BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Kinerja Petugas
2.1.1. Pengertian kinerja petugas Kinerja petugas merupakan istilah yang berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang). Definisi kinerja petugas/karyawan yang dikemukakan Kusriyanto (1991: 3) adalah : “perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu (lazimnya per jam).” Gomes (1995:195) mengemukakan definisi kinerja karyawan sebagai : “ungkapan seperti output, efisiensi serta efektifitas sering dihubungkan dengan produktivitas.” Selanjutnya, definisi kinerja karyawan menurut Mangkunegara (2000:67) bahwa “kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.” Oleh karena itu disimpulkan bahwa kinerja petugas adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai petugas persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kemudian menurut Sulistiyani (2003:223) “kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya.” Mink (1993:76) mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang
Universitas Sumatera Utara
memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu diantaranya (1) berorientasi pada prestasi; (2) memiliki percaya diri; (3) berpengendalian diri; (4) kompetensi. 2.1.2.
Penilaian kinerja Penilaian kinerja menurut Mengginson (1981 dalam Mangkunegara 2000:69)
adalah suatu proses yang digunakan pemimpin untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya. Selanjutnya Sikula (1981 dalam Mangkunegara 2000:69), mengemukakan bahwa penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan . Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa objek orang ataupun sesuatu. Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. 2.1.3. Tujuan penilaian kinerja Adapun tujuan dilakukannya penilaian kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja dari
sumberdaya
manusia (SDM) organisasi. Tujuan penilaian kinerja menurut Sunyoto (1999:1) adalah : 1) Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja.
Universitas Sumatera Utara
2) Mencatat dan mengakui hasil kerja seseorang karyawan, sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu. 3) Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karir atau terhadap pekerjaan yang diembannya sekarang. 4) Mendefenisikan kembali atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya. 5) Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah. 2.1.4. Faktor–faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja Menurut Mathis dan Jackson (2001:82), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu: (1) kemampuan; (2) motivasi; (3) dukungan yang diterima; (4) keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan; (5) hubungan mereka dengan organisasi. Sedangkan menurut Mangkunegara (2000), faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain : (1) faktor kemampuan, secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan) dan oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya; (2) faktor motivasi, yaitu motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situasion) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan
Universitas Sumatera Utara
kerja. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal. David C.Mc Cleland (1997), seperti dikutip Mangkunegara (2001:68), berpendapat bahwa ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kerja. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat terpuji. Menurut Gibson (1987), ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja : (1) Faktor individu : kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang; (2) Faktor psikologis : persepsi, sikap, kepribadian, pembelajaran dan motivasi; (3) Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system). Menurut Simamora (1995:500), kinerja (performance) dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor individu, psikologis dan organisasi. Adapun yang termasuk ke dalam faktor pribadi adalah kemampuan dan keahlian, latar belakang dan demografi. Faktor psikologis terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, pembelajaran dan motivasi. Sedangkan faktor organisasi terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur dan job design. Menurut Timple (1992:31), faktor–faktor kinerja terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang dihubungkan dengan sifat–sifat seseorang. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor–faktor yang memengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Aspek–aspek standar pekerjaan dan kinerja Hasibuan mengemukakan bahwa aspek–aspek yang dinilai kinerja mencakup sebagai berikut : (1) kesetiaan; (2) hasil kerja; (3) kejujuran; (4) kedisiplinan; (5) kreativitas; (6) kerjasama; (7) kepemimpinan; (8) kepribadian; (9) prakarsa; (10) kecakapan; (11) tanggungjawab. Sedangkan menurut Husein (1997:266) membagi aspek–aspek kinerja sebagai berikut : (1) mutu pekerjaan; (2) kejujuran karyawan; (3) inisiatif; (4) kehadiran; (5) sikap; (6) kerjasama; (7) keandalan; (8) pengetahuan tentang pekerjaan; (9) tanggung jawab; (10) pemanfaatan waktu kerja. Berdasarkan pendapat Gibson (1987), kelompok variabel individu terdiri dari variabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang pribadi dan demografis. Variabel kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang memengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu. Sedangkan variabel demografis mempunyai pengaruh yang tidak langsung. Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson (1987) banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Berdasarkaan pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktifitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi.
Universitas Sumatera Utara
2.2.
Faktor Individu yang Memengaruhi Kinerja Petugas Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi
kinerja sejumlah individu dalam organisasi. Menurut Gibson (1987), variabelvariabel individu terbagi tiga yaitu kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografik. Masing-masing variabel tersebut membantu menerangkan perbedaanperbedaan individual dalam perilaku dan performa. 2.2.1. Kemampuan dan keterampilan Kemampuan yaitu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan terbagi dua yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual merupakan kemampuan yang diperlukan untuk mengerjakan kegiatan mental. Berdasarkan penelitian terakhir bahwa inteligensia diuraikan menjadi empat sub-bagian : kognitif, sosial, emosi dan budaya. Yang dimaksud dengan kecerdasan kognitif adalah kecerdasan sesuai dengan tes-tes inteligensia. Sedangkan kecerdasan sosial adalah kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain secara efektif. Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengindentifikasi, memahami dan mengelola emosi. Kecerdasan budaya adalah kesadaran atas keberagaman antar kebudayaan dan kemampuan untuk menjalankan fungsi secara sukses dalam situasi lintas budaya. Kemampuan fisik merupakan kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan karateristik-karakteristik serupa. Keterampilan adalah kecakapan yang berhubungan dengan tugas.
Universitas Sumatera Utara
2.3.
Faktor Psikologi yang Memengaruhi Kinerja Petugas
Adapun variabel-variabel psikologikal meliputi persepsi, sikap, kepribadian, pembelajaran dan motivasi 2.3.1. Persepsi Persepsi menurut Robbins (2006:169) adalah proses yang digunakan individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan. Persepsi sangat penting untuk dipelajari dalam suatu perilaku organisasi karena perilaku manusia pada umumnya didasarkan pada persepsi mereka mengenai apa realitas yang ada, bukan mengenai realitas itu sendiri. Persepsi meliputi kognisi (pengetahuan), jadi dengan demikian persepsi mencakup penafsiran objek-objek, simbol-simbol dan orang-orang, dipandang dari sudut pengalaman penting. Persepsi terbentuk melalui proses memperhatikan, menyeleksi, mengorganisasikan dan menapsirkan stimulus lingkungan. Secara skematis dapat dilihat pada bagan berikut : stimulus lingkungan
perhatian dan seleksi
Penapsiran persepsi
pengorganisasian
stimulus
Gambar 2.1. Proses persepsi Faktor–faktor yang memengaruhi persepsi menurut Robbins (2006:170) ada tiga faktor yaitu faktor pada pemersepsi, faktor dalam situasi dan faktor pada target. Ketiga faktor tersebut digambarkan pada gambar berikut :
Universitas Sumatera Utara
Faktor pada pemersepsi . Sikap . Motif Kepentingan Faktor dalam situasi . Waktu
PERSEPSI
Keadaan/Tempat kerja Faktor pada target . Hal baru . Gerakan . Bunyi
Gambar 2.2. Faktor persepsi menurut Robbins (2006:170) Ketika individu memandang ke objek tertentu dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi individu pelaku persepsi tersebut dan juga tergantung pada apa yang dipersepsikannya serta kondisi atau situasi saat melakukan persepsi. Teori atribusi merupakan teori penilaian persepsi yang didasarkan atas faktor eksternal dan internal. Perilaku yang disebabkan faktor internal adalah perilaku yang diyakini berada di bawah kendali pribadi individu tersebut. Sedangkan perilaku yang disebabkan faktor eksternal adalah dilihat sebagai hasil dari sebab–sebab luar yaitu orang tersebut dipandang terpaksa berperilaku demikian oleh situasi. Selain
Universitas Sumatera Utara
didasarkan atas faktor eksternal dan internal, perilaku ini juga meliputi tiga hal yaitu; (1) keunikan; (2) konsensus; (3) konsistensi. Keunikan merujuk ke apakah individu memperlihatkan perilaku–perilaku yang berlainan dalam situasi berlainan. Konsensus adalah jika setiap orang yang dihadapkan pada situasi yang sama bereaksi dengan cara yang sama. Dan konsistensi adalah apakah orang tersebut memberi reaksi yang sama dengan cara yang sama dari waktu ke waktu. tinggi
internal
keunikan
rendah tinggi Perilaku individu
konsensus
rendah tinggi
eksternal
eksternal
internal
eksternal
konsistensi
rendah
internal
Gambar 2.3. Teori atribusi (teori penilaian persepsi yang didasarkan atas faktor eksternal dan internal) Ada sejumlah tehnik persepsi yang sering digunakan dalam menilai orang lain. Namun tehnik persepsi ini angka kebenarannya masih diragukan. Yang termasuk kedalam tehnik ini adalah persepsi selektif, efek halo, efek kontras, proyeksi dan membuat stereotipe. Pada persepsi selektif, setiap karakteristik yang membuat
Universitas Sumatera Utara
seseorang objek atau peristiwa mencolok akan meningkatkan kemungkinan hal tersebut akan dipersepsikan. Orang akan secara selektif menafsirkan apa yang mereka lihat atas dasar kepentingan, latar belakang, pengalaman dan sikap mereka. Dari penelitian yang telah dilakukan dinyatakan bahwa setiap orang akan berpersepsi sesuai dengan kegiatan dan unitnya sendiri. Tehnik ini yang dianggap sangat dominan pada kondisi bencana Efek halo yaitu menggambarkan kesan umum tentang individu berdasarkan karakteristik tunggal misalnya kecerdasan, kemampuan bergaul atau penampilan. Efek kontras adalah evaluasi terhadap karakteristik–karakteristik seseorang yang terpengaruh oleh perbandingan–perbandingan dengan orang lain yang baru masuk yang berperingkat lebih tinggi atau lebih rendah berdasarkan karakteristik yang sama. Proyeksi adalah mencirikan karakteristik pribadi seseorang ke orang lain. Stereotipe adalah mengkatagorikan atau menilai seseorang hanya atas dasar satu atau beberapa sifat dari kelompoknya. Stereotipe seringkali didasarkan atas jenis kelamin, keturunan, umur, agama, sifatnya saja. Projection merupakan kecendrungan seseorang untuk menilai orang lain atas dasar perasaan dan sifatnya atau mekanisme pertahanan dari konsep diri seseorang sehingga lebih mampu menghadapi yang dilihatnya tidak wajar. Persepsi memiliki hubungan dengan kinerja. Jika dalam suatu organisasi dilengkapi dengan petugas yang berkompetensi meskipun jumlahnya tidak besar maka peresepsi dalam kondisi ini akan menyatakan bahwa organisasi tersebut akan berkinerja baik. Persepsi juga sangat bermanfaat dalam evaluasi kinerja.
Universitas Sumatera Utara
Dari penjelasan di atas dapat dibuat kesimpulan bahwa persepsi merupakan salah
satu
faktor
psikologis
individu
yang
digunakan
individu
untuk
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan inderawi untuk memberi makna pada lingkungan. Indikator dalam menilai persepsi yaitu sesuai teori atribusi adalah faktor internal dan eksternal dan juga bergantung kepada keunikan, konsensus dan konsistensi. Peran persepsi dalam suatu organisasi adalah sebagai alat dalam wawancara petugas, pengharapan kinerja, evaluasi kinerja dan upaya karyawan. Pada proses pengharapan dan evaluasi kinerja, persepsi merupakan hal yang penting. Persepsi juga berperan dalam pengambilan keputusan individu.
2.3.2. Sikap Sikap adalah keteraturan perasaan dan pikiran seseorang dan kecendrungan bertindak terhadap aspek lingkungannya (Milton, 1981). Sikap seseorang tercermin dari kecendrungan perilakunya dalam menghadapi suatu situasi lingkungan yang berhubungan dengannya. Adapun yang menjadi komponen sikap yaitu kognitif, afektif dan perilaku. Komponen kognitif sikap adalah segmen pendapat atau keyakinan dari sikap. Komponen afektif adalah komponen emosional atau perasaan seseorang. Komponen afektif dipelajari dari orang tua, teman, guru. Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sedangkan komponen perilaku sikap adalah maksud untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu. Dari batasan-batasan sikap menurut (Krech et al,1982), (Cambell, 1950), (Allpor, 1954), (Cardno, 1955)
Universitas Sumatera Utara
dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni: (1) kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek; (2) kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek; (3) kecenderungan untuk bertindak (trend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni : a. Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap berita bencana yaitu terlihat dari kesediaan dan perhatiannya terhadap berita di media serta seminar.
Universitas Sumatera Utara
b. Merespons (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut. c. Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan dan berdiskusi mengenai suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang petugas yang mengajak petugas atau pihak lain untuk menilai resiko bencana yang ada didaerahnya masing-masing serta melakukan mitigasi terhadap resiko bencana tersebut. d. Bertanggung Jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Adapun tipe-tipe sikap menurut Robbins adalah (1) kepuasan kerja yaitu merujuk kepada sikap umum individu terhadap pekerjaannya. Seorang yang memiliki sikap kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap dunia kerjanya; (2) Keterlibatan kerja yaitu mengukur derajat sejauh mana seseorang secara psikologis mengkaitkan dirinya dengan pekerjaannya dan menganggap tingkat kinerjanya penting bagi harga dirinya. Tingkat keterlibatan kerja yang tinggi terbukti berkaitan dengan rendahnya tingkat keabsenan dan pengunduran diri; (3) Komitmen pada
Universitas Sumatera Utara
organisasi yaitu suatu keadaan dimana karyawan mengkaitkan dirinya ke organisasi tertentu dan sasaran-sasarannya serta berharap mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi itu.
2.3.3. Kepribadian Kepribadian adalah cara dengan mana seseorang bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain (Robbins,1993). Menurut para psikolog, kepribadian adalah konsep dinamik yang menggambarkan pertumbuhan dan perkembangan keseluruhan sistem psikologis seseorang. Sedangkan menurut Allport dalam Robinns (2006:126) kepribadian adalah organisasi dinamik dalam individu yang memiliki sistem psikologis yang menentukan penyesuaian uniknya terhadap lingkungannya. Kepribadian manusia pada saat ini dipengaruhi oleh faktor keturunan, lingkungan dan diperlemah oleh kondisi situasi. Sampai saat ini belum dapat ditentukan faktor mana yang lebih dominan dalam mempengaruhi kepribadian namun, situasi merupakan faktor
yang selalu dapat mempengaruhi dampak
kepribadian dan lingkungan pada kepribadian. Indikator kepribadian yang paling banyak digunakan pada saai ini adalah indikator tipe Myers-Briggs (MBTI). MBTI merupakan tes kepribadian yang menggunakan empat karakteristik dan mengklasifikasikan orang ke dalam 1 sampai 16 tipe kepribadian. Sedangkan indikator lainnya adalah model “Lima Besar”. Faktor–faktor lima besar tersebut adalah ekstroversi, kemampuan untuk bersepakat, kemampuan untuk mendengarkan suara hati, stabilitas emosi dan keterbukaan dalam
Universitas Sumatera Utara
pengalaman. Dari beberapa hasil penelitian yang menghubungkan dimensi kepribadian dengan kinerja pekerjaan adalah bahwa individu yang dapat dipercaya, andal, dll, cendrung memiliki kinerja tinggi. Individu yang juga memiliki suara hati yang tinggi menyumbangkan kinerja tinggi. Atribut-atribut kepribadian utama yang mempengaruhi perilaku individu adalah lokus kendali, machiavelliansime, harga diri, pemantauan diri, pengambilan resiko dan kepribadian tipe A. Namun dalam suatu sistem penanggulangan bencana, atribut–atribut kepribadian ini tidak sesuai oleh karena konsep penanggulangan bencana adalah konsep sosial. Penyesuaian syarat-syarat pekerjaan dengan karakteristik kepribadian diungkapkan dengan sangat baik dalam teori kecocokan kepribadian – pekerjaan yang dikemukaakan oleh John Holland. Holland menyajikan enam tipe kepribadian dan mengemukakan bahwa kepuasan dan kecendrungan untuk meninggalkan pekerjaan tergantung pada sejauh mana individu tersebut berhasil mencocokkan kepribadian mereka dengan lingkungan pekerjaan. Hubungan antara tipologi kepribadian dan pekerjaan yang kongruen dari Holland dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.1 Tipologi kepribadian dan pekerjaan yang kongruen dari
Holland dikutip
dari Robbins (2006:140)
Universitas Sumatera Utara
Tipe
Ciri kepribadian
Pekerjaan yang kongruen
Realistis yaitu lebih menyukai
Pemalu, tulus, stabil, patuh,
Mekanik,
kegiatan-kegiatan fisik yang
praktis
operator
mensyaratkan keterampilan,
pengeboran,
kekuatan dan koordinasi
pekerja lini perakitan, petani
Investigasi yaitu lebih menyukai
Ahli biologi,
kegiatan- kegiatan yang
Analitik,tulus, penasaran,
ekonom, ahli
melibatkan pemikiran,
independen
matematika,
pengorganisaian dan
reporter berita
pemahaman Pekerja sosial, Sosial yaitu lebih menyukai
guru,
kegiatan- kegiatan yang
Supel, ramah, kooperatif,
konsultan,
melibatkan pemberian
memahami
psikolog klinis
pertolongan dan pengembangan orang lain
Universitas Sumatera Utara
Konvensional yaitu lebih
Akuntan,
menyukai kegiatan -kegiatan
manajer
yang berperaturan, tertata dan
Patuh, efisien, praktis, tidak
korporasi,
tidak bermakna ganda
imajinatif, tidak fleksibel
kasir bank, petugas
Inovatif yaitu lebih menyukai
administrasi
aktivitas verbal yang didalamnya terdapat peluang
Percaya diri, ambisius, enerjik,
Pengacara,
untuk mempengaruhi orang lain
mendominasi
agen real estat,
untuk meraih kesuksesan
spesialis hubungan masyarakat
Artistik yaitu lebih menyukai aktivitas – aktivitas yang bermakna ganda yang
Imajinatif, tidak tertata,
memungkinkan ekspresi kreatif
idealistis, emosional dan tidak
Pelukis,musisi,
praktis
penulis, piñata interior
Sumber: Robbins (2006:140)
Universitas Sumatera Utara
Dari tabel di atas terdapat tiga poin utama yaitu : (1) terdapat perbedaanperbedaan intrinsik dalam kepribadian di kalangan individu; (2) terdapat jenis-jenis pekerjaan yang berbeda; (3) orang dalam lingkungan-lingkungan yang kongruen dengan tipe kepribadian mereka akan lebih puas dan berpeluang lebih kecil untuk mengundurkan diri dibandingkan dengan orang yang menduduki pekerjaan yang tidak kongruen.
2.3.4. Belajar Belajar adalah mengambil tanggapan-tanggapan dan menghubungkan tanggapan-tanggapan dengan mengulang-ulang. Tanggapan-tanggapan tersebut diperoleh melalui pemberian stimulus atau rangsangan-rangsangan. Makin banyak dan sering diberikan stimulus maka makin memperkaya tanggapan pada subjek belajar. Sedangkan yang dimaksud dengan pembelajaran menurut Robbins (2006:56) adalah setiap perubahan perilaku yang relatif permanen yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran melibatkan perubahan dan perubahan tersebut harus relatif permanen dan pembelajaran berlangsung ketika terjadi perubahan tindakan. Adapun teori proses belajar adalah sebagai berikut : a.
Teori stimulus dan transformasi Perkembangan teori proses belajar yang ada dapat dikelompokkan kedalam 2
kelompok besar, yakni stimulus-respons yang kurang memperhitungkan faktor internal dan teori transformasi yang telah memperhitungkan faktor internal. Teori
Universitas Sumatera Utara
stimulus kurang memperhitungkan faktor internal yang terjadi pada subjek belajar. Kelompok teori proses belajar yang kedua sudah memperhitungkan faktor internal, antar lain : 1) Teori transformasi yang berlandaskan pada psikologi kognitif seperti yang dirumuskan oleh Neiser, yang mengatakan bahwa proses belajar adalah transformasi dari masukan (input) kemudian input tersebut direduksi, diuraikan, disimpan, ditemukan kembali dan dimanfaatkan. Transformasi dari input sensoris bersifat aktif melalui proses seleksi untuk dimasukkan ke dalam ingatan (memory). Meskipun teori ini dikembangkan berdasarkan psikologi kognitif tetapi tidak membatasi penelaahannya pada domain pengetahuan (kognitif) saja tetapi juga meliputi domain yang lain (afektif dan psikomotor). Para ahli psikologi kognitif juga memperhitungkan faktor eksternal dan internal dalam mengembangkan teorinya. Mereka berpendapat bahwa kegiatan belajar merupakan proses yang bersifat internal dimana setiap proses tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, antara lain metode pengajaran. 2) Teori Gestalt mendasarkan pada teori belajar pada psikologi Gestalt yang beranggapan bahwa setiap fenomena terdiri dari suatu kesatuan esensial yang melebihi jumlah unsur-unsurnya. Bahwa keseluruhan itu lebih daripada bagianbagiannya. Didalam peristiwa belajar, keseluruhan situasi belajar itu amat penting karena belajar merupakan interaksi antara subjek belajar dengan lingkungannya. Selanjutnya para ahli psikologi Gestalt tersebut menyimpulkan, seseorang dikatakan belajar bila ia memperoleh pemahaman (insight) dalam
Universitas Sumatera Utara
situasi problematis. Pemahaman itu ditandai dengan adanya : (1) suatu perubahan yang tiba-tiba dari keadaan yang tak berdaya menjadi keadaan yang mampu menguasai atau memecahkan masalah (problem); (2) adanya retensi; (c) adanya peristiwa transfer. Pemahaman yang diperoleh dari situasi, dibawa dan dimanfaatkan atau ditransfer ke dalam situasi lain yang mempunyai pola atau struktur yang sama atau hampir sama secara keseluruhannya (bukan detailnya). b.
Teori-teori belajar sosial (Social learning) Untuk melangsung kehidupan, manusia perlu belajar. Dalam hal ini ada 2 macam
belajar, yaitu belajar secara fisik, misalnya menari, olah raga, mengendarai mobil, dan sebagainya serta belajar psikis. Dalam belajar psikis ini termasuk juga belajar sosial (social learning) dimana seseorang mempelajari perannya dan peran-peran orang lain dalam konteks sosial. Selanjutnya orang tersebut akan menyesuaikan tingkah lakunya dengan peran orang lain atau peran sosial yang telah dipelajari. Cara yang sangat penting dalam belajar sosial menurut teori stimulus-respons adalah tingkah laku tiruan (imitation). Teori dengan tingkah laku tiruan yang penting disajikan disini adalah teori dari Millers, NE dan Dollard, serta teori Bandura A. dan Walter RH. 1) Teori belajar sosial dan tiruan dari Millers dan Dollard Pandangan Millers dan Dollard bertitik tolak pada teori Hull yang kemudian dikembangkan menjadi teori tersendiri. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu merupakan hasil belajar. Oleh karena itu untuk memahami tingkah laku sosial dan proses belajar sosial, kita harus mengetahui prinsip-prinsip psikologi
Universitas Sumatera Utara
belajar. Prinsip belajar itu terdiri dari 4, yakni dorongan (drive),
isyarat (cue),
tingkah laku balas (respons), dan ganjaran (reward). Keempat prinsip ini saling mengait satu sama lain, yaitu dorongan menjadi isyarat, isyarat menjadi respons, respons menjadi ganjaran, dan seterusnya. Dorongan adalah rangsangan yang sangat kuat terhadap organisme (manusia) untuk bertingkah laku. Stimulus-stimulus yang cukup kuat pada umumnya bersifat biologis seperti lapar, haus, seks, kejenuhan, dan sebagainya. Stimulus-stimulus ini disebut dorongan primer yang menjadi dasar utama untuk motivasi. Menurut Miller dan Dollard semua tingkah laku (termasuk tingkah laku tiruan) didasari oleh dorongan-dorongan primer ini. Isyarat adalah rangsangan yang menentukan bila dan dimana suatu respons akan timbul dan terjadi. Isyarat ini dapat disamakan dengan rangsangan diskriminatif. Didalam belajar sosial, isyarat yang terpenting adalah tingkah laku orang lain, baik yang langsung ditujukan orang tertentu maupun yang tidak, misalnya anggukan kepala merupakan isyarat untuk setuju, uluran tangan merupakan isyarat untuk berjabat tangan. Mengenai tingkah laku balas (respons), mereka berpendapat bahwa manusia mempunyai hirarki bawaan tingkah laku. Pada saat manusia dihadapkan untuk pertama kali kepada suatu rangsangan tertentu maka respons (tingkah laku balas) yang timbul didasarkan pada hirarki bawaan tersebut. Setelah beberapa kali terjadi ganjaran dan hukuman maka tingkah laku balas yang sesuai dengan faktor-faktor penguat tersebut disusun menjadi hirarki resultan (resultant hierarchy of respons). Disinilah pentingnya belajar dengan coba-coba dan ralat (trial and error learning). Dalam tingkah laku sosial, belajar coba-ralat dikurangi dengan belajar tiruan dimana
Universitas Sumatera Utara
seseorang tinggal meniru tingkah laku orang lain untuk dapat memberikan respons yang tepat. Sehingga ia tidak perlu membuang waktu untuk belajar dengan coba-ralat. Ganjaran adalah rangsang yang menetapkan apakah tingkah laku balas diulang atau tidak dalam kesempatan yang lain. Menurut Miller dan Dollard ada 2 reward atau ganjaran, yakni ganjaran primer yang memenuhi dorongan-dorongan primer dan ganjaran sekunder yang memenuhi dorongan-dorongan sekunder. 2) Teori Belajar Sosial dari Bandura dan Walter Teori belajar sosial yang dikemukakan Bandura dan Walter ini disebut teori proses pengganti. Teori ini menyatakan bahwa tingkah laku tiruan adalah suatu bentuk asosiasi dari rangsang dengan rangsang lainnya. Penguat (reinforcement) memang memperkuat tingkah laku balas (respons) tetapi dalam proses belajar sosial, hal ini tidak terlalu penting. Aplikasi teori ini adalah apabila seseorang melihat suatu rangsang dan ia melihat model bereaksi secara tertentu terhadap rangsang itu maka dalam khayalan atau imajinasi orang tersebut, terjadi rangkaian simbol-simbol yang menggambarkan rangsang dari tingkah laku tersebut. Rangkaian simbol-simbol ini merupakan pengganti dari hubungan rangsang balas yang nyata dan melalui asosiasi, si peniru akan melakukan tingkah laku yang sama dengan tingkah laku model. Terlepas dari ada atau tidak adanya rangsang, proses asosiasi tersembunyi ini sangat dibantu oleh kemampuan verbal seseorang. Selain dari itu, dalam proses ini tidak ada cara-coba dan ralat (trial and error) yang berupa tingkah laku nyata karena semuanya berlangsung secara tersembunyi dalam diri individu. Hal yang penting disini adalah pengaruh tingkah laku model pada tingkah laku peniru. Menurut Bandura, pengaruh
Universitas Sumatera Utara
tingkah laku model terhadap tingkah laku peniru ini dibedakan menjadi 3 macam, yakni : a) Efek modeling (modelling effect), yaitu peniru melakukan tingkah-tingkah laku baru melalui asosiasi sehingga sesuai dengan tingkah laku model. b) Efek menghambat (inhibition) dan menghapus hambatan (disinhibition) dimana tingkah-tingkah laku yang tidak sesuai dengan tingkah laku model dihambat timbulnya sedangkan tingkah laku yang sesuai dengan tingkah laku model dihapuskan hambatannya sehingga timbul tingkah laku yang dapat menjadi nyata. c) Efek kemudahan (facilitation effect), yaitu tingkah-tingkah laku yang sudah pernah dipelajari oleh peniru lebih mudah muncul kembali dengan mengamati tingkah laku model. Akhirnya Bandura dan Walter menyatakan bahwa teori proses pengganti ini dapat pula menerangkan gejala timbulnya emosi pada peniru yang sama dengan emosi yang ada pada model. Contohnya seseorang yag mendengar atau melihat gambar tentang kecelakaan yang mengerikan maka ia berdesis, menyeringai bahkan sampai menangis ikut merasakan penderitaan tersebut. 2.3.5. Motivasi Motivasi adalah faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkan mengarahkan perilakunya untuk memenuhi tujuan tertentu. Proses timbulnya motivasi seseorang merupakan gabungan dari konsep kebutuhan, dorongan, tujuan dan imbalan. Proses motivasi terdiri dari beberapa tahapan proses sebagai berikut; pertama, munculnya suatu kebutuhan yang belum terpenuhi
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan adanya ketidakseimbangan dalam diri seseorang dan berusaha menguranginya dengan berperilaku tertentu. Kedua, seseorang mencari cara untuk memuaskan keinginan tersebut. Ketiga, seseorang mengarahkan perilakunya kearah pencapaian tujuan atau prestasi dengan cara-cara yang dipilihnya dengan didukung oleh kemampuan, keterampilan maupun pengalamannya. Keempat, penilaian prestasi dilakukan oleh diri sendiri atau orang lain (atasan) tentang keberhasilannya dalam mencapai tujuan. Kelima, imbalan atau hukuman yang diterima atau dirasakan tergantung kepada evaluasi prestasi yang dilakukan. Keenam, akhirnya seseorang menilai sejauh mana perilaku dan imbalan telah memuaskan kebutuhannya. Jika siklus motivasi tersebut telah memuaskan kebutuhannya, maka suatu keseimbangan atau kepuasan atas kebutuhan tertentu dirasakan. Motivasi juga dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan antusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: (1) durasi kegiatan; (2)
Universitas Sumatera Utara
frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (output) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan. Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain : (1) teori Abraham H. Maslow (teori kebutuhan); (2) Teori McClelland (teori kebutuhan berprestasi); (3) teori Clyton Alderfer (teori ERG); (4) teori Herzberg (teori dua faktor); (5) teori keadilan; (6) teori penetapan tujuan; (7) Teori Victor H. Vroom (teori harapan); (8) teori penguatan dan modifikasi perilaku; dan (9) teori kaitan imbalan dengan prestasi. (disarikan dari berbagai sumber : Winardi, 2001:69-93; Sondang P. Siagian, 286-294; Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono,183-190, Fred Luthan,140-167)
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Jenis- jenis teori motivasi
Jenis Teori Kepuasan
Karakteristik Berkaitan
dengan
Teori faktor- Teori hierarki kebutuhan
faktor yang membangkitkan Teori Erg atau memulai perilaku
Teori dua faktor Teori kebutuhan akan prestasi
Teori Proses
Teori pengharapan Berkaitan dengan bagaimana Teori keadilan perilaku diarahkan,
digerakkan, Teori penguatan didukung
atau Teori penetapan tujuan
dihentikan
Sumber: Robbins (2006) 2.4.
Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana Banjir Bencana sesuai dengan Undang–Undang RI No.24 tahun 2007 adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
Universitas Sumatera Utara
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana banjir merupakan salah satu bencana alam yang memiliki intensitas tinggi. Konfrensi Sedunia tentang peredeman bencana memiliki lima prioritas aksi yaitu : (1) memastikan bahwa peredaman resiko bencana merupakan sebuah prioritas nasional dan lokal dengan dasar kelembagaan yang kuat untuk pelaksanaannya; (2) mengindentifikasi,
menjajaki
dan
memonitor
resiko-resiko
bencana
dan
meningkatkan peringatan dini; (3) menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat; (4) meredam faktor-faktor resiko yang mendasari; (5) memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana demi respon yang efektif di semua tingkat. Penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan suatu manajemen pelayanan publik yang harus ditingkatkan kualitasnya baik dalam segi waktu, kenggulan produk pelayanan sendiri, pengurangan biaya untuk memperoleh pelayanan serta perlakuan yang semakin menempatkan konsumen atau rakyat sebagai pihak yang memiliki martabat (Saefudin,1994:2 dalam waluyo,2007:132). Penyelenggaraan penanggulangan bencana menurut UU No.24 Tahun 2007 adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi. Badan
Nasional
Penanggulangan
Bencana
(BNPB)
adalah
lembaga
pemerintah non departemen yang menggantikan Satkorlak PB ditingkat pusat. BNPB mempunyai tugas : (1) memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha
Universitas Sumatera Utara
penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara; (2) menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan
perundangundangan;
(3)
menyampaikan
informasi
kegiatan
penanggulangan bencana kepada masyarakat; (4) melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Presiden setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan
setiap
saat
dalam
kondisi
darurat
bencana;
(5)
menggunakan
dan
mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan nasional dan internasional; (6) mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; (7) melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundangundangan; dan (8) menyusun pedoman pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) (PP No. 08. 2008). Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya BNPB dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. BNPB terdiri atas : kepala, unsur pengarah penanggulangan bencana dan unsur pelaksana penanggulangan bencana. Dalam suatu siklus manajemen bencana memiliki tiga tahapan yaitu pra, saat tanggap darurat dan pasca bencana sesuai dengan UU No.24 Tahun 2007 pasal 33. Kesiapsiagaan merupakan suatu fase prabencana yang dilakukan pada situasi terdapat potensi bencana (UU No.24 Tahun 2007, pasal 44). Kesiapsiagaan menurut UU No.24 Tahun 2007, bab 1 pasal 1 ayat 7 adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Menurut Susetyo, kesiapsiagaan adalah setiap aktivitas
Universitas Sumatera Utara
sebelum terjadinya bencana yang bertujuan untuk mengembangkan kapabilitas operasional dan memfasilitasi respon yang efektif ketika suatu bencana terjadi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada fase kesiapsiagaan bencana banjir sesuai pedoman penanggulangan banjir yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Banjir (BAKORNAS PB) adalah (1) pemantauan cuaca; (2) pemantauan debit air sungai; (3) pengamatan peringatan dini; (4) penyebaran informasi; (5)
inventarisasi kesiapsiagaan; (6) penyiapan peta rawan banjir; (7)
penyiapan sumberdaya untuk tanggap darurat; (8) penyiapan alat-alat berat dan bahan banjiran; (9) penyiapan pompa air, mobil tangki air dan mobil tinja; (10) penyiapan tenaga medis dan paramedis dan ambulans; (11) penyiapan jalur evakuasi dan lokasi penampungan; (12) penyiapan keamanan. Adapun kegiatan kesiapsiagaan secara umum adalah : (1) kemampuan menilai resiko; (2)
perencanaan siaga; (3) mobilisasi sumberdaya; (4)
pelatihan; (5) koordinasi; (6) mekanisme respon; (7)
pendidikan dan
manajemen informasi; (8)
gladi/ simulasi. Penjelasan dari hal–hal di atas adalah sebagai berikut : analisa resiko bencana meliputi identifikasi ancaman (hazard), kerentanan (vulnerability), analisis resiko bencana, penentuan tingkat resiko, pembuatan peta resiko bencana. Rencana kontinjensi meliputi menentukan suatu ancaman, membuat skenario kejadian, menyusun kebijakan penanganan, mengkaji kebutuhan, inventarisasi sumberdaya, pembuatan perencanaan setiap sektor, uji kaji dan kemutakhirkan. Mobilisasi sumberdaya meliputi : inventarisasi semua sumberdaya yang dimiliki oleh
Universitas Sumatera Utara
daerah/sektor, identifikasi sumberdaya yang tersedia dan siap digunakan, identifikasi sumberdaya dari luar yang dapat dimobilisasi untuk keperluan darurat. Pendidikan dan pelatihan meliputi : melakukan pendidikan di sekolah-sekolah, melakukan pelatihan secara kontinu yaitu manajerial dan teknis operasional. Koordinasi meliputi membentuk forum koordinasi, menyelenggarakan pertemuan berkala secara rutin, saling bertukar informasi, menyusun rencana terpadu. Peringatan dini meliputi : penyampaian informasi yang tepat waktu dan efektif, melalui kelembagaan yang jelas, sehingga memungkinkan setiap individu yang terancam bahaya dapat mengambil langkah untuk menghindari atau mengurangi resiko dan mempersiapkan diri untuk melakukan upaya tanggap darurat yang efektif. Mekanisme respon yaitu menyiapkan posko, menyiapkan Tim Reaksi Cepat (TRC), mempunyai prosedur tetap, menentukan incident commander, melakukan upaya penanganan di luar prosedur rutin. Manajemen informasi meliputi : menciptakan sistem yang mudah diakses, dimengerti dan disebarluaskan, informasi yang disampaikan harus : akurat (accurate), tepat waktu (timely), dapat dipercaya, mudah dikomunikasikan. Gladi/simulasi meliputi : untuk menguji tingkat kesiapsiagaan, perlu dilakukan uji lapangan berupa gladi atau simulasi. Gladi atau simulasi harus dilakukan secara berkala, agar masyarakat dapat membiasakan diri. Strategi kesiapsiagaan memiliki tiga fokus yaitu : rencana teknis, manajemen logistik dan pelatihan (Canton, 2007 : 184). Rencana Teknis terdiri dari rencanarencana dan prosedur penting untuk mendukung strategi. Hal ini mencakup rencana
Universitas Sumatera Utara
teknis pada kondisi emergensi, pemulihan dan mitigasi. Manajemen logistik merupakan respon dari sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Perubahan paradigma penanggulangan bencana yaitu tidak lagi memandang penanggulangan bencana merupakan aksi pada saat situasi tanggap darurat tetapi penanggulangan bencana lebih diprioritaskan pada fase pra bencana yang bertujuan untuk mengurangi resiko bencana. Sehingga semua kegiatan yang berada dalam lingkup prabencana lebih diutamakan.
2.5.
Landasan Teori Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun
kualitas dalam suatu organisasi (Ilyas, 2001). Sedangkan menurut Mangkunegara (2000), kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Kinerja merupakan tolak ukur keberhasilan suatu organisasi. Pencapaian kinerja organisasi tidak terlepas oleh kinerja individu atau petugasnya. Untuk itu diperlukan evaluasi terhadap kinerja petugas jika dalam suatu organisi terdapat kinerja yang tidak optimal. Model teori kinerja Gibson (1987), bahwa kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor individu, psikologis dan organisasi. Adapun yang termasuk ke dalam faktor individu adalah kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografi. Faktor psikologis terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, pembelajaran dan motivasi.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan faktor organisasi terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur dan job design. Faktor psikologi yang akan diteliti meliputi persepsi, sikap, kepribadian, pembelajaran dan motivasi. Persepsi adalah proses yang digunakan individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan. Teori atribusi merupakan teori penilaian persepsi yang didasarkan atas faktor eksternal dan internal. Perilaku ini juga meliputi tiga hal yaitu; (1) keunikan; (2) konsensus; (3) konsistensi. Sikap adalah keteraturan perasaan dan pikiran seseorang dan kecendrungan bertindak terhadap aspek lingkungannya (Milton, 1981). Komponen sikap yaitu afektif, kognitif dan perilaku. Sikap juga memiliki tiga tipe menurut Robbins yaitu (1) kepuasan kerja yaitu merujuk kepada sikap umum individu terhadap pekerjaannya. Seorang yang memiliki sikap kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap dunia kerjanya; (2) keterlibatan kerja yaitu mengukur derajat sejauh mana seseorang secara psikologis mengkaitkan dirinya dengan pekerjaannya dan menganggap tingkat kinerjanya penting bagi harga dirinya. Tingkat keterlibatan kerja yang tinggi terbukti berkaitan dengan rendahnya tingkat keabsenan dan pengunduran diri; (3) komitmen pada organisasi yaitu suatu keadaan dimana karyawan mengkaitkan dirinya ke organisasi tertentu dan sasaran-sasarannya serta berharap mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi itu. Kepribadian adalah cara dengan mana seseorang bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain (Robbins,1993). Penyesuaian syarat-syarat pekerjaan dengan
Universitas Sumatera Utara
karakteristik kepribadian diungkapkan dengan sangat baik dalam teori kecocokan kepribadian – pekerjaan yang dikemukaakan oleh John Holland. Motivasi juga dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan antusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Keterangan diatas dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.4. Model teori kinerja gibson (1985)
Universitas Sumatera Utara
2.6.
Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan landasan teori, dapat dirumuskan kerangka konsep penelitian: Variabel Independen
Variabel Dependen
Faktor individu petugas Satlak PB 1.Kemampuan
Kinerja
Faktor psikologis petugas Satlak PB 1. 2. 3. 4.
Persepsi Sikap Kepribadian Belajar
Gambar 2.5. Kerangka konsep penelitian
Universitas Sumatera Utara