Jakarta, 8 Agustus 2009 Nomor : Lampiran : Perihal :
1 (Satu) Bundel Dokumen Bukti KESIMPULAN PEMOHON TERKAIT DENGAN PERMOHONAN PEMBATALAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 365/Kpts/KPU/TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN HASIL REKAPITULASI PENGHITUNGAN SUARA DAN PENGUMUMAN HASIL PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009 DALAM REGISTER PERKARA NOMOR 109/PHPU.B-VII/2009
Kepada Yang terhormat, MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Jl. Merdeka Barat No. 7 Jakarta Pusat Dengan hormat, Bertindak untuk dan atas nama klien kami: 1.
Nama
:
Hj. NY. MEGAWATI TAUFIQ, dalam Pemilu Presiden terdaftar dengan nama Hj. DIAH PERMATA MEGAWATI SETIAWATI SOEKARNOPUTRI Tempat/tanggal lahir: Jogyakarta/23 Januari 1947 Umur : 62 tahun Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga/Ketua Umum PDI Perjuangan Agama : Islam Alamat : Jl. Kebagusan IV Nomor 45, RT 010 RW 004, Kelurahan Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jakarta. KTP No. : 09.5304.630147.0009
2.
Nama : Tempat/tanggal lahir: Umur : Pekerjaan : Agama : Alamat : KTP No. :
H. PRABOWO SUBIANTO. Jakarta/ 17 Oktober 1951 58 tahun Purnawirawan/Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Islam Jl. Kemang V No 21 C 09.5303.171051.7008
selaku Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia dengan nomor urut 1, periode tahun 2009-2014, dalam perkara tersebut bersama ini perkenankanlah kami:
J:\arteria@bhpdip_pilpres09_kesimpulan_MEGAPRO.Finaldoc.doc
ARTERIA DAHLAN, S.T., S.H. MAHENDRADATTA, S.H., M.H., MA. MOHAMAD ASSEGAF, S.H. Drs. JACK SIDABUTAR, S.H., M.M., Msi YOSSE YULIANDRA, S.H., Dipl. PR YUHERMAN, S.H., M.H. adalah para advokat yang tergabung dalam TIM HUKUM DAN ADVOKASI TIM KAMPANYE NASIONAL MEGA-PRABOWO, berdomisili dan beralamat kantor di Jl Teuku Cik Ditiro Nomor 43, Menteng, Jakarta Pusat, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 25 Juli 2009; (selanjutnya disebut sebagai “Pemohon”), terhadap KOMISI PEMILIHAN UMUM, yang berkedudukan di Gedung Komisi Pemilihan Umum, Jalan Imam Bonjol Nomor 29, Jakarta Pusat, (selanjutnya disebut sebagai “Termohon”) Dalam hal ini mengajukan Kesimpulan Pemohon sehubungan dengan Permohonan Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden Terkait Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 365/Kpts/KPU/TAHUN 2009 dama register Perkara Nomor 109/PHPU.B-VII/2009 kepada Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Adapun maksud dari Kesimpulan ini adalah tidak lain hanya sebagai suatu pandangan obyektif deskripsi mengenai pemeriksaan persidangan perkara aquo, agar Majelis Hakim Konstitusi Yang Terhormat sebagai pemeriksa perkara aquo dapat memperoleh gambaran yang jelas dalam memeriksa dan mengadili sengketa hasil penghitungan suara ini. Majelis Hakim Konstitusi yang terhormat, Perkenankanlah Pemohon untuk menguraikan secara jelas dan rinci perihal beberapa hal yang mendasar yang Pemohon sampaikan dalam Kesimpulan ini, sebagaimana Pemohon uraikan di bawah ini: I.
JUSTIFIKASI KEWENANGAN JAKSA PENGACARA NEGARA SEBAGAI KUASA HUKUM TERMOHON DALAM PEMERIKSAAN PERKARA AQUO MERUPAKAN DALIL YANG SANGAT DIPAKSAKAN 1.
Bahwa Pemohon menolak sekaligus keberatan atas keberadaan Jaksa Pengacara Negara mewakili KPU atau setidak-tidaknya menjadi Kuasa Hukum Termohon dalam proses pemeriksaan persidangan perkara a quo. Dikarenakan setidak-tidaknya terdapat 2 dasar yang dapat dijadikan alasan, sebagaimana diuraikan di bawah ini:
J:\arteria@bhpdip_pilpres09_kesimpulan_MEGAPRO.Finaldoc.doc
2
a.
BAHWA TIDAK TERDAPAT SATUPUN ALASAN DALAM KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENYATAKAN BAHWA JAKSA PENGACARA NEGARA BERWENANG UNTUK MENGHADIRI ATAU MEWAKILI PIHAK TERMOHON DALAM SENGKETA PERKARA PEMILU. Bahwa dengan mendasarkan pada ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya dengan memperhatikan ketentuan (i) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan yang mengatur tentang kewenangan jaksa pengacara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (2), (ii) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara khususnya ketentuan Pasal 2G secara limitatif dan (iii) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi khususnya Pasal 10 ayat (1) D, secara terang dan jelas serta tidak perlu ditafsirkan lagi bahwa Jaksa Pengacara Negara tidak berwenang untuk mewakili dan/atau mendampingi Termohon terkait dengan sengketa perselisihan hasil Pemilu terkait pemeriksaan perkara aquo di Mahkamah Konsititusi.
b.
BAHWA KEBERADAAN JAKSA PENGACARA NEGARA SELAKU KUASA HUKUM TERMOHON ADALAH SUATU BUKTI OTENTIK TELAH TERJADINYA INTERVENSI KEKUASAAN TIDAK HANYA TERHADAP PENYELENGGARA PEMILU, BAHKAN TERHADAP INDEPENDENSI, KREDIBILITAS SERTA INTEGRITAS MAHKAMAH KONSTITUSI Bahwa adalah suatu fakta hukum di mana pasangan calon Soesilo Bambang Yudhoyono pada saat ini adalah Presiden Republik Indonesia. Bahwa adalah suatu amanat undang-undang, kejaksaan dalam hal ini Kejaksaan Agung bertanggung jawab langsung secara herarkis kepada Presiden selaku kepala negara. Terkait dengan proses persidangan perkara aquo dalam keadaan mana Pemohon dan Saksi-Saksi Pemohon berulangkali dihadapkan pada pernyataan-pernyataan intimidatif berupa ancaman pemidanaan dan akan dipenjarakan, Pemohon memperhatikan, mencermati dan kemudian menyimpulkan bahwa Keberadaan Jaksa Pengacara Negara telah nyata-nyata mendistorsi tidak hanya sistem pemeriksaan perkara aquo, tetapi telah nyata-nyata menjadikan forum mahkamah yang seharusnya diisi dengan pembuktian akan fakta hukum serta dalil-dalil rasional, ilmiah dan konstruktif telah berubah menjadi forum unjuk kekuasaan, terlebih dengan memperhatikan fakta persidangan dimana Termohon telah tidak mampu untuk menghadirkan bukti-bukti dan saksi-saksi yang ada relevansi maupun korelasi terhadap materi pemeriksaan perkara aquo.
J:\arteria@bhpdip_pilpres09_kesimpulan_MEGAPRO.Finaldoc.doc
3
2.
II.
Pemohon mohon agar eksepsi dan/atau keberatan Pemohon terkait dengan keberadaan Jaksa Pengacara Negara selaku Kuasa Hukum Termohon, diperiksa, diputus sebelum dibacakannya Putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan perkara aquo.
HASIL PENGHITUNGAN SUARA YANG BENAR MENURUT PEMOHON Bahwa adalah suatu fakta dalam persidangan DENGAN MENDASARKAN HASIL PENGHITUNGAN SUARA YANG BENAR MENURUT PEMOHON, diketahui bahwa rekapitulasi hasil perolehan suara tahap akhir dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun 2009, diperoleh hasil penghitungan suara/perolehan suara pasangan calon sebagai berikut: NOMOR URUT
PASANGAN CALON
PEROLEHAN SUARA
PERSENTASE PEROLEHAN SUARA
1
Hj. MEGAWATI SOEKARNOPUTRI dan H. PRABOWO SUBIANTO DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO dan PROF. DR. BOEDIONO H.M. JUSUF KALLA dan H. WIRANTO
32.548.105
35,06%
45.215.927
48,70%
15.081.814
16,24%
2
3
Bahwa, dengan mendasarkan data rekapitulasi dimaksud, PASANGAN CALON DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO DAN PROF. DR. BOEDIONO TIDAK DAPAT DITETAPKAN SEBAGAI PASANGAN CALON PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TERPILIH DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 MELALUI PEMILU 1 PUTARAN, hal mana merupakan bukti yang sempurna yang secara terang dan kasat mata telah menunjukkan kekeliruan Termohon; III.
DASAR UTAMA PENGAJUAN PERMOHONAN PEMBATALAN PEMOHON 1.
KESALAHAN HASIL PENGHITUNGAN SUARA YANG DILAKUKAN OLEH TERMOHON Bahwa adalah suatu fakta hukum dalam persidangan dimanaTermohon telah melakukan kesalahan dan/atau kekeliruan di dalam melakukan penghitungan suara dikarenakan telah terjadi penyimpangan dan/atau kecurangan dan/atau kesalahan baik terhadap hasil penghitungan suara di
J:\arteria@bhpdip_pilpres09_kesimpulan_MEGAPRO.Finaldoc.doc
4
setiap jenjang penghitungan suara maupun terkait dengan perbuatan curang, pelanggaran-pelanggaran dan/atau penyimpangan-penyimpangan yang bersifat massive, terstruktur dan sistemik yang dilakukan Termohon secara terang dan kasat mata yang mengakibatkan hasil penghitungan perolehan suara pasangan calon dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun 2009 tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. 2.
PENYELENGGARAAN PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN YANG MELANGGAR HUKUM DAN/ATAU MENYIMPANG DARI KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU ATAU SETIDAK-TIDAKNYA PENUH DENGAN KARAKTER CURANG DAN MANIPULATIF a.
TERMOHON TELAH DENGAN SENGAJA ATAU SETIDAKTIDAKNYA LALAI DI DALAM MELAKUKAN PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH, TERMASUK DI DALAMNYA TERMOHON TELAH LALAI DENGAN TIDAK MELAKUKAN PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH.
b.
KPU TELAH DENGAN SENGAJA ATAU SETIDAK-TIDAKNYA LALAI UNTUK TIDAK MENINDAKLANJUTI TEMUAN PASANGAN CALON MAUPUN MASYARAKAT BAHKAN BADAN PENGAWAS PEMILU (BAWASLU) MAUPUN PANITIA PENGAWAS DI SETIAP JENJANG PENYELENGGARAN PEMILU TERKAIT DENGAN PENYUSUNAN DAN PENGUMUMAN DAFTAR PEMILIH SEMENTARA DAN PENETAPAN DAFTAR PEMILIH TETAP YANG MERUGIKAN HAK PILIH
c.
KPU TELAH DENGAN SENGAJA ATAU SETIDAK-TIDAKNYA LALAI UNTUK TIDAK MENINDAKLANJUTI TEMUAN PELANGGARAN, JUSTERU SECARA TERGESA-GESA MEMPERCEPAT TAHAPAN PELAKSANAAN PEMILU PADA TAHAPAN PENGHITUNGAN SUARA TAHAP AKHIR;
d.
KPU SAMA SEKALI TELAH TIDAK MELAKUKAN TIDAK MENGUMUMKAN DAN/ATAU TIDAK MEMPERBAIKI DAFTAR PEMILIH SEMENTARA ATAU SETIDAK-TIDAKNYA KPU TELAH TIDAK MELAKUKAN PEMUTAKHIRAN DATA, PADAHAL TELAH SECARA TERANG DAN JELAS DAN TELAH MENJADI INFORMASI UMUM BAHWA DAFTAR PEMILIH SEMENTARA YANG MENDASARKAN PADA DAFTAR PEMILIH TETAP PEMILU LEGISLATIF TELAH DIAKUI TIDAK HANYA OLEH KPU BAHKAN PASANGAN CALON PESERTA PEMILU TELAH BERMASALAH;
e,
BAHWA ADALAH SUATU FAKTA HUKUM DIMANA PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2009 TELAH
J:\arteria@bhpdip_pilpres09_kesimpulan_MEGAPRO.Finaldoc.doc
5
DILAKUKAN TANPA MENGGUNAKAN DPT ATAU SETIDAKTIDAKNYA TIDAK MENGGUNAKAN DPT YANG SAH MENURUT HUKUM. ATAS TEMUAN-TEMUAN PELANGGARAN DIMAKSUD TELAH DIKETAHUI DAN DIAKUI KEBENARANNYA OLEH KPU SENDIRI SEBAGAIMANA DINYATAKAN DALAM LAPORAN BERSAMA PENGECEKAN DAFTAR PEMILIH TETAP (DPT) TIM KAMPANYE MEGA PRABOWO DAN JUSUF KALLA WIRANTO, SEBAGAIMANA TELAH DITANDATANGANI OLEH PROF. DR. H. A. HAFIZ ANSHARY A.Z., M.A. DALAM KAPASITASNYA SELAKU KETUA KPU;
IV.
f.
KPU TELAH DENGAN SENGAJA MELAKUKAN KEBOHONGAN PUBLIK DENGAN MENYATAKAN BAHWA DPT YANG DISERAHKAN KEPADA TIM KAMPANYE NASIONAL PEMOHON MERUPAKAN DPT YANG SUDAH DIVERIVIKASI ATAU DIMUTAKHIRKAN. ADALAH SUATU FAKTA HUKUM DIMANA PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2009 TELAH DILAKUKAN TANPA MENGGUNAKAN DPT ATAU SETIDAKTIDAKNYA TIDAK MENGGUNAKAN DPT YANG SAH MENURUT HUKUM;
g.
TERMOHON MENERBITKAN KEBIJAKAN DENGAN MENGHILANGKAN 68.918 TPS YANG BERPOTENSI MEMPENGARUHI PERGERAKAN DAN/ATAU PENGHILANGAN SEBANYAK 34.459.000 SUARA PEMILIH;
h.
TERMOHON TELAH BERTENTANGAN ATAU SETIDAK-TIDAKNYA TELAH BERTINDAK TIDAK SESUAI DENGAN KETENTUAN PENYELENGGARAAN PEMILU YANG MENSYARATKAN KPU SELAKU PENYELENGGARA PEMILU HARUS TERBEBAS DARI PENGARUH PIHAK MANAPUN (TERMASUK PIHAK ASING) TERKAIT DENGAN SEGALA SESUATU YANG BERKENAAN DENGAN PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANGNYA.
PEMOHON TELAH MENGURAIKAN SECARA TERANG, JELAS DAN RINCI BERKENAAN DENGAN KESALAHAN HASIL PENGHITUNGAN SUARA YANG DILAKUKAN OLEH TERMOHON Bahwa telah menjadi fakta hukum dalam persidangan dimana Pemohon telah mampu untuk menguraikan secara terang, jelas dan rinci berkenaan dengan kesalahan hasil penghitungan suara yang dilakukan oleh Termohon, terlebih dengan ditemukannya perbedaan penghitungan yang signifikan pada 25 (dua puluh lima) Propinsi, yakni di Propinsi Sumatera Utara, Propinsi Sumatera Barat, Propinsi Sumatera Selatan, Propinsi Bengkulu, Propinsi Lampung, Propinsi DKI Jakarta, Propinsi Jawa Barat, Propinsi Banten, Propinsi Jawa Tengah, Propinsi
J:\arteria@bhpdip_pilpres09_kesimpulan_MEGAPRO.Finaldoc.doc
6
Jawa Timur, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Propinsi Nusa Tenggara Barat, Propinsi Nusa Tenggara Timur, Propinsi Kalimantan Tengah, Propinsi Kalimantan Timur, Propinsi Kalimantan Selatan, Propinsi Sulawesi Utara, Propinsi Sulawesi Tengah, Propinsi Sulawesi Selatan, Propinsi Sulawesi Barat, Propinsi Sulawesi Tenggara, Propinsi Gorontalo, Propinsi Maluku, Propinsi Papua, Propinsi Papua Barat yang disebabkan adanya penambahan suara yang tidak sah yang dilakukan secara sengaja bagi Pasangan Calon DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO dan PROF. DR. BOEDIONO, sebanyak 28.658.634 suara; Bahwa terlepas dari kesengajaan dan/atau kesalahan atau setidak-tidaknya kekeliruan dan/atau kekhilafan yang dilakukan oleh Termohon, dengan mendasarkan pada penambahan suara yang tidak sah bagi Pasangan Calon DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO dan PROF. DR. BOEDIONO, telah mengakibatkan dan/atau menjadikan Pasangan Calon DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO dan PROF. DR. BOEDIONO tidak dapat ditetapkan sebagai Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun 2009 melalui Pemilu 1 Putaran dikarenakan sejatinya perolehan suara Pasangan Calon DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO dan PROF. DR. BOEDIONO hanya berjumlah sebesar 45.215.927 jumlah mana equivalent 48,70% suara dari jumlah seluruh suara sah dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun 2009. Bahwa terkait dengan penambahan (mark-up) suara secara tidak sah dan/atau kesalahan dan/atau kecurangan sebagaimana tersebut di atas, keadaan mana telah menjadi fakta hukum dan bukti yang sempurna telah menghilangkan hak Pemohon untuk dapat mengikuti Pemilu Putaran Kedua atau setidak-tidaknya telah menimbulkan kerugian bagi Pemohon atau setidak-tidaknya telah mempengaruhi hasil perolehan suara Pemohon, Pemohon kembali dalam Kesimpulan ini bermaksud untuk menguraikan secara terang dan jelas kesalahan-kesalahan penghitungan dan/atau kecurangan-kecurangan dapat dilihat dari fakta-fakta dan/atau peristiwa-peristiwa sebagai berikut: No
PROPINSI
1
Sumatera Utara
PENGGELEMBUNGAN SUARA SBY-BOEDIONO 2.715.639
2
Sumatera Barat
1.281.834
P-7
3
Sumatera Selatan
884.032
P-8
4
Bengkulu
224.311
P-9
5
Lampung
1.682.398
P-10
6
DKI Jakarta
473.390
P-11
7
Jawa Barat
8.620.693
P-12
J:\arteria@bhpdip_pilpres09_kesimpulan_MEGAPRO.Finaldoc.doc
VIDE BUKTI P-6
7
8
Banten
1.850.397
P-13
9
Jawa Tengah
4.902.374
P-14
10
579.646
P-15
11
Daerah Istimewa Yogyakarta Jawa Timur
1.831.573
P-16
12
Nusa Tenggara Barat
722.388
P-17
13
Nusa Tenggara Timur
179.006
P-18
14
Kalimantan Tengah
4.784
P-19
15
Kalimantan Timur
398.548
P-20
16
Kalimantan Selatan
439.846
P-21
17
Sulawesi Utara
125.595
P-22
18
Sulawesi Tengah
111,688
P-23
19
Sulawesi Selatan
445.600
P-24
20
Sulawesi Barat
100.800
P-25
21
Sulawesi Tenggara
121.587
P-26
22
Gorontalo
107.989
P-27
23
Maluku
179.967
P-28
24
Papua
560,785
P-29
25
Papua Barat
113.764
P-30
TOTAL
28.658.634
Bahwa berkaitan dengan penggelembungan (mark up) suara (perolehan suara tidak sah) sebagaimana tersebut di atas telah Pemohon uraikan secara terang, jelas dan rinci serta berbasis TPS, dimana adalah suatu fakta dalam persidangan dimana Termohon tidak mampu mengcounter dalail-dalil dan buktibukti Pemohon dalam persidangan, seharusnya Termohon menyadari bahwa bukan Pemohon tidak mampu untuk menghadirkan dokumen C-1, justeru Pemohon ingin menyatakan dalam persidengan bahwa ESENSI PERMOHONAN PEMBATALAN INI SEMATA-MATA DIKARENAKAN DOKUMEN YANG DIJADIKAN DASAR PENGHITUNGAN SUARA TERMOHON, MERUPAKAN DOKUMEN YANG TIDAK DAPAT DIJADIKAN DASAR PENGHITUNGAN SUARA YANG SAH MENURUT HUKUM, tidak hanya memuat kesalahan secara numerik maupun empirik, lebih jauh lagi dikeranakan dokumen-dokumen dimaksud dihasilkan dari proses yang melanggar atau bertentangan atau setidak-tidaknya menyimpang dari ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
J:\arteria@bhpdip_pilpres09_kesimpulan_MEGAPRO.Finaldoc.doc
8
V.
ADALAH SUATU FAKTA PERSIDANGAN DIMANA PEMOHON, SAKSISAKSI PEMOHON MAUPUN DOKUMEN-DOKUMEN BUKTI PEMOHON TELAH MAMPU UNTUK MEMBUKTIKAN BAHWA PENYELENGGARAAN PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN YANG MELANGGAR HUKUM DAN/ATAU MENYIMPANG DARI KETENTUAN PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN YANG BERLAKU ATAU SETIDAK-TIDAKNYA PENUH DENGAN KARAKTER CURANG DAN MANIPULATIF 1.
TERMOHON TELAH DENGAN SENGAJA ATAU SETIDAK-TIDAKNYA LALAI DI DALAM MELAKUKAN PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH, TERMASUK DI DALAMNYA TERMOHON TELAH LALAI DENGAN TIDAK MELAKUKAN PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH. ADALAH SUATU FAKTA PERSIDANGAN DIMANA HINGGA SAAT DILAKUKANNYA PEMUNGUTAN SUARA, SUBSTANSI PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH DAN PENETAPAN DAFTAR PEMILIH TETAP SEBAGAIMANA DISYARATKAN OLEH KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN SAMA SEKALI TIDAK PERNAH DILAKUKAN, hal mana semakin diperkuat lagi dengan adanya suatu fakta hukum dimana hingga tanggal 6 Juli 2009, pukul 16.00 (Kurang dari 48 Jam dari Saat Pemungutan Suara), KPU BARU MENGUNDANG Tim Pasangan Calon BUKAN UNTUK PENETAPAN DPT TETAPI MASIH DALAM RANGKA MELAKUKAN PENGECEKAN DPT, Bahkan dalam Dokumen tanda Terima KPU tertanggal 6 Juli 2009. Hal mana semakin menegaskan bahwa HINGGA PADA TANGGAL 6 JULI 2009 TERSEBUT, KPU BELUM MELAKUKAN PEMUTAKHIRAN DATA MAUPUN MELAKUKAN PENGUMUMAN APALAGI MENETAPAN DPT sebagaimana disayaratkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga pengawasan dalam konteks adanya pemilih yang tidak dapat mempergunakan hak pilih maupun adanya pemilih yang tidak berhak ternyata dapat memilih sama sekali tidak dapat dilakukan dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009. Dengan demikian dan oleh karenanya atas kesengajaan dan/atau kelalaian mana Termohon dapat dikenakan ketentuan Pasal 206 UU Nomor 42 Tahun 2008 (Vide Bukti “P-32”);
2.
KPU TELAH DENGAN SENGAJA ATAU SETIDAK-TIDAKNYA LALAI UNTUK TIDAK MENINDAKLANJUTI TEMUAN PASANGAN CALON MAUPUN MASYARAKAT BAHKAN BADAN PENGAWAS PEMILU (BAWASLU) MAUPUN PANITIA PENGAWAS DI SETIAP JENJANG PENYELENGGARAN PEMILU TERKAIT DENGAN PENYUSUNAN DAN PENGUMUMAN DAFTAR PEMILIH SEMENTARA DAN PENETAPAN DAFTAR PEMILIH TETAP YANG MERUGIKAN HAK PILIH Adalah suatu fakta dalam persidangan dimana KPU SAMA SEKALI TELAH TIDAK MELAKUKAN TIDAK MENGUMUMKAN DAN/ATAU TIDAK
J:\arteria@bhpdip_pilpres09_kesimpulan_MEGAPRO.Finaldoc.doc
9
MEMPERBAIKI DAFTAR PEMILIH SEMENTARA ATAU SETIDAKTIDAKNYA KPU TELAH TIDAK MELAKUKAN PEMUTAKHIRAN DATA, PADAHAL TELAH SECARA TERANG DAN JELAS DAN TELAH MENJADI INFORMASI UMUM BAHWA DAFTAR PEMILIH SEMENTARA YANG MENDASARKAN PADA DAFTAR PEMILIH TETAP PEMILU LEGISLATIF TELAH DIAKUI TIDAK HANYA OLEH KPU BAHKAN PASANGAN CALON PESERTA PEMILU TELAH BERMASALAH. Bahkan atas keadaan mana: a.
Telah menjadi suatu fakta hukum dimana Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Kembali menerbitkan Hasil Penyelidikan yang dilakukan oleh Tim Penyelidikan Penghilangan Hak Sipil dan Politik Warga Negara Dalam Pemilu Presiden, yang pada intinya secara tegas dinyatakan bahwa: “………..dalam pelaksanaan Pemilu ………., Negara bukan saja gagal menyelenggarakan Pemilu secara tertib sesuai jadwal yang telah digariskan dalam Undang-Undang, tetapi juga lalai di dalam mengupayakan pemenuhan hak konstitusional sejumlah besar warga Negara dalam menyalurkan aspirasi mereka secara demokratis……………………….” (Vide Bukti “P-33” dan Dokumen Hasil Penyelidikan Komnas HAM yang ditujukan ke Mahkamah Konstitusi terkait pemeriksaan persidangan perkara aquo)
b.
Bahwa adalah fakta persidangan dan tidak perlu dibuktikan lagi dimana Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangannya dalam Putusan telah menyatakan secara tegas bahwa: ”.......pembenahan DPT melalui pemutakhiran data sangat sulit dilakukan oleh KPU,................... (terkait fakta dimana KPU telah lalai untuk melakukan pemutakhiran, pengumuman, perbaikan dan penetapan data pemilih)” sebagaimana dinyatakan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009 tertanggal 6 Juli 2009. Dengan demikian dan oleh karenanya atas kesengajaan dan/atau kelalaian tesebut KPU dapat dikenakan ketentuan Pasal 207 UU Nomor 42 Tahun 2008 (Vide Bukti “P-34”).
c.
BAHWA ADALAH SUATU FAKTA HUKUM DIMANA PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2009 TELAH DILAKUKAN TANPA MENGGUNAKAN DPT ATAU SETIDAK-
J:\arteria@bhpdip_pilpres09_kesimpulan_MEGAPRO.Finaldoc.doc
10
TIDAKNYA TIDAK MENGGUNAKAN DPT YANG SAH MENURUT HUKUM. Bahwa adalah suatu fakta dalam persidangan dan samasekali tidak dibantah oleh Termohon dalam sessi pembuktian perkara aquo bahwa hingga pada tanggal 7 Juli 2009, Pukul 13.00 WIB (Kurang dari 24 Jam dari Hari Pemungutan Suara), dapat diketahu hal-hal sebagai berikut: i.
KPU dan Pasangan Calon baru memeriksa 115 Kabupaten/Kota atau setidak-tidaknya baru 22% dari Jumlah Pemilih berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan, itu pun yang bisa dituntaskan dalam konteks pemutakhiran baru 79 Kabupaten Kota atau setara dengan 13% dari Jumlah Pemilih berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan;
ii.
KPU telah melakukan kebohongan Publik dimana Data DPT yang diserahkan oleh KPU yang dikatakan sudah dimutakhitrkan ternyata belum diverifikasi dan dimutakhirkan, hal mana terlihat bahwa DPT dimaksud sama dengan Data DPS Tim Pasangan Calon yang mendasarkan pada Pemilu Legislatif;
iii.
Bahwa hanya dengan mencermati 8 Propinsi saja, yakni DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Bali dan Kalimantan Timur, diketemukan DPT bermasalah sebanya 5.899.354, hingga tanggal 10 Juli 2009, telah diketemukan lagi tambahan DPT bermasalah sebanayak 1.753.856, sehingga total DPT bermasalah sebanyak 7.653.210, hal mana dilakukan dengan modus (i) pemilih ganda dalam satu TPS, (ii) pemilih ganda di lain TPS, (iii) NIK dan tanggal lahir sama dengan nama berbeda di satu maupun di lain TPS, (iv) pemilih yang sudah meninggal masih diperbolehkan memilih, (v) pemilih yang belum cukup umur dan pemilih tanpa NIK;
iv.
Di Kota Malang, khususnya untuk Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Belimbing dan Kelurahan Arjowinangun Kecamatan Kedungkandang, secara terang dan jelas dinyatakan bahwa data DPT versi KPU tersebut merupakan DPS dan bukan DPT Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009. Bahkan untuk Kabupaten Lamongan Jawa Timur masih mempergunakan DPT Pemilihan Gubernur Tahun 2008;
v.
Sampai dengan Hari H Pemungutan Suara, Daftar Pemilih di Beberapa Kabupaten/Kota dalam lingkup Propinsi DKI Jakarta dan Nusa Tenggara Barat belum dapat diperoleh oleh pasangan Calon;
J:\arteria@bhpdip_pilpres09_kesimpulan_MEGAPRO.Finaldoc.doc
11
vi.
Diketemukan TPS 00 di Kabupaten Sampang Propinsi Jawa Timur dan di Kabupaten Musi Rawas Propinsi Sumatera Selatan, yang nota bene mencantumkan pemilih-pemilih yang dapat mempergunakan hak pilih pada hari pemungutan suara nantinya;
vii.
Diketemukan TPS dengan jumlah pemilih yang melebihi ketentuan Undang-Undang Pemilihan Presiden, dimana terdapat sebanyak 2573 pemilih di 1 TPS di Kelurahan Bangun Jaya, Kecamatan Bts Ulu, Kabupaten Musi Rawas, Propinsi Sumsel;
Bahwa ATAS TEMUAN-TEMUAN PELANGGARAN DIMAKSUD TELAH DIKETAHUI DAN DIAKUI KEBENARANNYA OLEH KPU SENDIRI SEBAGAIMANA DINYATAKAN DALAM LAPORAN BERSAMA PENGECEKAN DAFTAR PEMILIH TETAP (DPT) TIM KAMPANYE MEGA PRABOWO DAN JUSUF KALLA WIRANTO, SEBAGAIMANA TELAH DITANDATANGANI OLEH PROF. DR. H. A. HAFIZ ANSHARY A.Z., M.A. DALAM KAPASITASNYA SELAKU KETUA KPU, (Vide Bukti “P-35”); d.
KPU TELAH DENGAN SENGAJA MELAKUKAN KEBOHONGAN PUBLIK DENGAN MENYATAKAN BAHWA DPT YANG DISERAHKAN KEPADA TIM KAMPANYE NASIONAL PEMOHON MERUPAKAN DPT YANG SUDAH DIVERIVIKASI ATAU DIMUTAKHIRKAN Bahwa adalah suatu fakta dalam persidangan dimana Pemohon dalam sessi Pembuktian tertanggal 7 Agustus 2009 telah berhasil membuktikan atas adanya fakta hukum dimana terdapat 22.764.981 data DPT Bermasalah yang berasal dari DPT yang diklaim Termohon yang sudah diverivikasi atau dimutakhirkan sebagaimana secara sistematis Pemohon uraikan dalam Tabel Rekapitulasi Data Hasil Verifikasi DPT (Vide Bukti “P-36” dan presentasi yang dilakukan oleh Saksi Tim Data Pemohon), dengan modus 21 modus perbuatan sebagaimana telah diuraikan dalam Permohonan Pembatalan Pemohon, yang kesemuanya secara sistematis, terang, dan rinci diuraikan dalam ADALAH SUATU FAKTA HUKUM DIMANA PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2009 TELAH DILAKUKAN TANPA MENGGUNAKAN DPT ATAU SETIDAKTIDAKNYA TIDAK MENGGUNAKAN DPT YANG SAH MENURUT HUKUM (Vide Bukti “P-37”);
J:\arteria@bhpdip_pilpres09_kesimpulan_MEGAPRO.Finaldoc.doc
12
e.
TERMOHON MENERBITKAN KEBIJAKAN DENGAN MENGHILANGKAN 68.918 TPS YANG BERPOTENSI MEMPENGARUHI PERGERAKAN DAN/ATAU PENGHILANGAN SEBANYAK 34.459.000 SUARA PEMILIH Bahwa adalah suatu fakta dalam persidangan dimana Pemohon telah berhasil untuk membuktikan bahwa Termohon menerbitkan kebijakan dengan menghilangkan 69.791 TPS sehingga Jumlah TPS dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009 hanya berjumlah sebanyak 450.129 Tempat Pemungutan Suara.
Bahwa adalah suatu fakta dalam pembuktian persidangan perkara aquo dan telah tidak dapat dibuktikan oleh Termohon, faktanya dari sejak semula tidak pernah terjadi daftar pemilih yang berbasis pengelompokan baru (re-groupping), keadaan mana sangat merugikan Pemohon setidak-tidaknya dari sisi pengawasan terkait dengan manipulasi surat suara dan masyarakat pemilih dan berpotensi mempengaruhi pergerakan dan/atau penghilangan sebanyak 34.459.000 suara pemilih. Hal ini sangat substantif mengingat secara logika hukum yang sangat sederhana saja, kalaupun ada pergerakan dalam kontek pengelompokan baru (regroupping), setidak-tidaknya upaya dimaksud harus dilakukan secara terbuka dan diumumkan atau setidak-tidaknya memenuhi unsur publisitas sehingga re-groupping dapat berlaku sah menurut hukum atau setidak-tidaknya patut diduga tidak terdapat potensi penyimpangan suara, akan tetapi hingga hari H pemungutan suara KPU sama sekali tidak melakukan regrouping apalagi dengan memperhatikan atas fakta hukum dimana KPU tidak dilakukan pemutakhiran data pemilih. BAHKAN di beberapa daerah pemilihan, DPT yang dipergunakan tidak saja yang berbasis DPT pemilu Legislatif 2009, bahkan banyak juga yang mendasarkan pada DPS dan/atau DPT Pemilu Gubernur dan/atau DPT Pemilihan Kepala Daerah. f.
TERMOHON TELAH BERTENTANGAN ATAU SETIDAKTIDAKNYA TELAH BERTINDAK TIDAK SESUAI DENGAN KETENTUAN PENYELENGGARAAN PEMILU YANG MENSYARATKAN KPU SELAKU PENYELENGGARA PEMILU HARUS TERBEBAS DARI PENGARUH PIHAK MANAPUN (TERMASUK PIHAK ASING) TERKAIT DENGAN SEGALA SESUATU YANG BERKENAAN DENGAN PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANGNYA.
J:\arteria@bhpdip_pilpres09_kesimpulan_MEGAPRO.Finaldoc.doc
13
Adalah suatu fakta hukum dalam persidangan dimana Termohon telah dengan sengaja menerbitkan kebijakan dengan menggunakan IFES (International Foundation for Electoral System) dalam Sistem Tabulasi Nasional dalam Pemilu Presiden 2009, padahal telah secara terang dan jelas atau setidak-tidaknya telah menjadi pengetahuan umum bahwa IFES merupakan organisasi non pemerintah dari Amerika Serikat, keadaan mana merupakan suat bukti yang sempurna atas keterlibatan pihak asing dalam penyelenggaraan Pemilu 2009, terlebih dengan memperhatikan fakta hukum terkait dengan penghentian penayangan Tabulasi Nasional. Padahal telah secara terang dan jelas atau setidak-tidaknya telah menjadi pengetahuan umum dimana dalam setiap Penyelenggaraan Pemilu mensyaratkan Termohon selaku penyelenggara Pemilu harus bersifat mandiri dan terbebas dari pengaruh pihak manapun (termasuk Pihak asing) [Ketentuan Pasal 22E UUD 1945] terkait dengan segala sesuatu yang berkenaan dengan perlasanaan tugas dan wewenangnya sebagaimana diatur dalam Ketentuan Pasal 3 UU Nomor 22 Tahun 2007 atau setidak-tidaknya tindakan Termohon telah bertentangan atau telah tidak sesuai dengan azas penyelenggara Pemilu yang berpedoman pada asas mandiri, adil terbuka, profesional dan akuntabilitas sebagaimana disyaratkan ketentuan Pasal 2 butir (a), (c), (g). (i) dan (j) UU Nomor 22 Tahun 2007; g.
PEMILIH PEMOHON YANG TIDAK TERDAFTAR DALAM DAFTAR PEMILIH TETAP: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 102/PUU-VII/2009 TERTANGGAL 6 JULI 2009 DISENGAJA ATAUPUN TIDAK TELAH DIBUAT SEBAGAI KEPUTUSAN YANG TIDAK MEMILIKI KEKUATAN EKSEKUTORIAL Bahwa adalah suatu fakta persidangan serta diperkuat dengan kesaksian Tuntang Hutasoit dimana banyak Pemilih Pemohon yang telah dihilangkan hak konstitusionalnya untuk memilih dikarenakan tidak diperbolehkan untuk memilih, walaupun namanya terdaftar dalam DPT dan sudah mengantri dengan membawa KTP di TPSTPS, sebagaimana Pemohon uraikan dengan melakukan pemetaan dalam lingkup propinsi di bawah ini: Sehubungan dengan hal sebagaimana tersebut di atas, Pemilih Pemohon yang tidak diperkenankan untuk memilih dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009, sebagaimana Pemohon uraikan dengan melakukan pemetaan dalam lingkup propinsi di bawah ini:
J:\arteria@bhpdip_pilpres09_kesimpulan_MEGAPRO.Finaldoc.doc
14
No
PROPINSI
PEMILIH PEMOHON
VIDE BUKTI
1 2
Sumatera Utara Sumatera Barat
287,392 25.889
P-41 P-42
3
Sumatera Selatan
126.983
P-43
4
Lampung
224.839
P-44
5
DKI Jakarta
578.688
P-45
6
Jawa Barat
850.397
P-46
7
Banten
317.343
P-47
8
Jawa Tengah
651.760
P-48
9
Jawa Timur
932.437
P-49
10
Kalimantan Timur
179.646
P-50
TOTAL
4.175.374
Bahwa dengan mendasarkan pada uraian dan bukti-bukti sebagaimana tersebut di atas telah manjadi bukti yang sempurna dimana Pemohon telah dihilangkan suaranya sebanyak 4.175.374 suara, jauh-jauh hari sebelum dilakasanakannya pemungutan suara, keadaan mana bukan menjadi asumsi dikarenakan telah sangat terang dan jelas bahwa pemilih-pemilih tersebut secara tegas menyatakan kehendaknya untuk memilih Pemohon dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009, dan bersedia untuk dihadirkan pada pemeriksaan persidangan perkara aquo. FAKTA HUKUM DIMANA KOMISI HAK ASASI MANUSIA, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN BADAN PENGAWAS PEMILU (BAWASLU) SECARA TERANG DAN JELAS MENYATAKAN BAHWA TERMOHON TELAH GAGAL MENYELENGGARAKAN PEMILU SECARA TERTIB SESUAI JADWAL DAN TAHAPAN YANG TELAH DIGARISKAN DALAM UNDANG-UNDANG, TETAPI JUGA LALAI DI DALAM MENGUPAYAKAN PEMENUHAN HAK KONSTITUSIONAL SEJUMLAH BESAR WARGA NEGARA a.
PERNYATAAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA Bahwa adalah suatu fakta hukum dimana Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sebagaimana dinyatakan secara tegas dalam Materi Konfrensi Pers Tim Penyelidikan Penghilangan Hak Sipil dan politik Warga Negara Dalam Pemilu Legislatif 09 April 2009 terrtanggal 8 Mei 2009, yang secara tegas dinyatakan bahwa:
J:\arteria@bhpdip_pilpres09_kesimpulan_MEGAPRO.Finaldoc.doc
15
“………..dalam pelaksanaan Pemilu ………., Negara bukan saja gagal menyelenggarakan Pemilu secara tertib sesuai jadwal yang telah digariskan dalam Undang-Undang, tetapi juga lalai di dalam mengupayakan pemenuhan hak konstitusional sejumlah besar warga Negara dalam menyalurkan aspirasi mereka secara demokratis……………………….”
b.
PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH KONSTITUSI Bahwa terkait kegagalan dan/atau kesengajaan dan/atau kelalaian Termohon di dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, sehingga terdapat suatu fakta hukum dimana terdapat satu tahapan penyelenggaraan Pemilu yang tidak dilaksanakan oleh Termohon pada Pemilu Presiden tahun 2009, keadaan mana telah diketahui dan diakui oleh Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangannya dalam Putusan telah menyatakan secara tegas bahwa: ”.......pembenahan DPT melalui pemutakhiran data sangat sulit dilakukan oleh KPU,................... (terkait fakta dimana KPU telah lalai untuk melakukan pemutakhiran, pengumuman, perbaikan dan penetapan data pemilih)” sebagaimana dinyatakan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009 tertanggal 6 Juli 2009. Dengan demikian dan oleh karenanya dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dimana telah terdapat satu proses tahapan penyelenggaran Pemilu yang tidak dilaksanakan, oleh karenanya demi hukum dari sejak semula TIDAK PERNAH TERJADI PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2009 ATAU SETIDAK-TIDAKNYA HASIL PEMILU TANGGAL 8 JULI 2009 BUKANLAH HASIL PEMILU YANG SAH MENURUT HUKUM, DIKARENAKAN TELAH DIBUAT DALAM SUATU PROSES YANG MELAWAN HUKUM ATAU SETIDAK-TIDAKNYA MENYIMPANG, terlebih dengan memperhatikan ketiadaan DPT sebagai pilar utama demokrasi sekaligus parameter akuntabilitas, proporsionalitas serta transparansi, yang tidak hanya menentukan siapa yang akan menjadi pemimimpin nantinya, akan tetapi lebih substansi lagi sangat mempengaruhi produksi surat suara, partisipasi masyarakat pemilih, parameter pengawasan bahkan potensi manipulasi yang berpengaruh secara langsung terhadap perolehan suara Pasangan Calon khususnya Pemohon.
J:\arteria@bhpdip_pilpres09_kesimpulan_MEGAPRO.Finaldoc.doc
16
c.
REKOMENDASI BADAN PENGAWAS PEMILU Bahwa terkait dengan pelanggaran-pelanggaran dan/atau penyimpangan-penyimpangan yang bersifat massive, terstruktur dan sistemik secara terang dan kasat mata terlihat pada saat Termohon menjalankan kewenangan atributif yang bersifat distorsif, dimana Termohon disatu sisi dengan segala hak, kekuasaan dan kewenangannya telah mengakselerasi tahapan-tahapan Pemilu, akan tetapi disisi lain Termohon telah mengabaikan berbagai macam pelanggaran yang terjadi di dalam proses penyelenggaran Pemilu atau setidak-tidaknya Termohon dengan sengaja telah melakukan pembiaran maun tidak menindaklanjuti temuan-temuan stakeholder Pemilu yang sejatinya guna penyelenggaraan yang lebih baik, sementara hal itu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari lingkup kompetensinya, adalah suatu fakta dalam persidangan dimana Badan Pengawas Pemilu telah memamparkan hasil tindak lanjut Laporan pengaduan, yang pada intinya menyatakan bahwa telah diketemukan: i.
KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 365/KPTS/KPU/TAHUN 2009 TANGGAL 25 JULI 2009 TENTANG PENETAPAN HASIL REKAPITULASI PENGHITUNGAN SUARA DAN PENGUMUMAN HASIL PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN RI TAHUN 2009 MERUPAKAN SEBUAH PROSES YANG TIDAK BERDIRI SENDIRI KARENA SANGAT BERHUBUNGAN ERAT DENGAN PROSES ATAUPUN TAHAPAN PEMILU SEBELUMNYA, YANG DIMULAI ANTARA LAIN DARI TAHAP PENDAFTARAN PEMILIH, PENCALONAN, KAMPANYE, PEMUNGUTAN SUARA DAN PENGHITUNGAN SUARA DI TPS HINGGA REKAPITULASI HASIL SUARA. Dengan demikian, keberhasilan dan/atau ketidakberhasilan penyelenggaraan tahapan penetapan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden ini sangat ditentukan oleh keberhasilan penyelenggaraan tahapantahapan sebelumnya;
ii.
Bahwa BAWASLU BESERTA SELURUH JAJARANNYA DALAM KAPASITAS SEBAGAI INSTITUSI PENGAWAS PEMILU TELAH MENYAMPAIKAN BERBAGAI MASUKAN BAIK KEPADA KPU, MAUPUN KEPADA PASANGAN CALON PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DAN TIM KAMPANYE NASIONAL DALAM SETIAP TAHAPAN PEMILU. Dalam konteks pendaftaran dan pemutakhiran daftar pemilih, Bawaslu telah membuat surat himbauan yang ditujukan kepada Pasangan Calon-Tim Kampanye agar turut mencermati proses pelaksanaan pemutakhiran daftar pemilih untuk mencegah dan
J:\arteria@bhpdip_pilpres09_kesimpulan_MEGAPRO.Finaldoc.doc
17 3
meminimalisasi potensi terjadinya pelanggaran maupun permasalahan di kemudian hari. Dalam konsep kami ada istilah pengawasan preventivikasi, konsep pengawasan preventivikasi dan proses pengawasan penindakan atau represifikasi. Pada proses penyelenggaraan Tahapan Pemungutan dan Penghitungan Suara di TPS, Rekapitulasi di PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi dan Rekapitulasi di tingkat Nasional, serta Penetapan Hasil Pemilu Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Bawaslu menyampaikan pandangan dan pendapatnya. Pendapat Bawaslu berserta jajaran Panwas dilakukan setelah melalui proses evaluasi nasional yang melibatkan seluruh Panwaslu Provinsi seIndonesia; iii.
Bahwa proses dalam tahapan pemutakhiran daftar pemilih sangat berpengaruh terhadap kualitas proses dan hasil dalam penyelenggaraan tahapan rekapitulasi hasil perolehan suara. Problem pada tahapan ini disebabkan oleh karena kurang memadainya persiapan dan kesiapan KPU dalam merencanakan, mengelola, mensupervisi proses pelaksanaan pemutakhiran DPT. Salah satu masalah lain yang menjadi penyebab utama problem dalam pemutakhiran data pemilih karena KPU telah beberapa kali, setidaknya telah 3 (tiga) kali melakukan perubahan jadwal dan tenggat waktu pemutakhiran DPT. Tindakan sedemikian menyebabkan dan mempunyai implikasi serius pada kinerja KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam memutakhirkan DPT. Jadwal pemutakhiran dan penetapan DPT yang sering berubah-ubah ini telah menyebabkan pula munculnya banyak versi DPT sehingga menimbulkan kebingungan di kalangan peserta pemilu dan juga bagi pengawas pemilu. Selain itu, ketiadaan sistem dan mekanisme yang tepat guna membantu proses pemutakhiran DPT juga turut berkontribusi dalam ' menyebabkan munculnya ketidakakuratan data DPT; KPU menetapkan 31 Mei 2009 sebagai batas akhir pemutakhiran data yang harus dilakukan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota padahal batas akhir penetapan pemutakhiran data adalah 8 Juni 2009 karena Pemilu Presiden dan Wakil Presiden akan Dilaksanakan pada tanggal 8 Juli 2009 berdasarkan Pasal 29 ayat (5) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 dinyatakan bahwa 30 hari sebelum pemungutan suara KPU menetapkan Daftar Pemilih Tetap. Pada batas waktu tersebut sebenarnya ada waktu cukup banyak daerah yang tidak memenuhi penetapan KPU untuk melakukan pemutakhiran data pemilih. Lebih dari itu KPU ternyata telah melakukan pemutakhiran data pemilih dua hari sebelum Pemilu Presiden
J:\arteria@bhpdip_pilpres09_kesimpulan_MEGAPRO.Finaldoc.doc
18
dan Wakil Presiden yaitu 8 Juli 2009 dilakukan dengan alasan karena rekomendasi dari Bawaslu dan jajaran pengawas di tingkat daerah. Berikutnya bahwa akses jajaran pengawas pemilu terhadap salinan berita acara hasil pemilu di TPS pada kenyataannya masih banyak terhambat. Bawaslu bersama KPU memang telah memiliki persepsi yang sama dalam kerangka menjamin akses bagi pengawas pemilu lapangan. Pengawas pemilu lapangan adalah pengawas petugas kami di setiap desa sejumlah satu orang, namun pada kenyataannya masih dijumpai adanya PPL yang tidak mendapatkan salinan berita acara tersebut atau paling kurang terlambat untuk memperolehnya. Berikutnya KPU senantiasa membuat pernyataan dengan merujuk pada Panwas daerah dalam proses pemutakhiran data pemilih. Berkenaan dengan hal tersebut kami ingin tekankan bahwa Bawaslu perlu untuk menyampaikan hal-hal sebagai berikut : penetapan DPT hanya dilakukan oleh sekali sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 42 Tahun 2008 sebagaimana saya kutip pada Pasal 29 ayat (5) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008. Oleh karena itu, Bawaslu memiliki sikap dan kebijakan bahwa pengawas pemilu di semua tingkatan tidak diperkenankan merekomendasikan perubahan DPT yang sudah ditetapkan oleh KPU melalui surat kami nomor 442 seterusnya tanggal 11 Juni 2009 yang ditujukan kepada Ketua Panwaslu Provinsi seIndonesia Yang kedua, sebelum DPT ditetapkan tanggal 30 April 2009 Bawaslu melalui surat nomor 270-Bawaslu dan seterusnya perihal surat edaran pengawasanan pendaftaran pemilih presiden dan wakil presiden telah mengingatkan kepada KPU agar pada masa perbaikan daftar pemilih sementara lebih bersikap cermat dan hati-hati sehingga apa yang telah terjadi pada Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD sebelumnya tidak lagi terulang pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden kali ini. Lebih lanjut Pada tanggal 1 Mei 2009 melalui surat Bawaslu nomor 281 dan seterusnya Bawaslu telah menyampaikan himbauan kepada tim kampanye pasangan calon agar turut serta mencermati proses pemutakhiran data dan penetapan daftar pemilih, kala kami mendapati kekurangaktifan tim kampanye dalam menggerakkan atau mendorong anggotanya untuk terlibat dalam prosese-proses dimaksud. Pada bagian berikutnya kendati Bawaslu telah melakukan berbagai hal sebagaimana dikemukakan dalam butir-butir di atas dan berdasarkan hasil penelusuran dan pengawasan Bawaslu ada beberapa pengawas pemilu telah menerbitkan
J:\arteria@bhpdip_pilpres09_kesimpulan_MEGAPRO.Finaldoc.doc
19
rekomendasi kepada KPU terkait dengan perubahan DPT, setidaknya ada 6 pengawas pemilu yang memang merekomendasikan kepada KPU sebelum dilakukan perbaikan DPT, ada sekitar 4 pengawas pemilu justru melakukan penindakan atas pelanggaran yang dilakukan oleh KPU setempat karena melakukan pelanggaran atas Pasal 209 juncto Pasal 41 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008. Dari sepuluh hasil penelusuran kami tidak seluruhnya merekomendasikan soal terkait dengan DPT, tapi dari 10 itu 6 adalah yang memang kami akui merekomendasi tetapi sisanya ialah 4 justru dalam rangka melalukan penindakan atas pelanggaran yang dilakukan oleh KPU sesuai dengan jenjang karena memang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud Pasal 208 juncto Pasal 41 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Bawaslu sedang menempuh langkah-langkah mekanisme internal dan terkait dengan masalah itu. Bawaslu sedang memproses dan menelusuri atas kemungkinan dugaan ketidaktaatan mereka terhadap Bawaslu maupun jenjang Panwaslu di atasnya. Oleh karena itu berdasarkan butir di atas, maka tindakan KPU dan pihak lainnya yang membuat pernyataan sepihak, bahwa seluruh pengawas pemilu dalam jajaran pengawas pemilu telah merekomendasikan seluruh perubahan DPT atas 471 kabupaten/kota atau 33 provinsi di seluruh Indonesia adalah pernyataan dan tindakan yang keliru serta menyesatkan. Jadi tidak bisa hanya dari 10 Panwaslu sesuai dengan saya sebut tadi 6 di antaranya memang merekomendasi, 4 di antaranya sedang melakukan penindakan atas kasus masalah DPT lalu serta merta disimpulkan bahwa Bawaslu maupun jajaran pengawas pemilu di tanah air itu telah melakukan upaya-upaya yang serta merta membuat kesimpulan, lompatan kesimpulan sehingga pengawas pemilu atau Bawaslu telah melakukan rekomendasi seluruhnya. Kami perlu jelaskan soal itu. Lampirannya kami akan serahkan kepada Hakim Majelis Konstitusi yang kami muliakan. Beberapa Catatan lainnya dalam Tahapan Proses Penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dan Respon Bawaslu atas Permohonan yang berkaitan dengan Bawaslu kali ini. Pertama, Bawaslu telah memberikan penilaian dengan membuat pernyataan bahwa KPU telah melakukan tindakan yang dapat dikualifikasi sebagai tidak profesional. Penilaian dimaksud berkenaan dengan tindakan KPU yang berkaitan dengan, sekali lagi penilaian dimaksud berkenaan dengan tindakan KPU yang berkaitan dengan perubahan jadwal dengan memajukan secara sepihak jadwal Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Tindakan sedemikian tersebut telah mempunyai implikasi
J:\arteria@bhpdip_pilpres09_kesimpulan_MEGAPRO.Finaldoc.doc
20
pada "kekacauan" jadwal tahapan pemilu lainnya dan sekaligus membuat persiapan tahapan pemilu selanjutnya menjadi tidak optimal. Perbuatan KPU tersebut juga menyebabkan konsentrasi dari pasangan calon dan Tim Kampanye tidak lagi memberikan fokus yang memadai yang pada persoalan yang menyangkut masalah Daftar Pemilih Tetap dimaksud. Penilaian Bawaslu atas sikap tidak profesional dari KPU juga dikaitkan dengan beberapa hal lainnya, yaitu: kesatu, KPU baru mensosialisasikan format pelaporan dana kampanye dari pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden 2 (dua) hari sebelum berakhirnya masa kampanye yang dimulai dari tanggal 27 Juni hingga 4 Juli 2009. Hal ini menyebabkan pelaporan mengenai dana kampanye tidak konsisten sehingga indikasi adanya berbagai pelanggaran dalam pengelolaan dana kampanye yang diduga dilakukan oleh pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat secara optimal diselesaikan; kedua, ada indikasi berupa tindakan yang dapat dikualifikasi sebagai perbuatan yang bertentangan dengan prinsip netralitas dalam melakukan sosialisasi atas pasangan calon sehingga diduga keras hanya menguntungkan salah satu pasangan calon saja; ketiga, KPU mempunyai kewenangan untuk menentukan jumalh TPS berkaitan dengan jumlah peserta pemilu di suatu wilayah pemilihan tertentu tetapi KPU dinilai tidak cukup transparan untuk menjelaskan opsi kenapa kebijakan tersebut dilakukan, diterbitkan sehingga potensi disinyalir melakukan tindakan melawan hokum akhirnya diungkapkan oleh pihak. Bahwa berkenaan rincian mengenai pandangan, pendapat dan penilaian Bawaslu atas penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden secara lengkap yang telah disampaikan Bawaslu, Pemohon mohon untuk dijadikan bagian dan satu kesatuan dengan Permohonan Pembatalan Pemohon agar menjadi pertimbangan Majelis Hakim Konstitusi dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara aquo. d. AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 108/PHPU.B-VII/2009: DR. YUDI LATIEF Yang pada intinya menerangkan hal-hal sebagai berikut: Bahwa Titik masuk pertama daripada kejahatan pemilu di muka bumi justru ketika terjadinya ghost voters. Dan comparative studies di seluruh muka bumi menunjukkan demokrasi kembali mengalami kegagalan biasanya bukan karena ketidaksiapan dari warga negara atau rakyat biasa tapi justru pada ketidaksiapan daripada lembaga pemilihan terutama pada basis utamanya adalah pada soal DPT ini. Oleh karena itu suatu pemilu tidak bisa dikatakan berjalan kalau DPT-nya tidak ditetapkan dan diketahui
J:\arteria@bhpdip_pilpres09_kesimpulan_MEGAPRO.Finaldoc.doc
21
secara publik. Berapa jumlah exact dari pemilih itu? Karena hanya dengan ketetapan pada jumlah itulah kita bisa mengukur ada manipulasi atau tidak, ada penggelembungan atau tidak. Tetapi kalau daftar itu tidak jelas tidak diketahui oleh publik setiap saat akan mengundang proses-proses manipulasi terhadap pemilihan umum. Oleh karena itu, kenapa di sini persoalan registrasi itu merupakan sesuatu perintah konstitusi yang dalam undang-undang kita, Undang-Undang Pemilu dimandatkan betul bahwa DPT itu harus diumumkan minimal 30 hari sebelum pemilu. Kekacauan-kekacauan dalam DPT ini mulai dari pemilu legislatif dan kemudian waktu itu kita berharap bisa diselesaikan sebelum waktu pemilu presiden nyatanya memenuhi situasi yang sangat genting sehingga sampai pada hari-hari terakhir DPT ini belum kunjung diumumkan kepada para peserta pemilu apalagi secara publik untuk bisa mengontrol berapa sesungguhnya daftar pemilih tetap itu. Keputusan Mahkamah Konstitusi untuk membolehkan penggunaan KTP sebenarnya Mahkamah Konstitusi tidak konsekuensi lanjutan pada pemenuhan prasyarat bagaimana KTP itu dijalankan itu hanya mandat bahwa KTP boelh digunakan sebagai alat untuk ikut berpartisipasi di dalam pemilihan umum tapi KPU lah yang menentukan bagaimana cara penggunaan KTP itu, kalaupun KTP diharuskan semestinya KPU harus memastikan bahwa betapapun memakai KTP masih tetap memerlukan proses registrasi itu, karena syaratnya harus registrasi itu. Kalau KTP tidak diregister beberapa jam, sehari atau sebelum Pemilu dimulai bagaimana kita tahu berapa jumlah pemilih tetap sehingga kita bisa mengecek adakah penggelembungan manipulatif dan sebagainya. Tetapi kita tahu sampai detik-detik terakhir karena waktunya juga terlalu mepet, saya kira tidak ada waktu yang cukup bagi mereka yang tidak terdaftar dalam DPT untuk menggunakan KTP lewat proses registrasi itu dalam waktu yang memadai. Dan dalam implementasi praktisnya itu saya kira nanti secara material bisa dibuktikan oleh para pembela di sini, karena saya tidak ingin memasuki aspek-aspek teknis tapi dari basis bagaimana suatu Pemilu yang berkualitas itu. Oleh karena itu, saya kira karena pintu masuk dari Pemilihan Umum itu harus merupakan register voter, dan ketika register voter itu tidak kunjung terselesaikan, maka sebenarnya secara politik sebenarnya Pemilu yang lalu itu cacat, tidak memenuhi syarat yang diperlukan untuk satu pra syarat penting di dalam Pemilu Pemilu register voter itu tidak terpenuhi. Dengan demikian saya ingin mengatakan bahwa Pemilu kemarin itu tidak bisa dikatakan sebagai Pemilu yang benar, berarti cacat juga secara politik dan juga berarti cacat secara hukum. Dan oleh karena itu saya kira harus jelasjelas harus kembalikan pada posisi bahwa kalau itu tidak memenuhi prinsiprinsip konstitusional maka Pemilu ini harus dibatalkan. Dan demikian saya kira argumen-argumen yang selama ini mengatakan bahwa, pertama jumlahnya misalnya tidak signifikan. Jumlah orang yang tidak terdaftar itu
J:\arteria@bhpdip_pilpres09_kesimpulan_MEGAPRO.Finaldoc.doc
22
tidak signifikan. Kembali kita harus kembali ke prinsip human right bahwa hak pilih itu melekat pada individu dan setiap individu tidak bisa dikurangi haknya itu. Jadi pelanggaran terhadap satu orang pun itu suatu kejahatan Hak Asasi Manusia. Apalagi jumlahnya sudah masif, jadi itu bukan argumen mengatakan jumlahnya tiak signifikan. Karena hak itu melekat pada individu. Pelanggaran pada satu individu pun, suatu pelangaran kemanusiaan itu argumen pertama. Bahwa kalaupun kemudian DPT itu ternyata menurut argumen itu ternyata tidak menguntungkan salah satu kandidat, itu juga bukan isu. Di sini bukan isu penyalahgunaan atau kekurangan DPT itu menguntungkan siapa, bukan itu. Kekacauan DPT itu jangan ditarik pada persoalan siapa yang diuntungkan dan siapa tidak diuntungkan. Tetapi kembalikan pada basis legalitas dan pra syarat pada Pemilu itu sendiri, bahwa tanpa DPT yang benar satu Pemilu tidak dikatakan benar. Saya kira dengan demikian saya ingin mengatakan bahwa kadang-kadang kita ingin masuk kepada satu tindakan yang permisif dengan terus menerus dikejar bahwa kita punya tenggat waktu untuk pemilihan presiden tetapi saya kira pertaruhan demokrasi itu di sini. Demokrasi tidak bisa dijalankan tanpa ada berbasis pada basis-basis konstitusi, basis-basis hukum yang jelas. Karena satu demokrasi yang dijalankan tanpa basis hukum itu adalah tirani dan anarki. Setiap asupan yang salah bagi demokrasi akan melahirkan kekacauan dalam proses demokrasi. Di kemudian hari saya kira setiap orang akan mengambil jalan pintas asal menghalakan segala cara demi memenangkan itu. Oleh karena itu saya kira sekarang demokrasi harus dikoreksi one for all. Kita pertaruhkan demokrasi ke depan itu betapapun sulitnya harus kita selesaikan menurut prinsip-prinsip konstitusional yang baik. Bilamana perlu saya kira, kalau kemudian pada gilirannya nanti Mahkamah Konstitusi mengatakan Pemilu ini harus diulang dan itu berarti punya konskuensi bagi pemilihan presiden maka sebenarnya konsensus politik bisa dilakukan dengan menjadikan presiden sekarang sebagai interim governmant sampai Pemilu yang akan datang bisa dijalankan dengan DPT yang benar. karena DPT yang benar adalah basis Pemilu yang benar. Basis Pemilu yang benar itulah asas legal dan legalitas daripada Pemilu Presiden terpilih. Tanpa legalitas dan legitimasi pemilihan terhadap presiden, presiden terpilih cacat hukum dan cacat politik. VII.
BUKTI BUKTI TERMOHON SAMA SEKALI TIDAK MAMPU MENGCOUNTER FAKTA HUKUM DAN BUKTI-BUKTI YANG DIAJUKAN OLEH TERMOHON. TERMOHON HANYA BERSIFAT NORMATIF DENGAN MENGEDEPANKAN BUKTI-BUKTI FORMIL YANG SAMA SEKALI TIDAK ADA RELEVANSINYA DENGAN PERKARA AQUO.
VIII. BAIK TERMOHON MAUPUN PIHAK TERKAIT SAMA SEKALI TIDAK MAMPU MENGHADIRKAN SAKSI-SAKSI YANG MEMPU MENGCOUNTER FAKTA HUKUM DAN BUKTI-BUKTI SERTA SAKSI-SAKSI YANG DIAJUKAN OLEH
J:\arteria@bhpdip_pilpres09_kesimpulan_MEGAPRO.Finaldoc.doc
23
TERMOHON. TERMOHON DALAM PEMBUKTIAN DAN KESAKSIAN SERINGKALI MENGHINDAR DARI ESENSI PERKARA AQUO DENGAN MENGEDEPANKAN BUKTI-BUKTI FORMIL YANG SAMA SEKALI TIDAK ADA RELEVANSINYA DENGAN FAKTA HUKUM PERKARA AQUO. Berdasarkan dalil-dalil dan alasan-alasan sebagimana telah Pemohon uraikan pada bagian awal Permohonan ini, Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Konstitusi pemeriksa perkara aquo di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di Jakarta berwenang untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut: -
Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
-
Menyatakan membatalkan penetapan Termohon: Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagaimana ternyata dalam Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 365/Kpts/KPU/TAHUN 2009 Tentang Penetapan Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara dan Pengumuman Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Dalam Pemilihan Umum Tahun 2009 yang diumumkan pada hari Sabtu tanggal dua puluh lima bulan Juli Tahun 2009 pukul 10.20 WIB.
-
Menetapkan hasil perhitungan suara yang benar sebagai berikut: 1.
Perolehan suara secara nasional yang benar untuk masing-masing Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia sesuai dengan rekapitulasi hasil suara ditingkat nasional seharusnya berjumlah sebagaimana diuraikan di bawah ini:
NOMOR URUT
PASANGAN CALON
PEROLEHAN SUARA
1
Hj. MEGAWATI SOEKARNOPUTRI dan H. PRABOWO SUBIANTO DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO dan PROF. DR. BOEDIONO H.M. JUSUF KALLA dan H. WIRANTO
32.548.105
PERSENTASE PEROLEHAN SUARA 35,06%
45.215.927
48,70%
15.081.814
16,24%
2
3
dimana Perolehan suara Pasangan Calon DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO dan PROF. DR. BOEDIONO yang benar sesuai dengan rekapitulasi hasil suara ditingkat nasional seharusnya berjumlah sebesar 45.215.927 suara atau setara dengan 48,70 % (empat puluh delapan koma tujuh per seratus), bukan sebesar 73.874.562 suara;
J:\arteria@bhpdip_pilpres09_kesimpulan_MEGAPRO.Finaldoc.doc
24
2.
-
Bahwa berdasarkan penghitungan suara yang benar, seharusnya (1) Pasangan Calon DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO dan PROF. DR. BOEDIONO dan (2) Pasangan Calon Hj. MEGAWATI SOEKARNOPUTRI dan H. PRABOWO SUBIANTO ditetapkan menjadi Pasangan Calon dalam Putaran Kedua Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melaksanakan putusan ini, termasuk tetapi tidak terbatas pada setiap dan seluruh konsekuensi yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan Putusan dimaksud.
ATAU -
Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
-
Menyatakan membatalkan penetapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagaimana ternyata dalam Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 365/Kpts/KPU/TAHUN 2009 Tentang Penetapan Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara dan Pengumuman Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Dalam Pemilihan Umum Tahun 2009 yang diumumkan pada hari Sabtu tanggal dua puluh lima bulan Juli Tahun 2009 pukul 10.20 WIB;
-
Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melaksanakan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Ulang di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
-
Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melaksanakan putusan ini, termasuk tetapi tidak terbatas pada setiap dan seluruh konsekuensi yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan Putusan dimaksud. ATAU SETIDAK-TIDAKNYA
-
Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
-
Menyatakan membatalkan penetapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagaimana ternyata dalam Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 365/Kpts/KPU/TAHUN 2009 Tentang Penetapan Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara dan Pengumuman Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Dalam Pemilihan Umum Tahun 2009 yang diumumkan pada hari Sabtu tanggal dua puluh lima bulan Juli Tahun 2009 pukul 10.20 WIB;
-
Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melaksanakan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Ulang di 25 (dua puluh lima
J:\arteria@bhpdip_pilpres09_kesimpulan_MEGAPRO.Finaldoc.doc
25
Propinsi, yakni di Propinsi Sumatera Utara, Propinsi Sumatera Barat, Propinsi Sumatera Selatan, Propinsi Bengkulu, Propinsi Lampung, Propinsi DKI Jakarta, Propinsi Jawa Barat, Propinsi Banten, Propinsi Jawa Tengah, Propinsi Jawa Timur, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Propinsi Nusa Tenggara Barat, Propinsi Nusa Tenggara Timur, Propinsi Kalimantan Tengah, Propinsi Kalimantan Timur, Propinsi Kalimantan Selatan, Propinsi Sulawesi Utara, Propinsi Sulawesi Tengah, Propinsi Sulawesi Selatan, Propinsi Sulawesi Barat, Propinsi Sulawesi Tenggara, Propinsi Gorontalo, Propinsi Maluku, Propinsi Papua, Propinsi Papua Barat; -
Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melaksanakan putusan ini, termasuk tetapi tidak terbatas pada setiap dan seluruh konsekuensi yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan Putusan dimaksud.
Demikianlah Permohonan ini dibuat, dengan harapan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dapat segera memeriksa, mengadili dan memtuskan permohonan ini secara adil. Hormat Kami, KUASA HUKUM PEMOHON Hj. MEGAWATI SOEKARNOPUTRI dan H. PRABOWO SUBIANTO TIM HUKUM & ADVOKASI TIM KAMPANYE NASIONAL MEGA-PRABOWO
ARTERIA DAHLAN, S.T., S.H.
J:\arteria@bhpdip_pilpres09_kesimpulan_MEGAPRO.Finaldoc.doc
26