perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SISTEM PEMBENTUKAN VERBA BAHASA BATAK ANGKOLA DARI DASAR VERBA
TESIS Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Magister
Program Studi Linguistik Minat Utama Linguistik Deskriptif
Oleh: Husniah Ramadhani Pulungan S110908006
PROGRAM STUDI LINGUISTIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user
0
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Husniah Ramadhani Pulungan. S110908006. Sistem Pembentukan Verba Bahasa Batak Angkola dari Dasar Verba. Pembimbing I: Prof. Dr. H.D. Edi Subroto. Pembimbing II: Dr. Djatmika, M.A. Tesis: Program Studi Linguistik, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Maret, 2011. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan afiks-afiks derivasional dan afiks-afiks infleksional pembentuk verba Bahasa Batak Angkola (BBA) dari dasar verba beserta aspek semantik dan keproduktifannya. Penyediaan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik rekam, teknik pustaka, dan teknik kerjasama dengan informan, lalu teknik simak, teknik sadap, teknik simak bebas libat cakap, dan teknik catat adalah sebagai teknik lanjutannya. Sumber data dalam penelitian ini adalah kaset, interview dengan informan, dan beberapa buku yang ditulis dalam BBA. Adapun data yang dianalisis berupa verba dalam BBA baik monomorfemik maupun polimorfemik yang tuturan/ kalimatnya mengalami afiks derivasi dan afiks infleksi. Metode yang digunakan dalam analisis data adalah metode agih atau distribusional dengan teknik urai unsur terkecil (ultimate constituent analysis), teknik urai/ pilih unsur langsung (immediate constituent analysis), teknik oposisi dua-dua, dan teknik perluasan atau ekspansi. Penelitian ini juga menggunakan metode padan dengan teknik dasar pilah unsur tertentu. Hasil analisis data, menunjukkan bahwa dari 100 verba dasar transitif dan 25 dasar verba intransitif yang berada dalam ruang lingkup Paradigma I adalah sebagai berikut. Bentuk-bentuk afiks derivasional adalah kategori D–i dan kategori D–kon. Aspek semantiknya adalah makna afiks derivasional –i (frekuentatif, dan lokatif), dan makna afiks derivasional –kon (benefaktif, melakukan dengan perbuatan alat, melakukan dengan sungguh-sungguh (intensif), kausatif, dan direktif), sedangkan produktifitasnya terbatas karena sifatnya yang unpredictable. Bentuk-bentuk afiks infleksional adalah kolom A (kategori maN-D, di-D, hu-D, di-D-ho, di-D-ia, tar-D), kolom B (kategori maN-D-i, di-D-i, hu-D-i, di-D-iho, di-D-iia, tar-D-i), dan kolom C (kategori maN-D-kon, di-D-kon, hu-D-kon, di-D-konho, di-D-konia, tar-D-kon). Aspek semantiknya adalah bentuk baris 1 berfokus pada agen, sedangkan baris 2-6 berfokus pada pasien, kemudian produktifitasnya luas karena sifatnya yang predictable. Namun, terdapat beberapa verba tertentu yang tidak dapat dilekati afiks derivasi dan infleksi karena alasan semantis, dan beberapa verba, hukumnya harus dihapal karena sudah menjadi konvensi di masyarakat. Sistem pembentukan verba Bahasa Batak Angkola adalah salah satu objek kajian di bidang Linguistik Deskriptif. Karenanya, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian sejenis berikutnya. Semoga, penelitian ini dapat menjadi salah satu pedoman dalam upaya pelestarian bahasa Nusantara sebagai kekayaan bangsa. (Kata Kunci: derivasi, infleksi, afiks, semantik, transitif, intransitif, verba). commit to user
xvi
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Bahasa Batak Angkola (selanjutnya BBA) adalah salah satu bahasa Nusantara yang sudah mulai mengalami pergeseran dalam pemakaiannya. Hal itu disebabkan oleh adanya budaya merantau dan datangnya para perantau dari daerah lain yang mau tidak mau secara langsung ataupun tidak langsung membawa perubahan budaya dan bahasa bagi masyarakat itu sendiri baik di kota maupun di desa. Di samping itu, walaupun para orang tua masih menggunakan BBA dalam kehidupan sehari-hari, ternyata akibat era globalisasi kecenderungan para orang tua untuk lebih mengajarkan bahasa Indonesia atau bahasa asing kepada para generasi penerusnya lebih besar daripada mengajarkan BBA, dengan tujuan agar para generasi penerus ini dapat mengikuti perkembangan zaman yang sudah semakin canggih. Di satu sisi, sikap para orang tua ini berdampak positif karena dilandasi rasa ingin maju, tetapi di sisi lain sangat disayangkan sekali karena tanpa disadari sikap para orang tua yang demikian dapat membuat penggunaan BBA semakin lama semakin berkurang dan akhirnya bahasa daerah ini bisa punah. Hal ini tidak boleh terjadi, karena BBA merupakan warisan sejarah yang sudah turun-temurun berperan sebagai alat komunikasi yang signifikan antarmasyarakat Batak Angkola. Alangkah baiknya apabila masyarakat Batak Angkola mau menyadari to user bahasa daerah ini. Setidaknya, dan mau bersama-sama menjaga commit dan melestarikan 1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
walaupun tidak digunakan dalam kehidupan sehari-hari karena faktor situasional, masyarakat dapat menggunakannya dalam keluarga atau ketika bertemu sanak saudara karena itu merupakan sebuah ciri dan kebanggaan bagi bangsa Indonesia khususnya bagi masyarakat Batak Angkola tersebut. Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin ikut berperan serta dalam pelestarian BBA dengan membuat penelitian mengenai sistem verba BBA yang bertujuan agar masyarakat Batak Angkola baik para orang tua maupun generasi muda dapat mempelajari BBA. Selanjutnya, penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi masyarakat guru bahasa, masyarakat linguistik, dan masyarakat umum yang ingin mengetahui dan menambah wawasan tentang BBA. Senada dengan pernyataan di atas, Harahap (2007:ii) menyatakan bahwa Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang dalam rangka melestarikan budaya daerah sebagai bagian dari budaya nasional. Ginting (1997:2) menekankan dalam UUD 1945 bab XV ayat 1 dan 2 dipaparkan bahwa bahasa-bahasa daerah masih dipakai sebagai alat perhubungan dan alat komunikasi yang hidup, dihargai dan dipelihara oleh negara. Hal ini dikarenakan bahasa daerah itu adalah bahagian dari kebudayaan nasional yang tetap hidup dan berkembang. Dengan demikian, bahasa daerah itu adalah pendukung kebudayaan serta menjadi lambang identitas daerah yang turut menunjang pembinaan bahasa nasional. Berlandaskan pernyataan-pernyataan di atas diharapkan pelaksanaan sosialisasi dari pelestarian BBA ini akan lebih mudah dan terbuka. commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BBA merupakan bagian dari jenis bahasa suku Batak yang terdapat di Sumatera Utara. Menurut Hutahuruk (1987:6) suku Batak itu mempunyai tujuh sub suku: Toba, Dairi, Angkola, Mandailing, Campuran, Karo dan Simalungun. Adapun pembagian tempat tinggalnya adalah sebagai berikut: 1) Daerah Kabupaten Tapanuli Utara a.
Orang Batak Toba berada di pulau Samosir (Pangururan); sekitar Danau Toba (Balige); tanah datar Humbang (Siborong-borong); dan lembah Silindung (Tarutung).
b.
Orang Batak Dairi di tanah Pakpak dengan kota Sidikalang.
2) Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan a.
Orang Batak Angkola berada di sekitar Padangsidimpuan, Sipirok dan Gunung Tua;
b.
Orang Mandailing berada di sekitar Panyabungan, Natal dan Muara Sipongi.
3) Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah (Pesisir) Di daerah ini yang tinggal adalah pertemuan orang Batak Toba (mayoritas) dengan orang Batak Angkola dan orang pendatang dari luar suku Batak; terdapat di daerah pantai dari Sibolga sampai Barus. 4) Daerah Kabupaten Karo, Sumatera Timur adalah tempat tinggal orang Batak Karo (Kabanjahe). 5) Derah Kabupaten Simalungun, Sumatera Timur adalah tempat tinggal orang Batak Simalungun (Pematangsiantar). commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tarigan dalam Hasibuan (1972:6) membagi bahasa-bahasa Batak sebagai berikut: 1. Angkola 2. Karo 3. Mandailing 4. Pakpak 5. Simalungun 6. Toba Tinggibarani (2008:1) menyatakan bahwa bahasa Angkola adalah salah satu bahasa di daerah Tapanuli bahagian Selatan, yang dipergunakan sehari-hari oleh masyarakat Marancar, Angkola, Sipirok, Padangbolak/Padanglawas, Barumun-Sosa, dan dapat dimengerti oleh penduduk daerah kabupaten Mandailing Natal, dengan dialek atau logat yang berbeda. Hasibuan (1972:14) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat Angkola ialah orang-orang yang masih terikat dengan kebudayaan Angkola dalam hidupnya sehari-hari dan memakai bahasa Angkola sebagai bahasa ibunya. Kemudian, Siregar dan Nasution (dalam Hasibuan (1972:14-15)) menjelaskan bahwa daerah yang memakai bahasa Angkola meliputi kecamatan Padangsidimpuan, kecamatan Sipirok, kecamatan Batangtoru, kecamatan Batang Angkola, kecamatan Sosopan, kecamatan Padangbolak dan kecamatan Barumun Tengah.
commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 1. Peta Kabupaten Tapanuli Selatan
Gambar peta Kabupaten Tapanuli Selatan di atas menunjukkan batas wilayah antara daerah Angkola dan daerah Batak lainnya. Daerah Angkola berada di antara daerah Mandailing dan daerah Toba sehingga BBA mendapat pengaruh dari bahasa Batak Angkola dan bahasa Batak Toba, baik dalam penulisan, pengucapan, dan perbendaharaan kata. Walaupun demikian, BBA adalah tetap bahasa yang berdiri sendiri. Situs profil daerah kabupaten Tapanuli Selatan menyatakan bahwa penduduk kabupaten Tapanuli Selatan atau penduduk Angkola berjumlah 629,212 jiwa. Berdasarkan jumlah penduduk ini dapat dilihat bahwa sebenarnya masih terdapat potensi yang besar dalam mengembangkan dan melestarikan BBA ini. Penelitian tentang BBA memang sudah mengalami perkembangan, commit to user mulai dari masalah tata bahasa sampai pada budayanya. Namun sangat
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
disayangkan penelitian tentang sistem pembentukan verba masih kurang mendapat perhatian. Chafe (1973:10) yang menyatakan bahwa struktur semantik dibentuk dari verba sebagai pusatnya, yang kemudian disertai nomina yang berhubungan dengannya. Dalam hal ini, verba memiliki peranan yang penting dalam struktur semantik karena verba merupakan inti informasi dari suatu tuturan dalam berkomunikasi. Pernyataan ini senada dengan Alwi, dkk., (2003) yang menjelaskan bahwa verba merupakan unsur yang sangat penting dalam kalimat karena dalam kebanyakan hal verba berpengaruh besar terhadap unsur-unsur lain yang harus atau boleh ada dalam kalimat tersebut. Berdasarkan pernyataan di atas peneliti tertarik untuk meneliti sistem pembentukan verba BBA dari dasar verba. Penelitian ini hanya fokus pada masalah morfologi mengenai afiks-afiks derivasional dan infleksional pembentuk verba dari dasar verba BBA yang nantinya akan menghasilkan sistem pembentukan verba BBA kelas I dan kelas II dalam paradigma I.
B. Perumusan Masalah Sebagaimana telah diuraikan dalam latar belakang masalah, penelitian ini merupakan kajian atas sistem pembentukan verba BBA dari morfem dasar. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini diwujudkan dalam serangkaian bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah afiks-afiks derivasional pembentuk verba BBA dari dasar verba?
commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Bagaimanakah aspek semantik dari keproduktifan afiks-afiks derivasional? 3. Bagaimanakah afiks-afiks infleksional pembentuk verba BBA dari dasar verba? 4. Bagaimanakah aspek semantik dari keproduktifan afiks-afiks derivasional?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi tentang sistem pembentukan verba BBA dari morfem dasar yang secara rinci dijabarkan sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan afiks-afiks derivasional pembentuk verba BBA dari dasar verba. 2. Mendeskripsikan aspek semantik dari keproduktifan afiks-afiks derivasional. 3. Mendeskripsikan afiks-afiks infleksional pembentuk verba BBA dari dasar verba. 4. Mendeskripsikan aspek semantik dari keproduktifan afiks-afiks derivasional.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan informasi dan rujukan tentang sistem afiks derivasi dan afiks infleksi dari dasar verba BBA bagi penelitian-penelitian selanjutnya dalam usaha melestarikan bahasa daerah yaitu BBA. Berdasarkan uraian di atas, maka manfaat penelitian ini dapat dirumuskan menjadi dua bagian pokok, yakni: commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1)
Manfaat teoretis 1. Sebagai hasil dokumentasi dan deskripsi BBA yang dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk penelitian-penelitian berikutnya. 2. Sebagai bahan perbandingan terhadap bahasa-bahasa daerah yang ada di Nusantara sebagai pelestarian bahasa daerah. 3. Sebagai sumber informasi untuk penyusunan tata BBA khususnya yang berkaitan dengan verba. 4. Penelitian ini dapat memperkaya kajian di bidang linguistik pada umumnya dan di bidang morfologi BBA pada khususnya.
2)
Manfaat praktis 1. Menambahkan
dan
menumbuhkembangkan
kecintaan
masyarakat
Angkola terhadap BBA. 2. Sebagai bahan pengajaran bahasa daerah terutama tentang sistem sistem afiks derivasi dan afiks infleksi dari dasar verba BBA.
commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
A. Landasan Teori Penulis menguraikan beberapa landasan teori dan kajian pustaka untuk memberi gambaran tentang uraian penelitian ini dan juga beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. 1. Penjenisan Kata Bahasa Indonesia Secara Umum Secara umum kata dalam Bahasa Indonesia terdiri atas beberapa jenis. Alwi, dkk., (2003) memaparkan bahwa kata dapat dibagi menjadi sepuluh jenis yaitu verba, ajektiva, adverbia, nomina, pronomina, numeralia, kata tugas, interjeksi, artikula, dan partikel penegas. Kesepuluh jenis kata ini memiliki peran yang berbeda penerapannya di dalam kalimat yang dapat dilihat sebagai berikut: a. Verba merupakan unsur yang sangat penting dalam kalimat karena verba berpengaruh besar terhadap unsur-unsur lain yang harus atau boleh ada dalam kalimat tersebut. Contoh: lari, belajar, dan seterusnya. b. Ajektiva adalah kata yang memberikan keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat. Contoh: baik, rajin, pintar, putih dan seterusnya. c. Adverbia adalah kata yang menjelaskan verba, ajektiva, atau adverbia lain. Contoh: sangat, selalu, hampir, hanya, dan seterusnya. commit 9 to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Contoh: guru, kucing, meja, kebangsaan, dan seterusnya. e. Pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacu kepada nomina lain. Contoh: saya, kamu, dia, mereka, dan seterusnya. f. Numeralia adalah kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya maujud (orang, binatang, atau barang) dan konsep. Contoh: lima hari, setengah abad, orang ketiga, beberapa masalah, dan seterusnya. g. Kata tugas hanya mempunyai arti gramatikal dan tidak memiliki arti leksikal. Arti suatu kata tugas ditentukan bukan oleh kata itu secara lepas, melainkan oleh kaitannya dengan kata lain dalam frasa atau kalimat. Contoh: dan, ke, karena, dari, dan seterusnya. h. Interjeksi adalah kata tugas yang mengungkapkan rasa hati pembicara. Contoh: ayo, mari, aduh, nah, dan seterusnya. i. Artikula adalah kata tugas yang membatasi makna nomina, seperti: yang bersifat gelar, yang mengacu ke makna kelompok, dan yang menominalkan. Contoh: sang, hang, si, dan seterusnya. j. Partikel penegas meliputi kata yang tidak tertakluk pada perubahan bentuk dan hanya berfungsi menampilkan unsur yang mengiringinya. Contoh: -kah, -lah, -tah, dan pun.
commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Selanjutnya, Kridalaksana, dkk., (1985) membagi kategorisasi kata sebagai berikut: a. Nomina adalah kategori gramatikal yang tidak dapat bergabung dengan tidak. b. Pronomina adalah kategori yang berfungsi untuk menggantikan nomina. c. Ajektiva adalah kategori kata yang ditandai oleh (1) kemungkinannya didampingi partikel seperti lebih, sangat, dan agak, atau (2) ciri-ciri morfologis, seperti -if (dalam sensitif), dan –i (dalam alami). Secara semantis, ajektiva mengungkapkan makna keadaan suatu benda. d. Numeralia adalah kategori gramatikal yang tidak bergabung dengan tidak tapi dapat bergabung dengan nomina, seperti dalam dua guru. Istilah numeralia dipakai menyatakan konsep sintaksis yang mewakili bilangan yang terdapat dalam alam di luar bahasa. e. Verba adalah kategori gramatikal yang dalam konstruksi mempunyai kemungkinan diawali dengan kata tidak, tidak mungkin diawali dengan kata di, ke, dari, dan tidak mungkin diawali dengan prefiks ter- ‘paling’. Secara semantis, verba mengungkapkan makna perbuatan, proses, atau keadaan. f. Adverbia adalah kategori yang mendampingi kategori verba, ajektiva, numeralia, adverbia, dan proposisi. g. Preposisi adalah partikel yang berfungsi menghubungkan kata atau frase sehingga berbentuk frase eksosentris.
commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
h. Interogativa adalah kategori dalam kalimat interogatif yang berfungsi menggantikan sesuatu
yang ingin diketahui oleh pembicara atau
mengukuhkan apa yang telah diketahui oleh pembicara. i. Demonstrativa adalah kategori yang berfungsi untuk menunjukkan anteseden. j. Konjungsi adalah kategori yang berfungsi meluaskan satuan yang lain dalam konstruksi hipotaktis. Konjungsi menghubungkan bagian-bagian ujaran yang setataran ataupun yang tidak setataran. k. Interjeksi bertugas mengungkapkan perasaan pembicara dan secara sintaktis tidak berhubungan dengan kata-kata lain dalam sebuah kalimat. l. Kategori fatis bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Kategori fatis ini tidak dapat diucapkan dalam monolog. Kategori fatis ini biasanya terdapat dalam konteks dialog atau wawacara bersambutan, yaitu kalimat-kalimat yang diucapkan oleh pembicara dan kawan bicara. m. Pertindihan kelas kategori, contoh: (1) Sapi saya mati kemarin. (mati sebagai verba intransitif). (2) Mati itu bukan akhir segalanya. (mati sebagai nomina). (3) Ini harga mati. (mati sebagai ajektiva). Pendapat para ahli di atas menunjukkan bahwa penjenisan kata secara umum dalam bahasa Indonesia masih belum seragam. Hal ini terjadi karena penjenisan itu tergantung pada sudut pandang bagaimana membagi jenis kata tersebut secara umum. Dengan demikian, pembagian jenis kata ini commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dapat dimanfaatkan sesuai fungsinya pada saat dibutuhkan. Dalam penelitian ini, Peneliti hanya akan fokus pada jenis kata verba saja.
2. Verba dalam Bahasa Indonesia dan Ciri-cirinya Verba merupakan jenis kata yang menjadi inti dari sebuah kalimat pada umumnya. Verba sudah dapat mewakili aksi apa yang akan dilakukan oleh subjek kepada objek ataupun sebaliknya. Beberapa penjelasan verba menurut para ahli dapat dilihat sebagai berikut. 2.1 Ciri-ciri Verba dalam Bahasa Indonesia Kridalaksana, dkk., (2008:254) menyatakan bahwa verba (verb) adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat; dalam beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis seperti ciri kala, aspek, persona, atau jumlah. Sebagian besar verba mewakili unsur semantis perbuatan, keadaan, atau proses;
kelas ini dalam Bahasa
Indonesia ditandai dengan kemungkinan untuk diawali dengan kata tidak dan tidak mungkin diawali dengan kata sangat, lebih, dan sebagainya; misalnya datang, naik, bekerja, dan sebagainya. Alwi, dkk., (2003:87) menyatakan bahwa ciri-ciri verba dapat diketahui dengan mengamati (1) perilaku semantis, (2) perilaku sintaktis, dan (3) bentuk morfologisnya. Namun secara umum verba dapat diidentifikasi dan dibedakan dari kelas kata yang lain, terutama dari ajektiva, karena ciri-ciri berikut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
a. Verba memiliki fungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat dalam kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain. Contoh: (4) Pencuri itu lari. (5) Mereka sedang belajar di kamar. (6) Bom itu seharusnya tidak meledak. (7) Orang asing itu tidak akan suka masakan Indonesia. Bagian yang dicetak miring pada kalimat-kalimat di atas adalah predikat, yaitu bagian yang menjadi pengikat bagian lain dari kalimat itu. Dalam sedang belajar, tidak meledak, dan tidak akan suka verba belajar, meledak dan suka berfungsi sebagai inti predikat. b. Verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas. Contoh: (1) Makna inheren perbuatan, seperti: mendekat, mencuri, membelikan, memukuli, mandi, memberhentikan, menakut-nakuti, dan naik haji. (2) Makna inheren proses, seperti: mati, jatuh, mengering, mengecil, meninggal, kebanjiran, terbakar, dan terdampar. (3) Makna inheren keadaan, seperti: terdingin (paling dingin) dan tersulit (paling sulit). c. Verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat dilekati prefiks teryang berarti ‘paling’. Verba seperti mati atau suka misalnya, tidak dapat diubah menjadi *termati atau *tersuka. commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna kesangatan. Tidak ada bentuk seperti *agak belajar, *sangat pergi, dan *bekerja sekali meskipun ada bentuk seperti sangat berbahaya, agak mengecewakan, dan mengharapkan sekali. Selanjutnya, Kridalaksana, dkk., (1985:51) menjelaskan bahwa verba adalah kategori gramatikal yang dalam konstruksi mempunyai kemungkinan diawali dengan kata tidak, tidak mungkin diawali dengan kata di, ke, dari, dan tidak mungkin diawali dengan prefiks ter- ‘paling’. Secara semantis, verba mengungkapkan makna perbuatan, proses, atau keadaan. Jika dilihat dari bentuknya, verba dapat dibedakan atas verba dasar bebas dan verba turunan. Jika dilihat dari banyaknya argumen, verba dapat dibedakan menjadi verba intransitif dan verba transitif. Jika dilihat dari hubungan verba dengan argumen, verba dapat dibedakan menjadi verba aktif dan verba pasif. Jika dilihat dari interaksi antara argumen, verba dapat dibedakan atas verba resiprokal dan verba nonresiprokal. Jika dilihat dari sudut referensi dan argumennya, verba dapat dibedakan atas verba reflektif dan verba nonreflektif. Jika dilihat dari sudut hubungan identifikasi antara kedua argumennya, dapat dibedakan verba kopulatif dan verba ekuatif. Beberapa penjelasan di atas, memperlihatkan penjabaran tentang verba itu sendiri. Namun dalam hal ini, peneliti hanya akan meneliti hal-hal yang berkenaan dengan bentuk verbanya yaitu verba commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dasar dan verba turunan (segi morfologis), dan dari banyaknya argumen seperti verba intransitif dan verba transitif (segi sintaksis).
2.2 Bentuk Verba Bahasa Indonesia Menurut Kridalaksana, dkk., (1985:52) bentuk verba terdiri atas dua, yaitu: (1) Verba Dasar Bebas Verba dasar bebas adalah morfem dasar bebas. Contoh: duduk
pergi
makan
mandi
tidur
minum
pulang
(2) Verba Turunan Verba turunan adalah verba yang telah mengalami afiksasi, reduplikasi, atau gabungan proses. Sebagai bentuk turunan, dapat kita jumpai verba berafiks dan verba bereduplikasi: a. Verba berafiks Contoh:
ajari
dituliskan
bernyanyi
jahitkan
bertaburan
kematian
bersentuhan
menjalani
melahirkan
kehilangan
mempercayai
termuat
menari
terpikir
menguliti commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Verba bereduplikasi Contoh:
bangun-bangun
pulang-pulang
ingat-ingat
senyum-senyum
makan-makan Lebih lanjut, Alwi, dkk., (2003) menjabarkan bentuk verba seperti berikut. 1.
Asal: berdiri sendiri tanpa afiks
2. Turunan
:
ada, datang, mandi, tidur, tinggal, tiba, suka, turun, pergi
a.
Dasar bebas, afiks wajib
:
mendarat, melebar, mengering, membesar, berlayar, bertelur, bersepeda, bersuami
b.
Dasar bebas, afiks manasuka
:
(mem)baca, (mem)beli, (meng)ambil, (men)dengar, (be)kerja, (ber)karya, (ber)jalan
c.
Dasar terikat, afiks wajib
:
bertemu, bersua, membelalak, menganga, mengungsi, berjuang
b.
Berulang
:
berjalan-jalan, memukul-mukul, makan-makan
c.
Majemuk
:
naik haji, campur tangan, cuci muka, mempertanggung-jawabkan
Bagan 1. Bentuk Verba
Berdasarkan bagan di atas dapat dilihat bahwa verba dalam Bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, yakni (1) verba asal: verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis, dan (2) verba turunan: verba yang harus atau dapat memakai afiks, bergantung pada tingkat keformalan bahasa dan/atau pada posisi sintaksisnya. Verba turunan dibagi lagi menjadi tiga subkelompok, yakni (a) verba yang dasarnya adalah dasar bebas (misalnya, darat), tetapi memerlukan afiks supaya dapat berfungsi sebagai verba (mendarat), commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(b) verba yang dasarnya adalah dasar bebas (misalnya,baca) yang dapat pula memiliki afiks (membaca), dan (c) verba yang dasarnya adalah dasar terikat (misalnya, temu) yang memerlukan afiks (bertemu). Di samping ketiga subkelompok verba turunan itu, ada juga verba turunan yang berbentuk kata berulang (misalnya, makan-makan, berjalan-jalan) dan kata majemuk (misalnya, naik haji, bertanggung jawab). Merujuk pada pendapat para ahli di atas dapat dinyatakan bahwa pembagian bentuk verba sudah semakin kompleks dan rinci. Namun, dalam hal ini peneliti hanya akan meneliti mengenai (1) verba asal dan (2) verba turunan ((b) dasar bebas, afiks manasuka dan (c) dasar terikat, afiks wajib).
2.3 Sintaksis Verba Bahasa Indonesia Kridalaksana, dkk., (1985) menyatakan bahwa verba dalam Bahasa Indonesia dibedakan atas verba intransitif dan verba transitif. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut. 2.3.1 Verba Intransitif Kridalaksana (1985:52-53) menyatakan bahwa verba intransitif adalah verba yang menghindarkan objek. Proposisi yang memakai verba ini hanya mempunyai satu argumen. Dalam verba intransitif terdapat sekelompok verba yang berpadu dengan argumen; misalnya, alih bahasa, campur tangan, cuci mata, bersepeda, dan bersepatu. commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.3.2 Verba Transitif Kridalaksana (1985:54) menyatakan bahwa verba transitif adalah verba yang memerlukan objek. Objek adalah konstituen kalimat yang kehadirannya dituntut oleh predikat yang berupa verba transitif pada kalimat aktif (Alwi, dkk., 2003:328). Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa objek biasanya berupa nomina atau frasa nominal yang berada langsung di belakang perdikat, dapat menjadi subjek akibat pemasifan kalimat dan dapat diganti dengan pronomina –nya. Objek terdiri dari objek langsung dan objek tak langsung. Dikenal juga dengan istilah Objek dan Pelengkap atau Komplemen. Alwi, dkk., (2003:329) menyatakan bahwa pelengkap berwujud frasa nominal, frasa verbal, frasa adjectival, frasa preposisional, atau klausa yang berada langsung di belakang predikat jika tak ada objek dan di belakang objek kalau unsur ini hadir. Pelengkap juga tidak dapat menjadi subjek akibat pemasifan kalimat, serta tidak dapat diganti dengan -nya kecuali dalam kombinasi preposisi selain di, ke, dari, dan akan. Konfigurasi makna yang menjelaskan isi komunikasi dari pembicara; terjadi dari predikator yang berkaitan
dengan
satu
argumen
atau
lebih
disebut
Proposisi
(Kridalaksana, 2008:201). Proposisi yang menggunakan verba ini mempunyai dua atau tiga argumen. Argumen adalah nomina atau frase nominal yang bersama-sama predicator membentuk proposisi; misalnya:
commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
proposisi
predikator
argumen1
argumenn
Banyaknya objek tergantung pada banyaknya argumen. Berdasarkan banyaknya argumen, terdapat verba transitif sebagai berikut. (1) Verba Monotransitif Verba monotransitif adalah verba yang mempunyai dua argumen. Contoh: Proposisi
(8)
Saya menulis surat argumen 1 subjek
predikator verba monotransitif
argumen 2 objek
‘Menulis’ adalah verba monotransitif yang memiliki dua argumen yaitu ‘saya’ dan ‘surat’. ‘Saya’ adalah argumen1 dan ‘surat’ adalah argumen 2. Di samping argumen, kalimat di atas juga memiliki subjek dan predikat bila ditinjau dari sintaksis. ‘Saya’ berperan sebagai subjek, sedangkan ‘surat’ berperan sebagai objek. Dari verba ‘menulis’ yang memunculkan ‘saya’ dan ‘surat’, menunjukkan suatu proposisi yang menjelaskan makna dari kalimat tersebut. (2) Verba Ditransitif Verba ditransitif adalah verba yang mempunyai tiga argumen. Contoh: (9) Ibu argumen 1 subjek
Proposisi
memberi predikator verba ditransitif
adik argumen 2 objek
commit to user
kue argumen 3 pelengkap/komplemen
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
‘Memberi’ adalah verba ditransitif yang memiliki tiga argumen yaitu ‘ibu’ sebagai argumen 1, ‘adik’ sebagai argumen 2, ‘kue’ sebagai argumen 3. Verba ‘memberi’ membutuhkan objek ‘adik’, dan pelengkap/komplemen ‘kue’. Verba ‘memberi’ memunculkan proposisi yang menjelaskan makna dari kalimat tersebut di atas. Kemudian, Alwi, dkk., (2003:97) menyimpulkan perilaku sintaksis verba seperti yang terlihat pada berikut. Transitif
Verba Taktransitif
Ekatransitif Dwitransitif Semitransitif Berpelengkap wajib Tak berpelengkap Berpelengkap manasuka Bagan 2. Klasifikasi Verba
Berdasarkan bagan di atas dapat dijelaskan bahwa perilaku sintaksis verba adalah sebagai berikut. Verba transitif adalah verba yang memerlukan nomina sebagai objek dalam kalimat aktif, dan objek ini dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif. Contohnya: (10) Ibu sedang membersihkan kamar itu. (11) Rakyat pasti mencintai pemimpin yang jujur. Verba yang dicetak miring dalam contoh (10) dan (11) adalah verba transitif. Masing-masing verba diikuti oleh nomina atau frasa nominal, yaitu kamar itu, pemimpin yang jujur. Nomina atau frasa nominal itu berfungsi sebagai objek yang dapat juga dijadikan subjek pada kalimat pasif seperti berikut. commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(12) Kamar itu sedang dibersihkan oleh ibu. (13) Pemimpin yang jujur itu pasti dicintai oleh rakyat. Verba transitif dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: (a) Verba ekatransitif adalah verba transitif yang diikuti oleh satu objek. Contoh: (14) Saya sedang mencari pekerjaan. Mencari pada kalimat (14) adalah verba ekatransitif karena kedua verba ini hanya memerlukan sebuah objek (pekerjaan). Objek dalam kalimat yang mengandung verba ekatransitif dapat diubah fungsinya sebagai subjek dalam kalimat pasif. (b) Verba Dwitransitif adalah verba yang dalam kalimat aktif dapat diikuti oleh dua nomina, satu sebagai objek dan satunya lagi sebagai pelengkap. Contoh: (15) Saya sedang mencarikan adik saya pekerjaan. Verba mencarikan pada kalimat (15) adalah verba dwitransitif karena kalimat tersebut memiliki objek (adik saya) dan pelengkap (pekerjaan). Objek dapat saja tidak dinyatakan secara eksplisit, tetapi yang tersirat di dalam kalimat itu tetap menunjukkan adanya objek tadi. Jadi, kalimat Saya sedang mencarikan pekerjaan mengandung arti bahwa pekerjaan itu bukan untuk saya, tetapi untuk orang lain.
commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Contoh lain: (16) Ibu memberi saya uang Kalimat di atas, bila dipasifkan akan menjadi “Saya diberi uang oleh ibu”. Kata ‘Saya’ yang bisa dipasifkan adalah objek, sedangkan kata ‘oleh ibu’ adalah komplemen/pelengkap. (c) Verba Semitransitif adalah verba yang objeknya boleh ada dan boleh juga tidak. Contoh: (17) Ayah sedang membaca koran. (18) Ayah sedang membaca. Kalimat (17) dan (18) menunjukkan bahwa verba membaca adalah verba semitransitif karena verba itu memiliki objek (koran) seperti pada contoh (17), tetapi juga boleh berdiri sendiri tanpa objek seperti pada (18). Jadi, objek untuk verba semitransitif bersifat manasuka. Verba taktransitif adalah verba yang tidak memiliki nomina di belakangnya yang dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif. (19) Maaf, Pak, Ayah sedang mandi. (20) Kami harus bekerja keras untuk membangun negara. (21) Petani di pegunungan bertanam jagung. Verba mandi dan bekerja pada (19) dan (20) adalah verba taktransitif karena tidak dapat diikuti nomina. Verba bertanam pada (21) memang diikuti oleh nomina jagung, tetapi nomina itu bukanlah objek dan karenanya tidak dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif. Karena itu, commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bertanam disebut verba taktransitif, sedangkan jagung merupakan pelengkap. Verba taktransitif juga dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: (a) Verba taktransitif berpelengkap wajib Contoh: (22) Rumah orang kaya itu berjumlah dua puluh buah. Verba berjumlah (22) adalah verba berpelengkap, termasuk verba semitransitif dan pelengkap verba itu harus ada dalam kalimat. Jika pelengkap itu tidak hadir, kalimat yang bersangkutan tidak sempurna dan tidak berterima. (b) Verba taktransitif tak berpelengkap Contoh: (23) Gadis itu tersipu-sipu. Verba tersipu-sipu adalah verba yang tidak dapat diberi pelengkap. Hal ini dikarenakan bahwa di antara verba seperti itu ada yang diikuti oleh kata atau frasa tertentu yang kelihatannya seperti pelengkap, tetapi sebenarnya adalah keterangan. (c) Verba taktransitif berpelengkap manasuka Contoh: (24) Kantongnya berisi uang. Verba berisi (24) merupakan verba yang berpelengkap. Berisi adalah verba semitransitif. Uang adalah pelengkap dalam commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kalimat ini, tapi dalam konteks pemakaian yang lain, verba itu dapat juga tidak diikuti oleh pelengkapnya. Namun kalimat ini tidak bisa dipasifkan.
3. Penjenisan Kata Bahasa Batak Angkola Secara Umum Edi Subroto (1991:34) menyatakan bahwa jenis kata adalah suatu sistem yang mencakup seperangkat kategori morfologis tertentu dan yang memperlihatkan perilaku sintaksis tertentu. Jadi dasar paradigma morfologis dipergunakan bersama dengan dasar sintaksis untuk menentukan jenis kata. Dalam hal suatu jenis kata tidak mempunyai ciri paradigma morfologis atau hanya mempunyai ciri paradigma morfologis sedikit, penentuan jenis kata ditentukan secara sintaksis. Tinggi Barani (2008) menjelaskan bahwa jenis kata dalam Bahasa Angkola terdiri dari: 1. Kata ganti diri atau pengganti nama orang lain yang disebut juga dengan personal pronoun. Contoh: au ‘saya’, ho ‘engkau’, dan seterusnya. 2. Kata kerja atau pekerjaan yang dilakukan yang disebut juga dengan verb. Contoh: kehe ‘pergi’, mardalan ‘berjalan’, dan seterusnya. 3. Kata
petunjuk
benda
atau
demonstrative
pronoun
yaitu
untuk
menunjukkan suatu benda. Untuk menunjuk benda, harus lebih dahulu diperhatikan jarak benda itu baik dekat, jauh, atau agak jauh. Mengenai jumlah banyak atau sedikit tidak mempengarui bentuk kata dalam kalimat. Contoh: indu ‘itu’, indi ‘ini’, dan seterusnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
4. Kata Tanya maksudnya tiap-tiap bertanya harus dimulai dengan kata tanya. Contoh: didia ‘dimana’, sian dia ‘dari mana’, dan seterusnya. 5. Kata perangkai (preposition) adalah kata yang menghubungkan antara kata benda yang pertama dengan kata benda yang kedua. Contoh: (25) Seekor kucing di atas tilam. Dua benda kucing dan tilam dihubungkan kata di atas, yang disebut kata perangkai. 6. Keterangan waktu (adjunct of time) adalah kata-kata yang memberi keterangan agar kalimat itu lebih jelas. Contoh: sadarion = hari ini ancogot = besok dompak = sedang, dan seterusnya. 7. Keterangan tempat (adjunct of place) adalah kata-kata yang menerangkan tempat. Contoh: (26) Halahi tinggal dison. ‘Mereka tinggal di sini’ dison = di sini disandun = di sana, dan seterusnya. 8. Kata bilangan (numeral), contoh: sada = satu dua = dua, dan seterusnya. 9. Petunjuk benda (demonstrative pronoun), contoh: on = ini indu = itu, dan seterusnya. commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
10. Kata kepunyaan (possessive pronoun) dalam bahasa Angkola berasal dari kata ke-punya-an, yakni dari kata dasar punya ‘puna’. Contoh: Au puna = saya punya Ho puna = engkau punya, dan seterusnya. 11. Kata sifat (adjective) adalah kata yang menjelaskan keadaan. Contoh: poso = muda hancit = sakit, dan seterusnya. 12. Kata imbuhan (augmentation) adalah kata yang ditambahkan atau diimbuhkan pada kata dasar sehingga mengubah pengertian dari kata dasar. Kata imbuhan ada yang ditempatkan pada awal kata dasar, disebut panjoloi, akhir kata dasar disebut panyidungi, dan diselipkan pada kata dasar disebut panyoloti. Contoh: Kata dasar
awalan
akhiran
sisipan
lojong
marlojong
lojongkon
-
lari
berlari
larikan
-
dan seterusnya. Selanjutnya, Harahap (2007:401) menyatakan bahwa jenis kata dalam bahasa Angkola Mandailing disebut “Golongan ni Hata” atau “Ragam ni Hata” yang terdiri dari: 1. Hata bonda (kata benda) adalah kata yang mengandung pengertian benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, misalnya: bagas (tekanan suara pada ba…./ pada suku kata pertama) = rumah tobat (tekanan suara pada to…./ pada suku kata pertama) = tambak commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
arsak (tekanan suara pada ar…./ pada suku kata pertama) = kesedihan 2. Hata harejo (kata kerja) adalah kata yang mengandung pengertian berbuat, misalnya: oban = bawa inum = minum porsan = pikul, dan sebagainya. 3. Hata sifat (kata sifat) adalah kata yang mengandung pengertian keadaan dari sesuatu, baik kata benda maupun kata ganti, misalnya: bontar = putih loja = lelah pistar = pandai 4. Hata panggonti (kata ganti) adalah kata-kata yang mengandung pengertian “menggantikan” atau mewakili sesuatu atau benda, misalnya: au = saya, aku ho = engkau ia = ia, dia, dan seterusnya. 5. Hata patorangkon (kata keterangan) yaitu kata-kata yang menerangkan sesuatu kata kerja atau kata sifat dalam kalimat, misalnya: ondope = barusan natuari = kemarin dompak = ketika, dan sebagainya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
6. Hata pandjoloi (kata depan) adalah kata yang mendepani kata benda atau tempat, misalnya: di = di tu = ke sian = dari 7. Hata patuduhon (kata tunjuk) adalah kata yang menunjuk sesuatu, misalnya: on = ini indon = yang ini, dan seterusnya. 8. Hata sapa-sapa (kata tanya) adalah kata yang digunakan untuk bertanya, misalnya: aha = apa ise = siapa andigan = kapan 9. Hata pandohoti (kata sandang) adalah kata yang mendampingi nama, misalnya: si = si, seperti: si Amat ompu = kakek, nenek, seperti: ompu raja = (si) kakek raja, dan seterusnya. 10. Hata panyambung (kata penghubung) adalah kata yang berfungsi menghubungkan kata dengan kata atau kalimat dengan kalimat, misalnya: Au dohot ia = saya dan dia, dan seterusnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
30 digilib.uns.ac.id
11. Hata piopio (kata seru) adalah kata seru yang mengandung seruan, misalnya: O! = Oh! Hai, seperti: o anggi! = hai adik(ku) Ile baya = aduhai, amboi, seperti: ile baya, nada be da be = aduhai, apa boleh buat, dan seterusnya. 12. Hata etongan (kata bilangan) yaitu kata-kata yang menunjukkan bilangan, misalnya: sada = satu dua = dua tolu = tiga, dan seterusnya. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, secara umum dapat dilihat bahwa jenis kata verba terdiri dari verba monomorfemis dan verba polimorfemis. Verba monorfemis terdiri dari transitif dan intransitif seperti verba kehe ‘pergi’, tolap ‘tiba’, gadis ‘jual’, dst. Verba polimorfemis dapat dibentuk dari afiksasi, perulangan, dan majemuk. Namun dalam penelitian ini yang akan dianalisis hanya verba polimorfemis yang dibentuk dari afiksasi saja.
3.1 Ciri-ciri Verba Bahasa Batak Angkola Verba dalam BBA memiliki ciri-ciri umum yang hampir sama dengan ciri-ciri verba dalam Bahasa Indonesia. Verba (kata kerja) merupakan salah satu kategori yang memiliki peranan penting dalam bahasa. Verba bisa berkembang. Sebuah verba dasar dapat menghasilkan verba-verba turunan commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melalui penambahan afiks atau dengan kata lain disebut dengan proses morfemis. Ini adalah salah satu keistimewaan verba, karena setiap verba yang mengalami penambahan afiks akan mengalami perubahan nosi.
Verba
memiliki makna yang mengacu pada aksi seperti perintah. Selanjutnya,
verba
dapat
dikenali
berdasarkan
ciri-ciri
yang
dimilikinya. Alwi, dkk. (2003:87-88) menyatakan bahwa ciri-ciri verba dapat diketahui dengan mengamati perilaku semantik, perilaku sintaksis, dan bentuk morfologisnya. Namun, secara umum verba dapat diidentifikasi dan dibedakan dari kelas kata yang lain, terutama dari ajektiva, karena ciri-ciri sebagai berikut. a) Verba memiliki fungsi utama sebagi predikat atau sebagai inti predikat dalam kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain. Contoh: (27) Pencuri itu lari. ‘Marlojong panangko i’ Marlojong [marl¿j¿N] ‘berlari’, panangko [panaNko] ‘pencuri’, i [i] ‘itu’ (28) Mereka sedang belajar di kamar. ‘Dompak marsiajar halahi di bilik’ Dompak [d¿mpa/] ‘sedang’, marsiajar [marsiajar] ‘belajar’, halahi [halahi] ‘mereka’, di [di] ‘di’, bilik [bIlI/] ‘kamar’ (29) Bom itu seharusnya tidak meledak. ‘Samustina bom i inda mapultak’ Samustina [samùstIna] ‘semestinya’, bom [b¿m] ‘bom’, i [i] ‘itu’, inda [inda] ‘tidak’, mapultak [mapùlta/] ‘meledak’. (30) Orang asing itu tidak akan suka masakan Indonesia. ‘Nangkan giot halak asing i masakancommit ni Indonesia’ to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Nangkan [naNkan] ‘tidak akan’, giot [gIot] ‘mau/suka’, halak [hala/] ‘orang’, asing [asIN] ‘asing’, i [i] ‘itu’, masakan [masakan]
‘masakan’,
ni
[ni]
‘dari’,
Indonesia
[ind¿nesia]
‘Indonesia’. Bagian yang dicetak miring pada kalimat-kalimat di atas adalah predikat, yaitu bagian yang menjadi pengikat bagian lain dari kalimat itu. Selanjutnya, dalam sedang belajar ‘dompak marsiajar’ (dompak ‘sedang’ – marsiajar ‘belajar’à marsi- ‘ber-’ + ajar ‘ajar’), tidak meledak ‘inda mapultak’ (inda ‘tidak’ – mapultak ‘meledak’ à ma‘me-’ + pultak ‘ledak’), dan tidak akan suka ‘nangkan giot’ (nangkan ‘tidak akan’ – giot ‘suka’), verba belajar ‘marsiajar’ , meledak ‘mapultak’ dan suka ‘giot’ berfungsi sebagai inti predikat. b) Verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas. Contohnya maridi ‘mandi’, madabu ‘jatuh’, mapultak ‘meledak’. c) Verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks teryang berarti ‘paling’. Verba seperti mati ‘mate’ atau suka ‘giot’, misalnya, tidak dapat diubah menjadi *termati ‘tarmate’ atau *tersuka ‘targiot’. d) Pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna kesangatan. Tidak ada bentuk seperti *agak belajar ‘tarmarsiajar’, *sangat pergi ‘sangat kehe’, dan *bekerja sekali ‘markarejo situtu’ meskipun ada bentuk seperti sangat berbahaya ‘sangat commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
marbahaya’,
agak
mengecewakan
‘tar
mangacewaon’,
dan
mengharapkan sekali ‘amana harop’. e) Verba BBA biasanya terletak di awal subjek dalam kalimat. Misalnya: (31) marsiajar halalai di sikola [marsiajar halalai di sik¿la] ‘Mereka belajar di sekolah’. Marsiajar adalah verba, halalai adalah mereka, di sikola adalah keterangan. Namun, dalam penerjemahannya menjadi ‘Belajar mereka di sekolah’, dan untuk penerjemahan yang lebih baik untuk dimengerti adalah ‘Mereka belajar di sekolah’. Tetapi, verba BBA juga sering terletak setelah subjek. Seperti (32) Ia marlojong [ia marl¿j¿N] ‘Dia berlari’. Ia adalah subjek, dan marlojong adalah verba. Dengan demikian, letak SV atau VS sama-sama digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat Angkola. Penggunaannya tidak bisa dipastikan kapan tepatnya harus SV atau VS karena tuturan itu keluar secara alami saja. Berdasarkan mengkhususkan
pernyataan-pernyataan
pada
verba
dasar
di
agar
atas, lebih
penelitian mudah
ini
dalam
pengklasifikasian dan pengidentifikasian verba yang transitif dan intransitif. Sehingga perumusan sistem pembentukan verba BBA dari morfem dasar ini akan lebih terarah pelaksanaannya.
4. Morfem, Morf, dan Alomorf Morfem merupakan unit terkecil yang memiliki arti, morf merupakan perian yang bentuknya cukup konkret, dan alomorf adalah commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
realisasi dari morfem. Hal ini sesuai dengan pernyataan-pernyataan para ahli sebagai berikut. Langacker (1972:56) menyatakan bahwa morfem adalah unit terkecil yang memiliki nilai semantik yang konstan. Selanjutnya, Bauer (2003:12,17) menguraikan bahwa unit-unit yang muncul pada bentuk kata disebut morf. Seperangkat jenis morf mewujudkan morfem yang sama. Morf yang berwujud sebuah morfem yang khas dan secara fonetik atau secara leksikal atau secara gramatikal disebut alomorf dari morfem. Verhaar (2008:106) menyatakan bahwa morfem itu suatu satuan yang abstrak: dapat berupa segmental (utuh atau terbagi) dapat berupa “nol”, dapat juga berupa nada tertentu. Berbeda dengan morfem itu, alomorf-alomorfnya adalah jauh lebih konkret, meskipun tetap tidak mutlak perlu berupa segmental. Akan tetapi demi perian yang mudah kita membutuhkan bentuk yang kelihatannya cukup konkret yang disebut “morf”. Lebih lanjut dipaparkan oleh Katamba (1994:24,26) bahwa morfem adalah pembeda terkecil dari bentuk kata yang berkolerasi dengan pembeda terkecil di dalam makna kata atau kalimat atau di dalam struktur gramatikal. Analisis dari kata menjadi morfem dimulai dengan pemisahan morf. Sebuah morf adalah wujud pembentukan kembali beberapa morfem di dalam bahasa. Hal ini menunjukkan bunyi pembeda yang searah (fonem) atau rangkaian dari bunyi-bunyi (fonem-fonem). commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Perbedaan kategori morfem dapat dilihat pada bagan berikut ini: leksikal (kata leksik) bebas fungsional morfem
(kata tugas) derivasional afiks infleksional Bagan 3. Klasifikasi Morfem
Jika mempertimbangkan bunyi sebagai realisasi aktual dari fonetik, dapat ditemukan bahwa morf adalah bentuk aktual dari realisasi morfem. Dengan demikian, bentuk cat adalah morf tunggal yang direalisasikan dari morfem leksikal. Bentuk cats terdiri dari dua morf, relialisasi dari sebuah morfem leksikal dan sebuah morfem infleksional (‘jamak’). Sebagai catatan bahwa terdapat alofon dari sebuah fonem khusus, kemudian dapat menghubungkan alomorf dari sebuah morfem khusus. Apabila dilihat dalam BBA maka salah satu contoh bentuknya yaitu pada nomina daganak ‘anak-anak’. Daganak berasal dari morfem bebas danak yang berarti seorang anak, terjadi proses infeksi pada morfem tersebut yaitu dengan penambahan morfem terikat –ga- diantara morfem danak. Sebuah situs internet yang bernama ling.udel.edu. memaparkan bahwa morfem adalah unit terkecil dari arti linguistik; sebuah kata tunggal dapat terdiri atas beberapa morfem, contoh: unsystematically (kata commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
unsystematically dapat dianalisis menjadi lima bagian morfem yaitu un+system+atic+al+ly); sebuah unit gramatikal yang perpaduan bunyi dan artinya berubah-ubah sehingga tidak dapat dianalisis lebih lanjut; setiap kata dari setiap bahasa tersusun dari satu morfem atau lebih. Berikut adalah uraian pembagian suku kata morfem. Satu morfem
boy (satu suku kata) desire, lady, water (dua suku kata) crocodile (tiga suku kata) salamander (empat suku kata), atau lebih suku kata
Dua Morfem
boy+ish desire + able
Tiga Morfem
boy + ish + ness desire + able + ity
Empat Morfem
gentle + man + li + ness un + desire + able + ity
Lebih dari empat morfem
un + gentle + man + li + ness
anti + dis + establish + ment + ari + an + ism
Selanjutnya dijelaskan bahwa morfem terdiri atas morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas yaitu morfem yang dapat digunakan sebagai sebuah kata dan dapat berdiri sendiri (tanpa membutuhkan elemen yang mengikutinya, seperti: afiks), contoh: girl, system, desire, hope, act, phone, happy. Morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sendiri secara bebas (atau terpisah) dari kata. Morfem terikat adalah afiks (prefiks, sufiks, infiks, and sirkumfiks).
Kemudian, dijelaskan pula bahwa morfem terbagi atas root dan stem atau dengan kata lain disebut dengan akar dan dasar. Uraian mengenai root dan stem ini dapat dilihat dengan jelas dalam tabel berikut.
TABEL 1 PERBEDAAN ANTARA ROOT DAN STEM
Root
Stem
Leksikal non-afiks mengandung · Ketika sebuah morfem akar morfem-morfem yang tidak dapat dikombinasikan dengan morfem dianalisis lagi menjadi bagian- afiks, itulah bentuk dari sebuah bagian yang terkecil. Contoh: stem. act, beauty, system, dan lain-lain. · Afiks-afiks yang lain dapat ditambahkan pada sebuah stem · Morfem akar bebas: run, bottle, untuk membentuk sebuah stem phone, dan lain-lain. yang lebih kompleks. · Morfem akar terikat: uncount, dan lain-lain.
Root
believe (verb)
Stem
believe + able (verb + sufiks)
Kata
un + believe + able (prefiks + verb + sufiks)
Root
system (noun)
Stem
system + atic (noun + sufiks)
Stem
un + system + atic (prefiks+ noun + sufiks) commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Stem
un + system + atic + al
(prefiks + noun + sufiks + sufiks)
Kata
un + system + atic + al + ly (prefiks + noun + sufiks + sufiks +sufiks) Sementara itu, Alwi, dkk. (2003:28-29) menyatakan bahwa dalam
bahasa ada bentuk (seperti kata) yang dapat “dipotong-potong” menjadi bagian yang lebih kecil, yang kemudian dapat dipotong lagi menjadi bagian yang lebih kecil lagi sampai ke bentuk yang, jika dipotong lagi, tidak mempunyai makna. Kata memperbesar, misalnya, dapat kita potong sebagai berikut: mem-perbesar per-besar Jika besar dipotong lagi, maka be- dan –sar masing-masing tidak mempunyai makna. Bentuk seperti mem-, per-, dan besar disebut morfem. Morfem yang dapat berdiri sendiri, seperti besar, dinamakan morfem bebas, sedangkan yang melekat pada bentuk lain, seperti mem- dan per-, dinamakan morfem terikat. Lebih lanjut dijelaskan bahwa anggota satu morfem yang wujudnya berbeda, tetapi yang mempunyai fungsi dan makna yang sama dinamakan alomorf. Morfem biasanya diapit oleh tanda kurung kurawal {…}. Morfem, morf dan alomorf dalam BBA adalah sebagai berikut: a) Morfem, misalnya, morfem terikat yaitu : {maN-} ‘meN-’, {tar-} ‘ter-’, dan morfem bebas yaitu : {pio} ‘panggil’, {maridi} ‘mandi’. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
39 digilib.uns.ac.id
b) Morf, misalnya {ma-} ‘me-’, {man-} ‘men-’, {mam-} ‘mem-’, {mang-} ‘meng-’, {many-} ‘meny-’. c) Alomorf, misalnya semua {ma-} ‘me-’, {man-} ‘men-’, {mam-} ‘mem-’, {mang-} ‘meng-’, {many-} ‘meny-’ merupakan alomorf dari {maN-} ‘meN-’. Untuk sementara, penjelasan mengenai morfem BBA ini masih terus menjadi perbincangan dan bahan penelitian.
5. Morfem Dasar Kridalaksana (2008:44) menyatakan bahwa morfem dasar (base morpheme) adalah mofem yang dapat diperluas dengan dibubuhi afiks; misal: juang dalam berjuang. Morfem yang dileburi morfem yang lain disebut morfem dasar (Verhaar, 2008:98). Selanjutnya dijelaskan bahwa yang dileburkan itu berupa imbuhan atau klitika atau bentuk dasar yang lain (dalam pemajemukan) atau morfem yang sama (dalam reduplikasi). Morfem dasar terdiri atas tiga macam, yaitu (1) pangkal, (2) akar, dan (3) pradasar. Morfem pangkal adalah morfem dasar yang bebas, contohnya: do dalam undo, dan hak dalam berhak. Morfem akar adalah morfem dasar yang berbentuk terikat, agar menjadi bentuk bebas harus mengalami pengimbuhan, misalnya: infinitif verbal Latin amare ‘mencintai’ memiliki akar –am, dan akar am- itu selamanya membutuhkan imbuhan (misalnya imbuhan “infinitif aktif” –are dalam kata amare) untuk menjadi bentuk bebas artinya, am- plus klitika commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tidak akan menghasilkan bentuk bebas, dan pemajemukan dengan am- juga tidak
memungkinkan.
Pradasar
adalah
bentuk
yang
membutuhkan
pengimbuhan dan pengklitikan atau pemajemukan untuk menjadi bentuk bebas. Misalnya, morfem ajar berupa pradasar. Morfem ini dapat menjadi bebas melalui pengimbuhan
(misalnya dalam mengajar, belajar, dan
lain
sebagainya), dapat juga melalui pengklitikaan, (misalnya dalam kami ajar, saya ajar, dan sebagainya), dan dapat juga dengan pemajemukan (misalnya dalam kurang ajar). Kemudian, morfem dasar tidak selalu berupa monomorfemis. Sebagai misal kata berpengalaman, terdiri atas pangkal (polimorfemis) pengalaman diimbuhi ber-, tetapi pangkal itu sendiri adalah polimorfemis dan dapat dibagi lagi atas pangkal (monomorfemis) alam ditambahi imbuhan (terbagi) pen- -an. Atau dengan contoh yang lain, seperti bentuk pradasar berikut, yaitu: ajar. Adapun kemungkinan-kemungkinan pengimbuhan yang dapat muncul adalah sebagai
berikut:
belajar,
pelajar,
mengajar,
pengajar,
mengajari,
mengajarkan, mempelajari, diajar, diajari, diajarkan, kuajar, kuajari, kuajarkan, kauajar, dan lain sebagainya.
6. Morfem afiks Morfem aditif (additive morpheme) merupakan konsep yang mencakup dasar, prefiks, sufiks, infiks, suprafiks, konfiks, simulfiks, dan pengulangan (Kridalaksana, 2008:157). commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Selanjutnya, Kridalaksana (1985:19) menjelaskan bahwa dalam bahasa Indonesia dikenal jenis-jenis afiks yang secara tradisional diklasifikasikan atas tujuh macam sebagai berikut. a. Prefiks adalah afiks yang diletakkan di muka bentuk dasar. Contoh: meN-, di-, ber-, ke-, ter-, se-, peN-, dan pe-/per. b. Infiks adalah afiks yang diletakkan di dalam bentuk dasar. Contoh: -el-, -er-, dan –em-. c. Sufiks adalah afiks yang diletakkan di belakang bentuk dasar. Contoh: -kan, -i, -nya, -wati, -wan, -isme, dan –isasi. d. Simulfiks adalah afiks yang dimanifestasikan dengan ciri-ciri segmental yang dileburkan pada bentuk dasar. Dalam bahasa Indonesia simulfiks dimanifestasikan dengan nasalisasi dari fonem pertama suatu bentuk dasar dan fungsinya ialah memverbalkan nomina, ajektiva, atau kelas kata lain. Contoh berikut terdapat dalam bahasa Indonesia tidak baku: kopi-ngopi, soto-nyoto, sate-nyate, kebut-ngebut. e. Kombinasi afiks adalah kombinasi dari dua afiks atau lebih yang dihubungkan dengan sebuah bentuk dasar. Afiks ini bukan jenis afiks yang khusus dan hanya merupakan gabungan beberapa afiks yang mempunyai bentuk dan makna gramatikal tersendiri, digabungkan secara simultan pada bentuk dasar. Contoh: (1) memperkatakan
sebuah bentuk dasar dengan kombinasi tiga afiks: dua prefiks dan satu sufiks; commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(2) mempercayakan
sebuah bentuk dasar dengan kombinasi dua afiks: satu prefiks dan satu sufiks.
Dalam bahasa Indonesia kombinasi afiks yang dikenal ialah me-…-kan, me-…-i, memper-…-kan, memper-…-i, ber-…-kan, ter-…-kan, pe-…-an, dan se-…-nya. Selanjutnya, kombinasi afiks dikenal juga dengan nama afiks gabung yaitu beberapa afiks yang terdapat dalam satu kata jadi misalnya:
f.
berkewarganegaraan
nomina dasar: warga dan negara
ke-warga-negara-an
konfiks: ke-an
kewarga-negaraan
prefiks: ber-
ber-
disini: ber- & ke-an adalah afiks gabung.
Konfiks adalah afiks yang terdiri dari dua unsur, satu di muka bentuk dasar dan satu di belakang bentuk dasar, dan berfungsi sebagai satu morfem terbagi. Konfiks harus dibedakan dengan kombinasi afiks. Konfiks adalah satu
morfem
dengan
satu
makna
gramatikal.
Greenberg
(1966)
menggunakan istilah ambifiks untuk morfem ini. Istilah lain untuk gejala ini adalah sirkumfiks. Istilah dan konsep konfiks sudah lama dikenal dalam linguistik dan pernah dikenalkan oleh Knobloch (1961:57) dan Akhmanova (1966:423). Dalam bahasa Indonesia ada empat konfiks, yaitu ke-…-an, peN-…-an, per-…-an, dan ber-…-an, yang terlihat dalam contoh berikut. (1) Keadaan dasarnya adalah ada. Kita tidak mengenal bentuk *adaan, atau *keada. Jadi, ke-…-an di sini merupakan sebuh konfiks. commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(2) Pengiriman kita jumpai konfiks peN-…-an. Juga kita temukan bentuk pengirim dan kiriman. Jadi, peN-…-an dalam pengiriman mempunyai makna gramatikal tersendiri. (3) Persahabatan, per-…-an adalah sebuah konfiks. Sahabat adalah bentuk dasarnya, sedangkan bentuk *persahabat dan *sahabatan tidak ditemukan. Jadi, bentuk per-…-an mempuyai makna gramatikal tersendiri. (4) Bertolongan, ber-…-an merupakan konfiks, tetapi ber-…-an dalam berpajangan bukan konfiks karena proses pembentukannya berbeda. Proses ber-…-an dalam berpajangan ialah ber+pajangan, sedangkan dalam bertolongan prosesnya ialah ber-…-an + tolong. Bermengandung makna ‘mempunyai’, sedangkan ber-…-an mengandung makna ‘resiprokal’. g. Superfiks atau suprafiks adalah afiks yang dimanifestasikan dengan ciri-ciri suprasegmental
atau
afiks
yang
berhubungan
dengan
morfem
suprasegmental. Afiks ini tidak ada dalam bahasa Indonesia. Proses afiksasi bukanlah hanya sekedar perubahan bentuk saja. Sebenarnya, ada pula perubahan makna gramatikal karena afiks adalah bentuk yang sedikit banyak mengubah makna gramatikal bentuk dasar. Proses yang lengkap:
ajar-
belajar- pelajar pelajaran
mengajar
pengajar pengajaran
tinju
bertinju petinju meninju peninju
commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Proses dengan rumpang: juang
berjuang menjuang
pejuang pejuang
suruh
menyuruh bersuruh
penyuruh pesuruh
Bentuk bersuruh ini tidak ada dalam bahasa Indonesia, tetapi ada antara lain dalam dialek Melayu Riau Daratan. Dalam bahasa Indonesia kini masih terdapat bentuk-bentuk ber- yang berfungsi seperti itu, tetapi terbatas jumlahnya, yaitu batu bersurat, beras bertumbuk, dan dalam peribahasa “Gayung bersambut, kata berjawab”. Dari kejadian kata itu tampak bahwa tidak semua matriks terisi. Adanya rumpang dalam pola itu, di samping kesahihan sistem yang disokong oleh proses morfofonemis yang dialami oleh bentuk itu masing-masing, harus diterima sebagai kenyataan dalam bahasa Indonesia. Di samping itu, adanya rumpang itu dapat dianggap sebagai potensi pembentukan kata yang dapat dikembangkan lebih jauh. Sementara itu, adapun beberapa pembagian afiks dalam BBA, yaitu : 1) Prefiks, yang diimbuhkan di sebelah kiri dasar dalam proses yang disebut prefiksasi. Contohnya: kata dasar potuk [p¿tuk] ‘pukul’ menjadi mamotuk [mam¿tuk] ‘memukul’, mengalami prefiksasi yang berupa prefiks nasal {maN-}. Fonem /p/ pada kata dasar luluh karena adanya proses nasalisasi. 2) Sufiks, yang diimbuhkan di sebelah kanan dasar dalam proses yang disebut sufiksasi. Contohnya: kata dasar ela [ela] ‘ambil’ menjadi elai [elaI] ‘ambili’, mengalami sufiksasi yaitu sufiks {-i}. 3) Infiks, yang diimbuhkan dengan penyisipan di dalam dasar itu, dalam commit to user proses yang namanya infiksasi. Contohnya: kata dasar baen [baen] ‘bikin’
perpustakaan.uns.ac.id
45 digilib.uns.ac.id
menjadi binaen [binaen] ‘dibikin/dibuat’, mengalami infiksasi yaitu infiks {-in-}. 4) Konfiks/simulfiks/ambifiks/sirkumfiks, yang diimbuhkan untuk sebagian di sebelah kiri dasar dan untuk sebagian di sebelah kanannya, dalam proses yang dinamai konfiksasi/simulfiksasi/ambifiksasi/sirkumfiksasi. Namun dalam penelitian ini istilah yang digunakan adalah konfiks dan konfiksasi saja. Contohnya: kata dasar suan [suw¿n] ‘tanam’ menjadi manyuani [maøuw¿ni] ‘menanami’, mengalami konfiksasi yaitu konfiks {maN-i}.
7. Morfologi Infleksional dan Morfologi Derivasional Morfologi secara tradisional dibagi menjadi dua cabang infleksi dan derivasi. Kedua hal ini biasanya dipandang secara terpisah; infeksi adalah bagian dari sintaksis, sementara derivasi adalah bagian dari leksem. (Bauer, 2003:92). Verhaar (2008:121) menjelaskan bahwa fleksi, atau morfologi infleksional, adalah proses morfemis yang diterapkan pada kata sebagai unsur leksikal yang sama, sedangkan derivasi, atau morfologi derivasional adalah proses morfemis yang mengubah kata sebagai unsur leksikal tertentu menjadi unsur leksikal yang lain. Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, morfologi infleksional dan morfologi derivasional adalah proses morfemis yang berperan besar dalam mengubah kata dan unsur leksikalnya. Proses infleksi dan derivasi pada setiap commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bahasa memiliki keunikan tersendiri yang dapat menunjukkan tunggal atau jamak, kala waktu, gender, bahkan perubahan kelas kata. Yule (1996:76-77) memaparkan bahwa morfem derivasional digunakan untuk membuat kata-kata baru dalam bahasa dan sering digunakan untuk membuat kata-kata yang berbeda kategori gramatikalnya dari stem. Dengan demikian, penambahan morfem derivasional –ness mengubah adjektif good ‘baik’ menjadi goodness ‘kebaikan’. Morfem infleksional tidak digunakan untuk menghasilkan kata-kata baru dalam bahasa Inggris, tapi lebih mengacu pada aspek fungsi gramatikal dari sebuah kata. Morfem infleksional digunakan untuk menunjukkan apakah sebuah kata itu jamak atau tunggal, apakah past tense atau bukan, dan apakah perbandingan (komparatif) atau bentuk posesif. Bahasa Inggris hanya memiliki delapan morfem infleksional yang dapat dilihat sebagai berikut: Let me tell you about Jim’s two sisters. One likes to have fun and is always laughing. The other liked to study and has always taken things seriously. One is the loudest person in the house and the other is quieter than a mouse. Berdasarkan contoh-contoh di atas, dapat dilihat bahwa terdapat dua infleksi, -‘s (posesif) dan –s, (jamak) yang menyatu pada nomina. Ada empat yang menyatu dengan verba -s (orang ketiga tunggal dalam kala present), -ing (present participle), -ed (past tense) dan –en (past participle).
Ada dua
infleksi, -est (superlatif) dan –er (komparatif) yang menyatu dengan adjektif. commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Catatan bahwa di dalam Bahasa Inggris, semua morfem infleksional ditandai dengan adanya sufiks. Nomina + -‘s, -s Verba +
-s, -ing, -ed, -en
Adjectif + -est, -er Senada dengan Yule, Huot (2001:25) menyatakan bahwa sufiks derivasional merupakan pembentukan kata-kata baru. Sebagian besar diantaranya mengandung bunyi vokal (baik di awal dari sufiks maupun setelah konsonannya), dan hal itu turut membantu pada pemanjangan suku kata dari penghasilan akar kata-kata yang muncul. Hal ini membawa pada sebuah interpretasi yang sangat umum ((aksi dari), (yang menghasilkan atau berhubungan pada), dan sebagainya), yang mengkombinasikan pada hal-hal yang dilekatinya. Dengan demikian, hal ini dapat dilihat pada contoh berikut: -age
di dalam akhiran kata kerja : batt+age, verniss+age
-ure
di dalam : pel+ure, racl+ure
-aire
di dalam : scol+aire, aliment+aire
-ique
di dalam : desert+ique, tyrann+ique Sufiks fleksional mengacu pada susunan gramatikal (jenis kelamin,
jumlah, orang, waktu, dan modal), seperti: -s, mengacu pada jamak pada nomina dan adjektif dan -e, penanda femina, dalam adjektif, dan semua akhiran sendiri dalam konjugasi verba. Sufiks ini, sampai saat ini masih commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terdapat di akhir kata, kemudian dinamakan derivasional, dan menggantikan dalam susunan yang dibangun. Berdasarkan pernyataan di atas dapat dinyatakan bahwa perbedaan infleksi dan derivasi itu perlu dipahami dengan lebih cermat. Nida (1962:99) menguraikan perbedaan karakteristik dari derivasi dan infleksi sebagai berikut. TABEL 2 Perbedaan antara Infleksi dan Derivasi
1.
2. 3. 4.
5.
Derivational Formations Belong to substantially the same general external distribution classes as the simplest member of the class in question. Tend to be “inner” formations. Tend to be statistically more numerous. Have derivational morphemes with more restricted distribution May exhibit changes in major distribution class membership.
Inflectional Formation 1. Do not belong to substantially the same general external distribution classes as the simplest member of the class in question. 2. Tend to be “outer” formations. 3. Tend to be statistically less numerous 4. Have inflectional morphemes with more extensive distribution. 5. Exhibit no changes in major distribution class membership.
Berdasarkan uraian tabel di atas, akan terlihat senada dengan tulisan Edi Subroto (1987) menjelaskan bahwa proses infleksi menghasilkan pembentukan infleksional dan proses derivasi menghasilkan pembentukan derivasional. Perihal perbedaan antara keduanya, Nida menguraikan sebagai berikut (masih dalam Edi Subroto 1987) sebagai berikut: (1) Pembentukan derivasional termasuk jenis kata yang sama dengan kata tunggal (dari suatu sistem jenis kata tertentu) (misalnya, singer (nomina) commit to user dari (to) sing (verba)) termasuk jenis kata yang sama dengan boy (nomina)),
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sedangkan pembentukan infleksional tidak (misalnya, verba kompleks atau polimorfemis walked tidak termasuk jenis kata yang sama dengan verba tunggal yang mana pun). (2) Secara statistik, afiks derivasional lebih beragam (misalnya, dalam bahasa Inggris terdapat afiks-afiks pembentuk nomina: -er, -ment, -ion, -ation, -ness (singer, arrangement, correction, nasionalization, stableness); sedangkan afiks infleksional dalam bahasa Inggris kurang beragam atau tertentu: -s, -ed1, -ed2, -ing (walks, walked1, walked2, walking). (3) Afiks-afiks derivasional dapat mengubah jenis kata, sedangkan afiks-afiks infleksional tidak. (4) Afiks-afiks derivasional mempunyai distribusi yang lebih terbatas (misalnya, -er tidak dapat diramalkan selalu terdapat pada morfem dasar), sedangkan afiks infleksional mempunyai distribusi yang lebih luas. (5) Pembentukan derivasional dapat menjadi dasar bagi pembentukan berikutnya (singer à singers), sedangkan pembentukan infleksional tidak. Selanjutnya masih dalam tulisan Edi Subroto (1987), beliau memaparkan beberapa pendapat para ahli yang menguraikan masalah derivasi dan infleksi di antaranya: Verhaar menyatakan bahwa derivasi ialah semua perubahan afiksasi yang
melampaui
identitas
kata,
sedangkan
semua
perubahan
yang
mempertahankan identitas kata disebut infleksi (1988:65). Prinsip yang diikuti ialah setiap berpindah jenis kata (pembentukan yang menghasilkan jenis kata berbeda) selalu berarti pula berpindah identitas leksikalnya (menulis termasuk commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
verba, penulis termasuk nomina), tetapi tidak sebaliknya setiap berpindah identitas leksikal berarti pula berpindah jenis kata. Misalnya, berangkat (verba) dan memberangkatkan (verba). Keduanya termasuk verba, tetapi identitas leksikalnya berbeda sehingga termasuk derivasional. Kata berangkat termasuk tak transitif, sedangkan memberangkatkan termasuk transitif. Identitas leksikal kedua verba itu berbeda karena referen atau situasi yang ditunjuknya berbeda. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa –kan pada memberangkatkan adalah
afiks
yang
mentransitifkan.
Perihal
afiks
me(N)-
pada
memberangkatkan, yang dapat diramalkan dapat digantikan di-, ku-, kausemata-mata penanda gramtikal, yaitu menyatakan bahwa kalimatnya berfokus pelaku. Melengkapi uraian tentang seperangkat kriteria operasional untuk membedakan derivasi dari infleksi, Bauer menyatakan bahwa derivasi adalah proses morfemis yang menghasilkan leksem baru, sedangkan infleksi ialah proses morfemis yang menghasilkan bentuk-bentuk kata yang berbeda dari sebuah leksem yang sama (2003:91). Sementara itu, menurut Marchand morfem-morfem infleksional menghasilkan bentuk-bentuk yang berbeda dari sebuah kata yang sama, tidak membentuk sebuah unit leksikal yang baru. Dengan demikian, morfem infleksional tidak relevan bagi pembentukan kata (1969:4). Dengan rumusan lain, infleksi adalah bentuk-bentuk kata yang berbeda dari paradigm yang berbeda (Matthews, 1974:38). Yang dimaksud dengan leksem dalam rumusan itu ialah satuan leksikal abstrak, yang terkecil baik tunggal maupun kompleks dari bentuk-bentuk kata dalam commit to user
sebuah
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
paradigma (Matthews, 1974:38). Leksem itu biasanya dilambangkan dengan huruf besar. Misalnya, bentuk-bentuk verba dalam bahasa Inggris: (I) work, (He) works, (I) worked, (He has) worked, (He is) working, adalah bentuk-bentuk kata yang berbeda dari leksem WORK. Dari leksem itu dapat dibentuk leksem baru WORKER yang termasuk nomina. Pembentukan dari work à worker ‘buruh, pekerja, karyawan’ termasuk derivasional. Kata benda derivatif worker dapat dibentuk menjadi kategori jamak workers. Bentuk-bentuk kata worker (tunggal) dan workers adalah bentuk-bentuk kata yang berbeda dari leksem WORKER. Terdapatnya bentuk-bentuk kata yang berbeda itu (work, works, worked, working, worker, workers) adalah untuk memenuhi kaidah-kaidah gramatikal yang bersifat dapat diramalkan. Misalnya, kalau terdapat verba talk, maka terdapatnya bentuk-bentuk kata: talks, talked, talking, bersifat dapat diramalkan, kalau terdapat speaker terdapatnya bentuk speakers bersifat dapat diramalkan. Ciri keteramalan itu merupakan penanda pembentukan infleksional yang penting (bandingkan pula Aronoff, 1981:2). Kemudian, kemungkinan penerapan konsep infleksi dan derivasi untuk memerikan morfologi bahasa Indonesia dijelaskan dalam tulisan Edi Subroto (1987) sebagai berikut. commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut beliau, setiap proses morfemis yang menghasilkan jenis kata yang berbeda (pembentukan derivasional). Dalam pada itu, setiap proses morfologis yang termasuk pembentukan drerivasional tidak selalu ditandai dengan berpindahnya jenis kata. Misalnya, kata lurah dan kelurahan. Kedua kata itu termasuk nomina, tetapi identitas leksikalnya berbeda. Kata lurah mengacu kepada seseorang (insan) yang menjabat jabatan tertentu, sedangkan kelurahan tidak mengacu kepada seseorang, melainkan pada ‘seluk-beluk atau perihal urusan kedinasan’. Jadi, bersifat bukan insan. Oleh karena itu, referen kedua kata itu pasti berbeda atau sesuatu (yang bersifat di luar bahasa) yang ditunjuk kedua kata itu berbeda. Dengan demikian, pembentukan kata kelurahan itu termasuk derivasional. Masih dalam tulisan Edi Subroto (1987), sebuah afiks termasuk infleksional kalau di dalam suatu paradigma diramalkan dapat digantikan afiks infleksional yang lain. Dengan demikian, juga terdapat keteraturan makna gramatikal di dalam paradigma infleksional. Ciri-ciri yang demikian tidak terdapat pada paradigma derivasional. Dengan titik tolak itu akan dicoba untuk memerikan paradigma infleksional dan derivasional dalam bahasa Indonesia.
commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Misalnya, paradigma dari dasar PETIK. B
A
C
-PETIKI
-PETIK
-PETIKKAN
memetiki
1.memetik
memetikkan
dipetiki
2.dipetik
dipetikkan
kupetiki
3.kupetik
kupetikkan
kaupetiki
4.kaupetik
kaupetikkan
diapetiki
5.diapetik
diapetikkan
I
6.terpetik pemetik
pemetikan
petikan
II
Bagan 4. Paradigma petik
Paradigma I adalah paradigma verba yang dibentuk dari dasar “petik”, sedangkan paradigma II termasuk paradigma nomina deverbal. Paradigma verba terbagi atas tiga kolom: kolom –PETIK (A), kolom –PETIKI (B), kolom –PETIKKAN (C). Masing-masing kolom merupakan paradigma infleksional dan masing-masing mempunyai bentuk kata baris 1-6 (kecuali kolom B dan C karena alasan semantis). Terlihat pada masing-masing kolom bahwa bentuk kata dengan prefiks me(N)- (sebagai bentuk pertama) (baris 1) diramalkan dapat digatikan dengan prefiks di- (baris 2), ku- (baris 3), kau- (baris 4), dia (baris 5), atau ter- (baris 6, khusus kolom A). Oleh karena itu, masing-masing kolom merupakan paradigma infleksional. Kolom B dari leksem
PETIKI,
kolom
C
dari
leksem
PETIKKAN.
Kemunculan
masing-masing bentuk (me(N)-, di-, ku-, dan seterusnya) dari setiap kolom commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dapat diramalkan berdasarkan kaidah gramatikal tertentu. Bentuk baris 1 terdapat apabila kalimat berfokus pada pasien. Perbedaan antara baris 2-6 (kolom A) terdapat bila berfokus pada pasien. Perbedaan antara baris 2-6 satu sama lain ialah bahwa baris 6 menyatakan ‘keaksidentalan’, hal tak disengaja, tak dikehendaki’, sedangkan baris 2-5 menyatakan ‘kesengajaan’. Baris 2 berbeda dari 3-5 karena di dalam baris 3-5 ‘pelaku tampak di dalam bentuk’, sedangkan baris 2 ‘pelaku tidak tampak di dalam bentuk’; baris 3 pelaku adalah persona ketiga. Karena bentuk baris 6 menyatakan ‘keaksidentalan, ketaksengajaan, hal tak dikehendaki’, maka bentuk ini tidak terdapat dalam kolom B, yang terutama menyatakan ‘keberkali-kalian’ dan kolom C, yang terutama
menyatakan
‘kebenefaktifan’
(berarti
pula
menyatakan
‘kesengajaan’). Adalah tidak wajar, apabila sesuatu yang ‘tak disengaja, tak dikehendaki’ terjadi atau dilakukan berkali-kali. Bagaimanakah perbedaan antara leksem PETIK (A), PETIKI (B), PETIKKAN (C)? Perbedaannya ialah di dalam PETIKI terdapat ciri makna ‘perbuatan yang berulang-ulang’ (dalam oposisinya dengan PETIK), sedangkan di dalam PETIKKAN terdapat ciri makna ‘kebenefaktifan’ (petikkan saya mangga itu) (di dalam oposisinya dengan PETIK). Atas dasar itu, kata memetik, memetiki, memetikkan secara leksikal adalah tiga kata yang berbeda (derivasional) sekalipun sama-sama termasuk verba. Terdapatnya ciri makna atau nilai kategorial ‘berkali-kali’ pada memetiki karena hadirnya sufiks –i dan terdapatnya nilai ‘benefaktif’ karena hadirnya –kan pada memetikkan. Di samping perbedaan dalam hal ciri makna, juga kemunculan –i pada PETIKI commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan –kan pada PETIKKAN dengan ciri makna secara demikian bersifat tak dapat diramalkan. Ciri ‘tak teramalkan’ merupakan salah satu penanda pembentukan derivasional. Kata-kata pemetik, pemetikan, dan petikan (II) termasuk nomina derivasional deverba atau nomina yang diturunkan atau diderivasikan dari verba. Berdasarkan pertimbangan semantik, ketiga kata itu diderivasikan dari verba memetik (pemetik ialah ‘orang yang memetik’, pemetikan ialah ‘hal memetik’, petikan ialah ‘hasil memetik’). Berdasarkan perbedaan referennya, ketiga kata itu berbeda secara leksikal sekalipun sama-sama termasuk nomina. Referen pemetik ialah ‘orang yang …’, pemetikan ialah hal atau abstraksi dari …’, petikan ialah ‘hasil ….’. Beberapa morfem dasar lain yang paradigmanya serupa dengan petik –di antaranya—ialah: ambil, pungut, jual,tarik. Setelah melihat uraian yang telah dipaparkan oleh para ahli di atas, maka secara sederhana dapat dilihat proses derivasional dan infleksional BBA dapat sebagai berikut: 1)
Infleksi, potuk ‘pukul’ (verba) – mamotuk ‘memukul’ (verba) – dipotuk ‘dipukul’ (verba), dan seterusnya, tidak mengubah kelas kata.
2)
Derivasi, potuk ‘pukul’ (verba) – potuki ‘pukuli (berkali-kali)’ (verba) – potukkon ‘pukulkan’ (verba), tidak mengubah kelas katanya. Namun ada juga yang kelas katanya berubah yaitu potuk ‘pukul’ (verba) – pamotuk ‘pemukul’ (nomina).
commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Selanjutnya, proses penganalisisan dalam penelitian ini menggunakan cara analisis Edi Subroto di atas, dan hanya meneliti tentang pembentukan verba BBA dari morfem dasar saja.
B. Penelitian yang Relevan Para ahli yang peduli tentang pelestarian bahasa daerah sudah mulai melakukan penelitian mengenai BBA dari tahun ke tahun. Penelitian yang dilakukan membahas berbagai aspek yang terkait di dalam BBA itu sendiri. Hal-hal yang menarik untuk diteliti mulai dari budaya sampai bahasa. Perkembangan penelitian yang dialami cukup memberi sumbangsih yang berarti dalam upaya pelestarian bahasa daerah sebagai salah satu aset negara yang sangat perlu untuk dijaga dan dipertahankan. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan sehubungan dengan BBA dapat dilihat sebagai berikut. Sohuturon (1960) dalam bukunya “Biado panjuratkon hata hita” (bagaimana penulisan kata kita) menjelaskan mengenai rumus dan aturanaturan dalam menulis bahasa Batak baik Angkola maupun Mandailing. Rumus dan aturan-aturan yang diterangkan secara rinci berupa bagaimana membentuk kata baru dari kata dasar menjadi kata yang berimbuhan, berulang, dan majemuk. Namun dalam buku ini, tidak terdapat adanya terjemahan ke dalam bahasa Indonesia sehingga bagi pemula akan sulit untuk memahaminya. Di samping itu, contoh kalimat yang dijelaskan sangat sedikit sehingga masih kurang efisien dalam pengaplikasiannya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
57 digilib.uns.ac.id
Harahap (2007) dengan karyanya “Kamus modern bahasa Angkola Mandailing” telah menyinggung tata bahasanya secara sekilas. Beliau membicarakan mengenai jenis kata dan penjelasannya masing-masing. Dalam bukunya juga ditambahkan bagaimana penambahan imbuhan untuk setiap jenis kata. Namun demikian, buku itu akan lebih bagus apabila contoh kata dan kalimat disajikan secara sistematis dan efisien. Tinggibarani (2008) menyusun buku berjudul “Bahasa Angkola” untuk siswa, mahasiswa, dan masyarakat. Isi buku ini dikemas dengan cara yang sederhana dan mudah dipahami yang dilengkapi dengan cerita pendek dan pertanyaan-pertanyaan singkat. Namun, untuk menghindari kebingungan pembaca, penulis hendaknya mencantumkan juga kunci jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diberikan. Selain itu, penjelasan mengenai imbuhan sangat minim sekali sehingga para pemula akan merasa kebingungan mencari bentuk imbuhan dan bagaimana cara pembentukannya. Mascahaya, dkk., (1999) telah melakukan penelitian tentang “Morfologi Bahasa Angkola”. Penelitian ini merupakan distribusi yang sangat berarti bagi pengembangan dan pelestarian BBA selanjutnya. Berdasarkan pada beberapa karya di atas, dapat dilihat bahwa penelitian BBA mengenai morfologi (khususya tentang afiks derivasi dan afiks infleksi dari morfem dasar) belum begitu mendapat perhatian. Dengan demikian, penulis ingin meneliti salah satu bidang kajian morfologi ini secara sistematis. Selain itu, penelitian ini juga mengacu pada beberapa penelitian bahasa daerah yang lain, seperti pada penelitian Edi Subroto (1991:51-137) yang commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membahas perubahan morfofonemik, morfologi verbal (sistem verba kelas I dan sistem verba kelas II), morfologi nomina, morfologi ajektiva dan morfologi numeralia bahasa Jawa. Kemudian, Ashriany (2008) melakukan penelitian yang membahas tentang sistem verba bahasa Sasak dialek Bayan dari morfem dasar dan nomina. Penelitian ini membahas mengenai pola-pola pembentukan verba dari morfem dasar kelas I, pola-pola pembentukan verba dari morfem dasar kelas II, pola-pola pembentukan verba dari dasar nomina dan proses morfofonemik pada pembentukan pola verba bahasa Sasak. Lebih lanjut, Kasman (2003) menjelaskan mengenai morfologi dan morfofonemik kata kerja bahasa Sumbawa dialek Tongo, dan Admojo (2006) membahas verba bahasa Dayak Ngaju di Palangkaraya. Sistem morfologi verba bahasa Wakatobi Selatan dialek Tomia diteliti oleh Ansor, dkk. (2006), mereka menjelaskan mengenai pembentukan verba yang menggunakan beberapa cara yakni afiksasi, perulangan (reduplikasi), dan pemajemukan. Penelitian ini juga membahas sudut fungsi (inflektif & derivatif) dan maknanya. Namun, penelitian ini tidak dijelaskan bagaimana proses morfofonemiknya sehingga kurang diketahui bagaimana fonem dan peluluhan yang dialami oleh verba tersebut.
commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Pernyataan ini berdasarkan pada Edi Subroto (1992:5) yang menyatakan bahwa secara umum, metode kualitatif adalah metode pengkajian atau metode penelitian terhadap suatu masalah yang tidak didesain atau dirancang menggunakan prosedur-prosedur statistik. Namun dalam penelitian ini, peneliti akan mencatat dengan teliti dan cermat data yang berwujud kata-kata dan kalimat-kalimat. Tujuan
utama
penelitian
bahasa
adalah
menemukan
pola-pola
pembentukan, kaidah-kaidah yang bersifat mengatur di dalam bahasa itu, menemukan sistem (sistem fonotaksis, sistem fonologi, sistem morfologi, sistem penjenisan kata, sistem fraseologi, sistem pembentukan kalimat, sistem pengaturan informasi di dalam wacana, sistem semantik), menemukan satuan-satuan lingual beserta identitasnya. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian ini akan lebih bertujuan untuk meneliti sistem morfologi BBA saja.
B. Objek dan Data Penelitian Edi Subroto (1992:34) menjelaskan secara umum bahwa data adalah semua informasi atau bahan yang disediakan oleh alam (dalam arti luas), yang commit user harus dicari/dikumpulkan dan dipilih olehtopeneliti. 59
perpustakaan.uns.ac.id
60 digilib.uns.ac.id
Kemudian Sudaryanto (1990:9) menyatakan bahwa data adalah bahan penelitian, atau lebih tepatnya bahan jadi penelitian. Objek penelitian tidak sama dengan data penelitian, tetapi objek penelitian dan konteks penelitian merupakan satu kesatuan yang berhubungan antara yang satu dengan yang lain. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa data penelitian adalah objek penelitian ditambah dengan konteks penelitian. Dalam penelitian ini, data adalah verba dalam BBA baik monomorfemik maupun polimorfemik yang tuturan/ kalimatnya mengalami afiks derivasi dan afiks infleksi. Misalnya seperti pada contoh data berikut. (36) Inang mangompa anggi. (N/Hal.67) Ibu menggendong adik ‘Ibu menggendong adik’
Mangompa ‘menggendong’ adalah objek penelitian, sedangkan Inang ‘Ibu’ dan anggi ‘adik’ adalah konteks penelitiannya. Mang- merupakan morfem terikat dan ompa adalah morfem bebas. Mangompa adalah verba polimorfemik yang mengalami afiks infleksi mang- karena verba dasarnya adalah ompa ‘gendong’. Dengan demikian, yang menjadi fokus perhatian pada contoh data ini adalah verba yang telah mengalami afiks infleksi yaitu mangompa. Contoh lain: (27) Tangihon ajar poda, ulang marsidalian pala nisuru. (G/Hal.43) Dengarkan nasehat jangan berdalih kalau disuruh ‘Dengarkanlah nasehat, jangan berdalih kalau disuruh.’
Tangihon ‘dengarkan’ adalah objek penelitian, sedangkan ajar poda, ulang marsidalian pala nisuru ‘jangan berdalih kalau disuruh’ adalah konteks penelitiannya. -hon merupakan morfem terikat dan tangi adalah morfem bebas. Tangihon adalah verba monomorfemik yang mengalami afiks derivasi -hon commit to userDengan demikian, yang menjadi karena verba dasarnya adalah tangi ‘dengar’.
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
fokus perhatian pada contoh data ini adalah verba yang telah mengalami afiks derivasi yaitu tangihon.
C. Sumber Data Sumber data merupakan sumber inspirasi bagi penelitian yang menentukan baik tidaknya data yang akan disediakan. Sumber data bisa berupa data yang sudah tersedia dan bisa juga belum tersedia atau dengan kata lain harus dimunculkan sendiri oleh peneliti dengan keahlian peneliti tersebut. Hal ini senada dengan penjelasan Sudaryanto (1990:33) yang memaparkan bahwa data lingual tidak muncul dari suatu ketiadaan. Data mempunyai sumber; ada asalnya, dari sumber itu peneliti dapat memperoleh data yang dimaksud dan yang diinginkan itu. Berdasarkan pernyataan di atas, sumber data penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa parole yang direkam dalam kaset Pabuat Boru Marbagas Vol. 1 (1989), yang merupakan rekaman kesenian Tapanuli Selatan (masyarakat Batak Angkola), dan interview dengan Bapak Mahmud Fauzi Hasibuan. Kaset yang dipilih adalah kaset yang masih digunakan sampai sekarang oleh masyarakat Angkola dalam kegiatan adat istiadat sehari-hari. Walaupun kaset ini muncul di tahun 1989, namun keeksistensiannya masih bisa diperhitungkan hingga saat ini. Karena itu, kaset ini layak dipilih untuk mewakili penyediaan data primer dari segi rekaman. Sementara itu, interview yang diadakan dengan salah seorang informan bernama Bapak Fauzi Mahmud Hasibuan, bertujuan untuk mewakili tuturan langsung masyarakat Angkola dalam commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kehidupan sehari-hari. Informan ini dipilih karena beliau adalah orang yang mengerti dengan baik seluk-beluk bahasa Angkola, selain itu beliau juga pernah menjadi guru bahasa daerah Angkola. Dengan demikian, interview yang direkam adalah berupa uraian beliau tentang sejarah, bahasa Angkola, dsb. Data sekunder yaitu sumber tulisan yang terdiri dari beberapa buku berbahasa Batak Angkola yang masih dipakai oleh masyarakat Batak Angkola sampai sekarang, seperti: Andung-Tarsingot di Tano Hatubuan (1956), Baen Dongan Angkup Matobang (1965), Djop ni Roha Pardomuan (1969), Tulus 1 (1969), Udutna 1 (1976), Burangir na Hombang (1977), Horja Godang Mangupa di na Haroan Boru (1980), Napuran 1 (1981), Napuran 1 (1982), Napuran 2 (-), Poda-poda ni Adat (1991), Pelajaran Bahasa Daerah Tapanuli Selatan (1994), Burangir Barita (2007), Bahasa Angkola (2008), dan Tutur Poda (2009). Tujuan dari penyediaan data dari rentang tahun yang berbeda yakni mulai dari 1956 hingga 2009 adalah untuk mengetahui bagaimana kekonsistenan data afiks infleksi dan afiks derivasi yang akan ditemui. Di samping itu, pemilihan jenis kajian pustaka yang berbeda, mulai dari buku bacaan anak SD, SMA, dan buku tentang adat istiadat ini, akan semakin menunjukkan bagaimana bentuk dari afiks infleksi dan derivasi yang digunakan, berbeda atau sama saja. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa sumber data yang digunakan ada dua yaitu: 1) Sumber tertulis (data sekunder) 2) Sumber rekaman (data primer) commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Teknik Penyediaan Data Penelitian akan terlaksana dengan adanya data, untuk itu perlu dilakukan penyediaan data yang sesuai dengan rumusan masalah penelitian. Penyediaan data yang baik membutuhkan teknik yang relevan dalam pelaksanaannya. Teknik penyediaan data disebut juga dengan tahap penyediaan data. Tahap penyediaan data merupakan upaya sang peneliti menyediakan data secukupnya. Data di sini dimengerti sebagai fenomenon lingual khusus yang mengandung dan berkaitan langsung dengan masalah yang dimaksud. Data yang demikian itu, substansinya dipandang berkualifikasi valid atau sahih dan reliable atau terandal. Upaya penyediaan data itu dilakukan semata-mata untuk dan demi kepentingan analisis (Sudaryanto, 1993:5). Teknik atau tahap penyediaan data yang sesuai dengan penelitian sistem verba BBA dari morfem dasar ini menggunakan tiga teknik, yaitu teknik rekam, teknik pustaka dan teknik kerjasama dengan informan. Teknik rekam digunakan untuk meneliti fonem-fonem beserta sejumlah kata (kelompok kata) yang telah dipersiapkan (Edi Subroto, 1992:37). Teknik rekam menggunakan kaset rekaman Pabuat Boru Marbagas Vol. 1 yang berisi kesenian Tapanuli Selatan (masyarakat Batak
Angkola),
dan
rekaman
interview
dengan
seorang
Informan,
Bapak H. Mahmud Fauzi Hasibuan, yang menguasai BBA. Kemudian ditanskripsi secara fonetis dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Teknik pustaka yaitu data tulisan yang bersumber dari beberapa buku BBA. Edi Subroto (1992:42) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan teknik pustaka adalah mempergunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
data. Sumber-sumber tertulis yang digunakan dipilih yang mencerminkan pemakaian bahasa sinkronis. Dengan demikian, sumber tertulis dan sumber rekaman ini akan menghasilkan data yang saling mendukung pemakaian dari BBA tersebut. Selanjutnya, teknik kerjasama dengan informan yaitu pembicaraan asli yang berkemampuan memberi informasi kebahasaan kepada peneliti, khususnya mengenai segi-segi tertentu suatu bahasa (Edi Subroto, 1992:37). Dalam hal ini informan membantu memberikan informasi data bahasa yang dimunculkan dari memori informan berdasarkan permintaan dan keinginan peneliti dengan beberapa pertanyaan yang akan diperlukan untuk kepentingan penelitian. Setelah
sumber
data tersedia dengan mempergunakan teknik rekam,
teknik pustaka dan teknik kerjasama dengan informan tadi, selanjutnya peneliti ini menggunakan metode simak beserta teknik-tekniknya. Menurut Sudaryanto (1993:133-136), metode simak atau penyimakan dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa. Metode ini kemudian dilanjutkan dengan teknik dasar yang disebut dengan teknik sadap, yaitu kegiatan menyadap. Dalam penelitian ini yang disadap adalah data tulis yang berhubungan dengan objek penelitian. Selanjutnya, dilakukan teknik lanjutan yaitu teknik simak bebas libat cakap. Dalam teknik ini alat yang digunakan adalah diri peneliti sendiri, namun peneliti tidak dilibatkan langsung untuk ikut menentukan pembentukan dan pemunculan calon data kecuali hanya sebagai pemerhati saja – pemerhati terhadap calon data yang terbentuk dan muncul dari peristiwa kebahasaan yang berada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
65 digilib.uns.ac.id
di luar dirinya. Teknik lanjutan berikutnya adalah teknik catat yaitu pencatatan pada kartu data yang segera dilanjutkan dengan klasifikasi/pengelompokan data. Sumber data tertulis yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku berbahasa daerah yaitu BBA yang diambil dari berbagai jenis buku mulai dari buku pelajaran bahasa daerah, seperti Tulus 1 (SD Kelas 5), Udutna 1 (SD Kelas 3), Napuran 1 & Napuran 2 (Sekolah Menengah Kelas 1 dan 2), Pelajaran Bahasa Daerah Tapanuli Selatan (SD Kelas 1 caturwulan 1, 2 & 3), Bahasa Angkola (siswa, mahasiswa, dan umum), sampai dengan buku tentang adat dan budaya, seperti: Andung tarsingot di tano hatubuan, Baen Dongan Angkup Matobang, Djop ni roha pardomuan, Burangir na hombang, Horja godang mangupa di na haroan boru, Poda-poda ni adat, Burangir Barita, dan Tutur Poda. Sumber-sumber tertulis yang dipilih diambil berdasarkan tahun 1956 sampai tahun 2009 agar peneliti dapat mengambil data yang akurat karena diambil dari tahun yang berbeda. Adapun, judul buku yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: A. Andung-Tarsingot di Tano Hatubuan (Datuk Satia Radja Siregar, 1956) B. Tutur Poda (Sutan Tinggibarani, 2009) C. Burangir na Hombang (Tinggibarani Perkasa Alam, 1977) D. Baen Dongan Angkup Matobang (B.B. Pulungan, 1965) E. Djop ni Roha Pardomuan (Baginda Marakub M., 1969) F. Burangir Barita (G. Baumi Siregar, 2007) G. Udutna 1 (D. Muhd. Siregar, dkk., 1976) H. Poda-poda ni Adat (Baginda Raja Harahap, 1991) commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
I. Napuran 1 (Dinggol Siregar dan Loekman H. Siregar, 1981) J. Napuran 2 (Dinggol Siregar dan Loekman H. Siregar,
)
K. Napuran 1 (Dinggol Siregar dan Loekman H. Siregar, 1982) L. Horja Godang Mangupa di na Haroan Boru (G. Baumi Siregar, 1980) M. Tulus 1 (D.M. Siregar, dkk., 1969) N. Pelajaran Bahasa DaerahTapanuli Selatan (Z. Pangaduan Lubis, 1994) O. Bahasa Angkola (Sutan Tinggibarani, 2008) Penomoran dari teknik penyediaan data ini dilakukan tidak berdasarkan urutan tahun, tetapi secara acak karena peneliti ingin menyediakan data dengan cara yang tidak monoton. Di samping tebal dan tipisnya data sekunder ini, dengan cara acak, akan membantu mengurangi rasa jenuh yang dialami oleh peneliti. Sumber rekamannya terdiri atas dua jenis, yang pertama berupa rekaman interview mengenai sejarah dan perkembangan bahasa Batak Angkola dahulu dan saat sekarang, sementara yang kedua berupa rekaman tentaang proses upacara adat seperti ceramah, lagu, dan sebagainya. Adapun kedua sumber rekaman tersebut adalah: P. Interview dengan bapak Mahmud Fauzi Hasibuan Q. Pabuat Boru Marbagas (Kesenian Tapanuli Selatan) Untuk mengatasi kekurangan data maka Kamus Modern Bahasa Angkola Mandailing (R) digunakan sebagai rujukan berikutnya. Selain itu, seorang informan dari daerah Angkola, Bapak H. Batara Murni Pulungan, juga menyediakan diri kapan saja untuk pengecekan data yang ditemukan. commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan sumber tertulis dan sumber rekaman yang disediakan di atas, data diharapkan dapat dijaring dan ditemukan sampai lengkap sehingga dapat memenuhi kepentingan dari penelitian ini. Selanjutnya, jenis afiks yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah afiks yang berdasarkan pendapat dari Sohuturon (1960), namun peneliti telah memilah afiks yang hanya bisa diikuti oleh verba saja. Adapun, jenis afiks tersebut adalah sebagai berikut: a. Prefiks 1) {ma-} {man- ~ mam- ~ mang- ~ manga- ~ many- ~ mangka-} 2) {pa-} {pan- ~ pam- ~ pang- ~ panga- ~ pany-} 3) {par-} 4) {parpa-} 5) {mar-} 6) {marpar-} / {mampar-} 7) {marpa-} 8) {di-} ~ {ni-} 9) {dipa-} ~ {nipa-} {nipan- ~ nipam- ~ nipang-} 10) {dipar-} ~ {nipar-} 11) {diparpa-} ~ {niparpa-} 12) {tar-} 13) {tarpa-} {tarpan- ~ tarpam- ~ tarpang-} 14) {halim-} 15) {marsi-}
commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
16) {marsipa-} ~ {marsiha-} b. ‘Infiks’ Infiks BBA yaitu: 1) {–in-} 2) {–um-} c. ‘Sufiks’ Sufiks BBA yaitu: 1) {–an} 2) {–on} 3) {–i} 4) {–hon} ~ {-kon} Dengan demikian, teknik penyediaan data yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini adalah: 1) Teknik rekam 2) Teknik pustaka 3) Teknik kerjasama dengan informan Kemudian ketiga teknik ini akan dilanjutkan dengan: a) Teknik simak b) Teknik sadap c) Teknik simak bebas libat cakap d) Teknik catat
commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E. Teknik Analisis Data Analisis data adalah proses inti dari sebuah penelitian, karena pada teknik inilah kemampuan dan ketelitian dalam menganalisis terasah dan teruji. Baik tidaknya hasil analisis data suatu penelitian ditentukan oleh baik tidaknya dan sesuai tidaknya, dalam menggunakan teknik analisis data penelitian tersebut. Pernyataan di atas merujuk pada Sudaryanto (1993:6) yang menyatakan bahwa sesuai dengan istilah “analisis”, tahap ini merupakan upaya sang peneliti menangani langsung masalah yang terkandung pada data. Kemudian, Edi Subroto (1992:55) menjelaskan bahwa menganalisis berarti mengurai atau memilah-bedakan unsur-unsur yang membentuk suatu satuan
lingual,
atau
mengurai
suatu
satuan
lingual
ke
dalam
komponen-komponennya. Selanjutnya, mengacu pada pernyataan di atas maka penelitian ini menggunakan analisis metode agih (Sudaryanto, 1993:31) atau distribusional (Edi Subroto, 1992:63). Metode ini menganalisis sistem bahasa atau keseluruhan kaidah yang bersifat mengatur di dalam bahasa berdasarkan perilaku atau ciri khas kebahasaan satuan-satuan lingual tertentu (Edi Subroto, 1992:64). Metode agih atau distribusional dalam penelitian ini menggunakan teknik dari Edi Subroto (1992, 65-76), sebagai berikut: 1) Teknik urai unsur terkecil (Ultimate constituent analysis), maksudnya adalah mengurai suatu satuan lingual tertentu atas unsur-unsur terkecilnya. Misalnya, unsur terkecil sebuah kalimat adalah kata atau morfem, dalam BBA seperti: mangoban ‘membawa’, mambuat ‘mengambil’, maka dapat ditemukan commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bentuk-bentuk terkecil yang berulang sama secara bentuk arti ialah: mang-, mam-, oban, buat, sehingga masing-masing merupakan morfem. 2) Teknik urai/ pilih unsur langsung (immediate constituent analysis) adalah teknik memilah atau mengurai suatu konstruksi tertentu (morfologis atau sintaksis) atas unsur-unsur langsungnya. Hal ini dapat terlihat pada BBA, seperti pada konstruksi maniop ‘memegang’, unsur langsungnya adalah {man-} ‘men-’ dan tiop ‘pegang’. 3) Teknik oposisi dua-dua yaitu oposisi antara dua kategori morfologis, yang sebuah mengandung nilai kategori tertentu yang dinyatakan dengan prosede morfologis (kaidah pembentukan kata secara sinkronis); sedangkan lainnya tidak. Penerapan teknik ini dalam BBA misalnya: mamotuk ‘memukul’ >< mamotuki ‘memukuli’ manggadis ‘menjual’ >< manggadisi ‘menjuali’ Berdasarkan kedua contoh di atas jelas terlihat bahwa terdapat kontras kategorial yang menunjukkan nilai berkali-kali atau pluralitas perbuatan dalam mamotuki dan manggadisi yang ditandai dengan penambahan sufiks {–i} pada kata-kata atau morfem-morfem tersebut. 4) Teknik perluasan atau ekspansi adalah teknik memperluas satuan lingual tertentu (yang dikaji atau yang dibahas) dengan “unsur” atau satuan lingual tertentu baik perluasan ke kiri atau ke kanan. Misalnya dapat dilihat dalam BBA sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
71 digilib.uns.ac.id
Akar kata gadis ‘jual’ diperluas ke kiri dengan unsur {mang-} ‘meng-’ menjadi manggadis ‘menjual’, diperluas ke kanan dengan unsur {–kon} ‘-kan’ menjadi manggadiskon ‘menjualkan’. Dari contoh di atas, perluasan ke kanan dan ke kiri, unsur {mang-} dan {–kon} berfungsi mentransitifkan verba. Unsur {mang-} memberi nosi aktif transitif sementara unsur {–kon} memberi nosi benefaktif. 5) Teknik parafrasis digunakan untuk mengetahui aspek ciri arti dari suatu satuan lingual dalam suatu konstruksi. Wujud penerapan teknik ini adalah pernyataan dalam bentuk tuturan yang berbeda terhadap isi tuturan yang sama. Misalnya: mamodomi ‘meniduri’ (afiks –i menandakan ‘lokatif’) dan mamodomkon ‘menidurkan’ (afiks –kon menandakan ‘kausatif’. Metode padan juga digunakan dalam penelitian ini. Menurut Edi Subroto (1992:55) metode padan sering disebut pula metode identitas yaitu metode yang mengkaji atau menentukan identitas satuan lingual tertentu dengan memakai alat penentu yang berada di luar bahasa, terlepas dari bahasa, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan. Metode padan dalam penelitian ini menggunakan alat penentu referent atau segala sesuatu yang ditunjuk bahasa (benda, barang, objek; tindakan, peristiwa, perbuatan, kejadian; sifat, kualitas, keadaan derajat; jumlah dan sebangsanya) benar-benar berada di luar bahasa, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa. Selanjutnya, Sudaryanto (1993:21) menyatakan bahwa metode padan adalah metode yang menggunakan teknik dasar teknik pilah unsur tertentu. Metode padan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
72 digilib.uns.ac.id
referensial dengan alatnya referen. Hal ini berarti bahwa daya pilah sebagai pembeda referen untuk membagi satuan lingual kata menjadi berbagai jenis dan untuk mengetahui perbedaan referen itu dengan menggunakan daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh setiap peneliti. Misalnya untuk menerangkan makna afiksasi sebagai pembentuk verba dari morfem dasar dengan melihat watak semantis morfem akar yang menjadi bentuk dasar afiks yang bersangkutan. Teknik ini dapat mengesahkan makna afiks {mang-} yang dilekati morfem dasar. Afiks {mang-} ini mengandung makna “melakukan suatu perbuatan aktif seperti yang dikatakan pada morfem dasar”, misalnya pada kata mangambur [maNambùr] ‘melompat’, atau mangambat [maNambat] ‘menghambat’. Dengan demikian, prefiks {mang-} yang dilekati morfem dasar pada bentuk tersebut memiliki makna yaitu yang pertama afiks {mang-} yang dilekati morfem dasar ambur [ambùr] ‘lompat’ sehingga menjadi mangambur [maNambùr] ‘melompat’ atau melakukan suatu perbuatan aktif dalam hal ini lompat, dan yang kedua afiks {mang-} yang melekat pada morfem dasar ambat [ambat] ‘hambat’ sehingga menjadi mangambat [maNambat] ‘menghambat’ atau ‘melakukan suatu perbuatan aktif seperti yang dikatakan pada verba yang melekat pada morfem dasar dalam hal ini adalah perbuatan hambat’. Dengan demikian, dapat dinyatakan secara sederhana bahwa dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut: 1) Metode agih atau distribusional, yang terdiri atas: a) Teknik urai unsur terkecil (ultimate constituent analysis) b) Teknik urai/ pilih unsur langsung (immediate constituent analysis) commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Teknik oposisi dua-dua d) Teknik perluasan atau ekspansi e) Teknik parafrasis 2) Metode padan, dengan teknik dasar pilah unsur tertentu.
F. Teknik Penyajian Analisis Data Hasil Analisis data dilaporkan dalam penyajian analisis data yang menggunakan teknik informal dan formal ataupun sebaliknya. Metode penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa-walaupun dengan terminologi yang teknis sifatnya. Metode penyajian formal adalah perumusan dengan tanda dan lambang-lambang (Sudaryanto, 1993:145). Sesuai dengan pernyataan di atas, penyajian analisis data ini nantinya akan menghasilkan suatu kaidah atau rumusan mengenai sistem verba BBA dari morfem dasar berupa rangkaian kalimat yang sistematis, dan selanjutnya diterjemahkan dalam bentuk tanda dan lambang seperti tanda bintang (*), tanda kurung biasa (()), tanda kurung kurawal ({}), tanda kurung siku ([ ]), dan tanda garis miring (//), agar kaidah atau rumusan yang dihasilkan lebih sederhana dan mudah untuk dipahami hasilnya. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa teknik penyajian analisis data akan dinyatakan secara formal dan informal.
commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV ANALISIS DATA DAN TEMUANNYA
Pembahasan hasil penelitian dalam BAB IV ini disajikan ke dalam empat bagian utama sesuai dengan rumusan masalah yang telah disebutkan dalam latar belakang masalah. Keempat bagian ini menguraikan hasil penelitian yang telah ditemukan oleh peneliti dengan upaya yang sungguh-sungguh demi mencapai keakuratan dari hasil yang akan dicapai. Bagian pertama membahas afiks-afiks derivasional pembentuk verba BBA dari dasar verba. Di dalam bagian kedua dibahas mengenai aspek semantik dari keproduktifan afiks-afiks derivasional. Sementara itu, di dalam bagian ketiga dibahas mengenai afiks-afiks infleksional pembentuk verba BBA dari dasar verba. Aspek semantik dari keproduktifan afiks-afiks infleksional dibahas di dalam bagian keempat. Keempat bagian ini menggunakan data dari lampiran yang disediakan dari kajian pustaka berupa buku-buku, dari informan berupa interview, dan dari kaset budaya berBBA, yang dipilih menjadi 100 verba transitif dan 25 verba intransitif. Namun, dalam penelitian ini, peneliti hanya membahas bentuk dasar verba atau morfem dasar kategori verba yang terdapat dalam paradigma I saja, dengan tujuan agar lebih fokus dan rinci. Sementara itu, untuk bentuk kategori lain yang mungkin muncul dalam konteks paradigma yang sama maupun yang berbeda, disarankan untuk menjadi bahan penelitian selanjutnya bagi para peneliti yang tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang sistem verba BBA ini. commit to user 74
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
A. Afiks-afiks derivasional pembentuk verba BBA dari dasar verba Perumusan masalah yang pertama ini menjelaskan jenis afiks derivasional yang dapat membentuk verba BBA dari dasar verba yakni morfem dasar. Bentuk afiks-afiks derivasional yang telah ditemukan berdasarkan data yang telah tersedia adalah afiks –i dan afiks –kon. Hal ini ditunjukkan oleh fenomena yang muncul pada saat peramalan yang dicobakan untuk setiap data verba, baik verba transitif (100 kata) maupun verba intransitif (25 kata). Afiks derivasional ialah afiks yang dalam proses pembentukan katanya melampaui identitas kata. Contoh lampiran yang tersedia menunjukkan bahwa afiks –i dan afiks –kon adalah pembentuk kata-kata baru dalam kategori yang berbeda. Walaupun kemunculan dari kedua afiks ini tidak dapat diramalkan (unpredictable), dari leksem baru yang telah dibubuhi afiks –i dan afiks –kon tadi dapat dibentuk kata-kata infleksional yang dapat diramalkan (predictable) kemunculannya. Afiks derivasional pembentuk verba dari morfem dasar ini (afiks –i dan afiks -kon) memang tidak dapat diramalkan (unpredictable) kemunculannya pada setiap morfem dasar. Namun dapat dipastikan bahwa untuk verba berjenis transitif, kemunculannya dapat terjadi secara berulang dan teratur. Hal ini dapat dilihat pada data lampiran data no.1 sampai data no.100. Sementara itu, untuk verba intransitif kemunculan afiks ini tidak dapat diramalkan (unpredictable), seperti yang ditunjukkan oleh data no.1 sampai data no.25. Berikut adalah penjelasan berdasarkan pembagian jenis verbanya.
commit to user
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Verba Transitif TABEL 3 Afiks Derivasional Verba Transitif DERIVASIONAL
Verba Dasar
1. 2. 3. 4.
jomur kobet kubak ambit
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
gotap pudun pake sambut potuk siram ramban ompa
13. 14. 15. 16.
sargut tampul jomput gora
17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36.
tinggang surdu dege tangkup ambat balut putik pasang basu sipak ayak ambur tungkir togu jata tutun tiop tudu bunu gadis
Glos
jemur ikat kupas gendong (depan) potong ikat pakai sambut pukul siram lempar gendong (depan atau belakang) gigit tebas pungut tegur (menegur dengan suara) timpa suguh pijak tangkap hambat bungkus petik pasang cuci sepak usir lompat intip tuntun raih bakar pegang tunjuk bunuh jual
Kategori D–kon
No.
Kategori D–i
Paradigma I B C
P P P P
P P P P
P P P P P P P P
P P P P P P P P
P P P P
P P P P
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P P P P P P commit P P
KETERANGAN
Afiks derivasional pembentuk verba dari morfem dasar transitif mengalami kemunculan kategori D –i dan kategori D–kon, secara teratur dan dapat diramalkan (predictable). Kolom B dan C menunjukkan bahwa semua morfem dasar transitif dapat dilekati oleh kedua kategori ini.
to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57.
apil kojar doit apit lilit bola ombus susun puntar suan tembak jagit baen surat alo dok buat jago tangko garar abing
58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94.
simpan tanda lehen buka cukur tiru tahan oban ingot inte ajar basa etong kirim tonton jalaki kubur urus tatap atur pili koyok alus topot tarik pareso simpan angkat gantung ligi tutup bagi taru tarimo bege kaluk jama
hapal kejar sengat jepit lilit belah hembus susun pecah tanam tembak terima bikin tulis lawan bilang bikin jaga curi bayar angkat (benda) simpan kenal beri buka cukur tiru tahan bawa ingat tunggu ajar baca hitung kirim tonton cari kubur urus pandang atur pilih sembelih jawab tuju tarik periksa simpan angkat gantung lihat tutup bagi antar terima dengar peluk pegang
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P commit P
to user
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
95. 96. 97. 98. 99. 100.
tabusi alap pio rurus duda injam
beli jemput panggil rontok tumbuk pinjam
P P P P P P
P P P P P P
Tabel 3 di atas, jelas menunjukkan bahwa seratus data yang berasal dari verba transitif memperlihatkan penggunaan afiks derivasional –i dan –kon, yang diwujudkan dalam kategori D-i dan kategori D-kon, sehingga terbukti bahwa verba itu menjadi kata baru walaupun tidak mengubah kelas katanya. Penjelasan selanjutnya mengenai semantik akan dibahas pada bagian yang menjawab rumusan masalah yang kedua.
2) Verba Intransitif Kemunculan afiks derivasional pada verba intransitif tidak dapat diprediksi (unpredictable) karena untuk beberapa verba, kemunculan afiks derivasional ini tidak berterima secara semantis maupun secara konvensi dalam masyarakat. Adapun, datanya dapat dilihat sebagai berikut.
commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
TABEL 4 Afiks Derivasional Verba Intransitif DERIVASIONAL
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Morfem dasar
siap munduk hobar tubu payak harejo tangi lintas dalan ngot ro juguk tengget mago kehe mulak gulung rumbak habang maridi mijur modom masuk tolap dabu
Glos
siap tunduk bicara tumbuh letak kerja dengar lewat jalan bangun datang duduk naik hilang pergi pulang baring roboh terbang mandi turun tidur masuk tiba jatuh
Kategori D–kon
No.
Kategori D–i
Paradigma I B C
-
P
P P P P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
KETERANGAN
Afiks derivasional pembentuk verba dari morfem dasar intransitif mengalami kemunculan kategori D–i dan kategori D–kon. Kategori D–i hanya dialami oleh morfem dasar hobar, lintas, dalan, ngot, ro, juguk, tengget, kehe, mulak, rumbak, maridi, mijur, modom, masuk, dan dabu. Morfem dasar intransitif lainnya tidak mengalami karena alasan semantis. Morfem dasar intransitif yang mengalami kategori D-i memiliki ideosinkretis (keanehan-keanehan bentuk) yang dapat diihat sebagai berikut. Khusus untuk morfem dasar ro, bentuknya berubah menjadi reduplikasi roroi karena verba ini hanya terdiri dari satu suku kata saja. Sementara itu, morfem dasar ngot, kehe, mulak, maridi, mijur, dan modom mengalami kategori D–i tapi bentuknya berubah menjadi pa-D-i yaitu pangoti, pakehei, pamulaki, paridii, paijuri,dan podomi. Kategori D-kon dialami oleh semua morfem dasar intransitif kecuali morfem dasar tolap karena alasan semantis. Morfem dasar ngot, ro, kehe, mulak, maridi, mijur, dan modom, mengalami kategori Dkon. Tapi bentuk morfem dasar ro berubah menjadi pa-D yaitu paro. Uniknya, pada kategori D-i terjadi bentuk reduplikasi, sedangkan pada kategori D-kon bentuknya berubah dan tidak mengalami reduplikasi sama sekali. Bentuk morfem dasar yang mengalami kategori pa-D-kon yaitu pangotkon, pakeheon, pamulakkon, paridion, paijurkon, dan podomkon. Berdasarkan penjelasan ini terbukti bahwa kategori D-i dan kategori D-kon untuk morfem dasar intransitif adalah unpredictable (tidak dapat diramalkan kemunculannya secara teratur dan berulang), sehingga bentuknya harus dihapal karena sudah menjadi konvensi di masyarakat.
Tabel 4 di atas memperlihatkan dengan jelas bentuk afiks derivasional dari morfem dasar intransitif. Morfem dasar intransitif memang tidak memiliki bentuk afiks derivasional yang teratur karena morfem dasar ini hukumnya commit to user harus dihapal. Selain itu, beberapa verba memiliki bentuk dan ketentuan
perpustakaan.uns.ac.id
80 digilib.uns.ac.id
tersendiri dalam pembentukannya yang otomatis akan mempengaruhi aspek semantiknya juga.
B. Aspek semantik dan keproduktifan afiks-afiks derivasional Afiks-afiks derivasional memiliki keproduktifan yang terbatas karena alasan semantis. Namun bila dilihat dari aspek semantik, afiks-afiks derivasional pembentuk verba BBA dari morfem dasar ini memiliki beberapa makna. Dari segi verba transitif (dialami oleh semua data dari no.1 sampai no.100), makna dari afiks derivasional –i ada dua, yaitu (1) frekuentatif, dan (2) lokatif. Sementara itu, makna dari afiks derivasional –kon adalah (1) benefaktif (melakukan untuk orang lain), (2) melakukan dengan perbuatan alat, (3) melakukan dengan sungguh-sungguh (intensif), (4) kausatif, dan (5) direktif. Untuk verba intransitif, afiks derivasionalnya juga sama dengan verba transitif, yaitu afiks –i, dan afiks –kon. Adapun rincian penjelasannya dapat diambil dari beberapa contoh data sebagai berikut. Tapi sebelumnya disajikan terlebih dahulu keterangan dari simbol-simbol pada bagan berikut. Keterangan: Paradigma: Daftar lengkap perubahan afiksasi yang mungkin dengan morfem asal yang sama (Verhaar, 1988: 65). Paradigma I: Seperangkat unsur-unsur bahasa yang sebagian bersifat konstan (afiks infleksi), dan yang sebagian berubah-ubah (afiks derivasi). Afiks derivasi dialami ke sebelah kiri dan kanan dari morfem commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dasar. Proses derivasional dari data ini terdiri atas tiga kolom yaitu A, B, dan C. Afiks infleksi dialami kolom A, B, dan C dari baris 1 sampai baris 5. Kategori morfologis: sejumlah kata yang ditandai oleh ciri bentuk yang sama berhubungan dengan ciri arti yang sama pula, atau ditandai oleh kesepadanan antara perbedaan identik dalam valensi dengan ciri identik dari arti (Uhlenbeck dalam Edi Subroto, 1991:76). Contoh: seperti mang-D, di-D, dan seterusnya. Kolom A: Kolom dari morfem dasar. Bila ke kiri dan ke kanan mengalami afiks derivasi, sedangkan bila ke bawah mengalami afiks infleksi. Kolom B: Kolom dari verba yang mengalami afiks derivasi –i. Bila ke bawah mengalami afiks infleksi. Kolom C: Kolom dari verba yang mengalami afiks derivasi –kon. Bila ke bawah mengalami afiks infleksi. Baris 1:
Deretan verba derivasional yang dilekati afiks mang-, mang- -i, dan mang- -kon.
Baris 2:
Deretan verba derivasional yang dilekati afiks di-, di- -i, dan di- -kon.
Baris 3:
Deretan verba derivasional yang dilekati afiks hu-, hu- -i, dan hu- -kon.
Baris 4:
Deretan verba derivasional yang dilekati afiks di- -ho, di- -iho, dan di- -konho.
commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Baris 5:
Deretan verba derivasional yang dilekati afiks di- -ia, di- -iia, dan di- -konia.
Contoh data morfem dasar transitif BBA: 14. tampul [tampùl] ‘tebas’
I N F L E K S I O N A L
B -TAMPULI [tampùli] ‘tebasi’
DERIVASIONAL (I) A -TAMPUL [tampùl] ‘tebas’
C -TAMPULKON [tampùlk¿n] ‘tebaskan’
manampuli [manampùli] ‘menebasi’
1.manampul [manampùl] ‘menebas’
manampulkon [manampùlk¿n] ‘menebaskan’
ditampuli [ditampùli] ‘ditebasi’
2.ditampul [ditampùl] ‘ditebas’
ditampulkon [ditampùlk¿n] ‘ditebaskan’
hutampuli [hutampùlk¿n] ‘kutebasi’
3.hutampul [hutampùl] ‘kutebas’
hutampulkon [hutampùlk¿n] ‘kutebaskan’
ditampuliho [ditampùlIho]
4.ditampulho [ditampùlho]
ditampulkonho [ditampùlk¿nho]
‘diatebasi oleh kamu’
‘ditebas oleh kamu’
‘diatebaskan oleh kamu’
‘kautebasi’
‘kautebas’
‘kautebaskan’
ditampuliia [ditampùliia]
5.ditampulia [ditampùlia]
ditampulkonia [ditampùlk¿nia]
‘ditebasi oleh dia’
‘ditebas oleh dia’
‘ditebaskan oleh dia’
‘diatebasi’
‘diatebas’
‘diatebaskan’
Bagan 5. Contoh data 14 (Derivasional)
Bagian data (14) di atas yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja. Perbedaan antara leksem TAMPUL (A), TAMPULI (B), TAMPULKON (C) yaitu adalah sebagai berikut. TAMPULI memiliki makna ‘perbuatan yang commit to user berulang-ulang’ (dalam oposisinya dengan TAMPUL), contoh:
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tampuli ma jolo duhut-duhut i. tebasi
lah dulu
rumput-rumput itu
[tampùli ma j¿lo dùhùt-dùhùti] ‘Tebasilah dulu rumput-rumput itu.’ Sementara itu, TAMPULKON mempunyai makna ‘melakukan perbuatan dengan alat’, contoh: Tampulkon ma jolo batang ni pisang i tebaskan
lah dulu
pohon dari pisang itu
[tampùlk¿n ma j¿lo bataN ni pIsaNI] ‘Tebaskanlah dulu pohon pisang itu.’
Atas dasar tersebut, kata TAMPUL, TAMPULI, TAMPULKON, secara leksikal adalah tiga kata yang berbeda (derivasional) sekalipun sama-sama termasuk verba. Ciri makna atau nilai kategorial ‘berkali-kali’ pada tampuli disebabkan oleh hadirnya sufiks –i. Adapun, ciri makna atau nilai kategorial ‘melakukan dengan alat’ pada tampulkon disebabkan oleh hadirnya sufiks –kon. Di samping hal perbedaan ciri makna, kemunculan sufiks –i pada TAMPULI dan sufiks –kon pada TAMPULKON yang ‘tak dapat diramalkan’ merupakan salah satu penanda pembentukan derivasional.
18. surdu [sùrdu] ‘suguh (menawarkan sesuatu kepada orang lain)’ commit to user DERIVASIONAL
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
I N F L E K S I O N A L
B -SURDUI [sùrdùi] ‘suguhi’
(I) A -SURDU [sùrdu] ‘suguh’
manyurdui [ma=ùrdùi] ‘menyuguhi’
1.manyurdu [ma=ùrdu] ‘menyuguh’
manyurduon [ma=ùrdu¿n] ‘menyuguhkan’
disurdui [disùrdui] ‘disuguhi’
2.disurdu [disùrdu] ‘disuguh’
disurduon [disùrdu¿n] ‘disuguhkan’
husurdui [husùrdui] ‘kusuguhi’
3.husurdu [husùrdu] ‘kusuguh’
husurduon [husùrdu¿n] ‘kusuguhkan’
disurduiho [disùrduIho]
4.disurduho [disùrdùho]
disurduonho [disùrdu¿nho]
‘disuguhi oleh kamu’
‘disuguh oleh dia’
‘disuguhkan oleh dia’
‘kausuguhi’
‘kausuguh’
‘kausuguhkan’
disurduiia [disùrduiia]
5.disurduia [disùrduia]
disurduonia [disùrdu¿nia]
‘disuguhi oleh dia’
‘disuguh oleh dia’
‘disuguhkan oleh dia’
‘diasuguhi’
‘diasuguh’
‘diasuguhkan’
C -SURDUON [sùrdu¿n] ‘suguhkan’
Bagan 6. Contoh data 18 (Derivasional)
Bagian data 18 di atas yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja. Perbedaan antara leksem SURDU (A), SURDUI (B), SURDUON (C) adalah sebagai berikut. SURDUI memiliki makna ‘perbuatan yang lokatif’ (dalam oposisinya dengan SURDU), dapat dilihat dalam kalimat:
Surdui ma jolo tes suguhi
lah
on tu koum ta an.
dulu air minum ini untuk tamu kita itu
[sùrdui ma j¿lo tEson tu k¿um an]user committato
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
‘Suguhilah dulu minum ini untuk tamu kita itu’. Suguhi mengandung makna menyuguhi sesuatu dan yang disuguhkan itu diletakkan pada tempat tertentu dan biasanya diletakkan di depan orang yang ingin disuguhi sesuatu tersebut. Sementara itu, SURDUON mempunyai makna ‘melakukan untuk orang lain (benefaktif)’, contoh: Surduon ma burangir i tu hatobangon i. suguhkan
lah
sirih
itu ke
para tetua
itu
[sùrdu¿n ma bùraNIri tu hat¿baN¿ni] ‘Suguhkanlah sirih itu pada para tetua itu’) (di dalam oposisinya dengan surdu). Suguhkan mengandung makna menyuruh orang lain untuk menyuguh sesuatu terhadap orang lain. Atas dasar tersebut, kata SURDU, SURDUI, SURDUON, secara leksikal adalah tiga kata yang berbeda (derivasional) sekalipun sama-sama termasuk verba. Ciri makna atau nilai kategorial ‘lokatif’ pada surdui disebabkan oleh hadirnya sufiks –i. Adapun, ciri makna atau nilai kategorial ‘melakukan untuk orang lain (benefaktif)’ pada surduon disebabkan oleh hadirnya sufiks –kon. Di samping hal perbedaan ciri makna, kemunculan sufiks –i pada SURDUI dan sufiks –kon pada SURDUON yang ‘tak dapat diramalkan’ merupakan salah satu penanda pembentukan derivasional.
47. tembak [temba/] ‘tembak’ DERIVASIONAL (I) commit to user
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
I N F L E K S I O N A L
B -TEMBAKI [tembaki] ‘tembaki’
A -TEMBAK [temba/] ‘tembak’
C -TEMBAKKON [temba/k¿n] ‘tembakkan’
manembaki [manembaki] ‘menembaki’
1.manembak [manemba/] ‘menembak’
manembakkon [manemba/k¿n] ‘menembakkan’
ditembaki [ditembaki] ‘ditembaki’
2.ditembak [ditemba/] ‘ditembak’
ditembakkon [ditemba/k¿n] ‘ditembakkan’
hutembaki [hutembaki] ‘kutembaki’
3.hutembak [hutemba/] ‘kutembak’
hutembakkon [hutemba/k¿n] ‘kutembakkan’
ditembakiho [ditembakIho] [ditemba/k¿no]
4.ditembakho ditembakkonho [ditemba/ho]
‘ditembaki oleh kamu’
‘ditembak oleh kamu’
‘ditembakkan oleh kamu’
‘kautembaki’
‘kautembak’
‘kautembakkan’
ditembakiia [ditembakiia]
5.ditembakia [ditembakia]
ditembakkonia [ditemba/k¿nia]
‘ditembaki oleh dia’
‘ditembak oleh dia’
‘ditembakkan oleh dia’
‘diatembaki’
‘diatembak’
‘diatembakkan’
Bagan 7. Contoh data 47 (Derivasional)
Bagian data 47 di atas yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja. Perbedaan antara leksem TEMBAK (A), TEMBAKI (B), TEMBAKKON (C) adalah sebagai berikut. TEMBAKI memiliki makna ‘perbuatan yang dilakukan berulang-ulang/frekuentatif’’ (dalam oposisinya dengan TEMBAK), dapat dilihat dalam kalimat:
Tembaki ma jolo unggas na ma mangan eme i. tembaki
lah dulu
burung yang sudah makan
padi itu
[tembaki ma j¿lo uNgas nacommit ma maNan eme i] to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
‘Tembakilah dulu burung yang sudah memakan padi itu.’ Tembaki mengandung makna menembaki sesuatu pada tempat tertentu dan biasanya terletak di depan orang yang ingin menembak tersebut. Sementara itu, TEMBAKKON mempunyai makna ‘direktif’, contoh: Tembakkon ma misang i sannari. tembakkan
lah
musang itu sekarang
[temba/k¿n ma mIsaNI sannari] ‘Tembakkanlah musang itu sekarang.’ (di dalam oposisinya dengan tembak). Tembakkan mengandung makna melakukan menembak secara langsung (direktif). Atas dasar tersebut, kata TEMBAK, TEMBAKI, TEMBAKKON, secara leksikal adalah tiga kata yang berbeda (derivasional) sekalipun sama-sama termasuk verba. Ciri makna atau nilai kategorial ‘frekuentatif’ pada tembaki disebabkan oleh hadirnya sufiks –i. Adapun, ciri makna atau nilai kategorial ‘direktif’ pada tembakkon disebabkan oleh hadirnya sufiks –kon. Di samping hal perbedaan ciri makna, kemunculan sufiks –i pada TEMBAKII dan sufiks –kon pada TEMBAKKON yang ‘tak dapat diramalkan’ merupakan salah satu penanda pembentukan derivasional.
Contoh data morfem dasar intransitif BBA: 7. tangi [taNI] ‘dengar’
commit to user
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B -
I N F L E K S I O N A L
DERIVASIONAL (I) A TANGI [taNI] ‘dengar’
C -TANGION [taNI¿n] ‘dengarkan’
1.
manangion [manaNI¿n] ‘mendengarkan’
2.
ditangion [ditaNI¿n] ‘didengarkan’
3.
hutangion [hutaNI¿n] ‘kudengarkan’
4.
ditangionho [ditaNI¿nho] ‘didengarkan oleh kamu’
‘kaudengarkan’ 5.
ditangionia [ditaNI¿nia] ‘didengarkan oleh dia’
‘diadengarkan’
Bagan 8. Contoh data 7 (Derivasional)
Bagian data (7) di atas yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja. Data ini memperlihatkan bahwa bentuk derivasional itu tidak bisa diramalkan atau diprediksi kemunculannya (unpredictable). Hal ini disebabkan oleh TANGI (A) dan TANGION (C) muncul, sedangkan (B) tidak muncul karena alasan semantik yang tidak berterima. TANGION memiliki makna ‘melakukan dengan sungguh-sungguh (intensif)’ seperti pada kalimat: Ucok, tangion so hudokkoncommit to user ucok dengarkan biar kukatakan
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
[uc¿/ taNI¿n so hùd¿/k¿n] ‘Ucok, dengarkan biar kukatakan.’ Kalimat ini menunjukkan bahwa seseorang telah menyuruh Ucok untuk melakukan tindakan mendengar. 10. ngot [N¿t] ‘bangun’
I N F L E K S I O N A L
DERIVASIONAL (I) B A -NGOTI NGOT [N¿ti] [N¿t] ‘banguni’ ‘bangun’
C -NGOTKON [N¿tk¿n] ‘bangunkan’
pangoti [paN¿ti] ‘membanguni’
1.
pangotkon [paN¿tk¿n] ‘membangunkan’
dingoti [diN¿ti]
2.
dingotkon [diN¿tk¿n]
‘dibanguni’
‘dibangunkan’
hungoti [huN¿ti] ‘kubanguni’
3.
hungotkon [huN¿tk¿n] ‘kubangunkan’
dingotiho [diN¿tIho]
4.
dingotkonho [diN¿tk¿nho]
‘dibanguni oleh kamu’
‘dibangunkan oleh kamu’
‘kaubanguni’
‘kaubangunkan’
dingotiia [diN¿tiia]
5.
dingotkonia [diN¿tk¿nia]
‘dibanguni oleh dia’
‘dibangunkan oleh dia’
‘diabanguni’
‘diabangunkan’ Bagan 9. Contoh data 10 (Derivasional)
Bagian data (10) di atas yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja. Verba NGOT (A) adalah morfem dasar. NGOTI (B), dan NGOTKON (C) adalah leksem yang selalu muncul dan dapat diprediksi (predictable). NGOTI commit to user
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memiliki ciri semantik ‘melakukan secara berulang’, seperti terlihat pada kalimat: Ucok, ngoti ma jolo anggi mi ucok banguni lah dulu
adik
so maridi ia amang.
mu itu biar mandi dia nak
[uc¿/ N¿ti ma j¿lo aNgi mi so marIdi ia amaN] ‘Ucok, bangunilah dulu adikmu itu biar mandi nak.’ NGOTI di sini menunjukkan bahwa Ucok disuruh ibu untuk membangunkan adiknya berkali-kali agar bangun dan segera mandi. Sementara itu, NGOTKON mempunyai makna ‘benefaktif’, seperti pada kalimat: Ngotkon bo si butet so mardahan jolo ia bangunkan dulu si butet biar
masak
dulu dia
[N¿tk¿n bo si bùtEt so mardahan j¿lo ia] ‘Bangunkanlah dulu si butet biar memasak dulu’
NGOTKON dalam kalimat ini berarti seseorang menyuruh si pelaku untuk membangunkan si butet agar dia bangun dan segera memasak.
11. ro [r¿] ‘datang’
B roroi
DERIVASIONAL (I) A commit to user ro
C paro
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
I N F L E K S I O N A L
[maNar¿r¿i] ‘datangi’
[ro] ‘datang’
[par¿] ‘datangkan’
mangaroroi [maNar¿r¿i] ‘mendatangi’
1.
paroon [par¿on] ‘mendatangkan’
diroroi [dir¿r¿i] ‘didatangi’
2.
diparoon [dipar¿on] ‘didatangkan’
huroroi [hur¿r¿i] ‘kudatangi’
3.
huparoon [hupar¿on] ‘kudatangkan’
diroroiho [dir¿r¿iho]
4.
diparoonho [dipar¿onho]
‘didatangi oleh kamu’
‘didatangkan oleh kamu’
‘kaudatangi’
‘kaudatangkan’
diroroiia [dir¿r¿iia]
5.
diparoonia [dipar¿onia]
‘didatangi oleh dia’
‘didatangkan oleh dia’
‘diadatangi’
‘diadatangkan’
Bagan 10. Contoh data 11 (Derivasional)
Bagian data (11) di atas yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja. Verba RO (A) adalah morfem dasar. Verba ROROI (B), dan PARO (C) adalah leksem yang selalu muncul dan dapat diprediksi (predictable). ROROI memiliki ciri semantik ‘lokatif’, seperti terlihat pada kalimat:
Roroi ma jolo naron ompung di bagas da. datangi lah dulu nanti
kakek
di
rumah ya
[r¿r¿i ma j¿lo nar¿n ompùN di bagas da] ‘Nanti, datangilah dulu kakek di rumah commit to userya.’
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ROROI di sini menunjukkan bahwa seseorang disuruh untuk mendatangi kakeknya yang berada di rumah. Sementara itu, PARO mempunyai makna ‘kausatif’, seperti pada kalimat: Paro ma jolo aya tukang becak i. datangkan lah dulu nak
tukang
becak itu
[par¿ ma j¿lo aya tùkaN bEca/ i] ‘Datangkanlah dulu nak tukang becak itu.’
PARO dalam kalimat ini berarti seseorang yang lebih tua menyuruh si pelaku (dalam hal ini) untuk mendatangkan seorang tukang becak. 15. kehe [kehe] ‘pergi’
I N F L E K S I O N A L
B pakehei [pakehei] ‘membuat jadi pergi’
DERIVASIONAL (I) A KEHE [kehe] ‘pergi’
C pakeheon [pakehe¿n] ‘membuat pergi’
1. 2. 3. 4. 5. Bagan 15. Contoh data 15 (Derivasional)
Bagian data (15) di atas yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja. Verba KEHE (A) adalah morfem dasar. Verba PAKEHEI (B), dan PAKEHEON (C) adalah leksem yang memiliki ideosinkretis (keanehan-keanehan bentuk) commit to user
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang tidak dapat dimunculkan turunannya (unpredictable). PAKEHEI memiliki ciri semantik ‘membuat jadi pergi (kausatif)’, seperti terlihat pada kalimat: Ucok, pakehei
ma dongan-dongan mi da
ucok membuat jadi pergi lah
teman-teman
mu itu
ya
[uc¿/ pakehei ma d¿Nan d¿Nan mi da] ‘Ucok, teman-temanmu itu disuruh pergi dulu ya.’ PAKEHEI di sini menunjukkan bahwa Ucok disuruh oleh seseorang untuk membuat teman-temannya pergi. Sementara itu, PAKEHEON mempunyai makna ‘membuat pergi (kausatif)’, seperti pada kalimat: Pakeheon
ma sannari ia na manabusi pocal i.
membuat pergi lah
sekarang dia yang membeli
pecal itu
[pakeheon ma sannari ia na manabùsi p¿cali] ‘Sekarang, buatlah dia pergi membeli pecal itu.’
PAKEHEON dalam kalimat ini berarti seseorang menyuruh seseorang lagi untuk membuat dia (dalam hal ini orang yang ketiga) untuk pergi membeli pecal.
21. mijur [mijùr] ‘turun’
B PAIJURI
DERIVASIONAL (I) A commit to user MIJUR
C PAIJURKON
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
I N F L E K S I O N A L
[paijùri] ‘turuni’
[mIjùr] ‘turun’
[paijùrk¿n] ‘turunkan’
mampaijuri [mampaIjùri] ‘menuruni’
1.
mampaijurkon [mampaIjùrk¿n] ‘menurunkan’
dipaijuri [dIpaijùri] ‘dituruni’
2.
dipaijurkon [dipaijùrk¿n] ‘diturunkan’
hupaijuri [hùpaijùri] ‘kuturuni’
3.
hupaijurkon [hupaijùrk¿n] ‘kuturunkan’
dipaijuriho [dIpaijùrIho]
4.
dipaijurkonho [dipaijùrk¿nho]
‘dituruni oleh kamu’ ‘kauturuni’
dipaijuriia [dIpaijùriia]
‘diturunkan oleh kamu’
‘kauturunkan’ 5.
dipaijurkonia [dipaijùrk¿nia]
‘dituruni oleh dia’
‘diturunkan oleh dia’
‘diaturuni’
‘diaturunkan’ Bagan 11. Contoh data 21 (Derivasional)
Bagian data (21) di atas yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja. Verba MIJUR (A) adalah morfem dasar. Verba PAIJURI (B), dan PAIJURKON
(C)
adalah
leksem
(keanehan-keanehan
bentuk)
yang
yang dapat
memiliki
ideosinkretis
dimunculkan
turunannya
(predictable). PAIJURI memiliki ciri semantik ‘berkali-kali’, seperti terlihat pada kalimat:
Uda, paijuri ma jolo goni-goni i. paman, turuni
lah dulu karung-karung itu
[uda paijùri ma j¿lo g¿ni g¿ni i] ‘Paman, turunilah karung-karung itu.’ commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
PAIJURI di sini menunjukkan bahwa Uda disuruh oleh seseorang untuk menurunkan karung-karung itu berkali-kali. Sementara itu, PAIJURKON mempunyai makna ‘kausatif’, seperti pada kalimat: Tolong ma paijurkon jolo barang-barang na di ginjang i. tolong
lah
turunkan
dulu
barang-barang
yang di
atas
itu
[t¿l¿N ma paijùrk¿n j¿lo baraN baraN na di gInjaNi] ‘Tolonglah dulu turunkan barang-barang yang di atas itu.’
PAIJURKON dalam kalimat ini berarti seseorang menyuruh seseorang lagi untuk menurunkan barang-barang yang ada di atas. 24. tolap [t¿lap] ‘tiba’
I N F L E K S I O N A L
B -
DERIVASIONAL (I) A TOLAP [t¿lap] ‘tiba’
C -
1. 2. 3. 4. 5. Bagan 12. Contoh data 24 (Derivasional)
Bagian data (24) di atas yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja. Verba TOLAP (A) tidak mengalami afiks derivasional sama sekali dalam kolom-kolom selanjutnya, baik kolom (B) maupun kolom (C). Hal ini commit to user menunjukkan bahwa kemunculannya tidak dapat diprediksi (unpredictable)
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
karena yang tidak muncul itu bentuk dan makna semantiknya yang tidak berterima.
C. Afiks-afiks infleksional pembentuk verba BBA dari dasar verba Adapun bentuk afiks-afiks infleksional yang ditemukan dari dasar verba dapat ditinjau dari segi verba transitif dan verba intransitif. Data yang digunakan sama dengan data untuk menganalisis afiks derivasional yaitu verba transitif (1-100) dan verba intransitif (1-25). Berikut adalah penjelasannya.
1) Verba Transitif Tabel 5 Afiks Infleksional Verba Transitif Paradigma I Kolom A commit to user
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
INFLEKSIONAL Paradigma I
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
gotap pudun pake sambut potuk siram ramban ompa
13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41.
sargut tampul jomput gora tinggang surdu dege tangkup ambat balut putik pasang basu sipak ayak ambur tungkir togu jata tutung tiop tudu bunu gadis apil kojar doit apit lilit
jemur ikat kupas gendong (depan) potong ikat pakai sambut pukul siram lempar gendong (depan atau belakang) gigit tebas pungut tegur timpa suguh pijak tangkap hambat bungkus petik pasang cuci sepak usir lompat intip tuntun raih bakar pegang tunjuk bunuh jual hapal kejar sengat jepit lilit
Kategori di-D-ia
jomur kobet kubak ambit
Kategori di-D-ho
1. 2. 3. 4.
Glos
Kategori hu-D
Morfem dasar
Kategori di-D
No.
Kategori mang-D
A
P P P P
P P P P
P P P P
P P P P
P P P P
P P P P P P P P
P P P P P P P P
P P P P P P P P
P P P P P P P P
P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P commit P P
to
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P user P
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
KETERANGAN
Kolom A menunjukkan bahwa afiks infleksional yang diturunkan dari afiks derivasional dapat diprediksi kemunculannya secara jelas. Turunan yang muncul adalah afiks-afiks infleksi seperti kategori mang-D, kategori di-D, kategori hu-D, kategori di-D-ho, kategori di-D-ia. Kelima kategori ini kemunculannya dapat diprediksi (predictable) pada kolom (A), (B), dan (C) untuk verba transitif. Mengingat verba transitif memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan verba intransitif, maka afiks-afiks infleksional ini juga bersifat produktif.
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57.
bola ombus susun puntar suan tembak jagit baen surat alo dok buat jago tangko garar abing
58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99.
simpan tanda lehen buka cukur tiru tahan oban ingot inte ajar basa etong kirim tonton jalaki kubur urus tatap atur pili koyok alus topot tarik pareso simpan angkat gantung ligi tutup bagi taru tarimo bege kaluk jama tabusi alap pio rurus duda
belah hembus susun pecah tanam tembak terima bikin tulis lawan bilang bikin jaga curi bayar angkat (benda) simpan kenal beri buka cukur tiru tahan bawa ingat tunggu ajar baca hitung kirim tonton cari kubur urus pandang atur pilih sembelih jawab tuju tarik periksa simpan angkat gantung lihat tutup bagi antar terima dengar peluk pegang beli jemput panggil rontok tumbuk
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P commit P P
P P P P P P P P P P P P P P P P
to
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P user P
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
100.
injam
pinjam
P
P
P
P
P
Tabel 5 di atas memperlihatkan bentuk-bentuk afiks infleksional dari paradigma I kolom A. Seratus verba transitif yang telah dicobakan satu persatu memunculkan kategori-kategori infleksi yaitu kategori mang-D, kategori di-D, kategori hu-D, kategori di-D-ho, kategori di-D-ia. Kategori mang-D, kategori di-D, dan kategori hu-D adalah kategori yang mendapat prefiks mang-, di-, dan hu-. Prefiks mang-, dan hu- adalah penanda aktif sedangkan di- adalah penanda pasif. Kategori di-D-ho, dan kategori di-D-ia adalah kategori yang mendapat konfiks (discontinuous morfem) di- -ho, dan di- -ia. Khusus untuk kedua kategori ini memiliki bentuk penanda pasif yang dalam BBA berubah fungsi menjadi penanda aktif.
Tabel 6 Afiks Infleksional Verba Transitif Paradigma I Kolom B No.
Morfem dasar
Glos
INFLEKSIONAL
commit to Iuser Paradigma
KETERANGAN
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sargut tampul jomput gora tinggang surdu dege tangkup ambat balut putik pasang basu sipak ayak ambur tungkir togu jata tutung tiop tudu bunu gadis apil kojar doit apit lilit bola ombus susun puntar
Kategori di-D-iia
13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45.
Kategori di-D-iho
gotap pudun pake sambut potuk siram ramban ompa
Kategori hu-D-i
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
jemur ikat kupas gendong depan potong ikat pakai sambut pukul siram lempar gendong (depan atau belakang) gigit tebas pungut tegur timpa suguh pijak tangkap hambat bungkus petik pasang cuci sepak usir lompat intip tuntun raih bakar pegang tunjuk bunuh jual hapal kejar sengat jepit lilit belah hembus susun pecah
Kategori di-D-i
jomur kobet kubak ambit
Kategori mang-D-i
1. 2. 3. 4.
Kategori D-i
B
P P P P
P P P P
P P P P
P P P P
P P P P
P P P P
P P P P P P P P
P P P P P P P P
P P P P P P P P
P P P P P P P P
P P P P P P P P
P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P commit P Pto
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P user P
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
Kolom B merupakan turunan dari leksem yang dilekati oleh afiks –i, mulai dari kategori mang-D-i, kategori di-D-i, kategori hu-D-i, kategori di-D-iho, kategori di-D-iia. Dengan demikian, keenam kategori ini adalah produktif.
101 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99. 100.
suan tembak jagit baen surat alo dok buat jago tangko garar abing simpan tanda lehen buka cukur tiru tahan oban ingot inte ajar basa etong kirim tonton jalaki kubur urus tatap atur pili koyok alus topot tarik pareso simpan angkat gantung ligi tutup bagi toru tarimo bege kaluk jama tabusi alap pio rurus duda injam
tanam tembak terima bikin tulis lawan bilang bikin jaga curi bayar gendong simpan kenal beri buka cukur tiru tahan bawa ingat tunggu ajar baca hitung kirim tonton cari kubur urus pandang atur pilih sembelih jawab tuju tarik periksa simpan angkat gantung lihat tutup bagi antar terima dengar peluk pegang beli jemput panggil rontok tumbuk pinjam
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
commit to user
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 6 di atas memperlihatkan bentuk-bentuk afiks infleksional yang dialami oleh morfem dasar transitif dalam kolom B. Adapun afiks-afiks infleksional tersebut diwujudkan dalam kategori mang-D-i, kategori di-D-i, kategori hu-D-i, kategori di-D-iho, kategori di-D-iia. Kelima kategori ini mendapat konfiks (discontinuous morfem) yakni mang- -i, di- -i, hu- -i, di- -iho, dan di- -iia. Konfiks mang- -i, dan hu- -i adalah penanda aktif sedangkan di- -i adalah penanda pasif. Konfiks di- -iho, dan di- -iia adalah penanda pasif namun dalam BBA berubah fungsi menjadi penanda aktif. Kelima kategori ini adalah produktif karena dapat dialami oleh semua morfem dasar transitif.
Tabel 7 Afiks Infleksional Verba Transitif Paradigma I Kolom commit to user C
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
INFLEKSIONAL
13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43.
sargut tampul jomput gora tinggang surdu dege tangkup ambat balut putik pasang basu sipak ayak ambur tungkir togu jata tutung tiop tudu bunu gadis apil kojar doit apit lilit bola ombus
jemur ikat kupas gendong depan potong ikat pakai sambut pukul siram lempar gendong (depan atau belakang) gigit tebas pungut tegur timpa suguh pijak tangkap hambat bungkus petik pasang cuci sepak usir lompat intip tuntun raih bakar pegang tunjuk bunuh jual hapal kejar sengat jepit lilit belah hembus
Kategori di-D-konia
jomur kobet kubak ambit gotap pudun pake sambut potuk siram ramban ompa
Kategori di-D-konho
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Glos
Kategori hu-D-kon
Morfem dasar
Kategrori di-D-kon
No.
Kategori mang-D-kon
Paradigma I C
P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P commit P P P P
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P toPuserP P P
KETERANGAN
Kolom C menunjukkan bahwa leksem yang dilekati oleh afiks –kon dapat memunculkan afiks infleksional seperti kategori mang-D-kon, kategori di-D-kon, kategori hu-D-kon, kategori di-D-konho, kategori di-D-konia. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa keenam kategori di atas adalah produktif.
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99. 100.
susun puntar suan tembak jagit baen surat alo dok buat jago tangko garar abing simpan tanda lehen buka cukur tiru tahan oban ingot inte ajar basa etong kirim tonton jalaki kubur urus tatap atur pili koyok alus topot tarik pareso simpan angkat gantung ligi tutup bagi toru tarimo bege kaluk jama tabusi alap pio rurus duda injam
susun pecah tanam tembak terima bikin tulis lawan bilang bikin jaga curi bayar gendong simpan kenal beri buka cukur tiru tahan bawa ingat tunggu ajar baca hitung kirim tonton cari kubur urus pandang atur pilih sembelih jawab tuju tarik periksa simpan angkat gantung lihat tutup bagi antar terima dengar peluk pegang beli jemput panggil rontok tumbuk pinjam
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
commit to user
105 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 7 memperlihatkan bahwa bentuk afiks-afiks infleksional dari verba transitif kolom C adalah kategori mang-D-kon, kategori di-D-kon, kategori hu-D-kon, kategori di-D-konho, kategori di-D-konia. Kategori mang-D-kon, kategori di-D-kon, dan kategori hu-D-kon mendapat konfiks (discontinuous morfem) mang- -kon, dan hu- -kon sebagai penanda aktif, serta konfiks di- -kon sebagai penanda pasif. Kategori di-D-konho, dan kategori di-D-konia mendapat konfiks di- -konho dan di- -konia sebagai penanda pasif, namun dalam BBA berubah fungsi menjadi penanda aktif.
2) Verba Intransitif Tabel 8 Afiks Infleksional Verba Intransitif commit to user
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Paradigma I Kolom A INFLEKSIONAL Paradigma I KETERANGAN
Kategori di-D-ia
siap tunduk bicara tumbuh letak kerja dengar lewat jalan bangun datang duduk naik hilang pergi pulang baring roboh terbang mandi turun tidur masuk tiba jatuh
Kategori di-D-ho
siap munduk hobar tubu payak harejo tangi lintas dalan ngot ro juguk tengget mago kehe mulak gulung rumbak habang maridi mijur modom masuk tolap dabu
Glos
Kategori hu-D
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Morfem dasar
Kategori di-D
No.
Kategori mang-D
A
-
-
-
-
-
Kolom A menunjukkan bahwa verba intransitif tidak seproduktif verba transitif terlihat dari kemunculan afiks infleksi dalam tabel. Ketidakmunculan bentuk afiks infleksi ini karena adanya kendala dari segi bentuk dan segi semantik yang tidak berterima.
Tabel 8 kolom A menunjukkan bahwa bentuk-bentuk afiks infleksi morfem dasar intransitif tidak dapat menjadi dasar pembentukan verba lainnya. Hal ini tidak berlaku karena ada kendala bentuk dan semantis yang tidak berterima dalam konvensi masyarakat.
Tabel 9 commit to user Afiks Infleksional Verba Intransitif
107 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Paradigma I Kolom B INFLEKSIONAL Paradigma I B
Kategori hu-D-i
Kategori di-D-iho
Kategori di-D-iia
siap tunduk bicara tumbuh letak kerja dengar lewat jalan bangun datang duduk naik hilang pergi pulang baring roboh terbang mandi turun tidur masuk tiba jatuh
Kategori di-D-i
siap munduk hobar tubu payak harejo tangi lintas dalan ngot ro juguk tengget mago kehe mulak gulung rumbak habang maridi mijur modom masuk tolap dabu
Glos
Kategori mang-D-i
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Morfem dasar
Kategori D-i
No.
P P P P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P
KETERANGAN
Kolom B berbeda dengan kolom A. Kolom B ini terlihat agak produktif walaupun tidak semua verba intransitif mengalami afiks infleksi ini. Verba yang tidak dapat memunculkan afiks infleksional pada kolom ini memiliki kendala baik dari segi bentuk maupun dari segi semantik. Adapun morfem dasar yang mengalami afiks infleksional adalah verba hobar, lintas, dalan, ngot, ro, juguk, tengget, rumbak, maridi, mijur, modom, masuk, dan dabu. Sementara itu, kategori-kategori yang lain tidak dapat dilekatkan pada afiks infleksi karena bentuk-bentuk verba ini hukumnya harus dihapal.
Tabel 9 kolom B di atas menunjukkan bahwa tidak semua verba intransitif dapat mengalami afiks infleksional karena alasan semantis. Bentuk-bentuknya harus dihapal agar dapat mengaplikasikan penggunaannya. Adapun afiks-afiks infleksional dari kolom C dapat diwujudkan ke dalam kategori D-i, kategori mang-D-i, kategori di-D-i, kategori hu-D-i, kategori di-D-iho,kategori di-D-iia. Kategori mang-D-i, kategori di-D-i, dan kategori hu-D-i mendapat konfiks commit to user
108 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mang- -i, dan hu- -i sebagai penanda aktif, serta konfiks di- -i sebagai penanda pasif. Kategori di-D-iho, dan kategori di-D-iia mendapat konfiks di- -iho dan di- -iia sebagai penanda pasif, namun dalam BBA berubah fungsi menjadi penanda aktif.
Tabel 10 Afiks Infleksional Verba Intransitif Paradigma I Kolom C No.
Morfem dasar
Glos
INFLEKSIONAL
commit to user Paradigma I
KETERANGAN
109 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kategori hu-D-kon
Kategori di-D-konho
Kategori di-D-konia
siap tunduk bicara tumbuh letak kerja dengar lewat jalan bangun datang duduk naik hilang pergi pulang rebah roboh terbang mandi turun tidur masuk tiba jatuh
Kategori di-D-kon
siap munduk hobar tubu payak harejo tangi lintas dalan ngot ro juguk tengget mago kehe mulak gulung rumbak habang maridi mijur modom masuk tolap dabu
Kategori mang-D-kon
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Kategori D-kon
C
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
Kolom C jauh lebih produktif dibandingkan dengan Kolom B. Hal ini terjadi karena afiks ini tidak memiliki kendala dari segi bentuk maupun ciri semantik yang terdapat pada verba intransitif tersebut. Namun, terdapat tiga verba yang tidak dapat mengalami afiks infleksi ini yaitu verba kehe, mulak, dan tolap, karena alasan semantis.
Tabel 10 kolom C di atas menunjukkan bahwa morfem dasar intransitif dapat mengalami afiks infleksi dengan kategori D-kon, kategori mang-D-kon, kategori di-D-kon, kategori hu-D-kon, kategori di-D-konho, dan kategori di-D-konia. Kategori mang-D-kon, kategori di-D-kon, dan kategori hu-D-kon mendapat konfiks mang- -kon, dan hu- -kon sebagai penanda aktif, serta konfiks di- -kon untuk penanda pasif. Kategori di-D-konho, dan kategori di-D-konia mendapat konfiks di- -konho, dan di- -konia sebagai penanda pasif, namun dalam commit to user
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BBA berubah fungsi menjadi penanda aktif. Untuk verba kehe, mulak, dan tolap mendapat pengecualian karena alasan semantis.
D. Aspek semantik dan keproduktifan afiks-afiks infleksional Afiks-afiks infleksional dikenal lebih produktif dibandingkan dengan afiks-afiks derivasional karena lebih dapat diprediksi kemunculannya (predictable). Aspek semantik dari afiks-afiks infleksional memiliki penjelasan sebagai berikut.
Contoh data morfem dasar transitif BBA: 11. ramban [ramban] ‘lempar’ DERIVASIONAL (I) commit to user
111 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
I N F L E K S I O N A L
B -RAMBANI [rambani] ‘lempari’
A RAMBAN [ramban] ‘lempar’
C -RAMBANKON [rambank¿n] ‘lemparkan’
mangarambani [maNarambani] ‘melempari’
1.mangaramban [maNaramban] ‘melempar’
mangarambankon [maNarambank¿n] ‘melemparkan’
dirambani [dirambani] ‘dilempari’
2.diramban [diramban] ‘dilempar’
dirambankon [dirambank¿n] ‘dilemparkan’
hurambani [hurambani] ‘kulempari’
3.huramban [huramban] ‘kulempar’
hurambankon [hurambank¿n] ‘kulemparkan’
dirambaniho [dirambaniho]
dirambankonho [dirambank¿nho]
‘kaulempari’
4.dirambanho [dirambanho] ‘dilempar oleh kamu’ ‘kaulempar’
dirambaniia [dirambaniia]
5.dirambania [dirambania]
dirambankonia [dirambank¿nia]
‘dilempari oleh dia’
‘dilempar oleh dia’
‘dilemparkan oleh dia’
‘dialempari’
‘dialempar’
‘dialemparkan’
‘dilempari oleh kamu’
‘dilemparkan oleh kamu’
‘kaulemparkan’
Bagan 13. Contoh data 11 (Infleksional)
Bagian data (11) di atas yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja. Paradigma ini adalah paradigma verba yang dibentuk dari morfem dasar RAMBAN [ramban] ‘lempar’. Paradigma verba terbagi atas tiga kolom: kolom RAMBAN
(A),
kolom
RAMBANI
(B),
kolom
RAMBANKON
(C).
Masing-masing kolom merupakan paradigma infleksional dan masing-masing mempunyai bentuk kata baris 1-5. Pada masing-masing kolom dapat terlihat bahwa bentuk kata dengan prefiks mang- sebagai bentuk pertama pada baris 1 diramalkan dapat digantikan dengan prefiks di- pada baris 2, hu- pada baris 3, commit to user di- -ho pada baris 4, di- -ia pada baris 5 (khusus kolom A). Untuk baris 4 dan 5
112 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
posisi afiks infleksi terdapat setelah verba karena alasan semantis, dan morfem dasar untuk kedua baris ini dilekati oleh prefiks di- pada awalnya (merupakan bentuk yang unik dan dapat diramalkan kemunculannya). Oleh karena itu, masing-masing
kolom
merupakan
paradigma
infleksional.
Kolom
A
merupakan bentuk-bentuk kata dari leksem ‘RAMBAN’, kolom B dari leksem ‘RAMBANI’, kolom C dari leksem ‘RAMBANKON’. Kemunculan masing-masing bentuk mang-, di-, hu-, di- -ho, di- -ia dari setiap kolom dapat diramalkan berdasarkan kaidah gramatikal tertentu. Bentuk baris 1 terdapat apabila berfokus pada agen, sedangkan baris 2-5 (kolom A) terdapat bila berfokus pada pasien. Baris 2-5 menyatakan kesengajaan’. Baris 2 berbeda dari 3-5 karena di dalam baris 3-5 ‘pelaku tampak di dalam bentuk’, sedangkan baris 2 ‘pelaku tidak tampak dalam bentuk’, baris 3 pelaku adalah persona pertama tunggal lekat kiri (pembicara), baris 4 pelaku adalah persona kedua tunggal lekat kanan, baris 5 pelaku adalah persona ketiga tunggal lekat kanan. Hal yang sama terjadi pada kolom B dan C hanya saja setiap kolom B mengandung ciri semantik keberkalian, mulai dari mang- -i, di- -i, hu- -i, di- -iho, di- -iia. Kolom C mengandung ciri semantik kausatif, mulai dari mang- -kon, di- -kon, hu- -kon, di- -konho, di- -konia. Selanjutnya, verba infleksi yang diturunkan dari leksem pada kolom A, kolom (B), dan kolom (C) tadi dicobakan dalam kalimat berikut. Kolom A: Baris 1:
Danak i do na mangaramban tarup i dohot batu. commit anak itu lah yang melemparto user atap itu dengan batu
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
[danaki do na maNaramban tarùpi d¿h¿t batu] ‘Anak itulah yang melempar atap itu dengan batu’ Baris 2:
Tarup i do na diramban danak i dohot batu. atap
itu lah yang dilempar
anak itu dengan batu
[tarùpi do na dIramban danaki d¿h¿t batu] ‘Atap itulah yang dilempar anak itu dengan batu.’ Baris 3:
Huramban tarup i dohot batu. Kulempar
atap
itu dengan batu
[hùramban tarùpi d¿h¿t batu] ‘Kulempar atap itu dengan batu’ Baris 4:
Andigan do dirambanho tarup i dohot batu? Kapan
kah
kaulempar
atap
itu dengan batu
[andIgan do dIrambanho tarùpi d¿h¿t batu] ‘Kapankah kaulempar atap itu dengan batu?’ Baris 5:
Asi
do dirambania tarup i dohot batu?
mengapa kah
dilemparnya
atap
itu dengan batu
[asi do dIrambania tarùpi d¿h¿t batu] ‘Mengapa dilemparnya atap itu dengan batu?’
Kolom B: Baris 1:
Danak i do na mangarambani tarup i dohot batu. anak
itu lah yang
melempari
atap itu dengan batu
[danaki do na maNarambani tarùpi d¿h¿t batu]
Baris 2:
‘Anak itulah yang melempari atap itu dengan batu.’ commit to user Tarup i do na dirambani danak i dohot batu.
114 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
atap
itu lah yang
dilempari
anak itu dengan
batu
[tarùpi do na dIrambani danaki d¿h¿t batu] ‘Atap itulah yang dilempari anak itu dengan batu.’ Baris 3:
Hurambani tarup i dohot batu. kulempari
atap itu dengan batu
[hùrambani tarùpi d¿h¿t batu] ‘Kulempari atap itu dengan batu.’ Baris 4:
Andigan do dirambaniho tarup i dohot batu? kapan
kah
kaulempari
atap itu dengan batu
[andIgan do dIrambanIho tarùpi d¿h¿t batu] ‘Kapankah kaulempari atap itu dengan batu?’ Baris 5:
Asi
do dirambaniia tarup i dohot batu?
mengapa kah
dialempari
atap itu dengan batu
[asi do dIrambanIia tarùpi d¿h¿t batu] ‘Mengapa dialempari atap itu dengan batu?’ Kolom C: Baris 1:
Danak i do na mangarambankon batu i tu tarup. anak
itu lah yang
melemparkan
batu itu ke atap
[danaki do na maNarambank¿n batu i tu tarùp] ‘Anak itulah yang melemparkan batu itu ke atap.’ Baris 2:
Batu i do na dirambankon danak i tu tarup. batu itu lah yang
dilemparkan
anak
itu ke atap
[batu i do na dIrambank¿n danaki tu tarùp] ‘Batu itulah yang dilemparkan anak itu ke atap.’ Baris 3:
Hurambankon batu i tu tarup i. kulemparkan
batu itu ke atap itu
to user [hùrambank¿n batucommit i tu tarùpi]
115 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
‘Kulemparkan batu itu ke atap itu.’ Baris 4:
Andigan do dirambankonho batu i tu tarup i? kapan
kah
kaulemparkan
batu itu ke atap
itu
[andIgan do dIrambank¿nho batu i tu tarùp] ‘Kapankah kaulemparkan batu itu ke atap?’ Baris 5:
Asi
do dirambankonia batu i tu tarup i?
mengapa kah dialemparkan
batu itu ke atap itu
[asi do dIrambank¿nia batu i tu tarùpi] ‘Mengapa dialemparkan batu itu ke atap?’
18. surdu [sùrdu] ‘suguh (menawarkan sesuatu kepada orang lain)’
B -SURDUI [sùrdùi] ‘suguhi’ manyurdui [ma=ùrdùi] ‘menyuguhi’
DERIVASIONAL (I) A SURDU [sùrdu] ‘suguh’
C -SURDUON [sùrdu¿n] ‘suguhkan’
1.manyurdu [ma=ùrdu] commit to user ‘menyuguh’
manyurduon [ma=ùrdu¿n] ‘menyuguhkan’
116 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
I N F L E K S I O N A L
disurdui [disùrdui] ‘disuguhi’
2.disurdu [disùrdu] ‘disuguh’
disurduon [disùrdu¿n] ‘disuguhkan’
husurdui [husùrdui] ‘kusuguhi’
3.husurdu [husùrdu] ‘kusuguh’
husurduon [husùrdu¿n] ‘kusuguhkan’
disurduiho [disùrduIho]
4.disurduho [disùrdùho]
disurduonho [disùrdu¿nho]
‘disuguhi oleh kamu’
‘disuguh oleh dia’
‘disuguhkan oleh dia’
‘kausuguhi’
‘kausuguh’
‘kausuguhkan’
disurduiia [disùrduiia]
5.disurduia [disùrduia]
disurduonia [disùrdu¿nia]
‘disuguhi oleh dia’
‘disuguh oleh dia’
‘disuguhkan oleh dia’
‘diasuguhi’
‘diasuguh’
‘diasuguhkan’
Bagan 14. Contoh data 18 (Infleksional)
Bagian data (18) ini yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja. Paradigma ini adalah paradigma verba yang dibentuk dari morfem dasar surdu [sùrdu] ‘suguh’. Paradigma verba terbagi atas tiga kolom: kolom SURDU (A), kolom SURDUI (B), kolom SURDUON (C). Masing-masing kolom merupakan paradigma infleksional dan masing-masing mempunyai bentuk kata baris 1-5. Pada masing-masing kolom dapat terlihat bahwa bentuk kata dengan prefiks mang- sebagai bentuk pertama pada baris 1 diramalkan dapat digantikan dengan prefiks di- pada baris 2, hu- pada baris 3, di- -ho pada baris 4, di- -ia pada baris 5 (khusus kolom A). Untuk baris 4 dan 5 posisi afiks infleksi terdapat setelah verba karena alasan semantis, dan morfem dasar untuk kedua baris ini dilekati oleh prefiks di- pada awalnya (merupakan bentuk yang unik dan dapat diramalkan kemunculannya). Oleh karena itu, masing-masing kolom commitKolom to userA merupakan bentuk-bentuk kata merupakan paradigma infleksional.
117 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dari leksem ‘SURDU’, kolom B dari leksem ‘SURDUI’, kolom C dari leksem ‘SURDUON’. Kemunculan masing-masing bentuk mang-, di-, hu-, -ho, -ia dari setiap kolom dapat diramalkan berdasarkan kaidah gramatikal tertentu. Bentuk baris 1 terdapat apabila berfokus pada agen, sedangkan baris 2-5 (kolom A) terdapat bila berfokus pada pasien. Baris 2-5
menyatakan kesengajaan’. Baris 2
berbeda dari 3-5 karena di dalam baris 3-5 ‘pelaku tampak di dalam bentuk’, sedangkan baris 2 ‘pelaku tidak tampak dalam bentuk’, baris 3 pelaku adalah persona pertama tunggal lekat kiri (pembicara), baris 4 pelaku adalah persona kedua tunggal lekat kanan, baris 5 pelaku adalah persona ketiga tunggal lekat kanan. Hal yang sama terjadi pada kolom B dan C hanya saja setiap kolom B mengandung ciri semantik keberkalian, mulai dari mang- -i, di- -i, hu- -i, di- -iho, -iia. Kolom C mengandung ciri semantik ‘melakukan untuk orang lain (benefaktif)’, mulai dari mang- -kon, di- -kon, hu- -kon, di- -konho, di- -konia. Selanjutnya, verba infleksi yang diturunkan dari leksem pada kolom A, kolom (B), dan kolom (C) tadi dicobakan dalam kalimat berikut. Kolom A: Baris 1:
Parumaennia
ma na manyurdu burangir i tu jolo ni hatobangon i.
menantu perempuannya lah yang menyuguh
sirih
itu ke depan
para tetua
itu
[parùmaen nia ma na ma=ùrdu bùraNIri tu j¿lo ni hat¿baN¿ni] ‘Menantu perempuannyalah yang menyuguh sirih itu ke depan para tetua itu.’ Baris 2:
Burangir i ma na disurdu i tu jolo ni hatobangon i. commitparumaennia to user sirih
itu lah yang disuguh
menantu perempuannya itu
ke depan
para tetua
itu
118 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
[bùraNIri ma na dIsùrdu parùmaen nia i tu j¿lo ni hat¿baN¿ni] ‘Sirih itulah yang disuguh menantu perempuannya itu ke depan para tetua itu.’ Baris 3:
Husurdu burangir i tu jolo ni hatobangon i. kusuguh
sirih
itu ke depan
para tetua
itu
[hùsùrdu bùraNIri tu j¿lo ni hat¿baN¿ni] ‘Kusuguh sirih itu ke depan para tetua itu.’ Baris 4:
Andigan do disurduho burangir i tu jolo ni hatobangon i? kapan
kah kausuguh
sirih
itu ke depan
para tetua
itu
[andIgan do dIsùrdùho bùraNIri tu j¿lo ni hat¿baN¿ni] ‘Kapankah kausuguh sirih itu ke depan para tetua itu?’ Baris 5:
Asi
do disurduia burangir i tu jolo ni hatobangon i?
mengapa kah diasuguh
sirih
itu ke depan
para tetua
itu
[asi do dIsùrdùia bùraNIri tu j¿lo ni hat¿baN¿ni] ‘Mengapa diasuguh sirih itu ke depan para tetua itu?’
Kolom B: Baris 1:
Parumaen nia i ma na manyurdui burangir i tu jolo ni hatobangon i. menantu perempuannya itu lah yang
menyuguhi
sirih
itu ke depan
para tetua
itu
[parùmaen nia ma na ma=ùrdui bùraNIri tu j¿lo ni hat¿baN¿ni] ‘Menantu perempuannya itulah yang menyuguhi sirih itu ke depan para tetua itu.’ Baris 2:
Burangir i ma na disurdui parumaen nia i tu jolo ni hatobangon i. sirih
itu lah
yang
disuguhi
menantu perempuannya itu ke depan
para tetua
itu
[bùraNIri ma na dIsùrdui parùmaennia i tu j¿lo ni hat¿baN¿ni] commit to user
119 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
‘Sirih itulah yang disuguhi menantu perempuannya itu ke depan para tetua itu.’ Baris 3:
Husurdui burangir i tu jolo ni hatobangon i. kusuguhi
sirih
itu ke depan
para tetua
itu
[hùsùrdùi bùraNIri tu j¿lo ni hat¿baN¿ni] ‘Kusuguhi sirih itu ke depan para tetua itu.’ Baris 4:
Andigan do disurduiho burangir i tu jolo ni hatobangon i? kapan
kah kausuguhi
sirih
itu ke depan
para tetua
itu
[andIgan do dIsùrdùiho bùraNIri tu j¿lo ni hat¿baN¿ni] ‘Kapankah kausuguhi sirih itu ke depan para tetua itu?’ Baris 5:
Asi
do disurduiia burangir i tu jolo ni hatobangon i?
mengapa kah diasuguhi
sirih
itu ke depan
para tetua
itu
[asi do dIsùrdùiia bùraNIri tu j¿lo ni hat¿baN¿ni] ‘Mengapa diasuguhi sirih itu ke depan para tetua itu?’
Kolom C: Baris 1:
Parumaennia i ma na manyurduon burangir i tu jolo ni hatobangon i. menantu perempuannya itu lah yang
menyuguhkan
sirih
itu ke depan
para tetua
itu
[parùmaen nia i ma na ma=ùrdù¿n bùraNIri tu j¿lo ni hat¿baN¿ni] ‘Menantu perempuannya itu lah yang menyuguhkan sirih itu ke depan para tetua itu.’ Baris 2:
Burangir i ma na disurduon parumaen nia i tu jolo ni hatobangon i. sirih
itu lah
yang disuguhkan menantu perempuannya itu ke depan
para tetua
itu
[bùraNIri ma na dIsùrdùon nia i tu j¿lo ni hat¿baN¿ni] commit to parùmaen user
120 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
‘Sirih itulah yang disuguhkan menantu perempuannya itu ke depan para tetua itu.’ Baris 3:
Husurduon burangir i tu jolo ni hatobangon i. kusuguhi
sirih
itu ke depan
para tetua
itu
[hùsùrdù¿n bùraNIri tu j¿lo ni hat¿baN¿ni] ‘Kusuguhi sirih itu ke depan para tetua itu.’ Baris 4:
Andigan do disurduonho burangir i tu jolo ni hatobangon i? kapan
kah kausuguhkan
sirih
itu ke depan
para tetua
itu
[andIgan do dIsùrdù¿nho bùraNIri tu j¿lo ni hat¿baN¿ni] ‘Kapankah kausuguhkan sirih itu ke depan para tetua itu?’ Baris 5:
Asi
do disurduonia burangir i tu jolo ni hatobangon i?
mengapa kah diasuguhkan
sirih
itu ke depan
para tetua
itu
[asi do dIsùrdù¿nia bùraNIri tu j¿lo ni hat¿baN¿ni] ‘Mengapa diasuguhkan sirih itu ke depan para tetua itu.’
Contoh data morfem dasar intransitif BBA: 7. tangi [taNI] ‘dengar’
B -
DERIVASIONAL (I) A TANGI [taNI] ‘dengar’ 1. commit to user
C -TANGION [taNI¿n] ‘dengarkan’ manangion [manaNI¿n] ‘mendengarkan’
121 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
I N F L E K S I O N A L
2.
ditangion [ditaNI¿n] ‘didengarkan’
3.
hutangion [hutaNI¿n] ‘kudengarkan’
4.
ditangionho [ditaNI¿nho] ‘didengarkan oleh kamu’
‘kaudengarkan’ 5.
ditangionia [ditaNI¿nia] ‘didengarkan oleh dia’
‘diadengarkan’ Bagan 15. Contoh data 7 (Infleksional)
Bagian data (7) ini yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja. Paradigma ini adalah paradigma verba yang dibentuk dari morfem dasar harejo [harEjo] ‘kerja’. Paradigma verba terbagi atas tiga kolom: kolom TANGI (A), kolom (-) (B), kolom TANGION (C). Masing-masing kolom merupakan paradigma infleksional dan masing-masing mempunyai bentuk kata baris 1-5 (kecuali kolom A dan B karena alasan semantis). Pada kolom C dapat terlihat bahwa bentuk kata dengan prefiks mang- sebagai bentuk pertama pada baris 1 diramalkan dapat digantikan dengan prefiks di- pada baris 2, hu- pada baris 3, di- -ho pada baris 4, di- -ia pada baris 5. Untuk baris 4 dan 5 posisi afiks infleksi terdapat setelah verba karena alasan semantis, dan morfem dasar untuk kedua baris ini dilekati oleh prefiks di- pada awalnya (merupakan bentuk yang unik dan dapat diramalkan kemunculannya). Oleh karena itu, masing-masing commit to user kolom merupakan paradigma infleksional. Kolom A dan B tidak menghasilkan
122 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bentuk-bentuk kata dari leksemnya. Hanya kolom C yang dapat menghasilkan bentuk-bentuk baru dari leksem ‘TANGION’ dengan ciri semantik ‘melakukan dengan sungguh-sungguh (intensif)’. Selanjutnya, verba infleksi yang diturunkan dari leksem pada kolom (C) tadi dicobakan dalam kalimat berikut. Kolom C: Baris 1:
Si Ucok ma na manangion aha na si ucok lah yang
mendengarkan
nidok ni umaknia.
apa yang dikatakan oleh
ibunya
[si uc¿/ ma na manaNI¿n aha na nId¿/ ni uma/nia] ‘Si ucoklah yang mendengarkan apa kata ibunya.’ Baris 2:
Aha na nidok
ni umaknia i ma na ditangion ni si Ucok i.
apa yang dikatakan oleh ibunya
itu lah yang didengarkan
oleh si ucok itu
[aha na nId¿/ ni uma/nia i ma na dItaNI¿n ni si uc¿/i] ‘Apa yang dikatakan ibunya itulah yang didengarkan si Ucok.’
Baris 3:
Hutangion do aha na nidok ni umak i. kudengarkan
lah apa yang dikatakan oleh ibu
itu
[hùtaNI¿n do aha na nId¿/ ni uma/i] ‘Kudengarkanlah apa yang dikatakan oleh Ibu.’ Baris 4:
Andigan do ditangionho na nidok ni umak i? kapan
kah kaudengarkan
yang dikatakan oleh ibu itu
[andIgan do dItaNI¿nho na nId¿/ ni uma/i] ‘Kapankah kaudengarkan apa yang dikatakan oleh ibu.’ Baris 5:
Asi
do ditangionia ahatonauser nidok ni umak i? commit
mengapa kah diadengar
apa yang dibilang oleh ibu itu
123 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
[asi do dItaNI¿nho na nId¿/ ni uma/i] ‘Mengapa diadengarkan apa yang dikatakan oleh ibu itu.’
10. ngot [N¿t] ‘bangun’
I N F L E K S I O N
DERIVASIONAL (I) B A -NGOTI NGOT [N¿ti] [N¿t] ‘banguni’ ‘bangun’
C -NGOTKON [N¿tk¿n] ‘bangunkan’
pangoti [paN¿ti] ‘membanguni’
1.
pangotkon [paN¿tk¿n] ‘membangunkan’
dingoti [diN¿ti]
2.
commit to user
dingotkon [diN¿tk¿n]
124 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
‘dibanguni’
‘dibangunkan’
hungoti [huN¿ti] ‘kubanguni’
3.
hungotkon [huN¿tk¿n] ‘kubangunkan’
dingotiho [diN¿tIho]
4.
dingotkonho [diN¿tk¿nho]
‘dibanguni oleh kamu’
‘dibangunkan oleh kamu’
‘kaubanguni’
‘kaubangunkan’
dingotiia [diN¿tiia]
5.
dingotkonia [diN¿tk¿nia]
‘dibanguni oleh dia’
‘dibanguni oleh dia’
‘diabanguni’
‘diabangunkan’
Bagan 16. Contoh data 10 (Infleksional)
Bagian data (10) ini yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja. Paradigma ini adalah paradigma verba yang dibentuk dari morfem dasar lintas [lIntas] ‘lewat’. Paradigma verba terbagi atas tiga kolom: kolom (A) NGOT, kolom (B) NGOTI, dan kolom (C) NGOTKON. Masing-masing kolom merupakan paradigma infleksional dan masing-masing mempunyai bentuk kata baris 1-5. (kecuali kolom A karena alasan semantis). Pada masing-masing kolom dapat terlihat bahwa bentuk kata dengan prefiks mang- sebagai bentuk pertama pada baris 1 diramalkan dapat digantikan dengan prefiks di- pada baris 2, hu- pada baris 3, di- -ho pada baris 4, di- -ia pada baris 5. Untuk baris 4 dan 5 posisi afiks infleksi terdapat setelah verba karena alasan semantis, dan morfem dasar untuk kedua baris ini dilekati oleh prefiks di- pada awalnya (merupakan bentuk yang unik dan dapat diramalkan kemunculannya). Oleh karena itu, masing-masing kolom merupakan paradigma infleksional. Kolom B commit to user
125 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
merupakan bentuk-bentuk kata dari leksem NGOTI’, kolom C dari leksem ‘NGOTKON’. Kemunculan masing-masing bentuk mang-, di-, hu-, di- -ho, di- -ia dari setiap kolom dapat diramalkan berdasarkan kaidah gramatikal tertentu. Bentuk baris 1 terdapat apabila berfokus pada agen, sedangkan baris 2-5 (seharusnya terdapat pada kolom A tapi tidak muncul karena alasan semantis) terdapat bila berfokus pada pasien. Baris 2 berbeda dari 3-5 karena di dalam baris 3-5 ‘pelaku tampak di dalam bentuk’, sedangkan baris 2 ‘pelaku tidak tampak dalam bentuk’, baris 3 pelaku adalah persona pertama tunggal lekat kiri (pembicara), baris 4 pelaku adalah persona kedua tunggal lekat kanan, baris 5 pelaku adalah persona ketiga tunggal lekat kanan. Kolom C yang menyatakan ‘kebenefaktifan’ (berarti pula menyatakan kesengajaan). Selanjutnya, verba infleksi yang diturunkan dari leksem pada kolom (B), dan kolom (C) tadi dicobakan dalam kalimat berikut.
Kolom B: Baris 1:
Ayak do na pangoti si Butet so sumbayang subuh. Ayah nya yang membanguni si butet
biar
sholat
subuh
[aya/ do na paN¿ti si bùtEt so sùmbayaN sùbùh] ‘Ayahlah yang membanguni (membangunkan berulang-ulang) si Butet biar sholat subuh.’ Baris 2:
Si Butet do na dingoti commit ayaktoso user sumbayang subuh. si butet
nya yang dibanguni ayah
biar
sholat
subuh
126 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
[si bùtEt do na dIN¿ti aya/ so sùmbayaN sùbùh] ‘Si Butet dibanguni Ayah biar sholat subuh.’ Baris 3:
Hungoti si Butet so sumbayang subuh. kubanguni si butet
biar
sholat
subuh
[hùN¿ti si bùtEt so sùmbayaN sùbùh] ‘Kubanguni si Butet biar sholat Subuh.’ Baris 4:
Andigan do dingotiho si Butet so sumbayang subuh? kapan
kah
kaubanguni si Butet biar
sholat
subuh
[andIgan do dIN¿tIho si bùtEt so sùmbayaN sùbùh] ‘Kapankah kaubanguni si Butet biar sholat Subuh.’ Baris 5:
Asi do dingotiia si Butet? kapan kah diabanguni si Butet
[asi do dIN¿tIia si bùtEt] ‘Kapankah diabanguni si Butet?’ Kolom C: Baris 1:
Ayak do na pangotkon si Butet so sumbayang subuh. Ayah lah yang membangunkan si Butet biar
sholat
subuh
[aya/ do na paN¿tk¿n si bùtEt so sùmbayaN sùbùh] ‘Ayahlah yang membangunkan si Butet biar sholat subuh.’ Baris 2:
Si Butet dingotkon ayak so sumbayang subuh. si butet dibangunkan
ayah
biar
sholat
subuh
[si bùtEt dIN¿tk¿n aya/ so sùmbayaN sùbùh] ‘Si butet dibangunkan ayah biar sholat subuh.’ Baris 3:
Hungotkon si Butet so sumbayang subuh. kubangunkan
si butet
biar
sholat
subuh
[hùN¿tk¿n si bùtEt so sùmbayaN sùbùh] commit user subuh.’ ‘Kubangunkan si Butet biartosholat
127 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Baris 4:
Andigan do dingotkonho si Butet so sumbayang subuh? kapan
kah kaubangunkan
si butet biar
sholat
subuh
[andIgan do dIN¿tk¿nho si bùtEt so sùmbayaN sùbùh] ‘Kapankah kaubangunkan si Butet biar sholat subuh?’ Baris 5:
Asi
do dingotkonia si Butet?
mengapa kah diabangunkan
si Butet
[asi do dIN¿tk¿nia si bùtEt] ‘Mengapakah diabangunkan si butet?’
11. ro [r¿] ‘datang’
I
DERIVASIONAL (I) B A roroi ro [maNar¿r¿i] [ro] ‘datangi’ ‘datang’
C paro [par¿] ‘datangkan’
mangaroroi [maNar¿r¿i] ‘mendatangi’
paroon [par¿on] ‘mendatangkan’
1. commit to user
128 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
N F L E K S I O N A L
diroroi [dir¿r¿i] ‘didatangi’
2.
diparoon [dipar¿on] ‘didatangkan’
huroroi [hur¿r¿i] ‘kudatangi’
3.
huparoon [hupar¿on] ‘kudatangkan’
diroroiho [dir¿r¿iho]
4.
diparoonho [dipar¿onho]
‘didatangi oleh kamu’
‘didatangkan oleh kamu’
‘kaudatangi’
‘kaudatangkan’
diroroiia [dir¿r¿iia]
5.
diparoonia [dipar¿onia]
‘didatangi oleh dia’
didatangkan oleh dia’
‘diadatangi’
‘diadatangkan’ Bagan 17. Contoh data 11 (Infleksional)
Bagian data (11) ini yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja. Paradigma ini adalah paradigma verba yang dibentuk dari morfem dasar RO [r¿] ‘datang’. Paradigma verba terbagi atas tiga kolom: kolom (A) RO sebagai morfem dasar, kolom (B) ROROI dan kolom (C) PARO merupakan leksem yang dapat diturunkan menjadi verba infleksi. Masing-masing kolom merupakan paradigma infleksional dan masing-masing mempunyai bentuk kata baris 1-5. (kecuali kolom A karena alasan semantis). Pada masing-masing kolom dapat terlihat bahwa bentuk kata dengan prefiks mang- sebagai bentuk pertama pada baris 1 diramalkan dapat digantikan dengan prefiks di- pada baris 2, hu- pada baris 3, di- -ho pada baris 4, di- -ia pada baris 5. Untuk baris 4 dan 5 posisi afiks infleksi terdapat setelah verba karena alasan semantis, dan morfem dasar untuk kedua baris ini dilekati oleh prefiks di- pada awalnya (merupakan bentuk yang unik dan dapat diramalkan kemunculannya). Oleh commit to user karena itu, masing-masing kolom merupakan paradigma infleksional. Kolom B
129 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
merupakan bentuk-bentuk kata dari leksem ROROI’,dan kolom C dari leksem ‘PARO’. Kemunculan masing-masing bentuk mang-, di-, hu-, di- -ho, di- -ia dari setiap kolom dapat diramalkan berdasarkan kaidah gramatikal tertentu. Bentuk baris 1 terdapat apabila berfokus pada agen, sedangkan baris 2-5 (seharusnya terdapat pada kolom A tapi tidak muncul karena alasan semantis) terdapat bila berfokus pada pasien. Baris 2-5 menyatakan kesengajaan’. Baris 2 berbeda dari 3-5 karena di dalam baris 3-5 ‘pelaku tampak di dalam bentuk’, sedangkan baris 2 ‘pelaku tidak tampak dalam bentuk’, baris 3 pelaku adalah persona pertama tunggal lekat kiri (pembicara), baris 4 pelaku adalah persona kedua tunggal lekat kanan, baris 5 pelaku adalah persona ketiga tunggal lekat kanan. Kolom C yang menyatakan ‘kausatif’. Selanjutnya, verba infleksi yang diturunkan dari leksem pada kolom (B), dan kolom (C) tadi dicobakan dalam kalimat berikut.
Kolom B: Baris 1:
Ulang lupa hamu mangaroroi ompung di bagas da. jangan
lupa
kalian
mendatangi
kakek
di rumah
ya
[ulaN lùpa hamu maNar¿r¿i ompùN di bagas da] ‘Jangan lupa kalian mendatangi kakek di rumah ya.’ Baris 2:
Ompung ma na diharoroi halahi di bagas i. kakek
lah yang didatangi
mereka di rumah itu
[ompùN ma na dIhar¿r¿i halahi di bagas i] commit to user ‘Kakeklah yang didatangi mereka di rumah itu.
130 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Baris 3:
Huroroi ma ompung di bagas. kudatangi
lah
kakek
di rumah
[hùr¿r¿i ma ompùN di bagas] ‘Kudatangilah kakek di rumah itu.’ Baris 4:
Andigan do diharoroiho ompung di bagas? kapan
kah kaudatangi
kakek
di rumah
[andIgan do dIhar¿r¿Iho ompùN di bagas] ‘Kapankah kaudatangi kakek di rumah?’ Baris 5:
Asi
do diharoroiia ompung di bagas?
mengapa kah diadatangi
kakek
di rumah
[asi do dIhar¿r¿Iia ompùN di bagas] ‘Mengapakah diadatangi kakej di rumah.’ Kolom C: Baris 1:
Ulang lupa hamu paroon ompung tu bagas da. jangan
lupa kalian mendatangkan
kakek
ke rumah
ya
[ulaN lùpa hamu par¿¿n ompùN tu bagas da] ‘Kalian jangan lupa mendatangkan kakek ke rumah ya.’
Baris 2:
Ompung ma na diparoon kakek
lah yang didatangkan
halahi tu bagas i. mereka ke rumah itu
[ompùN ma na dIpar¿on halahi tu bagasi] ‘Kakeklah yang kalian datangkan ke rumah itu.’ Baris 3:
Huparoon kudatangkan
ma ompung tu bagas i. lah
kakek
ke
rumah itu
[hùpar¿on ma ompùN tu bagasi] ‘Kudatangkanlah kakek ke rumah itu.’ Baris 4:
Andigan do diparoonho ompung tu bagas? kapan kah kaudatangkan kakekto user ke rumah commit
131 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
[andIgan do dIpar¿onho ompùN kakek ke rùmah] ‘Kapankah kaudatangkan kakek ke rumah?’ Baris 5:
Asi
do diparoonia ompung tu bagas i?
mengapa kah diadatangkan kakek
ke rumah itu
[asi do dIpar¿onia ompùN tu bagasi] ‘Mengapa diadatangkan kakek ke rumah itu?’
15.kehe [kehe] ‘pergi’
I N F L E K S I O N A L
B pakehei [pakehei] ‘membuat jadi pergi’
DERIVASIONAL (I) A KEHE [kehe] ‘pergi’ 1. 2. 3. 4.
commit to user
C pakeheon [pakehe¿n] ‘membuat pergi’
132 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Bagan 18. Contoh data 15 (Infleksional)
Bagian data (15) ini yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja. Paradigma ini adalah paradigma verba yang dibentuk dari morfem dasar KEHE [kehe] ‘pergi’. Paradigma verba terbagi atas tiga kolom: kolom (A) KEHE sebagai morfem dasar, sedangkan kolom (B) PEKEHEI dan kolom (C) PAKEHEON merupakan leksem yang tidak dapat diturunkan menjadi verba infleksi karena alasan semantis. Bentuk verba derivasi pada kolom B dan kolom C memiliki ideosinkretis (keanehan-keanehan bentuk) yaitu dengan wujud morfem dasar yang berubah dari KEHE menjadi PAKEHEI dengan ciri semantik ‘membuat jadi pergi (kausatif)’, dan PAKEHEON dengan ciri semantik ‘membuat pergi (kausatif)’. Selanjutnya, verba infleksi yang diturunkan dari leksem pada kolom (B), dan kolom (C) tadi dicobakan dalam kalimat berikut. Kolom B: Ucok, pakehei ucok,
ma dongan-donganmi da.
membuat jadi pergi lah
teman-temanmu itu
ya
[uc¿/ pakEhei ma d¿Nan d¿Nan mi da] ‘Ucok, buatlah dulu teman-temanmu jadi pergi ya.’
Kolom C: Ucok, pakeheon ma dongan-donganmi sannari da. ucok,
membuat pergi lah
teman-temanmu itu
sekarang
ya
[uc¿/ pakEhe¿n ma d¿Nan d¿Nan mi sannari da] to user itu sekarang ya.’ ‘Ucok, suruhlah dulu pergicommit teman-temanmu
133 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
21. mijur [mijùr] ‘turun’
B PAIJURI [paijùri]
C PAIJURKON [paijùrk¿n]
‘turuni’
‘turun’
‘turunkan’
mampaijuri [mampaIjùri]
1.
mampaijurkon [mampaIjùrk¿n]
‘menuruni’ I
DERIVASIONAL (I) A MIJUR [mIjùr]
commit to user
‘menurunkan’
134 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
N F L E K S I O N A L
dipaijuri [dIpaijùri] ‘dituruni’
2.
dipaijurkon [dipaijùrk¿n] ‘diturunkan’
hupaijuri [hùpaijùri] ‘kuturuni’
3.
hupaijurkon [hupaijùrk¿n] ‘kutur unkan’
dipaijuriho [dIpaijùrIho]
4.
dipaijurkonho [dipaijùrk¿nho]
‘dituruni oleh kamu’
‘diturunkan oleh kamu’
‘kauturuni’
‘kauturunkan’
dipaijuriia [dIpaijùriia]
5.
dipaijurkonia [dipaijùrk¿nia]
‘dituruni oleh dia’
‘diturunkan oleh dia’
‘diaturuni’
‘diaturunkan’ Bagan 19. Contoh data 21 (Infleksional)
Bagian data (21) ini yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja. Paradigma ini adalah paradigma verba yang dibentuk dari morfem dasar mijur [mIjùr] ‘turun’. Paradigma verba terbagi atas tiga kolom: kolom (A) MIJUR sebagai morfem dasar, sedangkan kolom (B) PAIJURI dan kolom (C) PAIJURKON merupakan leksem yang dapat diturunkan menjadi verba infleksi. Masing-masing kolom merupakan paradigma infleksional dan masing-masing mempunyai bentuk kata baris 1-5. (kecuali kolom A karena alasan semantis). Pada masing-masing kolom dapat terlihat bahwa bentuk kata dengan prefiks mang- sebagai bentuk pertama pada baris 1 diramalkan dapat digantikan dengan prefiks di- pada baris 2, hu- pada baris 3, di- -ho pada baris 4, di- -ia pada baris 5. Untuk baris 4 dan 5 posisi afiks infleksi terdapat setelah verba karena alasan semantis, dan morfem dasar untuk kedua baris ini dilekati oleh prefiks di- pada awalnya (merupakan bentuk yang unik dan dapat diramalkan commit to user kemunculannya). Oleh karena itu, masing-masing kolom merupakan paradigma
135 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
infleksional.
Kolom
B
merupakan
bentuk-bentuk
kata
dari
leksem
PAIJURI’,dan kolom C dari leksem ‘PAIJURKON’. Kemunculan masing-masing bentuk mang-, di-, hu-, di- -ho, di- -ia dari setiap kolom dapat diramalkan berdasarkan kaidah gramatikal tertentu. Bentuk baris 1 terdapat apabila berfokus pada agen, sedangkan baris 2-5 (seharusnya terdapat pada kolom A tapi tidak muncul karena alasan semantis) terdapat bila berfokus pada pasien. Baris 2-5 menyatakan kesengajaan’. Baris 2 berbeda dari 3-5 karena di dalam baris 3-5 ‘pelaku tampak di dalam bentuk’, sedangkan baris 2 ‘pelaku tidak tampak dalam bentuk’, baris 3 pelaku adalah persona pertama tunggal lekat kiri (pembicara), baris 4 pelaku adalah persona kedua tunggal lekat kanan, baris 5 pelaku adalah persona ketiga tunggal lekat kanan. Kolom C yang menyatakan ‘kausatif’ (berarti pula menyatakan kesengajaan).
Selanjutnya, verba infleksi yang diturunkan dari leksem pada kolom (B), dan kolom (C) tadi dicobakan dalam kalimat berikut. Kolom B: Baris 1:
Uda do na mampaijuri goni-goni i. paman lah yang menuruni karung-karung itu
[uda do na mampaIjùri g¿ni g¿ni i] ‘Pamanlah
yang
menuruni
(meurunkan
karung-karung itu.’ Baris 2:
Goni-goni i do na dipaijuri ni uda i. karung-karung itu lah yang dituruni
oleh paman itu
commit to user [g¿ni g¿ni i do na dIpaijùri ni uda i]
berkali-kali)
136 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
‘Karung-karung itulah yang dituruni (diturunkan berkalikali) paman itu.’ Baris 3:
Hupaijuri do goni-goni i. Kuturuni
lah karung-karung itu
[hùpaijùri ma g¿ni g¿ni i] ‘Kuturunilah (berkali-kali) karung-karung itu.’ Baris 4:
Andigan do dipaijuriho goni-goni i? kapankah
kau turunkan
karung-karung itu
[andIgan do dIpaijùrIho g¿ni g¿ni i] ‘Kapankah kau turunkan (berkali-kali) karung-karung itu?’ Baris 5:
Asi
do dipaijuriia goni-goni i?
Mengapa kah diaturunkan
karung-karung itu
[asi do dIpaijùrIia g¿ni g¿ni i] ‘Mengapa diturunkannya (berkali-kali) karung-karung itu?’
Kolom C: Baris 1:
Uda do na mampaijurkon goni-goni i? paman kah yang menurunkan
karung-karung itu
[uda do na mampaIjùrk¿n g¿ni g¿ni i] ‘Pamankah yang menurunkan karung-karung itu?’ Baris 2:
Goni-goni i do na dipaijurkon ni uda i. karung-karung itu kah yang
diturunkan
oleh paman itu
[g¿ni g¿ni i do na dIpaijùrk¿n ni uda i] ‘Karung-karung itukah yang diturunkan oleh paman itu?’ Baris 3:
Hupaijurkon ma goni-goni i. kuturunkan
lah karung-karung itu
[hùpaijùrk¿n ma g¿ni g¿ni i] commit to user
137 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
‘Kuturunkanlah karung-karung itu.’ Baris 4:
Andigan do dipaijurkonho goni-goni i? kapan
kah kauturunkan
karung-karung itu
[andIgan do dIpaijùrk¿nho g¿ni g¿ni i] ‘Kapankah kauturunkan karung-karung itu?’ Baris 5:
Asi
do dipaijurkonia goni-goni i?
mengapa kah diaturunkan
karung-karung itu
[asi do dIpaijùrk¿nia g¿ni g¿ni i] ‘Mengapakah diaturunkan karung-karung itu?’
24. tolap [t¿lap] ‘tiba’
I N F L E K S I O N A L
B -
DERIVASIONAL (I) A TOLAP [t¿lap] ‘tiba’
C -
1. 2. 3. 4. 5. Bagan 20. Contoh data 24 (Infleksional) commit to
user
138 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bagian data (24) ini yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja. Paradigma ini adalah paradigma verba yang dibentuk dari morfem dasar TOLAP [t¿lap] ‘tiba’. Paradigma verba ini mengalami ideosinkretis (keanehan bentuk) tepatnya tidak dapat memunculkan verba infleksi karena alasan semantis. Berdasarkan keempat rumusan masalah yang telah dibahas dalam BAB IV ini dapat ditarik benang merah bahwa verba transitif dapat membentuk verba kelas I dan verba intransitif dapat membentuk verba kelas II. Pernyataan ini dilandasi oleh hasil pembahasan yang menunjukkan bahwa verba kelas I memang didominasi oleh verba transitif karena verba transitif ini memiliki kategori-kategori inti yaitu kategori morfologis yang yang dapat diramalkan (predictable) kemunculannya kecuali karena kendala-kendala tertentu, dan verba kelas I ini termasuk produktif. Sementara itu, verba kelas II menunjukkan bahwa pembentukannya didominasi oleh verba intransitif yang memiliki kategori-kategori morfologis yang tidak dapat diramalkan (unpredictable) kemunculannya karena kendala tertentu, dan verba kelas II ini tidak produktif. Verba yang mengalami proses morfologis dalam verba kelas II ini cenderung kurang memiliki pembentukan yang teratur dan berulang sehingga dalam pemahaman bentuknya harus menggunakan hapalan karena sudah tertentu bentuknya dan menjadi suatu konvensi di masyarakat.
commit to user
139 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Adapun proses morfologis verba kelas I ini dapat dirumuskan ke dalam sebuah sistem yang terbagi kedalam beberapa paradigma yang mencakup afiks infleksi dan derivasi, sebagai berikut. TABEL 11 PARADIGMA INTI VERBA KELAS I PARADIGMA I I N F L E K S I O N A L
DERIVASIONAL
Baris
A
B
0.
D
1.
mang-D
mang-D-i
mang-D-kon
2. 3.
di-D hu-D
di-D-i hu-D-i
di-D-kon hu-D-kon
4.
di-D-ho
di-D-iho
di-D-konho
5.
di-D-ia
di-D-iia
di-D-konia
Kategori D-i
C
D-kon
Keterangan: 1. Masing-masing formula mewakili kategori secara bentuk. 2. D adalah morfem dasar. 3.Tanda – berarti tidak terdapat. 3. Derivasional terdiri dari kolom A, B, dan C. 4. Infleksional terdiri dari baris 1 sampai dengan baris 5. 5. Elemen di muka D adalah prefiks, di belakang D adalah sufiks, di muka dan di belakang D adalah konfiks. Adapun verba kelas II proses morfogisnya dapat dilihat sebagai berikut: TABEL 12 commit to user
140 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
PARADIGMA VERBA KELAS II PARADIGMA I I N F L E K S I O N A L
DERIVASIONAL
Baris
A
B Kategori
C
0. 1.
D -
D-i mang-D-i
D-kon mang-D-kon
2. 3. 4.
-
di-D-i hu-D-i di-D-iho
di-D-kon hu-D-kon di-D-konho
5.
-
di-D-iia
di-D-konia
Keterangan: 1. Masing-masing formula mewakili kategori secara bentuk. 2. D adalah morfem dasar. 3.Tanda – berarti tidak terdapat. 3. Derivasional terdiri dari kolom A, B, dan C. 4. Infleksional terdiri dari baris 1 sampai dengan baris 5. 5. Elemen di muka D adalah prefiks, di belakang D adalah sufiks, di muka dan di belakang D adalah konfiks. Paradigma verba kelas II memiliki ideosinkretis (keanehan-keanehan bentuk) untuk verba-verba tertentu, seperti verba ro, ketika mengalami kategori D-i maka bentuknya berubah menjadi reduplikasi pa-D{R}-i. Hal ini terjadi karena verba ini hanya terdiri dari satu suku kata saja sehingga pada saat mengalami proses pembentukan verba derivasional berubah menjadi demikian. Sedangkan ketika mengalami kategori D-kon, bentuknya berubah menjadi pa-D saja. Selanjutnya, morfem dasar ngot, kehe, mulak, maridi, mijur, dan modom juga mengalami kategori D–i dan kategori D-kon, tapi bentuknya berubah menjadi commit to user
141 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kategori pa-D-i dan kategori pa-D-kon (kecuali untuk morfem dasar tolap) karena alasan semantis. Proses pembentukan verba seperti ini terjadi karena sudah menjadi konvensi di masyarakat. Pembentukannya dapat dilihat pada tabel 13 berikut. TABEL 13 IDEOSINKRETIS PARADIGMA VERBA KELAS II (a) PARADIGMA I I N F L E K S I O N A L
DERIVASIONAL
Baris
A
B Kategori
C
0. 1.
D -
pa-D-i mang-D-i
pa-D-kon mang-D-kon
2. 3. 4.
-
di-D-i hu-D-i di-D-iho
di-D-kon hu-D-kon di-D-konho
5.
-
di-D-iia
di-D-konia
Keterangan: Tabel 13 di atas berlaku pada morfem dasar ngot, kehe, mulak, maridi, mijur, dan modom. Tapi perlu diketahui bahwa morfem dasar kehe dan mulak tidak dapat diturunkan secara infleksional karena kendala bentuk dan semantis. Selanjutnya, khusus untuk morfem dasar ro, proses pembentukannya adalah seperti tabel 14 berikut. TABEL 14 IDEOSINKRETIS PARADIGMA VERBA KELAS II (b) PARADIGMA I I N F L
DERIVASIONAL
Baris
A
B
commit to user Kategori
C
142 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E K S I O N A L
0.
D
pa-D{R}-i
pa-D
1.
-
mang-D{R}-i
pa-D-on
2. 3. 4.
-
di-D{R}-i hu-D{R}-i di-D{R}-iho
di-D-on hu-D-on di-D-onho
5.
-
di-D{R}-iia
di-D-onia
Keterangan: Tabel 14 di atas berlaku khusus untuk morfem dasar ro saja karena morfem ini memiliki keunikan tersendiri dalam proses pembentukannya. Pembentukan morfem yang mengalami kategori D-i dan D-kon berbeda. Kategori D-i mengalami reduplikasi sedangkan kategori D-kon tidak. Ideosinkretis ini juga sudah menjadi konvensi di masyarakat. Berdasarkan tabel 11, 12, 13, dan 14 di atas, dapat dinyatakan bahwa pembentukan verba derivasional dan infleksional dari afiks derivasi dan afiks infleksi adalah berlaku dalam BBA. Sistem pembentukan verba BBA dari morfem dasar ini dapat dirumuskan dalam dua bentuk, yaitu: paradigma verba kelas I, dan paradigma kelas II. Paradigma verba kelas I terdiri atas morfem dasar transitif yang kemunculannya (predictable), sedangkan paradigma verba kelas II tidak dapat diprediksi kemunculannya (unpredictable) karena alasan semantis. Verba kelas I cenderung teratur dan berulang bentuknya, sedangkan verba kelas II cenderung
memiliki
ideosinkretis
(keanehan-keanehan
bentuk)
dalam
pembentukannya sehingga hukumnya harus dihapal karena sudah menjadi konvensi di masyarakat. Pembentukan derivasional dapat menjadi dasar pembentukan
infleksional,
sedangkan
pembentukan
commit to user
infleksional
tidak.
143 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Produktifitas dari verba infleksional lebih tinggi daripada produktifitas verba derivasional yang terbatas. Dari kedua tabel yang telah dirumuskan dari atas dapat dijadikan sebagai panduan dalam membentuk verba-morfem dasar BBA lainnya dengan baik dan sistematis. Rumusan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan dan pelestarian BBA.
commit to user
144 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan analisis data dalam BAB IV, maka temuan dari sistem pembentukan verba BBA dari morfem dasar, paradigma inti verba kelas I dan kelas II, dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Bentuk afiks-afiks derivasional yang telah ditemukan berdasarkan data yang tersedia baik dari verba transitif maupun verba intransitif adalah kategori D–i, dan kategori D–kon.
Namun, terdapat ideosinkretis
(keanehan-keanehan bentuk) pada beberapa verba intransitif yaitu dengan berubahnya kategori D-i menjadi kategori pa-D-i, kategori D-kon menjadi kategori pa-D-kon. Bahkan terdapat juga kategori D{R}-i dan kategori pa-D karena verba dasarnya terdiri atas satu suku kata saja. Hal ini terjadi karena alasan semantis dan sudah menjadi konvensi di masyarakat.
2. Aspek semantik afiks-afiks derivasional pembentuk verba BBA dari morfem dasar ini baik verba transitif maupun verba intransitif, memiliki beberapa makna yaitu makna dari afiks derivasional –i ada dua, yaitu: (1) frekuentatif, dan (2) lokatif. Sementara itu, makna dari afiks derivasional –kon adalah (1) benefaktif (melakukan untuk orang lain), (2) melakukan dengan perbuatan alat, (3) melakukan dengan sungguhcommit to user 144
145 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sungguh (intensif), (4) kausatif, dan (5) direktif. Selanjutnya, keproduktifan semantis
dan
afiks-afiks derivasional adalah terbatas karena kendala karena
kemunculannya
tidak
dapat
diprediksi
(unpredictable).
3. Bentuk afiks-afiks infleksional yang telah ditemukan berdasarkan data yang telah tersedia terdiri dari kolom A, B, dan C yang masing-masing terdiri atas 6 baris. Untuk verba transitif, bentuk afiks-afiks infleksionalnya adalah kolom A (kategori mang-D, di-D, hu-D, di-D-ho, dan di-D-ia), kolom B (kategori mang-D-i, di-D-i, hu-D-i, di-D-iho, dan di-D-iia), dan kolom C (kategori mang-D-kon, di-D-kon, hu-D-kon, diD-konho, dan di-D-konia). Untuk verba intransitif, kolom A lebih cenderung kosong (-) dibandingkan dengan kolom B, dan kolom C. Namun, terdapat juga verba yang kolom A, B, dan C nya itu kosong sama sekali. Hal ini terjadi karena alasan semantis dan sudah menjadi konvensi di masyarakat.
4. Aspek semantik dari afiks-afiks infleksional dapat dilihat sebagai berikut. Bentuk baris 1 terdapat apabila berfokus pada agen, sedangkan baris 2-5 (kolom A) terdapat bila berfokus pada pasien. Baris 2-5 menyatakan kesengajaan’. Baris 2 berbeda dari 3-5 karena di dalam baris 3-5 ‘pelaku tampak di dalam bentuk’, sedangkan baris 2 ‘pelaku tidak tampak dalam bentuk’, baris 3 pelaku adalah persona pertama tunggal commit to user
146 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lekat kiri, baris 4 pelaku adalah persona kedua tunggal lekat kanan, baris 5 pelaku adalah persona ketiga tunggal lekat kanan. Demikian pula halnya yang dialami kolom B dan kolom C. Ciri semantiknya hampir sama dengan ciri semantik dari afiks-afiks derivasional. Selanjutnya, keproduktifan afiks-afiks infleksional adalah luas sekali karena afiks ini kemunculannya dapat diramalkan (predictable).
B. Saran Penelitian tentang Sistem Pembentukan Verba BBA dari Morfem dasar ini memiliki peranan yang penting dalam pelestarian bahasa Nusantara. Hendaknya penelitian bahasa Nusantara seperti ini semakin digiatkan demi perkembangan dan kemajuan ilmu lingustik khususnya ilmu linguistik deskriptif karena dalam penelitian bahasa Nusantara ditemukan keunikan dan fenomena yang menarik yang secara tidak langsung dapat menggambarkan karakter dari masyarakat pengguna bahasa tersebut. Terkait dengan penelitian di bidang morfologi seperti ini, terdapat beberapa saran untuk pembaca dan penelitian selanjutnya sebagai berikut. 1. Penelitian sistem verba BBA seperti ini masih memerlukan tindak lanjut yang lebih spesifik lagi, seperti penelitian tentang sistem pembentukan verba dari dasar verba dengan paradigma yang berbeda, atau dari verba dasar nomina, ajektiva, dan seterusnya melalui proses morfologi derivasional dan morfologi infleksional demi menghasilkan penelitian commit to user
147 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang
lebih
bermanfaat
sehingga
dapat
melengkapi
penelitian
sebelumnya.
2. Peneliti yang mengkaji dan mendalami masalah sistem verba BBA diharapkan mampu menggali lebih dalam karakter dan sistem bahasa yang masih berpotensi besar untuk dikembangkan ini sehingga penelitian bahasa Nusantara mampu bertahan guna pelestarian kekayaan bangsa yang masih berpeluang untuk dilindungi.
commit to user