Deviasi by Mira W.
Awas! Jangan-jangan Anda berkepribadian ganda? Saya sempat membaca sekira 2 novel karya Mira W beberapa tahun silam. Saya cukup terpikat dengan gaya bahasa dan konsistensi jalinan cerita yang dibuat oleh novelis yang kondang sepanjang tahun 90-an ini. Namun, kesan bahwa tulisan beliau cenderung “tante-tante” membuat saya sedikit terintimidasi karena saya lelaki. Picik sekali saya. Untung saja, akhirnya saya mampu melepaskan diri dan bersikap santai saja. Be myself. Bias gender tidak akan menghalangi kecintaan saya membaca buku. Semoga saja. Adalah sebuah event Obral Buku Murah Gramedia yang digelar di Pusat Perbelanjaan Hero Pancoran yang membuat saya kembali menyukai hasil tulisan novelis perempuan yang sangat produktif ini (gua gak ngitung dah berapa nopel yang dibikin ama beliau, yang pasti dah banyak sekali deh!). Entahlah, kalau harganya tidak dipangkas (kalo gak salah, normalnya nih harganya sekitaran Rp30-an gitu) apakah saya masih berminat membelinya atau tidak (habis… nopel tipis begini, kecil pula size-nya, kok ya mahal banget yak?!?). Lepas dari masalah banderol harga itu, saya sungguh bersyukur saya mencomot novel ini. Astaga, saya benar-benar terpukau dengan novel ini. As good as usual. Entah kebetulan atau tidak, saya justru merampungkan baca novel ini hampir bersamaan dengan saya selesai menonton serial terbaru karya Stephen Spielberg berjudul United State of Tara (UST) yang bertema hampir mirip. Novel Deviasi dan UST memiliki kesamaan latar belakang tokohnya, yaitu isu gangguan kejiwaan berupa Multiple Identity Disorder (MID) atau Dissociative Identity Disorder (DID), dimana penderitanya dikenal memiliki kepribadian lebih dari satu. Jika di novel karangan Mira tokoh Rivai dideskripsikan memiliki kepribadian lain yaitu Rizal, maka dalam UST, Tara digambarkan memiliki 4 identitas. Dan, baik novel Mira maupun drama seri tersebut sangat lezat untuk dinikmati. Tentu saja dengan level kelezatan masing-masing. Untuk sementara, mari membahas novelnya Mira. Sinopsisnya saja telah membuat saya langsung tak sabar untuk segera membacanya. Sungguh menggoda. Latar belakang keilmuan Mira yang adalah seorang dokter memang tak bisa dilepaskan hampir di banyak karyanya. Setting rumah sakit, tempat pelayanan kesehatan, hingga profesi maupun keseharian para tokohnya yang tak jauh dari dokter, perawat, bidan, ahli kejiwaan, dan lain sebagainya, menjadi ciri khas yang membedakan tulisan Mira dengan karya novelis lainnya. Bosen? Entahlah, setelah membaca 4 novel beliau, kebosanan tak jua menghampiri saya. Mungkin karena saya yang tidak tahu-menahu soal kesehatan jadi mendapat ilmu baru dengan membaca novel-novel Mira sehingga meskipun beberapa kali diulas, saya masih tetap antusias. (Ah, mo ngaku kalo dulu cita-cita jadi dokter gak kesampean kok ya malu, yakk!?!)
4 novel beliau, kebosanan tak jua menghampiri saya. Mungkin karena saya yang tidak tahu-menahu soal kesehatan jadi mendapat ilmu baru dengan membaca novel-novel Mira sehingga meskipun beberapa kali diulas, saya masih tetap antusias. (Ah, mo ngaku kalo dulu cita-cita jadi dokter gak kesampean kok ya malu, yakk!?!) Deviasi hadir dengan kisah yang menawan namun rumit. Kepribadian ganda. Mengejutkan sekaligus membingungkan. Padahal, saya paling benci membaca novel yang ceritanya berputar atau dibuat sedemikian misterius (makanya gua ga seneng baca nopel detektip-detektipan gitu, too complicated for me). Tapi, saya malah mau nambah dan nambah lagi begitu membuka-baca lembar demi lembar novel dengan ketebalannya tak lebih dari 300-an halaman ini. Gaya bahasa serta setting khas Mira yang telah saya ketahui dari 2 novel beliau yang saya baca sebelumnya tidak lagi membuat saya “terkejut” sehingga saya langsung enjoy mengikuti alur cerita yang disusunnya. Setting, tokoh, gaya bahasa, dan alur cerita telah terangkai sempurna. Tidak ada yang perlu dikritik. Yang membuat saya menyukai novel ini adalah, ada saat-saat dimana saya dibuat gemas karena merasa “dipermainkan” oleh Mira dengan kejadian atau keadaan yang diciptakannya. Saya harus mengacungkan kedua jempol saya karena Mira berhasil membuat saya terhanyut pada kisah dalam novel ini. Tak jarang saya memaki atau juga memuji jika tokohnya melakukan atau tidak melakukan apa yang saya ingin atau tidak inginkan. Gemas. Sungguh! Saya cenderung malas membaca novel yang kebanyakan menggunakan flashback dalam penceritaannya, namun pada novel ini saya justru mengharapkan adanya kisah-kisah ungkitan masa lalu demi membantu saya memahami jalinan ceritanya. Mira juga piawai kapan harus menampilkan kejadian kilas balik tersebut. Sangat pas untuk tidak membuat kacau aliran plotnya, setidaknya bagi saya. Kecakapan Mira yang lain adalah kecermatannya untuk mengait-ngaitkan satu tokoh dengan tokoh yang lain. Hal tersebut juga sempat membuat saya gemas bukan main. Pernah, di seperempat bagian novel saya menggerutu, “loh, ngapain sih si Ini, apa hubungannya ama si Itu…kok tiba-tiba muncul tokoh Ini ya?” Namun, kegemasan saya itu justru menaikkan semangat untuk segera menuntaskan membaca novel ini. Bahkan, gara-gara ending-nya yang dibuat menggantung sebagai koneksi ke novel berikutnya, saya langsung memburu novel lanjutannya itu. Saya kadang juga sering menghujat penulis yang mendadak memberi porsi pada tokoh yang sebelumnya tidak punya “hak-suara” namun tiba-tiba ikut bercerita, sekali lagi, dalam novelnya ini, Mira mengemasnya dengan sangat apik. Caranya memberi ruang pada peran-peran pendukung itu tidak berlebihan dan cukup pas dalam menjaga ritme keseluruhan cerita. Hmm…kok rasanya gua muji mulu ya? Tapi, sungguh saya sendiri bingung mencari cela dari novel ini, bahkan dari segi penulisan dan edit kata per kata-nya. Nah, jika GPU saja begini teliti untuk karya-karya waktu dulu, mengapa untuk penerbitan novel masa kini sering salah di editan ya? Hayyo…siapa nih yang musti disalahin? Mungkin gangguan kecil yang muncul adalah hanya pada pengulangan beberapa kalimat yang terdapat dalam beberapa chapter. Termasuk kebiasaan Mira untuk menggantungkan kejadian dari satu adegan ke adegan lainnya, memang menggelitik rasa ingin tahu, tapi kadang agak mudah ditebak sehingga membuat jengah. Semoga saja, pembaca tidak lekas kesal dan tak menghentikan-baca sebelum sampai klimaks. Overall, saya sangat menyukai novel ini. Jika harus memberikan bintang, dalam skala 1 sampai dengan lima, saya akan memberikan 3,5 bintang. Kalau saja ketebalannya ditambah (gak perlu bersambung gitu, hehehehe) saya tidak ragu memberikan 4 bintang lah. Hmm…|Dari dulu masih jamannya cupu, udah tertarik sama dwilogi DeviasiDelusi--yang kalo saya nanya sama Mama, dia cuma akan bilang: itu seru, tentang orang gila. Kapan-kapan kamu harus baca. Girang banget begitu nemu novel ini di tumpukan pas Book Fair kemarin. Tapi karena belom kelar baca The Hobbit, akhirnya novel ini nganggur sebentar. Gak disangka begitu kelar Modul Mental Emosional, keinginan baca novel ini kuat. Seperti yang kita tahu, penulis memang demen banget kan nyisipin unsur kedokterannya, dan kepo aja gimana dunia psikiatri di mata beliau. Akhirnya coba baca dan... berasa baca kasus tutorial! :))) Novel Mira W, bahasanya memang begitu. Sebenernya kadang jengah, kadang bisa juga bikin sampe senyumsenyum sendiri. Ada beberapa novel beliau yang bahasanya itu bisa terminimalisir dengan manis kompleksnya
Novel Mira W, bahasanya memang begitu. Sebenernya kadang jengah, kadang bisa juga bikin sampe senyumsenyum sendiri. Ada beberapa novel beliau yang bahasanya itu bisa terminimalisir dengan manis kompleksnya cerita, yang jadi favorit saya. Romance dalam novel ini masih kalah dominasinya dari kejiwaan itu sendiri. Lengkap banget, dari mulai faktor genetik, faktor psikososial yang mendampingi, stressornya juga. Aduuuuh~ psikiatri ♥ #salahfokus ada beberapa hal yang ngga bisa disalahkan dari Rivai, karena kayaknya mereka satu keluarga gila semua Ah, betapa kompleksnya manusia.|Copas review dari blog: http://wp.me/p3DY4v-3S Judul: Deviasi Penulis: Mira W. Penerbit: Gramedia Pustaka Utama Tahun Terbit: 1996 (Cetakan Pertama) Harga: Rp. – (harga baru kayaknya udah gak ada) Jumlah halaman: 268 hal. ISBN: 979-605-404-3 Status: Beli di lapak buku bekas – Book Fair, November 2013 *
Review: Jadi ini novel Mira W yang pertama kali gue baca. Memang sih, dulunya sering nonton bareng emak, sinetronsinetron lawas yang dibuat dari novelnya beliau, tapi ndak pernah sekalipun baca bukunya. Ceritanya main ke book fair, terus nemu lapak buku bekas. Tadinya cuma mau iseng lihat-lihat sekilas. Ketika ngubek buku-buku Mira W, nemu buku ini –yang seminggu sebelumnya juga udah dipesen temen. Katanya dia ndak mau kalau judulnya bukan Deviasi. Dan itu bikin gue penasaran –ya, gue akui, cukup penasaran, seberapa bagusnya buku satu ini. Gue iseng nyari di Goodreads, lalu menemukan bahwa blurbnya menggoda sekali :p *pecinta thriller* Dan belakangan tahu bahwa Deviasi punya sekuel bernama Delusi. Di toko buku bekas itu, gue menemukan keduanya sekaligus.Tanpa ragu, gue beli dan bawa pulang. Baru sempat baca tadi, tapi setidaknya gue nggak merasa rugi sudah beli buku lawas satu ini :D Berikut gue gunakan list yang biasa dipake anak-anak Reightbook dalam ngereview, karena menurut gue, list seperti ini lebih memudahkan saja. 1. First impression Ketika pertama kali memegang buku ini, gue ndak peduli sama sekali dengan covernya. Semua orang kayaknya tahu, buku-buku jadul Mira W pasti covernya gambar bunga :p Jadi bagi gue semua bunga sama saja. Ndak terlalu jadi perhatian. Yang gue perhatikan adalah judul dan blurbnya, sebelum kemudian memekik riang dalam hati, “finally! Buku ini akhirnya ketemu juga!” 2. How did you experience the book? Butuh waktu untuk menyesuaikan pikiran gue dengan jalan ceritanya. Karena prolog, bab 1 dan bab 2 nya agak sedikit jauh meloncat-loncat. Gue tahu prolog itu membahas masa kecil Rivai, tapi gue kurang ngerti kenapa beberapa bab membahas Dokter Heri. Hal ini baru gue pahami ketika menjelang setengah buku. Ketika Rivai menjual Arneta di meja judi. Tapi itulah hebatnya Mira W menuliskan cerita ini –menurut gue, beliau mampu membuat bingung sementara, lalu menyatukan semua kepingan cerita dan pembaca akan merasa blash! ternyata ini toh maksud bab yang tadi.
membuat bingung sementara, lalu menyatukan semua kepingan cerita dan pembaca akan merasa blash! ternyata ini toh maksud bab yang tadi. 3. Characters Ada 4 tokoh utama dalam cerita ini. Rivai (Rizal) Maringka: Lelaki yang punya trauma mendalam akan masa lalunya. Ayahnya yang agak ‘sakit’ sering tempramen dan memukuli ibunya –termasuk anak-anaknya sendiri. Setelah kedua orangtuanya meninggal dalam kecelakaan (yang ternyata disengaja), Rivai tumbuh besar bersama kakaknya, Rana Maringka. Sebuah sisi jahat dalam dirinya bernama Rizal, seringkali muncul untuk membantu Rivai menyelesaikan masalah dengan cepat dan licik. Arneta Basuki: Anak tunggal dari keluarga yang cukup berada. Menjadi istri Rivai selama nyaris setahun adalah sebuah neraka baginya. Satu sisi, Rivai adalah orang yang amat sopan, pengertian, baik dan terpandang –hingga tidak ada yang percaya pada pengakuan Arneta tentang sikap buruknya. Tanpa diketahui orang lain, Rivai mengidap penyakit kejiwaan serius dan dapat membahayakan orang-orang di sekelilingnya. Taufan: mantan dokter yang menyesali masa lalunya selama bertahun-tahun. Memenangkan Arneta pertama kali di meja judi, atas taruhan ajakan Rivai. Tapi semenjak itu ia sadar, ia tidak sanggup lagi melepaskan Arneta. Rana Maringka: Kakak perempuan Rivai, selalu ingin menguasai hidup adiknya lebih dari siapapun. Sepertinya juga menderita sakit jiwa turun-temurun di keluarganya, sehingga ia menjadi dingin dan memusuhi semua perempuan yang mendekati adiknya. Rana juga sangat memusuhi Arneta –karena ternyata perempuan itu mampu membuat Rivai amat jatuh cinta, hingga enggan melepaskannya lagi. Ia selalu mengajarkan adiknya bahwa siapa yang bersalah, harus dihukum! dan sering membuat hidup Arneta celaka hanya karena ucapannya. Tokoh pendukung lain: Tuan dan Ny. Basuki (orangtua Arneta), Paula Usman, Tony, Dokter Arif, Dokter Tiarno (ayah Paula), Suster Andini, Tiah, dll.
Kalo ditanya, apakah ada perubahan pada tokoh-tokohnya di ending cerita, gue akan jawab, “ya! Banyak sekali perubahannya.” Rivai jadi semakin buas halaman demi halaman. Arneta yang awalnya bimbang lalu bertemu dengan Tony –mantannya waktu SMA, namun kemudian memilih Taufan sebagai pendampingnya. 4. Plot Plotnya menarik. Cuma butuh 3 jam untuk melahap buku ini. Alurnya maju dan tidak terlalu cepat, bisa dibilang pas dengan ceritanya :D 5. POV Sudut pandang orang ketiga serba tahu. 6. Main Idea/Theme Tema besar Deviasi adalah tentang seorang lelaki yang mengidap deviasi seksual dan berkepribadian ganda –yang disebabkan oleh trauma masa lalu dan genetik (turunan ayahnya). Cerita ini dimulai dari Sun City, Afrika Selatan. Balik ke Jakarta, lalu balik lagi ke Taj Mahal, India. Lintas benua pokoknya :p 7. Quotes “Pandanglah aku. Aku sama pengecutnya dengan kamu. Maukah kamu menerima si pengecut ini untuk mendampingi hidupmu, supaya kita dapat saling menguatkan?” – Taufan to Arneta, hal. 201. (aha, ini quotes paling so sweet yang gue temukan dalam novel ini :p Walau kebacanya agak seperti gombal, tapi sebenernya kalau pengucapannya serius, ini beneran manis.)
“Ya bisa saja kan dia lupa. Namanya saja masih pengantin baru. Atau mengganti rencananya. Siapa tahu Taufan mengajaknya makan malam diluar. Di Jakarta kan banyak restoran yang punya nasi goreng yang lebih enak dari nasi goreng istimewamu.” Tuan Basuki to Ny. Basuki, hal. 256 (Nah, kalo yang ini quotes paling lucu :p Ini diucapkan Tuan Basuki pada istrinya, ketika istrinya terus bertanya kenapa Arneta nggak jadi menelpon untuk menanyakan resep nasi goreng ikan asin istimewanya. Komennya panjang dan nyelekit. Hahaha.) 8. Ending Iya, bagi gue endingnya cukup memuaskan. Keseluruhan ceritanya memuaskan buat gue! :p Tapi untunya ending di Deviasi masih belum bener-bener ending, masih ada kelanjutannya di Delusi (akan segera dibaca secepatnya, agar bisa membandingkan mana yang lebih seru). 9. Questions Mengapa dokter? Mengapa bukan profesi lain? Apa karena penulis sendiri adalah dokter? Soalnya pernah denger, katanya penulisnya juga seorang dokter dan selalu menyelipkan kisah-kisah dokter dalam setiap novelnya :D Apakah sulit untuk meriset kisah kejiwaan pada tokoh Rivai dan Rana Maringka? Mengapa Rana tidak digambarkan sama sadisnya dengan Rivai? Selama ini Rana hanya ‘bayang-bayang’ Rivai, tapi ndak pernah benar-benar sadis dalam ‘mengeksekusi’ seseorang. Apa ada pengalaman pribadi dalam novel ini?
10. Benefits Sebagai pecinta thriller, buku ini sepertinya memberi banyak inspirasi dan referensi buat gue. Terutama tentang cara menyusun plot cerita agar menjadi lebih tertata tapi ngena di hati pembaca :) Mira W. berhasil menciptakan thriller yang tidak setengah-setengah –walau sebenarnya lebih sering menulis roman. Itu yang gue belum bisa. Menciptakan genre lain dengan baik, di luar genre yang kita tekuni sehari-hari. Buktinya gue kalo nulis roman, biasanya kurang ngena. Tapi kalo mainnya udah thriller, lancar jaya :p *
Selanjutnya, gue nggak bisa komentar banyak untuk buku seorang Mira W. Jadi, 5/5 bintang untuk Deviasi dan Mira W. Nggak sabar untuk segera baca kelanjutannya di Delusi. :)|Novel Mira W yang paling berkesan sampai sampai saya mengerti tentang kepribadian ganda dari novel ini. Haha-ha. Karena saya baca novel ini ketika masih cupu, jaman SMP. Alih alih baca novel sebagai tugas sekolah untuk dibuat ringkasannya seperti Salah Asuhan karya Abdul Moeis atau novel karya N.H. Dini yang banyak numpuk di perpustakaan sekolah, bahkan Belenggu karya Armijn Pane (yang saya punya bukunya tapi sampai sekarang nggak kelar bacanya), saya memilih novel tante tante walau ringkasannya nggak jadi dibuat. Novel ini tetap khas Mira W. yang untuk anak SMP belum paham betul masalah rumah tangga bikin saya terkaget kaget dengan ending-nya tidak terduga tapi seharusnya nggak ngagetin. Saya masih ingat ada bab yang bercerita di ruang anatomi sering sekali dijadikan setting tempat sehubungan dengan tokoh utama yang mengambil studi kedokteran. Coba saja saya yang jaman SD nonton sinetronnya ya...|suja banget sama buku ini. akhir dari kisah delusi diceritakan dengan sangat luar biasa. apalagi endingnya, SUKA BANGETTT... Mira W, one of the best author on my author fav. list. ga bisa berhenti kalo baca buku pengarang satu ini
diceritakan dengan sangat luar biasa. apalagi endingnya, SUKA BANGETTT... Mira W, one of the best author on my author fav. list. ga bisa berhenti kalo baca buku pengarang satu ini