JABATAN FUNGSIONAL PENELITI DAN PERMASALAHANNYA DI BALITBANGDA PROVINSI JAMBI (RESEARCHER'S POSITION AND ITS PROBLEMS IN THE RESEARCH AND DEVELOPMENT BOARD OF JAMBI PROVINCE) Asnelly Ridha Daulay ABSTRACT The Research and Development Board of Jambi Province (RDBJP) has been expected to be one of the Provincial Government's Body that can give a significant influence to the development direction in this province through researches resulted. However the problems of quantity and quality of human resources, lack of researchers's allowance and other financial incentives as well as unclear regulation about job description become major problems. This writing aims to explore the problems and then give description of current situation by comparing some data and regulations from secondary sources. The motivation of RDBJP researchers can be improved by creating a bigger opportunity to do research and add their view through training or pursue education. It's very important to enhance the harmonization of relation between researchers and escelon officials in this board through revition of Governor's Regulation of Jambi Province Number 31 Year 2008. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan lembaga Kelitbangan Daerah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20/2011 tentang Pedoman Penelitian dan Pengembangan Di Lingkungan Kementrian Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah. Fungsi lembaga
kelitbangan
yang
selanjutnya
disebut
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan (BPP) Kemendagri dan BPP Provinsi adalah menyelenggarakan kegiatan utama kelitbangan (penelitian, pengembangan, pengkajian, penerapan, 1
perekayasaan dan pengoperasian) dan kegiatan pendukung (peningkatan kapasitas kelembagaan, ketatalaksanaan, sumberdaya manusia, dll) dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam negeri di lingkungan Kemendagri atau pemerintah daerah.1 Saat ini tidak semua provinsi di Indonesia memiliki lembaga kelitbangan setara eselon II. Beberapa provinsi sempat memiliki SKPD kelitbangan, namun kemudian dilebur. Hal ini menunjukkan fungsi litbang daerah yang sangat penting tersebut dianggap sudah cukup memadai untuk diatur oleh seorang pejabat eselon III di Bappeda Provinsi bersangkutan. Meski banyak provinsi yang melebur lembaga kelitbangannya ke dalam Bappeda, namun masih cukup banyak provinsi yang mempertahankan SKPD kelitbangan berdiri sendiri, antara lain BPP Provinsi Jambi, BPP Sumsel, BPP Sumut, BPP Lampung, BPP Jateng dan BPP Jatim. Di tengah adanya anggapan bahwa SKPD kelitbangan sulit berkembang dan belum diakui sebagai instansi penentu arah kebijakan pembangunan lewat penelitian yang dihasilkannya, pembenahan-pembenahan terus dilakukan agar Litbang daerah bisa keluar dari kondisi sulit ini. Jumlah SDM peneliti yang rendah bisa jadi merupakan penyebab utama mengapa BPP provinsi sulit berkembang. Prosentase peneliti terhadap keseluruhan jumlah pegawai di lembaga litbang sangat kecil. Pertumbuhan jumlah peneliti sangat memprihatinkan sehingga menimbulkan pertanyaan besar, mengapa jabatan fungsional peneliti kurang diminati oleh PNS di lingkungan pemerintah daerah? Jika melihat kepada formasi penerimaan CPNS di Pemerintah Provinsi Jambi, terlihat bahwa ada keinginan untuk menambah SDM peneliti. Pada rekruitmen CPNS tahun 2008, tersedia 2 formasi peneliti. Tahun 2009 terdapat 5 formasi peneliti, dan tahun 2010 terdapat 3 formasi peneliti. Namun seiring berjalannya waktu, tak semua CPNS yang masuk lewat jalur formasi peneliti tersebut meneruskan karirnya sebagai pejabat fungsional peneliti. Kepala Balitbangda Provinsi Jambi pun tercatat telah dua kali melayangkan surat kepada SKPD lain di lingkup Pemprov. Jambi tentang terbukanya lowongan menjadi peneliti bagi staf di instansi lain, namun upaya 2
tersebut tidak menunjukkan signifikansi kepada penambahan jumlah peneliti di Balitbangda Provinsi Jambi. Selain masalah minimnya SDM, terdapat masalah lain yang menyebabkan jabatan fungsional peneliti di BPP provinsi menjadi dilematis. Apakah akan meneruskan jalur karir fungsional peneliti atau pindah bekerja ke instansi di luar litbang? Dalam tulisan ini, penulis berusaha menggambarkan permasalahan yang dihadapi BPP Provinsi Jambi dalam mengembangkan jabatan fungsional peneliti. 1.2.
Rumusan Masalah 1) Bagaimanakah prosentase peneliti di lembaga litbang daerah lain dan di Balitbangda Provinsi Jambi? 2) Bagaimanakah gambaran tentang besaran tunjangan dan fasilitas yang diterima peneliti di Balitbangda Provinsi Jambi 3) Bagaimanakah pembagian tugas antara pejabat fungsonal peneliti dan pejabat struktural di Balitbangda Provinsi Jambi?
1.3.
Tujuan Penulisan
1) memperoleh gambaran tentang
prosentase peneliti di lembaga litbang
daerah lain dan di Balitbangda Provinsi Jambi. 2) Memperoleh gambaran tentang besaran tunjangan dan fasilitas yang diterima peneliti di Balitbangda Provinsi Jambi. 3) memperoleh gambaran tentang pembagian tugas antara pejabat fungsonal peneliti dan pejabat struktural di Balitbangda Provinsi Jambi. 1.4. Metode Penulisan Tulisan merupakan analisis deskriptif eksploratif tentang keadaan saat ini di Balitbangda Provinsi Jambi setelah membandingkan jumlah tenaga fungsional peneliti dengan keseluruhan jumlah staf di lembaga litbang daerah,
serta
membandingkan tunjangan/insentif yang diterima pejabat fungsional peneliti dengan pejabat struktural. Analisis selanjutnya adalah dengan membandingkan serangkaian peraturan 3
pemerintah yang mengatur tugas pokok dan fungsi peneliti dan pejabat struktural baik peraturan yang berskala nasional maupun Provinsi Jambi. Data diperoleh dari web resmi SKPD kelitbangan, pemberitaan media massa dan serangkaian peraturan daerah dan/atau peraturan pemerintah yang lebih tinggi yang mengatur tentang lembaga kelitbangan milik daerah dan kegiatan penelitian. II. PEMBAHASAN 2.1. Sumber Daya Peneliti Penambahan jumlah tenaga peneliti merupakan tantangan yang sangat besar di lembaga litbang daerah. Hampir di semua lembaga litbang daerah prosentase peneliti sangat rendah. Hal ini disebabkan rendahnya minat untuk menjadi peneliti di lingkungan pemerintah daerah. Tabel 1. Perbandingan jumlah Peneliti dengan keseluruhan jumlah pegawai di beberapa Badan Litbang Daerah di Indonesia No
Nama Litbang
Jumlah Pegawai Peneliti (fungsional peneliti + kandidat peneliti)
1
Balitbangda Provinsi Jambi
2
% pegawai keseluruhan
9
66
13,63
Balitbangda Sumsel2
18
82
21,95
3
Balitbangda Jateng3
13
71
18,31
4
Balitbangda Kaltim4
18
104
17,3
5
Balitbangda Sulsel5
4
64
6,25
Dari Tabel 1 terlihat bahwa prosentase peneliti paling tinggi terdapat di Balitbangda Sumatera Selatan. Secara keseluruhan jumlah peneliti di semua Litbang Daerah ini cukup rendah karena belum ada yang mencapai 25% dari total 4
pegawai litbang bersangkutan. Jika dibandingkan dengan Balitbangda di provinsi lain seperti termuat di Tabel 1, jumlah peneliti Balitbangda Provinsi Jambi tidak terlalu jauh berbeda. Ini artinya permasalahan kurangnya jumlah peneliti sudah menjadi permasalahan umum. Rendahnya minat menjadi peneliti disebabkan oleh masih rendahnya jumlah (kesempatan) untuk melakukan penelitian, adanya paradigma bahwa profesi peneliti itu sulit6,dan jaminan serta fasilitas pemerintah yang rendah.7 . Penulis berpendapat masalah minimnya kuantitas peneliti bukan yang paling penting saat ini, tapi ada masalah lain yang harus ditangani lebih serius yaitu peningkatan kualitas peneliti dan peningkatan kesempatan untuk melakukan penelitian. 2.2. Tunjangan untuk Peneliti dan Fasilitas lainnya Pejabat fungsional peneliti di lingkup Pemerintah Provinsi Jambi memperoleh dua macam tunjangan, yakni : (1) tunjangan fungsional peneliti dan (2) tunjangan kesejahteraan daerah. Tunjangan fungsional peneliti dibayarkan menurut jenjang kepenelitian8 sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tabel 2.
Besaran Tunjangan Fungsional Peneliti Berdasarkan PP RI nomor 30 Tahun 2007
No
Jenjang Peneliti
Besar Tunjangan (Rp)
1
Peneliti Utama
Rp1.400.000
2
Peneliti Madya
Rp1.200.000
3
Peneliti Muda
Rp750.000
4
Peneliti Pertama
Rp325.000
5
Tabel 3.
Besaran Tunjangan Struktural Pejabat Eselon I sampai V Berdasarkan PP RI nomor 26 Tahun 20079
No
Eselon
Besar Tunjangan (Rp)
1
IA
Rp5.500.000
2
IB
Rp4.375.000
3
IIA
Rp3.250.000
4
IIB
Rp2.025.000
5
IIIA
Rp1.260.000
6
IIIB
Rp980.000
7
IVA
Rp540.000
8
IVB
Rp490.000
9
VA
Rp360.000
Dari Tabel 2 dan 3 terlihat bahwa kepangkatan peneliti terendah yakni peneliti muda, tunjangannya berada di bawah tunjangan yang diterima pejabat eselon VA sedangkan peneliti dengan kepangkatan Peneliti Utama menerima tunjangan jabatan berada di bawah pejabat eselon IIB. Pada
pembayaran
tunjangan
kesejahteraan
daerah,
juga
terlihat
kesenjangan dimana Pejabat Fungsional Peneliti dibayarkan tunjangannya sebagai staf biasa sesuai dengan golongan kepangkatannya yang terakhir. Tidak terdapat insentif bersifat material lainnya yang diberikan kepada peneliti. 2.3. Pembagian Tugas antara Pejabat Fungsional Peneliti dan Pejabat Struktural Berdasarkan Peraturan Gubernur Jambi Nomor 31 tahun 2008 tentang Uraian Tugas dan Fungsi Inspektorat, Bappeda, dan lembaga Teknis Daerah Provinsi Jambi10 diuraikan tugas pokok Kepala (eselon II), Kepala Bidang (eselon III) dan Kepala Sub Bidang (Eselon IV) di lingkup Balitbangda Provinsi Jambi. Namun pada Pergub tersebut tidak terdapat uraian tugas pokok dan fungsi peneliti di Balitbangda Provinsi Jambi walaupun dalam struktur organisasi Balitbangda, 6
kelompok jabatan fungsional memiliki tempat sendiri dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Balitbangda Provinsi Jambi sesuai Perda Provinsi Jambi Nomor 15 Tahun 2008. Pada lembaga litbang lain seperti Balitbangda Provinsi Jawa Tengah, uraian tugas peneliti mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku. Dalam Pergub Nomor 91 tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Badan Penelitian dan Pengembangan Provins Jawa Tengah, yakni pada Pasal 32 mengatakan bahwa Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan Gubernur Jawa Tengah tersebut mengakui dan mengikuti tugas pokok dan fungsi peneliti yang telah diatur di dalam peraturan perundangundangan yang ada di atasnya. Itu artinya, Tupoksi peneliti di Balitbangda Jateng mengacu kepada Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/128/M.PAN/9/2004 tentang Jabatan Fungsional Peneliti dan Angka Kreditnya, dimana diterangkan bahwa peneliti adalah PNS yang diberi tugas, tanggungjawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat berwenang untuk melakukan penelitian dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada satuan organisasi penelitian dan pengembangan (litbang) instansi pemerintah. Jika merujuk kembali kepada Peraturan Gubernur Jambi Nomor 31 tahun 2008, di sana tercantum bahwa tugas pembinaan dan pelaksanaan penelitian ternyata menjadi tugas dari ke-3 (tiga) bidang yang terdapat di lingkungan litbang Provinsi Jambi. Hal ini merupakan suatu kekeliruan. Seharusnya kelompok jabatan fungsional peneliti memiliki uraian tugas pokok dan fungsi yang jelas dan tersendiri, bukan bercampur baur dengan tugas pokok dan fungsi pejabat struktural. Potensi terjadinya ketidakjelasan pembagian pekerjaan (job deskripsi) dapat muncul setiap saat pada kondisi seperti ini. Padahal pada produk peraturan yang lebih tinggi, posisi peneliti jelas dan istimewa. Sebagai contoh, dalam Peraturan Pemerintah RI nomor 47 tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan 7
Pemerintah Nomor 29 Tahun 1997 tentang PNS Yang Menduduki Jabatan Rangkap (Pasal 2) disebutkan bahwa PNS dilarang menduduki jabatan rangkap kecuali fungsional jaksa, peneliti dan perancang undang-undang. Alasannya: karena tugas pokok ketiga jabatan fungsional ini berkaitan erat dengan bidang struktural yang diembannya. III. SIMPULAN DAN SARAN 3.1. Simpulan Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa posisi dan daya tarik jabatan fungsonal peneliti menjadi lemah karena kurangnya jumlah peneliti, rendahnya tunjangan resmi dan tidak adanya insentif lainnya serta tidak terurainya secara jelas tugas pokok dan fungsi Pejabat Fungsional Peneliti di dalam Peraturan Gubernur Jambi Nomor 31 tahun 2008. Secara internal hal ini melemahkan motivasi para peneliti untuk bekerja, bahkan dapat mendorong mereka untuk menyeberang (pindah bekerja) ke jenis pekerjaan lain di luar lembaga litbang daerah. Ini akan melemahkan kinerja Balitbangda ke depan. 3.2. Saran 3.2.1. Perlu segera dilakukan revisi terhadap Pergub Nomor 31 tahun 2008 untuk menjamin pembagian kerja yang jelas antara jajaran fungsional peneliti dengan jajaran struktural di Balitbangda Provinsi Jambi. 3.2.2. Memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada peneliti Balitbangda untuk mengembangkan diri melalui pelatihan dan workshop serta kesempatan melakukan penelitian yang lebih luas merupakan insentif yang
lebih konstruktif dibandingkan pemberian insentif lain yang
bersifat material. 3.2.3. Penambahan SDM peneliti melalui pembukaan kesempatan kepada staf PNS di instansi lain untuk berkiprah sebagai peneliti di Balitbangda Provins Jambi hanya akan efektif jika kondisi kepenelitian di Balitbangda Provinsi Jambi telah berjalan baik dan kondusif. Jika hal ini 8
belum dibenahi, dikhawatirkan mutasi pegawai tersebut akan menjadi beban baru bagi Balitbangda Provinsi Jambi karena a.l. : (1) kualitas staf baru tersebut belum teruji, (2) perlu penambahan dana rutin dan dana penelitian, (3) pembagian pekerjaan yang belum jelas antara fungsional dan struktural, dll. 3.2.4. Perlu diciptakan suasana kelitbangan di Balitbangda Provinsi Jambi dan mengurangi ketergantungan kepada peneliti dari Perguruan Tinggi karena terdapat perbedaan antara tipikal penelitian Perguruan Tinggi (yang berorientasi kepada pengembangan teori ilmu pengetahuan) dengan penelitian Litbang Daerah (yang berorientasi kepada evaluasi kebijakan pemerintah daerah).
DAFTAR PUSTAKA 1
Kemendagri RI, 2011. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2011. Jakarta.
2
Web
Resmi
Balitbangda
Sumsel,
(http://www.balitbangdasumsel.net/?
mod=2&id=2 diakses tanggal 27 Oktober 2011) 3
Web Resmi Balitbangda Jateng, (Www.balitbangdajateng.go.id, diakses tanggal 27 Oktober 2011)
4
www.jarlitbangkes.or.id/2010/data/lokakarya2010/endro.ppt , diakses tanggal 28 Oktober 2011
5
Web Resmi Balitbangda Sulsel, (Www.litbangda-sulsel.go.id, diakses tanggal 28 Oktober 2011)
6
Kompas,
Siapa
Bilang
Jadi
Perempuan
Peneliti
Sulit?
(
http://edukasi.kompas.com/read/2011/10/24/09284017/Siapa.Bilang.Jadi.P erempuan.Peneliti.Sulit, diakses 27 Oktober 2011) 7
Kompas,
Peneliti
Muda
Terabaikan
(http://edukasi.kompas.com/read/2010/03/13/11444693/Peneliti.Muda.Ter abaikan.diakses tanggal 27 Oktober 2011) 9
8
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2007 Tentang Tunjangan
Jabatan
Fungsional
Peneliti
(http://27.123.194.35/search/srpcache?ei=UTF8&p=tunjangan+fungsional+peneliti&fr=yfp-t713&u=http://cc.bingj.com/cache.aspx? q=tunjangan+fungsional+peneliti&d=4717278872601245&mkt=enww&setlang=enID&w=33fb30bb,73fe997c&icp=1&.intl=id&sig=p4d5h0mBO020yyrslxJ cpg--, diakses tanggal 27 Oktober 2011) 9
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Tunjangan
Jabatan
Struktural,
(http://masrip.sarumpaet.net/wp-
content/uploads/2010/03/Peraturan-Presiden-No-26-27-Dan-28-Thn-2007Ttg-Tunjangan-Struktural-PNS-TNI-Dan-POLRI.pdf, diakses tanggal 27 Oktober 2011) 10
Sekretariat Daerah Provinsi Jambi, 2008. Peraturan Gubernur Jambi Nomor 31 tahun 2008 tentang Uraian Tugas dan Fungsi Inspektorat, Bappeda, dan lembaga Teknis Daerah Provinsi Jambi. Jambi.
Penulis adalah peneliti pada Balitbangda Provinsi Jambi. E-mail:
[email protected]
10