J. Analisis, Juni 2016, Vol.5 No.1 : 95 – 100
ISSN 2302-6340
POLITIK PANGAN DI KABUPATEN SIKKA Food Politics in Sikka Regency
Hendry Bakri, Armin Arsyad, Muhammad Saad Bagian Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin (E-Mail:
[email protected])
ABSTRAK Tingkat konsumsi beras di Kabupaten Sikka tidak diimbangi dengan tingakt produksi padi sehingga selalu mendatangkan beras dari luar daerah. Penelitian ini bertujuan mengetahui kondisi ketahanan pangan dan upaya pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan berbasis pangan lokal di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus, yakni politik pangan dalam mewujudkan ketahanan pangan di Kabupaten Sikka. Data diperoleh melalui wawancara dan studi pustaka. Data dianalisis menggunakan teknik trianggulasi data, reduksi data, sajian data, dan verifikasi kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kerawanan pangan di Kabupaten Sikka tergolong rawan pangan sedang. Hal itu diakibatkan oleh ketergantungan masyarakat terhadap komoditas pangan beras. Luas lahan persawahan yang kecil tidak dapat mengimbangi jumlah konsumsi pangan masyarakat terhadap beras sehingga pemerintah Kabupaten Sikka selalu melakukan import berasdari daerah lain untuk mencukupi kebutuhan pangan masyarakat. Pemerintah Kabupaten Sikka berupaya mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap beras dengan dikeluarkannya Peraturan Bupati Kabupaten Sikka Nomor 13 Tahun 2015 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Ketergantungan masyarakat terhadap raskin harus diminimalisasi dengan penguatan pangan lokal jagung, sorgum, dan umbi-umbian. Hal tersebut bertujuan mengurangi tingkat import beras Kabupaten Sikka dari luar daerah. Kata Kunci: Politik Pangan, Ketahanan Pangan, Pangan Lokal, Kabupaten Sikka
ABSTRACT Level of rice consumption in Sikka Regency is not matched by the level of rice production so that always bring rice from outside the area. The aim of the research was analyze the condition of food tenacity in Sikka Regency, East Nusa Tenggara and analyze the government’s effort to achieve food tenacity based on local food in Sikka Regency, East Nusa Tenggara. The research used qualitative method with case study approach i.e food politics to achieve food tenacy in Sikka Regency. The data wereobtained throught interview and library study. They were analyzed using data reduction, data presentation, and conclusion verification as well as data triangulation technique. The result of the research indicates that food in Sikka Regency is classified as moderate food insecurity. This is caused by the dependence of community on rice community. The small land area of rice fields could not offset the amount of food consumption of rice, so Sikka Regency always imports rice from other religions in order to meet the needs of community. The government of Sikka Regency tries to reduce the dependence of community on rice through local food diversification efforts by the issuance of the decree of Sikka Regency No 13 Year2015 on Food Consumption Diversification Acceleration Movement Based on Local Resources. The dependence of community on Rice foor the Poor (Raskin) should be minimized by strengthening local foods such as maize, sorgum, and tubers. This aims to reduce the level of rice imports of Sikka Regency from other regions.
Keywords: Foods Politics, Food Tenacity, Local Food, Sikka
95
Hendry Bakri
ISSN 2302-6340
perintah-perintah atau keputusan eksekutif (Wibawa, 1994). Ketersediaan pangan adalah tersedianya pangan secara fisik di daerah, yang diperoleh baik dari hasil produksi domestik, impor/perdagangan maupun bantuan pangan. Akses pangan adalah keterjangkauan masyarakat dalam mendapatkan pangan, akses pangan selalu menitik beratkan kepada distribusi pangan ke masyarakat. Pengembangan pangan adalah upaya untuk mengembangkan pangan lokal sebagai alternatif pangan pengganti beras sehingga mengurangi ketergantungan pola konsumsi masyarakat terhadap beras. Walaupun pangan tersedia cukup ditingkat nasional dan regional, akan tetapi jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata maka ketahanan pangan masih dikatakan rapuh (Bustaful, 2005). Produksi beras di Kabupaten Sikka masih jauh dari kebutuhan. Dalam setahun mendatangkan beras dari luar, Pada bulan mei tahun 2011 sebanyak 2000 ton beras yang diimpor dari Vietnam oleh Badan Urusan Logistik (Bulog) Sub Devisi Regional Maumere, Kabupaten Sikka. Pasokan beras untuk Sikka ini merupakan yang kedua kalinya. Sebelumnya pada April 2011 Bulog Maumere juga mendatangkan 1.000 ton beras dari Kupang. Dengan demikian, harga beras di Kabupaten Sikka masih dikendalikan beras dari luar. Angka import beras yang masih cukup tinggi tersebut membuat harga beras dipasar menjadi mahal ketika memasuki musim paceklik. Pasalnya produksi padi Kabupaten Sikka tidak mencukupi kebutuhan masyarakat dalam setahun. Perkembangan produktivitas jagung dalam dua tahun terakhir menunjukkan trend positif, yakni pada tahun 2011 produktivitas jagung di Kabupaten Sikka sekitar 36.237 ton, sedangkan pada tahun 2013 naik menjadi 44.656 ton. Tanaman pangan sumber karbohidrat yang berpotensi besar menggantikan beras selain jagung adalah sorgum (Biba, 2011). Secara agronomis, sorghum sangat potensial dikembangkan di lahan-lahan marginal tersebut, teutama sebagai pangan alternatif untuk memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia. Sorgum dipilih karena indeks glikemiknya rendah. Indeks glikemik adalah dampak makanan terhadap kadar gula darah. Makanan dengan indeks glikemik rendah lambat meningkatkan kadar gula dalam darah (Sirappa, 2003).
PENDAHULUAN Indonesia memiliki sumber daya yang cukup untuk menjamin ketahanan pangan bagi penduduknya. Indikator ketahanan pangan juga menggambarkan kondisi yang cukup baik. Akan tetapi masih banyak penduduk Indonesia yang belum mendapatkan kebutuhan pangan yang mencukupi. Elemen terpenting dari kebijakan ketahanan pangan ialah adanya jaminan bagi kaum miskin untuk memperoleh sumber makanan pokok berupa beras, jagung dan umbi-umbian. Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996, yaitu ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (Khaeron, 2012). Undang-Undang ini terdiri dari 65 pasal dalam 14 bab, dan yang mengatur Ketahanan Pangan adalah Bab VII pasal 45−50. Pada Pasal 45 tersebut dinyatakan bahwa, pemerintah bersama masyarakat bertanggungjawab untuk mewujudkan ketahanan pangan dan juga pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendaliaan, dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat (Widodo, 2012). Undang-Undang No 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, pada pasal 12 dikatakan “Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas Ketersediaan Pangan di daerah dan pengembangan Produksi Pangan Lokal di daerah. Mewujudkan Ketersediaan Pangan melalui pengembangan Pangan Lokal, Pemerintah Daerah menetapkan jenis Pangan lokalnya. Subeno menjelaskan bahwa, basis konsep ketahanan pangan nasional adalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, terutama di pedesaan (INSIT, 2008). Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas /FSVA) dipergunakan untuk merekomendasikan kondisi ketahanan dan kerentanan pangan wilayah sampai pada level kabupaten dan kecamatan. FSVA dibuat berdasarkan tiga pilar ketahanan pangan yaitu: (i) ketersediaan pangan; (ii) akses terhadap pangan; dan (iii) pemanfaatan pangan. Implementasi menurut Mazmadian adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk Undang-Undang atau bentuk 96
Politik Pangan, Ketahanan Pangan, Pangan Lokal, Kabupaten Sikka
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Sikka Tahun 20132018, telah menetapkan Visi, Misi dan Prioritas Program Pembangunan Daerah. Ada 7 Prioritas Program Pembangunan Daerah: Prioritas Pertama adalah : Peningkatan ketahanan pangan dan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Lainnya. Impor beras dilakukan karena adanya ketergantungan permintaan pangan terhadap bahan pangan berupa beras. Maka dikeluarkannya Peraturan bupati (Perbup) Kabupaten Sikka Nomor 13 Tahun 2015, tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Diversifikasi konsumsi pangan diharapkan akan membuat pilihan akan bahan pangan menjadi semakin beragam, sehingga dapat menekan ketergantungan terhadap impor beras. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pangan lokal di Kabupaten Sikka dan upaya pemerintah daerah mewujudkan ketahanan pangan berbasis pangan lokal jagung dan sorgum di Kabupaten Sikka.
ISSN 2302-6340
digunakan dalam analisis data adalah sebagai berikut : reduksi data, sajian data, dan verifikasi data. Dalam proses ini penulis juga menggunakan trianggulasi data. HASIL Dengan melihat data tanaman pangan dan produksi pangan dapat melihat kondisi ketahanan pangan di Kabupaten Sikka. Kepadatan penduduk Kabupaten Sikka tahun 2013 sebesar 178,42 jiwa/ km². Kepadatan tahun 2013 mengalami penurunan dibanding tahun 2012 yang kepadatan penduduknya sebesar 182,46 jiwa/km². Kecamatan Talibura yang mempunyai wilayah terluas, kepadatan penduduknya mencapai 80,24 jiwa/ km², sedangkan kecamatan yang paling sempit wilayahnya adalah Kecamatan Alok dengan kepadatan mencapai 2.311,00 jiwa/km². Dalam 2 (dua) dekade terakhir, jumlah penduduk Kabupaten Sikka dari tahun ke tahun mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Pada tahun 1990 penduduk Sikka sebanyak 246.771 jiwa, meningkat menjadi 263.284 jiwa pada tahun 2000, dan tahun 2010 menjadi 300.328 jiwa. Pertumbuhan penduduk Kabupaten Sikka selama periode tahun 1980-1990 sebesar 1,17 persen, menurun menjadi 0,70 persen pada periode 19902000, dan periode 2000-2010 meningkat menjadi 1,31 persen, serta periode 2010-2012 sebesar 1,45 persen. Melihat data penelitian maka peneliti mencoba mencari laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Sikka dengan menggunakan rumus:
METODE PENELITIAN Tipe dan Dasar Penelitian Dasar penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metodologi kualitatif dengan pendekatan studi kasus yakni politik pangan di Kabupaten Sikka dalam mewujudkan ketahanan pangan. Penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif. Tipe penelitian yang menggambarkan secara mendalam tentang situasi, atau proses yang pengambaran kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Sikka.
, r adalah laju pertumbuhan penduduk, t adalah jangka waktu, Pt adalah jumlah penduduk tahun terakhir, Po Jumlah Penduduk tahun dasar Upaya peningkatan kapasitas produksi pangan harus berpacu dengan laju pertumbuhan penduduk. Jika dibandingkan antara tahun 2011 dengan tahun 2012, luas panen seluruhnya mengalami peningkatan,sedangkan produksi tanaman ada yang turun dan ada yang naik. Produksi yang berkurang adalah produksi padi. Produksi padi berkurang sebesar 10,76 persen dari 28.132 ton pada tahun 2011 menjadi 25.104 ton pada tahun 2012. Sementara laju pertumbuhan penduduk pada 2004-2013 adalah 1,26 %. Jika laju pertumbuhan penduduk untuk periode 2013-
Sumber Data Peneliti turun langsung ke daerah penelitian untuk mengumpulkan data dalam berbagai bentuk, seperti rekaman hasil wawancara dan foto kegiatan di lapangan. Penulis selain turun ke lapangan, juga melakukan telaah pustaka yakni mengumpulkan data dari buku, jurnal, koran, dan sumber informasi lainnya yang erat kaitannya dengan masalah penelitian. Teknik Analisa Data Data dan informasi yang telah dikumpulkan dari informan akan diolah dan dianalisa secara kualitatif dengan melihat kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Sikka. Langkah yang 97
Hendry Bakri
ISSN 2302-6340
2022 masih seperti periode sebelumnya, maka jelas akan berdampak pada penurunan kemampuan penyediaan beras dalam di Kabupaten Sikka, konsekuensinya volume impor beras akan meningkat. Cadangan Pangan (beras) di sub Divisi Regional Wilayah IV Maumere per tanggal 3 juni 2015 sebesar 1.182,773 ton. Stok Raskin sebesar 819.495 ton dan sudah disalurkan sebesar 2.173,455 ton. Cadangan Pangan Pemerintah Pusat yang menjadi kewenangan Bupati di Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sikka sebesar 100 ton belum disalurkan. Cadangan Pangan pemerintah daerah tahun anggaran 2015 dialokasikan sebesar 29,224 ton, pasokan pangan dari luar daerah/antar pulau sampai mei 2015 sebesar 3.450 ton Pada bulan mei tahun 2011 sebanyak 2000 ton beras yang diimpor dari Vietnam oleh Badan Urusan Logistik (Bulog) Sub Devisi Regional Maumere, Kabupaten Sikka. Pasokan beras untuk Sikka ini merupakan yang kedua kalinya. Sebelumnya pada April 2011 Bulog Maumere juga mendatangkan 1.000 ton beras dari Kupang. Pasokan beras ini adalah untuk mengantisipasi rawan pangan akibat gagal yang disebabkan tanaman padi milik warga terendam banjir. Beras tersebut juga nantinya diperuntukan bagi kebutuhan beras raskin (raskin). antisipasi rawan pangan dan sudah dibahas bersama pemerintah kabupaten Sikka. Pokok sumber karbohidrat (padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, dan sorgum) menunjukan total jumlah produksi pangan dalam daerah sebesar 62.928 ton setara beras, sementara total kebutuhan konsumsi daerah sebesar 63.041 ton setara beras. Kondisi ini menunjukan bahwa ketersediaan pangan dari produksi dalam daerah kekurangan sebesar 114 ton setara beras. Namun demikian terdapat sepuluh kecamatan yang mengalami kelebihan yaitu kecamatan Paga, Mego, Lela, Waigete, Palue, Tanawawo, Hewokloang, Doreng, dan Mapitara, dan sebelas kecamatan yang mengalami kekurangan pangan yaitu kecamatan Nita, Kewapante, Bola, Talibura, Alok, Magepanda, Koting, KangaE, Waiblama, Alok Timur, dan Alok Barat. Sehingga berdasarkan analisis kerawanan pangan yang menggunakan indikator sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPD) menunjukan bahwa tingkat resiko kerawanan pangan di Kabupaten Sikka sampai saat ini tergolong kategori sedang.
PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukan tingginya ketergantungan pada beras di daerah Kabupaten Sikka terjadi oleh karena politisasi beras produk orde baru. Ketersediaan beras di gudang Bulog kerap di jadikan basis ketahanan pangan di level Provinsi Nusa Tenggara Timur maupun Kabupaten Sikka. Kabupaten Sikka merupakan daerah landai dan perbukitan. Bukit yang tertinggi dalam catatan Recon-naissance Map Sikka En Odern 1943 adalah Ilin Egon (1.617 mdpl). Total luas daratan Kabupaten Sikka mencapai 1.731,91 km2. Di Kabupaten Sikka terdapat 9 pulau yang dihuni dan 9 pulau yang tidak di huni. Pulau terkecil adalah Pulau kambing (Pulau Pemana Kecil) yang luasnya tidak sampai 1 km2 (BPS Kab Sikka, 2014). Hal ini mengindikasikan pengutamaan beras sebagai indikator ekonomi nasional. Beras telah menjadi sumber pangan dominan di Kabupaten Sikka. Penulis menyimpulkan jalan pintas pemerintah daerah untuk mengatasi kelangkaan beras dengan melakukan import. Kebijakan import beras jelas memperlihatkan lemahnya pengetahuan pemerintah Sikka terhadap sebab akibat import tersebut. Kebijakan yang bergantung kepada pasar berdasarkan tingkat kebutuhan masyarakat Kabupaten Sikka terhadap beras bukan terhadap potensi lahan mengakibatkan potensi pangan lokal semakin terpinggirkan dan nantinya berakibat hilangnya produk pangan lokal. Kebijakan diartikan sebagai aturan yang lahir dari proses politik. Kebijakan merupakan hal yang mengikat sebagai suatu upaya pencapaian tujuan yang diinginkan dengan bersifat strategis dan jangka panjang. Kebijakan harus bisa diimplementasikan ke ruang publik. Carl Friedrich menjelaskan kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatanhambatan tertentu seraya mencari peluang untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Wahab, 1997). Analisis Kebijakan diartikan William Dunn sebagai serangkaian aktifitas intelektual yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktifitas politik itu Nampak pada serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda, formulasi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan (Dunn, 1998). 98
Politik Pangan, Ketahanan Pangan, Pangan Lokal, Kabupaten Sikka
Hanya ada beberapa Kecamatan yang dapat dikembangkan tanaman padi, yakni Kecamatan Magepanda, Paga, Tanawawo, Mego, Talibura, Waiblama, Kecamatan Waigete namun lahan persawahan terbilang kecil. Kecamatan lain tidak bisa dikembangkan menjadi lahan persawahan karena resistensinya sangat tinggi. Sehingga membuat Kabupaten Sikka harus menutupi kekurangan beras dengan mengimpor beras dari luar daerah. Namun ketergantungan pasokan beras Kabupaten Sikka dari luar daerah terutama Makassar terkadang menimbulkan masalah harga beras di pasaran, bencana Banjir bulan Febuari Tahun 2015 di beberapa kecamatan yang mengakibatkan gagal panen justru di waktu yang sama Makassar belum masuk masa panen padi. Perum Bulog Maumere menerapkan pola jemput bola supaya penyaluran raskin cepat terealisasi dan sampai kepada RTS di 21 kecamatan. Tahap pertama Januari - Maret sudah mencapai 100 persen, sedangkan untuk triwulan kedua April hingga Juni sudah mencapai 80 persen Jumlah penerima raskin di Kabupaten Sikka sebanyak 22.170 keluarga turun dari tahun sebelumnya sebanyak 24 ribu lebih. Kabupaten Sikka setiap bulan dijatahkan sebanyak 332 ton dengan total jatah tahunan sebanyak 3.990.600 kilogram (atau 3.990 ton). desa yang penerima raskinnya paling rendah adalah desa Koting C yang hanya 6 KK disusul desa Koting D dengan 8 KK. Yang paling banyak penerima raskin yakni desa Reroroja 558 KK berikutnya desa Paga 519 KK serta desa Egon 502 KK. Penulis melihat alasan mengupayakan pangan lokal dengan mengurangi jatah raskin di Kecamatan Koting terutama di Desa Koting C dan Koting D adalah tepat hal ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap konsumsi beras dan menurunkan angka penerima raskin yang berdampak langsung pada jumlah KK miskin di Kabupaten Sikka. Hanya saja kurang adanya sosialisasi dari pemerintah daerah ke masyarakat. Terlebih lagi data kerawanan pangan daerah belum dioptimalkan secara baik. Daerah daerah rawan pangan seharusnya menjadi akses ketersediaan pangan menjadi skala prioritas bagi daerah daerah rawan pangan. Kebijakan pangan diarahkan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas atau lebih dikenal dengan strategi swasembada bahan pangan sambil memanfaatkan perubahan teknologi dalam bidang pertanian yang
ISSN 2302-6340
berkembang sangat cepat. Diversifikasi adalah penganekaragaman usaha pertanian untuk menambah pendapatan rumah tangga petani, usaha tani terpadu peternakan dan perikanan yang telah menjadi andalan masyarakat pedesaan pada umumnya (Bustaful, 2005). Menurut pemantauan di lapangan, ada tiga masalah dalam penyaluran program raskin. Pertama, mengenai salah sasaran. Program raskin yang semestinya disalurkan atau dijual kepada keluarga-keluarga miskin ternyata (banyak juga yang) jatuh pada kelompok masyarakat lain (keluarga sejahtera). Kedua, jumlah beras yang dibagikan sering tidak sesuai dengan apa yang telah diprogramkan. Permasalahan ketiga, berhubungan dengan masalah sebelumnya, yakni disebabkan kesalahan data jumlah keluarga miskin. Hal ini terjadi akibat masih buruknya koordinasi antara birokrasi baik dari pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga desa, atau kelurahan. Ancaman yang bersifat kronik memperlemah sistem ketahanan pangan dalam konteks sistem penghidupan secara keseluruhan. Pada tingkat tertentu, masyarakat di Kabupaten Sikka hidup dalam sistem yang tidak lagi menjamin ketahanan pangan dan penghidupan, tetapi dalam sistem yang terdiri dari strategi adaptasi semata. Dalam kondisi seperti ini, sebuah solusi yang ditujukan untuk mengurangi kerentanan dalam hal ini raskin semata tidak lagi cukup. Dari pemikiran inilah Pemerintah Kabupaten Sikka untuk membentuk Dewan Ketahanan Pangan dan kemudian dijadikan Peraturan Bupati Sikka No 5 Tahun 2014 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dewan Ketahanan Pangan Daerah dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi ketahanan pangan. Pembiayaan pelaksanaan tugas Dewan Ketahanan Pangan bersumber pada anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Sikka melalui dokumen pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Kabupaten Sikka. Peraturan bupati (Perbup) Kabupaten Sikka Nomor 13 Tahun 2015, tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal, Bupati Sikka, Yoseph Ansar Rera menyerukan gerakan massal konsumsi pangan lokal di Sikka. Gerakan massal itu, di antaranya dengan mengoptimalkan 99
Hendry Bakri
ISSN 2302-6340
pemanfaatan lahan pekarangan, sosialisasi percepatan penganekaragamanan konsumi pangan lokal dan pengembangan bisnis dan industri pangan lokal Sikka. Pasal 8 perbup mewajibkan kepada semua SKPD, kecamatan, kelurahan, instansi vertikal, BUMN, BUMD, LSM dan Organisasi Kemasyarakatan dan masyarakat luas untuk mengonsumsi makanan berbahan pangan lokal seperti jagung, sorgum, umbi-umbian, pisang, pangan hewani, kacang-kacangan, sayuran dan buah. Pada pasal 13, perbup mewajibkan setiap SKPD, instansi pemerintah, tempat usaha dan lembaga pendidikan untuk menyajikan pangan lokal di dalam setiap kegiatan rapat. Sebelum peraturan Bupati terkait pangan lokal dikeluarkan Rekomendasi para Uskup Nusa Tenggara selanjutnya dituangkan secara khusus dalam Surat Gembala Advent dan Natal 2009 Uskup Maumere Mgr. G. Kerubim Pareira, SVD. menyebut kampanye atau gerakan pangan lokal dan pertanian ramah lingkungan adalah inspirasi bagi para pemimpin, tokoh gereja dan umat dalam melaksanakan karya pastoral transformative yakni wujud konkrit dari karya penebusan Tuhan dalam tata dunia, khususnya hutan dan lahan yang menjadi tumpuan penghidupan umat manusia. Penulis melihat satu cara untuk menggerakan masyarakat Kabupaten Sikka memproduksi dan mengkonsumsi pangan lokal melalui lembaga keagamaan. Mayoritas masyarakat memeluk agama Katolik. Peran dan legitimasi pastor gereja katolik sangat besar sehingga melalui peran pastor sosialisasi melalui himbauan dapat dilakukan di gereja setiap kali misa jemaat. Kabupaten Sikka memiliki Potensi pangan lokal yang mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Jagung dan Sorgum berpotensi menjadi cadangan pangan di Kabupaten Sikka karena memiliki nilai karbohidrat yang cukup tinggi dibanding beras.
Kabupaten Sikka berupaya mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap beras melalui upaya diversifikasi pangan lokal dengan dikeluarkannya Peraturan Bupati Kabupaten Sikka Nomor 13 Tahun 2015, tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Ketergantungan masyarakat terhadap raskin harus diminimalisir dengan penguatan pangan lokal jagung, sorgum, dan umbi-umbian, hal ini bertujuan untuk mengurangi tingkat import beras Kabupaten Sikka dari luar daerah. BKP sebagai lembaga yang membantu Bupati dalam membuat dan melaksanakan kebijakan pangan di Kabupaten Sikka harus lebih mensosialisasikan konsumsi pangan lokal bukan saja bagi masyarakat miskin, tapi semua elemen masyarakat tanpa terkecuali. DAFTAR PUSTAKA Biba Arsyad M. (2011). Prospek Pengembangan Sorgum untuk Ketahanan Pangan dan Energi, Iptek Tanaman Pangan Vol. 6 No. 2 – 2011. BPS Kab Sikka. (2014). Statistik Kabupaten Sikka 2014, Katalog BPS 2101005.5310. Bustaful Arifin. (2005). Diagnosis Ekonomi Politik Pangan. Jakarta: Rajawali Press. Bustaful Arifin. (2005). Ekonomi Kelembagaan Pangan. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia Dunn William. (1998). Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. INSIST. (2008). Politik Pangan: perlu perubahan paradigma. Yogyakarta: INSIST. Khaeron Herman. (2012). Politik Ekonomi Pangan Menggapai Kemandirian, Mewujudkan Kesejahteraan. Jakarta: Pustaka Cidesindo. Sirappa M.P. (2003). Prospek Pengembangan Sorgum di Indonesia Sebagai Komuditas Konsumsi Pangan, Pakan dan Industri Jurnal Litbang Pertanian, 22(4), 2003. Wahab Solichin Abdul. (1997). Analisa Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara. Jakarta: Bumi Aksara. Wibawa Samodra. (1994). Kebijakan Publik. Jakarta: Intermedia. Widodo Sri. (2012). Politik Pertanian. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
KESIMPULAN DAN SARAN Kerawanan pangan di Kabupaten Sikka tergolong rawan pangan sedang. Ini diakibatkan oleh karena ketergantungan masyakarat terhadap komoditas pangan beras. Luas lahan persawahan yang kecil tidak dapat mengimbangi jumlah konsumsi pangan masyarakat terhadap beras sehingga Kabupaten Sikka selalu melakukan import beras dari daerah lain guna mencukupi kebutuhan pangan masyarakat. Pemerintah
100