VERBA HOMOGRAFI DALAM BAHASA MANDARIN Yulie Neila Chandra, Gustini Wijayanti Program Studi Sastra Cina, Fakultas Sastra
[email protected]
ABSTRAK Dalam berbagai bahasa di dunia, homonimi dapat disamakan dengan homofoni dan homografi, atau homonimi mencakup homofoni dan homografi. Keadaan tersebut tidak berlaku di dalam bahasa Mandarin. Konsep ketiganya sangat berbeda. Sistem tulisan bahasa Mandarin yang berbentuk aksara/huruf balok atau dinamakan Hanzi ‘karakter/aksara/huruf Han’tidak mewakili sebuah fonem, melainkan silabel (sukukata). Bahasa Mandarin juga memiliki sistem fonetik yang disebut Hanyu Pinyin. Kedua sistem itu mengakibatkan perbedaan konsep yang tegas di antara ketiga relasi makna itu. Penelitian kualitatif ini mencermati verba-verba berhomograf yang berjumlah sekitar 70-an karakter, yang setiap karakternya dapat diucapkan dalam dua atau lebih bunyi yang berbeda. Pada umumnya perbedaan fonetis di antara verba-verba homografi terletak pada unsur suprasegmentalnya (fonem suprasegmental, yakni ton/nada) sehingga membentuk pasangan minimal. Perbedaan fonetis menyebabkan kesalahan pengucapan, bahkan penerjemahan dalam kalimat. Terlebih lagi, hampir setiap verba berhomograf juga berpolisemi atau memiliki banyak makna yang kadang-kadang tidak bertautan, serta bermakna inheren yang berbeda sehingga menambah kesulitan dalam penerjemahan. Namun, semua hal tersebut dapat diatasi dengan memperhatikan kolokasinya. Pemerhatian kolokasi meliputi leksikal dan gramatikal. Karena itu, pola kolokasi baik leksikal maupun gramatikal dapat membantu ketepatan dalam pengucapan dan penerjemahan. Kebanyakan pola kolokasi verba membentuk frase verba objek dan verba komplemen. Kata Kunci: verba, homografi, polisemi, pasangan minimal, kolokasi PENDAHULUAN
Dalam setiap bahasa terdapat berbagai relasi makna. Satuan bahasa seperti kata, memiliki komponen makna yang kompleks sehingga mengakibatkan perhubungan makna di antara satuan tersebut. Perhubungan antarmakna (relasi makna) yang disebut juga relasi semantik atau relasi leksikal, dapat menunjukkan kesamaan, pertentangan, ketercakupan, kegandaan, kelainan, ataupun kelebihan makna.
Relasi makna juga bertautan dengan relasi gramatikalnya. Karena itu, relasi makna dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu relasi makna sintagmatis dan paradigmatis. Relasi makna sintagmatis berhubungan secara horizontal dalam satu frase atau kalimat, seperti
hubungan antara subjek dan predikat di dalam sebuah kalimat. Sebaliknya, relasi makna paradigmatis berhubungan secara vertikal dalam gatra sintaktis yang sama, serta dapat saling disulihkan dalam satu konteks tertentu.
Relasi makna sintagmatis dapat ditemui dalam homonimi dan polisemi; sedangkan relasi makna paradigmatis seperti sinonimi, antonimi, hiponimi, dan lain-lain. Dalam setiap bahasa, konsep relasi makna tersebut secara umum sama. Di dalam sejumlah bahasa, homonimi dapat dibedakan atas dua macam, yaitu homofoni dan homografi. Homofoni adalah kata-kata yang dilafalkan sama tetapi maknanya berbeda. Lebih jelasnya, homofoni merupakan hubungan antara kata-kata yang berbeda maknanya tetapi sama lafalnya. Sementara itu, homografi adalah kata-kata yang ditulis sama tetapi maknanya berbeda; atau hubungan antara kata-kata yang berbeda maknanya tetapi sama tulisannya (Harimurti Kridalaksana, 1993:75). Contoh dalam bahasa Indonesia: kata tahu ‘makanan’ berhomografi dengan tahu ‘paham’. Banyak ahli bahasa, khususnya ahli semantik yang menyamakan homonimi dengan homofoni ataupun homografi. Misalnya, kata bisa ‘racun’ dan bisa ‘dapat’ atau ‘sanggup’ merupakan homonim, homofon, dan juga homograf. Namun, kata masa ‘waktu’ yang berhomofoni dengan massa ‘sejumlah besar benda yang menjadi satu kesatuan’, bukanlah homograf karena terdapat dua fonem /s/ pada kata tersebut. Hal seperti itu juga dapat ditemui dalam bahasa Inggris, namun tidak dalam bahasa Mandarin.
Dalam bahasa Mandarin yang tidak memiliki sistem tulisan ortografi, terdapat perbedaan konsep homonimi. Sistem tulisan bahasa Mandarin yang berbentuk aksara/huruf balok ( 方 块 字 fàngkuàizì) menyerupai ideogram dan piktogram. Setiap aksara/huruf balok terdiri dari guratanguratan yang mewakili satu silabel (sukukata), bukan fonem. Namun demikian, bahasa Mandarin memiliki sistem fonetik, yang disebut 汉语拼音 Hànyŭ pīnyīn ‘ejaan bahasa Mandarin’ atau lebih dikenal sebagai ‘ejaan pinyin’. Silabel bahasa Mandarin terdiri atas tiga bagian, yaitu 声母 shēngmŭ ‘inisial/unsur awal’, 韵母 yùnmŭ ‘final/unsur akhir’, 声调 shēngdiào ‘ton/tona/ nada’. Inisial adalah unsur awal sebuah silabel yang diduduki oleh konsonan. Final adalah semua unsur yang ada di belakang inisial, dapat diduduki oleh vokal dan konsonan. Ton adalah tinggi rendah nada yang sudah ditentukan kualitasnya.
Homografi bahasa Mandarin tidak dapat dikatakan homonimi. Istilah untuk merujuk pada homografi di dalam bahasa Mandarin sangat beragam, yakni 同形词 tóngxíngcí; 多音多义字 duōyīnduōyìzì; 多义多音字 duōyìduōyīnzì; 多音字 duōyīnduōyìzì; 一字多音 yīzìduōyīn; atau 异 读 词 yìdúcí. Dari istilah homografi tersebut tampak bahwa homografi bahasa Mandarin menitikberatkan pada bunyi yang berbeda, tetapi bentuk karakter atau aksara Han-nya sama. Contoh: 还 hái ‘masih’ (adverbia) berhomografi dengan 还 huán ‘kembali’ (verba).
Menurut Qian Nairong (1995:420), dan juga Zhang Wu (2000:307), kata yang berhomografi kira-kira berjumlah 10% dari aksara/karakter Han yang ada. Kondisi tersebut mengakibatkan pemelajar bahasa Mandarin harus memahami kata-kata yang berhomograf tersebut sehingga tidak salah melafalkan dan menggunakannya. Misalnya, kata 得 de yang berhomograf dengan 得 dĕi pada kalimat di bawah ini: (1) 要取得好成绩,就得努力学习。 Yào qŭdé hăo chéngjì, jiù dĕi nŭlì xuéxí. Mau mendapat baik prestasi, (Adv) harus giat belajar ‘Jika ingin mendapatkan prestasi yang baik, maka harus giat belajar.’
PERUMUSAN MASALAH
Homografi banyak dijumpai dalam bahasa Mandarin. Dua atau tiga kata yang berhomograf dapat memiliki kelas kata yang berbeda atau sama. Homografi yang dicermati di dalam penelitian ini adalah yang memiliki kelas kata yang sama, yakni verba. Permasalahannya adalah bagaimana pengucapan/pelafalan verba berhomograf itu, apakah berhomofon? Bagaimana makna inheren dan tautan makna verba-verba tersebut? Bagaimana pula kolokasinya sehingga dapat membedakannya.
TINJAUAN PUSTAKA
Palmer (1976) mengemukakan bahwa suatu bentuk yang memiliki banyak makna tidak dapat dikatakan dengan jelas apakah termasuk polisemi atau homonimi. Menurutnya, polisemi adalah sebuah kata yang memiliki banyak makna; sedangkan homonimi adalah kata-kata yang memiliki kesamaan bentuk. Perbedaannya dapat dilihat di dalam kamus. Kata-kata yang berpolisemi muncul sebagai satu lema (entri) tetapi dengan beberapa penjelasan; sedangkan kata-kata yang homonimi muncul sebagai lema yang terpisah. Palmer juga membedakan antara homografi dan homofoni. Menurutnya, homografi adalah kata-kata yang ditulis sama tetapi dilafalkan berbeda.
Sejalan dengan pendapat Palmer (1976), Lyons (1977) mendefinisikan homonimi sebagai katakata yang berbeda dengan bentuk yang sama. Homonimi merupakan perhubungan di antara leksem, dan dibedakan menjadi dua, yaitu homofoni dan homografi.
Saeed (1997) juga memaparkan beberapa relasi leksikal seperti yang dipaparkan oleh para ahli semantik sebelumnya. Relasi leksikal pada umumnya terjadi di antara leksem-leksem di dalam bidang yang sama. Menurutnya, homonim merujuk pada kata-kata yang secara fonologis sama, yang dapat dibedakan atas homograf (kata yang ditulis sama) dan homofon (kata yang diucapkan atau dilafalkan sama). Perbedaan keduanya dapat dilihat berdasarkan perilaku sintaktis dan pelafalannya.
Chaer (1990) memaparkan bahwa kesamaan objek pembicaraan membuat tautan antara homonimi, homofoni, dan homografi. Ada beberapa ahli yang menyatakan bahwa homograf adalah juga homonim karena para ahli itu berpandangan ada dua macam homonim, yaitu (1) homonim yang homofon; dan (2) homonim yang homograf.
Qian Nairong (1995) memaparkan homografi bukan dalam suatu telaah relasi leksikal (semantik leksikal), tetapi dalam pembicaraan mengenai bunyi dan makna karakter/aksara/huruf Han. Qian Nairong mengungkapkan bahwa suatu ejaan/pelafalan karakter Han merupakan sebuah silabel (monosilabel). Karena itu, hubungan antara silabel dan bentuknya (karakter/aksara/huruf Han) dapat dilihat berdasarkan dua sudut pandang, yaitu (1) berdasarkan silabelnya; dan (2) berdasarkan bentuknya atau karakter/huruf Han-nya. Yang pertama dapat dibedakan atas dua
macam, yaitu (1) 一音一字 yī yīn yī zì ‘satu bunyi satu aksara/huruf’ contoh: 森 sēn ‘hutan’; dan (2) 一音多字 yī yīn duō zì ‘satu bunyi banyak aksara/huruf’ contoh: shí: 实 ‘nyata’, 十 ‘sepuluh’, 识 ‘pengetahuan’, 石 ‘batu’, 拾 ‘menngambil’, 时 ‘waktu’, 食 ‘makanan’. Yang kedua dapat dibedakan atas dua macam juga, yaitu (1) 一字一音 yī zì yī yīn ‘satu aksara satu bunyi’ contoh: 短 duăn ‘pendek’; dan (2)一字多音 yī zì duō yīn ‘satu aksara banyak bunyi’ contoh: 大 dà (pada kata 大门 dàmén ‘pintu gerbang’) dan 大 dài (pada kata 大夫 dàifu ‘tabib’). Yang terakhir inilah yang dapat dikatakan homografi.
Paparan yang sejalan dengan Qian Nairong adalah yang dilakukan oleh Luo Xiaosuo (1999). Menurutnya, homografi merujuk pada sebuah kata yang memiliki dua pelafalan atau lebih. Perbedaan ejaan/lafal kata-kata berhomograf dapat dilihat dari inisial, final, ataupun tonnya. Kehomografian disebabkan oleh beberapa hal, yakni (1) perbedaan ragam bahasa, seperti ragam lisan dan tulis; (2) perbedaan makna; (3) perbedaan kelas kata; (4) perbedaan penggunaan, yakni penggunaan secara umum dengan penggunaan sebagai nama orang atau tempat.
Pembahasan mengenai verba dimulai dari Brinton (1988). Brinton mengklasifikasi verba berdasarkan tipe verba yang diajukan oleh Vendler (1967). Klasifikasi tersebut, yaitu (1) verba keadaan (state); (2) verba pencapaian (achievement); (3) verba aktivitas/kegiatan (activity); (4) verba penyelesaian (accomplishment); dan (5) verba kegandaan/seri (series). Kelima tipe verba tersebut masing-masing memiliki makna inheren yang diungkapkan melalui ciri semantis kewaktuannya.
Li Dejin dan Cheng Meizhen (1988) mengklasifikasi verba berdasarkan maknanya, yakni (1) verba yang menyatakan tindakan/aktivitas, seperti 写 xiĕ ‘menulis’; (2) verba yang menyatakan tindakan/perilaku, seperti 拥护 yōnghù ‘mendukung’; (3) verba yang menunjukkan aktivitas mental, seperti 喜 欢 xĭhuan ‘suka’; (4) verba menunjukkan perubahan dan perkembangan, seperti 生 shēng ‘lahir/hidup’; (5) verba yang menunjukkan keberadaan, kepemilikan, atau
penilaian, seperti 有 yŏu ‘mempunyai’; dan (6) verba yang menunjukkan arah, seperti 上 shàng ‘naik’.
Penggunaan verba dalam kalimat tidak terlepas dari peran kolokasi. Kolokasi adalah asosiasi tetap antara kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat. Misalnya antara kata buku dan tebal dalam kalimat buku tebal ini mahal (Harimurti Kridalaksana, 1993: 113-114). Menurut He Sanben dan Wang Lingling (1995), kolokasi yang disebut 搭配 dāpèi atau 并置理论 bìngzhì lĭlùn merupakan perhubungan kata dengan kata yang memungkinkan di dalam sebuah konstuksi. Kolokasi disebut juga sanding kata. Kata-kata yang berkolokasi merupakan kata-kata yang cenderung digunakan dalam satu lingkungan (domain) tertentu sehingga mempunyai tautan padu. Sanding kata dianggap sebagai pilihan kata atau leksikal seseorang untuk membentuk konstruksi kalimat yang sesuai. Kata-kata yang bersandingan tidak hanya yang bermakna leksikal, tetapi juga gramatikal.
TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk memahami homografi di dalam bahasa Mandarin, khususnya yang berkelas verba. Dengan mencermati verba-verba yang berhomograf, dapat mengetahui tipe verba-verba tersebut, termasuk tautan makna, serta kolokasinya sehingga dapat mengatasi kesalahan dalam pengucapan dan penerjemahan verba-verba tersebut dalam kalimat.
MANFAAT HASIL PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai homografi dalam bahasa Mandarin, terutama yang berkelas verba, kepada para pemelajar dan peminat linguistik bahasa Mandarin. Kemaknawian penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan pengetahuan di bidang fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik Bahasa Mandarin.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian kualitatif ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode induktif. Karena itu, penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap, yakni (1) pengumpulan dan pengamatan data (identifikasi dan klasifikasi): data yang dikumpulkan adalah data tulis, yang bersumber dari kamus; (2) analisis data: data yang telah diidentifikasi dan diklasifikasi ditelaah dengan menggunakan metode analisis distribusional; dan (3) penyajian data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada Umumnya verba-verba berhomograf dapat diucapkan minimal dua macam. Sebagian kecil dapat dilafalkan atau diucapkan lebih dari dua, yakni tiga macam. Selain itu, di antara verbaverba tersebut ada yang berhomograf dengan kelas kata lain seperti nomina, adjektiva, atau adverbia, tetapi tidak dibahas di dalam penelitian ini. Verba-verba homografi tersebut tidak dapat digolongkan sebagai homofoni karena adanya perbedaan unsur suprasegmental (nada/ton). Contoh verba yang dilafalkan dengan dua cara: (1) 揣 dapat dilafalkan chuāi (nada pertama) dan chuăi (nada ketiga). (2) 颤 dapat diucapkan chàn (fonem beraspirasi ch /tȿ’/) dan zhàn (fonem takberaspirasi zh /tȿ/) Contoh verba yang dilafalkan dengan tiga cara: (3) 嚼 dapat dilafalkan jiáo (nada kedua), jiào (nada keempat), dan jué (fonem yang berbeda dan nada kedua).
Perbedaan
pengucapan
verba-verba
homograf
itu
umumnya
terlihat
pada
fonem
suprasegmentalnya (ton/nada), seperti tampak pada contoh (1). Selain itu, perbedaan dari fonem segmentalnya juga ditemukan, seperti pada contoh (2). Keadaan tersebut menciptakan pasangan minimal dalam kehomografian bahasa Mandarin. Pasangan minimal adalah dua ujaran yang salah satu unsurnya berbeda; atau dua unsur yang sama kecuali dalam hal satu bunyi saja (Harimurti Kridalaksana, 1993:156).
Selain pasangan minimal, pengucapan verba homografi juga mencakup dua unsur baik segmental maupun suprasegmental, seperti contoh berikut ini: (4) 扒 dapat dilafalkan bā (nada pertama dan fonem takberaspirasi /p/) dan juga pá (nada kedua dan fonem beraspirasi /p’/) (5) 给 dapat dilafalkan gěi dan jĭ.
Pada umumnya setiap verba berhomograf memiliki banyak makna (polisemi). Makna verba yang satu dengan yang lain dan berhomograf tersebut kebanyakan tidak bertautan. Contoh: (6) 奔 bēn; bèn
bēn (nada pertama) memiliki beberapa makna: (1) berlari dengan cepat; (2) bergegas; (3) melarikan diri), (4) membalap.
bèn (nada keempat) memiliki beberapa makna: (1) menuju ke; (2) mendekati; (3) menjelang.
Pada contoh (6) verba ben yang bernada satu dan yang bernada empat memiliki makna yang tidak bertautan. Makna inheren yang ditunjukkannya pun berbeda. Misalnya, ben yang bernada satu ‘berlari dengan cepat’ menunjukkan verba aktivitas; sedangkan ben yang bernada empat ‘menuju ke’ menunjukkan verba pencapaian.
Ada pula verba-verba berhomograf tidak memiliki banyak makna (tidak berpolisemi). Contoh: (7) 喝 hē; hè a. 喝茶 hē chá ‘minum teh’ b. 大喝一声 dà hè yīshēng ‘berteriak keras’ Contoh (7) menunjukkan pengucapan dan makna yang berbeda dan tidak berkaitan di dalam frase maupun kalimat. Contoh di atas menunjukkan bahwa verba homografi memiliki sanding makna yang tidak dapat disubstitusikan. Namun, ditemukan pula beberapa verba homografi yang dapat ditukarkan walau kata yang mengikutinya berbeda. Contoh: (8) 熬 āo; áo a.
熬白菜 āo báicài ‘merebus kubis’
b.
熬粥 áo zhōu ‘memasak bubur’
Kedua verba ao dapat dipertukarkan karena memiliki makna yang sama walau objeknya berbeda.
Kolokasi yang berkaitan dengan verba homografi dalam bahasa Mandarin meliputi kolokasi leksikal dan gramatikal. Berikut ini pola kolokasi yang ditemukan sehubungan dengan verba homografi, baik leksikal maupun gramatikal.
No.
Pola
Contoh
1
VH+N/FN (O)
倒车 dăo chē ’ganti bus’ 倒一杯茶 dào yī bēi chá ’menuangkan secangkir teh’ 看牛 kān niú ‘menggembalakan sapi’ 看电影 kàn diànyĭng ’menonton film’ 饮茶 yĭn chá ’minum teh’ 饮马 yìn mă ’memberi minum kepada kuda’
2
V+VH+(N/FN)
泡涨 pào zhàng ’membengkak’ 游说 yóu shuì ’melobi’
3
VH+V(Komp)+(N/FN) 褪下一只袖子 tùn xià yī zhĭ xiùzi ’melepaskan lengan baju sebelah’ 蒙住眼睛 méng zhù yănjing ’menutup mata’
4
VH+Adj(Komp)
漂干净 piăo gānjìng ’membilas sampai bersih’ 蒙对了 mēng duì le ’menebak tepat secara kebetulan’
5
VH+Fprep (Komp)
落在地上 luò zài dì shang ’jatuh di tanah’ 落在家里 là zài jiā li ‘tertinggal di rumah’
6
VH+了(PA)+N/FN
扒了旧房 bā le jiù fáng ’merobohkan rumah lama’
7
VH+着(PA)+N/FN
挑着一担菜 tiāo zhe yī dān cài ’memikul sepikul sayursayuran’
8
VH+了(PA)+ Komp
待了三天 dāi le sān tiān ‘tinggal selama tiga hari’
9
VH+过(PA)+N/FN
度 过童年 dù guo tóngnián ’melewatkan masa kanakkanak’
10
VH + 得 (PS) + Adj 说得多 shuō de duō ’banyak bicara’ (Komp)
11
VH+得/不+ V (Komp) 解不开 xiè bu kāi ’tidak dapat mengerti’ + (N/FN)
倒不开身 dăo bù kāi shēn ’sulit untuk bergerak’
Dari contoh-contoh di atas dapat terlihat bahwa kolokasi yang berbeda baik leksikal maupun gramatikal memengaruhi perbedaan pengucapan dan penerjemahan, atau makna yang muncul dari persandingan kata verba homograf. Misalnya verba 饮 dapat dilafalkan yĭn dan yìn. Walau pada dasarnya memiliki tautan makna, tetap akan memunculkan makna yang berbeda apabila diikuti oleh nomina yang berbeda. Begitu pula dengan pelafalannya. Verba 饮 yang dilafalkan dalam nada ketiga bermakna’minum’ sehingga harus bersanding dengan minuman seperti teh, misalnya pada frase 饮茶 yĭn chá ‘minum teh’. Sebaliknya, verba 饮 yang dilafalkan dalam nada keempat bermakna ‘memberi minum kepada hewan’ sehingga harus bersanding dengan nomina yang menyatakan hewan, seperti pada frase 饮马 yìn mă ‘memberi minum kepada kuda’.
KESIMPULAN
Pada umumnya verba-verba berhomograf dilafalkan dengan dua cara berbeda dan membentuk pasangan minimal sehingga verba homografi tidak dapat dikatakan berhomofon. Hal itu disebabkan kebanyakan pembedanya terdiri atas satu unsur saja, yakni segmental atau
suprasegmental. Namun, ada pula yang pembedanya lebih dari satu unsur, bukan hanya unsur awalnya saja (inisial), tetapi juga unsur akhir (final), bahkan nadanya juga dapat berbeda.
Berdasarkan maknanya, sebagian besar verba berhomograf memiliki banyak makna yang tidak bertautan. Keadaan tersebut dapat diatasi dengan mencermati kolokasinya. Kolokasi verba homografi mencakup leksikal dan gramatikal sehingga membentuk pola-pola frase. Secara umum frase yang terbentuk adalah frase verba objek dan frase komplemen.
Karena keterbatasan waktu, dari segi struktur penelitian ini hanya mencakup kolokasi leksikal dan gramatikal sehingga belum dapat dikatakan komprehensif. Oleh sebab itu, masih banyak hal yang perlu digali terkait homografi, seperti peranan konteks yang juga penting di dalam menentukan makna kalimat.
PUSTAKA ACUAN
Alwi, Hasan, Anton M. Moeliono, Hans Lapoliwa, dan Soenjono Dardjowidjojo. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Brinton, Laurel J. 1988. The Development of English Aspectual System: Aspectualizers and Past Verbal Particles. Cambridge: Cambridge University Press. Chaer, Abdul. 1990. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Chandra, Yulie Neila. 2004. “Keimperfektifan dalam Bahasa Mandarin”. Tesis Magister. Depok: Universitas Indonesia. Chen Xinxiong, et.al. 1989/2005. Yuyanxue Cidian. Taipei: Sanmin Shuju. Djajasudarma, Fatimah. 1993. Semantik 1: Pengantar ke Arah lmu Makna. Bandung: Eresco. Fang Yuqing. 1992. Shiyong Hanyu Yufa. Beijing: Beijing Yuyan Xueyuan Chubanshe Fu Zhunqing. 1985. Xiandai Hanyu Cihui. Beijing: Beijing Daxue Chubanshe. Gu Yande. 1999. Hanyu Yuyixue. Beijing: Beijing Daxue Chubanshe. Guo Zhenhua. 2000. Jianming Hanyu Yufa. Beijing: Sinolingua.
He Sanben dan Wang Lingling. 1995. Xiandai Yuyixue. Taibei: Sanmin Shuju. Kridalaksana, Harimurti. 1990. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia. ________. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia. Kushartanti, Untung Yuwono, Multamia RMT Lauder (penyunting). 2005. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia. Li Dejin dan Cheng Meizhen. 1988. Waiguoren Shiyong Hanyu Yufa. Beijing: Sinolingua. Liu Yuehua, Pan Wenyu, dan Gu Wei. 2001. Shiyong Xiandai Hanyu Yufa. Beijing: Shangwu Yinshuguan. Luo Xiaosuo. 1999. Xiandai Hanyu Yinlun. Yunnan: Yunnan Renmin Chubanshe. Lyons, John. 1977. Semantics Volume 1. Cambridge: Cambridge University Press. ________. 1977. Semantics Volume 2. Cambridge: Cambridge University Press. ________. 1995. Linguistic Semantics: An Introduction. Cambridge: Cambridge University Press. Palmer, F.R. 1976. Semantics. Cambridge: Cambridge University Press. Qian Nairong. 1995. Hanyu Yuyanxue. Beijing: Beijing Yuyan Xueyuan Chubanshe. Saeed, John I. 2000. Semantics. Oxford: Blackwell. Sumarsono. 2007. Pengantar Semantik (adaptasi dari Stephen Ullman, 1977). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Vendler, Zeno. 1967. Linguistics in Philosophy. Ithaca, New York: Cornell University Press. Yu Mingshan dan Guo Bao’an (ed.). 2010. Tongyici Jinyici Fanyici Zhuci Zao Ju Duoyinduoyizi Yicuoyihunzi Daquan. Beijing: Huayu Jiaoxue Chubanshe. Zhang Wu. 2000. Jianming Xiandai Hanyu. Beijing: Zhongyang Guangbo Dianshi Daxue Chubanshe. Zhao Yongxin. 1992. Hanyu Yufa Gaiyao. Beijing: Beijing Yuyan Wenhua Daxue Chubanshe.
DAFTAR SINGKATAN
Adj
: adjektiva
FN
: frase nominal
Fprep : frase preposisional Komp : komplemen/pelengkap
KP
: kata penggolong
N
: nomina
O
: objek
PA
: partikel aspektual
PS
: partikel struktural
V
: verba
VH
: verba homografi