TIPOLOGI KONSTRUKSI VERBA BERUNTUN BAHASA SIKKA Ni Luh Ketut Mas Indrawati I Nyoman Sedeng Ni Made Suryati UNIVERSITAS UDAYANA ABSTRAK
Konstruksi verba beruntun (KVB) merupakan verba yang jumlahnya lebih dari satu secara beruntun muncul dalam suatu klausa tanpa adanya pemarkah teraga subordinator atau koordinator, dan memiliki satu intonasi. KVB merupakan fenomena umum pada bahasa-bahasa isolasi yang tidak memiliki penanda morfologis untuk proses sintaktis. Bahasa Sikka (yang selanjutnya disingkat BS) adalah salah satu bahasa daerah kecil di Pulau Flores. Bahasa ini dikelompokkan ke dalam bahasa Ambon-Timor, dan digolongkan ke dalam bahasa isolasi yang bertipe SVO, dan tidak memiliki diatesis pasif (Sedeng, 2000). BS dipergunakan oleh penuturnya di dalam kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan masalah adat istiadat, pertanian, perdagangan, dan masalah agama. Sebagai alat komunikasi BS berfungsi untuk mengungkapkan buah pikiran yang mengandung makna. Makna tersebut diungkapkan melalui suatu struktur yang disebut dengan proposisi. Struktur makna bersifat universal dan dimiliki oleh setiap bahasa di dunia, tetapi tidak semua bahasa memiliki struktur gramatikal yang sama. Struktur gramatikal yang berbeda inilah salah satu cirri pembeda bahasa secara tipologis ( Larson, 1984:26). Penelitian ini merupakan penelitian linguistik mikro yang secara umum bertujuan untuk mendeskripsikan aspek sintaksis BS, khususnya KVB BS dilihat dari: karakteristik tipologis, yang meliputi karakteristik fonologis, sintaksis, dan semantis. Penelitian ini menerapkan pendekatan deskriptif-kualitatif dengan menggunakan data lisan yang diperoleh dari penutur asli BS, melalui penerapan metode wawancara, dan data tertulis yang berupa cerita rakyat, dan sumber tertulis lainnya. Data dianalisis secara deskriptifanalitik melalui pendekatan deduktif-induktif-deduktif dengan menerapkan teori tipologi yang diterapkan oleh Van Staden (Senft, ed., 2008) dalam meneliti KVB di wilayah antara bahasabahasa Papua dan Austronesia di Indonesia bagian timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: secara fonologis KVB BS diucapkan dalam satu intonasi, secara sintaksis KVB BS dikelompokkan dalam tipe independen dan kodependen, dan secara semantik KVB BS mengungkapkan: gerakan, arah, kecaraan, permintaan, tujuan, instrumen, aspektual, modalitas, kausatif, dan pengaruh Kata Kunci: KVB, tipologi, fonologi, morfosintaktis, dan semantik
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Bahasa Sikka (selanjutnya disingkat BS) adalah bahasa daerah di Kabupaten Sikka, di Pulau Flores yang termasuk dalam Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Bahasa ini dikelompokkan ke dalam bahasa Ambon-Timor (Esser, 1938, Fernandez, 1996, dan Sedeng, 2000), dan diperkirakan memiliki jumlah penutur kurang lebih 251.125 orang (Sedeng, 2000:1). BS digolongkan ke dalam dua dialek geografis, yaitu: dialek Sikka di Sikka Barat dan dialek Krowe/Kangae/Tna Ali, di Sikka Timur (Fernandez, 1996:36). Selain BS, di Kabupaten Sikka, masih ada bahasa minor lainnya, yaitu: bahasa Bajo dan Bugis yang digunakan oleh pendatang dari Sulawesi, dan bahasa Paluqe yang digunakan di Pulau Paluqe, di samping Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. BS digunakan oleh penuturnya di dalam kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan masalah adat istiadat, pertanian, perdagangan, dan masalah agama. Di samping itu, BS juga digunakan sebagai lingua franca pada masa transisi anak-anak untuk mempelajari bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. BS juga dipakai sebagai sarana penyebar informasi hasil-hasil pembangunan nasional di daerah pedesaan sebagai pendamping bahasa Indonesia, bahasa resmi pemerintahan (Sedeng, 200:2). Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36, dinyatakan bahwa bahasa-bahasa daerah yang masih dipakai sebagai alat komunikasi oleh masyarakat setempat dibina dan dipelihara oleh negara. Pembinaan tersebut didasarkan atas kenyataan bahwa bahasa daerah merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia. Salah satu bentuk pembinaan dan pelestarian bahasa daerah adalah penelitian tentang segala segi kebahasaan dari bahasa-bahasa yang ada di Indonesia (Halim,1976:21). Terkait dengan pelestarian BS dalam bentuk penelitian, dewasa ini penelitian tentang BS sudah banyak dilakukan. Penelitian-penelitian tersebut mengarah pada penelitian dialek geografis, kajian linguistic historis, dan beberapa penelitian yang terkait dengan aspek fonologis, peribahasa dan ungkapan adat BS. Pada umumnya penelitian BS yang terkait dengan aspek mikro dilandasi dengan teori struktural dan sejauh ini belum ada yang secara khusus meneliti konstruksi verba beruntun BS. Konstruksi verba beruntun (KVB) merupakan verba yang jumlahnya lebih dari satu secara beruntun muncul dalam suatu klausa tanpa adanya pemarkah subordinator atau koordinator. KVB merupakan fenomena umum pada bahasa-bahasa isolasi yang tidak memiliki penanda
morfologis untuk proses sintaksis. Sedeng (2000:4-5) mengungkapkan bahwa BS digolongkan ke dalam bahasa isolasi yang bertipe SVO, dan tidak memiliki diatesis pasif. Bahasa ini memiliki proses morfologis yang sangat minim, dan konsep gramatikal yang ingin diungkapkan, dituangkan melalui leksikon yang terpisah. Keterbatasan proses morfologis inilah yang melahirkan konstruksi verba beruntun seperti terlihat pada contoh berikut. 1-1.
Ina boter beli a’u Ibu beli kasi 1 SING “Ibu membelikan saya apel apel,”
1-2.
John dena meluk bilik nimu-ng. (Sedeng,2000:71) Nama buat bersih kamar 3-POSS “John membersihkan kamarnya.”
1-3.
Tibo lameng ia plari neti ata biang me dua. muda laki DEF lari bawa orang orang anak gadis. “pemuda itu melarikan anak gadis orang”.
apel. apel
Dari ke tiga contoh (1-1 s/d 1-3) dengan terjemahannya dalam bahasa Indonesia,
dapat
dikatakan bahwa apa yang diungkapkan dengan satu verba dalam bahasa Indonesia diungkapkan dengan dua verba utama dalam BS: boter “beli”, beli “beri/kasi” “membelikan” dari bentuk asal “beli”dengan pemarkah aplikatif {me- -kan}, dena “buat” meluk “bersih” “membersihkan” dari bentuk asal “bersih” dengan pemarkah kausatif {me- -kan}, plari “lari” neti “bawa” “melarikan” dari bentuk asal “lari” dengan pemarkah aplikatif {me- -kan}. Verba-verba dalam KVB pada contoh tersebut adalah verba utama dan dapat muncul mandiri dalam satu klausa. Fenomena KVB seperti terlihat pada contoh 1-1 s/d 1-3 sangat menarik untuk dikaji dan telah banyak dibicarakan dalam literatur (cf. Senft, 2008, Aihkenvald, 2006, Kroeger,2004). Akan tetapi sampai saat ini konsep KVB masih berpeluang untuk dianalisis, karena ciri-cirinya bersifat spesifik, yaitu tergantung pada bahasa yang diteliti. Melihat peluang ini, pada kesempatan ini peneliti mengangkat topik KVB BS, dilihat dari perspektif tipologisnya yang meliputi karakteristik fonologis, morfosintaktis, dan makna semantis. 1.2 Masalah Masalah dalam penelitian ini dapat dijabarkan seperti berikut: 1. Bagaimanakah karakteristik fonologis KVB BS?
2. Bagaimanakah karakteristik morfosintaksis KVB BS? 3. Bagaimanakah makna semantis KVB BS? 1.3 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan KVB BS, sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan: 1.menganalisis karakteristik fonologis KVB BS . 2. menganalisis karakteristik morfosintaksis KVB BS 3.menganalisis makna semantis KVB BS 1.4 metode
4. Kerangka Teori Penelitian ini menggunakan teori tipologi yang diterapkan oleh Van Staden (Senft, ed., 2008) dalam penelitiannya yang berjudul "Serial verb constructions in a linguistic area", Menurut Miriam Van Staden yang dimasukkan dalam kriteria verba beruntun adalah semua bentuk/konstruksi di mana dua atau lebih verba terjadi pada sebuah klausa tunggal dan tak satupun dari verba-verba tersebut secara jelas dan formal merupakan bawahan dari yang lainnya. berdasarkan kriteria tersebut, mereka membedakan empat tipe utama dari verba beruntun untuk wilayah Nusantara Timur. Keempat tipe tersebut adalah: Verba beruntun independen, dependen, ko-dependen dan kompleks. Perbedaan ini berdasarkan ciri morfosintaksis dari tipe konstruksi verba beruntun tersebut. Verba Beruntun Independent : dalam verba beruntun ini semua verba dalam konstruksi memiliki infleksi secara morfologis seperti yang dimiliki verba tunggal dalam klausa sederhana seperti halnya persesuaian subjek, tense, aspek dan mood bila diterapkan. Verba Beruntun terikat: verba beruntun ini didefinisikan sebagai konstruksi di mana hanya salah satu verbanya yang diinfleksikan sedangkan yang lainnya dalam bentuk tanpa afiksasi. Verba Beruntun Codependent: verba beruntun ini memiliki ciri argument bersama dan bagian konstruksi saling tergantung. Objek klausa pertama merupakan subjek dari klausa kedua.Tipe ini juga disebut
dengan tipe kausatif atau resultatif. Verba Beruntun kompleks: dalam tipe ini dua atau lebih verba memiliki satu set afiks: prefiks dilekatkan pada verba pertama dan sufiks pada verba terakhir dalam seri. Verba beruntun tipe ini sangat mirip dengan komposisi. Dilihat dari makna konstruksi verba beruntun, mereka menemukan makna: gerakan, arah (direction), perubahan kondisi, komitatif dan instrumen, manner (kecaraan), aspek dan mood.
3. Hasil dan Pembahasan Pendekatan tipologi bahasa merupakan pendekatan yang bertujuan mengelompokkan bahasa menurut ciri strukturalnya. Pendekatan ini berasumsi bahwa bahasa-bahasa dapat diperbandingakan satu sama lainnya menurut strukturnya, dan asumsi lainnya yaitu bahwa ada perbedaan di antara bahasa-bahasa. Dengan kata lain, bahasa memiliki ciri-ciri kesemestaan (universal) dan ciri-ciri spesifik yang membedakan satu bahasa dengan bahasa lainnya. 3.1 Tipologi Konstruksi Verba Beruntun Bahasa Sika Konstruksi verba beruntun (KVB), yang sering disebut predikat kompleks, pada dasarnya merupakan dua istilah yang secara sintaktis dan semantis tidak terlalu berbeda, karena predikat kompleks mengacu pada pengertian predikat yang secara morfologis bisa terdiri atas sebuah verba tetapi kesan semantisnya kompleks atau terdiri atas beberapa verba yang juga bermakna kompleks. Baker (1997:247) mengemukakan bahwa istilah predikat kompleks mengacu kepada setiap predikat yang kompleks secara semantis, secara sintaktis, dan secara morfologis. Itu berarti bahwa serialisasi verba merupakan bagian yang integral dari predikat kompleks. Van Staden dan Ger Reesink (dalam Senft, ed., 2008:22), menekankan bahwa dalam KVB tidak ada konjungsi, penghubung, atau pemarkah “non- finite” di antara kedua verba dalam KVB, verba-verba yang diruntun dapat berdiri sendiri dalam klausa di luar KVB, verba yang beruntun membentuk predikat tunggal dalam klausa tunggal, dan verba yang beruntun memiliki ciri berbagi argumen. Secara morfosintaktis, Van Staden dan Ger Reesink membedakan KVB ke dalam empat, kelompok yaitu: KVB independen, KVB dependen, KVB ko-dependen, dan KVB kompleks.
KVB Independent: dalam KVB ini semua verba dalam konstruksi memiliki infleksi secara morfologis, seperti yang dimiliki verba tunggal dalam klausa sederhana seperti terlihat dalam klausa bahasa KVB terikat: verba beruntun ini didefinisikan sebagai konstruksi yang hanya salah satu verbanya yang diinfleksikan, sedangkan yang lainnya dalam bentuk tanpa afiks. KVB ko-dependen: verba beruntun ini memiliki ciri berbagi argumen dan bagian konstruksi saling tergantung. Objek klausa pertama merupakan subjek dari klausa kedua secara skematis konstruksi ko-dependen dapat dideskripsikan seperti berikut: (NP) V NP obj=su V (NP) Van Staden menyebutkan bahwa pada bahasa-bahasa Nusantara Timur, konstruksi kodependen melibatkan verba berinfleksi penuh. Sebagai contoh perhatikan dari bahasa Taba berikut ini. 3-1
N=babas welik n=mot do 3SG=bite pig 3SG=die REAL ‘It bit the pig dead.’ (Bowden 2001a:311 dalam Senft, ed. :25). KVB kompleks: dalam tipe ini dua atau lebih verba memiliki satu set afiks: prefiks
dilekatkan pada verba pertama dan sufiks pada verba terakhir dalam seri. VB tipe ini sangat mirip dengan komposisi. Sebagai contoh, perhatikan dari bahasa Inanwatan yang dikutip dari Van Stadent (Senft, ed., 2008:27) berikut ini. 3-2
Me-de-wo-re 3:SU-go:across-come-PAST ‘They came across’. Dilihat dari makna konstruksi verba beruntun, Van Staden menemukan makna: gerak
(motion), arah (direction), perubahan kondisi, komitatif dan instrumen, kecaraan (manner), aspek dan modus. 3.2 Ciri Morfosintaktis KVB Bahasa Sikka Durie (1997: 291), Kroeger (2004: 229-230), dan Senft (2008: 2—12) secara lintas bahasa dan dengan jelas mengemukakan beberapa karakteristik sebagai pembeda antara KVB dengan verba biasa atau konstruksi lainnya. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut.
(1) KVB dikonsepsikan dan dideskripsikan sebagai suatu peristiwa tunggal. (2) KVB beroperasi bersama-sama dengan unsur-unsur gramatikal lainnya, seperti kala, modus, aspek, dan polaritas. (3) KVB memiliki intonasi tunggal tanpa dipisahkan oleh jeda. (4) KVB sekurang-kurangnya memerlukan sebuah argumen dan kemungkinan bisa lebih dari satu argumen. (5) Sebuah KVB tidak boleh mengandung dua FN (frasa nominal) yang mengacu pada argumen yang sama. (6) KVB tidak boleh dipisahkan oleh konjungsi baik koordinatif maupun subordinatif. (7) KVB harus sama-sama merupakan verba beruntun tidak ada yang berstatus sebagai verba bantu. (8) KVB hanya membutuhkan sebuah subjek. Kedelapan ciri KVB di atas dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu (1) ciri fonologis didukung oleh ciri no.3; (2) ciri sintaksis didukung oleh ciri 2, 4—8; dan (3) ciri semantik atau konseptual didukung oleh ciri 1. Ketiga karakteristik KVBBS diuraikan berikut ini.
3.3 Karakterinstik Fonologis Konstruksi Verba Beruntun Bahasa Sikka Seperti apa yang diuraikan di atas bahwa karakteristik fonologis KVB memiliki intonasi tunggal tanpa dipisahkan oleh jeda. KVB BS dapat dikatakan menunjukkan satu intonasi seperti intonasi pada klausa tunggal, tidak ada jeda antara klausa yang satu dengan yang lainnya. Hal ini mendukung apa yang diungkapkan oleh Aikhenvald dan Dixon dan linguis lainnya yang menyatakan bahwa konstruksi verba beruntun memiliki ciri intonasi klausa berverba tunggal dan bukan intonasi serentetan klausa. Dijelaskan pula bahwa pada banyak bahasa batasan klausa ditandai dengan pemisahan intonasi atau jeda sedangkan pada KVB tidak ada penanda jeda di antara verba-verba pembentuk KVB. Hal itu dapat dilihat pada data berikut yang dibuktikan dengan menggunakan speach analyzer dan spektogram.
3-3.
Ani 3T
plender
soka
e’i
sekolah
belajar
menari
prep
sekolah
‘Ani belajar menari di sekolah’.
Jika diperhatikan kata yang dicetak tebal pada data 3-3; antara verba yang satu yaitu plender ‘belajar’ dan soka ‘menari tidak ada jeda yang panjang atau jarak antara pengucapan kata yang satu dengan yang lainnya sama. Begitu pula, pada garis spektogram juga menunjukkan tidak ada garis yang jaraknya berjauhan Di bawah ini disajikan juga klausa dengan verba kompleks untuk dipakai sebagai perbandingan intonasi dengan verba beruntun. 3-3.
Nimu bo’u bano 3T Datang pergi ‘Dia dating pergi sekolah
e’i ke
sekolah sekolah
Jika diperhatikan speach analyzer dan spektogramnya, tampak bahwa pengucapan verba kompleks bo’u bano ‘datang pergi’, di antara keduanya terdapat jarak yang panjang menandakan bahwa terdapat jeda di antara bo’u dan bano. 3.4 Karakteristik Sintaksis Konstruksi Verba Beruntun Bahasa Sikka Karakteristik sintaktis verba beruntun bahasa Sikka terdiri atas dua tipe, yaitu (1) tipe independen dan (2) tipe ko-dependen. Keduanya diuraikan sebagai berikut. 3.4.1 Konstruksi Verba Beruntun Bahasa Sikka Tipe Independen Konstruksi verba beruntun bahasa Sikka dengan tipe independen dapat dijelaskan berdasarkan beberapa data berikut ini. 3-4
Robert Nama ‘Robert
GEra tutur berdiri bicara berdiri berbicara
nora
Floren
prep dengan
nama Floren’.
3-5
Ani e plender soka Nama belajar tari prep ‘Ani belajar menari di sekolah’.
3-6.
Petrus bano plari Nama pergi lari ‘Petrus pergi berlari ke sekolah’
sEkola sekolah
e prep
sekolah sekolah
Data 3-4. terdiri atas verba beruntun gEra tutur ‘berdiri berbicara’ (V1: gEra’ berdiri dan V2: tutur ‘berbicara’) ; data 3-5, verba beruntunnya plender soka ‘belajar menari’ (V1: plender ‘belajar’ dan V2; soka ‘menari’); verba bentuntun bano plari ‘pergi berlari’ terdapat pada data 3-6, (V1: bano ‘pergi’ dan V2: plari ‘berlari’). Ketiga data (3-4) – (3-5) dikatakan tipe independen karena masing-masing verba dapat berdiri sendiri apabila dipakai sebagai klausa berverba tunggal. Hal itu dapat dibuktikan dengan klausa berikut. 3-7
3-8
3-9
Robert nora gEra Nama berdiri prep ‘Robert berdiri dengan Floren’.
Floren nama
Robert nora tutur Nama bicara prep ‘Robert berbicara dengan Floren’.
Floren. nama
Ani e plender Nama belajar prep ‘Ani belajar di sekolah’.
3-10 Ani e’i soka Nama tari prep ‘Ani menari di sekolah’.
3-11
3-12
Petrus e’i bano Nama pergi prep ‘Petrus pergi ke sekolah’ Petrus e’i plari Nama lari prep ‘Petrus berlari ke sekolah’
sEkola sekolah
sEkola sekolah
sekolah. sekolah
sekolah. sekolah
3.4.2 Konstruksi Verba Beruntun Bahasa Sikka Tipe Ko-dependen Konstruksi verba beruntun bahasa Sikka tipe ko-dependen dapat diketahui berdasarkan data berikut ini. 3-13
Matius tung inan e’i obat Nama obat prep antar ibu ‘Matius mengantarkan Ibu berobat ke dokter’.
dokter dokter
3-14.
Au dEna a’u Ela 2 T buat 1T jatuh ‘Kamu membuat saya jatuh dari
e’i prep pohon’.
3-15
A’u pano sekolah pake 1 T pergi sekolah pakai ‘Saya pergi sekolah naik sepeda’.
sepeda. sepeda
ai pohon
KVB dalam data (3-13) adalah tung ‘mengantar’ (V1) dan obat ‘berobat’ (V2) . Di antara kedua verba itu disela oleh kata benda inan ‘ibu’. Verba beruntun pada data 3-14 adalah dena membuat’(V1) dan
ela ‘jatuh’ (V2). Kedua verba tersebut disela oleh kata ganti a’u
‘saya’. KVB pada data (3-14) adalah pano ‘pergi’ (V1) dan pake ‘naik’ (V2). Kedua verba tersebut disela oleh kata benda sekolah ‘sekolah’. Ketiga konstruksi verba beruntun (3-13) – (315) dikatakan tipe ko-dependen karena kedua verbanya berkaitan satu sama lain, tidak dapat berdiri sendiri, dan argumen Objek dari verba pertama sama dengan argumen Subjek dari verba kedua. 3.5 Makna Semantis KVB BB Kroeger (2004:227) mengungkapkan bahwa verba-verba dalam KVB biasanya bersamasama mengungkapkan peristiwa tunggal, akan tertapi karena verba-verba tersebut bersama-sama berkontribusi pada makna klausa sehingga makna yang dihasilkan lebih kompleks daripada makna setiap verba secara mandiri. Keberagaman makna yang dibentuk memiliki hubungan makna yang berbeda seperti: makna instrumen, makna kecaraan, arah, dan makna keaspekan. Van Staden dan Ger Reesink (Senft, ed., 2008:22-27) menyatakan bahwa makna KVB ditentukan dari sekelompok kecil verba yang maknanya dapat diidentifikasikan secara umum dan konstruksi secara keseluruhan dikategorikan sesuai dengan kelompok verba tersebut. Dengan mengikuti cara ini maka makna KVB BSdapat dikelompokkan seperti berikut: 3.5.1 KVB BS Bermakna Gerakan Verba gerakan seperti: mai ‘datang’, balong ‘berjalan’, belung ‘meninggalkan’ cukup banyak ditemukan sebagai V1 dalam KVB BS yang diikuti oleh tindakan lain yang dilakukan oleh aktor yang sama yang diungkapkan oleh V2. Konstruksi ini menunjukkan bahwa Agen berpindah ke arah tertentu untuk menunjukkan atau melakukan peristiwa yang diungkapkan oleh
V2 (sebagai tujuan). Secara lintas bahasa, KVB gerakan ini sangat umum seperti yang dicatat oleh Durie (1997:310): “Every serializing languages I have encountered includes a category of motion serialisation, where a verb of motion is combined with some other verb in such a way that the motion verb comes first and the moving argument is the Agent of the second verb”. Data KVB BB yang mengandung makna gerakan dapat dicermati pada data berikut: 3-16
Wue mai tota A’u kakak datang cari saya ‘Kakak datang mencari saya’
3-17
Ina mai neti mu’u ibu datang bawa pisang ‘Ibu datang membawa pisang Data
(3-16) – (3-17), V1 mai ‘datang’ (intransitif) adalah verba gerakan. Mai,
menunjukkan bahwa Agen berpindah ke arah pembicara untuk menunjukkan atau melakukan tindakan yang diungkapkan oleh V2, tota ( sebagai tujuan). V2, tota ‘mencari’ (transitif) membutuhkan Agen yaitu orang yang mencari dan Pasien atau sesuatu yang dicari. Pada klausa (3-16), wue sebagai agen dari tindakan gerakan mai, dan sekaligus agen bagi tindakan gerakan mai dengan tujuan melakukan tota. Pada data (3-17) agen dari tindakan mai ‘datang’ adalah ina ‘ibu’ yang sekaligus merupakan Agen dari tindakan neti ‘bawa’. V2 neti membutuhkan dua argumen yaitu Agen dan Pasien, Agen dari tindakan neti adalah ina sedangkan Pasiennya adalah mu’u ‘pisang’. Agen berpindah ke arah pembicara untuk melakukan tindakan yang diungkapkan oleh V2 (neti) sebagai tujuan, atau Agen melakukan tindakan tota dan neti dengan cara mai ‘datang’. Data (3-16) – (3-17), menunjukkan bahwa verba gerakan sebagai V1 dari KVB BB memiliki hubungan makna tujuan atau kecaraan. KVB BS dengan V1 verba gerakan sangat produktif
3.5.2 KVB BS dengan Makna arah Baird (dalam Senft, ed., 2008:68) mengungkapkan bahwa kata-kata yang menunjukkan arah dan ruang, seperti seawards ‘arah laut’, inland ‘arah darat’, above ‘di atas’, dan below ‘di
bawah’ umum ditemukan, baik pada bahasa Austronesia maupun non-Austronesia di Nusantara Timur dan Pasifik. Van Staden dan Ger Reesink (dalam Senft, ed., 2008) menyatakan bahwa konstruksi yang mengungkapkan hubungan semantis arah didefinisikan oleh V2 (verba arah) yang menunjukkan arah atau lokasi gerakan atau peristiwa tindakan. Kecaraan ditunjukkan oleh V1. Pada data juga ditemukan KVB BS bermakna arah seperti data di bawah ini:
3-18
Robert bano le Nama jalan ke ‘Robert berjalan ke Timur’.
na Timur
3-19
Wair e kran Air def keran ‘Air keran menetes ke luar’.
beta menetes
sira-wirang ke luar
Pada data (3-18) – (3-19) V2 le na ‘ke timur’, dan sira werang ‘ke luar’ adalah verba yang menunjukkan arah. Verba-verba ini yang menjadi verba utama dalam KVB, sedangkan verba lainnya bano ‘berjalan’, dan beta ‘menetes’ adalah verba gerakan yang pada KVB tersebut menunjukkan kecaraan. Hubungan makna yang dimiliki adalah bano le na ‘le na dengan cara bano’’, dan beta sira werang ‘ ‘sira werang dengan cara beta/menetes’. Pada data (3-18), V1 bano ‘berjalan’ adalah verba intransitif yang menghendaki satu argumen Subjek, yaitu Robert ‘Robert’, dan le na ‘ke timur’ adalah verba intransitif yang menghendaki satu argument subjek. Subjek dari V1 dan V2 mengacu pada nomina yang sama, yaitu Robert Pada data (3-19), V1, beta ‘menetes’, adalah verba intransitif tanpa pemarkah yang menghendaki satu argumen Subjek, yaitu Wair e kran ‘air keran ’, dan sira werang ‘ke luar’ adalah verba intransitif yang menghendaki satu argumen Subjek yang pada klausa tersebut berkoreferensi dengan Subjek dari V1. Sehingga V1 dan V2 juga berbagi Subjek. 3.5.3 Makna kecaraan Pada KVB kecaraan, salah satu dari verba-verbanya mengungkapkan cara bagaimana tindakan yang diungkapkan oleh verba lainnya dilakukan. Pada umumnya verba yang mengungkapkan kecaraan mengikuti verba utamanya. Van Staden dan Ger Reesink (dalam Senft, ed., 2008:44). Pada KVB BS yang bermakna kecaraan dengan V1 verba intransitif, kecaraan pada umumnya diungkapkan oleh V2, tetapi untuk tujuan penekanan cara, V1 bisa
mungungkapkan kecaraan. Dalam BS ditemukan makna kecaraan V1 dan V2 intransitif dan V1 intransitif V2 transitif. Untuk lebih jelasnya, perhatikan data berikut ini.
3.5.3.1 KVB BS Bermakna Kecaraan dengan V1dan V2 Verba Intransitif KVB BS Bermakna Kecaraan dengan V1dan V2 verba intransitif dapat diliat pada data berikut.
.
3-20
Rimu pano hama-hama P3J jalan sama-sama ‘Mereka berjalan bersama-sama
3-21
Tatik plari ropo-ropo Nama lari gopo-gopo ‘Tatik berlari tergesa-gesa
Pada data 3-20 V1, pano ‘berjalan’ adalah verba intransitif, V2, hama-hama ‘sama-
sama’, juga verba intransitif. Sebagai verba intransitif keduanya menetapkan satu argumen subjek yang secara semantis berperan sebagai Agen. Pada klausa 3-20 rimu ‘mereka’ adalah subjek dari V1 dan juga subjek dari V2. Dengan kata lain, subjek dari V2 berkoreferen dengan subjek dari V1. Pano hama-hama bermakna pano dengan cara hama-hama. Jadi, V1 merupakan verba utama yang mengungkapkan tindakan, sedangkan V2 mengungkapkan cara bagaimana tindakan yang diungkapkan oleh V1 dilakukan. Pada data (3-21),
V1, plari ‘berjalan’, adalah verba intransitif, V2, ropo-ropo
‘tergesa-gesa’, adalah verba intransitif. Sebagai verba intransitif keduanya menetapkan satu argumen subjek yang secara semantis berperan sebagai Agen. Pada klausa (3-21), Tatik ‘Tatik’ adalah subjek dari V1 dan juga subjek dari V2. Oleh karena itu, subjek dari V2 berkoreferensi dengan subjek dari V1. Plari ropo-ropo bermakna ‘plari dengan cara roporopo’. Jadi, V1 merupakan verba utama yang mengungkapkan tindakan, sedangkan V2 mengungkapkan cara bagaimana tindakan yang diungkapkan oleh V1 dilakukan.
5.3.3.2 KVB BS Bermakna Kecaraan dengan V1 verba intransitif dan V2 Verba Transitif KVB BS Bermakna Kecaraan dengan V1 verba intransitif dan V2 verba transitif diketahui berdasarkan data 18a—b berikut ini.
3-22
Wair ba daa bak Air ngalir penuh bak ‘Air itu mengalir memenuhi bak mandi
3-23
Wari mai gapu Adik datang peluk ‘Adik datang memeluk ibu’.
benu mandi
ina ibu
Pada data (3-22) dan (3-22), V1, ba ‘mengalir’, dan mai ‘datang’ adalah verba intransitif tanpa pemarkah. Sementara itu, daa‘memenuhi’, dan gapu ‘memeluk’ adalah verba transitif tanpa pemarkah. Sebagai verba intransitif V1 menetapkan satu argumen subjek yang berperan sebagai Agen. Pada data 18a--b, argumen subjek dari ba, wair ‘air, dan dari mai, wari ‘adik’. Sementara itu, V2, verba transitif menetapkan dua argument, yaitu argumen Subjek sebagai Agen dan argumen Objek sebagai Pasien. Argumen Subjek dari V2 berkoreferensi dengan argumen Subjek dari V1, sedangkan argumen Objek dari V2, daa adalah bak benu, dari gapu ‘memeluk’, ina ‘ibu‘dirinya’. Pada data 18a—b makna kecaraan diungkapkan oleh V2. Secara semantik, ba baa memiliki makna ba ‘mengalir’ dengan cara daa ‘memenuhi’, dan mai gpu‘datang dengan cara memeluk’.
5.3.4 KVB BS Bermakna Instrumen KVB bermakna instrumen adalah KVB yang salah satu verbanya menbutuhkan alat (instrument) yang dipakai untuk melakukan tindakan yang diungkapkan oleh verba lainnya. Dalam KVB BS ditemukan satu verba yaitu verba paket ‘pakai’. Verba-verba dalam bahasa lain seperti bahasa Bali dan bahasa Indonesia yang bermakna instrument, dalam BS menjadi frase berpreposisi. Contoh kata bersepeda dalam BS menjadi nora sepeda ‘dengan sepeda’, berikut disajikan data verba yang membutuhkan alat untuk melakukan verba.
Van Staden (dalam Senft, ed., 2008:42) menyebutkan bahwa dalam sample bahasa yang diteliti, hanya Tetun Austronesia yang mengungkapkan instrumen dalam KVB tipe independen. Dalam bahasa Tetun verba, odi ‘menggunakan’, dapat sebagai V1 maupun V2, seperti terlihat pada contoh yang dikutip dari Van Klinken (1999:273-274). Namun dalam KVB BS kata paket hanya ditemukan pada V2. Berikut disajikan beberapa data. 19a
Wari pesiar paket Adik lancong pakai Adik melancong memakai bis
bis bis
19b
Ina bano paket Ibu keluar pakai Ibu keluar memakai dokar
dokar dokar
Dalam KVB BB verba paket ‘pakai’, memiliki karakteristik yang serupa dengan odi ‘menggunakan’ dalam bahasa Tetun, bisa mengungkapkan makna instrumen. Data 19a—b menunjukkan bahwa verba, paket ‘memakai/menggunakan’, menduduki V2, bermakna instrumen, dengan verba transitif yang berkolokasi dengan verba yang menduduki V1, merupakan verba utamanya. V2 paket pada KVB ini berperilaku seperti adverbial instrumen dan struktur kanonik dari adverbia pada klausa BS adalah setelah verba. Sebagai verba intransitif V1 menetapkan satu argumen subjek yang berperan sebagai Agen. Pada data 19a—b, argumen subjek dari pasiar, wari ‘adik’, dan dari bano, ina ‘ibu’. Sementara itu, V2, verba transitif menetapkan dua argument, yaitu argumen Subjek sebagai Agen dan argumen Objek sebagai Pasien. Argumen Subjek dari V2 berkoreferensi dengan argumen Subjek dari V1, sedangkan argumen Objek dari V2, paket adalah bis (19a), dari dokar (19b). Pada data 18a—b makna instrument diungkapkan oleh V2. Secara semantik,
pesiar paket memiliki makna
pesiar ‘melancong’ dan paket ‘dengan alat’ dan bano
paket‘keluar dengan dengan memakai/alat’.
5.3.5 KVB BS Bermakna Tujuan KVB bermakna tujuan adalah KVB yang salah satu verbanya menunjukkan tujuan untuk mencapai sasaran berupa tindakan yang diungkapkan oleh verba lainnya. Dalam KVB BS ada kata penghubung yang dapat dipakai untuk mengungkapkan makna tersebut, yaitu dena ‘untuk’.Berikut disajikan beberapa data. 20a
Ina dena jajan Ibu buat jajan Ibu membuat jajan untuk dijual
dena buat
tea jual
20b
Karti hena muu dena ga Karti buat Pisang goreng buat makan Karti membuat pisang goreng untuk dimakan
20c
Rita bake hoang dena Rita pinjam uang buat Rita meminjang uang untuk dibungakan
do tobor dibungakan
Data 20a-c menunjukkan bahwa V1 sebagai pembentuk KVB BS mengungkapkan tujuan/maksud dilakukannya tindakan yang diungkapkan oleh V2. Sebagai V1 dalam KVB BS merupakan verba aktif transitif dengan penghubung yang menyatakan makna tujuan yaitu dena ‘untuk/tujuan, verba1 selalu berbentuk aktif-transitif tanpa pemarkah sedangkan V2 selalu dalam bentuk pasif tanpa pemarkah.
5.3.6 KVB BS Bermakna Progresif
Makna progressif dapat diungkapkan melalui KVB dalam BS dengan V1 verba postur atau gerakan. Hal ini mendukung apa yang diungkapkan oleh Aikhenvald dan Dixon (2006:23) bahwa verba gerakan atau verba postur dapat dipakai untuk mengungkapkan makna progressif atau kontinuatif. Sebagai pembentuk KVB BS, verba gerakan dan postur ini biasanya mengisi V1, seperti terlihat pada data 22. 22a
Rimu Era Himo a’u 3Pl berdiri Lihat 1T ‘Mereka berdiri mempersilahkan saya’.
22b
Pino jano Boter Nama jalan Beli Pino berjalan membeli buku
22c
Cornelius plari Depo Inat Nama lari Kejar Ibu-3Tpos ‘Cornelius berlari mengejar ibunya’.
Data 22a—c
buku Buku
menunjukkan bahwa V1 era ‘berdiri’, bano ‘berjalan’, dan plari
‘berlari’ memberikan hubungan makna bahwa aktivitas yang diungkapkan oleh V2: himo ‘mempersilahkan’, boter ‘membeli’ dan depo ‘mengejar’. Ketiga V2 pada data 22a—c merupakan verba yang masih dalam proses (belum selesai dilakukan). 5.3.7 KVB BS Bermakna Modalitas Beberapa verba seperti mogang ‘minta’ dan ga?i ‘mau’ dapat menduduki V1 dalam KVB BS dan membentuk hubungan makna berupa modalitas terhadap kegiatan yang diungkapkan oleh V2. Uraian mengenai KVB BS bermakna modalitas dapat dicermati pada subsubbab berikut ini. 22a
Nimu 23a 3T
Neni Mau
mogang hantar nyanyi
hama-hama
‘Dia mau bernyanyi’.
23b
Rimu ga?i Tata raita 3J ingin Tahu rumah ‘Mereka ingin tahu rumah saya’.
oring 1T
23c
Biang/Bian ia ga?i Bake hoang Juta Pulu rua wot lima oti 3T det Mau Pinjam uang juta Dua puluh ‘Orang ini mau minjam uang duapuluh lima juta dulu’.
Pada data 23a, V1 mogang ‘mau’ diikuti oleh V2 hantar hama-hama ‘bernyanyi’ dalam bentuk aktif-intransitif sehingga Agen V1 dan V2 memiliki Agen yang sama. Sementara itu, pada data 23b, V1 ga?i ‘ingin’ diikuti oleh V2 tata ‘tahu’ dalam bentuk aktif-transitif. Kedua memiliki dua argument yang sama, yaitu argument 1 berupa Agen rimu’mereka’ dan argument 2 berupa pasien raita oring ‘rumah saya’. Begitu juga data 23c V1 nya adalah ga’i ‘mau’diikuti oleh V2 bake ‘pinjam’ dalam bentuk aktif transitif, Agen V1 dan V2 juga sama yaitu biang/bian ia orang itu’
5.3.8 KVB BS Bermakna Perubahan Keadaan Dalam KVB BS yang menyatakan makna perubahan keadaan menyatakan bahwa V1 memiliki subjek logis yang berbeda dengan V2. Subjek dari V2 adalah objek dari V1. V1 selalu dalam bentuk aktif transitif sedangkan V2 dalam bentuk intransitive. KVB BS bermakna perubahan keadaan dapat dijelaskan berdasarkan data di bawah ini. 24a
Nimu hama alu daa 3T tabrak anjing sampai ‘Ia menabreak anjing sampai mati’
mate mati
24b
Peter
Mate
dola
Susi
daa
Hala
Nama pukul Susi sampai ‘Peter memukul Susi sampai pingsan’.
24c
Budi Joka daa Nama dorong sampai ‘Budi mendorong sampai tengkurap’.
Pingsan
Ela Nama
Kebek tengkurap
Data 24a –c menyatakan bahwa aktivitas yang dilakukan oleh V1 mengakibatkan adanya perubahan keadaan terhadap argument objek.hama ‘tabrak’ dan V2 adalah mate ‘mati’. Seperti pada data 24a. subjek nimur melakukan tindakan hama ‘tabbrak’ terhadap objek alu ‘anjing’. Hal ini mengakibatkan perubahan terhadap objek alu dari keadaan semula menjadi mate ‘mati’. Data 24b.menunjukkan subjek Peter melakukan tindakan dola ‘pukul’ terhadap objek Susi. Hal ini mengakibatkan perubahan terhadap objek Susi dari keadaan semula menjadi mate hala ‘pingsan’. Begitu pula data 24c. menunjukkan bahwa subjek Budi ‘Budi’ melakukan aktivitas V1 joka ‘mendorong’ objek Ela ‘Ela’ sehingga menimbulkan perubahan terhadap objek iEla ‘Ela’ dari keadaan semula menjadi kebek ‘tengkurap. 4. Penutup 4.1 Simpulan Berdasarkan analisis yang telah diuraikan dapat ditarik beberapa simpulan yang diuraikan di bawah ini. Konstruksi verba beruntun dalam BS dapat didefinisikan sebagai: klausa tunggal yang memiliki lebih dari satu verba yang muncul secara berurutan tanpa atau dapat disela oleh unsure lain, tanpa pemarkah ubordinatif atau koordinatif. Verba-verba dalam KVB BS tidak selalu dapat
bediri sendiri dalam suatu klausa, tidak memiliki pemarkah morfologi. KVB BS menunjukkan satu peristiwa tunggal. Karakteristik fonologis KVB BS menunukkan bahwa KVB BS memiliki intonasi tunggal, seperti pada klausa tunggal dan tidak terpisahkan oleh jeda. Secara mofosintaksis KVB BS termasuk tipe independen dan sebagian bisa digolongkan tipe ko-dependen dengan verbanya semua berbentuk tunggal (tidak mengalami proses morfologis). Dilihat dari jenis verba pembentuk KVB BS ditemukan Sembilan jenis, yaitu (1) V1: Statif, V2: Intransitif; (2) V1: statif dan V2: aktif transitif; (3) V1: intransitif, V2: statif; (4) V1: intransitif dan V2: intrransitif;(5) V1: aktif intransitif, V2: aktif transitif; (6) V1: aktif transitif, V2: statif ; (7) V1: aktif transitif, V2: aktif intransitive; (8) V1: aktif transitif, V2: aktif transitif; dan (9) aktif transitif, V2: pasif. Ditinjau dari tipe`semantiknya, ditemukan juga Sembilan makna, yaitu (1) makna gerakan; (2) makna arah, (3) makna kecaraan; (4) makna instrumental; (5) makna tujuan; (6) makna progresif; (7) makna modalitas, dan (8) makna perubahan keadaan. 4.2 Saran Penelitian ini membahas tiga hal mengenai KVB BS, yaitu tipologi fonologis, tipologi morfosintaksis, dan tipologi semantik. Banyak hal yang bisa digarap lagi tentang VB BS, seperti integritas even KVB BS, strategi penggabungan konstituen dalam KVB BS. Selain itu, KVB juga bisa dilihat dari sdut pandang pragmatic dan terjemahan untuk dapat mengungkapkan apa yang ada di balik penggunaan KVB oleh penuturnya.
Hal-hal yang belum terungkap mengenai KVB BS menjadi tantangan yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. Jika memungkinkan bisa diteliti kelanjutannya dengan penelitian tahap kedua. Dengan demikian, informasi hasil penelitian KVB BS akan menjadi lebih lengkap.
DAFTAR PUSTAKA Aikhenvald, Alexandra. 2006. Serial verb contruction in typological perspective. In Alexandra Aikhenvald and Robert M.W. Dixon, eds., Serial verb contructions : a cross-linguistic typology. Oxford Universty Press. 1-87. Artawa, Ketut. 1994. Ergativity and Balinese Syntax (disertasi) Melbourne: La Trobe University. Artawa, Ketut. 2004. Balinese Language: A Typological Description. Denpasar: CV Bali Media Adhikarsa. Baker, Mark C. 1997. Complex Predicates and Agreement in Polysynthetic Languages. Dalam Alex Alsina, Joan Bresnan, dan Peter Sells (ed.). Complex Predicates. Stanford, California. 247-288. Blust, RA (1999) Subgrouping Circularity and Extinction : Some issues in Austronesian Comparative Linguistics in E. Zeitoun and P.J.K Li (eds.), 31-94.
Bohnemeyer, Jurgen, 1999, Event representation: some primordial soup for the evolution of a research project on event representation in language and cognition. 2nd strongly revised draft November 11, 1999, Nijmegen: Mimeo.Books. Chaer, Abdul Drs. 2007. Kajian Bahasa Struktur Internal, Pemakaian dan Pemelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Djajasudarma, T Fatimah.2006. Metode Linguistik; Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung; Eresco Kibrik, A.E. 1977. The Methodology of Field Investigations in Linguistics. Paris: Mouton & Co BV Publishers, The Hague. Kroeger, Paul R. 1993. Phrase Structure and Grammatical Relation in Tagalog. Stanford, California: CSLI. Moleong, Lexy. 1994. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Muhadjir, Noeng H. 1996. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi III. Yogyakarta: Rake Sarasin. Pastika, I Wayan. 1999. Voice Selection in Balinese Narratif Discource (Ph.D Dissertation) Canberra: The Australian National University. Sedeng, I Nyoman. 2000. Predikat Kompleks dan Relasi Gramatikal Bahasa Sikka (tesis). Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana. Sedeng, I Nyoman. 2007. Morfosintaksis Bahasa Bali Dialek Sembiran. Analisis Tatabahasa Peran dan Acuan (disertasi) Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar. Senft, Gunter. 2008. Serial Verb Construction in Austronesian and Papuan Languages. Australia: Pacific Linguistics Research School of Pacific and Asian Studies. Talmy, Leonard. 2000. Toward a Cognitive Semantics. 2 volumes. Cambridge: Cambridge University Press.