BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja Kinerja (work performance/job performance) merupakan hasil yang dicapai seseorang sesuai ukuran yang berlaku untuk bidang pekerjaannya. Menurut Robbins (2006), kinerja merupakan ukuran hasil kerja yang mana hal ini menggambarkan sejauh mana aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas dan berusaha dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Menurut McCormick dan Tiffin (1979), kinerja individu berhubungan dengan individual variable dan situational variable. Perbedaan individu akan menghasilkan kinerja yang berbeda pula. Individual variable adalah variabel yang berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan, misalnya kemampuan, kepentingan, dan kebutuhan-kebutuhan tertentu. Sedangkan situational variable adalah variabel yang bersumber dari situasi pekerjaan yang lebih luas (lingkungan organisasi), misalnya pelaksanaan supervisi, karakteristik pekerjaan, hubungan dengan sekerja dan pemberian imbalan. Sementara kinerja menurut Mangkunegara (2002), adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Baik tidaknya karyawan dalam menjalankan tugas yang diberikan perusahaan dapat diketahui
xxiv
dengan melakukan penilaian terhadap kinerja karyawannya. Penilaian kinerja merupakan alat yang sangat berpengaruh untuk mengevaluasi kerja karyawan bahkan dapat memotivasi dan mengembangkan karyawan. Berdasarkan pengertian di atas kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam hal ini adalah bidan di desa. Kinerja yang dicapai oleh seorang bidan di desa dapat dinilai berdasarkan kuantitas dan kualitas dalam penyelesaian pekerjaan melalui pengetahuan, kemampuan dan kreativitas yang dimiliki oleh bidan di desa yang dapat dilihat dari pencapaian cakupan ANC. 2.1.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja Mangkunegara (2002), mengemukakan bahwa faktor yang memengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). a. Faktor Kemampuan (ability). Karyawan yang memiliki pengetahuan yang memadai untuk jabatnnya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari hari, maka ia lebih mudah untuk mencapai kinerja yang diharapkan. b. Faktor Motivasi (motivation). Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang terarah untuk mencapai tujuan kerja atau organisasi. Pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu karyawan dengan karyawan lainnya yang berada dibawah pengawasannya. Secara garis besar, perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor individu
xxv
dan situasi kerja. Menurut Gibson et al. (2003), ada tiga perangkat variabel yang memengaruhi perilaku seseorang dalam bekerja , yaitu: 1 Variabel individual, terdiri dari: (a) kemampuan dan keterampilan, (b) latar belakang (c) demografis. 2. Variabel Organisasional, terdiri dari: (a) sumber daya, (b) kepemimpinan, (c) imbalan, (d) struktur, dan (e) desain pekerjaan. 3. Variabel Psikologis, terdiri dari: (a) persepsi, (b) sikap, (c) kepribadian, (d) belajar, (e) motivasi Robbins (2006), menambahkan dimensi baru yang menentukan kinerja seseorang, yaitu kesempatan. Menurutnya, meskipun seseorang bersedia (motivasi) dan mampu (kemampuan). Mungkin ada rintangan yang menjadi kendala kinerja seseorang, yaitu kesempatan yang ada, mungkin berupa lingkungan kerja tidak mendukung, peralatan, pasokan bahan, rekan kerja yang tidak mendukung prosedur yang tidak jelas dan sebagainya. Menurut Timpe (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang, seperti ; kemampuan, ketrampilan, sikap, perilaku, tanggung jawab, motivasi karyawan, misalnya kinerja seseorang baik disebabkan karena kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras, sedangkan seseorang mempunyai kinerja jelek disebabkan orang tersebut mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak berusaha untuk memperbaiki kemampuan. Faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja xxvi
seseorang yang berasal dari lingkungan, seperti perilaku, sikap dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi. Menurut
Mangkuprawira
dan
Vitayala
(2007)
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kinerja adalah faktor intrinsik yang meliputi mutu karyawan yang berupa pendidikan, pengalaman, motivasi, kesehatan, usia, ketrampilan emosi, spiritual, sedangkan faktor ekstrinsik meliputi lingkungan kerja fisik dan non fisik, kepemimpinan, komunikasi vertikal dan horizontal, kompensasi, kontrol berupa penyeliaan, fasilitas, pelatihan, beban kerja, proses kerja, sistem imbalan, dan hukuman. 2.1.3 Penilaian Kinerja Menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang, meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas. Menurut Rivai (2005) pada dasarnya ada dua model penilaian kinerja : 1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu (a) Skala Peringkat (Rating Scale) Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. xxvii
(b) Daftar Pertanyaan (Checklist) Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu kata atau pertanyaan yang mengambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan. Keuntungan dari cheklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah, penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan distandarisasi. (c) Metode dengan Pilihan Terarah Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama. (d) Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method) Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait langsung dengan pekerjaannya. (e) Metode Catatan Prestasi Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional, misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan. (f) Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored Rating Scale=BARS). Penggunaan metode ini menuntut diambilnya tiga langkah, yaitu:
xxviii
1) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja 2) Menentukan kategori prestasi kerja dengan skala peringkat 3) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku karyawan yang dinilai dengan jelas. (g) Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method) Di sini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM. Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut. (h) Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation) Karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian parktik yang langsung diamati oleh penilai. (i) Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach) Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis. 2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan a. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal) Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.
xxix
b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective) Merupakan suatu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia bersamasama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja karyawan secara individu di waktu yang akan datang. c. Penilaian dengan Psikolog Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi, diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia. 3. Penilaian Atasan Langsung Pada organisasi dengan tingkat manajemen majemuk, personel biasanya dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi. Penilaian termasuk yang dilakukan oleh penyelia atau atasan langsung kepadanya laporan kerja personel disampaikan. Penilaian ini dapat juga melibatkan manajer lini unit lain. Sebagai contoh, personel bagian pembelian dapat dinilai oleh manajer produksi sebagai sebagai pemakai barang yang dibeli. Hal ini normal terjadi bila interaksi antara personel dan unit lain cukup tinggi. Sebaiknya penggunaan penilaian atasan dari bagian lain dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok dimana individu sering melakukan interaksi. Penilaian atasan langsung sangat penting dari seluruh sistem penilaian kinerja. Hal ini disebabkan karena madah untuk memperoleh hasil penilaian atasan dan dapat diterima oleh akal sehat. Para atasan merupakan orang yang tepat untuk mengamati dan menilai kinerja bawahannya. Oleh sebab itu, seluruh sistem penilaian umumnya sangat tergantung pada evaluasi yang dilakukan o!eh atasan (Rivai, 2005). 4. Penilaian 3600C
xxx
Pengembangan terakhir dari tehnik penilaian sendiri adalah penilaian 3600C. Tehnik ini akan memberikan data yang lebih baik dan dapat dipercaya karena dilakukan penilaian silang oleh bawahan, mitra, dan atasan langsung.
2.2 Organisasi 2.2.1 Pengertian Organisasi Pengertian dari organisasi adalah salah satu unit sosial yang dikoordinasikan secara sengaja terdiri dari dua orang atau lebih yan berfungsi dan berwenang untuk mengerjakan usaha mancapai tujuan yang telah ditentukan. organisasi juga diartikan sebagai kolektivitas orang-orang yang bekerja sama secara sadar dan sengaja untuk mencapai tujuan tertentu (Robbins, 2006). Sedangkan menurut Gibson et al, (2003) mendefinisikan organisasi sebagai kesatuan yang memungkinkan masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu yang tidak dapat dicapai individu secara perorangan. 2.2.2 Organisasi Kesehatan Menurut Satrianegara (2009), Organisasi Kesehatan terdiri dari : (1) Organisasi Kesehatan di tingkat Pusat,(2) Organisasi Kesehatan di tingkat Provinsi, (3) Organisasi Kesehatan di tingkat Kabupaten/Kota, (4) Organisasi Kesehatan di tingkat Kecamatan dan (5) Organisasi Kesehatan di tingkat Desa. Organisasi kesehatan tingkat kecamatan adalah puskesmas yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II, dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II. Puskesmas mempunyai tugas pelayanan kesehatan yang urusannya telah di serahkan kepada otonom dan tugas pembantuan. xxxi
Organisasi kesehatan tingkat kecamatan terdiri dari: 1. Puskesmas adalah satu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat dan membina peran serta masyarakat, di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. 2. Puskesmas pembantu adalah unit pelayanan kesehatan sederhana yang berfugsi menunjang dan membantu melaksanakan kegiatan yang di lakukan puskesmas dalam ruang lingkup wilayah yang lebih kecil. 3. Puskesmas keliling adalah unit pelayanan kesehatan keliling yang dilengkapi denga kendaraan bermotor roda empat atau perahu bermotor dan peralatan komunikasi, serta jumlah tenaga yang berasal dari puskesmas. 4. Unit pelaksana teknik puskesmas dibentuk apabila perlu, bertugas melaksanakan salah satu upaya kesehatan secara terpisah antara lainnya adalah puskesmas pembantu dan bidan di desa. Beberapa organisasi kesehatan tingkat desa adalah sebagai berikut: 1. Puskesmas Pembantu adalah unit pelayanan kesehatan sederhana yang berfugsi menunjang dan membantu melaksanakan kegiatan yang di lakukan puskesmas dalam ruang lingkup wilayah yang lebih kecil 2. Pondok Bersalin Desa (Polindes) dan bidan di desa . Pondok Bersalin Desa (polindes) adalah tempat pelayanan kesehatan Ibu dan Anak (KIA) termasuk pertolongan persalianan dan Keluarga Berencana (KB) yang di pimpin oleh bidan di desa. Pondok bersalin desa berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala puskesmas. xxxii
3. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) adalah Pos pelayanan KB- Kesehatan yang dikelola yang diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas dalam rangka Pencapaian Norma Keluarga Kecil Bahagia Dan Sejahtera (NKKBS). 4. Pos Kesehatan Desa
dan Pos Obat Desa (POD) adalah tempat pelyanan
kesehatan dengan persedian obat bebas sederhana yang dikelola oleh kader kesehatan sebelum di rujuk ke Polindes, Puskesmas Pembantu, Puskesmas dan sebagainya di bawah pembinaan dan pengawasan Puskesmas. Keputusan Menteri Dalam Negeri No.23 Tahun 1994 Tentang Pedoman Organisasi Dan Tata Kerja Pusat Kesehatan Masyarakat Pasal 7 a, menyatakan Organisasi Puskesmas terdiri dari : Kepala Puskesmas, Urusan Tata Usaha, Unit-unit, Kelompok Jabatan Fungsional, Puskesmas Pembantu / Bidan di Desa.
Gambar 2.1. Bagan Susunan Organisasi Puskesmas xxxiii
2.3 Persepsi Pengertian persepsi adalah akal manusia yang sadar meliputi proses fisik, fisiologis dan psikologis
yang mengolah bermacam-macam input sebagai
penggambaran lingkungan. Persepsi merupakan perlakuan melibatkan penafsiran melalui proses pemikiran tentang apa yang dilihat, didengar, dialami atau dibaca sehinggga persepsi memengaruhi tingkah laku, percakapan, serta perasaan seseorang (Koentjaraningrat, 1981). Menurut Sarwono (1992), persepsi merupakan makna hasil pengamatan yang dilakukan oleh individu terhadap suatu objek yang mendefinisikan pengenalan objek melalui penginderaan yang disatukan dan dikoordinasikan dalam saraf yang lebih tinggi. Persepsi adalah suatu proses seorang individu memilih, mengorganisasi, dan menafsirkan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang bermakna. Persepsi seorang dapat berbeda satu sama lainnya, meskipun dihadapkan pada suatu situasi dan kondisi yang sama. Hal ini dipandang dari suatu gagasan bahwa seseorang menerima suatu objek rangsangan melalui penginderaan, penglihatan, pendengaran, pembauan, dan perasaan (Robbins, 2006). Robbins (2006) menyatakan terdapat tiga faktor yang memengaruhi persepsi, yakni pelaku persepsi, target yang dipersepsikan dan situasi. Ketika individu memandang kepada objek tertentu dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi pelaku persepsi. Faktor yang memengaruhi persepsi dengan melihat satu obyek yang sama orang dapat mempunyai persepsi yang berbeda, karena persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
xxxiv
a) Faktor pelaku persepsi, bila seseorang memandang suatu obyek dan mencoba maka penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakterisitik pribadi dari orang yang dipersepsikan yang mencakup sikap, motif, kepentingan, pengalaman dan pengharapan. b) Faktor obyek, karakteristik–karakteristik dari target yang diamati dapat memengaruhi apa yang dipersepsikan karena target tidak dipandang dalam keadaan terisolasi. Namun obyek yang berdekatan akan cenderung dipersepsikan bersama-sama. Faktor target mencakup hal yang baru yaitu gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang dan kedekatan. c) Faktor situasi, yaitu faktor mencakup waktu, keadaan / tempat kerja dan keadaan tempat kerja. Jika digambarkan polanya, maka terlihat seperti pada Gambar 2.1. Pelaku Persepsi a. Sikap b. Motif c. Kepentingan atau minat d. Pengalaman e. Pengharapan Situasi a. Waktu b. Keadaan Tempat Kerja c. Keadaan sosial
PERSEPSI
Target yang Dipersepsikan a. Hal Baru b. Gerakan c. Bunyi d. Ukuran e. Latar Belakang f. Kedekatan Gambar 2.2. Proses Pembentukan Persepsi Sumber: Robbins, 2006
xxxv
Menurut
Mangkuprawira
dan
Vitayala
(2007)
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kinerja adalah faktor intrinsik yang meliputi mutu karyawan yang berupa pendidikan, pengalaman, motivasi, kesehatan, usia, keterampilan emosi, spiritual, sedangkan faktor ekstrinsik meliputi lingkungan kerja fisik dan non fisik, kepemimpinan, komunikasi vertikal dan horizontal, kompensasi, kontrol berupa penyeliaan (supervisi) , fasilitas, pelatihan, beban kerja, proses kerja, sistem imbalan, dan hukuman. 1. Kepemimpinan Kepemimpinan adalah proses yang sangat pentig dalam setiap organisasi karena kepemimpinan inilah yang akan menentukan sukses atau gagalnya sebuah organisasi. Jika perusahaan, rumah sakit, universitas atau tim atletik mengalami kesuksesan, maka direktur, rector atau pelatihnya yang memperoleh acunga jempol. Akan tetapi sebaliknya, jika teradi kegagalan mereka pulalah yang memperoleh teguran, kritik atau bahkan diganti. Jadi, salah satu elemen pokok yang menjadi perhatian setiap organisasi yaitu bagaimana caranya untuk menarik, melatih, atau mempertahankan orang yang akan menjadi pemimpin- pemimpin yang efektif. Kepemimpinan menurut Gibson (2006) adalah merupakan fungsi pokok dari segala jenis organisasi. Kepemimpinan sebagai proses untuk mempengaruhi perilaku pengikut. Kepemimpinan terjadi dalam dua bentuk yaitu formal dan informal. Kepemimpinan formal adalah terbentuk melalui pengangkatan atau pemilihan dengan wewenang formal. Sedangkan kepemimpinan informal adalah terbentuk karena ketrampilan, keahlian, atau wibawa yang dapat memenuhi kebutuhan orang lain. xxxvi
2. Supervisi Supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk kemudian apabila ditemukan masalah segera diberikan petunjuk atau bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya. Adapun prinsip-prinsip pokok dalam supervisi tersebut banyak macamnya, namun secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut: 1) tujuan utama supervisi ialah untuk lebih meningkatkan penampilan bawahan, bukan untuk mencari kesalahan, 2) sifat supervisi harus edukatif dan suportif, bukan otoriter, 3) supervisi harus dilakukan secara teratur dan berkala, 4) terjalin kerja sama yang baik antara atasan dan bawahan, 5) dikakukan sesuai dengan kebutuhan masing-masing bawahan secara individu, 6) dilaksanakan secara fleksibel dan selalu disesuaikan dengan perkembangan. (Azwar, 2000).
2.4 ANC (Antenatal Care) 2.4.1 Pengertian ANC Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan terlatih untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) (Depkes RI, 2010). Pengawasan sebelum lahir (antenatal) terbukti mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kesehatan mental dan fisik kehamilan, untuk menghadapi persalinan. Dengan pengawasan dapat diketahui
xxxvii
berbagai komplikasi yang dialami ibu hamil yang dapat memengaruhi kehamilan atau komplikasi hamil sehingga segera dapat diatasi (Manuaba,1999). 2.4.2 Tujuan ANC Menurut Depkes RI (2002) tujuan pelayanan antenatal adalah: 1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang janin. 2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, maternal dan sosial ibu dan bayi. 3. Mengenal secara dini adanya komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan. 4. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin. 5. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI Eksklusif. 6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal. 7. Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal. 2.4.3 Pelayanan ANC Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional di institusi pemerintah yaitu puskesmas yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal. Pelayanan ANC merupakan salah satu kebijakan departemen kesehatan dalam upaya xxxviii
mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis “Empat Pilar Safe Motherhood” yaitu meliputi : Keluarga Berencana, Antenatal Care, Persalinan Bersih dan Aman, dan Pelayanan Obstetri Essensial. Batasan tugas pokok dan fungsi bidan desa terkait dengan pelayanan ANC dapat dijabarkan lebih rinci sebagai berikut: 1.Pelayanan antenatal yang ditetapkan untuk memeriksa keadaan ibu dan janin secara berkala yang diikuti dengan upaya koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan, dengan frekuensi kunjungan 4 kali selama kehamilannya, yaitu 1 kali pada trimester pertama, 1 kali pada trimester ke dua dan 2 kali pada trimester ke tiga. Selanjutnya penerapan secara operasional di kenal standar minimal “10 T” yaitu: (a) timbang berat badan, (b) mengukur lingkar lengan atas (LiLA) (c) mengukur tekanan darah (d) mengukur tinggi fundus uteri (e) menghitung denyut jantung janin (DJJ) dan menentukan presentasi janin (f) memberi imunisasi Tetanus Toksoid (TT) (g) memberi tablet tambah darah (tablet besi) (h) pemeriksaan laboratorium HB (i) Tatalaksana/penanganan kasus (j) Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) efektif : gizi, gangguan kehamilan, pemeliharaan kehamilan, tanda- tanda persalinan dan KB. 2.Pelayanan antenatal di tingkat pelayanan dasar sebagaimana tertuang dalam pedoman pelayanan kebidanan dasar meliputi tiga aspek pokok yaitu, aspek medik, aspek penyuluhan, komunikasi dan motivasi dan aspek rujukan (intervensi). Pemeriksaan medik dalam pelayanan antenatal meliputi anamnesis, pemeriksaan
xxxix
fisik diagnosa, pemeriksaan obstertik dan pemeriksaan diagnosa penunjang (laboratorium) (Depkes RI, 2002). 2. Penjaringan (deteksi): penemuan ibu berisiko hamil. 3. Kunjungan ibu hamil: kunjungan tidak mengandung arti bahwa ibu hamil yang berkunjung ke sarana kesehatan, tetapi setiap saat kontak dengan tenaga kesehatan. 4. Kunjungan baru ibu hamil (K-1): kunjungan ibu hamil yang pertama kali. 5. Kunjungan ulang adalah: kontak ibu hamil yang kedua dan seterusnya dengan tenaga kesehatan. 6. Kunjungan K-4 : adalah kunjungan yang keempat (atau lebih) untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar yang ditetapkan, dengan syarat minimal satu kali kontak pada triwulan I, minimal satu kali kontak pada triwulan II dan minimal dua kali kontak pada triwulan III. 7. Cakupan K-I (akses) adalah persentase ibu hamil di suatu wilayah, waktu tertentu yang pernah mendapat pelayanan antenatal sesuai standar paling sedikit satu kali selama kehamilan. 8. Cakupan ibu hamil cakupan K-4: persentase ibu hamil di suatu wilayah waktu tertentu, yang mendapatkan pelayanan antenatal sesuai stándar paling sedikit empat kali, dengan distribuísi pemberian pelayanan minimal satu kali pada triwulan I, satu kali pada triwulan II dan dua kali pada triwulan III. 9. Sasaran ibu hamil: semua ibu hamil di suatu wilayah dalam kurun waktu satu tahun.
xl
10. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan: persentase ibu bersalin di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. 11. Cakupan penjaringan: deteksi dini ibu yang berisiko yang ditemukan oleh tenaga kesehatan dan dirujuk ke sarana yang lebih tinggi. 12. Cakupan kunjungan neonatal adalah persentase bayi neonatal (kurang dari satu bulan) yang memperoleh pelayanan kesehatan minimal dua kali dari tenaga kesehatan, satu kali pada hari pertama sampai dengan hari ketujuh dan satu kali pada hari kedelapan sampai pada hari kedua puluh delapan. 2.4.4 Standar Pelayanan Antenatal Menurut Kemenkes RI (2010), dalam melakukan pemeriksaan antenatal, tenaga kesehatan harus memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai standar terdiri dari: 1. Timbang berat badan dan pengukuran tinggi badan. Selama kehamilan antara 0,3–0,5 kg per minggu. Bila dikaitkan dengan umur kehamilan kenaikan berat badan selama hamil muda ± 1 kg, selanjutnya pada trimester II dan III masing–masing bertambah 5 kg. Pada akhir kehamilan pertambahan berat total adalah 9–12 kg. Bila ada kenaikan berat badan yang berlebihan perlu dicurigai adanya risiko gangguan pertumbuhan janin seperti bengkak, kehamilan kembar, hidramnion, dan anak besar. 2. Ukur tekanan darah. Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah 140/90 mmHg) pada kehamilan. xli
Kelainan dalam hal ini dapat berlanjut menjadi preeklamsia dan eklamsia kalau tidak ditangani dengan tepat dan preeklampsia (hipertensi disertai edema wajah dan atau tungkai bawah; dan atau proteinuria) 3. Ukur lingkar lengan atas (LiLA). Pengukuran LiLA hanya dilakukan pada kontak pertama untuk skrining ibu hamil berisiko kurang energi kronis (KEK). Kurang energi kronis disini maksudnya ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi dan telah berlangsung lama (beberapa bulan/tahun) dimana LiLA kurang dari 23,5 cm. Ibu hamil dengan KEK akan dapat melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR). 4. Ukur tinggi fundus uteri (pemeriksaan puncak rahim) Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan umur kehamilan. Jika tinggi fundus tidak sesuai dengan umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan pertumbuhan janin. Standar pengukuran menggunakan pita pengukur setelah kehamilan 24 minggu. 5. Hitung denyut jantung janin (DJJ) dan Tentukan presentasi janin Penilaian DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. DJJ lambat kurang dari 120/menit atau DJJ cepat lebih dari 160/menit menunjukkan adanya gawat janin. Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester II dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui letak janin. Jika, pada trimester
xlii
III bagian bawah janin bukan kepala, atau kepala janin belum masuk ke panggul berarti ada kelainan letak, panggul sempit atau ada masalah lain. 6. Beri imunisasi Tetanus Toksoid (TT) Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil harus mendapat imunisasi TT. Pemberian imunisasi TT 7. Beri tablet tambah darah (tablet besi), Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapat tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan diberikan sejak kontak pertama. 8. Periksa laboratorium (rutin dan khusus) Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat antenatal meliputi: a. Pemeriksaan golongan darah, Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya untuk mengetahui jenis golongan darah ibu melainkan juga untuk mempersiapkan calon pendonor darah yang sewaktu-waktu diperlukan apabila terjadi situasi kegawatdaruratan. b. Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb) Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil dilakukan minimal sekali pada trimester pertama dan sekali pada trimester ketiga. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui ibu hamil tersebut menderita anemia atau tidak selama kehamilannya karena kondisi anemia dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang janin dalam kandungan. c. Pemeriksaan protein dalam urin xliii
Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil dilakukan pada trimester kedua dan ketiga atas indikasi. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui adanya proteinuria pada ibu hamil. Proteinuria merupakan salah satu indikator terjadinya preeclampsia pada ibu hamil. d. Pemeriksaan kadar gula darah. Ibu hamil yang dicurigai menderita Diabetes Melitus harus dilakukan pemeriksaan gula darah selama kehamilannya minimal sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester kedua, dan sekali pada trimester ketiga (terutama pada akhir trimester ketiga). e. Pemeriksaan darah Malaria Semua ibu hamil di daerah endemis Malaria dilakukan pemeriksaan darah Malaria dalam rangka skrining pada kontak pertama. Ibu hamil di daerah non endemis Malaria dilakukan pemeriksaan darah Malaria apabila ada indikasi. f. Pemeriksaan tes Sifilis Pemeriksaan tes Sifilis dilakukan di daerah dengan risiko tinggi dan ibu hamil yang diduga Sifilis. Pemeriksaaan Sifilis sebaiknya dilakukan sedini mungkin pada kehamilan. g. Pemeriksaan HIV Pemeriksaan HIV terutama untuk daerah dengan risiko tinggi kasus HIV dan ibu hamil yang dicurigai menderita HIV. Ibu hamil setelah menjalani konseling
kemudian
diberi
kesempatan
keputusannya untuk menjalani tes HIV. xliv
untuk
menetapkan
sendiri
h. Pemeriksaan BTA Pemeriksaan BTA dilakukan pada ibu hamil yang dicurigai menderita Tuberkulosis
sebagai
pencegahan
agar
infeksi
Tuberkulosis
tidak
mempengaruhi kesehatan janin. Selain pemeriksaaan tersebut diatas, apabila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya di fasilitas rujukan. 9. Tatalaksana/penanganan Kasus Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal di atas dan hasil pemeriksaan laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan pada ibu hamil harus ditangani sesuai dengan standar dan kewenangan tenaga kesehatan. Kasus-kasus yang tidak dapat ditangani dirujuk sesuai dengan sistem rujukan. termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB paska persalinan. 10. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Efektif KIE efektif dilakukan pada setiap kunjungan antenatal. KIE efektif dilakukan pada setiap kunjungan antenatal yang meliputi: a. Kesehatan ibu Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memeriksakan kehamilannya secara rutin ke tenaga kesehatan dan menganjurkan ibu hamil agar beristirahat yang cukup selama kehamilannya (sekitar 9- 10 jam per hari) dan tidak bekerja berat. b.Perilaku hidup bersih dan sehat Setiap ibu hamil dianjurkan untuk menjaga kebersihan badan selama kehamilan misalnya mencuci tangan sebelum makan, mandi 2 kali sehari dengan
xlv
menggunakan sabun, menggosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur serta melakukan olah raga ringan. c. Peran suami/keluarga dalam kehamilan dan perencanaan persalinan Setiap ibu hamil perlu mendapatkan dukungan dari keluarga terutama suami dalam kehamilannya. Suami, keluarga atau masyarakat perlu menyiapkan biaya persalinan, kebutuhan bayi, transportasi rujukan dan calon donor darah. Hal ini penting apabila terjadi komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas agar segera dibawa ke fasilitas kesehatan. d.Tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas serta kesiapan menghadapi komplikasi Setiap ibu hamil diperkenalkan mengenai tanda-tanda bahaya baik selama kehamilan, persalinan, dan nifas misalnya perdarahan pada hamil muda maupun hamil tua, keluar cairan berbau pada jalan lahir saat nifas, dsb. Mengenal tandatanda bahaya ini penting agar ibu hamil segera mencari pertolongan e.Asupan gizi seimbang Selama hamil, ibu dianjurkan untuk mendapatkan asupan makanan yang cukup dengan pola gizi yang seimbang karena hal ini penting untuk proses tumbuh kembang janin dan derajat kesehatan ibu. Misalnya ibu hamil disarankan minum tablet tambah darah secara rutin untuk mencegah anemia pada kehamilannya. f.Gejala penyakit menular dan tidak menular. Setiap ibu hamil harus tahu mengenai gejala-gejala penyakit menular (misalnya penyakit IMS, Tuberkulosis) dan penyakit tidak menular (misalnya hipertensi) karena dapat mempengaruhi pada kesehatan ibu dan janinnya. xlvi
g.Penawaran untuk melakukan konseling dan testing HIV didaerah tertentu (risiko tinggi). Konseling HIV menjadi salah satu komponen standar dari pelayanan kesehatan ibu dan anak. Ibu hamil diberikan penjelasan tentang risiko penularan HIV dari ibu ke janinnya, dan kesempatan untuk menetapkan sendiri keputusannya untuk menjalani tes HIV atau tidak. Apabila ibu hamil tersebut HIV positif maka dicegah agar tidak terjadi penularan HIV dari ibu ke janin, namun sebaliknya apabila ibu hamil tersebut HIV negative maka diberikan bimbingan untuk tetap HIV negatif selama kehamilannya, menyusui dan seterusnya. h.Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan pemberian ASI ekslusif Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memberikan ASI kepada bayinya segera setelah bayi lahir karena ASI mengandung zat kekebalan tubuh yang penting untuk kesehatan bayi. Pemberian ASI dilanjutkan sampai bayi berusia 6 bulan. i.KB paska persalinan Ibu hamil diberikan pengarahan tentang pentingnya ikut KB setelah persalinan untuk menjarangkan kehamilan dan agar ibu punya waktu merawat kesehatan diri sendiri, anak, dan keluarga. j.Imunisasi Setiap ibu hamil harus mendapatkan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) untuk mencegah bayi mengalami tetanus neonatorum. k.Peningkatan kesehatan intelegensia pada kehamilan (Brain booster) Untuk dapat meningkatkan intelegensia bayi yang akan dilahirkan, ibu hamil dianjurkan untuk memberikan stimulasi auditori dan pemenuhan nutrisi pengungkit otak (brain booster) secara bersamaan pada periode kehamilan. xlvii
Tabel 2.1 Jenis Layanan di Setiap Trimester dan Nilai Normal Fisiologis Kehamilan No 1
Jenis layanan Timbang badan
Trimester I Trimester II Kenaikan BB 1 kg Kenaikan 1 kg tiap tiap bulan bulan Tekanan darah Sistolik Sistolik (110-120 mmhg) (110-120 mmhg) Diastolik Diastolik ( 70-80 mmhg) ( 70-80 mmhg) LILA * LILA = ≥23,5 cm Tinggi fundus uteri TFU ≥25 cm DJJ 120-160 denyut per menit Imunisasi TT * * Imunisasi TT I Imunisasi TT I Tablet besi * * FE = 45 tablet Tes laboratorium Periksa golongan Periksa Hb = darah , Periksa Hb= ≥11 gr% ≥11gr% Tatalaksana Kasus (jika terjadi kasus) (jika terjadi kasus) KIE Efektif Gizi, gangguan Pemeliharaan Kehamilan kehamilan
2
3 4 5
6 7 8
9 10
Trimester III Kenaikan 1 kg tiap bulan Sistolik (110-120 mmhg) Diastolik ( 70-80 mmhg) * TFU ≥30 cm 120-160 denyut per menit * * FE = 45 tablet Periksa Hb = ≥11 gr% (jika terjadi kasus) Tanda-tanda persalinan dan KB
Ket : = Pelaksanaan kegiatan di setiap trimester kehamilan * = Disesuaikan dengan kontak pertama ibu hamil Sumber : Kemenkes RI (2010), Manuaba (2010), Saifuddin (2002).
xlviii
Penerapan praktis pelayanan ANC, menurut Depkes RI (1998) dalam Saifuddin (2002), standar minimal pelayanan ANC adalah “14 T” yaitu : 1. Timbang berat badan 2. Tekanan darah 3. Tinggi fundus uteri (pemeriksaan puncak rahim) 4. Tetanus Toksoid (TT) lengkap 5. Tablet zat besi 6. Tes Hb 7. Tes VDRL 8. Tes protein urine 9. Tes urine reduksi 10. Perawatan payudara 11. Senam hamil 12. Tes malaria 13. Pemberian kapsul minyak yodium 14. Temu wicara / konseling Apabila suatu wilayah/daerah tidak bisa melaksanakan 14T sesuai kebijakan dapat dilakukan standar minimal pelayanan ANC, yaitu 7T (7 dari 10 T di atas) (Prawiroharjo, 2002). Pelayanan/asuhan antenatal ini hanya dapat diberikan oleh tenaga kesehatan profesional dan tidak diberikan oleh dukun bayi (Prawiroharjo, 2002). Pelaksanaan pelayanan ANC per trimester dapat dilihat pada Tabel 2.2.
xlix
Tabel 2.2 Jenis Layanan ANC per Trimester No 1 2 3 4 5 6 7 8
Trimester I Timbang berat badan Ukur tekanan darah Tes penyakit menular seksual Tes HB
Trimester II Timbang berat badan Ukur tekanan darah Tetanus toksoid lengkap
Trimester III Timbang berat badan Ukur tekanan darah Tinggi fundus uteri
Tablet zat besi minimal 90 tablet selama hamil
Therapi kebugaran
Tes Malaria Therapi iodium Tes VDRL
Tes reduksi urin Tes protein urin Tes HB Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan
Sumber : Saifuddin (2002).
2.5 Bidan 2.5.1 Pengertian Bidan Bidan adalah seorang tenaga kesehatan yang mempunyai tugas penting dalam bimbingan dan penyuluhan kepada ibu hamil, persalinan nifas, dan menolong persalinan dengan tanggung jawabnya sendiri serta memberikan asuhan kepada bayi baru lahir (prenatal care). Asuhan ini termasuk tindakan pencegahan, deteksi kondisi abnormal ibu dan anak, usaha mendapatkan bantuan medik dan melaksanakan tindakan kedaruratan dimana tidak ada tenaga bantuan medik. Bidan mempunyai tugas penting dalam pendidikan dan konseling, tidak hanya untuk klien tetapi juga untuk keluarga dan masyarakat (Depkes RI, 1990). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 363/ Menkes/Per/IX/1989 tentang wewenang bidan, bidan ialah seseorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus sesuai dengan persyaratan yang berlaku. l
2.5.2 Pengertian Bidan Desa Bidan desa ialah bidan yang ditempatkan dan bertugas di desa, mempunyai wilayah kerja 1 desa dalam melaksanakan tugas pelayanan medis, baik di dalam maupun di luar jam kerjanya. Bidan desa harus tetap bertanggung jawab kepada Puskesmas di wilayah Kecamatan, ditempatkannya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak (Depkes RI, 1994). Dasar pelaksanaan penempatan bidan di desa ini sesuai dengan kebijaksanaan Departemen Kesehatan yang telah disebarluaskan keseluruh propinsi dengan surat edaran Direktur Jenderal Pembina Kesehatan Masyarakat No. 429/Binkesmas/DJ/ III/89 pada tanggal 29 Maret 1989. Bidan Desa juga dinamakan midwife atau pendamping istri. Kata bidan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu wirdhan yang artinya wanita bijaksana, namun ada juga yang mengartikan bahwa bidan adalah dukun yang terdidik. Pada saat ini pengertian bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan kebidanan yang diakui dan mendapatkan lisensi untuk melaksanakan praktek kebidanan (Sofyan et.al, 2006). 2.5.3 Tujuan Penempatan Bidan Desa Tujuan penempatan bidan di desa secara umum adalah untuk meningkatkan mutu dan pemerataan pelayanan kesehatan melalui puskesmas dan posyandu dalam rangka menurunkan angka kematian ibu, anak balita dan menurunkan angka kelahiran, serta meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berprilaku hidup sehat. Secara khusus tujuan penempatan bidan di desa adalah: 1. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat. 2. Meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan.
li
3. Meningkatnya mutu pelayanan ibu hamil, pertolongan persalinan, perawatan nifas dan perinatal, serta pelayanan kontrasepsi. 4. Menurunnya jumlah kasus-kasus yang berkaitan dengan penyulit kehamilan, persalinan dan perinatal. 5. Menurunnya jumlah balita dengan gizi buruk dan diare. 6. Meningkatnya kemampuan keluarga untuk hidup sehat dengan membantu pembinaan kesehatan masyarakat. 7. Meningkatnya peran serta masyarakat melalui pendekatan PKMD termasuk gerakan Dana Sehat. 2.5.4 Tugas Pokok dan Fungsi Bidan Terdapat sembilan (9) tugas pokok dan fungsi seorang bidan: 1. Melaksanakan asuhan kebidanan kepada ibu hamil (Ante Natal Care) 2. Melakukan asuhan persalinan fisiologis kepada ibu bersalin (Post Natal Care) 3. Menyelenggarakan pelayanan terhadap bayi baru lahir (kunjungan neonatal) 4. Mengupayakan kerjasama kemitraan dengan dukun bersalin diwilayah kerja puskesmas. 5. Memberikan edukasi melalui penyuluhan kesehatan reproduksi dan kebidanan. 6. Melaksanakan pelayanan KB kepada Wanita Usia Subur (WUS). 7. Melakukan pelacakan dan pelayanan rujukan kepada ibu hamil risiko tinggi (bumil risti). 8. Mengupayakan diskusi Audit Maternal Perinatal (AMP) bila ada kasus kematian ibu dan bayi 9. Melaksanakan mekanisme pencatatan dan Puskesmas. lii
pelaporan terpadu pelayanan
2.5.5 Wewenang Bidan Desa Wewenang bidan yang bekerja di desa sama dengan wewenang yang diberikan kepada bidan lainnya. Hal ini diatur dengan peraturan Menteri Kesehatan. (Depkes RI, 1996). Wewenang tersebut adalah sebagai berikut: 1. Wewenang umum Kewenangan
yang
diberikan
untuk
melaksanakan
tugas
yang
dapat
dipertanggungjawabkan secara mandiri. 2. Wewenang khusus Wewenang khusus adalah wewenang untuk melaksanakan kegiatan yang memerlukan pengawasan dokter. Tanggung jawab pelaksanaannya berada pada dokter yang diberikan wewenang tersebut. 3. Wewenang pada keadaan darurat Bidan diberi wewenang melakukan pertolongan pertama untuk menyelamatkan penderita atas tanggung jawabnya sebagai insan profesi. Segera setelah melakukan tindakan darurat tersebut, bidan diwajibkan membuat laporan ke Puskesmas di wilayah kerjanya. 4. Wewenang tambahan Bidan dapat diberi wewenang tambahan oleh atasannya dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat lainnya, sesuai dengan program pemerintah, pendidikan dan pelatihan yang diterimanya.
liii
2.5.6 Kegiatan Pelayanan Kesehatan oleh Bidan Desa Pelayanan adalah suatu aktifitas yang bertujuan untuk memberikan pertolongan, bimbingan, pendidikan, perlindungan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik. Secara luas pelayanan mencakup fungsi pengembangan menyangkut bidan pelayanan seperti pendidikan, kesehatan, perumahan maupun bentuk - bentuk pelayanan umum lainnya. Secara umum dapat kita ketahui bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat termasuk keluarga ada tiga segi yang perlu diperhatikan yaitu : (a) segi manusianya (petugas kesehatan), (b) sarana pelayanan kesehatan, dan (c) dana (biaya untuk pelayanan). Keterbatasan dan kekurangan salah satu dari ketiga segi ini sedikit banyak memengaruhi pelayanan kesehatan yang diterima oleh masyarakat (Depkes RI, 1995). Sesuai dengan kewenangan bidan yang diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan No.363/Menkes/Per/IX/1989, maka kegiatan bidan Puskesmas yang ditempatkan di desa adalah sebagai berikut: a. Mengenal wilayah, struktur kemasyarakatan dan komposisi penduduk, serta sistem pemerintahannya. b. Merencanakan dan menganalisa data serta mengidentifikasikan masalah kesehatan untuk merencanakan penanggulangannya. c. Menggerakkan peran serta masyarakat melalui pendekatan PKMD dengan melaksanakan Pertemuan Tingkat Desa (PTD), Survei Mawas Diri (SMD) dan
liv
Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) yang diikuti dengan menghimpun dan melatih kader sesuai dengan kebutuhan. d. Memberikan bimbingan teknis kepada kader dan memberikan pelayanan langsung dimeja lima pada saat kegiatan Posyandu dalam wilayah kerjanya, terutama pelayanan KIA dan KB serta membantu pelaksanaan imunisasi. e. Memberikan pertolongan persalinan. f. Memberikan pertolongan kepada pasien (orang sakit), kecelakaan dan kedaruratan. g. Kunjungan rumah dan perawatan kesehatan masyarakat di wilayah kerja bidan. h. Melatih dan membina dukun bayi agar mampu melaksanakan penyuluhan dan membantu deteksi ibu hamil risiko tinggi. i. Menggerakkan masyarakat agar melaksanakan kegiatan dana sehat di wilayah kerjanya. j. Mencatat semua kegiatan yang dilakukan dan melaporkan secara berkala kepada Puskesmas sesuai dengan ketentuan. k. Merujuk penderita dengan kelainan jiwa, dan melakukan/pengobatan tindak lanjut pasien dengan kelainan jiwa yang dirujuk oleh Puskesmas. Menurut Azwar (2000), pelayanan kesehatan yang terdapat dalam masyarakat secara umum dapat dibedakan atas tiga macam yaitu: 1. Pelayanan kesehatan tingkat I, pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan pelayanan yang bersifat dasar.
lv
2. Pelayanan kesehatan tingkat II, pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan pelayanan spesialis satu bahkan kadang - kadang pelayanan sub - spesialisasi tetapi terbatas. 3. Pelayanan kesehatan tingkat III, pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan pelayanan spesialisasi serta sub - spesialisasi luas. Dari hal tersebut diatas dapat diketahui bahwa pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh bidan desa cenderung dalam pelayanan tingkat dasar pertama. Selain membantu penurunan angka kematian dan peningkatan kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana. Bidan desa juga membantu memberikan pengobatan pertama pada desa juga membantu memberikan pengobatan pertama pada masyarakat yang membutuhkan pertolongan dalam pelayanan kesehatan sebelum pasien mendapat pertolongan yang lebih efisien di rumah sakit. 2.5.7 Ruang Lingkup Pelayanan Kebidanan Pelayanan kebidanan meliputi upaya promotif, preventif, dan asuhan persalinan normal, pencegahan, penanganan dan deteksi dini komplikasi pada ibu dan anak, melaksanakan tindakan kegawatdaruratan. Selain daripada itu bidan juga dapat melakukan konselling dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat, bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan , termasuk dirumah, masyarakat, RS, klinik atau unit kesehatan lainnya (Kepmenkes. RI No 369/SK/III/2007 tentang standar profesi Bidan). Sasaran pelayanan kebidanan adalah individu, keluarga, dan masyarakat. Layanan kebidanan dapat dibedakan menjadi:
lvi
1. Layanan kebidanan primer ialah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi tanggungjawab bidan 2. Layanan kebidanan kolaborasi adalah layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu urutan dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan 3. Layanan kebidanan rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka rujukan kesistem pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan sewaktu menerima rujukan dari dukun yang menolong persalian, juga layanan rujukan yang dilakukan oleh bidan ke tempat/fasilitas pelayanan kesehatan lainnya secara horizontal maupun vertikal atau keprofesi kesehatan lainnya (IBI, 2007). 2.6 Kinerja Bidan Desa Kinerja bidan desa sesuai dalam buku panduan bidan di tingkat desa dapat di ukur melalui keberhasilan bidan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi bidan desa yaitu: (Depkes RI, 1997) a. Meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan, perawatan nifas, kesehatan bayi dan anak balita serta pelayanan dan konseling pemakaian kontrasepsi serta keluarga berencana melalui upaya strategis antara lain : Posyandu dan Polindes. b. Menjaring seluruh kasus risiko tinggi ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir untuk mendapatkan penanganan memadai sesuai kasus dan rujukannya.
lvii
c. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembinaan kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya. d. Meningkatkan perilaku sehat pada ibu, keluarga dan masyarakat yang mendukung upaya penurunan angka kematian ibu dan angka kematian bayi. Untuk mendukung keberhasilan kinerja bidan desa maka bidan desa diwajibkan tinggal serta bertugas melayani masyarakat di wilayah kerjanya yang meliputi 1 atau 2 desa serta melakukan pelayanan secara aktif, artinya tidak selalu menetap atau menunggu pasien di tempat pelayanan atau polindes, namun juga melakukan kegiatan pelayanan keliling dan kunjungan rumah sesuai dengan kebutuhan.
2.7 Pusat Kesehatan Masyarakat Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada mesyarakat di wilayah kerjanya dalam kegiatan pokok (Depkes RI, 2004). Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerja. Dalam pengertian Puskesmas ini terdapat beberapa aspek, yaitu: (a) sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota, serta berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional, (b) pembangunan kesehatan untuk
lviii
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal, (c) Puskesmas bertanggungjawab hanya untuk sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya, dan (d) secara nasional, standar wilayah kerja Puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih satu Puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi dua (Depkes RI, 2004). Tugas pokok Puskesmas meliputi 3 aspek, yaitu: (1) memberikan pelayanan bermutu, terjangkau, cakupannya luas, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, (2)membina
peran
serta
masyarakat
dalam
berbagai
upaya
kesehatan,
(3) mengembangkan usaha-usaha inovatif agar terjamin pemerataan pelayanan dan tergalinya potensi masyarakat (Depkes RI, 2004). Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, keduanya ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya pelayanan yang diselenggarakan adalah : 1. Pelayanan kesehatan masyarakat, yaitu upaya promotif dan preventif pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas 2. Pelayanan medik dasar, yaitu upaya kuratif dan rehabilitatif dengan pendekatan individu dan keluarga melalui upaya rawat jalan yang tujuannya untuk menyembuhkan penyakit untuk kondisi tertentu (Depkes RI, 2004).
lix
2.8 Landasan Teori Perbedaan karakteristik individu akan terlihat pada waktu individu tersebut mengerjakan suatu pekerjaan yang sama, dengan diperolehnya hasil yang berbeda. Robbins (2006), menyatakan bahwa persepsi merupakan perlakuan melibatkan penafsiran melalui proses pemikiran tentang apa yang dilihat, didengar, dialami atau dibaca sehinggga persepsi memengaruhi tingkah laku, percakapan, serta perasaan seseorang. Sedangkan kinerja Menurut Gibson et al. (2003), ada 3 variabel yang berpengaruh terhadap kinerja : (1) variabel individu, (2) variabel psikologis dan (3) variabel organisasi , seperti pada skema di bawah ini.
Variabel Individu a. Kemampuan dan keterampilan (a) Mental (b) Fisik b. Latar Belakang Keluarga (a) Tingkat sosial (b) Pengalaman c. Demografis (a) Umur (b) Etnis (c) Jenis kelamin
Perilaku Individu (Apa yang dikerjakan) Kinerja (Hasil yang dicapai)
Variabel Organisasi a Sumber Daya b Kepemimpinan c Insentif d Struktur e Desain pekerjaan
Gambar 2.3 Landasan Teori Sumber: Gibson et al. (2003)
lx
Variabel Psikologis a Persepsi b Sikap c Kepribadian d Belajar e Motivasi
2.9 Kerangka Konsep Berdasarkan landasan teori dan tujuan penelitian, maka sebagai kerangka konsep disajikan pada Gambar 2.4. Variabel Independen
Variabel Dependen
Karakteristik Individu a.Pengetahuan b.Masa kerja c.Tempat tinggal d.Pelatihan
Kinerja Bidan Desa dalam Pelayanan ANC a. Kualitas b. Kuantitas
Faktor Organisasi a. Persepsi tentang kepemimpinan b.Persepsi tentang supervisi Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian
lxi