Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
i
Keterangan sampul depan : Sumber foto : Agus Budiyanto Desain cover : Siti Balkis
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG KABUPATEN SIKKA TAHUN 2009 Koordinator Tim Penelitian : Anna Manuputty Disusun oleh : Anna E.W. Manuputty Abdullah Salatalohi
i
RINGKASAN EKSEKUTIF
A.
PENDAHULUAN
Kabupaten Sikka dengan Ibu Kota Maumere, merupakan salah satu kabupaten di provinsi NTT, yang terletak di ujung timur Pulau Flores. Kabupaten ini mencakup kecamatan dan desa yang membentang dari utara yang menghadap ke Laut Flores, sampai ke selatan yang menghadap ke Samudera Hindia. Perairan di bagian utara kota Maumere dan sekitarnya merupakan perairan teluk yang cukup jernih. Sebaliknya perairan di sebelah selatan agak keruh dengan gelombang maupun alun yang cukup besar karena terbuka ke Samudera Hindia. Luas wilayah laut, 118.462 km2 atau sekitar 68,44 % dari luas wilayah kabupaten. Beberapa pulau besar dan kecil terdapat di sekitar teluk, antara lain Pulau Besar, Pulau Perumaan, Pulau Pangabatang, Pulau Babi dan pulau-pulau kecil lainnya yang tersebar ke arah utara. Secara geografi wilayah Kabupaten Sikka terletak antara 8o 5’ – 8o 50’ lintang selatan dan 120o 40’ – 122o 45.5’ bujur timur, dengan luas wilayah daratan 1.727,48 km2. Luas terumbu karang di kabupaten ini 104,92 km2 yang terdiri dari terumbu karang tepi (fringing reef) yang terdapat di pesisir daratan pulau utama (Pulau Flores) maupun di pesisir pulau-pulau kecil. Pada program COREMAP Fase I, telah dilakukan pengamatan terumbu karang melalui studi “baseline” dan dilanjutkan dengan pemantauan kesehatan terumbu karang pada tahun 2003 di beberapa kecamatan di pesisir Teluk Maumere dan di pulau-pulau di bagian utara teluk. Dari pihak penyandang dana (World Bank) merasa perlu menambah lokasi pengamatan terutama yang berhubungan dengan desa pesisir yang penduduknya terdiri dari nelayan. Pada program COREMAP Fase II, studi baseline ekologi terumbu karang telah dilakukan pada tahun 2006. Pada tahun 2007 telah dilakukan monitoring (t1) ekologi terumbu karang di lokasi yang sama, dilanjutkan dengan monitoring (t2) pada tahun 2009. Pengamatan yang dilakukan di 6 kecamatan yang dianggap mewakili wilayah kabupaten, yaitu Kecamatan Maumere, Kecamatan Kewapante, Kecamatan Talibura, Kecamatan Waigete, Kecamatan Alok di pesisir utara Flores dan satu kecamatan di selatan yaitu Kecamatan Bola. Tujuan pengamatan kali ini ialah untuk memonitor kondisi terumbu karang apakah ada perubahan dibandingkan dengan pengamatan tahun sebelumnya di perairan Kabupaten Sikka.
ii
B.
HASIL
Hasil pengamatan monitoring ekologi terumbu karang di perairan Kabupaten Sikka sebagai berikut : •
Karang batu hidup yang ditemukan, sebanyak 83 jenis yang tergolong dalam 13 suku. Nilai ini menurun drastis dari nilai yang dicatat pada tahun sebelumnya (t1, 2007)
•
Dari 15 lokasi pengamatan, diperoleh kenyataan bahwa ratarata persentase tutupan karang hidup nilainya turun pada pengamatan t2 ini, menjadi 13,41%, (t0, 17,58% dan t1, 17,24%).
•
Rata-rata nilai “DCA” (dead coral with algae) ada kenaikan, dari 0,50% pada waktu pengamatan t0 (2006), menjadi 36,58% pada pengamatan t1 (2007), kemudian mengalami kenaikan drastis pada pengamatan t2 (2009) menjadi 54,65%. Kenaikan nilai ini seiring dengan menurunnya nilai karang hidup.
•
Lain halnya dengan rata-rata komponen patahan karang mati (rubble), mengalami penurunan nilai, dari 19,2% pada pengamatan t1, menjadi 18,79%, dan pada pengamatan t2 turun menjadi 11,12 %.
•
Untuk rata-rata komponen karang yang baru mati (DC), justru mengalami penurunan drastis dari 1,90 % pada pengamatan t0, turun menjadi 0,03% pada pengamatan t1 kemudian menjadi 0,00% pada pengamatan t2. Hal ini sejalan dengan berkurangnya bahkan menghilangnya jumlah individu biota Acanthaster planci dari saat t0 (54 individu), t1 (44 individu) dan t2 (0 individu).
•
Komponen bentos dan substrat lain mengalami fluktuasi naikturun namun masih dalam batas yang wajar karena selisih nilainya sedang sampai kecil.
•
Kelimpahan biota CMR (mushroom coral, Fungia spp.) berfluktuasi dalam jumlah individu, t0, 282 individu, t1, 2.175 individu, dan t3, 2.365 individu.
•
Diadema setosum, dicatat pada t1, 286 individu, t1 naik menjadi 414 individu, pada pengamatan t3 turun drastis menjadi 86 individu.
•
Sama halnya dengan kima (small giant clam), pada pengamatan t0 ada 10 individu, t1 naik menjadi 140 individu, kemudian turun drastis menjadi 17 individu pada t2 saat ini.
•
Jumlah total kelimpahan ikan karang yang di dijumpai di perairan Kabupaten Sikka, sebesar 9.053 individu.
•
Dari hasil UVC diperoleh 262 jenis ikan karang dari 39 suku.
iii
C.
•
Total ikan indikator 691 individu, ikan target 1.681 individu dan ikan major 6.681 individu.
•
Jenis Pseudanthias huchtii (suku Serranidae), dari kelompok ikan major, merupakan jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi di lokasi transek permanen (910 individu) ,
•
Kelimpahan tertinggi dicatat di stasiun MMRL 78 (350 individu). Kemudian diikuti oleh Pseudanthias squamipinnis (685 individu), dimana kelimpahan tertinggi (205 individu) di catat di stasiun MMRL69. Juga jenis Cirrhilabrus cyanopleura (623 individu) dari suku Labridae, jumlah individu tertinggi dicatat di stasiun MMRL 78 (250 individu).
SARAN •
Pesentase tutupan karang yang mengalami penurunan drastis terjadi di lokasi-lokasi yang berdekatan dengan lokasi penanaman rumput laut. Di lokasi penanaman ini tanaman rumput laut diberi pupuk “green tonic”. Perlu dilakukan penelitian yang lebih serius untuk dapat membuktikan apakah ada kaitan antar pupuk tersebut dengan tingkat kematian karang.
•
Sama halnya dengan beberapa biota megabentos yang hidup menetap di dasar juga mengalami penurunan jumlah individu yang drastis. Penelitian yang sama juga diperlukan untuk melihat keterkaitannya dengan penurunan jumlah individu biota megabentos.
•
Daerah Perlindungan Laut yang sudah ada harus dikelola dengan baik, dan sebaiknya lokasinya ditambah, tetapi dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat nelayan setempat, sehingga lebih menjamin terpeliharanya kondisi ekosistem terumbu karang.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan karunia berupa wilayah perairan laut Indonesia yang sangat luas dan keanekaragaman hayatinya yang dapat dimanfaatkan baik untuk kemakmuran rakyat maupun untuk objek penelitian ilmiah. Sebagaimana diketahui, COREMAP yang telah direncanakan berlangsung selama 15 tahun yang terbagi dalam 3 Fase, kini telah memasuki Fase kedua. Pada Fase ini dilakukan kegiatan studi baseline ekologi terumbu karang dan dilanjutkan dengan monitoring di beberapa kabupaten, yang pendanaannya dibiayai oleh World Bank. Adapun lokasilokasi tersebut adalah wilayah Kabupaten: Pangkep, Buton, Wakatobi, Selayar, Sikka, Biak dan Rajaampat. Pada tahun 2006 telah dilakukan studi baseline di tujuh lokasi tersebut. Untuk mengetahui kondisi karang terkini maka pada tahun 2007 telah dilakukan monitoring (t1) di lokasi yang sama dan selanjutnya pada tahun 2009 kegiatan monitoring (t2). Kegiatan monitoring ini bertujuan untuk mengetahui kondisi karang di lokasi tersebut apakah membaik atau sebaliknya. Hasil monitoring dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi program COREMAP. Pada kesempatan ini pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan penelitian lapangan dan analisa data, sehingga buku tentang monitoring kesehatan karang ini dapat tersusun. Kami juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Jakarta, Desember 2009 Direktur CRITC-COREMAP II - LIPI
Drs. Susetiono M.Sc
v
DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF ........................................................................... ii A. PENDAHULUAN ........................................................................... ii B. HASIL ............................................................................................iii C. SARAN ......................................................................................... iv KATA PENGANTAR ..................................................................................... v DAFTAR ISI ................................................................................................. vi DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi BAB I.
BAB II.
PENDAHULUAN ....................................................................... 1 1.1.
LATAR BELAKANG………………………………………….2
1.2.
TUJUAN PENELITIAN .................................................... 2
1.3.
RUANG LINGKUP PENELITIAN .................................... 2
METODE PENELITIAN ............................................................. 4 II.1.
LOKASI PENELITIAN ...................................................... 4
II.2.
WAKTU PENELITIAN ...................................................... 4
II.3.
PELAKSANAAN PENELITIAN ......................................... 4
II.4.
METODE PENARIKAN SAMPEL DAN ANALISA DATA ............................................................... 5
BAB III.
II.4.1.
Sistem Informasi Geografis (SIG)………......….5
II.4.2.
Karang .............................................................. 5
II.4.3.
Megabentos ...................................................... 5
II.4.4.
Ikan Karang ...................................................... 6
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 8 III.1. LINGKUNGAN FISIK PESISIR DAN PERAIRAN .......... 8 III.2. KARANG .......................................................................... 9 III.2.1.
Hasil pengamatan karang ............................... 12
III.2.2.
Hasil analisa karang ....................................... 21
III.3. MEGABENTOS .............................................................. 23 III.3.1.
Hasil pengamatan megabentos ...................... 23
III.3.2.
Hasil analisa megabentos............................... 24
III.4. IKAN KARANG ............................................................... 26 III.4.1.
Hasil pengamatan ikan karang ....................... 26
III.4.2.
Hasil analisa ikan karang ................................ 31
vi
BAB IV.
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 34 IV.1. KESIMPULAN ................................................................ 34 IV.2. SARAN ........................................................................... 34
UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................... 35 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 36 LAMPIRAN ................................................................................................. 37
vii
DAFTAR TABEL Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3. Tabel 4.
Tabel 5
Tabel 6.
Tabel 7.
Nilai p berdasarkan hasil uji “one-way ANOVA” terhadap persentase tutupan kategori biota dan substrat ……………………………………………………
22
Rata-rata jumlah individu/transek untuk setiap kategori megabentos hasil pengamatan t0, t1, t2 (tahun 2006, 2007 dan 2009) di perairan Kabupaten Sikka .…………
25
Nilai p berdasarkan hasil uji “one-way ANOVA “terhadap jumlah individu/transek megabentos .............
26
Jumlah suku, jumlah jenis dan total individu ikan karang hasil monitoring dengan metode “UVC” di perairan Kabupaten Sikka, 2009 ..……………………...
28
Kelimpahan individu ikan karang berdasarkan dominasi jenis, hasil monitoring dengan metode “UVC” di perairan Kabupaten Sikka, 2009 ………..…………..
29
Kelimpahan individu ikan karang, berdasarkan dominasi suku, hasil monitoring dengan metode “UVC” di perairan Kabupaten Sikka, 2009 ……………………..
29
Uji “one way ANOVA” untuk jumlah individu dan jumlah jenis ikan karang,hasil monitoring dengan metode “UVC” di perairan Kabupaten Sikka, 2009 ……………..
33
viii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.
Peta lokasi pengamatan monitoring kesehatan terumbu karang di perairan Kabupaten Sikka, 2009 ....
4
Gambar 2.
Peta topografi Kabupaten Sikka ……...........................
9
Gambar 3.
Histogram persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil baseline dengan metode “LIT” di perairan Kabupaten Sikka, 2006 ..................................
10
Histogram persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil monitoring dengan metode “LIT” di perairan Kabupaten Sikka, 2007 ..................................
10
Histogram persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil monitoring dengan metode “LIT” di perairan Kabupaten Sikka, 2009 ..................................
11
Histogram persentase tutupan karang hidup hasil studi baseline (2006) dan monitoring (2007, 2009) dengan metode “LIT” di perairan Kabupaten Sikka …..
11
Peta persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil monitoring dengan metode “LIT” di perairan Kabupaten Sikka, 2009 ……………...............
20
Peta persentase tutupan karang hidup hasil monitoring dengan metode “LIT” di perairan Kabupaten Sikka, 2009 …………………………….……
20
Plot interval biota dan substrat pada pengamatan t0, t1 dan t2 (tahun 2006, 2007 dan 2009) dengan interval kepercayaan 95% di perairan Kabupaten Sikka ……………….......................................................
21
Plot interval nilai rata-tata karang hidup pada pengamatan t0, t1 dan t2 (tahun 2006, 2007 dan 2009) di perairan Kabupaten Sikka …………………….
23
Peta kelimpahan biota megabentos hasil monitoring dengan metode “reef check benthos” di perairan Kabupaten Sikka, 2009 ………………………………….
24
Peta perbandingan ikan major, ikan target dan ikan indikator hasil monitoring dengan metode “UVC” di perairan Kabupaten Sikka, 2009 ……………………....
27
Gambar 4.
Gambar 5
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9.
Gambar 10.
Gambar 11
Gambar 12
ix
Gambar 13.
Gambar 14.
Rata-rata perbandingan jumlah individu ikan karang di perairan Kabupaten Sikka pada pengamatan t0, t1 dan t2 (tahun 2006, 2007 dan 2009) …………………...
31
Rata-rata perbandingan jumlah jenis ikan karang di perairan Kabupaten Sikka pada pengamatan t0, t1 dan t2 (tahun 2006, 2007 dan 2009) …………………...
32
x
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4.
Posisi geografis stasiun penelitian monitoring terumbu karang di Kabupaten Sikka ………………
37
Sebaran jenis karang batu di lokasi transek, perairan Kabupaten Sikka, 2009 ...........................
38
Kelimpahan biota megabentos di lokasi transek, di perairan Kabupaten Sikka, 2009 ........................
44
Sebaran jenis ikan karang di lokasi transek, perairan Kabupaten Sikka, 2009 ………………......
45
xi
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
BAB I. PENDAHULUAN Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), merupakan salah satu provinsi di bagian timur Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau besar maupun pulaupulau kecil dengan bagian lautan yang cukup luas. Menurut data statistik, luas keseluruhan wilayah provinsi ini 230.464,39 km2, terdiri dari 183.115,39 km2 (79,45%) perairan laut dan 47.349 km2 (20,55%) bagian daratan . Kabupaten Sikka dengan Ibu Kota Maumere, merupakan salah satu kabupaten di NTT, yang terletak di ujung timur Pulau Flores. Kabupaten ini mencakup kecamatan dan desa yang membentang dari utara yang menghadap ke Laut Flores, sampai ke selatan yang menghadap ke Samudera Hindia. Jumlah kecamatan sebanyak 11 (sebelas) kecamatan dengan jumlah desa, 56 desa. Perairan di bagian utara kota Maumere dan sekitarnya merupakan perairan teluk yang cukup jernih. Sebaliknya perairan di sebelah selatan agak keruh dengan gelombang maupun alun yang cukup besar karena terbuka ke Samudera Indonesia. Luas wilayah laut, 118.462 km2 atau sekitar 68,44% dari luas wilayah kabupaten. Beberapa pulau besar dan kecil terdapat di sekitar teluk, antara lain Pulau Besar, Pulau Perumaan, Pulau Pangabatang, Pulau Babi dan pulau-pulau kecil lainnya yang tersebar ke arah utara. Secara geografi wilayah Kabupaten Sikka terletak antara 8o5’ – 8o50’ Lintang Selatan dan 120o40’ – 122o45.5’ Bujur Timur, dengan luas wilayah daratan ± 1.727,48 km2. Luas terumbu karang di kabupaten ini ± 104,92 km2 yang terdiri dari terumbu karang tepi (fringing reef) yang terdapat di pesisir daratan pulau utama (Pulau Flores) maupun di pesisir pulau-pulau kecil. Pada program COREMAP Fase I, telah dilakukan pengamatan terumbu karang melalui studi “baseline” dan dilanjutkan dengan pemantauan kesehatan terumbu karang pada tahun 2003 di beberapa kecamatan di pesisir Teluk Maumere dan di pulau-pulau di bagian utara teluk (CRITC COREMAP Kab. Sikka NTT, 2004). Dari pihak penyandang dana (World Bank) merasa perlu menambah lokasi pengamatan terutama yang berhubungan dengan desa pesisir yang penduduknya terdiri dari nelayan. Pada program COREMAP Fase II, studi baseline ekologi terumbu karang telah dilakukan pada tahun 2006 (CRITC COREMAP II LIPI, 2006). Pada tahun 2007 telah dilakukan monitoring (t1) ekologi terumbu karang di lokasi yang sama, dilanjutkan dengan monitoring (t2) pada tahun 2009. Pengamatan yang dilakukan di 6 kecamatan yang dianggap mewakili wilayah kabupaten, yaitu Kecamatan Maumere, Kecamatan Kewapante, Kecamatan Talibura, Kecamatan Waigete, Kecamatan Alok di pesisir utara Flores dan satu kecamatan di selatan yaitu Kecamatan Bola. Tujuan pengamatan kali ini ialah untuk memonitor kondisi terumbu karang apakah ada perubahan dibandingkan dengan pengamatan tahun sebelumnya di perairan Kabupaten Sikka.
1
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
I.1.
LATAR BELAKANG
Studi baseline ekologi di perairan Teluk Maumere sudah dilakukan oleh tim CRITC daerah pada tahun 2001 dan 2002 dengan sponsor dana dari AusAID. Dari hasil studi dinyatakan bahwa tutupan karang hidup sekitar 10,6 % dari total luas terumbu karang yang ada. Pada tahun 2003 telah dilakukan pemantauan (monitoring) di lokasi baseline, hasil pemantauan menunjukkan ada kenaikan yang signifikan pada tutupan karang hidup dari 10,6% pada tahun 2001 menjadi 16,4% pada tahun 2002 dan 22,89% pada tahun 2003 (CRITC, 2004). Kondisi seperti ini selayaknya harus dipertahankan. Dengan adanya pemekaran wilayah pada beberapa provinsi di antaranya beberapa termasuk dalam wilayah kerja program COREMAP, maka untuk mendapatkan hasil yang optimal di akhir program nanti, dari pihak penyandang dana menentukan tambahan lokasi pengamatan. Beberapa lokasi di perairan Kabupaten Sikka ini merupakan lokasi tambahan COREMAP Fase II dari pihak penyandang dana WB (World Bank), sehingga perlu dilakukan studi baseline ekologi terumbu karang yang selanjutnya dilakukan monitoring. Lokasi-lokasi tambahan tersebut disesuaikan dengan desa-desa yang akan dijadikan lokasi kerja dari tim studi baseline sosial ekonomi.
I.2.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari monitoring kesehatan terumbu karang ini adalah sebagai berikut : •
Untuk mendapatkan data ekologi terumbu karang yang meliputi kondisi karang, ikan karang dan biota bentik lainnya
•
Untuk mendapatkan data biota terumbu karang lainnya yang memiliki nilai ekonomis penting dan dapat dijadikan indikator kesehatan terumbu karang, di Kabupaten Sikka, khususnya di pesisir Flores dan pulau-pulau di sekitarnya pada waktu t1, t2 dst.
•
Menganalisa hasil pengamatan t1, t2 dst., untuk mengetahui apakah ada perubahan yang terjadi dan mencari jalan keluar untuk mengatasi perubahan-perubahan tersebut.
I.3.
RUANG LINGKUP PENELITIAN
Ruang lingkup penelitian monitoring ekologi terumbu karang ini meliputi 4 tahapan yaitu : •
Tahap persiapan, meliputi kegiatan administrasi, koordinasi dengan tim penelitian baik yang berada di Jakarta maupun di daerah setempat, pengadaan dan mobilitas peralatan penelitian serta
perancangan penelitian untuk memperlancar pelaksanaan survei di lapangan. Selain itu, dalam tahapan ini juga
2
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
dilakukan persiapan penyediaan peta dasar untuk lokasi penelitian yang akan dilakukan. •
Tahap pengumpulan data, dilakukan langsung di lapangan yang meliputi data tentang karang, mega bentos dan ikan karang.
•
Tahap analisis data, meliputi verifikasi data lapangan dan pengolahan data sehingga data lapangan bisa disajikan dengan lebih informatif.
•
Tahap pelaporan, meliputi pembuatan laporan sementara dan laporan akhir.
3
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
BAB II. METODE PENELITIAN
II.1. LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian meliputi perairan terumbu karang di pesisir pantai Flores dan pulau-pulau kecil di utara (Teluk Maumere), meliputi 6 (enam) daerah kecamatan yaitu Kecamatan Maumere, Kecamatan Kewapante, Kecamatan Talibura, Kecamatan Waigete, Kecamatan Alok dan satu kecamatan di selatan yaitu Kecamatan Bola (Gambar 1).
Gambar 1.
Peta lokasi monitoring kesehatan terumbu karang di perairan Kabupaten Sikka, 2009.
II.2. WAKTU PENELITIAN Kegiatan penelitian di lapangan dilaksanakan pada bulan Agustus 2009.
II.3. PELAKSANA PENELITIAN Pelaksana penelitian terdiri dari peneliti dan teknisi dari bidang studi : karang, mega bentos, ikan karang dan SIG (Sistem Informasi Geografi) serta dibantu oleh staf dari CRITC daerah.
4
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
II.4. METODE PENARIKAN SAMPEL DAN ANALISA DATA Penelitian monitoring terumbu karang ini melibatkan beberapa kelompok penelitian. Metode penarikan sampel dan analisa data yang digunakan oleh masing-masing kelompok penelitian tersebut diuraikan sebagai berikut :
II.4.1. Sistem Informasi Geografis (SIG) Sebelum kegiatan di lapangan, bagian SIG perlu menyiapkan peta lokasi penelitian yang sudah diplot dengan titik-titik lokasi dengan posisi yang sama seperti pada waktu studi baseline atau juga monitoring sebelumnya (Lampiran 1). Hasil pengamatan juga akan diplot dalam bentuk peta tematik sehingga lebih informatif.
II.4.2. Karang Pengamaatan karang dilakukan dengan menggunakan metode “Line Intercept Transect” (LIT) mengikuti English et al., (1997), dengan beberapa modifikasi. Panjang garis transek 10 m dan diulang 3 kali. Teknis pelaksanaan di lapangannya yaitu seorang penyelam meletakkan pita berukuran panjang 70 m sejajar garis pantai dimana posisi pantai ada di sebelah kiri penyelam. Transek dilakukan pada kedalaman antara 3 – 7 meter. Kemudian pencatatan data dilakukan pada garis transek 0-10 m, 3040 m dan 60-70 m. Semua biota dan substrat yang berada tepat di garis tersebut dicatat dengan ketelitian hingga centimeter. Dari data hasil LIT tersebut bisa dihitung nilai persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat yang berada di bawah garis transek. Beberapa analisa untuk mengetahui perbedaan jumlah individu biota atau kategori lainnya dalam selang waktu t0 dan t1 dan t2 digunakan “analisis varians” (ANOVA) dan uji lanjut Tukey (Walpole,1982).
II.4.3. Megabentos Untuk mengetahui kelimpahan beberapa megabentos terutama yang memiliki nilai ekonomis penting dan bisa dijadikan indikator dari kesehatan terumbu karang, dilakukan pengamatan kelimpahan megabentos dengan metode ”Reef Check Benthos” (RCB) di sepanjang transek permanen di mana posisi stasiunnya sama dengan stasiun untuk pengamatan karang dengan metode “LIT”. Dengan dilakukannya pengamatan megabentos ini pada setiap stasiun transek permanen, diharapkan di waktu-waktu mendatang bisa dilakukan pemantauan kembali pada posisi stasiun yang sama sehingga bisa dibandingkan kondisinya. Secara teknis di lapangan, pada stasiun transek permanen yang telah ditentukan tersebut diletakkan pita berukuran (roll meter) sepanjang 70 m sejajar garis pantai pada kedalaman antara 3-5 m. Semua biota megabentos yang berada 1 m sebelah kiri dan kanan pita berukuran sepanjang 70 m tadi
5
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
dicatat jumlahnya, sehingga luas bidang yang teramati untuk setiap stasiunnya sebesar (2 m x 70 m) = 140 m2. Adapun biota megabentos yang dicatat jenis dan jumlah individunya sepanjang garis transek terdiri dari : • • • • • • • • • • • • • •
Acanthaster planci (bintang bulu seribu) “Mushroom coral” (karang jamur, Fungia spp.) Diadema setosum (bulu babi hitam) Drupella sp. (sejenis Gastropoda / keong yang hidup di atas atau di sela-sela karang terutama karang bercabang) “Large Holothurian” (teripang ukuran besar) “Small Holothurian” (teripang ukuran kecil) “Large Giant Clam” (kima ukuran besar) “Small Giant Clam” (kima ukuran kecil) Lobster (udang karang) “Pencil sea urchin” (bulu babi seperti pensil) ”Banded coral shrimp” (udang karang kecil yang hidup di sela-sela cabang karang Acropora spp, Pocillopora spp. atau Seriatopora spp.) Trochus sp. (lola) Drupella sp. (sejenis Gastropoda / keong yang hidup di atas atau di sela-sela karang terutama karang bercabang) “Mushroom coral’ (karang jamur, Fungia spp.)
Untuk melihat perubahan yang terjadi pada megabentos dilakukan analisa “one-way ANOVA” dengan uji lanjut Tukey (Walpole, 1982).
II.4.4. Ikan Karang Pada setiap titik transek permanen, dilakukan pengamatan ikan dengan metode ”Underwater Visual Census” (UVC), dimana ikan-ikan yang ada pada jarak 2,5 m di sebelah kiri dan sebelah kanan garis transek sepanjang 70 m dicatat jumlah jenis dan jumlah individunya. Luas bidang yang teramati per transeknya yaitu (5 x 70 ) = 350 m2. Identifikasi jenis ikan karang mengacu kepada Matsuda (1984), Kuiter (1992) dan Lieske & Myers (1994). Khusus untuk ikan kerapu (grouper) digunakan acuan dari Randall and Heemstra (1991) dan FAO Species Catalogue berdasarkan Heemstra dan Randall (1993). Selain itu juga dihitung kelimpahan jenis ikan karang dalam satuan unit individu/transek. Jenis ikan yang didata dikelompokkan ke dalam 3 kelompok utama (English et al., 1997), yaitu : a.
Ikan-ikan target, yaitu ikan ekonomis penting dan biasa ditangkap untuk konsumsi. Biasanya ikan-ikan ini menjadikan terumbu karang sebagai tempat pemijahan dan sarang/daerah asuhan. Ikan-ikan target ini diwakili oleh suku (famili) Serranidae (ikan kerapu), Lutjanidae (ikan kakap), Lethrinidae (ikan lencam), Nemipteridae (ikan kurisi), Caesionidae (ikan ekor kuning), Siganidae (ikan baronang), Haemulidae (ikan bibir tebal), Scaridae (ikan kaka tua) dan Acanthuridae (ikan pakol).
b.
Ikan-ikan indikator, yaitu jenis ikan karang yang khas mendiami daerah terumbu karang dan menjadi indikator kesuburan
6
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
ekosistem daerah tersebut. Ikan-ikan indikator diwakili oleh suku Chaetodontidae (ikan kepe-kepe). c.
Ikan-ikan major, merupakan jenis ikan berukuran kecil, umumnya 5–25 cm, dengan karakteristik pewarnaan yang beragam sehingga dikenal sebagai ikan hias. Kelompok ini umumnya ditemukan melimpah, baik dalam jumlah individu maupun jenisnya, serta cenderung bersifat teritorial. Ikan-ikan ini sepanjang hidupnya berada di terumbu karang, diwakili oleh suku Pomacentridae (ikan betok laut), Apogonidae (ikan serinding), Labridae (ikan sapusapu), dan Blenniidae (ikan peniru).
Selain itu untuk melihat perubahan kondisi ikan karang dilakukan analisa “one-way ANOVA” dengan uji lanjut Tukey (Walpole, 1982).
7
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN Monitoring (pemantauan) kondisi terumbu karang (t2) di lokasi transek permanen perairan Kabupaten Sikka telah dilakukan pada bulan Agustus 2009. Hasil pengamatan akan diuraikan berdasarkan metode yang dilakukan dari masing-masing substansi yang diteliti dan disajikan dalam bentuk grafik, peta tematik maupun dalam bentuk tabel atau lampiran. Posisi transek permanen ditunjukkan dalam lampiran.
III.1.
LINGKUNGAN FISIK PESISIR DAN PERAIRAN
Kabupaten Sikka yang terletak di Pulau Flores, merupakan bagian dari busur magmatik Sunda-Banda yang membentuk deretan gunungapi (vulkan). Aktivitas vulkan tersebut yang membentuk Pulau Flores sedemikian rupa. Gunungapi aktif yang terdapat di Kabupaten Sikka terletak pada bagian Timur yaitu Gunung Egon. Topografi daerah ini datar hingga bergunung, dengan wilayah datar yang sempit dan sebagian besar berada di pesisir Utara. Wilayah datar dengan lereng landai cukup luas dimanfaatkan sebagai daerah kota yaitu Kota Maumere. Daerah landai di Kota Maumere memiliki kemiringan lereng < 5o dengan ketinggian < 100 meter. Bagian Selatan Kota Maumere berangsurangsur semakin curam dengan kemiringan lereng berkisar 5o hingga 15o sampai dengan wilayah pesisir Selatan yang seolah-olah membentuk celah antara dua gunung (Gambar 1). Celah ini memungkinkan adanya jalur transportasi yang menghubungkan pesisir Utara dan pesisir Selatan Kabupaten Sikka. Lokasi tertinggi terdapat di puncak Gunung Egon dengan ketinggian mencapai ± 1650 m di atas permukaan laut dengan kemiringan lereng mencapai > 45o. Kaki lereng gunungapi ini memiliki kemiringan lereng 5o hingga 15o, dan berangsur-angsur semakin curam pada wilayah lereng tengah hingga lereng atas dengan kisaran 15o hingga 45o. Kondisi kedalaman perairan berbeda pada wilayah pesisir Utara dengan pesisir Selatan. Wilayah Utara yang pantai lebih landai memiliki perairan dengan kedalaman tidak lebih dari 500 m, sedangkan pada wilayah perairan pesisir Selatan sebaliknya. Pesisir Selatan dengan wilayah pantai yang sempit dan curam, sejalan dengan topografi dasar lautnya yang curam dan dalam. Kedalaman pada wilayah ini dapat mencapai lebih dari 1000 m.
8
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
Gambar 2. Peta topografi Kabupaten Sikka.
III.2.
KARANG
Pengamatan karang telah dilakukan di 15 titik stasiun permanen di lokasi yang dipilih yaitu pesisir pantai flores dan pulau-pulau di sekitarnya (Gambar 1). Kegiatan monitoring ini berhasil menemukan titik awal (t0) yang telah terpasang pada tahun sebelumnya sehingga dapat diketahui perubahan terhadap ekositem terumbu karang di lokasi ini. Metode yang dipakai sama dengan kegiatan tahun-tahun sebelumnya, yaitu LIT (Line Intercept Transect). Dari 15 lokasi yang diamati berhasil dijumpai 83 jenis karang batu yang termasuk dalam 13 suku. Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan yang dicatat pada tahun 2007. Kondisi karang di lokasi transek secara umum dikategorikan rusak dengan rerata persentase tutupan karang hidup 13,41%, hal ini lebih rendah dari yang dicatat pada monitoring t1 tahun 2007 yaitu 17,24%. Kondisi karang seperti ini dikategorikan ”jelek” (Sukarno et al., 1986). Persentase tutupan karang hidup tertinggi dicatat di stasiun MMRL 69, di utara P. Besar, sedangkan terendah dicatat di stasiun. MMRL 80, di timur P. Pemanah Kecil. Persentase tutupan karang, biota lainnya dan substrat hasil pengamatan sebelumnya ditampilkan sebagai bahan perbandingan (Gambar 3 dan 4). Persentase tutupan karang, biota bentik lainnya dan kondisi substrat hasil pengamatan saat ini, dapat dilihat dalam Gambar 5. Perbandingan persentase tutupan karang hidup tahun 2006 (baseline) dengan tahun 2007 dan 2009 (monitoring) ditampilkan dalam Gambar 6.
9
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
Gambar 3.
Gambar 4.
Histogram persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil baseline dengan metode ”LIT” di perairan Kabupaten Sikka, 2006.
Histogram persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil monitoring dengan metode ”LIT” di perairan Kabupaten Sikka, 2007.
10
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
Gambar 5.
Gambar 6.
Histogram persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil monitoring dengan metode ”LIT” di perairan Kabupaten Sikka, 2009.
Histogram persentase tutupan karang hidup hasil studi baseline (2006) dan monitoring (2007, 2009) dengan metode “LIT” di perairan Kabupaten Sikka.
11
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
Dari Gambar 6, dapat dilihat bahwa persentase tutupan karang hidup berfluktuasi naik maupun turun sejak studi baseline (2006) maupun pada waktu pemantauan (2007, 2009). Dari 15 lokasi pengamatan, dihitung dari saat studi baseline, dicatat ada 4 stasiun yang terus mengalami penurunan nilai persentase tutupan karang hidup sepanjang 2 kali pemantauan (MMRL06, 37, 74 dan 78). Ada 4 stasiun yang benar-benar mengalami kenaikan yaitu stasiun MMRL 21, 47, 69, dan Bola. Di lokasi yang lain terjadi fluktuasi naik-turun ataupun turun-naik. Untuk stasiun MMRL47 terjadi kenaikkan persentase tutupan karang hidup yang ditandai oleh pertumbuhan baru (recruitment). Dari hasil monitoring (t2) tahun 2009 (Gambar 5), nampak jelas bahwa komponen DCA mendominasi hampir di semua stasiun pengamatan dengan nilai 17,43% (MMRL47) - 96,93% (MMRL74). Pada waktu pengamatan t1, nilai DCA bervariasi antara 9,6% (MMRL13) sampai 55,43% (MMRL88). Pada waktu studi baseline, nilai DCA cukup rendah, antara 02,93% (MMRL65), sedangkan yang nilainya cukup tinggi ialah ”rubble” (R) dengan variasi antara 0 - 53,63% (MMRL78). Secara rinci persentase tutupan karang, biota bentik dan kategori abiotik juga persentase tutupan karang hidup diuraikan per masing-masing lokasi dan ditampilkan dalam bentuk peta tematik dalam Gambar 7 dan Gambar 8.
III.2.1.
Hasil Pengamatan Karang
Stasiun MMRL06, pesisir utara Desa Wuring, Kecamatan Alok Barat Pengamatan karang dilakukan di area gosong (patch reef) sekitar 1 km dari daratan ke arah laut, sebelah utara Desa Wuring, Kecamatan Alok Barat. Daerah ini merupakan DPL (Daerah Perlindungan Laut) Nanggaluwe. Dasar perairan berupa pasir putih dan pecahan karang mati yang banyak ditumbuhi oleh turf alga. Karang lunak terlihat lebih tinggi persentase tutupannya dibandingkan dengan karang hidup. Karang tumbuh berupa spot-spot kecil yang didominasi oleh bentuk pertumbuhan ”massive” dari jenis Porites sp. dan Favia sp. Secara ekologi karang berkompetisi dengan karang lunak dimana karang lunak dikenal lebih unggul dalam perebutan lahan/ruang karena mempunyai senyawa terpen yang dapat mematikan karang atau disebut bersifat allelopati. Proses regenerasi masih terus berlangsung, terlihat adanya beberapa karang anakan dengan ukuran < 5 cm. Sama halnya dengan pada waktu pengamatan t1, di garis transek tidak ditemukan karang dari jenis Acropora, sedangkan pada tahun 2006 masih dijumpai walaupun dalam jumlah kecil. Dari hasil transek diperoleh persentase tutupan karang hidup sebesar 11,47%, dimana terjadi penurunan nilai dari kondisi pada pengamatan t1 (12,33%). Pada studi baseline (t0) tahun 2006 tutupan karang hidupnya sebesar 16,47%, dan di lokasi ini terus terjadi penurunan pada tutupan karang hidupnya. Komponen DCA dicatat 43%, persentase tutupan karang lunak cukup tinggi yaitu 26,13%. Kondisi karang di lokasi ini dikategorikan ”rusak”.
12
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
Stasiun MMRL13, pesisir Desa Wolomarang Pengamatan dilakukan di DPL (Daerah Perlindungan Laut) desa Wolomarang yang termasuk ke wilayah Kecamatan Alok Barat. Panjang rataan terumbu berkisar 500-700 m ke arah laut. Vegetasi pantai ditumbuhi oleh mangrove, pohon kelapa dan tanaman perdu. Di daerah ini terdapat beberapa ”patch reef” dan goba dengan kemiringan lereng terumbu 30o-50o. Dasar perairan berlumpur, sedimentasi tinggi dengan sedikit patahan karang. Karang hidup didominasi oleh karang Acropora dengan bentuk pertumbuhan bercabang dengan koloni yang besar. Tutupan karang Acropora dicatat 24,63%, sedikit menurun dibandingkan dengan pada waktu pengamatan t1 (26,03%). Karang non-Acropora lebih rendah (2,13%) dan dibanding dengan pada waktu pengamatan t1(15,30%) terjadi penurunan cukup besar. Secara umum persentase tutupan karang hidup turun drastis dibandingkan pada waktu t1, cukup tinggi yaitu 41,33%. Komponen DCA dicatat 48,30% dan pasir (S), 13,07%. Karang lunak dicatat 8,87%. Kondisi karang di lokasi ini dikategorikan ”rusak”. Karang dengan bentuk pertumbuhan seperti jamur, masih cukup banyak, terutama dari jenis Fungia horrida dan Cycloseris sp. diketahui jenis ini dapat beradaptasi dengan perairan yang keruh, karena memiliki polip yang besar.
Stasiun MMRL21, pesisir Desa Namangkewa Pengamatan dilakukan di sisi sebelah utara Perairan Teluk Maumere di Desa Namangkewa dan termasuk dalam kawasan DPL. Pantai berpasir dan banyak pemukiman penduduk. Vegetasi pantai terdiri dari pohon kelapa dan tanaman perdu pantai. Tipe terumbu adalah karang tepi dengan rataan terumbu cukup luas, pengamatan dilakukan sekitar 600 m ke arah laut. Pada saat pengamatan kondisi perairan tenang dengan jarak pandang sekitar 7 m. Pengamatan karang dilakukan pada kedalaman sekitar 7 m, dengan lereng terumbu landai hingga kemiringan 60o. Dasar perairan didominasi oleh ”rubble” yang banyak ditumbuhi karang lunak dari jenis Clavularia spp. dan sebagian Xenia sp. Karang hidup mulai dari rataan terumbu atas sampai ke lereng terumbu bawah didominasi oleh karang jamur dari jenis Fungia sp. Selain itu pertumbuhan Halimeda sp., alga penghasil kapur juga terlihat di antara karang lunak. Kondisi seperti ini tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Karang dari jenis Fungia spp. sangat banyak jumlahnya tercatat 1.700 individu (t1, 1.463 individu) dari karang berbentuk jamur pada luasan 140 m2. Daerah ini dapat dicirikan dengan kelimpahan karang jamur yang sangat tinggi. Ditemukan sampai ke kedalaman 8 m, dan jenis ini masih ditemukan namun dengan jumlah yang lebih sedikit. Di luar garis transek dijumpai jenis karang lain yaitu Acropora dan Lobophyllia sp. namun jumlahnya sedikit. Hasil transek diperoleh persentase tutupan karang hidup sebesar 19,80%, sedikit naik dari pada waktu pengamatan t1 (17,47%). Tutupan DCA masih cukup tinggi yaitu 57,77%, sedangkan tutupan ”rubble” 9,87%. Kondisi karang di lokasi ini masuk dalam kategori ”rusak”.
13
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
Stasiun MMRL37 , depan Hotel Angker, Kecamatan Kewapante Lokasi ini dekat dengan penginapan (Hotel Angker) merupakan rataan pasir dengan karang tepi (fringing reef) di pesisir Kecamatan Kewapante. Pengamatan kondisi karang dilakukan di sebelah utara. Rataan terumbu berupa pasir putih dan pecahan karang mati yang banyak ditumbuhi oleh karang lunak. Karang tumbuh berupa spot-spot, yang menarik proses regenerasi terlihat terus berlangsung. Rekruitmen karang terlihat dengan jenis yang bervariasi. Substrat yang keras sangat mendukung untuk tempat menempelnya planula karang. Pada saat pengamatan kondisi perairan cukup tenang dengan jarak pandang sekitar 8 m. Karang anakan (hasil rekruitmen) banyak ditemukan dari jenis Montipora sp., Galaxea fascicularis, Acropora sp., Porites sp. dengan ukuran < 5 cm. Demikian juga dengan pertumbuhan baru dari jenis karang lunak yang banyak dijumpai dengan ukuran < 10 cm, banyak tumbuh pada bongkahan karang yang mati. Hasil LIT diperoleh persentase tutupan karang hidup sebesar 11,80%, nilai ini lebih rendah dengan nilai pada waktu pengamatan t1 (15,60%). Nilai ini juga lebih rendah dibandingkan dengan hasil pengamatan t0 pada tahun 2006 yaitu sebesar 17,53%. Tutupan karang di lokasi ini mengalami penurunan pada waktu monitoring dari tahun ke tahun. Komponen DCA masih mendominasi lokasi transek yaitu 44,43%, kemudian dicatat ”rubble” 17,90% dan pasir (S), 15,63%. Karang lunak dicatat 7,57%. Kondisi karang di lokasi ini masuk dalam kategori ”rusak”. Stasiun MMRL47, pesisir timur Teluk Maumere, selatan Tanjung Talibura Pengamatan karang dilakukan di sebelah timur pesisir Teluk Maumere, pantai berupa pasir putih dan pecahan karang mati yang diselingi oleh pertumbuhan mangrove. Rataan terumbu berupa ”rubble” yang ditumbuhi oleh karang lunak dan Halimeda sp. Lokasi ini miskin akan pertumbuhan karang. Rataan terumbu tengah dengan lebar lebih kurang 400 m yang dilanjutkan dengan rataan tubir. Pertumbuhan karang di dekat tubir tidak berbeda dengan yang di rataan terumbu, di lereng terumbu lebih berupa paparan karang mati. Rekruitmen karang sangat sedikit hal ini mungkin disebabkan tingginya sedimentasi. Karang dengan ukuran < 5 cm ditemukan hanya dari jenis Favia sp. dan Galaxea fascicularis. Di luar garis transek banyak dijumpai karang mati dengan bentuk bercabang yang ditumbuhi alga. Pada bagian karang yang mati tersebut juga ditumbuhi oleh ”ascidian”. Berdasarkan informasi dari nelayan bahwa lokasi ini merupakan tempat orang menangkap ikan dan lobster dengan menggunakan bom dan potas (sianida) yang sangat berbahaya untuk kelangsungan hidup karang. Tutupan karang hidup sangat rendah yaitu 1,57%, yang terdiri dari karang non-Acropora, sedikit lebih tinggi dari pada waktu pengamatan t0 (0,07%) dan t1 (0,10). Komponen substrat yang cukup tinggi ialah ”rubble” (56,27%) diikuti oleh pasir (S), 22,80%, sedangkan DCA, 17,43%. Kondisi karang di lokasi ini masuk dalam kategori sangat ”rusak”.
14
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
Stasiun MMRL55, pesisir Kecamatan Talibura Pengamatan dilakukan di daerah pesisir pantai yang masuk ke wilayah Kecamatan Talibura. Lokasi ini masih berhadapan dengan sisi timur Pulau Babi. Vegetasi pantai terdiri dari pohon bakau yang tipis, tanaman perdu, semak dan pohon kelapa. Pantai berbatu, di sisi kiri dan kanan terdapat pantai berpasir. Panjang rataan terumbu berkisar 500 m ke arah laut dan terdapat ”reef rampart” yang terlihat jelas pada saat surut. Lereng terumbu landai dengan sudut kemiringan antara 25-40o, sedangkan jarak pandang sekitar 15 m. Karang tumbuh berupa spot-spot yang didominasi oleh bentuk pertumbuhan bongkahan (massive) dari jenis Porites lutea dan Porites lobata. Secara umum ukuran koloni karang tersebut berukuran < 50 cm. Selain itu bongkahan karang yang mati juga banyak dijumpai dan di atasnya ditumbuhi oleh karang lunak, yang didominasi oleh Sinularia sp. dan Xenia sp. Di sepanjang garis transek tidak ditemukan karang Acropora spp. Persentase tutupan DCA sangat tinggi, yaitu 70,03%. Meskipun demikian rekruitmen karang masih terlihat dengan ukuran yang kecil. Tutupan karang hidup berfluktuasi turun kemudian naik. Pada waktu pengamatan t0, dicatat 17,53%, t1 sedikit turun yaitu 17,13% dan pada waktu t2 naik menjadi 17,83%. Walaupun ada kenaikan nilai namun kondisi karang di lokasi ini dikategorikan ”rusak”. Stasiun MMRL62, pesisir timur laut Pulau Babi Pengamatan karang dilakukan di lokasi yang sama pada tahun sebelumnya yaitu di sebelah timur laut Pulau Babi, secara administratif pulau ini termasuk kecamatan Alok Timur setelah mengalami perubahan, yang sebelumnya adalah Kecamatan Maumere. Daerah ini merupakan daerah yang berarus dan bergelombang. Pantai berpasir dan berbatu, tutupan vegetasi terdiri dari semak dan perdu yang tumbuh liar dan diselingi oleh mangrove. Lereng terumbu atas landai semakin ke tubir mencapai 40o. Substrat didominasi oleh pecahan karang mati (rubble) dan sudah ditumbuhi oleh alga. Persentase tutupan patahan karang (rubble) dicatat sebesar 23,77% yang diikuti dengan tingginya tutupan DCA yaitu 68,40%. Tidak ditemukan pertumbuhan baru anakan karang. Tutupan karang hidup pada studi baseline (t0) tahun 2006 tercatat sebesar 33,87%. Kemudian pada tahun 2007, pengamatan t1, turun drastis sampai sebesar 2,33%. Hal ini menunjukkan terjadi penurunan drastis tutupan persentase karang. Diduga kerusakan karang pada lokasi ini karena bom yang ditandai dengan tingginya tutupan patahan karang (rubble). Pada pengamatan t2 kali ini, terjadi sedikit kenaikan tutupan karang hidup, menjadi 6,60%, dan persentase tutupan karang ini dicatat oleh karang Acropora. Tidak ditemukan karang Non-Acropora di sepanjang garis transek. Kondisi karang di lokasi ini masuk dalam kategori sangat ”rusak”.
15
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
Stasiun MMRL69, pesisir utara pulau Besar, Kecamatan Alok Timur Pengamatan karang dilakukan pada sisi sebelah utara Pulau Besar, yang termasuk ke wilayah Kecamatan Alok Timur sebelumnya adalah Kecamatan Maumere. Pantai umumnya berbatu dan berpasir. Vegetasi pantai tumbuhan pantai dan pohon kelapa. Dasar perairan berupa pasir putih dan pecahan karang mati. Karang tumbuh berupa spot-spot yang mengelompok. Karang dengan bentuk bercabang didominasi oleh Acropora palifera dan Acropora microphthalma. Bentuk pertumbuhan bongkahan (massive) didominasi oleh Porites sp. dan Favia sp. Karang lunak didominasi oleh jenis Lobophytum sp. dan Sinularia sp. dengan tutupan sebesar 2,10%. Kategori bentik DCA tercatat sebesar 59,70%. Di lokasi ini tutupan karang hidup mengalami kenaikan.Tutupan karang hidup tercatat pada waktu pengamatan t0 27,23%, t1 32,67% dan pada saat pengamatan t2 sedikit mengalamai kenaikan menjadi 38,03% dengan perincian tutupan karang Acropora 11,73% dan Non-Acropora 26,30 %. Dari 15 lokasi transek, tutupan karang di lokasi ini dicatat paling tinggi, dan masuk dalam kategori ”sedang”.
Stasiun MMRL74, pesisir Desa Kojadoi Pengamatan dilakukan di sisi baratdaya Pulau Besar yaitu di Desa Kojadoi Lembantour, Kecamatan Alok Timur. Pantai ditumbuhi mangrove yang tidak begitu tebal, diselingi dengan pohon kelapa. Daerah ini juga termasuk DPL (Daerah Perlindungan Laut). Di lokasi ini merupakan kawasan budidaya rumput laut. Dasar perairan dari rataan terumbu sampai tubir merupakan dasar yang keras dengan patahan-patahan karang (rubble) yang banyak sebesar 32% dan sedikit berpasir. Terlihat pertumbuhan anakan karang (juvenile) dengan ukuran berkisar < 10 cm cukup banyak terutama dari jenis Acropora spp., Porites sp., dan Galaxea sp. Lereng terumbu sangat jelas, terjal dengan kemiringan sampai 60o. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya tutupan Acropora tidak ada. Pada pengamatan t0 tercatat 28,27%, t1 16,43% dan pengamatan t2 kali ini turun drastis menjadi 0,27%. Tutupan karang hidup dicatat hanya 3,07%. Kondisi karang yang mengalami kerusakan ini nampaknya disebabkan oleh kerusakan alami. Komponen DCA dicatat teringgi dari lokasi-lokasi lainnya yaitu 96,93%. Kondisi karang di lokasi ini masuk dalam kategori sangat ”rusak”.
Stasiun MMRL75, pesisir selatan Pulau Besar Pengamatan dilakukan di sebelah selatan Pulau Besar, tidak jauh dari stasiun MMRL74. Di sekitar perairan banyak dijumpai budidaya rumput laut. Dari hasil pengamatan di lokasi ini terlihat bahwa kondisi karang relatif baik yang didominasi oleh pertumbuhan karang lunak. Substrat keras yang sebagian ditumbuhi oleh ”turf algae” (DCA) dicatat masih cukup tinggi, persentase tutupannya 58,93%. Jenis karang lunak didominasi oleh Sarcophyton sp., Sinularia sp. sebesar 17,27%. Karang tumbuh lebih bervariasi dengan berbagai bentuk pertumbuhan. Karang dengan bentuk
16
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
pertumbuhan bercabang dan ”sub-massive” terdiri dari Acropora palifera, Acropora florida, Pocillopora sp., Porites nigrescens. Karang dari suku Faviidae juga banyak ditemukan di daerah ini. Biota lain yang berasosiasi dengan karang juga ditemukan seperti Tridacna sp. dan hewan moluska lainya, sedangkan karang dengan bentuk pertumbuhan seperti lembaran daun (foliosa) didominasi oleh Pachyseris sp. Tutupan karang di lokasi ini mengalami fluktuasi, dari t0 dicatat 11,40% mengalami kenaikan persentase tutupan pada pengamatan t1 menjadi 24,37%, namun pada pengamatan kali ini turun menjadi 20,6 % dan masuk dalam kategori ”rusak”.
Stasiun MMRL78, pesisir tenggara Pulau Parumaan Pengamatan dilakukan di sebelah tenggara Pulau Parumaan, secara administratif masuk ke Kecamatan Alok Timur. Vegetasi pantai ditumbuhi oleh mangrove yang tipis, berbatu dan sedikit berpasir dengan vegetasi yang jarang umumnya perdu yang sudah kering. Daerah ini juga masih Daerah Perlindungan Laut (DPL). Perairan pantai merupakan daerah budidaya rumput laut agak terlindung sedangkan di daerah selat arus dan gelombang cukup kuat. Tipe terumbu adalah karang tepi (fringing reef) dengan goba-goba di sekitarnya. Rataan terumbu (reef flat) cukup luas dengan panjang lebih kurang 500 m ke arah laut lepas. Dasar perairan terdiri dari pecahan karang mati (rubble) dan bongkahan-bongkahan karang mati (boulder). Lereng terumbu landai dengan pertumbuhan karang hidup yang jarang-jarang. Dari hasil transek tercatat tutupan DCA sebesar 33,50% yang diikuti dengan tutupan karang lunak yang cukup tinggi yaitu 19,77%. Karang tumbuh berupa spot-spot, tutupan karang hidup tercatat sebesar 9,53%, terdiri dari karang non-Acropora, dan masuk dalam kategori ”rusak”. Nilai ini turun dibandingkan dengan pada pengamatan t0 (18,03 %) dan pengamatan t1 (16,50%). Kondisi ini jauh lebih buruk lagi jika dibandingkan dengan hasil pemantauan pada tahun 2003. Hasil pemantauan tahun 2003 dilaporkan bahwa terumbu karang berada dalam kondisi sedang dengan tutupan mencapai 45% (CRITC COREMAP Kab. Sikka, 2004)
Stasiun MMRL79, pesisir Desa Pangabatang Pengamatan dilakukan di Desa Pangabatang sebelah selatan Pulau Dambila, Kecamatan Alok Timur. Pantai berpasir putih ditumbuhi oleh vegetasi perdu, semak dan rumput. Daerah ini juga ditentukan sebagai Daerah Perlindungan Laut (DPL). Lokasi pengamatan merupakan daerah tanjung, selat dengan perairan terbuka, arus dan gelombang cukup kuat, jernih dengan jarak pandang mencapai kurang lebih 10 m. Dasar perairan umumnya terdiri dari pasir dan substrat yang keras. Pada bagian karang mati banyak ditumbuhi oleh Ascidian. Pertumbuhan Ascidian ini diduga dapat mengganggu atau menjadi saingan bagi karang untuk hidup. Karang batu yang tumbuh berupa spot-spot. Bentuk pertumbuhan karang seperti bongkahan (massive) didominasi oleh Porites lutea dan Porites lobata. Pada garis transek dijumpai tumpukan
17
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
pecahan karang mati yang menggunung, tercatat persentase tutupan “rubble” sebesar 9,03%. Tutupan DCA dicatat cukup tinggi yaitu 64,53%, tutupan pasir (S), 13,23%. Tutupan karang hidup dicatat berfluktuasi dari 5,30% pada pengamatan t0, naik menjadi 26,17% pada pengamatan t1 dan kembali turun menjadi 11%. Kondisi karang di lokasi ini masuk dalam kategori ”rusak”.
Stasiun MMRL80, pesisir timur Pulau Pemanah Kecil Pengamatan karang dilakukan pada sisi sebelah timur Pulau Pemanah Kecil. Daratan berupa tebing dengan vegetasi pantai, tumbuhan pantai yang diselingi dengan batuan sedimen. Dasar perairan berupa pasir putih dan pecahan karang mati yang banyak ditumbuhi oleh karang lunak dan spong. Pertumbuhan karang berupa spot (kelompok) kecil yang dijumpai dengan koloni yang kecil. Panjang rataan terumbu sekitar 25 m ke arah laut. Pada waktu pengamatan, arus dan gelombang cukup kencang. Lereng terumbu atas landai namun ke arah lereng terumbu bagian bawah kemiringan terjal (wall reef) sekitar 90°. Persentase tutupan karang lunak cukup tinggi yaitu 16,20%. Karang lunak tumbuh dengan koloni yang besar yang berada di sekitar tubir, didominasi oleh tiga jenis besar yaitu Sinularia sp., Sarcopython sp. dan Lobopythum sp. Persentase tutupan DCA dicatat 43,90%, tutupan pasir (S) 21,67 %. Tutupan karang hidup dicatat sangat rendah yaitu 2,27%, yang terdiri dari karang Non-Acropora. Kondisi karang di lokasi ini masuk dalam kategori ”rusak”. Dari 15 lokasi pengamatan, persentase tutupan karang hidup terendah selama pengamatan t2 ditemukan di lokasi ini. Berbeda dengan pengamatan tahun sebelumnya, pada pengamatan t0 dicatat tutupan karang hidup cukup tinggi yaitu 32%, kemudian menurun pada pengamatan t1 menjadi 10,77%. Nilai ini kemudian menurun drastis pada pengamatan t2 hingga 2,27%. Demikian juga dengan karang jenis Acropora pada tahun sebelumnya masih ditemukan namun sekarang tidak ditemukan di lokasi transek. Dicatat juga persentase tutupan fauna lain (OT), 14,30%, yang terdiri dari kelompok “Hydroid” dan “Ascidian”. Ditemukan anakan karang namun dalam jumlah yang sangat sedikit. Spong dengan ukuran koloni yang besar juga ditemukan baik di garis transek maupun di luar.
Stasiun MMRL88, pesisir Desa Gunung Sari Lokasi ini merupakan gosong kecil yang dekat dengan lampu suar. Pada saat air surut, arah angin dari utara menuju selatan sehingga arus permukaan cukup kuat sedangkan di dasar perairan arus mulai berkurang, di lokasi ini dijumpai tumpukan patahan karang yang muncul ke permukaan membentuk gosong (reef rampart). Dasar perairan keras dan berupa pasir putih diselingi pecahan karang mati yang banyak ditumbuhi oleh karang lunak dan spong, kondisi perairan sangat jernih dengan jarak pandang sekitar 20 m. Pertumbuhan karang di lokasi ini kurang baik, berupa kelompok kecil yang dijumpai dengan ukuran koloni yang kecil (< 50 cm). Umumnya karang
18
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
memiliki bentuk pertumbuhan ”sub massive” yang didominasi oleh Pocillopora eydouxi yang diikuti dengan bentuk pertumbuhan karang seperti bongkahan (massive) didominasi oleh Porites sp. dan Diploastrea heliopora. Karang lunak didominasi oleh jenis Lobophytum sp. dan Sinularia sp. tutupannya tercatat sebesar 3,13%. Kategori bentik DCA dicatat cukup tinggi yaitu sebesar 67,93%. Patahan karang mati (rubble) dicatat 13,03% dan pasir (S), 8,13%. Tutupan karang hidupnya tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, dari 6,37% pada saat t0, naik sedikit menjadi 6,43% pada pengamatan t1 kemudian turun menjadi 5,93% pada pengamatan t2. Tidak ditemukan karang Acropora di lokasi transek. Kondisi karang di lokasi ini masuk dalam kategori “rusak”.
Stasiun MMRL02 (BOLA), pesisir Desa Bola Stasiun MMRL02 di Kecamatan Bola, berada pada perairan yang terpisah dari stasiun lainya yaitu pada sisi selatan Kabupaten Sikka dan berhadapan langsung dengan perairan Samudra Hindia. Daerah pesisirnya merupakan kawasan pemukiman dan jalan lintas selatan Kabupaten Sikka. Perairan terbuka dengan arus dan gelombang cukup kuat, dingin dan agak keruh dengan jarak pandang 2-3 m. Tipe terumbu adalah karang tepi dengan rataan terumbu sempit yaitu 200-300 m ke arah laut. Dasar perairan berupa substrat keras seperti dinding batu yang berundak (teras) dan pasir yang membukit setinggi 50 cm membentuk alur-alur, seperti umumnya rataan terumbu yang berhadapan langsung dengan laut lepas. Lereng terumbu landai dan kadang tidak jelas. Pada substrat keras terlihat pertumbuhan karang lunak yang didominasi oleh Sinularia sp., Sarcophyton sp. dan jenis lainnya dengan ukuran koloni > 1 m. Persentase tutupan karang lunak dicatat 24,60%. Karang hidup umumnya dijumpai dari jenis yang tahan terhadap gelombang dan umumnya bentuk pertumbuhannya seperti bongkahan (massive) yakni Porites sp. dan Diploastrea heliopora. Juga ditemukan bentuk pertumbuhan “sub-massive” dari jenis Symphyllia radians dan Pocillopora verrucosa. Di luar garis transek juga dijumpai jenis lain seperti Mycedium elephantotus, Platygyra sp. dan Goniastrea retiformis. Dari hasil transek dicatat persentase tutupan karang hidup sebesar 16,90%, kondisi ini menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari pada pengamatan t1 (8,37%). Tutupan DCA tercatat cukup tinggi yaitu 44,97%. Hasil studi baseline (t0) sampai dengan pemantauan t2 dicatat tutupan karang mengalami kenaikan. Kondisi karang di lokasi ini masuk dalam kategori ”rusak”.
19
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
Gambar 7.
Peta persentase tutupan, kategori biota dan substrat hasil monitoring dengan metode “LIT” di perairan Kabupaten Sikka, 2009.
Gambar 8.
Peta persentase tutupan karang hidup hasil monitoring dengan metode “ LIT” di perairan Kabupaten Sikka, 2009.
20
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
III.2.2.
Hasil Analisa Karang
Pada penelitian yang dilakukan di wilayah Kabupaten Sikka (Teluk Maumere, Pulau Besar dan Bola) pada tahun 2009 ini (t2), berhasil dilakukan pengambilan data pada 15 stasiun penelitian yang sama seperti yang dilakukan pada penelitian tahun 2006 (t0) dan 2007 (t1). Plot interval untuk masing-masing biota dan substrat berdasarkan waktu pemantauan dengan menggunakan interval kepercayaan 95 % disajikan dalam Gambar 9. Untuk melihat apakah ada perbedaan persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat antar waktu pengamatan (t0tahun 2006, t1 - 2007, dan t2 - 2009) digunakan uji one-way ANOVA, dimana data ditransformasi ke dalam bentuk arcsin akar pangkat dua dari data (y’=arcsin√y) sebelum dilakukan pengujian.
Gambar 9. Plot interval biota dan substrat pada pengamatan t0, t1 dan t2 (tahun 2006, 2007 dan 2009) dengan interval kepercayaan 95% di perairan Kabupaten Sikka.
21
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
Untuk data karang mati (DC), lumpur (SI) dan batuan (Rock), tidak dilakukan uji karena tidak memenuhi prasyarat uji ANOVA, yaitu ada minimal pada satu tahun pengamatan yang tidak dijumpai kategori tersebut. Dari uji ANOVA diperoleh nilai p, atau nilai kritis untuk menolak Ho. Bila nilai p<0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan persentase tutupan untuk kategori tersebut antar tiga waktu pengamatan yang berbeda (2006, 2007, dan 2009). Tabel 1.
Nilai p berdasarkan hasil uji “one-way ANOVA” terhadap persentase tutupan kategori biota dan substrat.
Kategori
Nilai p
Karang hidup (LC)
0,494
Acropora (AC)
0,674
Non Acropora (NA)
0,616
Karang mati (DC)
Tidak diuji
Karang mati dgn alga (DCA)
0,000 *)
Karang lunak (SC)
0,373
Sponge (SP)
0,150
Fleshy seaweed (FS)
0,000 *)
Biota lain (OT)
0,002 *)
Pecahan karang (R)
0,130
Pasir (S)
0,626
Lumpur (SI)
Tidak diuji
Batuan (RK)
Tidak diuji
Pada Tabel 1, terlihat bahwa hanya kategori karang mati tertutup Alga (DCA), “Flesshy Seaweed” (FS), dan biota lain (OT) yang berbeda secara signifikan. Berdasarkan uji lanjut TUKEY, rata-rata persentase tutupan DCA berbeda nyata antara tiga tahun pengamatan (2006, 2007, dan 2009). Ratarata persentase tutupan DCA terbesar pada t2 (2009), sedangkan yang terkecil pada t0 (2006). Setiap tahun pengamatan terjadi peningkatan persentase tutupan DCA yang signifikan. Rata-rata persentase tutupan FS berkuran secara signifikan dari t0 ke t1. Selanjutnya persentase tutupan FS antara t1 dan t2 tidak berbeda nyata. Adapun rata-rata persentase tutupan OT mengalami peningkatan dan penurunan selama tiga tahun pengamatan. Rata-rata persentase tutupan OT pada tahun 2006 (t0) berbeda nyata dengan tahun 2007 (t1), telah terjadi peningkatan yang signifikan. Antara tahun 2007 (t1) dan 2009 (t2) juga berbeda nyata, dimana rata-rata
22
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
persentase tutupan OT pada tahun 2009 lebih kecil dibandingkan pada tahun 2007. Rata-rata persentase tutupan karang hidup hasil pengamatan (Ratarata LC ± standar eror) disajikan secara lengkap pada Gambar 10. Secara umum, karang hidup dari 15 stasiun yang diamati dalam selang waktu t0 (2006), t1 (2007) dan t2 (2009) terlihat adanya penurunan persentase tutupan antara t0 (17,58 ± 2,72%), t1 (17,50 ± 2,85%) dan t1 (13,41 ± 2,54%).
Gambar 10. Plot interval nilai rata-tata karang hidup pada pengamatan t0, t1 dan t2 (tahun 2006, 2007 dan 2009) di perairan Kabupaten Sikka.
III.3.
MEGABENTOS
Pengamatan biota megabentos di perairan pulau-pulau dan pesisir Teluk Maumere, dan pesisir Bola Kabupaten Sikka, dilakukan dengan metode “reef check benthos”, sepanjang garis transek permanen dengan luas bidang pengamatan 140 m2. Biota megabentos dihitung dengan cara transek sabuk (belt transect). Hasil pencatatan individu kemudian dihitung ke dalam satuan individu/transek.
III.3.1.
Hasil Pengamatan Megabentos
Dari hasil pengamatan biota megabentos dengan metode ”reef check benthos” dicatat biota CMR (mushroom coral), Fungia spp. masih mendominasi perairan, jumlah individu tertinggi (1.700 individu / transek) ditemukan di stasiun MMRL21. Kondisi yang sama seperti ini, bahkan meningkat selama pengamatan, dicatat pada waktu studi baseline tahun 2006 (829 individu / transek) dan t1 tahun 2007 (1463 individu / transek). Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, biota Acanthaster planci tidak
23
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
ditemukan selama pengamatan kali ini. Demikian juga untuk Diadema setosum, jumlahnya menurun dari 15 stasiun pengamatan, ditemukan dalam jumlah yang sedikit hanya di 6 stasiun yaitu di stasiun MMRl06 (1 individu / transek), MMRL37 (31 individu/transek), MMRL47 (5 individu / transek), MMRL55 (7 individu / transek), MMRL69 (6 individu/transek) dan MMRL79 (36 individu/transek). Untuk “giant clam’ yang berukuran besar ada kenaikan dalam jumlah individu, tertinggi dicatat di MMRL79 (21 individu / transek), dan terendah di stasiun MMRL80 (2 individu / transek), sedangkan di lokasi lainnya tidak ditemukan. Untuk yang berukuran kecil, ditemukan di enam lokasi dan bervariasi 2-3 individu / transek. Teripang (holothurian) hanya ditemukan di empat lokasi dengan jumlah 1-2 individu / transek.. Biota lain yang tergolong dalam megabentos, dalam penelitian ini tidak ditemukan sama sekali. Hasil selengkapnya dapat dilihat dalam Gambar 11, dan dalam lampiran (Lampiran 3).
Gambar 11. Peta kelimpahan biota megabentos hasil monitoring dengan metode “reef check benthos” di perairan Kabupaten Sikka, 2009.
III. 3.2.
Hasil Analisa Megabentos
Dalam penelitian yang dilakukan di wilayah Kabupaten Sikka, yaitu di pesisir Teluk Maumere, Pulau Besar dan Desa Bola, pada tahun 2009 ini (t2), terdapat 15 stasiun yang lokasinya sama dengan lokasi pengamatan yang telah diamati pada tahun 2006 (t0) dan 2007 (t1). Rata-rata jumlah individu per transek untuk setiap kategori megabentos yang dijumpai pada masing-masing waktu pengamatan disajikan pada Tabel 2.
24
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
Untuk melihat apakah jumlah individu setiap kategori megabentos tidak berbeda nyata untuk setiap waktu pengamatan (tahun 2006, 2007, dan 2009), maka dilakukan uji menggunakan one-way ANOVA. Berdasarkan data yang ada, uji hanya bisa dilakukan pada “Coral Mushroom” (CMR), Diadema setosum, Drupella sp., “Large Giant Clam”, “Small Giant Clam”, dan “Small Hollothurian”, karena kategori yang lain pada satu waktu pengamatan (2006, 2007, atau 2009) tidak dijumpai sama sekali (Tabel 2). Hal ini tidak memenuhi prasyarat uji ANOVA. Tabel 2. Rata-rata jumlah individu/transek untuk setiap kategori megabentos hasil pengamatan t0, t1, t2 (tahun 2006, 2007 dan 2009) di perairan Kabupaten Sikka.
Kategori
Rata-rata Jumlah Individu / transek 2006
2007
2009
3,60
2,93
0,00
CMR
84,00
145,00
157,67
Diadema setosum
19,27
27,60
5,73
Drupella sp.
2,07
4,47
0,27
Large Giant clam
0,07
0,20
3,27
Small Giant clam
2,13
5,80
1,13
Large Holothurian
0,00
0,40
0,33
Small Holothurian
0,53
0,20
0,07
Lobster
0,00
0,07
0,00
Trochus niloticus
0,00
0,00
0,00
Acanthaster planci
Sebelum uji dilakukan, untuk memenuhi asumsi-asumsi yang diperlukan dalam penggunaan one-way ANOVA ini, data ditransformasikan terlebih dahulu menggunakan transformasi ‘logaritma natural’ (Ln), sehingga datanya menjadi y’=ln (y+1). Nilai p untuk setiap data jumlah individu/transek pada kategori megabentos yang diuji disajikan pada Tabel 3. Bila nilai p tersebut lebih kecil dari 5% (=0,05), maka Ho ditolak, yang berarti ada perbedaan jumlah individu/transek untuk kategori megabentos tersebut antara selang 3 waktu pengamatan yang berbeda (2006, 2007, dan 2009). Dari Tabel 3 tersebut terlihat bahwa dari semua kategori yang diuji, hanya kategori “mushroom coral” (CMR) dan “Small Giant Clam” yang tidak berbeda nyata antara jumlah individu per transeknya. Berdasarkan uji lanjut TUKEY, Diadema setosum dan Drupella sp. memiliki kesamaan dalam pola pengelompokkan nilai rata-rata jumlah individu. Rata-rata jumlah individu pada tahun 2006 (t0) tidak berbeda nyata dengan tahun 2007 (t1) dan 2009
25
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
(t2). Akan tetapi rata-rata jumlah individu Diadema setosum dan Drupella sp. antara t1 dan t2 berbeda nyata. Rata-rata jumlah individu kedua jenis megabenthos tersebut yang paling besar pada t1 dan yang terkecil pada t2. Hal ini berarti telah terjadi penurunan jumlah individu yang signifikan antara t1 dan t2. Rata-rata jumlah individu “Large Giant Clam” mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan tersebut terlihat signifikan setelah tiga tahun pengamatan, yaitu antara t0 (2006) dan t2 (2009). Tabel 3. Nilai p berdasarkan hasil uji “one-way ANOVA” terhadap jumlah individu / transek megabentos.
Kategori
III.4.
Nilai p
Acanthaster planci
Tidak diuji
CMR
0,415
Diadema setosum
0,032 *)
Drupella sp.
0,016 *)
Large Giant clam
0,023 *)
Small Giant clam
0,180
Large Holothurian
Tidak diuji
Small Holothurian
0,055 *)
Lobster
Tidak diuji
Trochus niloticus
Tidak diuji
IKAN KARANG
Sama halnya dengan pengamatan karang, demikian juga pengamatan biota megabentos yang berperan dalam mengimbangi kondisi kesehatan terumbu karang, juga dilkakukan pengamatan ikan karang, terutama ikan-ikan yang hidup dan mencari makan di daerah terumbu karang. Lokasi pengamatan sama dengan pengamatan di tahun-tahun sebelumnya, dan di lokasi transek permanen yang sama. Total transek 15 transek, hasil selengkapnya diuraikan selanjutnya. Hasil pengamatan ditampilkan dalam bentuk, tabel gambar maupun peta tematik.
III.4.1.
Hasil Pengamatan Ikan Karang
Pengamatan ikan karang dengan menggunakan metode ”Underwater Fish Visual Census” (UVC) , telah dilakukan di 15 stasiun transek permanen di perairan Kabupaten Sikka. Perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator hasil UVC ditampilkan dalam Gambar 12.
26
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
Gambar
12. Peta perbandingan ikan major, ikan target dan ikan indikator hasil monitoring dengan metode “UVC” di perairan Kabupaten Sikka, 2009.
Hasil “UVC” diperoleh sejumlah 262 jenis ikan karang yang termasuk dalam 39 suku, dengan nilai kelimpahan ikan karang sebesar 9.053 individu. (Tabel 4). Total kelimpahan individu ini dirinci sebagai berikut. Total ikan indikator 691 individu, ikan target 1.681 individu dan ikan major 6.681 individu. Tabel 5, menampilkan kelimpahan ikan karang berdasarkan dominasi jenis, dengan jumlah kelimpahan tertinggi (>100 individu). Jenis Pseudanthias huchtii (suku Serranidae), dari kelompok ikan major, merupakan jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi di lokasi transek permanen (910 individu), kelimpahan tertinggi dicatat di stasiun MMRL78 (350 individu). Kemudian diikuti oleh Pseudanthias squamipinnis (685 individu), dimana kelimpahan tertinggi (205 individu) di catat di stasiun MMRL69. Juga jenis Cirrhilabrus cyanopleura (623 individu) dari suku Labridae, jumlah individu tertinggi dicatat di stasiun MMRL78 (250 individu). Ketiga jenis tadi masuk dalam kelompok ikan major. Jenis-jenis lainnya memiliki kelimpahan individu di bawah 500 individu. Dari kelompok ikan target, dicatat kelimpahan tertinggi ditemukan pada jenis Pterocaesio tile (200 individu) dari suku Caesioniidae, dengan kelimpahan tertinggi dicatat di stasiun MMRL37 (100 individu), diikuti oleh jenis Pterocaesio pisang dari suku yang sama dengan kelimpahan 100 individu, dan hanya ditemukan di stasiun MMRL37. Jenis lain dari kelompok ikan target jumlah individunya kurang dari 100 individu. Jenis Parupeneus multifasciatus dari suku Mullidae dicatat 89 individu dan tersebar hampir merata dengan jumlah yang kecil (216 individu) di semua lokasi. Kemudian jenis Naso thynnoides dari suku
27
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
Acanthuridae, dicatat 60 individu, jumlah tertinggi dicatat di stasiun MMRL47 (50 individu). Kelompok ikan indikator dari suku Chaetodontidae, jumlah individu tertinggi (465 individu) yaitu dari jenis Chromis ternatensis, dan jumlah tertinggi ditemukan di stasiun MMRL78 (200 individu). Jenis lainnya Chaetodon kleini, (64 individu) dan kemudian Chaetodon vagabundus (28 individu), sebarannya hampir merata di semua stasiun masing-masing stasiun dengan jumlah yang kecil. Kelompok ikan indikator lainnya dicatat sangat sedikit di lokasi pengamatan. Kelimpahan individu ikan karang berdasarkan dominasi suku ditampilkan dalam Tabel 6. Tabel 4.
Jumlah suku, jumlah jenis dan total individu ikan karang hasil monitoring dengan metode “UVC” di perairan Kabupaten Sikka, 2009. Lokasi
Jumlah Suku
Jumlah Jenis
Total Individu
39
262
9.053
Pulau Besar & sekitarnya, pesisr Teluk Maumere & Bola. Kabupaten Sikka.
Tabel 5.
No.
Kelimpahan individu ikan karang berdasarkan dominasi jenis, hasil monitoring dengan metode “UVC” di perairan Kabupaten Sikka, 2009.
Jenis
Total Individu
Kategori
1
Pseudanthias huchtii
910
Major
2
Pseudanthias squamipinnis
685
Major
3
Cirrhilabrus cyanopleura
623
Major
4
Chromis ternatensis
465
Indikator
5
Chromis viridis
346
Major
6
Pomacentrus coelestis
297
Major
7
Amblyglyphidodon curacao
260
Major
8
Abudefduf sexfasciatus
209
Major
9
Pterocaesio tile
200
Target
10
Pomacentrus moluccensis
168
Major
11
Abudefduf vaigiensis
137
Major
12
Chromis weberi
115
Major
28
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
Tabel 6.
Kelimpahan individu ikan karang, berdasarkan dominasi suku, hasil monitoring dengan metode “UVC” di perairan Kabupaten Sikka, 2009.
No.
Suku
Total Individu
1
Pomacentridae
2899
2
Serranidae
1843
3
Labridae
1145
4
Chaetodontidae
691
5
Caesionidae
497
6
Acanthuridae
353
7
Apogonidae
300
8
Pomacanthidae
212
9
Scaridae
212
10
Mullidae
175
11
Scolopsidae
134
12
Siganidae
126
13
Balistidae
96
14
Lutjanidae
77
15
Gobiidae
55
16
Sphyraenidae
34
17
Zanclidae
33
18
Lethrinidae
23
19
Haemulidae
21
20
Tetraodontidae
18
21
Monacanthidae
15
22
Fistulariidae
14
23
Holocentridae
13
24
Bleniidae
11
25
Pinguipedidae
9
26
Harpodontidae
8
27
Carangidae
7
29
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
III.4.2.
28
Cirrhitidae
5
29
Ostraciidae
5
30
Centriscidae
4
31
Ephippidae
3
32
Malacanthidae
3
33
Scorpaenidae
3
34
Aluteridae
2
35
Aulostomidae
2
36
Microdesmidae
2
37
Lactaridae
1
38
Muraenidae
1
39
Pseudochromidae
1
Hasil Analisa Ikan Karang
Pada penelitian yang dilakukan di wilayah Sikka Pulau Besar dan Bola, pada tahun 2009 ini (t2), berhasil dilakukan pengambilan data pada semua stasiun penelitian yang dilakukan pada penelitian baseline tahun 2006, yaitu sebanyak 15 stasiun. Rata-rata jumlah individu per transek yang dijumpai pada masing-masing waktu pengamatan disajikan dalam Gambar 13 sedangkan rata-rata jumlah jenis disajikan pada Gambar 14.
Gambar 13. Rata-rata perbandingan jumlah individu ikan karang di perairan Kabupaten Sikka pada pengamatan t0, t1 dan t2 (tahun 2006, 2007 dan 2009).
30
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
Gambar 13 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah individu ikan karang pada tahun 2009 (t2) lebih kecil dari tahun sebelumnya, 2007 (t1). Hal ini didukung dengan hasil uji ANOVA satu arah bahwa rata-rata jumlah individu ikan berbeda nyata antara tahun pengamatan, p = 0,034 (Tabel 7). Sebelum uji ANOVA dilakukan, data telah ditransformasi dengan ‘Logaritma Natural’ (ln) untuk memenuhi prasyarat uji ANOVA.
Gambar 14.
Rata-rata perbandingan jumlah jenis ikan karang di perairan Kabupaten Sikka pada pengamatan t0, t1 dan t2 (tahun 2006,2007 dan 2009).
Berdasarkan uji lanjut Tukey rata-rata jumlah individu ikan pada tahun 2009 (t2) berbeda nyata dengan tahun 2007 (t1), tapi tidak berbeda nyata dengan tahun sebelumnya. Nilai rata-rata individu ikan pada t2 lebih kecil dari tahun sebelumnya 2006 (t0). Hal ini berarti telah terjadi pengurangan jumlah individu ikan yang signifikan pada tahun 2009 dibandingkan tahun 2007. Tapi pengurangan tersebut tidak lebih kecil dari tahun 2006. Pada Gambar 14 terlihat nilai rata-rata jumlah jenis pada tahun 2009 (t2) lebih kecil dibandingkan pada tahun 2007 (t1). Hal ini didukung hasil uji ANOVA satu arah yang menyatakan bahwa rata-rata jumlah jenis ikan berbeda nyata antara tahun pengamatan, p = 0,001 (Tabel 8). Berdasarkan uji lanjut TUKEY, rata-rata jumlah jenis ikan pada tahun 2009 (t2) berbeda nyata dengan tahun 2007 (t1), tapi tidak berbeda nyata dengan tahun 2006 (t0), serta nilainya lebih kecil. Jadi, rata-rata jumlah jenis ikan karang telah mengalami penurunan yang signifikan pada tahun 2009 dari tahun pengamatan sebelumnya (t1).
31
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
Tabel 7.
Parameter
Uji “one way ANOVA” untuk jumlah individu dan jumlah jenis ikan karang,hasil monitoring dengan metode “UVC” di perairan Kabupaten Sikka, 2009. Sumber variasi
Jumlah Jenis
Derajat kebebasan
Kuadrat rata-rata
4,278
2
Dalam tahun
24,542
42
Total
28,820
44
Antar tahun
1,550
2
Dalam tahun
4,159
42
Total
5,709
44
Antar tahun Jumlah Individu
Jumlah kuadrat
F
p
2,139 3,661 0,034 0,584
0,775 7,824 0,001 0,099
*) Jika p < 0,05 maka berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 5%.
32
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
IV. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil studi monitoring ekologi terumbu karang di perairan Pulau Besar dan pulau-pulau kecil di sekitarnya, pesisir Teluka Maumere, dan pesisir desa Bola, Kabupaten Sikka, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
IV.1.
KESIMPULAN
•
Kondisi karang di lokasi-lokasi transek secara umum dikategorikan rusak berat dengan rerata persentase tutupan karang hidup 13,41%, hal ini lebih rendah dari yang dicatat pada monitoring t1 tahun 2007 yaitu 17,24%.
•
Hasil uji ANOVA diperoleh nilai p, atau nilai kritis untuk menolak Ho. Bila nilai p< 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan persentase tutupan untuk kategori tersebut antar tiga waktu pengamatan yang berbeda (2006, 2007, dan 2009).
•
Berdasarkan uji lanjut Tukey, rata-rata persentase tutupan DCA berbeda nyata antara tiga tahun pengamatan (2006, 2007, dan 2009). Rata-rata persentase tutupan DCA terbesar pada t2 (2009), sedangkan yang terkecil pada t0 (2006). Setiap tahun pengamatan terjadi peningkatan persentase tutupan DCA yang signifikan.
•
Rata-rata jumlah individu Diadema setosum dan Drupella sp. antara t1 dan t2 berbeda nyata. Rata-rata jumlah individu kedua jenis megabenthos tersebut yang paling besar pada t1 dan yang terkecil pada t2. Hal ini berarti telah terjadi penurunan jumlah individu yang signifikan antara t1 dan t2.
•
Berdasarkan uji lanjut Tukey, rata-rata jumlah jenis ikan pada tahun 2009 (t2) berbeda nyata dengan tahun 2007 (t1), tapi tidak berbeda nyata dengan tahun 2006 (t0), serta nilainya lebih kecil. Jadi, ratarata jumlah jenis ikan karang telah mengalami penurunan yang signifikan pada tahun 2009 dari tahun pengamatan sebelumnya (t1).
IV. 2. SARAN •
Pesentase tutupan karang yang mengalami penurunan drastis terjadi di lokasi-lokasi yang berdekatan dengan lokasi penanaman rumput laut. Di lokasi penanaman ini tanaman rumput laut diberi pupuk “green tonic”. Perlu dilakukan penelitian yang lebih serius untuk dapat membuktikan apakah ada kaitan antar pupuk tersebut dengan tingkat kematian karang.
•
Demikian pula dengan beberapa biota megabentos yang hidup menetap di dasar juga mengalami penurunan jumlah individu yang drastis. Perlu dilakukan penelitian lanjut, untuk membuktikan keterkaitan dengan penurunan jumlah individu biota megabentos.
33
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
•
Daerah Perlindungan Laut yang sudah ada harus dikelola dengan baik, dan sebaiknya lokasinya ditambah, tetapi dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat nelayan setempat, sehingga lebih menjamin terpeliharanya kondisi ekosistem terumbu karang.
UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada tim survei dari CRITC COREMAP-LIPI Jakarta, Staf peneliti dari Puslit Oseanografi LIPI Jakarta, Bitung dan Ambon, serta tim CRITC Kabupaten Sikka .
34
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
DAFTAR PUSTAKA CRITC COREMAP Kab. Sikka NTT. 2004 Laporan Akhir CRITC COREMAP Kab. Sikka Tahun 2004 (unpublished). CRITC COREMAP Sikka. Maumere. CRITC COREMAP II LIPI, 2006. Studi base line ekologi Sikka, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, COREMAP II, Jakarta. English, S.; C. Wilkinson and V. Baker 1997. Survey manual for Tropical
Marine Resources. 2nd edition. Australian Institute of Marine Science : 390 pp. Heemstra, P.C. and J.E. Randall 1993. FAO Species Catalogue. Vol. 16. Grouper of the World (Family Serranidae, Sub Family Epinephilidae). Kuiter, R.H., 1992. Tropical Reef-Fishes of the Westren Pacific, Indonesia and Adjacent Waters. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Indonesia. Lieske, E, & R. Myers 1994. Reef Fishes of the World. Periplus Edition, Singapore. 400p. Matsuda, A.K., C. Amoke, T. Uyeno and T. Yoshjro 1984. The Fishes of the Japanese Archipelago. Tokai University Press. Randall, J.E. and P.C. Heemstra 1991. Indo-Pacific Fishes. Revision of IndoPacific Grouper (Perciformes: Serrinidae: Epinephelidae), With Description of Five New Species. Sukarno, N. Naamin and M. Hutomo 1986. The Status of Coral reef in Indonesia. Proc. MAB–COMAR. Regional workshop and research/ training needs. UNESCO : MAB–COMAR; LIPI, Jakarta : 24–33. Walpole, R.E. 1982. Pengantar Statistika. Ed ke-3, Sumantri B., penerjemah; Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Introduction to Statistics 3rd edition. 551 p.
35
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
LAMPIRAN Lampiran 1. Posisi stasiun transek permanen di perairan Kabupaten Sikka.
NO.
STASIUN
LONG.
LAT.
LOKASI
1
MMRL06
122.1832
-8.54905
Utara Desa. Wuring
2
MMRL13
122.1933
-8.59151
Desa. Wolomarang
3
MMRL21
122.2745
-8.63369
Desa. Namangkewa
4
MMRL37
122.4621
-8.60028
Depan Hotel Angker
5
MMRL47
122.4901
-8.51280
Selatan Tanjung Talibura
6
MMRL55
122.5586
-8.44456
Pesisir Kec. Talibura
7
MMRL62
122.5166
-8.41284
Timur laut P.Babi
8
MMRL69
122.3927
-8.43132
Utara P. Besar
9
MMRL74
122.3477
-8.48901
Desa. Kojadoi
10
MMRL75
122.3709
-8.50065
Selatan P. Besar
11
MMRL78
122.4657
-8.48446
Tenggara P. Parumaan
12
MMRL79
122.4382
-8.48399
Desa. Pangabatang
13
MMRL80
122.3440
-8.34929
Timur P. Pemanah Kecil
14
MMRL88
122.2209
-8.37555
Gosong Desa Gunung Sari
15
BOLA
122.3030
-8.74681
Desa. Bola
36
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
Lampiran 2. Jenis-jenis karang batu yang ditemukan di stasiun transek permanen di perairan Kabupaten Sikka, 2009. MMRL NO. I
SUKU/JENIS
06
13
21
37
47
55
62
69
78
80
88
74
75
79
BOLA
ACROPORIDAE 1
Acropora aculeus
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
2
Acropora cerealis
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3
Acropora formosa
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
4
Acropora horrida
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
5
Acropora humilis
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
6
Acropora longicyathus
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
7
Acropora microphthalma
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
8
Acropora palifera
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
+
-
-
9
Acropora sp.
-
+
+
+
-
-
-
+
-
-
-
-
+
+
-
10
Acropora subglabra
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
11
Acropora tenuis
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
12
Astreopora gracilis
-
-
-
-
-
-
-
+
+
-
-
-
-
-
-
13
Montipora danae
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
14
Montipora hoffmeisteri
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
15
Montipora monasteriata
+
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
+
-
-
37
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
16
Montipora samarensis
-
-
-
-
-
+
-
+
-
-
-
+
+
+
-
17
Montipora sp.
+
+
+
+
-
+
-
+
+
+
+
-
+
+
+
18
Montipora spumosa
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
19
Montipora venosa
+
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
II
AGARICIIDAE 20
Pachyseris speciosa
-
-
+
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
21
Pavona explanulata
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
22
Pavona varians
+
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
III
TUBIPORIDAE
23
Tubipora musica
-
-
+
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
24
Tubipora sp.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
+
+
-
-
-
-
-
+
+
-
-
IV 25 V
EUPHYLLIDAE Euphyllia crispata FAVIIDAE
26
Cyphastrea microphthalma
27
Cyphastrea sp.
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
+
28
Diploastrea heliopora
+
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
+
38
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
29
Echinopora sp.
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
30
Favia favus
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
31
Favia maxima
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
32
Favia pallida
+
-
+
+
-
-
-
+
-
-
-
+
-
-
-
33
Favia sp.
-
-
-
-
-
+
+
-
-
-
+
-
-
-
-
34
Favia speciosa
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
35
Favia veroni
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
36
Favites flexuosa
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
37
Favites pentagona
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
38
Favites sp.
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
39
Goniastrea australensis
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
40
Goniastrea pectinata
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
+
-
+
-
-
41
Goniastrea retiformis
-
-
-
+
-
-
-
+
-
-
-
+
+
-
-
42
Goniastrea sp.
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
43
Platygyra pini
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
VI
FUNGIIDAE
44
Ctenactis echinata
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
45
Fungia concinna
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
46
Fungia danae
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
47
Fungia fungites
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
39
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
48
Fungia horrida
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
49
Fungia paumotensis
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
50
Fungia sp.
+
+
+
-
-
-
-
+
-
-
-
-
+
-
-
51
Herpolitha limax
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
VII
MERULINIDAE
52
Hydnophora exesa
-
-
-
-
-
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
53
Hydnophora microconos
-
-
-
+
-
-
-
+
-
-
+
-
-
-
+
54
Hydnophora rigida
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
55
Merulina scabricula
-
-
-
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
VIII
MILLEPORIDAE
56
Millepora dichotoma
-
-
-
+
-
+
+
+
-
-
-
-
-
-
-
57
Millepora platyphylla
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
IX
MUSSIDAE
58
Cynarina sp.
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
59
Lobophyllia hemprichii
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
60
Symphyllia radians
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
+
61
Symphyllia sp.
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
40
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
X
OCULINIDAE 62
Galaxea astreata
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
63
Galaxea fascicularis
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
+
64
Galaxea sp.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
XI
PECTINIIDAE
65
Oxypora lacera
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
66
Mycedium elephantotus
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
67
Pectinia paeonia
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
XII
POCILLOPORIDAE
68
Pocillopora damicornis
-
-
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
69
Pocillopora sp.
-
-
-
-
-
+
-
+
-
-
+
-
+
-
-
70
Pocillopora verrucosa
+
-
+
+
-
+
-
-
-
-
+
+
+
-
+
71
Seriatopora caliendrum
-
+
+
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
72
Seriatopora hystrix
-
-
-
+
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
73
Seriatopora sp.
-
-
-
-
-
+
+
+
-
-
-
-
-
+
-
74
Stylophora pistillata
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
+
75
Stylophora sp.
-
-
-
-
-
-
+
+
-
-
-
-
-
-
-
41
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
XIII
PORITIDAE
76
Goniopora pectinata
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
77
Porites annae
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
78
Porites cylindrica
-
+
+
+
-
+
-
+
+
-
-
+
-
+
-
79
Porites lobata
+
-
+
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
+
-
80
Porites lutea
+
-
-
+
+
+
-
+
-
-
-
+
+
+
+
81
Porites nigrescens
-
-
+
+
-
+
-
+
-
-
-
-
-
+
-
82
Porites rus
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
83
Porites sp.
-
-
-
-
-
+
-
+
-
+
+
-
+
+
-
Jumlah Jenis
13
10
26
18
7
19
8
21
7
5
7
8
18
11
16
Keterangan : + = ditemukan -
= tidak ditemukan
42
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
Lampiran 3. Kelimpahan biota megabentos pada stasiun transek permanen di perairan Kabupaten Sikka, 2009.
Megabentos
MMRL BOLA
06
13
21
37
47
55
62
69
74
75
78
79
80
88
Acanthaster planci
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Banded Coral Shrimp
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
Mushroom coral (CMR)
7
91
1700
22
12
178
76
19
19
170
6
12
42
8
3
Diadema setosum
1
0
0
31
5
7
0
6
0
0
0
36
0
0
0
Drupella sp.
0
0
0
0
0
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Large Giant Clam
0
0
0
0
0
8
0
0
3
15
0
21
2
0
0
Small Giant Clam
0
0
0
0
0
3
3
3
0
3
0
0
3
2
0
Large Holothurian
2
0
0
0
0
0
0
2
0
0
1
0
0
0
0
Small Holothurian
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
43
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
Lampiran 4. Jenis-jenis ikan karang yang ditemukan di stasiun transek permanen di perairan Kabupaten Sikka, 2009.
NO.
SUKU / JENIS
MMRL 06
13
21
37
47
55
62
69
74
75
78
79
80
88
Bola
Kategori
I
ACANTHURIDAE
1
Acanthurus auranticavus
-
-
+
-
-
-
-
-
+
-
+
-
-
-
+
Target
2
Acanthurus blochi
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Target
3
Acanthurus lineatus
-
-
-
-
-
+
-
-
+
+
-
+
-
+
+
Target
4
Acanthurus mata
+
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Target
5
Acanthurus nigricans
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
+
-
+
+
-
Target
6
Acanthurus olivaceus
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Target
7
Acanthurus pyroferus
+
-
-
+
+
-
+
-
-
-
+
+
-
-
-
Target
8
Acanthurus sp.
-
-
-
-
-
-
-
+
-
+
-
-
+
+
-
Target
9
Acanthurus tominiensis
-
-
+
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
Target
10
Acanthurus xanthopterus
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
Target
11
Ctenochaetus binotatus
+
+
+
+
+
-
-
-
+
-
-
-
-
-
+
Target
12
Ctenochaetus striatus
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
+
Target
44
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
13
Ctenochaetus strigosus
+
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
Target
14
Ctenochaetus sp.
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Target
15
Naso brevirostris
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Target
16
Naso lituratus
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Target
17
Naso sp.
-
-
-
-
-
-
+
+
-
-
-
-
-
-
-
Target
18
Naso thynnoides
-
-
-
-
+
-
-
-
+
-
+
-
-
-
-
Target
19
Zebrasoma scopas
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
Major
20
Zebrasoma veliferum
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Major
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
II
ALUTERIDAE 21
III
Alutera scripta
APOGONIDAE 22
Apogon aureus
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Major
23
Apogon compressus
-
+
-
+
+
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Major
24
Apogon cyanomos
+
+
+
-
+
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Major
25
Archamia fucata
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Major
26
Cheilodipterus quenquilineatus
-
+
+
+
+
-
-
+
+
+
+
-
-
+
-
Major
45
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
IV
AULOSTOMIDAE 27
V
Aulostomus chinensis
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
BALISTIDAE 28
Abalistes stellatus
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
Major
29
Balistapus sp.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
Major
30
Balistapus undulatus
+
-
+
+
+
+
+
+
+
-
-
+
+
+
+
Major
31
Balistoides conspicillum
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
-
Major
32
Balistoides sp.
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
33
Melichthys niger
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
34
Melichthys vidua
+
-
-
-
-
+
-
-
-
-
+
+
-
-
-
Major
35
Odonus niger
+
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
Major
36
Suflamen chrysopterus
+
-
+
+
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Major
37
Suflamen sp.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
Major
VI
BLENIIDAE 38
Bleniid
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
39
Meiacanthus sp.
+
+
-
+
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
46
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
40
VII
Plagiotremus sp.
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
CAESIONIDAE 41
Caesio coerulea
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Target
42
Caesio teres
-
+
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
Target
43
Caesio trilineata
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Target
44
Pterocaesio cuning
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
Target
45
Pterocaesio pisang
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Target
46
Pterocaesio tile
-
+
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
Target
VIII
CARANGIDAE 47
Carangoides ignobilis
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Target
48
Caranx melampygus
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Target
49
Caranx sp.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
Target
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
IX
CENTRISCIDAE 50
Aeoliscus strigatus
47
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
X
CHAETODONTIDAE 51
Chaetodon auriga
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
+
-
-
-
-
Indicator
52
Chaetodon baronessa
+
-
-
+
-
-
-
+
-
-
+
+
-
-
+
Indicator
53
Chaetodon binotatus
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Indicator
54
Chaetodon ephippium
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
Indicator
55
Chaetodon guentheri
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
Indicator
56
Chaetodon kleini
+
-
+
+
+
+
+
+
-
+
-
+
+
+
+
Indicator
57
Chaetodon lineolatus
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Indicator
58
Chaetodon melannotus
+
-
-
+
-
-
-
-
-
+
+
-
-
-
-
Indicator
59
Chaetodon punctatofasciatus
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Indicator
60
Chaetodon rafflesii
-
-
+
+
-
-
+
+
+
-
+
-
-
-
-
Indicator
61
Chaetodon trifascialis
-
+
-
+
-
-
-
+
+
-
-
-
+
-
-
Indicator
62
Chaetodon trifasciatus
-
+
-
-
-
-
-
-
-
+
+
-
-
+
-
Indicator
63
Chaetodon vagabundus
+
+
-
-
+
+
-
+
-
+
+
+
-
-
+
Indicator
64
Chromis ternatensis
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
+
-
-
Indicator
65
Forcipiger longirostris
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Indicator
66
Hemitaurichthys polylepis
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
Indicator
67
Hemitaurichthys sp.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
Indicator
48
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
68
Heniochus chrysostomus
-
+
-
-
+
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Indicator
69
Heniochus varius
-
+
-
+
-
+
-
+-
+
+
+
-
+
+
-
Indicator
XI
CIRRHITIDAE 70
Cirrhitichthys falco
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Major
71
Paracirrhites fosteri
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Major
XII
EPHIPPIDAE 72
Platax orbicularis
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
Target
73
Platax tiera
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
Target
-
+
+
-
+
-
-
-
-
-
+
-
+
+
-
Major
XIII
FISTULARIIDAE 74
XIV
Fistularia petimba
GOBIIDAE 75
Amblygobius sp.
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Major
76
Acentrogobius sp.
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
77
Gobiid
-
-
-
-
-
-
+
+
-
+
-
-
-
+
-
Major
49
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
78
XV
Valencienia strigata
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Major
HAEMULIDAE 79
Plectorhinchus chaetodontoides
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Target
80
Plectorhinchus lineata
-
-
-
+
+
-
-
-
-
-
+
+
-
-
-
Target
81
Plectorhinchus orientalis
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Target
82
Plectorhinchus vittatus
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Target
+
-
-
-
-
-
+
+
-
+
-
-
-
+
+
Major
XVI
HARPODONTIDAE 83
XVII
Saurida gracilis
HOLOCENTRIDAE 84
Myripristis kuntee
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
85
Neonipon sammara
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
86
Sargocentron caudimaculatus
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
Target
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Major
XVIII
LABRIDAE 87
Anampses twistii
50
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
88
Anampses meleagrides
-
+
-
+
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Major
89
Anampses sp.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
+
-
Major
90
Bodianus diana
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
Major
91
Bodianus mesothorax
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
92
Cheilinus celebicus
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Target
93
Cheilinus chlorurus
+
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Target
94
Cheilinus fasciatus
-
+
-
-
-
+
-
-
-
+
-
+
+
-
-
Major
95
Cheilinus oxycephalus
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Major
96
Cheilinus trilobatus
+
-
+
-
-
+
-
+
-
+
+
+
+
-
-
Target
97
Cheilio inermis
+
-
-
-
+
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Major
98
Cirrhilabrus cyanopleura
+
+
+
+
+
-
-
-
+
-
+
-
-
-
-
Major
99
Cirrhilabrus sp.
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
100
Coris batuensis
+
-
-
+
+
+
-
-
-
-
-
+
-
-
-
Major
101
Coris gaimard
+
-
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
102
Diproctacanthus xanthurus
+
+
+
+
-
-
+
-
-
-
+
-
-
-
-
Major
103
Epibulus insidiator
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
104
Gomphosus varius
-
-
-
-
-
+
+
+
+
+
+
-
+
-
-
Major
105
Halichoeres argus
+
+
+
+
+
+
+
+
-
-
+
-
+
+
+
Major
51
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
106
Halichoeres chloropterus
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
107
Halichoeres hortulanus
+
-
-
+
-
-
-
-
-
-
+
+
-
-
+
Major
108
Halichoeres melanurus
-
+
-
+
+
+
+
+
-
+
-
+
-
+
+
Major
109
Halichoeres prosopeion
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Major
110
Halichoeres scapularis
+
-
+
-
+
-
-
-
-
-
+
+
-
-
-
Major
111
Halichoeres sp.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
Major
112
Halichoeres vrolicki
-
-
-
-
-
+
-
+
-
+
-
-
-
+
-
Major
113
Hemigymnus fasciatus
-
+
-
+
-
-
-
-
+
-
+
-
-
-
-
Target
114
Hemigymnus melapterus
-
+
+
+
+
-
-
-
+
-
+
-
-
-
-
Target
115
Labroides bicolor
-
-
-
-
-
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
116
Labroides dimidiatus
+
+
-
+
+
+
+
-
+
+
-
+
+
+
+
Major
117
Labroides pectoralis
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
+
Major
118
Labroides sp.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
-
Major
119
Pseudocheilinus hexataenia
+
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
Major
120
Stethojulis interrupta
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
Major
121
Stethojulis strigiventer
-
-
-
+
+
-
-
+
-
+
-
+
-
-
+
Major
122
Stethojulis trilineata
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Major
123
Thalassoma amblycephalus
+
-
-
+
+
-
-
-
-
-
+
-
-
-
+
Major
52
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
124
Thalassoma hardwickei
-
+
-
+
-
-
+
+
+
+
+
+
+
-
+
Major
125
Thalassoma janseni
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
Major
126
Thalassoma lunare
+
+
-
+
+
-
+
+
+
+
+
+
-
+
-
Major
127
Thalassoma lutescens
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
+
+
-
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Target
XIX
LACTARIDAE 128
XX
Lactoria cornuta
LATHRINIDAE 129
XXI
Monotaxis grandoculis
LUTJANIDAE 130
Lutjanus bohar
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
+
+
-
Target
131
Lutjanus carponotatus
-
+
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Target
132
Lutjanus decussatus
-
-
-
+
+
+
+
+
-
-
+
+
-
+
+
Target
133
Lutjanus fulvus
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
+
-
-
-
+
Target
134
Lutjanus gibbus
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Target
135
Macolor macularis
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
Target
53
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
XXII
MALACANTHIDAE
136
Malacanthus brevirostris
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
137
Malacanthus sp.
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
XXIII 138
XXIV
MICRODESMIDAE Ptereleotris sp.
MONACANTHIDAE
139
Amanses scopas
+
+
+
+
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
140
Monacanthus sp.
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
141
Paraluterus prionurus
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
Major
XXV
MULLIDAE
142
Mulloidichthys flavolineatus
-
-
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Target
143
Parupeneus barberinoides
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Target
144
Parupeneus barberinus
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
-
-
+
+
-
Target
145
Parupeneus bifasciatus
+
-
-
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
Target
146
Parupeneus cyclostomos
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Target
54
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
147
Parupeneus macronema
-
-
-
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Target
148
Parupeneus multifasciatus
+
+
+
+
+
+
-
-
+
+
+
-
-
+
+
Target
149
Parupeneus sp.
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
Target
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
Major
XXVI 150
XXVII
MURAENIDAE Gymnothorax sp.
OSTRACIIDAE
151
Ostracion cubicus
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
+
-
-
Major
152
Ostracion sp.
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
Major
XXVIII
PINGUIPEDIDAE
153
Parapercis clathrata
-
-
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
154
Parapercis cylindrica
-
-
+
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
155
Parapercis sp.
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Major
+
-
+
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
Major
XXIX 156
POMACANTHIDAE Apolemichthys trimaculatus
55
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
157
Centropyge bicolor
+
-
-
-
+
+
+
+
+
-
-
+
+
+
-
Major
158
Centropyge tibicen
+
+
-
-
-
+
+
+
-
-
-
+
-
+
-
Major
159
Centropyge vroliki
-
+
+
+
+
+
+
-
+
-
+
-
+
+
+
Major
160
Pomacanthus navarchus
-
+
-
+
-
-
-
-
-
-
+
-
-
+
+
Major
161
Pygoplites diacanthus
-
-
+
+
-
+
+
-
-
+
+
+
+
-
-
Major
XXX
POMACENTRIDAE
162
Abudefduf sexfasciatus
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
+
Major
163
Abudefduf vaigiensis
-
-
-
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
-
-
Major
164
Amblyglyphidodon curacao
+
+
-
+
-
+
+
+
-
+
+
+
+
-
-
Major
165
Amblyglyphidodon leucogaster
-
+
-
+
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Major
166
Amphiprion clarckii
+
-
+
+
+
-
-
+
+
+
-
+
-
-
-
Major
167
Amphiprion ocellaris
-
-
-
-
-
+
-
+
-
+
-
+
+
+
-
Major
168
Amphiprion sandaracinos
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
Major
169
Chaetodontoplus mesoleucus
-
+
+
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
170
Chromis alexandrea
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
+
+
-
Major
171
Chromis amboinensis
-
-
+
+
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
+
Major
172
Chromis analis
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Major
56
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
173
Chromis atripes
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
174
Chromis fumea
-
-
-
+
+
-
-
-
+
-
-
-
-
-
+
Major
175
Chromis margaritifer
+
-
-
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
Major
176
Chromis retrofasciatus
-
+
+
+
-
-
+
-
-
-
+
-
-
-
+
Major
177
Chromis sp.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
-
Major
178
Chromis viridis
+
+
-
-
+
+
+
+
+
+
-
+
-
-
-
Major
179
Chromis weberi
+
+
-
+
+
+
-
-
+
-
+
-
-
-
-
Major
180
Chromis xanthura
+
-
-
+
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Major
181
Chrysiptera cyanea
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
182
Chrysiptera parasema
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
Major
183
Chrysiptera rex
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
Major
184
Chrysiptera rollandi
+
+
+
+
+
-
-
-
-
-
+
-
-
-
+
Major
185
Chrysiptera sp.
-
-
-
-
-
-
+
+
-
+
-
-
-
+
-
Major
186
Chrysiptera talboti
+
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
-
-
+
Major
187
Dascyllus aruanus
-
+
-
-
+
-
-
-
+
-
-
-
-
+
-
Major
188
Dascyllus melanurus
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
189
Dascyllus reticulatus
-
+
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
190
Dascyllus trimaculatus
-
+
+
+
+
-
+
-
+
-
-
-
-
-
-
Major
57
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
191
Dischistodus perspicillatus
-
+
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
192
Dischistodus prosopotaenia
-
+
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
193
Hemiglyphidodon plagiometopon
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
Major
194
Neoglypidodon nigroris
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Major
195
Neopomacentrus azysron
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
+
Major
196
Paraglyphidodon melas
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
197
Paraglyphidodon nigroris
-
-
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
198
Plectroglypidodon lacrymatus
+
-
-
+
+
+
-
+
-
+
-
-
+
-
+
Major
199
Pomacentrus amboinensis
+
+
+
+
+
+
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Major
200
Pomacentrus auriventris
+
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
Major
201
Pomacentrus bankanensis
+
+
+
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
Major
202
Pomacentrus brachialis
+
+
-
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
203
Pomacentrus chrysurus
-
-
+
+
+
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Major
204
Pomacentrus coelestis
+
+
+
+
+
-
-
+
-
+
+
-
-
+
+
Major
205
Pomacentrus lepidogenys
+
+
+
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
Major
206
Pomacentrus moluccensis
+
+
+
+
-
+
+-
+
+
+
+
+
+
+
-
Major
207
Pomacentrus nigromanus
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
208
Pomacentrus philippinus
+
-
+
+
+
-
+
-
-
-
+
-
-
-
+
Major
58
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
209
Pomacentrus reidi
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Major
210
Pomacentrus sp.
-
-
-
+
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
211
Stegastes sp.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
Major
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
XXXI 212
XXXII
PSEUDOCHROMIDAE Pseudochromis paccagnellae
SCARIDAE
213
Scarus bicolor
+
-
+
-
+
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
Target
214
Scarus bleekeri
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Target
215
Scarus bowersi
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Target
216
Scarus dimidiatus
+
+
+
+
+
-
-
-
-
+
+
+
+
+
-
Target
217
Scarus frenatus
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
Target
218
Scarus ghoban
+
-
-
+
-
+
+
+
+
+
+
+
-
+
-
Target
219
Scarus globiceps
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
Target
220
Scarus oviceps
-
-
-
-
-
-
+
+
-
+
-
-
-
-
-
Target
221
Scarus schlegeli
-
-
+
+
-
+
-
-
+
+
+
-
-
-
-
Target
222
Scarus sordidus
+
-
+
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
-
Target
59
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
223
XXXIII
Scarus sp.
-
+
-
-
-
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
Target
SCOLOPSIDAE
224
Scolopsis bilineatus
+
+
+
+
+
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Target
225
Scolopsis ciliatus
-
-
-
-
-
+
+
+
+
+
-
+
+
+
-
Target
226
Scolopsis margaritifer
+
+
+
-
-
+
+
+
+
+
+
+
-
+
-
Target
XXXIV
SCORPAENIDAE
227
Pterois antennata
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
228
Pterois volitans
-
-
-
-
-
-
+
-
-
+
-
-
-
-
-
Major
XXXV
SERRANIDAE
229
Anthias bifasciatus
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
230
Anthias hutchi
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
-
Major
231
Anthias sp.
-
-
-
-
-
-
+-
-
-
-
-
-
-
+
-
Major
232
Anthias squamispinis
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
Major
233
Anyperodon leucogrammicus
-
-
+
+
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Target
234
Cephalopholis argus
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Target
60
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
235
Cephalopholis boenak
-
-
-
+
-
-
+
-
+
-
-
-
-
-
+
Target
236
Cephalopholis cyanostigma
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Target
237
Cephalopholis miniata
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
Target
238
Cephalopholis urodeta
-
-
-
-
-
+
+
+
-
-
-
-
+
-
+
Target
239
Diploprion bifasciatum
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
240
Epinephelus fasciatus
-
-
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Target
241
Epinephelus merra
+
+
-
-
+
-
-
+
-
+
-
-
-
-
-
Target
242
Plectropomus sp.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
Target
243
Pseudanthias huchtii
+
-
+
+
+
-
-
+
+
+
+
+
+
-
-
Major
244
Pseudanthias sp.
-
-
+
-
-
-
+
+
+
-
-
-
-
-
-
Major
245
Pseudanthias squamipinnis
+
-
-
+
+
-
-
+
-
-
+
-
+
-
-
Major
246
Variola louti
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
Target
XXXVI
SIGANIDAE
247
Siganus canaliculatus
-
-
+
-
+
-
-
-
-
+
-
+
-
-
-
Target
248
Siganus colare
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
Target
249
Siganus corallinus
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
+
+
-
Target
250
Siganus doliatus
-
+
-
+
-
-
-
-
-
-
-
+
+
-
-
Target
61
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
251
Siganus puelus
-
-
+
+
+
+
-
-
-
+
+
+
+
-
-
Target
252
Siganus punctatus
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
+
-
-
+
-
Target
253
Siganus virgatus
-
+
-
+
-
+
-
-
-
+
-
-
+
-
-
Target
254
Siganus vulpinus
+
+
+
+
-
+
-
-
-
+
-
-
-
-
-
Target
XXXVII
SPHYRAENIDAE
255
Sphyraena orbicularis
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
256
Sphyraena sp.
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
-
-
-
+
-
Major
XXXVIII
TETRAODONTIDAE
257
Arothron nigropunctatus
-
-
+
-
-
-
+
-
-
-
+
-
-
-
-
Major
258
Arothron reticulates
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
259
Canthigaster compressus
-
-
+
-
+
-
+
-
-
-
+
-
-
-
-
Major
260
Canthigaster sp.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
Major
261
Canthigaster valentini
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Major
62
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)
XXXIX
ZANCLIDAE
262
Zanclus cornutus Jumlah jenis
+
+
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
-
-
83
80
72
102
76
50
51
49
42
54
98
44
53
55
50
Major
Keterangan : + = ditemukan -
= tidak ditemukan
63
Reef Health Monitoring 2009 (Sikka)