Untuk Kalangan Umum
www.harianterbit.co
AGUSTUS 2017
TAHUN I EDISI KE-1
JANGAN GANGGU KAPOLRI HARIANTERBIT.CO — Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian terus diisukan memiliki elektabilitas tinggi dan cocok maju dalam Pilpres 2019. Penarikan namanya itu digulirkan berdasarkan ungkapan yang pernah dilontarkannya, kalau dirinya ingin pensiun dini dari kepolisian. Padahal, ucapan yang dilontarkan mantan kepala BNPT itu hanya sebagai ibarat bahwa dirinya tak mungkin akan terus-menerus menjabat sebagai kapolri, dan pasti akan ada pengganti berikutnya. Jika sudah ada pengganti, secara otomatis ia akan pensiun sebagai kapolri. Keanggotaannya sebagai insan Bha-
yangkara akan terus menempel dan bahkan sampai memasuki usia purnawira atau pensiun. Kenyataannya yang terjadi di luar, ucapannya dijabarkan secara saklak. Dan hal itu menyebabkan terjadinya bias ke mana-mana. Bahkan menjadi viral. Bersambung ke Halaman 11
POLRI BENTENG PEMBERANTASAN KORUPSI HARIANTERBIT.CO — Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densua Tipikor), yang akan dibentuk, membuktikan jajaran Polri peduli NKRI. Karena itu langkah yang akan ditempuh Polri dengan membuat satuan elite pemberantasan korupsi ini harus mendapat apresiasi dari semua kalangan.
Pengamat dan penggiat antikorupsi, Adilsyah Lubis, secara tegas menyatakan dukungannya atas langkah Polri yang akan membentuk satuan elite pemberantasan korupsi tersebut. ”Pembentukan Densus Tipikor oleh Polri, tepat,” tandasnya.
”
Semua dihadapinya dengan bijak dan senyum. Meskipun berbagai unsur masyarakat menginginkan Jenderal Pol Tito Karnavian naik ke panggung politik pada 2019 nanti.
Bersambung ke Halaman 11
Densus Tipikor di Bawah KENDALI KAPOLRI HARIANTERBIT.CO — Kantor Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) sudah siap. Artinya bukan lagi wacana, tinggal melangkah dan bertindak. Tentu dengan menyiapkan personel yang handal dan jujur. Gedung berlantai enam tersebut Irjen Setyo Wasisto berlokasi di Polda Metro Jaya. Persiapan tim penyidik terus digodok, berikut sarana dan prasarananya. Tugas pokok dari satuan khusus ini membantu tugas KPK. ”Paling lambat akhir tahun ini semuanya sudah ready,” ungkap Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, belum lama ini. Setyo belum mau membuka jumlah personel dan dari satuan mana yang akan berkiprah membersihkan, si serakah alias para koruptor. Densus Tipikor memiliki fungsi yang sama seperti KPK. Semua kasus tipikor bisa diusut, bahkan Densus Tipikor bisa berkoordinasi dengan KPK untuk menuntaskan satu perkara rasuah. ”Menangani seluruh kasus yang ada. Nanti kalau kasus yang diharapkan ditangani oleh KPK kita lakukan apa namanya koordinasi dan asistensi oleh KPK,” ucap Setyo. Nantinya Densus Tipikor bekerja di bawah kendali Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Selain itu, dia juga berharap banyak anggaran Densus Tipikor sama dengan KPK. (*)
Jenderal Pol Tito Karnavian
DPR DUKUNG DENSUS TIPIKOR HARIANTERBIT.CO — Tak hanya penggiat dan pengamat korupsi saja yang mendukung Polri menciptakan Densus Tipikor. DPR-RI pun tak mau kalah melihat peluang ide brilian itu. Melalui Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo, Komisi III DPR-RI pun menyatakan dukungan terhadap Polri yang akan membentuk tim elite pembasmi korupsi tersebut. Menurut Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo, keberadaan Densus nanti akan efektif dalam memberantas dan mencegah korupsi sampai ke pelosok-pelosok daerah. ”Kita dukung rencana itu (pembentukan Densus Tipikor). Polri kan memiliki jaringan yang sangat luas untuk menjalankan tugas,” kata Bambang dalam pesan singkatnya, Selasa (8/8). Politisi Partai Golkar ini menyebutkan bahwa keberadaan Densus Tipikor ini sudah ditunggu tugas yang mendesak untuk ditangani, yaitu pencegahan korupsi dana desa. Bersambung ke Halaman 11
KEMBALIKAN RUH PRO JUSTICIA Penegak Hukum Kembali ke Utamanya HARIANTERBIT.CO — Wakil Ketua DPR-RI, Fahri Hamzah menyambut positif terhadap gagasan Polri membentuk tim elite pemberantasan korupsi atau Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor). Politisi yang dikenal vokal ini berharap dengan dibentuknya
Bersambung ke Halaman 11
TERORISME DI MEDIA SOSIAL BAGIAN 1
Jihad Selfie: Ketika Perekrutan Teroris Bergeser ke Medsos TEUKU Akbar Maulana (17 tahun), seorang remaja brilian yang hafal Al-Quran dan mahir berbahasa Arab, mendapat beasiswa dari pemerintah Turki untuk belajar agama di Imam Katip High School di Kayseri (setara dengan madrasah aliyah di Indonesia). Pada penghujung tahun 2014, melalui laman Facebook, Akbar melihat foto Yazid, seorang teman satu asrama dari Indonesia, sedang berpose gagah dengan senapan AK 47 di tangannya. Yazid, adalah sosok asosial yang banyak menghabiskan waktu empat jam sehari di depan komputer untuk mengakses internet atau bermain game. Ia menghilang, lalu fotonya muncul di Facebook dengan latar bendera ISIS. Bersambung ke Halaman 11
Hiduplah Tanpa Rasa Takut dan Amarah Oleh: Setiawan P PERMASALAHAN dengan rasa marah terjadi saat kita tidak bisa berkompromi dengan amarah. Kita kadang menyimpan rasa marah dan rasa benci di dalam hati, lalu menyimpan rasa sakit yang akhirnya membahayakan diri kita sendiri. Kita kadang melakukan sesuatu yang tak terkendali karena terbawa rasa marah. Apakah amarah itu? Bersambung ke Halaman 11
laporan utama 2
EDISI PERTAMA / TAHUN I AGUSTUS 2017
Jejak Sejarah Gerakan Radikal di Indonesia
Daftar 18 WNI Terduga Eks-ISIS yang Dipulangkan HARIANTERBIT.CO — 18 Warga Negara Indonesia (WNI) yang diduga telah terlibat kegiatan kelompok ISIS di Suriah baru saja menginjakkan kaki di Tanah Air. Qatar Airways QR 956 mengantar mereka mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada Sabtu (12/8) kemarin. Kedatangan ke 18 WNI tersebut dikawal oleh 11 orang terdiri dari BNPT enam orang, BIN tiga orang dan Kemenlu RI dua orang, dari Kota Erbil. Nama-nama 18 orang WNI : 1. Sulthan Zufar Kurnia Putra Jakarta, 5 Januari 1999 XD 521468 2. Intan Permana Sari Putri Jakarta, 13 September 1989 XD 521473 3. Sita Komala, Jakarta, 4 Januari 1961 XD 521472 4. Febri Ramdhani Jakarta, 19 Februari 1994 XD 521482 5. Fauza Katri Djohar Mastedja Padang, 28 April 1959 XD 521467 6. Dwi Djoko Wiwoho, Medan, 15 Juni 1967 XD 521463 7. Muhammad Ammar Abdurrahman Jakarta, 26 Agustus 2014 XD 521478 8. Difansa Rachman Tanjung-Redep, 21 Maret 1986 XD 521479 9. Muhammad Habibi Abdullah, Jakarta, 12 Oktober 2011 XD 521477 10. Mutsanna Khalid Ali, Jakarta, 26 Januari 2004 XD 521483 11. Muhammad Saad Al Hafs, Jakarta, 26 Agustus 2014 XD 521476
HARIANTERBIT.CO — Sepanjang Januari-Juni 2017, 161 orang atau 52 keluarga WNI yang dideportasi dari Turki karena hendak bergabung dengan al-Dawla al-Islamiya fi alIraq wa al-Sham (Daesh) telah kembali ke Indonesia. Mereka berasal dari 12 provinsi di Nusantara. Berdasarkan data LSM CSAVE, provinsi dengan pengikut terbanyak adalah Jawa Barat, dengan jumlah 13 keluarga. Disusul Jawa Timur dengan 10 keluarga, Jawa Tengah delapan keluarga, Lampung lima keluarga, DKI Jakarta dan Banten masing-masing empat keluarga. Juga Sumatera Barat, Jambi, Kalimantan Barat, Aceh, Batam dan Sumatera Selatan masing-masing satu keluarga. Kedua belas provinsi ini memiliki akar sejarah panjang terkait gerakan radikal.
Seperti yang dikatakan pengamat terorisme dari Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Universitas Indonesia, Solahuddin, empat provinsi teratas itu telah menjadi basis gerakan radikal sejak lama. Jawa Barat misalnya, sejak Indonesia belum merdeka telah menjadi basis kelompok radikal Darul Islam dan Tentara Islam Indonesia (DI/TII) atau dikenal Negara Islam Indonesia (NII) yang dipimpin SM Kartosuwiryo. Begitu pula Jawa Tengah yang kemudian menjadi basis Jamaah
Islamiyah dan Ansharut Tauhid. ”Pelaku aksi tindak pidana terorisme tahun 2002 sampai sekarang pelakunya berasal dari tiga wilayah itu. Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Artinya sudah berakar di sana,” katanya kepada Anadolu Agency, Rabu malam. Darul Islam di Jawa Barat menjadi hulu atas suburnya gerakan radikal di Indonesia. Pada awal kemerdekaan Indonesia, DI/TII berupaya keras untuk menggantikan Pancasila sebagai ideologi resmi negara dengan ideologi Islam. Dari Jawa Barat, DI/ TII lantas menyebar ke Aceh, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Barat. Pemerintah Orde Baru menumpas Darul Islam di Jawa Barat pada 1963. Kartosuwiryo dieksekusi mati sementara pengikutnya diikutkan agenda deradikalisasi lewat program transmigrasi. Justru lewat agenda de-
radikalisasi itulah ideologi dan gerakan ekstrimis menyebar ke berbagai wilayah. Kelompok ini mulai menghidupkan kembali gerakannya pada 1970an. ”Gerakan terus berkembang. Lampung menjadi lebih aktif karena banyak sekali transmigran asal Jawa Barat,” ujar Solah. Sementara itu, gerakan peminggiran politik Islam yang digencarkan Orde Baru malah memperkuat basis gerakan radikal di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada masa itu, gerakan Islam dilarang berpolitik. Pemerintah Soeharto berkompromi dengan lahirnya reinkarnasi partai Islam Masyumi menjadi Partai Muslimin Indonesia. Namun tak rela eks tokoh Masyumi seperti Natsir, Prawoto, bahkan Mohammad Roem yang moderat memimpin partai baru itu. Saluran politik ditutup, pendukung Masyumi lantas bergabung dengan kelompok sub-
Polri Dukung Kaji Ulang Bebas Visa
Fadil: Bebas Visa Dimanfaatkan WNA untuk Kejahatan HARIANTERBIT.CO — Meningkatnya kejahatan yang dilakukan warga negara asing (WNA) akhirakhir ini di wilayah hukum Indonesia, membuat Kepolisian Republik Indonesia akan mengkaji ulang bebas visa untuk masuk ke Indonesia. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto mengungkapkan, Polri mendukung pemerintah untuk mengkaji ulang perihal kebijakan bebas visa. ”Hal ini untuk mencegah semakin meningkatnya pelaku-pelaku tindak kriminal berasal dari luar negeri yang memanfaatkan bebas visa,” kata Setyo Wasisto, Rabu (9/8). Dikatakannya, polisi mendukung apabila kebijakan tersebut dapat dikaji ulang. Apalagi bila memang ini dibutuhkan bagi masyarakat untuk mencegah kejahatan impor. ”Jika itu untuk kepentingan bangsa dan negara, Polri mendukung. Kalau itu baik kita dukung,” katanya. Bebas visa itu sambung Setyo Wsisto, dilakukan kepada lebih dari 70 negara. Sehingga Setyo berharap acara rencana evaluasi kebijakan tersebut segera dilakukan. ”Saya dengar akan diriviu, semoga saja,” terangnya. Sebelumnya, aparat kepolisian juga mengamankan 148 WNA terkait kejahatan siber di Bali, Jakarta dan Surabaya.
”
Polri mendukung pemerintah untuk mengkaji ulang perihal kebijakan bebas visa. Hal ini untuk mencegah semakin meningkatnya pelaku-pelaku tindak kriminal berasal dari luar negeri yang memanfaatkan bebas visa. Hal ini membuat Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol Muhammad Fadil Imran, angkat bicara. Fadil mengatakan, ada tiga kelompok besar yang kerap melakukan aksi-aksi kriminal baik di Indonesia maupun negara lain. Kelompok tersebut dari negara NEC, East Europe, serta Tiongkok dan Taiwan. Tindak pidana yang dilakukan oleh para gembong kejahatan internasional ini bermacam-macam. Mulai dari penipuan melalui bisnis email compromise, tindak pidana telecommunication fraud, dan pembobolan ATM melalui modus card skimming. ”Email compromise, telecommunication fraud, dan card skimming,” kata Fadil di Jakarta, Rabu (9/8). [hsb]
versif seperti DI/TII secara informal. Secara resmi DI/TII sudah tidak ada, namun gerakannya masih hidup. ”Gerakan ini terus menyebar. Banyak aktivis radikal di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Medan hasil rekrutan simpatisan Masyumi yang kecewa dengan kebijakan politik Orde Baru. Di antaranya Abu Bakar Baasyir dan Abdullah Sungkar,” kata Solah. Setelah itu gerakan terus berkembang. Mereka mengirim kader ke Afghanistan untuk turut pelatihan militer. ”Harapannya setelah kembali dan punya kemampuan militer, mereka akan melakukan aksi di Indonesia,” ujarnya. Tahun 1992 perpecahan di tubuh Darul Islam terjadi. Kemudian lahirlah Jamaah Islamiyah. ”Gerakan itu subur sebelum reformasi, dan masih berkembang hingga sekarang,” ujar Solah. (*)
12. Lasmiati Ngawi, 29 Juli 1975 XD 521466 13. Mohammad Raihan Rafisanjani Jakarta, 2 Februari 1999 XD 521471 14. Tarisha Aqqila Qanita, Batam 4 Oktober 2004 XD 521465 15. Syarifah Nailah, Jakarta 26 Februari 1996 XD 521470 16. Heru Kurnia, Jakarta, 12 Juli 1962 XD 521462 17. Nurshadrina Khaira Shania Jakarta, 6 April 1998 XD 521464 18. Ratna Nirmala Jakarta, 9 September 1966 XD 521480 Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Umur yang tertua kelahiran 1962, yang termuda kelahiran 2014. Mereka kini berada dalam penanganan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan diperiksan oleh Detasemen Khusus (Densus) Antiteror 88 Polri. (*)
Ancaman Terorisme di Indonesia Masih Tinggi HARIANTERBIT.CO — Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Irsak Sulhin mengatakan, sekecil apa pun ancaman terorisme harus ditindaklanjuti oleh aparat kepolisian. Menurutnya, potensi ancaman terorisme di Indonesia dan Asia masih cukup tinggi. ”Saya kira potensi ancaman terorisme saat ini masih tinggi. Tidak hanya pada 17 Sejumlah petugas saat sedang mengangkut kantong jenazah dari TKP bom Kampung Agustus, pada haMelayu Kamis (25/5/2017) dini hari. Kantong-kantong berwarna oranye itu dikumpulkan ri-hari yang lain julebih dulu di satu tempat sebelum diangkut ke ambulans ga (ancaman) bisa terjadi,” ujar Irsak man dalam bentuk apa pun. melalui media sosial. Sulhin, Senin (14/8). ”Belakangan ini juga aparat meAncaman dalam bentuk apapun, Irsak menyebut dua sumber annangkap terduga teroris di sejumlah kata Irsak, tidak boleh dianggap recaman terorisme. Pertama, ancadaerah. Ini sebagai bukti bahwa teromeh. Menurutnya, jangan sampai man yang dilayangkan langsung ris itu masih ada,” katanya. (*) polisi lengah mengantisipasi ancakepada kepolisian dan kedua
polmas 3
EDISI PERTAMA / TAHUN I AGUSTUS 2017
Bareskrim Polri Tangani Pembakaran Sekolah HARIANTERBIT.CO — Delapan sekolah dibakar di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, membuat Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian ’naik tensi’ dengan memerintahkan Bareskrim Polri turun tangan menganani kasus yang merusak dunia pendidikan tersebut. Turunnya Bareskrim Polri ini guna membantu Polda Kalimantan Tengah untuk mengungkap motif dan pelaku pembakaran sekolah tersebut. ”Pembakaran sejumlah sekolah salah satu perhatian dari saya datang ke sini. Tiga pelaku pembakaran yang telah berhasil ditangkap akan dibawa ke Mabes Polri pada Kamis (10/8),” kata Tito usai rapat internal dengan Kapolda dan jajaran Polda Kalteng di Palangkaraya, Rabu (9/8). Tito mengaku begitu prihatin atas peristiwa pembakaran sekolah tersebut hingga jenderal bintang empat tersebut langsung turun ke Palangkaraya untuk mempercepat tindakan tegas terhadap pelaku pembakaran sejumlah sekolah dasar dan SMK. ”Polda Kalteng telah menangkap sejumlah pelaku dan mendapatkan banyak keterangan termasuk tiga orang yang dianggap sebagai otak pembakaran sekolah.Ini kan masih berproses. Kita belum memberikan keterangan resmi mengenai motifnya. Tapi yang jelas sudah ada pelaku yang ditangkap. Besok akan kita bawa ke Mabes Polri. Untuk proses selanjutnya akan ditangani Mabes Polri dibantu Bareskrim,” terang mantan Kapolda Metro Jaya itu. Antisipasi kebakaran hutan Mantan Kadensus 88 Antiteror itu dalam kunjungannya ke Kalimantan Tengah juga untuk mengecek sejauh mana kesiapan Polda Kalteng mencegah dan menanggulangi terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla). ”Pada Juli dan Agustus ini Kalteng telah memasuki musim kemarau sehingga berbagai upaya untuk mencegah terjadinya karhutla harus sudah matang dipersiapkan. Ini merupakan tindak lanjut perintah Presiden Joko Widodo agar karhutla dapat dicegah. Jadi, saya perintahkan Polda Kalteng terus memonitor terjadinya karhutla di setiap kabupaten dan kota di Kalteng,” katanya. [hsb]
Inovasi dan Kreativitas, Modal Penting Melayani HARIANTERBIT.CO — Presiden Republik Indonesia Joko Widodo bertindak selaku Inspektur Upacara dalam rangka pelantikan 2.014 Pamong Praja Muda IPDN Angkatan XXIV, bertempat di Lapangan Parade Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Selasa (8/8). Dalam upacara tersebut Presiden Joko Widodo menyampaikan beberapa hal terkait tugas berat Aparatur Sipil Negara (ASN) saat ini dalam memberikan pengabdian di tengah-tengah masyarakat, seperti: 1. Sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, ASN selalu dituntut untuk belerja keras tanpa pamrih dan harus dapat memposisikan diri sebagai garda terdepan dalam melaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik. 2. Sebagai pamong praja muda harus dapat menjadi agen perubahan, baik dalam hal pola pikir maupun sikap dalam setiap memberikan pelayanan kepada masyarakat, jangan diskriminasi, jaga netralitas dan menjunjung tinggi profesionalisme dalam bekerja. 3. Pamong praja muda harus siap menerima kritikan dari masyarakat apabila berperilaku keliru, lalai, lamban dalam memberikan pelayanan, perhatian maupun bantuan kepada masyarakat. 4. Pamong praja muda harus mampu mengembangkan serta meningkatkan hasil capaian kinerja yang telah dihasilkan oleh pemerintah saat ini. 5. Pamong praja muda harus tetap dan terus menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari beberapa poin harapan tersebut, Presiden Joko Widodo mengingatkan kembali agar pamong praja muda berani berinovasi dan berkreasi menggunakan teknologi yang ada guna memberikan kontribusi positif dalam setiap ruang kehidupan serta mendukung tugas pelayanan kepada masyarakat. Dalam upacara pelantikan tersebut, Presiden Joko Widodo juga menyematkan Kartika Pradnya Utama serta mengalungkan Kartika Astha Brata kepada lulusan terbaik Program Sarjana Yegi Wirianto Pratama, serta Rahmi Hayati untuk Program Diploma IV. Selamat bertugas, berikanlah pengabdianmu yang terbaik pada nusa dan bangsa. [Lamimi, pengamat Kamnas, Alumni Sekolah Kamnas Angkatan II]
Mengekor ’Utusan Tuhan’ Duterte Jokowi Perintah Tembak Pengedar HARIANTERBIT.CO — Mengekor apa yang dilakukan Presiden Filipina Rodrigo Duterte sehingga dianggap sebagai ’utusan Tuhan’, Presiden Indonesia Jokowi memerintah tembak di tempat pengedar narkoba. Ini mendapat kecaman, karena dinilai melanggar HAM. Langkah mendongkrak popularitas? Sebenarnya bukan pertama kalinya gagasan menembak pengedar narkoba tanpa melalui proses pengadilan disampaikan ke publik. Presiden Joko Widodo sudah meminta jajaran penegak hukum di Indonesia bertindak tegas dengan menembak pengedar narkoba. Namun langkah ini, selain melanggar HAM, juga dinilai tidak akan efektif dalam mengatasi masalah narkoba di Indonesia. ”Sekarang Polri, BNN (Badan Narkotika Nasional), betul-betul sekarang tegas, dan saya sampaikan, sudahlah tegasin saja. Terutama pengedar-pengedar narkoba asing, yang masuk kemudian melawan, sudah langsung ditembak saja,” kata Presiden Jokowi disambut tepuk tangan yang hadir. Jokowi menyampaikan pernyataan ini dalam penutupan Musyawarah Kerja Nasional Partai Persatuan Pembangunan. Ia kembali menyampaikan masalah peredaran narkoba di Indonesia, yang menurutnya sudah sampai di titik darurat, sehingga dia menyarankan agar kepolisian dan BNN bisa bertindak lebih tegas. Pernyataan presiden ini dikecam oleh Direktur LBH Ma-
syarakat, Ricky Gunawan, yang kerap menangani kasus hukum pengedar dan pengguna narkoba. Ricky menilai bahwa langkah pemerintah, seperti yang diinginkan Presiden Jokowi, tidak akan mengatasi masalah peredaran narkoba di Indonesia selain juga sebagai ’jalan pintas’ dalam penanganan kasus hukum pengedar dan pengguna narkoba. ”Masyarakat kan mungkin tidak tahu betapa kompleks peredaran gelap narkotika, ada orang mengalami ketergantungan narkotika ketika dia disuruh maju untuk mengakui agar tidak dibunuh di tempat, itu hanya menekan (peredaran narkotika) makin ke dalam pasar gelapnya. Bagaimana mungkin kita bisa mengatasi itu kalau mereka makin tersembunyi? Jadi mereka akan memodifikasi cara mereka beroperasi dan cara mereka bekerja mengedarkan, menggunakan narkotika,” kata Ricky. Juru bicara BNN Sulistiandriatmoko mengatakan, pernyataan Presiden ini tidak serta-merta menjadi panduan bagi petugas di lapangan, karena menurutnya sudah ada aturan hukum yang
jelas. Sulistiandriatmoko membantah bahwa pernyataan Presiden ini akan mengubah aksi memerangi narkoba di Indonesia menjadi menjadi seperti Filipina dengan metode Presiden Duterte. ”Tidak bisa disama-samakan dengan negara lain, beda kultur juga kan antara Indonesia dengan Filipina. Tentu petugas-petugas dari kepolisian dan BNN, mereka juga tidak pernah secara membabi-buta menggunakan senjata, walaupun oleh undang-undang diberikan hak untuk menggunakan senjata itu, saya pikir tidak pernah anggota di lapangan, menggunakan senjata secara sewenang-wenang,” kata Sulistiandriatmoko. Dukung Jokowi Meski begitu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian sebelumnya sudah menyatakan bahwa dia justru mendukung inisiatif yang disampaikan oleh Presiden Jokowi. ”Yang utama kalau ada warga negara asing yang menjadi bandar narkoba menargetkan Indonesia, selesaikan secara adat. Sudah tahulah maksudnya di lapangan itu. Ini warning ini. Dan sudah banyak kita lakukan, dan kita akan terus lakukan kalau mereka masih berani,” kata Kapolri. Tim gabungan Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya dan Polresta Depok sebelumnya telah menembak mati seorang warga negara asing asal Taiwan dalam kasus pengiriman satu ton sabu dari Taiwan ke Banten menggunakan kapal Wanderlust karena ’melawan polisi’. Sementara itu, pengamat hukum
Universitas Indonesia Choky Ramadhan justru mempertanyakan efektivitas rencana pemerintah untuk menembak pengedar dalam upaya memberantas narkoba. ”Apakah kebijakan hukuman mati, baik lewat pidana seperti yang sudah-sudah maupun tanpa proses pidana seperti Filipina, itu bisa menekan peredaran? Contohnya, kita sama-sama tahu bahwa motivasi mengedarkan narkoba adalah motivasi ekonomi,” kata Choky. ”Mestinya ancaman hukuman ekonomi itu yang lebih tinggi sehingga membuat orang berpikir ulang untuk melakukan tindak pidana tersebut. Dan apabila terjadi, semua keuntungan yang diperoleh itu bisa dibayarkan ke negara melalui denda, sehingga ketika dia miskin, dia akan susah menyuap, mengatur bisnis.” Selain efektivitas hukuman mati terhadap pengedar masih harus dipertanyakan, Choky juga mengingatkan bahwa ”belum tentu semua orang yang dihukum mati itu menghasilkan putusan hukuman mati pada orang yang tepat”. Ini bukan pertama kalinya gagasan menembak pengedar narkoba tanpa melalui proses pengadilan disampaikan ke publik. Sebelumnya, pada Oktober 2016, pernyataan bernada sama dilontarkan oleh Ketua BNN Budi Waseso. Di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo, Indonesia sudah mengeksekusi 18 terpidana, meski pelaksanaannya ditentang oleh masyarakat internasional dan organisasi HAM. [ke/dari berbagai sumber]
24 Polwan Taklukkan PUNCAK CARTENZ HARIANTERBIT.CO — Sebanyak 24 polisi wanita (Polwan) melaksanakan ekspedisi ke Puncak Gunung Cartenz, Papua, dalam rangka Memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia Ke-72 dan Memperingati Hari Ulang Tahun Polwan Ke-69. Puncak gunung atau yang sering disebut ’Piramida Cartenz’ ini merupakan gunung tertinggi di Indonesia dan satu-satunya gunung yang berada di Indonesia yang diselimuti salju abadi yang memiliki ketinggian 4.884 meter, akan dilalui oleh 24 polwan tangguh. Para polwan tersebut terbang menuju Papua pada tanggal 30-31 Juli 2017, untuk berdaptasi terlebih dahulu dan untuk penyesuaian suhu. Setelah itu, 24 polwan memulai perjalanan menuju Puncak Gu-
nung Cartenz. Saat bertatap muka dengan para Polwan tangguh tersebut, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, polwan yang akan berangkat mendaki Puncak Cartenz sudah melalui seleksi khusus. Sehingga para polwan ini bisa menunjukan kemampuannya dan tidak kalah dengan polisi laki-laki serta kita ingin mengangkat kesetaraan gender, dengan misi mendaki Puncak Gunung Cartenz yang merupakan titik tertinggi di Indonesia membuktikan bahwa polwan mampu secara fisik. Tim Polwan juga akan mengibarkan Bendera Merah Putih di Puncak Cartenz. ”Sudah tentu kegiatan tersebut akan mendorong tumbuhnya kebanggaan dalam diri para polwan kita. Ini juga
salah satu sistem pembinaan personel kepolisian untuk melatih daya juang mereka,” ungkap Kapolda Papua Irjen Pol Boy Rafli Amar seperti dikutip dari Antara. Berikut daftar nama 24 Polwan tangguh yang akan melakukan ekspedisi: 1. AKBP Siwi Erma Andriani SIK ; 2. Ipda Heny Guastiana; 3. Ipda Priskila Kaom Sangek; 4. Bripda Fajar Astuti;
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Bripda Sari Nastiti; Bripda Dea Marcheliana; Bripda Intan Widya Ningsih; Bripda Alisia Dwi Kartini; Bripda Indri Anastasya; Bripda Dwi Surya Wulandari; Bripda Berti Kurniawati; Bripda Nidia Ariani; Bripda Amelia K Lumuwu; Bripda Retno Ayu Wedowati;
15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Bripda Tika Astria; Bripda Virnayanti; Bripda Ayu Agiswi; Bripda Jessica Zhivaneska; Bripda Muthia Octavida; Bripda Ica Ayu Nuraini; Bripda Adisti Mahesa; Bripda Mince Yessy Ebe; Bripda Phemiralna; Bripda Gusti Elvira. (*)
opini
T AJUK RENCANA Pak Tito, kepadamu Kami Percaya
T
UNTUTAN masyarakat akan rasa aman, keadilan dan kepastian hukum serta kesejahteraan harus diwujudkan oleh penyelenggara negara dan bilamana tidak terpenuhi maka akan timbul rasa ketidakpuasan yang berpotensi mengganggu sendisendi kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Berbagai tantangan aktual sebagai implikasi perkembangan lingkungan strategik global, regional dan nasional maupun lokal menjadi fenomena yang tidak mungkin dihindarkan karena pada era globalisasi telah berkembang seolah-olah tanpa batas. Kepercayaan (trust) merupakan bagian dari psikologis seseorang yang menaruh harapan terhadap sikap positif Polri karena memiliki segudang kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan sehingga merasa yakin bahwa Polri mampu memecahkan persoalan yang terjadi dimasyarakat dengan menggunakan pendekatan prevemtif, preventi dan represif. Hal inilah menjadi instropeksi diri untuk mengevaluasi sampai sejauhmana kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri yang kita cintai bersama. Kami bangga dan percaya, saat Jenderal Pol Tito Karnavian menjabat sebagai Kapolri pertengahan 2016, citra polisi berdasarkan survei berada di posisi tiga terendah. Namun, perlahan citra Polri membaik dengan sejumlah program yang dicanangkan, berdasarkan hasil survei Kompas (Januari 2017), tingkat kepercayaan terhadap Polri sebesar 71,7 persen, posisi Polri peringkat keempat. Kepala Kepolisian RI (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian mengatakan, upaya penanggulangan terorisme tidak akan berhasil jika hanya dilakukan melalui ranah penegakan hukum. Tito menyayangkan, kelompok moderat jumlahnya banyak, tetapi mereka cenderung diam ketika menemukan paham radikalisme menyebar di masyarakat. Untuk itu di butuhkan dukungan para ’Silent Majority’, yang merupakan sekelompok besar masyarakat di dalam suatu daerah/negara yang bertindak pasif untuk tidak terlalu mengungkapkan pendapat politiknya di depan umum, dan akan menunjukkan eksistensinya pada saat tertentu. Istilah ’Silent Majority’ merebak sejak ada fenomena kiriman karangan bunga di Balai Kota DKI Jakarta, untuk diketahui, istilah ’Silent Majority‘, adalah istilah lama yang digunakan dalam dunia perpolitikan dunia yang dulu pernah diperkenalkan oleh Presiden Amerika Ricard Nixon, di dalam pidato kampanyenya pada tahun 1963, ”And so tonight —to you, the great silent majority of my fellow Americans—I ask for your support”. ”Silent Majority ini jangan hanya silent, tapi lebih bersuara dan militan seperti mereka, paling tidak bersuara, memberikan dukungan kepada pemerintah, kepada aparat penegak hukum. Dalam sebuah diskusi bertajuk ”Membedah Gerakan Radikalisme-Terorisme dan Solusinya”, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan, unsur terpenting dari radikalisasi adalah adanya proses transfer ideologi. Proses itu sebenarnya memiliki dampak positif dan negatif terhadap pola pikir seseorang dalam memandang sebuah ajaran atau pemahaman. Radikalisasi bisa berdampak negatif jika meyakini cara kekerasan dalam menyebarkan suatu pemahaman. Pada kesempatan yang sama, pengamat terorisme Al Chaidar mengatakan, program deradikalisasi yang penting dilakukan adalah kontra wacana. Cara tersebut pernah dilakukan oleh pemerintah Spanyol untuk meredam kelompok radikal yang menggunakan ayat-ayat kitab suci. Polri dan penegak hukum juga manusia, mereka telah berjuang melayani rakyat untuk menjaga keamanan masyarakat dan negara ini. Mereka menghadapi pekerjaan dan tanggung jawab yang tidak ringan. Mereka pun kadang mendapatkan cacian dan perlakuan yang tidak semestinya. Mereka yang berdiri di garis depan untuk kita. Pak Tito, masyarakat merespons! Kepadamu kami percaya. Tabik... (*)
DITERBITKAN OLEH: PT GRAHA SUCOFINDO Sejak 17 Agustus 2017 Akta Notaris: Ibu Anne Djoenardi SH, MBA Nomor: 1 - 1 September 2016 Disahkan Kemenkum HAM Nomor: AHU-0002738.AH.01.07 TAHUN 2017 Tanggal 16 Februari 2017 NPWP No 81.100.735.0-013.000 Website: harianterbit.co Email:
[email protected] [email protected] Pimpinan Umum Pulung Wakil Pimpinan Umum Urip Pelaksanaan Harian Maksum Zubeir Pemimpin Perusahaan Widodo Pemimpin Redaksi Djoko Waluyo Redaktur Pelaksana Dadang Sugandi, Teguh Manajer IT Endang Suherman Staf Redaksi Kurniawan, Hariri, Fadholi, Dani, Asriwal, Agung, Hendra Sekretaris Redaksi Nico Karundeng Manajer Pemasaran Sudijanto Desain Grafis Budhi Permana St Iskandar Sirkulasi Hendra, Hamdani Alamat Redaksi Graha Sucofindo Gedung D Lt 2 Jl Raya Pasar Minggu Kav 34, Jakarta Selatan Telp 021-799733709, Fax 021-7990933 Percetakan PT IMWP Jl Gunung Sahari XI Jakarta Pusat (isi di luar tanggung jawab percetakan)
Seluruh wartawan dan koresponden HARIANTERBIT.CO adalah yang tercantum di dalam boks redaksi edisi terbaru. Di luar nama-nama yang dimuat, apabila mengaku sebagai wartawan HARIANTERBIT.CO bukan tanggung jawab redaksi.
4
EDISI PERTAMA / TAHUN I AGUSTUS 2017
Kita Bangsa Pencuri Bangsa Indonesia hebat karena mencuri. Nama Indonesia kita curi dari Yunani. Indus-nesia, Melanesia, Polinesia, Micronesia. Sejak Bastian hingga Tan Malaka Kedaulatan kita curi saat Jepang kalah dalam PD II dan Belanda belum kembali. Bukan merebut dari Belanda
Motto AS Et Pluribus Unum kita terjemahkan menjadi Bhineka Tunggal Ika
Indepence yang juga mencuri dari Pcis Dst dst dst
mereka. China pun mencuri apa saja yang bisa dia curi dari Barat dan menjadi negara besar
Garuda Pancasila digunakan Napoleon Bonaparte (seal nya masih ada di Notre Dame Paris)
Kini kemampuan mencuri dan mengunyahnya menjadi milik kita sendiri itu luntur karena xenophobia.
Kini kita kembali mencuri. Tapi kleptokrasi yang mencuri uang-uang negara dan rakyatnya sendiri
Nafas Preambule n Psila adalah nafas preambule US Declaration of
Malaysia mengambil jalan itu dan sukses membangun nasionalisme
Selamat ulang tahun Indonesia!!! Kikiek HS
Refleksi 72 Tahun Indonesia Merdeka, Kerja Bersama Oleh: Umi Zahrok PERASAAN malu campur sedih, generasi seperti saya ini hanya bisa merenung, mengamati dan mengomentari perjalanan negeri ini, seakan ’tidak berarti’ ragam aktivitas meski kadangkala atas nama perjuangan. Jika dibandingkan dengan spirit, pemikiran dan gerakan para pejuang bangsa dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan RI yang diproklamirkan oleh Bung Karno dan Bung Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Terdapat beberapa pemikiran para pejuang kemerdekaan republik ini yang dapat menjadi inspirasi generasi sekarang yaitu dialektika di antara para tokoh nasional ketika merumuskan nilai-nilai kebangsaan terutama ketika Pancasila menjadi pilihan dasar negara.
P
erdebatan ini pun memang pernah terjadi dalam sejarah pembuatan dasar negara di Indonesia. Adanya perdebatan ini pun membuktikan bahwa beberapa pihak yang menginginkan dasar negara yang diusulkan dapat diterima dan disepakati oleh pihak-pihak yang lainnya. Perdebatan dasar negara ini pun dimulai jauh sebelum Indonesia merdeka. Pada sidang BPUPKI pertama, pertemuan pun diarahkan pada pembahasan tentang dasar negara bila Indonesia merdeka kelak. Banyak sekali perdebatan yang terjadi dalam perumusan dasar negara ini. Dimulai dari perdebatan antara Ir Sukarno dengan Muh Natsir yang saat itu mempunyai pemikiran yang berbeda tentang dasar negara. Ketika itu polemik pemikiran Ir Sukarno yang berkeinginan memisahkan antara agama dan negara, sedangkan Muh Natsir berkeinginan mendirikan negara nasional yang berdasarkan Islam karena banyaknya penganut agama Islam di Indonesia yaitu dengan memunculkan Piagam Jakarta yang memuat poin Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Rumusan Piagam Jakarta inilah yang sudah disepakati oleh seluruh wakil-wakil bangsa Indonesia sebagai sila-sila yang akan tertera di Pancasila. Pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 setelah berita proklamasi Indonesia tersebar luas, berarti Indonesia telah merdeka. Untuk melengkapi persyaratan berdirinya sebuah negara, PPKI mengadakan sidang yang bertujuan menetapkan UUD, memilih presiden dan wakil presiden, memilih para gubernur kepala pemerintahan daerah di seluruh wilayah Indonesia. Rumusan negara akan diambil dari Piagam Jakarta dan sudah disetujui secara aklamasi. Namun pada saat akan dibacakan pada tanggal 18 Agustus 1945, Bung Karno dipanggil untuk menemui Laksamana Maeda yang mengutarakan kekhawatirannya tentang penyatuan agama yang tertera pada salah satu sila di rumusan tersebut, karena Indonesia terdiri dari banyak agama di dalamnya. Latuharhary, seorang anggota Panitia Hukum Dasar yang menganut ajaran kebatinan, Wongsonagoro dan Hoesein Djadjadiningrat, juga memprotes soal kalimat yang memasukkan kewajiban syariat Islam tersebut. Mereka mengatakan, kalimat tersebut seolah-olah adalah paksaan dari negara bagi umat Islam untuk menjalankan syariat Islam. Bung Hatta menerima telepon dari tuan Nishijima
bahwa tokoh-tokoh rakyat dari Indonesia timur keberatan pada anak kalimat yang tercantum dalam Piagam Jakarta. Mereka merasa bahwa ketetapan seperti itu dalam suatu dasar negara berarti mendiskriminasikan mereka yang kaum minoritas. Jika kalimat itu tetap dicantumkan dalam dasar negara, mereka memilih berdiri di luar dari Republik Indonesia. Kemudian Bung Karno dan Bung Hatta berunding dengan Ki Bagus Hadikusumo, HA Wahid Hasyim, Mr Kasman Singodimejo, dan Mr Teuku Muhammad Hasan yang representasi dari tokoh-tokoh Islam. Setelah berunding keempat tokoh Islam itu dapat memahami perubahan yang ada demi kepentingan bangsa dan negara. Dan sila pertama tersebut diubah menjadi kalimat ”Ketuhanan Yang Maha Esa”. Menurut Hamka Haq dalam buku Pancasila 1 Juni dan Syariat Islam (2011) sila itu merupakan hasil kompromi antara ideologi Islam dan ideologi kebangsaan yang mencuat selama rapat BPUPKI berlangsung. Sikap kompromi atau jalan tengah (tawassuth) yang saya ketengahkan sebagai contoh adalah sikap dan cara pandang tokoh-tokoh NU seperti KHA Wahid Hasyim, KH Masykur dan lain sebagainya menjadi anggota BPUKPI yang bertugas merumuskan dasar negara Pancasila dan UUD 1945. Karena itu NU membela hasil kesepakatannya sendiri saat Indonesia dihadang oleh berbagai pemberontakan yang hendak mengganti NKRI. Demikian halnya sikap dan pendapat KH Idham Chalid (wakil perdana menteri) kala menghadiri sidang Konstituante 1958-1959 dengan menyatakan, ”NU menghendakiPiagam Jakarta menjiwai UUD 1945, sehingga walaupun dasar negara kita Pancasila tetapi memiliki dasar keislaman yang kokoh. Kalau itu yang dilakukan tidak hanya NU seluruh umat Islam akan menerima Pancasila dengan sepenuh hati dan siap mempertahankan dari gangguan apa saja. Bagus, pendapat yang cerdas, ujar Bung Karno, ”Kalau begitu tidak ada masalah kita kembali ke UUD 1945 dengan dukungan penuh dari NU. Terima kasih atas jalan keluar yang diberikan oleh NU dan terima kasih atas persetujuan NU, sebab kita ini sedang menyelamatkan negara dari perpecahan”. Proses kesejarahan sejak masa kolonial, masa pergerakan kemerdekaan sampai sekarang memasuki 72 tahun Indonesia merdeka Nahdlatul Ulama senantiasa hadir dalam percaturan kehidupan kebangsaan dan kenegaraan dengan corak yang moderat, menghargai kemajemukan dan cinta damai. Oleh karena
itu ketika reformasi menjadi pintu masuk menjamurnya organisasi sosial kemasyarakatan, bahkan terdapat organisasi transnasional yang mencita-citakan seluruh dunia ini berada dalam satu pemerintahan global, yang mereka sebut khilafah, karena memandang Pancasila itu produk manusia dan demokrasi adalah sistem yang bukan berasal dari Islam, atau yang ia sebut kafir. Maka NU sudah memberi warning secara perlahan nilai kebangsaan RI yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika akan tergerus. Bukan hanya isapan jempol nilai kebangsaan itu mendapat ujian, ketika Hizbut Tahrir (HT) sedang mencari bentuk ideologi yang semula mereka menyatakan diri sebagai organisasi pemikiran dan antikekerasan. Namun, sebagaimana tulisan Dr Ainur Rofiq (2014) menyatakan ketika terjadi konflik Suriah ternyata HT adalah pendukung aksi terorisme atas nama jihad. Atas nama agama dan jihad beberapa dekade terakhir ini, citra Indonesia sebagai bangsa yang santun, ramah dan toleran, sempat didera oleh berbagai kasus kekerasan, radikalisme dan terorisme. Kasus bom Bali (2002) menelan korban 202 jiwa meninggal, dan 209 orang luka-luka, bom JW Marriot (2003) terdapat 12 korban meninggal dan 150 luka-luka, pada tahun 2004 terjadi pengeboman di Kedubes Australia, kemudian berulang di Bali tahun 2005 terjadi pengeboman 22 meninggal dan 102 luka-luka, bom di Cirebon 22 orang terluka termasuk Kapolresnya, tahun 2016 bom Sarinah 25 korban luka dan delapan orang tewas termasuk aparat keamanan. Dan berbagai rentetan peristiwa pengeboman skala kecil maupun besar termasuk aksi bom bunuh diri di Kampung Melayu, Jakarta Timur, tanggal 25 Mei 2017 malam, sebanyak 13 orang menjadi korban termasuk aparat keamanan. Hasil survei The Wahid Faoundation 60 persen aktivis rohis siap jihad yang telah mendapat doktrin atau brainwash paham radikal yang tumbuh dari kegiatan kerohanian Islam di institusi pendidikan, menyebar dari ekstra kurikuler sekolah. Selain itu, banyak guru agama yang kualitasnya belum memenuhi standar, sehingga tidak dapat membendung masuknya paham radikal tersebut. Kita perlu belajar dari Timur-Tengah yang tercabikcabik akibat maraknya radikalisme dan ideologi intoleran seperti ISIS dan Al-Qaeda. Kita semua prihatin sebagaimana informasi Panglima TNI ada potensi pergeseran kekuatan kelompok teroris yang berafiliasi dengan ISIS di Marawi, Mindanao, Filipina Selatan, ke
Indonesia. Kelompok teroris tersebut diperkirakan masuk melalui daerah-daerah perbatasan di bagian utara seperti Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara, dan Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara. Belum lagi di Ibu Kota pada medio awal 2017 aksi puritan dengan dalih menegakkan syariat Islam yang secara tekstual kemudian menjadi alat propaganda menyuarakan kepentingan politik kelompok tertentu. Kegigihan Imam FPI mengumpulkan massa untuk memenjarakan Ahok menimbulkan praduga liar yang menari-nari di kepala publik. Ada yang beranggapan bahwa aksi tersebut murni bela Islam, ada juga yang beranggapan bahwa tujuannya hanya untuk menjegal Ahok. Hemat saya, aksi bela Islam yang dilakukan oleh massa Islam tersebut memiliki multitujuan. Pertama, tujuannya adalah memang untuk memenjarakan Ahok yang berarti menjegal langkahnya menuju DKI 1. Kedua murni show of force kekuatan massa Islam. Ketiga, lebih dari semua itu, saya berpikiran ada tujuan lebih besar yang ingin digapai FPI sebagaimana tahun 2012 terdapat gerakan LSM Front Pembela Islam dan pendukungnya yang mendeklarasikan ’gerakan NKRI bersyariah’. Kegaduhan yang menyita energi baik secara fisik berbagai demonstrasi massal maupun cyber army dengan berbagai ujaran kebencian yang semula tidak terbayangkan sekelas Presiden dan tokoh agama sekalipun mendapat cercaan, bully yang berpengaruh secara massif di berbagai wilayah di Indonesia, tentu saja hal ini gerakan yang dinilai tidak produktif. Di tengah negeri ini menjalani masa konsolidasi kepemimpinan, konsolidasi pembangunan dan konsolidasi pemikiran ke arah yang lebih baik, di tengah itu pula terdapat semacam ’residu’ yang menjadi kendala untuk mewujudkan target pembangunan. Berbagai peristiwa yang dipandang mengganggu keamanan, persatuanan dan kesatuan bangsa yang dinilai sudah pada titik adanya kegentingan yang memaksa, maka dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Disadari memang buah reformasi melahirkan dinamika kehidupan sosial politik di Tanah Air diwarnai dengan kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dalam Pasal 28 Undang-Undang 1945. Keberadaan Organisasi Kemasyarakatan di Indonesia dewasa ini telah menunjukkan perkembangan yang sangat signifikan setidaknya dari sisi kuantitas. Data Kementerian Dalam Negeri tahun 2016 terdapat 254.633 ormas, indikasi ini menjadikan perkembangan demokrasi di Indonesia relatif maju dengan adanya partisipasi dan kontrol publik. Namun demikian akan menjadi petaka dan mengancam keteguhan NKRI jika ormas menjadi perantara kepentingan ideologi tertentu sebagaimana telah saya uraikan di atas menafikan nilai-nilai kebangsaan yang sudah menjadi kesepakatan yang bersama dengan komitmen yang kuat (mitsaqan ghalidha) the founding fathers. Catatan kritis terhadap penerbitan Perppu No 2 Tahun 2017: pertama, aspek filosofis bahwa persoalan kemerdekaan berserikat dan berkum-
pul, berpendapat sudah diatur dalam konstitusi, yang oleh warga negara dimanifestasikan dalam ragam organisasi kemasyarakatan. Namun demikian aturan turunan dari konstitusi yaitu UU No 17 Tahun 2013 tentang Ormas antara lain menyebutkan pada Pasal (1) Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Pada Pasal (2), ”Asas ormas tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Selagi terdapat ormas yang dalam pandangannya, tindakannya dan gerakan tidak selaras dengan ajaran dan paham Pancasila maka kategori tidak mematuhi aturan hukum yang berlaku. Kedua, aspek yuridis ketika dalam UU No 17 Tahun 2013 Pasal 59 pada penjelasan Ayat (4) hanya mencantumkan, ”Ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila adalah ajaran ateisme, komunisme/marxisme-leninisme. Sementara menjamurnya organisasi kemasyarakatan yang tidak mengindahkan nilai Pancasila dan UUD 1945 tidak terkontrol untuk dilakukan pembinaan karena tidak ada payung hukum yang memadai, maka Presiden bisa mengeluarkan perppu atas dasar adanya keadaan yang membutuhkan atau keadaan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang. Perppu diterbitkan untuk memberikan solusi agar tidak terjadi kekosongan hukum, tidak bisa diatasi dengan cara membuat undang-undang baru, karena mekanisme dan prosedur untuk membuat undang-undang baru memang membutuhkan jangka waktu yang panjang. Di samping itu mekanisme pembubaran ormas di UU No 17 Tahun 2013 juga cukup panjang. Ketiga, secara sosiologis fenomena gerakan transnasional yang sudah masuk ke berbagai kampus, merambah ke berbagai kelompok profesional dan kemudian menjadi basis penambangan suara partai politik secara empirik menimbulakn gesekan sosial dan menempatkan posisi Pemerintah dalam hal ini Kemendagri sebagai pembina ormas kewalahan. Beberapa ormas, memang berpotensi terlibat secara aktif dengan kelompok radikal karena menolak negara kesatuan dan Pancasila, pemikiran, tindakan dan gerakannya acapkali melahirkan ketegangan antarkelompok karena sudah lama dibiarkan berlarut tanpa ada pengaturan regulasi. Oleh karena itu perppu sebagai solusi penertiban ormas untuk menyadari dan ’taubat’ untuk kembali pada kesepakatan bangsa sejak awal telah menyatakan bahwa nilai agama dan nasionalisme harus bersinergi. Agama dan negara itu bagai dua sisi mata uang. Negara butuh agama untuk membangun nilai-nilai peradaban dalam berbangsa dan bernegara sedangkan agama membutuhkan negara demi penegakan hukum dan keteraturan sosial. Maka untuk tegaknya keadilan dan kedamaian membutuhkan agama sekaligus negara. Dirgahayu Ke-72 Republik Indonesia, Kerja Bersama. [Penulis adalah Staf Ahli DPR-RI, Alumni Sekolah Kamnas Puskamnas Ubhara]
nusantara 5
EDISI PERTAMA / TAHUN I AGUSTUS 2017
TNI Dukung Pemerataan Pembangunan di Perbatasan Oleh: Letkol Inf Drs Solih Tulisan pertama dari dua tulisan Pembangunan wilayah perbatasan merupakan salah satu fokcus konsentrasi kerja Presiden RI Ir Joko Widodo dan seluruh perangkat pemerintahan, termasuk TNI di dalamnya. Bentuk konkret program Nawacita Presiden RI Ir Joko Widodo sebagai wujud hadirnya negara di tengah masyarakat.
I
NI suatu langkah yang luar biasa memeratakan pembangunan terutama masyarakat di perbatasan dan pulau terdepan, yang sebelumya tidak tersentuh dengan pembangunan maupun teknologi yang begitu pesat. Begitu juga untuk pembangunan pertahanan di wilayah perbatasan. Keterlibatan TNI dalam ranah perbatasan adalah prinsip dan sangat diperlukan, karena bagaimanapun kehadiran TNI di tengah-tengah masyarakat merupakan sebagai perekat dan pemersatu kekuatan yang andal dari ancaman pihak musuh. Kesenjangan wilayah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga terutama terletak pada masalah ekonomi dan pendidikan. Kita tidak menutup mata wilayah perbatasan Indonesia kerap digambarkan lebih kumuh dan miskin, dibandingkan negara tetangga yang jauh lebih maju seperti perbatasan Kalimantan dengan Malaysia. Akibatnya, banyak yang menyebrang ke Malaysia untuk belanja maupun mencari pekerjaan. Ini sangat menyedihkan padahal kita sudah merdeka 72 tahun yang lalu, na-
mun warga perbatasan seolah terlupakan karena konsetrasi pembangunan selalu di tanah Jawa. Warga perbatasan merupakan teras NKRI dan berperan sebagai beranda atau halaman depan Indonesia dan atas dasar itu, pemerintah ingin di perbatasan disediakan fasilitas bagi warga masyarakat yang masih tertinggal dengan daerah lain di Indonesia. Kondisi itu jauh jika dibandingkan dengan negara tetangga yang membangun pusat pendidikan atau asrama di batas wilayah mereka. Bahkan militer mereka diwajibkan berkontribusi dalam pembangunan batas negara. Perkuat pertahanan perbatasan Penambahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) tahun 2017 yang dialokasikan untuk TNI untuk penguatan sarana dan prasarana di daerah perbatasan dan pulau-pulau terluar, sudah disetujui oleh Komisi I DPR-RI menurut rencana akan dialokasikan ke masing-masing Unit Organisasi (UO) Kemhan dan TNI. Adapun rinciannya adalah UO Kemhan Rp1,1 triliun lebih, Mabes TNI Rp900 miliar lebih, TNI
AD Rp1 triliun lebih, TNI AL Rp1 triliun lebih dan TNI AU Rp1,2 triliun lebih. Anggaran yang diajukan sudah tidak ada masalah, sudah selesai. Prioritas pembangunan pertahanan oleh TNI adalah pembangunan pulau-pulau strategis terluar seperti Natuna, Morotai, Biak, Merauke, Saumlaki dan Selaru seharusnya dibangun secara serentak. Karena kondisi ekonomi TNI saat ini belum memungkinkan, maka pembangunan dititikberatkan ke Natuna terlebih dahulu, namun dengan adanya situasi perkembangan ISIS di Marawi, maka sekarang pun TNI harus mempercepat pembangunan di Morotai. Pembangunan pulau terluar yang memiliki nilai strategis sebagai implementasi dari program pemerintah, yakni membangun dari pinggiran melalui peningkatan infrastruktur ekonomi sekaligus menunjang tugas pokok TNI menjaga kedaulatan negara. TNI memiliki kepentingan melakukan pembangunan di pulaupulau terluar, perbatasan dan daerah terpencil, yang berkaitan juga dengan pembukaan sentra-sentra ekonomi baru dan tempat strategis
Letkol Inf Drs Solih
untuk mendukung program-program prioritas pemerintah yang tentunya berhubungan dengan tugas pokok TNI menjaga kedaulatan negara. Atas dasar itu, TNI ingin agar di perbatasan disediakan fasilitas bagi TNI, supaya pembangunan di sana bisa lebih terasa. Sebab, aktivitas prajurit dinilai akan memicu pembangunan fasilitas umum seperti sekolah dan lainnya. Menurut Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, bahwa penyebaran gelar satuan TNI pasti akan berdampak pada perkembangan eko-
”
Membangun infrastruktur fisik di kawasan perbatasan untuk memberdayakan dan meningkatkan tingkat perekonomian dan taraf kesejahteraan masyarakat perbatasan dan juga akan mempermudah mobilisasi TNI dalam tugasnya yang jauh dari perkampungan. Yang sebelumya TNI melakukan pergantian personel harus lewat laut atau udara yang sangat sulit terbentur dengan cuaca yang ekstrem, kalau infrastruktur selesai maka ini bisa membantu TNI dalam menjaga siatuasi dan kon-
ikut mendukung pemerataan dan percepatan pembangunan di wilayah perbatasan dan pulau-pulau terdepan. Selain itu juga TNI telah menentukan kebijakan untuk membangun Kepulauan Natuna sebagai salah satu basis kekuatan TNI terpadu dengan mengintegrasikan kekuatan darat, laut, dan udara secara utuh. Dikaitkan dengan gelar ulang kekuatan TNI di perbatasan, personel TNI akan diperkuat dan didukung oleh kementerian-kementerian terkait, sehingga TNI tidak
Dengan berbagai macam kegiatan yang dilakukan TNI, masyarakat di perbatasan akan semakin memiliki rasa nasionalisme yang tinggi, mereka merasa diperhatikan dan menjadi bagian dari rakyat Indonesia. Dengan segala upaya yang telah dilakukan oleh TNI, diharapkan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat juga ikut mendukung pemerataan dan percepatan pembangunan di wilayah perbatasan dan pulau-pulau terdepan.
nomi di wilayah tersebut. Begitu ada satuan TNI pasti secara perlahan ekonomi di daerah itu akan berkembang, contoh pada tahun 1989 di Ogan Komering Ilir dibangun pusat latihan tempur militer dan tidak begitu lama, Kabupaten tersebut sudah mekar menjadi tiga kabupaten karena di situ dibangun infrastruktur seperti jalan, sekolah, pasar dan lain-lain, sudah ada semuanya, sehinga perkembangan penduduk pun relatif cepat.
disi dari ancaman baik itu penyelundupan, narkoba, ISIS maupun kejahatan lainnya. Dengan berbagai macam kegiatan yang dilakukan TNI, masyarakat di perbatasan akan semakin memiliki rasa nasionalisme yang tinggi, mereka merasa diperhatikan dan menjadi bagian dari rakyat Indonesia. Dengan segala upaya yang telah dilakukan oleh TNI, diharapkan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat juga
bekerja sendiri untuk mengembangkan potensi wilayah yang sudah ditata oleh pemerintah sebagai garda terdepan untuk dijadikan daerah berkembang dan teras NKRI. Berbagai macam kegiatan yang dilakukan TNI, masyarakat di perbatasan akan semakin memiliki rasa nasionalisme yang tinggi, mereka merasa diperhatikan dan menjadi bagian dari rakyat Indonesia. Dengan segala upaya yang telah dilakukan oleh TNI. (bersambung)
Bela Negara Tanamkan ’Witing Tresno Jalaran Soko Kulino’ KRI Nagapasa-403 Siap Perkuat Koarmatim HARIANTERBIT.CO — Kapal selam KRI Nagapasa-403 hasil pengembangan Transfer of Technology (ToT) bersama Korea Selatan tiba di Indonesia pada akhir Agustus. Kapal selam itu rencananya akan diserahterimakan di Surabaya untuk memperkuat Pangkalan Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim), Surabaya. ”Tanggal 28 Agustus sampai sini, sementara langsung Surabaya, nanti mungkin diterima di sana,” ujar Sekjen (Kemhan) Dr Widodo di Lapangan Bhinneka Tunggal Ika, Gedung Kementerian Pertahanan, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Widodo mengatakan, kapal selam KRI Nagapasa-403 akan dipersenjatai dengan senjata buatan Italia. Senjata berjenis torpedo itu ditargetkan dapat dioperasikan pada bulan November atau Desember tahun ini. ”Untuk senjatanya ini sedang dipesan, mudahmudahan di 2017 ini sudah bisa dioperasikan. Untuk senjata jadi nanti dari Italia, untuk baterai kita kembangkan di dalam negeri ada BUMS. Senjatanya torpedo, targetnya paling lambat November atau Desember sehingga pada 2018 sudah bisa dioperasikan secara penuh,” katanya. Senjata torpedo dinilai paling cocok untuk senjata kapal selam. ”Kapal selam ini tidak bisa segala jenis senjata bisa masuk, disesuaikan dengan konfi-
gurasi dengan kapal selam itu,” jelasnya. TNI Angkatan Laut sebagai operator juga telah menguji keunggulan senjata torpedo tersebut. ”Dari penggunaan TNI AL dalam hal ini sudah menentukan spesifikasi teknis operation recruitmennya sehingga senjata itu cocok untuk TNI AL atau TNI,” ungkapnya. Indonesia akan terus memenuhi kebutuhan kapal selam dengan mengandalkan perusahaan dalam negeri. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan Indonesia yang mandiri dalam industri pertahanan. ”Kita akan upayakan dalam negeri, karena komitmen Presiden juga sama untuk mengembangkan industri dalam negeri. Jadi untuk kemandirian industri pertahanan ini mutlak, mudah-mudahan 2019 sudah bisa kita raih. Kapal selam ini nanti akan dikembangkan dan ditempatkan di beberapa titik, tidak hanya di Surabaya, salah satunya di Palu, di utara, di wilayah barat, Natuna jadi semua nanti ada semua,” imbuhnya. Sebelumnya pada Rabu 28 Agustus lalu, Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu meresmikan kapal selam Hull No 7712 yang diberi nama KRI Nagapasa-403 di dermaga galangan kapal DSME, Okpo, Geoje, Gyeongsang Selatan, Korea Selatan. Kapal selam ini resmi masuk dalam kapal perang di jajaran Angkatan Laut Indonesia. (*)
HARIANTERBIT.CO — Witing tresno jalaran soko kulino, peribahasa Jawa yang berarti tumbuhnya cinta karena telah terbiasa, merupakan metode ampuh untuk menumbuhkan rasa bela negara. ”Cinta Tanah Air itu harus ditanamkan sejak kita lahir,” tandas Wiranto dalam orasi kebangsaan seusai melantik Pengurus Pusat Studi Pancasila dan Bela Negara Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Rabu (9/8). Banyak cara menumbuhkan cinta pada NKRI, salah satu diantaranya menyemangati dengan berbagai slogan yang mudah dibaca di berbagai tempat. Dari slogan itu mulai diingatkan jiwa kita untuk membela negara. Pelajaran berharga Sepulang dari Turki, mantan Panglima TNI di era Soeharto itu mendapat pelajaran berharga yang harus dibabarkan pada rakyat Indonesia. Turki berbatasan dengan Suriah, negara tempat bernaungnya ISIS, sebenarnya ingin membuat tembok pembatas. Namun, hal itu sulit dilakukan, sehingga Turki memilih untuk membuat ’tembok’ di hati warganya. ”Bendera-bendera besar Turki dikibarkan di mana-mana, dan
bisa dibilang rasio terorisme di Turki kecil, padahal negaranya berbatasan dengan Suriah,” kata Wiranto. Ia juga mengungkapkan, ada perubahan ancaman yang dihadapi Indonesia saat ini. Sewaktu dia mengenyam pendidikan militer pada 1965, ancaman negara adalah invasi militer. Saat ini, ancaman bukan invasi militer karena biayanya mahal dan tidak mengun-
tungkan secara geopolitik. ”Berganti perang budaya, ekonomi, radikalisme, human trafficking, dan masalah lainnya. Rakyat belum paham kalau itu ancaman, hanya dianggap bagian dari kehidupan masyarakat yang dinamis,” tuturnya. Oleh karena itu, dia merasa perlu adanya kesadaran membangunkan masyarakat tentang potensi ancaman yang ada, sehingga kewajiban bela negara bisa terpenuhi. (*)
Wiranto
liputan khusus 6
EDISI PERTAMA / TAHUN I AGUSTUS 2017
Ini Dia Pernyataan Resmi Direktur Telegram HARIANTERBIT.CO — Bagaimana tanggapan pimpinan Telegram atas langkah pemblokiran yang dilakukan pemerintah? Berikut ini pernyataan lengkap CEO situs layanan percakapanTelegram, Pavel Durov: Orang-orang yang pertama mengenal Telegram banyak berasal dari Indonesia, dan sekarang kami sudah punya jutaan pengguna di sana. Saya sendiri fans berat Indonesia — sudah beberapa kali berkunjung ke sana dan punya banyak kenalan. Itu sebabnya saya kecewa mendengar usulan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memblokir Telegram di Indonesia. Baru-baru ini rupanya kami menerima surel dari kementerian, berisi daftar kanal publik dengan konten terkait terorisme di Telegram. Tim kami tidak bisa menjawab aduan tersebut dengan cepat.
Sayang sekali, saya tidak tanggap dengan permintaan ini, sehingga muncul miskomunikasi dengan kementerian. Supaya situasi ini beres, kami menerapkan tiga tahapan solusi berikut. Kami membentuk tim moderator khusus yang paham bahasa Indonesia dan budayanya, supaya laporan terkait konten teroris bisa diproses lebih cepat dan akurat. Kami memblokir semua kanal publik terkait terorisme, sesuai aduan Kementerian Komunikasi dan Informasi Indonesia. Saya membalas surel kementerian supaya jalur komunikasi bisa langsung, sehingga kami bisa bekerja lebih efisien dalam mengenali dan memblokir propaganda teroris di masa depan. Kami membentuk tim moderator khusus yang paham bahasa Indonesia dan budayanya, supaya laporan terkait konten teroris bisa diproses lebih cepat dan akurat.
Telegram dirancang dengan enkripsi dan privasi ketat, tetapi kami tidak berkawan dengan teroris — justru, setiap bulan kami memblokir ribuan kanal publik terkait ISIS dan mempublikasikan hasilnya di @isiswatch. Kami terus-menerus berupaya untuk lebih efisien dalam mencegah propaganda teroris, dan selalu terbuka menerima gagasan bagaimana agar bisa lebih baik lagi. Saya sudah menyampaikan usulan di atas kepada kementerian dan berharap mendapat masukan dari mereka. Saya yakin, kita bisa memberantas propaganda teroris secara efisien tanpa mengganggu jutaan pengguna Telegram lain di Indonesia. Saya akan mengabari perkembangan perihal ini lewat kanal Telegram yang sama, mengenai bagaimana kami akan mengembangkan Telegram di Indonesia dan secara global. [ke/dari berbagai sumber]
Harap Tenang Medsos Lain Tidak Ditutup HARIANTERBIT.CO — Presiden Joko Widodo menegaskan pemerintah menutup Telegram karena aplikasi tersebut dianggap dapat dimanfaatkan sebagai jalur komunikasi untuk hal-hal yang berkaitan dengan terorisme. ”Pemerintah kan sudah mengamati lama dan kita, negara ini mementingkan keamanan negara, keamanan masyarakat, oleh sebab itu keputusan itu dilakukan,” kata Jokowi. Saat ditanya wartawan bahwa Telegram telah mengklaim menutup akun-akun yang berkaitan dengan terorisme. ”Kenyataannya masih ada ribuan yang lolos,” ujar Presiden. Presiden juga mengatakan bahwa kerja sama antara Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan perusahaan aplikasi media sosial dan layanan pesan instan telah dilakukan untuk memberantas akun-akun terorisme. Sehingga langkah pemblokiran Telegram tidak akan diikuti dengan penutupan media sosial yang lain. ”Tidak (pemblokiran media sosial lainnya). Tidak,” tegas Presiden. Presiden juga menjelaskan, masih banyak aplikasi lain yang dapat digunakan masyarakat untuk berkomunikasi. ”Kita lihat masih banyak aplikasi yang lain yang bisa digunakan,” ucap Presiden. [ke/dari berbagai sumber]
Telegram Bakal Dibuka Kembali HARIANTERBIT.CO — Sebelum pemblokiran Telegram, pemerintah mengirimkan surat kepada pimpinan Telegram perihal penggunaan situs layanan itu bagi kegiatan terorisme. Menurut Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Semuel Abrijani Pangerapan, pemerintah Indonesia meminta ada koordinasi. ”Umpamanya, ada channel-channel yang digunakan untuk propaganda, kita mau itu di-takedown (ditutup),” jelasnya. Berbeda ketika pemerintah melakukan komunikasi dengan Facebook. Bagaimanapun, Kemenkominfo akan mempertimbangkan pencabutan pemblokiran Telegram setelah pendiri aplikasi itu, Pavel Durov, mengeluarkan pernyataan resmi. Isinya, Durov mengaku telah memblokir saluran terkait teroris, menciptakan jalur komunikasi langsung dengan Kemenkominfo, serta membentuk tim moderator berbahasa Indonesia yang bisa memproses konten terkait teroris. ”Kita akan mempelajari (suratnya) dan memprosesnya,” kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Semuel Abrijani Pangerapan. Menurutnya, kesediaan pimpinan Telegram menjawab permintaan pemerintah Indonesia, menunjukkan mereka sudah memiliki iktikad baik. [ke/dari berbagai sumber]
Telegram Diblokir, Efektifkah untuk Mencegah Terorisme? HARIANTERBIT.CO — Pemerintah berdalih, pemblokiran salah satu media sosial (medsos) Telegram lantaran layanan percakapan itu kerap digunakan teroris. Tapi, alasan yang dinilai berlebihan dan mengada-ada membuahkan kritikan dari berbagai kalangan. Kendati, Kapolri mengakui itu hasil intelijen mereka. Seorang pegiat kebebasan berinternet dari lembaga Safenet, Damar Juniarto menyebut kalau pemblokiran yang dilakukan pemerintah terhadap medsos Telegram hanya sebagai ’solusi pendek’, alias jalan pintas yang terburu-buru dilakukan. Bahkan, ia mempertanyakan seberapa efektif terorisme bisa ditangkal hanya dengan memblokir sebuah layanan percakapan. Faktanya, bukan hanya lewat Telegram saja komunikasi teroris dilakukan. Artinya, jika pemerintah memandang cara itu yang tepat, maka semua medsos harus diblokir. Ini sama saja Indonesia
mengisolir diri. ”Menurut saya (pemblokiran) itu langkah solusi yang pendek, solusi yang di permukaan. Apakah sudah ada evaluasi, blokir itu menurunkan sekian persen aksi terorisme?” tanyanya. Padahal, pemerintah seharusnya mengakomodasi juga kalangan di Indonesia yang menggunakan Telegram untuk beragam tujuan, selain terorisme. ”Perlu segera normalisasi sehingga tidak merugikan orangorang lain yang menggunakan Telegram tidak untuk tujuan terorisme. Di sana ada grup sejarah, grup kebudayaan, grup ekonomi. Ada nggak
Jokowi Minta, Jauhkan Mencela dan Memfitnah HARIANTERBIT.CO — Energi kita akan habis, kalau saling mencela dan fitnah sesama anak bangsa. Jauhkan tradisi buruk mencela dan menebar kebencian dengan kabar hoax. Harapan itu diungkapkan Presiden Joko Widodo yang akrab disapa Jokowi, dalam acara ’Silaturahmi Nasional II Pendukung Setia Jokowi’. Daripada sibuk menghabiskan energi, Jokowi mengajak para pendukungnya untuk menghadapi tantangan-tantangan yang ada di depan mata seperti perkembangan teknologi yang begitu cepat. Misalnya, lanjut Jokowi, dalam waktu lima hingga sepuluh tahun dari sekarang, mungkin tak ada lagi orang yang membaca koran atau menonton televisi. Semua orang, kata Jokowi, pasti akan memilih baca berita online dan nonton televisi dari Netflix. ”Oleh sebab itu saya mengajak semuanya untuk mengubah pola pikir kita, mindset kita, karena persaingan itu sudah masuk di Indonesia,” tutur Jokowi. Sebelumnya, di tempat terpusah saat memberikan sambutan dalam pembukaan Kejuaraan Nasional Tingkat Remaja Perguruan Pencak Silat Nasional (Persinas) ASAD Tahun 2017, Presiden juga menyampaikan hal serupa terkait berita hoax yang berujung fitnah di media sosial. ”Yang namanya media sosial, terutama remaja-remaja kita, hati-hati kalau membuat status,” kata Presiden. (*)
pertimbangan pemerintah untuk memberi solusi bagi mereka?” Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan layanan percakapan Telegram adalah aplikasi ’paling favorit’ kelompok teroris untuk berkomunikasi. Dia mencontohkan kasus teror di kawasan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Januari 2016 lalu; bom di Kampung Melayu; hingga penusukan dua anggota Brimob di Masjid Falatehan, Kebayoran Baru. Dalam kasus di Kampung Melayu, polisi menemukan adanya komunikasi langsung pelaku lewat Telegram dengan Bahrun Naim, simpatisan kelompok yang menamakan diri negara Islam (ISIS) asal Indonesia yang kini berada di Suriah. Dalam kasus penusukan personel Brimob di Masjid Falatehan, tersangka pelaku diketahui mulai merencanakan penyerangan ke polisi sejak terpapar paham radikal oleh grup radikal di Telegram. Adapun pengibar bendera ISIS di Polsek Kebayoran Lama mendapat
pemahaman radikal melalui berbagai kelompok di Telegram yang diberi nama, Manjanik, Ghuroba, UKK, dan Khilafah Islamiyah. ”Selama ini fitur Telegram banyak keunggulan. Di antaranya mampu memuat sampai 10.000 member dan dienkripsi. Artinya sulit dideteksi. Oleh karena itu, dari kepolisian meminta Menkominfo untuk mengatasi ini. Salah satunya, ditutup,” kata Tito. Walaupun ditentang pegiat HAM dan kebebasan informasi, Kapolri menyatakan pemerintah memblokir layanan percakapan instan Telegram karena saluran komunikasi itu merupakan tempat ’paling favorit’ kelompok teroris. ”Ini yang jadi problem,” kata Tito Karnavian kepada wartawan di pelataran Monumen Nasional, Jakarta. Tito juga mengatakan, kehadiran Telegram menjadi ’problem’ karena ’cukup masif’ digunakan kelompok teroris, namun di sisi lain aparat keamanan tidak bisa mendeteksi dan menyadap percakapan di dalam layanan itu. [ke/dari berbagai sumber]
Penebar Berita Bohong Didenda Rp1 Miliar HARIANTERBIT.CO — Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan bahwa pihaknya menyiapkan dua langkah dalam menyikapi penyebaran berita hoax. Langkah pertama yang soft, yaitu meng-counter, menetralisir, dan menyerang serta kedua menggunakan teknik-teknik IT. ”Lalu melakukan penegakan hukum dengan menangkap mereka,” ujar Kapolri Jenderal Tito Karnavian beberapa waktu lalu. Menurut Kapolri, hal itu dilakukan karena ada tenaga profesional yang dipekerjakan untuk menyebarkan berita hoax tersebut. ”Sekarang repotnya mereka menggunakan mesin atau robot. Ternyata ada juga mereka menggunakan jasa tenaga profesional, mereka bisa bayar dan kontennya apa bisa viral,” ujar Kapolri saat di Mapolres Cimahi, Jawa Barat. Diketahui, pelaku penyebar hoax bisa terancam Pasal 28 Ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE. Di dalam pasal itu disebutkan, ”Setiap orang yang dengan sengaja dan atau tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, ancamannya bisa terkena pidana maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar”. (*)
Teroris Komunikasi Lewat Game Online HARIANTERBIT.CO — Rupanya bukan hanya melalui Telegram saja teroris berkomunikasi. Bahkan ada yang menilai, langkah pemblokiran layanan percakapan itu dinilai tidak tepat karena justru menyulitkan untuk mendeteksi pergerakan kelompok radikal. ”Sebab kalau diblokir jadi tidak terdeteksi lagi secara penyidikan,” kata Budi Rahardjo, pengamat keamanan informasi dari Indonesia Computer Emergency Response Team. Alasan lainnya, lanjut Budi, penggunaan Telegram selama ini lebih banyak digunakan keluarga terduga teroris untuk ’social grouping’. ”Telegram dipakai istri-istri teroris dan keluarganya untuk mencari pekerjaan. Yang sesungguhnya juga bisa dilakukan dengan platform lain seperti WhatsApp,” jelasnya. Untuk berkoordinasi, kelompok teroris tidak memakai layanan percakapan instan. ”Kelompok bawah tanah tidak menggunakan layanan chat seperti ini (Telegram), mereka sudah tahu dimonitor. Yang susah (dideteksi), mereka bersembunyi dalam program game, menggunakan fitur chatnya untuk berkoordinasi,” tandas Budi. Artinya, game online juga digunakan untuk berkoordinasi. [ke/dari berbagai sumber]
Menebar Kebencian, Haram Hukumnya HARIANTERBIT.CO — Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa bahwa haram hukumnya bagi setiap Muslim melakukan ujaran kebencian, menyebar informasi bohong (hoax), fitnah, permusuhan atas dasar suku, agama, ras, antargolongan (SARA) di medsos. Fatwa MUI itu bernomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial. Fatwa itu lahir atas keprihatinan dari maraknya kebencian dan permusuhan antarsesama anak bangsa di medsos. ”Dan (medsos) sudah mengarah pada kebencian dan permusuhan. Ini yang dilarang agama. Kebencian dan permusuhan itu justru marak melalui medsos. Jadi penggunaan medsos secara merusak menimbulkan bahaya. Kerusakan itu harus ditolak,” kata Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin di Kantor Kemenkominfo, Jakarta Pusat, belum lama ini. Tak hanya hoax, MUI juga mengharamkan melakukan bullying dan menyebar konten pornografi di medsos. ”Memproduksi, menyebar dan atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi tentang hoax, ghibah, fitnah, namimah, aib, bullying, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis terkait pribadi kepada orang lain dan atau khalayak hukumnya haram,” demikian salah satu poin dari Fatwa MUI. (*)
liputan khusus 7
EDISI PERTAMA / TAHUN I AGUSTUS 2017
Setnov Tersangka
Siapa Pengisi Kursi Kosong Golkar-1 HARIANTERBIT.CO — Pasca Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, fokus perhatian publik menunggu siapa pengisi kursi kosong Golkar-1. Jabatan ketua umum, sampai selesai munas luar biasa, diisi pelaksana tugas (plt). Dua hari setelah Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto ditetapkan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi e-KTP, Dewan Pembina Partai Golkar menggelar rapat. ”Ada yang harus diputuskan dulu beberapa persoalan dalam internal Golkar. Pastinya, kita mencari pemimpin (pengganti Novanto) yang baru. Siapkan munas (musyawarah nasional) luar biasa dan plt (pelaksana tugas),” tutur salah satu anggota Dewan Pembina Partai Golkar Rully Chairul Azwar. Langkah cepat diambil partai berlambang pohon beringin itu, menyusul diumumkannya oleh Ketua KPK Agus Rahardjo bahwa Setya Novanto yang juga menjabat ketua DPR, diduga memiliki peran dalam setiap proses pengadaan e-KTP, mulai perencanaan hingga pembahasan anggaran, serta pengadaan barang dan jasa. Dari internal Golkar terungkap, saat ini banyak agenda lain yang penting dengan demikian harus segera mengisi kursi pemimpin yang
ditinggalkan Novanto. ”Tidak boleh ada kekosongan kepemimpinan karena tahun 2018 sudah pilkada, kita sedang membahas UU Pemilu. Banyak agenda-agenda yang harus dipersiapkan, karena itu harus segera diisi kepemimpinan baru,” tambah Rully. Dalam mengumumkan ketersangkaan Novanto, Agus menyebut Novanto diduga menguntungkan diri sendiri, atau korporasi, sehingga diduga merugikan negara sekurangnya Rp2,3 triliun. ”Saudara Setya Novanto melalui AA (Andi Agustinus) diduga telah mengondisikan pengadaan barang dan jasa KTP elektronik,” kata Agus. Novanto yang akrab dipanggil Setnov itu disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 Ayat 1 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP. Penetapan status tersangka terhadap Novanto ini dilakukan setelah KPK mencermati persidangan perkara ini dengan terdakwa Sugiharto (mantan direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri) dan Irman (mantan dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil). Pencekalan Sebelum penetapan tersangka ini, Setya Novanto dicekal oleh Keimigrasian setelah KPK mengajukan permintaan pencekalan terhadap
dirinya. Sejumlah saksi dalam persidangan e-KTP telah menyebut indikasi keterlibatan Novanto. Bahkan Novanto dan Andi Narogong, dalam dakwaan jaksa, disebut mendapat pembagian anggaran e-KTP dalam jumlah yang sama, sebesar 11 persen atau Rp574,2 miliar. Temuan yang terungkap di peradilan menyebutkan Novanto, selaku perwakilan fraksi Golkar di DPR pada 2010, diduga membuat kesepakatan dengan Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin dari Fraksi Demokrat serta pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong untuk bagi-bagi duit penggelembungan biaya proyek e-KTP. Jaksa penuntut umum dalam perkara e-KTP, Irene, pernah mengatakan bahwa perkara ini merupakan ’korupsi yang sangat sistematik’. "Sudah mulai dari penganggaran, di situ melibatkan Bappenas, Kementerian Keuangan, tim teknis, DPR yang mengesahkan,” katanya Maret lalu. Ia menambahkan, temuan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) bahwa jumlah penyelewengan sebesar Rp2,3 triliun sesuai dengan jumlah 49 persen dari nilai proyek Rp5,9 triliun, yang dibagi-bagi antara pihak-pihak yang diduga terlibat korupsi proyek e-KTP. [ke/dari berbagai sumber]
Persoalan Novanto Hanya Etika Semata HARIANTERBIT.CO — Bagaimana reaksi MKD atas ketersangkaan Setya Novanto. Sejauh sampai media ini naik cetak, MKD belum membahasnya. Bahkan, menurut Wakil Ketua MKD Sarifuddin Sudding lembaganya baru dapat bekerja setelah mendapatkan konfirmasi dari KPK. ”Selanjutnya tenaga ahli MKD akan menindaklanjuti dengan mengkaji kasus itu,” kata dia. Sudding pun merujuk pada Pasal 87 Ayat (2) pada UU 17/2014 yang menyebut tujuh alasan pemberhentian pimpinan DPR. Tiga dari tujuh alasan itu adalah melanggar janji jabatan atau kode etik, dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang inkracht, dan usul partai politik pengusung. Artinya, kalau cuma tersangka, jabatan Ketua DPR itu tidak menyalahi aturan jika ingin dipertahankan Novanto. Jadi, persoalannya sekarang adalah, hanya semata persoalan etika. Namun tampaknya persoalan etika akan diabaikan Novanto. Terlebih lagi, Partai Golkar sudah lebih dulu menyatakan akan tetap mendukung Setya menjabat ketua DPR dan bahkan ketua umum Golkar. Di lain sisi, Sudding juga menyebut MKD tidak akan mencampuri penegakan hukum yang dilakukan KPK terhadap Novanto. Pihaknya hanya sebatas, mengusut
apakah ada pelanggaran etika pada periode keanggotaan yang sedang berjalan. ”Kalau kasus itu menyangkut masalah di luar periode ini, malah MKD tidak berwenang. Itu sudah diputuskan sebelumnya. Keputusan itu tertulis dan sudah lama diputuskan,” kilah Sudding. Jika ini yang terjadi, dan pelanggaran tidak pada periode sekarang menjabat, artinya Novanto aman-aman saja. [ke/dari berbagai sumber]
Ibu Kota Pindah ke Palangkaraya
Bung Karno pun Pernah Mimpi HARIANTERBIT.CO — Ide dan gagasan pindahkan ibu kota dari Jakarta ke Palangkaraya, bukan ide murni pemerintahan Presiden Jokowi. Ide ini meng-copas dari keinginan Presiden Sukarno. Bung Karno pun pernah memimpikannya. Sayang, hingga ia tiada tak pernah jadi kenyataan. Ibarat peramal ulung, di tahun 1957 Presiden Sukarno menyebut pertumbuhan ekonomi dan populasi penduduk di Jakarta dan Pulau Jawa tidak akan terkendali di masa mendatang, dan faktanya memang seperti itu. Karenanya, ia memunculkan wacana, ibu kota tak lagi di Jakarta atau di Jawa. Tapi pindah ke pulau Kalimantan. Pilihannya adalah Palangkaraya. Mimpi Bung Karno ini ada tertuang dalam buku ”Soekarno dan Desain Rencana Ibu Kota RI di Palangkaraya”. Penulisnya, Wijanarka menyaksikan langsung kunjungan Soekarno ke Palangkaraya pada pertengahan tahun 1950-an. ”Jadikanlah Kota Palangkaraya sebagai modal dan model,” kata Bung Karno saat pertama kali menancapkan tonggak pembangunan Palangkaraya pada 17 Juli 1957, yang dikutip buku itu. Walaupun hanya dua kali datang, sebagai seorang insinyur, presiden pertama Republik Indonesia tersebut mampu menakar potensi Palangkaraya sebagai pusat pemerintahan di masa mendatang.
Wacana pemundahan ibu kota kembali juga ramai pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Oktober 2010 silam. Waktu itu SBY menawarkan tiga opsi untuk mengatasi kemacetan di Ibu Kota Jakarta. Pertama, mempertahankan Jakarta sebagai ibu kota maupun pusat pemerintahan dengan pembenahan total. Kedua, Jakarta tetap menjadi ibu kota, tetapi pusat pemerintahan dipindahkan ke daerah lain. Presiden waktu itu mencontohkan Malaysia, yang beribu kota di Kuala Lumpur tapi pusat pemerintahannya di Putra Jaya. Terakhir, dibangun ibu kota baru, seperti Canberra (Australia) dan Ankara (Turki). Alasan Bung Karno Ada beberapa alasan, mengapa Bung Karno memilih Palangkaraya sebagai pusat pemerintahan. Yang pertama adalah, kota ini terletak di pulau terbesar milik Republik Indonesia, yakni Kalimantan. Posisinya juga ada di tengah-tengah NKRI. Lebih strategis dibanding lokasi Jakarta, ibu kota negara saat ini.
Dalam bukunya Wijanarka menulis, ada keinginan Bung Karno menghilangkan sentralistik Jawa. ”Pembangunan di Jakarta dan Jawa juga merupakan konsep peninggalan Belanda. Bung Karno ingin membangun ibu kota dengan konsepnya sendiri, bukan peninggalan penjajah,” tulis Wijanarka. Seperti Jakarta yang memiliki Sungai Ciliwung, di Palangkaraya pun ada Sungai Kahayan. Bung Karno memiliki visi memadukan konsep transportasi sungai dan jalan raya, sebagaimana di kota-kota terkenal di mana ia pernah berkunjung. Ada pernyataan Bung Karno yang ditulis buku itu, yang sangat visioner. ”Janganlah membangun bangunan di sepanjang tepi Sungai Kahayan. Lahan di sepanjang tepi sungai tersebut, hendaknya diperuntukkan bagi taman sehingga pada malam yang terlihat hanyalah kerlap-kerlip lampu indah pada saat orang melewati sungai tersebut,” katanya. Bung Karno juga menyampaikan kembali Palangkaraya sebagai calon ibu kota negara pada Seminar TNI AD I di Bandung pada 1965. ”Mari kita jadikan Jakarta dan Surabaya sebagai kota-kota mati. Kedua kota besar itu bagi saudara-saudara kita di luar Jawa ibaratnya sudah menjadi Singapura dan Hong Kong-nya Indonesia. Modal hanya berpusat di kedua kota besar itu, dan seolah-olah mengeksploitir daerah-daerah di luar Jawa,” kata dia, beretorika. [ke/dari berbagai sumber]
Tidak Segampang Membalikkan Tangan HARIANTERBIT.CO — Jika sekarang, ada keinginan dan niat Presiden Jokowi memindahkan ibu kota ke Palangkaraya, apakah hanya sekadar mimpi juga atau akan menjadi kenyataan. Faktanya, memang tak segampang membalikkan telapak tangan. Banyak aspek yang harus diperhitungkan. Wacana pemilihan Kota Palangkaraya sebagai calon ibu kota, tentu tak semata melanjutkan cita-cita Bung Karno, namun setidaknya Bappenas memiliki kajian sementara terhadap alasan tersebut. Pemilihan Palangkaraya sudah memenuhi beberapa syarat. Seperti menurut Bappenas, Palangkaraya tidak memiliki gunung berapi dan lautan lepas sehingga aman dari ancaman gempa bumi. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang PS Brodjonegoro menyebut pengkajian dimulai dari analisis kriteria wilayah, kesiapan dan ketersediaan lahan, hingga sumber pendanaan untuk membangun ibu kota. Kepu-
tusan terkait pemindahan ibu kota ini kabarnya akan rampung pada tahun 2019. Menurut Bambang Brodjonegoro, skema pembiayaan untuk membangun ibu kota baru tidak akan memberatkan APBN. Pihaknya pun telah mempersiapkannya dengan baik. Baginya, hal terpenting adalah adanya pusat pemerintahan sehingga tidak penting bentuknya istana atau bukan. ”Pokoknya ada kantor presiden dan kementerian. Sama seperti di Jakarta,” katanya. Namun, menurut Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Sarman Simanjorang, pemindahan ibu kota ini tentu saja memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian di Jakarta. Sisi minat investasi di Jakarta akan berpengaruh. Populasi di DKI ini juga akan berkurang. Tak hanya itu, angka kemacetan bisa ditekan karena pergerakan kendaraan di sekitar Jakarta akan menurun. [ke/dari berbagai sumber]
Setya Novanto
Setya Novanto dan Politik Tanpa Budaya Mundur HARIANTERBIT.CO — Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Setya Novanto tak goyah, tetap bersikukuh menjabat sebagai Ketua DPR. Sikap ini, kian memperburuk citra. Seharusnya, Novanto melepas jabatan itu supaya publik melihat lembaga legislatif itu tengah melakukan upaya pebenahan, untuk menjadi bersih dan akuntabel. Peneliti CSIS (Center for Strategic and International Studies) Arya Fernandes melihat, status tersangka yang sudah melekat pada diri Novanto bakal menjadi beban bagi citra DPR. Apalagi, dalam setahun terakhir ini, dua lembaga survei yakni Indo Barometer dan Indikator Politik Indonesia, menempatkan posisi DPR sebagai lembaga negara yang tidak dipercayai publik. ”Ini sebenarnya batu ujian buat DPR, guna
memperbaiki citra mereka,” kata Arya. Yang ideal adalah, fraksi-fraksi di DPR mempersoalkan dulu status tersangka Novanto. Ada perdebatan, kendati misalnya, pada akhirnya sikap keukeuh Novanto tak bisa ditentang karena misalnya mayoritas fraksi tetap mempertahankan kedudukannya. Sikap Novanto sebenarnya tidak membuat kaget publik, karena memang tak ada budaya mundur di kalangan anggota DPR. Salah satu alasannya, anggota DPR selalu menganggap bahwa jabatan politik bisa menghindarkan mereka dari jeratan hukum, atau paling tidak ada bargaining sehingga kasus yang menjerat syukur-syukur bisa menguap. Kekuasaan dinilai sebagai cara untuk melindungi diri. Pada saat berkuasa ada perasaan memiliki pe-
ngaruh, dan ini yang menyebabkan seorang Novanto tetap bertahan kendati terjerat pidana. Mundur lalu menjabat lagi Politik di Indonesia jauh berbeda dengan di negara lain. Biasanya, pejabat yang terjerat kasus langsung memutuskan mundur, melepaskan jabatan yang bahkan dilakukan sebelum persidangan berlangsung. Ambil contoh di tahun 2012, Ketua Parlemen Singapura Michael Palmer memilih mundur ketika perselingkuhannya terungkap ke publik. Kasus suap di Korea Selatan juga memaksa Ketua Parlemen Korea Selatan Park Hee-tae melepas jabatannya, juga di tahun yang sama. Wakil Ketua Parleman Perancis Denis Baupin pun mengambil langkah yang sa-
ma di 2016. Padahal, perkaranya hanya pelecehan seksual yang mungkin di Indonesia dianggap biasa-biasa saja, yang tak memberikan pengaruh pada jabatan publik. Malah tahun lalu, Perdana Menteri Islandia Sigmundur Gunnlaugsson mundur hanya gara-gara namanya masuk dalam daftar Panama Papers, padahal belum ada yang membuktikan di pengadilan. Panama Papers sebagaimana yang kita tahu adalah dokumen yang mengungkapkan orang-orang yang memiliki rekening di luar negeri untuk menghindari pajak. Novanto sebenarnya pernah meletakkan jabatan pada Desember 2015 sebagai ketua DPR ketika rekaman pembicaraannya dengan Direktur PT Freeport Indonesia kala itu Maroef Sjamsoeddin, mengidikasikan
dirinya meminta saham Freeport dengan mencatut presiden dan wakil presiden. Waktu itu, Novanto oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dinilai telah melanggar etika sedang sampai berat, namun sebelum ada keputusan atas pelanggaran itu, Novanto mundur sehingga MKD tidak mengumumkan sanksinya. Tapi, harus dicatat di 2016, Novanto kembali lagi menjabat ketua DPR setelah Partai Golkar memutuskan untuk menyerahkan kembali jabatan itu kepadanya, sementara Ade Komarudin harus lengser setelah beberapa bulan memegang posisi itu. Ada kesan, mundurnya Novanto akal-akalan untuk menghindari sanksi semata, karena toh setelah situasi reda ia kembali memenang jabatan itu. [ke/dari berbagai sumber]
promoter EDISI PERTAMA / TAHUN I AGUSTUS 2017
KATA PENGANTAR Brigjen Pol Crisnanda Dwi Laksana Permasalahan pada membangun Bhabinkamtibmas yang profesional modern dan terpercaya (promoter), seringkali sebatas petugas-petugasnya dan memfokuskan pada hal-hal teknis semata. Yang berkaitan dengan kepemimpinan, political will, administrasi dan operasionalnya serta capacity buildingnya diabaikan bahkan belum disentuh. Belum lagi model dan pola implementasinya masih manual parsial dan konvensional sehingga tugas sebagai Bhabinkamtibmas belum menjadi kecintaan kebanggaan dan keunggulan dalam kinerja kepolisian. Model penguatan Bhabinkamtibmas dengan pola-pola implementasinya merupakan bagian dari program promoter yang dirasionalisasikan secara holistik atau sistemik. *
8
promoter 9
EDISI PERTAMA / TAHUN I AGUSTUS 2017
promoter EDISI PERTAMA / TAHUN I AGUSTUS 2017
10
sambungan 11
EDISI PERTAMA / TAHUN I AGUSTUS 2017
Jenderal Tito Karnavian PENDEKAR TANPA PEDANG HARIANTERBIT.CO — Tak perlu menyelesaikan persoalan dengan pedang. Berbekal kemauan sekeras baja, otak setajam silet, dan wawasan mendalam tentang manusia membuat orang-orang yang meragukan kita malah akan sangat mungkin menjadi pengikut setia, pesaing jadi sahabat, serta lawan jadi kawan. ”Begitulah menjadi pendekar tanpa pedang. Dan kita melihat sosok nyata pada diri Tito Karnavian,” ungkap Maksum Zubeir, ketua Rumah Kamnas pada wartawan, Kamis (17/8). Meskipun tidak ditakdirkan sebagai turunan orang orang besar bukan berarti tak punya kualitas. Soal kualitas hidup, kehidupan yang sulit dan tantangan antara tugas, kekuasaan dan kebijaksanaan nyatanya menjadi pendidikan karakter terbaik bagi banyak orang, dan jelas pada Tito. Pemimpin sejati tak text book thinking, tak aturan backing, apalagi main banting. Tidak perlu dan penting banget jadi kutu buku. Sebab banyak persoalan bisa diatasi karena kecermatan mengamati inti masalah dari kehidupan nyata dan fenomena secara langsung. Bukan dari teori-teori di dalam buku. Kapolri Ditambahkan Maksum. ini pemimpin bergaya pemikir kontekstual, prulal. Kalau belajar memang harus masuk ke dalam naskah, kalau bertempur dan berkarya orang harus keluar dari naskah. Tito sudah ’bertempur’ yang membawa berkah. Kawan, lingkungan kehidupan jadi sumber bacaan terlengkap. Kalaupun menemukan beberapa kebenaran tertulis, mestinya kita berupaya memahami dan mendes-
kripsikannya menjadi filosofinya sendiri. Tito bersiteguh dalam filosofi Pancasila, bhineka tunggal ika, dia utamakan persatuan ketimbang keunggulan. Manusia sejati tak mengandalkan silsilah, jabatan, dan kekuasaan. Mereka yang mengandalkan halhal ini akan dikuasai pembisik dan orang lain. Manusia sejati berpegang teguh pada kebenaran, pertimbangan keadilan, keharmonisan, dan fleksibilitas dari kelenturan. Dia setia pada integritas dan kebenaran. Karena, jika soal integritas bisa dikompromikan, kepentingan rakyat dan bangsa akan tergadai. Hati nurani tercederai. Pemimpin harus lebih banyak melihat, mendengar, dan merasakan, merenung, dan membenahi diri. Pemimpin sejati tak menggunakan pedang untuk memenggal kepala lawan. Dia menggunakan isi kepalanya untuk menanggalkan pedang. Itulah salah satu filosofi penting zaman ini yang penuh makna. Dan, sekali lagi saya harus sebutkan namanya; Tito. Samurai tanpa pedang, nampaknya ia memiliki tiga prinsip penting. Pertama, prajurit terbaik tidak pernah menyerang. Bukan manusia kalau tendensinya menyerang, menyakiti dan melukai orang lain. Kedua, petarung terhebat berhasil tanpa kekerasan. Seperti air yang lunak dan lembut, dia selalu
memenangkan segalanya dan sampai ketujuannya; pembebasan di lautan lepas. Ketiga, penakluk terbesar menang tanpa perang. Kemenangan tanpa mengalahkan. Sesuai dengan program ’Promoter Polri’ profesional, modern dan terpercaya, Polri menunjukkan arah pendekatan yang humanis dan dialogis dalam bahasa sederhana lebih pada silaturahmi dengan elemen masyarakat. Polri telah menunjukan profesionalitasnya, mendorong peran masyarakat turut serta menjaga keamanan lingkungan, ketertiban umum dan menjadikan masyarakat sebagai pilar keamanan dan ketertiban umum (polmas) Alhamdulillah demo umat Islam 411 dan 212, damai dan superdamai jadi saksi nyata dan fakta, bahkan dunia terbelalak melihat wajah demokrasi di Indonesia dengan perangkat keamanan yang menyatu dengan rakyat. Bagaimana tidak, umat Islam di mata dunia yang dianggap radikal, opini dan praduga tersebut tidak berlaku untuk umat Islam Indonesia dengan bimbingan ulama Nusantara yang mencintai NKRI. Ini pertanda masyarakat Indonesia semakin dewasa, matang dan cerdas dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. ’Democratic policing’ Pada abad IV SM, Plato sudah memberikan analisis sistematis dan mendalam mengenai demokrasi serta memberikan definisi bahwa demokratis artinya tiap orang bebas menentukan dirinya sendiri. Tidak ada orang lain yang berhak menyuruh kita hidup dengan cara tertentu. Tiap orang bebas berpendapat, dan tiap orang berhak menjalankan hidup yang ia ingini (Politeia 557b).
JANGAN GANGGU KAPOLRI–——————————————————(dari halaman I) Tito pun tak mau menanggapinya lagi. Semua dihadapinya dengan bijak dan senyum. Karena Tito yang juga mantan Kapolda Papua dan Kapolda Metro Jaya ini, sikapnya menghargai hak dan beda pandangan. ”Meskipun berbagai unsur masyarakat menginginkan Jenderal Pol Tito Karnavian naik ke panggung politik pada 2019 nanti, tidak ada tanggapan berarti dari Jenderal Tito. Saat ini (Tito) justru tetap fokus pada tugasnya sebagai kapolri,” kata Ketua Umum Rumah Kamnas Maksum Zubeir, menang-
gapi penarik-narikan nama Tito ke kancah politik tersebut. Menurut Maksum, mantan Kadensus 88 ini sudah menyatakan bahwa tidak tertarik untuk masuk dalam dunia politik karena mempunyai tugas berat untuk memimpin Polri. ”Beliau terlihat tidak mau terpancing masuk dalam arena politik. Bahkan Tito terlihat lebih tertarik untuk menjadi seorang pengajar daripada menjadi politikus,” ujar Maksum. Maksum menjelaskan, saat ini para politisi sudah mulai tebar pe-
sona untuk uji penampilan menuju 2019. Hal ini juga memancing beberapa pihak untuk mencoba menyandingkan Tito sebagai cawapres Joko Widodo pada 2019 nanti. Namun Tito tetap memilih untuk fokus sebagai kapolri. Maksum pun menyarankan kepada pihak-pihak yang mencoba membawa nama Tito Karnavian ke panggung politik agar menahan diri. ”Tugas Tito Karnavian sebagai jenderal polisi bintang empat Polri cukup berat. Pilihannya untuk tetap mengabdi membawa Polri lebih baik, harus dihargai,” tutupnya. (*)
DPR DUKUNG DENSUS TIPIKOR—————————————————(dari halaman I) ”Dengan pengawasan Densus, dana desa yang jumlahnya mencapai ratusan triliun, diharapkan benar-benar dapat digunakan dengan tepat,” harapnya. Bamsoet meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan seluruh jajarannya perlu mengambil inisiatif tentang strategi dan pendekatan dalam rangka mengamankan penyaluran dan pemanfaatan dana desa. ”Inisiatif itu hendaknya dituangkan dalam proposal tugas pokok dan fungsi Densus Tipikor. Ini amat penting. Sebab, penyaluran dan pemanfaatan dana desa sela-
ma ini minim pengawasan,” tambahnya lagi. Dalam catatan Bambang, dana desa yang sudah disalurkan mendekati Rp127 triliun. Makanya, sangat janggal jika dana ratusan triliun rupiah itu tidak didukung dengan pengawasan. ”Niat bersama untuk membangkitkan dan memaksimalkan potensi ekonomi desa akan berantakan jika kebijakan dana desa diterapkan dengan asal-asalan pula,” ujarnya. Dengan lebih dari 74 ribu desa yang berpotensi mendapatkan dana desa, tambah Bambang, tentu
diperlukan institusi pengawasan dengan jaringan yang luas hingga ke desa-desa. ”Daya jelajah seluas itu hanya ada di Polri. Maka, konteks pengawasan dana desa itu relevan dikaitkan dengan rencana Polri membentuk Densus Tipikor,” katanya. Apalagi tambahnya, rencananya Densus Tipikor akan dihadirkan pada semua Polda. ”Maka, tidak ada salahnya jika Pemerintah memberi kepercayaan kepada Densus Tipikor untuk melakukan upaya pencegahan korupsi dana desa,” tutupnya. (*)
POLRI BENTENG PEMBERANTASAN KORUPSI–———————————(dari halaman I) Lembaga kepolisian memang harus diperkuat untuk memberantas korupsi, di negara ini korupsi sudah sangat parah, virusnya merajalela ke mana-mana. Lembaga antikorupsi yang sudah ada, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Kejaksaan Agung masih belum cukup menangani virus korupsi yang sudah menjalar ke semua sendi kehidupan. Kehadiran Densus Tipikor, sa-
ngat membantu kinerja kedua lembaga tersebut. Bahkan nanti taringtaring pembasmi tindak pidana korupsi akan semakin tajam. ”Sangat mungkin nantinya Polri lebih efektif dalam menangani korupsi. Namanya juga detasemen khusus," kata Adilsyah Lubis. Terkait dengan lembaga KPK, Adilsyah menjelaskan, masing-masing lembaga mengetahui tugas dan wewenang serta tanggung jawab
masing-masing, sehingga satu sama lain tidak saling berbenturan. Misal, Densus untuk kerja operasional lapangan sedangkan KPK dan Kejaksaan bertugas dalam penyidikan. ”Tapi sekali lagi, harapan saya antara KPK dan Densus Tipikor Polri dapat bersinergi sehingga lebih memperkuat dalam upaya pemberantasan korupsi dinegara kita, karena korupsi sudah sangat membahayakan,” pungkasnya. (*)
TERORISME DI MEDIA SOSIAL BAGIAN 1—————————————(dari halaman I) Akbar tergoda dengan foto itu dan berniat bergabung dengan ISIS. Ia juga tertarik dengan imingiming fasilitas gaji, makanan, dan kesempatan berjihad keliling Timur Tengah, terutama di Suriah, pusat peradaban Islam masa lampau. Ia ingin sekali dilihat orang keren karena berjihad, mencari surga. Ia kemudian menjalin komunikasi dengan Yazid lewat Facebook. Dalam pencarian di internet, Akbar menemukan sosok lain bernama Wildan Mukhallad, remaja cerdas seusianya yang lebih dulu berjihad dengan melakukan bom bunuh diri di Irak. Wildan menjadi inspirasi baginya untuk membulatkan tekad menegakkan daulah Islamiyah pimpinan Abu Bakr Al Baghdadi.
Penggalan kisah di atas adalah sebuah film dokumenter berjudul ’Jihad Selfie’ yang dibuat oleh Noor Huda, seorang peneliti terorisme dari Yayasan Prasasti Perdamaian. Film ini mengangkat cerita tentang pola baru perekrutan pejuang ISIS dengan sasaran remaja belasan tahun melalui media sosial. Berbeda dengan pola lama, di mana individu lebih dulu bergabung dengan kelompok kekerasan kemudian melakukan aksi terorisme, pola baru ini melibatkan peran internet dan media sosial. ”Ini merupakan tren baru. Mereka yang direkrut adalah remaja yang tidak punya hubungan sama sekali dengan kelompok jaringan teror yang sudah ada di Tanah Air,” kata
Huda saat di wawancarai usai menggelar acara nonton bareng film dokumenter Jihad Selfie di Jakarta selatan pada akhir Juli 2017 lalu. ”Remaja sekarang menghabiskan banyak waktu dengan aktivitas online dan menggunakan social media sebagai tempat pencarian identitas. Untuk eksis, mereka akan melakukan hal di luar batas rasional.” ISIS sengaja memanfaatkan kecanduan remaja terhadap media sosial dan juga foto pribadi sebagai simbol eksistensi mereka di jagad maya. Mereka kemudian menciptakan imej foto memegang senjata sebagai sesuatu yang keren dan layak ditiru. Dengan mudah, kelompok kekerasan ini akan menarik banyak pengikut. (*)
Pada institusi otoritas pengendali keamanan, democratic policing bukan sekedar kebutuhan sosiologis-politis, tetapi legitimasi tindakan otoritas keamanan itu atas moral (moral dalam tata sosial/social order). Situasi ini menghadirkan kesadaran politik kelompok masyarakat sipil untuk menempatkan Polri sebagai institusi negara yang harus bekerja secara profesional. Salah satu prioritas utama dari tuntutan publik di masa reformasi adalah pemisahan fungsi Polri dari ABRI, melalui pembatasan jelas berdasarkan mandat profesionalisme kerja pertahanan dan keamanan nasional. Tuntutan reformasi total tersebut mensyaratkan perubahan di tingkat sistem, struktur dan kultur institusi Polri. Tantangan bagi polisi dalam melakukan upaya paksa penegakan hukum, pada saat melakukan penangkapan, penahanan, pemeriksaan sesuai dengan aturan yang ada. Tidak boleh melakukan penyiksaan, menghormati hak-hak hukum, tidak manipulasi dan tidak ada extra judicial killings. Reformasi Polri yang ideal harus mengacu suatu pada tiga orientasi utama, yaitu prinsip demokrasi, rule of law, dan hak asasi manusia. Prinsip democratic oversight menegaskan bahwa dalam menjalankan peran dan fungsinya, polisi harus menjunjung tinggi prinsip transparansi, akuntabilitas, res-
Jenderal Pol Tito Karnavian
ponsif, kontrol institusi demokratik yang merupakan representasi kepentingan publik, dan membuka partisipasi masyarakat luas. Dalam konteks democratic policing paling tidak terdiri dari enam pilar yang saling bergantung, yaitu; kontrol internal institusi keamanan (kepolisian) bersangkutan, kontrol pemerintah/eksekutif, pengawasan parlemen, judicial review, dan pengawasan masyarakat sipil (civil society oversight). Democratic policing ini mengandaikan adanya suatu sistem akuntabilitas polisi berlapis dengan melibatkan aktor-aktor yang beragam (eksekutif, legislatif, yudikatif, komisi-komisi formal independen, media, dan organisasi masyarakat sipil lainnya) sebagai komplemen dari mekanisme internal kepolisian. Polisi di negara manapun selalu menghadapi dan menagani permasalahan sosial dengan kewenangan dan pengabdiannya. Selain ancaman dan tekanan yang didapat serta dihadapi, juga dapat menjadi pengawal bagi proses demokrasi dan demokratisasi. Polisi mengancam karena kewenangannya, ia dapat melakukan kekerasan dan pemaksaan atas nama negara Ideal Polri dalam demokrasi dapat mengacu dari konsepsi Travis (1998) mengenai ’Prinsip-Prinsip Pemolisian Demokratis’ dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Polisi harus bekerja sesuai dengan prinsip demokrasi yaitu profesional, memahami standar hak asasi manusia, dan bertindak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. b. Polisi selaku pemegang amanat masyarakat, hendaknya segala perbuatannya harus profesional, mengacu pada hukum, dan menjunjung nilai-nilai etika dan norma yang berlaku di masyarakat maupun kelembagaan. c. Polisi harus mempunyai prioritas utama dalam mengamankan dan melindungi kehidupan masyarakat. d. Polisi senantiasa melayani masyarakat tanpa pamrih dan bertanggung jawab pada masyarakat. e. Bahwa perlindungan yang diberikan polisi terhadap nyawa dan harta benda adalah fungsi primer dari operasi polisi yang lain. f. Tindak tanduk polisi harus sesuai dengan martabat manusia serta hak asasi manusia. g. Dalam pelaksanaan tugasnya polisi hendaknya bersikap netral dan tidak ada sikap diskriminatif. Dalam upaya terwujudnya democratic policing, sangat bersisian dengan paradigma baru pemolisian di Indonesia, community poilicing (polmas), Sabhara Perintis dalam penanganan massa demo, proses penyidikan oleh reserse, maupun penanganan tindak pidana terorisme yang dilakukan oleh Densus 88 AT. (*)
KEMBALIKAN RUH PRO JUSTICIA————————————————(dari halaman I) Densus Tipikor, penegakan hukum akan kembali keutamanya kepada Polri dan Kejaksaan Agung. ”Jadi yang namanya pro justicia itu adalah penegakan hukum harus melalui institusi-institusi permanen dalam negara. Mana institusi permanen itu? Kepolisian dan kejaksaan,” kata Fahri. Ia juga menilai saat ini kinerja Polri dan Kejaksaan cederung membaik. Meski banyak oknum jaksa yang ditangkap, tetapi kejaksaan mampu mengungkap kasus korupsi yang cukup besar. ”Demikian pula dengan kepolisian, saya nilai semakin bagus dengan semakin banyaknya teroris yang ditangkap. Tangkap teroris aja bisa kok, tugas berbahaya, masa nangkap orang korupsi enggak bisa,” papar Fahri. Densus Tipikor ini nantinya tak hanya ada di tingkat pusat, tapi juga ditempatkan di masing-masing Polda. Sama seperti penempatan Densus 88 dalam penanganan
kasus teror. Terlebih, kata Fahri, Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK merupakan lembaga ad hoc dalam penegakan hukum. Apalagi, selama ini KPK hanya membangun citra positif kepada publik yang seolaholah bersih dan berhasil memberantas korupsi tanpa ada yang bisa mengevaluasi. ”Nggak berpikir sistemik, KPK pasti jago nih, nggak ada yang brengsek, nah ini yang harus dievaluasi. Citra positif atas kinerja KPK yang dibangun selama ini hanya sebagai kebohongan. Sebab, di internal KPK sendiri banyak malaikat bertopeng,” sindirnya. Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian meyakini keberadaan Densus Tipikor akan secara masif mengungkap berbagai kasus di Indonesia. Ia menyebut, kelebihan utama Polri dibandingkan KPK adalah jaringan yang luas di seluruh Indonesia dan jumlah personel yang banyak.
Menurut dia, jika hanya mengungkap kasus-kasus besar maka efeknya di masyarakat tak akan masif. Oleh karena itu, dengan jumlah personel polisi yang banyak dan jaringan yang luas, Tito meyakini pemberantasan korupsi oleh Polri akan menimbulkan efek kejut yang besar. Sedangkan wacana pembentukan Densus Tipikor Polri berkembang dalam Rapat Kerja Komisi III DPR bersama Kapolri. Wacana tersebut muncul karena sebagian anggota Komisi III mempertanyakan peran Polri dalam pemberantasan korupsi. Saat ini, Polri telah melaksanakan tugas pemberantasan korupsi di bawah naungan Bareskrim, khususnya di bawah Direktorat Tindak Pidana Korupsi. Jika nantinya jadi dibentuk Densus Tipikor, Polri membutuhkan rekomendasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi karena mengubah Struktur Organisasi dan Tata Kelola (SOTK) Polri. (tim)
HIDUPLAH TANPA RASA TAKUT DAN AMARAH———————————(dari halaman I) Amarah adalah sebuah gangguan pada kedamaian batin yang mendorong timbulnya niat jahat dan perasaan gelisah. Kita sering bereaksi terhadap suatu situasi dengan rasa marah karena kita tidak puas atau ada sesuatu yang salah. Kita perlu mempelajari akibat yang ditimbulkan oleh marah. Kemudian kita perlu mengubah rasa marah sehingga akibat yang ditimbulkannya tidak sampai menimbulkan ketidakbahagiaan bagi diri kita dan orang lain. Sejumlah orang mengatakan kita perlu marah untuk melawan ketidakadilan. Sesungguhnya pada saat menerima ketidakadilan, Anda bisa memiliki rasa marah atau welas asih. Kita perlu memahami bahwa rasa marah dan welas asih berasal dari sumber yang sama. Yang berbeda adalah bagaimana Anda melihat situasi tersebut. Jika fokus Anda pada orang yang melakukan kesalahan itu, Anda akan marah. Jika fokus Anda pada masalahnya, Anda akan memiliki welas asih. Jika fokus pada masalahnya, tak perlu marah pada orangnya. Rasa marah menghasilkan energi dan kekuatan, tapi welas asih justru bisa menghasilkan energi yang lebih besar. Rasa marah seperti sebuah nyala api. Begitu menyala akan mem-
bakar seluruh tubuh dan Anda akan kehilangan segalanya. Sebaliknya, welas asih membawa manfaat, menimbulkan antusiasme, sehingga menghasilkan energi besar yang tahan lama. Bagaimana kita berkompromi dengan rasa marah? Kita harus melihat mengapa kita marah, temukan masalahnya. Kemudian temukan solusi masalah tersebut, solusi yang menguntungkan semua pihak. Kadang orang bilang bahwa kita punya hak untuk marah. Ya, tapi kita harus ingat bahwa marah tidak menyelesaikan apapun. Karenanya, lebih baik fokus pada pokok masalahnya dan berwelas asih. Rasa takut Takut adalah perasaan khawatir sesuatu yang negatif akan terjadi. Rasa takut merupakan penderitaan karena walaupun semuanya baikbaik saja, rasa takut masih tetap menimbulkan ketidak-bahagiaan. Contohnya, walaupun bekerja tidak membuat kita tertekan, tapi ketika rasa takut dan khawatir muncul, akan membuat kita tertekan dan tegang. Kita perlu ingat bahwa rasa khawatir tidak membantu kita. Tak ada orang yang mengatakan bahwa sesuatu tak akan terjadi karena kita mengkhawatirkannya. Apa yang harus kita lakukan? Kita membutuhkan cara terbaik
untuk mencegah hal negatif jangan sampai terjadi, tapi jika kita tidak yakin bisa mengubah semuanya, maka janganlah mengkhawatirkannya. Rasa khawatir tidak mengubah apa pun dan malah hanya akan membawa penderitaan. Ketidakpastian adalah fenomena alamiah. Sebuah fakta yang harus kita terima. Jadi, bersiaplah dan lakukan yang terbaik! Dengan memiliki rasa takut dan khawatir tidak mengubah apa pun, adalah bijaksana untuk belajar melepas rasa takut. Beberapa orang mengatakan kita memerlukan rasa takut untuk bertahan, untuk terhindar dari bahaya. Bukanlah rasa takut yang akan membuat kita bertahan dan terhindar dari bahaya, melainkan kebijaksanaan! Misalnya menyeberang jalan di India. Jika Anda ingin bisa menyeberang jalan di India, Anda tak boleh takut. Pikiran Anda harus jernih dan tidak mengembara ke mana-mana. Anda tidak boleh panik dan menyebaranglah secara pelan-pelan. Anda harus bijaksana dan tidak takut agar bisa menyeberang jalan. Kesimpulan: Bukan rasa marah, namun welas asih! Bukan rasa takut, namun kebijaksanaan! Daripada hidup dengan rasa takut dan rasa marah, hiduplah dengan kebijaksanaan dan welas asih! (*)
profil 12
EDISI PERTAMA / TAHUN I AGUSTUS 2017
IRJEN POL IDHAM AZIS
Reserse Kawakan PENUNTAS KASUS BESAR
”
K
APOLRI Jenderal (Pol) Tito Karnavian merombak sejumlah jabatan strategis Polri melalui Telegram Rahasia (TR) Nomor ST/1768/VII/2017 tertanggal 20 Juli 2017. Salah satu yang dimutasi Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Mochamad Iriawan, yang digantikan oleh Irjen Pol Idham Azis. Keputusan ini tertuang dalam Telegram Rahasia bernomor ST/1768/VII/2017 tertanggal 20 Juli 2017. Dalam TR tersebut, sebanyak 51 pati dan pamen
Polri dirotasi. Dalam telegram yang diteken Asisten SDM Kapolri Irjen Pol Arief Sulistyanto, nama Idham Aziz ada di deret keempat. ”Ini mutasi rutin, dalam rangka tour of duty dan tour of area,” kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto. Kapolri sendiri telah mengungkapkan alasannya memilih Idham. Menurut Tito, Idham memiliki banyak pengalaman di bidang reserse, sehingga dianggap mampu menyelesaikan sejum-
lah kasus besar yang belum tuntas. ”Beliau orang lama di Jakarta dari letnan dua dinasnya di Jakarta dan Depok, kasat reserse di Depok, kemudian pernah di Metro Jaya di reserse, saya katakan kawakan,” kata Tito di Kompleks Mabes Polri, Jakarta. Tito menyatakan, teman seangkatannya di Akademi Kepolisian (Akpol) itu juga berpengalaman dalam bidang terorisme. ”Saya sangat tidak ragu dengan kemampuannya dalam menangani Jakarta nantinya,” ucap mantan Kapolda Papua itu.
Siapa Idham Azis? Namanya memang tak ’sepopuler’ M Iriawan atau Iwan Bule. Namun perjalanan pria kelahiran Sulawesi Selatan, 30 Januari 1963, itu jelas bukan sembarangan. Di Mabes Polri, sebelum kemudian menggantikan Iriawan, Idham menduduki posisi sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri. Idham adalah lulusan akademi kepolisian tahun 1988, satu angkatan dengan Kapolri. Idham juga masuk dalam tim Detasemen Khusus 88 Antiteror,
Ternyata Beberapa Kali GANTIKAN IRIAWAN TERKAIT dengan jabatan barunya, Irjen Pol Idham Azis menceritakan, bukanlah kesempatan ini saja dia menukar tempat Irjen M Iriawan di organisasi Polri. Pada tahun 2010, dirinya menempati posisi Iriawan jadi direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Setelah itu, ia menjabat kepala Divisi Profesi serta Pengamanan Polri, juga mengisi jabatan yang ditinggal Iriawan. ”Lalu 2016 saya gantikan beliau di Divpropam, alhamdulillah saya juga menukar beliau sekali lagi (jadi kapolda Metro Jaya), ” tutur Idham di Mapolda Metro Jaya. Idham mengakui, telah mengetahui Iriawan mulai sejak masa pendidikan di Perguruan Tinggi Pengetahuan Kepolisian tahun 1993. Waktu itu, dia junior Iriawan. ”Karena dahulu kami keduanya sama PTIK tahun 1993 saya seringkali manggul senjata Kang Iwan, bila saat lari,” kata Idham. Untuk jabatan barunya, Idham memohon kerja sama dari semuanya pihak untuk melindungi keamanan di Jakarta. Diakuinya, tidak dapat bekerja sendiri melindungi kestabilan keamanan di Ibu Kota ini. ”Jadi saya tidaklah siapa pun juga tanpa ada support dari beragam pihak, lagi saya menitip diri, saya siap menggerakkan programprogram di DKI. Saya siap menyumbangkan jiwa raga saya untuk kejayaan DKI serta untuk Polri terkasih, mohon support mohon doa,” ucap dia.
Sebagai Kapolda Metro Jaya yang baru, Idham harus menyelesaikan setumpuk pekerjaan yang sebelumnya menjadi tugas Iriawan. Dari teror keji terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan hingga kasus tewasnya mahasiswa MIPA UI Akseyna Ahad Dori, yang tak kunjung terungkap sejak 2015. ”Saya akan melanjutkan semua apa-apa yang dikerjakan Pak Iwan (Iriawan). Kemudian saya tidak akan keluar dari apa yang menjadi kebijakan dari Bapak Kapolri, yaitu promoter,” ujar Idham. [ke/dari berbagai sumber]
Bukan sekali ini saja, sebagai Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Idham Azis, menggantikan posisi Irjen Pol Mochamad Iriawan. Yang jelas, posisinya sekarang tak lepas dari prestasi yang pernah diraih bersama Jenderal Pol Tito Karnavian, yang juga satu angkatan dengannya. Seorang reserse kawakan yang dinilai mampu menyelesaikan kasus-kasus besar yang belum dituntaskan pendahulunya. yang berhasil melumpuhkan teroris Dr Azhari Azhar dan komplotannya di Kota Batu, Jawa Timur pada 2005. Saat itu, ia mendapat penghargaan dari Kapolri Sutanto, bersama dengan Tito, yang ketika itu menjabat sebagai kepala Densus 88 Antiteror Polri. Dan, pada 2010 Idham diangkat menjadi wakadensus 88 Antiteror Polri. Tahun 2014, Idham Azis adalah kapolda Sulawesi Tengah, hingga kemudian pada tahun 2016 ia kembali ditarik ke Mabes Polri dan selanjutnya mendudu-
ki jabatan terakhir sebagai Kadiv Propam Polri. Kini Idham resmi Kapolda Metro Jaya. Pria asli Kendari ini pun menggeser Iriawan yang menjadi asisten Operasi Kepala Polri, yang sebelumnya dijabat Inspektur Jenderal Polisi Unggung Cahyono. Idham dipercaya Kapolri karena dinilai bakal mampu untuk mengamankan dan mengayomi masyarakat yang ada di Ibu Kota Negara. Meskipun hal itu tentu bukan persoalan mudah. [ke/dari berbagai sumber]
TIGA KALI TES
Baru Jadi Polisi
UNTUK menjadi polisi pun, sebenarnya tak mudah bagi Irjen Idham Azis. Diketahui, ia harus tiga kali tes Akademi Kepolisian (Akpol). ”Beliau lulus Akpol 1988, setelah tiga kali ikut seleksi, dan pertama tugas di Bandung,” kata Fitri Handari, istri jenderal bintang dua ini. Idham menuntaskan pendidikan mulai dari SD di Kampung Salo, lalu di SMP 2 dan SMA 1 Kendari. Setelah menamatkan sekolahnya, ia lalu mencoba ikut seleksi Akpol tapi
belum beruntung. Sembari menunggu seleksi tahun berikutnya, Idham muda mendaftarkan diri jadi mahasiswa di Unhalu (kini UHO) di Fakultas Pertanian. Tahun berikutnya, ia tes kembali dan lagi-lagi gagal. ”Tapi beliau tetap menyimpan impiannya. Kali ketiga, tahun 1988 beliau lulus,” tambah sang istri. Idham anak dari pasangan Tuti Pertiwi dan H Abdul Azis Halik. Kedua orang tuanya, bahkan sam-
pai kini masih tinggal di Kampung Salo, menikmati masa tuanya. Namun, kedua orang tua Idham menolak bicara dengan alasan sedang tidak sehat. Tapi yang jelas, Idham, saat masa kecil, oleh kawan termasuk di sekitar rumah, punya panggilan akrab yakni Calli. ”Idham itu saya akui pintar. Sering ranking di sekolah dulu,” kata seorang saudara Idham bernama Iksan Asti Azis, yang kini bermukim di Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe. Lelaki yang akrab disapa Buyung ini mengatakan bahwa saudaranya itu di dalam kelurga dikenal sebagai sosok yang sangat berbakti. ”Kami lima bersaudara, Pak Idham kedua. Saya ketiga,” kata Buyung. Ia bercerita, Idham terakhir kali pulang ke Kendari, Februari 2017 lalu saat bersama Kapolri Jenderal
Tito berkunjung ke Sultra. ”Dia sempat ke rumah di Kampung Salo, ketemu orang tua,” katanya. Di kalangan tetangganya di Kampung Salo, Idham dikenal sebagai pribadi yang ramah. Seorang warga bernama Wiliyanto (57) mengaku sejak bertugas di Jakarta, Idham memang sudah jarang pulang. Sesekali saat Idham pulang, dia menyempatkan diri untuk menyapa, masyarakat sekitar. ”Kalau pulang hanya dua kali setahun, kali ya. Itu pun hanya menjenguk orang tuanya. Orangnya baik,” katanya mengingat saat-saat Idham pulang ke Kampung Salo. Sejak menduduki jabatan penting di kepolisian, secara rutin membantu pembangunan empat masjid. Ada yang di Soropia, dan di Kecamatan Kendari. [ke/dari berbagai sumber]
LIMA KASUS Menanti Penanganan Idham Azis KEPALA Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Rikwanto mengatakan pekerjaan rumah untuk Kapolda Metro Jaya yang baru, Inspektur Jenderal Polisi (Irjen Pol) Idham Azis, bukan hanya kasus Novel Baswedan dan Habib Rizieq Shihab. Menurut Rikwanto, ada ribuan kasus kriminal yang sedang ditangani Polda. ”Bukan hanya kasus Novel Baswedan dan Rizieq Shihab,” ujar Rikwanto di Mabes Polri, Jakarta Selatan. Namun, demikian ada setidaknya lima kasus besar yang menunggu penanganan Idham sebagai kapolda Metro Jaya yang baru. 1. Teror terhadap Novel Baswedan Penyidik senior Novel Baswedan disiram air keras oleh orang tak dikenal, usai salat subuh di masjid dekat rumahnya, di Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Selasa 11 April 2017. 2. Pembunuhan Akseyna Akseyna Ahad Dori ditemukan tewas me-
ngambang di Danau Kenanga UI Kamis, 26 Maret 2015. Saat ditemukan, jasad tersebut tengah menggendong tas berisi sejumlah batu bata. 3. Kasus makar Sebanyak 11 aktivis dan tokoh nasional ditangkap secara hampir bersamaan di lokasi berbeda pada Jumat pagi 2 Desember 2016 lalu. Penangkapan dilakukan sesaat sebelum aksi superdamai 212 di Monas, Jakarta Pusat dimulai. Para aktivis dan tokoh nasional itu dituding akan melakukan aksi makar dengan memanfaatkan massa aksi 212. 4. Kasus Rizieq Shihab Polda Metro Jaya juga dituntut memberikan kejelasan mengenai kasus pornografi berupa chat seks yang diduga melibatkan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab, dan Ketua Yayasan Solidaritas Sahabat Cendana Firza Husein.
5. Perampokan maut di SPBU Daan Mogot Aksi perampokan maut terjadi di sekitar SPBU 34-11712 Jl Daan Mogot, KM 12, Cengkareng, Jakarta Barat. Korban bernama Davidson Tantono (30) tewas di tempat setelah ditembak kawanan perampok jalanan. Sejumlah tersangka ditangkap, dan beberapa masih buron. [ke/dari berbagai sumber]