RUANG UTAMA
GOOD GOVERNANCE, NASIONALISME, DAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH Oleh : Yayan Rudianto
Abstract The terminology of globalization has filled the public areas in Indonesia for so long. It can be apart from the propaganda of the developed countries in encouraging the developing countries to be more democratic. The developed countries’ seriousness and some of international institutions which concern in the same issues, gets its best chance in Soeharto’s government periode (Orde Baru) in Indonesia. The result, Indonesia becomes one of ‘Tiger” in Asia with the increasing economic growth, and relatively stable government. The progress in economy doesn’t instantly make the Indonesian people proper. The paradox of development happens in this period. The rich and poor groups have a sharp gap implicated in people unsatisfaction nationally that is expressed in 1998 reformation movement. In the government of SBY, both first and second volume, the reformation momentum is used to accelerate the Indonesian people’ prosperity. In globalization, Indonesia still shows its image as an independent country, and still takes a benefit from this global competition. One of the actions is the government procurement of goods/service that fills good governance principles. Based on the analysis, the obtained result is that the President’s Regulation Number 54 in 2010 about the Government Procurement of Goods/Service has obeyed the founding fathers’ recommendation to keep showing nation’s sovereignty. For instance, in using the foreign loans and grants (IFLG), it applies the principle of mutual benefit, unlike the previous era that tends to be weak in bargaining position with foreigners. The application of good governance principles in the president regulation are getting real as well. For example, public participation in the procurement goods/service is broadened through e-procurement application. Keywords: Globalization, Nationalism, and the Governance Procurement of Goods/Service
I.
PENDAHULUAN
Pengaruh globalisasi yang paling terasa bagi Negara berkembang Seperti Indonesia adalah Ketidak -
berdayaan Pemerintah untuk menolak faham-faham seperti kapitalisme, liberalisme, neo-liberalisme yang
disandingkan dengan isu-isu demokrasi, keadilan, HAM dan lainlain. Walaupun tujuan Negara-negara maju tersebut untuk memajukan ekonomi Negara-negara berkembang, namun yang sering muncul adalah tindakan penguasaan atas sumbersumber ekonomi. Di samping isu-isu klasik seperti demokratisasi, hak asasi manusia, lingkungan hidup, Gender, good governance yang dipropagandakan Negara-negara maju pada Negara-negara berkembang, hal lain yang sangat merugikan Negaranegara berkembang seperti Indonesia dalam membangun kemitraan adalah keharusan menggunakan tenaga ahli dari Negara-negara donor dan lembaga-lembaga keuangan 1 internasional seperti IMF, Word Bank. Di balik program-program Negara maju dan lembaga-lembaga keuangan internasional yang dinilai miring (manfaat tidak sebanding dengan pengorbanan), karena mengakibatkan Negara-negara berkembang tidak 2 berkembang, seperti Indonesia, 1
2
terdapat pujian yang dialamatkan pada Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan lembagalembaga internasional yang menjalankan dukungan terhadap penyelenggaraan kepemerintahan yang demokratis di tingkat lokal, seperti United Nations Development Agency (UNDP), United State Agency for International Development (USAID), UNICEF, Asia Foundation, Ford Foundation, National Democratic Development (NDI), Word Bank, Asian Development Bank (ADB), United Kingdom’s Department for International Development (DFID), Canadian International Development Authority (CIDA), Australian Agency for International Development (AusAID), Open Society Institute, berserta sejumlah lembaga pembangunan internasional serta 3 asosiasi profesi lainnya. Pujian tersebut diberikan pada dua hal. Pertama, mengenalkan arti persaingan dalam pasar bebas yang kemudian mendorong pemerintah, swasta, LSM, dan masyarakat pada umumnya bekerja sama dalam menghasilkan produk (barang/jasa) yang unggul dan kompetitif. Kedua, mengenalkan istilah good governance dalam pengelolaan pemerintahan yang demokratis. Bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia respon yang tepat terhadap globalisasi ini adalah mengambil peran dalam konteks institusi kenegaraan
Istilah ini secara sempit diartikan oleh Negara maju/industri/lembaga keuangan internasional sebagai small government atau clean government yang ditandai kebijakan privatisasi dan debirokratisasi. Uraian lengkap mengenai desakan Negara maju pada pemerintah Indonesia untuk menerapkan small government atau clean government ini dapat dilihat dalam tulisan Sofian Efendi (2006). Bonnie Setiawan (2001) menggambarkan IMF sebagai biang keladi krisis Indonesia. Sejak Oktober 1997 (tertibnya Letter of Intent) hingga April 2001 tidak juga mendatangkan kesembuhan. Bahkan utang Indonesia bertambah US$ 43 milyar tidak jatuh ke rakyat Indonesia, tapi untuk membayar kreditor asing dan utang kroni-kroni Soeharto untuk menjadi beban rakyat Indonesia.
3
Hetifah Sj Sumarto, Inovasi, Partisipasi dan Good Governance: 20 Prakarsa Inovatif dan Partisipatif di Indonesia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, edisi pertama, 2003, halaman xxiv.
2 Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011
(state institutions) yang senantiasa mencerminkan penyelengaraan oleh dan untuk kepentingan umum. Kepala Negara sebagai salah satu pemangku jabatan pemerintahan republik harus mencerminkan kehendak umum dan ditentukan berdasarkan kehendak 4 umum. Hal ini tentu berbeda pada globalisasi yang lebih mencerminkan kehendak pasar yang meng-global 5 atau kapitalisme global. Untuk berperan aktif dan mendapat manfaat dari interaksi global ini, relevan anjuran Bung Hatta bahwa : “…pendirian yang harus kita ambil ialah supaya kita jangan menjadi obyek dalam pertarungan politik internasional, melainkan kita harus tetap menjadi subyek yang berhak menentukan sikap kita sendiri, berhak memperjuangkan tujuan kita sendiri… Memperjuangkan atas kesanggupan sendiri tidak berarti : “tidak akan mengambil keuntungan daripada pergolakan politik internasional…(T)iap-tiap politik untuk mencapai kedudukan Negara yang kuat ialah menggunakan pertentangan internasional yang ada untuk
mencapai tujuan nasional sendiri…(P)erjuangan bangsa …hendaknya didasarkan pada realitet…(P)olitik internasional tidak bisa dihadapi dengan sentimen belaka, tetapi dengan realitet dan dengan logika yang rasional” (Hatta, 6 1988:13-14). Untuk mengkaji permasalahan tersebut di atas, dirumuskan judul kajian sebagai berikut : “Good Governance, Nasionalisme, dan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah”. Hal-hal yang ingin dijawab dalam pengkajian ini adalah : 1. Apakah Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mencerminkan respon tepat atas prinsip-prinsip Good Governance dan Pemikiran The Founding Father (khususnya Bung Hatta) tentang Nasionalisme? 2. Bagaimanakah Upaya Pemerintah Membangun Sinergitas antara Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ?
4
II.
5
Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan, FH UII Press, Yogyakarta, cetakan kedua, 2003, halaman 3. Bonnie Setiawan (2001) memberikan ilustrasi perkembangan kapitalisme global ini yang mengancam keutuhan NKRI seperti fakta berikut ini : transaksi keuangan dunia tahun 1980-an hanya sekitar US$300 juta sehari, pada tahun 1990-an meningkat tajam menjadi US$ 1 trilyun sehari, kecepatan transaksi dari waktu berharihari menjadi cukup dalam hitungan per-detik, maka milyaran dollar bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lain berkat electronic mail. Jadi arti kata global mengandung arti lingkupnya yang kompak, terintegrasi dan menyatu; menggantikan ekonomi nasional dan regional.
PENDEKATAN KONSEP
A.
Penerapan Prinsip-prinsip Good Governance dalam Pemerintahan Demokratis Berdasarkan sejarah, istilah governance pertama kali diadopsi oleh para praktisi di lembaga-lembaga 6
Mohtar Mas’oed, Interaksi Global dan Cita-cita Kebangsaan (Bunga Rampai: Nasionalisme), Pustaka Pelajar, Yogyakarta, cetakan I, 1996, halaman 77-78.
3 Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011
Berikutnya adalah Asian Development Bank (ADB) yang sejak tahun 1995 telah memiliki policy paper bertajuk Governance: Sound Development Management. Kebijakan ADB mengartikulasikan empat elemen esensial dari good governance yaitu : accountability, participation, predictability, dan transparency. Lebih jauh UNDP menyebutkan ciri-ciri good governance yaitu : mengikutsertakan semua, transparan dan bertanggung jawab, efektif dan adil, menjamin adanya supremasi hukum, menjamin bahwa prioritas-prioritas politik, sosial dan ekonomi didasarkan pada konsensus masyarakat, serta memperhatikan kepentingan mereka yang paling miskin dan lemah dalam proses pengambilan keputusan menyangkut alokasi sumber daya 7 pembangunan. Sebagai negara yang sedang menjalani proses transisi menuju demokrasi, prinsip-prinsip good governance seharusnya diterapkan dalam konteks institusi kenegaraan yang mencerminkan penyelenggaraan 8 oleh dan untuk kepentingan umum. Artinya, kita menginginkan lembaga 9 negara yang menerapkan prinsip-
pembangunan internasional, konotasi governance yang digunakan sangat sempit dan bersifat teknokratis di seputar kinerja pemerintah yang efektif; utamanya yang terkait dengan manajemen publik dan korupsi. Oleh sebab itu banyak kegiatan atau program bantuan yang masuk dalam kategori governance tidak lebih bantuan teknis yang diarahkan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah dalam menjalankan kebijakan publik dan mendorong adanya pemerintah yang bersih (menghilangkan korupsi). Sejatinya konsep governance harus dipahami sebagai suatu proses, bukan struktur atau institusi. Governance juga menunjukkan inklusivitas. Kalau government dilihat sebagai ”mereka” maka governance adalah ”kita”. Menurut Leach & PercySmith (2001) Government mengandung pengertian seolah hanya politisi dan pemerintahlah yang mengatur, melakukan sesuatu, memberikan pelayanan, sementara sisa dari ”kita” adalah penerima yang pasif. Sementara governance meleburkan perbedaan antara ”pemerintah” dan ”yang diperintah” karena kita semua adalah bagian dari proses governance. Lembaga internasional yang mengawali mempopulerkan istilah governance adalah Bank Dunia melalui publikasinya yang diterbitkan tahun 1992 berjudul Governance and Development. Definisi governance menurut Bank Dunia adalah ”the manner in which power is exercised in the management of a country’s social and economic resources for development”.
7
8
9
Hetifah Sj Sumarto, Inovasi, Partisipasi dan Good Governance: 20 Prakarsa Inovatif dan Partisipatif di Indonesia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, edisi pertama, 2003, halaman 1-3. Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan, FH UII Press, Yogyakarta, cetakan kedua, 2003, halaman 3. Indonesia sendiri mempunyai enam cabang kekuasaan yang disebut Lembaga Negara, yaitu : MPR, DPR, DPA, BEPEKA, Mahkamah Agung (kekuasaan kehakiman), dan Lembaga Kepresidenan. Berdasarkan Perubahan Ketiga
4 Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011
B.
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dapat dijadikan salah satu tolok ukur kinerja Presiden dalam mewujudkan pemerintahan demi ”kehendak umum”. Prinsip ini sebenarnya telah menjadi ”roh” dalam seluruh ketentuan perundangundangan di Indonesia. Namun dalam praktik mengalami fluktuatif sebagai akibat dari kemampuan para pemangku jabatan yang berbeda-beda dalam membangun sinergitas di antara mereka. Bagaimana ketentuan tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mencerminkan demi ”kehendak umum”, dapat dilihat dari konsistensi Presiden dalam membangun pola hubungan (sinergitas yang konstitusional) dengan para pihak terkait (stakeholders). Pedoman pengaturan mengenai tata cara Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah terdapat dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Peraturan ini ditetapkan sehubungan dengan peningkatan kualitas pelayanan publik melalui penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih (good governance and clean government). Untuk melaksanakan prinsip good governance and clean government, maka Pemerintah harus melaksanakan prinsip-prinsip akuntabilitas dan pengelolaan sumber daya secara efisien, serta mewujudkannya melalui tindakan dan peraturan yang baik dan tidak berpihak (independent), serta
prinsip good governance itu demi seluruh rakyat Indonesia, bukan yang lain seperti Bank Dunia, ADB, IMF, WTO, dan lain-lain. Masa transisi demokrasi di Indonesia berkaitan dengan transfer kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Presiden Habibie. Jatuhnya Presiden Soeharto memiliki korelasi positif dengan demokratisasi, karena tidak semata-mata merupakan pergantian pemerintahan tetapi juga dilanjutkan dengan transisi menuju demokrasi dan bahkan diikuti dengan pelembagaan demokrasi di akhir kekuasaan Habibie. Masa transisi memang bermuka dua. Di satu sisi keserbatidakpastian dan keserbamungkinan pasti mengiringi masa transisi. Hasil proses transisi belum tentu negara yang demokratis, tetapi tidak jarang reinkarnasi negara otoriter dalam bentuk yang baru apabila penunjang demokrasinya lemah. Di sisi lain, era transisi adalah suatu golden moment untuk melakukan reformasi konstitusi. Salah satu fenomena pada masa transisi adalah gejolak euporia politik masyarakat yang nyaris tidak terkendali karena menemukan pintu kebebasan setelah sekian lama terkunci di dalam penjara kediktatoran 10 rezim otoriter.
UUD 1945, Pasal 24 ayat (2) diadakan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara baru. Dalam perubahan keempat telah pula disahkan Dewan Perwakilan Daerah. Sebaliknya dalam perubahan yang sama, menghapus DPA. 10 Ni’matul Huda, Lembaga Negara dalam Transisi Demokrasi, UII Press, Yogyakarta, cetakan pertama, 2007, halaman 35-36.
5 Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011
(co-financing) antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kebijakan umum Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah bertujuan untuk mensinergikan ketentuan Pengadaan Barang/Jasa dengan kebijakan-kebijakan di sektor lainnya. Langkah-langkah kebijakan yang akan ditempuh Pemerintah dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ini meliputi : 1. Peningkatan penggunaan produksi Barang/Jasa dalam negeri yang sasarannya untuk memperluas kesempatan kerja dan basis industri dalam negeri dalam rangka meningkatkan ketahanan ekonomi dan daya saing nasional; 2. Kemandirian industri pertahanan, industri alat utama sistem senjata (Alutsista), dan industri alat material khusus (Almatsus) dalam negeri; 3. Peningkatan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil, koperasi kecil dan kelompok masyarakat dalam Pengadaan Barang/Jasa; 4. Perhatian terhadap aspek pemanfaatan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup secara arif untuk menjamin terlaksananya pembangunan berkelanjutan; 5. Peningkatan penggunaan teknologi informasi dan transaksi elektronik; 6. Penyederhanaan ketentuan dan tata cara untuk mempercepat proses pengambilan keputusan dalam Pengadaan Barang/Jasa; 7. Peningkatan profesionalisme, kemandirian, dan tanggung jawab
menjamin terjadinya interaksi ekonomi dan sosial antara para pihak terkait (stakeholders) secara adil, transparan, dan akuntabel. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih ini perlu didukung dengan pengelolaan keuangan yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan keuangan negara yang dibelanjakan melalui proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, diperlukan upaya untuk menciptakan keterbukaan, transparansi, akuntabilitas serta prinsip persaingan/kompetisi yang sehat dalam proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dibiayai APBN/APBD, sehingga diperoleh barang/jasa yang terjangkau dan berkualitas serta dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas Pemerintah dan pelayanan masyarakat. Harapan terhadap peraturan tersebut adalah dapat meningkatkan iklim investasi yang kondusif, efisiensi belanja negara, dan percepatan pelaksanaan APBN/APBD. Juga untuk meningkatkan keberpihakan terhadap industri nasional dan usaha kecil, serta menumbuhkan industri kreatif, inovasi, dan kemandirian bangsa dengan mengutamakan penggunaan industri strategis dalam negeri. Peraturan tersebut juga diarahkan dapat meningkatkan ownership Pemerintah Daerah terhadap proyek/kegiatan yang pelaksanaannya dilakukan melalui skema pembiayaan bersama
6 Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011
Dalam peraturan ini juga diatur mengenai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan persyaratan keikutsertaan perusahaan asing untuk meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri dan keberpihakan terhadap pengusaha nasional, pengaturan kontrak payung dan kontrak pembiayaan bersama (cofinancing) antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta peningkatan nilai pengadaan yang diadakan untuk menumbuhkembangkan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
para pihak yang terlibat dalam perencanaan dan proses Pengadaan Barang/Jasa; 8. Peningkatan penerimaan negara melalui sektor perpajakan; 9. Penumbuhkembangan peran usaha nasional; 10. Penumbuhkembangan industri inovatif, budaya dan hasil penelitian laboratorium atau institusi pendidikan dalam negeri; 11. Memanfaatkan sarana/prasarana penelitian dan pengembangan dalam negeri; 12. Pelaksanaan Pengadaaan Barang/Jasa di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk di Kantor Perwakilan Republik Indonesia; dan 13. Pengumuman secara terbuka rencana dan pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di masing-masing Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya kepada masyarakat luas. Hal-hal mendasar yang terdapat dalam peraturan ini antara lain: 1) diperkenalkannya metode pelelangan/seleksi sederhana, pengadaan langsung, dan kontes/sayembara dalam pemilihan penyedia barang/jasa selain metode pelelangan/seleksi umum dan penunjukan langsung. Lebih lanjut juga diatur secara khusus mengenai Alutsista TNI dan Almatsus Polri yang pengadaannya diutamakan terlebih dahulu dari industri strategis dalam negeri, dan pengaturan pengadaan melalui sistem elektronik (eprocurement).
C.
Lembaga Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Secara ideal Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam Perpres telah mencerminkan kebutuhan yang sangat luas akan : kelembagaan, sumber daya (SDM, keuangan, material), juga ketatalaksanaan (sistem kerja). Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah kegiatan pemenuhan barang/jasa Pemerintah oleh K/L/D/I secara lintas sektoral dan lintas institusi. Oleh karena Perpres ini sifatnya lintas sektoral dan lintas institusi, menggunakan sumber anggaran yang berasal dari rakyat dan pihak asing (APBN, APBD, PHLN) dan jumlahnya sangat besar, Presiden tidak terjebak dalam hal-hal teknis -walaupun karena sifatnya tidak dapat dihindarkan- tetapi juga menaruh perhatian cukup besar pada aspek kebijakan, utamanya pengembangan dan perumusan. Atas dasar inilah Presiden menugaskan secara khusus pada
7 Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011
Lembaga Kebijakan Pengadaan 11 Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Bagaimana LKPP sebagai salah satu stakeholders membangun sinergitas dengan K/L/D/I, terdapat dalam Perpres Nomor 106 tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). LKPP adalah lembaga pemerintah non departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. LKPP merupakan perluasan dari Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Publik, dan satu-satunya lembaga pemerintah yang mempunyai tugas melaksanakan pengembangan dan perumusan kebijakan pengadaan barang/jasa Pemerintah. Dalam melaksanakan tugasnya LKPP memiliki fungsi : 1. Penyusunan dan perumusan strategi serta penentuan kebijakan dan standar prosedur di bidang pengadaan barang/jasa Pemerintah termasuk pengadaan badan usaha dalam rangka kerjasama Pemerintah dengan badan usaha; 2. Penyusunan dan perumusan strategi serta penentuan kebijakan pembinaan sumber daya manusia di bidang pengadaan barang/jasa Pemerintah; 3. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaannya;
11
4.
Pembinaan dan pengembangan sistem informasi serta pengawasan penyelenggaraan pengadaan barang/jasa Pemerintah secara elektronik (electronic procurement); 5. Pemberian bimbingan teknis, advokasi dan bantuan hukum; dan 6. Penyelenggaraan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan, penatausahaan, kepegawaian, keuangan dan perlengkapan serta rumah tangga. Susunan organisasi LKPP terdiri dari: 1. Kepala; 2. Sekretariat Utama; 3. Deputi Bidang Pengembangan Strategi dan Kebijakan; 4. Deputi Bidang MonitoringEvaluasi dan Pengembangan Sistem Informasi; 5. Deputi Bidang Pengembangan dan Pembinaan Sumber Daya Manusia; 6. Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah. III.
GOOD GOVERNANCE DAN SINERGITAS PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
Dalam ketentuan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres Nomor 54 tahun 2010) telah terdapat prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good Governance) dan Pemikiran Founding Father (Bung Hatta) sebagaimana terdapat nomenklatur berikut ini. 1. Dalam menimbang terdapat klausul: efisiensi, terbuka,
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, Pasal 1 poin 4.
8 Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011
pemerintahan selesai) pada Mei 1998. 2. Dalam ketentuan umum terdapat klausul: pengadaan berbasis teknologi informasi dan transaksi elektronik (E-Procurement), LPSE, E-Tendering, E-Catalogue, EPurchasing, dan Portal Pengadaan Nasional. Hal ini merupakan bentuk respon yang tepat sehubungan dengan salah satu ciri globalisasi yakni technology information. Bukti bahwa kemajuan teknologi informasi mampu mengatasi permasalahan yang muncul dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Hal ini dapat dilihat sejak tahun 2006, Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik (mulai 2007 menjadi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) telah berhasil mengembangkan sistem eprocurement LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik). LPSE merupakan sistem eprocurement Pemerintah yang hingga akhir 2010 digunakan oleh 25 provinsi, 107 LPSE, 217 instansi, 5423 jumlah paket, dan Rp11.322.125.308.561 total 12 pagu. 3. Dalam ruang lingkup terdapat klausul: investasi pada institusi negara/pemerintah seperti : Bank Indonesia, BHMN dan BUMN/BUMD, mengatur pihak asing dalam Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN), dan melakukan bargaining position dengan pihak
kompetitif, tata cara pengadaan yang sederhana, jelas, dan komprehensif, pengaturan yang efektif bagi para pihak terkait (stakeholders). Juga dalam prinsipprinsip pengadaan terdapat klausul: efisien, transparan, terbuka, bersaing, adil (tidak diskriminatif) dan akuntabel. Bandingkan dengan kebijakan ADB yang mengartikulasikan empat elemen esensial dari good governance yaitu : accountability, participation, predictability, dan transparency. Walaupun tidak persis penyebutan setiap nama untuk setiap prinsip Good Governance, namun esensinya tetap sama yakni menyangkut nilainilai hakiki dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Indonesia tengah berada dalam pintalan globalisasi, dan menurut anjuran Bung Hatta, Bangsa Indonesia harus menjadi subyek dari globalisasi ini. Bangsa Indonesia harus rasional (bukan sintemen belaka) dalam pergaulan internasional. Anjuran Bung Hatta tersebut tampak telah dilaksanakan oleh Presiden Indonesia sejak Soekarno hingga Susilo Bambang Yudhoyono dengan fluktuatif dalam upaya dan hasilnya. Kadang mengalami kemajuan seperti swasembada pangan pada masa Presiden Soeharto ketika bermitra dengan IGGI, FAO, dan lain-lain. Kadang juga terpuruk ketika menjdi ”anak asuh” IMF yang berujung pada transfer kekuasaan secara irregular (Presiden Soeharto berhenti sebelum masa
12
Data diperoleh dari website LKPP.
9 Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011
departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Tugas pokoknya adalah mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. LKPP merupakan lembaga perumus kebijakan Presiden yang khusus bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Kemudian tugas khusus ini dijabarkan lagi ke dalam 4 deputi yang berbeda tugas dan fungsinya. Tiga deputi yakni Deputi Bidang Pengembangan Strategi dan Kebijakan, Deputi Bidang Monitoring-Evaluasi dan Pengembangan Sistem Informasi, dan Deputi Bidang Pengembangan dan Pembinaan Sumber Daya Manusia tetap pada sifat asli LKPP sebagaimana terlihat di dalam beberapa fungsinya : penyusunan rumusan stategi dan kebijakan, penyusunan standar, penyusunan pedoman, penyusunan prosedur dan manual, penyiapan dan perumusan kebijakan, penyusunan rencana dan program, penyusunan sistem. Namun ada satu deputi yakni Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah lebih bersifat teknis, misalnya : memberikan saran, pendapat, rekomendasi, pemberian bimbingan teknis dan advokasi, pemberian pendapat, rekomendasi dan tindakan koreksi, pemberian bantuan, nasihat dan pendapat hukum, pemberian pendapat hukum dan kesaksian ahli. Sinergitas kedua Perpres ini membawa implikasi pada banyak hal, antara lain pada: lembaga pemerintah yang terlibat, subyek yang terlibat,
asing (pemberi PHLN) ketika terdapat perbedaan ketentuan. Halhal tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah pro investasi, pro efisiensi APBN, APBD, dan PHLN, dan Negara yang berdaulat. Sinergitas terbentuk karena kedua Perpres merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Dalam Perpres mengenai Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah terdapat salah satu stakeholders yakni Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Sinergitas ini saling menguatkan kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, susunan organisasi, dan tata kerja. K/L/D/I adalah subyek yang memperoleh Barang/Jasa Pemerintah. Prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa. K/L/D/I adalah instansi/institusi yang menggunakan APBN, APBD, dan PHLN. Di dalam K/L/D/I terdapat beberapa pejabat yang berwenang menggunakan APBN, APBD, dan PHLN, yaitu : Pengguna Barang/Jasa, Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Setiap K/L/D/I wajib membentuk Unit Layanan Pengadaan (ULP). ULP ini unit organisasi pemerintah yang berfungsi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa di K/L/D/I yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada. Sementara itu LKPP adalah salah satu stakeholders Pengadaan Barang/Jasa yang dibentuk oleh Presiden, merupakan lembaga pemerintah non-
10 Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011
DAFTAR KEPUSTAKAAN
sumber anggaran, cara berkoordinasi, cara pertanggungjawaban, dan lainlain. Sesuai dinamika yang ada beberapa hal tentu mengalami perubahan sehingga perlu direspon dengan cepat dan tepat oleh lembaga pemerintah. Salah satu lembaga pemerintah yang melakukan respon seperti itu adalah LKPP.
Heryanto,
Huda,
IV. PENUTUP Globalisasi mempengaruhi cara penyelenggaraan pemerintahan suatu negara/pemerintah. Cara tersebut dikenal dengan istilah Good Governance. Konsep ini menyebar ke berbagai negara melalui upaya Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan lembagalembaga internasional seperti IMF, Word Bank, UNDP untuk kesejahteraan negara-negara berkembang. Indonesia berusaha merespon upaya tersebut dengan berpedoman pada kemanfaatannya untuk kesejahteraan rakyat, dan anjuran founding father (Bung Hatta) dalam menjaga kedaulatan negara. Para pendiri bangsa sepakat bahwa bentuk negara kita adalah negara kesatuan, dan bentuk pemerintahan adalah pemerintahan republik. Konsekuensinya adalah institusi kenegaraan (state institutions) harus senantiasa mencerminkan penyelenggaraan oleh dan untuk kepentingan umum. Kepala Negara sebagai salah satu pemangku jabatan dalam pemerintahan republik harus mencerminkan kehendak umum dan ditentukan berdasarkan kehendak umum (publik).
Ariel. (1996). Bunga Rampai: Nasionalisme. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Ni’matul. (2007). Lembaga Negara dalam masa Transisi Demokrasi. UII Press: Yogyakarta.
Manan,
Bagir. (2003). Lembaga Kepresidenan. FH UII Press: Yogyakarta.
Nazir, Moh. (1988). Metode Penelitian. Ghalia Indonesia: Jakarta. Purwoko,
Herudjati, Pradjarta Dirdjosanjoto. (Penyunting). Desentralisasi Dalam Perspektif Lokal. Pustaka Percik. Salatiga.
Sumarto, Hetifah Sj. (2003). Inovasi, Partisipasi dan Good Governance: 20 Prakarta Inovatif dan Partisipatif di Indonesia. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta. Ketentuan
Peraturan undangan
Perundang-
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
11 Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 106 Tahun 2007 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah.
Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 106 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen.
12 Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011