Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
JANGAN MERASA TERGANGGU, DAN JANGAN MENGGANGGU Oleh: Fathurrahman al-Katitanji*
Suatu hari, saya membacakan beberapa hadits pada jama’ah ba’da shalat Zhuhur. Tiba-tiba, setelah saya membacakan hadits datanglah salah satu jama’ah dan berkata, “Mas, apa tidak baiknya membaca haditsnya setelah shalat ba’diyah Zhuhur karena jika tidak akan mengganggu orang yang sedang shalat, baik yang masbuq maupun yang shalat ba’diyyah Zhuhur”. Saya pun hanya diam dan mendengarkan saran dari Bapak tersebut. “Oh ya Pak, kalau saya membaca haditsnya setelah shalat ba’diyyah Zhuhur, jama’ah akan langsung pergi meninggalkan masjid, jadi akan sia-sia pembacaan haditsnya dan shalat ba’diyyah Zhuhur tidaklah menentu kapan berakhirnya” jawabku. Pasca ada teguran dari jama’ah, saya tidak lagi membaca hadits. Maksud saya baik, untuk mentransfer ilmu pada jama’ah dari apa yang saya baca, akan tetapi sebagian jama’ah belum memahami maksud baik itu. Allâhu musta’ân. Beberapa hari kemudian, setelah shalat jama’ah. Datanglah salah satu jama’ah dan menanyakan, “Mas, kenapa ndak baca hadits lagi? Bagus loh, karena dengan dibacakan hadits jama’ah mendapatkan ilmu yang bisa dibawa pulang”. Saya mendengar sapaan Bapak itu sambil terdiam dan mengangguk-anggukan kepala. “Oh ya Pak, insya Allah nanti akan Saya bacakan lagi, terimakasih telah mengingatkan.” Jawabku. Akhirnya saya minta nashihat pada Guru (Sayyid Ramli) –hafizhahullâhu ta’âlâ-, beliau berkata, “Hidup ini prinsipnya tidak merasa terganggu dengan orang lain, dan tidak mengganggu orang lain”[1]. Benar apa yang beliau sampaikan, jika kita merasa terganggu dengan orang lain, maka hidup kita tidak akan tenang dan kita jangan pernah mengganggu orang lain. Pada kesempatan lain, Guru Sayyid Ramli hafizhahullâhu ta’âlâ menyampaikan, kita harus dibiasakan dalam dua hal; berbeda pendapat dan berbeda pendapatan. Jika tidak, apa yang kita kerjakan tidak akan maksimal alias tidak ikhlas. Kemudian beliau hafizhahullâhu ta’âlâ, menyebutkan hadits. Dari Abu Mûsa, beliau menceritakan bahwa para Sahabat bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah! Islam manakah yang lebih utama?” Beliau menjawab, “Yaitu orang yang membuat kaum muslimin yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya.” (HR al-Bukhari dan Muslim)[2] Imam al-Khaththabi rahimahullâh berkata, “Maksud hadits ini adalah bahwa kaum muslimin
1 / 10
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
yang paling utama adalah orang yang selain menunaikan hak-hak Allah dengan baik maka dia pun menunaikan hak-hak sesama kaum muslimin dengan baik pula.”[3] Allah berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang menyakiti laki-laki dan wanita yang beriman tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, sungguh mereka telah menanggung kedustaan dan dosa yang nyata” (QS al-Ahzab [33]: 58). Seorang Muslim adalah orang yang tidak menganggu saudaranya, temannya, maupun tetangganya. Mereka merasa aman dengan kehadiran dirinya. Adapun orang yang suka mengganggu atau menyakiti orang lain, baik dengan lisan maupun tangannya, maka dia seorang muslim yang tidak sejati. Nabi bersabda, “Setiap muslim itu bersaudara. Maka tidak boleh menzhaliminya, menelantarkannya, mendustakannya, ataupun menghinanya. (Lalu beliau bersabda) Cukuplah seseorang dikatakan telah berbuat keburukan jika ia menghina saudaranya sesama Muslim. Darah, harta, dan kehormatan setiap Muslim atas Muslim lainnya adalah haram (untuk diganggu)” (HR Muslim) Rasulullah memberikan batas minimal bagi seorang yang disebut Muslim yaitu apabila MuslimMuslim lain merasa aman dari lidah dan tangannya. Sementara ciri-ciri lain disebutkan cukup banyak bagi orang yang meningkatkan kualitas keimanannya. Sehingga tidak jarang Nabi menganjurkan dengan cara peringatan seperti, Menjaga lisan termasuk salah satu kesempurnaan Islam seseorang, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaikbaik (kualitas) keislaman kaum mukminin adalah orang yang kaum muslimin merasa aman dari (kejahatan) lisan dan tangannya. Sebaik-baik (kualitas) keimanan kaum mukminin adalah mereka yang paling baik akhlaqnya…..” (HR al-Thabrani)[4]. Dengan demikian petunjuk-petunjuk itu mengarahkan kepada seseorang yang beragama Islam agar dia menjaga lidah dan tangannya sehingga tidak mengganggu orang lain demikian juga dia menghormati tetangganya saudara sesama Muslim dan sangat mencintai Allah dan RasulNya. Tidakkah kita tahu bahwa gangguan diatas bisa bermakna ganda: 1) Gangguan sampai pada taraf menzhalimi, dan inilah yang dilakukan orang-orang zhâlim dari kalangan muslimin dan orang-orang kafir serta munafiq, yang mana lisan dan tangannya senantiasa menyakiti hati-hati kaum muslimin. 2) Gangguan yang “ringan” atau ”kecil” yang menyusahkan saudaranya. Disinilah kebanyakan kaum muslimin tidak sadar terjatuh kedalamnya!!![5]
Fakta di Masyarakat Prolog diawal tulisan ini, bagian dari fenomena yang sering terjadi di beberapa masjid. Fenomena lain yang sering terjadi di sebagian masjid-masjid adanya sebagian pengurus masjid yang memutar kaset ngaji alias kaset murattal atau shalawatan, sehingga mengganggu orang lain yang sedang shalat atau membaca al-Qur’an atau orang yang sedang berdzikir. Ada lagi di sebagian tempat yang membaca al-Qur’an melalui lisannya dengan suara
2 / 10
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
keras, sedang orang-orang yang ada di sampingnya dari kalangan orang-orang yang sedang shalat, berdzikir, atau majelis ta’lim yang sedang berlangsung. Mereka semua merasa terganggu. sementara yang membaca al-Qur’an dengan suara keras tadi santai saja dan tak merasa bersalah dengan sikapnya itu. Ada juga, orang yang ugal-ugalan dalam berkendara di jalan ramai, hingga membuat pengendara lain tertanggu. Ada juga yang memodifikasi knalpotnya hingga suaranya mengganggu orang lain, dalam perkara ini meskipun jalannya sepi tapi suara kendaraannya mengganggu orang lain. Sementara si pengendara tidak merasa bersalah atas apa yang ia lakukan dan masih banyak fakta lainnya. Allâhu musta’an!
Suara Ngaji al-Qur’an yang Dilarang Seorang penanya pernah berkata kepada Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullâh, “Apa hukum membaca al-Qur’ân di masjid dengan suara yang tinggi sehingga menyebabkan gangguan bagi orang-orang yang sedang shalat?”[6] Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullâh menjawab, “Hukum seseorang membaca al-Qur’an di masjid dengan kondisi yang memberikan gangguan dengannya bagi yang lain dari orang-orang yang sedang sholat atau mengajar, atau membaca al-Qur’an, hukum perkara itu adalah haram, karena terjerumusnya ia ke dalam sesuatu yang dilarang oleh Nabi. Sungguh Malik telah meriwayatkan (sebuah hadits) di dalam al-Muwaththa’ dari al-Bayadhiy[7] bahwa Nabi pernah keluar menemui manusia, sedang mereka melaksanakan shalat. Sementara suara mereka tinggi (keras) dalam membaca al-Qur’an. Beliau bersabda, “Sesungguhnya orang yang sedang sholat bermunajat (berbincang secara lirih) dengan Rabb-nya. Karenanya, hendaklah ia memperhatikan dengan apa ia munajati Rabb-nya dan janganlah sebagian orang diantara kalian mengeraskan suaranya atas yang lain dalam membaca al-Qur’an”.[8] Hadits ini diriwayatkan semisalnya oleh Abu Dawud dari Abu Sa’id al-Khudri t”[9] Abul Walid Al-Bajiy rahimahullâh berkata dalam menjelaskan alasan Nabi melarang untuk mengangkat suara saat membaca al-Qur’ân dalam shalat sunnah, sedang saudaranya juga shalat sunnah, “Karena, di dalam hal itu terdapat gangguan kepada yang lain dan halangan untuk menghadap kepada sholat, konsentrasinya hati kepada sholat, dan perhatian seseorang terhadap sesuatu yang ia ucapkan kepada Robb-nya berupa bacaan al-Qur’an. Jika mengangkat suara dalam membaca al-Qur’an adalah terlarang ketika itu (yakni, dalam kondisi sholat), karena mengganggu orang-orang yang sholat, nah kalau dilarang mengangkat suara saat berbicara dan lainnya, maka tentunya lebih utama (untuk dilarang) berdasarkan sesuatu yang telah kami sebutkan; juga karena di dalam perbuatan itu terdapat perendahan terhadap masjid-masjid, serta tidak menghormatinya, tidak membersihkannya sebagaimana wajibnya, dan tidak menfokuskannya untuk tujuan masjid itu dibangun, yakni mengingat Allah”.[10]
3 / 10
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Suara Ngaji al-Qur’an yang Diperbolehkan Pada dasarnya membaca al-Qur’an sangat dianjurkan karena al-Qur’an akan datang pada hari qiyamat sebagai penolongnya. Sebagaimana disebutkan dari Abu Umamah al-Bahili, dia berkata, "Saya pernah mendengar Rasulullah bersabda, 'Bacalah al-Qur'an, karena al-Qur'an itu akan datang pada hari kiamat sebagai penolong bagi para pembacanya! (HR Muslim, no. 2104, 2/197) Disebutkan dalam sebuah hadits, perumpamaan orang yang pandai membaca dan memahami al-Qur'an, serta orang yang tidak dapat membaca dan memahaminya. Dari Abu Musa alAsy'ari dia berkata, "Rasulullah telah bersabda, 'Perumpamaan orang mukmin yang pandai membaca dan memahami al-Qur'an adalah seperti pohon Utrujah yang sedap baunya dan enak rasanya. Perumpamaan orang mukmin yang tidak pandai membaca dan memahami al-Qur'an adalah seperti buah kurma yang tidak berbau tetapi manis rasanya. Perumpamaan orang munafik yang pandai membaca dan memahami al-Qur'an adalah seperti buah yang harum baunya tetapi pahit rasanya. Dan perumpamaan orang munafik yang tidak pandai membaca dan memahami al-Qur'an adalah seperti buah Hanzhalah yang tidak berbau harum dan pahit rasanya." (HR Muslim no. 2113, 2/194/) Mengeraskan bacaan al-Qur’an pada kondisi tertentu sangat dianjurkan sebagaimana disebutkan dalam Shahih Muslim Kitab Keutamaan al-Qur’an. Dari Aisyah radhiyallâhu ‘anha, bahwasanya Rasulullah pernah mendengar seseorang membaca al-Qur'an pada malam hari lalu beliau bersabda, "Semoga Allah memberi rahmat kepadanya! Sungguh ia membuatku ingat kembali ayat ini dan itu dalam surah ini dan itu yang semula aku telah lupa" (HR Muslim)[11] Dari Anas bin Malikt, dia berkata, "Rasulullah pernah bersabda kepada Ubay bin Ka'ab, “Hai Ubay, sesungguhnya Allah telah memerintahkanku untuk membacakan surah al-Bayyinah kepadamu.” Ubay bertanya, "Apakah Allah telah menyebutkan nama saya kepada engkau ya Rasulullah?" Rasulullah r menjawab, "Ya." Anas berkata, "Lalu Ubay langsung menangis." (HR Muslim)[12] Dari Amir, yaitu al-Sya'bi, dia berkata, "Saya pernah bertanya kepada Alqamah,” Apakah Ibnu Mas'ud hadir bersama Rasulullah pada malam turunnya surah Jin?' Alqamah menjawab, "Saya pernah bertanya kepada Ibnu Mas'ud sebagai berikut, 'Apakah ada salah seorang di antara kalian yang hadir bersama Rasulullah pada malam turunnya surah Jin?' Ibnu Mas'ud menjawab, "Tidak ada seorang pun di antara kami yang hadir saat itu. Namun pada suatu malam kami pernah menyertai Rasulullah. Tiba-tiba kami kehilangan beliau. Lalu kami pun mencari beliau di setiap lembah dan lorong. Kami bertanya-tanya, 'Rasulullah meninggalkan kami karena ada keperluan ataukah dibunuh?' Ibnu Mas'ud berkata, "Oleh karena itu, kami pun tentu merasa gelisah." Keesokan harinya, Rasulullah telah datang dari arah gua Hira'. Lalu kami pun bertanya, "Ya Rasulullah, tadi malam kami merasa kehilangan engkau. Kemudian kami pun mencari engkau ke sana dan kemari, tetapi kami tidak berhasil menemukanmu, hingga kami sangat gelisah." Rasulullah bersabda, "Tadi malam aku didatangi oleh seorang mubaligh jin. Lalu aku pun pergi bersamanya dan aku bacakan al-Qur'an kepada para jin tersebut." Ibnu
4 / 10
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Mas'ud berkata, "Kemudian Rasulullah mengajak kami sambil menunjukkan bekas-bekas para jin dan api mereka kepada kami." Mereka, kelompok jin, menanyakan tentang makanan yang halal kepada Rasulullah. Kemudian Rasulullah bersabda, "Kalian, kelompok jin, boleh makan tulang hewan yang disembelih dengan menyebut nama Allah yang dapat kalian peroleh (setelah dibuang oleh manusia}, yang mana tulang tersebut kalian anggap masih banyak dagingnya, meskipun manusia menganggapnya hanya tulang tanpa daging. Kalian juga boleh makan kuku hewan halal yang disembelih dengan menyebut nama Allah" Rasulullah bersabda, "Oleh karena itu, janganlah kalian, umat manusia, bersuci dari kotoran (beristinja) dengan menggunakan tulang dan kuku hewan. Karena kedua benda terebut adalah makanan bangsa jin.” (HR Muslim)[13] Dari Ma'n, dia berkata, "Saya pernah mendengar bapak saya berkata, 'Saya telah bertanya kepada Masruq, "Siapakah yang memberitahukan kepada Rasulullah bahwa pada suatu malam ada sekelompok jin yang mendengarkan al-Qur'an?" Masruq menjawab, "Saya telah diberitahu oleh bapakmu, yaitu Ibnu Mas'ud, bahwasanya Rasulullah mengetahui mereka karena diberitahu oleh sebuah pohon." (HR Muslim)[14]
Larangan Berselisih Tentang al-Qur’an Dari Abdullah bin Mas'ud, dia berkata, "Suatu ketika, saya sedang berada di Himsha. Lalu ada beberapa orang yang berkata kepada saya, 'Wahai Ibnu Mas'ud, bacakanlah al-Qur'an kepada kami!' Maka saya membacakan surah Yusuf kepada mereka. Tiba-tiba ada seseorang yang menyanggah, "Demi Allah, surah Yusuf tidak diturunkan dengan bacaan seperti ini." Saya berkata, "Celaka kamu! Demi Allah, saya pernah membacakannya di hadapan Rasulullah." Kemudian orang itu berkata kepada saya, "Kamu benar." Ketika ia berbicara kepada saya seperti itu, tiba-tiba saya mencium aroma minuman keras dari mulutnya. Lalu saya pun berkata, "Apakah kamu meminum minuman keras dan berupaya mendustakan al-Qur'an? Kamu tidak boleh pergi dahulu sebelum dihukum dera." Abdullah bin Mas'ud berkata, "Kemudian saya pun menderanya." (HR Muslim)[15] Dari Abdullah bin Amr, dia berkata, "Pada suatu hari saya pernah datang kepada Rasulullah. Ketika itu, beliau mendengar suara dua orang yang berselisih pendapat mengenai satu ayat alQur'an. Kemudian beliau keluar menemui kami sedangkan di wajah beliau tampak tanda-tanda kemarahan. Setelah itu beliau bersabda, "Sungguh telah binasa orang-orang sebelum kalian hanya karena mereka berselisih tentang kitab Allah." (HR Muslim)[16] Dari Jundab bin Abdullah al-Bajali, dia berkata, "Rasulullah telah bersabda, 'Bacalah al-Qur'an yang dapat membuat hati kalian bersatu. Apabila kalian berselisih tentang al-Qur'an, maka berdirilah (bubarlah)!' (HR Muslim)[17]
Ikhtitâm
5 / 10
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Sebagai pamungkas dalam tulisan ini ada beberapa kesimpulan yang bisa kita ambil bersama yaitu: 1. Membaca al-Qur’an dengan suara keras sehingga mengganggu orang lain yang sedang shalat atau bermajelis ilmu adalah terlarang. 2. Niat yang baik tidaklah cukup dalam membenarkan suatu perkara yang keliru. Karenanya, Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- melarang seseorang membaca alQur’an jika mengganggu yang lain, walaupun si pembaca niatnya baik. 3. Jika suara bacaan al-Qur’an saja terlarang jika mengganggu orang lain, maka tentunya suara-suara lain yang mubah lebih terlarang lagi jika menimbulkan gangguan. Terlebih lagi jika suara itu haram, misalnya suara musik. 4. Hendaknya seseorang melirihkan suara dalam berdoa. Demikian pula saat membaca alQur’an jika takut bacaannya mengganggu orang lain.[18] 5. Pembacaan hadits setelah shalat bukan sebuah kewajiban untuk dibaca, karena mempertimbangkan mashlahat maka diperbolehkan membaca hadits ba’da shalat. 6. Bagi jama’ah yang merasa terganggu dengan kebisingan pembacaan hadits atau yang lainnya, maka bersebar sejenak untuk mendengarkan pembacaan hadits kemudian shalat sunnah ba’diyyah. 7. Pembacaan hadits atau yang lainnya (misal: pengumuman) ba’da shalat, hendaknya diberi jedah beberap menit untuk berdzikir. Atau diinformasikan sebelum shalat bahwa akan diadakan pembacaan hadits rutin setiap selesai shalat sehingga jama’ah sudah mengetahui informasi lebih awal. 8. Hendaknya dalam menyikapi setiap permasalahan yang muncul ditengah-tengah masyarakat disikapi secara bijak dan arif. Kembalikan setiap permasalahan pada hukum atau dalil yang shahih supaya tidak terlalu jauh dalam perselisihannya. Wallahu a’lam bia al-Shawwâb.[]
Marâji’
Al-Albani, Syaikh Muhammad Nashiruddin, Mukhtashar Shahih Muslim, Versi digital CHM. rev 1.03 update 26.03.2009 Al-Atsqalanî, Ibnu Hajar Fath al-Bari (1/69) cet. Dar al-Hadits dalam http://muslim.or.id/tazkiyatun-nufus/diam-yang-menyelamatkan.html. Diakses pada Kamis, 03 Oktober 2013, pkl 13:35 WIB. Al-Syatsrî, Sa’ad “Maqaashidu al-Syarî’ah al-Islâmiyyah fil Muhâfadzah ‘alaa Dharuurati al-‘Ardh”, hlm. 23-25, Dan disebutkan oleh HR Tirmidzi IX/310, Shifatul Qiyamat. Ia berkata: Hadits ini hasan shahih. Abu Dawud (4854), Al-Adab, dan hadits ini dinyatakan shahih oleh Albani Al-Thabrani dalam al-Kabîr, Ibnu Nashar dalam al-Shalat, lihat al-Shahihah no.1491.
6 / 10
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Dzulkifli, Abu Zuhriy Rikiy, Jangan ganggu saudaramu, meski gangguan itu “ringan”/”kecil”. http://abuzuhriy.com/ jangan-ganggu-saudaramu-meski-gangguan-itu-ringankecil. Diakses pada Kamis, 03 Oktober 2013, pkl 13:35 WIB. Fa’izah, Abdul Qodir Abu Bacaan Qur’an-mu jangan Mengganggu Orang Lain, http://abunamira.wordpress.com/2013/08/30/bacaan-quran-mu-jangan-mengganggu-orang-lain. Diakses pada hari Kamis, 03 Oktober 2013, pkl 13:15 WIB Malik, Imam dalam al-Muwaththa’ (no. 177), dan Ahmad dalam al-Musnad (4/344). Hadits ini dishahih-kan oleh Al-Albanî dalam Takhrij Al-Misykah (no. 856). al-Muntaqa Syarh al-Muwaththa' (1/185) Shahih Muslim, Mukhtashar Shahih Muslim, Versi digital CHM. rev 1.03 update 26.03.2009 Shahih al-Bukhari, Mukhtashar Shahih al-Bukhâri, Versi digital CHM. rev 1.03 update 26.03.2009 Shahih Sunan Abi Dawud, Mukhtashar Sunan Abi Dawud, Versi digital CHM. rev 1.03 update 26.03.2009 Obrolan terjadi pada hari Rabu, 02 Oktober 2013/ 26 Dzulqa’dah 1434 H, pukul 08:30 WIB di bawah naungan Kubah Emas Ulil Albab
* Staf PPK DPPAI UII
[1] Obrolan terjadi pada hari Rabu, 02 Oktober 2013/ 26 Dzulqa’dah 1434 H, pukul 08:30 WIB di bawah naungan Kubah Emas Ulil Albab
[2] HR al-Bukhari, no. 11 dan Muslim, no. 42 Lihat “Maqaashidu al-Syarî’ah al-Islâmiyyah fil
7 / 10
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Muhâfadzah ‘alaa Dharuurati al-‘Ardh”, hlm. 23-25, Karya Syaikh Dr. Sa’ad al-Syatsry. Dan disebutkan oleh HR Tirmidzi IX/310, Shifatul Qiyamat. Ia berkata: Hadits ini hasan shahih. Abu Dawud (4854), Al-Adab, dan hadits ini dinyatakan shahih oleh Albani
[3] Lihat Fath al-Bari (1/69) cet. Dar al-Hadits dalam http://muslim.or.id/tazkiyatun-nufus/diamyang-menyelamatkan.html. Diakses pada Kamis, 03 Oktober 2013, pkl 13:35 WIB.
[4] HR al-Thabrani dalam al-Kabîr, Ibnu Nashar dalam al-Shalat, lihat al-Shahihah no.1491.
[5] Abu Zuhriy Rikiy Dzulkifli, Jangan ganggu saudaramu, meski gangguan itu “ringan”/”kecil”. http://abuzuhriy.com/ jangan-ganggusaudaramu-meski-gangguan-itu-ringankecil. Diakses pada Kamis, 03 Oktober 2013, pkl 13:35 WIB.
[6] Abdul Qodir Abu Fa’izah, Bacaan Qur’an-mu jangan Mengganggu Orang Lain, http://abunamira.wordpress.com/ 2013/08/30/bacaan-quran-mu-jangan-mengganggu-oranglain. Diakses pada hari Kamis, 03 Oktober 2013, pkl 13:15 WIB
[7] yaitu, Farwah bin Amer
8 / 10
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
[8] HR Malik dalam al-Muwaththa’ (no. 177), dan Ahmad dalam al-Musnad (4/344). Hadits ini dishahih-kan oleh Al-Albanî dalam Takhrij Al-Misykah (no. 856).
[9] HR Ahmad dalam al-Musnad (3/94), dan Abu Dawud dalam al-Sunan (no. 1332). Syaikh alAlbanî menilainya sebagai hadits shahih dalam al-Shahihah (1597) & (1603).
[10] Lihat al-Muntaqa Syarh al-Muwaththa' (1/185)
[11] Muslim 2/193 dalam Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani Mukhtashar Shahih Muslim, Versi digital CHM. rev 1.03 update 26.03.2009
[12] Muslim 2/195
[13] Muslim no. 2126, 2/36
[14] Muslim, no. 2127, 2/37
9 / 10
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
[15] Muslim, no. 2129, 2/196
[16] Muslim, no. 2130, 8/57
[17] Muslim, no. 213, 8/57
[18] Abdul Qodir Abu Fa’izah, Bacaan Qur’an-mu jangan Mengganggu Orang Lain, dalam Sumber: http://www.pesantren-alihsan.com. Diakses pada Kamis, 03 Oktober 2013, pkl 13:35 WIB.
10 / 10 Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)