Kata Pengantar Dokumen ini adalah naskah rancangan Revisi UU No 32 tahun 2002 tentang Penyiaran yang disusun oleh Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP), sebuah koalisi masyarakat yang peduli pada perjuangan demokratisasi penyiaran. Naskah ini disusun untuk disampaikan kepada pemerintah dan DPR yang saat ini sedang berada dalam proses penyusunan Revisi UU Penyiaran. KNRP percaya bahwa Revisi UU Penyiaran memiliki arti penting bagi rakyat Indonesia karena UU ini akan menjadi payung hukum bagi segenap pengaturan media penyiaran yang memiliki posisi siginifikan dalam perkembangan kebudayaan, politik, ekonomi dan kehidupan sosial bangsa Indonesia. KNRP sendiri lahir sebagai bentuk keprihatinan terhadap proses Revisi UU yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) semenjak tahun 2015. Draf awal RUU yang didapatkan oleh beberapa akademisi dan penggiat masyarakat pada Februari 2016 menunjukkan sejumlah hal yang mencemaskan karena tampak lebih mendukung kepentingan industri dan tidak berpihak pada kepentingan publik. Adanya beberapa masalah dalam kandungan Draft RUU tersebut melahirkan diskusi terbatas “Merespon Revisi UU Penyiaran” pada 11 April 2016 di Jakarta. Dari diskusi itulah KNRP lahir. Dalam perkembangannya, KNRP sudah berkembang menjadi koalisi yang terdiri dari 20 organisasi masyarakat sipil serta lebih dari 160 akademisi dan penggiat masyarakat sipil yang peduli pada demokratisasi penyiaran. Pendirian KNRP antara lain bertujuan untuk memastikan bahwa revisi UU Penyiaran berjalan dalam koridor kepentingan publik. KNRP menilai UU Penyiaran 2002 terus menerus mengalami hambatan dalam proses penerapannya karena ada banyak pihak yang secara sengaja berusaha agar UU itu tidak dijalankan secara sungguh-sungguh mengingat muatannya yang memang dapat merugikan kepentingan mereka. Pihak-pihak ini akan berusaha keras agar Revisi UU Penyiaran bergerak ke arah yang menguntungkan kepentingan mereka dengan mengabaikan amanat demokratisasi penyiaran. Untuk itu, KNRP secara berkelanjutan telah melakukan berbagai upaya untuk mengawal RUU, antara lain dengan audiensi kepada beberapa Fraksi di DPR dan Kemenkominfo, serta mengadakan diskusi dan konferensi pers. Saat audiensi, KNRP telah memberikan masukan tertulis mengenai sejumlah isu krusial dalam RUU dari perspektif publik. KNRP percaya, sebuah UU yang baik adalah UU yang penyusunannya dilakukan secara transparan, bertanggungjawab, dan melibatkan masyarakat luas. Kini, satu tahun setelah pendiriannya, KNRP telah berhasil menyusun naskah rancangan Revisi UU Penyiaran versi publik yang diharapkan sejalan dengan tujuan demokratisasi penyiaran dan berpihak pada publik sebagai pemilik frekuensi siaran. Bersamaan dengan itu, proses Revisi UU Penyiaran di DPR sendiri masuk tahapan harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) DPR. 2
KNRP berharap upaya dan keterlibatan masyarakat sipil dalam penyusunan Revisi UU Penyiaran akan turut membantu lahirnya sebuah UU Penyiaran yang menempatkan kepentingan publik sebagai prioritas tertinggi di atas kepentingan-kepentingan lainnya. Jakarta, April 2017 Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran
3
Draft RUU Penyiaran, 11 April 2017 KOALISI NASIONAL REFORMASI PENYIARAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ... TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran. 2. Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan, pengaliran, dan/atau penyaluran siaran melalui sarana pemancaran, pipa aliran, dan/atau sarana transmisi di darat, di laut, atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, satelit, dan/atau media lainnya yang dilakukan oleh Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Komunitas, dan Lembaga Penyiaran Berlangganan. 3. Wilayah siar adalah luasan area yang bisa dijangkau oleh lembaga penyiaran berdasarkan izin yang telah dikeluarkan pemerintah yang diproteksi dari gangguan/ interfensi sinyal frekuensi radio lainnya. 4. Subjek siaran adalah setiap warga Negara Indonesia yang berdomisili dalam sebuah wilayah siar yang dijamin haknya oleh Negara untuk bisa menerima siaran. 5. Materi siaran adalah materi-materi isi program siaran dalam bentuk suara, gambar, dan atau suara-gambar, atau yang berbentuk grafis atau karakter, baik yang bersifat satu arah maupun interaktif, yang dihasilkan sendiri oleh penyelenggara penyiaran dan/atau pembuat produksi siaran independen, untuk dipancarluaskan, dialirkan dan disalurkan kepada lapisan khalayak tertentu dan masyarakat luas. 6. Program Siaran adalah kompilasi rangkaian isi siaran pesan dalam bentuk suara, gambar, suara dan gambar, atau yang berbentuk grafis atau karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang disiarkan oleh penyelenggara penyiaran. 7. Penyelenggara Program Penyiaran adalah penyelengara serangkaian susunan program siaran berdasarkan penjadwalan dan satuan waktu tertentu. 8. Penyelenggara Penyiaran terdiri dari penyelenggara program penyiaran dan penyelenggara multipleksing. 9. Penyelenggara Program Penyiaran Umum adalah penyelenggara penyiaran yang menyediakan dan menyalurkan bervariasi program siaran untuk khalayak umum. 10. Penyelenggara Multipleksing adalah penyelenggara jasa multipleks yang mengumpulkan, mengusahakan, dan memancarluaskan program-program siaran dalam kemasan format digital dari berbagai penyelenggara jasa penyiaran berdasarkan persyaratan tertentu kepada kelompok khalayak tertentu dan masyarakat luas. 11. Periklanan adalah suatu bentuk komunikasi tentang produk dan/atau merk kepada khalayak sasaran, agar memberikan tanggapan yang sesuai dengan tujuan pengiklan.
4
12. Iklan layanan masyarakat adalah pesan komunikasi publik yang tidak bertujuan komersial tentang gagasan atau wacana, untuk mengubah, memperbaiki atau meningkatkan sesuatu sikap atau perilaku dari sebagian atau seluruh anggota masyarakat. 13. Siaran sponsor adalah setiap bentuk bantuan uang atau kontribusi barang dan jasa yang diberikan oleh perorangan, kelompok orang, badan usaha dan badan publik yang tidak memiliki kaitan dengan kegiatan penyiaran atau pembuatan produk/karya audio-visual, untuk membiayai secara langsung atau tidak langsung bagi tersedia dan terselenggaranya program siaran, dengan tujuan untuk meningkatkan citra nama perorangan atau organisasi, nama produk jasa dan barang badan-badan usaha, kualitas pelayanan dan penebaran informasi publik lembaga dan badan penyelengara negara. 14. Spektrum Frekuensi Radio adalah sumber daya alam terbatas, serta merupakan ranah dan milik publik, yang dipergunakan untuk kebutuhan penyelenggaraan penyiaran. 15. Izin Penyelenggaraan Penyiaran adalah hak yang diberikan oleh Negara kepada penyelenggara penyiaran dalam waktu tertentu untuk menyelenggarakan program penyiaran. 16. Izin Penyelenggara Multipleksing adalah hak pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio yang diberikan oleh Negara kepada badan usaha untuk mengatur pembagian dalam sistem teknologi penyiaran digital kepada penyelenggara program penyiaran. 17. Penyelenggara Penyiaran adalah penyelenggara jasa penyiaran terestrial (free-to-air) dan penyelenggara jasa penyiaran berbayar. 18. Lembaga Penyiaran adalah Penyelenggara Penyiaran yang memproduksi dan memancarluaskan isi siaran melalui program-program penyiaran secara teratur dan berkesinambungan kepada subjek siaran yang menggunakan alat penerima siaran. 19. Lembaga Penyiaran Publik yang selanjutnya disingkat LPP adalah Penyelenggara program penyiaran, yang didirikan oleh Negara, bersifat independen dan nirlaba, untuk melayani kebutuhan penyelenggara negara dan kepentingan seluruh warga negara. 20. Lembaga Penyiaran Komunitas yang selanjutnya disingkat LPK adalah Penyelenggara Penyiaran yang memproduksi siaran, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat mandiri, dan tidak komersial, luas jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya yang dipancarluaskan melalui media penyiaran televisi, dan/atau radio. 21. Lembaga Penyiaran Swasta yang selanjutnya disingkat LPS adalah Penyelenggara Penyiaran yang memproduksi siaran, bersifat komersial, tidak berbayar, yang dipancarluaskan dan disalurkan melalui media penyiaran televisi, radio, dan/atau melalui media dalam jaringan (daring). 22. Lembaga Penyiaran Berbayar yang selanjutnya disingkat LPB adalah Penyelenggara Penyiaran yang bersifat komersial yang siarannya disalurkan melalui satelit, kabel atau secara teresterial dan hanya dapat diakses melalui pembayaran dengan cara berlangganan atau dibayar per tayangan (pay per view). 23. Lembaga Penyelenggara Penyiaran Multipleksing yang selanjutnya disebut LPPM adalah lembaga yang menyalurkan beberapa program siaran melalui suatu perangkat multipleks dan perangkat transmisi kepada masyarakat di suatu zona layanan. 24. Komisi Penyiaran Indonesia yang selanjutnya disingkat KPI adalah lembaga negara independen di tingkat pusat dan di tingkat provinsi yang bertugas mengatur penyelenggaraan penyiaran nasional. 25. Penghentian Siaran Analog yang untuk selanjutnya disingkat PSA adalah saat di mana pemancarluasan siaran menggunakan gelombang radio teresterial dengan teknologi analog dihentikan untuk sepenuhnya pindah ke teknologi digital. 26. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 27. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 5
28. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pasal 2 Penyelenggaraan penyiaran dilakukan berdasarkan asas: a. kebebasan berekspresi; b. kepentingan umum; c. aksesibilitas; d. keterbukaan informasi; e. pelayanan; f. keberagaman; g. kenyamanan; h. keamanan dan ketertiban; i. manfaat; j. persaingan yang sehat; k. anti monopoli; l. kreativitas dan inovasi; m. etika dan kesantunan; n. kemandirian; o. tanggung jawab; p. kemitraan dan kebersamaan usaha; q. keadilan dan pemerataan; dan r. kepastian hukum.
BAB II TUJUAN, FUNGSI, DAN RUANG LINGKUP Pasal 3 Penyiaran bertujuan untuk: a. memperkokoh keutuhan bangsa; b. memajukan kesejahteraan umum; c. mencerdaskan kehidupan bangsa; d. menampilkan kebanggaan nasional; e. mewujudkan keterbukaan informasi publik; f. meningkatkan perekonomian nasional; dan g. memelihara dan mengembangkan kebudayaan. Pasal 4 Penyiaran memiliki fungsi-fungsi sebagai media informasi, pendidikan, kebudayaan dan hiburan, kontrol dan perekat sosial, ekonomi, wahana pencerahan dan pemberdayaan masyarakat. Pasal 5 6
Ruang lingkup Undang-Undang ini mencakup pengaturan sistem penyiaran Indonesia, lembaga negara pengatur penyiaran, sistem penyiaran jaringan, penerapan teknologi penyiaran digital, penyelenggaraan penyiaran tidak berbayar dan berbayar, pengaturan tugas dan kewajiban lembaga penyiaran, penentuan prinsip-prinsip standar program siaran, penerapan sanksi dan ketentuan peralihan.
BAB III HAK WARGA NEGARA DAN KEWAJIBAN NEGARA Pasal 6 (1) Dalam penyelenggaraan Penyiaran warga negara berhak: a. memperoleh akses, fasilitas, dan pelayanan Penyiaran; b. mendapatkan berita yang benar dan berimbang; c. mendapatkan hiburan dan pendidikan yang sehat; d. mendapatkan perlindungan hak-hak privat; e. menjadi anggota KPI; f. memperoleh kesempatan usaha di bidang Penyiaran; g. mendapatkan kesempatan yang adil dan setara untuk bekerja di bidang Penyiaran yang mencakup unsur etnis, agama, ras, suku, gender dan kelompok berkebutuhan khusus (disabilitas); h. memberi masukan, mengadu, menyampaikan gugatan atas kerugian akibat penyelenggaraan Penyiaran; dan i. melakukan pendidikan literasi media Penyiaran. (2) Kelompok berkebutuhan khusus (disabilitas) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g berhak memperoleh pelayanan khusus sesuai dengan kebutuhannya. (3) Anak-anak dan remaja berhak mendapatkan perlindungan dalam setiap aspek produksi Siaran. (4) Hak-hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) dijamin oleh negara.
BAB IV PENYELENGGARA PENYIARAN Bagian Kesatu Jasa Penyiaran Pasal 7 (1) Penyiaran diselenggarakan dalam suatu sistem penyiaran nasional. (2) Jasa penyiaran terdiri dari: a. jasa penyiaran radio; b. jasa penyiaran televisi. 7
(3) Jasa sebagaimana pada ayat (2) diselenggarakan oleh Penyelenggara Penyiaran yang terdiri dari: a. Lembaga Penyiaran Publik (LPP); b. Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK); c. Lembaga Penyiaran Swasta (LPS); d. Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB)
Bagian Kedua LPP Pasal 8 (1) Lembaga Penyiaran Publik adalah lembaga penyiaran yang didirikan oleh Negara, bersifat independen, netral, nirlaba, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan publik. (2) Lembaga Penyiaran Publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah Radio Republik Indonesia dan Televisi Republik Indonesia yang stasiun pusat penyiarannya berada di ibukota Negara Republik Indonesia. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Radio Republik Indonesia dan Televisi Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Undang-Undang.
Bagian Ketiga LPK
(1) (2) (3)
(4)
Pasal 9 Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) merupakan lembaga penyiaran yang didirikan oleh komunitas di wilayah tertentu, bersifat independen dan nirlaba. LPK dapat berbentuk badan hukum atau perkumpulan yang mendapat rekomendasi dari asosiasi media komunitas. LPK diselenggarakan: a. untuk mendorong partisipasi komunitas dalam menyelesaikan permasalahan komunitas dan terlibat aktif dalam proses pengambilan kebijakan publik di tingkat komunitas; b. Sebagai sarana pendidikan komunitas c. untuk mendorong peningkatan kapasitas ekonomi masyarakat komunitas; d. untuk memelihara dan mengembangkan kearifan dan kompetensi komunitas; dan/atau e. sebagai sarana ekspresi budaya komunitas dengan semangat multikulturalisme. LPK merupakan komunitas nonpartisan yang keberadaan organisasinya: a. tidak mewakili organisasi atau lembaga asing serta bukan komunitas internasional; dan b. tidak untuk kepentingan partai politik dan atau organisasi politik tertentu.
Pasal 10 (1) LPK didirikan atas biaya yang diperoleh dari kontribusi komunitas tertentu dan menjadi milik komunitas tersebut. (2) LPK dapat memperoleh sumber pembiayaan dari sumbangan, hibah, sponsor, dan sumber lain 8
yang sah dan tidak mengikat. Pasal 11 (1) LPK dilarang menerima bantuan dana awal pendirian dan dana operasional dari pihak asing. (2) LPK dilarang menyiarkan siaran iklan spot komersial dan/atau iklan politik. Pasal 12 (1) Isi siaran dikemas dalam mata acara siaran yang sesuai dengan kebutuhan informasi, hiburan, dan pendidikan komunitasnya. (2) Isi siaran bersifat tidak mencari keuntungan finansial. (3) Isi siaran wajib mengikuti Standar Program Siaran KPI. Pasal 13 LPK dapat memancarluaskan siaran melalui jaringan Lembaga Penyiaran Komunitas. Pasal 14 1. Perizinan LPK ditetapkan oleh KPI dan pemerintah daerah tingkat Kabupaten/Kota yang menangani bidang komunikasi dan informatika. 2. Syarat-syarat pendirian LPK selanjutnya harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi wilayah di mana LPK tersebut berada. Bagian Keempat LPS Paragraf 1 Persyaratan Pendirian Pasal 15 Pendirian LPS harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. didirikan oleh Warga Negara Indonesia; b. berbentuk badan hukum Indonesia; c. bidang usahanya hanya menyelenggarakan penyiaran radio atau penyiaran televisi; d. pengurusnya merupakan Warga Negara Indonesia; dan e. seluruh modal awal usahanya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sistem Jaringan Pasal 16 Sistem Siaran Jaringan merupakan sistem penyelenggaraan penyiaran di mana terdapat Lembaga Penyiaran induk yang memancarluaskan siarannya ke beberapa atau banyak wilayah siar melalui Lembaga Penyiaran-Lembaga Penyiaran lokal secara tetap pada jam siaran tertentu yang didasari 9
kesepakatan resmi antara Lembaga Penyiaran induk dengan Lembaga Penyiaran-Lembaga Penyiaran lokal tersebut. Pasal 17 Batasan wilayah siar di setiap daerah ditetapkan oleh KPI bersama Pemerintah dengan mempertimbangkan: a. luas geografis; b. populasi; c. daya dukung ekonomi; dan d. kesamaan budaya. Pasal 18 Izin Penyelenggaraan Penyiaran yang diberikan pada lembaga penyiaran swasta berlaku hanya pada wilayah siar di mana Izin Penyelenggaraan Penyiaran itu diberikan. Pasal 19 LPS memancarluaskan siaran ke lebih dari satu wilayah siar wajib melalui sistem siaran jaringan. Pasal 20 Lembaga penyiaran lokal yang menjadi bagian dari sistem siaran jaringan wajib berbadan hukum dan berlokasi di daerah wilayah siar bersangkutan. Pasal 21 (1) Setiap Lembaga Penyiaran lokal harus membuat dan menyajikan muatan siaran lokal minimal 10% (sepuluh perseratus) dari keseluruhan jam siaran setiap hari, dan ditayangkan antara pukul 06.00 – 21.00 waktu setempat. (2) Di dalam muatan siaran lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diwajibkan terdapat program berita mengenai peristiwa lokal minimal 30 (tiga puluh) menit setiap hari.
Pasal 22 (1) Sistem siaran jaringan wajib dilakukan oleh LPS. (2) Sistem siaran jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikecualikan pada LPB. Pasal 23 Lembaga penyiaran induk wajib melaporkan kepada KPI mengenai: a. lembaga penyiaran lokal yang tergabung dalam jaringannya; dan b. kesepakatan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. Pasal 24 (1) KPI dan pemerintah menetapkan penjadwalan dan tahapan pemberlakuan sistem siaran jaringan di seluruh Indonesia. (2) Sistem siaran jaringan harus berlaku secara penuh di seluruh Indonesia dalam jangka waktu 2 (dua) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan. 10
Kepemilikan Pasal 25 (1) Penguasaan dan kepemilikan LPS televisi dan radio oleh 1 (satu) orang atau 1 (satu) badan hukum, baik di 1 (satu) wilayah siaran maupun di beberapa wilayah Siaran, dibatasi. (2) Penguasaan dan kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 mengacu pada prinsip keberagaman kepemilikan. (3) Pembatasan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) meliputi: a. Jasa Penyiaran Televisi : 1) 1 (satu) Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran televisi dalam bentuk induk stasiun jaringan boleh memiliki lebih dari 1 (satu) lembaga penyiaran swasta di berbagai wilayah siar yang menjadi anggota jaringannya dengan 20% (dua puluh per seratus) di antaranya secara proporsional didirikan di daerah yang secara ekonomis belum maju dan secara sosial budaya termarjinalkan. 2) 1 (satu) orang atau badan hukum apapun di tingkat mana pun dapat menguasai dan memiliki lebih dari 1 (satu) dan paling banyak 2 (dua ) Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran televisi dalam bentuk induk stasiun jaringan yang ke 2 (dua) terletak di wilayah siar lain. b. Jasa Penyiaran Radio: 1) 1 (satu) LPS jasa penyiaran radio dalam bentuk induk stasiun jaringan boleh memiliki lebih dari 1 (satu) lembaga penyiaran swasta jasa penyiaran radio diberbagai wilayah siar yang menjadi anggota jaringannya dengan 5% (lima per seratus) diantaranya secara proporsional ditujukan pada populasi di daerah yang secara ekonomis belum maju dan secara sosial budaya termarjinalkan. 2) 1 (satu) orang atau badan hukum apapun di tingkat mana pun dapat menguasai dan memiliki lebih dari 1 (satu) dan paling banyak 20 % (dua puluh per seratus) dari jumlah LPS jasa penyiaran radio dalam bentuk induk stasiun jaringan yang terdapat di Indonesia. 3) 1 (satu) orang atau badan hukum apapun di tingkat manapun dapat menguasai dan memiliki lebih dari 1 (satu) dan paling banyak 20% (dua puluh per seratus) dari jumlah LPS jasa penyiaran radio yang ada di 1 (satu) wilayah siar dengan tidak lebih dari 80% di antaranya dalam jasa pelayanan FM atau AM yang sama.
Paragraf 4 Kepemilikan Silang Pasal 26 (1) Kepemilikan silang antara LPS yang menyelenggarakan penyiaran radio dan Lembaga Penyiaran Swasta yang menyelenggarakan jasa penyiaran televisi, antara LPS dan perusahaan media cetak baik langsung maupun tidak langsung dibatasi. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembatasan kepemilikan silang sebagaimana dimaksud pada 11
ayat (1) diatur dalam peraturan yang disusun oleh Pemerintah bersama KPI. (3) Orang atau badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas yang telah memiliki penuh atau memiliki saham dalam badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas yang padanya dikuasakan multiplexing, dilarang memiliki saham atau pun memiliki penuh stasiun televisi.
Paragraf 5 Penambahan dan Pengembangan Modal Pasal 27 Penambahan dan pengembangan modal bagi LPS berlaku bagi: a. badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas tertutup; atau b. badan hukum Perseroan Terbatas terbuka. Pasal 28 Penambahan modal yang berasal dari penanaman modal dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 29 (1) Penambahan dan pengembangan modal asing yang berbadan hukum Perseroan Terbatas tertutup, jumlah kepemilikan sahamnya paling banyak 20% (dua puluh per seratus) oleh Warga Negara Asing atau Badan Hukum Asing.
Pasal 30 Perubahan saham pengendali yang memiliki dan/atau menguasai lembaga penyiaran swasta oleh seseorang atau badan hukum apapun dan di tingkat manapun harus mendapat izin dari Pemerintah dan diketahui oleh KPI.
Bagian Kelima LPB Paragraf 1 Persyaratan Pendirian Pasal 31 Pendirian LPB harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. didirikan oleh Warga Negara Indonesia; b. berbentuk badan hukum Indonesia; dan c. seluruh modal awal usahanya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia.
12
Pasal 32 LPB terdiri atas: a. LPB melalui satelit; b. LPB melalui kabel; c. LPB melalui terestrial; dan d. LPB melalui media daring.
Pasal 33 (1) LPB melalui satelit harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. memiliki jangkauan siaran yang dapat diterima di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. memiliki stasiun pengendali siaran yang berlokasi di Indonesia; c. memiliki stasiun pemancar ke satelit yang berlokasi di Indonesia; d. menggunakan satelit yang mempunyai hak pemancaran di Indonesia Pasal 34 LPB melalui kabel dan satelit harus memiliki stasiun pengendali siaran yang berlokasi di Indonesia. Pasal 35 Sumber pendapatan LPB berasal dari: a. uang jasa layanan berlangganan; b. uang jasa layanan nonberlangganan; c. iklan Pasal 36 Setiap orang atau badan usaha atau kelompok badan usaha hanya boleh memiliki satu LPB
BAB V KOMISI PENYIARAN INDONESIA Bagian Kesatu Kelembagaan Pasal 37 Penyiaran di Indonesia diatur oleh KPI dan Pemerintah Pasal 38 (1) KPI di tingkat pusat berkedudukan di ibukota negara. (2) KPI memiliki perwakilan di setiap wilayah siar. (3) Dalam menjalankan fungsi, tugas, wewenang dan kewajibannya, KPI diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 13
(4) KPI menyampaikan laporan periodik mengenai pelaksanaan tugas kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. (5) KPI Pusat didukung oleh sebuah Sekretariat Jenderal yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). (6) Dalam melaksanakan tugasnya, KPI dibantu oleh tenaga ahli sesuai dengan kebutuhan.
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
Pasal 39 Perwakilan KPI didirikan di setiap wilayah siar. Perwakilan KPI merepresentasikan masyarakat di wilayah siar. Calon anggota perwakilan KPI diusulkan oleh masyarakat untuk diseleksi oleh panitia seleksi. Panitian seleksi dipilih oleh KPI Panitia seleksi mengajukan nama-nama untuk dipilih oleh KPI melalui uji kelayakan dan kepatutan yang dilaksanakan secara terbuka. Anggota perwakilan KPI memilih ketua dan wakil ketua. Perwakilan KPI menjalankan fungsi KPI di wilayah siar. Pembiayaan perwakilan KPI berasal dari APBN. Bagian Kedua Fungsi, Tugas, dan Wewenang
Pasal 40 KPI berfungsi sebagai perwujudan hak publik dalam mengatur penyiaran di Indonesia. Pasal 41 KPI dan Pemerintah berkewajiban: a. menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia; b. menjamin masyarakat untuk menerima isi siaran yang bermanfaat; c. menciptakan tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang; d. memberikan rekomendasi dalam hal pemanfaatan kanal frekuensi untuk Penyiaran sesuai dengan konteks sosial; e. membangun iklim persaingan yang sehat antar Penyelenggara Penyiaran dan industri terkait; dan f. mewadahi, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran. Pasal 42 KPI berwenang dan bertugas: a. memberikan rekomendasi untuk memberi dan mencabut izin penyelenggaraan penyiaran; b. membuat peraturan penyelenggaraan penyiaran; c. menyusun dan menetapkan Standar Program Siaran; d. mengawasi penyelenggaraan penyiaran; e. memberikan sanksi atas pelanggaran peraturan penyiaran dan standar program siaran; dan 14
f. g.
melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Pemerintah, Penyelenggara Penyiaran, dan masyarakat. Membentuk perwakilan KPI di wilayah siar. Bagian Ketiga Keanggotaan
Pasal 43 (1) Anggota KPI Pusat berjumlah 9 (sembilan) orang dan perwakilan KPI di setiap wilayah siar berjumlah 5 (lima) orang. (2) Masa jabatan anggota KPI selama 4 (empat) tahun, dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan. (3) Ketua dan Wakil Ketua KPI dipilih dari dan oleh anggota. Bagian Keempat Calon Anggota KPI Persyaratan Pasal 44 Untuk dapat diangkat menjadi calon anggota KPI harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Warga Negara Republik Indonesia; b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; d. berijazah sarjana; e. memiliki pemahaman mendalam tentang dunia penyiaran; f. sehat jasmani dan rohani; g. cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan memiliki reputasi yang baik; h. melepaskan jabatan publik selama menjadi anggota Komisi Penyiaran Indonesia; i. bekerja penuh waktu sebagai anggota Komisi Penyiaran Indonesia; j. mengumumkan kekayaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. k. Dalam dua tahun terakhir tidak terkait langsung atau tidak langsung dengan kepemilikan dan pengelolaan Penyelenggara Penyiaran ; l. bukan anggota legislatif dan yudikatif; m. bukan pejabat Pemerintah; n. tidak menjadi anggota dan pengurus partai politik; dan o. tidak pernah dijatuhi pidana penjara. Mekanisme Pemilihan Anggota KPI Pasal 45 (1) Presiden membentuk sebuah panitia adhoc untuk memilih 18 (delapan belas) nama-nama dari seluruh nama-nama yang diusulkan masyarakat untuk mengikuti uji kepatutan dan kelayakan di Dewan Perwakilan Rakyat secara terbuka. 15
(2) Calon anggota KPI diusulkan oleh Presiden untuk dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat untuk ditetapkan sebagai anggota KPI. (3) Selambat-lambatnya tiga bulan sebelum pemilihan anggota KPI dilakukan, Panitia adhoc mengumumkan secara terbuka kesempatan bagi masyarakat mengajukan nama-nama calon anggota KPI. Uji Kelayakan dan Kepatutan Pasal 46 (1) Calon anggota KPI Pusat dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia melalui uji kelayakan dan kepatutan. (2) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menetapkan 9 (sembilan) nama peringkat teratas dari 18 (delapan belas) nama calon anggota KPI di tingkat pusat.
Pasal 47 (1) Calon anggota KPI Pusat selanjutnya diajukan kepada Presiden untuk ditetapkan sebagai anggota KPI Pusat. Bagian Kelima Pemberhentian Pasal 48 (1) Anggota KPI diberhentikan dengan hormat sebelum habis masa jabatannya apabila: a) meninggal dunia; b) mengundurkan diri setelah mendapat persetujuan dari Presiden untuk KPI Pusat atau persetujuan Gubernur untuk KPID; c) Sakit jasmani dan rohani secara terus menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai anggota KPI. (2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan KPI. Pasal 49 Anggota KPI diberhentikan dengan tidak hormat sebelum habis masa jabatannya apabila: a. melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan; b. dipidana karena melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; c. terbukti terkait langsung dan tidak langsung dengan kepemilikan dan pengelolaan Penyelenggara Penyiaran; d. menduduki jabatan publik di tempat lain; e. melakukan pelanggaran serius Kode Etik KPI; dan/atau f. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Pasal 50 Apabila anggota KPI atau perwakilan KPI berhenti sebelum habis masa jabatannya, yang 16
bersangkutan digantikan oleh anggota pengganti sampai habis masa jabatannya. Pasal 51 Anggota pengganti berasal dari nama calon anggota KPI atau Perwakilan KPI berikutnya setelah nama peringkat teratas. Pasal 52 Anggota pengganti ditetapkan oleh Presiden atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk KPI. Bagian Keenam Pembiayaan Pasal 53 Sumber pembiayaan KPI berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Pasal 54 (1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Komisi Penyiaran Indonesiai dibantu oleh Sekretariat Jenderal yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal. (2) Sekretaris Jenderal diangkat dan diberhentikan oleh Presiden Republik Indonesia. (3) Dalam menjalankan tugasnya Sekretaris Jenderal bertanggungjawab kepada Pimpinan Komisi Penyiaran Indonesia. (4) Ketentuan mengenai tugas dan fungsi Sekretariat Jenderal ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Komisi Penyiaran Indonesia. Pasal 55 (1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Perwakilan KPI dibantu oleh Sekretariat. (2) Ketentuan mengenai sekretariat perwakilan KPI ditetapkan melalui peraturan KPI. Bagian Ketujuh Pertanggungjawaban Pasal 56 Dalam menjalankan fungsi, tugas, dan wewenangnya, KPI bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Bagian kedelapan Dewan Pengawas dan Kode Etik Kode Etik Pasal 57 (1) KPI membentuk Dewan Pengawas KPI. (2) Dewan Pengawas menetapkan Kode Etik KPI yang mengarahkan para anggota KPI dan Perwakilan KPI untuk bertanggungjawab dalam menjalankan kewajiban, wewenang, dan tugas. (3) Kode Etik harus diumumkan kepada masyarakat dan pemangku kepentingan. 17
(4) Dewan Pengawas mengawasi pelaksanaan Kode Etik. (5) Dewan Pengawas wajib mempelajari dan menindaklanjutinya bila ada dugaan dan laporan pelanggaran Kode Etik. Dewan Pengawas Pasal 58 (1) Anggota Dewan Pengawas diajukan oleh panitia seleksi pemilihan yang dibentuk oleh KPI (2) Calon anggota Dewan Pengawas tidak terkait langsung ataupun tidak langsung dengan Stasiun televisi dan memiliki hubungan yang berpotensi konflik kepentingan dengan komisioner KPI yang tengah menjabat. (3) Panitia seleksi pemilihan mengumumkan penerimaan calon dan melakukan kegiatan mengumpulkan calon anggota berdasarkan masukan dari masyarakat. (4) Calon anggota Dewan Pengawas diumumkan terlebih dahulu kepada masyarakat untuk mendapat tanggapan sebelum ditunjuk dan diangkat oleh Komisi Penyiaran Indonesia berdasarkan calon yang diusulkan oleh panitia seleksi pemilihan. (5) Setelah mendapat tanggapan dari masyarakat, panitia seleksi pemilihan mengajukan 14 (empat belas) calon anggota Dewan Pengawas kepada Komisi Penyiaran Indonesia untuk dipilih 7 (tujuh) orang anggota. (6) Bila ditemukan pelanggaran, Dewan Pengawas dapat memberikan sanksi dalam bentuk: a. teguran tertulis; b. penonaktifan sementara; dan/atau c. rekomendasi pemberhentian yang diajukan ke DPR.
BAB VI PERIZINAN Bagian Kesatu Umum Pasal 59 (1) Setiap pendirian dan penyelenggaraan lembaga penyiaran wajib memenuhi ketentuan Rencana Dasar Teknik Penyiaran dan Persyaratan Teknis Perangkat Penyiaran. (2) Rencana Dasar Teknik Penyiaran dan Persyaratan Teknis Perangkat Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. (3) Rencana Dasar Teknik Penyiaran dan Persyaratan Teknis Perangkat Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dievaluasi dan diperbarui secara berkala. Bagian Kedua Perizinan Pasal 60 Lembaga Penyelenggara Penyiaran wajib memperoleh izin penetapan frekuensi dan izin 18
penyelenggaraan penyiaran di setiap wilayah siar di mana Penyelenggara Penyiaran menyelenggarakan jasa penyiarannya. Pasal 61 (1) Izin penetapan frekuensi dikeluarkan oleh Pemerintah setelah mendapatkan rekomendasi KPI. (2) Pemerintah mengeluarkan izin penyelenggaraan penyiaran berdasarkan evaluasi atas peluang usaha per wilayah siar. (3) Izin penetapan frekuensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat izin alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi radio. (4) Pemohon izin penggunaan frekuensi penyiaran harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. berbadan hukum; b. khusus untuk Lembaga Penyiaran Komunitas dapat berbadan hukum atau perkumpulan yang mendapat rekomendasi asosiasi media komunitas; c. mengajukan rencana alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi radio. (5) Keputusan tentang pemberian atau penolakani izin penetapan frekuensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah pengajuan izin. Pasal 62 (1) Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) dikeluarkan oleh Pemerintah berdasarkan rekomendasi KPI. (2) Pengajuan izin penyelenggaraan penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Berlangganan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. memperoleh izin penetapan frekuensi yang dikeluarkan oleh Pemerintah; b. mencantumkan nama, badan hukum, visi, misi, dan format siaran yang akan diselenggarakan; c. mencantumkan penjelasan tentang kecukupan modal, kesiapan infrastruktur penyiaran dan sumberdaya; dan d. mempunyai rencana program acara siaran dan isi siaran. (3) Pengajuan izin penyelenggaraan penyiaran Lembaga Penyiaran Komunitas harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. Mengajukan permohonan izin kepada pemerintah daerah di tempat komunitas tersebut berada. b. memperoleh izin penetapan frekuensi yang dikeluarkan oleh Pemerintah; c. mencantumkan nama, struktur perkumpulan, domisili, visi dan misi, dan format siaran dari lembaga penyiaran. d. mencantumkan penjelasan tentang kesiapan infrastruktur penyiaran dan sumberdaya; (4) Keputusan tentang pemberian atau penolakan izin penyelenggaraan penyiaran sementara dikeluarkan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kerja setelah izin penetapan frekuensi dikeluarkan. (5) Setelah memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran sementara, Penyelenggara Penyiaran wajib melakukan uji coba siaran dalam jangka waktu: paling lambat 1 (satu) tahun. (6) Penilaian uji coba siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh KPI dengan memperhatikan: 19
a. kesesuaian isi siaran dengan visi, misi, dan format siaran, rencana program acara siaran dan isi siaran; b. kesiapan penyelenggaraan penyiaran. c. batas jangka waktu uji coba siaran. d. wilayah siaran. (7) Bila setelah melewati masa uji coba siaran, lembaga penyiaran dinilai layak bersiaran secara tetap, KPI memberikan rekomendasi Izin penyelenggaran Penyiaran kepada pemerintah. (8) Masa berlaku IPP untuk masing-masing jenis LP: a. 10 tahun untuk LPP dan LPS televisi. b. 5 tahun untuk LPP dan LPS radio. c. 5 tahun untuk LPK. d. 10 tahun untuk LPB.
(1)
(2) (3) (4)
(5)
(6)
Pasal 63 Proses pemberian rekomendasi izin penyelenggaraan penyiaran dilakukan secara transparan dan bertanggungjawab, melalui tahap-tahap evaluasi dengar pendapat dengan elemen-elemen masyarakat sebagai pemilik Spektrum Frekuensi Radio. Evaluasi Dengar Pendapat yang melibatkan elemen-elemen masyarakat diselenggarakan di daerah wilayah siar di mana LP mengajukan permohonan IPP, dengan dana APBN. KPI mengeluarkan rekomendasi kelayakan Izin Penyelenggaraan Penyiaran bagi pemohon berdasarkan hasil evaluasi dengar pendapat. Pemerintah dan KPI membahas rekomendasi kelayakan yang diberikan KPI untuk menentukan pemberian Izin Penyelenggaraan Penyiaran bagi pemohon dalam sebuah Forum Rapat Bersama. Apabila izin penetapan frekuensi dan izin penyelenggaraan penyiaran ditolak oleh Pemerintah dan KPI, maka Pemerintah dan KPI wajib memberikan keterangan kepada pemohon penyelenggara penyiaran. Keputusan dan alasan tentang pemberian atau penolakan permohonan izin penyelenggaraan penyiaran yang ditetapkan melalui Forum Rapat Bersama wajib dapat diakses oleh masyarakat.
Pasal 64 (1) Keputusan tentang izin penetapan frekuensi paling lambat dikeluarkan 30 (tiga puluh) hari kerja sejak berkas pemohon diterima oleh Pemerintah. (2) Keputusan tentang izin penyelenggaraan penyiaran paling lambat dikeluarkan 90 (Sembilan puluh) hari kerja sejak izin penetapan frekuensi ditetapkan pemerintah. Pasal 65 KPI melakukan pemantauan isi siaran untuk menilai apakah isi siaran lembaga penyiaran sesuai dengan format siaran dan rencana program siaran yang diajukan lembaga penyiaran di tahap permohonan izin penyelenggaraan penyiaran. KPI menegur dan dapat memberi sanksi kepada lembaga penyiaran yang isi siaranya tidak sesuai dengan format dan rencana program siaran yang diajukan di tahap permohonan izin penyelenggaraan penyiaran. 20
Pasal 66 Untuk memperpanjang IPP yang telah habis masa berlakunya, LP harus menjalani proses pengajuan IPP sebagaimana diatur dalam Pasal 64 dan Pasal 65. Pasal 67 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perolehan dan perpanjangan IPP akan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VII ISI SIARAN Bagian Kesatu Pasal 68 (1) Komisi Penyiaran Indonesia menetapkan Standar Program Siaran (SPS) yang berisikan pembatasan kelayakan isi siaran yang wajib dipatuhi setiap lembaga penyiaran. (2) Aturan dalam SPS dirancang dan dibuat KPI untuk melindungi kepentingan masyarakat luas, menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. (3) Dalam penyusunan SPS, KPI mempertimbangkan masukan dari para pemangku kepentingan Pasal 69 SPS memuat aturan-aturan mengenai: a) penghormatan atas suku, budaya, agama dan ras; b) penghormatan terhadap kesopanan, kepantasan dan kesusilaan; c) penghormatan kepada korban kecelakaan, korban dan penyintas bencana alam, serta korban kriminalitas; d) penghormatan terhadap hak privasi dan pribadi; e) penghormatan kepada keberagaman; f) perlindungan terhadap hak–hak anak-anak, remaja, perempuan, penyandang disabilitas, kelompok; masyarakat minoritas dan terpinggirkan; g) penghormatan atas lambang Negara; h) kewajiban netralitas; i) kewajiban lembaga penyiaran dalam pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah; j) pengaturan isi siaran terkait narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA), rokok, alkohol dan perjudian; k) pembatasan isi siaran terkait mistik dan supranatural; l) penegakan etika jurnalistik; m) penegakan etika periklanan; n) bahasa; o) teks atau sulih suara dalam siaran berbahasa asing; 21
p) q) r) s) t) u) v)
penataan jam siar sesuai dengan klasifikasi usia khalayak; program faktual dan nonfaktual; blocking Time; relai siaran asing; hak siar; ralat dan hak jawab isi siaran; dan arsip isi siaran.
Pasal 70 (1) KPI menyusun dan menetapkan SPS yang berlaku untuk seluruh wilayah siar di Indonesia. (2) KPI menyusun dan menetapkan SPS untuk lembaga penyiaran tidak berbayar dan menetapkan SPS untuk LPB. (3) Lembaga Penyiaran bertanggungjawab atas seluruh isi siaran yang disiarkannya. Pasal 71 Pelanggaran atas Standar Program Siaran dikenakan sanksi administratif yang ketetapannya dinyatakan dalam SPS, berupa: a) teguran tertulis; b) penghentian sementara mata acara yang bermasalah; c) pemindahan jam tayang; d) denda administratif yang besarannya ditetapkan melalui peraturan KPI; e) penolakan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran; f) pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran, dan/atau g) pelarangan bagi lembaga penyiaran yang menyiarkan acara yang bermasalah untuk membuat acara sejenis dan atau duplikasi acara yang bermasalah tersebut. Pasal 72 (1) Pemberian sanksi administratif oleh KPI harus ditetapkan semata-mata untuk kepentingan publik, dan melalui proses yang transparan dan bertanggungjawab. (2) Sebelum sanksi diberikan, lembaga penyiaran diberi kesempatan untuk menjelaskan dan berhak untuk mengajukan keberatan. Pasal 73 Akses Penyandang Disabilitas Pada Isi Siaran. (1) Semua lembaga penyiaran wajib memenuhi hak penyandang disabilitas untuk memiliki akses pada isi siaran. (2) Semua lembaga penyiaran wajib menyediakan fasilitas yang memungkinkan penyandang disabilitas mengakses isi siaran dalam bentuk penyediaan juru bahasa isyarat dan atau teks penjelas bunyi. (3) Akses pada isi siaran sebagaimana yang disebut dalam ayat (2) menjadi bagian terpadu dalam syarat pengajuan serta perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran, dan dievaluasi secara berkala.
22
(4) Juru bahasa isyarat atau teks penjelas bunyi di layar televisi harus ditampilkan dalam ukuran dan penampakan yang memudahkan penyandang disabilitas mengakses dan memahami isi siaran. Bagian Ketiga Kegiatan Jurnalistik Pasal 74 (1) Muatan jurnalistik dalam isi siaran lembaga penyiaran harus mengikuti Kode Etik Jurnalistik dan Standar Program Siaran. (2) Penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik penyiaran dilakukan oleh KPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Isi Siaran LPB Pasal 75 (1) Dalam menyelenggarakan siarannya, LPB harus: a. Mengikuti ketetapan dalam SPS LPB yang dikeluarkan KPI b. melakukan sensor internal terhadap semua isi siaran yang akan disiarkan dan/atau disalurkan; dan c. menyediakan paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari kapasitas kanal saluran untuk menyalurkan program dari LPP dan LPS. d. tidak menawarkan kanal yang muatan isinya menyajikan hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai kesusilaan di Indonesia (2) Dalam menyelenggarakan siarannya, LPB melengkapi pelanggan dengan peralatan (parental lock) yang memungkinkan pelanggan untuk menutup kanal yang tidak diinginkan. Pasal 76 (1)LPB dilarang menjadikan program siaran yang digemari masyarakat luas menjadi hak eksklusif Penyiaran Berbayar tersebut dengan menutup akses bagi masyarakat luas untuk menikmati program tersebut melalui Lembaga Penyiaran non-berbayar.
Bagian Ketiga BAB VIII PERIKLANAN PENYIARAN Pasal 77 (1) Periklanan diselenggarakan berlandaskan asas-asas: kejelasan, kejujuran, tanggung jawab, dan tidak membodohi atau menyesatkan khalayak dan masyarakat luas. (2) Periklanan harus menghormati nilai-nilai agama, keyakinan, budaya, etnis, kebangsaan, martabat kemanusiaan, dan kehormatan negara. (3) Periklanan harus melindungi kepentingan umum, anak-anak, remaja, wanita, dan kelompok minoritas serta berkemampuan terbatas dari eksploitasi kepentingan pribadi, bisnis, dan politik. 23
(4) Meteri periklanan harus diproduksi dengan menggunakan sumber daya dalam negeri dan harus diproduksi perusahaan periklanan dalam negeri (5) Lembaga penyiaran tidak boleh menyiarkan iklan yang mempromosikan minuman keras. (6) Lembaga penyiaran tidak boleh menyiarkan iklan rokok dan/atau organisasi/lembaga yang menggunakan merek dagang, logo, semboyan, dan/atau warna yang dapat diasosiasikan sebagai ciri khas perusahaan rokok. (7) Lembaga penyiaran tidak boleh menampilkan iklan yang merendahkan martabat agama, ideologi, pribadi, atau kelompok lain; (8) Materi periklanan penyiaran harus mengikuti ketentuan dalam Standar Program Siaran yang ditetapkan oleh KPI dan peraturan perundangan lain yang terkait. (9) Materi periklanan penyiaran harus menghormati kode etik kelompok-kelompok profesi tertentu. (10) Pengiklan dan perusahaan periklanan tidak boleh mempengaruhi arah dan kebijaksanaan isi/redaksi dan program-program siaran. (11) Periklanan penyiaran dapat dikenali dengan mudah dan dapat dibedakan secara jelas dari isi program siaran, baik secara audio-visual untuk media televisi maupun secara audio untuk media radio. (12) Periklanan dilaksanakan secara efisien dan ekfektif dalam kebijakan penjadualan program dan jumlah waktu siar demi kepentingan pengiklan, penyelenggara penyiaran, dan kenyamanan khalayak. (13) Lembaga penyiaran mematuhi ketentuan dalam perundang-undangan yang berlaku dan etika Pariwara Indonesia.
(1)
(2) (3)
(4)
Pasal 78 Jumlah waktu siaran periklanan secara keseluruhan untuk LPP secara rata-rata paling banyak 15% (lima belas persen), dan untuk LPS maksimal 20 % (dua puluh persen) dari basis perhitungan harian. Jumlah waktu siaran periklanan dalam program-program agama, pendidikan, dan anak-anak paling banyak 10% (sepuluh persen) dari waktu siaran program tersebut. Periklanan penyiaran dalam bentuk iklan sponsor, penempatpaduan produk, dan infomersial harus dinyatakan secara jelas dalam penayangan program, baik pada awal maupun akhir program siaran. Penyelenggara Penyiaran wajib menyediakan waktu sebesar 5% (lima persen) dari waktu siaran iklan dalam sehari untuk Siaran Iklan Pelayanan Masyarakat, pada jam tayang antara 06.00-21.00 waktu setempat. Pasal 79
Penyelenggara Penyiaran dilarang menyiarkan iklan dalam dalam program acara bersifat kenegaraan dan dalam program pelaksanaan ibadah agama;
24
Pasal 80 Kampanye Politik (1) (2)
Kampanye politik adalah program siaran dan iklan yang dapat diidentifikasi mempromosikan tokoh, organisasi dan partai politik Lembaga penyiaran hanya boleh menayangkan kampanye politik selama periode masa kampanye sesuai dengan peraturan Komisi Pemilihan umum di Indonesia
Pasal 81 Lembaga Penyiaran Publik dan Lembaga Penyiaran Komunitas dilarang menyiarkan iklan dan komunikasi politik perorangan, organisasi kemasyarakatan, dan partai politik, kecuali komunikasi publik dari badan-badan publik. Pasal 82 Ketentuan lebih lanjut mengenai periklanan penyiaran diatur dalam standar program siaran.
BAB IX RATING Pasal 83 (1) Penyelenggara Rating berbentuk badan hukum Indonesia (2) Penyelenggara rating dan diatur dalam Undang-Undang ini adalah badan yang ditunjuk oleh
Dewan Rating untuk menyelenggarakan rating
Pasal 84 Dewan Rating (1) Untuk menciptakan keterbukaan dan akuntabilitas penyelenggaraan rating, pemerintah
membentuk Dewan Rating, ditetapkan melalui keputusan presiden. (2) Dewan Rating melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut: a. Menyusun dan menetapkan standar pelaksanaan rating; b. Melakukan pemeriksaan (audit) metode penyelenggaraan rating; c. Memberikan bukti kelayakan (akreditasi) kepada penyelenggara rating yang telah lolos pemeriksaan (audit); d. Melakukan lelang (tender) terbuka dan menetapkan penyelenggara rating di seluruh wilayah siar, yang berlaku selama lima tahun; e. Memfasilitasi keluhan dan pertanyaan pengguna data dan publik kepada penyelenggara rating (3) Anggota Dewan Rating berjumlah 7 orang yang terdiri dari: a. Perwakilan dari lembaga penyiaran (1 orang); b. Perwakilan dari biro iklan (2 orang); c. Pemerintah (1 orang); d. Wakil publik yang mempunyai kepakaran di bidang rating (3 orang) 25
(4) Ketua dan Wakil Ketua dipilih dari dan oleh anggota (5) Keanggotaan Dewan Rating berlaku selama lima (5) tahun dan setelah itu hanya boleh (6) (7) (8) (9)
dipilih satu kali untuk periode berikutnya. Anggota Dewan Rating tidak mempunyai keterkaitan dengan penyelenggara rating dan atau perusahaan lain yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Keanggotaan Dewan Rating sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pada pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden Sumber pendanaan Dewan Rating berasal dari bantuan negara dan bantuan lain yang tidak mengikat. Keanggotaan Dewan Rating berhenti jika: a. Meninggal dunia b. Sakit, atau kondisi lainnya yang menyebabkan tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai Dewan Rating setidaknya enam bulan berturut turut. c. Dinyatakan bersalah dalam kasus hukum yang berkekuatan hukum tetap d. Terbukti terkait langsung dan tidak langsung dengan kepemilikan dan pengelolaan Penyelenggara Penyiaran.
Bab X PEKERJA PENYIARAN Pasal 85 Lembaga penyiaran wajib memberikan perlindungan atas hak-hak pekerja penyiaran dalam hal: a. Kebebasan berserikat b. Upah yang layak c. Keselamatan Pekerja di daerah konflik d. Independensi e. Asuransi Kewajiban lembaga penyiaran untuk memenuhi hak-hak pekerja penyiaran diterapkan pada semua pekerja tetap, pekerja tidak tetap, kontributor dan koresponden Pasal 86 Pekerja Anak Khusus mengenai pekerja anak yang terlibat dalam proses produksi siaran lembaga penyiaran, lembaga penyiaran wajib: (1) menempatkan kepentingan terbaik untuk anak di setiap aspek produksi siaran (2) memastikan setiap aspek produksi siaran yang melibatan anak-anak harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a) Mendapatkan persetujuan orang tua / wali b) Tidak mencederai hak-hak anak merujuk pada Konvensi Hak-hak Anak c) Anak bekerja maksimal tiga jam setiap hari dan tidak melewati pukul 18.00 waktu setempat. d) Bekerja tidak mengganggu akses anak terhadap pendidikan e) Menyediakan lingkungan bekerja yang ramah anak 26
DIGITALISASI PENYIARAN Pasal 87 (1) Pemerintah wajib mengatur perpindahan/migrasi dari penyiaran menggunakan teknologi analog menjadi digital (2) Pada saat Penghentian Siaran Analog (PSA) yang dilakukan secara bertahap di setiap wilayah Indonesia, pemerintah memastikan bahwa seluruh pemilik penerima siaran analog di wilayah Indonesia yang bersangkutan telah siap menerima siaran digital. (3) Penyebarluasan program dan isi siaran menggunakan teknologi digital dilakukan oleh Lembaga Penyelenggara Penyiaran Multipleksing (LPPM) .
(1) (2) (3) (4)
Pasal 88 LPPM berbentuk badan hukum yang bergerak di bidang penyiaran yang dimiliki oleh satu atau lebih badan usaha milik Negara. Selain badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3), LPPM juga dimiliki oleh Lembaga Penyiaran Publik. Dalam penyelenggaraan Multipleksing Penyiaran Digital dikenakan biaya/tarif sewa saluran. Perizinan LPPM untuk Penyiaran Digital ditetapkan oleh pemerintah.
Pasal 89 Ketentuan lebih lanjut mengenai tahapan, kepastian, kewajiban, tarif sewa saluran, dan perizinan diatur oleh Pemerintah bersama KPI. Pasal 90 (1) LPPM wajib menjaga netralitas, independensi, dan profesionalitas. (2) LPPM yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka penyelenggara multipleksing dikenakan sanksi administrasi oleh Pemerintah berupa: a. teguran tertulis; b. penghentian sementara pengoperasiannya setelah melalui tahap-tahap tertentu; c. denda administratif; d. tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan; dan/atau e. pencabutan izin penyelenggaraannya. Pasal 91 Ketentuan lebih lanjut mengenai perpindahan/migrasi dari penyiaran menggunakan teknologi analog menjadi digital termasuk tetapi tidak terbatas pelaksanaan Penghentian Siaran Analog (PSA), kewajiban Pemerintah dalam memenuhi hak masyarakat dalam informasi, serta kewajiban Pemerintah dalam melindungi Lembaga Penyiaran diatur dengan Undang-Undang.
27
BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 92 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Lembaga Penyiaran yang sudah ada sebelumnya tetap dapat menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya dan wajib menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling lambat 1,5 (satu koma lima) tahun untuk penyiaran radio dan paling lambat 3 (tiga) tahun untuk penyiaran televisi sejak diundangkannya Undang-Undang ini. Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, LPP RRI dan LPP TVRI yang sudah ada sebelumnya tetap dapat menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya dan wajib menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling lambat 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini.
BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 93 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan mengenai penyiaran yang ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. Pasal 94 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 95 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal ..... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
Diundangkan di Jakarta pada tanggal .............
28