I
l58�i \JMt) LAPORAN PENELITlAN RIS:ET PEMBINAAN
IPTEKDOY.: 2011
Efek a.-Mangostin. Sebarai Antiapoptosis EndotheU.11 Pn:Jgeuitor Cell Akibat Psparan Ctrboxy Methyl Lysine Meb1ai Pathway Receptc�r Fer Advanced Glycation End Products
(RAGE)
\
FAKUIJTAS l'�EDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURJ'-T
... �iANTAN SELATAN BANJAHUA:'-l.U, KAJ
2011
LAPORAN PENELITIAN RISET PEMBINAAN IPTEKDOK 2011
Efek a-Mangostin Sebagai Antiapoptosis Endothelial Progenitor Cell Akibat Paparan Carboxy Methyl Lysine Melalui Pathway Receptor For Advanced Glycation End Products (RAGE)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBAR�KALDdANTAN SELATAN 2011
Peneliti:
Bambang Setiawan, Bagian Kimia Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, Kalimantan Selatan
Dian Nugrahenny, Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur
Agus Yuwono, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, RSliD Ulin, Fak:ultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Kalimantan Selatan
Supervisor: Nur Permatasari, Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang. Jawa Timur
DAFTARISI
BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................... ....
1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................
4
BAB III. HASIL.............................................................................................................
31
BAB IV. PEMBAIIASAN. ........... .................. ...................................:.......................... .
.
BAB V. PENUTUP........................................................................................................
35
38
BABI PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Patomekanisme yang berperan pada munculnya komplikasi vaskuler pada penderita diabetes melitus merupakan mekanisme yang kompleks dan mungkin diperantarai oleh faktor
vaskuler, neuronal, seluler, dan imun. Saat ini diketahui ada dua teori dasar patogenesis angiopati diabetes yaitu hipotesis genetik dan hipotesis metabolik. Beberapa hasi l penelitian memperkuat hipotesis metabolik yang lebih didasarkan pada pengaruh hiperglikemia terhadap sistem vaskuler (Bonnefont-Rousselot, 2002).
Endothelial progenitor cells (EPC) adalah subset sel hematopoetik yang ditemukan di
sumsum tulang dan sirkulasi (Smart & Riley, 2008) memiliki karak.teristik seperti sel punca (stem cell),
namun memiliki kemampuan proliferasi dan diferensiasi yang
lebih terbatas. Sel
ini bersifat unipoten, yaitu dapat berdiferensiasi menjadi sel endotel matang. EPC memiliki
peran penting dalam pembentukan pembuluh darah dan remodelisasi sel endotelial pada pembuluh darah yang mengalami kerusakan (Barber, 2006). Peremajaan endotelium oleh EPC yang bersirkulasi menyajikan pendekatan terbaru dalam pencegahan disfungsi endotel akibat
komplikasi diabetes. Meskipun demikian, pada kondisi hiperglikemia terdapat
kemungkinan terjadi peningkatan apoptosis EPC sehingga mengganggu rejuvenasi set endotel. Salah satu bahan yang diduga mampu memicu apoptosis EPC pada diabetes adalah
Advanced Glycation Endproducts (AGEs) (Werner & Nickenig, 2006).
Advanced glycation end products {AGEs) merupakan kumpulan berbagai
senyawa kimia yang terbentuk akibat adanya perubahan struktur
serta ikatan
macam
silang (cross
link) antara gtukosa dan protein. AGEs secara normal sebenarnya terdapat di datam tubuh dan
akan terakumulasi pada berbagai organ seiring dengan meningkatnya usia. Dari luar tubuh,
kadar tinggi pada berbagai jenis makanan yang dipersiapkan datam AGEs dari makanan dapat diabsorbsi oleh traktus gastrointestinal. Selain
AGEs ditemukan dalam suhu yang tinggi.
itu, AGEs juga meningkat secara endogen dari dalam tubuh terutama pada individu dengan hiperglikemia atau diabetes (Semba et al, 2009). RAGE berfungsi sebagai reseptor transduksi
sinyal yang memediasi ikatan AGEs pada permukaan sel dan mengaktivasi mekanisme sinyal transduksi intraseluler. Salah satu jalur gangguan seluler yang bergantung RAGE
termasuk
aktiva<�i p2l ras, yang diikuti oleh aktiva<�i mitogen-activated protein (MAP) kinase dan translokasi nuklear
dari
faktor transkripsi NF-kB yang menghasilkan transkripsi
dari
target 1
gen. Deplesi glutation endogen intraseluler oleh L-butionin-(S,R)-sulfoximine meningkatkan aktivasi p21 ras sebagai konsekuensi interaksi AGEs-RAGE yang konsisten dengan mekanisme yang dimediasi oieh stres oksidatif. Dilibatkannya RAGE oleh AGEs akan memicu produksi senyawa oksigen reaktif dengan cepat melalui aktivasi NADPH oxidase dan up-regulation jalur inflamasi. Reaksi ini menghasilkan dampak yang signifikan dalam
EPC, dengan menstimulasi proses-proses yang terkait dengan inflamasi dan konsekuensinya
(Schmidt et al, 1999). Berbagai penelitian yang melihat apoptosis pada EPC akibat paparan AGEs telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian Shen et al (2009) membuktikan bahwa peningkatan apoptosis EPC terjadi pada paparan AGEs 200 mglmL. Apoptosis tersebut terjadi diiringi oleh penurunan pelepasan nitrit oksida (NO) dan ek..c;s;pre i Bcl-2 serta
peningkatan ekspresi COX-2, Bax, NF-kB dan caspase-3 secara bermakna yang bergantung lama paparan. Perubahan
ini
secara bermakna dapat ditekan melalui praperlak.uan dengan
berbagai inhibitor MAPK (ERK/P38/JNK). Pada penelitian Schuebel et a/ (2006) telah dibuktikan bahwa AGEs mampu memicu gangguan fungsional sel CD34 berupa gangguan proliferasi pada AGEs kadar 2
atau
20 �glmL dan aktivasi apoptosis pada AGEs kadar 200
�g/mL. Carboxy Methyl Lysine (CML) adalah produk degradasi dari produk Amadori sebagai
struktur utama AGEs yang dibentuk dan terak.umulasi di jaringan tubuh manusia dan binatang selama proses menua dan berbagai status penyakit (Kobayashi et al, 2007). CML juga
terbentuk di luar tubuh pada saat pemrosesan makanan. Pada penelitian Uribarri et a/ (2009) yang membandingkan kadar CML pada kelompok umur <45 tahun dengan kelompok umur >60 tahun ditemukan bahwa
kadar CML lebih tinggi pada kelompok umur >60 tahun yang
tidak bergantung jenis kelamin. Mekanisme yang menyatakan bahwa AGEs merupakan inisiator apoptosis berasal dari penelitian in vitro yang melibatkan mekanisme peningkatan stres oksidatif, jalur caspase sitoplasmik atau mitokondria, atau induksi sitokin proapoptosis. Dengan demikian, perlu dilakukan upaya pencarian bahan herbal yang berfungsi untuk menghambat mekanisme diatas. Chin et al (2008) diungkapkan bahwa a-mangostin menunjukkan aktivitas scavenging terhadap radikal hidroksil (ICso
=
0,2 j.tg/mL). Jung et al (2006) membuktikan bahwa a
mangostin mempunyai kemampuan scavenging peroksinitrit sebagai produk reaksi radikal superoksida dengan nitrit oksida. Penelitian Williams et al (1994) mangostin menurunkan oksidasi LDL
menemukan
bahwa a
ia yang diinduksi oleh cupper dan radikal
manus
2
peroksil. Mahabusarakam et a/ (2000) juga menemukan aktivitas a-mangostin dan derivat sintetisnya mencegah
penurunan
konsumsi a-tokoferol yang diinduksi oleh oksidasi LDL.
Chonmawang et al (2007) membuktikan bahwa a-mangostin
pu menurunkan produksi
mam
TNF-a pada inflamasi. Melihat potensi farmakologisnya yang bersifat antioksidan dan antiinflamasi, diduga a-mangostin mampu betperan sebagai antiapoptosis pada endothelial progenitor cell akibat paparan Carboxy Methyl Lysine sehingga perlu dilakukan sebuah penelitian.
1.2 Tujuan penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan
untuk
mempelajari efek mangostin sebagai
antiapoptosis endothelial progenitor cell akibat paparan carboxy methyl lysine melalui pathway receptor for advanced glycation endproducts (RAGE). Secara khusus, penelitian ini bertujuan
untuk
a) menentukan dosis non apoptosis
paparan mangostin terhadap endothelial progenitor cell; b) menentukan efek antiapoptosis mangostin pada endothelial progenitor cell yang terpapar carboxy methyl ly sine melatui pengukuran 1) ekspresi receptor for advanced glycation end products; 2)
kadar
hidrogen
peroksida: 3) ekspresi caspase 8; 4) ekspresi caspase-9; 5) ekspresi caspase-3; 6) ekspresi -
TNF-a
3
J.# :Jl£ -= ;!t �! b.. �.E.!� .! __ ---= - --� ------- - -- ----
- � -_! _ - ---=-
-
-
-
-
'ii--
BABll TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Advanced Glycation End Products (AGEs) 2.1.1 Mekanisme pembentukan AGEs
Advanced glycation end products (AGEs) merupakan kumpulan berbagai macam senyawa kimia yang terbentuk akibat adanya perubahan
struktur serta ikatan silang (cross
link) antara gugus aldehid gula pereduksi dengan gugus amino dari protein. AGEs secara
normal terdapat di dalam tubuh dan akan terakumulasi pada berbagai organ seiring dengan meningkatnya usia (Akagawa
et al, 2002; Oya et al, 1999; Kobayashi et al, 2005; Krone et
a/, 2004; Shoda eta/, 1997). Pada keadaan hiperglikemia, produksi berbagai gula antara lain glukosa, glukosa-6-
fosfat,
dan fruktosa, akan meningkat melalui proses glikolisis dan jalur polioL Glukosa
sebagai gula pereduksi dapat menjadi agen yang bersifat toksik. Sifat toksik tersebut disebabkan oleh kemampuan kimiawi gugus karbonil aldehid yang dimilikinya. Meskipun sebagian besar keberadaan gula pereduksi dalam larutan sebagai struktur cincin non-aldehid, glukosa dalam bentuk rantai lurusnya merupakan aldehid (Rahbani-Nobar
et a/, 1999).
Aldehid merupakan senyawa yang mampu berikatan secara kovalen sehingga terjadi modifl.kasi protein. Modifikasi tersebut dapat dibangkitkan dalam tubuh melalui berbagai mekanisme enzimatik dan non-enzimatik (Anderson senyawa
yang
mampu berikatan secara kovalen
et a/, 1999). Aldehid merupakan
sehingga terjadi
modifikasi
membentuk basa Schiff, produk amadori dan selanjutnya AGEs (gambar
protein
1). Selain glukosa,
semua jenis gula pereduksi juga mampu menyelenggarakan reaksi glikasi pada bermacam protein. AGEs dibentuk melalui reaksi kondensac;; i non enzimatik antara gula pereduksi dengan gugus amino atau gugus N terminal. Modifikasi glikasi asam
amino
amino
ini cenderung terjadi pada
lysine dan arginine m�skipun dapat juga berlangsung pada gugus amino
lain.
Selain
protein,
target
kerusakan
fosfatidiletanolamin, dan DNA (Rahbani-Nobar et al,
Jain
adalah
lipid-amino
asam
seperti
1999).
Reaksi pengikatan aldehid pada protein dikenal sebagai reaksi glikasi. Reaksi ini memiliki kemaknaan patologis yang besar. Berbagai contoh reaksi glikasi protein antara lain hemoglobin glikosilat, albumin, dan kristal lensa mata. Reaksi secara non-enzimatik glukosa
darah dengan protein di dalam tubuh akan berlanjut sebagai reaksi browning dan oksidasi.
Reaksi tersebut selanjutnya dapat menyebabkan akumulasi modifikasi kimia protein jaringan
4
(Haffner, 1999). Pada binatang coba diabetes, proses glikasi dapat teramati secara luas pada berbagai organ dan jaringan
termasuk ginjal, hati, otak, paru, juga saraf (Oldfield et a/, 2001).
Secara keseluruhan perubahan kimia
ini
dikenal sebagai reaksi
2001).
!1 'iH �H O �OH--
OH HO
t
t
Maillard
(Beckman et a/,
_1 '{i �H l'l�('..f f •
C.'h 110
gtuco�c
'1 fH 'r O H f'J -yy'H 0 HO Amadori
t
oxidatu:·n. catalyzed by e.g
+
rcaclovo
/ �
L-A.rg
·c ....
• •
m�t�tls
lnlcrnH!diates
1-N>H �v HO I/[)-.( � NH
t ra�sit�n
0H
••
pento!>idine
va.rtous
un•acntataoo
cros..c;Hnks
Gambar 2.1 Reaksi kimia pembentukan Advanced Glycation End Product (AGEs). Reaksi pembentukan AGEs diawali oleh reaksi antara gugus aldehid glukosa dengan gugus amino protein membentul basa Schiff, produk Amadori kemudian AGEs (Munch et a/, 1997).
Reaksi Maillard dapat tetjadi pada kondisi penuaan fisiologis in vivo sebaik kondisi in vitro serta meningkat pada keadaan hiperglikemia (Ueno et a/, 2002; Oldfield et a/, 2001), Disamping itu, juga berkaitan dengan komplikasi kronik diabetes mellitus (Ueno et al, 2002). Reaksi ini
secara
umum
terdiri atas empat tahap, yaitu (Niwa et a/, 1997; Miyata et a/, 1996)
1. Ik.atan antara non-enzimatik gula pereduksi, aldehid atau ketosa dengan
gugus
amino dari
protein atau asam nukleat membentuk glikosilamin. Reaksi ini dikenal sebagai tahap 1 serta secara alamiah bersifat reversibel dan terjadi dalam beberapa jam (kurang dari 24 jam). 2. Pada tahap 2 akan terjadi penataan ulang glikosilamin menjadi produk Amadori. Reaksi ini terjadi akibat kadar glukosa yang masih tinggi dalam waktu lebih dari 24 jam. Produk Ama�ori tersebut bersifat toksik bagi jaringan
namun
masih
ibel.
revers
Kadar
produk
5
Arnadori pada sejumlah protein meningkat sebanding dengan derajat hiperglikemia pada diabetes melitus. 3. Penataan ulang dan dehidrasi berganda produk Amadori menjadi amino atau senyawa karbonil reaktifitas tinggi seperti 3-deoxyglucosane.
4. Reaksi antara senyawa karbonil dengan gugus amino lain dilC\Iljutkan proses penataan ulang membentuk: beragam advance glycosylation ends products (AGE-products/AGEs) sebagai petunjuk cross linking dan browning pada protein. Berbagai macam AGEs yang
terbentuk: dari reaksi Maillard dapat dilihat pada gambar 2.
2.1.2 Struktur AGEs Beberapa AGEs telah diisolasi dan dikarakterisasi, dan nampaknya terbagi dalam tiga kategori. Kategori pertama adalah produk adduct, yakni modifikasi yang berdampak fragmen
gula dan asam amino tunggal. Contoh dari kategori ini antara lain hidroimidazolone dan argypirimidine yang merupakan adduct kepada arginin. Kategori kedua adaiah produk
crosslink. Contoh dari crosslink adalah pentosidine dan glucosepane yang merupakan crosslink lisine-arginine. Selain itu vesperlisine juga merupakan crosslink antara dua
rantai
samping lisin. �ategori ketiga adalah produk degradasi dari produk Amadori, antara lain 6-N
carboxymethyllisine (CML) dari senyawa.fructosalysine (Baynes & Thorpe, 1999).
Glyoxal, methylglyoxal, dan 3-deoxyglucosone merupakan agen glikasi poten yang dibentuk dari degradasi glikolitik intermediet, protein glikasi dan peroksidasi lipid. Senyawa tersebut akan bereaksi dengan protein membentuk: AGEs. ..
�Iz
ctt�o .;=o t :!. ..
J:o
IIU
llf
ttH
:.
H "-(CII )..-N
I
� �:·
h
u
II
()
.....
H<"H 2CU2-
c�n.
••
lu I
uz-;:t: � ""'-.:
HOCH2(CHOHJ�
1·-tCHzi..--I"H ·o
I
.JD(i·H
H
H
N
2
o
;\rl!(l��rintidinc- (ftuoropl'loN")
6
Gambar 2.2 Struktur kimiawi berbagai AGEs (CML: N-(carboxymethyl)lysine; CEL: N (carboxyethyl)lysine; GOLD: Glyoxal-lysine dimer, MOLD: methylglyoxal-lysine dimer; MGO: methylglyoxal; 3-DG (3-deoxyglucosone) (Baynes & Thorpe, 1999). 2.1.3 Efek AGEs pada jaringao
AGEs merupak:an salah satu produk sebagai penanda modifikasi protein sebagai akibat reaksi gula pereduksi terhadap asam amino (Niwa eta/, 1997). Akumulasi AGEs di berbagai jaringan merupakan sumber utama radikal bebas sehingga mampu berperan dalam
peningkatan stress oksidatif (Droge, 2002), serta terkait dengan patogenesis komplikasi diabetes mirip pada
penuaan yang normatif (Beckett & Kalsi, 2003). Pada diabetes,
akumulasi AGEs secara umum mempercepat terjadinya aterosklerosis, nefropati, neuropati, retinopati, serta katarak (Ueno et a/, 2002). Reaksi glikasi protein akan terbentuk ketika protein
bereaksi
dengan
glucose-reactive
alpha-oxoaldehyde
seperti
glyoxal,
methylglyoxal, dan 3-deoxyglucosone (3-DG) (Brownlee, 1996). Dari banyak jenis AGEs yang diproduksi, telah ditunjukkan bahwa cross-linked AGEs dan non-cross linked AGEs keduanya diproduksi. Secara in vivo, banyak produk AGE telah ditemukan dan dikarakterisasi seperti bis(lysyl)imidazolium cross-link, hydroimidazolones, dan monolysyl adducts ((Baynes & Thorpe, 1999).
Bukti eksperimental menyatakan bahwa addukt carboxymethyl lysine (CML) •
dari protein/lipid serta AGE yang diperoleh melalui produksi hydroimidazolone, spesies yang berakumulasi dalam diabetes, merupakan ligand yang spesifik untuk RAGE (Thomalley, 2005). Bukti menunjukkan bahwa CML-AGEs adalah sangat prevalen dalam diabetes, aterosklerosis serta dalam penuaan dan gaga! ginjal. Pengikatan AGEs terhadap reseptor AGEs di makrofag (RAGE) mengakibatkan sintesis sitokin serta peningkatan stress oksidatif (Shoda et a/, 1997).
7
2.1.4 Receptor Advanced Glycation End Products (RAGE)
Beberapa reseptor AGEs telah diketahui, meliputi reseptor scavenger macrophage type I dan tipe II, receptor for AGEs (RAGE), oligosaccharyl transferase-48 (AGE-Rl), 8 0K-H phosphoprotein (AGESR2), dan galectin-3 (AGE-R3) (Bohlender et a/,2005).
Reseptor tersebut diekspresikan pada berbagai sel meliputi sel otot nolos, monosit, makrofag, endotel, podosit, astrosit dan microglia. Pada diabetes, ekspresi reseptor tersebut akan meningkat (Singh et a/, 2001). Pada endothelial progenitor cell juga ditemukan reseptor AGEs seperti yang dibuktikan pada penelitian Scheubel et al (2006). Reseptor AGEs pada permukaan sel memediasi endositosis dan degradasi molekul termodifikasi AGES sehingga melayani fungsi penting dari katabolisme dan turnover AGEs. Pada awalnya, teramati bahwa secara
in
vivo dan in vitro AGEs dikenali oleh makrofag.
Beberapa penelitian kemudian mengidentifikasi, mengkloning dan menganalisis RAGE yang sampai sekarang merupakan protein yang dikarakterisasi paling baik sebagai mediasi efek seluler AGEs (Basta et al, 2004). Hal ini menjadikan RAGE tidak hanya sekedar reseptor sederhana yang teribat pada endositosis dan tum over AGEs, melainkan sebagai peptida transduksi sinyal intraseluler (Basta et al, 2004; Singh et al, 2001). RAGE .merupakan protein 45 kDa yang asalnya diisolasi dari endotel paru bovine didasarkan pada kemamp uannya dalam mengikat ligand AGES. Kloning selanjutnya menyatakan bahwa RAGE yang merupakan member superfamili imunoglobulin molekul permukaan sel. Reseptor matur mengandung 403 asam amino pada manusia dan tikus. Regio ekstraseluler mengandung satu domain imunogiobulin tipe
V
(variabel) diikuti oleh dua
domain imunoglobulin tipe C (constant) yang distabilkan oleh jembatan disulfida antar residu sistein. Domain
V
termasuk dua lokasi glikasi N-linked(gambar 3). Sebagai tambahan
terhadap domain ekstraseluler, RAGE menampilkan rentangan regio transmembran yang •
pendek, dan ada ekor sitosolik (Basta et al, 2004; Yan et al, 2003) v
RA�E DN-RA�E ES-RA�E
.
TMD c
c•
ct:
=====����:::
NT-RAGE
Gambar 2.3 Struktur RAGE. Molekul ini mempunyai tiga domain ekstraseluler (V-C-C), V domain yang akan berinteraksi dengan ligan. TMD transmembrane domain; ct cytosolic =
=
8
tail; DN-RAGE =dominant negative-RAGE; ES-RAGE =endogenous soluble-RAGE; NT RAGE = N truncated-RAGE (Bohlender et al, 2005). RAGE ditemukan di berbagai spesies dan diekspresikan di berbagai jaringan (Tanji et
a/, 2000). Penelitian pada manusia dan roden dinyatakan bahwa pola karakteristik ekspresi
RAGE selama masa perkembangan ditemukan pada kadar yang til1ggi terutama di susunan
syaraf pusat. Selanjutnya pada binatang yang matur, akan menurun pada kadar rendah di berbagai rentang sel, meliputi sel endotel, sel otot polos, sel fagosit mononuklear, perisit, sel
neuron, sel miosit kardiak, hepatosit, dan ganglion retina. Apabila tetjadi proses patologis,
ekspresi RAGE akan meningkat selama periode tahun (Schmidt et a/, 1999). Keberadaannya pada berbagai jaringan meyakinkan potensinya untuk: modulasi vaskuler, neural. renal, dan
kardiak. Ekspresi RAGE akan diupregulasi pada kondisi patologis mulai aterosklerosis sampai pada Amyotrophic Lateral Sclerosis (Schmidt eta/, 2001).
�Ac;;-�
j
��-- =:y:==RAGE
1'\<J:ACROPHAG£
I
t Expression c::.TNF-kD co-ntrolled genes:
Geucratio.n ol-l,.ro-loi""luJ"'n.....-. aaoa-y c::-yt.ok.lue.s
TL- 1 a IL-6 ·rr-.: .,_--a.
Pru-c
I 1"
Tis-sue
FactoT
Thrombc.>n•oc;l-.,ljn.
V asoc:un.st.ricc-ion 't Endodtelin-1 •.:nbanced ..r"'trrrr..db.e.slon i.'\.•olecule F:xpre��ion
1" 'VC;'-IVI I
Gambar 2.4 Sinyal seluler akibat ikatan AGEs dengan RAGE pada makrofag mengungkapkan bahwa ikatan AGEs-RA..GE akan memicu stres oksidatif dan aktivasi faktor transkripsi NF-KB (Singh eta/, 2001) Penelitian in vitro mengungkapkan bahwa ikatan AGEs-RAGE akan memicu stres
oksidatif dan aktivasi faktor transkripsi NF-KB. Proses ini melibatkan kaskade sinyal
p21ras!MAP kinase yang kemudian mengaktifkan NF-KB. NF-KB merupakan faktor transkripsi sensitif radikal bebas yang akan menginduksi transkripsi gen endothelin-1, 9
VCAM, tissue factor dan thrombomodulin (gambar 4). Terdapat juga keterkaitan dengan deplesi antioksidan yang diinduksi oleh AGEs (Singh
et a/, 2001 ). Deplesi antioksidan
tersebut disebabkan oleh aktivasi NADPH oxidase yang meningkatkan pembentukan radikal superoksida.
2.1.5 Carboxymethyl-lyesin (CML) 2.1.5.1 Struktur CML CML merupakan produk degradasi produk Amadori sebagai AGEs spesifik yang terbentuk melalui oksidasi pada reaksi glikasi (glikooksidasi) yang telah dikarakterisasi dengan baik (Gambar
5). Keterlibatan oksidasi pada pembentukan CML meyakinkan bahwa
pemakaian antioksidan akan menurunkan pembentukan CML. Oksidasi yang dikatalisis oleh logam terhad.ap
asam
lemak tak jenuh ketika tersedia protein dapat memicu pembentukan
CML. Oleh karena itu, CML dapat menjadi biomarker
umum
stres oksidatif yang dihasilkan
dari reaksi oksidasi terhadap karbohidrat dan lipid (Singh et a/, 2001 ) .
yooH CH2
I NH I
(CHz)� �r-:-H-
Gambar 2.5
Pembentukan
J
H
0
-M� --
Struktur Carboxy Methyl Lysine (CML) (Singh
CML
ber1angsung
melalui
sejumlah
et al, 2001 ).
proses
meliputi
glikasi,
autooksidatif glikosilasi, reaksi protein dengan karbohidrat non glukosa, lipooksidasi, atau melalui reaksi protein dengan produk myeloperoksidase atau inflamasi kronik
(Kamata et al,
2009). CML merupakan AGEs yang paling banyak ditemukan secara in vivo serta merupakan "
�.:Ji���'= -'
AGEs dominan yang terakumulasi di arteri besar, ginjal, otot, tulang, dan eritrosit (Kamata et
a/, 2009; Semba et al, 2009a). CML dapat memicu pembentukan
senyawa dikarbonil yang
sangat reaktif dan dapat bereaksi dengan protein dan m erambatkan pembentukan
cross-link
intramolekul dan intermolekul. CML secara progresif akan terakumulasi di dalam eritrosit sepanjang kehidupan di dalam sirkulasi (Semba
et a/, 2009b) .
10
- - �����-
�-=--� __ =----=:.::,-=�- -;,�d';�- _; =� =---- --"-=
-
----� - --� - ----
-
---- - - -
- --
--���� -
""" '
2.1.5.2
Metabolisme Cl\
CML dapat dibentuk secara endogen maupun eksogen.
Kadar
CML plasma
berkorelasi dengan baik terhadap asupan diet yang mengandung AGEs (Semba et al, 2009a). Pada penelitian Tessier et a/ (2009) telah terungkap keberadaan dari CML di makanan dengan jenis makanan yang memberikan kontribusi terbesar adalah l}lalt dan bubuk minuman coklat. Rerata kadar CML pada makanan tersebut adalah 0,7-1,4 mg CML per 20 gram bahan. Ekskresi feses dari CML yang dikonsumsi sebesar 23-31% sehingga sisanya dapat menetap di dalam tubuh. Penurunan kadar CML serum atau plasma dapat dicapai melalui restriksi makanan yang diproses pada temperatur tinggi (Semba et a/, 2009b).
CML akan dieksresikan oleh ginjal dan kapasitas ekskresi normalnya dapat
terlampaui akibat penyakit ginjal, diabetes, atau tingginya diet AGEs. Apabila terjadi akumulasi CML,
ak.an
memicu gangguan fungsi organ (Uribarri et al, 2007). Pada roden
diabetes, CML diketahui terak.umulasi utamanya pada jaringan vaskuler, lesi aterosklerosis, dan dalam jaringan gromerulus (Kamata et al, 2009). Menetapnya CML intraseluler dibuktikan pada penelitian C'Jaens et al (2009) bahwa CiviL yang rendah pada plasma diabetes disebabkan oleh trapping pada jaringan adiposa. Fenomena ini didukung oleh penelitian
Beissweinger �t a/ (2009) bahwa tidak terdapat korelasi antara CML dengan AGE crosslink fluoresen. Dengan demikian, CML mempakan AGEs yang dapat berefek intraseluler akibat trapping di dalam sel, meskipun baru terbukti pada jaringan adiposa. Oleh karena itu kadar CML yang rendah di darah perlu mendapat klarifikasi lebih lanjut. 2.1.5.3
Peran CIVIL pada berbagai penyakit
CML dalam konsentrasi tinggi dibentuk oleh reak.si
antara
asam amino bebas atau
protein dan gula pereduksi, berhubungan dengan progresi berbagai penyakit. Pada penelitian Penfold et al (2009) dibuktikan bahwa kadar CML tinggi pada pada plasma diabetes. Pada .penelitian Semba et a/ (2009b), pada wanita yang mengalami penurunan laju filtrasi
glomerulus ak.an terjadi peningkatan kadar CML yang kadarnya mirip dengan nefropati
diabetik akan tetapi lebih rendah dibandingkan retinopati diabetik. Penelitian Semba et a/ (2009a) lainnya menyatak.an bahwa kadar CML plasma berhubungan dengan penyakit ginjal kronik (rasio odd=1,53; 95% CI=1,27-1,84; p
11
sehingga mengaktifkan voltage gerbang kanal Ca2+. Fakta diabetes yang diinduksi streptozotocin (Kamata
et al, 2009).
.. ·._·:' "'·,.
ini tidak ditemukan pada tikus
;;\: . d
.
�:;�.> '-�i.�·-;, .
w
Gambar 2.6 Pengecatan CML pada pembuluh darah serebral pasien diabetes (ditunjuk olah anak panah) (van Deutekom et al, 2008). Pada penelitian van Deutekom
}" ,...;. , .... ...:�
� l':.a :..u.·-
et al (2008) dibuktikan bahwa intensitas pengecatan
CML lebih tinggi pada pembuluh serebral pasien diabetes yang dilakukan pengambilan jaringan otak meJalui otopsi dibandingkan kontrol. Hal serupa juga ditemukan pada tikus model diabetes (Gambar 6).
2.2
Endothelial progenitor cell
2.2.1 Sumber
Sel hematopoetik dan sel endotel bersumber dari progenitor yang sama, yakni hemangioblas. Selama embriogenesis, garis silsilah hematopoetik dan endotelial mempunyai sel leluhur yang berdekatan yakni mesoderm ventral dan bermigrasi ke yolk sac ketika berdiferensiasi menjadi sel endotel atau sel hematopoetik. Selanjutnya, sel yang berada pada porsi ventral akan menjadi sel darah sedangkan sel di perifer skuamosa (Zhang
akan menjadi sel endotel
& She, 2007). EPC juga dapat berasal langsung dari sel hematopoetik.
Selain itu, sel myeloid-sumsum tulang-derivat sel progenitor dapat berdiferensiai menjadi EPC
(Magri
commited hematopoetik juga
et al, 2007).
Sel hematopetik dan endotel akan mengekspresikan sejumlah marker yang serupa Salah satu marker awal yang dideteksi pada sel endotel dan hematopoetik adalah VEGF receptor 2 (flk-1); pada kultur sel flk-1 positif dapat berdiferensiasi menjadi sel endotelial dan
hematopoetik. Sel endotel yang berdiferensiasi dari stem cell pluripoten mungkin mempunyai karakteristik marker spesifik endotel antara lain CD31 (PECAM) dan VE-cadherin. AC133 yang diekspresikan
awal pada hemangioblast primitif akan mengalami down regulasi dengan 12
cepat selama diferensiasi. CD34 dan KDR dipertimbangkan sebagai marker permukaan dari EPC. Subset sel CD34+ yang mengekspresikan AC133 dan Flk-1 merupakan fenotip dan marker fungsional EPC yang berperan dalam angiogenesis postnatal (Zhang Sebagian besar EPC berasal
& She, 2007).
dari berasal dari monosit/makrofag yang mengandung
populasi sel mononuklear CD34- dan sebagian kecil berasal dari
lvtem cells hematopoetik
+
CD34 . Proporsi yang sebanding akan ditemukan apabila sel diisolasi berasal dari
dari
umbilical cord manusia. EPC yang bersumber dari darah perifer manusia merupakan subset
+ 1 dobel positif CD14 CD34 0w sehingga dengan jelas menunjukkan gambaran fenotip dan fungsional dari
stem cells multipoten. Set progenitor CD34
+
mempunyai mempunyai
kapasitas yang sangat tinggi untuk berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel endotel
& She, 2007). Frederich et al (2006) menemukan bahwa subpopulasi EPC CD34-
(Zhang /AC133
+
yang mirip dengan prekursor klasik
+ dari EPC CD34 /AC133 lebih poten dalam +
respon untuk homing dan regenerasi vaskuler dibandingkan EPC yang lain. Perbedaan subpopulasi EPC menampilkan aktivitas fungsional yang berbeda dalam angiogenesis dan perbaikan sel endotel. Heterogenisitas dari marker permukaan sel mungkin mencerminkan tahap perkembangan EPC yang berbeda selama proses maturasi dari sel residual sumsum tulang menjadi. sel dinding vaskuler matur dan menentukan perbedaan fungsi yang dimiliki
(Zhang & She,
2007) (Gambar 7).
-----
E::lr""''c::IC:.t- .... . . _.
� �=------ -�
<=: t:::>.:::3-a ....�-·-- ...
<:::.c:>, �::3. �....,.._....,.�.... .-..:...L� t--.:: ' · · _ _ ...,._._
- -- ----
..1.
-.-�--1-tc:...- �-··
c:::. C:Jl�
c:; c::> "'I 3 3 ...-c=..L..,;;�oiJ""'
_ __ _ _ _ _ _
,.._-··-- .._.._ �-·'"- ---=-
' ----�-
:-� C::c::;t"'11: :<3:3 <:::.�� t""'(._�f-=;;;;;t
.. ........,.._.....--.;:.
.._ . ,._._..�
�-�--
Gambar 2.7 EPC secara putatif berasal dari hemangioblas, bersirkulasi di dalam darah perifer dan berpotensial untuk berdiferensiasi menjadi sel dengan fungsi yang berbeda (Werner & Nickenig, 2006). 2.2.2 Ekspresi marker permukaan, klonalitas dan fungsi Sifat yang membingungkan dari berbagai EPC memunculkan pertanyaan tentang + + kriteria yang digunakan untuk definisi. Marker permukaan CD34/KDR dan/atau AC133 dipertimbangkan sebagai kriteria diagnotik untuk rujukan. Ekspresi
marker
ini merupakan
13
�1!L:E L .. 2�L�l�� ___ _ _ _ li i !:JL --=== -==� =::: ::=
_
-� � ---=-� -----=----- ---
------�- -
-� -�
tanda EPC imatur, meskipun
hal
+ ini tidak mewakili semua EPC, misalnya sel CD34-/Flk-1
juga dapat berdiferensiasi menjadi sel endotel (Zhang & She, 2007).
EPC merupakan subtipe stem cells, mempunyai sifat stem cell yang umur meliputi ekspansi klonal dan karakteristik sternness berupa proliferasi, pluripotensialitas, dan resisten terhadap stres. Gambaran ini juga merupakan karakter EPC, mempunyai karakteristik klonal dan asal mula stem cell, EPC tunggal dapat menghasilkan progeni beberapa garis silisilah. Secara in vitro, EPC yang berasal dari berbagai sumber dapat berdiferensiasi menjadi sel endotel, sel yang dikarakterisasi oleh ikatan AcLDL dan mengekpresikan lectin sebagai sifat sel ini pada kultur jangka panjang dan pengukuran sifat fungsionalnya. Saat ini, istilah EPC termasuk sel yang berada pada berbagai tahap mulai hemangioblas sampai sel endotel yang berdiferensiasi penuh (Zhang & She, 2007).
Sel prekursor angiogenik derivat sumsum tulang yang beredar di sirkulasi berasal dari sel mononuklear pertama kali diisolasi oleh Asahara pada tahun 1997. EPC biasanya ditemukan pada sumsum tulang, dan hanya dalam proporsi kecil terdapat dalam sirkulasi (Whittaker, 2008). EPC merupakan sel pluripoten yang akan berdiferensiasi menjadi sel endotel matur (Zhang & She, 2007).
EPC d�akterisasi sebagai sel berinti tunggal (sel mononuklear) yang memiliki
molekul penanda sel punca hematopoietik, yaitu CD34 dan CD133. CD34 adalah glikoprotein yang memediasi pelekatan sel punca pada matriks ekstraseluler sumsum tulang. CD133 ialah glikoprotein sebagai molekul penanda untuk sel punca yang lebih primitif
dibandingkan CD34 dan fungsinya masih belum diketahui dengan pasti. EPC yang telah
mengalami diferensiasi menjadi sel yang lebih matang secara berangsur-angsur akan kehilangan ekspresi CD 133. EPC juga dilaporkan memiliki molekul penanda sel endotelial, yaitu KDR (Kinase Insert Domain Receptor) atau VEGFR2 sebagai protein yang berperan penting dalam menstimulasi proliferasi, perkembangan pembuluh darah baru (sprouting), dan angiogenesis (Fadini et al, 2005). Beberapa molekul penanda sel endotelial matang lainn.ya yang dapat dimiliki oleh EPC antara lain sebagai berikut: CD31 (Platelet endothelial cell adhesion molecule-]), berperan dalam pelekatan sel endotel dan merupakan molekul yang berperan dalam proses migrasi leukosit melalui jaringan interseluler sel-sel endotel; CD146 (P1H12), berperan dalam memediasi pelekatan antar sel endotel; Von Willebrand factor (vWF), berperan dalam
proses koagulasi darah; Tie-2 berperan
dalam
pematangan jaringan sel endotel selama
vaskulogenesis atau angiogenesis; dan endothelial nitric oxide synthase (NOS), berperan dalam pengaturan fungsi pembuluh darah (Fadini et al, 2005). 14
-:: �=��-� � 1:; �--=- = - _��=:J-;:::� -- ---= ��JJ]�B --- -
-
-
-
-- -
--
---
----==----===- -- --- -__ -=--=- -- --= -=-=_.::_ -;------ --- - --
-�----
--- - -- ----=----- - - --
� ---
...! -::!
_] :=:J
M
EPC diidentiftkasi melalui karakterisasi CD133, atau KDRIVEGFR2 (Gambar dewasa dengan seleksi
flow cytometry, berupa ekspresi CD34,
8), EPC dapat diisolasi
dari
sel mononuklear perifer
bead magnetik terhadap berbagai antigen sel punca atau melalui
adheren primer pada fibronektin (Bellik et al, 2005). Oleh karena sel ini yang secara alamiah
berasal dari berbagai prekursor multipel, meliputi hemangioblast, prekursor mesenkim non hematopoetik, sel monosit, dan juga sel punca jaringan asing maka karakterisasi secara akurat sangat sulit (Zampetaki, 2008).
b
a
c
d
Gambar 2.8 Karakterisasi EPC. Koloni EPC dengan cluster sentral sel yang dikelilingi oleh sel bentuk spindle, pembesanm 100 x (a); pengecatan dobel sel mononuklear dengan lectin (hijau, panjang gelombang eksitasi 477 nm) (b); uptake DiLDL (merah, panjang gelombang 543 nm); sel dobel positif berwarna kuning sebagai EPC yang mengalami diferensiasi (d), pembesaran 200 x (Wang et a/, 2007). EPC di darah perifer dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yakni EPC.
Early
EPC
berasal
dari
CD34/CDI 33NEGFR-2(KDR). (Zhang
derivat
sel
mononuklear,
dapat
early dan late
mengekspresikan
Late EPC akan kehilangan marker permukaan CD133
& She, 2007) (tabel 1 ) Populasi sel prekursor yang sebenarnya mampu tumbuh .
menjadi sel endotel adalah late EPC yang tumbuh di media kultur hari
14-21 (Leor� 2006).
2.2.3 Kuantitas, kualitas dan peran EPC Seperti telah dikemukakan sebelumnya, bahwa EPC dapat diisolasi
dari
berbagai
sumber, dengan jumlah EPCs <1% dalam jumlah total sel mononuklear pada sumsum tulang dan < 0.01% dalam peredaran darah perifer (Barber,
2006). Penelitian mengenai biologi EPC
meliputi dua aspek yang berkaitan, meliputi evaluasi kuantitatif terhadap evaluasi fungsional.
EPC pool dan
Circulating EPC secara kuantitatif dapat diukur secara langsung secara
ex vivo dengan menggunakan J1ow cytometry, yang dianggap sebagai gold standard untuk tujuan pengukuran ini. Beberapa antigen permukaan adalah CD34, CD133
dan KDR**( VEGFR-2).
khas
untuk mengidentifikasi EPCs
15
Kapasitas fungsional EPC dinilai berdasarkan kemampuan membentuk koloni endotel dan inkorporasi acLDL. Karakteristik fungsional diteliti
sel
in vitro untuk menilai
secara
kualitas EPC dengan menggunakan uji homing, migrasi, dan pembentukan tube (Leor, 2006). Sebagai tambahan, EPC juga menunjukkan peningkatan ekspresi eNOS akibat
shear
stress.
Proliferasi adalah kemampuan EPCs untuk. mengalami ekspansi. atau peningkatan dan membentuk koloni dalam kultur. EPCs mengalami proliferasi dalam merespon growth factors yang dilepaskan secara lokal setelah terjadi kerusakan vaskular atau iskemia jaringan. EPC merupakan sekumpulan
circulating cells yang mampu membentuk sebuah
cellular patch di tempat-tempat trauma endotel, sehingga berkontribusi homeostasis dan perbaikan lapisan endotel (Zampetaki,
secara
langsung pada
2008; Whittaker, 2008). Dengan
demikian, keberadaan sel ini menjadi target ideal untuk ekspansi
ex
vivo dan transplantasi
pada area iskemik dalam rangka perbaikan vaskuler dan neoangiogenesis in vivo (Zampetaki,
2008; Whittaker, 2008) (Gambar 9). Jumlah
circulating EPC pool dianggap mencerminkan kesehatan kardiovaskular.
Sebenarnya, seluruh faktor risiko untuk aterosklerosis dikaitkan dengan penurunan dan/atau disfungsi
circulating EPCs, sedangkan peningkatan circulating EPCs pool dikaitkan dengan
penurunan mo�alitas kardiovaskular. (Stellos,
2008; Zampetaki, 2008). Jumlah EPC juga
meningkat setelah stimulasi eksogen oleh sitokin dan hormon. Selain itu, agonis endogen, statin, dan latihan fisik juga mampu memobilisasi EPC (Dzau, 2005). Beberapa faktor terlibat pada mobilisasi dan pertumbuhan EPC dapat dilihat di Tabel 2. Stimulus lain yang dapat meningkatkan EPC, termasuk sejumlah peristiwa fisiologis, seperti latihan fisik, kondisi patofisiologis seperti trauma vaskular,
growth factor, sitokin, dan
sejumlah obat seperti statin, angiotensin converting enzyme inhibitors, estrogen dan
peroxisomal proliferator activating receptor-y (tabel 2). Peningkatan EPC merupakan salah
satu mekanisme yang dipakai oleh stimuli ini untuk memperbaiki fungsi vaskular. Kadar EPC
yang tinggi dapat membantu memelihara integritas endotel dan menstimulasi angiogenesis dalam organ iskemik. (Dzau,
2005). Iskemia jaringan melalui pelepasan growth factor dan
sitokin, memobilisasi EPCs. Jika sudah dalam sirkulasi periferal, EPC akan menempati tempat-tempat iskemia untuk menstimulasi angiogenesis (gambar 8).
16
�od endcthelium
Gambar 2.9 EPC di sirknlasi perifer. EPC dalam sirk:ulasi perifer akan menempati lokasi iskemia untuk menstimulasi angiogenesis dan lokasi trauma endotel (Zampetaki, 2008; Whittaker, 2008). 2.2.4 EPC dan regenerasi endotel
Sejak penemuannya tal1Un
1997,
EPC muncul sebagai marker biologis yang penting
dari berbagai penyakit kardiovaskuler manusia dan menjadi terapi yang potensial untuk perbaikan pembuluh darah yang rusak. Kejadian awal dalam organogenesis adalah perkembangan sistem vaskuler. Pada mamalia, pembuluh darah awal dari embrio dan yolk sac akan berkeinbang mengikuti diferensiasi sel mesodermal atau melalui agregasi de novo
membentuk angioblast menjadi pleksus vaskuler primitif (vaskulogenesis), yang kemudian akan mengalami proses remodeling yang ruwet dengan jalan pertumbuhan, migrasi, sprouting dan
pemangkasan
sehingga
memicu
(angiogenesis). Selanj utnya peranan EPC
perkembangan
sistem
fungsional
dalam vaskulogenesis dan
sirkulasi
angiogenesis akan
dikarakterisasi. Berbagi akumulasi bukti meyakinkan bahwa EPC akan menetap pada kehidupan dewasa. Dalam kenayataannya, sel endotel pertama kali dideteksi dalam sirkulasi aliran darah lebih dari 30 tahun yang lalu, akan tetapi baru saja terinkorporasi dalam paradigma vaskular neogenesis (Case et a/, 2008). Pada
1997,
penelitian oleh Asahara menantang pemahaman tradisional tentang
angiogenesis dan vaskulogenesis melalui keyakinan bahwa sel yang bersirkulasi dalam darah perifer juga berkontribusi dalam perkembangan pembuluh darah baru. Pada penelitian tersebut, populasi sel CD34+ yang dipurifikasi akan menampilkan sifat sel endotel dan sel progenitor. Sel ini kemudian diberi nama sel progenitor endotel dan akan mengalami diferensiasi menjadi sel endotel pada vaskulogenesis postnatal (Case et al, 2008). Penelitian selanjutnya membuktikan bahwa sel
ini
berasal dari sumsum tulang,
bersirkulasi di darah perifer dan menempati lokasi pembentukan pembuluh darah baru 17
termasuk mikro lingkungan dari tumor dan jaringan iskemik. menggunakan variasi dalam dasar metode kultur EPC konsentrasi EPC
Berdasarkan paradigrna ini serta
dan teknikflow cytometric, perubahan
saat ini berkorelasi dengan berbagai penyakit manusia termasuk penyakit
kardiovaskuler, vaskulopati diabetic,
dan
progresi angionesis pada lingkungan milrro
dari
tumor. Lebih jauh lagi, EPC muncul sebgaia terapi sel yang pqtensial untuk perbaikan kerusakan pembuluh
darah.
Oleh karena itu, telah jelas bahwa EPC berperan dalam
homeostasis serta patologi vaskuler dan potensial sebagai agen terapi untuk perbaikan pembuluh darah (Case et al, 2008). Upaya
untuk
menjaga integritas endotel
amatlah penting. Hal ini tidak hanya
berkaitan dengan fungsilkerja endotel sebagai barrier antara darah dan matriks protein subendotel, tetapi juga untuk mencegah infiltrasi sel inflamasi, mencegah pembentukan trombus,
memodulasi
tonus vaskuler, serta mengkontrol proliferasi otot polos pembuluh
darah. Endotel pada penderita diabetes terjadi peningkatan tonus vaskuler, peningkatan adhesi molekul NO,
dan peningkatan
agregasi platelet yang disertai penurunan bioavailabilitas
peningkatan aktivasi PKC-MAPK, peningkatan produksi senyawa oksigen reaktif,
penurunan aktivasi PI3-K/Akt, serta peningkatan akumulasi AGEs (Fadini
et al, 2007)
(Gambar 10) . . Normal Endothelium
� � --
Diabetic Endothelium
:::: ::::.... ,..=� � � � �- ·
-=:::::: ------- "'Jt
-""
s
•
9DZ
-)<
;:::-
""� -:::====
't Vascular tone
J. NO bioavailability
Fibrinolysis
't Adhesion Molecules i Platelet aggregation
Antiaggregation
Collagen exposure Allered Extracellular
't PKC-MAPK actiwation i ROS production J. PI3-K/Akt activation f AGE accumulation
Vasodilation
� -!! = � ..
Gambar 2.10 Endotel normal dan mekanisme pada disfungsi
endotel pada diabetes mellitus.
Pada endotel diabetes terjadi peningkatan tonus vaskuler, peningkatan adhesi molekul peningkatan agregasi platelet yang disertai penurunan bioavailabilitas NO,
dan
peningkatan
aktivasi PKC-MAPK, peningkatan produksi ROS, penurunan aktivasi PI3-K/Akt, serta peningkatan ak:umulasi AGEs (Fadini et a/, 2005). Kunci penting dalam merancang terapl disfungsi endotel adalah pemahaman mekanisme penggantian endotel dan identiflkasi sumber sel
yang
mampu meregenerasi
endotel. Kerusakan atau disfungsi sel endotel merupakan stimulus utama untuk terjadinya arterosklerosis. Hal ini menyebabkan tetjadinya gangguan aliran
darah yang dapat berakibat 18
fatal seperti ditemukan pada penyakit distrofi muskular, gagal ginjal akut, dan stroke. Tidak hanya itu, arterosklerosis pada pembuluh darah jantung (kardiovaskular) menyebabkan infark miokard akut yang juga termasuk dalam daftar penyakit utama penyebab kematian di dunia
Ditemukannya EPC membawa implikasi besar dalam dunia ilmiah dapat memediasi terjadinya pembentukan pembuluh darah
baf�.!
dan
kedokteran. EPC
(neovaskularisasi dan
angiogenesis) dan menjaga integritas pembuluh darah Dengan demikian transplantasi EPC .
menjadi suatu altematif terapi untuk mengatasi penyakit akibat gangguan pembuluh darah. Lokasi spesifik EPC adalah di sumsum tulang dan hanya dalam proporsi kecil terdapat dalam sirkulasi (Dzau, 2005). Proses pertumbuhan pembuluh darah baru seringkali disebut denga,n angiogenesis.
Akibat istilah ini digunakan untuk menyatakan proses biologis khusus yang tidak mampu mencakupi seluruh spektrum kejadia n yang memicu perkembangan pembuluh baru, maka muncul istilah neovaskularisasi. Neovaskularisasi merupakan proses yang melibatkan beberapa peristiwa, antara lain angiogenesis, arteriogenesis, dan vaskulogenesis (Simons, 2005a). Istilah angiogenesis didefinisikan sebagai sprouting kapiler baru dari venula post kapiler yang .pada dewasa dirangsang oleh hipoksia jaringan melalui ekspresi hypoxia
inducible factor (HIF)-la. Ekspresi (HIF)-la akan mengaktifkan transkripsi sejumlah gen, antara lain vascular endothelial growth factor (VEGF), reseptor VEGF (Flt-1 ), neuropilin-1,
dan
angiopoetin-2. Angiogenesis dominan dalam perkembangan kapiler,
meskipun
perkembangan pembuluh darah ukuran besar juga teramati pada hewan coba (Simons, 200Sa). Dua stimulus prinsip yang menstimulasi pertumbuhan pembuluh adalah iskemia
jaringan lokal atau hipoksia. Pemahaman terbaik untuk memahami proses ini adalah
angiogenesis yang diinduksi oleh hipoksia. Tekanan oksigen padajaringan akan disensor oleh •
sistem prolin-hidroksilasi-HIF. HIF adalah faktor transkrispi yang mengatur program master genetik yang mengendalikan berbagai bentuk homeostasis energi pada tingkat seluler dan sistemik termasuk glikolisis (produk energi lokal), eritropoesis (penghantaran oksigen darah)
dan angiogenesis (regulasi aliran darah). HIF-1 merupakan heterodimer rantai IDF-la dan HIF-la, keduanya mempunyai kemampuan untuk terikat secara langsung dengan DNA. HIF la (juga disebut aril hidrokarbon nuclear translocator) merupakan subunit dengan konsentrasi paling stabil pada berbagai kondisi. Sebaliknya, HIF-1 a mempunyai waktu paruh yang paling pendek (,....5 menit) pada kondisi normal akibat berlangsungnya degradasi via 19
jalur bergantung proteosome. Protein HIF-1 yang baru ditranslasi akan mengalami modifika<;i post translasi dan dengan segera didegradasi oleh prolil hidroksilase sebagai enzim yang memerlukan
oksigen
sebagai
kofaktor.
Sekali
termodifika<;i,
HIF-la
akan
segera
dimodifikasi untuk: degradasi oleh protein von Rippel-Lindau (VHL). Ketiadaan VHL yang memediasi degradasi HIF-1 a yang ditemukan pada sindrom VHL p1enghasilkan kelebihan produksi VEGF
dan
prolil hidroksilasi
memfasilitasi perkembangan tumor. Apabila tidak ada oksigen, maka
dan selanjutnya degradasi HIF-1 a yang dimediasi VHL pada proteosome
akan terganggu sehingga menyebabkan peningkatan kadar intraseluler secara cepat. Pada berbagai gen yang diinduksi HIF-la, gen yang secara langsung terlibat dalam angiogenesis termasuk gen famili VEGF yang paling penting yakni angiopoitein dan
inducible nitric oxide
synthase (iNOS) (Simons, 2005a). Apabila terdapat respon terhadap cedera vaskuler dimobilisasi dengan cepat
dan
stres fisiologis, EPC akan
dan direkrut menuju area yang rusak. Proses ini melibatkan
berbagai molekul rneliputi growth factor, sitokin,
dan enzirn (Whittaker, 2008). Fungsi EPC
dalam regenerasi sel endotel telah digambarkan sebagai sebuah proses yakni : 1 ) mobilisasi
dari tulang sumsurn; 2) homing ke ternpat cedera, meliputi proses : a) adhesi b) migrasi c)
invasi;
dan 3) diferensiasi Masing-masing fase ini dipengaruhi oleh faktor endogen
dan
mungkin juga dapat diubah oleh pengambilan agen eksogen (Urbich, 2004). Jumlah CFU-EC secara subyek
in vitro merupakan prediktor untuk fungsi endotel pada
sehat tanpa tanda klinis aterosklerosis. Pada pasien dengan rnanifestasi aterosklerosis,
jumlah EPC dalam sirkula<;i menurun secara bermakna. Pengamatan ini memunculkan pertanyaan apakah penyakit aterosklerosis secara bermakna dipengaruhi oleh EPC sirkulasi?. Dari fenomena ini muncul dua skenario kemungkinan, yakni 1 ) EPC sirkulasi berkontribusi dalam mekanisme perbaikan endotel pada dinding vaskuler sehingga mencegah inisiasi "
dan/atau progresi penyakit aterosklerosis. Pada kasus ini, kekurangan jumlah EPC pada pasien aterosklerosis akan berkontribusi terhadap adanya lesi aterosklerosis; 2) penurunan EPC
merupakan
epifenomena
dan
bukan
aterosklerosis (Werner & Nickenig, 2006).
kausatif
un:tuk
perkembangan
penyakit
Dalam rangka untuk mengungkap mekanisme yang mendasari EPC dalam regenerasi sel endotel
dan aterogenesis, berbagai
model hewan coba dievaluasi. Transfusi sistemik ex
vivo EPC dapat meningkatkan reendotelisasi setelah kerusakan lokal endotel pada tikus model denudasi endotel. Hal yang menarik, tidak hanya transfusi sistemik progenitor akan tetapi juga mobilisasi endogen dari pool stem
dari sel
stern dan
cell milik organisme tersebut 20
berhubungan dengan peningkatan reendotelisasi pada model berbagai model denudasi endotel
yang disajikan pada gambar 11 (Werner & Nickenig, 2006).
9� � �) g .---- L ---.
[ Vessei/StentI
Ex-vivo expanded progenitor cells
Selectins ? tntegrins ?
Peripheral blood
---- 0
Ce) ------ 0 ---- o - - 0 0
-
---- o
mobitosation
---- •
egress
-
- differeniation t
---- •
homing
Gambar 2.11 Transfusi sistemik sel stem dan progenitor serta mobilisasi endogen stem cell milik organisme berhubungan dengan peningkatan reendotelisasi dinding vaSkuler yang mengalami cedera (Werner & Nickenig, 2006).
Seperti disebutkan di atas bahwa dinding pembuluh mengandung sel progenitor yang berkontribusi terhadap perbaikan endotel seperti halnya pembentukan neointimal. Bagaimana progenitor pembuluh darah akan bermigrasi pada endotel dan lapisan intima dari pemhuluh? Hipotesis yang diajukan adalah peranan vasa vasorum dalam transportasi sel menuju regio intimal. Dukungan terhadap hipotesis ini disediakan oleh fakta bahwa pembuluh mikro di dalam dinding pembuluh berkorelasi positif dengan perkembangan aterosklerosis. Pada kondisi tanpa aterosklerosis, dinding pembuluh normal mempunyai mikrovaskuler yang dipercayakan kepada lapisan adventitia, yang juga dikenal sebagai vasa vasorum. Pada lesi aterosklerosis,
akan
diternukan pembuluh
mikro
yang
melirnpah.
Pembuluh
ini
dipertimbangkan secara signifikan akan berkontribusi terhadap progresi aterosklerosis dan instabilitas plak, akan tetapi juga terdapat bukti sebaliknya Penurunan aliran darah menuju vasa vasorum adventitia menjadi trigger penebalan intima aterogenik. Dengan menggunakan mencit Lac-Z pada model aterosklerosis terungkap peranan ganda dari EPC dalam transplantasi aterosklerosis, sebagai protektif melalui perbaikan denudasi endotel dan sebagai pengganggu yang mendukung angiogenesis plak (Gambar 12).
21
Gambar 2.12 EPC berkontribusi dalam angiogenesis di dalam dinding pembuluh. Segmen pembuluh dari tikus wild dilakukan graft kepada tikus Tie2-LacZ/ApoE+/+ (A) atau Tie2LacZ/ApoE-/- (B). Graft akan dipanen setelah empat minggu, dan muncul warna biru sebagai bukti kontribusi EPC pada angiogenesis yang meningkat pada tikus Apo-/- (Zampetaki, 2008). 2.2.4.1. Mobilisasi dari sumsum tulang
Berbagai proses dapat memicu mobilisasi EPC yang meyakinkan peranan biologis
dari sel progenitor pada kondisi patologis (Werner & Nickenig, 2007). Migrasi EPC dari
sumsum tulang berlangsung melalui desensitisasi sinyal kemokin. Kemokin adalah peptida kecil yang menginisiasi rnigrasi sel efektor. Meskipun mobilisasi EPC oleh sitokin erlukan waktu 5-6 hari untuk mencapai respon puncak, kemokin dapat menginduksi
mem
mobilisasi dalam 30 menit hingga jam. SDF-1 (stromal cell-derived factor-1) merupakan kemokin yang menginisiasi migrasi stem cell. Berbagai sitokin yang memediasi migrasi stem cell berlangsung melalui rnodulasi melalui SDF-1 atau reseptomya CXCR4. Dengan
demikian, aksi SDF-l/CXCR4 menjadi sentral dalam mobilisasi dari sumsum tulang dan homing padajaringan iskemik (Smart & Riley, 2008).
SDF-1 secara konstitutif diekspresikan pada endotel sumsum tulang. Pada kondisi homeostasis, sebagian besar progenitor akan menetap pada kompartemen sumsurn tulang, yang dipertahankan oleh lingkungan kecil sel progenitor akan
terus
mikro
yang hipoksik. Sangat mungkin bahwa sejumlah
menerus bersirkulasi pada kondisi fisiologis. Setelah kejadian
iskemik, faktor soluble akan dilepaskan sehingga memicu mobilisasi sel progenitor dari
sumsum tulang. Sel progenitor akan direkrut oleh jaringan iskemik melalui kadar lokal SDF1
yang tinggi sehingga rnenyediakan niche. Selain itu, stimulus prinsip dibalik mobilisasi 22
EPC adalah hipoksia jaringan yang meningkatkan ekspresi SDF-1 sebagai sinyal bahaya adanya hipoksia jaringan (Smart & Riley, 2008).
Paralel dengan peningkatan sel positif CD133 dan VEGFR2 pada darah perifer,
konsentrasi VEGF plasma juga meningkat secara signifikan. Penelitian iskemia pada mencit
membuktikan pengingkatan EPC sirkulasi dan meningkatkan neoap.giogenesis (Werner &
Nickenig, 2007). VEGF adalah mobilisator yang efektif dari EPC
dan induktor
poten
angiogenesis. Selain VEGF, mobilisasi EPC dari sumsum tulang dapat diinduksi oleh SDF-1 ,
angiopoetin-1 , eritropoetin, G-CSF, GM-CSF, eNOS, estrogen, dan PGDF (Smart & Riley, 2008; Kimura T, 2004).
VEGF akan memediasi proliferasi, diferensiasi, dan kemotaksis sel endotel. Peningkatan yang cepat VEGF
di
dalam sirkulasi menyebabkan perekrutan EPC pada lokasi
cedera dan merangsang neovaskularisasi.
Aktivasi endothelial nitric oxide synthase (eNOS,
NOS3) dalam sumsum tulang diperkirakan menjadi jalur umum untuk mobilisasi EPCs. Nitrit oksida (NO) akan mengaktifkan matriks metalloproteinase 9 (MMP-9), mengakibatkan penumpahan c-kit dari permukaan sel punca, suatu langkah penting dalam pelepasan EPCs dari stroma sumsum tulang (Barber, 2006). Aktivasi MMP-9 yang mengkatalisis konversi
KitL dari molekul terikat membran menjadi faktor terlarut (sKitL). Pelepasan sKitL akan meningkatkan mobilitas VEGFR2 progenitor endotel, terjadi transfer dari osteoblastik
menuju lokasi yang diperkaya vaskuler dan akhimya terjadi diferensiasi dan mobilisasi ke jaringan perifer (Zampetaki, 2008) (Gambar 13). bon4!' rnlo)rrow stromal ce11s
red blood cells lympho1d cell-s myelo•d � ells
CDI33"'" C0)4•
CDJI•
V!;:CFR 2•
vWF'· VE·cadhenn E sdecun·
eNOS
CDI33 CD34"' CDJI·
VECFR·l·
vWf'• VE C.'ldh
c:ros·
Gambar 2.13 Populasi EPC dan marker permukaan. Sebagai respon terhadap cedera vaskuler dan stres :fisiologis, sel punca akan dimobilisasi dengan cepat dan direkrut menuju area yang rusak. MMP-9 mengak:ibatkan penumpahan c-kit dari permukaan stem cell/sel progenitor, suatu langkah penting dalam pelepasan EPCs dari stroma sumsum tulang (Shantsila et al, 2007).
23
EPC dilepas dalam bentuk hemangioblas, salah satu faktor yang mengatur aktivasilpembelahan hemagioblas nampaknya diperankan oleh VEGF, yang terikat kepada reseptomya VEGFR-2 kemudian memediasi maturasi yang lebih jauh dari aksis angioblas sumsum tulang-early EPC-late EPC. Sekali dimobilisasi, EPC akan dilepaskan dari zona vaskuler sumsum tulang menuju sirkulasi (Hristov & Weber, 2004). .
2.2.4.2 �tumesi
Adhesi merupakan tahap berikutnya yang diperlukan untuk reendotelisasi dan angiogenesis: adhesi dievaluasi sebagai kemarnpuan EPCs untuk melekat pada monolayer endotel mature dalam kultur. Molekul adhesi merupakan molekul kunci dalam pengaturan menetapnya EPC. P-selektin
dan
E-selektin nampaknya berperan pada tahap awal proses
tersebut. Aktivasi EphB4 pada EPC memicu tingginya ekspresi PGSL- 1 sebagai ligan selektin. Akibatnya, akan terjadi peningkatan adhesi P-selektin dan E-selektin. siR.l'JA dari P selektin akan membatalkan respon tersebut yang mengindikasikan bahwa ekspresi PGSL-1 memfasilitasi perekrutan EPC sehingga meningkatkan kapasitas proangiogeniknya. b2integrin diekspresikan pada permukaan EPC akan memperantarai kekuatan adhesi dan transmigrasi E�C pada endotel selapis yang rusak. High mobility group box 1 (HMGB 1) juga mampu mengaktivasi b 1 dan b2 integrin pada permukaan EPC. HMGB 1 di1epaskan ke
ekstraseluler oleh sel nekrotik dan bukan oleh sel apoptosis. HMGB 1 mampu menginduksi adhesi EPC
dan penetapan pada area iskemik in vivo. Mekanisme ini juga melibatkan ICAM-
1 yang ekspresinya dikontrol oleh
integrin-like kinase (ILK) yang merupakan gen responsif
hipoksia. Ekspresi berlebih dari ILK menginduksi aktivasi ICAM dan ekspresi SDF-1 pada sel endotel yang menyebabkan peningkatan EPC pada jaringan iskemik. a4-integrin juga berperan penting untuk menetapnya EPC melalui perangsangan EPC yang bersirkulasi
..
menuju jaringan yang aktif melakulkan remodeling dan memperbaiki pemulihan aliran darah . Dengan demikian, interaksi antara molekul permukaan EPC dengan ligannya pada sel endotel yang sekarat atau matriks subendotel berperan penting pada penetapan EPC
(Zampetaki,
2008).
24
Gambar 2.14 Molekul adhesi merupak:an molekul kunci dalam pengaturan mene1apnya EPC. P-selektin
dan E-selek:tin nampaknya berperan pada tahap awal proses tersebut. Aktivasi dan E-selektin pada lokasi kerusak:an (Zampetaki,
EphB4 pada EPC memicu tingginya ekspresi PGSL-1 sebagai ligan selektin. Akibatnya, akan terjadi peningkatan adhesi P-selektin 2008). 2.2.4.3 Migrasi
Migrasi EPCs melalui matriks ekstraselular sangat diperlukan untuk pertumbuhan pembuluh
darah baru dan umumnya dievaluasi secara in vitro sebagai kemampuan
menginvasi
untuk
lower side of Boyden-like chamber (sisi bawah ruang Boyden) (Zampetaki,
2008).
2.2.4.4 lnvasi
Terakhir, setelah EPCs melekat ke dinding pembuluh darah, bermigrasi ke dalam
interstitium
dan berekspansi secara lokal, EPCs seharusnya melakukan organisasi spasial
untuk membentuk struktur vaskular; karakteristik ini dapat dievaluasi
secara
in vitro sebagai
uji pembentukan tube, dimana EPCs disemaikan dengan HUVECs pada gel protein matriks ekstraselular.
Seluruh
fungsi
ini adalah
relevan dengan peran lengkap EPCs,
integritasnya dapat dikaji secara keseluruhan dengan menggunakan uji
dan
in vivo (Zampetak:i,
2008).
2.2.4.5 Diferensiasi
Dalam langkahnya menuju jaringan yang cedera, sel progenitor ak:an memulai proses diferensiasi menjadi sel endotel. Sitokin
dan gaya mekanik nampaknya menginisiasi kaskade
peristiwa yang memicu sel progenitor untuk mendapatkan gambaran fenotip sel endotel. VEGF dan SDF- 1 akan mengupregulasi eksprsi marker sel endotel dengan kuat pada sel
25
progenitor dan kemudian meningkatkan ketersediaan populasi sel yang mampu memperbaiki selapis sel endotel dan fungsi vaskuler. Shear stres sebagai gaya mekanik yang dihasilkan oleh aliran darah, dapat juga secara efektif menginduksi ekspresi gen spesiflk. endotel pada EPC. Aliran laminar dapat memperkaya populasi progenitor endotel. Hal yang menarik,
stem cell embrionik dan dewasa untuk
aktivitas histone deasetilase (HDAC) sangat penting
untuk proses ini, yang akan mengak.tifkan faktor transkripsi p53 garis silsilah endotel akan ditekan apabi la ak.tivitas
HDAC
dan p21. Komitmen terhadap
dihambat akibat
down regulasi
HoxA9. Penekanan ekspresi HoxA9 dapat menyelamatkan diferensiasi endotel (Zampetaki, 2008).
"
26
BAB ID METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorilJ!ll yang terbagi atas dua
tahap penelitian (dilakukan dalam 1 tahun penelitian). Tahap pertama bertujuan untuk menentukan dosis non-apoptosis dari a-mangostin terhadap endothelial progenitor cells.
Selanjutnya, dosis non-apoptosis tersebut ak.an digunakan untuk pada penelitian tahap kedua yang bertujuan mempelajari mekanisme antiapoptosis a-mangostin terhadap endothelial
progenitor cell yang dipaparkan Carboxy Methyl Lysine. Untuk penelitian tahap pertama ak:an dipaparkan berbagai dosis a-mangostin pada
endothelial progenitor cells. Dosis yang digunakan mengikuti penelitian Matsumoto (2003) yakni 0; 5; 10; 20; 40 J.1M. Dari paparan dengan dosis tersebut akan dievaluasi ekspresi caspase-3 dari endothelial progenitor cell untuk. menentukan dosis non-apoptosis. Dosis non apoptosis akan digunakan untukpenelitian tahap kedua. Peneliti menetapkan dosis paparan a mangostin sebesar 30 1-1M sesuai penelitian Sato et a/ (2004). Untuk penelitian tahap kedua akan diberikan a-mangostin dosis non apoptosis pada
endothelial progenitor cells yang dipapark.an Carboxy Methyl Lysine dosis 50 J.Lg/mL, 100 J.lg /ml, 200 J.Lg/ml dengan lama inkubasi 6, 12, dan 24 jam. Selanjutnya akan diukur ekspresi
RAGE, kadar H202, ekspresi caspase 3, ekspresi caspase-8, ekspresi caspase-9, dan ekspresi
TNF-a. Peneliti menetapkan lama paparan menjadi 1 jam karena pada paparan 6 jam tidak ditemukan endothelialprogenitor cells pada kultur.
3.2 Prosedur penelitian •
Tahap pertama. Menentukan dosis non-apoptosis a-mangostin pada endothelial progenitor
cells. Pengukuran apoptosis dilakukan dengan mengukur ekspresi caspase-3. Metode 1 . Metode pengambilan darah dan plasma Setelah dijelaskan tujuan penelitian
dan calon subyek setuju terlibat dalam penelitian maka
akan diambil darah peri fer dari vena mediana kubiti sebanyak 10 ml secara aseptis. Darah
diambil dari subyek sehat dengan disposible syringe 10 mL, serta tourniquet, dan diproses dalam rentang 24 jam setelah pengambilan darah. Darah ditampung pada tabung steril yang
27
mengandung antikoagulan EDTA. Setelah penampungan darah., kemudian dilakukan sentrifugasi dan plasma yang terbentuk diambil sebagai aliquot dan disimpan pada -80°C.
Metode 2. Metode isolasi dan kultur EPC
Protokol kultur EPC dilakukan menurut metode yang dikembai!gkan di Laboratorium
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, meliputi (Permatasari et al, 2010): 1.
Antikoagulan EDTA 10% disaring dengan filter 0,2 J..lffi dan diambil 0,1 mL dengan spuit baru.
2. Darah dari donor diambil secara aseptis 3. Darah dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge.
4. Hanks solution ditambahkan ke tabung sentrifuge yang mengandung darah (rasio volume 1 : 1 ) kemudian dihomogenisasi
5. Ficoll ditambahkan ke tabung sentrifuge (rasio volume darah ditambah Hanks solution 1 :1)
6. Darah (ditambah Hank solution) diteteskan secara hati-hati pada tabung sentrifuge yang berisi Ficoll
7.
Larutan disentrifuge pada 1600 rpm selama 30 menit, basil sentrifugasi pertama adalah: serum - cincin - Ficoll - eritrosit (urutan dari atas)
8. Lapisan paling atas diambil dengan pipet volume 9. Cincing kemudian juga diambil dengan pipet volume kemudian diletakkan dalam tabung
sentrifuge.
10. Hanks solution kemudian ditambahkan pada tabung sentrifuge yang mengandung cincin dengan volume 1 : 1 kemudian dihomogenisasi
11. Larutan kemudian disentrifuge pada 1 600 rpm selama 10 men it •
12. Hasil sentrifugasi kedua adalah: supematan- pellet (mengandung sel) 13. Supematan kemudian diambil dan sebanyak 3 mL Hanks solution ditambahkan kepada pelet kemudian dihomogenisasi
14. Larutan kemudian disentrifugasi pada 1600 rpm selama 10 menit, basil sentrifugasi keempat adalah supematan- pelet (mengandung sel) 15. Supematan kemudian diambil, kemudian 3 mL medium ditambahkan kepada pellet, kemudian diresuspensi. 16. Cover slip steril kemudian dimasukkan ke dalam setiap well 17. Cover slip pada setiap well dilapis dengan gelatin 1%
28
18. Residu gelatin kemudian diambil kemudian dicuci dengan medium 19. Sel dikultivasi pada setiap well 20. Sel diobservasi dengan inverted microscope (pembesaran 200x) 2 1 . Sel diinkubasi pada 36,7°C 22. Sel dikarakterisa'li dengan Dil-Ac-LDL dan siap diberikan peri�.
Metode 3. Metode pemberian a-mangostin a-mangostin yang digunakan adalah a-mangostin komersial. a-mangostin dosis 30 !J.M akan diberikan pada kultur EPC kemudian dianalisa ekspresi caspase-3.
Metode 4. Metode analisa ekspresi caspase-3
Pengukuran
caspase-3 menggunakan kit Caspase-3 dengan confocal laser scanning
microcope.
Tahap kedua. Mempelajari mekanisme antiapoptosis a-mangostin terhadap endothelial progenitor cell yang dipaparkan Carboxy Methyl Lysine
Metode 1 . Metode pemaparan Carboxy Methyl Lysine dan a-mangostin Dosis a-mangostin non-apoptosis dari penelitian tahap pertama dan Carboxy Methyl Lysine 50 tJ.glmL, 100 tJ.g /ml, 200 tJ.g/ml ak.an dipaparkan pada endothelial progenitor cell. Selanjutnya akan dianalisa ekspresi RAGE, kadar H2�, ekspresi caspase 3, ekspresi caspase-
8, ekspresi caspase-9, dan ekspresi TNF-a. Metode 2. Metode analisa ekspresi RAGE Dilakukan dengan menggunakan Quantikine Human RAGE Immunoassay Catalog Number DRGOO. Prosedur dilakukan sesuai protokol dari pabrik. Metode 3. Metode pengukuran kadar H202 Pengukuran
kadar
H2� menggunakan teknik kolorimetrik dengan menggunakan kit.
Prosedur dilakukan sesuai protokol dari pabrik.
29
Metode 4. Metode pengkuran ekspresi caspase-8, caspase-9, dan caspase-3 Pengukuran caspase-3, caspase-9, dan caspase-8 menggunakan kit yang berisi antibodi monoklonal terhadap caspase-3, caspase-9, dan caspa-,e-8 yang akan direaksikan dengan antibodi sekunder yang mengandung FITC/PE. Pengamatan dilakukan dengan
confocal laser
scanning micrvcope.
Metode 5. Metode pengukuran ekspresi TNF-a Metode pemeriksaan TNF-a menggunakan prinsip kuantitatif teknik
sandwich enzyme
immunoassay sesuai protokol dari pabrik. Prinsipnya monoklonal antibodi spesifik untuk 1NF-a dilapiskan pada
microplate kemudian standar dan sampel dipipet ke well dan
keberadaan TNF-a akan terikat oleh antibodi imobilisasi. Setelah dilakukan pencucian terhadap senyawa yang tidak terikat, maka TNF-a ditamhahkan ke
enzyme-linked monoclonal antibody spesifik ke
well. Selama pencucian untuk menghilangkan senyawa yang tidak
terikat reagen antibody-enzyme, larutan substrat ditambahkan ke well dan warna akan muncul sesuai proporsi 1NF-a yang terikat di tahap awal. Perkembangan warna dihentikan dan diukur intensitas warna tersebut.
•
30
BAB IV HASIL PENELITIAN
Dari berbagai marker yang diusulkan pada penelitian ini, teqiapat satu marker yang belurn diukur, yakni ekspresi 1NF-a. Marker ini diukur dari medium endothelial progenitor cell yang telah dibuat aliquot dan akan diukur dalam waktu
dekat.
Selain it\4 ekspresi
caspase-8, ekspresi caspase-9, ekspresi RAGE pada kelompok yang diberikan CML berbagai dosis tanpa pemberian a.-mangostin juga belurn dilakukan. 1 . Karakteristik EPC
Pada penelitian ini telah dilakukan karakterisasi EPC yang berasal dari kultur primer
dengan UEA lectin dan Dii-ac-LDL. Hasil karakterisasi didapatkan bahwa Endothelial progenitor cell melakukan uptake terhadap UEA lectin (berwarna hijau, FITC pembesaran
400 kali) dan Dil-ac-LDL (berwama merah, perbesaran 400 kali). Dengan demikian terbukti
bahwa sel yang diisolasi adalah EPC sehingga dapat dilakukan perlakuan.
"
Endothelial progenitor cell yang dikarakterisasi dengan dil Dil-ac-LDL dan UEA lectin. Tampak bahwa Endothelial progenitor cell melakukan uptake terhadap UEA lectin (berwarna hijau, FITC pembesaran 400 kali) dan Dil-ac-LDL (berwarna merah, perbesaran 400 kali) basil merged (berwarna orange, perbesaran 400 kali). Gambar 4.1
31
2. Caspase-3 Paparan CML berbagai dosis meningkatkan ekspresi caspase-3 dengan pola ekspresi
yang meningkat mencapai puncak pada dosis 100 �g/mL dan kemudian menurun pada dosis 200 J.lg/mL. Selanjutnya pemberian a-mangostin dosis 30 J.!M dapat menurunkan ekspresi caspase-3 pada semua kelompok perlakuan.
1600 .-----
..,
1100
• Cf·.'ILu ug.imL
� 1000
I
Q. ....
" 800 -;:; • 0. 600 ....
� ...
• 0·:1L 5tl
UJ!/ml
• cr�ll so ug/mL -AM 30 •.tM • CML 100 ugiml G.ll 100 ug.:mL - AM 30 u r 1 ..
-tOO
100
L·_
• CMLO •.tg/mL - Al•,l 30 •.tM
• cr.1L I• )•) ug!mL CMllOO ug: m l - AM 30 uf.·l
Kelompok
Efek paparan CML terhadap ekspresi caspase-3 pada endothelial progenitor cells. Tampak bahwa paparan CML meningkatkan ekspresi caspase-3 seiring peningkatao dosis dan mencapai maksimal pada dosis 1 00 J.lg/mL dan selanjutnya menurun pada dosis Gambar 4.2
200 J.lg/mL. Pemberian a-mangostin (AM) dosis 30 J.lM menurunkan ekspresi caspase-3 pada semua kelompok perlakuan. 3. Caspase-8 dan caspase-9 Pada EPC yang dipapar dengan CML berbagai dosis terdapat perubahan caspase-8, dan caspase-9 akibat pemberian a.-mangostin. Meskipun belum ada data pembanding dengan
kontrol (tanpa pemberian a-mangostin dosis 30 J.lM) terlihat pola ekspresi caspase-8 atau ..
caspase-9 yang mirip dengan pola ekspresi caspase-3. Kemiripan tersebut berupa peningkatan
ekspresi yang mencapai maksimal pada pemberian CML 100 J..lg/mL dan kemudian menurun pada pemberian CML 200 J.lg/mL.
32
,
800
--
700
� ..
00
a.
600 500
� �00 Q. �00
- 1--�
•
• u:1l ll ug;mL -AM 3(• uM • C!·.ll50
•Jgirn- Ar.l 30 uM
"'
CI.-tl !1)0
"' �
...
.
ug/ml - A!·.l
)O �1M
200 100 0
OosisCML
Gambar 4.3 Efek a-mangostin terhadap ekspresi caspase-8 pada endothelialprogenitor cells yang dipapar CML berbagai dosis.
·· �· I
.200
a.
I
I
1000
u ... .. a. ... ..
800
•
600
u
·;;;
Q. ...
�
...
L
8 O.ll 0 U'5irnl -AM 3:0 uh1
� '
• .:r,1L50 ug!m- Al. 1 30 uM cr.1LlOO ug,:ml - AM :tv ur"1
400
.200 0 OosisCML
Gambar 4.4 Efek a-mangostin terhadap ekspresi caspase-9 pada endothelial progenitor cells yang dipapar CML berbagai dosis.
4. RAGE Pada EPC yang dipapar dengan CML berbagai dosis terdapat perubahan ekspresi RAGE akibat pemberian a-mangostin. Meskipun belum ada data pembanding dengan kontrol (tanpa pemberian a.-mangostin dosis 30 J..LM) terlihat pola ekspresi RAGE yang berbeda dengan dengan pola ekspresi caspase-3. Perbedaan tersebut berupa peningkatan ekspresi yang mencapai maksimal pada pemberian CML 50 f.lg/mL dan kemudian menurun drastis pada pemberian CML 100 J..tg/rnL.
33
I
I
600
500
� 0:
... 400
-�
a. ...
• cML(• \li�:/rnl - Af;t 30 uM • cM L 50 u�·m - .:i.M 30 uM
300
.
�
• .�r..tl !Ot' ug/ml - AM 3r :O uM
... 200
• ..:r.tl100 ug;rn L - Al. l 30 uM
Dosis CML
yang dipapar CML berbagai dosis.
Gambar 4.5 Efek a.-mangostin terhadap ekspresi RAGE pada endothelial progenitor cells
5.
Hidrogen peroksida Paparan CML berbagai dosis meningkatkan kadar H202 dengan pola ekspresi yang
menurun pada dosis
50
!J.g/mL
kemudian menurun pada dosis
dan meningkat mencapai puncak pada dosis 100 J.Lg/mL dan
200
!J.glmL. Selanjutnya pemberian a.-mangostin dosis
dapat menurunkan kadar H202 pada paparan CML dosis
0
dan
1 00
30 J-1M
!J.g/mL, akan tetapi
meningkatkan kadar H202 pada paparan CML dosis 200 Jlg/mL.
.(MLO ug/ml
I
_ 25
•.:r..tLO •Jgtml - AM 30 •.JM
� :::1. � 20
\:ML5t' u�irnL
! 15 .. 0 N
•cr..tL50 ug:m- Al. 1 3;1) uf-.1
"0 .. �
.::r-.tuoo ug;mL (l. ll!QO •rg:rnl - Al. t 30 o_rM
10 5 �
j -
l_
U.lllQ() togiml
lll!. lilll-l =� Kelompok
• CML 10t' ug.'ml - AM 30 ur· l..
_j
Gambar 4.6 Efek a.-mangostin terhadap kadar H202 pada endothelial progenitor cells yang
dipapar CML berbagai dosis.
34
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Karakterisasi EPC
Pada penelitian ini yang menggunakan sampel darah untuk kultur primer endothelial
progenitor cells telah dibuktikan bahwa sel yang dikultur adalah endothelial progenitor cells dengan UEA lectin dan Dil-ac-LDL. Sel yang melakukan uptake UEA lectin akan memunculkan fluoresensi hijau dan sel yang uptake Dil-ac-LDL akan memunculkan fluoresensi merah. Untuk sel yang uptake dobel positif akan memunculkan fluoresensi kuning sebagai sel yang mengalami diferensiasi. Selain itu pada penelitian ini juga menunjukkan
gambaran koloni EPC dengan cluster sentral sel yang dikelilingi oleh sel bentuk spindle. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Wang et al, 2007. Dengan demikian telah dibuktikan
bahwa sel yang diisolasi adalah endothelial progenitor cells dan dapat diberikan perlakuan selanjutnya
5.2 Apoptosis EPC
Apoptosis adalah kematian sel terprogram dengan trigger berasal dari berbagai sinyal
(Graves et a/, 2006). Gambaran global proses kematian sel diinduksi oleh stimulus fisiologis (intrinsik) dan tambahan (ekstrinsik) (Holdenrieder & Stibere, 2004). Terdapat tiga tahap
apoptosis yakni 1) fa.<;e inisiasi atau stimulus untuk kematian sel komitmen pada saat mana diambil keputusan untuk bunuh diri
2) fase efektor atau
3) fase degradasi atau eksekusi
dimana sel bersangkutan memperlihatkan gambaran biokimia dan morfologi apoptosis. Pada penelitian ini endothelial progenitor cells yang
dipapar CML menunjukkan
ekspresi caspase-3 dengan peningkatan mulai dosis 50 J..l.g/mL sampai dosis 100 J.lg/mL. Selanjutnya untuk paparan CML dosis 200 J.lg/mL terjadi penurunan ekspresi caspase-3. Peningkatan ekspresi caspase-3 ini disebabkan oleh aktivasi CML terhadap Receptor
Advanced Glycation End products (RAGE). Interaksi AGEs-RAGE dapat memicu berbagai pathway sinyaling, melibatkan aktivasi protein kinase C (PKC), fosforilasi tirosin dari .Janus
kinase (JAK)/signal transducers and activatirs of transcription (STAT), perekrutan
phosphptidylinositol 3 'kinase menuju Ras, dan kaskade induksi stres oksidatif (Singh et al, 2001). Stres oksidatif pada kadar rendah akan menginduksi Nrf2, faktor transkripsi yang berimplikasi pada transaktivasi gen yang mengkode aktivitas antioksidan enzimatik. Senyawa
35
oksigen reaktifpada kadar sedang akan memicu respon inflamasi melalui ak:tivasi NF-KB dan AP-1. Adapun stres oksidatif pada kadar tinggi ak:an mengacaukan pori mitokondria dan gangguan transfer elektron yang akhimya menyebabkan nekrosis atau apoptosis (Glorie
et a/,
2006). Penelitian Shen
et a/ (2009) membuktikan bahwa peningkatap apoptosis EPC terjadi
pada paparan AGEs 200 mg/mL. Penelitian Schuebel
et al (2006) telah dibuktikan bahwa
AGEs mampu memicu gangguan fungsional sel CD34 berupa gangguan proliferasi pada AGEs
kadar
2 atau 20 f-Lg/mL dan aktivasi apoptosis pada AGEs kadar 200 f-Lg/mL.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut
adalah jenis AGEs yang digunakan
adalah CML, sementara pada penelitian tersebut jenis AGEs bervariasi dengan reaktivitas yang berbeda-beda. Untuk paparan CML 200 f-Lg/mL terjadi morfologi
endothelial progenitor
cells berupa shrinkage, ketidakjelasan batas sitoplasma dan inti, sel berbentuk oval. Stres ok.sidatif akibat paparan CML terjadi melalui aktivasi NADPH oxidase. NADPH oxidase merupak:an komplek protein yang mengandung heme yang aktivasinya membentuk
radikal superoksida. Selanjutnya radikal superoksida dikatalisis oleh superoksida
dismutase membentuk hidrogen peroksida (Droge, 2002). Stres oksidatif intraseluler ak:an meningkatkan pelepasan sitokrom-c oleh mitokondria yang memicu perubahan komplek Apaf-1 procaspase-9 menjadi Apaf-1 caspase-9. Apaf-1 caspase-3 ak:an memicu perubahan procaspase-3 menjadi caspase-3 (fome
& Briehl, 2011). Hal ini ditemukan pada penelitian
ini bahwa pola ekspresi caspase-9 mirip dengan caspase-3. Selain itu, pola ek.spresi caspase-8 juga mirip dengan ekspresi caspase-3. Efek a.-mangostin terhadap ek.spresi caspase-3 dan caspase-9 disebabkan oleh sifat antioksidan a.-mangostin. Efek a-mangostin terhadap ekspresi caspase-8 disebabkan oleh mekanisme inhibisi aktivasi NF-kB sehingga terjadi penurunan translokasi NF-kB yang memicu transkripsi gen sitokin pro apoptosis.
5.3 RAGE RAGE merupak:an protein 45 kDa yang asalnya diisolasi dari endotel paru bovine didasarkan pada kemampuannya dalam mengikat ligand AGEs. Reseptor matur mengandung 403 asam amino pada manusia dan imunoglobulin tipe
tikus. Regio ekstraseluler mengandung satu domain
V (variable) diikuti oleh dua domain irnunoglobulin tipe C (constant)
yang distabilkan oleh jembatan disulfida antar residu sistein (Basta
et al, 2004; Yan et a/,
2003). RAGE ditemukan sangat kekal pada berbagai spesies dan diekspresikan di berbagai jaringan (Tanji
et al, 2000). Keberadaannya pada berbagai jaringan meyakinkan potensinya 36
pada kondisi pamlogis Schmidt ei aL 2001 ). Penelitian pada manusia dan roden dinyatakan bahwa pola k.ara1aeristik eksplesi RAGE selama masa perkembangan ditemukan pada kadar yang tinggi terutama di SUSituan syara.f pusat. Selanjutnya pada binatang yang matur, akan menurun pada kadar rendah di berbagai rentang sel, meliputi sel endotel, sel otot polos, sel fagosit mononuk!ear, perisit, sel neuron, untuk modulasi serta akan diupregulasi
sel miosit kardiak, hepatosit, dan ganglion retina (Schmidt et al, 1999). Pada penelitian ini
telah dibuktikan adanya ekspresi pada endothelial progenitor cells. Pemberian a-mangostin dosis 30 1-1M memicu perubahan ekspresi RAGE yang disebabkan oleh perubahan sinyaJ
downstream RAGE.
5.4 Hidrogen peroksida
Hidrogen peroksida merupakan molekul oksidan yang mampu melintasi membran sel dengan mudah dan menimbulkan efek cedera jaringan melalui sejumlah mekanisme, antara lain gangguan homeostasis kalsium, penurunan ATP
intraseluler,
menginduksi
kerusakan
DNA, dan menginduksi apoptosis (Weecharangsan et al, 2006). Pada penelitian ini, paparan CML berbagai dosis meningkatkan kadar H202 dengan pola ekspresi yang menurun pada do sis 50
f.1g/mL
dan meningkat mencapai puncak pada dosis 100 f.1g/mL dan kemudian
menurun pada dosis 200 f.1g/mL. Peningkatan ini disebabkan oleh
yang
interaksi CML-RAGE
memicu aktivasi terhadap NADPH oxidase. NADPH oxidase merupakan komplek
protein yang mengandung heme
yang
aktivasinya membentuk radikal superoksida.
Selanjutnya radikal superoksida dikatalisis oleh superoksida dismutase membentuk. hidrogen
peroksida (Droge, 2002). Penurunan ini disebabkan oleh perubahan Hz02 menjadi senyawa
oksigen reaktif yang lain.
Pemberian a-mangostin dosis 30 f.1M dapat
menurunkan kadar Hz02 pada paparan
CML dosis 0 dan 100 f,tg/mL, akan tetapi rneningkatkan kadar H202 pada paparan CML dosis
200 f.1g/mL. Penurunan kadar H202 disebabkan oleh sifat a-mangostin sebagai scavenging H202 atau sebagai upregulasi antioksidan enzimatik, GPx atau catalase pada endothelial progenitor cells. Peningkatan kadar Hz02 pada paparan CML dosis 200 f.1g/mL yang disertai pemberian a-mangostin dosis 30 f.1M mengindikasikan keterlibatan H202 dalam regenerasi sel endothelial progenitor cells.
37
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan a.-mangostin memicu penurunan ekspresi caspase-3 melalui regulasi ekspresi caspase-8, caspase-3 pada Endothelial progenitor
dan
cells yang dipapar Carboxy Methyl Lysine.
6.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menganalisis efisiensi a.-mangostin terhadap rasio
endothelial progenitor cell dan circulating endothelial cell serta komplikasi diabetes melitus secara in vivo.
6.3 Ucapan terima kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kementrian Kesehatan yang memberikan penelitian Risbin lptekdok
dana
2011 melalui Balitbangkes.
38
DAFTAR PUSTAKA
Akagawa M, Sasaki T, Suyama K. 2002. Oxidative deamination of lysine residue in plasma protein of diabetic rats. European Journal Biochemistry: 269:5451-5458.
Anderson MM, Requena JR, Crowley JR, Thorpe SR, myeloperoxidase of human phagocytes generates
Hemecke JW.
1 999.
The
N-(carboxymethyl)lysine on proteins: a mechanism for producing advanced glycation end products at sites of
inflammation. Journal Clinical Investigation; 104(1):103-1 13. Barber, Chad L. dan M. Luisa Iruela-Arispe. 2006. The ever-elusive endothelial progenitor cell: identities, functions and clinical implications. Pediatric Reserach, 59:26-32.
Basta G, Schmidt AM, Caterina RD. 2004. Advanced glycation end products and vascular inflammation
implicatiosn
for
accelerated
atherosclerosis
m
diabetes.
Cardiovascular Research; 63:582-592. Baynes JW, Thorpe SR. .1999. Role of oxidative stress in diabetic complication - a new
perspective on an old paradigm. Diabetes; 48:1-9. Beckett AH, Kalsi VS. 2003 . Compelling need for suplementation:"How specific nutrients help retard the complications of diabetes melitus. Disampaikan pada Symposium
"Compeling Need For Nutrient Therapy in The Treatment of Diabetes Mellitus and The Associated Complications, Surabaya, 8 February, 2003 .
Beckman JA,
Goldfine
AB,
Gordon
MB,
Creager MA.
200 1 .
Ascorbate restores
endothelium-dependent vasodilatation impaired by acute hyperglycemia in humans. Circulation; 103:1618-23.
Beisswenger P, Howell SH, Mackenzie T, Corstjens H, Muizzuddin N, Matsui M. Does skin fluorescence correlate with advenced glycation oxidation products?. 1 0 th
International Symposium on the Maillard Reaction. Palm Cove, Australia, August
29-31.
Bellik L, Ledda F, Parenti A. 2005. Morphological and phenotypical characterization of human endothelial progenitor cell in early stage of differentiation. FEBS Letters; 579:2731-2736.
Bonnefont-Rousselot D. 2002. Glucose and reactive oxygen species. Current Opinion Clinical Nutrition Metabolism Care. 5:561-568. Bohlender JM, Franke S, Stein G, Wolf G. 2005. Advanced glycation end products and the
Chin YW, Jung
kidney. American Journal Physiology
Renal Physiology; 289:645-659.
HA, Chai H, Keller WJ, Kinghorn AD. 2008. Xanthones with quinone
reductase-inducing activity from the fruits of Garcinia mangostana (Mangosteen).
Phytochemistry; 69:754-758.
Chomnawang MT, Surassmo S, Nukoolkam VS, Gritsanapan W. 2007. Effect of Garcinia mangostana on inflammation caused by propionibacterium acnes. Fitoterapia; 78 : 401-408.
Droge W. 2002. Free radicals in the physiological control of cell function. Physiology
Review; 82:47-95 . Dzau VJ, Gnecchi M, Pachori AS, Morello F, Meli LG. Therapeutic potenstial of endothelial progenitor cells in cardiovascular diseases. Hypertension 2005; 46:7-18.
Fadini GP, Agostini C, Sartore S, Avogaro A. 2007. Endothelial progenitor cells in tha natural history of atherosclerosis. Atherosclerosis; 194:46-54. Fadini GP, Miorin M, Facco
M, Bonamico S, Baessi I, Grego F,
deKreutzenberg SV, Tiengo A, Agostini C, Avogaro A,
Menegolo
M,
2005. Circulating 39
endothelial progenitor cells are reduced in peripheral vascular complications of type 2 diabetes mellitus. Journal of the American College of Cardiology 2005; 45(9): 1449-14457. Friedrich EB, Walenta K, Scharlau J, Nickenig G, Werner N. 2006. CD34/CD133+NEGFR-2+ endothelial progenitor cell subpopulation with potent vasoregenerative capacities. Circulation Research; 98:20-25. Gaens K, van de Warrenburg MPH, Scheijen JLJ, Niessen PMG, Brouwers MCG, Rensen SSM, Buurman WA, Greve JWM, van Zandvoort MAM, Stehouwer CDA, Schalkwijk CG. 2009. NO-(carboxymethyl)-lysine trapping in adipose tissue: implications for obesity-asociated changes in adipocytokine expression. 10 th International Symposium on the Maillard Reaction. Palm Cove, Australia, August 29-31 . Glorie G, Legrand-Poels S, Piette J. 2006. NF-KB activation by reactive oxygen species: fifteen years later. Biochemical Pharmacology; 72:1493-1505. Haffner SM. 1 999. The importance of hyperglycemia in the non fasting state to the development cardiovasculer state. Endocrine Review; 1 9(5):583-92. Holdenrieder S, Stibere P. 2004. Apoptotic markers in cancer. Clinical Biochemistry; 37:605617. Hristov M, Weber C. 2004. Endothelial progenitor cells: characterizatio� pathophysiologu, and possible clinical relevance. Journal Cell Molecular Medicine; 8(4):498-508. Jung HA, Su BN, Keller WJ, Mehta RG, Kinghorn D. 2006. Antioxidant Xanthones from pericarp of Garcinia mangostana (Mangosteen). Journal Agricultural Food Chemistry; 54: 2077-2082. Kamata K, Ozawa Y, Kobayashi T, Matsumoto T. 2009. Effect of N-epsilon (carboxymethyl)lysine on coronary vasoconstriction in isolated perfused hearts from control and streptozotocin-induced diabetic rats. Journal Smooth Muscle Research; 45:125-137. Kimura, Takafumi (et al.). 2004. The sphingosine !-phosphate receptor agonist FTY720 supports CXCR4-dependent migration and sumsum tulang homing of human CD34+ progenitor cells. Blood, 103(12):4478-4486. Kobayashi T, Oku H, Komori A. 2005. Advanced glycation end products induce death of retinal neurons via activation of nitric oxide synthase. Experimental Eye Research; 8 1 :647-654. Krone CA, Ely ITA. .2004. Ascorbic acid, glycatio� glycohemoglobin and aging. Medical Hypotheses; 62:274-279. Leor J, Marber M. Endothelial progenitors. Journal of the American College of Cardiology 2006; 48(8): 1588-1 590. Magri D, Fancher TF, Fitzgerald TN, Muto A, Dardik A. 2007. Endothelial progenitor cells: a primer for vascular surgeons. Vascular; 15(6):384-394. Mahabusarakam W, Proudfoot J, Taylor W, Croft K. 2000. Inhibition oflipoprotein oxidation by prenylated xanthones derived from mangostin. Free Radical Research; 33: 643659. Matsumoto K, A.kao Y, Kobayashi E, Ohguchi K, Ito T, Iinuma M, Nozawa Y. 2003. Induction of apoptosis by xanthones from mangosteen in human leukemia cell lines. Journal Natural Product; 66: 1 1 24-1 127. Munch G, Thome J, Foley P, Schinzel R, Riederer P. 1997. Advanced glycation endproducl'i in ageing and Alzheimer's disease. Brain Research Reviews; 23:134-143. Niwa T, Katsuzaki T, Miyazaki S. 1997. Immunohistochemical detection of imidazolone, a novel advanced glycation end product, in kidney and aortas of diabetic patients. Journal Clinical Investigation; 99(6):1272-1280. 40
Oldfield :MD, Bach LA, Forbes JM. 2001. Advanced glycation end products cause epithelial myofibrobalst transdifferentiation via the receptor for advanced glycation end products (RAGE). Journal Clinical Investigation; 108:1 853-1863. Oya T, Hattori N, Mizuno Y. 1999. Methylglyoxal modification of protein. Journal Biology Chemistry; 274:18492-18502.
Penfold SA, Coughlan MT, Sourris KC, Jerums G, Cooper ME, Forbes JM. 2009. The pathogenic of high molecular weight proteins present in diabetic serum. 10 th International Symposium on the Maillard Reaction. Palm Cove, Australia, August
29-3 1. Permatasari N, Nugrahenny D, Andari D, Ventianingsih ADI, Fatmawati H. 2010.
Quantitative and qualitative evaluation of the endothelial progenitor cells. 1h International Seminar and Workshop. 8 Basic Molecular Biology Course on Stem
Cell' Treatment With Stem Cell''. Rahbani-Nobar ME, Rahimi-Pour A, Rahbani-Nobar M, Adi-Beig F, Mirhashemi SM. 1999. Total antioxidant capacity, superoxide dismutase and glutathion peroxidase in
Santos AN, Kahrstedt S, Nass N, Czeslick E, Scheubel RJ, Silber R, Simm A. 2008. Evidences for age-related modulation of human hematopoietic progenitor cell diabetic patients. Medical Journal of lslamic Academy of Sciences; 12(4):109-14.
2+ Sato A, Fujiwara H, Oku H, Ishiguro .K Ohizumi Y. 2004. a-mangostin induces Ca ATPase-dependent apoptosis via mitochondrial pathway in PC12 cells. Journal proliferation. Experimental Gerontology; 43:1033-1038.
Pharmacological Sciences; 95:33-40. Schafer FQ, Yue QS, Buettner GR. 2000. Iron and free radical oxidations in cell membranes.
RJ, J4ilirstedt S, Weber H, Holtz J, Friedrich I, Borgermann J, Silber � Simm A. 2006. Depression of progenitor cell function by advanced glycation endproducts Cell Molecular Biology. 46(3):657-662.
Scheubel
(AGEs): potential relevance for impaired angiogenesis in advanced age and diabetes. Experimental Gerontology; 41:540-548. Sclunidt AM, Hori 0, Chen J, Li JF, Crandall J, Zhang J, Cao � Yan SD, Brett J, Stern D. 200 I. Advanced glycation endproducts interacting with their endothelial receptor
the accelerated vasculopathy of diabetes. Journal Clinical
induce expression of vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1 ): mechanism
for
a
potential
Investigation; 96:1395-1403. Schmidt AM, Yan SD, Wautier J, Stern D. 1999. Activation of receptor for advanced glycation end products: a mechanisms for chronic vascular dysfunction in diabetic
Semba RD, Ferrucci L, Fink JC, Sun .K Beck J, Dalal M, Guralnik JM, Fried LP. 2009b. Advanced glycation end products and their circulating receptors and level of kidney vasculopathy and atherosclerosis. Circulation Research; 84:489-497.
function in older community-dwelling women. American Journal Kidney Disease; 53(1 ):51-58.
Semba RD, Fink JC, Sun
K, Bandinelli S, Guralnik JM, Ferrucci L. 2009a. Carboxymethyl
lysine, an advanced glycation end product, and decline of renal function in older community-dwelling adults. European Journal Nutrition; 48(1 ):38-44. Shantsila E, Watson T, Lip GYH. 2007. Endothelial progenitor cells in cardiovascular disorders. Journal of the American College of Cardiology; 49:741-752.
Shen C, Li Q, Zhang YC, Ma G, Feng Y, Zhu Q, Dai Q, Chen
Z, Yao Y, Chen L, Jiang Y,
Liu N. 2009. Advanced glycation endproducts increase EPC apoptosis and decrease nitric oxide via MAPK pathways. Biomedicine & Pharmacotherapy; doi: 1 0.101 6/j/bopha.2009. 03 .002. 41
-
Shoda H, Miyata S, Liu BF. 1997.Inhibitory effect of tenilsetam on the Maillard reaction. Endocrinology; 138(5): 1886-92.
Simons M. 2005a. Angiogenesis: where do we stand now?. Circulation; 1 1 1 : 1556-1566.
Simons M. 2005b. Angiogenesis, arteriogenesis, and diabetes mellitus. Journal of the American College of Cardiology; 46(5):835-837. Singh
R, Barden A, Mori T, Beilin L. 2001. Advanced glycation end products: a review. Diabetologia; 44: 129-146.
Smart N, Riley PR. 2008. The stem cell movement. Circulation Research; 108:1 155-1 168.
Stellos K, Gnerlich S, Kraemer B, Lindemann S, Gawaz M. Platelet interaction with progenitor cells: vascular regeneration or injury?. Phannacological Reports 2008; 60:101-108.
their cellular receptor RAGE in diabetic nephropathy and nondiabetic renal disease.
Tanji N, Marko\\itz GS, Fu C. 2000. Expression of advanced glycation end products and Journal American Society Nephrology; 1 1 : 1656-1666.
Thornalley PJ. 2005. Dicarbonyl intermediates in the Maillard reaction. Annal New York Academy Science; 1043:1-7.
Tome ME, Briehl ME. 2011. Apoptosis, oxidative stress and cancer. Virtual Free Radical School. Society Free Radical in Biology and Medicine.
Ueno Y, Kizaki M, Nakagiri R, Kamiya T, Sumi H. Osawa T. 2002. Dietary gluthatione protects rats from diabetic nephropathy and neuropathy. Journal Nutrition 2002; 132:897-900.
Urbich, Cannen, Stefanie Dimmeler. 2004. Endothelial progenitor cells: characterization and role in vascular biology. Circulation Research; 95:343-353.
Uribarri J, Cai W, Peppa M, Goodman S, Ferrucci L, Striker G, Vlassara H, 2007. Circulating glycotoxins and dietary advanced glycation end products: two links to inflammatory
response, oxidative stress, and aging. Journal Gerontology A Biology Science Medical Science: 62(4):427-433.
van Deutekom AW, Niessen HWM, Schalkwijk CG, Heine RJ, Simsel S. Increased NO (carboxymethyl)-lysine levels in cerebral blood vesseils of diabetic patients and in a (streptozotocin-treated) rat model of diabetes mellitus. European Journal of
WF, Fan CL, Lu L� Zhu DL. Circulating endothelial progenitor cells, C-reactive protein and severity of coronary stenosis in Chinese Endocrinology; 158:655-660.
Wang HY, GaoPJ, Ji
KD,
Shen
patients with coronary artery disease. Hypertension Research 2007; 30:133-141.
Werner N, Nickenig G. 2006. Clinical and therapeutical implications of EPC biology in atherosclerosis. Journal Cell Molecular Medicine; 10(2):31 8-332. Werner N, Nickenig G. 2007. Endothelial progenitor cells in health and atherosclerotic disease. Annals of Medicine; 39: 82-90.
Whiteside Cl, Dlugosz JA. 2002. Mesangial protein
kinase C isozyme activation in the
diabetic milieu. American Journal Physiology Renal Physiology; 282:975-980.
Whittaker A, Moore JS, Vasa-Nicotera M, Stevens S, Samani NJ. Evidence for genetic
regulation of endothelial progenitor cells and their role as biological markers of atherosclerotic susceptibility. European Heart Journal 2008; 29:332-338.
Williams P, Ongsakul M, Proudfoot J, Croft, K, Beilin L. 1995. Mangostin inhibits the oxidative modification of human low density lipoprotein. Free Radical Research; 23: 175-184.
Yan SF, Ramasamy
R, Naka Y, Schmidt AM. 2003. Glycation, inflammation, and RAGE: a
scaffolde for the macrovascular complications of diabetes and beyond. Circulation Research; 93:1159-1 169.
42
• =
-1 ! �, � ;:: 1 iYII I
E l
-
o;:... --'0 .._
=
-= -= - . -"'-� =
=---
_
-" _ _
=
_
--=-= =
�
-- -
� -"'i -
Zampetaki A,
Kirton
JP,
Xu
Q. Vascular repair by
Cardiovascular Research 2008; 78:413-42 1 .
endothelial
progenitor cells.
Zhang QH, She MP. Biological behaviour and role of endothelial progenitor cells on vascular disease. Chinese Medical Journal 2007; 120(24):2297-2303.
43