Edisi 1 - 2008
The Beauty of Coral Reef
3
Pengantar Redaksi
4
Banggai Cardinal Fish Masih Terus Digugat
6
Awal IYOR 2008 Indonesia Cukup Menjanjikan
8
Potensi “Diving Sites” di Wilayah Barat
10
Mencari Dori di Perairan Buton
12
Catatan MTR ADB, COREMAP II di Paruh Waktu
13
PMB COREMAP II Kunjungi Amerika US Seagrant Internaship Program 2008
16
Mulai Sekarang, Kita Harus Menjaga Terumbu Karang
19
Tanpa Terumbu Karang, Pariwisata Bahari Kurang Menarik
BULETIN COREMAP II Edisi 1 - 2008
20
Lomba Poster Digital Terumbu Karang
22
Profil Putri Indonesia 2008 : Nadine Chandrawinata
“Jangan Pernah Jenuh Kampanye Laut”
23
Duyung Mamalia Laut Langka di Temukan di Desa COREMAP II Buton
26
Mengenal Alat Penangkap Ikan Karang yang Ramah Lingkungan
28
Seri Pengenalan Karang Family Poritidae
30
Progress COREMAP II ADB
32
COREMAP II Terkini : Capaian COREMAP II Wilayah Timur (World Bank)
ISSN : 1907-7416
Daftar Isi
Edisi 1 - 2008
The Beauty of Coral Reef
pengantar redaksi Memasuki tahun 2008, berbagai tantangan sudah berada tepat di depan mata penyelenggara program COREMAP II. Bagaimana tidak? Agenda Mid Term Review (MTR) dari ADB dan WB yang akan dilakukan pada semester awal kemudian rangkaian kegiatan sosialisasi seperti diantaranya keterlibatan COREMAP II dalam pameran kelautan bertaraf internasional, DEEP Indonesia 2008 pada akhir bulan Maret. Tema yang diusung pada perhelatan tersebut adalah “The Beauty of Coral Reef” dan menampilkan beberapa selebriti seperti Nadine Chandrawinata (Putri Indonesia 2005), Riyani Djangkaru (Trans 7), Prita Laura (Metro TV) dan Cipto Aji Gunawan (Underwater Photographer). Bukan hanya itu, tahun 2008 merupakan Tahun Terumbu Karang Internasional atau Internasional Year of The Reef (IYOR), dimana COREMAP II turut berpartisipasi aktif di dalamnya. Peluncuran kampanye global melalui IYOR telah disampaikan pada saat acara pembukaan pameran DEEP Indonesia 2007. Berbagai kegiatan kampanye IYOR 2007 akan dilanjutkan dalam rangkaian kegiatan Munas Terumbu Karang yang akan diselenggarakan pada pertengahan tahun 2008. Berbagai lomba dan kompetisi sebagai rangkaian kegiatan COREMAP II untuk para pelajar, mahasiswa, masyarakat umum dan juga para jurnalis merupakan bagian acara peringatan IYOR di Indonesia. Partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan-kegiatan yang direncanakan akan sangat diharapkan. Bagi COREMAP II, IYOR 2008 merupakan ajang sosialisasi dan publikasi yang sangat efektif sehingga perlu dipromosikan secara luas. Buletin COREMAP II menjadi media komunikasi yang menyajikan informasiinformasi tentang perkembangan program akan hadir di tahun 2008 setiap tiga bulan sekali. Selain menampilkan informasi yang disebutkan di atas, Buletin volume pertama di tahun 2008 ini juga menginformasikan tentang informasi presentasi tim COREMAP II di kongres AS. Kemudian liputan tentang pertemuan para pengelola program COREMAP II tingkat nasional yang baru saja berlangsung, Mid Term Review (MTR) oleh ADB. Sekilas info mengenai para pengelola terumbu karang yang mendapat beasiswa tingkat master dan perkembangan program hingga saat ini akan menjadi bagian informasi dalam Buletin ini. Akhirnya, tim redaksi Buletin COREMAP II berharap media komunikasi ini dapat menjadi media pertukaran informasi antar program COREMAP di Indonesia . Untuk itu, berbagai saran untuk perbaikan kualitas Buletin ini sangat kami harapkan. Selamat membaca!!!
Redaksi Pelindung:
M. Syamsul Maarif Penasehat:
Yaya Mulyana M. Eko Rudianto Penanggung Jawab:
Elfita Nezon Pemimpin Redaksi:
B. Sadarun Staf Redaksi:
Leonas Chatim Deden Solihin Design Grafis:
Pola Grade
Salam Hormat Redaksi Buletin COREMAP II
Distribusi: Yudha Miasto
Edisi 1 - 2008 BULETIN COREMAP II
Indonesia harus melindungi biota laut langka, salah satu yang sempat mencuat di dunia adalah Banggai Cardinal Fish (Pteropogon kauderni), yang hanya ada di perairan Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah. Pada pertemuan ke-14 Conference of the Parties on the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (COP-14 CITES), di Den Haag, Belanda, Juni 2007, Amerika Serikat mengajukan Proposal 19, yang mengusulkan listing Cardinal Banggai ke dalam Appendix II CITES.
Banggai Cardinal Fish
Masih Terus Digugat
Hal itu berarti ikan tersebut tak boleh lagi diperdagangkan secara bebas tanpa adanya regulasi. Namun, Kasubdit Konservasi Kawasan Perairan dan Taman Nasional Laut, Direktorat Konservasi dan TNL, Ditjen KP3K, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Agus Dermawan, mengemukakan, sebenarnya cardinal banggai belum perlu masuk dalam Appendix II CITES karena populasinya masih cukup banyak dan bisa ditangkarkan. Gagal memasukkannya pada Appendix II CITES pada COP 14/2007, peneliti Amerika Serikat masih terus berupaya keras memasukkannya. Pada workshop ornamental fish di Florida, bulan April 2008, Agus Dermawan yang hadir pada pertemuan tersebut menyatakan bahwa Dr. A. Vagelli kembali menyampaikan pentingnya memasukkan species ini ke dalam Appendiks CITES. Pihak USA sangat mendukung usulan ini, pihak Indonesia yang hadir pada pertemuan tersebut tetap pada sikapnya bahwa upaya-upaya konservasi di dalam negeri jauh lebih tepat daripada memasukkannya pada CITES, misalnya Penetapan Kawasan Konservasi Laut disertai dengan keterlibatan masyarakat (Community Development) di dalam pengelolaannya. sementara itu Indonesia melalui IMA yang didukung oleh IMA Philiphine setuju dengan sikap Indonesia untuk tidak memasukkan BCF ke dalam Appendix CITES. Selain alasan di atas, juga terbukti bahwa BCF ternyata tidak hanya ditemukan di kawasan Banggai Kepulauan saja, tetapi juga dijumpai di wilayah lain. Lagipula pembiakan BCF relatif telah dapat dilakukan oleh Indonesia. Dr. Vagelli ngotot memasukkan banggai cardinal ke dalam Appendix ditengarai bak pedang bermata dua, artinya ada maksud di balik aksi atau upaya memasukkan ke Appendix. Berbasis penelitian yang dilakukan oleh Dr. Vagelli, mereka telah sukses membiakkan ikan tersebut. Pada akhirnya nanti bila BCF masuk Appendix, maka nelayan Indonesia tidak bisa dengan bebas mengekspor jenis ikan ini dan mereka dapat menguasai perdagangan internasionalnya. Tentunya hal ini merugikan bagi Indonesia. Alhamdulillah pada akhirnya, sampai saat ini jenis ikan banggai cardinal belum masuk ke dalam Appendix CITES. Entah sampai
BULETIN COREMAP II Edisi 1 - 2008
kapan ini bisa bertahan, karena Dr. Vagelli dengan dukungan USA dan beberapa Negara Eropa, tentu akan terus berupaya memasukkannya pada Appendiks di masa mendatang. Jenis ikan yang sangat unik itu telah menjadi kekaguman dunia, seperti juga banyak spesies ikan eksotik di Indonesia. Namun, jika dibudidayakan, bisa bernilai ekonomis tinggi bagi masyarakat pesisir. Jadi, jangan hanya terbatas dikagumi dan dilarang untuk dimanfaatkan. Sejak populer pada 1990, cardinal banggai memang menjadi incaran kolektor ikan hias di dalam dan luar negeri. Spesies ini memiliki nama lain, yakni bebese tayung (bahasa Bajo) dan bibisan atau campungan (bahasa Banggai). Ikan hias yang di luar negeri berharga mahal ini berbentuk pipih dengan warna belang hitam-kuning serta bintik putih pada badan dan sirip, sedangkan ekornya terbelah dua seperti burung walet. Ukurannya kecil, panjang ikan dewasa maksimal hanya 15 cm. Cardinal banggai biasa ditemukan di antara sekumpulan bulu babi, dan sering juga terlihat di padang lamun. Di perkampung an suku Bajo di Pulau Teropot, salah satu pulau di Kecamatan Bokan Kepulauan, ikan itu bahkan banyak terlihat di perairan dangkal di sekitar tiang-tiang penyangga rumah penduduk, yang memang didirikan di laut. Perairan di sekitar Pulau Buangbuang juga dikenal sebagai daerah di mana ikan itu banyak ditemui. Diperkirakan lebih dari 5.000 ikan ini ditangkap setiap pekan, dan sekitar 250.000 ekor diekspor setiap tahun. Jumlah ikan yang ditangkap diperkirakan jauh lebih tinggi karena banyak ikan yang mati ketika diburu, dalam penampungan, atau saat pengiriman. Eksploitasi berlebihan itu membuat populasinya menyusut drastis. Warga memburu ikan ini karena tingginya permintaan untuk diekspor. Nelayan menjual ikan ini ke pedagang pengumpul dari Kendari, Makassar, Manado, Bali, dan Banyuwangi dengan harga Rp 500 sampai Rp 1.000 per ekor. Kemudian dikirim ke Denpasar (Bali) dan kota besar lainnya untuk dibawa ke Singapura, selanjutnya dipasarkan ke Eropa, AS, dan Asia Timur. Di pasar internasional harganya bisa mencapai US$ 100. Namun demikian, harga pada awalnya tersebut makin merosot belakangan ini dengan harga US$ 7-8. Padahal, eksploitasi berlebihan juga merusak terumbu karang sebagai habitat atau “rumah” ikan ini. Maraknya penangkapan ikan menggunakan bahan peledak dan zat kimia ikut memperburuk populasi cardinal banggai, juga merusak hamparan terumbu karang yang seharusnya dapat dikembangkan sebagai kawasan pariwisata dan pengembangan ilmu pengetahuan. Salah satu keunikan ikan yang hidup bergerombol antara 30-50 ekor ini adalah bertelur dan memelihara anaknya melalui mulut. Cardinal banggai dikenal di Eropa ketika warga Belanda yang bertugas di Banggai pada 1920 kembali ke negara asalnya de
ngan membawa sepasang ikan unik itu untuk dipelihara dalam aquarium. Tahun 2003, televisi Jepang NHK menayangkan kehidupan cardinal banggai di habitat satu-satunya di dunia di perairan Banggai dalam laporan ”investigation marine” yang dilakukan sejumlah ahli biologi kelautan. Tahun 1996, beberapa peneliti biologi dari AS mulai melakukan observasi di habitatnya, dan tahun-tahun berikut dilanjutkan oleh sejumlah peneliti dari Jepang, kemudian mulai dipublikasikan secara meluas oleh banyak negara. Akhirnya, cardinal banggai diusulkan masuk dalam Appendix II CITES. Namun, upaya tersebut belum tentu merupakan jalan terbaik dalam mencegah kepunahan pada penyebaran aslinya. Jika usulan CITES (Konvensi Perdagangan Internasional untuk Spesies Terancam Punah) berhasil, maka budidaya ex-situ (wadah buatan) yang telah dikembangkan oleh berbagai pihak di luar negeri, terutama AS dan Eropa, akan menjadi sumber utama atau sumber tunggal cardinal banggai yang bisa diperdagangkan secara legal. Masyarakat Banggai yang menangkap langsung dari habitat aslinya, mustahil dapat bersaing dengan pembudi daya negara-negara maju. Pemda setempat akan menjadikan habitat ikan endemik ini sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah yang luasnya mencapai 275.836 hektare di Teluk Kokungan, Pulau Banggai dan Latinbung, serta Pulau Bangkulu. Departemen terkait sebaiknya bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Banggai Kepulauan dan masyarakat lokal untuk memberikan kontribusi yang terbaik bagi rakyat dalam mengkonservasi dan mengelola spesies ikan tersebut secara berkelanjutan. Prioritaskan program budi daya hasil laut di wilayah itu guna mengubah pola pikir sebagian nelayan tradisional yang masih menangkap ikan dengan cara-cara tidak ramah lingkungan. Untuk melestarikan populasi ikan langka itu dari ancaman kepunahan, sangat diperlukan regulasi, terutama berkaitan dengan aspek perlindungan atau konservasi, perdagangan, juga melakukan sosialisasi terhadap masyarakat pulau-pulau dan pesisir pantai agar tidak menggunakan bahan peledak dan zat kimia ketika menangkap ikan. Di perairan Banggai terdapat sekitar 400 spesies ikan yang perlu dilindungi. Menurut Agus, saat ini telah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia pengembangan dan konservasi Ikan Banggai Cardinal, antara lain: (1) menetapkan habitat ikan banggai (Kabupaten Banggai Kepulauan) sebagai kawasan konservasi perairan, (2) melakukan uji coba penangkaran/pengembangbiakan ikan banggai cardinal, dan (3) menginisiasi manajemen spesies untuk ikan banggai, serta berbagai upaya lainnya. Melalui upaya ini Departemen Kelautan dan Perikanan, khususnya pada Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut telah selangkah lebih maju untuk konservasi ikan banggai demi kesejahteraan masyarakat, tutup Agus mengakhiri pembicaraan.[Sumedi TP]
Edisi 1 - 2008 BULETIN COREMAP II
Awal
IYOR 2008
Indonesia
Cukup Menjanjikan International Year of The Reef (IYOR) 2008 adalah kampanye global untuk menumbuhkan kesadaran tentang nilai dan pentingnya terumbu karang berikut ancaman akan keberlanjutannya, serta menumbuhkan motivasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam menjaga terumbu karang. Setiap anggota masyarakat, instansi pemerintah, swasta, sekolah dan organisasi diharapkan bergabung dan berpartisipasi dalam IYOR 2008. Kampanye ini menyerukan upaya mengurangi tekanan terhadap terumbu karang seperti perilaku negatif masyarakat yang masih saja menangkap ikan melalui pengeboman dan pembiusan.
BULETIN COREMAP II Edisi 1 - 2008
Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kelautan dan Perikanan turut berpartisipasi meneruskan kampanye global tersebut di Indonesia. Melalui program COREMAP II, upaya konservasi dan pengelolaan terumbu karang sudah mulai dilaksanakan. Program COREMAP II, merupakan tahap akselerasi yang dilakukan di delapan provinsi dan lima belas kabupaten se-Indonesia. Bertepatan pada acara pembukaan pameran International DEEP Indonesia 2008, Menteri Kelautan dan Perikanan melalui Direktur Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K), Departemen Kelautan dan Perikanan menyampaikan sambutan peluncuran kampanye tersebut. Dalam sambutannya, Pak Menteri Kelautan dan Perikanan menyampaikan bahwa upaya Pemerintah Indonesia melakukan pengelolaan dan konservasi terumbu karang mendapat dukungan dari berbagai Negara. Hal ini terbukti melalui inisiatif yang didekla rasikan oleh para Pemimpin Pemerintah Dunia pada Konferensi PBB di Bali tahun 2007. Untuk itu partisipasi masyarakat dalam menjaga dan melestarikan ekosistem terumbu karang di Indonesia sangat diharapkan. Dalam memperingati Tahun Terumbu Karang Internasional 2008, Program COREMAP II menyelenggarakan berbagai kegiatan diantaranya MUNAS Terumbu
Karang 2008, Lomba Cerdas Cermat Terumbu Karang Tingkat Nasional, Lomba Cipta Lagu Terumbu Karang, Duta Karang Tingkat Nasional, Journalist Travelling Seminar dan Writing Competition. Pelajar, Wartawan dan masyarakat dapat turut berpartisipasi di dalamnya. Peluncurannya IYOR disampaikan melalui presentasi film berdurasi satu menit empat puluh detik. Dalam film tersebut ditampilkan berbagai aktifitas dan kehidupan masyarakat yang berkaitan erat dengan keberadaan ekosistem terumbu
karang di bawah laut. Meskipun terumbu karang tidak terlihat secara kasat mata namun peran dan fungsinya mulai dirasakan oleh manusia di bumi. Peluncuran ini mendapat sambutan yang sangat meriah dari peserta acara pembukaan pameran DEEP Indonesia 2008. Kemudian berbagai kegiatan diantaranya Workshop, Dialog Interaktif, Lomba Mewarnai, Lomba Menggambar dan Lomba Poster Digital disponsori oleh COREMAP II sebagai bagian dari rangkaian peluncuran IYOR 2008.
Edisi 1 - 2008 BULETIN COREMAP II
Diving sites atau lokasi selam adalah tempat yang menarik (place of interest) para penyelam untuk melihat keanekaragaman hayati yang berada di dasar laut. Beruntung sekali Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan dua per tiga wilayahnya merupakan perairan dengan potensi kegiatan bawah laut yang kaya.
Selain lokasi menyelam di wilayah timur Indonesia, wilayah Indonesia bagian barat yang menjadi lokasi program COREMAP II juga memiliki lokasi penyelaman yang bagus. Salah satunya adalah wilayah Perairan Kepulauan Riau. Lokasi program COREMAP II di provinsi Kepulauan Riau terletak di Kab. Natuna, Bintan, Lingga dan Kota Batam. Berdasarkan wilayah kabupaten/kota tersebut, lokasi penyelaman terletak di sekitar perairan P. Abang, P. Petong (Batam), Mapour (Kab. Bintan), Perairan Lingga dan juga Natuna. Para penyelam akan menikmati keindah an bawah laut yang sangat kaya akan gugusan terumbu karang dan juga ber
Oleh: Leonas Chatim
Potensi “DIVING SITES” di Wilayah Barat
BULETIN COREMAP II Edisi 1 - 2008
Nudibranch adalah anggota kelas Gastropoda, yang termasuk moluska, kebanyakan memiliki ukuran tubuh sangat kecil, hanya sebesar jari orang dewasa. Hidupnya benar-benar telanjang alias tak berlapiskan pelindung. aneka spesies ikan. Selain itu, terdapat pula spesies penting yang menjadi incaran para pengambil foto bawah laut seluruh dunia yaitu nudibranch. Salah satu kisah seorang photographer yang bertemu di Batam baru lalu, Cipto Aji Gunawan terlihat begitu bangga. Penyelam sekaligus fotografer bawah air ini menunjukkan hasil pemotretan di perairan sekitar wilayah Pulau Abang. “Kalau beruntung, kita bisa bertemu dia waktu menyelam di dekat pulau ini,” ucap Cipto seraya tersenyum. Ingin tahu apa yang menjadi kebanggaan Cipto, yang telah ratusan kali menyelam di berbagai wilayah perairan dangkal di Indonesia? Namanya unik, Nudibranch. Belum ada padanan dalam kosa kata Bahasa Indonesia bagi satwa yang menjadi salah satu incaran fotografer bawah air ini. Para ilmuwan kelautan dunia memberinya nama seperti itu lantaran bentuk tubuhnya dan sekaligus membedakan dengan kerabatnya: siput laut. Satwa ini licin dan telanjang bagaikan bayi yang baru saja lahir. Tak ubahnya dengan keluarga siput laut yang menanggalkan cangkang pada jutaan tahun lalu, nudibranch hanya memiliki kulit otot, serta organ-organ yang meluncur pelan di atas terumbu karang. Nudibranch adalah anggota kelas Gastropoda, yang termasuk moluska, kebanyakan memiliki ukuran tubuh sangat kecil, hanya sebesar jari orang dewasa. Hidupnya benar-benar telanjang alias tak berlapiskan pelindung. Apabila kita lihat
lebih seksama, insang-insang berjumbaian di bagian punggungnya. Itu sebabnya, satwa ini disebut nudibranch yang berarti “insang telanjang”, yang berguna untuk membedakan dengan siput laut lainnya. Warna-warni dengan desain mencolok yang dipancarkan oleh tubuh nudibranch memang mudah memikat mata sang fotografer. Bukan hanya Cipto, David Doubilet, fotografer bawah air yang bekerja untuk National Geographic, sengaja memotret beragam jenis nudibranch yang ditemukan di ber bagai wilayah perairan dangkal di Indonesia. Bersama timnya, ia membuat sebuah studio mini bawah air, berupa bidang putih yang diberi lampu foto. David menaruh nudibranch hidup yang ia temukan dengan hati-hati pada studio mini tersebut. Ketika pemotretan usai, ia kembali melepaskan satwa berkulit liat, penuh tonjolan, dan abrasif ini ke tempat hidupnya. Hasilnya, sungguh menakjubkan! Beragam warna mampu memanjakan mata kita dengan latar warna putih yang bersih (National Geographic Indonesia, edisi Juni 2008). “Untuk mendapatkan foto nudibranch memang butuh kesa baran dan kejelian saat kita menyelam. Jadi, memang tidak gampang. Saya bisa dapat dia waktu menyelam setelah beberapa kali melakukan penyelaman di sekitar Pulau Abang,” Cipto menjelaskan kiat memotret satwa dengan warna-warni cemerlang itu. Namun, ketika Anda tiba di Pulau Abang, rasanya satwa ini patut menjadi salah satu incaran saat menyelami perairan dangkal pulau ini. Tertarik mencoba?
Edisi 1 - 2008 BULETIN COREMAP II
Mencari
Dori
di Perairan BUTON
Jika anda pernah melihat film Finding Nemo, tentu akan mengenal sahabat Nemo, si Dori, Ikan yang mempesona disetiap aquarium dan menjadi impian para pecinta ikan hias laut. Ikan berwarna biru bermotif angka enam banyak digemari pecinta ikan hias laut karena warna biru cerahnya dipadu dengan warna biru dengan ekor kuning terang. Pecinta ikan hias laut menyebutnya dengan nama Letter Six atau Blue tang dan masih banyak nama lainnya. Didalam bahasa ilmiah ikan ini disebut Paracanthurus hepatus, termasuk keluarga Acanthuridae atau Sergeonfish. Ikan ini tersebar di Indonesia Timur, Pasifik bagian barat sampai ke Bagian barat laut India dengan bentuk yang agak berbeda. Ikan cantik yang sering hidup berkelompok hidup pada rataan terumbu karang jenis Acropora dikedalaman
10 meteran. Ikan anakan memakan plankton, tapi ikan dewasa yang berenang lebih luas memakan algae. *) Nelayan ikan hias di Buton Utara dan Buton yang melakukan penangkapan hingga Wanci – Wakatobi mengakui bahwa ikan tersebut menjadi target tangkapan mereka. Ikan ini juga ditemui di perair an sekitar Selayar, Ambon, Tulamben – Bali. Di Bali sendiri yang tadinya merupakan rumah si Dori saat ini telah menjadi ikan yang langka sulit diketemukan. Beberapa nelayan ikan hias di Bali melakukan upaya pengaturan penangkapan sehingga populasi ikan Dori ini mulai berkembang lagi.
*) Kuiter,R.H. & T. Tonozuka, Photo guide Indonesian Reef Fishes
10
BULETIN COREMAP II Edisi 1 - 2008
Jika ingin Dori tidak tereliminasi dari aquarium Anda, mulai dari sekarang peduli kepada terumbu karang dan sumberdaya perikanannya. Sangat disayangkan bila ikan yang memiliki potensi pasar dan harga yang cukup tinggi tidak dijaga populasinya. COREMAP II saat ini sedang mengembangkan pengelolaan wilayah pemanfaatan perikanan sebagai salah satu strategi dalam memenuhi pe ngelolaan perikanan berkelanjutan. Strategi Pengelolaan wilayah pemanfaatan perikanan dilakukan oleh nelayan, pedagang dan lembaga pengelola sumberdaya perikanan. Untuk melaksanakan strategi pengelolaan ini harus memenuhi prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan pesisir dan laut serta pengelolaan perikanan. Prinsip-prinsip tersebut adalah: 1) penangkap an menggunakan alat yang ramah lingkungan
dengan meninggalkan penggunaan sianida; 2) adanya daerah perlindungan atau daerah larang tangkap untuk memberi kesempatan sumberdaya terumbu karang melakukan perbaikan; 3) mengatur penangkapan pada suatu wilayah pengelolaan sesuai sumberdaya yang ada, dengan demikian ikan dewasa tetap dapat memijah dan populasi terjaga; 4) melakukan catatan terhadap pemanfaatan perikanan di suatu wilayah, melalui catatan yang terdokumen dengan baik pengelola & masyarakat dapat mengamati perkembangan sumberdaya perikanannya. Dengan menerapkan strategi tersebut diharapkan sumberdaya perikanan tetap lestari dan populasi perikanan tetap terjaga.
Edisi 1 - 2008 BULETIN COREMAP II
11
COREMAP II diparuh waktu
Catatan MTR ADB Pada tanggal 11 – 22 Februari 2008, tim ADB melaksanakan Midterm Review (Evaluasi Tengah Proyek) pada proyek COREMAP II. Tim tersebut terdiri dari Mohammed Nasimul Islam selaku Ketua Tim didampingi Homer Taylor selaku Project Officer dan Corazon Aragon selaku Konsultan/Ahli Ekonomi yang menganalisa dampak program terhadap ekonomi secara umum dan peningkatan pendapatan masyarakat. Tujuan Misi ini adalah untuk melihat sejauhmana tingkat kemajuan setiap komponen proyek, pemanfaatan hasil penelitian, efektifitas koordinasi, penggunaan anggaran serta dampak program bagi peningkatan taraf hidup masyarakat. Sebelum melakukan kunjungan ke daerah, Tim ADB terlebih dahulu mengada kan pertemuan dengan Dirjen KP3K Departemen Kelautan, Bpk. Syamsul Ma’arif dilanjutkan dengan pertemuan bersama jajaran pengelola program baik dari DKP, Bappenas, LIPI serta para konsultan. Pada kesempatan ini Sekretaris Eksekutif menyampaikan tingkat kemajuan program yang sudah dicapai sampai saat ini, sementara itu Tim ADB menyampaikan tujuan kunjungan dan membahas hal-hal yang akan dipersiapkan yang nantinya akan termuat dalam MOU. 12
BULETIN COREMAP II Edisi 1 - 2008
Sore hari Tim ADB melanjutkan perjalanan ke Batam untuk kemudian keesokan harinya menuju Natuna. Tim ADB didampingi Sekretaris Eksekutif, Asdir MCS, Team Leader PMC dan JC. CBM. Lokasi yang dikunjungi di Natuna adalah Sepempang, Pulau Tiga, Tanjung Kumbik dan Pulau Sededap, untuk wilayah Batam tim mengunjungi Pulau Karas. Tim mengadakan pembicaraan dengan kelompok masyarakat yang terlibat dalam kegiatan COREMAP seperti kegiatan mikro ekonomi, budidaya laut, pemanfaatan prasarana sosial, pengawasan pengelolaan terumbu karang serta keterlibatan kelompok gender terutama di P. Karas yang mempunyai kemajuan yang cukup baik. Pada tanggal 16 Februari bertempat di Hotel Goodway-Batam, Tim ADB mengadakan pertemuan dengan jajaran pimpinan NSC (Nasional Streering Com-
mitte), Bappeko, PMO, LIPI, Kepala Dinas baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten serta perwakilan LPSTK wilayah Batam. Selain melihat kemajuan kinerja program yang dipresentasikan oleh masing-masing Kepala Dinas juga membahas permasalahan-permasalah an yang di hadapi daerah. Kembali ke Jakarta, Tim mengadakan pembicaraan dan diskusi untuk menyusun draft MOU. Sebelum pembahasan di Bappenas terlebih dahulu diadakan pembahasan di LIPI untuk mematangkan komponen-komponen yang harus ditingkatkan.
Untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kapasitas Sumberdaya Manusia COREMAP II Pusat dan Daerah di bidang PMB dilakukan melalui studi banding ke National Seagrant Office (NSGO) dan 3 (tiga) Sea Grant College Program, yaitu di North Carolina, Connecticut dan Florida Seagrant Program. Tujuan program ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pemahaman yang terkait bagaimana mengelola Seagrant Program di USA, bagaimana fungsi Seagrant dalam mendorong pembangunan kelautan dan perikanan di USA, keragaman Seagrant Program dan mempelajari bagaimana pengelolaan sumberdaya pesisir di USA serta bagaimana membangun konektivitas dengan perguruan tinggi.
Kegiatan US Seagrant Internship program tahun 2008 telah dilaksanakan pada tanggal 24 Maret -20 April 2008, dengan peserta COREMAP II: Muhandis Sidqi, MSi. Kasubbag Kerjasama Program dan Pembantu Koordinator (BanKoord. SPP – Coremap II); Dr. Mahatma Lanuru, MSc, Dosen Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas HasanuddinMakassar dan Sekretaris Forum Kemitraan Bahari Sulawesi Selatan; Ir. Paulus Boli, MSi, Dosen Fakultas Peternakan, Kelautan dan Perikanan, Universitas Negeri Papua dan Ketua Konsorsium Mitra Bahari Papua Barat; dan Ir. Tommas Decky Molle, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua.
PMB COREMAP II
Kunjungi Amerika
US SEAGRANT INTERNASHIP PROGRAM 2008
Berfoto bers ama-sama anak-anak se kolah dasar yang mengikuti Fi sheries Program-NC Seagrant di Cape Hatte res
Edisi 1 - 2008 BULETIN COREMAP II
13
Pertemuan de ngan North Carolin a Seagrant Col lege Officials, di Kampus North Carolin a State University (N CSU)
Kunjungan ke North Carolina Sea Grant Di North Carolina peserta Internship melakukan serangkaian pertemuan dengan official dari North Carolina State University (NCSU), (http://www.ncsu. edu/oisss), pertemuan dengan North Carolina Sea Grant (NCSG) Office dan sempat mengikuti perkuliahan (seat in) tentang coastal engineering oleh Prof. Dr. Morgery Overton, professor bidang coastal engineering NCSU. Selain itu dilakukan kunjungan ke Outer Banks, sebelah utara North Carolina, salah satu wilayah pesisir di North Carolina yang sangat ramai oleh aktivitas wisatawan mengingat keindahan pantai dan sejarah pembentukan pantai yang umumnya berbentuk dari formasi sand 14
BULETIN COREMAP II Edisi 1 - 2008
dune (gumuk pasir). Di Outer Banks, peserta mengujungi Pocosin Arts Center, kota wisata pantai berbasis kerajinan tangan berkunjung ke Manteo, the North Carolina Aquarium, berkunjung ke Kill Devil Hills – Outer Banks, North Carolina, peserta bertemu dengan Dr. Spencer Rogers, NC Seagrant Extension Specialis bidang Coastal Construction dan Erosion. NS Seagrant telah memfasilitasi kelompok masyarakat, untuk mengenalkan tentang Komisi Sumberdaya Pesisir (Coastal Resources Commission/CRC) dalam pemecahan beberapa permasalahan dan isu di yang dihadapi. Untuk melihat implementasi Program ekstensi dan edukasi NC Seagrant terkait pendidikan anak-anak sekolah tentang
kelautan dan perikanan dilakukan kunjungan ke sekolah dasar yang merupakan sebuah model dengan membantu menyediakan berbagai jenis beberapa biota laut sebagai contoh dan melakukan asistensi ke beberapa sekolah dasar untuk mengenalkan kepada anak-anak sekolah, mengembangkan dan mendesain system ini lebih lanjut.
Kunjungan ke Connecticut Sea Grant Di Connecticut, kunjungan dilakukan ke Faculty of Marine Science Program, University of Connecticut, ke laboratorium alam yang mendukung program restorasi habitat pesisir “coastal restoration habitat project” di Kota Fenwick, berkunjung ke kantor NEMO (Non-point source Education for Municipal Officers, kunjungan
ke Bivalve Hatchery Skala Kecil (small bivalve hatchery) dan Hatchery sekala besar di Norwalk, pertemuan dengan Department of Environmental Protection. Selain itu
Kunjungan ke National Sea Grant Office, Noaa - Silver Spring - Maryland Di Silver Spring, Maryland, peserta melakukan serangkaian pertemuan, dengan Dr. Leon Cammen, Director National Sea Grant Office dan beberapa staff National Sea Grant Office (NSGO), sekaligus berkesempatan mempresentasikan perkembangan pelaksanaan Program Mitra Bahari, baik di level nasional maupun di tingkat konsorsium. Hal lain yang dibahas adalah pengenalan Program Terumbu Karang (NOAA’s coral program) selengkapnya dapat diakses melalui : (http://www.coralreef.noaa.gov/welcome.html) dikembangkan oleh U.S. States dan Territories, khususnya dalam pengelolaan dan konservasi terumbu karang. Ada beberapa sumber pendanaan potensial untuk mendukung Pengelolaan dan Konservasi Terumbu karang, diantaranya melalui: http://www.coralreef.noaa.gov/funding/welcome.html. Sebagai informasi, untuk tahun 2007 Program Coral – NOAA telah dikembangkan di 21 negara, salah satunya di Indonesia, melalui WWF, TNC dan Yayasan Terangi dan Perseorangan. Di Indonesia sudah dilakukan sebanyak USD 300 million untuk program ini.
Highlights: National Sea Grant Office (NSGO) Secara organisasi National Sea Grant Office (NSGO) berada di bawah National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), khususnya dibawah Oceanic and Atmospheric Division. Seperti halnya Sekretariat Nasional Mitra Bahari, National Sea Grant Office (NSGO) merupakan lembaga di tingkat nasional yang berperan penting dalam mendukung keberhasilan program Sea Grant College di level Negara bagian (states). Organisasi NSGO sendiri mempunyai jaringan para tenaga komunikasi, tenaga pendidikan, dan para agen ektensi. Secara organisasi, Direktur Komunikasi NSGO tidak menjadi ketua jaringan para tenaga komunikasi dengan beberapa alasan. Tenaga Ekstensi NSGO tidak bekerja dari program-program dari State, jadi hal ini tidak begitu familiar dengan universitas dan isu-isu lokal.
Kunjungan ke Florida Sea Grant 1. Kunjungan ke Universitas of Florida, peserta melakukan pertemuan dengan official Florida Sea Grant, diantaranya Sea Grant specialists dibidang economics dan ke Cedar Key, Florida Seagrant Education Specialist. 2. Ke kota St. Petersburg. Di Kota ini peserta bertemua dengan Mr. Don Sweat, salah satu Ekstensi Agent di Kota St. Petersburg yang telah berpengalaman selama lebih dari 30 tahun. Pertemuan membahas pengalaman dan kinerja seorang ekstensi agen dalam pengelolaan ekstensi program dan bagaimana langkah-langkah yang dia lakukan dalam menghadapi beberapa isu-isu terkini. 3. Kunjungan ke University of South Florida, Faculty of Marine Science dan mempelajari bagaimana riset dan aplikasi tentang ocean observation. Selama berkunjung ke University of South Florida, peserta didampingi oleh Dr. Chris Simonello, salah satu ekstension specialist yang ada kerjasama dengan UFH terutama terkait dengan pendampingan dengan ocean observations, dia juga, selengkapnya dapat diakses melalui : http://www.seacoos.org/. 4. Di Kota Port Charlotte/Punta Gorda, peserta bertemu dengan Ms. Betty Staugler, salah satu Extension Agent untuk Daerah Charlotte. Pada pertemuan tersebut Ms. Betty Staugler menjelaskan banyak hal terkait berbagai kegiatan seorang agent ekstensi yang sangat membantu pemerintah daerah dalam perencanaan, dan pengimplementasian.
Untuk tahun 2007 Program Terumbu Karang telah dikembangkan di 21 negara, salah satunya di Indonesia, melalui WWF, TNC dan Yayasan Terangi dan Perseorangan. Di Indonesia sudah dilakukan sebanyak USD 300 million untuk program ini.
Edisi 1 - 2008 BULETIN COREMAP II
15
“Mulai sekarang,
kita harus
menjaga terumbu karang… “Yang penting adalah setiap orang punya kesadaran untuk menjaga dan memelihara terumbu karang, perlu diingat bahwa spesies terumbu karang yang ada di Indonesia ini banyak yang tidak bisa dijumpai di laut lain, di seluruh dunia…” Nadine Chandrawinata, Miss Indonesia Universe 2005 pada acara Dialog interaktif COREMAP II di ajang DEEP Indonesia 2008.
16
BULETIN COREMAP II Edisi 1 - 2008
Sebagai seorang putri Indonesia dan juga penyelam, Nadine mengaku sudah mengunjungi beberapa lokasi penyelaman di Indonesia seperti Manado dan Bali. Dia mengatakan bahwa
terumbu karang itu sangat indah dan menarik, banyak wisatawan mancanegara menghabiskan beribu-ribu dollar Amerika untuk menikmati eksosistem bawah laut tersebut. Semangat dan percaya diri menyampaikan ajakan dan seruannya terhadap upaya konservasi dan pengelolaan terumbu karang di Indonesia. Sebagai seorang putri Indonesia dan juga penye lam, Nadine mengaku sudah mengunjungi beberapa lokasi penyelaman di Indonesia seperti Manado dan Bali. Dia mengatakan bahwa terumbu karang itu sangat indah dan menarik, banyak wisatawan manca negara menghabiskan beribu-ribu dollar Amerika untuk menikmati eksosistem bawah laut tersebut. Maka sudah sepantasnya kita semua masyarakat Indonesia dimanapun berada untuk turut menjaga dan memelihara terumbu karang. Salah satu cara yang sederhana adalah melalui membuang sampah jangan sembarangan. Karena sampah yang dibuang sembarang akan dihempas angin terus masuk ke sungai (badan air, red) selanjutnya mengalir ke laut. Saat ini laut menjadi persinggahan akhir tiap sampah yang berasal dari perkotaan. Selain Nadine, pada acara dialog interaktif tersebut juga menghadirkan narasumber lain yaitu Yaya Mulyana, Direktur COREMAP II, Prof. Dietrich Bengen, Guru Besar IPB dan Hugua, Bupati Kab. Wakatobi dengan mode rator Prita Laura dari Metro TV. Tema dialog adalah The Beauty of Coral Reef merupakan bagian dari acara kampanye global Tahun Terumbu Karang Internasional atau yang lebih dikenal
International Year of The Reef 2008 (IYOR 2008). Dialog antara pengambil kebijakan dan juga public figure ini menyedot perhatian ratusan pengunjung pameran yang pada saat itu menginginkan informasi lebih banyak tentang kondisi terumbu karang di Indonesia. Yaya Mulyana mengundang berbagai pihak untuk bersama-sama menjaga dan melestarikan ekosistem terumbu karang yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pesisir. Prof Dietrich menambahkan, keunikan ekosistem
terumbu karang sangat menarik untuk dipelajari. Fungsi utama terumbu karang sebagai tempat berlindung dan bermainnya ikan karang dan juga menjaga pantai dari gelombang air laut menjadikan keberadaan ekosistem terumbu karang sangat penting. Untuk itu, upaya merusak apalagi menghancurkan terumbu karang merupakan tindakan yang kurang bijaksana. Hugua, mengungkapkan bahwa sudah mulai ada perubahan perilaku masyarakat Wakatobi. Masyarakat sudah mulai turut berpartisipasi dalam berbagai upaya menjaga dan melestarikan Edisi 1 - 2008 BULETIN COREMAP II
17
“Saya sampaikan
kepada masyarakat Wakatobi bahwa anda adalah nelayan terbaik, maka kalian harus melakukan cara-cara yang terbaik pula.
”
terumbu karang dan ekosistem laut lainnya dengan cara meninggalkan cara-cara yang tidak ramah lingkungan. “Saya sampaikan kepada masyarakat Wakatobi bahwa anda adalah nelayan terbaik, maka kalian harus melakukan cara-cara yang terbaik pula.” Acara yang dipandu secara menarik oleh Prita Laura mampu membangkitkan semangat para peserta dialog yang sebagian besar adalah masyarakat umum, bukan berasal dari institusi maupun lembaga yang menangani persoalan kelautan. Masyarakat antusias menyampaikan gagasan dan ide-idenya tentang upaya menjaga ekosistem terumbu karang. Beberapa pertanyaan yang disampaikan oleh Prita, mampu menarik minat peserta untuk tampil memberikan pendapatnya. Salah satu hal yang menarik adalah kehadiran para Duta karang dan kerabat konservasi COREMAP II dalam acara tersebut. Para Duta karang dan Kerabat Konservasi menyampaikan pengalamannya berlatih dan belajar tentang terumbu karang dan tindak lanjut yang telah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
18
BULETIN COREMAP II Edisi 1 - 2008
Tanpa Terumbu Karang,
Pariwisata Bahari Kurang Menarik
“Di sepanjang pesisir pantai, berbagai kegiatan wisata bisa dilakukan termasuk olah raga seperti berenang, surfing, jetski, dan atraksi lainnya. Namun daya tarik utama pariwisata bahari adalah keindahan terumbu karang beserta ikan-ikan dari berbagai spesies dengan aneka warna yang bisa dinikmati melalui kegiatan menyelam,” ujar Dr. Sapta Nirwandar, Direktur Jenderal Pemasaran Pariwisata dalam acara workshop pemerhati terumbu karang COREMAP II pada acara DEEP Indonesia 2008 di Jakarta Convention Centre (JCC) pada tanggal 28 Maret 2008. Dr. Syamsul Maarif, Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K), menyatakan bahwa upaya mensejahterakan masyarakat melalui upaya pengelolaan terumbu karang. Keindahan terumbu karang Indonesia terbukti dapat menjadi daya tarik wisatawan domestik dan juga mancanegara. Beberapa lokasi seperti halnya Raja Ampat (Papua Barat) dan Wakatobi (Sulawesi Tenggara) telah membuktikan hal tersebut. Sehingga kesadaran masyarakat untuk turut berpartisipasi menjaga dan juga mengelola ekosistem terumbu karang harus terus ditingkatkan. Dr. Widodo dari TNC menambahkan bahwa kegiatan di Taman Nasional Komodo di Nusa Tenggara Timur dapat sebuah contoh betapa peran serta masyarakat dalam menjaga suatu kawasan konservasi dapat membuka kegiatan wisata di daerahnya.
Sudah banyak korban yang ternyata para pengebom sendiri akibat penggunaan barang-barang yang berbahaya tersebut, ditambahkan oleh Prof. Syamsul Maarif. Diskusi workshop dipandu oleh Riyanni Djangkaru sebagai moderator yang lebih dikenal dalam acara Jejak Petualang di stasiun televisi Trans 7 memberikan kesempatan kepada nara sumber untuk mengungkapkan berbagai perkembangan pengelolaan potensi laut Indonesia yang kaya ini. Riyanni juga menggali berbagai kebijakan pemerintah dalam mengelola sumber daya laut termasuk ekosistem terumbu karang serta potensi wisata bahari yang bisa dikembangkan. Dr. Sapta menyatakan bahwa sikap optimisme harus terus dikembangkan dalam membangun pariwisata terutama pariwisata bahari. Perubahan perilaku sekaligus pola pikir tentang pariwisata bahari menjadi faktor yang sangat penting saat ini. Beberapa kasus yang berkembang, utamanya mengenai status kepemilikan, diminta untuk dibahas secara proporsional karena Pemerintah mempunyai kewajiban melindungi siapapun dalam melakukan usaha di wilayah Indonesia asalkan patuh terhadap aturan yang berlaku. Workshop dihadiri oleh sekitar enampuluh orang peserta berasal dari berbagai instansi pemerintah, perguruan tinggi, beberapa orang penyelam dan juga pengunjung pameran yang berkesempatan hadir saat itu. Workshop berjalan dengan baik, ringan, namun pembahasannya berbobot sehingga mudah di ikuti. Beberapa peserta yang hadir menyampaikan pentingnya membahas topik yang didiskusikan lebih fokus karena di forum tersebut kurang didukung oleh fasilitas sound system yang memadai. Penyelenggara acara meyakinkan akan melakukan perbaikan penyelenggaraan acara mendatang.
Spesies karang yang berjumlah lebih kurang 500 jenis dan tekstur dasar laut di beberapa lokasi penyelaman menjadi daya tarik para penikmat keindahan pariwisata bawah laut. “Bahkan beberapa spesies karang dan ikan yang ada di Indonesia tidak dapat dijumpai di beberapa lokasi lain di Indonesia,” ujar Dr. Widodo. Untuk itu masyarakat jangan lagi mengambil ikan dengan cara merusak seperti halnya pengeboman dan juga pembiusan. Perilaku tersebut bukan saja merugikan namun juga berbahaya bagi si pelaku sendiri.
Edisi 1 - 2008 BULETIN COREMAP II
19
Juara I
Juara H-I
Juara II
Juara III
Juara H-II Juara H-III
Lomba Poster Digital
Terumbu Karang Salah satu sub komponen program COREMAP II adalah Penyadaran Masyarakat yang mengupayakan tumbuhnya perilaku masyarakat yang turut berpartisipasi dalam memelihara terumbu karang di Indonesa secara berkelanjutan.
Poster Digital merupakan media komunikasi yang efektif untuk menyampaikan pesan singkat sekaligus jelas dan sangat impressive
penyelenggara dan diseleksi untuk menentukan pemenang. Adapun pemenang lomba Digital Poster Terumbu Karang adalah sebagai berikut:
Juara Pertama
Julius Tomo Ishak (Universitas Pelita Harapan)
Juara Kedua
Monica Octaviani (Universitas Bina Nusantara)
Juara Ketiga
Fernand Sulaiman Untuk mencapai maksud dan tujuan dari misi program COREMAP II, melalui kerjasama dengan sebuah ajang pameran bertaraf Internasional, DEEP Indonesia 2008 dan Forum Design dan Graphic Indonesia menyelenggarakan Kompetisi Lomba Poster Digital sebagai salah satu strategi komunikasi masa pengelolaan terumbu karang untuk kategori peserta setingkat Mahasiswa. Tema yang disampaikan dalam penyelenggaraan kompetisi tersebut adalah “Indahnya terumbu karang tanggung jawab kita menjaganya”, mengandung makna bahwa perilaku merusak yang selama menjadi penyebab rusaknya terumbu karang di Indonesia harus segera dihentikan. Selanjutnya berbagai upaya untuk melestarikan dan menjaganya harus dimulai dari setiap individu masyarakat Indonesia. Ekosistem terumbu karang di Indonesia sangat diminati oleh para penyelam (divers) kita dan juga mancanegara.
Sementara Poster Digital merupakan media komunikasi yang efektif untuk menyampaikan pesan singkat sekaligus jelas dan sangat impressive. Poster juga mempunyai daya tarik orang untuk menikmati karena diletakkan pada tempat-tempat umum dalam ukuran yang cukup besar. Kompetisi Poster Digital terumbu karang ini bertujuan untuk mengkomunikasikan ide sekaligus membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga dan melestarikan terumbu karang Indonesia dan mengurangi praktek-praktek perusakan ekosistem laut melalui pengeboman dan pembiusan. Penyelenggaraan poster dilakukan mulai minggu pertama bulan Maret 2008 dan berakhir beberapa saat sebelum pameran dimulai yaitu tanggal 28 – 30 Maret 2008. Sebanyak kurang lebih 250 poster telah diterima oleh panitia
(Universitas Ppelita Harapan)
Harapan Pertama Renny Sartika
(Universitas Bina Nusantara)
Harapan kedua Putri Regina
(Universitas Bina Nusantara)
Harapan ketiga
Monique Rizki Divita (Universitas Bina Nusantara)
Lomba ini mendapat apreasiasi banyak pihak termasuk Bapak Menteri Kelaut an dan Perikanan RI dan Direktur Jenderal KP3K DKP. Semoga lomba terus berlangsung di kemudian hari dengan perbaikan penyelenggaraan sehingga pesan konservasi terumbu karang terus berkembang di masyarakat.
Edisi 1 - 2008 BULETIN COREMAP II
21
harapan aku... semakin memperhatikan terumbu karang kita di Indonesia, dengan mengajak masyarakat bukan hanya sebagai penikmat tapi penjaga laut. Tetap aktif, jangan pernah jenuh memberikan informasi, dan memperbanyak kampanye laut.
PROFIL PUTRI INDONESIA 2005 : NADINE CHANDRAWINATA
“jangan pernah jenuh kampanye laut”
Bisa diceritakan kesibukan Nadine sekarang? Sekarang sedang skripsi dan promo buku aku yang “Nadine, labour of love” dan kampanye laut, seminar remaja, sebagai motivator anak-anak.
Kapan mulai bisa olah raga menyelam? 2 tahun lalu langsung ambil lisence. Tapi senang laut dari kecil karena orang tua sering ajak ke pantai.
Apa yang menarik dari olah raga menyelam? Bisa melihat dunia laut lebih dekat, jadi merasa dekat dengan alam. Dan dengan diving aku bisa dapat ketenangan dan kepuasaan jiwa, merasa beruntung menjadi manusia yang bisa menikmati keindahan dunia laut.
Bagaimana kondisi terumbu karang yang pernah dilihat langsung?
22
BULETIN COREMAP II Edisi 1 - 2008
Ada yang semakin parah, ada yang semakin membaik. Jadi tugas kita sebagai manusia, bukan hanya sebagai penikmat, tetapi penjaga laut.
Apa upaya yang sudah Nadine lakukan sampai saat in? Mempunyai kesempatan menjadi Puteri Indonesia, dan kerja di dunia entertaiment, mempermudah aku untuk berbicara dan didengar. Dengan kampanye laut langsung ke daerah, mempermudah aku, mengubah pola pikir anak-anak akan laut. Aktif di WWF-pun, mempermudah aku untuk berbicara akan laut. Dalam praktek, aku tidak membuang sampah ke laut, khususnya plastik.
Bagaimana harapan ke depan mengenai pengelolaan terumbu karang Indonesia? Harapan aku, semakin memperhatikan terumbu karang kita di Indonesia, dengan mengajak masyarakat bukan hanya sebagai penikmat tapi penjaga laut. Tetap aktif, jangan pernah jenuh memberikan informasi, dan memperbanyak kampanye laut.
Duyung
Mamalia Laut Langka ditemukan di desa COREMAP II Buton
Oleh: Ma’ruf Kasim dan B. Sadarun
Duyung termasuk dalam ordo Sirenia yang hidup, tumbuh dan berkembang biak di perairan laut. Ordo Sirenia mempunyai tiga anggota famili yaitu: Hydrodamalidae, Trichechidae dan Dugongidae. Dari ketiga famili ini, Indonesia hanya memiliki satu famili yaitu famili Dugongidae. Famili ini hanya memiliki satu genus dengan satu spesies yaitu Dugong-dugong.
Edisi 1 - 2008 BULETIN COREMAP II
23
Makanan duyung di perairan Indonesia tersedia cukup banyak dan beragam yaitu Halodule uninervis, Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium, Cymodocea spp, Thalassia hemprichii. Bandingkan dengan di perairan Australia hanya terdapat satu jenis makan yaitu Halophila ovalis dan di Kepulauan Marshall hanya tersedia satu jenis makanan yaitu Cymodocea spp. Duyung (Dugong-dugong) adalah salah satu jenis mamalia laut yang unik dan dikenal di seluruh perairan Indonesia. Seperti halnya mamalia lain, duyung mempunyai suhu tubuh yang tetap, bernapas dengan paru-paru dan induk betina memberi makan anaknya dengan cara menyusui. Duyung merupakan jenis hewan laut pemakan tumbuhan (herbivora). Makanan utamanya adalah lamun (seagrass) yang tumbuh pada perairan pantai dengan dasar pasir, patahan karang dan lumpur. Jenis lamun yang digemari oleh duyung adalah dari jenis yang kandungan seratnya rendah. Makanan duyung di perairan
24
BULETIN COREMAP II Edisi 1 - 2008
Indonesia tersedia cukup banyak dan beragam yaitu Halodule uninervis, Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium, Cymodocea spp, . Bandingkan dengan di perairan Australia hanya terdapat satu jenis makan yaitu Halophila ovalis dan di Kepulauan Marshall hanya tersedia satu jenis makanan yaitu Cymodocea spp. Penyebaran duyung di perairan dunia dicatat pada longitude 30°E sampai 170°E dan antara latitude 30°N sampai 30°S. Kawasan ini mencakup Australia, Teluk Persian dan Laut Merah, pantai Afrika, Sri Lanka, Indonesia, Philipina, Malaysia, Thailand dan di sekitar kepulauan Pasifik. Penyebaran duyung di Indonesia di laporkan berada di Kawasan Timur Indonesia mencakup Sulawesi (Bunaken, Wakatobi Takabonerate), Nusa Tenggara Timur (Sumba, Lembata, pulau Flores, Teluk Kupang, Kepulauan Komodo), Maluku, Pulau Aru, Pulau Lease, Seram dan Halmahera) Perairan Papua (Pulau Biak, Sorong dan Fakfak) dan sebagian kecil pada perairan Sumatera (Riau, Bangka dan Pulau Belitung), Jawa (Ujung Kulon, pantai Cilacap, Cilegon, Labuhan dan Segara Anakan) dan Bali. Dilaporkan tahun 1970 populasi duyung mencapai 10.000 ekor dan tahun 1994 diperkirakan populasinya hanya
sekitar 1000 ekor. Informasi tentang keberadaan duyung hanya di peroleh dari beberapa nelayan yang kebetulan secara tidak sengaja menangkap atau melihat duyung itu sendiri. Pada bulan April 2005 dilaporkan ditemukan duyung di perairan kecamatan Siontapina yang merupakan desa COREMAP II Buton. Kemudian pada bulan Juni 2007 di temukan Kecamatan Siontapina Kabupaten Buton Sulawesi tenggara. Dan yang terakhir pada bulan Maret 2008, lagi ditemukan di perairan desa Lasalimu Pantai (Desa COREMAP II) Kecamatan Lasalimu Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara. Tertangkapnya duyung tersebut karena terperangkap kedalam sero masyarakat. Diperkiraan jumlah populasi duyung masih ada beberapa yang hidup di perairan Kabupaten Buton walaupun populasinya diperkirakan tidak lebih dari 20 ekor. Setiap duyung yang tertangkap biasanya dilepaskan dan atau di simpan
didalam karamba untuk sementara sebelum di lepas ke laut. Pola pikir tentang penyelamatan lingkungan dan sumberdaya laut terutama spesies langka yang ada di laut seperti duyung, sudah terbangun dikalangan masyarakat, khususnya setelah adanya program COREMAP II di Desa tersebut. Kurangnya populasi duyung disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya telah mulai berkurangnya habitat lamun yang merupakan makanan utama dari duyung. Duyung hanya memakan la mun, tanpa lamun dugong akan kehila ngan makanan dan ini akan berdampak pada penurunan populasi duyung itu sendiri. Disamping itu masih maraknya perburuan duyung oleh sebagian besar masyarakat Bajo yang menjadikan duyung sebagai santapan yang lezat pengganti daging, sangat mempengaruhi populasi duyung. Duyung merupakan hewan mamalia laut yang sangat mengagumkan. Sifat herbivora duyung memberikan kesan
Duyung merupakan hewan mamalia laut yang sangat mengagumkan. Sifat herbivora duyung memberikan kesan yang kuat bahwa mamalia laut ini merupakan hewan yang sangat gemulai dengan pergerakan sirip ekor yang indah saat berenang
yang kuat bahwa mamalia laut ini merupakan hewan yang sangat gemulai dengan pergerakan sirip ekor yang indah saat berenang. Duyung juga merupakan mamalia laut yang sangat lambat perkembangannya. Induk duyung hanya melahirkan satu ekor anak dalam satu fase persalinan yang biasanya berlangsung sampai setahun. Anak duyung akan terus diproteksi oleh induknya sampai benar-benar dewasa untuk dilepas mencari makan sendiri. Proteksi terhadap anaknya, dapat tergambar dari cara berenang induk duyung yang selalu berada disamping anaknya. Sebagai salah satu negara di dunia yang turut menandatangani konvensi keanekaragaman hayati PBB, Indonesia berkepentingan untuk melaksanakan program perlindungan dan pelestarian jenis biota laut langka dan terancam punah; baik melalui upaya perlindungan di habitat alaminya (in-situ), kawasan-kawasan konservasi perairan yang menjadi tempat mencari makan, memijah, membesarkan anak dan berlindung, maupun di luar habitatnya. Sejak di keluarkannya Peraturan peme rintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Konservasi Flora dan Fauna yang dalam hal ini termasuk perlindungan duyung dan lamun (seagrass). Upaya perlindung an terus berjalan tidak maksimal. Hal ini karena kurangnya kesadaran akan masyarakat terutama bagi beberapa masyarakat yang senang mengkonsumsi duyung itu sendiri. Kawasan Perairan Timur Indonesia adalah kawasan potensial untuk menjaga keberlangsungan kehidupan duyung di Indonesia. Hal ini karena masih adanya beberapa daerah yang mempunyai habitat lamun yang masih terjaga. Untuk itu akan sangat diharapkan peran semua pihak khususnya masyarakat pesisir kawasan timur Indonesia untuk dapat bersama-sama menjaga keberlangsungan duyung se bagai salah satu hewan langka patut untuk dilindungi bersama.
Edisi 1 - 2008 BULETIN COREMAP II
25
Tahun 2007 COREMAP II membiayai penelitian disertasi tentang alat penangkap ikan karang yang ramah lingkungan. Penelitian ini adalah hasil kerjasama COREMAP II dengan program Doktor Teknologi Kelautan IPB. Konstruksi utama Jadiral adalah jaring
Oleh: B.Sadarun, M. Baskoro, D. Monintja, F.A. Sondita, S. Purwangka
Mengenal
Alat Penangkap Ikan Karang
Yang Ramah Lingkungan
Banyaknya alat tangkap perusak lingkungan yang beredar dikalangan nelayan memicu lahirnya penelitian ini dengan menciptakan alat penangkap ikan karang yang lebih dikenal dengan jadiral (jaring diam ramah lingkungan).
26
BULETIN COREMAP II Edisi 1 - 2008
Untuk memanfaatkan potensi ikan karang berbagai jenis alat penangkapan ikan telah dikembangkan baik oleh nelayan itu sendiri maupun pemerintah sebagai unsur pembina berdasarkan pertimbangan kondisi oseanografi perairan, habitat dan tingkah laku ikan. Akan tetapi tidak sedikit dari alat tangkap tersebut menimbulkan berbagai problem baik sosial, lingkungan maupun sumberdaya itu sendiri. Karena itu kriteria yang harusdiperhatikan dalam seleksi teknologi penangkapan ikan ini haruslah memperhatikan hal-hal sebagai berikut (Monintja, 2001) : (1) memiliki selektifitas yang tinggi; (2) tidak bersifat destruktif terhadap habitat; (3) tidak membahayakan nelayan; (4) produksinya tidak berkualitas; (5) produksinya tidak membahayakan (6) By catch dan dischards (7) tidak menangkap spesies yang dilindungi (8) Dampak negatif terhadap keanekaragaman hayati sangat kecil. (9) Dapat diterima secara sosial
Pemasangan Jadiral menggunakan tenaga penyelam
Bagian akhir jadiral dibuat persegi empat untuk memudahkan pemanenan
Posisi Jadiral bagian atas yang membentang di dalam laut
Pemasangan Jadiral bagian dasar di dalam air
Pengembangan jadiral telah sesuai dengan prinsip pengembangan teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan yang didasarkan pada : 1. Selektif fishing gear 2. Non target species excluder devices 3. Low dischard technology 4. Low energy consumtion
diral ring
Hasil tangkapan Jadiral bukan hanya terbatas pada ikan - ikan karang tetapi juga pada ikan-ikan pelagis
Jadiral yang baru dipasang satu malam mampu menghasilkan hasil tangkapan yang jauh lebih besar dari bubu.
Salah satu cara pendekatan dalam sistem pengelolaan terumbu karang yang berkelanjutan adalah menerapkan teknologi pemanfaatan sumberdaya ikan karang yang ramah lingkungan. Teknologi penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan adalah suatu upaya terencana dalam menggunakan alat tangkap yang bertujuan untuk mengelola sumberdaya secara berkesinambungan dalam meningkatkan mutu serta kualitas hasil tangkapan tanpa mengganggu dan merusak kondisi habitat sumberdaya sekitar. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan agar bisa memenuhi kriteria teknologi penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan, diantaranya sebagai berikut (Martasuganda, 2002) : 1. 2.
3. 4.
Jadiral ramah lingkungan karena tidak menyentuh terumbu karang seperti yang terjadi pada alat bubu
Mengutamakan keselamatan di atas segala-galanya, baik pada waktu operasi maupun dalam hal menangani hasil tangkapan. Melakukan seleksi terhadap ikan yang dijadikan target penangkapan atau ikan yang termasuk layak tangkap, baik dari jenis maupun ukuran ikan, dengan cara membuat desain dan konstruksi alat yang disesuaikan, supaya bisa mengurangi hasil tangkapan sampingan yang tidak diinginkan. Melepaskan kembali hasil tangkapan yang masih belum layak tangkap pada habitat perairan yang dilindungi. Menjaga kelestarian lingkungan di tempat alat beroperasi.
Semakin meningkatnya permintaan ikan karang baik ikan hias maupun untuk konsumsi mengakibatkan tingkat eksploitasi ikan di wilayah perairan karang juga semakin tinggi. Apabila kondisi ini dibiarkan akan berdampak pada menurunnya produktivitas perikanan tangkap di sekitar terumbu karang.
Jadiral mampu menangkap ikan dalam keadaan hidup sehingga cocok dikembangkan untuk ikan karang hidup
Edisi 1 - 2008 BULETIN COREMAP II
27
Seri Pengenalan Karang
Family Poritidae
Oleh : Elfita Nezon & B. Sadarun
Seri pengenalan jenis-jenis karang disadur langsung dari Buku Pengenalan Jenis-jenis Karang di Kawasan Konservasi Laut yang dikeluarkan oleh Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan.
Pada volume dua, Buletin COREMAP II memperkenalkan Family Poritidae. Family Poritidae memiliki genus yang banyak dijumpai di kawasan konservasi laut adalah Porites. Empat spesies yang diperkenalkan adalah Porites lobata, Porites murrayensis, Porites rus dan Porites cylindrica. Pada umumnya, keempat spesies ini ditemukan di perairan dengan kedalaman kurang dari 10 meter. Porites lobata memiliki koloni berbentuk hemispherical atau berbentuk seperti helm dengan
Empat spesies yang diperkenalkan adalah Porites lobata, Porites murrayensis, Porites rus dan Porites cylindrica.
28
BULETIN COREMAP II Edisi 1 - 2008
ukuran yang sangat besar. Umumnya karang ini berwarna krem, atau coklat muda. Pada daerah dangkal umumnya berwarna biru terang, ungu atau hijau. Porites murrayensis memiliki koloni berbentuk massive. Umumnya karang ini berwarna krem, atau coklat. Pada daerah dangkal warna akan lebih cerah. Porites rus memiliki koloni berbentuk submasive. Ukuran koloni besar dapat mencapai lebih dari 5 meter. Karang ini umumnya berwarna krem,
Porites murrayensis memiliki koloni berbentuk massive. Umumnya karang ini berwarna krem, atau coklat. Pada daerah dangkal warna akan lebih cerah.
kuning dan coklat. Biasanya memiliki warna putih atau pucat pada ujung percabangan. Pada perairan dangkal karang ini terlihat memiliki warna yang lebih cerah. Porites cylindrica memiliki koloni yang bercabang dengan kulit yang keras. Koralit sangat dangkal sehingga permukaan percabangan karang terasa halus. Karang ini dapat mencapai ukuran yang besar hingga lebih dari 5 meter. Umumnya karang ini berwarna kuning, hijau atau biru.
Edisi 1 - 2008 BULETIN COREMAP II
29
Terbitnya SE Dirjen Perbendaharaan Departemen Keuangan tentang Pencairan Dana Pinjaman/hibah WB, terbitnya SK KKLD Kab. Batam, Mentawai dan Raja Ampat, serta dilaksanakannya berbagai workshop dan terbitan berita di media tentang program-program COREMAP II, penyelenggaraan Munas dan deklarasi penyelamatan terumbu karang, penerbitan perda merupakan beberapa capaian yang telah berhasil diraih oleh COREMAP II selama periode ini. Berikut, gambaran rinci tentang kondisi COREMAP sampai dengan saat ini, utamanya yang diperoleh sampai dengan akhir 2007.
30
PROGRESS COREMAP II
Komponen Penguatan Kelembagaan dan Manajemen Proyek
kabupaten dan provinsi dan pilot testing aplikasi MCS dan penetapan MMA. Sampai dengan periode ini (Maret 2008) telah diterbitkan Kep. Men KP tentang Pedoman Umum Pengelolaan Terumbu Karang. Selain itu juga telah diterbitkan SK Bupati tentang penetapan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) untuk Kabupaten Nias, Tapanuli Tengah, Mentawai, Natuna, Bintan dan Kota Batam. Rencana Pengelolaan KKLD telah dibuat di Nias, Tapteng, Mentawai, Natuna dan Bintan. Renstra Pengelolaan TK tingkat daerah telah disahkan di Kabupaten Nias, Nias Selatan, Tapteng dan Natuna serta Perda Pengelolaan TK yang telah disetujui di Kabupaten Natuna dan Tapanuli Tengah.
Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Nasional dan Regional; Sub komponen ini memiliki aktivitas utama antara lain penyusunan kebijakan nasional dan pedoman pengelolaan SD TK, penyusunan renstra pengelolaan TK tingkat
Jaringan Coral Reef Information and Training Centre (CRITICs); Sub komponen ini memiliki aktivitas utama antara lain riset, monitoring dan manajemen informasi. Sampai dengan periode ini
BULETIN COREMAP II Edisi 1 - 2008
ADB
Jaringan CRITCs baik nasional maupun daerah sudah terpasang namun baru beroperasi di 2 kabupaten, kabupaten lainnya belum dapat beroperasi karena sarana infrastruktur komunikasi belum ada. Juga telah diselesaikan baseline ekologi dan baseline sosek pada Tahun 2004 dan 2006 di Kabupaten : Nias, Tapteng, Mentawai, Natuna, Batam, Lingga, Nias Selatan, Bintan. Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat (CREEL) telah dimulai pelaksanaannya termasuk monitoring kesehatan karang. Riset agenda daerah juga telah selesai dilaksanakan di kota Batam, Kab. Mentawai, Nias dan Natuna. Juga telah dilaksanakan pelatihan CREEL, sistem informasi, penulisan populer, manual BME. Juga melaksanakan workshop pengembangan jaringan CRITICs, riset agenda dan lain-lain. Pengembangan SDM dan Penyuluhan; Sub komponen ini memiliki aktivitas
utama antara lain pengembangan sumberdaya manusia, training dan penyuluhan. Sampai dengan periode ini telah dilaksanakan berbagai pelatihan termasuk pelatihan Underwater Fotografi, Pelatihan selam, memberikan beasiswa pendidikan ke jenjang S2, 800 pegawai DKP, LIPI dan instansi pemerintah lainnya telah dilatih melalui kegiatan COREMAP. Pemilihan Duta Karang Daerah dan Nasional, perlombaan Cerdas Cermat Tingkat SMU, Talkshow di Media Elektronik seperti Radio dan TV, Overview wartawan ke lokasi COREMAP. Melaksanakan pelatihan dan workshop bagi pengelola program dan masyarakat termasuk merekrut penyuluh lapangan sejumlah 2 orang setiap Kabupaten. Kegiatan publik awareness juga dilaksanakan dengan menerbitkan feature COREMAP di beberapa media cetak, penerbitan buletin COREMAP dan ikut serta dalam MUNAS dan KONAS, dan Conference Coastal Zone Asia Pacific. Pengelolaan Proyek; Sub komponen ini memiliki aktivitas utama yaitu pembentukan PMO dan PIU, pengadaan barang dan jasa serta pembentukan sistem akuntansi, monitoring dan pelaporan. Sampai dengan periode ini telah terbentuk lembaga pengelola pusat (PMO) dan NPIU LIPI. Di tingkat provinsi dibentuk Regional Coordinating Unit (RCU) di 3 provinsi dan Project Implementing Unit (PIU) di 8 kabupaten/kota. Saat ini PMO dibantu oleh Project Management Consultant dan 3 yunior konsultan individual, serta masing-masing PIU dibantu oleh Regional Advisor. Sistem monitoring (Project Performance Monitoring System/ PPMS) sudah terpasang dan sedang berjalan. Berdasarkan nilai akhir fisik tahunan, program COREMAP II telah menunjukan peningkatan kinerja dalam pelaksanaannya (seperti nilai akhir fisik pada tahun 2005, 2006 dan 2007 adalah 65%, 82% dan 85%). Ini menunjukan bahwa pada dasarnya program ini telah meraih peningkatan dalam pengembangan sumberdaya manusia, kerangka kebijakan, anggaran, serta perencanaan dalam pelaksanaan program.
Komponen Pengelolaan Sumberdaya Terumbu Karang Berbasis Masyarakat Pemberdayaan Masyarakat; Sub komponen ini memiliki aktivitas utama antara lain pembentukan organisasi masyarakat, training dan capacity building dan perencanaan partisipatoris pada tingkat lokal. 425 Pokmas dalam 53 Lembaga Pengelolaan Sumberdaya Terumbu Karang (LPSTK) telah terbentuk. Pokmas dan LPSTK melalui pendampingan LSM turut berpartisipasi dalam menyusun RPTK (Rencana Pengelolaan Terumbu Karang) tingkat desa. 1.144 orang telah dilatih dalam pengelolaan terumbu karang dan pengembangan mata pencaharian alternatif. Pengelolaan Sumberdaya Berbasis Masyarakat; Sub komponen ini memiliki aktivitas utama antara lain survei sumberdaya dan ekologi serta implementasi RPTK. Dari 47 RPTK yang telah disusun, 20 diantaranya sudah dikukuhkan melalui Peraturan Desa. Sebagian desa sudah melaksanakan kegiatan yang termuat dalam RPTK terutama pengembangan prasarana sosial dan pengembangan mata pencaharian alternatif, penetapan kawasan daerah perlindungan laut serta kegiatan pengawasan. MCS berbasis masyarakat sedang berjalan, sebanyak 44 perahu tradisional didistribusikan dan sudah beroperasi dalam melakukan pengawasan di lokasi program. Beberapa masyarakat di lokasi seperti Nias, Natuna, Batam dan Bintan melaporkan bahwa
penangkapan ikan yang merusak sudah menurun secara signifikan. Pengembangan Infrastruktur dan Layan an Sosial; Sub komponen ini memiliki aktivitas utama antara lain melaksanakan survey baseline sosial ekonomi serta identifikasi dan penyediaan infrastruktur sosial dan layanan masyarakat. Sampai saat ini telah dibangun 35 Pondok informasi, 19 Pelantar/tambatan perahu, 22 Paket MCK, 2 Jalan desa, 6 Paket sarana air bersih, dan 1 Pemecah gelombang. Sekitar 1.500 orang anggota L PSTK sudah memanfaatkan Pondok Informasi dan sekitar 1.000 KK dalam masyarakat pesisir mendapatkan manfaat dari prasarana sosial yang sudah dibangun. Pengembangan Mata Pencaharian Alternatif; Sub komponen ini memiliki aktivitas utama yaitu identifikasi, studi kelayakan,pengembangan, pilot tes ting dan implementasi proyek-proyek pengembangan MPA dan kegiatan peningkatan pendapatan masyarakat. Juga melaksanakan pelatihan kelompok masyarakat dalam pengelolaan dan pengembangan usaha kecil. Sampai dengan periode ini telah dilaksanakan identifikasi usaha mikro, dan penyusun an studi kelayakan untuk pengembang an usaha skala kecil. Pelatihan sudah dilakukan terhadap 400 orang untuk kegiatan keramba jaring apung, budidaya kepiting, budidaya rumput laut, Kedai pesisir, budidaya ikan lele, budidaya tripang dan lain-lain. Sekitar 2.000 orang telah menerima bantuan tehnis usaha mikro dan manajemen keuangan.
Edisi 1 - 2008 BULETIN COREMAP II
31
COREMAP II
Terkini:
Dilaporkan oleh : Celly Catharina
Capaian COREMAP II Wilayah Timur (World Bank)
Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang Fase II (COREMAP II) di Wilayah Timur Indonesia mendapat pendanaan dari Bank Dunia. Secara sruktur pengelompokkan kegiatan dan target, program ini dikelompokkan kedalam 3 (Tiga) komponen, yaitu: (1) Penguatan Kelembagaan; (2) Pengelolaan Bersama Berbasis Masyarakat; dan (3) Penyadaran Masyarakat, Pendidikan dan Kemitraan Bahari. Masing-masing komponen terdiri atas berbagai kegiatan yang dilaksanakan pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten. COREMAP II mengala mi keterlambatan di dalam implementasi kurang lebih satu tahun dari jadwal yang telah ditetapkan. Keterlambatan ini lebih banyak disebabkan oleh kompleksnya sistem anggaran pusat dan daerah dengan diterapkannya sistem keuangan nasional yang baru serta proses pengadaan dari Bank Dunia yang masih baru bagi sebagian besar pelaksana COREMAP II di pusat dan daerah. Peningkatan implementasi diharapkan dapat dicapai secara signifikan pada tahun kedua dan ketiga.
Komponen Penguatan Kelembagaan Kegiatan penguatan kelembagaan difokuskan kepada peningkatan respon pemerintah terhadap kebutuhan masyarakat didalam pengelolaan terumbu karang. Komponen ini meliputi Program Koordinasi, Pemantauan dan Evaluasi (M&E), dan Pelatihan, Riset dan Pemantauan Terumbu Karang-CRITC, Bantuan Hukum, Kebijakan dan Strategi. Program Koordinasi, Pemantauan dan Evaluasi (M&E), dan Pelatihan. Hal terpenting didalam efektifitas pelaksanaan program ini adalah
Kelembagaan
CRITC
Kelembagaan Pusat: NCU, NPIU-LIPI dan NPIU-PHKA NSC dan NTC
Baseline dan Monitoring Terumbu Karang Baseline di 7 Kabupaten Monitoring di 7 Kabupaten
Peraturan Nasional: Kepmen Terumbu Karang No.38 tahun 2004 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Terumbu Karang
Baseline dan Monitoring Sosio Ekonomi Baseline di 7 Kabupaten
Peraturan Pemerintah tentang Konservasi Sumberdaya Ikan, Draft Strategy Marine Biodiversity Conservation
Kelembagaan Provinsi : 5 RCU 5 RAC Kelembagaan Kabupaten : 7 PMU 7 CCEB
Kebijakan dan Peraturan
Draft Strategi Jejaring Kawasan Konservasi Laut Baseline dan Monitoring Perikanan Baseline di 7 Kabupaten
Draft Strategi Perdagangan Ikan Karang Hidup dan Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan Peraturan Provinsi Naskah Akademik tentang Pengelolaan Terumbu Karang untuk penyusunan Peraturan Gubernur / Peraturan Daerah Peraturan Kabupaten Naskah Akademik tentang Pengelolaan Terumbu Karang untuk penyusunan Peraturan Bupati / Peraturan Daerah
32
BULETIN COREMAP II Edisi 1 - 2008
terbentuknya kelembagaan COREMAP II yang kuat dan terjalinnya koordinasi yang baik antar seluruh stakeholders. Saat ini, COREMAP II telah membentuk 15 kelembagaan di pusat, provinsi dan daerah, yaitu: NCU (DKP, NPIU-LIPI dan NPIUPHKA), 5 RCU provinsi dan 7 PMU Kabupaten. Unit Pengelola COREMAP II memiliki dewan pengarah yang berfungsi secara umum sebagai advisor dan controller pelaksanaan program. Kemandirian pengelola program di pusat dan daerah merupakan salah satu target dari terlaksanakannya pelatihan-pelatihan manajemen program yang meliputi berbagai aspek penting untuk menunjang program, yakni: administrasi, teknis dan keuangan. Dengan semangat desentra lisasi dan keberlanjutan pengelola program COREMAP II ke depan, program ini juga bergantung pada komitmen berbagai pihak, yang meliputi: penyiapan sumberdaya manusia, sarana dan prasarana, serta dana pendamping. Riset dan Pemantauan Terumbu KarangCRITC (Coral Reef Information and Training Center). Sub komponen ini memiliki aktivitas utama antara lain pengembangan program CRITC, pemantauan kesehatan terumbu karang kabupaten; pemantauan perikanan karang tingkat kabupaten; pemantauan kondisi sosial ekonomi, serta dukung an untuk Riset Lokal. Sampai dengan periode ini NPIU LIPI telah melaksanakan baseline survei untuk kesehatan terumbu karang, sosio-ekonomi dan perikanan di lokasi COREMAP II dan menye lenggarakan beberapa pelatihan, seperti MPTK (Metodologi Penelitian Terumbu Karang), GIS (Geographical Information System), pelatihan database dan web, serta pelatihan survei perikanan dengan pendekatan CPUE (Catch Per Unit Effort). Monitoring lanjutan untuk ekologi terumbu karang telah selesai dilaksanakan di 7 (Tujuh) Kabupaten, sedangkan untuk monitoring survei sosio-ekonomi akan dilaksanakan pada Tahun 2008. Pelaksanaan kegiatannya sendiri melibatkan CRITC pusat dan CRITC kabupaten. Bantuan Hukum, Kebijakan dan Strategi. Sub komponen ini memiliki aktivitas utama, yaitu: pengembangan kebijakan nasional pengelolaan terumbu karang, bantuan teknis pengembangan kebijakan tingkat provinsi, dan kabupaten, serta strategi pengelolaan perikanan karang hidup. Sampai dengan periode ini telah diterbitkan Kepmen Terumbu Karang No. 38 tahun 2004 tentang
Pedoman Umum Pengelolaan Terumbu Karang, Peraturan Pemerintah tentang Konservasi Sumberdaya Ikan, Draft Strategy Marine Biodiversity Conservation, Draft Strategi Jejaring Kawasan Konservasi Laut, Draft Strategi Perdagangan Ikan Karang Hidup dan Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan serta beberapa pedoman teknis yang dijadikan acuan bagi daerah dalam menyusun rencana strategis dan peraturan daerah. Dalam rangka bantuan teknis/asistensi secara aktif NCU COREMAP II melakukan pembinaan dan penguatan kelembagaan di daerah. Diakhir program ditargetkan 5 (Lima) Peraturan Daerah/Peraturan Gubernur dan 7 (Tujuh) Peraturan Daerah/Peraturan Bupati Tentang Pengelolaan Terumbu Karang dapat disahkan dan diadopsi oleh pemerintah daerah, serta Program Sertifikasi Perdagangan Ikan Karang dapat diimplementasikan diminimal 2 (Dua) lokasi percontohan, yaitu: Pangkep dan Buton. Daerah telah memulai proses penyusunan peraturan pada Tahun 2007 dan melakukan pengembangan dan finalisasi peraturan tersebut pada Tahun 2008 dan 2009.
Kemandirian pengelola program di pusat dan daerah merupakan salah satu target dari terlaksanakannya pelatihan-pelatihan manajemen program yang meliputi berbagai aspek penting untuk menunjang program, yakni: administrasi, teknis dan keuangan.
Komponen Pengelolaan Sumberdaya Terumbu Karang Berbasis Masyarakat secara kolaboratif Tujuan komponen ini adalah untuk memberdaya kan masyarakat pesisir dan kelembagaan yang ada melalui program/kegiatan yang ada di kabu paten untuk meningkatkan kemampuan penge lolaan terumbu karang dan ekosistem terkait secara berkelanjutan dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Pemberdayaan Masyarakat. Sub komponen ini memiliki aktivitas utama antara lain Pelatihan Perikanan Terumbu Karang secara Berkelanjutan, pemasaran Sosial Pengelolaan Terumbu Karang, Rapid Rural Appraisal (RRA), Studi Banding (Study Tours) dan Cross Visits (Kunjungan Silang) oleh Masyarakat; Fasilitasi di Desa dan Bantuan Teknis; Pembentukan Pusat Informasi Terumbu Karang (CRITC) di desa, dan pengembangan jaringan komunikasi Radio 2-Arah; Sampai dengan periode ini daerah telah melaksanakan pelatihan-pelatihan dan study tour. Di daerah juga telah terekrut pendamping 40 SETO, 115 CF dan 284 Motivator desa di 7 lokasi COREMAP II, terbangunnya 145 pusat informasi desa dan 1 radio masyarakat di Kabupaten Raja Ampat.
Edisi 1 - 2008 BULETIN COREMAP II
33
Pemberdayaan Masyarakat
Pengelolaan Pengelolaan Wilayah Pengembangan Terumbu Karang Konservasi Laut Masyarakat Berbasis-Masyarakat (MCA) di Kabupaten
Dukungan bagi Taman Nasional Laut
Sosialisasi
Studi/Survei
Dana Bantuan
Kelembagaan
Kelembagaan
Program COREMAP II
RRA
Village Grants
PMU
NPIU-PHKA
Materi-Materi
PRA
Seed Funds
CCEB
Taman Nasional
Dokumen Pengelolaan
District Block Grants
Kegiatan
Forum Kolaboratif
Pedoman-Pedoman Rekrutmen
RPTK
SETO
Perdes
Sistem Keuangan
Kawasan Konservasi
CF VM
DPL
Pelatihan Pengelolaan Terumbu Karang
Kelembagaan
Pengembangan MCA Network
Kegiatan
Mekanisme Pencairan Dana
Program Sertifikasi Perdagangan Ikan Karang
LKM
Penyusunan Perda
Peningkatan efektifitas pengelolaan TN, dll
Pelatihan Keuangan
LPS-TK
Peningkatan
LKM
Kapasitas Fasilitator
Pokmas
Pelatihan Diving
KSDA
Pengawasan Pelatihan Pengadaan sarana dan prasarana penunjang
Studi Banding Sarana dan Prasarana Pusat Informasi Desa Sarana Penerangan Sarana Air Bersih Jembatan, dll
Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis-Masyarakat. Sub komponen ini memiliki aktivitas utama antara lain pemetaan partisipatif dan penilaian sumberdaya desa, penyiapan rencana pengelolaan terumbu karang (RPTK), penyusun an Perdes; Pembentukan daerah perlindungan laut, inventarisasi sarana dan prasarana perikanan tingkat desa, percontohan pemakaian alat tangkap ramah lingkungan, pemantauan kondisi TK dan sosek berbasis masyarakat, pengawasan kolaboratif dan penegakan hukum (MCS) serta penguatan dan pengembangan kawasan penge lolaan berbasis masyarakat; Sampai dengan pe riode ini telah tersusun RRA di 254 desa, PRA di 254 desa, RPTK di 175 desa, 85 DPL dan 254 pokmas. Registrasi dan statistik perikanan dalam proses untuk tahun 2007. Juga telah dilaksanakan MCS terpadu di provinsi dan kabupaten. Pengembangan Masyarakat. Sub komponen ini memiliki aktivitas utama antara lain pembentukan dan operasionalisasi sistem pengelolaan keuangan desa dan pengelolaan dana publik; pengembangan model dana bergulir, pengembangan mata pencaharian alternatif melalui seed 34
BULETIN COREMAP II Edisi 1 - 2008
funds dan district funds, perbaikan sarana dan prasarana desa melalui village grants. Sampai dengan periode ini baru berhasil diterbitkan mekanisme pencairan block grant dan seed fund melalui Perdirjen Perbendaharaan, Depkeu. Realisasi dana ke masyarakat telah dimulai pada akhir Tahun 2007. Kegiatan-kegiatan yang men dapatkan pendanaan ini diputuskan berdasarkan usulan yang disampaikan oleh masyarakat melalui penyusunan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK) setelah mendapat penilaian dari tim PMU Kabupaten. Pengelolaan Wilayah Konservasi Laut (MCA) di Kabupaten. Sub komponen ini memiliki aktivitas utama antara lain: pembentukan Dewan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (CCEB), pengembangan rencana strategi pengelolaan terumbu karang, pengembangan marine conservation area, dan pengembangan model perdagangan karang hidup berkelanjutan. Sampai dengan periode ini telah terbit SK CCEB di 7 kabupaten/kota, penyusun an draft renstra, identifikasi MCA/KKLD, serta penyelenggaraan lokakarya/workshop.
Dukungan bagi Taman Nasional Laut. Sub kompo nen ini memiliki aktivitas utama antara lain Penguat an Kapasitas PHKA, Pertukaran Belajar antara Pengelola Taman Laut, Penguatan Taman Nasional Laut / TNL dan pengelolaan bersama KSDA;. Sampai dengan periode ini telah terbentuk NPIU PHKA dengan SK Dirjen PHKA No.SK17/IVKK/2007 dan penyelenggaraan workshop Marine Park Management pada tahun 2005.
Komponen penyadaran masyarakat, penyuluhan dan kemitraan bahari Komponen ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap manfaat pengelolaan terumbu karang secara berkelanjutan yang mengarah kepada perubahan perilaku. Komponen ini memiliki 4 (Empat) kegiatan utama, yaitu: Kampanye Penyadaran Masyarakat, Pendidikan, Program Kemitraan Bahari, dan Komunikasi Dukungan Program. Kampanye Penyadaran Masyarakat. Sub komponen ini memiliki aktivitas utama antara lain penyebaran dan perbanyakan materi kampanye yang telah ada, pengembangan, pembuatan dan penyebaran materi PA baru, pengembangan program PA tingkat provinsi dan kabupaten, program advokasi dan dukungan untuk jurnalis independen dan Media; Sampai dengan periode ini telah dibuat bahan materi sosialisasi di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten; iklan di TV, radio dan media cetak; pelatihan-pelatihan tingkat pusat, provinsi dan kabupaten; pengadaan peralatan mutimedia dan pelatihannya; serta telah dilakukan baseline study tentang tingkat kesadaran masyarakat.
Kampanye Penyadaran Masyarakat
Pendidikan. Sub komponen ini memiliki aktivitas utama antara lain: Pengembangan muatan lokal untuk kurikulum SD dan SMP, pelatihan guru, even pendidikan untuk anak-anak dan remaja. Sampai dengan periode ini telah diselesaikan pencetakan seri buku Pesisir dan Laut Kita untuk SD (kelas 1-6), Penyusunan Mulok untuk SMP dan SMA Tahun 2007, Penyusunan Buku Panduan untuk Guru, Sosialisasi tentang pendidikan kelautan dan penanggulangan bencana/siap siaga terhadap bencana dan pelatihan guru-guru. Program Kemitraan Bahari. Sub komponen ini memiliki aktivitas utama antara lain pembentukan kantor pengelola program mitra bahari, advisory services, penempatan tenaga ahli, beasiswa SMA, S1 dan S2, bantuan penelitian untuk S2 dan S3, responsive research dan Praktek kerja lapangan. Sampai dengan periode ini telah ditunjuk sekretariat PMB pusat dan 5 RC di provinsi, ditetapkan penerima beasiswa SMP/SMA/D1 sebanyak 206 siswa, peserta PKL sebanyak 164 orang, seconded staff sebanyak 5 orang, beasiswa S2 dan S3 sebanyak 40 orang, responsive research sebanyak 17 judul penelitian. Komunikasi Dukungan Program. Sub komponen ini memiliki aktivitas utama antara lain pembuatan visi, logo, peatihan media, buletin dan sistem komunikasi internal. Sampai dengan periode ini telah disusun mailing list COREMAP untuk komunikasi intern, pelatihan media, pembuatan Buletin, serta distribusi pedoman/ manual. (CC)
Pendidikan
Materi Buletin Leaflet Billboard Merchandise
Buku Mulok Pesisir dan Laut Mulok 1-6 SD Mulok 1-3 SMP Mulok 1-3 SMA Buku Panduan Guru
Even Cerdas Cermat Inovator Muda Duta Karang
Sosialisasi dan Training Guru Buku SD Buku SMP Buku SMA
Program Kemitraan Bahari Advisory Services Seconded Staff Beasiswa SMP SMA Penulisan S2/S3 PKL Responsive Research
Program Jurnalis dan Media Pelatihan Iklan di Media TV/Radio dan Koran Program di TV dan Radio
Edisi 1 - 2008 BULETIN COREMAP II
35
Salah Satu dari 20 Poster Terbaik pada Lomba Poster Digital Tahun 2008 yang diselenggarakan oleh COREMAP II dan X-net (Julius Tomo Ishak-Universitas Pelita Harapan)
IklanlayananmasyarakatinidipersembahkandalamrangkaTAHUNTERUMBUKARANGINTERNASIONAL2008oleh: Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Coral Reef Rehabilitation and Management Program Phase II (COREMAP II)
Jl. Tebet Raya No. 91, Jakarta Selatan 12820 – Indonesia Tel. (+62 21) 83783931, 83783958, 8293249 ; Fax. (+62 21) 8305007 E-mail :
[email protected] www.coremap.or.id