
salah satu pembicara. Ketua KPK itu menekankan bah-
daerah yang melakukan praktek
alasan barang bukti hilang dibawa
wa pemberantasan korupsi harus
tak terpuji ini. APBD juga ada yang
tsunami, kasus dugaan korupsi ang-
dimulai dari diri sendiri, di setiap
dikorupsi secara berjemaah oleh
gota DPRD Aceh periode 1999-2004
tingkatan dan lini. Jangan berharap
anggota legislatif di tingkat kabu-
juga buyar d itengah jalan, pe-
pihak lain, apalagi malaikat yang di-
paten/kota.
nggelembungan harga kapal di Sa-
andalkan untuk pemberantasan korupsi
(Lihat boks).
Investigasi yang dilakukan Gera-
bang dan juga banyak kasus lain.
kan Antikorupsi (Gerak) Aceh, mem-
Realitas di lapangan menunjukkan
BRR dan pelaksana proyek dia in-
buktikan ada puluhan kasus karupsi
bahwa memang banyak hambatan
gatkan agar berlaku transparan, se-
di Aceh sejak 2002 hingga tahun
yang ditemui dalam memberantas
hingga memungkinkan publik me-
2005 yang terungkap. Di antara te-
korupsi di Aceh, lebih-lebih dalam
lakukan pengawasan (monitoring).
muan itu banyak yang telah sampai
menindaklanjuti proses hukum ter-
Cara seperti ini, dia yakini, akan efek-
ke kejaksaan dan telah banyak pula
hadap para tersangka korupsi. Kasus
tif mengurangi angka penyelewenan-
pelaku yang dijadikan tersangka.
genset atau helikopter yang dibeli Pe-
gan dana publik, khususnya dalam
Tetapi ada juga para tersangka yang
merintah Provinsi NAD, misalnya,
bentuk tindak pidana korupsi.
urung dihukum.
pada akhirnya hanya menghukum se-
Dalam seminar itu hadir juga Wak-
Ini terjadi di Banda Aceh. Sedikit-
orang Abdullah Puteh, sedangkan
il Ketua Jaksa Agung, Basri Arif, dua
nya sembilan anggota DPRD setempat
pejabat lain di bawahnya bagai tak
Wakil Ketua KPK (Sjahruddin Rasul
periode 1999-2004 sudah ditetapkan
tersentuh hukum.
dan Amien Sunaryadi), Penjabat Gu-
sebagai tersangka korupsi dana APBD
Belajar dari kenyataan itu, maka
ber nur NAD Mustafa Abubakar,
Kota Banda Aceh. Para pelaku sem-
lahirnya gagasan menjadikan Aceh
Kapolda NAD Irjen Pol Bahrumsyah,
pat dijebloskan ke dalam penjara. Tapi
sebagai pilot project pemberantasan
Kajati NAD Teuku Zakaria, dan peja-
bagai disulap, kasusnya kandas di
korupsi di Indonesia, merupakan
bat provinsi serta para bupati/waliko-
tengah jalan.
langkah strategis dan sudah se-
ta se-Aceh.
Alasan yang digunakan penegak
harusnya. Penjabat Gubernur Mus-
Dilihat dari banyaknya orang pent-
hukum terhadap kasus ini adalah
tafa Abubakar optimis upaya ke arah
ing di provinsi ini yang terlibat di
barang bukti dari para tersangka hi-
ini tercapai, apabila semua pihak men-
dalam seminar itu, boleh dikatakan
lang dibawa tsunami dalam benca-
dukungnya, tanpa kecuali. Member-
ini merupakan langkah maju. Bi-
na alam pada 26 Desember 2004.
antas korupsi memang sulit, tapi itu
asanya, kalau seminar bertopik an-
Kasus lain yang juga rasanya belum
bukan hal yang mustahil. Aceh akan
tikorupsi yang digelar sangat minim
di-follow up adalah kasus dugaan
menjadi pelopor untuk itu, kata Mus-
pejabat yang hadir. Sebaliknya, yang
penggelembungan harga kapal di
tafa yang juga Dirjen Departemen
paling bersemangat untuk hadir ad-
Sabang.
Perikanan dan Kelautan RI.
alah kalangan LSM, mahasiswa, dan jurnalis.
Realitas di lapangan menunjuk-
Menurutnya, kehidupan masyara-
kan bahwa Hasil inventigasi Gera-
kat Aceh yang islami serta pelaksan-
Tema kegiatan itu Membangun
kan Antikorupsi Aceh (Gerak), ada
aan syariat Islam secara kaffah men-
Aceh tanpa Korupsi, serasa mudah
puluhan kasus karupsi di Aceh se-
jadi modal utama bagi pemberan-
diucapkan dan enak didengar. Tapi
jak tahun 2002 hingga tahun 2005,
tasan korupsi di Aceh, mengingat per-
pertanyaan selanjutnya, mampukah
terungkap dan kasusnya banyak
buatan tersebut dilarang oleh hukum
gagasan yang luhur itu dilaksana-
yang telah sampai di kejaksaan
negara, moral, dan agama.
n
cmyk
cmyk
cmyk
MEUDRAH
HALAMAN
Aneka Kegiatan TI Indonesia di Aceh Pihak UN-ORC menegaskan bahwa pencegahan korupsi harus menjadi isu penting bagi semua pihak yang bekerja di Aceh.
nakan tanggal 28 Agustus 2006 di SD Negeri di Desa Peurade. Tercatat 78 orang warga hadir, tak terkecuali mukim dan unsur KPA. Selain pejabat dari ke-camatan, juga hadir Ka-polsek Panteraja.
Untuk menjalankan Program Monitoring Rekonstruksi Aceh, Transprency Internataional (TI) Indonesia telah melakukan ber-bagai aktivitas sebagaimana terangkum berikut ini. A.
Konsultasi Publik Tingkat Kecamatan: Wilayah Banda Aceh: 1. Kecamatan Kutaraja: Camat Kutaraja membuka acara konsultasi ini dengan harapan akan ada musyawarah dalam implementasi program rekonstruksi yang sedang berlangsung di kecamatan tersebut, sehingga mencapai kemajuan yang lebih berarti dibanding sebelum terjadinya bencana tsunami pada akhir 2004. Dalam acara pembukaan itu hadir wakil-wakil masyarakat, keuchik (kepala desa), komite pemantau Kecamatan Kutaraja, serta perutusan Muslim Aid, lembaga asing yang ikut ambil bagian dalam program rekonstruksi Aceh pascatsunami. 1. Kecamantan Jaya Baru: Konsultasi publik di wilayah ini berlangsung di Kantor Camat Jaya Baru. Puluhan warga hadir, termasuk keuchik dan komite pemantau rekonstruksi dari kecamatan setempat. Acara yang dibuka resmi oleh Camat Jaya Baru ini juga dihadiri utusan Mercy Corps. 1. Kecamatan Meuraxa: Isu utama yang dibahas di sini adalah menyangkut kemajuan pembangunan rumah di kecamatan tersebut. Sekretaris kecamatan yang mewakili camat membuka acara ini. Hadir wakil dari Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) AcehNias, beberapa lembaga pendukung rekonstruksi Aceh, seperti UNDP, World Vision, Uplink, PMI, P2KP, dan YIPD. Selain isu rumah, warga juga mengutarakan soal pemenuhan kebutuhan air di permukiman mereka, mengingat World Vision dengan program tankeringnya akan berakhir pada bulan September 2006.
1.
cmyk
Kabupaten Bireuen: Kecamatan Samalanga: Konsul-tasi publik di kecamatan penghasil gabah ini dilaksanakan pada hari
DOK/TII
1.
1.
1.
Rabu, 12 Juli 2006 di Pusat Kegiatan Guru (PKG) Jalan Simpang Matang, Kecamatan Samalanga. Acara dihadiri oleh 68 orang warga, tiga orang dari unsur ulama dan Komite Peralihan Aceh (KPA), serta sembilan orang dari lembaga yang terlibat dalam proses rehabilitasi dan rekons-truksi Aceh di Kecamatan Sama-langa. Sangat disayangkan, dari 14 lembaga yang diundang, hanya sembilan yang hadir. Mereka yang hadir itu di antaranya Asisten Perumahan BRR Wilayah Kabupaten Bireuen, Italian Coorporation, DMC3 - ReKompak, dan Program PPK. Tidak terlihat satu pun perwakilan dari kecamatan yang hadir dalam acara tersebut. Kecamatan Jeunieb: Acara konsultasi publik dilakukan di Kecamatan Jeunieb pada 20 Juli 2006. Acara yang dipusatkan di Balai Pertemuan Desa Lancang, Jeunieb ini dihadiri 55 orang dari unsur masyarakat, lima dari unsur NGO (Mamamia dan Permata) plus pejabat dari dinas pendidikan setempat. Kecamatan Simpang Mamplam: Konsultasi publik di kecamatan ini digelar di Balai Pertemuan Syuhada Lapan, Thambue, pada 10 Agustus 2006. Yang hadir lumayan ramai, mencapai 91 orang dari unsur masyarakat. Juga hadir utusan pihak kecamatan, plus dua orang dari Yayasan Mamamia, dua dari Yayasan Permata, dan empat orang dari BRR. Unsur KPA dan mukim setempat juga hadir. Kabupaten Pidie: Kecamatan Panteraja: Di Pante Raja, konsultasi publik dilaksa-
1.
1.
Dari kalangan donor juga ikut berpartisipasi. Ditandai dengan hadirnya dua orang utusan Save The Children, satu dari UN Habitat, satu dari Yayasan Medan Peduli, dan dua orang dari UPP Kecamatan Panteraja. Kecamatan Tringgadeng: Konsultasi publik di Ke-camatan Tringgading di-laksanakan pada 12 Sep-tember lalu di Balai Save The Children, Jalan Banda AcehMedan, tepatnya di Desa Sagoe, Kecamatan Trienggadeng. Acara ini di hadiri 73 warga, plus mukim dan KPA Tringgadeng. Camat Tringgadeng dan Ketua Program Pengembangan Kecamatan (PPK) Tringgadeng juga hadir, sebagaimana dua orang lainnya dari CWS dan dua lagi dari UN-FAO. Kecamatan Batee (sampai berita ini diturunkan, konsultasi publik belum dilaksanakan). Namun, penjaringan aspirasi warga sudah dilakukan, dengan menghimpun kartu pengaduan dari masyarakat.
B. PENGADUAN MASYARAKAT Sepanjang periode April-Agustus 2006, TI Indonesia yang menjalankan program monitoring rekonstruksi di Aceh telah menerima kartu pengaduan masyarakat (KPM) yang tidak sedikit. Rinciannya sebagai berikut: Bireuen 170 kartu, Pidie 53, Banda Aceh 169, Aceh Jaya 32, Aceh Barat 51, dan Nagan Raya 40 kartu pengaduan masyarakat. C. Persiapan Penerapan Pakta Integritas di Enam Kabupaten/Kota: 1. Seminar dan lokakarya (semiloka) Pakta Integritas telah dilakukan di Kota Banda Aceh, Pidie, Bireuen, Aceh Barat, Aceh Jaya, dan Nagan
Raya. Semiloka yang berlangsung selama dua hari ini diikuti oleh wakil pemerintah kota, wakil sektor usaha, masya-rakat dan aktivis LSM. Kegiatan ini bertujuan untuk menyosialisasikan Pakta Integritas sebagai upaya pencegahan korupsi, di samping mengantisipasi dan menyorot korupsi di subsektor pengadaan barang dan jasa (PBJ) pada institusi publik. Kegiatan ini dilanjutkan dengan lokakarya ten-tang analisa masalah menuju pakta integritas dalam PBJ. Di pengujung acara ini dibentuk tim perumus untuk menyusun rekomendasi. 1. Tim Persiapan Pakta Integritas hasil semiloka dimaksud bertugas merumuskan hasil semiloka. Tim ini telah memulai rapat-rapatnya dengan meru-muskan rekomendasi. Re-komendasi tersebut selan-jutnya dikonsultasikan kepada pimpinan wilayah. Secara umum rekomendasi tersebut be-risikan masalah-masalah pembangunan yang aktual saat ini dan bagaimana langkah strategis dalam penerapan pakta integritas. 1. Bupati Pidie Ir Abdullah Yahya MS didampingi wakil bupati dan jajarannya telah menerima hasil rumusan dari tim persiapan. Dalam waktu dekat akan ada pembahasan untuk menindaklanjuti program ini dengan pembentukan tim resmi dari Pemkab Pidie untuk penerapan pakta integritas. D. Diskusi Akuntabilitas INGO/Donor Diskusi ini berlangsung di Blue Room UN-ORC Banda Aceh pada tanggal 9 Agustus 2006. Tujuannya untuk berbagi pengalaman dalam pelaksanaan akuntabilitas INGO dan donor. OXFAM GB mempresentasikan bagaimana mekanisme akun-tabilitasnya. Pihak BRR pun hadir dalam acara ini dan berbagi informasi mengenai mekanisme atau apa yang dilakukan BRR untuk mencegah terjadinya ko-rupsi. Dalam kata pengantar dari wakil UN-ORC disebutkan bahwa pencegahan korupsi harus menjadi isu penting bagi semua pihak yang bekerja di Aceh. Beberapa INGO hadir dalam acara ini, di antaranya Plan International, Cordaid, Mercy Corps, World Vision, Muslim Aid. Sedangkan dari pihak donor hadir ADB, ECHO serta GTZ. Fasiltator dalam acara ini adalah Rizal Malik, Sekretaris Jenderal TI Indonesia. (Win)
cmyk
7
cmyk
cmyk
HALAMAN 8
PANTON
GALERI POTO
PANTON
DOK/TII
BEUJROHBUDI GEUKARANG LEE : BATARA
WAHEE SAUDARA NYANGNA DI SINI PEUSAN KAMOE BI BEUGOT TAJAGA BAIK NYANG MUDA ATAWA MUDI TAN KECUALI DUSON NGON BANDA TEUNAGA KERJA MULA SEKALI AMANAH KAMI DARI TIM CIA TUGAH BAK GATA BEUNA MEU ARTI BEK ROH GOB CACI SIUMU MASA RAKYAT LAM DESA LAMA MENANTI KARENA JANJI HANA TOM NYATA
DOK/TII
LAGEE UMPAMA IR RAYA ILEE UREUENG DI PASI PREH-PREH BOH ARA MULAI JINO KAMO TELITI BEK LEE NA BANGGI DI DALAM DESA LE THAT GEUREUDA DI SANA SINI DARI PROPINSI SAMPE U KOTA SELURUH TEUMPAT LE THAT TERJADI UREUENG KORUPSI MEURAJALELA BEK LEE PEUSABAN JAMEUN KOMPENI RAKYAT DI TAKI DIRAMPOK ATRA DENGAN SEUBABNYAN PEUSAN BAK KAMI TA PEUJROH BUDI BEK LEE TERCELA INGAT KEUDOSA NYANG KA-KA LAWI
DOK/TII
BEK SAMPE JADI UMPEUEN NURAKA PANTERAJA, 07 SEPTEMBER 2006
BEK KORUPSI Bukan Le Sayang Lon Kalon Panyot Mate sigo Pheat Oh Malam Jula Ibadah Beu Yakin Sembahyang Beu Jeumot Oh Katroh Mawoet Kana Peu Taba Hudep Lam Donya Bek Le Korupsi Seubab Terbukti Oh Uroe Akhee Jaroe Ngen Gaki Jiemeusaksi Bak Poe Ya Rabbi Yang Maha Adee Wielayah Bireuen Kana Tim PASKA Cegah Korupsi Mitra Ngen TI Komite Kecamatan Seb Anggota Jak Minta Data Bantu Tim Investigasi Masyarakat Gampong Geutem Bantu Bak Formulir Pengaduan Geu Tuleh Data Nibak Komite Geujak Meungadu Geu Tindak Lanjut Oleh Tim PASKA FOTO-MUHAMMAD
DOK/TII
Oh Noe Meumada Haba Lon Intat Beujet Keu Ubat Renungan Hati Bak Poe Ya Rabbi Talake Rahmat Beu Bek Meukumat Bak Ulee Titi Salem Dari Lon Keu Mandum Sahbat Moga Seulamat Iman Geutanyoe Me’ah Lon Lakee Bak Mandum Umat Oh Noekeh Mangat Haba Lon Sampoe Bireuen, 05 September 2006 Z. Bawadi Ketua Komite Samalanga
cmyk
BIBIT sawit dari Ngo Fao banyak yang busuk karena bibit itu tidak didistribusikan bibit sawit bertumpuk di kebun kelapa Kecamtan Sampoinip dan Setia Bakti Aceh Jaya
cmyk